1
PENDAHULUAN Latar Belakang Berdasarkan ciri-cirinya, padi dibedakan menjadi dua kelompok yaitu padi varietas unggul dan varietas lokal. Varietas unggul memegang peranan yang menonjol, baik dalam kontribusinya terhadap peningkatan hasil per satuan luas karena memiliki banyak anakan, maupun sebagai salah satu komponen utama dalam pengendalian hama dan penyakit (Djunainah et al. 1993). Di samping itu, varietas unggul pada umumnya berumur lebih pendek dan mempunyai tinggi tanaman yang lebih kecil dibandingkan dengan varietas lokal. Hal inilah yang menyebabkan para petani lebih memilih untuk menanam padi varietas unggul daripada varietas lokal, sehingga keberadaan padi varietas lokal pada saat ini sudah jarang. Kabupaten Cianjur terletak di Provinsi Jawa Barat yang sebagian besar wilayahnya berupa pegunungan, kecuali di bagian pantai selatan berupa dataran rendah yang sempit. Kabupaten Cianjur mempunyai luas wilayah 350 148 ha, 44.35% dari luas area tersebut merupakan lahan pertanian (Wikipedia 2006). Beberapa jenis padi varietas lokal yaitu Pandan Wangi, Peuteuy, Hawara Batu, dan Beureum Seungit merupakan padi asli yang berasal dari Cianjur. Keempat varietas tersebut termasuk ke dalam subspesies javanica yang memiliki tinggi tanaman berkisar antara 130-200 cm, mempunyai sedikit anakan, butir berasnya besar dan membulat, dan menghasilkan nasi yang tidak terlalu lengket (Hoshikawa 1989). Dari keempat varietas tersebut, Pandan Wangi merupakan varietas yang paling dikenal masyarakat karena mempunyai aroma khas. Beberapa parameter yang sering diperhatikan dalam memilih beras bermutu adalah rasa, aroma, dan kepulenan. Rasa didefinisikan sebagai karakteristik sensori yang diterima oleh indera pengecap manusia ketika makanan dikonsumsi, sedangkan aroma didefinisikan sebagai karakteristik sensori yang diterima oleh indera penciuman manusia sebelum dan selama makanan berada di dalam mulut (Meilgaard et al. 1999). Kepulenan adalah gabungan antara kelengketan dan kekerasan atau kelunakan nasi yang dihasilkan, dan juga sebagai respon enak atau tidaknya nasi yang dicicipi secara organoleptik (Rohman 1997). Bernard (2005) menyatakan bahwa nasi dari beras varietas lokal memiliki intensitas aroma lebih kuat
dibandingkan dengan nasi dari varietas hibrida. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi karakteristik morfologi, nutrisi, dan sensori beras empat varietas lokal padi Cianjur. Data yang diperoleh dapat dijadikan sebagai data dasar mengenai padi varietas lokal.
BAHAN DAN METODE Pengamatan Ciri-Ciri Morfologi Padi Ciri-ciri morfologi padi empat varietas lokal Cianjur (Pandan Wangi, Peuteuy, Hawara Batu, dan Beureum Seungit) yang diamati adalah umur tanaman, bentuk tanaman, tinggi tanaman, jumlah anakan produktif, warna kaki, warna batang, warna lidah daun, warna telinga daun, warna daun, muka daun, keberadaan daun bendera, bobot 1000 butir gabah, bentuk gabah, dan warna kulit gabah (Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 2005 dan Lampiran 1). Analisis Kandungan Nutrisi Beras Pecah Kulit dan Sosoh Beras yang dikonsumsi sehari-hari merupakan hasil pengolahan lanjutan dari gabah yang terdiri atas proses pengupasan sekam (hulling) dan penyosohan (polishing). Beras pecah kulit dihasilkan setelah proses pengupasan sekam, dan selanjutnya akan mengalami proses penyosohan menjadi beras sosoh. Kandungan nutrisi beras pecah kulit dan sosoh varietas Pandan Wangi, Peuteuy, Hawara Batu, dan Beureum Seungit ditentukan dengan analisis proksimat yang terdiri atas analisis kadar air, abu, lemak, protein, dan karbohidrat. Kadar air. Metode pengukuran kadar air dilakukan berdasarkan AOAC (1995). Cawan alumunium dikeringkan di dalam oven selama 15 menit, kemudian didinginkan selama 10 menit di dalam desikator, selanjutnya ditimbang. Sebanyak 5 g sampel beras yang telah dihaluskan, dimasukkan ke dalam cawan yang sudah dikeringkan tersebut. Sampel beserta cawan alumunium dikeringkan di dalam oven (Ikeda Scientific SS-105D) bersuhu 1050C selama 6 jam, kemudian didinginkan di dalam desikator dan ditimbang kembali. Kadar air (%) dihitung dengan rumus: Kadar air (basis basah) = X-(Y-A) x 100% X Kadar air (basis kering) = X-(Y-A) x 100% (Y-A)
2
Keterangan:
X = bobot sampel Y = bobot sampel + cawan (setelah dikeringkan) A = bobot cawan
Kadar abu. Metode pengukuran kadar abu dilakukan berdasarkan AOAC (1995). Cawan porselen dikeringkan di dalam tanur (Nabertherm) pada suhu 5500C selama 15 menit, kemudian didinginkan selama 10 menit di dalam desikator, selanjutnya ditimbang. Sebanyak 5 g sampel beras yang telah dihaluskan, dimasukkan ke dalam cawan porselen yang sudah dikeringkan tersebut. Sampel beserta cawan porselen dikeringkan di dalam tanur bersuhu 5500C selama 6 jam, kemudian didinginkan di dalam desikator dan ditimbang kembali. Kadar abu (%) dihitung dengan rumus: Kadar abu (basis basah) = X-A x 100% W Keterangan: X = bobot sampel + cawan (setelah dikeringkan) A = bobot cawan W = bobot sampel awal Kadar Lemak. Pengukuran kadar lemak dilakukan berdasarkan metode Soxhlet (AOAC 1995). Labu soxhlet yang akan digunakan, dikeringkan terlebih dahulu di dalam oven bersuhu 1000C selama 30 menit, kemudian didinginkan di dalam desikator dan ditimbang. Sebanyak 5 g sampel dibungkus dengan kertas saring. Sampel diekstrak di dalam rangkaian soxhlet dengan larutan nheksana selama 6 jam. Labu soxhlet dipanaskan di dalam oven bersuhu 1000C untuk menguapkan n-heksana yang masih tersisa. Labu soxhlet tersebut kemudian didinginkan di dalam desikator dan ditimbang. Kadar lemak (%) dihitung dengan rumus: Kadar lemak (basis basah) = X-Y x 100% Z Keterangan: X = bobot labu soxhlet + lemak (setelah dikeringkan) Y = bobot labu soxhlet kosong Z = bobot sampel Kadar Protein. Pengukuran kadar protein dilakukan berdasarkan metode MikroKjeldhal (AOAC, 1995). Pengukuran kadar protein dilakukan dalam tiga tahap yaitu destruksi, destilasi, dan titrasi. Sampel sebanyak 150 mg dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl dan ditambahkan 1.9 g K2SO4, 40 mg HgO, dan 2 ml H2SO4 pekat. Sampel kemudian didestruksi dengan pemanasan sampai terbentuk larutan jernih. Larutan
tersebut kemudian dimasukkan ke dalam alat destilasi dan ditambahkan 8 ml NaOHNa2S2O3. Amonia yang dihasilkan dari reaksi yang terjadi di dalam alat destilasi tersebut ditangkap oleh 5 ml H3BO3 yang terdapat di dalam labu erlenmeyer 125 ml yang sudah ditambahkan dengan 3 tetes larutan indikator (campuran 2 bagian metil merah 0.2% dalam alkohol dan 1 bagian metil biru 0.2% dalam alkohol). Kondensat akan mengalami perubahan warna dari ungu menjadi hijau. Kondensat tersebut kemudian dititrasi dengan HCl 0.02 N yang sudah distandardisasi sampai diperoleh perubahan warna menjadi abu-abu. Penetapan blanko dilakukan dengan metode yang sama seperti sampel. Kadar protein dihitung dengan rumus: %N = (a-b) x N HCl x 14.007 x 100% mg sampel %protein (basis basah)=%N x faktor konversi (beras = 5.95) Keterangan: a = ml HCl sampel b = ml HCl blanko Kadar Karbohidrat. Penghitungan kadar karbohidrat dilakukan dengan metode by difference yaitu dengan cara mengurangkan 100% dengan komponen gizi lainnya (kadar air, abu, lemak, dan protein) dalam basis basah. Kadar karbohidrat dapat dihitung dengan rumus: Kadar karbohidrat = 100% - (A+B+C+D) (basis basah) Keterangan: A = kadar air (%) B = kadar abu (%) C = kadar lemak (%) D = kadar protein (%) Analisis Kadar Amilosa Beras Pecah Kulit dan Sosoh Pengukuran kadar amilosa dilakukan menurut IRRI (1979). Pada tahap pembuatan kurva standar, sebanyak 40 mg amilosa murni dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml, lalu ditambahkan 1 ml etanol 95% dan 9 ml NaOH 1 N. Labu dipanaskan di dalam water bath selama 30 menit sampai semua bahan membentuk gel, kemudian didinginkan dan ditambahkan dengan akuades sampai tanda tera. Larutan tersebut dipipet masing-masing 1, 2, 3, 4, dan 5 ml lalu dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml. Ke dalam masing-masing labu takar tersebut ditambahkan CH3COOH sebanyak 0.2, 0.4, 0.6, 0.8, dan 1 ml dan 2 ml larutan iod, kemudian ditambahkan akuades sampai tanda tera dan dibiarkan selama 20 menit. Intensitas warna biru yang terbentuk diukur dengan spektrofotometer pada panjang
3
gelombang 625 nm. Kurva standar menggambarkan hubungan antara konsentrasi amilosa dan absorbansi. Pada tahap penetapan sampel, sebanyak 100 mg tepung beras 60 mesh dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml, kemudian ditambahkan 1 ml etanol 95% dan 9 ml NaOH. Labu dipanaskan di dalam water bath selama 30 menit sampai semua bahan membentuk gel, kemudian didinginkan dan ditambahkan dengan akuades sampai tanda tera. Larutan tersebut dipipet sebanyak 5 ml dan dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml, kemudian ditambahkan 1 ml CH3COOH 1 N untuk mengatur pH menjadi 4.5 dan ditambahkan 2 ml larutan iod. Kemudian ditambahkan akuades sampai tanda tera dan dikocok, selanjutnya dibiarkan selama 20 menit. Intensitas warna biru yang terbentuk diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 625 nm. Kadar amilosa sampel dihitung berdasarkan rumus: Kadar amilosa = A x FP x V x 100% (basis basah) B Keterangan: A = konsentrasi yang diperoleh dari kurva standar FP = faktor pengenceran V = volume B = bobot sampel Analisis Sensori Metode yang digunakan untuk analisis sensori adalah Quantitative Descriptive Analysis (QDA). Tahapan analisis QDA meliputi seleksi panelis, pelatihan panelis, analisis kualitatif (atribut), dan analisis kuantitatif (intensitas) (Meilgaard et al. 1999). Sampel yang dianalisis terdiri atas beras pecah kulit, beras sosoh, nasi beras pecah kulit, dan nasi beras sosoh dari keempat varietas lokal Cianjur. Seleksi panelis. Kegiatan ini merupakan langkah awal untuk mendapatkan panelis terlatih. Secara umum, seleksi panelis meliputi kesehatan, minat, waktu, kemampuan verbal, dan kemampuan sensori dasar (Heath 1981 dalam Bernard 2005). Dalam metode QDA digunakan sebanyak 8-10 orang panelis terlatih (Meilgaard et al. 1999). Seleksi dilakukan terhadap 35 orang mahasiswa Departemen Biologi. Seleksi tersebut dilakukan dengan menggunakan uji deskripsi dan uji segitiga (Meilgaard et al. 1999). Pengujian dilakukan terhadap rasa dan aroma. Seleksi ini dilakukan dalam dua tahap, dan akhirnya terpilih 10 orang panelis. Kriteria kelulusan yang digunakan adalah 60%
jawaban benar untuk uji segitiga (rasa dan aroma) dan 80% jawaban benar untuk uji deskripsi (rasa dan aroma) (Meilgaard et al. 1999). Uji deskripsi rasa (Lampiran 2) dilakukan dengan menggunakan lima rasa dasar yaitu manis, asam, asin, pahit, dan gurih. Uji ini bertujuan melihat kemampuan calon panelis dalam mengenali dan membedakan rasa-rasa dasar (Tabel 1). Tabel 1 Konsentrasi larutan uji deskripsi rasa dasar (Thomson 1986) Rasa dasar Konsentrasi (%) Manis Sukrosa 1 Asam Asam sitrat 0.04 Asin NaCl 0.2 Pahit Kafein 0.05 Gurih MSG 0.015 Uji deskripsi aroma (Lampiran 3) bertujuan mengetahui kemampuan calon panelis dalam mengenali dan mendeskripsikan aroma yang diujikan. Dalam uji ini digunakan beberapa atribut aroma yaitu pandan (aroma daun pandan), sweet (aroma karamel), peanut (aroma kacang), cream (aroma krim), vanilin (aroma vanili), dan cereal (aroma serealia). Konsentrasi larutan aroma yang digunakan dalam uji ini adalah 1% larutan aroma dalam Propilen Glikol (PG). Uji segitiga rasa (Lampiran 4) bertujuan mengetahui kemampuan calon panelis dalam membedakan rasa-rasa dasar. Dalam pengujian ini digunakan beberapa set larutan rasa dasar yang memiliki perbedaan konsentrasi (Tabel 2). Tabel 2 Konsentrasi larutan uji segitiga rasa dasar (Meilgaard et al. 1999) Rasa Konsentrasi (%) Manis Sukrosa 1 Sukrosa 2 Asam Asam sitrat 0.04 Asam sitrat 0.08 Asin NaCl 0.2 NaCl 0.4 Pahit Kafein 0.05 Kafein 0.1 Gurih MSG 0.015 MSG 0.03 Uji segitiga aroma (Lampiran 5) dilakukan dengan menggunakan larutan aroma yang memiliki kemiripan karakteristik. Pasanganpasangan larutan aroma yang digunakan adalah pandan-cereal, cream-buttery, dan
4
vanilin-sweet. Konsentrasi larutan aroma yang digunakan dalam uji ini adalah 1% larutan aroma di dalam Propilen Glikol (PG). Pelatihan panelis. Kegiatan ini bertujuan meningkatkan kemampuan panelis dalam mengenali, membedakan, mendeskripsikan, dan mengkuantifikasikan atribut sensori yang terdapat di dalam suatu produk (Heymann et al. 1993). Kegiatan tersebut berlangsung selama kurang lebih 2 bulan. Waktu yang diperlukan untuk membuat sekelompok panelis terlatih adalah sekitar 40-120 jam (Meilgaard et al. 1999). Pada tahap ini dilakukan pengenalan dan pelatihan penilaian skala yang dilakukan terhadap rasa dan aroma. Atribut aroma yang digunakan dalam tahap pelatihan ini sama dengan atribut aroma yang digunakan pada tahap seleksi dengan tambahan aroma buttery (aroma butter/mentega). Analisis yang digunakan adalah uji konsistensi aroma (Lampiran 6) dan rasa (Lampiran 7). Uji ini bertujuan melatih kemampuan panelis dalam membedakan sampel berdasarkan intensitas sekaligus mengetahui kekonsistenan panelis dalam menentukan intensitas aroma dan rasa dari suatu produk. Pelatihan ini dilakukan dalam beberapa kali ulangan sehingga panelis dapat mengenali dan mengurutkan perbedaan intensitas rasa dan aroma. Penentuan konsentrasi larutan standar untuk aroma dan rasa. Konsentrasi larutan standar ditentukan menurut Moskowitz (1983). Penentuan nilai larutan standar dilakukan untuk menentukan hubungan antara intensitas sensori dengan konsentrasi larutan yang akan digunakan. Dalam penentuan nilai larutan standar ini, panelis diberikan beberapa set larutan yang konsentrasinya telah diketahui oleh panel leader. Panelis diminta untuk memberikan penilaian intensitas terhadap masing-masing atribut (aroma dan rasa) sesuai dengan intensitas yang diterima oleh indera penciuman panelis. Penilaian dilakukan pada unstructured scale sepanjang 15 cm. Data yang diperoleh kemudian diolah dan dimasukkan ke dalam persamaan: Log SI = K + n (Log PI) Keterangan: Sensory Intensity (SI) : perkiraan intensitas terdeteksi Physical Intensity (PI) : konsentrasi (%) K : konstanta n : kemiringan garis Contoh penentuan nilai larutan aroma standar untuk atribut cereal adalah sebagai berikut: (1) Panel leader membuat tiga larutan aroma cereal, masing-masing memiliki
konsentrasi 10 µl, 50 µl, dan 100 µl dalam 10 ml propilen glikol. (2) Setiap panelis dipersilakan untuk memberikan penilaian terhadap intensitas sensori yang dirasakan dari ketiga larutan aroma tersebut. (3) Nilai SI dan PI yang didapatkan dimasukkan ke dalam persamaan Moskowitz dan menghasilkan persamaan garis: Log SI = 0.95 + 0.45 Log PI (Tabel 3). Dalam penelitian ini, nilai SI yang digunakan sebagai standar adalah 25, 50, dan 75. Dengan menggunakan persamaan garis Log SI = 0.95 + 0.45 Log PI, maka dapat diperoleh jumlah konsentrasi yang dibutuhkan untuk membuat nilai SI tersebut, yaitu 9.7 µl, 44.98 µl, dan 110.4 µl dalam 10 ml propilen glikol. Tabel 3 Persamaan dalam penentuan nilai larutan aroma standar Atribut SI PI Persamaan 24 100* Log SI = Pandan -0.028+0.7 Log 50 300* PI 75.04 500* 24.11 100* Log SI = Cream 0.0008+0.69 50 300* Log PI 73.67 500* 25.07 10** Log SI = Sweet 1.03+0.36 Log 50 75** PI 75.59 200** 25.7 10** Log SI = Cereal 0.95+0.45 Log 50 50** PI 74.19 100** Buttery
23.41
50**
50
100**
74.41
200**
Log SI = -0.02+0.84 Log PI
*satuan dalam µl + 2 ml PG **satuan dalam µl + 10 ml PG Berdasarkan persamaan untuk setiap atribut tersebut, maka dapat dihitung konsentrasi yang diperlukan untuk membuat larutan aroma standar dengan nilai SI masingmasing 25, 50, dan 75 (Tabel 4).
5
Tabel 4 Komponen aroma yang digunakan sebagai larutan aroma standar Atribut Komponen SI PI aroma 25 107.15* Pandan Pandan 50 288.4* 75 512.86* γ-nonalacto25 106.41* Cream ne 50 288.4* 75 523.6* 25 10.23** Sweet Hexyl acetat 50 68.55** 75 208.45** Acetyl-225 9.7** Cereal thiazole 50 44.98** 75 110.4** 25 50.35** Buttery Diacetyl 50 115.88** 75 187.5** *satuan dalam µl + 2 ml PG **satuan dalam µl + 10 ml PG Untuk atribut rasa, nilai SI yang digunakan adalah 10 dan 25. Persamaan Moskowitz (1983) tidak digunakan untuk menentukan konsentrasi larutan rasa yang akan digunakan sebagai standar, tetapi dibuat berdasarkan standar umum yang terdapat dalam Meilgaard et al. (1999) untuk rasa manis dan asin, sedangkan untuk atribut rasa gurih ditetapkan berdasarkan Darmasetiawan (2004). Dari persamaan yang dihasilkan (Tabel 5), selanjutnya dapat ditentukan konsentrasi larutan rasa yang akan digunakan (Tabel 6). Tabel 5 Persamaan dalam penentuan nilai larutan rasa standar Atribut SI PI Persamaan (%) Manis
Asin
Gurih
13.33 33.33 66.67 100.00
2.00 5.00 10.00 16.00
Log SI = 0.9757 Log PI + 0.8363
16.67 33.33 56.67 100.00
0.20 0.35 0.50 0.70
Log SI = 1.4218 Log PI + 2.1971
25.00 50.00 75.00
0.10 0.20 0.30
Log SI = Log PI + 2.3981
Tabel 6 Konsentrasi larutan rasa standar Atribut SI PI (g/100 ml air) Manis 10 1.49 25 3.79 Asin 10 0.14 25 0.27 Gurih 10 0.04 25 0.10 Selain atribut aroma dan rasa, kepulenan merupakan salah satu atribut yang diujikan dalam QDA. Dalam uji kepulenan ini digunakan dua pembanding yaitu beras IR42 yang menghasilkan nasi pera dengan kadar amilosa 31.5% bk (Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 2005) dan beras ketan yang menghasilkan nasi pulen dengan kadar amilosa 1-2% bk (Winarno 2002). Penilaian dilakukan pada unstructured scale sepanjang 15 cm. Quantitative Descriptive Analysis (QDA). Dalam metode ini, panelis dipersilakan untuk memberikan penilaian terhadap intensitas atribut aroma (Lampiran 8), rasa (Lampiran 9), dan kepulenan (Lampiran 10) dari masingmasing sampel. Hasil penilaian diletakkan pada sebuah unstructured scale sepanjang 15 cm dengan skala 0 (lemah) sampai 100 (kuat). Setiap panelis bebas untuk memberikan tanda pada garis tersebut sesuai dengan intensitas aroma, rasa, dan kepulenan yang ditangkap oleh indera mereka. Hasil dari analisis ini akan diolah secara statistik dan hasilnya akan ditampilkan dalam bentuk spider web. Datadata tersebut akan diterima apabila memenuhi persyaratan: X - SD < d < X + SD Keterangan: X = rata-rata data intensitas atribut pada QDA SD = simpangan baku intensitas atribut pada QDA d = data intensitas atribut pada QDA Pengolahan data analisis sensori. Pengolahan data analisis sensori pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan uji f. Pengamatan Struktur Nasi Pada penelitian ini dilakukan pengamatan struktur permukaan luar dan dalam butir nasi beras pecah kulit dan sosoh dengan kadar amilosa terendah (Peuteuy) dan tertinggi (Hawara Batu). Serta diamati pula struktur permukaan luar dan dalam butir nasi ketan dan IR42 sebagai pembanding. Beras dari masing-masing varietas ditanak, dikeringbekukan (freeze drying), kemudian
6
disepuh dengan emas (metal coating), direkatkan pada specimen stub, dan diamati struktur permukaan luar dan dalam dengan mikroskop elektron payaran (SEM) tipe JSM 5200.
HASIL Ciri-Ciri Morfologi Padi Hasil pengamatan ciri-ciri morfologi padi menunjukkan bahwa varietas Pandan Wangi memiliki tinggi tanaman terendah yaitu berkisar antara 146-158 cm (Tabel 7 dan Gambar 1). Umur tanaman keempat varietas tersebut berkisar antara 165-195 hari. Jumlah anakan varietas lokal berkisar antara 4-16. Gabah dari keempat varietas lokal tersebut berbentuk bulat sampai agak lonjong. Peuteuy merupakan varietas yang memiliki bobot 1000 butir gabah terbesar (32-34 g). Kandungan Nutrisi Beras Kadar air tertinggi untuk beras pecah kulit terdapat pada varietas Beureum Seungit (16.65% bk), sedangkan untuk beras sosoh terdapat pada varietas Pandan Wangi (14.47% bk). Beras varietas Pandan Wangi juga
memiliki kadar abu tertinggi baik pada beras pecah kulit maupun sosoh (1.51% bk dan 0.39% bk). Kadar lemak tertinggi untuk beras pecah kulit terdapat pada varietas Hawara Batu (2.00% bk), sedangkan untuk beras sosoh terdapat pada varietas Peuteuy (0.28% bk). Beras sosoh varietas Peuteuy juga memiliki kadar protein tertinggi (7.77% bk), sedangkan pada beras pecah kulit, kadar protein tertinggi terdapat pada varietas Pandan Wangi (8.67% bk). Kadar karbohidrat tertinggi untuk beras pecah kulit terdapat pada varietas Peuteuy (90.14% bk), sedangkan untuk beras sosoh terdapat pada varietas Hawara Batu (93.12% bk) (Tabel 8 dan 9). Kadar Amilosa Kadar amilosa tertinggi pada beras pecah kulit terdapat pada varietas Pandan Wangi (24.66% bk), sedangkan pada beras sosoh, kadar amilosa tertinggi terdapat pada varietas Hawara Batu (32.65% bk) (Tabel 10). Pada umumnya beras beramilosa tinggi menghasilkan nasi dengan tekstur yang keras dan tidak lengket (pera), sedangkan beras beramilosa rendah menghasilkan nasi dengan karakteristik sebaliknya (pulen).
Tabel 7 Ciri-ciri morfologi padi empat varietas lokal Cianjur Parameter Umur tanaman (hari) Bentuk tanaman Tinggi tanaman (cm) Jumlah anakan/rumpun Warna kaki Warna batang Warna lidah daun
Warna telinga daun Warna daun Muka daun Daun bendera Bobot 1000 butir gabah (g) Bentuk gabah Warna kulit gabah
Varietas Hawara Batu 165-195 rebah 160-186 5-9
Pandan Wangi 165-195 agak rebah 146-158 4-13
Peuteuy 165-195 rebah 166-200 6-16
Beureum Seungit 165-195 rebah 150-179 7-12
hijau hijau muda bening kekuningan
hijau hijau bening kekuningan
hijau hijau kekuningan bening kekuningan
hijau hijau bening kecoklatan
hijau kekuningan hijau kasar miring (450)
kuning kehijauan hijau kasar miring (700)
kuning kehijauan
kuning kehijauan hijau kasar miring (500)
28-30
32-34
hijau kasar agak miring (250) 31-33
bulat coklat muda
agak lonjong coklat kekuningan
agak lonjong coklat kekuningan
bulat coklat muda
29-31