PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dalam beberapa dekade belakangan ini, perdagangan internasional telah tumbuh dengan pesat dan memainkan peranan penting dan strategis dalam perekonomian global. Meningkatnya rasio ekspor baik barang maupun jasa terhadap Produk Domestik Bmto (PDB) suatu negara, mempakan indikator adanya peningkatan keterbukaan dan intensitas negara tersebut dalam perdagangan intemasional. Sebagai conroh. Singapura sebagai kota perdagangan dunia, pada tahun 1980 memiliki angka rasio sebesar 115 persen terhadap PDBnya, meningkat menjadi 153 persen pada tahun 1998, dengan kecepatan pertumbuhan perdagangan 12,5 persen diatas pertumbuhan PDBnya yang hanya 6 persen. Sementara itu, Indonesia baru mencapai angka rasio 34 persen dan meningkat menjadi 54 persen pada periode
waktu yang sama dengan kecepatan pertumbuhan perdagangan 9,2 persen diatas pertumbuhan PDB sebesar 6,2 persen (World Bank, et.al., 2000). Sadar akan pentingnya peran perdagangan intemasional dan manfaat bagi kesejahteraan penduduknya, mendorong sejumlah negara membentuk organisasiorganisasi kerjasama ekonomi regional yang memiliki kepentingan bersama untuk membangun kekuatan ekonomi bersama. Diantara yang cukup menonjol adalah North
American Free Trade Area (NAFTA), European Union (EU), ASEAN Free Trade Area (AFTA) dan yang lebih luas lagi Asia-PasiJic Economic Cooperation (APEC).
Pembentukan organisasi-organisasi ini, merupakan suatu sikap bersama yang mengarah kepada integrasi ekonomi ke dalam satu kesatuan ekonomi kawasan. Melalui integrasi ekonomi, diharapkan hambatan perdagangan (trade barriers) baik bersifat tarzff barrier maupun non-~urlffburrrer yang mungkin terjadi pada s e s k a negara anggota dapat berkurang atau semakin kecil, sehingga lalu lintas atau aliran perdagangan barang dan jasa serta investasi antar negara kawasan semakin meningkat. Uni Eropa merupakan wujud kerjasama ekonomi regional yang sudah maju, solid dan kuat, bahkan puncaknya adalah keberhasilan mereka menyatukan mata uang bersama (~uro)'. Sedangkan untuk kawasan Asia Tenggara (AFTA), perdagangan barn akan diberlakukan secara formal mulai tahun 2003. Namun demikian, tahaptahap ke arah itu sudah dilaksanakan tahun-tahun sebelumnya, antara lain kajiankajian mengenai hamhatan perdagangan antar negara-negara ASEAN yang terjadi selama ini. Salah satu bentuk kejasama ekonomi dalam kemngka AFTA yang merupakan suatu instrumen awal adalah kesepakatan penurunan tarz@secara bersama, terencana dan bertahap yang disebut dengan Common Effective Preferential Tarzff (CEPT)', yang diberlakukan terhadap semua negara anggota. Pada dasarnya, CEPT merupakan suatu bentuk fasilitas yang diberikan pada para eksportir untuk lebih bersaing mengekspor barang di kawasan intra ASEAN karena pengenaan tariff yang lebih
'
Pada tanggal 1 Januari 2002, sebagian besar negara-negara yang tergabung dalam Uni Eropa kecuali Inggris, Swiss dan Swedia telah mendeklarasikan penggantian mata uang masing-masing dengan Euro sebagai alat pembayaran yang sah. CEPT = Conzmon Effective Preferential Tariff adalah suatu sistem tariff(bea masuk) yang bersifat seragam dan mulai diberlakukan bersama dikalangan negara-negara ASEAN dalam kerangka ASEAN Free Trade Area (AFTA).
rendah dibanding eksportir lain di luar ASEAN'. Kesepakatan penurunan tarlfJatas sejumlah komoditi yang termasuk dalam preferensi, terbagi dalam dua jalur. Pertama, jalur cepat &st track) yaitu produk yang memiliki tariffdiatas 20 persen dikurangi menjadi 0-5 persen pada 1 Januari 2000. Kedua. jalur normal (normal track) yaitu produk yang memiliki tar~ffdiatas20 persen akan dikurangi menjadi 0-5 persen pada 1 Januari 2003.
Kebulatan tekad negara-negara ASEAN melalui CEPT ini, bertitik tolak dari kepentingan atas kekuatan bersama untuk memperoleh hak-hak ekonomi yang sah bila berhadapan dengan negara-negara kuat di kawasan lainnya. Hal ini pula yang melandasi liberalisasi perdagangan dunia setelah berakhirnya Putaran Uruguay Desember 1993 yang menghendaki diberlakukannya tariff yang rendah bagi semua komoditi dan dihapuskannya perlakuan diskriminasi antara produk daiam negeri dan impor, dengan maksud mencapai persaingan yang sehat. Dengan demikian, untuk memacu ekspor maka komoditi-komoditi perdagangan yang mempunyai keunggulan komparatif terus ditingkatkan kemampuan ekspomya karena hambatan tariff akan semakin kecil di negara pengimpor. Seiring itu pula, untuk komoditi yang dikategorikan net impor perlu mendapat perhatian, terutama yang menyangkut impor bahan baku. Indonesia, sebagai salah satu negara anggota ASEAN, mau, atau tidak mau hams menghadapi perkembangan ini. Komitmen Indonesia untuk melaksanakan agenda AFTA, khususnya dalam rangka skema CEPT telah dituangkan d a l h Penurunan tariff dan pengurangan hambatan lainnya dipercaya oleh sebagian besar pakar ekonomi dapat melipatgandakan volume perdagangan dunia dan persaingan yang lebih sehat dan dinamis (Kindleberger, et.al., 1986).
Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 94lKMK.0111997 tentang Penurunan Tarif atas Impor Barang untuk periode 1 Januari 1997 sampai dengan 3 1 Desember
2003,
yang
kemudian
diperbabarui
dengan
Kepmenkeu
No.129/KMK.05/1999 tentang ha1 yang sama, tetapi untuk periode 1 Januari 1999 sampai dengan 31 Desember 2003. Persoalan yang kemudian muncul adalah apakah Indonesia siap bertarung dalam kancah pasar bebas ASEAN ini, dengan memperhatikan kondisi sebagai berikut: (a) Indonesia masih menghadapi persoalan dalam negeri berupa ketidakstabilan politik, di tengah tuntutan kuat terhadap demokrasi, supremasi hukum, reformasi dan ancaman disintegrasi bangsa, (b) fokus perhatian ekonomi masih pada pemulihan ekonomi dalam negeri yang terpuruk akibat krisis ekonomi berkepanjangan, dan belum secara intensif memperhatikan masalah perluasan pasar, dan (c) negara-negara ASEAN lainnya, seperti Singapura, Malaysia dan Thailand relatif lebih siap karena tidak memiliki hambatan politik yang berarti, sehingga peluang mereka untuk memperluas pasar di Indonesia lebih besar dibanding Indonesia sendiri. Disamping kondisi di atas, pada kenyataannya faktor-faktor produksi, sumber daya dan stmktur ekonomi di kebanyakan negara-negara ASEAN juga hampir mirip. Selain Indonesia, minyak bumi dan produk minyak juga diproduksi dan diekspor oleh Malaysia, Brunei dan bahkan Singapura. Karet dan CPO juga diproduksi dan diekspor oleh Malaysia dan Thailand. Produk elektronik dan tekstil menjadi andalan ekspor pada kebanyakan negara ASEAN. Sudah menjadi pemahaman umum bahwa kerjasama ekonomi di kawasan ASEAN lebih banyak menimbulkan efek substitusi dari barang-barang yang diperdagangkan antar negara daripada efek komplementer
yang sesungguhnya sangat dibutuhkan (Menon, et. a]., 1996) Melihat kondisi dan permasalahan di atas, pemberlakuan pasar bebas ASEAN melalui penerapan skema CEPT, disamping menjadi peluang dalam ekspansi pasar luar negeri (khususnya untuk barang komplementer), juga bisa menjadi ancaman bagi pasar Indonesia sendiri. Barang-barang impor dari negara-negara ASEAN bisa jadi lebih murah di pasar Indonesia dibandingkan produk Indonesia sendiri karena dihapuskannya fariff; sementara sejumlah produk Indonesia pada pasar ASEAN kemungkinan tidak kompetitif karena sumber daya manusia dan efisiensi produksi belum memadai. Melihat kenyataan di atas, wajar sekali bila KADIN Indonesia mengusulkan penundaan keikutsertaan Indonesia dalam AFTA menjadi tahun 2005 (Bisnis Indonesia, 28 Maret 2001), sesuatu yang mustahil dapat dipenuhi karena komitmen Indonesia sendiri. Saat ini, keikutsertaan Indonesia dalarn AFTA bukan lagi merupakan sikap gagah-gagahan seperti waktu-waktu yang lalu, tetapi sudah menjadi kewajiban yang bila tidak dapat dipenuhi akan memunculkan sanksi dari negaranegara ASEAN lainnya berupa pembalasan atau permintaan kompensasi atas kerugian mereka. Masih ada waktu sedikit sekali bagi Indonesia untuk memben+hi hal-ha1 yang perlu dan prioritas dalam mengantisipasi pasar bebas ASEAN ini, bila tidak ingin kalah bersaing lebih jauh lagi. Dilandasi oleh semua uraian di atas, penulis berketetapan untuk meneliti dan mengkaji sejauh mana dampak penerapan CEPT tersebut terhadap perekonomian Indonesia, terutama pengaruhnya terhadap perkembangan ekspor-impor Indonesia dengan negara-negara ASEAN lainnya, dengan negara-negara di luar ASEAN, serta implikasinya terhadap daerah-daerah potensi ekspor. Kajian ini penting untuk melihat
apa yang &an terjadi dan sikap serta antisipasi apa yang diperlukan dalam menghadapi diberlakukannya pasar bebas ASEAN ini. Kajian mengenai implikasi CEPT pada daerah-daerah potensi ekspor menjadi penting dan relevan bila dikaitkan dengan aspek spasial dan otonomi daerah.
Identifikasi Masalah
Berdasarkan
permasalahan
yang
dijelaskan
sebelumnya,
serta
untuk
mempermudah analisis dan pembahasan kajian, perlu dirumuskan identifikasi masalah sebagai berikut: a.
Bagaimana kondisi perekonomian Indonesia secara umum, terutama dikaitkan dengan kebijakan perekonomian nasional selama ini dan kesiapan menghadapi pasar bebas ASEAN tahun 2003.
b.
Apakah skema CEPT sebagai instrumen awal dan fasilitas bagi perdagangan bebas di kawasan ASEAN (AFTA), akan menguntungkan Indonesia.
d.
Seberapa besar dampak dari penerapan CEPT terhadap perkembangan ekspor dan impor nasional ke dan dari negara-negara ASEAN, dan negara-negara di luar ASEAN. Seberapa jauh implikasi penerapan CEPT terhadap perekonomian regional khususnya pada daerah-daerah potensi ekspor.
Berkaitan dengan skema CEPT, komoditi yang akan diteliti dibatasi hanya yang termasuk dalam penghapusan tarzff pada jalur cepat fast track) yang dapat
digolongkan ke dalam 10 kelompok komoditas, yaitu : (1) minyak & lemak, (2) produk mineral, (3) barang kimia, (4) plastik & produk karet, ( 5 ) produk kulit, (6) tekstil & produk tekstil, (7) mesin & elektronika, (8) kayu lapis & produk kayu (9) artikel industri lainnya, dan (10) alas kaki.
Tujuan Penelitian
Secara umum, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dampak penerapan CEPT terhadap perekonomian Indonesia dan terhadap peningkatan lalu lintas perdagangan negara-negara ASEAN. Sedangkan secara khusus, tujuan penelitian ini adalah :
a.
Mengetahui kebijakan pembangunan masa lalu (orde baru) dan kekeliruan yang dibuat yang menyebabkan Indonesia mengalami krisis berkepanjangan dan berada di jurang kebangkrutan.
b.
Menganalisis
perkembangan
perdagangan
luar
negeri
Indonesia
dan
perspektifnya dalam perdagangan ASEAN dan dunia. c.
Menganalisis dampak penerapan CEPT terhadap perkembangan Neraca Perdagangan Indonesia-ASEAN pada periode 1990-2000 maupun perkiraan 2003 dan 2008.
d.
Menganalisis implikasi penerapan CEPT pada daerah potensi ekspor.
Hipotesis
Penerapan CEPT khususnya dan pemberlakuan pasar bebas ASEAN pada umumnya, akan memberikan dampak pada: a.
Meningkatnya volume dan nilai perdagangan intra ASEAN (antar negara ASEAN). Negara yang memiliki produk-produk unggulan yang kompetitif akan mudah masuk ke negara lain karena tariff yang murah.
b.
Akan ada pergeseran perdagangan produk ASEAN dari pasar non-ASEAN ke intra ASEAN.
c.
Negara-negara ASEAN seharusnya lebih diuntungkan dibanding negara-negara di luar ASEAN karena adanya pembedaan tarzff antara kedua kawasan yang berbeda.
Namun penerapan CEPT juga menghadapi tantangan yang tidak kecil, sebagai berikut: a.
Adanya masalah stmktural, bahwa produk-produk negara ASEAN apabila diperdagangkan secara internal lebih bersifat barang substitusi daripada komplementer, sehingga kurang mendorong perluasan pasar intra ASEAN, karena tidak saling menguntungkan.
b.
Dengan pemberlakuan CEPT, Indonesia akan menghadapi persaingan baik'di pasar ASEAN maupun pasar Indonesia sendiri untuk produk-produk yang dihasilkannya.
c.
Sebagian besar pengusaha Indonesia belum banyak tahu adanya fasilitas CEPT, sehingga peluang ini tidak banyak termanfaatkan (sosialisasi CEPT kurang intens). Kalau ini yang terjadi maka dampak CEPT tidak banyak mempengaruhi ekspor dan impor Indonesia.
Manfaat dan Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan berguna bagi: a.
Pemerintah di pusat dan daerah, dalam mengantisipasi diberlakukannya pasar bebas ASEAN, dikaitkan dengan otonomi daerah.
b.
Instansitdinas terkait dalam memmuskan kebijakan ekspansi perdagangan internasional.
c.
Kalangan swastalpebisnis sebagai pertimbangan dalam mencari peluang pengembangan ekspor di pasar ASEAN.
d.
Peneliti dan akademisi sebagai bahan referensi untuk melakukan kajian dan penelitian lebih lanjut.