I. 1.
PENDAHULUAN
Latar Belakang Pertanian adalah salah satu sektor yang memegang peranan penting di Indonesia,
yang notabene adalah negara agraris. Hal ini dikarenakan sektor pertanian menyumbang pendapatan bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Secara garis besar, kegiatan pertanian dalam sistem agribisnis terbagi menjadi dua yaitu kegiatan on farm (hulu) dan off farm (hilir).Kegiatan on farm merupakan subsistem agroindustri hulu yang berkaitan dengan pengadaan sarana produksi pertanian dan budidaya pertanian. Kegiatan off farm merupakan subsistem agroindustri hilir yang berhubungan dengan kegiatan pengolahan dan pemasaran hasil pertanian. Permasalahan sektor pertanian yang masih perlu menjadi fokus bagi Indonesia hingga saat ini berkaitan dengan kegiatan off farm atau agroindustri hilir. Hal ini dikarenakan mayoritas masyarakat Indonesia yang berkecimpung dalam bidang pertanian hanya melakukan kegiatan on farm. Padahal hasil pertanian mentah yang dihasilkan dari kegiatan on farm (budidaya tanaman) memberi keuntungan yang lebih rendah dibanding produk pertanian jadi, sehingga proses pengolahan dalam kegiatan off farm sangat dibutuhkan untuk memberi nilai tambah bagi hasil pertanian tersebut. Kegiatan pertanian dalam skala modern dan bersifat komersial dikenal dengan istilah agroindustri. Agroindustri adalah kegiatan industri yang memanfaatkan hasil pertanian sebagai bahan baku, merancang, dan menyediakan peralatan, serta jasa untuk kegiatan tersebut. Agroindustri meliputi industri pengolahan hasil pertanian, industri yang memproduksi peralatan dan mesin pertanian, industri input pertanian, dan industri jasa sektor pertanian. Agroindustri pengolahan hasil pertanian merupakan bagian dari agroindustri yang mengolah bahan baku yang bersumber dari tanaman, hewan, dan ikan. Pengolahan yang dimaksud berupa proses transformasi dan pengawetanmelalui perubahan fisik atau kimiawi, penyimpanan, pengepakan, dan distribusi. Pengolahan dapat berupa pengolahan sederhanaseperti pembersihan, pemilihan (grading), dan pengepakan. Selain itu, dapat pula dilakukan pegolahan yang lebih canggih, misalnya penggilingan
(milling),
penepungan
(powdering),
1
ekstraksi
dan
penyulingan
(extraction), penggorengan (roasting), pemintalan (spinning), pengalengan (canning), dan proses pabrikasi lainnya (Udayana, 2011). Perkembangan agroindustri di Indonesia tergolong cukup pesat karena didukung oleh ketersediaan faktor-faktor produksi berupa Sumber Daya Alam (SDA) dan Sumber Daya Manusia (SDM). Jenis agroindustri yang banyak berkembang di Indonesia yaitu industri pengolahan hasil pertanian menjadi berbagai produk olahan, salah satunya yaitu produk makanan. Berdasarkan data dari BPS yang diolah Kementerian Perindustrian Indonesia, maka dapat diketahui pertumbuhan industri pengolahan makanan yang ditunjukkan pada tabel 1.1.
Tabel 1.1. Pertumbuhan Industri Pengolahan Non-Migas Menurut Cabang-Cabang Industridi Indonesia TW I TW I No. Lapangan Usaha 2009 2010 2011 2012 2013 2013 2014 3,34 1,75 9,47 1. Makanan, Minuman, dan 11,22 2,78 9,14 7,57 Tembakau 0,60 1,77 7,52 4,27 6,06 5,00 3,72 2. Tekstil, Barang Kulit, dan Alas Kaki −1,38 −3,47 0,35 −3,14 6,18 7,67 5,17 3. Barang Kayu dan Hasil Hutan Lainnya 6,34 1,67 1,40 −4,75 4,45 0,64 0,31 4. Kertas dan Barang Cetakan 1,64 4,70 3,95 10,50 2,21 11,41 −0,07 5. Pupuk, Kimia, dan Barang dari Karet 2,18 7,19 7,80 3,00 3,34 3,93 −0,51 6. Semen dan Barang Galian Bukan Logam 2,38 13,06 5,86 6,93 13,14 0,30 −4,26 7. Logam Dasar Besi dan Baja 10,51 6,03 8. Alat Angkut, Mesin, dan −2,87 10,38 6,81 7,03 10,54 Peralatannya 3,19 3,00 1,82 −1,13 −0,70 −11,00 18,35 9. Barang Lainnya 2,56 5,12 6,74 6,42 6,10 6,69 5,56 Industri Non Migas 4,63 6,22 6,49 6,26 5,78 6,02 5,21 Produk Domestik Bruto Sumber : BPS diolah Kemenprin, 2014 Pertumbuhan industri makanan dan minuman bersifat fluktuatif dari tahun ke tahun dibanding dengan jenis industri pengolahan lain. Salah satu upaya pengoptimalan industri pengolahan makanan berbahan baku hasil pertanian yaitu melalui pendirian
2
usaha skala kecil dan menengah. Pendirian UKM biasanya dilakukan di tiap-tiap daerah dengan berbasis penguatan perekonomian daerah. Kota Semarang sebagai ibukota Provinsi Jawa Tengah dikenal sebagai salah satu kota yang memiliki perkembangan industri dan perdagangan yang tinggi. Menurut LKPJ Walikota Semarang Tahun 2013, jumlah industri yang ada di Kota Semarangmeningkat dari tahun 2012 sebesar 3.559 unit menjadi 3.589 unit di tahun 2013, atau dengan kata lain terjadi peningkatan sebesar 0,84% atau 30 unit usaha. Bidang usaha industri baru tersebut terdiri dari industri makanan, logam, elektronik, kayu kertas, karoseri, pupuk, sepeda, lem, sabun, bumbu masak, mie kering, dan alat pertanian. Usaha di bidang makanan merupakan salah satu contoh agroindustri karena dalam proses pengolahannya menggunakan bahan baku berupa hasil pertanian. Hasil pertanian yang berpotensi dibudidayakan di Kota Semarang yang memiliki iklim tropis dan cuaca cenderung panas adalah jenis tanaman biofarmaka, sayuran daun, tanaman hias, dan lain-lain. Jenis tanaman yang bersifat multifungsi dan potensial untuk dikembangkan dalam industri pengolahan makanan yaitu tanaman biofarmaka. Salah satu jenis tanaman biofarmaka (obat-obatan) yang mudah dibudidayakan, namun pengolahannya masih belum optimal yaitu tanaman sirih. Sirih (Piper betle L.) merupakan salah satu tanaman obat yang sudah lama dikenal di Indonesia. Daun sirih sebagai hasil utama dari tanaman sirih memiliki kandungan minyak atsiri yang terdiri dari betlephenol, kavikol, seskuiterpen, hidroksikavikol, cavibetol, estragol, eugenol, dan karvakrol. Daun sirih ini memiliki sifat styptic (menahan pendarahan), vulnerary (menyembuhkan luka kulit), stomachic (obat saluran pencernaan), menguatkan gigi, dan membersihkan tenggorokan. Daun sirih memiliki kemampuan antiseptik, antioksidasi, dan fungisida (Moeljanto dkk, 2003). Mengingat kegunaan yang dimiliki daun sirih sangat banyak, maka tanaman ini berpeluang untuk diolah menjadi berbagai jenis produk olahan. Beberapa orang atau lembaga sudah memulai mengolah sirih sebagai produk komersial. Pengolahan produk berbahan baku sirih ini mayoritas dibuat menjadi produkproduk non makanan oleh industri skala besar, misalnya kosmetik, tisu, pasta gigi, dan lain-lain. Padahal daun sirih memiliki potensi untuk diolah menjadi produk makanan. Salah satu badan usaha berbentuk Usaha Kecil dan Menengah (UKM) yang melakukan
3
pengolahan produk komersial berbahan baku sirih yaitu CV Aura Jaya Mandiri Empowerment. Badan usaha ini mengolah sirih menjadi berbagai jenis produk nonmakanan dan makanan, salah satunya yaitu keripik sirih. Produk keripik sirih ini tergolong masih sangat jarang berada di pasaran. Sebagai pelaku usaha yang memilikijenis produk baru, maka dibutuhkan strategi produksi dan pemasaran yang tepat. Hal ini dibutuhkan agar produk tersebut dapat diintroduksikan ke dalam pasar dengan baik, sehingga pada akhirnya dapat diperoleh laba yang tinggi. CV Aura Jaya Mandiri Empowerment sebagai badan usaha yang masih bersifat sederhana dan menghasilkan produk yang baru di pasaran, sangat membutuhkan kemampuan manajerial yang baik dan benar. Kemampuan manajerial tersebut berkaitan dengan perencanaan laba dalam jangka pendek maupun panjang. Perencanaan laba ini berkaitan dengan penentuan harga produksi yang berujung pada penentuan harga jual, peramalan penjualan, dan analisis biaya pendapatan. Selain kemampuan dalam perencanaan laba, pelaku usaha juga harus mampu mengidentifikasi potensi produk baru yang dihasilkan. Untuk dapat mengetahui produk tersebut bersifat profitable atau tidak yaitu menggunakan analisis nilai tambah. Analisis nilai tambah ini menunjukkan nilai tambah yang diperoleh pelaku usaha karena adanya proses pengolahan dari bahan mentah menjadi produk jadi. Penyebab utama para pelaku usaha kurang mampu merencanakan laba dengan baik adalah belum adanya pencatatan siklus keuangan secara baik dan benar. Hal ini dapat menyebabkan identifikasi biaya yang benar-benar dikeluarkan dalam kegiatan operasional perusahaan tidak dapat dilacak secara spesifik untuk penentuan harga pokok produksi. Penentuan harga pokok produksi yang baik dan benar berguna dalam rangka efisiensi biaya produksi. Bagi badan usaha dengan produk yang masih baru di pasaran membutuhkan upaya efisiensi biaya untuk mengoptimalkan penggunaan modal. Modal yang ada harus dikelola seefisien dan seefektif mungkin agar mendatangkan laba yang tinggi. Dengan adanya efisiensi biaya dan penentuan harga produksi yang tepat, maka dapat dihasilkan produk dengan harga jual yang tepat dan memberikan keuntungan yang maksimal. Penentuan harga pokok produksi yang tepat juga bermanfaat dalam hal pengendalian biaya dan pengambilan keputusan dalam rangka manajemen perusahaan.
4
Secara singkat, pelaku usaha yang menghasilkan produk baru di pasaran harus mampu mengidentifikasi potensi produk dan merencanakan laba. Hal ini berguna dalam perumusan strategi dalam memasarkan produknya, sehingga pelaku usaha dapat bersaing dengan badan usaha lainnya. Oleh karena itu, penulis ingin membahas perencanaan laba dan perhitungan harga pokok produksiyang dapat dilakukan CV Aura Jaya Mandiri Empowerment sebagai badan usaha penghasil produk olahan pertanian yang masih baru.
2.
Perumusan Masalah CV Aura Jaya Mandiri Empowerment (AJME) merupakan badan usaha yang
berbentuk Usaha Kecil dan Menengah (UKM) yang berorientasi dalam pemberdayaan pertanian. Badan usaha ini membuat produk olahan berbahan baku sirih menjadi 26 jenis produk komersial, yaitu keripik sirih, minyak sirih, pupuk limbah sirih, pestisida nabati, air destilat sirih, sabun sirih, pasta gigi sirih, gula organik sirih, balsem sirih, aromaterapi, dan lain-lain. CV AJME mengolah sirih menjadi berbagai jenis produk karena tanaman ini bersifat multifungsi bagi manusia maupun untuk kebutuhan pertanian.Salah satu produk olahan sirih yang bersifat baru di pasaran yaitu keripik sirih. Makanan ringan berbahan dasar sirih ini masih sangat jarang dijumpai karena mayoritas orang tidak menyukai aroma sirih yang menyengat. Namun, berbeda dengan keripik sirih yang diproduksi CV AJME ini memiliki kualitas yang baik, sehingga kekurangan dari ciri khas sirih tersebut dapat dihilangkan. Hal ini menyebabkan permintaan akan keripik sirih yang diproduksi CV AJME cukup tinggi. Permintaan tersebut biasanya berasal dari toko pusat oleh-oleh di berbagai daerah mulai dari Semarang,Ungaran, Magelang, Ambarawa, dan lain-lain. Meskipun demikian, CV AJME tetap harusmengidentifikasi potensi produk tersebut. Potensi suatu produk merupakan kemampuan produk tersebut dapat berkembang di pasaran dan dapat menghasilkan laba. CV AJME sebagai perusahaan yang tergolong sederhana, masih berfokus pada pengembangan produk dan kurang memperhatikan siklus keuangan yang terjadi. Siklus keuangan yang terdiri dari pengeluaran dan penerimaan harus dipahami dan dianalisis dengan baik agar dapat memberikan gambaran potensi dari produk yang dijual.
5
Pengeluaran yang terdiri dari biaya-biaya yang digunakan untuk memproduksi dan memasarkan produk tersebut harus dapat ditelusuri secara akurat berkaitan dengan penentuan harga pokok produksi. Harga pokok produksi ini nantinya akan sangat mempengaruhi penentuan harga jual produk. Kesalahan penentuan harga jual dapat berakibat pada penurunan volume penjualan yang secara langsung akan mempengaruhi perolehan laba. Hal ini yang menyebabkan biaya-biaya produksi yang dikonsumsi oleh setiap satuan produk sangat penting untuk diidentifikasi secara akurat. Informasi mengenai harga pokok produksi dan volume penjualan tersebut dapat digunakan CV AJME sebagai acuan dalam mengidentifikasi kelayakan usaha. Kelayakan usaha berkaitan dengan kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba yang menjadi target utama perusahaan. Selain itu, karena produk yang dihasilkan CV AJME tergolong baru maka harus diketahui nilai tambah yang dihasilkan dari proses pengolahan produk tersebut. Informasi mengenai nilai tambah tersebut juga dapat dijadikan acuan bagi CV AJME dalam mengendalikan biaya produksi agar nilai tambah yang diperoleh tinggi. CV AJME ini memiliki peluang yang sangat bagus untuk dikembangkan secara lebih luas dalam rangka mendukung agroindustri di Indonesia. Hal ini dikarenakan produk makanan berbahan baku tanaman obat masih sangat jarang dikembangkan, padahal memiliki pasar yang cukup potensial. Namun, kemampuan manajerial CV AJME yang tergolong masih kurang baik dapat menyebabkan potensi laba yang tinggi sulit diraih. Penentuan harga pokok produksi, identifikasi kelayakan usaha, identifikasi nilai tambah produk, dan tren penjualan harus dirumuskan dengan tepat agar usaha berbasis agroindustri ini dapat berkembang secara optimal di Indonesia. Berdasarkan uraian tersebut, maka permasalahan yang akan dianalisis dalam penelitian ini, yaitu : a.
Bagaimana perbedaan penentuan harga pokok produksi keripik sirih dengan metode CV Aura Jaya Mandiri Empowerment, metode full costing, dan metode variable costing?
b.
Berapa nilai tambah yang dihasilkan dari pengolahan sirih menjadi keripik sirih di CV Aura Jaya Mandiri Empowerment?
6
c.
Bagaimana kelayakan usaha yang terjadi pada usaha pembuatan keripik sirih di CV Aura Jaya Mandiri Empowerment?
d.
Bagaimana tren penjualan keripik sirih di CV Aura Jaya Mandiri Empowerment?
3.
Tujuan Penelitian
a.
Menganalisis
perbedaan
penentuan
harga
pokok
produksi
keripik
sirih
menggunakan metode CV Aura Jaya Mandiri Empowerment, metode full costing, dan metode variable costing. b.
Mengetahui nilai tambah yang dihasilkan dari pengolahan sirih menjadi keripik sirih di CV Aura Jaya Mandiri Empowerment.
c.
Mengetahui kelayakan usaha yang terjadi pada usaha pembuatan keripik sirih di CV Aura Jaya Mandiri Empowerment.
d.
Mengetahui tren penjualan keripik sirih yang terjadi di CV Aura Jaya Mandiri Empowerment.
4.
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan berguna untuk :
a.
Pihak perusahaan dalam pengendalian biaya, peningkatan laba, dan efisiensi produksi. Selain itu, dapat dijadikan referensi bagi perusahaan dalam penggunaan metode perhitungan harga pokok produksi.
b.
Pihak penulis dan pembaca sebagai informasi untuk menambah pengetahuan mengenai pengelolaan berbagai jenis bidang usaha, khususnya bidang agribisnis. Pihak pemerintah sebagai rekomendasi untuk mengadakan pelatihan pengolahan hasil pertanian beserta analisis usahanya bagi unit usaha skala kecil dan menengah.
7