1.
1.
PENDAHULUAN
Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara dengan luas wilayah dan jumlah penduduk
yang tergolong besar di dunia. Indonesia juga termasuk dalam negara dengan laju pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi. Hadi dan Sri (2010) cit Ariani (2010) menyatakan bahwa jumlah penduduk Indonesia sudah mencapai 237,6 juta orang dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 1,49%. Laju pertumbuhan penduduk yang tergolong tinggi tersebut akan berdampak pada berbagai hal. Salah satunya pada kebutuhan dasar manusia yaitu pangan. Salah satu komoditas pangan yang terkena dampak dari peningkatan jumlah penduduk ini adalah beras yang merupakan bahan pangan pokok sebagian besar masyarakat Indonesia. Seiring dengan peningkatan jumlah penduduk maka konsumsi beras juga akan meningkat. Salah satu provinsi yang mengalami pertambahan penduduk cukup tinggi adalah Jawa Timur. Berdasarkan gambar 1.1 dapat diketahui selama tahun 2000 sampai tahun 2013 Jawa Timur selalu mengalami kenaikan jumlah penduduk.. Sejalan dengan kenaikan penduduk, konsumsi beras per kapita per tahun Jawa Timur juga selalu mengalami kenaikan. Berdasarkan data dari Statistik Konsumsi Pangan tahun 2012 diketahui konsumsi beras per kapita untuk Jawa Timur tahun 2007 sebesar 88,29 kg per kapita per tahun dan mengalami peningkatan pada tahun 2008 menjadi 94,71 kg per kapita per tahun. Namun pada tahun 2009 dan 2010 mengalami penurunan menjadi 92,12 kg per kapita per tahun dan 90,87 per kapita per tahun. Lalu pada tahun 2011 kembali meningkat menjadi 95,70 kg per kapita per tahun. Dari data tersebut dapat disimpulkan selama tahun 2007 sampai 2011 rerata pertumbuhan konsumsi beras per kapita per tahun adalah sebesar 2,12%. Dengan kondisi seperti ini dapat diketahui bahwa konsumi beras di Jawa Timur cenderung mengalami peningkatan setiap tahun. Kenaikan jumlah penduduk Provinsi Jawa Timur dapat dilihat pada grafik 1.1 berikut.
1
Gambar 1.1. Pertumbuhan Penduduk Provinsi Jawa Timur tahun 2000-2013 Sumber : Badan Pusat Statistik Jawa Timur Kabupaten Bojonegoro merupakan salah satu sentra produksi padi di Jawa Timur. Pada tahun 2011, Kabupaten Bojonegoro berhasil menjadi penghasil padi tertinggi setelah Kabupaten Jember dan Kabupaten Banyuwangi dengan produksi padi sebesar 675.697 ton atau 6,39 % dari produksi padi di provinsi Jawa Timur. Kecamatankecamatan di Kabupaten Bojonegoro rata-rata mempunyai produktivitas padi sebesar 5,72 ton/ha (Haryanti et al., 2013). Berdasarkan Bojonegoro Dalam Angka tahun 2011 dan 2014, dapat diketahui luas panen dan produksi padi di Kabupaten Bojonegoro tahun 2008 sampai 2013 pada tabel 1.1 berikut : Tabel 1.1 Luas Panen dan Produksi Padi Kabupaten Bojonegoro tahun 2008-2013 Tahun Luas Panen Padi (Ha) Produksi Padi (Ton) 2008 117.886 723.214,00 2009 134.758 871.500,00 2010 147.411 888.315,00 2011 137.925 707.970,41 2012 133.833 803.059,56 2013 143.299 802.528,20 Sumber : Bojonegoro dalam Angka Tahun 2011 dan Bojonegoro dalam Angka Tahun 2014 Dari tabel 1.1 dapat diketahui selama 6 tahun terakhir terjadi fluktuasi luas panen dan produksi padi di Kabupaten Bojonegoro. Luas panen padi pada tahun 2008 hingga 2010 mengalami peningkatan dan kemudian mengalami penurunan hingga tahun 2012 2
dan akhirnya meningkat kembali pada tahun 2013. Pada produksi padi juga terjadi peningkatan produksi pada tahun 2008 sampai tahun 2010 dan kemudian mengalami penurunan pada tahun 2012 dan meningkat lagi pada tahun 2013. Fluktuasi luas panen dan produksi padi ini tentu akan berpengaruh terhadap ketersedian beras untuk pemenuhan permintaan beras di Kabupaten Bojonegoro. 2.
Perumusan Masalah Kabupaten Bojonegoro memiliki kondisi alam dan lahan yang sesuai untuk
pertanian. Hal ini menjadikan Kabupaten Bojonegoro menjadi salah satu kabupaten penghasil padi terbesar di Jawa Timur. Padi ditanam tersebar hampir di seluruh kecamatan yang ada di Kabupaten Bojonegoro dengan daerah sentra penghasil adalah Kecamatan Kalitidu, Kecamatan Kedungadem, Kecamatan Kanor, Kecamatan Dander, Kecamatan Sumberrejo, Kecamatan Baureno, Kecamatan Sukosewu, Kecamatan Sugihwaras, Kecamatan Tambakrejo, dan Kecamatan Ngraho. Namun produksi padi di Kabupaten Bojonegoro masih mengalami fluktuasi dalam 6 tahun terakhir. Fluktuasi produksi padi ini akan berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan beras di Kabupaten Bojonegoro. Dari 28 kecamatan di Kabupaten Bojonegoro, kecamatan tersebut dapat dibagi menjadi 3 karakteristik wilayah yang mendominasi yaitu wilayah dekat pusat pemerintahan, wilayah pertanian dan wilayah pinggiran hutan. Wilayah dekat pusat pemerintahan merupakan tempat pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi serta memiliki kegiatan utama non pertanian dengan perbedaan yang mencolok dibandingkan kawasan lain. Wilayah pertanian merupakan kawasan dengan kegiatan utama pertanian dengan padi sebagai komoditas utama pada musim penghujan dan tembakau pada musim kemarau. Sedangkan wilayah pinggiran hutan merupakan kawasan yang didominasi hutan dan rata-rata merupakan hutan jati. Ketiga karakteristik wilayah tersebut mempunyai berbagai perbedaan yang cukup mencolok antara lain tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, kondisi lingkungan, nilai sosial dan budaya, dan kemajuan teknologi serta informasi. Salah satu perbedaan karakteristik adalah perbedaan jenis pekerjaan dan tingkat pendapatan rumah tangga. Perbedaan tingkat pendapatan yang diterima tiap rumah tangga akan menyebabkan adanya ketimpangan atau disparitas pendapatan antar rumah tangga yang dapat ditunjukkan dengan koefisien Gini. Pendapatan yang diperoleh setiap 3
rumah tangga tersebut kemudian dialokasikan untuk pengeluaran pangan dan pengeluaran non pangan. Besar kecilnya pendapatan yang diterima setiap rumah tangga akan berpengaruh pada besarnya pembagian untuk pengeluaran pangan dan non pangan. Perbedaan alokasi pengeluaran pangan dan non pangan tersebut akan berpengaruh pada pola konsumsi beras pada tingkat rumah tangga di Kabupaten Bojonegoro. Beberapa kondisi mengenai tingkat pendapatan dan distribusi pendapatan, alokasi pengeluaran pangan dan non pangan serta konsumsi beras tingkat rumah tangga di karakteristik wilayah dekat pusat pemerintahan, wilayah pertanian, dan wilayah pinggiran hutan ini menimbulkan beberapa pertanyaan yaitu : 1.
Bagaimana kontribusi pendapatan dan distribusi pendapatan rumah tangga di Kabupaten Bojonegoro?
2.
Bagaimana alokasi anggaran rumah tangga untuk pangan dan non pangan di Kabupaten Bojonegoro?
3.
Faktor-faktor apa yang mempengaruhi permintaan beras tingkat rumah tangga di Kabupaten Bojonegoro?
4.
Bagaimana elastisitas permintaan beras rumah tangga di Kabupaten Bojonegoro?
3.
Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang sudah dikemukakan, maka
tujuan dari penelitian ini adalah : 1.
Mengetahui kontribusi pendapatan dan distribusi pendapatan rumah tangga di Kabupaten Bojonegoro.
2.
Mengetahui alokasi anggaran rumah tangga untuk pangan dan non pangan di Kabupaten Bojonegoro.
3.
Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan beras tingkat rumah tangga di Kabupaten Bojonegoro.
4.
Mengetahui elastisitas permintaan beras rumah tangga di Kabupaten Bojonegoro.
4
4.
Kegunaan Penelitian 1. Bagi peneliti berguna untuk menambah pengetahuan di bidang sosial ekonomi pertanian sekaligus sebagai syarat untuk memperoleh derajat Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada. 2. Bagi pemerintah atau pihak-pihak terkait, hasil penelitian ini dapat menjadi bahan masukan dan pertimbangan dalam pengambilan keputusan dan penerapan kebijakan. 3. Bagi pihak lain, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan informasi serta dapat digunakan sebagai acuan untuk penelitian lebih lanjut.
5