Perencanaan dan perancangan pencahayaan dan akustik ruang-ruang produksi pada rumah produksi audiovisual di yogyakarta Disusun Oleh :
Setiati Ardian Ivanty I .0298091
BAB I PENDAHULUAN
1. 1. JUDUL Perencanaan dan Perancangan Pencahayaan dan Akustik Ruang-ruang Produksi Pada Rumah Produksi Audiovisual di Yogyakarta 1. 2. PENGERTIAN JUDUL Rumah : - bangunan untuk tempat tinggal - bangunan pada umumnya (seperti gedung dan sebagainya).1 Produksi : - proses mengeluarkan hasil; penghasilan - hasil - pembuatan.2 Audiovisual : - bersifat dapat didengar dan dilihat - alat peraga bersifat dapat didengar dan dilihat seperti film.3 Yogyakarta : - ibukota propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta - kota pelajar dan kota budaya yang ternama di Indonesia. Pencahayaan : - penyinaran; pemberian cahaya (sinar).4
1
Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Kedua, Balai Pustaka, 1995. Ibid. 3 Ibid. 4 Ibid. 2
I-1
Akustik : - rancangan dan sifat khusus ruang rekaman, pentas, auditorium dan sebagainya - tempat rekaman atau reproduksi suara dilaksanakan - keadaan ruangan yang dapat mempengaruhi mutu bunyi.5 Pengertian : Perencanaan dan Perancangan Pencahayaan dan Akustik Ruang-ruang Produksi pada Rumah Produksi Audiovisual di Yogyakarta dapat diartikan sebagai suatu perencanaan tata cahaya dan tata suara pada ruang-ruang produksi yang merupakan bagian dari bangunan yang mewadahi proses produksi produk audiovisual dalam bentuk paket acara televisi, iklan maupun company profile, dimana bangunan ini terletak di wilayah Yogyakarta..
1. 3. LATAR BELAKANG 1. 3. 1. Umum Dalam menyusun Tugas Akhir ini penulis memilih obyek berupa Rumah Produksi Audiovisual di Yogyakarta, hal ini dilatarbelakangi oleh beberapa uraian sebagai berikut : A. Perkembangan Rumah Produksi Indonesia Bersamaan dengan berkembangnya Stasiun Penyiaran Televisi Swasta (SPTS), berkembang pula rumah-rumah produksi di Indonesia, maraknya rumah produksi audiovisual di Indonesia disebabkan dengan adanya kebijakan pemerintah melalui Keputusan Menteri Republik Indonesia No. 111 tahun 1990 tentang penyiaran pasal 32 ayat 2 yang mengatur tentang penayangan produk lokal sebanyak 80 % sedangkan produk impor 20 %. Rata-rata produk lokal di stasiun televisi swasta berjumlah 40-50% program lokal. Stasiun-stasiun televisi swasta berusaha untuk mencapai target yang diinginkan pemerintah dalam
5
pengisian
program
acara.
Hal
ini
merupakan
Ibid.
I-2
pasaran/market yang cukup luas bagi rumah produksi yang ada di Indonesia. Perkembangan Rumah Produksi Audiovisual diawali pada sekitar tahun 1970 dengan usaha iklan untuk sinema bioskop dan TVRI, sampai tahun 1981 dimana TVRI tidak lagi diperkenankan menayangkan iklan, sejak itu kegiatannya menurun drastis dan beralih ke usaha produksi video atau pelayanan jasa teknik video. Era kebangkitan Rumah Produksi Audiovisual, diawali dari keterbukaan TVRI yang mempercayakan beberapa acara sinetron kepada Rumah Produksi Audiovisual. Perkembangan makin
pesat
dengan
adanya
perkembangan
pertelevisian
nasional, sehingga di Jakarta, Bandung dan Surabaya muncul 200 rumah produksi audiovisual dan muncul pula organisasinya yaitu Asosiasi Rumah Produksi Indonesia (ARPI) pada tanggal 9 Oktober 1991. Kondisi rumah produksi yang berkembang di Jakarta, Bandung dan Surabaya berbeda-beda. Di Jakarta jumlah rumah produksi yang ada lebih banyak dibanding Bandung dan Surabaya. Hal ini disebabkan karena Jakarta merupakan pusat dari berbagai kegiatan di Indonesia, termasuk diantaranya kegiatan
di
bidang
broadcasting
(Stasiun
TV
Swasta),
perkantoran, perdagangan dan industri yang kesemuanya membutuhkan jasa Rumah Produksi Audiovisual. Namun hal tersebut tidak menutup kemungkinan bagi perkembangan Rumah Produksi Audiovisual di kota-kota besar lain di Indonesia, mengingat adanya kebijakan pemerintah yaitu tentang UU Penyiaran No. 32 tahun 2002, yang mengatur mengenai sistem penyiaran nasional Indonesia, ”Dalam sistem penyiaran nasional, terdapat lembaga penyiaran dan pola jaringan
I-3
yang adil dan terpadu yang dikembangkan membentuk stasiun jaringan dan stasiun lokal.”6 UU Penyiaran mulai berlaku efektif sejak disahkan (28 November 2002) dan memiliki masa transisi 5 tahun sebelum diberlakukan secara penuh. Pada saat ini lembaga penyiaran televisi di Indonesia (TVRI, RCTI, Indosiar, dll) semuanya berskala nasional. Pada saatnya nanti setelah diberlakukannya UU tersebut secara penuh (tahun 2007) lembaga penyiaran tersebut akan menjadi televisi lokal dan untuk mengembangkan diri harus membentuk jaringan di daerah-daerah. Perwujudannya nanti dapat dianalogikan seperti kondisi TVRI sekarang ini, dimana TVRI membentuk stasiun jaringan
dan memiliki stasiun-stasiun lokal / daerah.
Sehingga mau tidak mau agar bisa berkembang lembaga penyiaran swasta harus membangun stasiun televisi lokal di daerah-daerah
untuk
memperluas
jangkauan
siarannya.
Keberadaan televisi-televisi lokal tersebutlah yang nantinya akan mendukung berkembangnya rumah produksi audiovisual di daerah. Salah satu daerah di Indonesia yang sangat berpotensi bagi perkembangan rumah produksi audiovisual adalah D. I. Yogyakarta, yang termasuk sebagai salah satu kota budaya dan pariwisata yang cukup ternama di Indonesia. B. Kondisi dan Potensi Pengembangan Rumah Produksi di Yogyakarta Rumah produksi yang ada di Yogyakarta masih sedikit jumlahnya dan dari yang sedikit tersebut ada beberapa rumah produksi yang memiliki kerja sama reguler dengan stasiun televisi swasta nasional. Rumah Produksi di Yogyakarta terdiri dari berbagai jenis yaitu yang memiliki konsep alami dengan
6
http://www.kompascybermedia.com, 5 September 2002.
I-4
penyediaan studio alam dan penataan bangunannya perkelompok kegiatan pada lokasi yang kental dengan nuansa alamnya maupun Rumah Produksi yang memiliki konsep umum yaitu dengan bangunan seperti kantor-kantor pada umumnya dengan tipe satu bangunan tinggi atau besar. Kondisi Rumah Produksi di Yogyakarta cukup baik dengan mengingat bahwa Yogyakarta memiliki potensi untuk perkembangan rumah produksi. Adapun potensi-potensi yang dimiliki D. I. Yogyakarta yang mendukung pengembangan Rumah Produksi Audiovisual adalah : 1. Ramai dengan aktifitas seni audiovisual Kota Yogyakarta selalu ramai dengan aktifitas seni audiovisual, tidak hanya pada saat ini, beberapa tahun yang lalu saat produksi film nasional masih berada dalam puncak kejayaannya, kota Yogyakarta selalu menarik untuk dijadikan lokasi dari kegiatan seni audiovisual. Beberapa hal yang menyebabkan adalah suasana tradisionalnya yang sangat kental dan dukungan senimannya yang tidak pernah surut.7 Table 1. 1. Kegiatan Produksi Audiovisual di Yogyakarta
Jenis Kegiatan Film cerita Film non cerita Sinetron Film Dokumenter Video Klip Video Karaoke Iklan Company Profile
1995 8 13 75 5 5 9 1 12
Jumlah Kegiatan 1996 1997 9 6 15 15 89 80 3 3 7 7 15 15 2 2 11 8
1998 6 15 80 3 7 15 2 8
Sumber : Data Kegiatan Kesenian, Kantor Statistik, Propinsi D. I. Yogyakarta.
2. Sumber Daya Manusia yang melimpah Selain itu potensi lainnya adalah sumber daya manusia, sebagai
kunci
pokok
kelangsungan
Rumah
Produksi
Audiovisual. Di Yogyakarta, pendidikan khusus untuk 7
Teguh Karya, “Potensi PH di Yogyakarta”, Kedaulatan Rakyat, kolom 3-4.
I-5
menggali dan menghasilkan sumber daya manusia di bidang seni audiovisual tumbuh dimana-mana, di jalur formal seperti Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta yang menyediakan jurusan media rekam dan jurusan teater, Universitas Gajah Mada yang menyediakan jurusan televisi pada fakultas soaial politiknya, Akademi Seni Drama dan Film Indonesia (ASDRAFI) maupun Pusat Pelatihan MMTC (Multi Media Training Center) dimana termasuk lembaga pendidikan paling canggih dan terlengkap di Asia. Di jalur informal terdapat banyak lembaga-lembaga swasta yang menyediakan kursus atau pelatihan di bidang audiovisual. 3. Kondisi alam Yogyakarta yang masih asri Potensi lain yaitu kondisi alam kota Yogyakarta yang belum terganggu, masih banyak tempat-tempat yang bisa memenuhi kebutuhan artistik untuk setting lokasi sebuah produksi audiovisual. Dalam aplikasinya, setiap produksi audiovisual selalu mencoba mencari sesuatu yang eksotik, sehingga orisinalitas arsitektur dan alam Yogyakarta yang khas selalu dicari tanpa perlu takut terkikis oleh bangunanbangunan yang menjadi stereotype kota industri, dimana optimalisasi
ruang
menjadi
lebih
penting
ketimbang
keindahan, karena kota kosmopolitan tersebut sudah banyak ada di Indonesia.8 Dengan adanya kebijakan Pemerintah tentang UU penyiaran serta dengan berbagai potensi penunjang kegiatan produksi audiovisual maka kemungkinan peningkatan akan kebutuhan rumah produksi audiovisual di Yogyakarta akan meningkat.
1. 3. 2. Khusus
8
Bambang JP, Kedaulatan Rakyat, Loc.cit.
I-6
Rumah
Produksi
Audiovisual
sesuai
pengertian
judul
merupakan wadah dari serangkaian proses produksi audiovisual serta merupakan wadah diadakannya interaksi dan transaksi dengan klien pemesan. Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa kegiatan utama yang ditampung Rumah Produksi Audiovisual adalah kegiatan produksi. Kegiatan produksi audiovisual ini meliputi beberapa tahap yaitu 9: a. Pra Produksi Praproduksi (pre production) atau perencanaan, adalah semua kegiatan sampai dengan pelaksanaan liputan (shooting). Yang termasuk praproduksi antara lain : Penuangan ide (gagasan) ke dalam outline, pembuatan format / skenario / treatment, script, storyboard, program meeting, hunting (peninjauan
lokasi
liputan),
production
meeting,
technical meeting, pembuatan dekorasi dan lain-lain. b. Set Up and Rehearsal Setup merupakan tahapan persiapan yang bersifat teknis dan dilakukan anggota inti bersama kerabat kerjanya, sejak dari mempersiapkan peralatan yang akan digunakan baik untuk keperluan di dalam studio maupun di luar studio, sampai mempersiapkan denah untuk setting lampu, mikrofon, maupun tata dekorasi. Rehearsal / latihan merupakan tahap latihan yang tidak saja berlaku bagi para artis pendukungnya tetapi juga bagi anggota kerabat kerja sejak dari switcher, penata lampu, penata suara, floor director, kamerawan, sampai pengarah acaranya sendiri. Dalam latihan ini dipimpin langsung oleh Pengarah Acara. c. Produksi Produksi (production) atau peliputan, adalah seluruh kegiatan liputan (shooting) untuk visualnya dan perekaman (recording) 9
Alan Wurtzel, Television Production, Second Edition, McGraw Hill Book Company, New York, 1985 dan Hasil Wawancara dengan Bp. Tri dari Studio Audiovisual PUSKAT, Yogyakarta.
I-7
untuk audionya baik di studio indoor maupun outdoor, yang merupakan upaya untuk mengubah bentuk naskah menjadi bentuk audiovisual. Proses liputan (shooting) ini yang juga disebut taping, bisa menggunakan satu kamera atau lebih dari satu macam kamera tergantung dari kebutuhannya. d. Pasca Produksi Pasca produksi (post production) atau penyuntingan, adalah semua kegiatan setelah proses peliputan / shooting / taping yang merupakan tahap penyelesaian atau penyempurnaan dari proses produksi yang berupa pita auditif maupun audiovisual, sampai materi itu dinyatakan selesai dan siap disiarkan / diputar kembali. Yang termasuk pasca produksi antara lain : editing / penyuntingan, manipulating, subtitle, title, ilustrasi dan efek.
e. Quality Control Quality Control ini adalah pengawasan kualitas atau seleksi terhadap hasil produksi yang telah jadi. Quality Control ini dilakukan oleh pihak klien dengan produser sehingga apabila ada hal yang kurang sesuai pada produk audiovisual dapat segera dilakukan perbaikan sesuai keinginan klien. Kelima tahap produksi tersebut membutuhkan ruang-ruang yang mampu mewadahi aktifitas mereka yang disebut ruang-ruang produksi. Ruang-ruang produksi tersebut agar dapat berfungsi dengan baik membutuhkan beberapa persyaratan khusus, diantaranya yang paling berpengaruh adalah pencahayaan dan akustik. Setiap bangunan memang harus diperhatikan mengenai pencahayaan dan akustiknya, terutama pada bangunan Rumah Produksi Audiovisual khususnya ruang-ruang produksi karena akan mempengaruhi kualitas dari produk audiovisual yang dihasilkan.
I-8
Oleh karena itu pada perencanaan dan perancangan Rumah Produksi Audiovisual ini ditekankan pada perancangan pencahayaan dan akustik pada ruang-ruang produksi dimana hal tersebut sangat berperan dalam menghasilkan produk audiovisual yang bermutu dan terjaga kualitasnya.
I. 4. PERMASALAHAN & PERSOALAN 1. 4. 1. Permasalahan Permasalahan dalam perancangan ini adalah bagaimana rancangan Rumah Produksi Audiovisual dengan ruang-ruang produksi yang mengikuti standar pencahayaan dan akustik yang baik sehingga kualitas produk audiovisual terjaga. 1. 4. 2. Persoalan · Bagaimana menentukan kegiatan, pengelompokan kegiatan dan besaran ruang serta pola peruangan pada Rumah Produksi Audiovisual di Yogyakarta. · Menentukan lokasi yang sesuai untuk rumah produksi, dengan berdasarkan pertimbangan perancangan ruang-ruang produksi, kemudahan akses dan kondisi lingkungan. · Mewujudkan ungkapan bentuk dan fisik bangunan yang sesuai dengan perancangan ruang-ruang produksi, karakter rumah produksi serta sesuai dengan kondisi sekitar. · Pemilihan sistem konstruksi yang sesuai dengan bentuk bangunan dan yang telah memenuhi persyaratan keamanan baik sistem keamanan lingkungan maupun sistem keamanan bangunan. · Mewujudkan sistem utilitas pada Rumah Produksi Audiovisual di Yogyakarta dengan mempertimbangkan fungsi bangunan. · Mewujudkan rancangan ruang-ruang produksi yang memenuhi tuntutan persyaratan fungsional, pencahayaan dan akustik.
I. 5. TUJUAN I-9
1. 5. 1. Tujuan Menyusun konsep perencanaan dan perancangan Rumah Produksi Audiovisual dengan ruang-ruang produksi yang mengikuti standar pencahayaan
dan akustik sehingga kualitas produk
audiovisual dapat terjaga. 1. 5. 2. Sasaran ·
Konsep peruangan
·
Konsep penentuan tapak
·
Konsep tampilan bangunan
·
Konsep struktur
·
Konsep utilitas
·
Konsep rancangan ruang-ruang produksi
1. 6. BATASAN DAN LINGKUP PEMBAHASAN 1. 6. 1. Batasan · Pembahasan dibatasi pada masalah-masalah yang berkaitan dengan konseptual perencanaan dan perancangan Rumah Produksi Audiovisual di Yogyakarta. · Rencana induk kota Yogyakarta merupakan pedoman dalam pemilihan lokasi. · Pembiayaan dan dana dianggap ada dan memenuhi serta dapat mendukung proses desain nantinya. 1. 6. 2. Lingkup Pembahasan Pembahasan ditekankan pada lingkup disiplin ilmu arsitektur terutama perencanaan fisik arsitektur, sedangkan disiplin ilmu lain dibahas bila terkait dengan pembahasan.
I. 7. METODOLOGI Penulisan dilakukan dengan metode :
I-10
a. Studi mengenai persyaratan standar pencahayaan dan akustik ruangruang produksi serta hal-hal yang mempengaruhi kualitas pencahayaan dan akustik yang baik. b. Aplikasi teori pencahayaan dan akustik pada ruang-ruang produksi terhadap bangunan Rumah Produksi Audiovisual.
I. 8. SISTEMATIKA BAB I
PENDAHULUAN Meliputi pengertian judul, latar belakang, permasalahan, tujuan, metodologi dan sistematika.
BAB II TINJAUAN
KEGIATAN
PRODUKSI AUDIOVISUAL DI
YOGYAKARTA Meliputi
prospek
kegiatan
produksi
audiovisual
di
Yogyakarta, macam produk audiovisual yang diminati dan studi kasus rumah produksi audiovisual di Yogyakarta.
BAB III RUMAH PRODUKSI AUDIOVISUAL DI YOGYAKARTA YANG DIRENCANAKAN Meliputi pengertian, tujuan, struktur organisasi, pemakai bangunan, kegiatan, pola kegiatan. BAB IV PERENCANAAN
DAN
PERANCANGAN
BANGUNAN
RUMAH PRODUKSI AUDIOVISUAL Proses perancangan bangunan Rumah Produksi Audiovisual yang meliputi analisa peruangan, penentuan lokasi, perancangan tapak, tampilan bangunan, struktur dan utilitas yang disertai dengan pengambilan kesimpulan sebagai konsep. BAB V RANCANGAN RUANG PRODUKSI PADA BANGUNAN RUMAH
PRODUKSI
PERSYARATAN
AUDIOVISUAL
FUNGSIONAL,
BERDASARKAN
PENCAHAYAAN
DAN
AKUSTIK
I-11
Meliputi
perancangan
ruang-ruang
produksi
yang
memperhatikan persyaratan fungsional, pencahayaan dan akustik.
BAB II TINJAUAN KEGIATAN PRODUKSI AUDIOVISUAL DI YOGYAKARTA
2. 1. PROSPEK KEGIATAN PRODUKSI AUDIOVISUAL DI YOGYAKARTA Perkembangan kegiatan produksi audiovisual di Yogyakarta berpotensi untuk semakin meningkat. Hal ini seperti dijelaskan pada bab sebelumnya salah satunya didukung oleh kebijakan Pemerintah mengenai UU Penyiaran No. 32 tahun 2002 yang menyatakan tentang pengembangan stasiun jaringan dan stasiun lokal di daerah agar sistem penyiaran nasional mempunyai lembaga penyiaran dan pola jaringan yang adil dan terpadu. Realisasi dari UU Penyiaran tersebut terlihat dari makin maraknya stasiun-stasiun TV Swasta yang bermunculan di daerahdaerah termasuk di Yogyakarta. Stasiun TV Swasta yang belum lama berdiri di Yogyakarta adalah Jogja TV yang memiliki jangkauan siaran hingga ke daerah sekitar Yogyakarta. I-12
Televisi merupakan media penayangan produk audiovisual yang terbesar karena tayangan acara televisi yang berjumlah cukup banyak dan memiliki beragam jenis acara. Stasiun TV Swasta di daerahdaerah tersebut menyiarkan sebagian besar tayangan-tayangan produksi lokal, termasuk diantaranya TVRI Jogja dan Jogja TV. Kegiatan produksi untuk tayangan lokal di Yogyakarta sendiri akan semakin produktif karena didukung oleh potensi yang dimiliki berupa : ·
Aktifitas seni yang cukup tinggi terutama untuk seni tradisional
·
Sumber daya manusia yang cukup melimpah meliputi pekerja seni serta pekerja teknis produksi audiovisual. Hal ini didukung oleh jalur-jalur pendidikan dan pelatihan yang terdapat di Yogyakarta, seperti Institut Seni Indonesia (ISI) dan Akademi Seni Drama dan Film Indonesia (ASDRAFI) untuk kegiatan seni serta Pusat Pelatihan MMTC (Multi Media Training Centre) untuk kegiatan teknis produksi audiovisual.
·
Kondisi alam yang masih asri sehingga apabila suatu produksi audiovisual membutuhkan setting alam yang masih asri dapat memanfaatkan lokasi-lokasi yang asri tersebut.
Oleh karena itu, perkembangan kegiatan produksi audiovisual di Yogyakarta akan semakin berkembang seiring dengan perkembangan pertelevisian lokal di Yogyakarta. Perkembangan perusahaan-perusahaan besar di Yogyakarta juga dapat mempengaruhi perkembangan kegiatan produksi audiovisual. Perusahaan-perusahaan besar tersebut memerlukan company profile untuk keperluan pemasaran, yang harus sering di update seiring dengan perkembangan perusahaan. Company profile ini berupa produk audiovisual sehingga kegiatan produksi audiovisual juga semakin berkembang seiring dengan perkembangan perusahaanperusahaan besar di Yogyakarta. 2. 2. MACAM PRODUK AUDIOVISUAL YANG BERKEMBANG DI YOGYAKARTA Berdasarkan uraian mengenai kegiatan produksi audiovisual di atas maka dapat disimpulkan macam produk audiovisual yang berkembang di Yogyakarta adalah : a. Program acara televisi, berupa : · Acara kesenian tradisional seperti wayang dan ketoprak. I-13
· Acara musik, baik pergelaran musik tradisional maupun bukan. · Acara komedi seperti lawak. · Acara drama seperti sinetron, cerita anak. · Acara talkshow seperti dialog dengan tokoh-tokoh penting masyarakat Yogyakarta.
b. Iklan, berupa : · Iklan acara televisi yang dapat berbentuk animasi atau lainnya. · Iklan radio. c. Company Profile, berupa informasi tentang suatu perusahaan. 2. 3. STUDI KASUS RUMAH PRODUKSI AUDIOVISUAL DI YOGYAKARTA Studi kasus terhadap rumah produksi di Yogyakarta ini dilakukan untuk memahami lebih jauh mengenai kegiatan produksi audiovisual dan ruang-ruang yang mewadahi kegiatan tersebut. A. Shandhika Widya Sinema Rumah produksi Shandhika Widya Cinema terletak di Jl. Parangtritis, Yogyakarta. Bangunan rumah produksi ini berupa rumah tinggal yang ditata ulang sebagai kantor, dimana letaknya di sekitar daerah pemukiman yang cukup padat. Oleh karena itu jika dilihat dari luar memang bangunan ini tidak mencerminkan sebagai bangunan kantor, yang menjadi penunjuk bahwa bangunan ini merupakan kantor adalah adanya papan nama besar di halaman depan. Luas bangunan ini cukup minim untuk sebuah kantor yaitu ± 300 m2 dan terdiri dari ruang tamu, ruang kantor (ruang rapat, pengelola, staf), ruang produksi dan ruangruang servis. Ruang-ruang produksi yang dimiliki dan kondisinya : · Ruang Editing Ruang ini memiliki luasan ± 9 m2 dan dilengkapi dengan komputer grafik. Ruangan ini terletak di bagian belakang bangunan untuk menghindari kebisingan dari jalan utama (entrance). I-14
Rumah Produksi Shandhika Widya Cinema ini merupakan cabang dari Jakarta, karena keterbatasan dana fasilitas yang dimiliki sangat sederhana dan kurang sesuai standar. B. Studio Audiovisual PUSKAT Studio Audiovisual PUSKAT terletak di Jl. Kaliurang Km. 8,5 Sleman, Yogyakarta. Studio ini selain menyediakan sarana dan prasarana produksi audiovisual juga menyediakan sarana dan prasarana untuk training, meeting dan wisata dengan menghadirkan suasana alam. Konsep dari nuansa alam tersebut terlihat dari adanya pepohonan yang masih banyak terdapat di lokasi ini serta bangunanbangunan yang ada terkesan ringan karena massa yang kecil sehingga terasa seperti berada dalam sebuah perkampungan. Massa bangunan yang relatif kecil tersebut dikarenakan penataan bangunanbangunan yang terpisah-pisah tersebut sesuai dengan fungsinya masing-masing. Adapun bangunan-bangunan yang ada dalam wilayah Studio Audiovisual PUSKAT ini adalah kantor pusat, studio audiovisual, kolam renang, tempat ibadah, restoran, tempat-tempat penginapan serta tempat-tempat shooting dan wisata yang berupa pondok-pondok yang unik, panggung terbuka dengan bangku penonton serta panggung atau tempat hiburan anak.
Gbr 2.1. Bangunan studio audiovisual PUSKAT Yogyakarta, di dalamnya terdiri dari r. studio, r. training, r. editing, r. control dan r. penyimpanan master.
Sumber : Dokumen pribadi.
I-15
Gbr. 2. 2. Bangku penonton pada panggung terbuka dimana panggung ini dapat digunakan untuk kegiatan syuting maupun sebagai tempat untuk mengadakan pertunjukkan. Sumber : Dokumen pribadi.
Gbr. 2. 3. Pondok-pondok unik yang dapat dimanfaatkan sebagai tempat syuting, tempat wisata dan juga sekaligus sebagai tempat pertemuan. Sumber : Dokumen pribadi.
Gbr. 2. 4. Pondok-pondok ini merupakan salah satu tipe tempat penginapan yang terdapat di Studio Audiovisual PUSKAT. Sumber : Dokumen pribadi.
I-16
Selain itu di lokasi yang cukup luas ini tidak terdapat pembatas yang masif dengan perkampungan penduduk sehingga suasana yang sangat asri di perkampungan semakin terasa pada area ini. Khusus
pada
bangunan
Studio
Audiovisual
penulis
memperoleh kesempatan untuk mengamati ke dalam bangunan. Bangunan Studio Audiosvisual ini terdiri dari ruang tamu (lobby), r. Kantor (r. Staf) yang terdiri dari 6 ruang yang dibatasi sekat, ruangruang produksi serta lavatory. Untuk ruang-ruang produksi akan dijelaskan pada uraian sebagai berikut : ·
Ruang Studio Rekaman Audiovisual Ruangan ini memiliki luasan ± 50 m2 dengan bentuk pentagon. Bentuk pentagon ini dipilih dengan pertimbangan bangunan produksi ini kecil sehingga ruangan studio ini diharapkan dapat memiliki spotspot untuk peletakan kamera dengan jarak yang cukup jauh dan batas pandang yang cukup lebar.
Kamera
Jarak cukup jauh dan arah pandang luas. Obyek syuting
Gbr. 2. 5. Pemilihan bentuk pentagon pada ruang studio dengan pertimbangan agar diperoleh jarak pandang cukup jauh pada ruang Pada dinding dan plafon digunakan bahan softboard, sedangkan lantai menggunakan karpet biru yang berfungsi sebagai peredam.
I-17
Gbr. 2. 6. Suasana ruang studio audiovisual saat kegiatan syuting film boneka. Sumber : Dokumen pribadi.
Pada studio ini terdapat berbagai macam jenis lampu untuk keperluan syuting. Lampu-lampu ini ada yang menggunakan tiang sehingga mudah dipindah dan ada juga yang digantung dengan grid atau rel di plafon setinggi 3,5 m yang dapat diatur melalui ruang control lighting.
Gbr. 2. 7. Tata lampu pada studio rekaman audiovisual yang menggunakan grid atau rel. Sumber : Dokumen pribadi.
Dari ruang studio rekaman ini juga dapat melihat ke ruang control melalui jendela kaca yang tertutup.
I-18
·
Ruang Control Ruang control pada bangunan ini ada 2 jenis yaitu Ruang Control Audiovisual dan Ruang Control Lighting. Kedua ruangan ini letaknya bersebelahan dengan Ruang Studio Rekaman yang dihubungkan dengan jendela kaca tertutup.
Gbr. 2. 9. Suasana r. control audiovisual dan r. control lighting. Sumber : Dokumen pribadi.
·
Ruang Editing Ruang editing pada bangunan ini ada 3, yaitu 2 ruang editing digital yang menggunakan komputer grafik dan 1 ruang editing analog yaitu
I-19
proses editing dari tape ke tape. Ketiga ruangan ini memiliki luasan yang hampir sama yaitu ± 10 m2.
Gbr. 2. 10. Kondisi r. editing analog dan r. editing digital. Sumber : Dokumen pribadi.
·
Ruang Quality Control Ruangan ini cukup luas ± 50 m2 dengan bentuk persegi. Pada ruangan ini dilengkapi dengan screen dan proyektor untuk memutar hasil produk audiovisual. Ruangan juga ditata untuk keperluan meeting.
Gbr. 2. 11. R. Quality Control dengan lampu yang ditata berjenjang. Sumber : Dokumen pribadi.
·
Ruang Gudang Peralatan Ruangan ini walaupun hanya sebagai gudang penyimpanan namun harus tetap diperhatikan persyaratan ruangnya. Karena barang-barang yang disimpan merupakan peralatan-peralatan penting maka ruangan ini harus memenuhi syarat kebersihan dan sejuk. Gudang peralatan ini I-20
terdiri dari 3 ruang yaitu gudang peralatan kamera, gudang peralatan lighting dan gudang peralatan setting.
Gbr. 2. 12. Kondisi gudang peralatan lighting. Sumber : Dokumen pribadi.
·
Ruang Artistik Ruang artistik ini terletak di luar bangunan studio audiovisual, akan tetapi berdiri sendiri sebagai sebuah bangunan. Pada ruang ini terdapat kegiatan artistik untuk membuat hiasan atau dekorasi sebagai perlengkapan syuting.
Gbr. 2. 13. Bangunan r. artistik dilihat dari luar. Sumber : Dokumen pribadi.
I-21
Gbr. 2. 14. Suasana r. artistik dilihat dari dalam. Sumber : Dokumen pribadi.
BAB III RUMAH PRODUKSI AUDIOVISUAL DI YOGYAKARTA YANG DIRENCANAKAN
3. 1. PENGERTIAN Rumah Produksi yang direncanakan di Yogyakarta merupakan suatu wadah usaha yang mampu menampung dan memenuhi tuntutan kebutuhan dari I-22
berbagai aktifitas dan fasilitas dalam memproduksi paket acara televisi seperti film, sinetron, animasi, juga memproduksi video klip, iklan serta company profile yang sesuai dengan tuntuan klien maupun khalayak, secara aktif dan kreatif yang didukung dengan ruang-ruang produksi yang dirancang dengan pencahayaan dan akustik yang memenuhi standar sehingga dapat diperoleh kualitas produk audiovisual yang baik.
3. 2. TUJUAN Tujuan Rumah Produksi Audiovisual yang direncanakan adalah untuk memenuhi tuntutan kebutuhan masyarakat akan informasi, hiburan, pendidikan dan promosi melalui media televisi yang sesuai dengan latar belakang budaya sendiri dengan kualitas produk yang baik dan selalu mengikuti perkembangan teknologi. Dengan semakin maraknya persaingan materi tayangan pada stasiunstasiun televisi maka untuk menjadikan materi tayangan lokal sebagai raja di negeri sendiri harus dilakukan peningkatan kualitas isi materi tayangan dan penerapan teknologi audiovisual yang selalu mengikuti perkembangan.
3. 3. STRUKTUR ORGANISASI Rumah Produksi Audiovisual yang direncanakan ini merupakan rumah produksi terpadu yang memproduksi paket acara televisi (film, sinetron, animasi, kuis), video klip, iklan dan company profile yang dapat dikemas dalam berbagai media audiovisual elektronik (video tape, video cassette, disc, disket, dll) dengan obyek pemasaran untuk khalayak umum maupun melalui broadcast. Sehingga rumah produksi yang direncanakan ini mempunyai unit kerja yang cukup baragam sesuai jenis acara yang diproduksi. Selain itu rumah produksi yang direncanakan ini merupakan wadah usaha yang berdiri sendiri (swasta). Secara struktural, organisasi rumah produksi audiovisual di Yogyakarta digambarkan sebagai berikut : Direktur Utama
Wakil Direktur Public Relation
I-23
Sekretaris
Skema 3-1. Struktur organisasi rumah produksi audiovisual.
3. 4. PEMAKAI BANGUNAN Sasaran pemakai bangunan adalah : · Pengelola · Mitra kerja / klien · Artis / pengisi acara · Kerabat kerja produksi
3. 5. KEGIATAN RUMAH PRODUKSI AUDIOVISUAL DI
I-24
YOGYAKARTA 3. 5. 1. Kegiatan Utama Merupakan kegiatan inti rumah produksi yang meliputi : a. Pre production Merupakan tahap perencanaan, pengadaan, persiapan produksi yang meliputi kegiatan : -
Meeting
-
Perencanaan awal produksi
-
Pembuatan skenario, script, story board
-
Perencanaan teknis produksi
-
Set up
-
Rehearsal
-
Persiapan studio, dll.
b. Production Merupakan tahap pengambilan gambar atau suara, dengan peliputan, perekaman dan pengontrolannya untuk audio maupun visual yang meliputi kegiatan : -
General rehearsal
-
Taping / shooting
-
Controlling
-
Recording
-
Animasi / Virtual Reality, dll.
c. Post production Merupakan
tahap
penyelesaian,
penyempurnaan
proses
produksi dan evaluasi hasil akhir yang meliputi kegiatan : -
Editing
-
Quality process
-
Dubbing, sound effect, sound mixing
-
Manipulating, special effect, ilustrasi, animasi
-
Pengisian subtitle, title, grafik I-25
-
Recording
-
Preview / evaluasi
-
Arsip, dll.
3. 5. 2. Kegiatan Penunjang Merupakan kelompok kegiatan yang dapat menunjang kegiatan utama proses produksi pada rumah produksi, yang meliputi : a. Kegiatan pengelola -
Kegiatan administrasi / keuangan
-
Kegiatan personalia
-
Kegiatan pemasaran dan pelayanan klien
b. Kegiatan pelengkap dan perawatan produksi -
Kegiatan diklat / training
-
Kegiatan kepustakaan
-
Kegiatan workshop
-
Kegiatan perawatan sarana dan prasarana produksi
3. 5. 3. Kegiatan Servis Merupakan kegiatan yang dapat melayani kegiatan utama maupun penunjang dan perawatan bangunan, yang meliputi : a. Kegiatan maintenance / pemeliharaan / perawatan b. Kegiatan pelayanan (keamanan, cafe, musholla, shop, dll.)
3. 6. POLA KEGIATAN Pada rumah produksi yang direncanakan ini terdapat pola kegiatan, yang diklasifikasikan berdasarkan pelaku kegiatan. Pelaku kegiatan adalah sasaran pemakai bangunan rumah produksi ini. Adapun pola kegiatan dari masing-masing unsur pelaku kegiatan adalah sebagai berikut : a. Kegiatan Mitra Kerja / Klien / Pengunjung Datang
Receptionist / Information
- Pemesan produk - Kontrak kerja - Menyaksikan pelaksanaan produksi - Preview / evaluasi hasil produk
Pergi I-26
Parkir
Tunggu
- Café - Movie Shop - Service
Skema 3-2. Pola kegiatan mitra kerja / klien / pengunjung
b. Kegiatan Artis / Pengisi Acara Receptionist / Information
Datang
-
Kontrak kerja Mempelajari naskah Rehearsal Persiapan Hair, Make up, Wardrobe
- Tunggu - Istirahat - Service
Parkir
- Taping / shooting - Recording (untuk pengisi suara)
Pergi
Skema 3-3. Pola kegiatan artis / pengisi acara
c. Kegiatan Pengelola
Datang
-
Pimpinan Personalia Administrasi Keuangan Pemasaran Perpustakaan Diklat / Training Teknis Produksi Pelayanan Maintenance
- Rapat - Istirahat - Service Pulang
I-27
Parkir Skema 3-4. Pola kegiatan pengelola
d. Kegiatan Kerabat Kerja Produksi
- Perencanaan - Pengadaan - Produksi · Pre production · Production · Post production · Preview / evaluasi
Datang
- Rapat - Istirahat - Service Pulang
Parkir
Skema 3-5. Pola kegiatan kerabat kerja produksi
BAB IV PERENCANAAN DAN PERANCANGAN BANGUNAN RUMAH PRODUKSI AUDIOVISUAL
4. 1. ANALISA PERUANGAN 4. 1. 1. Analisa Pendekatan Pemakai dan Aktifitas A. Dasar Pertimbangan ·
Pelaku kegiatan I-28
·
Macam dan bentuk kegiatan
·
Sifat dan karakteristik kegiatan
B. Pelaku Kegiatan 1. Pengunjung Terdiri dari : ·
Klien / mitra kerja
·
Penyewa fasilitas
·
Penonton produksi acara
·
Pengunjung biasa untuk cafe dan movie shop
2. Pengisi Acara dan Suara Pengisi acara meliputi : ·
Artis / pengisi acara
·
Musisi / dubber pengisi suara
·
Peserta acara untuk game show
3. Kerabat Kerja Produksi Kerabat kerja produksi merupakan personil yang terlibat dalam produksi pembuatan audiovisual, meliputi : ·
Executive Producer
·
Producer
·
Director / Pengarah Acara
·
Asisten Director
·
Technical Director
·
Floor Director
·
Lighting Director
·
Art Director
·
Sound Director
·
Switcher
·
Cameraman
·
Crew / Teknisi
·
Graphics Coordinator
·
Mixing Operator
·
Editor
I-29
·
Animator
4. Pengelola Terdiri dari : ·
Direktur Utama
·
Wakil Direktur
·
Sekretaris
·
Public Relation
·
Direktur Perencanaan dan Produksi
·
·
·
·
·
-
Divisi Perencanaan
-
Divisi Produksi
Direktur Teknik -
Divisi Sarana
-
Divisi Prasarana
-
Divisi Maintenance Produksi
Direktur Pemasaran -
Pemasaran Nasional
-
Pemasaran Internasional
Direktur Keuangan dan Administrasi -
Divisi Keuangan dan Akuntansi
-
Divisi Administrasi
-
Divisi Personalia
-
Divisi Diklat
Direktur Pengadaan -
Divisi Talent
-
Divisi Property
Direktur Operasional -
Divisi Pelayanan
-
Divisi Maintenance Bangunan
-
Divisi Keamanan
-
Divisi Teknik
5. Servis ·
Petugas Pelayanan
·
Petugas Perawatan Bangunan
·
Petugas Teknis Bangunan I-30
·
Petugas Keamanan
C. Kegiatan Kegiatan
yang
terdapat
di
dalam
Rumah
Produksi
dapat
dikelompokkan menjadi : 1. Kelompok Kegiatan Produksi Kelompok kegiatan produksi merupakan kegiatan utama dalam pembuatan produk audiovisual yang terdiri dari : ·
Pre Production Pre production adalah segala kegiatan perencanaan dan persiapan produksi yang meliputi kegiatan : penuangan ide, pembuatan format skenario / script, pembuatan story board, program meeting, peninjauan lokasi / studio, production meeting, technical meeting, persiapan set up, persiapan dekor, persiapan efek, rehearsal, persiapan casting dan property, dll.
·
Production Production adalah seluruh kegiatan shooting untuk pembuatan visualnya dan kegiatan recording untuk pembuatan audionya. Yang termasuk proses produksi adalah : shooting, recording (dubbing), controlling dan animasi.
·
Post Production Post production atau pasca produksi adalah segala kegiatan setelah proses shooting / taping, yang merupakan tahap penyelesaian dan penyempurnaan hasil produksi sampai materi tersebut dinyatakan selesai dan siap ditayangkan baik oleh broadcast maupun langsung pada konsumen. Yang termasuk dalam kegiatan ini adalah : editing, manipulating, pembuatan subtitle, title, grafik, ilustrasi, efek dan kegiatan teknis lain yang merupakan penyempurnaan produksi.
2. Kelompok Kegiatan Pengelolaan Kelompok kegiatan pengelolaan merupakan segala kegiatan pengelolaan dalam rumah produksi yang meliputi : kegiatan administrasi, personalia dan pemasaran. 3. Kelompok Kegiatan Penunjang Produksi
I-31
Kelompok kegiatan penunjang produksi merupakan segala kegiatan yang menunjang kegiatan produksi secara teknis, yang meliputi : kegiatan diklat / training, kegiatan kepustakaan, kegiatan workshop dan kegiatan perawatan sarana dan prasarana produksi. 4. Kelompok Kegiatan Pelengkap Kelompok kegiatan yang sifatnya untuk melengkapi pada kegiatan fasilitas tambahan di dalam rumah produksi, yang meliputi : kegiatan operasional cafe, movie shop dan musholla. 5. Kelompok Kegiatan Servis Kelompok kegiatan servis merupakan segala kegiatan operasional dalam rumah produksi, yang meliputi : kegiatan pelayanan, kegiatan pemeliharaan dan keamanan.
D. Pola Kegiatan
1. Kegiatan Mitra Kerja / Klien / Pengunjung
Datang
Receptionist / Information
Parkir
- Pemesanan produk - Kontrak kerja - Menyaksikan pelaksanaan produksi - Preview / evaluasi hasil produk
Pergi
- Café - Movie Shop - Ibadah - Service
Tunggu
Skema 4-1. Pola kegiatan mitra kerja / klien / pengunjung
2. Kegiatan Artis / Pengisi Acara Parkir
Datang
Receptionist / Information
- Kontrak kerja - Mempelajari naskah - Rehearsal - Persiapan hair, Make up, Wardrobe
- Tunggu - Istirahat - Ibadah - Service
- Taping / shooting I-32 - Recording (untuk pengisi suara)
Skema 4-2. Pola kegiatan artis / pengisi acara
3. Kegiatan Pengelola
Unit kerja masing-masing : - Pimpinan - Personalia - Administrasi / Keuangan - Pemasaran - Perpustakaan - Diklat / Training - Teknis Produksi - Pelayanan - Maintenance
Parkir
Datang
- Rapat - Istirahat - Ibadah - Service Pulang
Skema 4-3. Pola kegiatan pengelola
4. Kegiatan Kerabat Kerja Produksi Parkir
Datang
- Perencanaan - Pengadaan - Produksi · Pre production · Production · Post production · Preview / evaluasi
- Rapat - Istirahat - Ibadah - Service Pulang
Skema 4-4. Pola kegiatan kerabat kerja produksi
4. 1. 2. Analisa Pendekatan Kebutuhan Ruang A. Dasar Pertimbangan ·
Pelaku kegiatan
·
Macam dan bentuk kegiatan
·
Sifat dan karakteristik kegiatan
I-33
B. Kebutuhan Ruang 1. Kelompok Ruang Penerima ·
Plaza
·
Entrance Hall -
Lobby
-
Receptionist
-
Information
-
Telepon umum
2. Kelompok Ruang Pelengkap ·
Cafe -
R. Makan + Stage
-
Dapur
-
Lavatory
·
Movie Shop
·
Musholla -
R. Sholat
-
R. Wudhu
3. Kelompok Ruang Produksi ·
R. Perencanaan
·
R. Meeting
·
Studio Audiovisual -
Studio Indoor
-
Studio Outdoor
·
Studio Audio
·
R. Animasi
·
R. Sub Control
·
R. Control / Program Continuity
·
R. Persiapan Produksi -
R. Briefing
-
R. Rehearsal / Latihan
-
R. Istirahat
-
R. Locker
-
R. Wardrobe I-34
-
R. Rias
-
R. Ganti
-
Lavatory
-
R. Makan
-
Pantry
-
R. Property
-
R. Set Up
·
R. Camera
·
Gudang Peralatan Produksi
·
R. Editing
·
R. VTR / CTR
·
R. Telecine
·
R. Master Control
·
R. Penyimpanan Master
4. Kelompok Ruang Penunjang Produksi ·
R. Mini Theatre / Preview
·
R. Workshop
·
R. Diklat / Training
·
R. Kepustakaan
·
R. Perawatan Sarana dan Prasarana
·
R. Buku Manual
·
R. Penginapan / Istirahat personil produksi dan artis -
Hall
-
R. Tidur
-
Lavatory
5. Kelompok Ruang Pengelola ·
Hall Karyawan
·
R. Direksi -
R. Direktur Utama
-
R. Wakil Direktur
-
R. Sekretaris
·
R. Public Relation
·
R. Divisi Perencanaan dan Produksi -
R. Direktur I-35
·
·
·
·
·
·
R. Staff
R. Divisi Teknik -
R. Direktur
-
R. Staff
R. Divisi Pemasaran -
R. Direktur
-
R. Staff
R. Divisi Keuangan dan Personalia -
R. Direktur
-
R. Staff
R. Divisi Pengadaan -
R. Direktur
-
R. Staff
R. Divisi Operasional -
R. Direktur
-
R. Staff
R. Penunjang Pengelola -
R. Rapat
-
R. Tamu
-
R. Makan
-
Pantry
-
Lavatory
6. Kelompok Ruang Servis ·
R. Pelayanan Umum -
R. Keamanan
-
R. Tidur Penjaga
-
Pos Jaga / Parkir
-
Parkir
-
R. Istirahat Pengemudi
·
R. PABX dan Sound System
·
R. Pelayanan Teknik
·
R. Elektrikal -
R. Genset
-
R. Fuel Tank I-36
-
R. Transformer
-
R. Panel
·
R. Mekanikal
·
R. AHU
·
Shaft Utilitas
·
R. Operator
·
Gudang Maintenance
·
Lavatory
4. 1. 3. Analisa Pendekatan Besaran Ruang Dasar Pertimbangan Kapasitas ruang Peralatan Luasan unit fungsi Flow dan kebutuhan ruang gerak
Dasar Perhitungan Perhitungan Standard Ernst Neufert, Architect Data (AD) Joseph de Chiara, Time Saver Standard for Building (TSSB) Leslie L. Doelle, Environmental Acoustic (EA) Fred Lawson, Conference, Convention and Exhibition (CCE) Studi Ruang (SR) Perhitungan ditentukan dari : ·
Besaran Kapasitas
·
Peralatan
·
Unit fungsi
·
Flow
Perhitungan Asumsi Perhitungan ditentukan dari : ·
Studi kasus (SK)
·
Survey
·
Pertimbangan lain I-37
Perhitungan Besaran Ruang KELOMPOK RUANG PENERIMA Tabel IV-1. Perhitungan Besaran Kelompok Ruang Penerima
JENIS RUANG
LUAS
STANDART
KAPASITAS
BESARAN
1. Plaza
1,5 m2/ org (AD)
200 org
-
300 m2
2. Entrance Hall
1,2 m2/ org (AD)
100 org
-
120 m2
3. Lobby
1,2 m2/ org (AD)
20 org
-
24 m2
4. Resepsionis
3 m2/ org (AD)
2 org
-
6 m2
5. Information
3 m2/ org (AD)
1 org
-
3 m2
6. Telepon umum
2 m2/ org (SR)
4 org
-
8 m2
LUAS TOTAL RUANG PENERIMA
TOTAL
461 m2
Sumber : Analisa penulis
KELOMPOK RUANG PELENGKAP Tabel IV-2. Perhitungan besaran kelompok ruang pelengkap
I-38
JENIS RUANG
LUAS
STANDART
KAPASITAS
BESARAN
1,44 m2/ org (AD)
150 org (SK)
-
216 m2
2,3 m2/ pemain & alat (TSSB)
6 org (combo
-
13,8 m2
150 org
-
67,5 m2
KM/WC 3 m2/ 100 org pria
150 org
3 m2
KM/WC 3 m2/ 100 org wanita
150 org
6 m2
Urinoir 1,5 m2/ 25 org pria
150 org
4,5 m2
Wastafel 1 m2/ 25 org
150 org
6 m2
19,5 m2
2 m2/ org (SR)
30 org
-
60 m2
· R. Sholat
0,875 m2/ org (AD)
100 org
87,5 m2
· T. Wudhu
0,8 m2/ org (SR)
20 % pemakai
16 m2
TOTAL
1. Cafe · R. Makan · Stage
band) 2
· Dapur
0,45 m x jml yg dilayani (AD)
· Lavatory
Standard (CCE) & (AD) :
2. Movie Shop 3. Musholla
103,5 m2
480,3 m2
LUAS TOTAL RUANG PELENGKAP Sumber : Analisa penulis
KELOMPOK RUANG PRODUKSI Tabel IV-3. Perhitungan besaran kelompok ruang produksi
JENIS RUANG
STANDART
KAPASITAS
BESARAN
LUAS TOTAL
1. R. Perencanaan Produksi ·
R. Produser
12 m2/ org (AD)
10 org
120 m2
·
R. Staf
8 m2/ org (AD)
50 org
400 m2
520 m2
2 m2/ org (AD)
10 org
-
20 m2
1400 m2 (EA)
-
1400 m2
- Studio Besar /
Crane 132 m2/ unit (SR)
1 unit
132 m2
Serbaguna
Fisher boom 113 m2/ unit (SR)
1 unit
113 m2
4 unit
9 m2
1 unit
350 m2
2. R. Meeting 3. R. Studio Audiovisual · Studio Indoor - Studio Penonton
Kamera pedestal 2,25 m2/ unit (SR) Shooting area + dekorasi 350 m2 (asumsi)
I-39
R. Gerak kamera 63,5 m2/ unit (SR)
4 unit
254 m2
12,75 m x 21,25 m (TSSB)
1 unit
270 m2
- Studio Sedang
6,25 m x 8 m (TSSB)
1 unit
50 m2
2578 m2
- Studio Kecil
3000 m2/ setting (SK)
1 setting
free area
-
3000 m2
Pemain musik 3,7 m2/ org (EA)
20 org
74 m2
Penyanyi 0,55 m2/ org (EA)
2 org
1,1 m2
Flow 30% x 75 m2
-
22,5 m2
97,5 m2
± 47 m2/ unit (EA)
1 unit
-
50 m2
10 org
80 m2
m2/ org (AD)
10 org
80 m2
Kamera 2,25 m2/ unit (SR)
4 unit
9 m2
Peralatan 12,5 m2 / unit (asumsi)
1 unit
12,5 m2
Crew 2 m2/ org (AD)
10 org
20 m2
1 unit
1,5 m2
1 unit
1,7 m2
4 unit
2,4 m2
1 unit
2,6 m2
2 unit
4,8 m2
(SR)
8 org
12 m2
Flow 80% x 25 m2
-
20 m2
4 studio
-
· Studio Outdoor
air/sungai +
4. Studio Audio · Studio Musik
· Studio Dubbing 5. R. Animasi · R. Kerja Animator
1 unit kerja animasi gambar 8 m2/ org (AD) 1 unit kerja animasi komputer 8
· Studio Animasi
6. R. Sub Control Studio Audiovisual
160 m2
41,5 m2
Lighting Switch Console 1,5 m2/ unit (SK) Audio Mixer Console 1,7 m2/ unit (SK) Audio Player + Recorder 0,36 m2/ unit (SK) Control Console 2, 6 m2/ unit (SK) Rak Picture Monitor 2,4 m2/ unit (SK) R. Gerak operator 1,5 m2/ org
R. Sub Control Studio Audiovisual 45 m2/ studio
180 m2
I-40
7. R. Control · Studio Audiovisual
Control Console 2,6 m2/ unit 1 unit
2,6 m2
2 unit
4,8 m2
1 unit
1,7 m2
1 unit
1,5 m2
(SR)
5 org
7,5 m2
Flow 80% x 18,1 m2
-
14,4 m2
4 unit
-
1 unit
1,7 m2
6 unit
2,16 m2
2 unit
4,8 m2
2 unit
1,28 m2
(SK)
4 org
6 m2
Flow 100% x 17,44 m2
-
17,44 m2
m2/ studio
2 studio
-
69,76 m2
2 m2/ org (AD)
25 org / -
200 m2
studio indoor
-
135 m2
(SK) Rak Picture Monitor 2,4 m2/ unit (SK) Audio Mixer Console 1,7 m2/ unit (SK) Character Generator 1,5 m2/ unit (SK) R. Gerak operator 1,5 m2/ org
R. Control Studio Audiovisual 32,5 m2/ unit · Studio Audio
130 m2
Audio Mixer Console 1,7 m2/ unit (SK) Audio Player + Recorder 0,36 m2/ unit (SK) Rak Record & Cartridge Storage 2,4 m2/ unit (SK) Sound Monitor 0,64 m2/ unit (SK) R. Gerak operator 1,5 m2/ org
R. Control Studio Audio 34,88
8. R. Persiapan Produksi · R. Briefing
studio indoor · R. Rehearsal
2,25 m2/ org (AD)
15 org /
· R. Istirahat
2,5 m2 (AD)
40 org
-
100 m2
· R. Locker
0,8 m2/ org (AD)
100 org
-
80 m2
(AD)
5 unit
12,5 m2
Crew wardrobe 1,5 m2/ org
4 org
6 m2
R. Wardrobe 18,5 m2/ studio
4 studio
-
· R. Wardrobe
T. Penyimpanan 2,5 m2/ unit
74 m2
I-41
2 m2/ org · R. Rias
15 org / -
120 m2
studio
-
90 m2
KM/WC 3 m2/ 100 org pria
200 org
6 m2
KM/WC 3 m2/ 100 org wanita
200 org
12 m2
Urinoir 1,5 m2/ 5 org pria
200 org
12 m2
Wastafel 1 m2/ 25 org
200 org
16 m2
46 m2
1,44 m2/ org (AD)
150 org
-
216 m2
· R. Makan
0,2 m2 x org (AD)
150 org
-
30 m2
· Pantry
50 m2/ studio (SK)
4 studio
-
200 m2
45 m2/ studio
4 studio
-
180 m2
2,25 m2/ kamera (SK)
4 kamera / -
36 m2
outdoor
-
175 m2
1 unit
1,7 m2
1 unit
2,4 m2
(SK)
2 unit
4,8 m2
Operator 1,5 m2/ org (SK)
4 org
6 m2
Flow 80% x 15 m2
-
12 m2
R. Editing 27 m2/ studio indoor
7 studio
& outdoor
indoor &
studio 1,5 m2/ org (AD)
· R. Ganti
15 org /
Standard (CCE) & (AD) : · Lavatory
· R. Property · R. Set Up 9. R. Kamera
studio indoor 10. Gudang Peralatan
1 gdg / studio
Produksi
indoor & 2
25 m / studio (SK) 11. R. Editing
Editing Console 1,7 m2/ unit (SK) Rak Picture Monitor 2,4 m2/ unit (SK) Rak Materi Editing 2,4 m2/ unit
12. R. VTR / CTR
outdoor
-
VTR Console 1,5 m2/ unit (SK)
7 unit
10,5 m2
CTR Console 1,5 m2/ unit (SK)
7 unit
10,5 m2
m2/ unit (SK)
7 unit
16,8 m2
TV Monitor 0,5 m2/ unit (SK)
14 unit
7 m2
Operator 1,5 m2/ org
21 org
31,5 m2
189 m2
Rak Video tape / Kaset tape 2,4
13. R. Telecine
76,3 m2
Standard (SK) :
I-42
14. R. Master Control
15. R. Penyimpanan Arsip
Control Telecine 3,6 m2/ unit
1 unit
3,6 m2
Vidicon Kamera 8 m2/ unit
2 unit
16 m2
Film Scanner 5 m2/ unit
1 unit
5 m2
Slide Scanner 5 m2/ unit
1 unit
5 m2
Caption Scanner 5 m2/ unit
1 unit
5 m2
Rak Picture Monitor 2,4 m2/ unit
1 unit
2,4 m2
Rak Materi 4 m2/ unit
2 unit
8 m2
Operator 1,5 m2/ org
6 org
9 m2
Flow 20% x 54 m2
-
10,8 m2
Master Control 2,5 m2/ unit (SK)
3 unit
7,5 m2
Flow 100% x 7,5 m2
-
7,5 m2
Rak Arsip Master 4,5 m2/ unit
4 unit
18 m2
Flow 100% x 18 m2
-
18 m2
Master
64,8 m2 15 m2 36 m2
8.909,86 m2
LUAS TOTAL RUANG PRODUKSI Sumber : Analisa penulis
KELOMPOK RUANG PENUNJANG PRODUKSI Tabel IV-4. Perhitungan besaran kelompok ruang penunjang produksi
JENIS RUANG 1. R. Mini Theatre / Preview
STANDART
KAPASITAS
2
1 m / org (AD)
LUAS
BESARAN
TOTAL
2
50 org
50 m
Flow 30% x 50 m
-
15 m2
65 m2
2. Workshop
10 m2/ org (AD)
15 org
-
150 m2
3. R. Diklat / Training
0,4 m2/ org (AD)
100 org
40 m2
Flow 50% x 40 m2
-
20 m2
3 m2/ org (AD)
20 org
60 m2
· R. Koleksi Buku
40% x R. Baca (AD)
-
24 m2
· R. Pelayanan Pinjam
27% x R. Baca (AD)
-
16,2 m2
100,2 m2
47 m2/ ruang (AD)
1 ruang
-
47 m2
Rak buku 164 jilid / m2 (AD)
1000 jilid
6 m2
Sirkulasi 18 m2
buku
18 m2
2
60 m2
4. R. Kepustakaan · R. Baca
5. R. Perawatan Sarana & Prasarana 6. R. Buku Manual
R. Kerja 10 m2 LUAS TOTAL RUANG PENUNJANG PRODUKSI
10 m2
34 m2
456,2 m2
Sumber : Analisa penulis
I-43
KELOMPOK RUANG PENGELOLA Tabel IV-5. Perhitungan besaran kelompok ruang pengelola JENIS RUANG
STANDART
1. Hall Karyawan
KAPASITAS
BESARAN
LUAS TOTAL
60% x jml 2
33,1 m2
1,2 m / org (AD)
pengelola
-
· R. Direktur Utama
25 m2/ org (AD)
1 org
25 m2
· R. Wakil Direktur
15 m2/ org (AD)
1 org
15 m2
· R. Sekretaris
10 m2/ org (AD)
1 org
10 m2
50 m2
3. R. Public Relation
12 m2/ org (AD)
1 org
-
12 m2
· R. Direktur
12 m2/ org (AD)
1 org
12 m2
· R. Staf
8 m2/ org (AD)
11 org
88 m2
· R. Direktur
12 m2/ org (AD)
1 org
12 m2
· R. Staf
8 m2/ org (AD)
4 org
32 m2
· R. Direktur
12 m2/ org (AD)
1 org
12 m2
· R. Staf
8 m2/ org (AD)
3 org
24 m2
12 m2/ org (AD)
1 org
12 m2
8 m2/ org (AD)
10 org
80 m2
· R. Direktur
12 m2/ org (AD)
1 org
12 m2
· R. Staf
8 m2/ org (AD)
4 org
32 m2
· R. Direktur
12 m2/ org (AD)
1 org
12 m2
· R. Staf
8 m2/ org (AD)
4 org
32 m2
2. R. Direksi
4. R. Divisi Perencanaan & Produksi 100 m2
5. R. Divisi Teknik 44 m2
6. R. Divisi Pemasaran 36 m2
7. R. Divisi Keuangan
92 m2
& Personalia · R. Direktur · R. Staf 8. R. Divisi Pengadaan 44 m2
9. R. Divisi Operasional 44 m2
I-44
10. R. Penunjang Pengelola · R. Rapat
2 m2/ org (AD)
30% x 46 org
27,6 m2
· R. Tamu
1,44 m2/ org (AD)
10 org
14,4 m2
· R. Makan
1,2 m2/ org (CCE)
80% x 46 org
45 m2
· R. Pantry
0,2 m2/ org yg dilayani (AD)
37 org
7,4 m2
· Lavatory
Standard (CCE) & (AD) : KM/WC 3 m2/ 100 org pria
46 org
3 m2
KM/WC 3 m2/ 100 org wanita
46 org
6 m2
Urinoir 1,5 m2/ 25 org pria
46 org
3 m2
Wastafel 1 m2/ 25 org
46 org
6 m2
112,4 m2
567,5 m2
LUAS TOTAL RUANG PENGELOLA Sumber : Analisa penulis
KELOMPOK RUANG SERVIS
JENIS RUANG
STANDART
KAPASITAS
BESARAN
1,5 m2/ org (AD)
10 org
15 m2
· R. Tidur Penjaga
3 m2/ org (SR)
4 org (asumsi)
12 m2
· Pos Parkir
4 m2/ pos (SR)
4 pos (asumsi)
16 m2
20 m2/ mobil (AD)
50% x 350
LUAS TOTAL
1. R. Pelayanan Umum · R. Keamanan
· Parkir - Klien & Pengunjung
mobil - Artis/Pengisi Acara
20 m2/ mobil (AD)
3500 m2
50% x 90 mobil
900 m2
- Kerabat Kerja Produksi
20 m2/ mobil (AD)
60% x 325 mobil
1,6 m2/ sepeda motor (SR)
3900 m2
40% x 325 sepeda motor
208 m2
- Pengelola & Karyawan
20 m2/ mobil (AD)
40% x 96 mobil
1,6 m2/ sepeda motor (SR)
768 m2
60% x 96 sepeda motor
92,8 m2
I-45
· R. Istirahat Pengemudi 2. R. PABX & Sound System 3. R. Pelayanan Teknik
2,25 m2/ org (AD)
10 org
22,5 m2
9434,3 m2
5 m2/ org (SR)
1 org
-
5 m2
1,5 m2/ org (AD)
10 org
-
15 m2
9 m x 4,9 m
± 1300 KVA
44,1 m2
6,56 m2/ tangki (AD)
1 tangki
6,56 m2
4. R. Elektrikal · R. Genset · R. Fuel Tank
6,56 m2
Flow 100% · R. Transformer 32 m2 (SK)
± 1300 KVA
32 m2
2 m2/ org
2 org
4 m2
93,22 m2
28,7 m2 (TSSB)
-
asumsi
30 m2
15 m2/ unit lantai (SK)
-
-
15 m2
9 m2(asumsi)
-
-
9 m2
2,5 m2/ org (AD)
5 org
-
12,5 m2
15 m2 (asumsi)
-
-
15 m2
Bilik mandi 2 m2/ 6 org
5 Bilik mandi
10 m2
WC 2 m2/ 6 org
5 WC
10 m2
Wastafel 0,6 m2/ 5 org
6 Wastafel
3,6 m2
Urinoir 0,6 m2/ 6 org
3 Urinoir
1,8 m2
· R. Panel
5. R. Mekanikal 6. R. AHU 7. Shaft Utilitas 8. R. Operator / Teknisi 9. R. Gudang Maintenance 10. Lavatory
25,4 m2
9654,42 m2
LUAS TOTAL RUANG Sumber : Analisa penulis
Luas total kebutuhan ruang Rumah Produksi Audiovisual di Yogyakarta : Kelompok ruang penerima
:
461 m2
Kelompok ruang pelengkap
:
480,3 m2
Kelompok ruang produksi
:
8909,86 m2
Kelompok ruang penunjang produksi
:
456,2 m2
Kelompok ruang pengelola
:
567,5 m2
Kelompok ruang servis
:
9654,42 m2 +
Luas
:
20529,28 m2
Flow 20 %
:
4105,86 m2
Luas total
:
24.635,14 m2
I-46
4. 1. 4. Analisa Pendekatan Hubungan dan Organisasi Ruang Dasar Pertimbangan : ·
Pola kegiatan dari tiap-tiap unit kegiatan
·
Pencapaian dan sirkulasi antar ruang
·
Karakter masing-masing kegiatan
·
Tuntutan kebutuhan antar ruang
A. Ruang Makro 1. Kelompok Ruang Penerima 2. Kelompok Ruang Pelengkap 3. Kelompok Ruang Produksi 4. Kelompok Ruang Penunjang Produksi 5. Kelompok Ruang Pengelola 6. Kelompok Ruang Service Keterangan : o Hubungan erat o Hubungan cukup erat o Hubungan kurang erat Ruang Produksi
Ruang Pelengkap
Ruang Penunjang Produksi
Ruang Penerima
Ruang Pengelola Ruang Service Skema 4-5. Organisasi ruang makro
B. Ruang Mikro
1. Kelompok Ruang Penerima 1. 2. 3. 4.
Plaza Entrance Hall Lobby Receptionist 5. Information 6. Telepon Umum
Keterangan : o Hubungan erat o Hubungan kurang erat
1
2
4
3
6
5
I-47
Skema 4-6. Organisasi ruang penerima
2. Kelompok Ruang Pelengkap Ruang Makan Stage Dapur Lavatory
1. Cafe 2.
Movie Shop Ruang Sholat Tempat Wudhu
3. Musholla
Keterangan : o Hubungan erat o Hubungan kurang erat
1 2
3
Skema 4-7. Organisasi ruang pelengkap
3. Kelompok Ruang Produksi 1.
Ruang Perencanaan Produksi
2.
Ruang Meeting
3.
Studio Audiovisual
4.
Studio Audio
5.
Ruang Animasi
6.
Ruang Sub Control
7.
Ruang Control
8.
Ruang Persiapan Produksi
Ruang Producer Ruang Staff a b
Studio Indoor Studio Outdoor Studio Musik Studio Percakapan Ruang Kerja Animator Ruang Studio Animasi
a b
Control Audiovisual Control Audio Ruang Briefing Ruang Rehearsal Ruang Istirahat Ruang Locker Ruang Wardrobe Ruang Rias Ruang Ganti Lavatory I-48
Ruang Makan Pantry Ruang Property Ruang Set up 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15.
Ruang Camera Gudang Peralatan Produksi Ruang Editing Ruang VTR / CTR Ruang Telecine Ruang Master Control Ruang Penyimpanan Arsip Master
Keterangan : Hubungan erat o Hubungan kurang erat o
3a
10
8
3b
9
6 4
7a
7b
14
15 1
2
5
13
11
12
Skema 4-8. Organisasi ruang produksi
4. Kelompok Ruang Penunjang Produksi 1.
Ruang Mini Theatre 2. Ruang Work shop 3. Ruang Diklat / Training Ruang Baca Ruang Koleksi Buku Ruang Pelayanan Pinjam
4. Ruang Kepustakaan 5. Ruang Perawatan Sarana dan Prasarana 6. Ruang Buku Manual
1 4 3
2
Keterangan : o Hubungan erat o Hubungan I-49 kurang erat
Produksi
Skema 4-9. Organisasi ruang penunjang produksi
5. Kelompok Ruang Pengelola 1.
Hall Karyawan
2.
Ruang Direksi
3.
Ruang Public Relation
4.
Ruang Divisi Perencanaan dan Produksi
5.
Ruang Divisi Teknik
6.
Ruang Divisi Pemasaran
7.
Ruang Divisi Keuangan dan Personalia
8.
Ruang Divisi Pengadaan
9.
Ruang Divisi Operasional
10.
Ruang Penunjang Pengelola
Ruang Direktur Utama Ruang Wakil Direktur Ruang Sekretaris Ruang Direktur Ruang Staff Ruang Direktur Ruang Staff Ruang Direktur Ruang Staff Ruang Direktur Ruang Staff Ruang Direktur Ruang Staff Ruang Direktur Ruang Staff Ruang Rapat Ruang Tamu Ruang Makan Pantry Lavatory
Keterangan : o Hubungan erat o Hubungan kurang
2 3
6 7
4
1 8 I-50 5
9
Skema 4-10. Organisasi ruang pengelola
6. Kelompok Ruang Service Ruang Keamanan Ruang Tidur Penjaga Ruang Pos Parkir Ruang Parkir Ruang Istirahat
1.
Ruang Pelayanan Umum
2. 3.
Ruang PABX dan Sound System Ruang Pelayanan Teknik
4.
Ruang Elektrikal
5. 6. 7. 8. 9. 10.
Ruang Mekanikal Ruang AHU Ruang Shaft Utilitas Ruang Operator / Teknisi Ruang Gudang Maintenance Lavatory
Ruang Genset Ruang Fuel Tank Ruang Transformer Ruang Panel
2 8
10
4
6
5
7
Keterangan : o Hubungan erat o Hubungan kurang
9 1 3 Skema 4-11. Organisasi ruang service
I-51
4. 2. ANALISA PENENTUAN TAPAK PERANCANGAN 4. 2. 1. Analisa Penentuan Lokasi A. Dasar Pertimbangan Dalam menentukan lokasi perencanaan Rumah Produksi Audiovisual di Yogyakarta bertumpu pada : ·
Disesuaikan dengan struktur wilayah / tata guna lahan Daerah Istimewa Yogyakarta.
·
Lokasi berada pada zona yang memungkinkan pengembangan sesuai dengan fungsi bangunan.
·
Potensi lokasi.
·
Kemudahan pencapaian (aksesibel).
·
Sarana dan prasarana lingkungan seperti jaringan listrik, telepon, PDAM dan utilitas lainnya tersedia.
B. Lokasi Terpilih Alternatif lokasi : ALTERNATIF 1
ALTERNATIF 1
Gbr.4. 1. Peta alternatif lokasi
·
Alternatif I a. Merupakan kawasan pinggiran dari Kotamadya Yogyakarta bagian Utara yang sedang berkembang khususnya daerah
I-52
Mlati, Sleman. Kabupaten Sleman memang dipersiapkan untuk pengembangan kota Yogyakarta selanjutnya saat ini.10 b. Kawasan Mlati, Sleman ini memiliki fasilitas sejenis yaitu Studio Audiovisual PUSKAT serta masih dekat dengan kawasan Depok yang merupakan tempat konsentrasi beberapa perguruan tinggi negeri maupun swasta serta terdapat fasilitas sejenis lainnya yaitu Multi Media Training Center. c. Kawasan ini dapat dengan mudah diakses baik dari pusat kota maupun luar kota karena terdapat jalan arteri primer 2 arah yang menghubungkan kota-kota seperti Magelang, Semarang, Klaten, Surakarta. d. Secara fisik lingkungan yang ada saat ini masih banyak lahan kosong untuk rencana pengembangan.
e. Jaringan utilitas kota semua tersedia dalam kawasan. Kabupaten Sleman didukung sarana dan prasarana yang mamadai, bahkan untuk tingkat wilayah propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta paling baik.11 ·
Alternatif II a. Merupakan kawasan pinggiran Yogyakarta bagian Selatan (Jl. Parangtritis) yang sedang berkembang. b. Fungsi ruang didominasi oleh kegiatan pemukiman, komersial. c. Tempat beberapa pendidikan tinggi komputer dan multimedia. d. Akses menuju kawasan mudah, baik dari dalam maupun dari luar kota karena adanya Jl. Ring Road Selatan. e. Masih banyak lahan kosong di kawasan ini yang dapat menjadi area pengembangan. f.
Jaringan utilitas kota tersedia.
Berdasarkan pertimbangan pada kondisi masing-masing kawasan alternatif dan fungsi dari bangunan Rumah Produksi Audiovisual di Yogyakarta maka lokasi yang dipilih adalah alternatif I yaitu kawasan Mlati, Sleman.
10 11
Tinjauan Kembali RTRW Sleman, 2001, Bab II, hal. 33. Tinjauan Kembali RTRW Sleman, 2001, Bab I, hal 16.
I-53
Gbr. 4. 2. Lokasi terpilih yaitu wilayah Mlati, Sleman.
4. 2. 2. Analisa Penentuan Site A. Dasar Pertimbangan : ·
Potensi utama di sekitar lokasi, potensi yang mendukung adalah zone pengembangan kegiatan komersil.
·
Ketersediaan lahan dan kemungkinan pengembangan.
·
Kemudahan pencapaian dan kelancaran sirkulasi, potensial untuk dijadikan daya tarik.
·
Site berada pada wilayah yang memiliki sarana dan prasarana yang diperlukan seperti jaringan utilitas kota dan transportasi.
B. Analisa Site
ALT. I
ALT. II Gbr. 4. 3. Peta alternatif site
ALTERNATIF I
ALTERNATIF II
I-54
· ·
Lahan kosong cukup luas untuk ·
Lahan kosong cukup luas untuk
pengembangan.
pengembangan.
Aksesibilitas
dekat ·
mudah,
Aksesibilitas mudah.
dengan arteri primer. ·
Kemiringan kontur tanah relatif ·
Kemiringan kontur tanah relatif
datar mengarah ke sungai di
datar walau berbatasan dengan
dalam site selebar ± 3 m dimana
sungai.
sungai ini berpotensi sebagai setting
alam
untuk
studio ·
outdoor. ·
Jaringan
utilitas
kota
yang
Jaringan
utilitas
kota
yang
memadai.
memadai.
C. Site Terpilih Berdasarkan pertimbangan dan kriteria di atas maka site yang paling sesuai untuk Rumah Produksi Audiovisual di Yogyakarta adalah site alternatif I yaitu di sebelah Timur jalan arteri primer.
Jl. Lingkungan 50 m
170 m
Jl. Magelang
sawah
Site yang masih hijau lingkungannya.
SITE
120 m 150 m sawah Gbr. 4. 4. Site terpilih.
Kondisi Site
Bantaran S. Denggung
I-55
·
Batas Site : -
Utara : Jl. Lingkungan
-
Timur : Sawah
-
Selatan : Sawah
-
Barat : Jl. Magelang (Arteri Primer)
·
Memiliki luas ± 21.000 m2.
·
Walaupun di tengah site dibelah sungai, site memiliki topografi yang relatif datar, sehingga nantinya iklim mikro tidak akan banyak berubah. Jarak bangunan dari sungai nantinya 15-25 m.12
·
Aliran drainase mengarah ke arah aliran sungai Denggung yang melewati site.
4. 3. ANALISA TAMPILAN BANGUNAN Tujuan Mendapatkan konsep filosofis penampilan bangunan. Dalam proses analisa ini yang menjadi penentu adalah pendekatan dari aspek karakteristik rumah produksi. 4. 3. 1. Aspek Karakteristik Rumah Produksi Analisa Karakteristik merupakan ungkapan / wujud visual dari fungsi yang terungkap melalui bentuk bangunan secara keseluruhan. Rumah Produksi Audiovisual merupakan sarana yang mewadahi produksi audiovisual mulai dari persiapan produksi, proses produksi (syuting), pasca produksi (editing) serta kegiatan perkantoran bagi pengelola. Sehingga untuk dapat menciptakan persepsi orang terhadap visi dan misi keberadaannya, karakteristik Rumah Produksi Audiovisual yang kreatif, dinamis dan modern
dapat
diwujudkan
dalam
bentuk
bangunannya.
Untuk
menampilkan citra kraetif, dinamis, dan modern bentuk-bentuk atraktif, ekspresif, modern serta futuristik yang dapat mewakilinya. Untuk menghadirkan karakteristik bangunan atraktif, ekspresif, serta modern, maka perpaduan bentuk kurva/ lengkung dengan geometri akan mendukung pembentukan tampilan tersebut. a. Atraktif
12
RDTRK Kab. Sleman, 2000.
I-56
Gbr. 4. 5. Contoh penampilan bangunan yang atraktif.
b. Ekspresif
Gbr. 4. 6. Contoh penampilan bangunan yang ekspresif. Sumber : LG AC Installation
c. Modern
Gbr. 4. 7. Contoh penampilan bangunan yang modern. Sumber : Contemporery Japanese
4. 4. ANALISA SISTEM STRUKTUR BANGUNAN A. Dasar Pertimbangan : ·
Beban yang harus didukung.
·
Kondisi tanah.
·
Bentuk dan dimensi vertikal bangunan.
·
Karakter bangunan.
·
Pengaruh terhadap lingkungan sekitar.
B. Analisa I-57
1. Sub Struktur/ Struktur Pondasi Penentuan sub struktur harus melalui penelitian kekerasan tanah (sounder soil) pada lokasi, untuk sub struktur yang digunakan pada bangunan ini dapat diambil dari alternatif sistem sub struktur sebagai berikut: ·
Pondasi Sumuran Mendukung
bangunan
berlantai
banyak, dapat digunakan pada berbagai jenis tanah, dimensi yang besar dan banyak membuang tanah galian. Gbr 4.8. Pondasi sumuran Sumber : www.Encarta.com
·
Pondasi Tiang pancang Mendukung bangunan berlantai banyak, cocok untuk tanah yang kerasnya
cukup
dalam,
penggalian tanah untuk pondasi cukup dalam. Gbr 4.9. Pondasi tiang pancang Sumber : www.Encarta.com
·
Pondasi Foot plat Mendukung
untuk
bangunan
berlantai banyak, cocok untuk jenis tanah yang kerasnya tidak terlalu dalam, tidak perlu menggali tanah terlalu dalam. Gbr 4.10. Pondasi Foot Plat Sumber : www.Encarta.com
·
Pondasi Rakit/ Max Foundation I-58
Mendukung untuk bangunan berlantai banyak, cocok untuk jenis tanah yang kerasnya tidak terlalu dalam, perlu menggali
tanah
terlalu
banyak,
biasanya
untuk
basement . Gbr 4.11. Pondasi Rakit/ Max Foundation Sumber : www.Encarta.com
Pemilihan Sistem Sub Struktur Dengan pertimbangan lahan yang relatif datar dan akan digunakan untuk kekuatan bangunan bertingkat maka sistem pondasi yang digunakan sistem Tiang Pancang. 2. Super struktur Alternatif sistem super struktur ·
Sistem struktur dinding pikul/ bearing wall
Gbr 4.12. Alt. 1 Struktur bearing wall Sumber : www.Encarta.com
·
Sistem struktur rangka dan sistem core wall
I-59
Gbr 4.13. Alt. 2. Struktur rangka yang biasa digunakan pada bangunan lebih dari satu lantai. Sumber : www.Encarta.com
·
Gabungan sistem struktur dinding dan pikul sistem struktur rangka
Pemilihan sistem super struktur Sistem struktur yang terpilih yaitu struktur rangka sebagai super struktur utama. Dan pada sistem rangka ini terdiri dari: ü Kolom ü Balok ü Plat
3. Top Struktur Dasar Struktur atap pada bangunan tropis sebaiknya menggunakan atap miring yang memakai sistem rangka, baik rangka tersebut framework kayu, framework baja, space frame baja, suspension structures (kabel baja) ataupun struktur beton.
Alternatif sistem top struktur
I-60
Gbr 4.14. Alt. 1. Framework kayu untuk bentang kecil. Sumber : www.Encarta.com
Gbr 4.15. Alt.2. Framework baja untuk bentang sedang Sumber : www.Encarta.com
Gbr 4.16. Alt.3 Space frame baja untuk bentang lebar. Sumber: Stations and Terminals
I-61
Gbr 4.17. Alt.4 Struktur kabel baja untuk menahan atap bentang lebar. Sumber : ST. Martin’s press,
Gbr 4.18. Alt.5 Struktur beton untuk menahan atap bentang lebar dan dapat dibentuk. Sumber : www.serialdesign.com,
Pemilihan sistem super struktur Dari kelima alternatif di atas maka struktur yang terpilih yaitu menggunakan kombinasi struktur rangka baja dan struktur beton bertulang untuk menciptakan kombinasi atap miring dan datar. 4. 5. ANALISA SISTEM UTILITAS 4. 5. 1. Penghawaan Penghawaan yang digunakan pada bangunan Rumah Produksi Audiovisual ini menggunakan penghawaan buatan dengan sistem AC. Hal ini mengingat banyaknya peralatan elektronik yang digunakan dalam bangunan sehingga untuk menjaga keawetan peralatan elektronik tersebut diperlukan suhu ruang yang selalu sejuk. Sistem AC yang digunakan, yaitu : I-62
1. Sistem AC Sentral, digunakan pada ruang-ruang produksi, r. publik seperti hall, lobby dan sebagainya. 2. Sistem AC Paket, digunakan pada ruang-ruang pengelola, r. workshop. 3. Sistem Blower digunakan pada r. mekanikal-elektrikal, r. generator.
4. 5. 2. Jaringan Listrik Sumber energi listrik yang digunakan adalah dari PLN dengan generator set sebagai sumber listrik cadangan dalam keadaan darurat. Dalam penggunaannya diperlukan sistem automatic switch yang berfungsi secara otomatis menghidupkan genset pada waktu listrik PLN mengalami pemadaman dengan delay sekitar 10 detik. Supaya getaran generator tidak mengganggu kegiatan di dalam area produksi maka letak generator terpisah dari bangunan utama atau dipakai ruang sendiri dengan peredam suara dan peredam getaran. PLN
Transform
Transform
Genset
Sub Trafo
Sekering
Ruang
Transform
4. 5. 3. Jaringan Telekomunikasi
Skema 4-12. Jaringan listrik
Perangkat telekomunikasi yang dipergunakan ialah : ü Intern Telepon PABX (Private Automatic Branch Exchange). Melayani komunikasi internal dan menghubungkan dengan komunikasi internet, intercom melalui operator. ü Ekstern Komunikasi personil di dalam bangunan dengan pihak luar, menggunakan telepon dan fax. I-63
Skema 4-13. Jaringan Telekomunikasi
Operator Telepon Faksimili Internet
Terminal & Control Panel
TELKOM
SLJJ
4. 5. 4. Drainase a. Air Kotor Air kotor dibedakan menjadi beberapa macam menurut sumbernya : ü Air kotor dari WC/KM/Lavatory ü Air kotor dari servis area (r. Cuci, dapur, cafetaria) Sistem pengolahannya adalah sebagai berikut :
Lavatory
Dapur/Cafetaria
Kotoran Padat
Septic Tank
Kotoran Cairan
Bak Penampung
Perangkap Lemak
Sumur Peresapan
Sewage Treatment
Skema 4-14. Drainase
Aumsi Perhitungan : Pembuangan air rata-rata : 25 liter/orang = 0,025 m3/org. Jumlah pemakai diperhitungkan 200 orang. Jumlah air kotor = 200 x 0,025 m3 = 5 m3. waktu pembusukan = 3 hari, maka volume septictank = 3 x 5 = 15 m3, dibagi dalam 2 bak, pembusuk masing-masing 10 m3. dimensi bak = 2 x 3 x 2 m3. b. Air Hujan
I-64
Riol Kota
Pembuangan air hujan melalui saluran-saluran pembagi maupun tertutup menuju saluran pembuangan dan peresapan. Hal yang perlu diperhatikan adalah : ü Kemiringan tanah ü Pengolahan daerah yang terkena jatuhan air ü Perkerasan bangunan yang terkena air
4. 5. 5. Air Bersih Sistem distribusi yang digunakan adalah sistem down feed distribution dimana air dari bak penampungan (ground reservoir) dipompa menuju tangki yang berada di atas (tower tank) dengan menggunakan pompa, kemudian disalurkan menuju ruang-ruang yang memerlukan, dengan memanfaatkan gaya gravitasi bumi.
Skema 4-15. Down Feed Distribution
Tower Tank
Sumber Mata Air
Water Treatment
Ground Reservoir
Pump
User
Asumsi perhitungan kebutuhan air bersih : ü Pemakai, jumlah pemakai diasumsikan berjumlah 200 orang. Prediksi yang membutuhkan air adalah 10 %. Kebutuhan air masing-masing orang adalah 25 galon/hari (Time Saver Standart), maka kebutuhan air bersih adalah 20 x 25 = 500 galon/hari atau 1892,5 liter/hari. ü Cafetaria, dengan kebutuhan air bersih adalah 5 lt/menit. Maka total kebutuhan air adalah (waktu yang diperhitungkan adalah 12 jam/hari) = 5 lt x 12 x 60 = 3600 liter. ü Kebutuhan landscaping/penyiraman, area yang membutuhkan penyiraman air diasumsikan 5% dari luasan site = 1275 m2,
I-65
dengan kebutuhan air bersih adalah 20 lt/m2 luas area tanam = 25500 lt. ü Kebutuhan air fire protection adalah (lihat perhitungan pada sub bab selanjutnya tentang Pengaman Bahaya Kebakaran) Total kebutuhan air bersih adalah : 1892,5 + 3600 + 25500 + 1108770 lt = 1140 m3. Rooftank berkapasitas 1/5 dari ground tank yaitu 1140/5 = 228m3.
4. 5. 6. Pengaman Bahaya Kebakaran Sistem penanggulangan kebakaran yang dipakai adalah : a. Fire Alarm Berfungsi memperingatkan bahaya kebakaran pada tahap awal : o Otomatis -
Smoke detector, merupakan sensor terhadap timbulnya asap yang berlebihan.
-
Thermal control, merupakan sensor terhadap panas atau peningkatan suhu yang berlebihan.
Asumsi Perhitungan Jumlah Smoke dan Heat Detector : Setiap detector melayani areal seluas 75 m2, maka dibutuhkan smoke dan heat detector sebanyak 17500 : 75 = 700 buah. o Manual Dengan cara push bottom box, mengirim bahaya kebakaran dengan menekan tombol-tombol pada setiap ruangan.
Detector Detector Control Panel
Rectifier
Push A Push B I-66
Skema 4-16. Fire Protection
b. Hydrant Box Prinsip kerjanya adalah seperti kran-kran air biasa, namun dengan jaringan pipa bertekanan yang disambungkan dengan selang. Asumsi perhitungan kebutuhan air : Radius jangkauan 75 m2. Hydrant box yang dibutuhkan adalah : luas lantai / radius jangkauan, yaitu 17500/75 = 700. dengan ukuran 15 mm untuk 50 lt/menit, maka kebutuhan air sebanyak : 700 x 50 lt/menit = 35000 lt/menit. Hydrant bekerja selama 30 menit, maka air bersih yang dibutuhkan adalah 35000 x 30 = 1.050.000 lt.
c. Sprinkler Gas Digunakan untuk penanggulangan kebakaran pada ruang-ruang yang memakai peralatan elektronik. Penggunaan sprinkler gas yaitu pada ruang produksi dan ruang publik lainnya. Asumsi perhitungan kebutuhan karbondioksida : Total ruangan yang membutuhkan sprinkler gas adalah 17500 m2. volume ruang diasumsikan 17500 x 3,5 = 61250 m3. volume karbondioksida yang dibutuhkan untuk kondisi berbahaya adalah 40% x 61250 = 24500 m3. Berat karbondioksida tersebut adalah 24500 x 0,8 kg = 19600 kg.
d. Sprinkler Air Digunakan untuk ruang-ruang selain ruang-ruang yang memakai peralatan elektronik. Asumsi perhitungan kebutuhan air : Total luasan ruang yang membutuhkan sprinkler air adalah 7833,28 m2. Setiap sprinkler mampu mengatasi api seluas 4 m2, sehingga dibutuhkan 7833,28/4 = 1958,32 ~ 1959 buah. Setiap sprinkler mengeluarkan air 30 l dalam 30 menit. Maka kebutuhan I-67
air untuk sprinkler adalah 30 x 1959 = 58770 l atau 58,77 m3. fire tank berukuran 10 x 3 x 2 tertanam di bawah tanah.
e. Fire Extinguiser Fire Extinguiser merupakan tabung karbondioksida portable untuk memadamkan api secara manual oleh manusia. Ditempatkan pada tempat-tempat yang strategis, mudah dijangkau dan dikenali, serta ruang-ruang yang memiliki resiko kebakaran tinggi. 4. 5. 7. Sistem Penangkal Petir Sistem penangkal petir yang digunakan pada bangunan ini adalah sistem faraday, dengan prinsip kerja tiang dengan tinggi 50 cm dipasang pada puncak atap dan dihubungkan dengan kawat yang menuju ground.
I-68
BAB V RANCANGAN RUANG PRODUKSI BERDASARKAN PERSYARATAN FUNGSIONAL, PENCAHAYAAN DAN AKUSTIK
5.
1.
RANCANGAN
RUANG
PRODUKSI
BERDASARKAN PERSYARATAN FUNGSIONAL Langkah-langkah perancangan ruang-ruang produksi ini dimulai berdasarkan persyaratan fungsional yaitu dengan cara menganalisa hal-hal apa saja yang mendukung peningkatan fungsi dari ruang-ruang produksi pada bangunan Rumah Produksi Audiovisual. Analisa dimulai dengan menentukan macam ruang produksi, lalu dilanjutkan dengan membaca karakter ruang produksi berdasarkan kegiatan yang dilakukan di ruang-ruang tersebut. Berdasarkan kegiatan tersebut pula dan peralatan yang dibutuhkan serta luasan ruang, akan ditentukan lay out ruang sehingga dapat diperoleh perkiraan bentuk ruang. Berikut langkah-langkah analisa :
5. 1. 1. Macam Ruang Produksi Ruang produksi ini terdiri dari beberapa ruang yaitu : · Ruang Produksi - R. Studio Audiovisual - R. Studio Audio - R. Animasi - R. Sub Control - R. Control - R. Master Control - R. VTR/CTR - R. Telecine · Ruang Pasca Produksi - R. Editing I-69
5. 1. 2. Karakteristik Ruang · Ruang Produksi Karakter ruang produksi yaitu serius, kreatif, inovatif dan merupakan tempat team work yang saling terkait satu sama lain sehingga ruang-ruang di sini harus saling mendukung dan berkesinambungan. · Ruang Pasca Produksi Karakternya cenderung lebih serius dan tenang agar diperoleh produk audiovisual sesuai tuntutan produksi.
5. 1. 3. Lay Out Ruang-ruang Produksi dan Perkiraan Bentuk Ruang · Ruang Produksi Pada bab sebelumnya telah dibahas mengenai penentuan luas ruangan berdasarkan standar yang berlaku dan kapasitas yang dibutuhkan.
Dari
luasan
ruang
tersebut
penulis
mencoba
menentukan ukuran ruang yang memadai. - R. Studio Audiovisual Ruang studio audiovisual terdiri dari : ³ R. Studio Penonton Luas ruang 1400 m2, perkiraan ukuran ruang 40 x 35 m2. Ruang ini terdiri dari panggung (stage), bangku penonton yang mampu menampung kapasitas ± 600 orang dan peralatan shooting.
Gbr. 5. 1. Lay out r. studio penonton.
I-70
Lantai 01
Lantai 02
Gbr. 5. 2. Perkiraan bentuk r. studio penonton
³ R. Studio Besar / Serbaguna Luas ruang 858 m2, perkiraan ukuran ruang 32,5 x 26,5 m2. Ruang ini terdiri dari area shooting + dekorasi (setting), pelaku kegiatan ± 100 orang dan peralatan shooting.
Setting 01
Setting 02 Gbr. 5. 3. Lay out r. studio besar
Gbr. 5. 4. Perkiraan bentuk r. studio besar
I-71
Setting untuk R. Studio Besar direncanakan untuk acara pergelaran drama, komedi dan drama musikal. ³ R. Studio Sedang Luas ruang 270 m2, perkiraan ukuran ruang 20 x 13,5 m2. Ruang ini terdiri dari area shooting + dekorasi (setting), pelaku kegiatan ± 40 orang dan peralatan shooting.
Setting 01
Setting 02 Gbr. 5. 5. Lay out r. studio sedang
Gbr. 5. 6. Perkiraan bentuk r. studio sedang
Setting untuk R. Studio Sedang direncanakan untuk acara komedi situasi, talkshow dan acara anak-anak. ³ R. Studio Kecil Luas ruang 50 m2, perkiraan ukuran ruang 10 x 5 m2. Ruang ini terdiri dari area shooting + dekorasi (setting), pelaku kegiatan ± 10 orang dan peralatan shooting.
Gbr. 5. 7. Lay out r. studio kecil
Gbr.5.8. I-72 Perkiraan bentuk ruang
Setting untuk R. Studio Kecil direncanakan untuk acara berita infotainment serta dialog atau wawancara.
- R. Studio Audio Ruang studio audio terdiri dari : ³ R. Studio Musik Luas ruang 97,5 m2, perkiraan ukuran ruang 10 x 10 m2. Ruang ini terdiri dari pelaku kegiatan ± 20 orang pemusik dan penyanyi, alat musik serta peralatan rekaman.
Gbr. 5. 9. Lay out r. studio musik
Gbr. 5. 10.Perkiraan bentuk ruang
³ R. Studio Dubbing Luas ruang 97,5 m2, perkiraan ukuran ruang 10 x 10 m2. Ruang ini terdiri dari pelaku kegiatan ± 10 orang dubber serta peralatan rekaman.
Gbr. 5. 11. Lay out r. studio dubbing
Gbr. 5. 12. Perkiraan bentuk r. studio dubbing
I-73
- R. Animasi Ruang animasi terdiri dari : ³ R. Kerja Animator Luas ruang 160 m2, perkiraan ukuran ruang 16 x 10 m2. Ruang ini terdiri dari pelaku kegiatan ± 20 orang animator serta peralatan meja gambar dan komputer.
Gbr. 5. 13. Lay out r. kerja animator
Gbr. 5. 14. Perkiraan bentuk r. kerja animator
³ R. Studio Animasi Luas ruang 40 m2, perkiraan ukuran ruang 9 x 5 m2. Ruang ini terdiri dari pelaku kegiatan ± 5 orang editor animasi serta peralatan meja gambar dan komputer.
Gbr. 5. 15. Lay out r. studio animasi
Gbr. 5. 16. Perkiraan bentuk r. studio animasi
- R. Sub Control Luas ruang 45 m2, perkiraan ukuran ruang 9 x 5 m2. Ruang ini terdiri dari pelaku kegiatan ± 8 orang operator serta berbagai peralatan kontrol cahaya.
I-74
Gbr. 5. 17. Lay out r. sub control
Gbr. 5. 18. Perkiraan bentuk ruang
- R. Control Luas ruang 32,5 m2, perkiraan ukuran ruang 8 x 4 m2. Ruang ini terdiri dari pelaku kegiatan ± 5 orang operator serta berbagai peralatan kontrol visual.
Gbr. 5. 19. Lay out r. control
Gbr. 5. 20. Perkiraan bentuk r. control
- R. Master Control Luas ruang 15 m2, perkiraan ukuran ruang 5 x 3 m2. Ruang ini terdiri dari 3 unit master control.
Gbr. 5. 21. Lay out r. master
Gbr. 5. 22. Perkiraan bentuk r. master control
- R. VTR/CTR Luas ruang 76,3 m2, perkiraan ukuran ruang 11 x 7 m2. Ruang ini terdiri dari pelaku kegiatan ± 21 orang operator serta peralatan rekaman.
I-75
Gbr. 5. 23. Lay out r. vtr/ctr
Gbr. 5. 24. Perkiraan bentuk r. vtr/ctr
- R. Telecine Luas ruang 64,8 m2, perkiraan ukuran ruang 8 x 8 m2. Ruang ini terdiri dari pelaku kegiatan ± 6 orang operator serta peralatan.
Gbr. 5. 25. Lay out r. telecine
Gbr. 5. 26. Perkiraan bentuk r. telecine
· Ruang Pasca Produksi - R. Editing Luas ruang 27 m2, perkiraan ukuran ruang 7 x 4 m2. Ruang ini terdiri dari pelaku kegiatan ± 4 orang operator serta peralatan editing.
Gbr. 5. 27. Lay out r. editing
Gbr. 5. 28. Perkiraan bentuk r. editing
5. 2. RANCANGAN RUANG PRODUKSI BERDASARKAN PERSYARATAN PENCAHAYAAN I-76
5. 2. 1. Pengertian Pencahayaan Pencahayaan dalam arsitektur adalah salah satu aspek desain arsitektur untuk menciptakan suatu kenyamanan visual maupun psikologis bagi pemakai untuk tinggal dan melakukan kegiatannya.
5. 2. 2. Jenis Pencahayaan · Pencahayaan alami Dengan memanfaatkan terang siang hari atau cahaya matahari. Diutamakan
untuk
ruang-ruang
service,
namun
tetap
dikombinasikan dengan pencahayaan buatan untuk penggunaan ruang pada saat pencahayaan alami tidak mencukupi kebutuhan intensitas. · Pencahayaan buatan Sistem ini menggunakan lampu sebagai sumber cahaya. Kebutuhan pencahayaan untuk tiap ruang adalah tidak sama, tergantung dari jenis aktifitasnya. Tetapi diusahakan menggunakan pencahayaan tidak langsung / pantul dan pencahayaan baur / difus. Pada ruang-ruang produksi ini cenderung menggunakan pencahayaan buatan kecuali pada ruang outdoor.
5. 2. 3. Pencahayaan pada Ruang-ruang Produksi Pencahayaan buatan memerlukan perhitungan tertentu untuk mengetahui berapa kuat penerangan yang dibutuhkan pada ruangruang produksi ini.
I-77
Tabel V-1. Standard Pencahayaan Buatan pada ruang Location
Illuminance (lux)
Position
I-78
General areas Entrance halls Stairs Passageways Outdoor entrances General assembly Casual work Rough work (e.g. heavy machinery) Medium work (e.g. vehicle bodies) Fine work (e.g. electronic assembly) Very fine work (e.g instrument assembly) Offices General clerical Typing room Drawing offices Filing rooms Shops Counters Supermarkets Education Chalboard Classrooms Laboratories Hotels Bars Restaurants Kitchens Homes General living room Casual reading Studies Kitchen General bedroom Halls and landings
150 150 100 30
1.2m treads 1.2m ground
200 300 500 1000 1500
wp wp wp bench bench
500 750 750 300
desk copy boards labels
500 500
horizontal vertical
500 300 500
vertical desk bench
150 100 500
table table wp
50 150 300 300 50 150
wp task task wp floor floor
500 300 300 500
floor floor water table
Recreation Gymnasium Squash rackets Swimming pool Table tennis Sumber : Environmental Science in Building, 1992, R. McMullan.
· Ruang Studio Sistem tata lampu studio lebih banyak menyangkut masalah artistik. Efek tata lampu ditentukan oleh kuat terang pengganti I-79
warna dan efek bayangan yang diinginkan. Agar suatu warna dapat terbaca dengan jelas, digunakan standar pencahayaan 1000 – 1500 lux. (Sumber : New Matric Handbook Planning). - Studio Audio Untuk studio audio sistem pencahayaannya cukup sederhana karena tidak menuntut adanya efek-efek tata cahaya. Sehingga sumber pencahayaan pada studio audio menggunakan lampu Tungsten Halogen yang dipasang pada titik-titik yang merata di dalam studio, untuk pencahayaan yang menyebar / merata. - Studio Audiovisual Pencahayaan yang digunakan pada ruang studio dibagi menjadi 2, yaitu : o Pencahayaan umum Sifatnya menerangi ruangan secara merata. Digunakan lampu biasa jenis tungsten halogen yang ditata merata dalam ruangan. o Pencahayaan khusus Beberapa lampu spot light yang dipasang pada titik tertentu untuk penyinaran langsung. Bertujuan untuk memperoleh efek cahaya tertentu dengan memfokuskan cahaya ke arah obyek. Lampu spot light ini dapat digeser, dipindah secara mekanik yang dikendalikan dari Ruang Sub Control sesuai dengan arah yang diinginkan. Masing-masing lampu berkekuatan 1 – 2 KW. Pemasangan lampu pada grid plafond disesuaikan dengan tinggi maksimum dekorasi, yang tingginya berkisar antara 3,7 – 8 m dari lantai. Mengingat fungsi plafond sebagai sirkulasi gerakan lampu, maka dipilih bentuk plafond datar. Jenis teknik pencahayaan pada studio audiovisual : o High Key Light o Low Key Light o Key Light o Base Light I-80
o Fill Light o Cross Light o Back Light o Side Back Light o Eye Light o Set Light Dari semua jenis teknik pencahayaan tersebut, pada dasarnya terdiri dari tiga dasar pokok penyinaran yaitu : -
Key light berfungsi mengurangi sebagian bayangan yang terjadi dengan penyinaran langsung dari depan obyek dengan luas 1m2.
-
Fill light berfungsi mengurangi bayangan akibat pemakaian key light dengan luas 0,56 m2.
-
Background light berfungsi membentuk efek 3 dimensi dengan sudut penyinaran 45° dan luas 0,25 m2.
-
Gbr. 5. 29. Gambaran mengenai cara kerja key light, fill light dan back light. Sumber : IES Lighting Handbook, 1987, Application Volume
I-81
Gbr. 5. 30. Cara kerja key light, fill light dan back light dilihat dari atas. Sumber : IES Lighting Handbook, 1987, Application Volume
Untuk mendapatkan warna tertentu pada obyek, dapat ditambahkan filter khusus dan berwarna pada permukaan lampu. Efek pencahayaan juga didukung oleh warna ruangan yang menggunakan warna dengan koefisien serap besar atau warna tua (misal abu-abu).
Gbr. 5. 31. Penambahan filter khusus pada lampu memberikan efek warna tertentu. Sumber : www. farmstudio.com
Gbr. 5. 32. permukaan studio dilapisi dengan karpet warna biru tua (gelap) agar tidak terjadi pantulan yang merusak kualitas gambar. Sumber : Dokumen Pribadi
Syarat dan teknik pemasangan lampu pada studio indoor audio visual : I-82
o Lampu-lampu dipasang pada grid yang terpasang pada atap studio. o Posisi lampu dapat digerakkan secara : - Horisontal dengan menggunakan rel / ceiling slot pada grid tertentu. - Vertikal dengan menggunakan tuas mekanik / ballancer dengan sistem Barrel Suspension. o Penempatan lampu tidak boleh mengganggu kecepatan kerja dan aktifitas dalam studio. o Penempatan lampu disesuaikan dengan tinggi maksimum kebutuhan ( ± 3 m ), sehingga tinggi lampu berkisar 5,5 – 10,7 m untuk setiap sudut pengambilan.
Gbr. 5. 33. Gambar di atas menunjukkan tipe system grid dalam studio kecil dengan langit-langit rendah. Sumber : IES Lighting Handbook, 1987, Application Volume
Pergerakan lampu secara vertikal dapat diturunkan sampai ± 1 m dari atas permukaan lantai studio untuk kemudahan penggantian lampu. - R. Kontrol13 Sistem pencahayaan yang digunakan pada pengoperasian ruang kontrol harus memperhatikan beberapa hal berikut : 13
John E. Kaufman, PE, FIES, IES Lighting Handbook Application Volume, Illuminating Engineering Society Of North America, New York, 1987.
I-83
1. Penerangan Umum Meskipun pembagian penerangan sebesar 50 lux sebaiknya diberikan oleh sumber energi berintensitas rendah yang dilokasikan untuk menghindari kemungkinan refleksi pada picture monitors, permukaan jam, jendela, kontrol panel, meja kontrol atau permukaan lain yang mirip, seperti yang terlihat dari posisi normal dikerjakan oleh personil pengoperasian. 2. Penerangan Kerja Lokalisasi penerangan yang lebih tinggi yaitu 250 ± 50 lux sebaiknya disediakan pada konsol produksi, konsol kontrol, konsol switching dan meja pengumuman. 3. Temperatur Warna Temperatur warna dari pengoperasian cahaya ruang kontrol sebaiknya konstan. 4. Pencahayaan Darurat Energi darurat dari beberapa sumber terpisah harus disediakan. Hal ini akan membiarkan aktivasi dari desain unit pencahayaan darurat untuk menyediakan keamanan bagi personil dalam kegagalan pengoperasian sirkuit pencahayaan utama.
Gbr. 5. 34. Penerangan pada R. Control diarahkan langsung ke meja kerja agar tidak menimbulkan pantulan cahaya pada monitor. Sumber : IES Lighting Handbook, 1987, Application Volume
I-84
Sistem pencahayaan untuk digunakan selama penataan area sebaiknya memiliki level kira-kira 250 ± 50 lux. Sistem ini akan independen dari kerangka produksi pencahayaan di atas dan akan digunakan ketika menginstal peralatan, memperbaiki peralatan,
memindahkan
peralatan
atau
membersihkan
pekerjaan berat. · Ruang Produksi Selain Studio Pada ruang-ruang produksi selain studio tidak memerlukan sistem pencahayaan yang khusus. Pencahayaan pada ruang-ruang ini menggunakan penerangan lampu sesuai dengan kebutuhan dari masing-masing kegiatan.
Untuk mengetahui berapa jumlah penerangan (lampu) yang dibutuhkan dalam ruang digunakan rumus sebagai berikut :
Keterangan : N = jumlah lampu E = kuat penerangan A = luasan ruang UF = utilization factor F = output flux cahaya dari tiap lampu LLF = light loss factor
N= ExA F x UF x LLF
F ini diperoleh melalui rumus : F(lm) = daya lampu(Watt) x faktor efikasi(lm/W) UF ini diperoleh melalui rumus : Room Index =
length x width
(length + width) x height of lamp above working plane
setelah diperoleh nilai Room Index lalu dilihat pada tabel untuk memperoleh nilai UF. Tabel V- 2. Tabel UF Description of fitting
Typical outline LOR
Basic downward LOR
Ceiling walls
Reflectances 0.5
0.7 0.5
0.3
0.1
0.5
0.3
0.1
0.3 0.5
I-85
0.3
0.1
% Aluminium industrial reflector, Aluminium or enamei high-bay reflector
70
Nearspherical diffuser, open beneath
Recessed louvre trough with optically designed reflecting surfaces
50
50
Room index 0.6 0.8 1.0 1.25 1.5 2.0 2.5 3.0 4.0 5.0 0.6 0.8 1.0 1.25 1.5 2.0 2.5 3.0 4.0 5.0 0.6 0.8 1.0 1.25 1.5 2.0 2.5 3.0 4.0 5.0
0.39 0.48 0.52 0.56 0.60 0.65 0.67 0.69 0.71 0.72 0.28 0.39 0.43 0.48 0.52 0.58 0.62 0.65 0.68 0.71 0.28 0.34 0.37 0.40 0.43 0.46 0.48 0.49 0.50 0.51
0.36 0.43 0.49 0.53 0.57 0.62 0.64 0.66 0.68 0.70 0.22 0.30 0.36 0.41 0.46 0.52 0.56 0.60 0.64 0.60 0.25 0.31 0.36 0.38 0.41 0.44 0.46 0.47 0.49 0.50
0.33 0.40 0.45 0.50 0.54 0.59 0.62 0.64 0.67 0.69 0.18 0.26 0.32 0.37 0.41 0.47 0.52 0.56 0.61 0.65 0.23 0.28 0.32 0.35 0.38 0.42 0.44 0.46 0.48 0.49
0.39 0.46 0.52 0.56 0.59 0.63 0.65 0.67 0.69 0.71 0.25 0.33 0.38 0.42 0.46 0.50 0.54 0.57 0.60 0.62 0.28 0.33 0.37 0.40 0.42 0.45 0.47 0.48 0.49 0.50
0.36 0.43 0.48 0.53 0.57 0.60 0.62 0.64 0.67 0.69 0.20 0.28 0.34 0.38 0.41 0.48 0.50 0.53 0.56 0.59 0.25 0.30 0.34 0.37 0.40 0.43 0.45 0.46 0.48 0.49
0.33 0.40 0.45 0.49 0.53 0.58 0.61 0.63 0.65 0.67 0.17 0.23 0.29 0.33 0.37 0.43 0.47 0.50 0.54 0.57 0.23 0.28 0.32 0.35 0.38 0.41 0.43 0.45 0.47 0.48
0.39 0.46 0.52 0.56 0.59 0.63 0.65 0.67 0.69 0.71 0.22 0.21 0.31 0.34 0.37 0.42 0.45 0.48 0.51 0.53 0.28 0.33 0.37 0.40 0.42 0.44 0.46 0.47 0.48 0.49
Sumber : Environmental Science in Building, 1992, R. McMullan
LLF diperoleh melalui rumus : LLF = LLMF x LMF x RSMF LLMF = lamp lumen maintenance factor LMF = luminaire maintenance factor RSMF = room surface maintenance factor
LLF ini ditentukan berdasarkan jenis lampu yang digunakan. Tabel V-3. Tabel LLF
12 month LLF Air-conditioned building Dirty industrial area
Direct Lighting 0.95 0.7
Indirect Lighting 0.9 0.35
Sumber : Environmental Science in Building, 1992, R. McMullan
I-86
0.35 0.43 0.48 0.52 0.55 0.59 0.62 0.64 0.66 0.67 0.18 0.25 0.29 0.32 0.35 0.39 0.42 0.45 0.48 0.50 0.25 0.30 0.34 0.37 0.39 0.42 0.44 0.45 0.47 0.48
0.33 0.40 0.45 0.42 0.53 0.57 0.60 0.62 0.64 0.66 0.16 0.22 0.26 0.29 0.32 0.36 0.40 0.43 0.46 0.48 0.23 0.28 0.32 0.35 0.38 0.41 0.43 0.44 0.46 0.47
Tabel V-4. Karakteristik Lampu Lamp Type (code)
Wattage Range
Nominal life (hours)
40-200
Typical efficacy (lm/W) 12
Tungsten filament (GLS)
Typical applications
1000
Colour temperature (K) 2700
Tungsten halogen (T-H)
300-2000
21
2000-4000
2800-3000
Area and display lighting
Tubulat fluorescent (MCF)
20-125
60
8000 +
3000-6500
Mercury fluorescent (MCB)
50-2000
Mercury halide (MBI)
250-3500
Low-pressare sodium (SOX)
35-180
High-pressure sodium (SON)
70-1000
Homes, hotels, and restaurants
Offices and shops 60
8000 +
4000 Factories and roadways
70
8000 +
180 at 180 W
8000 +
125 (at 400 W)
8000 +
4200
n.a
2100
Factories and shops Roadways and area lighting Factories and roadways
Sumber : Environmental Science in Building, 1992, R. McMullan
Langkah perhitungan dimulai dengan menentukan jenis lampu terlebih dahulu. Setelah diketahui nilai dari semua variabel maka dapat diketahui berapa jumlah lampu yang dibutuhkan dalam ruang tersebut. Dari jumlah lampu tersebut dapat ditentukan perkiraan lay out titik lampu. Untuk mengetahui jarak yang sesuai dari tiap titik lampu dilakukan penghitungan jarak dengan rumus yang disesuaikan dengan tiap jenis lampu, yaitu lampu fluorescent Smax = 1,5 x hm, lampu filamen Smax = 1 x hm
14
. Kemudian dilakukan penentuan
peletakan titik lampu disesuaikan dengan jarak maksimal yang telah 14
R. McMullan, Environmental Science in Building, MacMilan, London, 1992.
I-87
dihitung. Peletakan titik lampu juga disesuaikan dengan rumusan jarak peletakan titik lampu sebagai berikut :
Gbr. 5. 35. Rumusan jarak peletakan titik lampu. Sumber : Lighting 6th Edition.
5. 2. 4. Hal-hal yang Mempengaruhi Pencahayaan Keadaan dinding, plafond dan lantai mempunyai pengaruh terhadap kualitas pencahayaan. Yaitu yang menyangkut faktor refleksi pada penggunaan warna dan permukaan bidang. Di bawah ini ditunjukkan koefisien refleksi dari beberapa warna : Tabel V-5. Tabel penyerapan cahaya dari berbagai warna. Warna
Terang dalam %
Cukup dalam %
Gelap dalam %
Putih
80
70
-
Kuning
70
50
30
Cream
65
45
25
Abu-abu
60
35
20
Hijau
60
30
12
Coklat
50
25
8
Biru
50
20
5
Merah
35
20
10
-
4
-
Hitam th
Sumber : Lighting 6 Edition, 1999, D. C. Pritchard
I-88
Permukaan bidang yang halus akan merefleksikan seluruh cahaya yang datang, sedangkan dinding bermotif hanya memantulkan sebagian.
5. 2. 5. Hasil Rancangan Pencahayaan pada Ruang Produksi · Ruang Produksi - R. Studio Audiovisual Tata cahaya untuk ruang studio audiovisual sebagai tempat shooting atau pengambilan gambar membutuhkan sistem dan jenis lampu tertentu seperti telah dijelaskan pada sub bab sebelumnya. Sistem penataan lampu menggunakan grid yang terdiri dari batang plat dan pipa penggantung lampu. Lampulampu utama yang digunakan adalah key light, fill light, back light dan set light. Cara untuk menentukan grid disesuaikan dengan as atau patokan ruang studio tersebut dalam menata setting. Ruang studio audiovisual ini terdiri dari beberapa jenis yang akan dijabarkan sebagai berikut : o R. Studio Penonton Ruang studio penonton ini terdiri dari 2 area pencahayaan yaitu area panggung dan area penonton. Ruang studio ini memiliki 2 macam pencahayaan yaitu pencahayaan umum yang meliputi seluruh ruang dan khusus untuk area panggung. Lampu yang digunakan pada area panggung memiliki daya ribuan Watt disesuaikan dengan kegiatan yang dilakukan dan jenis lampu berupa spot light. Lampu tersebut ditata menggunakan grid tertentu disesuaikan dengan setting panggung. Stage ini memiliki luas 300 m2 dengan standar kuat penerangan 1500 lux. Penataan lighting berbentuk grid dilakukan tepat di atas stage. Lampu PAR
I-89
Back light
Stage memiliki luasan A = luas seluruh Lighting Area penonton ruang – luas stage Gbr.m5.2 36. Lighting pada stage = 1400 m2 – 300 = 1100 m2 dengan standar kuat penerangan E
= 500 lux. Ditentukan refleksi ruang pada langit-langit yaitu ρc= 0,5, pada dinding yaitu ρw= 0,3 dan pada lantai yaitu ρf= 0,2. Lampu yang digunakan Tungsten Halogen 300 W dengan efikasi 21 lm/W. (Sumber : IES Lighting Handbook, 1987, Application Volume) Perhitungannya : Hm= tinggi ruang – tinggi bidang kerja = 12 m – 1 m = 11 m. (tinggi lampu ke bidang kerja) Room Index =
panjang x lebar (panjang + lebar) x hm
=
35 x 32
= 1,52
(35 + 32) x 11 Dilihat pada tabel UF dan diperoleh hasil 0,57. LLF diambil 0,95 F = 300 W x 21 lm/W = 6300 lm Lampu yang dibutuhkan ruang studio penonton ini adalah =
ExA F x UF x LLFF
=
500 x 1100
= 161,2.
6300 x 0,57 x 0,95
Jumlah lampu yang dibutuhkan 162. Jumlah lampu tersebut masih sebanding dengan luas ruangan yang cukup besar. Jarak maksimal dari lampu ke lampu ditentukan dengan rumus Smax = 1,0 x hm = 1 x 11 = 11 m Lay out lampu yang direncanakan = 12 baris dengan tiap baris terdiri dari 14 lampu. Jarak tiap lampu disesuaikan dengan rumus, yaitu horisontal = 12 S = 25, S = 2,1 m: vertikal = 14 S = 32, S = 2,3 m.
Titik lampu
I-90
Gbr. 5. 37. Rencana tata lampu studio penonton
³ R. Studio Besar / Serbaguna Pencahayaan ruang studio besar terdiri dari pencahayaan umum yang meliputi seluruh ruangan dan pencahayaan khusus untuk area shooting / setting. Pada area setting menggunakan 4 lampu dasar yaitu fill light dipasang naik 12°-15° dari arah pandang obyek horizontal, key light dipasang 20°-40° dari arah pandang obyek horizontal dengan daya 500 – 1000 Watt, back light dipasang di belakang obyek dengan sudut 45° dari arah pandang obyek horizontal serta set light dipasang mengarah ke background dengan sudut 40° - 45° dari arah horizontal.
Keterangan : 1. Key light 2. Fill light 3. Back light 4. Set light 5. Kamera Gbr. 5. 38. Lighting studio besar
Ruang studio besar ini ditentukan A = 858 m2 ≈ 860 m2, luasan untuk area setting diperkirakan setengah dari luas seluruh ruang sehingga pemasangan grid lampu mengikuti seluas ½ x 860 m2 = 430 m2 dengan E = 2000 lux.dan menggunakan jenis lampu Tungsten Halogem, sedangkan untuk pencahayaan umum mencakup seluruh ruangan dengan A = 860 m2 dengan E = 500 lux, ρc= 0,5; ρf= 0,2 dan ρw=0,3. Menggunakan lampu Tungsten Halogen 300 W dengan
I-91
efikasi 21 lm/W. (Sumber : IES Lighting Handbook, 1987, Application Volume) Perhitungannya : Hm= 12 m – 1,5 m = 10,5 m. RI =
32,5 x 26,5 = 1,39
(32,5 + 26,5) x 10,5 Maka diperoleh UF = 0,56. Nilai LLF diambil 0,95. F = 300 W X 21 lm/W = 6300 lm. Lampu yang dibutuhkan pada ruang studio besar ini adalah =
ExA
F xUF x LLF
=
500 x 860
= 128,3.
6300 x 0,56 x 0,95
Jumlah lampu yang dibutuhkan 129. Jumlah lampu masih sebanding dengan luas ruangan yang cukup besar. Jarak maksimal antar lampu = Smax = 1 x hm = 1 x 10,5 = 10,5 m. Lay out lampu direncanakan 10 baris dengan tiap baris terdiri dari 13 lampu. Jarak tiap lampu disesuaikan dengan rumus, yaitu horisontal = 13 S = 32,5, S = 2,5 m: vertikal = 10 S = 26, S = 2,6 m.
Titik lampu
Gbr. 5. 39. Rencana tata lampu studio besar
³ R. Studio Sedang Ruang studio sedang ini juga memiliki 2 macam pencahayaan seperti ruang studio besar, namun penataannya berbeda sesuai setting masing-masing studio. Pada studio sedang memiliki setting dengan penataan lighting sebagai berikut :
I-92
Keterangan : 1. Key light 2. Fill light 3. Back light 4. Set light 5. Kamera
Gbr. 5. 40. Lighting studio sedang
Ruang studio sedang secara keseluruhan ditentukan A = 270 m2, dengan E = 500 lux., sedangkan ρc= 0,5; ρf= 0,2 dan ρw=0,3. Menggunakan lampu Tungsten Halogen 300 W dengan efikasi 21 lm/W. (Sumber : IES Lighting Handbook, 1987, Application Volume) Perhitungannya : Hm= 10 m – 1 m = 9 m. RI = 20 x 13,5 = 0,89 (20 + 13,5) x 9 Maka diperoleh UF = 0,45. Nilai LLF diambil 0,95. F = 300 W X 21 lm/W = 6300 lm. Lampu yang dibutuhkan pada ruang studio sedang ini adalah =
ExA
=
500 x 270
= 50,1.
F x UF x LLF 6300 x 0,45 x 0,95 Jumlah lampu yang dibutuhkan 51. Jarak maksimal antar lampu ditentukan dengan rumus Smax= 1 x hm = 1 x 9 = 9 m. Lay out lampu direncanakan 5 baris dengan tiap baris terdiri dari 10 lampu. Jarak tiap lampu disesuaikan dengan rumus, yaitu horisontal = 10 S = 20, S = 2 m: vertikal = 5 S = 13, S = 2,7 m.
Titik lampu
Gbr. 5. 41. Rencana tata lampu studio sedang
I-93
³ R. Studio Kecil Penataan cahaya di atas juga berlaku pada studio kecil, untuk setting berikut penataan cahayanya adalah :
Keterangan : 1. Key light 2. Fill light 3. Back light 4. Set light 5. Kamera Gbr. 5. 42. Lighting studio kecil
Pencahayaan umum ruang studio kecil ini ditentukan A = 50 m2, dengan E = 500 lux., sedangkan ρc= 0,5; ρf= 0,2 dan ρw=0,3. Menggunakan lampu Tungsten Halogen 300 W dengan efikasi 21 lm/W. (Sumber : IES Lighting Handbook, 1987, Application Volume) Perhitungannya : Hm= 5 m – 1 m = 4 m. RI = 10 x 5
= 0.83
(10 + 5) x 4 Maka diperoleh UF = 0,43. Nilai LLF diambil 0,95. F = 300 W X 21 lm/W = 6300 lm. Lampu yang dibutuhkan pada ruang studio kecil ini adalah =
ExA
=
500 x 50
= 9,71.
F x UF x LLF 6300 x 0,43 x 0,95 Jumlah lampu yang dibutuhkan 10. Jarak maksimal antar lampu = Smax = 1 x hm = 1 x 4 = 4 m. Lay out lampu direncanakan 2 baris dengan tiap baris terdiri dari 5 lampu. Jarak tiap lampu disesuaikan dengan rumus, yaitu horisontal = 2 S = 5, S = 2,5 m: vertikal = 5 S = 10, S = 2 m. I-94
Titik lampu
Gbr. 5. 43. Rencana tata cahaya studio kecil
- R. Studio Audio Pada ruang studio audio ini menggunakan pencahayaan umum. Ruang studio audio terbagi atas : ³ R. Studio Musik Pada ruang studio musik ini ditentukan A = 97,5 m2 ≈ 100 m2, dengan E = 750 lux., sedangkan ρc= 0,5; ρf= 0,2 dan ρw=0,3. Menggunakan lampu Tungsten Halogen 300 W dengan efikasi 21 lm/W. (Sumber : IES Lighting Handbook, 1987, Application Volume) Perhitungannya : Hm= 4 m – 1 m = 3 m. RI =
10 x 10 = 1,67
(10 + 10) x 3 Maka diperoleh UF = 0,58. Nilai LLF diambil 0,95. F = 300 W x 21 lm/W = 6300 lm. Lampu yang dibutuhkan pada ruang studio musik ini adalah =
ExA F x UF x LLF
=
750 x 100
= 21,6.
6300 x 0,58 x 0,95
Jumlah lampu yang dibutuhkan 22. Jarak maksimal antar lampu ditentukan dengan rumus Smax= hmx 1 = 3 x 1 = 3 m. Lay out lampu yang direncanakan 4 baris dengan tiap baris terdiri dari 6 lampu. Jarak tiap lampu disesuaikan dengan rumus, yaitu horisontal = 4 S = 10, S = 2,5 m: vertikal = 6 S = 10, S = 1,6 m.
I-95
Titik lampu
Gbr. 5. 44. Rencana tata lighting studio musik
³ R. Studio Dubbing Pada ruang studio dubbing ini ditentukan A = 47 m2 ≈ 50 m2, dengan E = 500 lux., sedangkan ρc= 0,5; ρf= 0,2 dan ρw=0,3. Menggunakan lampu Tungsten Halogen 300 W dengan efikasi 21 lm/W. (Sumber : IES Lighting Handbook, 1987, Application Volume) Perhitungannya : Hm= 4 m – 1 m = 3 m. RI = 10 x 5 = 1,11 (10 + 5) x 3 Maka diperoleh UF = 0,50. Nilai LLF diambil 0,95. F = 300 W x 21 lm/W = 6300 lm Lampu yang dibutuhkan pada ruang studio dubbing ini adalah =
ExA
=
F x UF x LLF
500 x 50
= 8,4
6300 x 0,50 x 0,95
Jumlah lampu yang dibutuhkan 9 Nilai Smax = hm x 1 = 3 x 1 = 3 m. Lay out lampu yang direncanakan 2 baris dengan tiap baris terdiri dari 5 lampu. Jarak tiap lampu disesuaikan dengan rumus, yaitu horisontal = 2 S = 5, S = 2,5 m: vertikal = 5 S = 10, S = 2 m.
I-96
Titik lampu
Gbr. 5. 45. Rencana tata lighting studio dubbing
- R. Animasi Ruang animasi juga menggunakan pencahayaan umum. Ruang animasi terdiri dari : ³ R. Kerja Animator Pada ruang kerja animator ini ditentukan A = 160 m2, dengan E = 750 lux., sedangkan ρc= 0,7; ρf= 0,2 dan ρw=0,3. Menggunakan lampu Tungsten Halogen 300 W dengan efikasi 21 lm/W. (Sumber : IES Lighting Handbook, 1987, Application Volume) Perhitungannya : Hm= 4 m – 0,8 m = 3,2 m. RI =
16 x 10
= 1,92
(16 + 10) x 3,2 Maka diperoleh UF = 0,61. LLF diambil 0,95. F = 300 W x 21 lm/W = 6300 lm. Lampu yang dibutuhkan pada ruang kerja animator ini adalah =
ExA
=
750 x 160
= 32,8.
F x UF x LLF 6300 x 0,61 x 0,95 Jumlah lampu yang dibutuhkan 33. Nilai Smax = hmx 1 = 3,2 x 1 = 3,2 m Lay out lampu yang direncanakan 4 baris dengan tiap baris terdiri dari 8 lampu. Jarak tiap lampu disesuaikan dengan rumus, yaitu horisontal = 4 S = 10, S = 2,5 m: vertikal = 8 S = 16, S = 2 m.
Titik lampu
I-97
Gbr. 5. 46. Rencana tata cahaya r. kerja animator
³ Studio Animasi Pada ruang studio animasi ini ditentukan A = 41,5 m2 ≈ 45 m2, dengan E = 500 lux., sedangkan ρc= 0,5; ρf= 0,2 dan ρw=0,3. Menggunakan lampu Tungsten Halogen 300 W dengan efikasi 21 lm/W. (Sumber : IES Lighting Handbook, 1987, Application Volume) Perhitungannya : Hm= 4 m – 1 m = 3 m. RI = 9 x 5 = 1,07 (9 +5) x 3 Maka diperoleh UF = 0,49. Nilai LLF diambil 0,95. F = 300 W x 21 lm/W = 6300 lm. Lampu yang dibutuhkan pada ruang studio animasi ini adalah =
ExA
=
500 x 45
= 7,7.
F x UF x MF 6300 x 0,49 x 0,95 Jumlah lampu yang diutuhkan 8. Nilai Smax = hmx 1 = 3 x 1 = 3 m. Lay out lampu yang direncanakan 2 baris dengan tiap baris terdiri dari 4 lampu. Jarak tiap lampu disesuaikan dengan rumus, yaitu horisontal = 2 S = 5, S = 2,5 m: vertikal = 4 S = 9, S = 2,25 m.
I-98
Titik lampu
Gbr. 5. 47. Rencana tata cahaya studio animasi
- R. Sub Control Pada ruang sub control ini ditentukan A = 45 m2, dengan E = 500 lux., sedangkan ρc= 0,5; ρf= 0,2 dan ρw=0,3. Menggunakan lampu Tungsten Halogen 300 W dengan efikasi 21 lm/W. (Sumber :
IES Lighting Handbook, 1987, Application Volume)
Perhitungannya : Hm= 4 m – 0,8 m = 3,2 m. RI =
9x5
= 1,00
(9 + 5) x 3,2 Maka diperoleh UF = 0,48. Nilai LLF diambil 0,95. F = 300 W x 21 lm/W = 6300 lm. Lampu yang dibutuhkan pada ruang sub control ini adalah =
ExA
F x UF x LLF
=
500 x 45
= 7,8
6300 x 0,48 x 0,95
Jumlah lampu yang dibutuhkan 8. Nilai Smax = hmx 1 = 3,2 x 1 = 3,2 m. Lay out lampu yang direncanakan 2 baris dengan tiap baris terdiri dari 4 lampu. Jarak tiap lampu disesuaikan dengan rumus, yaitu horisontal = 2 S = 5, S = 2,5 m: vertikal = 4 S = 9, S = 2,25 m.
Titik lampu
I-99
Gbr. 5. 48. Rencana tata cahaya r. sub control
- R. Control Ruang control terdiri dari : ³ R. Control Studio Audiovisual Pada ruang control studio audiovisual ini ditentukan A = 32,5 m2 ≈ 32 m2, dengan E = 500 lux., sedangkan ρc= 0,5; ρf= 0,2 dan ρw=0,3. Menggunakan lampu Tungsten Halogen 300 W dengan efikasi 21 lm/W. (Sumber : IES Lighting Handbook, 1987, Application Volume) Perhitungannya : Hm= 4 m – 0,8 m = 3,2 m. RI = 8 x 4
= 0.83
(8 + 4) x 3,2 Maka diperoleh UF = 0,45. Nilai LLF diambil 0,95. F = 300 W x 21 lm/W = 6300 lm. Lampu
yang
dibutuhkan
pada
ruang
control
studio
audiovisual ini adalah =
ExA
=
500 x 32
= 5,9.
F x UF x LLF 6300 x 0,45 x 0,95 Jumlah lampu yang dibutuhkan 6. Nilai Smax = hmx 1= 3,2 x 1= 3,2 m. Lay out lampu yang direncanakan adalah 2 baris dengan tiap baris terdiri dari 3 lampu. Jarak tiap lampu disesuaikan dengan rumus, yaitu horisontal = 2 S = 4, S = 2 m: vertikal = 3 S = 8, S = 2,6 m.
I-100
Titik lampu
Gbr. 5. 49. Rencana tata cahaya r. control studio audiovisual
³ R. Control Studio Audio Pada ruang control studio audio ini ditentukan A = 34,88 m2 ≈ 35 m2, dengan E = 500 lux., sedangkan ρc= 0,5; ρf= 0,2 dan ρw=0,3. Menggunakan lampu Tungsten Halogen 300 W dengan efikasi 21 lm/W. (Sumber : IES Lighting Handbook, 1987, Application Volume) Perhitungannya : Hm= 4 m – 0,8 m = 3,2 m. RI = 7 x 5
= 0,91
(7 + 5) x 3,2 Maka diperoleh UF = 0,46. Nilai LLF diambil 0,95. F = 300 W x 21 lm/W = 6300 lm. Lampu yang dibutuhkan pada ruang control studio audio ini adalah =
ExA
=
500 x 35
= 6,4.
F x UF x LLF 6300 x 0,46 x 0,95 Jumlah lampu yang dibutuhkan 7. Nilai Smax = hmx 1 = 3,2 x 1 = 3,2 m. Lay out lampu yang direncanakan adalah 2 baris dengan tiap baris terdiri dari 4 lampu. Jarak tiap lampu disesuaikan dengan rumus, yaitu horisontal = 2 S = 5, S = 2,5 m: vertikal = 4 S = 7, S = 1,75 m.
I-101
Titik lampu
Gbr. 5. 50. Rencana tata cahaya r. control studio audio
- R. Master Control Pada ruang master control ini ditentukan A = 15 m2, dengan E = 300 lux., sedangkan ρc= 0,5; ρf= 0,2 dan ρw=0,3. Menggunakan lampu Tungsten Filamen 40 W dengan efikasi 12 lm/W. (Sumber : IES Lighting Handbook, 1987, Application Volume) Perhitungannya : Hm= 3 m – 0,8 m = 2,2 m. RI = 5 x 3
= 0,85
(5 + 3) x 2,2 Maka diperoleh UF = 0,38. Nilai LLF diambil 0,95. F = 40 W x 12 lm/W = 480 lm. Lampu yang dibutuhkan pada ruang master control ini adalah = ExA =
300 x 15
= 25,9.
F x UF x MF 480 x 0,38 x 0,95 Jumlah lampu yang dibutuhkan 26. Nilai Smax = hmx 1 = 2,2 x 1 = 2,2 m. Jumlah lampu kurang sebanding dengan luas ruangan sehingga untuk mempermudah menata lampu digunakan armatur yang masing-msing terdiri dari 4 lampu. Jumlah armatur yang dibutuhkan = 26 : 4 = 6,5 atau 7 armatur, dengan lay out 2 baris x 3 baris armatur. Jarak tiap armatur disesuaikan dengan rumus, yaitu horisontal = 2 S = 3, S = 1,5 m: vertikal = 3 S = 5, S = 1,67 m.
I-102
Titik armatur
Gbr. 5. 51. Rencana tata cahaya r. master control
- R. VTR/CTR Pada ruang VTR/CTR ini ditentukan A = 76,3 m2 ≈ 77 m2, dengan E = 500 lux., sedangkan ρc= 0,5; ρf= 0,2 dan ρw=0,3. Menggunakan lampu Tungsten Halogen 300 W dengan efikasi 21 lm/W. (Sumber : IES Lighting Handbook, 1987, Application Volume) Perhitungannya : Hm= 4 m – 0,8 m = 3,2 m. RI = 11 x 7
= 1,34
(11 + 7) x 3,2 Maka diperoleh UF = 0,54. Nilai LLF diambil 0,95. F = 300 W x 21 lm/W = 6300 lm. Lampu yang dibutuhkan pada ruang VTR/CTR ini adalah =
ExA
=
500 x 77
= 11,9.
F x UF x LLF 6300 x 0,54 x 0,95 Jumlah lampu yang dibutuhkan 12. Nilai Smax = hmx 1 = 3,2 x 1 = 3,2 m. Lay out lampu yang direncanakan adalah 3 baris dengan tiap baris terdiri dari 4 lampu. Jarak tiap lampu disesuaikan dengan rumus, yaitu horisontal = 3 S = 7, S = 2,33 m: vertikal = 4 S = 11, S = 2,75 m.
I-103
Titik lampu
Gbr. 5. 52. Rencana tata cahaya r. vtr/ctr
- R. Telecine Pada ruang telecine ini ditentukan A = 64,8 m2 ≈ 64 m2, dengan E = 500 lux., sedangkan ρc= 0,5; ρf= 0,2 dan ρw=0,3. Menggunakan lampu Tungsten Halogen 300 W dengan efikasi 21 lm/W. (Sumber : IES Lighting Handbook, 1987, Application Volume) Perhitungannya : Hm= 4 m – 0,8 m = 3,2 m. RI = 8 x 8
= 1,25
(8 + 8) x 3,2 Maka diperoleh UF = 0,53. Nilai LLF diambil 0,95. F = 300 W x 21 lm/W = 6300 lm. Lampu yang dibutuhkan pada ruang telecine ini adalah =
ExA
=
500 x 64
= 10,01
F x UF x LLF 6300 x 0,53 x 0,95 Jumlah lampu yang dibutuhkan 10. Nilai Smax = hmx 1 = 3,2 x 1 = 3,2 m. Lay out lampu yang direncanakan adalah 2 baris dengan tiap baris terdiri dari 5 lampu. Jarak tiap lampu disesuaikan dengan rumus, yaitu horisontal = 2 S = 8, S = 4 m: vertikal = 5 S = 8, S = 1,6 m.
I-104
Titik lampu
Gbr. 5. 53. Rencana tata cahaya r. telecine
· Ruang Pasca Produksi - R. Editing
Pada ruang editing ini ditentukan A = 27 m2 ≈ 28 m2, dengan E = 500 lux., sedangkan ρc= 0,5; ρf= 0,2 dan ρw=0,3. Menggunakan lampu Tungsten Halogen 300 W dengan efikasi 21 lm/W. (Sumber :
IES Lighting Handbook, 1987, Application Volume)
Perhitungannya : Hm= 4 m – 0,8 m = 3,2 m. RI = 7 x 4
= 0,79
(7 + 4) x 3,2 Maka diperoleh UF = 0,42. Nilai LLF diambil 0,95. F = 300 W x 21 lm/W = 6300 lm. Lampu yang dibutuhkan pada ruang editing ini adalah =
ExA
=
500 x 28
= 5,6.
F x UF x LLF 6300 x 0,42 x 0,95 Jumlah lampu yang dibutuhkan 6. Nilai Smax = hmx 1 = 3,2 x 1 = 3,2 m. Lay out lampu yang direncanakan adalah 2 baris dengan tiap baris terdiri dari 3 lampu. Jarak tiap lampu disesuaikan dengan rumus, yaitu horisontal = 2 S = 4, S = 2 m: vertikal = 3 S = 7, S = 2,33 m.
I-105
Titik lampu
5. 3. RANCANGAN PRODUKSI Gbr.RUANG 5. 54. Rencana tata cahaya r.BERDASARKAN editing PERSYARATAN AKUSTIK 5. 3. 1. Pengertian Akustik Akustik lingkungan atau pengendalian bunyi secara arsitektural, merupakan suatu cabang pengendalian lingkungan pada ruang-ruang arsitektural. Ia dapat menciptakan suatu lingkungan dimana kondisi mendengarkan secara ideal disediakan baik dalam ruang tertutup maupun di udara terbuka dan penghuni ruang-ruang arsitektural di dalam maupun di luar akan cukup dilindungi terhadap bising dan getaran yang berlebihan15. 5. 3. 2. Akustik pada Ruang-ruang Produksi Ruang-ruang produksi membutuhkan persyaratan akustik tertentu terutama pada ruang studio yang merupakan tempat berlangsungnya kegiatan utama. Berikut beberapa persyaratan akustik pada ruang studio 16: Karena studio membentuk mata rantai akustik yang penting antara sumber bunyi dan mikrofon sehingga harus diberikan persyaratan sebagai berikut dalam rancangannya : a. Ukuran dan bentuk studio yang optimum harus diadakan. b. Derajat difusi yang tinggi harus terjamin. c. Karakteristik dengung yang ideal harus diadakan. d. Cacat akustik harus dicegah. e. Bising dan getaran harus dihilangkan sama sekali. 15 16
Leslie L. Doelle, Akustik Lingkungan, Erlangga, 1990. Ibid.
I-106
Dengan kata lain dapat dinyatakan bahwa dalam rancangan studio tak ada satu kesempatan pun gangguan boleh dibiarkan. Ukuran suatu studio ditentukan oleh ruang secara fisik yang dibutuhkan untuk pemakai, peralatan dan perabotan, oleh fungsi penggunaan ruang itu dan oleh kebutuhan akustik. Dimensi terkecil tidak boleh kurang dari sekitar 8 ft (2,4 m). Sebenarnya untuk perbandingan ruangan yang secara umum atau secara suara bulat sebagai ukuran dan bentuk studio yang optimum tidak ada rekomendasi. Hanya saja untuk studio persegi panjang pada umumnya dianjurkan menggunakan rasio perbandingan ruang yang ditunjukkan dalam tabel sebagai berikut : Tabel V-6. Perbandingan Studio Segiempat yang Disarankan
Jenis Studio
Tinggi
Lebar
Panjang
Kecil
1
1,25
1,60
Sedang
1
1,50
2,50
Dengan langit-langit yang relatif panjang
1
2,50
3,20
Dengan panjang yang luar biasa relatif terhadap lebar
1
1,25
3,20
Sumber : Environmental Acoustics
Ukuran ruang dalam akustik studio akan berkurang pentingnya bila : 1. Studio mempunyai lantai yang tidak persegi panjang. 2. Dengung ideal telah dicapai. 3. Lapisan
akustik,
terutama
karakteristik
lapisan
dengan
penyerapan frekuensi rendah yang efisien, banyak digunakan dan didistribusi secara merata. 4. Difusi dengan derajat yang tinggi tersedia. 5. Volume studio lebih dari 25. 000 feet kubik (710 m3). Pengadaan difusi derajat tinggi sangat penting dalam akustik studio. Dengan difusi ideal jumlah posisi dimana variasi tekanan bunyi yang nyata terjadi banyak direduksi, sehingga mikrofon dapat ditempatkan dengan aman pada hampir tiap posisi yang sesuai. I-107
Difusi bunyi ini dapat diciptakan dengan beberapa cara, yaitu : 1. Pemakaian permukaan dan elemen penyebar yang tak teratur dalam jumlah yang banyak sekali, seperti pilaster, pier, balokbalok telanjang, langit-langit yang terkotak-kotak, pagar balkon yang dipahat dan dinding-dinding yang bergerigi. 2. Penggunaan lapisan permukaan pemantul bunyi dan penyerap bunyi secara bergantian. 3. Distribusi lapisan penyerap bunyi yang berbeda secara tak teratur dan acak. Pengendalian dengung dalam rancangan akustik studio sangat penting, oleh karena itu diperlukan besaran standar yang relevan yaitu waktu dengung (RT). RT merupakan waktu agar Tingkat Tahanan Bunyi (TTB) dalam ruang berkurang menjadi 60 dB setelah bunyi dihentikan. Berikut rumus perhitungan RT :
RT = 0,16V A + xV
RT = waktu dengung, sekon V = volume ruang, meter kubik A = penyerapan ruang total, sabin meter persegi A = S1a1 + S2a2 + … + Snan X = koefisien penyerapan udara
Perhitungan menggunakan koefisien udara (x) umumnya digunakan pada daerah dengan suhu udara yang sangat ekstrim yaitu suhu sangat tinggi atau sangat rendah. Di Indonesia sendiri memiliki suhu yang cukup normal. RT pada ruang-ruang produksi sebaiknya sekitar 0,5 detik, dengan batas toleransi 0,4 – 0,6 detik. Sedangkan untuk koefisien penyerapan bahan dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel V-7. Koefisien serapan bunyi MATERIAL 125 Hz
250 Hz
0,02 0,01 0,01 0,10
0,02 0,01 0,02 0,05
Koefisien Serapan Bunyi 500 Hz 1000 Hz 2000 Hz
NRC 4000 Hz
DINDING Pemantul Bunyi 1 2 3 4
Batubata, tak diglasir Batubata tak diglasir, dicat Beton, kasar Blok beton, dicat
0,03 0,02 0,04 0,06
0,04 0,02 0,06 0,07
0,05 0,02 0,08 0,09
0,07 0,03 0,10 0,08
I-108
0,05 0,00 0,05 0,05
5 6 7
8
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Kaca, berat, (lebar) Kaca, jendela biasa Papan gypsum, tebal ½” (dipaku pada rangka 2/4, setiap jarak 16” as) Papan gypsum, 1 lapis, tebal 5/8” (disekrup ke rangka 1/3, setiap jarak 16”, rongga diisi bahan isolator berserat) Konstruksi no.8 dengan 2 lapis papan gypsum tebal 5/8” Marmer atau keping berglasir Plester pada batubata Plester pada blok beton (atau 1” pada papan) Plester pada papan Plywood tebal 3/8” Baja Kerei logam (metal) Kayu, tebal ¼”, dengan rongga udara di belakangnya Kayu, tebal 1”, dengan rongga udara di belakangnya Penyerap
0,18 0,35
0,06 0,25
0,04 0,18
0,03 0,12
0,02 0,07
0,02 0,04
0,05 0,15
0,29
0,10
0,05
0,04
0,07
0,09
0,05
0,55
0,14
0,08
0,04
0,12
0,11
0,10
0,28
0,12
0,10
0,07
0,13
0,09
0,10
0,01 0,01
0,01 0,02
0,01 0,02
0,01 0,03
0,02 0,04
0,02 0,05
0,00 0,05
0,12
0,09
0,07
0,05
0,05
0,04
0,05
0,14 0,28 0,05 0,06
0,10 0,22 0,10 0,05
0,06 0,17 0,10 0,07
0,05 0,09 0,10 0,15
0,04 0,10 0,07 0,13
0,03 0,11 0,02 0,17
0,05 0,15 0,10 0,10
0,42
0,21
0,10
0,08
0,06
0,06
0,10
0,19
0,14
0,09
0,06
0,06
0,05
0,10
0,36
0,44
0,31
0,29
0,39
0,25
0,35
0,03
0,04
0,11
0,17
0,24
0,35
0,15
0,07
0,31
0,49
0,75
0,70
0,60
0,55
0,14
0,35
0,55
0,72
0,70
0,65
0,60
0,09
0,32
0,68
0,83
0,39
0,76
0,55
0,15
0,26
0,62
0,94
0,64
0,92
0,60
0,60
0,75
0,82
0,80
0,60
0,38
0,75
0,37
0,41
0,63
0,85
0,96
0,92
0,70
0,40
0,90
0,80
0,50
0,40
0,30
0,65
0,01 0,02
0,01 0,03
0,02 0,03
0,02 0,03
0,02 0,03
0,02 0,02
0,00 0,05
Bunyi 19 20
21
22
23
24 25
26
27
28 29
Blok beton, kasar Tirai (korden) ringan, 10 ons/yard2, rata pada dinding (Catatan : Memantulkan sebagian besar frekuensi) Tirai sedang, 14 ons/yard2 (dilipat-lipat hingga setengah area, dengan demikian 2 m tirai sama dengan 1 m dinding) Tirai berat, 18 ons/yard2, dilipatlipat hingga setengahnya Tirai tenunan serat kaca, 8 ½ ons/yard2, dilipat-lipat hingga setengahnya (Catatan: Semakin dalam rongga udara di belakangnya, hingga 12”, penyerapan frekuensi rendah akan semakin besar Papan serat tatal kayu, tebal 1” pada beton Material berserat tebal di belakang bidang terbuka Karpet berat pada papan berserat mineral, berlubang-lubang, dengan rongga udara di belakangnya Panil kayu, tebal ½”, berlubanglubang dengan diameter 3/16”, 11% luasan terbuka, dengan serat kaca setebal 2 ½” yang mengisi rongga udara di belakangnya LANTAI Pemantul Bunyi Beton atau teraso Linoleum, karet, atau lembaran
I-109
30 31 32 33 34 35 36
aspal di atas beton Marmer atau keeping diglasir Kayu Parket kayu di atas beton Penyerap bunyi Karpet berat di atas beton Karpet berat di atas karet busa Karpet berat, di atas lateks tak berpori, di atas karet busa Karpet ruang dalam-ruang luar LANGIT-
0,01 0,15 0,04
0,01 0,11 0,04
0,01 0,10 0,07
0,01 0,07 0,06
0,02 0,06 0,06
0,02 0,07 0,07
0,00 0,10 0,05
0,02 0,08
0,06 0,24
0,14 0,57
0,37 0,69
0,60 0,71
0,65 0,73
0,30 0,55
0,08
0,27
0,39
0,34
0,48
0,63
0,35
0,01
0,05
0,10
0,20
0,45
0,65
0,20
0,01 0,29
0,01 0,10
0,02 0,05
0,02 0,04
0,02 0,07
0,02 0,09
0,02 0,05
0,15
0,10
0,05
0,04
0,07
0,09
0,05
0,14 0,28
0,10 0,22
0,06 0,17
0,05 0,09
0,04 0,10
0,03 0,11
0,05 0,15
0,76
0,93
0,83
0,99
0,99
0,94
0,95
0,59
0,51
0,53
0,73
0,88
0,74
0,65
0,10
0,60
0,80
0,82
0,78
0,60
0,75
0,38
0,60
0,78
0,80
0,78
0,70
0,75
0,08
0,29
0,75
0,98
0,93
0,76
0,75
0,65
0,71
0,82
0,86
0,76
0,62
0,80
0,38
0,23
0,17
0,15
0,09
0,06
0,15
0,07
0,11
0,20
0,32
0,60
0,85
0,30
0,07
0,20
0,40
0,52
0,60
0,67
0,45
0,10
0,29
0,62
0,72
0,83
0,88
0,85
0,19
0,37
0,56
0,67
0,61
0,59
0,44
0,54
0,60
0,62
0,58
0,50
LANGIT 37 38 39 40 41
Pemantul Bunyi Beton Papan gypsum, setebal ½” Papan gypsum, setebal ½”, digantung Plester pada bilah papan Plywood, tebal 3/8” Penyerap Bunyi
42 43 44
45
46 47
48
49
50
51
52 53
Papan akustik, tebal ¾”, digantung Papan serat tatal kayu, tebal 2” pada rangka yang diletakkan Material penyerap bunyi berpori, tipis, tebal ¾” Material penyerap bunyi berpori, tebal 2”, atau material tipis tetapi dengan rongga udara di belakangnya Serat selulosa yang disemprotkan, tebal 1” pada beton Tenunan atap serat kaca, 12 ons/yard2 Tenunan atap serat kaca, 37 ½ ons/yard2 (Catatan : Memantulkan bunyi pada kebanyakan frekuensi) Busa Polyurethane, tebal 1”, sel terbuka Panil-panil papan serat kaca sejajar, setebal 1”, selebar 18”, panjang bebas, berjarak 18” satu dengan yang lain, tergantung 12” di bawah langit-langit Panil-panil papan serat kaca sejajar, setebal 1”, selebar 18”, panjang bebas, berjarak 6 1/2” satu dengan yang lain, tergantung 12” di bawah langitlangit TEMPAT DUDUK DAN AUDIENS Kursi yang terbungkus kain dengan baik, penahan tempat duduk berlubang-lubang, tidak diduduki Kursi yang terbungkus dengan
I-110
54 55 56 57
58 59 60 61 62 63 64 65 66 67
kulit, tidak diduduki Audiens, duduk di kursi yang terbungkus Jemaat, duduk di bangku kayu Kursi, metal atau kayu, tidak diduduki Siswa, berpakaian tidak formal, duduk di kursi dengan tempat menulis di samping BUKAAN Balkon dalam, dengan kursi yang terbungkus Diffuser atau gril, system mekanik Panggung LAIN-LAIN Kerakal, pisah-pisah dan lembab, tebal 4” Rumput, marion bluegrass, setinggi 2” Salju, baru turun, tebal 4” Tanah, kasar Pohon, cemara balsam, 20 ft2 per pohon, setinggi 8” Permukaan air (kolam renang) Udara, per volume 1000 ft kubik, kelembaban relatif 50 % Udara per volume 100 m kubik, kelembaban relatif 50 %
0,39
0,57
0,80
0,94
0,92
0,87
0,57
0,61
0,75
0,86
0,91
0,86
0,15
0,19
0,22
0,39
0,38
0,30
0,30
0,41
0,49
0,84
0,87
0,84
0,50-1,00 0,15-0,50 0,25-0,75 0,25
0,60
0,65
0,70
0,75
0,80
0,70
0,11
0,26
0,60
0,69
0,92
0,99
0,60
0,45 0,15
0,75 0,25
0,90 0,40
0,95 0,55
0,95 0,60
0,95 0,60
0,90 0,45
0,03
0,06
0,11
0,17
0,27
0,31
0,15
0,01
0,01
0,01
0,02
0,02
0,03
0,00
0,9
2,9
7,4
0,3
0,9
2,4
Sumber : M. David Egan Catatan : NRC (Noise Reduction Coefficient) adalah koefisien serapan bunyi suatu material yang diambil rata-rata dari 250 – 2000 Hz. Oleh karena itu penggunaannya harus hati-hati.
Akustik Ruang Kontrol Studio audiovisual dihubungkan dengan satu atau lebih ruang kontrol, dimana bangku kontrol (control desk) yaitu pusat saraf acara siaran atau rekaman ditempatkan. Semua sumber bunyi dikontrol dan dicampur di sini, sebelum sinyal akhirnya meninggalkan transmiter. Kontrol visual antara studio dan ruang kontrol diadakan lewat jendela kontrol yang lebar dengan pandangan tanpa halangan pada lantai studio. Selama luas lantai studio tidak melebihi sekitar 8001200 ft (75- 110 m2), ruang kontrol maupun studio dapat berada pada lantai yang sama. Ruang kontrol yang dihubungkan dengan studio yang ukurannya lebih besar harus dinaikkan. Ukuran dan bentuk ruang kontrol tergantung pada berapa orang dan berapa banyak peralatan yang harus disiapkan, misalnya konsol audio, fasilitas monitoring dan percakapan balik (talk-back), I-111
pereproduksi tape dan pelat (tape and disk reproducers), tape recorder, lonceng, unit kontrol dengung, monitor video, panel kunci interkom dan tempat duduk untuk pengontrol. Dalam ruang kontrol, RT sekitar 0,4 sekon dianjurkan pada jangkauan frekuensi tengah.
5. 3. 3. Hal-hal yang Mempengaruhi Akustik o Ukuran, bentuk dan volume ruang. Bentuk dasar ruang segi empat merupakan faktor yang mempengaruhi akustik. o Jenis, sifat dan kemampuan pemantulan dan penyerapan bunyi oleh permukaan bidang. Pemantulan akan mencapai angka tinggi, bila permukaan bidang pantul keras, licin dan tidak berpori. Hal ini berlawanan dengan penyerapan bunyi yang memerlukan permukaan bidang lunak, berserabut dan berpori. Dari fungsinya terdiri dari : -
Bahan penyerap nada tinggi. Yaitu bahan yang mengandung banyak hawa udara atau poripori lembut. Misalnya serabut gelas, serabut kayu, bahan organik sekaman kayu, serabut kelapa, merang jerami dan bahan busa sintetis seperti novolan, stiropor, moltopren dan batu apung, vermikulit perlit dan lain-lain.
-
Bahan penyerap nada menengah dan rendah. Yaitu bahan berupa pelat tipis atau kulit tipis yang elastis dan berlubang banyak dengan bahan penyerap bunyi pada sisi belakang. Pelat atau membran ini dipasang secara bebas. Bahan yang termasuk jenis ini adalah kayu, alumunium, semen asbes, hard board, plastik dan lain-lain.
Pemantul bunyi memiliki distribusi sebagai berikut sesuai dengan bentuknya : ·
Pemantul cembung
· Pemantul datar I-112
Gbr. 5. 55. Bentuk cembung dan datar dengan permukaan keras pada elemen bangunan dapat menjadi bentuk efektif bagi distribusi suara.
· Pemantul cekung
Gbr. 5. 56. Pemantul bunyi dengan permukaan cekung memiliki distribusi suara kecil karena cenderung memfokuskan suara.
Bentuk Atap Analisa diagram sinar mengindikasikan bahwa refleksi suara yang keras pada langit-langit datar menyediakan refleksi suara mengarah ke seluruh area tempat duduk. Bagaimanapun dengan mengorientasi langit-langit secara hati-hati, perpanjangan dari kegunaan reflektor langit-langit dapat ditingkatkan sehingga area duduk di bagian tengah belakang menerima pantulan dari kedua sisi langit-langit. I-113
Langit-langit Datar
Gbr. 5. 57. Jangkauan pantulan bunyi langit-langit datar.
Langit-langit Reorientasi
Gbr. 5. 58. Jangkauan pantulan bunyi langit-langit reorientasi.
Penanggulangan kebisingan dapat pula ditempuh dengan perencanaan konstruksi. Salah satunya dengan pemakaian sistem “lantai mengambang”.
I-114
Dan tak kalah pentingnya adalah penentuan pola zoning dan perencanaan ruang yang baik terutama untuk ruang yang membutuhkan isolasi bunyi.
5. 3. 4. Hasil Rancangan Akustik pada Ruang-ruang Produksi · Ruang Produksi - R. Studio Audiovisual Ruang studio audiovisual terdiri dari : ³ R. Studio Penonton Ruang studio penonton ini memiliki persyaratan akustik yang menyerupai tempat pertunjukan karena ruang ini tidak hanya memiliki fungsi sebagai tempat rekaman tetapi juga sebagai tempat pertunjukan dengan jumlah penonton tertentu. RT untuk studio penonton ini sekitar 1,5 detik, dengan toleransi 0,1 detik di bawah atau diatasnya. Bahan penyerap dipasang di dinding dan lantai, sedangkan langit-langit dimanfaatkan sebagai pemantul bunyi ke belakang. Perhitungan volume ruang, diketahui panjang ± 40 m, lebar ± 35 m, tinggi ± 12 m, maka V = 40 x 35 x 12 m3 = 16800 m3, x = 0,3 per volume 100 m3. Perhitungan serapan total permukaan ruang, a = S Sa Elemen
Bahan
Langit-langit
Busa polyurethane, tebal 1”, sel terbuka Blok beton kasar Karpet berat, di atas lateks tak berpori, di atas karet busa Kursi terbungkus kanvas, tak diduduki
Dinding Lantai
Bangku penonton
Koefisien Serapan, a500 Hz 0,20
0,31 0,39
0,15
Luas, S (m2)
Sa
40 x 35 = 1400
280
2(40x12) = 960 2(35x12) = 840 40 x 35 = 1400
297,6 260,4 546
jml kursi x luas kursi = 600(0,5x0,5) = 150
22,5
I-115
Audiens
Per orang
0,45
600 orang
270
Panggung
Panggung
0,25
30 x 10,5 = 315 30 x 1 = 30
78,75 7,5 1762,75
Jumlah
RT = 0,16V =
0,16(16800)
= 1,48 detik.
a + xV 1762,75 +0,3/100(16800) RT studio penonton masih berada di sekitar 1,4-1,6 detik, sehingga masih memenuhi syarat. ³ R. Studio Besar / Serbaguna Perhitungan volume ruang, diketahui panjang ± 32,5 m, lebar ± 26,5 m, tinggi ± 12 m, maka V = 32,5 x 26,5 x 12 m3 = 10335 m3,x = 0,3 per 100 m3. Perhitungan serapan total permukaan ruang, a = S Sa
Elemen
Bahan
Langit-langit
Panil akustik tebal ¾:, digantung Panil kayu, tebal ½”, berlubanglubang dengan diameter 3/16”, dengan serat kaca di belakangnya Karpet berat, di atas karet busa Panggung
Dinding
Lantai Setting /dekorasi
Panil kayu
Pelaku
Luas, S (m2)
Sa
32,5 x 26,5 = 860
713,8
0,80
2(32,5x10) = 650 2(26,5x10) = 530
520 424
0,57
32,5 x 26,5 = 860
490,2
0,75
1/3 x 860 = 296,67 26,5 x 10 = 265 10 x 10 = 100 20 x 0,25 = 5
222,5
100 orang
45 2710,5
Koefisien Serapan, a500 Hz 0,83
0,80
Kursi 0,60 terbungkus kulit Per orang 0,45 Jumlah
212 80 3
I-116
RT = 0,16V =
0,16(10335)
= 0,6 detik.
A + xV 2710,5 + 0,3/100(10335) Ruang studio besar ini RT berada dalam area 0,4 – 0,6 detik, sehingga masih memenuhi syarat. Pada ruang studio ini setting / dekorasi dapat diubah dengan menggunakan bahan yang masih memenuhi persyaratan RT ruang. ³ R. Studio Sedang Perhitungan volume ruang, diketahui panjang ± 20 m, lebar ± 13,5 m, tinggi ± 10 m, maka V = 20 x 13,5 x 10 m3 = 2700 m3, x = 0,3 per 100 m3. Perhitungan serapan total permukaan ruang, a = S Sa Elemen
Bahan
Langit-langit
Papan akustik tebal ¾” digantung Karpet berat pada papan berserat mineral Karpet berat, di atas karet busa Panggung
Dinding
Lantai Setting/dekor asi Pelaku
Luas, S (m2)
Sa
20 x 13,5 = 270
224,1
201,6 136,08
0,57
0,5x2(20x8) = 160 0,5x2(13,5x8) = 108 20 x 13,5 = 270
0,25
1/3 x 270 = 90
22,5
40 orang
18 756,18
Koefisien Serapan, a500 Hz 0,83
0,63
Per orang 0,45 Jumlah
RT = 0,16V =
0,16(2700)
153,9
= 0,57 detik.
A + xV 756,18 + 0,3/100(2700) RT ruang studio sedang ini telah memenuhi syarat karena dalam jangkauan 0,4-0,6 detik. Setting / dekorasi dapat diubah-ubah dengan mengikuti standar RT. ³ R. Studio Kecil
I-117
Perhitungan volume ruang, diketahui panjang ± 10 m, lebar ± 5 m, tinggi ± 5 m, maka V = 10 x 5 x 5 m3 = 250 m3, x = 0,3 per 100 m3. Perhitungan serapan total permukaan ruang, a = S Sa Elemen
Bahan
Langit-langit
Papan akustik tebal ¾” digantung Blok beton kasar
Dinding
Lantai Setting / dekorasi Pelaku
Karpet berat, di atas beton Panggung
Koefisien Serapan, a500 Hz 0,83
Luas, S (m2)
Sa
10 x 5 = 50
41,5
0,31
15,5
0,14
0,5 x 2(10x5) = 50 0,5 x 2(5x5) = 25 10 x 5 = 50
0,25
1/3 x 50 = 16,67
4,17
10 orang
4,5 80,42
Per orang 0,45 Jumlah
RT = 0,16V =
0,16(250)
7,75 7
= 0,49 detik.
A + xV 80,42 + 0,3/100(250) RT ruang studio kecil memenuhi persyaratan yaitu antara 0,40,6 detik.
Setting masih dapat diubah dengan mengikuti
persyaratan berlaku.
- R. Studio Audio Ruang studio audio terdiri dari : ³ R. Studio Musik Perhitungan volume ruang, diketahui panjang ± 10 m, lebar ± 10 m, tinggi ± 3,5 m, maka V = 10 x 10 x 3,5 m3 = 350 m3, x = 0,3 per 100 m3. Perhitungan serapan total permukaan ruang, a = S Sa Elemen
Bahan
Langit-langit
Panil papan serat kaca sejajar
Koefisien Serapan, a500 Hz 0,62
Luas, S (m2)
Sa
10 x 10 = 100
62
I-118
Dinding Lantai Pelaku Setting
Blok beton kasar Karpet berat, di atas beton Per orang Tempat duduk terbungkus kulit Jumlah
RT = 0,16V = A + xV
0,31
4(10x3,5) = 140
43,4
0,14
10 x 10 = 100
14
0,45 0,60
20 orang 20 x 0,25 = 5
9 3
131,4
0,16(350)
= 0,42 detik.
131,4 + 0,3/100(350)
RT ruang studio musik masih memenuhi persyaratan karena masih dalam jangkauan 0,4-0,6 detik. ³ R. Studio Dubbing Perhitungan volume ruang, diketahui panjang ± 10 m, lebar ± 5 m, tinggi ± 4,5 m, maka V = 10 x 5 x 3,5 m3 = 175 m3, x = 0,3 per 100 m3. Perhitungan serapan total permukaan ruang, a = S Sa
Elemen
Langit-langit
Dinding Lantai Pelaku Kursi
Bahan
Koefisien Serapan, a500 Hz 0,40
Luas, S (m2)
Sa
10 x 5 = 50
20
0,31 0,14
2(10x3,5) = 70 2(5x3,5) = 35 10 x 5 = 50
21,7 10,85 7
0,45 0,60
10 orang 10 x 0,25 = 2,5
4,5 1,5
Panil papan serat kaca sejajar Blok beton kasar Karpet berat, di atas beton Per orang Kursi terbungkus kulit Jumlah
RT = 0,16V =
0,16(175)
65,55
= 0,42 detik.
A + xV 65,55 + 0,3/100(175) Ruang ini memenuhi persyaratan karena memiliki RT dalam jangkauan 0,4-0,6 detik. I-119
- R. Animasi Ruang animasi terdiri dari : ³ R. Kerja Animator Perhitungan volume ruang, diketahui panjang ± 16 m, lebar ± 10 m, tinggi ± 4,5 m, maka V = 16 x 10 x 3,5 m3 = 560 m3, x = 0,3 per 100 m3. Perhitungan serapan total permukaan ruang, a = S Sa Elemen
Langit-langit
Dinding Lantai Pelaku Kursi
Bahan
Panil papan serat kaca sejajar Blok beton kasar Karpet berat, di atas beton Per orang Kursi terbungkus kulit Jumlah
RT = 0,16V =
Luas, S (m2)
Sa
16 x 10 = 160
64
0,14
2(16x3,5) = 112 2(10x3,5) = 70 16 x 10 = 160
34,72 21,7 22,4
0,45 0,6
20 orang 20 x 0,25 = 5
9 3
Koefisien Serapan, a500 Hz 0,40
0,31
0,16(560)
154,82
= 0,57 detik.
A + xV 154,82 + 0,3/100(560) RT masih memenuhi persyaratan karena dalam jangkauan 0,4-0,6 detik. ³ R. Studio Animasi Perhitungan volume ruang, diketahui panjang ± 9 m, lebar ± 5 m, tinggi ± 3,5 m, maka V = 9 x 5 x 3,5 m3 = 157,5 m3, x = 0,3 per 100 m3. Perhitungan serapan total permukaan ruang, a = S Sa Elemen
Bahan
Langit-langit
Panil papan
Koefisien Serapan, a500 Hz 0,40
Luas, S (m2)
Sa
9 x 5 = 45
18 I-120
Dinding Lantai Pelaku Kursi
serat kaca sejajar Blok beton kasar Karpet berat, di atas beton Per orang Kursi kulit Jumlah
RT = 0,16V =
0,31 0,14
2(9x3,5) = 63 2(5x3,5) = 35 9 x 5 = 45
19,53 10,85 6,3
0,45 0,60
5 orang 5 x 0,25 = 1,25
2,25 0,75 57,68
0,16(157,5)
= 0,43 detik.
A + xV 57,68 + 0,3/100(157,75) RT memenuhi persyaratan karena berada dalam jangkauan 0,4-0,6 detik.
- R. Sub Control Perhitungan volume ruang, diketahui panjang ± 9 m, lebar ± 5 m, tinggi ± 3,5 m, maka V = 9 x 5 x 3,5 m3 = 157,5 m3, x = 0,3 per 100 m3. Perhitungan serapan total permukaan ruang, a = S Sa
Elemen
Langit-langit
Dinding Lantai Pelaku Kursi
Bahan
Koefisien Serapan, a500 Hz 0,40
Luas, S (m2)
Sa
9 x 5 = 45
18
0,31 0,14
2(9x3,5) = 63 2(5x3,5) = 35 9 x 5 = 45
19,53 10,85 6,3
0,45 0,6
8 orang 8 x 0,25 = 2
3,6 1,2 59,48
Panil papan serat kaca sejajar Blok beton kasar Karpet berat, di atas beton Per orang Kursi kulit Jumlah
RT = 0,16V =
0,16(157,5)
= 0,42 detik.
A + xV 59,48 + 0,3/100(157,5) RT memenuhi persyaratan karena dalam jangkauan 0,4-0,6 detik.
I-121
- R. Control Perhitungan volume ruang, diketahui panjang ± 8 m, lebar ± 4 m, tinggi ± 3,5 m, maka V = 8 x 4 x 3,5 m3 = 112 m3, x = 0,3 per 100 m3. Perhitungan serapan total permukaan ruang, a = S Sa Elemen
Langit-langit
Dinding Lantai Pelaku Kursi
Bahan
Koefisien Serapan, a500 Hz 0,20
Luas, S (m2)
Sa
8 x 4 = 32
6,4
0,31 0,14
2(8x3,5) = 56 2(4x3,5) = 28 8 x 4 = 32
17,36 8,68 4,48
0,45 0,60
5 orang 5 x 0,25 = 1,25
2,25 0,75 39,92
Busa polyurethane tebal 1” Blok beton kasar Karpet berat, di atas beton Per orang Kursi kulit Jumlah
RT = 0,16V = A + xV
0,16(112)
= 0,45 detik.
39,92 + 0,3/100(112)
RT memenuhi persyaratan karena dalam jangkauan 0,4-0,6 detik.
- R. Master Control Perhitungan volume ruang, diketahui panjang ± 5 m, lebar ± 3 m, tinggi ± 3,5 m, maka V = 5 x 3 x 3,5 m3 = 52,5 m3, x = 0,3 per 100 m3. Perhitungan serapan total permukaan ruang, a = S Sa Elemen
Langit-langit
Dinding Lantai
Bahan
Koefisien Serapan, a500 Hz 0,83
Papan akustik tebal ¾”, digantung Blok beton 0,31 kasar Karpet berat, di 0,14 atas beton Jumlah
Luas, S (m2)
Sa
5 x 3= 15
12,45
2(5x3,5) = 35 2(3x3,5) = 21 5 x 3 = 15
10,85 6,51 2,24 32,05 I-122
RT = 0,16V = A + xV
0,16(52,5)
= 0,41 detik.
32,05 + 0,3/100(52,5)
RT memenuhi persyaratan karena berada dalam jangkauan 0,40,6 detik.
- R. VTR/CTR Perhitungan volume ruang, diketahui panjang ± 11 m, lebar ± 7 m, tinggi ± 3,5 m, maka V = 11x 7 x 3,5 m3 = 269,5 m3, x = 0,3 per 100 m3. Perhitungan serapan total permukaan ruang, a = S Sa Elemen
Langit-langit
Dinding Lantai Pelaku Kursi
Bahan
Koefisien Serapan, a500 Hz 0,40
Luas, S (m2)
Sa
11 x 7 = 77
30,80
0,31 0,14
2(11x3,5) = 77 2(7x3,5) = 49 11x 7 = 77
23,87 15,19 10,78
0,45 0,60
21 orang 21 x 0,25 = 5,25
9,45 3,15 93,24
Panil papan serat kaca sejajar Blok beton kasar Karpet berat, di atas beton Per orang Kursi kulit Jumlah
RT = 0,16V = A + xV
0,16(269,5)
= 0,46 detik.
93,24 + 0,3/100(269,5)
RT memenuhi persyaratan karena dalam jangkauan 0,4-0,6 detik.
- R. Telecine Perhitungan volume ruang, diketahui panjang ± 8 m, lebar ± 8 m, tinggi ± 3,5 m, maka V = 8 x 8 x 3,5 m3 = 224 m3, x = 0,3 per 100 m3. Perhitungan serapan total permukaan ruang, a = S Sa Elemen
Bahan
Koefisien Serapan, a500 Hz
Luas, S (m2)
Sa
I-123
Langit-langit
Panil papan serat kaca sejajar Blok beton kasar Karpet berat, di atas beton Per orang Kursi kulit Jumlah
Dinding Lantai Pelaku Kursi
RT = 0,16V = A + xV
0,16(224)
0,40
8 x 8 = 64
25,6
0,31
4(8x3,5) = 112
34,72
0,14
8 x 8 = 64
8,96
0,45 0,60
6 orang 6 x 0,25 = 1,5
2,7 0,9 72,88
= 0,49 detik.
72,88 + 0,3/100(224)
RT memenuhi persyaratan karena berada dalam jangkauan 0,4-0,6 detik. · Ruang Pasca Produksi - R. Editing Perhitungan volume ruang, diketahui panjang ± 7 m, lebar ± 4 m, tinggi ± 3,5 m, maka V = 7 x 4 x 3,5 m3 = 98 m3, x = 0,3 per 100 m3 . Perhitungan serapan total permukaan ruang, a = S Sa Elemen
Langit-langit
Dinding Lantai Pelaku Kursi
Bahan
Koefisien Serapan, a500 Hz 0,20
Luas, S (m2)
Sa
7 x 4 = 28
5,6
0,31 0,14
2(7x3,5) = 49 2(4x3,5) = 28 7 x 4 = 28
15,19 8,68 3,92
0,45 0,60
4 orang 4 x 0,25 = 1
1,8 0,6 35,79
Panil papan serat kaca sejajar Blok beton kasar Karpet berat, di atas beton Per orang Kursi kulit Jumlah
RT = 0,16V = A + xV
0,16(98)
= 0,43 detik.
35,79 + 0,3/100(98)
RT memenuhi persyaratan karena berada dalam jangkauan 0,40,6 detik. I-124
· Speaker (pengeras suara) Pada ruang-ruang produksi sebenarnya speaker tidak dibutuhkan karena suara langsung direkam melalui mikrofon yang bentuknya disesuaikan dengan kegiatan. Untuk pengambilan gambar cerita drama mikrofon tentu tidak baik bila terlihat sehingga digunakan fisher boom, yaitu mikrofon yang letaknya di atas adegan pengambilan gambar dan bila tidak terlalu besar dapat dipegang oleh kru. Gbr. 5. 59. Pemakaian fisher boom pada kegiatan syuting. Sumber : Analisa penulis.
Sedangkan pada pengambilan gambar yang membutuhkan interaksi dengan penonton, maka penggunaan speaker diperlukan. Hal ini berlaku pada ruang studio penonton yang cukup luas dan memiliki kapasitas penonton yang cukup banyak. Penempatan speaker menggunakan sistem kombinasi, yaitu dengan meletakkan speaker terpusat di atas sumber bunyi asli dan di beberapa tempat di bagian belakang untuk memperkuat bunyi di belakang dan balkon mengingat panjang ruang cukup besar ± 40 m. Penggunaan system kombinasi memerlukan alat penunda bunyi (initial time delay) agar bunyi dari speaker deretan belakang menunggu datangnya bunyi dari speaker terpusat di depan.
I-125
Gbr. 5. 60. Penggunaan speaker sistem kombinasi. Sumber : Analisa penulis.
I-126
DAFTAR PUSTAKA
Alan Wurtzel, Television Production, Second Edition, McGraw Hill Book Company, New York, 1985. D. C. Pritchard, Lighting 6th Edition, Addison Wesley Longman, London, 1999. Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Kedua, Balai Pustaka, Jakarta, 1995. Dipl. Ing. Y. B. Mangunwijaya, Pengantar Fisika Bnagunan, Djambatan, Jakarta, 1997. Ernest Neufert, Data Arsitek, Edisi 33, Jilid I, Erlangga, Jakarta, 1997. Ernest Neufert, Data Arsitek, Edisi 33, Jilid II, Erlangga, Jakarta, 2002. Gary R. Steffy, IES, IALD, Architectural Lighting Design, Van Nostrand Reinhold, New York, 1990. Gerald Millerson, Effective Television Production and The Small Studio, Focal Press, London, 1991. John E. Kauffman, PE, FIES, IES Lighting Handbook Application Volume, Illuminating Engineering Society of North America, New York, 1987. Leslie I. Doelle, Environmental Acoustic, McGraw Hill Book Company, USA, 1990. M. David Egan, Concepts in Architectural Acoustics, Mc Graw Hill, New York, 1998. Prasasto Satwiko, Fisika Bangunan 1, Edisi 1, Andi, Yogyakarta, 2003. Prasasto Satwiko, Fisika Bangunan 2, Edisi 1, Andi, Yogyakarta, 2004. R. McMullan, Environmental Science in Building, Edisi 3, Macmillan Press, London, 1992. Terry Byrne, Production Design for Television, Focal Press, London, 1991. YB. Wahyudi, Media Komunikasi Massa TV, Alumni Bandung, 1986. YB. Wahyudi, Teknologi Informasi dan Produksi Citra Bergerak, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1992.
I-127
I-128