Kecemasan Pada Pasangan Menikah Yang Belum Memiliki Keturunan Siti Aisah Pembimbing : Anita Zulkaida SPsi., Msi. ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai kecemasan pada pasangan menikah yang belum memiliki keturunan dan faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya kecemasan pada pasangan menikah yang belum memiliki keturunan. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan kualitatif dalam bentuk studi kasus. Subjek pada penelitian ini yaitu pasangan suami istri yang belum memiliki keturunan yang usia pernikahannya lebih dari 10 tahun. Pengumpulan data menggunakan teknik wawancara dan observasi non partisipan. Hasil penelitian secara umum kedua subjek mengalami kecemasan setelah melakukan pemeriksaan infertilitas sampai dengan usia pernikahan yang ke 7 tahun. Hal ini dapat dilihat dari gejala-gejala kecemasan fisik, psikis dan perilaku. Setelah melakukan pemeriksaan infertilitas, kedua subjek merasa terkejut dan sedih. Subjek 1 (suami) merasa cemas jika bertemu dengan anggota keluarga lain seperti orangtua ataupun saudara, subjek 1 menjadi lebih tegang pada sekujur badannya dan berkeringat lebih banyak ketika bertemu orangtua ataupun saudara karena merasa cemas dengan pertanyaan-pertanyaan seputar kehamilan istrinya. Begitu juga dengan subjek 2 (istri), dimana subjek 2 menjadi merasa canggung ketika berkumpul dengan anggota keluarga lain. Faktor yang mempengaruhi kecemasan kedua subjek setelah melakukan pemeriksaan infertilitas yaitu lingkungan, dimana subjek seringkali mendapat berbagai macam pertanyaan seputar kehamilan baik dari keluarga maupun orang sekitar kedua subjek.
Kata Kunci : Kecemasan, Pasangan Menikah, Infertilitas.
1
PENDAHULUAN membuat suami istri memiliki keterkaitan dan tanggung jawab untuk membesarkan, merawat dan mencintai bersama-sama. Jadi, kehadiran anak secara tidak langsung akan semakin mendekatkan pasangan suami istri. Taher (2007) mengatakan keadaan pasangan yang sudah menikah lebih dari setengah tahun tanpa kontrasepsi dan tidak mempunyai anak, dalam ilmu kedokteran disebut dengan infertilitas. Walaupun masalah infertilitas tidak berpengaruh pada aktivitas fisik seharihari dan tidak mengancam jiwa, bagi banyak pasangan hal ini berdampak besar terhadap kehidupan berkeluarga. Selain itu menurut Taher (2007) pasangan yang mengalami infertilitas akan memiliki tekanan secara psikologis, dimana mereka akan merasa cemas memikirkan bagaimana cara untuk mendapatkan keturunan.
Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan wujud menyatunya pria dan wanita ke dalam satu tujuan yang sama, dan merupakan peristiwa penting dalam kehidupan seorang individu. Menurut Duval dan Miller (2001) perkawinan adalah suatu hubungan yang diakui secara sosial antara pria dan wanita, yang mensahkan adanya hubungan seksual dan adanya kesempatan mendapatkan keturunan. Widarjono (2007) mengatakan bahwa tujuan perkawinan adalah mencapai kebahagian yang langgeng bersama pasangan hidup. Namun, jalan menuju kebahagiaan tidak selamanya mulus, banyak hambatan, tantangan dan persoalan yang terkadang menggagalkan jalannya rumah tangga. Adapun Akbar (2001) mengemukakan tujuan dari perkawinan adalah mendapatkan kebahagian, kepuasan, cinta kasih dan keturunan. Menurut Taher (20 07) biasanya sebanyak 85% pasangan yang sudah menikah selama satu setengah tahun sudah memiliki keturunan. Ini berarti sebanyak 15% pasangan yang sudah menikah selama satu setengah tahun memiliki masalah belum hadirnya seorang anak sebagai keturunannya. Sidhi (1999) mengatakan bahwa pasangan menikah yang tidak kunjung memiliki anak, padahal tidak dinyatakan mengalami gangguan organ reproduksi, biasanya akan mengalami kondisi psikologis yang sulit.
Menurut Ramaiah (2003) kecemasan adalah sesuatu y an g menimpa hampir setiap orang pada waktu tertentu dalam kehidupannya. Kecemasan menurut Prasetyono (2005) adalah penjelmaan dari berbagai proses emosi yang bercampur baur, yang terjadi manakala seseorang sedang mengalami berbagai tekanan-tekanan atau tegangan seperti perasaan pertentangan batin. Misalnya saja, bapak YN dari Samarinda yang sangat mendambakan anak dari darah daging sendiri, bapak YN dengan istrinya telah menikah selama dua belas tahun, tetapi sampai saat ini belum juga dikarunai keturunan. Bapak YN tidak mau menyakiti hati istrinya dengan menikah lagi sebab merasa sudah cocok sekali, namun bapak YN tetap penasaran ingin memiliki keturunan (Kompas, 2000).
Menurut Widarjono (2007) perkawinan tanpa kehadiran anak seringkali memicu persoalan tersendiri. Banyak keluarga atau pasangan suami istri yang sulit mendapatkan anak dan terus berusaha agar mempunyai keturunan. Kehadiran seorang anak juga 2
Taher (2007) mengatakan bahwa kenyataan menunjukkan, 40% masalah yang membuat sulit untuk memiliki anak terdapat pada wanita, 40% pada pria, dan 30% pada keduanya. Evaluasi terhadap pria penderita infertilitas yang datang ke klinik infertilitas bagian urologi RSUPN Cipto Mangunkusumo menunjukkan, 2025% penderita tidak diketahui penyebabnya. Besar kemungkinan hal ini dipengaruhi oleh faktor genetik karena penelitian muktahir mengarah pada adanya kelainan kromosom. Menurut Alam dan Hadibroto (2007) tingkat infertilitas wanita berbeda-beda ter gan tung d ar i k elompo k us ia. Kelompok yang paling subur adalah pada usia 20-29 tahun dengan tingkat 90% subur, atau hanya 10% pasangan yang tidak subur. Setelah itu, pada usia 30-34 tahun angka ketidaksuburan naik men j adi 1 4 %, us i a 35- 3 9 t ah u n meningkat lagi menjadi 20%, dan usia 40-44 tahun menjadi 25%. Desmita (2005) mengatakan semakin lama usia pernikahan, maka usia seseorang pun semakin bertambah. Begitu pula dengan tingkat kesuburan yang dimiliki oleh pria dan wanita akan semakin menurun. Wanita dewasa akan mengalami menopouse sekitar usia 50 tahun ke atas, sehingga apabila seorang wanita belum merasakan dirinya melahirkan, ada suatu perasaan yang kurang bagi dirinya sebagai seorang wanita.
gambaran kecemasan pada pasangan menikah yang belum memiliki keturunan, dan hal-hal yang menyebabkan kecemasan pada subjek. Manfaat Penelitian Manfaat yang ingin diperoleh dari penelitian : 1. Manfaat Teoritis Dalam penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan khususnya bagi ilmu pengetahuan berkaitan dengan masalah kecemasan pada pasangan menikah yang belum memiliki keturunan. 2. Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada pasangan menikah yang belum memiliki keturunan agar lebih memahami masalah yang sedang dialaminya sehingga dapat menemukan jalan keluarnya. Dan untuk pasangan yang akan menikah agar dapat memberikan masukan tentang ilmu pengetahuan sehingga dapat mengantisipasi serta mempermudah dalam mendapatkan keturunan. TINJAUAN PUSTAKA Kecemasan Secara etimologis, kecemasan berasal dari bahasa latin : angustus yang berarti sempit, mampat, sesak serta ango dan anxi yang berarti tercekik, terikat, tersumbat. Pengertian secara etimologis ini merupakan penggambaran keadaan individu yang mengalami kecemasan yaitu tercekik, sesak dan mampat (Stern, 1964). Menurut kamus psikologi, kecemasan (anxiety) adalah 1) Perasaan campuran berisikan ketakutan dan keprihatinan mengenai masa-masa mendatang tanpa sebab khusus untuk ketakutan tersebut. 2) Rasa takut atau kekhawatiran kronis pada tingkat ringan.
Berdasarkan gambaran penelitian di atas penelitian ini dilakukan untuk dapat mengetahui secara mendalam tentang gambaran kecemasan pada pasangan menikah yang belum memiliki keturunan. Tujuan Penelitian Tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui
3
3) Kekhawatiran atau ketakutan yang kuat dan meluap-luap. Kecemasan menurut Ramaiah (2003) adalah sesuatu yang menimpa hampir setiap orang pada waktu tertentu dalam kehidupannya. Kecemasan merupakan reaksi normal terhadap situasi yang sangat menekan kehidupan seseorang. Sedangkan menurut Atwater (1983) kecemasan adalah sebagai suatu perasaan yang tidak jelas, tersamar dan tidak nyaman, mengenai suatu bahaya yang akan segera datang.
Dorongan untuk mencapai sesuatu seperti menghindari situasi tegang dan ingin melar ikan dir i d ar i kenyataan. d. Perilaku gelisah Keadaan yang tidak terkendali seperti gugup, kewaspadaan yang berlebihan dan sangat sensitif. e. Reaksi biologis Keadaan seperti keringat, gemetar, pusing dan berdebar-debar. Faktor-faktorYangMempengaruhiKecemasan
Dari berbagai definisi kecemasan d i atas , p en ulis m emb uat s u atu kesimpulan mengenai kecemasan yaitu suatu pengalaman subjektif mengenai ketegangan-ketegangan mental yang menggelisahkan sebagai reaksi umum dan tidak adanya rasa aman. Kecemasan merupakan suatu reaksi normal terhadap situasi yang sangat menekan kehidupan seseorang, biasanya berupa gangguan perasaan (affective) yang ditandai dengan perasaan ketakutan atau kekhawatiran yang mendalam dan berkelanjutan, kepribadian masih tetap utuh, perilaku dapat terganggu tetapi masih dalam batas normal.
Menurut Ramaiah (2003) ada empat faktor utama yang mempengaruhi rasa cemas yaitu : a. Lingkungan Lingkungan atau sekitar tempat tinggal mempengaruhi cara berpikir tentang diri seseorang dan orang lain. b. Emosi yang ditekan Kecemasan bisa terjadi jika seseorang tidak mampu menemukan jalan keluar untuk perasaan seseorang dalam hubungan personal. c. Sebab-sebab Fisik Pikiran dan tubuh senantiasa saling berinteraksi dan dapat menyebabkan timbulnya kecemasan. d. Keturunan Sekalipun gangguan emosi yang ditemukan dalam keluarga-keluarga tertentu, ini bukan merupakan penyebab penting dari kecemasan.
Gejala-gejala Kecemasan Menurut Blackburn dan Davidson (1990) ada beberapa gejala kecemasan adalah sebagai berikut : a. Suasana hati Keadaan yang menunjukkan ketidaktenangan seperti mudah marah, perasaan sangat tegang dan lain-lain. b. Pikiran Keadaan pikiran yang tidak menentu seperti khawatir, sukar konsentrasi, pikiran kosong, sensitif dan merasa tidak berdaya. c. Motivasi
Dampak-dampak Kecemasan Adapun menurut Haggin (dalam Haryono, 2000) ada beberapa dampak cemas antara lain, yaitu: a. Penyakit cemas dapat memecah-belah perasaan, karena itu emosinya tidak stabil. b. Kecemasan dapat memecah-belah pengertian, karena itu keyakinankeyakinan dangkal dan berubah-ubah.
4
b. Untuk memenuhi kebutuhan secara ekonomis seperti untuk memperoleh keamanan finansial.
c. Kecemasan dapat memecah-belah kesanggupan untuk melihat, karena itu menjadi salah persepsi. d.Kecemasan memecah-belah kecakapan untuk menilai, karena itu sikap dan keputusan seringkali tidak adil.
c. Untuk memenuhi kebutuhan secara psikologis seperti untuk memperoleh keintiman (intimacy), kasih sayang, dukungan dari pasangan hidup perasaan saling menghargai dan saling melengkapi, ketergantungan, kebahagiaan juga kepuasan dan kebermaknaan hidup.
Perkawinan Secara bahasa menikah adalah penggabungan atau pencampuran antara pria dan wanita. Sedangkan secara istilah nikah adalah akad antara pihak pria dengan wali wanita sehingga hubungan badan antara kedua pasangan pria dan wanita menjadi halal. Perkawinan merupakan satu-satunya sarana yang sah untuk membangun sebuah rumah tangga dan melahirkan keturunan, sejalan dengan fitrah manusia. (Indra dkk, 2004).
Infertilitas Menurut Alam dan Hadibroto (2007) kesuburan atau fertilitas (fertility) adalah kondisi yang memungkinkan terjadinya kehamilan pada seorang wanita, sebagai hasil dari hubungan seks dengan seorang pria. Adapun infertilitas adalah kegagalan pasangan untuk mendapatkan kehamilan dalam waktu satu tahun atau lebih dalam pernikahan mereka tanpa menggunakan alat k ontr as eps i. P an gkahila ( 200 1) infertilitas adalah pasangan suami istri yang telah melakukan hubungan seksual secara teratur tanpa alat kontrasepsi selama satu tahun tetapi belum mampu hamil dan melahirkan bayi hidup. Me n u r u t Ma n u a b a ( 1 9 9 8) pasangan infertilitas adalah pasangan yang telah menikah selama satu tahun dengan kehidupan keluarga harmonis tetapi belum dikaruniai keturunan atau hamil. Sugiharto (2007) infertilitas adalah kek urangmampuan suatu pasangan untuk menghasilkan keturunan. Berdasarkan definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa infertilitas adalah pasangan yang sudah menikah selama satu tahun tanpa menggunakan alat kontrasepsi.
Duval dan Miller (2001) perkawinan adalah suatu hubungan yang diakui secara sosial antara pria dan wanita yang mensahkan hubungan seksual dan adanya kesempatan mendapatkan keturunan. Dari berbagai definisi perkawinan di atas dapat disimpulkan bahwa perkawinan merupakan suatu ikatan lahir bathin antara seorang pria dan wanita yang diakui secara sosial dan mensahkan hubungan seksual agar mendapatkan keturunan sesuai dengan ketentuan hukum dan agama. Tujuan-tujuan Perkawinan Ada beberapa hal yang bisa menjadi tujuan utama seseorang untuk melakukan perkawinan, Atwater (1983) antara lain : a. Untuk memenuhi kebutuhan secara fisiologis seperti untuk memiliki keturunan serta memenuhi kebutuhan seksual.
5
c. Lingkungan : Baik fisik, khemis maupun biologis (panas, radiasi, rokok, narkotik, alkohol, infeksi dan sebagainya). c. Gizi dan nutrisi : Terutama kekurangan protein dan vitamin tertentu.
Jenis-jenis Infertilitas Jenis-jenis infertilitas terbagi menjadi tiga yaitu : a. Infertilitas primer : Jika istri belum berhasil hamil walaupun bersenggama teratur dan dihadapkan kepada kemungkinan kehamilan selama 12 bulan berturutturut (Jacoeb, 1993 ; Widyandana, 2007).
d. Stress psikis : Mengganggu siklus haid, menurunkan libido dan kualitas spermatozoa.
b. Infertilitas sekunder : Jika istri pernah hamil akan tetapi ti d a k b er h as il l ag i w al a u p u n bersenggama teratur dan dihadapkan kepada kemungkinan kehamilan selama 12 bulan berturut-turut (Jacoeb, 1993 ; Widyandana, 2007).
Adapun beberapa penyebab yang perlu diperhatikan (Alam dan Hadibroto, 2007) yaitu : a. Penyakit menahun, terutama kelainan hormonal dan infeksi yang cukup parah, dapat mempengaruhi kesuburan. b. Kurang seringnya berhubungan seks, pada hubungan seks yang dilakukan kurang dari tiga kali seminggu, sperma kurang mendapat kesempatan untuk bertemu sel telur didalam saluran telur. c. Gangguan pada alat reproduksi.
b. Infertilitas idiopatik atau tidak terjelaskan : Bentuk infertilitas yang setelah pemeriksaan lengkap kedua pasangan dinyatakan normal dan ditangani selama 2 tahun tidak juga berhasil hamil (Jacoeb, 1993).
Faktor-faktor Penyebab Infertilitas
Upaya untuk mencegah Infertilitas
Menurut Sugiharto (2007) faktor penyebab infertilitas ada 5 yaitu :
Menurut Alam dan Hadibroto (2007) upaya untuk mencegah infertilitas yaitu :
a. Usia : Untuk pria puncak kesuburan adalah usia 24-25 tahun dan 21-24 tahun untuk wanita, sebelum usia tersebut kesuburan belum benar matang dan setelahnya berangsur menurun.
a. Pemeriksaan Fisik 1. Pemeriksaan wanita a)Pemeriksaan vagina b) Pemeriksaan leher rahim 2. Pemeriksaan pria
b. Frekuensi hubungan seksual : Misalnya pasangan yang suaminya bekerja sebagai pelaut dan berlayar selama berbulan-bulan, belum dapat dikatakan infertilitas bila istrinya tidak hamil dalam kurun waktu 1 tahun.
Mengamati kelainan fisik, penyebaran rambut dan lemak yang tidak rata atau konsistensi testis, bisa menjadi tanda akibat ketidakseimbangan hormoral.
6
Ovulasi disertai dengan kenaikan suhu tubuh dan ini dapat dipantau untuk mengetahui terjadinya ovulasi atau tidak. Tanda ovulasi adalah apabila terjadi sedikit k e n a i k a n s u h u t u b u h p ad a pertengahan siklus haid. 2. Pemeriksaan hormonal merupakan penyebab infertil yang banyak ditemukan pada wanita.
b. Infertilitas yang tidak diketahui penyebabnya merupakan masalah bermakna karena meliputi 20% penderita, penanggulangannya dengan cara pemberian beberapa macam obat yang dari pengalaman berhasil menaikkan jumlah dan kualitas sperma. c. Adanya penyumbatan disaluran sperma hanya dapat dipastikan dengan operasi.
3. Pemeriksaan kondisi indung telur
d. Sesuai dengan kelainan y ang ditemukan maka penyebab lain bisa di atasi dengan koreksi hormonal dan penghentian obat-obatan yang diduga menyebabkan gangguan sperma.
c. Pemeriksaan Kesuburan Pria Hitung sperma (sperm count), cairan semen yang akan diperiksa dikumpulkan dalam botol plastik diambil setelah tiga hari tidak berhubungan seks. Cairan semen yang normal harus terkumpul dalam jumlah yang cukup (3ml), mengandung sperma lebih dari 20 juta per ml (dapat dilihat di bawah mikroskrop) dan sebagian besar (lebih dari 60%) harus dalam keadaan aktif dan selalu bergerak.
Kecemasan Pada Pasangan Menikah Yang Belum Memiliki Keturunan Menikah secara bahasa adalah penggabungan atau pencampuran antara pria dan wanita. Sedangkan secara istilah menikah adalah akad antara pihak pria dengan wali wanita sehingga hubungan badan antara kedua pasangan pria dan wanita menjadi halal. Perkawinan merupakan satu-satunya sarana yang sah untuk membangun sebuah rumah tangga dan melahirkan keturunan, sejalan dengan fitrah manusia (Indra dkk, 2004). Perkawinan dapat dikatakan sebagai suatu perjanjian pertalian antara pria dan wanita yang berisi persetujuan hubungan dengan maksud bersama-sama sesuai dengan hukum dan agama dan juga merupakan pintu gerbang kehidupan yang wajar atau biasa dilalui oleh setiap individu (Latif, 2001).
d. Pemeriksaan Kesuburan Pasangan Tes pasca-sanggama, tes ini sangat sederhana tetapi bermanfaat untuk melihat apakah lendir rahim bersifat melawan sperma atau tidak dilakukan pemeriksaan sesudah hubungan seks pada saat mendekati ovulasi.
Upaya untuk Infertilitas
menanggulangi
Menurut Taher (2007) penanggulangan infertilitas sebagai berikut, yaitu :
Kecemasan berasal dari bahasa latin : angustus yang berarti sempit,
a. Varikokel, tindakan yang saat ini dianggap paling tepat adalah dengan
7
mampat, sesak serta ango dan anxi yang berarti tercekik, terikat, tersumbat. Pengertian secara etimologis merupakan penggambaran keadaan individu yang mengalami kecemasan yaitu tercekik, sesak dan mampat (Stern, 1964). Setiap individu pasti pernah merasakan cemas, kecemasan adalah sebagai suatu perasaan yang tidak jelas, tersamar dan tidak nyaman, mengenai suatu bahaya yang akan segera datang (Atwater, 1983). Penyebab terjadinya kecemasan timbul karena beberapa faktor yaitu dari lingkungan, emosi ditekan, sebab-sebab fisik dan keturunan (Ramaiah, 2003).
memberikan harapan baru dalam usaha untuk mendapatkan keturunan yaitu pemeriksaan riwayat medis, pengobatan secara rutin, berkeinginan yang besar untuk memiliki keturunan, mengadopsi sebagai usaha terakhir (Alam dan Hadibroto, 2007). Kalau usaha gagal, maka sebaiknya pasangan suami istri dapat menerima kehidupan tanpa anak dan menjalaninya dengan persepsi baru sebagai keluarga modern pada umumnya dengan demikian semua beban psikologis pun hilang dan juga bahagia.
Anak begitu berharga sebagai pengikat keutuhan rumah tangga, meskipun kenyataannya banyak juga pasangan dengan banyak anak bercerai. Kehadiran seorang anak juga membuat pasangan suami istri memiliki keterkaitan dan tanggung jawab untuk membesarkan, merawat dan mencintai bersama-sama. Jadi, kehadiran anak secara tidak langsung akan semakin mendekatkan pasangan suami istri (Widarjono, 2007). Menurut Alam dan Hadibroto (2007) pasangan suami istri dianggap tidak subur apabila selama setahun berhubungan seks secara normal t a n p a k o n t r as ep s i t i d ak t er j a d i kehamilan.
METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini, pendekatan yang digunakan adalah pendekatan penelitian studi kasus. Studi kasus merupakan salah satu metode penelitian dalam penelitian kualitatif. Menurut Suryabrata (2004) studi kasus adalah penelitian mendalam mengenai unit sosial tertentu yang hasilnya merupakan gambaran yang lengkap dan terorganisir baik mengenai unit tersebut. Tujuan dari studi kasus adalah mempelajari secara intensif tentang latar belakang keadaan sekarang, dan interaksi lingkungan suatu unit sosial seperti individu, kelompok, lembaga atau masyarakat. Sedangkan menurut Yin (2005) studi kasus adalah suatu inkuiri empiris yang menyelidiki fenomena di dalam konteks kehidupan nyata dimana batas-batas antara fenomena dan konteks tidak tampak dengan tegas, dan dimana multisumber bukti dimanfaatkan. Melalui pendekatan studi kasus, peneliti dapat memperoleh pemahaman utuh dan terintegrasi mengenai interelasi fakta dan dimensi dari kasus khusus tersebut.
Kecemasan pada pasangan menikah yang belum memiliki keturunan s an g at ber per an dalam mas al ah kehidupan selanjutnya. Masalah lain yang menghambat pasangan yang ingin m en d ap at k a n k et u r u n an ad al a h keguguran, kehamilan diluar rahim dan kelainan plasenta yang membuat janin sulit bertahan hidup. Yang juga dapat membuyarkan harapan mendapatkan keturunan adalah ketakutan orang tua mendapatkan bayi cacat. Dengan pesatnya perkembangan ilmu reproduksi manusia sejak lahir 1970-an telah 8
subjek penelitian dengan bertanya kepada beberapa orang di lingkungan sekitar dan meminta bantuan kepada teman untuk membantu mencari subjek penelitian yang sesuai dengan karakteristik subjek, peneliti memperoleh satu subjek penelitian yang sesuai dengan karakteristik subjek. Kemudian, p en eliti mencari tahu dan bersama-sama menentukan waktu dan tempat wawancara.
Subjek Penelitian 1. Karakter Subjek Pada penelitian ini, peneliti memberikan batasan-batasan mengenai karakteristik subjek penelitian adalah sebagai berikut : Subjek adalah pasangan suami istri yang usia pernikahannya lebih dari 10 tahun yang belum memiliki keturunan. 2. Jumlah Subjek Patton (dalam Poerwandari, 2001) mengatakan bahwa salah satu p e r b e d a a n a n t ar a p e n e l i t i an kuantitatif dan kualitatif sangat jelas terlihat pada cara pengambilan sampel. Suatu penelitian kualitatif dapat saja meneliti secara mendalam kasus tunggal yang dipilih secara purposif. Informasi mendalam dari sejumlah kecil subjek akan sangat berarti terutama pada kasus yang kaya informasi. Oleh karena itu peneliti menggunakan satu orang subjek penelitian yang sesuai dengan karakteristik subjek di atas.
b. Tahap Persiapan Alat bantu Pengumpulan Data Setelah menentukan waktu dan tempat wawancara, maka peneliti mempersiapkan segala keperluan yang dibutuhkan untuk memperlancar proses penelitian. Keperluan yang dibutuhkan antara lain adalah pedoman wawancara, pedoman observasi serta alat perekam atau tape recorder. 2. Tahap Pelaksanaan Peneliti mulai melakukan wawancara pada tempat dan waktu yang sudah disepakati bersama dengan subjek berdasarkan pedoman wawancara. Selain merekam semua jawaban dengan alat perekam, peneliti juga mencatat hasil observasi pada lembar pedoman observasi yang telah disiapkan. Hasil rekaman wawancara (verbatim). Lalu peneliti m el a k u k a n a n a l i s i s d a t a d a n di l a n ju t k an d e n g a n m em b u a t kesimpulan serta saran.
Tahap-tahap Penelitian Tahap-tahap dalam penelitian ini meliputi dua tahap, yaitu sebagai berikut: 1. Tahap Persiapan Tahap persiapan dibagi menjadi dua bagian, yaitu : a. Tahap Pemilihan Subjek Penelitian Pada tahap ini peneliti mencari beberapa orang subjek yang bersedia diwawancarai. Dalam mencari subjek penelitian ini, peneliti tetap berpegang pada karakteristik subjek yang telah ditentukan. Peneliti mencoba mencari informasi mengenai
Teknik Pengumpulan data Dalam proses pengumpulan data pada penelitian studi kasus dapat di dasarkan atas enam bukti (data) yaitu : dokumen, rekaman arsip, wawancara,
9
pengamatan langsung, observasi partisipan, dan perangkat fisik (dalam Yin, 2005). Menurut Poerwandari (2001) metode dasar yang umumnya banyak dipakai dan dilibatkan dalam tipe-tipe penelitian kualitatif adalah observasi dan wawancara. Maka dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakan teknik wawancara sebagai metode utama dan observasi sebagai metode pelengkap. 1. Wawancara Menurut Moleong (2005) wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu, percakapan tertentu itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interview) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu. Banister dkk (dalam Poerwandari, 2001) wawancara kualitatif dilakukan apabila peneliti bermaksud untuk memperoleh pengetahuan tentang m ak n a- ma k n a s ub j ekt if y an g dipahami individu berkenaan dengan topik yang diteliti dan bermaksud melakukan eksplorasi terhadap isu tersebut, suatu hal yang tidak dapat dilakukan melalui pendekatan lain. Wawancar a dapat mengambil beberapa bentuk, yang paling umum wawancara studi kasus bertipe open ended, dimana peneliti dapat bertanya kepada responden kunci tentang fakta-fakta suatu peristiwa disamping opini mereka mengenai peristiwa yang ada (dalam Yin, 2005).
spontan dalam interaksi alamiah. Tipe wawancara ini umumnya dilakukan peneliti yang melakukan observasi partisipasif. Dalam situasi demikian, orang yang diajak berbicara mungkin tidak menyadari bahwa ia sedang diwawancara secara sistematis untuk menggali data. b. Wawancara dengan pedoman khusus yaitu dalam proses wawancara ini, peneliti dilengkapi pedoman wawancara yang sangat umum yang mencantumkan isu-isu yang harus diliput tanpa menentukan urutan pertanyaan. Wawancara dengan pedoman sangat umum dapat berbentuk wawancara terfokus, yakni wawancara yang mengarahkan pembicaraan pada hal-hal tertentu dari kehidupan subjek. c. Wawancara dengan pedoman terstandar yang terbuka yaitu pedoman wawancara ditulis secara rinci, lengkap dengan set pertanyaan dan penjabarannya dalam kalimat. Bentuk ini akan efektif dilakukan bila peneliti melibatkan banyak pewawancara, sehingga peneliti perlu mengadministrasikan upayaupaya tertentu untuk meminimalkan variasi, sekaligus mengambil langkah-langkah menyeragamkan pendekatanpendekatan terhadap responden.
Patton (dalam Poerwandari, 2001) membedakan dasar dalam memperoleh data kualitatif melalui wawancara, yaitu :
Peneliti memilih menggunakan jenis wawancara dengan pedoman khusus untuk memenuhi keperluan penelitian ini. Peneliti memilih jenis wawancara ini, karena wawancara ini dilengkapi dengan pedoman yang sangat umum dan dapat mengarahkan
a. Wawancara Informal yaitu proses wawancara didasarkan sepenuhnya pada berkembang pertanyaan-pertanyaan secara
10
pembicaraan pada hal-hal tertentu dari kehidupan subjek.
penelitian secara terbuka dalam wawancara. e. Jawaban terhadap pertanyaan akan diwarnai oleh persepsi selektif individu yang diwawancara. Observasi memungkinkan peneliti bergerak lebih jauh dari persepsi selektif yang ditampilkan subjek penelitian atau pihak-pihak lain.
2. Observasi Untuk menambah dan memperkaya data-data yang didapat dari hasil wawancara, peneliti juga menggunakan teknik observasi. Patton (dalam Poerwandari, 2001) menegask an bahwa obs er v as i merupakan metode pengumpulan data esensial dalam penelitian. Observasi sendiri bertujuan untuk mend eskripsikan setting yang dipelajari, aktivitas yang berlangsung, orang-orang yang terlibat dalam aktivitas dan makna kejadian dilihat dari perspektif mereka yang terlibat dalam kejadian y a n g d i a m a t i . P at t o n ( d a l a m Poerwandari, 2001) mengatakan bahwa data hasil observasi menjadi data penting karena :
Menurut Riyanto (2001) terdapat jenis-jenis observasi diantaranya : 1. Observasi non partisipan Observasi non partisipan adalah dimana seorang observer tidak ikut terlibat dalam kegiatan observasi. 2. Observasi partisipan Observasi partisipan adalah dimana seorang observer terlibat dalam observasi. Bentuk observasi ini pada dasarnya muncul sebagai usaha untuk mengatasi kelemahan observasi non partisipan.
a. Peneliti akan mendapatkan pemahaman lebih baik tentang konteks dimana hal yang diteliti ada atau terjadi. b. Observasi memungkinkan peneliti untuk bersikap terbuka, berorientasi pada penemuan dari pada pembuktian, dan mempertahankan pilihan untuk mendekati masalah secara induktif. c. Mengingat individu yang telah sepenuhnya terlibat dalam konteks hidupnya sering mengalami kesulitan merefleksikan pemikiran mereka tentang pengalamannya, observasi memungkinkan peneliti melihat hal-hal yang oleh subjek penelitian sendiri kurang disadari. d. Observasi memungkinkan peneliti memperoleh data tentang hal-hal yang karena berbagai sebab diungkapkan oleh subjek
3. Observasi sistematik Observasi sistematik adalah observasi yang menggunakan pedoman tujuan. Pedoman ini akan membatasi pokok masalah yang diamati, yaitu pada kegiatankegiatan yang relevan dengan masalah penelitian. 4. Observasi non sistematik Observasi non sistematik adalah observasi yang dilakukan oleh pengamat dengan tidak menggunakan instrument pengamatan. 5. Observasi eksperimental Observasi eksperimental adalah observasi yang dilakukan dengan cara observer dimaksukkan ke dalam suatu kondisi tertentu.
11
b. Pemeriksaan Kesuburan Wanitaoperasi berupa pengikatan pembuluh 1. Grafik suhudarah yang melebar (varikokel) tersebut.
Jenis observasi yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah Observasi non partisipan adalah dimana seorang observer tidak ikut terlibat dalam kegiatan observasi.
pada penelitian kuantitatif. Studi kasus sebagai salah satu jenis penelitian dalam pendekatan kualitatif menggunakan istilah Kredibilitas untuk menggantikan konsep validitas, dimaksudkan untuk merangkum bahasan menyangkut kualitas penelitian kualitatif. Kredibilitas studi kualitatif terletak pada keberhasilan mencapai maksud mengeksplorasi masalah atau mendeskripsikan setting, proses, kelompok sosial atau pola interaksi yang kompleks. Deskripsi mendalam yang menjelaskan kemajemukkan (kompleksitas) aspekaspek yang terkait (dalam bahasa yunani = Variabel) dan interaksi dari berbagai aspek menjadi salah satu ukuran kredibilitas penelitian kualitatif. Konsep kredibilitas juga harus mampu mendemonstrasikan bahwa untuk memotret kompleksitas hubungan antara aspek tersebut, penelitian dilakukan dengan cara tertentu yang menjamin bahwa subjek penelitian di identifikasi dan dideskripsikan secara akurat (dalam Poerwandari, 2001).
Alat Bantu Penelitian Dalam pengumpulan data-data yang diperlukan, peneliti menggunakan beberapa alat bantu. Peneliti menggunakan alat bantu, antara lain adalah : 1. Pedoman Wawancara Pedoman wawancara ini disusun berdasarkan pertanyaan peneliti mengenai kecemasan pada pasangan menikah yang belum memiliki keturunan. 2. Pedoman Observasi Pedoman observasi ini digunakan untuk melihat perilaku yang muncul dalam diri subjek, bagaimana setting fisik lingkungan dan aktivitasaktivitas yang berlangsung. Hasil observasi ini digunakan sebagai catatan lapangan bersifat deskriptif.
Dalam penelitian kualitatif juga dikenal istilah Triangulasi. Menurut Moleong (2005) triangulasi adalah tekhnik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau sembanding terhadap data itu. Data dari berbagai sumber berbeda dapat digunakan untuk memperkaya penelitian dan dengan memperoleh data dari sumber berbeda dengan teknik pengumpulan yang berbeda, kita akan menguatkan derajat manfaat studi pada setting berbeda.
3. Tape Recorder Alat bantu ini merupakan alat yang s a n g a t p en t i n g d al a m p r o s es wawancara. Tape r ecorder ini digunakan untuk merekam hasil wawancara yang dilakukan terhadap subjek. Dengan alat bantu ini, peneliti dapat lebih berkonsentrasi pada proses pengambilan data tanpa terganggu dengan kegiatan lain.
Patton (dalam Poerwandari, 2001). Menyatakan bahwa Triangulasi dapat dibedakan dalam : 1. Triangulasi data, yaitu digunakannya variasi sumber-sumber data yang berbeda.
Keakuratan Penelitian Konsep validitas dan reliabilitas dalam penelitian studi kasus berbeda dengan konsep validitas dan reliabilitas
12
2. Triangulasi peneliti, yaitu digunakannya beberapa peneliti atau evaluator yang berbeda. 3. Triangulasi teori, yaitu digunakannya beberapa perspektif yang berbeda untuk menginterprestasikan data yang sama. 4. Triangulasi metodologis, yaitu dipakainya beberapa metode yang berbeda untuk meneliti suatu hal yang sama.
verbatim dari data hasil wawancara, peneliti lalu memberikan penomoran disebelah kanan atau kiri transkip. Pemberian nomor dapat dilakukan secara urut dari satu baris ke baris lain atau dilakukan pada tiap-tiap paragraf (dalam Poerwandari, 2001). Peneliti harus memilih nomor yang mudah di ingat dan selalu menuliskan tanggal ditiap berkas. Menurut Patton (dalam Poerwandari, 2001) bila diperlukan peneliti dapat melakukan analisis antar kasus. Pendekatan studi kasus dan analisis antara kasus cukup sering dibutuhkan pada suatu penelitian. Bila berfokus pada kedalaman maka akan lebih baik jika analisis antar kasus. Dengan begitu peneliti akan memperoleh gambaran yang lebih baik dalam dan komprehensif tentang isu yang diteliti.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan beberapa triangulasi seperti triangulasi data atau sumber yang beras al d ari hasil observ asi dan wawancara dari subjek dan significant others. Triangulasi teori yang berasal d ar i b eb er ap a su mb er te or i dan triangulasi metodologis yang memakai metode observasi dan wawancara.
PEMBAHASAN Teknik Analisa Data
ini subjek 1 (suami) maupun subjek 2 (istri) sudah tidak mengalami kecemasan. Hal ter seb ut dilihat berdasarkan gejala-gejala kecemasan yang di peroleh subjek, yaitu: 1) Fisik Menurut Gunarsa dkk (1989) gejala-gejala kecemasan dapat dilihat d ar i g ej a l a f i s i k y a i tu : t er j a d i peregangan pada otot-otot pundak, leher, p er u t , t e r j a d i p er u b ah a n i r a m a pernafasan, dan terjadi kontaksi otot setempat seperti pada dagu, sekitar mata serta rahang. Sedangkan menurut Hawari (2001) pada individu yang cemas, dapat pula disertai keluhan somatik (fisik). Keluhan somatik (fisik)
Dalam melakukan analisis data terdapat beberapa tahapan yang harus dilakukan. Pengolahan dan analisis data dimulai dengan mengorganisasikan data dengan rapih, sistematis dan selengkap mungkin. Higlen dan Finley (dalam Poerwandari, 2001) mengatakan bahwa organisasi data memungkinkan peneliti untuk memperoleh kualitas data yang baik, mendokumentasikan analisis yang dilakukan, serta menyimpan data dan analisis yang berkaitan dalam penyelesaian penelitian. Setelah peneliti selesai mengorganisasikan data, maka langkah s el a n j u t n y a a d a l a h m e l ak u k an pengkodean atau koding. Proses koding ini dimulai dengan menyusun transkip Dari hasil observasi dan wawancara dengan subjek dan significant other, di ketahui bahwa saat 13
b. Pemeriksaan Kesuburan Wanitaoperasi berupa pengikatan pembuluh 1. Grafik suhudarah yang melebar (varikokel) tersebut.
yang sering di kemukan oleh seseorang yang mengalami kecemasan antara lain, pendengaran berdenging, berdebardebar, sesak nafas, gangguan pencernaaan, sakit kepala dan lain-lain. Pada awalnya situasi yang dapat membuat kedua subjek merasa tidak nyaman adalah ketika melihat orang lain berjalan bersama anak-anaknya atau ketika berada sendirian di rumah, jika merasa cemas kedua subjek mulai mer asa ka n t eg an g pa da s ek u jur badannya, detak jantung meningkat serta berkeringat lebih banyak, ketika subjek dihadapkan pada kondisi yang mengharuskan subjek menjawab pertanyaan dari keluarga ataupun saudara subjek tentang keadaan subjek, subjek biasanya menghela nafas dalamdalam sebelum menjawab. Namun saat ini kedua subjek dapat lebih rileks, tenang menghadapi situasi-situasi seperti ini karena keluarga subjek sudah memahami keadaan subjek sekarang.
hingga saat ini kedua subjek tetap berusaha untuk mendapatkan keturunan dengan cara tetap memeriksakan diri ke dokter. Namun seiring berjalannya waktu subjek 1 pada pernikahan yang kedelapan pada tahun 1998 dan subjek 2 pada pernikahan yang kesembilan pada tahun 1999 sudah tidak merasa cemas dan sudah pasrah dengan kondisinya, kedua subjek mendapatkan dukungan dari keluarga dan keponakan-keponakan yang memiliki hubungan yang sangat dekat dengan dirinya. Pada akhirnya kedua subjek tidak merasa kesepian dan sendiri dalam menghadapi permasalahannya. Kedua subjek merasa senang dengan kehadiran keponakannya yang selalu menghiburnya. Kedua subjek masih tetap percaya serta mempunyai motivasi yang tinggi walaupun sudah tidak menggebu-gebu dalam memperoleh keturunan. 3) Perilaku Adapun menurut Conley (2003) menjelaskan beberapa gejala umum yang berkaitan dengan kecemasan adalah kesulitan tidur (insomnia), kikuk (canggung). Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pada awalnya kedua subjek merasa canggung, kikuk bila bertemu dengan keluarga besarnya tetapi kedua subjek dari awal menikah tidak pernah menghindari bertemu dengan keluarga ataupun orang-orang di sekitarnya ketika mereka menanyakan kondisi kedua subjek tentang keturunan. Kedua subjek tetap berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut dengan harapan mereka dapat memaklumi kondisinya. Waktu istirahat kedua subjek dapat dikatakan kurang di karenakan kedua subjek sering tidur larut malam dan hal ini berlangsung
2) Psikis Menurut Gunarsa dkk (1989), gejala kecemasan dapat dilihat dari keluhan psikis antara lain, yaitu : perubahan emosi, menurunnya rasa percaya diri, tiada motivasi. Sedangkan menurut Blackburn dan Davidson (1990) gejala kecemasan dapat dilihat dari suasana hati, pikiran, motivasi, dan gelisah. Setelah 4 bulan menikah kedua subjek memeriksakan diri ke dokter karena subjek 2 (istri) belum menunjukkan tanda-tanda kehamilan sampai akhirnya kedua subjek mendapatkan hasil dari dokter yang menyatakan bahwa sperma subjek 1 (suami) tidak dapat bergerak dan cair sedangkan subjek 2 (istri) normal, saat itu kedua subjek merasa shock, sedih dan merasa cemas dengan hasil pemeriksaan tersebut. Akan tetapi dalam kurun waktu 14
menyebabkan timbulnya kecemasan. Berdasarkan hasil penelitian bahwa kedua subjek pernah mengalami sakit gondokkan yang efeknya bisa berpengaruh pada sperma khususnya subjek 1. Ketika k ed u a s u b j e k m el a k u k a n hubungan intim tidak merasakan hal yang menimbulkan tidak nyaman pada salah satu bagian tubuh pasangannya, serta saling mengerti jika kondisi badan salah satu subjek sedang lelah ataupun sakit, kedua subjek tidak pernah memaksa untuk melakukan hubungan intim. S ebelum menikah s amp ai setelah menikah berat badan kedua subjek masih dalam batas normal walaupun berat badan keduanya bertambah tetapi tidak mempengaruhi dalam kehidupan intim kedua subjek. Begitu pula ketika kedua subjek merasa lelah setelah bekerja seharian penuh kedua subjek tidak merasakan cemas saat di rumah. d. Keturunan Menurut hasil penelitian yang di dapat, keluarga besar kedua subjek tidak memiliki masalah dalam memperoleh keturunan bahkan dapat dikatakan lancar baik orang tua maupun saudara kedua subjek yang lain meskipun ada seorang keponakan subjek 1 (suami) yang juga lama dalam memperoleh keturunan tetapi b uk a n kar en a me n g al a mi masalah yang sama dengan kedua subjek. Pada awalnya hal ini membuat kedua subjek
setiap hari. b. Faktor Kecemasan Pada Subjek Secara umum kecemasan subjek di pengaruhi oleh beberapa faktor seperti yang di kemukakan oleh Ramaiah (2003) antara lain, yaitu : a. Lingkungan Lingkungan atau tempat sekitar mempengaruhi cara berfikir tentang diri seseorang dan orang lain. Berdasarkan hasil penelitian dari lingkungan sekitar maupun dari keluarga, awalnya yang sering menanyakan tentang kondisi keluarga kedua subjek yaitu keluarga besar dan hal itu membuat kedua subjek merasa cemas. Namun saat ini orang-orang sekitar dan keluarga kedua subjek sudah dapat memaklumi kondisi kedua subjek bahkan lebih banyak yang memberikan saran terhadap kedua subjek untuk berobat agar segera memiliki keturunan. b. Emosi Yang Ditekan Kecemasan bisa terjadi jika seseorang tidak mampu menemukan jalan keluar untuk perasaan seseorang dalam hubungan personal. Dari hasil penelitian yang di dapatkan adalah ketika kedua subjek merasa sedih, kedua subjek cenderung menutupi hal tersebut, kedua subjek tidak ingin orang lain mengetahui kesedihan yang dirasakan kedua subjek karena tidak memiliki k et u r u n an . C ar a m e n g at as i kecemasan kedua subjek dengan menyibukkan diri seperti mengurusi rumah tangga, bekerja, baca buku dan bertemu dengan keponakan. c. Sebab-sebab Fisik Pikiran dan tubuh senantiasa saling berinteraksi dan dapat
15
b. Pemeriksaan Kesuburan Wanitaoperasi berupa pengikatan pembuluh 1. Grafik suhudarah yang melebar (varikokel) tersebut.
merasa cemas karena belum memiliki keturunan tetapi kedua subjek saat ini sudah tidak merasa cemas bahkan turut berbahagia bila ada keluarganya yang memperolah keturunan. Dengan adanya keponakan, kedua subjek tidak merasa kesepian karena kedua subjek ikut membantu merawat dan men j ag a k ep o na ka nkeponakannya ketika berkunjung ke rumah kedua subjek.
keadaannya keturunan.
yang
belum
memiliki
Saran-saran Berdasarkan hasil penelitian, maka saran yang dianjurkan, antara lain : 1. Bagi subjek Kedua subjek dapat lebih meningkatkan kualitas hubungan s u a mi i s t r i s e r t a m en am b ah informasi dan wawasan dalam mengatasi setiap kesulitan yang dihadapi kedua subjek dengan berpikir positif. 2. Bagi pasangan menikah dan yang akan menikah a. Bagi pasangan yang akan menikah sebaiknya melakukan pemeriksaan infertilitas terlebih dahulu supaya dapat mengantisipasi serta mempermudah dalam memperoleh keturunan.
PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa gambaran kecemasan yang dialami kedua subjek hanya terjadi pada awal-awal usia p er nik ah an s a mp ai d en g an u sia pernikahan yang ke sembilan tahun. Gambaran kecemasan yang muncul di antaranya gejala fisik, psikis, dan perilaku. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan kedua subjek di antaranya emosi, dimana kedua subjek men utupi per asaan yang sedang dialaminya agar tidak diketahui oleh orang lain. Lingkungan, keluarga besar d a n o r a n g - o r an g s e k i t a r s e l al u menanyakan tentang kondisi kedua subjek dan hal ini menimbulkan kecemasan dalam diri kedua subjek, dimana kedua subjek akan merasa kurang nyaman bila bertemu dengan keluarga dan orang sekitar kedua subjek. Saat ini pada usia pernikahan yang ke 18 tahun kedua subjek sudah tidak mengalami gejala-gejala kecemasan. Hal tersebut karena kedua subjek sudah merasa pasrah dengan
b. Bagi pasangan yang sudah menikah yang belum mendapatkan keturunan agar dapat menyikapi hal tersebut dengan berpikir positif serta menambah wawasan agar dapat mengatasi permasalahan tersebut. c. A g a r me r ek a y a n g b el u m mendapatkan keturunan dapat terlebih dahulu menerima keadaannya, tapi sambil terus berusaha memperbaiki diri dan meningkatkan potensi untuk memperoleh keturunan. Selain itu di sarankan untuk bergabung dengan kelompok yang memiliki masalah yang sama sehingga dapat saling membantu antar pasangan yang belum memiliki keturunan untuk menemukan dunia lain yang sebelumnya tidak terbayangkan, karena standar 16
nilai masyarakat harus mempunyai keturunan. Namun bisa juga dengan mendengar cerita sukses perjuangan mendapatkan keturunan dapat membangkitkan semangat bagi para pasangan yang belum m em il i k i k e t u r u n a n u n t u k berusaha lagi dan menerima kenyataan kalau tidak berhasil. Pahami bahwa tidak semua usaha itu harus berakhir dengan sukses dan gagal pun suatu akhir yang mempunyai makna tersendiri.
Bazaid, A. ; Jacoeb, T. ; Surjana, E. & Alkaff, Z. (1993). Endokrinologi ginekologi. Edisi I. Jakarta: Kelompok Studi Endokrinologi Reproduksi Indonesia (KSERI). Blackburn & Davidson. (1990). Terapi kognitif untuk depresi dan kecemasan suatu petunjuk bagi praktisi. Alih bahasa: Rusda Koto Sutadi. Semarang: IKIP Semarang. Budiman, L. Ch. (2000). Gonjangganjing perkawinan . Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara.
DAFTAR PUSTAKA Abud, A.G. (2004). Keluarga surgaku. Jakarta: Hikmah.
Burgwyn, D. (1981). Marriage without children. New York: MC. Graw-Hill.
Alam, S. & Hadibroto, I. (2007). Infertil. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Chaplin. J. P. (2000). Kamus lengkap psikologi. Alih bahasa : Kartini Kartono. Jakarta: Rajawali Press.
Amini, I. (2004). Hak-hak suami dan istri. Bogor: Cahaya. Anjoso, S. (1996). Persiapan menuju perkawinan yang lestari. Jakarta: Pustaka Antara. Atwater, E. (1983). Psychology of adjusment (2 nd. ed). Englewood Cliff, New York: Prentice Hall. Inc
Conley.
(2003). Gejala-gejala kecemasan.http://www.Yak ita.or.id/kecemasan.htm.
Desmita.
(2005). Psikologi perkembangan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Dinkmeyer, D. & Mckay, How you feel is The power of choice. Alih Emanuel. Grasindo.
Atkinson, R. L. ; Atkinson, R. C ; & Hilgard, E. R. (1999). Pengantar psikologi. Jilid 2 edisi 8 . Alih bahasa: Nurdjannah Taufiq. Jakarta: Erlangga.
G. (2005). up to you : emotional bahasa: Jakarta:
Gunarsa, S. D. ; Satiadarma, M. P. ; & Soekasah, M. H. R. (1989). Psikologi olahraga .
17
b. Pemeriksaan Kesuburan Wanitaoperasi berupa pengikatan pembuluh 1. Grafik suhudarah yang melebar (varikokel) tersebut.
Jakarta: PT. BPK. Gunung Mulia.
Mansur, M. A. (2004). Mendidik anak sejak dalam kandungan. Yogyakarta : Mitra Pustaka.
Hadiwidjaja & Hermanto. (2002). An al i s i s s p e r m a p a d a infertilitas pria. http://www. tempo.co.id/medika/arsip/1 02002/pus-3.htm.
Manuaba, I. B. (1998). Ilmu kebidanan . Penyakit kandungan dan keluarga berencana untuk pendidikan bidan. Jakarta : Buku Kedokteraan EGC.
Hall, C. S. (2000). Libido kekuasaan Sigmund Freud . Alih bahasa : S. Tasrif. Yogyakarta : Tarawang.
Marhiyanto, B. (1987). Psikologi ringan . Cemas mempengaruhi ketenangan jiwa . Lamongan : CV. Bintang Pelajar.
Haryono, R. (2000). Mengatasi rasa cemas. Surabaya : PT. Putra Pelajar.
Mulia, S. M. (2007). Islam menggugat poligami. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Agama
Hawari, D. (2001). Manajemen stress, cemas dan depresi. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Munandar, U. (2001). Bunga rampai . Psikologi perkembangan dari bayi sampai lanjut usia. Jakarta : Universitas Indonesia.
Indra, H. ; Ahza, I & Husnaini. (2004). Potret wanita sholehah. Jakarta : Penamadani. Indrawan. (2007). Kamus lengkap Bahasa Indonesia . Jombang : Lintas Media.
Moleong, L. J. (2005). Metodologi penelitian kualitatif . Bandung : PT. Remaja Perda Karya.
Kartono, K. (1992). Psikologi wanita I . Mengenal gadis remaja dan wanita dewasa. Bandung : Mandar Maju.
Pangkahila, W. (2001). Seks yang indah. J a k a r t a : P T . Ko m p as Media Nusantara. Poerwandari, K. (2001). Pendekatam kualitatif untuk penelitian perilaku manusia. LPSP3 :
Latif, N. (2001). Ilmu perkawinan . Problematika seputar keluarga dan rumah tangga. Bandung : Pustaka Hidayah.
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Prasetyono, S. D. (2005). Kiat mengatasi cemas dan depresi . : Yogyakarta Tugu Publiser. Prawiharjo, S
Kagan, J ; & Segal, J. (1998). Psychology . An Introduction (6 th ed). San Diego : Harcourt Brace Jovanovich. 18
. ; Wiknjosastro, H. ; Sumapraja, S & Saifuddin, A. (1989). Ilmu kandungan. Cetakan keempat. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka.
Syakir, M. F. (2002). Perkawinan terlarang . Jakarta : Cendikia Sentra Muslim. Taher, A. (2007). Pria sebagai penyebab sulit punya anak http://www.kompas.com/ko mpascetak/0208/04/keluarga/pre s21.htm.
Ramaiah, S. (2003). Kecemasan bag ai ma na me n ga t as i penyebabnya. Jakarta : Pustaka Populer Obor. Sidhi, I. P. S. (1999). Anak angkat dan anak pancingan. http://www.indomedia.com /intisari/1999/november/an ak.htm.
Veralls, S. (1997). Anatomi dan fisiologi terapan dalam kebidanan. Edisi ketiga. Jakarta : Buku Kedokteran EGC. Wid ar j on o, S . ( 2 00 7 ). 10 k un ci perkawinan bahagia. http://www.tabloidnova.co m/articles.asp?id=413.
Stern, P. (1964). The abnormal person and his world. New York : D. Van Nostrand Company. Inc. Sugiharto,
G. (2005). Infertilitas. http://www.mailarchive.com/
[email protected]/msg00013.ht ml.
Suryabrata,
S. (1998). Psikologi kepribadian. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
Suryabrata,
S. (2004). Psikologi perkembangan anak dan remaja. Bandung : PT. Remaja Perda Karya.
Widyandana. (2007). Curhat : Infertil, apaan tuh. http://www.kompas.com/ko mpascetak/0507/22/muda/19163 31.htm. Wolman, B. B & Sticker. G. (1994). Anxiety and related disorder : A Handbook . New York : John Willey & Sons. Inc.
19