I.
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang Menurut Ongkosongo (1989), pengetahuan mengenai pasang surut secara umum dapat memberikan informasi yang beraneka macam, baik untuk kepentingan ilmiah, maupun untuk pemanfaatan praktis secara luas. Pengetahuan mengenai tipe pasang surut yang ada di Indonesia dapat memberikan gambaran umum tentang berapa kali pasang atau surut, satu atau dua kali dalam sehari. Hal ini dapat memberikan gambaran umum yang diperlukan pada suatu lokasi untuk merencanakan aktifitasnya. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif komperatif terhadap time series data oseanografi, yaitu data pasang surut mulai bulan Januari sampai bulan Desember pada tahun 2013. Data pasang surut tersebut merupakan hasil pengamatan yang dilakukan oleh Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Semarang. Interval waktu pengamatan yaitu 1 (satu) jam selama 24 jam. Metode yang digunakan dalam pengolahan data pasang surut, yaitu metode Admiralty. Metode Admiralty merupakan metode yang dikembangkan oleh A. T. Doodson untuk menganalisis data pasang surut jangka pendek (15 dan 29 hari/piantan).
I.2 Tujuan 1. Mahasiswa dapat memahami bagaimana cara pengolahan data pasang surut dengan metode Admiralty. 2. Mahasiswa dapat mengetahui nilai komponen harmonic serta mengetahui tipe pasang surut di suatu perairan. 3. Mahasiswa dapat menggunakan metode admiralty dan menentukan tipe suatu perairan melalui perhitungan bilangan Formzahl. 4. Mahasiswa dapat mengetahui nilai dari elevasi muka air rencana pada suatu perairan.
1
II.
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Pengertian Pasang Surut Pasang surut adalah fluktuasi (gerakan naik turunnya) muka air laut secara berirama karena adanya gaya tarik benda-benda di lagit, terutama bulan dan matahari terhadap massa air laut di bumi.(Triatmodjo, 1999). Sedangkan menurut Dronkers (1964) pasang
surut laut merupakan suatu fenomena pergerakan naik turunnya permukaan air laut secara berkala yang diakibatkan oleh kombinasi gaya gravitasi dan gaya tarik menarik dari benda-benda astronomi terutama oleh matahari, bumi dan bulan. Tinggi pasang surut adalah jarak vertikal antara air tertinggi (puncak air pasang) dan air terendah (lembah air surut) yang berurutan. Periode pasang surut adalah waktu yang diperlukan dari posisi muka air pada muka air rerata ke posisi yang sama berikutnya. Periode pasang surut tergantung pada tipe pasang surut. Periode pada mana muka air naik disebut pasang, sedangkan pada saat air turun disebut surut. Pasang surut tidak hanya mempengaruhi lapisan di bagian teratas saja, melainkan seluruh massa air dan energinya pun sangat besar. Di perairan-perairan pantai, terutama di teluk-teluk atau di selat-selat yang sempit, gerakan naik turun atau variasi muka air menimbulkan arus yang disebut dengan arus pasang surut, yang menyangkut massa air dalam jumlah sangat besar dan arahnya kurang lebih bolak-balik (Triatmodjo, 1999). II.2 Gaya Pembangkit Pasang Surut Bulan dan matahari memberikan gaya gravitasi terhadap bumi yang besarnya tergantung pada besar massa benda yang saling tarik-menarik tersebut. Massa bulan jauh lebih kecil dari massa matahari, tetapi karena jaraknya terhadap bumi jauh lebih dekat, maka pengaruh gaya tarik bulan terhadap bumi lebih besar dari pada pengaruh gaya tarik matahari. Gaya tarik bulan yang mempengaruhi pasang surut adalah 2,2 kali lebih besar dari pada gaya tarik matahari (Triatmodjo, 1999). Pasang surut laut merupakan hasil dari gaya tarik gravitasi dan efek sentrifugal. Efek sentrifugal adalah dorongan ke arah luar pusat rotasi. Gravitasi bervariasi secara langsung dengan massa tetapi berbanding terbalik terhadap jarak. Meskipun ukuran bulan lebih kecil dari matahari, gaya tarik gravitasi bulan dua kali lebih besar daripada gaya tarik matahari dalam membangkitkan pasang surut laut karena jarak bulan lebih dekat daripada jarak matahari ke bumi. Gaya tarik gravitasi menarik air laut ke arah bulan dan matahari dan menghasilkan dua tonjolan (bulge) pasang surut gravitasional di laut. Lintang dari tonjolan pasang surut ditentukan oleh deklinasi, sudut antara sumbu rotasi bumi dan bidang orbital bulan dan matahari (Triatmodjo, 1999). 2
Menurut Pariwono (1981) dalam Suyarso, 1989 menyatakan bahwa pasangan matahari dan bumi akan menghasilkan fenomena pasang surut yang mirip dengan fenomena yang diakibatkan oleh pasangan bumi bulan. Perbedaan yang utama adalah Gaya Penggerak Pasut (GPP) yang disebabkan oleh matahari hanya sebesar separuh kekuatan yang disebabkan oleh bulan. Hal ini disebabkan oleh jarak bumi dengan bulan yang jauh lebih dekat daripada jarak matahari dengan bumi walaupun massa matahari lebih besar daripada bulan.Komponen harmonik pasang surut ini dibedakan menjadi tiga yaitu komponen tengah harian, komponen harian dan komponen periode panjang. II.3 Tipe Pasang Surut Menurut Nontji (1987) terdapat empat jenis tipe pasang surut yang didasarkan pada periode dan keteraturannya, yaitu pasang surut harian (diurnal), tengah harian (semi diurnal), campuran condong ke harian ganda (mixed tides) dan campuran condong ke harian tunggal (prevailing diurnal). Dalam sebulan, variasi harian dari rentang pasang surut berubah secara sistematis terhadap siklus bulan. Rentang pasang surut juga bergantung pada bentuk perairan dan konfigurasi lantai samudera. Menurut Dronkers (1964), ada tiga tipe pasut yang dapat diketahui, yaitu : 1. Pasang surut diurnal yaitu bila dalam sehari terjadi satu satu kali pasang dan satu kali surut. Biasanya terjadi di laut sekitar katulistiwa. 2. Pasang surut semi diurnal yaitu bila dalam sehari terjadi dua kali pasang dan dua kali surut yang hampir sama tingginya. 3. Pasang surut campuran yaitu gabungan dari tipe 1 dan tipe 2, bila bulan melintasi khatulistiwa (deklinasi kecil), pasutnya bertipe semi diurnal, dan jika deklinasi bulan mendekati maksimum, terbentuk pasut diurnal. Menurut Wyrtki (1961), pasang surut di Indonesia dibagi menjadi 4 tipe yaitu: 1. Pasang surut harian tunggal (Diurnal Tide), merupakan pasut yang hanya terjadi satu kali pasang dan satu kali surut dalam satu hari. Ini terdapat di Selat Karimata.
Pola gerak pasut harian tunggal (diurnal tide) (Malik, 2007)
3
2. Pasang surut harian ganda (Semi Diurnal Tide), merupakan pasut yang terjadi dua kali pasang dan dua kali surut yang tingginya hampir sama dalam satu hari. Ini terjadi di Selat Malaka dan Laut Andaman.
Pola gerak pasut harian ganda (semi diurnal tide) (Malik, 2007)
3. Pasang surut campuran condong harian tunggal (Mixed Tide, Prevalling Diurnal), merupakan pasut yang tiap harinya terjadi satu kali pasang dan satu kali surut tetapi terkadang dengan dua kali pasang dan dua kali surut yang sangat berbeda dalam tinggi dan waktu. Ini terdapat di Pantai Selatan Kalimantan dan Pantai Utara Jawa Barat.
Pola gerak pasut harian campuran condong harian tunggal (Malik, 2007)
4. Pasang surut campuran condong harian ganda (Mixed Tide, Prevailing Semi Diurnal), merupakan pasut yang terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dalam sehari tetapi terkadang terjadi satu kali pasang dan satu kali surut dengan memiliki tinggi dan waktu berbeda. Ini terjadi di Pantai Selatan Jawa dan Bagian Timur Indonesia.
4
Pola gerak pasut harian campuran condong harian ganda (Malik, 2007)
II.4 Elevasi Muka Air Rencana Elevasi muka air laut rencana merupakan parameter sangat penting di dalam perencanaan bangunan pantai. Elevasi tersebut merupakan penjumlahan dari beberapa parameter yaitu pasang surut, wave setup, wind setup, dan kenaikan muka air karena perubahan suhu global. Tsunami tidak diperhitungkan mengingat kejadiannya sangat jarang. Apabila tsunami diperhitungkan, akan menyebabkan bangunan menjadi sangat besar, sementara terjadinya belum tentu seratus atau dua ratus tahun sekali. Di Indonesia sangat jarang terjadi badai, sehingga sering pengaruh wind setup tidak diperhitungkan dalam menentukan muka air laut rencana (Triatmodjo, 2012). Beberapa elevasi tersebut adalah sebagai berikut : 1. Muka air tinggi (high water level), muka air tertinggi yang dicapai pada saat air pasang dalam satu siklus pasang surut. 2. Muka air rendah (low water level), kedudukan air terendah yang dicapai pada saat air surut dalam satu siklus pasang surut. 3. Muka air tinggi rerata (mean high water level, MHWL), adalah rerata dari muka air tinggi selama periode 19 tahun. 4. Muka air rendah rerata (mean low water level, MLWL), adalah rerata dari muka air rendah selama periode 19 tahun. 5. Muka air laut rerata (mean sea level, MSL), adalah muka air rerata antara muka air tinggi rerata dan muka air rendah rerata. Elevasi ini digunakan sebagai referansi untuk elevasi di daratan. 6. Muka air tinggi tertinggi (highest high water level, HHWL), adalah air tertinggi pada saat pasang surut purnama atau bulan mati. 7. Muka air rendah terendah (lowest low water level, LLWL), adalah air terendah pada saat pasang surut purnama atau bulan mati. 8. Higher high water level, adalah air tertinggi dari dua air tinggi dalam satu hari, seperti dalam pasang surut tipe campuran. 5
9. Lower low water level, adalah air terendah dari dua air rendah dalam satu hari. II.5 Formzhal Bilangan Formzahl yakni pembagian antara amplitudo konstanta pasang surut harian utama dengan amplitudo konstanta pasang surut ganda utama. Hasil perhitungan bilangan Formzahl ini akan diketahui tipe pasang surut pada suatu perairan. Perhitungan tipe
pasang surut menggunakan persamaan Formzahl (Anugrah, 2009) sebagai berikut:
F=
A ( K 1) + A (O1) A ( M 2 ) + A (S 2)
Keterangan: F = Bilangan Formhazl. O1 = Amplitudo komponen pasut tunggal utama yang disebabkan gaya tarik bulan. K1 = Amplitudo komponen pasut tunggal utama yang disebabkan gaya tarik surya. M2 = Amplitudo komponen pasut ganda utama yang disebabkan gaya tarik bulan. S2 = Amplitudo komponen pasut ganda utama yang disebabkan gaya tarik surya. Dengan demikian kalsifikasi pasang surut adalah: 1. 2. 3. 4.
Pasang surut harian ganda jika F ≤ 0.25 Pasang surut campuran (ganda dominan) jika 0.25 < F ≤ 1.5 Pasang surut campuran (tunggal dominan) jika 1.5 < F ≤ 3 Pasang surut harian tunggal jika F > 3
II.6 Metode Admiralty Metode admiralty merupakan metode yang digunakan menghitung konstanta pasang surut harmonik dari pengamatan ketinggian air laut tiap jam selama 29 piantan (29 hari). Metode ini digunakan untuk menentukan Muka Air Laut Rerata (MLR) harian, bulanan, tahunan atau lainya (Suyarso, 1989). Metode admiralty adalah metode perhitungan pasang surut yang digunakan untuk menghitung dua konstanta harmonic yaitu amplitudo dan keterlambatan phasa. Proses perhitungan metode Admiralty dihitung dengan bantuan tabel, dimana untuk waktu pengamatan yang tidak ditabelkan harus dilakukan pendekatan dan interpolasi dengan bantuan tabel. Proses perhitungan analisa harmonik metode Admiralty dilakukan pengembangan perhitungan sistem formula dengan bantuan perangkat lunak Excel, yang akan menghasilkan harga beberapa parameter yang ditabelkan sehingga perhitungan pada 6
metode ini akan menjadi efisien dan memiliki keakuratan yang tinggi serta fleksibel untuk waktu kapanpun. Perhitungan dengan cara admiralty diperoleh konstanta harmonik yang akan dilanjutkan dengan analisa data dengan menggunakan bilangan Formzahl yakni pembagian antara amplitudo konstanta pasang surut harian utama dengan amplitudo konstanta pasang surut ganda utama. Hasil perhitungan bilangan Formzahl ini akan diketahui tipe pasang surut pada suatu perairan.
III.
MATERI DAN METODE
III.1 Materi Hari/Tanggal : Senin, 14 April 2013 Waktu : 16.20 – selesai Tempat : Ruang E302 Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, UNDIP, Semarang III.2 Metode a. Skema 1 Sebelum dilakukan pengolahan data pasut dilakukan terlebih dahulu smoothing pada data lapangan yang diperoleh dari pengukuran alat, hal ini dilakukan untuk menghilangkan noise, kemudian data tersebut dimasukkan ke dalam kolom-kolom di skema 1, ke kanan menunjukkan waktu pengamatan dari pukul 00:00 sampai 23:00 dan ke bawah adalah tanggal 1 Mei s/d 31 Mei 2013.
7
b. Skema 2 Isi tiap kolom-kolom pada skema 2 dengan bantuan tabel 2 yaitu dengan mengalikan nilai pengamatan dengan harga pengali pada tabel 2 untuk setiap hari pengamatan. Karena pengali dalam daftar hanya berisi bilangan 1 dan -1 kecuali untuk X4 ada bilangan 0 yang dimasukkan dalam perkalian, maka lakukan perhitungan dengan menjumlahkan bilangan yang harus dikalikan dengan 1 dan diisikan pada kolom yang bertanda (+) di bawah kolom X1, Y1, X2, Y2, X4, dan Y4. Lakukan hal yang sama untuk pengali -1 dan isikan ke kolom di bawah tanda (-).
8
c. Skema 3 Untuk mengisi kolom-kolom pada skema 3, setiap kolom pada kolomkolom skema 3 merupakan penjumlahan dari perhitungan pada kolom-kolom pada skema 2. 1. Untuk Xo (+) merupakan penjumlahan antara X1 (+) dengan X1 (-) tanpa melihat tanda (+) dan (-) mulai tanggal 1 s/d 29 Mei 2013. 2. Untuk X1, Y1, X2, Y2, X4, dan Y4 merupakan penjumlahan tanda (+) dan (-), untuk mengatasi hasilnya tidak ada negative maka ditambahkan dengan 2000. Hal ini dilakukan juga untuk kolom X1, Y1, X2, Y2, X4, dan Y4.
9
d. Skema 4 Mengisi seluruh kolom-kolom pada skema 4, diisi dengan data setelah penyelesaian skema 3 dibantu dengan daftar 2 konstanta pengali skema 4. Arti indeks pada skema 4: Indeks 00 untuk X berarti Xoo, Xo pada skema 3 dan indeks 0 pada daftar 2 Indeks 00 untuk Y berarti Yoo, Yo pada skema 3 dan indeks 0 pada daftar 2
10
e. Skema 5 Pada penyusunan skema 5 ini diperlukan konfirmasi dari Tabel 30 (untuk 29 piantan) dan Tabel 31 (15 piantan). Perhitungannya diperlukan data dari skema 4 pada Tabel 29 yaitu hasil perhitungan harga X dan Y indeks ke-2 dari skema 4. Pada Tabel ini terdiri dari 10 kolom. Penyusunan tabel V sudah memperhatikan sembilan unsur utama pembangkit pasang surut (M 2, S2, K2, N2, K1, O1, P1, M4 dan MS4). Pada penyusunan skema ini pertama kita sudah memperoleh nilai So, M2, S2, N2, K1, O1, M4, dan MS4 dari skema sebelumnya kemudian dikali dengan nilai yang telah ditentukan sebelumnya. Lalu masing-masing kolom dijumlahkan ke bawah. Untuk perhitungan pada tabel V yaitu mencari nilai X00, X10, selisih X12 dan Y1b, selisih X13 dan Y1c, X20, selisih X22 dan Y2b, selisih X23 dan Y2c, selisih X42 dan Y4b dan selisih X44 dan Y4d.
f. Skema 6 Pada penyusunan skema 6 caranya sama dengan skema 5. Tetapi yang dicari adalah nilai Y10, jumlah Y12 dan X1b, jumlah Y13 dan X1c, Y20, jumlah Y22 dan X2b, jumlah Y23 dan X2c, jumlah Y42 dan X4b, dan jumlah Y44 dan X4d. Disini terdapat hubungan antara konstanta pasut yang diperoleh dengan W, f, V, u, λ dan g.
g. Skema 7 dan 8 Menentukan besarnya P.R cos r, P.R sin r, menentukan besaran p, besaran f, menentukan harga V’, V’’, V’’’ dan V untuk tiap unsur utama pembangkit pasang surut (M2, S2, K2, N2, K1, O1, P1, M4 dan MS4), menentukan harga u dan harga p serta harga r. Akhirnya dari perhitungan ini akan menentukan harga w dan (1+W), besaran g, kelipatan dari 3600 serta amplitudo (A) dan beda fase (g0).
11
IV.
HASIL & PEMBAHASAN
IV.1 Hasil Tabel 1. Skema VII hasil perhitungan dengan Metode Admiralty Tabel 2. Nilai MSl, HHWL, LLWL dan Formzahl pada bulan Agustus 2013
12
Agustus 2013 120 100 80 60 40 20 0
7/25/2013 0:00
8/4/2013 0:00
8/14/2013 0:00
8/24/2013 0:00
Tipe pasut di Perairan Tanjung Mas Semarang, Jawa Tengah adalah Pasang Surut Campuran Condong ke Harian Tunggal. Grafik 1. Grafik Tipe pasang surut bulanan di Perairan Tanjung Mas Semarang, Jawa Tengah (Agustus,2013)
IV.2
Pembahasan Dari hasil pengolahan data pasang surut dengan menggunakan metode
admiralty pada bulan Agustus tahun 2013, diperoleh hasil akhir berupa nilai amplitudo dan nilai sudut fase untuk S0, dan nilai dari 9 komponen utama pembangkit pasang surut yaitu M2, S2, N2, K2, K1, O1, P1, M4. dan MS4. Untuk komponen pasang surut yang paling dominan adalah K1 karena memiliki amplitudo gelombang yang paling tinggi. K1 memiliki nilai A 23,418 cm dan besar sudut
(g0) sebesar 28,84. K1 merupakan komponen pasut
tunggal utama yang disebabkan gaya tarik surya. Berdasarkan perhitungan Formzahl untuk bulan Agustus 2013 diketahui bahwa tipe pasutnya yaitu pasang surut campuran condong harian tunggal dengan nilai formzahl 1,82 . Pasang surut campuran condong harian tunggal merupakan pasut yang tiap harinya terjadi satu kali pasang dan satu kali surut tetapi terkadang dengan dua kali pasang dan dua kali surut yang sangat berbeda dalam tinggi dan waktu. Dari grafik dapat kita lihat bahwa pada tanggal 14 di bulan ini tepat dari jam 20.00 sampai tanggal 15 jam 0.00 mengalami ketinggian pasut yang sama yaitu 40 cm. Ini mungkin terjadi karena adanya kesalahan manusia (human error) pada saat memindahkan data.
13
9/3/2
V.
KESIMPULAN & SARAN
V.1 Kesimpulan 1. Metode admiralty adalah metode perhitungan pasang surut yang digunakan untuk menghitung dua konstanta harmonik yaitu amplitudo dan keterlambatan phasa. Perhitungan dengan cara admiralty diperoleh konstanta harmonik yang akan dilanjutkan dengan analisa data dengan menggunakan bilangan Formzahl. 2. Hasil perhitungan bilangan Formzahl dapat mengetahui tipe pasang surut pada suatu perairan. 3. Dengan menggunakan bilangan Formzahl tipe pasut di Perairan Tanjung
Mas Semarang, Jawa Tengah adalah Pasang Surut Campuran Condong ke Harian Tunggal.
14
4. Dari pengolahan data yang dilakukan didapatkan komponen-komponen pasang surut yaitu M2=9.484 , S2=7.462, N2=4.608, K1=23.418, O1=7.34, M4= 0.067, MS4= 0.407, K2=2. V.2 Saran Sebaiknya pada saat praktikum pengolahan data asisten sudah mempersiapkan rumus-rumusnya terlebih dahulu di Ms. Word sehingga menghemat waktu dalam pengolahan datanya.
DAFTAR PUSTAKA Anugrah, D.M., Mahfud, E., Aries, D.S., Zainul, H., Wahyu, A.N. 2009. Perbandingan Fluktuasi Muka Air Rerata (MLR) di Perairan Pantai Utara Jawa Timur dengan Perairan Pantai Selatan Jawa Timur. Jurnal Kelautan, vol 2, no 1. Dronkers, J. J. 1964. Tidal Computations in rivers and coastal waters. North-Holland Publishing Company. Amsterdam Malik, abdul. 2008. Pasang Surut.www.Google. Slide Share. Net. diakses pada tanggal 18 April 2013 pukul 19.06 WIB Nontji, A. 1987. Laut Nusantara. Djambatan. Jakarta.Hal 93-98
Ongkosongo, O.S.R dan Suyarso. 1989.Pasang-Surut. LIPI, Jakarta. Pariwono, J. 1987. Gaya Penggerak Pasang Surut. dalam Suyarso, O. 1989. Pasang Surut. LIPI. Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi. Jakart, Hal 13-23
Suyarso, O.1989. Pasang Surut. LIPI. Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi. Jakarta 255 halaman. Triatmodjo, B. 1999. Teknik Pantai. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.Hal 99-101
15
Triatmodjo, Bambang. 2012. Perencanaan Bangunan Pantai. Beta Offset. Yogyakarta. Wyrtki, K. 1961. Phyical Oceanography of the South East Asian Waters. Naga Report Vol. 2 Scripps, Institute Oceanography, California.
16