PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TERORISME UNTUK MENJAGA KEUTUHAN NKRI
TUGAS AKHIR KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA
disusun oleh
WIARTA HENDRISMAN SIANTURI 10.22.1301 KELOMPOK H Dosen : Drs. Muhammad Idris P, MM
JURUSAN SISTEM INFORMASI SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER AMIKOM YOGYAKARTA 2011
ABSTRAK Makalah ini mengkaji PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TERORISME DI INDONESIA DALAM RANGKA MENJAGA KEUTUHAN NKRI, Keamanan nasional adalah perwujudan keamanan menyeluruh (comprehensive security) yang menempatkan keamanan sebagai konsep multidimensional. Strategi keamanan komprehensif tersebut dapat dilakukan dengan minimal dua cara. Pertama, negara memperluas ruang gerak aktor militer sehingga aktor ini dapat menangkal semua bentuk ancaman. Atau, kedua, negara mengembangkan aktor-aktor keamanan baru dan menjadikan TNI sebagai aktor militer yang hanya memiliki kompetensi untuk mengatasi masalah pertahanan negara. Alternatif kedua merupakan alternatif yang digulirkan selama masa reformasi. Hal ini sejalan dengan rumusan pasal 30 UUD‟45, Tap VI/MPR/2000 dan Tap VII/MPR/2000, serta UU No.X/2001 yang secara tegas membedakan sumber dan sifat ancaman serta institusi yang memiliki kewenangan penanganannya. Dalam konteks penanggulangan acaman terorisme, pada tahun 2003 pemerintah bersama dengan DPR telah melahirkan UU No.15/2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, sebuah produk hukum yang memberikan kewenangan penuh kepada pemerintah untuk memberikan tafsir tunggal atas pemahaman tindak terorisme. boleh dikata bahwa pemerintah Indonesia telah cukup memiliki dasar politik dan legal untuk mengambil peran aktif dalam penanggulangan terorisme global sebagaimana “dipaksakan” AS dan negara-negara Barat. Bahkan, untuk sebagian orang, UU No.15/2003 merupakan produk UU yang terlalu “dipaksakan” sekedar untuk memenuhi tekanan dunia luar. Saya berharap kehadiran makalah ini dapat menjadi media komunikasi diantara berbagai pihak, khususnya mereka-mereka yang bergulat dalam proses-proses pengambilan keputusan bidang pertahanan dan keamanan. Bagi komunitas yang lebih luas, kehadiran makalah ini diharapkan dapat menambah pengetahuan kita serta memberikan pemahamana yang lebih komprehensif dalam menyikapi masalah terorisme di Inedonesia.
SATU LATAR BELAKANG MASALAH Perkembangan kejahatan terorisme global telah menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan baik modus, kuantitas maupun kualitasnya, Indonesia tidak lepas dari sasaran terorisme. Terungkap fakta adanya keterkaitan jaringan militan lokal dengan jaringan internasional. Selain ancaman terorisme, ancaman non tradisional lainnya yang muncul saat ini telah merebak pula lewat pintu sendi kehidupan bangsa. Aktifitas teroris telah membidik dan memanfaatkan ideologi dan agama bagi masyarakat dunia sebagai garapan agar memihak kepada perjuangan mereka. Oleh sebab itu perlu ditangani secara bijak. Untuk mencegah dan menanggulangi segala bentuk tindakan dan kegiatan teroris, Pemerintah Indonesia menyikapi fenomena terorisme secara arif, menganilisis berbagai aspek kehidupan bangsa saat ini, guna memerangi aksi terorisme, bersama dunia internasional. Dengan memanfaatkan kemampuan teknologi modern saat ini teroris dapat menghancurkan sasaran yang diijinkan dari jarak jauh, seperti telepon genggam atau bom bunuh diri seperti yang terjadi di Bali. DUA RUMUSAN MASALAH Terorisme dan perang melawan terorisme mulai kian mendunia setelah sejumlah militan menabrakkan 3 dari 4 pesawat yang mereka bajak ke gedung World Trade Center dan Pentagon pada 11 September 2001. Masyarakat internasional serentak menyebut serangan yang menewaskan sekitar 3000 jiwa ini sebagai tindakan terorisme; menyatakan bahwa bangsa, agama dan aliran politik mereka mengutuk dan tidak mentolerir cara-cara keji yang demikian. Pemerintahan berbagai negara menyampaikan keprihatinan atas tragedi ini dan dukungan mereka terhadap upaya pengungkapan oleh pemerintah Amerika Serikat (AS). Mereka menyatakan terorisme sebagai ancaman global dan seluruh dunia harus bersamasama mengatasi masalah ini. Di Indonesia, reaksi „serius‟ pemerintah terhadap terorisme muncul paska peristiwa Bom Bali pada 12 Oktober 2002 yang menewaskan 202 jiwa dan melukai 209 jiwa. Pada tanggal 18 Oktober 2002, kurang dari satu minggu setelah meledaknya bom di kawasan Kuta tersebut, pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu)
No 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme dan Perpu No 2 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan Perpu No 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Pada Peristiwa Peledakan Bom di Bali Tanggal 12 Oktober 2002 Sejumlah peristiwa terorisme menunjukkan adanya mata rantai antara kelompok dalam dan luar negeri. Dari hasil pengungkapan kasus di Indonesia merupakan jaringan teroris Internasional dimana keberadaanya dengan segala aktifitasnya tidak dapat terdeteksi secara dini sehingga sulit untuk dicegah dan ditangkal. Berbagai peristiwa pengeboman memakan korban jiwa dan merusak sarana dan prasarana yang ada. Beberapa peristiwa aksi teroris yang terjadi signifikan di Indonesia antara lain : 1998, di Gedung Atrium Senin, Jakarta 1999, di Plaza Hayam Wuruk dan Masjid Istiqlal Jakarta. 2000, di Gereja GKPI dan Gereja Katolik Medan serta rumah Dubes Filipina 2000 dan 2001, Peledakan di beberapa Gereja di malam Natal. 2002, Peledakan di Kuta Bali, Mc Donald Makasar 2003, Peledakan di JW Marriot 2004, Peledakan di Kedubes Australia 2005. Peledakan bom Bali II 2010, Bom Banten dan Bom Gereja di SOLO Aksi teror tersebut bila terus berlanjut akan dapat mengancam stabilitas politik dan keamanan yang pada gilirannya akan menghambat kelancaran pembangunan nasional.
TIGA PENDEKATAN a. Pendekatan Historis Berbagai upaya yang telah dilakukan pemerintah khususnya langkah-langkah aparat keamanan dalam pengungkapan pelaku terorisme, mendapat tanggapan beranekaragam dikalangan masyarakat, khususnya kelompok umat Islam yang sensitif terhadap isu terorisme karena dikaitkan dengan agama islam. Menguatnya perbedaan sikap pro dan kontra sesuai tanpa memperdulikan kepentingan nasional, menimbulkan rasa saling curiga dikalangan masyarakat dan ketidak percayaan terhadap pemerintah khususnya aparat keamanan dalam menangani terorisme di Indonesia. Selain itu kerjasama tingkat ASEAN telah dilaksanakan. Sikap kehati-hatian pemerintah Indonesia dalam mencegah dan menanggulangi teroris, dapat dilihat dari kebijakan dan langkah-langkah antisipatif, terkait dengan peristiwa Bali tanggal 12 Oktober 2002. Dalam melakukan pencegahan dan penanggunalanan terorisme pemerintah telah membentuk lembaga-lembaga khusus guna menghadapi terorisme yang berkembang di tanah air belakangan ini, lembaga-lembaga tersebut antara lain : 1. Intelijen. Aparat intelijen yang dikoordinasikan oleh Badan Intelijen Negara (Keppres No. 6 Tahun 2003), yang telah melakukan kegiatan dan koordinasi intelijen dan bahkan telah membentuk Joint Analysist Terrorist (JAT) upaya untuk mengungkap jaringan teroris di Indonesia. 2. TNI dan POLRI, Telah meningkatkan kinerja satuan anti terornya. Upaya penangkapan terhadap mereka yang diduga sebagai jaringan terorisme di Indonesia sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku masih mendapat reaksi kontroversial dari sebagian kelompok masyarakat dan diwarnai berbagai komentar melalui media massa yang mengarah kepada terbentuknya opini seolah-olah terdapat tekanan asing.
3. Kerjasama Internasional. Berbagai upaya kerjasama telah dilakukan antara lain dengan beberapa negara seperti Thailand, Singapura, Malaysia, Philipina, dan Australia, bahkan negara-negara seperti Amerika Serikat, Inggris, Kanada, Perancis, dan Jepang. Masalah ekstradisi antara pemerintah Singapura dan Indonesia belum terealisasi. b. Pendekatan Sosiologis Implikasi terhadap Persatuan dan Kesatuan Bangsa. Kekhawatiran masyarakat terhadap bahaya teror bom masih ada. Hal ini apabila tidak segera ditangani secara bijak akan mempengaruhi roda perekonomian. Di sisi lain, penindakan, penangkapan atau pemeriksaan oleh aparat terhadap siapa dan organisasi yang ada di masyarakat perlu sikap hati-hati, agar tidak menimbulkan sentimen negatif di kalangan masyarakat itu sendiri, pemerintah diangapnya diskriminatif atau muncul berbias pada permasalahan baru yang bernuansa SARA. Permasalahan yang dihadapi. Permasalahan yang dihadapi dalam pencegahan dan penanggulangan terorisme yaitu : Penegakan hukum terhadap sistem kejahatan terorisme masih lemah. Kualitas SDM mudah dimanfaatkan dan masih rentan terhadap aksi penggalangan menjadi simpatisan kelompok teroris. Tingkat kewaspadaan masyarakat terhadap modus operandi teroris masih lemah. Kemampuan aparat keamanan dalam mendeteksi dini, menangkal, mencegah dan menangkap kelompok teroris masih terkendala baik peralatan maupun koordinasi di lapangan.
c. Pendekatan Yuridis 1. Global Issue global yang meliputi demokratisasi, HAM dan lingkungan hidup telah berkembang ke arah perang melawan teroris internasional bahkan beberapa negara maju telah menerapkan konsep penyerangan awal terhadap terorisme yang berada di negara tertentu. Meskipun banyak negara yang tidak menyetujuinya tetapi konsep tersebut tetap disosialisasikan secara Internasional yang disponsori oleh Amerika Serikat. Sikap Amerika Serikat yang selalu memihak kepada Israel, sehingga
masyarakat muslim dunia yang berpihak pada perjuangan Palestina menaruh sikap antipati terhadap politik Amerika. 2. Regional. Lemahnya penegakan hukum dan sistem keamanan kawasan, dimanfaatkan oleh para penyelundup untuk penyelundupan senjata api masuk ke Indonesia dengan sasaran daerah-daerah konflik seperti Aceh dan Poso. Wilayah Thailand Selatan yang memiliki warga muslim Islam fundamentalis telah diklaim oleh Kelompok Al Jemaah Al lslamiyah sebagai bagian dan Daulah Islamiyah Nusantara. Kelompok Abu Sayyaf di Filipina disinyalir ada kaitan dengan jaringan kelompok teroris internasional dan kelompok Al Jemaah Al lslamiyah di Indonesia. Kelompok Al Jemaah Al Islamiyah yang merupakan jaringan teroris internasional lahir di wilayah Johor Malaysia pada tahun 1995. Kondisi tersebut telah memasuki cara berpikir masyarakat marginal dipedesaan. 3. Nasional. Adanya kelompok untuk mengubah Pancasila dengan Ideologi lain yang berorientasi kepada agama, faham liberal atau faham sosialis/komunis. Ada upaya kelompok agama ingin memasukkan Syariat Islam secara konstitusional. Kelompok faham sosialis/komunis melalui kelompok radikal berbasis sosial/komunis selalu berupaya untuk mencabut Ketetapan MPRS No.XXV/MPRS/ 1966 sehingga ajaran komunis dapat hidup kembali di wilayah Republik Indonesia. EMPAT PEMBAHASAN Pemerintah beserta aparat keamanan dan birokrasi memiliki sikap arif, penuh ketenangan berfikir sehingga mendapatkan cara-cara yang tepat dan akurat dalam menangani terorisme. Masyarakat telah menjadi kesatuan pandang dalam menyikapi melawan terorisme. Kemampuan aparat keamanan telah dapat kerjasama dengan seluruh komponen bangsa. Penegakan hukum dapat diwujudkan dan telah dilengkapi dengan perangkat peraturan perundang-undangan, kerjasama internasional tidak menimbulkan pro dan kontra pemahaman. Kesadaran masyarakat secara aktif berbuat dan melakukan deteksi dini, identifikasi dini dan penangkalan terhadap perkembangan ancaman terorisme yang dilandasi rasa tanggung jawab dan kesadaran yang tinggi, sebagai bangsa yang bermartabat.
Dengan landasan Wawasan Nusantara yang tangguh, bangsa Indonesia diharapkan memiliki sikap mental dan perilaku yang mampu mendeteksi, mengidentifikasi, menilai dan menganalisis sejak dini secara hati-hati terhadap berbagai bentuk ancaman terutama teroris internasional di Indonesia. Membendung langkah teroris di Indonesia, perlu melihat secara obyektif karakteristik daerah, potensi yang dimilki dan aspek yang mempengaruhi. Seberapa besar peranan masingmasing instansi terkait, aparat keamanan dan seluruh komponen masyarakat termasuk tingkat kewaspadaan bela lingkungan terhadap bahaya terorisme harus terukur dan teruji. Segala upaya untuk menghadang tindakan terorisme harus dilandasi tanpa mengorbankan kepentingan nasional dan sensitifitas SARA, pada hakekatnya kemajemukan identitas NKRI harus tetap terjaga. Memerlukan data akurat dan pencermatan indikasi-indikasi dalam kurun waktu yang relatif panjang. Dengan mencermati apa yang telah terjadi modus operandi tindak kejahatan terorisme berupa bom-bom yang sudah meledak, temuan bom yang belum meledak dan perangkat yang digunakan terorisme serta tempat persembunyian kaum teroris, Ada rumusan masalah yang telah teridentifikasi pada pembahasan sebelumnya, yaitu : Penegakan hukum terhadap penanggulangan terorisme masih lemah.Teroris mudah memanfaatkan kualitas SDM masyarakat yang masih rendah untuk digalang menjadi simpatisan atau pelaku bom bunuh diri Kepedulian masyarakat terhadap kewaspadaan terhadap terorisme masih lemah. Kemampuan aparat untuk mendeteksi, menangkal, mencegah, menangkap tokoh teroris belum optimal. Guna merumuskan konsepsi pencegahan dan penanggulangan terorisme dalam rangka menjaga tetap tegaknya keutuhan NKRI secara komprehensif dan integral, diperlukan analisis dari berbagai aspek tinjauan yang terkait dan saling mempengaruhi. 1. Tinjauan Dari Aspek Politik. Aksi teror tidak tidak mengenal diskriminatif target, membuat keharusan membangun sistem keamanan terhadap manusia dan obyek vital baik militer maupun non militer di banyak negara. Dampak terorisme di bidang politik, antara lain : Gangguan terhadap kehidupan demokrasi, roda pemerintahan tidak berjalan lancar, Pemerintah yang lemah bisa jatuh. Berbagai kerja sama internasional dikembangkan untuk mendesak langkah kooperatif dalam melawan terorisme. Perang melawan terorisme, perdebatan politik terjadi di sejumlah negara, termasuk di Indonesia, antara upaya membangun sistem keamanan dengan
pembatasan kebebasan di satu sisi dan antara sistem keamanan nasional dengan multi nasional di sisi lainnya. Lepas dari pertarungan politik dalam dan luar negeri, sentimen baru melawan terorisme telah membuka babak baru perkembangan arah poltik dunia. Indonesia perlu mewaspadai dan harus ada upaya pencegahan adalah ketika para teroris internasional memanfaatkan kondisi politik atau sosial budaya dalam negeri saat ini, masih rentan terhadap SARA, keniscayaan kebhinekaan NKRI terancam. Perdebatan tentang adanya bahaya terorisme berlangsung diwarnai nuansa politis. Hal demikian masih dalam kewajaran, karena masyarakat Indonesia sedang dalam transisi perubahan menuju masyarakat yang demokratis, bebas menyatakan pendapatnya. 2. Tinjauan Dari Aspek Ekonomi. Jaringan teroris sangat memerlukan sumber dana maupun sumber daya manusia untuk melakukan aksinya. Dana merupakan satu hal penting, bukan hanya untuk pembelian senjata, alat-alat penghancur bahan peledak untuk bom, tetapi juga untuk mempertahankan hidup selsel pengikutnya. Dana didapatkan dari kegiatan ilegal perdagangan, prostitusi, judi dan sebagainya. Melalui pencucian uang hasil kejahatan komersial, penyelundupan dan korupsi, dana menjadi bersih asal usulnya, sah dan sulit ditelusuri. Mengingat sangat kompleksnya masalah pencucian uang karena terkait dengan pendeteksian dini dan harus dilakukan secara tertutup, maka institusi intelijen sangat diperlukan di dalam perumusan pencegahan terhadap kejahatan terorganisir. 3. Tinjauan Dari Aspek Sosial Budaya dan Agama. Aksi terorisme belum dapat dihentikan, artinya sekalipun perang melawan terorisme gencar dilaksanakan dan agenda hubungan internasional untuk komitmen bersama melawannya, serangan terorisme terus berlangsung. Terorisme tegas dinyatakan tidak bisa dikaitkan dengan agama tertentu, karena semua agama mengutuk terorisme. Namun untuk melawan terorisme tidak salah bila menggunakan metoda lain yaitu menggunakan soft power persuasif antara lain mengikut sertakan tokoh-tokoh agama dalam upaya menetralisir pembibitan dan peneyebaran ajaran radikalisme. Keberhasilan Indonesia dalam membongkar sejumlah aksi teror selama ini, tidak berarti pada kesimpulan akhir bahwa penganut agama Islam memiliki pemiikiran sama terhadap pemahaman terorisme yang berkembang di Indonesia. Perang melawan terorisme harus dilihat sebagai perang gagasan yang mengarah pada memenangkan pikiran dan hati masyarakat untuk tidak simpati dan tidak mendukung gagasan para teroris. Hal demikian harus dilaksanakan secara serempak dengan memusatkan
faktor-faktor terkait seperti kemiskinan, pendidikan dan masalah sosial lainnya. Gerakan reformasi politik dan ekonomi sedang berlangsung di Indonesia, namun hasilnya belum maksimal bahkan aksi-aksi ketidak puasan terhadap tatanan politik dan ekonomi bermunculan berupa unjuk rasa anarkhis. 4. Tinjauan Dari Aspek Kemajuan Teknologi. Bagi kaum teroris menjalin komunikasi dengan dunian luar melalui internet, merupakan sarana utamanya, melalui pembuatan situs online maka komunikasi lintas negara dapat dilakukan dengan leluasa tanpa diketahui siapa, apa dan bagaimana, kecuali hanya kelompok jaringannya yang dapat mengerti. Teknologi cyber (dunia maya) dimanfaatkan untuk tindak kejahatan cyber crime dengan istilah hacking, carding dan hosting serta penyebar luasan artikel melalui situs jihad. Sebagai contoh carding, pencurian data dan dana kartu kredit melalui jaringan internet. Inilah yang disebut pergeseran modus dengan memanfaatkan kemajuan teknologi informasi. Untuk mencegah cybercrime antara lain dapat dilakukan dengan cyberpatrol di dunia maya juga. Namun hingga kini, aparat keamanan dan intelijen masih banyak kekurangan yang dihadapi, belum memiliki pegangan security management, termasuk peralatan pengamanannya. Disamping itu kelemahan lain yang harus ditinggalkan yaitu belum adanya konsistensi dan keseriusan dalam mencegah terjadinya aksi terorisme oleh semua pihak. Sinergitas instansi lainnya seperti bea cukai, imigrasi, perhubungan dan keuangan/perbankan sangat diperlukan guna pencegahan terorisme di Indonesia. 5. Tinjauan Dari Aspek Kebijakan. Untuk melawan terorisme membutuhkan sebuah kebijakan penanggulangan terorisme yang bersifat komprehensif baik dalam tataran kewenangan maupun pelaksanaan kontra terorisme yang bersifat umum dan menyeluruh. Diperlukan cakupan dua bidang kebijakan namun bersamaan dalam melawan terorisme di Indonesia, yaitu : Kebijakan utama yang merupakan pencegahan untuk menghilangkan peluang bagi tumbuh suburnya terorisme di dalam sendi kehidupan masyarakat pada aspek keadilan, demokrasi, kesenjangan, pengangguran, kemiskinan, budaya KKN, kekerasan dan sebagainya. Kebijakan yang melahirkan aturan-aturan untuk mempersempit peluang terjadinya aksi teror dalam artian mempersempit ruang maupun sumber daya teroris. Kebijakan yang merupakan instrumen yang menitik beratkan pada aspek penindakan diwujudkan dalam deteksi dini, cegah dini dan respon cepat terhadap indikasi dan aksi-aksi
teror, yang menuntut profesionalitas dan proporsionalitas bagi instrumen penindak yang diberi wewenang. Penindakan terhadap teror harus dilakukan, namun tetap menjunjung tinggi regulasi mengenai code of conduct atau rule of engagement, sehingga apapun tindakan yang dilakukan melawan terorisme akan terbebas dari persoalan pro dan kontra dalam opini masyarakat. Kebijakan, strategi, metoda, teknik, taktik dan pendekatan untuk mengatasi terorisme yang diterapkan tentunya akan berbeda dari satu negara dibanding negara lainya, mengingat adanya perbedaan pula bentuk atau style kelompok teroris yang disebabkan oleh adanya motif-motif terorisme seperti separatis, anarkhis, dissidents, nasionalis, marxist revolusioner atau religius. Perbedaan penanganan juga disebabkan oleh perbedaan kondisi daerah, budaya, adat/istiadat, hukum, sumber daya serta kemampuan satuan anti teror yang tersedia. Indonesia dalam memerangi terorisme harus mempertimbangkan kondisi yang berlaku terutama bidang hukum, sosial dan budaya bangsa, bila tidak justru akan menciptakan kondisi yang kontra produktif.
6. Tinjauan Dari Aspek Implementasi Penanggulangan Terorisme. Impelementasi memerangi aksi terorisme dilakukan melalui upaya-upaya reprsif, preventiv, preemtif, resosialisasi dan rehabilitasi serta pengembangan infra struktur pendukung. Terdapat beberapa hambatan dalam pemberantasan terorisme bahwa pertama, langkah-langkah operasional penindakan terhadap aksi teror di kawasan khususnya Asia Tenggara, termasuk Indonesia, dianggap oleh sebagian kalangan masyarakat merupakan skenario yang dipaksakan oleh negara-negara maju kepada negara lemah dalam bidang politik, ekonomi, militer dan teknologi. Kedua, adanya trauma masa lalu berdasarkan pengalaman bahwa aparat keamanan dan sistem hukum untuk menangani terorisme untuk kepentingan kelompok penguasa dalam rangka mengembalikan kekuasaan otoriter seperti sebelumnya. Kedua hal tersebut menimbulkan keengganan masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses politik memerangi terorisme. Diperlukan resosialisasi, reintegrasi dan sekaligus keteladanan bahwa pertama, langkah-langkah yang dilakukan pemerintah adalah tidak diskriminatif, kedua, perang melawan terorisme adalah kebutuhan mendesak untuk melindungi WNI sesuai tujuan nasional yang diamanatkan dalam Pembukaan UUD 1945 dan ketiga, kerja sama dengan pihak asing dalam memberantas terorisme adalah keharusan agar tidak timbul korban yang tidak berdosa. Sebaliknya diperlukan keberanian masyarakat luas
untuk segera melaporkan bila menemukan indikasi atau kejadian-kejadian yang mengarah pada tindakan terorisme. Bertolak dari berbagai kegiatan yan dilakukan dalam implementasi strategi serta besaran, luas dan kompleksitas dampal teorisme, untuk dapat mengatasinya dipersyaratkan kemampuan-kemampuan yang harus dimiliki oleh Pemerintah dan Organisasi/Satuan Anti Teror. KONSEPSI PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TERORISME A. Strategi. Dengan berpedoman pada kebijaksanaan tersebut di atas dan untuk mewujudkan kemampuan segenap komponen bangsa dalam deteksi dini, penangkalan dini, dan pencegahan dini serta tindakan dini terhadap segala bentuk ancaman aksi Terorisme, maka dikembangkan strategi digunakan : 1. Strategi Jangka Pendek Sasaran yang ingin dicapai dalam penerapan strategi ini adalah: 1) Terwujudnya kesamaan dan kesatuan persepsi tentang Terorisme 2) Terbentuknya kepribadian komponen bangsa yang pancasilais, 3) Terbentuknya jiwa nasionalisme yang tinggi 4) Terwujudnya disiplin nasional Upaya yang harus ditempu dalam Strategi Jangka Pendek : 1) Untuk mewujudkan kesamaan persepsi bangsa tentang Terorisme. a) Pemerintah dengan tegas segera mengeluarkan statement secara resmi dalam rangka menghadapi Terorisme di Indonesia seperti “Pernyataan perang melawan Segala bentuk ancaman Terorisme di dunia. b) Pemerintah melakukan penyuluhan dan sosialisasi tentang bahaya ancaman Terorisme di Indonesia. c) Pemerintah melakukan pemekaran daerah di beberapa propinsi untuk mempermudah pengawasan.
2) Untuk membentuk kepribadian komponen bangsa yang pancasilais, diupayakan melalui: a) Edukasi formal, sejak dini mulai dan pendidikan pra sekolah hingga Perguruan Tinggi b) Edukasi non formal, melalui kegiatan penyuluhan dan sosialisasi 3) Untuk membentuk jiwa nasionalisme diupayakan melalui kegiatan: a) Pendidikan formal, harus dilakukan oleh Pemerintah terhadap masyarakat sejak pra sekolah sampai Perguruan Tinggi b) Pendidikan non formal, Pemerintah melakukan kegiatan penyuluhan dan sosialisasi 4) Untuk mewujudkan Disiplin Nasional diupayakan melalui: a) Pendidikan formal, harus dilakukan pemerintah dengan memberikan muatan materi pengetahuan pada kurikulum pendidikan meliputi mata pelajaran Kewarganegaraan, Kewiraan, Tata Krama dan Budi Pekerti sesuai dengan tingkat pendidikan mulai dan tingkat pendidikan dasar sampai dengan universitas b) Pendidikan non formal, dilakukan oleh pemerintah dengan melaksanakan kegiatan penyuluhan dan sosialisasi dengan materi penyajian tentang Peraturan Perundang-Undangan
2. Strategi Jangka Panjang : Sasaran yang ingin dicapai dalam penerapan strategi ini adalah: 1) Meningkatnya sikap keberanian dan kemampuan segenap komponen bangsa. 2)Terbentuknya komitmen yang kuat untuk melakukan langkah-langkah penindakan dini. 3)Terwujudnya perangkat nasional yang mampu menjalankan fungsi dan peranannya sesuai dengan kewenangan. 4) Meningkatnya peran serta segenap komponen bangsa terhadap aksi Terorisme di Indonesia.
Upaya yang harus ditempu dalam Strategi Jangka Panjang : Peningkatan
kualitas
dan
kapasitas
aparat
dalam
melakukan
pencegahan
dan
penanggulangan dini terhadap perkembangan ancaman Terorisme di Indonesia. 1) Untuk memelihara dan meningkatkan keberanian komponen bangsa, diupayakan melalui kegiatan: a) Sosialisasi tentang bahaya dan ancaman Terorisme b) Melakukan dialog interaktif dan komunikasi secara intensif 2) Untuk membentuk komitmen yang kuat bagi segenap komponen bangsa, diupayakan melalui kegiatan: a) Memberikan pengetahuan dan pemahaman tentang prosedur pencegahan dan penindakan dini b) Menyelenggarakan pelatihan pencegahan dan penindakan dini c) Membangun kesadaran akan tanggung jawab dan komitmen bersama. d) Melakukan pengawasan dan pengaturan kegiatan e) Meningkatkan kesiapsiagaan dan kewaspadaan semua komponen bangsa f) Menghilangkan faktor-faktor korelatif penyebab yang dapat dieksploitasi g) Meningkatkan pengamanan dan pengawasan h) Melakukan pengetatan pemberian dokumen i) Melaksanakan penertiban administrasi 3) Mewujudkan perangkat nasional yang mampu menjalankan fungsi dan peranannya dengan melakukan refungsionalisasi dan revitalisasi sebagai berikut: a) Aparat Intelijen. Refungsionalisasi dan revitalisasi aparat Intelijen dengan membuat aturan perundang-undangan yang mengatur masalah tentang InteIen di Indonesia. b) Tentara Nasional Indonesia (TNI). Diperlukan kekuatan hukum, sarana prasarana, anggaran yang memadai didukung dengan mekanisme dan prosedur operasional yang jelas.
c) Kepolisian Negara Republik Indonesia. Perlu diupayakan peningkatan kemampuan profesionalisme Polri khususnya pencegahan dan penanggulangan Tindak Pidana Terorisme, d) Criminal Justice System (CJS) e) Desk Koordinasi Pemberantas-an Terorisme (DKPT). f) Memperkuat dan memperta-hankan serta meningkatkan kerjasama g) Melakukan pengawasan terhadap lalu lintas serta mendeteksi terhadap kemungkinan para teroris memperoleh bahan peledak dan senjata. h) Memutus hubungan para teroris dengan sindikat kriminal lainnya. i) Mengembangkan prosedur dan mekanisme untuk mencegah adanya tempat pelarian dan tempat persembunyian para teroris. j) Meningkatkan pengamanan pada kepentingan-kepentingan internasional,. k) Memperluas pelaksanaan kerjasama dibidang investigasi, penuntutan dan ekstradiksi. 4) Untuk meningkatkan peran serta segenap komponen bangsa ditempuh melalui upaya pemberdayaan masyarakat dengan melakukan kegiatan: a) Melakukan komunikasi dan dialog b) Menggalakkan Siskamswakara di seluruh wilayah Indonesia dengan upaya: (1) Meningkatkan penertiban administrasi (2) Menggalakkan ketentuan wajib lapor (3) Membina sistem pengamanan swakarsa, (4) Menyiagakan perangkat tanggap darurat (5) Meningkatkan kerjasama internasional, c) Menjelaskan secara bijak dan diplomatis kepada dunia Internasional d) Menindaklanjuti MOU yang telah disepakati bersama
LIMA KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan. Pencegahan dan penanggulangan terorisme membutuhkan suatu kejasama secara menyeluruh. Selain kualitas dan kuantitas aparat yang telah dibentuk pemerintah juga perlu adanya dukungan terhadap kepedulian masyarakat, karena dengan melibatkan masyarakat penanggulanan dan pencegahan secara dini terhadap seluruh aksi atau kegiatan terorisme dapat dengan mudah diatasi. Sistem pertahanan dan keamanan semesta dimana TNI dan Polri merupakan elemen utama dalam menghadapi aksi kejahatan terotisme harus selalu melakukan koordinasi dengan instansi-instansi pemerintah lainnya atau dengan swasta atau elemen sipil lainnya karena dukungan dan koordinasi dalam mendeteksi dan mengatasi berbagai permasalah teroris akan mudah diatasi. Didalam pencegahan dan penanggulangan terorisme di Indonesia dibutuhkan suatu badan ekstra semacam lembaga anti terorisme nasional yang pengawakannya ditangani secara terpadu antara TNI dan Polri serta unsur masyarakat dengan dibawah satu komando pengendali. Selain peningkatan kerjasama baik antara lembaga didalam negeri perlu juga adanya kerjasama dengan lembaga-lembaga anti terorisme yang berada diluar negeri yang tentunya didasari oleh kerangka hukum, karena dengan dasar hukum yang kokoh akan menjadi dasar kebijakan nasional dan tindakan kita dalam memerangi terorisme. Selain itu dengan dasar hukum yang kuat diharapkan mampu melindungi berbagai kepentingan baik kepentingan publik maupun hak-hak asasi manusia. Saran. Rangkaian tindakan terorisme di Indonesia telah menelan banyak korban jiwa dan harta serta menghancurkan sendi-sendi kehidupan masyarakat. Mengungkap dan mendeteksi secara dini setiap aksi terorisme disarankan. Dalam rangka mencegah dan menanggulangi terorisme perlu segera adanya kerjasama menyeluruh antara aparat baik TNI maupun Polri serta dengan melibatkan seluruh lapisan masyarakat mulai tingkat RT dan RW. Pemerintah perlu melakukan penyuluhan dan sosialisasi tentang bahaya ancaman terorisme yang dimulai dari para tokoh masyarakat, tokoh agama dan tokoh pemuda serta kepada lapisan masyarakat paling bawah.
Pemerintah bersama DPR perlu segera melakukan penyempurnaan-penyempurnaan undangundang yang berkaitan dengan tindakan tindak pidana terorisme karena hal ini merupakan fondasi hukum yang kokoh dalam melindungi segala kepentingan masyarakat maupun hakhak asasi manusia. Pemerintah perlu segera meningkatkan kerjasama dengan negara-negara didunia dalam mencegah dan menanggulangi segala bentuk tindakan terorisme karena kegiatan terorisme di Indonesia sangat berkaitan dengan kegiatan terorisme internasional.
DAFTAR PUSTAKA 1. Kaelan. 2004. Pendidikan Pancasila. PARADIGMA. Yogyakarta 2. Darmodiharjo, Dardji. 1977. Orientasi Singkat Pancasila. Universitas Brawijaya. Malang 3. Sri Sumantri M, Refleksi HAM di Indonesia, hal 1-4 4. Menko Polhukam RI, 2006, “Pedoman Operasi Terpadu Dalam Penanganan Aksi Terorisme”, Desk Koordinasi Pemberantasan Terorisme, Jakarta 5. Menteri Hukum dan HAM, 2005, ”RPJMN 2004-2009”, Sinar Grafika, Cet-1, Jakarta. 6. Nihin DJ, H, 1999, ”Paradigma Baru Pemerintahan Daerah Menyongsong Milenium ketiga”, PT Mardimulyo, Cet-1, Jakarta. 7. Suradinata Ermaya, 2005, ” Hukum Dasar Geopolitik dan Geo Strategis Dalam Kerangka Keutuhan NKRI”, Suara Bebas, Cet-1, Jakarta. 8. _________________, 2006, ”Kumpulan Peraturan Perundangan Anti Terorisme”, Pustaka Yustisia , cet-1, Jakarta. 9. _________________, 2006, ”Kebijakan dan Strategi Nasional Pemberantasan Terorisme”, Desk Koordinasi Pemberantasan Terorisme, Jakarta.