1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Era globalisasi menuntut setiap rumah sakit untuk senantiasa meningkatkan kualitas demi meningkatkan efektivitas dan efisiensi dalam pencapaian tujuan organisasi. Rumah sakit terdiri dari berbagai elemen yang salah satunya adalah sumber daya manusia. Sumber daya manusia merupakan aset terpenting yang dimiliki rumah sakit, karena berperan sebagai motor penggerak dalam organisasi (Sahoo & Mishra, 2012). Rumah sakit dengan sumber daya manusia yang produktif akan mampu melaksanakan misi untuk mencapai visi yang telah ditetapkan. Perawat merupakan sumber daya manusia terbesar yang dimiliki rumah sakit yang berinteraksi dengan pasien dan keluarganya selama 24 jam. Oleh karenanya, perawat berperan strategis sebagai lini terdepan (keeper) di rumah sakit dalam memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas (Fasoli, 2010). Partisipasi
perawat
dalam
memberikan
pelayanan keperawatan yang berkualitas bagi pasien (Potter & Perry, 2005). Untuk meningkatkan kualitas pelayanan perawat, manajemen rumah sakit harus mampu memaksimalkan efektivitas, produktivitas dan inovasi perawat dengan mendorong sikap positif dalam bekerja dengan meningkatkan keterlekatan perawat (West & Dawson, 2012 dan Biswas & Bhatnagar, 2013). Keterlekatan didefinisikan sebagai hadirnya jiwa perawat saat menjalankan tugasnya (Kahn, 1990).
Keterlekatan perawat
adalah
perasaan yang dirasakan perawat dalam organisasi berupa motivasi dalam bekerja, memiliki keterlibatan, komitmen, keinginan besar, antusiasme, berfokus pada usaha, dan berenergi mewujudkan tujuan organisasi (Macey & Schneider, 2008) atau suatu sikap positif perawat terhadap organisasi dan nilai-nilai yang ada di dalamnya (Robinson, et al., 2004). Keterlekatan perawat merupakan pendekatan strategi untuk mempercepat kemajuan dan
1
2
pencapaian tujuan organisasi (Within the U.S
workforce, Gallup
organization‘s Gallup Workplace Audit 1992-1999 dalam Biswas & Bhatnagar, 2013). Keterlekatan terhadap rumah sakit bukanlah suatu hal yang terjadi secara sepihak. Rumah sakit dan perawat harus secara bersama-sama meningkatkan kondisi kondusif untuk mencapai komitmen yang dimaksud. Keterlekatan perawat memiliki pengaruh yang kuat terhadap kinerja perawat di suatu rumah sakit. Schaufeli, et al. (2006) menyebutkan dimensi keterlekatan adalah vigor, dedikasi dan absorpsi. Vigor dikarakteristikkan dengan tingkat energi tinggi dan mental yang kuat saat bekerja, kesediaan untuk berusaha investasi, tekun dan berani menghadapi kesulitan. Dedikasi merujuk pada kesungguhan pada satu pekerjaan dan merasakan pengalaman yang berarti, antusiasme, penuh inspirasi, bangga, dan menyukai pekerjaannya. Absorpsi dikarakteristikkan sebagai perawat yang memiliki konsentrasi penuh dan senang dalam suatu pekerjaannya, waktu terasa cepat berlalu dan perawat merasa sulit melepaskan diri dari pekerjaan dan rumah sakit. Greco, Laschinger & Wong, (2006) menyebutkan hal yang berlawanan dengan keterlekatan, yaitu dimensi burnout yang merupakan sindrom psikologis seperti: cepat merasa lelah, sinis dan tidak efisien. Hasil penelitian Ram (2011) dan Saks (2006) mengungkapkan bahwa keterlekatan karyawan berkaitan dengan karakteristik pekerjaan, penghargaan dan pengakuan, dukungan organisasi, dukungan supervisor, keadilan prosedur dan distributif.
Pendorong
timbulnya keterlekatan
karyawan menurut Sahoo & Mishra (2012) adalah pengembangan karir, dukungan pemimpin dan manajer, budaya kerja, pemberdayaan / pelatihan, kesempatan yang sama dan perlakuan yang adil, gaji dan keuntungan, komunikasi dan sosialisasi karyawan, gambaran diri, penilaian kinerja, kesehatan dan kenyamanan kerja, serta kerja sama dan kesejahteraan keluarga. Hasil penelitian Robinson, et al. (2004) mengungkapkan bahwa faktor keterlekatan telah menjadi pendorong perawat berperilaku positif
3
dan kemantapan psikologis sebagai bagian dari organisasi, berkomitmen dalam memberikan nilai tambah bagi organisasi dan menjadi pendorong organisasi dalam memberikan dampak positif terhadap retensi perawat, kinerja, kualitas, kepuasan dan loyalitas pelanggan serta kondisi finansial. Keterlekatan yang rendah dapat menyebabkan ketidakpuasan pelanggan eksternal dan internal, budaya sinis dan apatis serta produktivitas yang rendah (Schiemann, 2011). Givry (dalam Schiemann, 2011) mengatakan “kita tidak akan bisa mencapai hasil yang menakjubkan sesuai dengan yang diinginkan tanpa memenangkan hati dan pikiran perawat melalui keterlekatan mereka terhadap organisasi”. Welch (dalam Schiemann, 2011) menyebutkan 3 tolok ukur terpenting yang menunjukkan kesehatan rumah sakit, yaitu: keterlekatan karyawan, kepuasan pelanggan, dan arus kas yang positif. Sebuah studi yang dilakukan terhadap 40 perusahaan global menemukan
bahwa
perusahaan
dengan
persentase
karyawan
berketerlekatan tinggi tidak hanya memiliki retensi karyawan bertalenta, tetapi pendapatan operasionalnya meningkat 20% dan pendapatan per saham naik 28% per tahun. Sebaliknya, perusahaan yang memiliki karyawan
dengan
keterlekatan
rendah
menunjukkan
penurunan
pendapatan operasional sebanyak 33% dan pendapatan per saham sebesar 11% (Perrin, 2007). Survei Work Asia tahun 2007/2008 yang dilakukan oleh konsultan sumber daya manusia Watson Wyatt adalah survei tentang opini dan perilaku pada 6.500 karyawan yang dilakukan di 11 negara Asia Pasifik, termasuk Indonesia, Singapura, Malaysia, Filipina, Jepang, India, dan Australia. Hasil survei menunjukkan bahwa kompensasi dan keuntungan menjadi salah satu faktor pendorong utama keterlekatan karyawan di perusahaan. Survei ini mengungkapkan para karyawan yang tingkat keterikatannya
tinggi
akan
mengambil
tanggung
jawab,
fokus
berkntkontribusi terhadap sasaran perusahaan, loyalitas yang lebih besar
4
serta 2,5 kali lipat lebih bisa menjadi top performer, dibandingkan dengan rekan-rekannya yang tidak terlekat (Wyatt & Halim, 2007). Hasil Survei Work Indonesia mengungkapkan bahwa tingkat kepuasan karyawan di Indonesia rendah terhadap kompensasi dan benefit yang diterima dari perusahaan (51%) dan belum puas dengan tingkat komunikasi dengan manajemen. Hal yang merupakan alasan karyawan untuk pindah ke perusahaan lain adalah tawaran paket kompensasi yang lebih baik, meskipun hasil survei menunjukkan bahwa kesempatan karir yang lebih baik merupakan alasan tertinggi. Ketidakpuasan paling dirasakan oleh karyawan yang tingkat keterikatannya rendah, sementara di kalangan
karyawan
yang
tingkat
keterlekatannya
tinggi,
tingkat
kepuasannya atas kompensasi dan keuntungan lebih tinggi (Wyatt
&
Halim, 2007) Hasil survei National Health System (NHS) tentang kualitas pelayanan kesehatan dan manajemen staf yang dilakukan tahun 2006-2009 menunjukkan bahwa keterlekatan
sangat penting karena memiliki
hubungan yang signifikan terhadap kepuasan pasien, mortalitas pasien, tingkat infeksi, angka cek kesehatan per tahun, absensi dan turnover. Secara umum, staf yang memiliki keterlekatan yang lebih kuat memberikan hasil lebih baik bagi pasien dan organisasi (West, et al., 2011). Rumah Sakit Umum Provisi Nusa Tenggara Barat merupakan rumah sakit rujukan terbesar di wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat yang didirikan tahun 1947 dan merupakan rumah sakit pemerintah milik Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat. Rumah Sakit Umum Provinsi Nusa Tenggara Barat termasuk Rumah Sakit Kelas B pendidikan sesuai dengan SK Menteri Kesehatan RI nomor 13/MENKES/SK/I/2005 yang memiliki 304 tempat tidur (TT) dan perawat sebanyak 873 orang. Adapun distribusi pegawai RSU Provinsi Nusa Tenggara Barat sebagai berikut:
5
No. 1. 2. 3.
Tabel 1. Distribusi pegawai berdasarkan jenis kelamin Jenis kelamin Status Lakikeperawatan Perempuan laki 333 504 Pegawai 15 21 negeri sipil Pegawai tidak tetap (honor daerah) Perawat tidak tetap (pusat) Jumlah 348 525
Jumlah 837 36 -
873
Sumber: Bagian Umum dan Keperawatan
Jumlah perawat keseluruhan sebanyak 349 orang atau 40% dari keseluruhan karyawan. Adapun distribusi perawat di Rumah Sakit Umum Provinsi Nusa Tenggara Barat sebagai berikut:
Tabel 2. Distribusi perawat di RSU Provinsi NTB No.
Perawat RSUP NTB (873 orang)
Perawat berstatus PNS Perawat berstatus non PNS Jumlah perawat 1. 2.
Jumlah
Persentase
313 36
36 % 4%
349
40 %
Sumber: Bagian Umum dan Keperawatan
Perawat 349 orang tersebut ditempatkan di beberapa unit kerja yaitu: struktural 7 orang, rawat inap 203 orang, Instalasi Gawat Darurat 49 orang, rawat jalan 82 orang, dan Instalasi Bedah Sentral 22 orang. Rumah Sakit Umum Provinsi Nusa Tenggara Barat memiliki kapasitas tempat tidur 304 buah dengan jumlah tenaga perawat dan bidan di ruang rawat inap sebanyak 216 orang, dengan rincian perawat 203 orang dan bidan 13 orang, sehingga perbandingan jumlah tenaga perawat dan bidan (TPB) dengan tempat tidur (TT) = 216/304 = 1/1,4.
6
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Provinsi Nusa Tenggara Barat dari tanggal 10 Desember 2012 sampai dengan 28 Januari 2013, didapatkan hasil terdapat perawat yang tampak kurang antusias, sinis, bekerja berdasarkan rutinitas dan ada perawat fungsional yang berstatus pegawai negeri sipil yang keluar dari rumah sakit. Ada juga kelompok perawat yang mengancam demonstrasi karena menganggap pembagian insentif tidak adil, pembagian insentif belum berdasarkan kinerja, terdapat perawat yang sebelum datang operan telah minta pulang lebih dulu, ada juga perawat yang mengatakan “bosan bekerja dan ingin berhenti jadi perawat”. Hasil studi pendahuluan di salah satu ruang rawat inap mendapatkan data sebagai berikut:
Tabel 3. Data studi pendahuluan No
Indikator
Penemuan
1
Pemeriksaan kesehatan rutin perawat Kepuasan pasien Kejadian pulang paksa Wafat > 48 jam
Belum dilakukan 76,40% 6,6% 9,3%
2 3 4
Kepmenkes, 2008 no.129 (Standar pelayanan minimal) 1 kali per tahun ≥ 90%, < 5%, ≤ 0,24%
Sumber : Data salah satu ruang ranap & Bidang Keperawatan, 2012
Tabel di atas menunjukkan kurangnya tingkat kepuasan pasien, kejadian pulang paksa dan mortalitas yang tinggi. Hasil studi pendahuluan tersebut diprediksi terjadi karena rendahnya tingkat keterlekatan perawat terhadap pekerjaan dan rumah sakit. Berdasarkan hal tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang ada tidaknya hubungan antara karakteristik pekerjaan, penghargaan dan pengakuan, dukungan organisasi dan dukungan supervisor dengan keterlekatan perawat di RSU Provinsi Nusa tenggara Barat.
7
B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, disusun pertanyaan penelitian: “Apakah ada hubungan antara karakteristik pekerjaan, penghargaan dan pengakuan, dukungan organisasi, dan dukungan supervisor dengan keterlekatan perawat di RSU Provinsi Nusa tenggara Barat? ”.
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Mengukur hubungan antara karakteristik pekerjaan, penghargaan dan pengakuan,
dukungan
organisasi,
dan
dukungan
supervisor
dengan
keterlekatan perawat di RSU Provinsi Nusa tenggara Barat. 2. Tujuan khusus a. Mendeskripsikan karakteristik pekerjaan, penghargaan dan pengakuan, dukungan organisasi, dukungan supervisor, dan keterlekatan perawat di RSU Provinsi Nusa tenggara Barat. b. Mengukur hubungan antara karakteristik pekerjaan dengan keterlekatan perawat di RSU Provinsi Nusa Tenggara Barat. c. Mengukur
hubungan antara penghargaan dan pengakuan dengan
keterlekatan perawat di RSU Provinsi Nusa Tenggara Barat. d. Mengukur hubungan antara dukungan organisasi dengan keterlekatan perawat di RSU Provinsi Nusa Tenggara Barat. e. Mengukur hubungan antara dukungan supervisor dengan keterlekatan perawat di RSU Provinsi Nusa Tenggara Barat. f. Mengukur faktor yang paling besar memberikan kontribusi keterlekatan perawat di RSU Provinsi Nusa Tenggara Barat.
D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Manfaat praktis: Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi:
8
a. Masukan untuk meningkatkan produktivitas dan kinerja perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan serta loyalitas perawat terhadap rumah sakit dengan membangun dan meningkatkan keterlekatan perawat, sehingga dapat meningkatkan kepuasan dan loyalitas pasien. b. Masukan bagi pimpinan dan manajemen rumah sakit tentang pentingnya keterlekatan
perawat terhadap rumah sakit untuk mencapai tujuan
organisasi dan hasil yang memuaskan bagi pasien 2. Manfaat teoritis: a. Pembahasan tentang keterlekatan perawat di rumah sakit dan faktor-faktor yang mempengaruhinya belum banyak dilakukan, selanjutnya menjadi usulan untuk dapat dipelajari lebih mendalam di peminatan manajemen rumah sakit. b. Memberikan
kontribusi
bagi
pengembangan
batang
tubuh
ilmu
keperawatan serta menjadi pondasi tindakan keperawatan dan manajer keperawatan yang mendukung pelayanan yang aman dan efektif
3. Manfaat bagi penulis a. Dapat mengaplikasikan teori-teori yang didapat dari kampus tentang keterlekatan perawat. b. Memenuhi syarat untuk memperoleh kelulusan studi di Minat Utama Magister Manajemen Rumah Sakit Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada.
E. Keaslian Penelitian Adapun penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan keterlekatan perawat antara lain adalah sebagai berikut: 1. Penelitian yang dilakukan oleh Lipin (2012) tentang keterlekatan dokter spesialis di Eka Hospital BSD Tangerang dan Pekan Baru yang menggabungkan metode kuantitatif dan kualitatif (mixed method) dengan disain penelitian cross sectional. Penelitian tersebut mengungkapkan keterlekatan dokter spesialis di RS tidak dipengaruhi oleh sistem remunerasi
9
dan pola kemitraan, namun dipengaruhi oleh persepsi dokter spesialis mengenai dukungan RS berupa: kelengkapan fasilitas dan staf pendukung, visi dan misi RS serta peluang karir. 2. Survei peran mediatory keterlekatan karyawan yang dilakukan pada industri hotel di Yordania yang dilakukan oleh Ram (2011). Penelitian tersebut menggunakan metode statistik deskriptif dengan teknik pengambilan sampel snowball. Ram mengungkapkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara dukungan organisasi, dukungan supervisor, karakteristik pekerjaan, persepsi keadilan prosedur dan persepsi keadilan distributif dengan keterlektan karyawan. 3. Studi tentang evaluasi keterlekatan perawat berkaitan dengan emansipasi pengembangan praktik keperawatan. Penelitian dilakukan oleh
Newman,
Cashin, & Downie (2009) dengan menggunakan analisis kualitatif, dan mendapatkan hasil bahwa perawat yang terlekat dengan pekerjaan dan organisasinya memiliki emansipasi lebih tinggi dalam pengembangan praktik keperawatan dibandingkan dengan perawat yang keterlekatannya rendah. 4. Hasil penelitian berjudul Antecedents and Consequences of Employee Engagement
di Toronto Kanada yang dilakukan oleh Saks (2006),
mengungkapkan ada perbedaan yang signifikan antara karakteristik pekerjaan, perasaan terhadap dukungan organisasi, dukungan supervisor, penghargaan dan pengakuan serta keadilan prosedur dan distributif. Rancangan penelitian tersebut dengan survei dan melakukan tes sebuah model antecedents dan konsekuensi dari keterlekatan terhadap pekerjaan dan organisasi berdasarkan pada teori pertukaran sosial. Adapun persamaan dan perbedaan penelitian sebelumnya dengan penelitian yang penulis lakukan dapat diuraikan pada tabel di bawah ini:
10
Tabel 4. Keaslian penelitian No
Judul
Persamaan
Perbedaan
Keterlekatan dokter - Meneliti spesialis di Eka variabel Hospital BSD keterlekatan Tangerang dan tenaga Pekan Baru kesehatan di RS (Lipin, 2012) - Uji keterlekatan mengadopsi instrumen dari Utrecht Work Engagement Scale (UWES)
- Tempat penelitian adalah RS swasta, sedangkan tempat penelitian ini di RS pemerintah dan subjek penelitiannya dokter spesialis sedangkan penelitian penulis adalah perawat - Variabel bebasnya sistem remunerasi, pola kemitraan, persepsi terhadap dukungan RS, sedangkan variabel bebas penelitian penulis adalah karakteristik pekerjaan, dukungan organisasi dan penghargaanpengakuan, dan variabel terikatnya adalah keterlekatan perawat - Rancangan penelitian ini dengan menggunakan rancangan cross sectional dan metode kuantitatif dan kualitatif, sedangkan penelitian penulis menggunakan metode kuantitatif dengan rancangan cross sectional analitik
2.
Survei peran mediator keterlekatan karyawan: Evidence from the hotel industry in Jordan (Ram, 2011)
3.
Studi tentang evaluasi keterlekatan perawat berkaitan emansipasi pengembangan
- Tempat penelitian adalah di hotel sedangkan penulis akan melakukan penelitian di RS - Analisis penelitian ini dengan statistik deskriptif, dengan metode pengambilan sampel snowball, sedangkan penelitian penulis jenis penelitian kuantitatif observasional analitik dengan disain penelitian cross sectional, teknik pengambilan sampel simple random sampling - Variabel keterlekatan perawat sebagai variabel independen, sedangkan penulis menjadikan keterlekatan perawat sebagai variabel dependen - Menggunakan analisis kualitatif, sedangkan penulis menggunakan
1.
- Variabel independen dukungan organisasi, dukungan supervisor, dan karakteristik pekerjaan - Variabel dependen keterlekatan Variabel samasama mengukur tingkat keterlekatan perawat
11
4.
praktik: berdasarkan catatan harian rekan kerja di Australia (Newman, Cashin & Downie, 2009) - Variabel samaAntecedents and consequences of sama mengukur employee tingkat engagement di keterlekatan Toronto kanada - Analisis (Saks, 2006) menggunakan multiple regression analyses
metode kuantitatif
- Penelitian tersebut variabelnya antecedents and consequences of employee engagement sedangkan variabel bebas penelitian penulis adalah karakteristik pekerjaan, dukungan organisasi, dukungan supervisor, penghargaan dan pengakuan, sedangkan variabel terikatnya adalah keterlekatan perawat
Berdasarkan uraian tersebut di atas dan sepanjang pengetahuan penulis, penelitian tentang hubungan antara karakteristik pekerjaan, penghargaan dan pengakuan, dukungan organisasi dan dukungan supervisor dengan keterlekatan perawat di rumah sakit belum dilakukan oleh peneliti lain. Subjek penelitian sebelumnya kebanyakan pada karyawan perusahaan, hotel, bank dan sebagainya. Pada penelitian yang penulis lakukan
subjek penelitiannya adalah tenaga
kesehatan, yaitu perawat, di Rumah Sakit Umum Provinsi Nusa Tenggara Barat.