I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati yang
cukup besar, tidak hanya keanekaragaman flora tetapi juga faunanya. Hal ini dapat dilihat dari keanekaragaman sapi yang ada di negara ini. Salah satu contoh sapi lokal yang ada di Indonesia adalah Sapi Pasundan.
Sapi Pasundan
merupakan sapi lokal Indonesia yang memerlukan perhatian untuk dipertahankan keasliannya. Pengembangan sapi lokal ini merupakan bagian dari upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mewujudkan ketahanan pangan. Sapi Pasundan merupakan sapi lokal Indonesia yang berasal dari Jawa Barat dan eksistensi Sapi Pasundan ini menyebar di dua wilayah, yakni di wilayah sepanjang pantai selatan seperti Ciamis, Tasikmalaya, Garut, Cianjur dan Sukabumi, kemudian wilayah zona penyangga hutan sepanjang wilayah Priangan Utara seperti Kuningan, Majalengka, Indramayu, Sumedang, Subang dan Purwakarta. Sapi Pasundan ini memiliki kemiripan fenotipik dengan genus Bos sondaicus. Sapi Pasundan telah lama dipelihara secara turun-temurun oleh masyarakat peternak dan telah dijadikan sebagai sumber penghidupan. Sebagian besar sapi ini terdapat di peternakan rakyat dengan pola pemeliharaan sebagian besar semi intensif dan ekstensif. Pola ini mengandalkan daya dukung lahan perkebunan dan hutan melalui integrasi lahan tersebut dengan penggembalaan ternak. Sapi Pasundan mampu beradaptasi baik dengan iklim tropis. Sapi tersebut dapat beradaptasi terhadap pakan berkualitas rendah, sistem pemeliharan
2 tradisional dan memiliki daya tahan tinggi terhadap berbagai penyakit ektoparasit. Potensi pada jenis sapi ini perlu dipertahankan seiring dengan upaya peningkatan produktivitas melalui seleksi keungulan yang dimilikinya. Sapi lokal ini perlu dipertahankan sebagai plasma nutfah Indonesia dan perlu dikembangkan sebagai kekayaan genetik yang dimiliki Indonesia. Keterbatasan informasi data performa dan potensi biologis jenis-jenis sapi tersebut, masih menjadi kendala untuk pengembangan lebih lanjut. Penetapan sumber daya sapi lokal menjadi sangat penting dalam peningkatan produksi dan produktivitas ternak untuk kebutuhan pangan nasional, selain itu juga dapat meningkatkan keragaman populasi. Keragaman Sapi Pasundan dapat dilihat dari ciri-ciri fenotip yang dapat diamati atau terlihat secara langsung, seperti tinggi, berat, tekstur dan panjang bulu, warna dan pola warna tubuh, perkembangan tanduk, dan sebagainya. Salah satu kegiatan yang bisa dilakukan adalah mengidentifikasi sifat kualitatif. Sebaran Sapi Pasundan di Jawa Barat salah satunya berada di kawasan Garut Selatan meliputi Kecamatan Cibalong, Cisompet, Sancang, Pameungpeuk, Cikelet, Mekarmukti, dan Caringin. Salah satu lokasi persebarannya yaitu di Kecamatan Pameungpeuk, Desa Mancagahar tepatnya di Kelompok Peternak Pasir Pogor sebanyak 860 ekor. Peternakan rakyat di daerah ini menerapkan pola pemeliharaan semi intensif dan ekstensif dengan memanfaatkan lahan-lahan perkebunan pertanian dan kehutanan. Eksplorasi data tentang identifikasi Sapi Pasundan secara kualitatif merupakan indikator penting untuk dikaji khususnya terkait dengan potensi genetik secara kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Sapi Pasundan memiliki kesamaan karakter kualitatif dengan sapi Bos sondaicus atau Banteng
3 Jawa (Indrijani dkk, 2012).
Hal ini mendasari keinginan penulis untuk
mengetahui sifat kualitatif yang akan digunakan sebagai informasi tambahan mengenai Sapi Pasundan yang sudah mulai banyak dikembangkan oleh masyarakat, sehingga penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Karakteristik Kualitatif Sapi Pasundan di Peternakan Rakyat”. 1.2
Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang maka dapat ditarik identifikasi
masalah sebagai berikut: bagaimana karakteristik kualitatif Sapi Pasundan di peternakan rakyat yang meliputi: warna tubuh, warna kaki (mulai dari tarsus sampai metatarsus dan carpus sampai metacarpus), ada tidaknya warna putih pada pantat, ada tidaknya garis punggung, ada tidaknya gelambir dan klasifikasi bentuk tanduk. 1.3
Maksud dan Tujuan Adapun maksud dan tujuan dari pelaksanaan penelitian ini adalah
mengetahui karakteristik kualitatif Sapi Pasundan di peternakan rakyat meliputi: warna tubuh, warna kaki (mulai dari tarsus sampai metatarsus dan carpus sampai metacarpus), ada tidaknya warna putih pada pantat, ada tidaknya garis punggung, ada tidaknya gelambir dan klasifikasi bentuk tanduk. 1.4
Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
sifat kualitatif Sapi Pasundan yang dapat dimanfaatkan dalam program seleksi dan memberikan masukan untuk inventarisasi sumber daya genetik. Selain itu hasil
4 penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi dasar untuk penelitian selanjutnya khususnya mengenai Sapi Pasundan. 1.5
Kerangka Pemikiran Sifat kualitatif adalah suatu sifat yang tidak dapat diukur dan merupakan
suatu sifat dimana individu-individu dapat diklasifikasikan kedalam satu atau dua kelompok atau lebih dan pengelompokan itu berbeda jenis satu sama lainnya. Sifat kualitatif ini diduga disebabkan oleh pengaruh satu gen tunggal atau satu pasang
gen.
Pelestarian
keragaman
ternak
diperlukan
dalam
upaya
mempertahankan sifat-sifat khas yang dapat dimanfaatkan di masa mendatang. Salah satu cara penentuan keragaman fenotipik sapi lokal Indonesia adalah dengan pengamatan karakter kualitatif pada tubuh sapi.
Pengamatan yang
dilakukan pada penelitian ini yaitu untuk mengetahui sifat kualitatif pada Sapi Pasundan di peternakan rakyat. Sifat ini tidak ada hubungannya dengan produksi, tetapi sifat kualitatif penting bagi para pemulia sebagai cap dagang (trade mark) sehingga sering dipertimbangkan dalam program pemuliaan (Warwick, dkk., 1995). Karakteristik kualitatif Sapi Pasundan meliputi warna tubuh dominan merah bata, terdapat warna putih pada bagian pantat dan keempat kaki bagian bawah (tarsus dan carpus) dengan batasan yang tidak kontras. Terdapat garis belut atau garis punggung sepanjang punggung. Beberapa Sapi Pasundan jantan dapat mengalami perubahan warna dari merah bata menjadi hitam sesuai dengan dewasa kelamin (perubahan hormon androgen). Bentuk tubuh segi empat dengan kaki panjang dan kecil serta memiliki tanduk yang pendek namun tidak seragam dan bervariasi dari kecil sampai besar. Sapi Pasundan ada yang bergumba/punuk
5 dan tidak bergumba/punuk. Hasil penelitian menunjukan bahwa secara performa (kualitatif, kuantitatif dan genetis) Sapi Pasundan memiliki beberapa persamaan dengan Bos sondaicus lain di Indonesia, tetapi memiliki beberapa karakter yang membedakan antara populasi sapi Pasundan dengan sapi Madura, Bali dan Jabres. Perbedaan ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain pengaruh genetis seleksi negatif dan pola perkawinan in breeding sebagai manifesto dari perilaku dan budaya peternak selama ini di Jawa Barat (Dinas Peternakan Provinsi Jabar, 2014). Performa seekor ternak merupakan hasil dari pengaruh faktor keturunan dan pengaruh kumulatif dari faktor lingkungan yang dialami oleh ternak bersangkutan. Faktor genetik ternak menentukan kemampuan yang dimiliki oleh seekor ternak sedang faktor lingkungan memberi kesempatan kepada ternak untuk menampilkan kemampuannya. Ditegaskan pula bahwa seekor ternak tidak akan menunjukkan penampilan yang baik apabila tidak didukung oleh lingkungan yang baik dimana ternak hidup atau dipelihara, sebaliknya lingkungan yang baik tidak menjamin penampilan apabila ternak tidak memiliki mutu genetik yang baik (Hardjosubroto, 1994). Performa Sapi Pasundan yang dibentuk dari pengaruh genetik yang dikaji secara arkheologis, menghasilkan Sapi Pasundan yaitu tipe non gelambir dan gelambir. Pembentukan dua tipe ini terjadi sekitar tahun 1896 (zaman kolonial) yang saat itu dilakukan program grading up sapi-sapi di Jawa Barat oleh pemerintah. Grading up pertama adalah mengawinkan sapi lokal Jawa Barat tersebut dengan Sapi Bali dan Madura. Berdasarkan program grading up tersebut diduga menghasilkan Sapi Pasundan tipe non gelambir. Tipe yang kedua yakni tipe Gelambir, tipe ini dibentuk dari sejarah Ongolisasi di Jawa Barat oleh
6 pemerintah kolonial (tahun 1904). Tipe gelambir diduga merupakan keturunan sapi PO (Peranakan Ongole). Sapi Pasundan di Kabupaten Garut berada di kawasan Garut Selatan meliputi Kecamatan Cibalong, Cisompet, Sancang, Pameungpeuk, Cikelet, Mekarmukti, dan Caringin. Salah satu lokasi persebarannya yaitu di Kecamatan Pameungpeuk, Desa Mancagahar tepatnya di Kelompok Peternak Pasir Pogor sebanyak 860 ekor.
Peternakan rakyat di daerah ini menerapkan
pola
pemeliharaan semi intensif dan ekstensif dengan memanfaatkan lahan-lahan perkebunan, pertanian, kehutanan dan pesisir pantai. Peternak didaerah tersebut pada umumnya belum mengetahui karakter kualitatif Sapi Pasundan. Hal ini mendasari keinginan penulis untuk mengetahui karakteristik kualitatif yang akan digunakan sebagai informasi tambahan mengenai Sapi Pasundan yang sudah mulai banyak dikembangkan oleh masyarakat. 1.6
Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian telah dilaksanakan pada tanggal 13 April sampai dengan 20
April 2016 di Kelompok Ternak Pasir Pogor, Desa Mancagahar, Kecamatan Pameungpeuk, Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat.