PENAPISAN DAN IDENTIFIKASI SENYAWA ANTIJAMUR PATOGEN Phellinus lamaoensis DARI JAMUR ENDOFIT PADA TANAMAN OBAT ASAL CIREBON
NOFA MARDIA NINGSIH KASWATI
DEPARTERMEN BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Penapisan dan Identifikasi Senyawa Antijamur Patogen Phellinus lamaoensis dari Jamur Endofit pada Tanaman Obat Asal Cirebon adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juli 2013 Nofa Mardia Ningsih K NIM G84090034
ABSTRAK NOFA MARDIA NINGSIH KASWATI. Penapisan dan Identifikasi Senyawa Antijamur Patogen Phellinus lamaoensis dari Jamur Endofit Pada Tanaman Obat Asal Cirebon. Dibimbing oleh MARIA BINTANG dan ROFIQ SUNARYANTO. Jamur endofit merupakan jamur yang tumbuh di dalam jaringan tanaman yang mampu menghasilkan senyawa antibiotik. Penggunaan jamur ini bertujuan menghasilkan senyawa antijamur yang dapat menghambat pertumbuhan fitopatogen tanaman kakao jamur Phellinus lamaoensis. Metode yang digunakan dalam penelitian ini antara lain, penapisan isolat aktif dengan melakukan uji aktivitas, purifikasi dengan menggunakan KLT analitik, HPLC analitik dan identifikasi senyawa aktif menggunakan LC-MS. Isolat jamur endofit yang digunakan pada penelitian ini berasal dari jaringan daun, bunga dan batang tanaman obat-obatan asal Cirebon. Pada bagian daun tanaman bandotan (Ageratum conyzoides L.) ditemukan aktivitas jamur endofit terhadap patogen Phellinus lamaoensis dengan diameter zona bening dengan tiga kali pengulangan berturut-turut sebesar 10.52 mm, 10.37 mm dan 9.8 mm. Jamur yang memiliki aktivitas tersebut bernama Penicillium lagena. Keberadaan senyawa yang mampu menghambat pertumbuhan Phellinus lamaoensis ditandai dengan adanya dua puncak pada hasil analisis HPLC. Senyawa aktif ini dicirikan dengan waktu retensi 10.34 menit dengan serapan maksimum pada panjang gelombang 231.8 nm - 553.2 nm (puncak pertama) dan 12.152 menit dengan serapan maksimum pada panjang gelombang 229.5 nm - 542 nm (puncak kedua). Senyawa pada puncak pertama pada analisis LC-MS memiliki bobot molekul 206.0547 gram/mol. Prediksi senyawa pada LC-MS yaitu scoparone, citropten, dan 4Acetoxycinnamic acid. Kata kunci : bandotan, jamur endofit ,Phellinus lamaoensis
ABSTRACT NOFA MARDIA NINGSIH KASWATI. Screening and Identification of the Antifungal Compounds in Endophytic Fungi Isolated from Cirebon’s Pharmaceutical Plants Againts Phellinus lamaoensis. Supervised by MARIA BINTANG dan ROFIQ SUNARYANTO. Endophyte fungal is a fungi that grows in the plant tissue which capable of producing antibiotics compounds. Intended use of these fungi to produce antifungal compounds that can inhibit the growth of fitopatogen cocoa plants Phellinus lamaoensis. The methods used in this study, among others, active screening isolates with testing activities, using the analytical KLT, analytical HPLC purification , and identification of active compounds using LC-MS. Endophytic fungi isolates used in this study comes from the leaf tissue, flowers and medicinal plants stems from Cirebon. On the leaves of plants bandotan ( ageratum conyzoides l. ) found activity endophyte fungal against pathogenic Phellinus lamaoensis in diameter clear zone with three times reprocability, successive 10.52 mm ,10.37 mm, and 9.8 mm. Fungus that has the activity called Penicillium Lagena. The presence of a compound capable of inhibiting the growth
of Phellinus lamaoensis characterized by the presence of two peaks on the results of the analysis of HPLC. The first peaks had a retention time at 10.34 min on 231.8-553.2 nm as the optimal wavelength and the second peaks had a retention time of 12.152 min on 229.5-542 nm. The molecular weight of the first compound was estimated to be 206.0547 gram/mol on Liquid chromatography– mass spectrometry (LC-MS) analysis. These compound was predicted as scoparone, citropten, 4-acetoxycinnamic acid. Keywords: bandotan (Ageratum conyzoides L.), fungal endophyte, Phellinus lamaoensis
PENAPISAN DAN IDENTIFIKASI SENYAWA ANTIJAMUR PATOGEN Phellinus lamaoensis DARI JAMUR ENDOFIT PADA TANAMAN OBAT ASAL CIREBON
NOFA MARDIA NINGSIH KASWATI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departermen Biokimia
DEPARTERMEN BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Judul Skripsi : Penapisan dan Identifikasi Senyawa Antijamur Patogen Phellinus lamaoensis dari Jamur Endofit pada Tanaman Obat Asal Cirebon Nama : Nofa Mardia Ningsih Kaswati NIM : G84090034
Disetujui oleh
Prof Dr drh Maria Bintang, MS Pembimbing I
Dr Rofiq Sunaryanto, MSi Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr Ir I Made Artika, MAppSc Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat, nikmat, karunia serta izin-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Shalawat beriringkan salam semoga tecurahkan kepada Nabi besar penyampai risalah Allah Muhammad SAW. Terimakasih penulis ucapkan kepada Prof. Dr. drh. Maria Bintang ,MS dan Dr Rofiq Sunaryanto , M Si selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan, motivasi, arahan, inspirasi, ilmu serta kritik kepada penulis. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Rudiyono, Vindhya Tri Widayanti STP, Anita Widyanti Nugroho STP dan staf Laboratorium Mikrobiologi Biotek-BPPT yang telah membantu selama penelitian. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada keluarga, dan teman-teman biokimia yang telah memberikan dukungan moril maupun materil. Penulis menyadari tentang kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang dapat membuat hasil yang lebih baik. Penulis juga berharap tulisan ini dapat berguna bagi penulis sendiri maupun semua pihak demi kemajuan ilmu pengetahuan.
Bogor, Juli 2013 Nofa Mardia Ningsih Kaswati
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
METODE
2
Waktu dan Tempat Penelitian
2
Bahan
2
Alat
2
Prosedur Analisis Data
2
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pembahasan SIMPULAN DAN SARAN
7 7 12 18
Simpulan
18
Saran
18
DAFTAR PUSTAKA
19
LAMPIRAN
21
RIWAYAT HIDUP
27
DAFTAR TABEL 1 Bobot hasil ekstraksi dan biomasa ekstrak methanol 2 Uji aktivitas 30 fraksi kromatografi kolom
8 9
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Isolat aktif F EPCB20.3 Kurva Pertumbuhan Penicillium lagena Uji aktivitas ekstrak etil asetat terhadap jamur endofit Penicillium lagena Hasil Kromatogram KLT ekstrak etil asetat Penicillium lagena Hasil KLT fraksi 4 Kromatogram bioautografi fraksi 4 Kromatogram ekstrak Penicillium lagena sebelum dikolom Kromatogram fraksi 4 yang aktif Kromatogram KLT fraksi 4 noda 2 Serapan UV- vis KLT fraksi 4 noda 2
7 7 8 9 10 10 11 11 11 12
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Jamur endofit Penicillium lagena Komposisi eluen kromatografi kolom Kurva standar DNS Analisis gula total dan biomasa Penicillium lagena Gambar uji aktivitas fraksi 4 kromatografi kolom terhadap Phellinus lamaoensis Gambar kromatogram fraksi 4 yang aktif Uji aktifitas darin noda 2 KLT fraksi 4 Lampiran 8 KLT fraksi 4 yang aktif untuk bioautografi Bobot molekul senyawa aktif pada fraksi 4 noda 2 Rumus bobot molekul Penicillium lagena
21 21 21 22 23 23 23 24 25 26
PENDAHULUAN Jamur dapat memproduksi metabolit sekunder sebagai biokontrol terhadap jamur fitopatogen tanaman. Banyak penelitian terdahulu yang mempelajari mekanisme kerja dari jamur sebagai biokontrol penyakit tanaman yang disebabkan oleh jamur fitopatogen. Biokontrol penyakit tanaman mendapat perhatian yang lebih sebagai alternatif pengendali penyakit tanaman dari bahan kimia. Biokontrol penyakit tanaman melibatkan pemanfaatan mikroorganisme yang menguntungkan seperti jamur (kapang dan khamir) maupun bakteri untuk melawan dan mengendalikan penyakit yang disebabkan patogen tanaman (seperti bakteri, jamur, dan nematoda) (Tan dan Zou 2001). Indonesia mempunyai keragaman hayati yang sangat besar, termasuk didalamnya tanaman obat-obatan. Tanaman obat yang beraneka ragam jenis, habitus, dan khasiatnya mempunyai peluang besar serta memberi kontribusi bagi pembangunan. Karakteristik berbagai tanaman obat yang menghasilkan produk berguna bagi masyarakat memberi peluang untuk dibangun dan dikembangkan sehingga memiliki manfaat yang lebih. Berbagai keuntungan yang dihasilkan dari tanaman obat adalah: peningkatan pendapatan, kesejahteraan, keberlanjutan usaha dan penyerapan tenaga kerja (Kartasapoetra 2004). Penelitian penggunaan jamur endofit dari tanaman obat merupakan salah satu upaya untuk menghasilkan senyawa antijamur maupun mikotoksin untuk melawan patogen yang menyerang tanaman kakao (Theobroma cacao L.) seperti Phytopthora palmivora dan Phellinus lamaoensis. Fitopatogen ini dapat menurunkan produksi tanaman kakao di Indonesia. Phytopthora palmivora merupakan fitopatogen yang menyerang buah pada tanaman kakao. Buah kakao yang terinfeksi akan menunjukkan gejala pembusukan dan disertai bercak coklat kehitaman (Meija et al. 2008). Gejala ini biasanya dijumpai pada ujung dan pangkal buah. Hal ini terjadi karena pada pangkal buah terdapat lekukan yang menjadi tempat tergenangnya air sehingga spora jamur akan berkecambah dan menimbulkan infeksi dari pangkal hingga ujung buah. Phellinus lamaoensis merupakan fitopatogen penyebab busuk akar pada tanaman kakao (Wahyudi 2008). Penularan terjadi langsung antar akar sakit dan sehat. Umumnya jamur ini menyerang akar tunggang dan selanjutnya menyebar ke akar – akar yang besar. Survei yang dilakukan di Jawa menunjukan bahwa serangan busuk buah dapat menurunkan hasil produksi sekitar 26- 56%. Kerugian hasil di beberapa kebun dapat mencapai diatas 40%. Di Jawa Tengah kerugian dapat mencapai 49.8%, Jawa Timur 46.43% dan Jawa Barat 42.30%. Jamur endofit merupakan salah satu dari kelompok mikroba endofit. Hampir semua jaringan tanaman mengandung mikroba endofit. Mikroba endofit merupakan mikroorganisme yang dapat tumbuh dalam jaringan tumbuhan tanpa membahayakan inangnya. Mikroba endofit dapat diisolasi dari jaringan akar, batang, daun, dan yang paling umum ditemukan adalah dari jenis jamur. Identifikasi jamur endofit yang banyak dilakukan adalah dengan mengamati morfologi dari miselia dan konidianya. Beberapa mikroba endofit dapat menghasilkan senyawa - senyawa bioaktif sebagai senyawa metabolit sekunder yang memiliki daya antimikroba, antimalaria, antikanker dan sebagainya (Tan dan Zou 2001). Oleh karena itu Owen dan Hundley (2004) menyebutnya sebagai
2 chemical syintheizer inside plant. Mikroba endofit selain memiliki peranan penting dalam dunia pengobatan, juga memiliki peranan penting dalam dunia industri dan pertanian (Strobel 2003). Penelitian ini bertujuan mendapatkan isolat jamur potensial yang dapat menghasilkan senyawa aktif antifitopatogen tanaman kakao (Theobroma cacao L.). Sehingga hasil yang didapatkan dari penelitian ini mampu menjadi referensi mengenai senyawa antijamur fitopatogen tanaman kakao (Phellinus lamaoensis).
METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai Juni 2013. Kegiatan ini dilakukan di Balai Pengkajian Bioteknologi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (Biotek–BPPT) Laboratorium Mikrobiologi Serpong, Tangerang Selatan. Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah isolat jamur endofit dari jaringan daun, batang dan bunga tanaman obat asal Cirebon (lamtoro ( Leucaena leucocephala), melinjo (Gnetum gnemon L.), kumis kucing (Orthosiphon stamineus), pecut kuda (Stachytarpheta jamicensis), patikan kebo ( Euphorbia hirta ), jengger ayam (Celosia cristata), tapak liman ( Elephantopus scaber L. ) dan bandotan (Ageratum Conyzoides L.)) yang telah tersedia di BPPT-Biotek Serpong, Tanggerang Selatan, kloroform, akuades, malt extract, yeast extract, metanol, HCl 4N, NaOH 2N, DNS, alkohol 96 %, potatoes dextrose agar, tepung beras, glukosa, Soyben meal. KH2PO4 MgSO4 7H2O, kertas cakram (Whatman No. 1 diameter 6 mm) gliserol, potato exstrak, tripton, NH4NO3, dextrin, metanol HPLC, dan etil asetat. silika gel 60 (0,063-0,200 mm) ,TLC silica gel 60 F254 , glass wool dan nistatin (sebagai kontrol positif). Alat Peralatan yang digunakan adalah, oven, autoklaf, alumunium foil, pH meter, bulb, neraca analitik, Erlenmeyer, tabung reaksi, laminar, stirrer, parafilm, oven,, shaker, penangas air, rotary vaccum evaporator, tabung sentrifus 50 mL, tabung rotavapor, spatula, kertas cakram, parafilm, pipa kapiler, kolom, spektrometer, CAmag UV cabinet II, HPLC analitik (Waters 2695) dan Liquid chromatography–mass spectrometry (LC-MS (XEVO - G2QTOF (Waters)). Prosedur Analisis Data Penapisan Isolat Aktif Isolat yang digunakan merupakan kultur koleksi Balai Pengkajian Bioteknologi BPPT. Penapisan jamur endofit dilakukan untuk menentukan dan memilih isolat-isolat yang memiliki aktivitas antijamur. Penapisan jamur endofit
3 dilakukan dengan melakukan uji pendahuluan terlebih dahulu. Uji pendahuluan dilakukan dengan cara menumbuhkan isolat pada media PDA dan metode difusi agar. Kemudian isolat yang tumbuh diambil dengan menggunakan sedotan, selanjutnya diletakan pada media Potatoes dextrose agar ( PDA) yang telah dicampurkan dengan fitopatogen jamur Phellinus lamaoensis. Penapisan dilakukan sekali ulangan. Pembuatan Media Media PDA (Potatoes Dextrose Agar). Sebanyak 15.6 gram potatoes dextrose agar dilarutkan dalam labu Erlenmeyer kemudian ditambahkan akuades sampai volume 400 ml. Sterilisasi selama 15 menit pada suhu 121ºC. Setelah suhu Erlenmeyer mencapai 45ºC, medium dituangkan ke dalam cawan petri. Pekerjaan dilakukan dalam kondisi steril. Media Vegetatif (F1). Sebanyak 5 gram tepung beras, 5 gram glukosa,10 gram soybean meal, 0.5 gram KH2PO4 , dan 0.25 gram MgSO4 7H2O dimasukkan kedalam bekker glass, kemudian ditambahkan akuades sampai 500 mL, selanjutnya diaduk dengan menggunakan stirrer. Disediakan 10 Erlenmeyer 250 mL yang di dalamnya diisi dengan glass beat, kemudian dmasukan sebanyak 50 mL campuran yang dibuat sebelumnya, setelah itu disterilisasi selama 15 menit pada suhu 121ºC. Media Fermentatif F33. Sebanyak 50 mL gliserol, 500 mL potato extract konsentrasi 20 %, malt extract 5 gram, yeast extract 5 gram dan tripton 10 gram dimasukan ke dalam gelas piala, tambahkan air hingga mencapai 1000 mL, kemudian diaduk dengan menggunakan stirrer, pH diukur hingga 6.5. Campuran dituangkan ke dalam Erlenmeyer 250 mL sebanyak 50 mL per tabung. Sterilisasi pada suhu 121ºC pada waktu 15 menit, dan didinginkan pada suhu ruang selama 1 hari. Media Fermentatif F15. Sebanyak 30 gram glukosa, 20 mL gliserol, 10 gram dextrin,10 gram malt extract, 10 gram yeast extract, 1 gram tripton, 1 gram KH2PO4 dan 1 gram NH4NO3 dimasukkan kedalam gelas piala kemudian ditambahkan air hingga volumenya menjadi 1000 mL, diaduk menggunakan stirrer, pH diukur hingga 6.5. Campuran dituangkan kedalam Erlenmeyer 250 mL sebanyak 50 mL setiap Erlenmeyer, kemudian disterilisasi pada suhu 121ºC selama 15 menit dan didinginkan pada suhu ruang selam 1 hari. Regenerasi jamur (Noverita et al. 2009) Jamur endofit yang digunakan berasal dari tanaman obat asal Cirebon. Stok kultur didapatkan dari Balai Pengkajian Bioteknologi – Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (Biotek-BPPT). Jamur yang berada dalam vial (di dinginkan pada suhu ruang) kemudian dipindahkan ke media PDA dan diinkubasi pada suhu 28oC selam 5 hari. Regenerasi Phellinus lamaoensis Jamur fitopatogen tanaman kakao Phellinus lamaoensis diregenerasi pada media PDA. Selanjutnya diinkubasi pada suhu 28ºC selama 5-7 hari (Noverita et
4 al. 2009). Jamur patogen yang digunakan berasal dari stok kultur Balai Pengkajian Bioteknologi - Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BiotekBPPT), Kawasan Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (PUSPIPTEK) Gedung 630, Serpong, Tangerang Selatan. Kurva Pertumbuhan (Sunaryanto 2011) Media yang digunakan untuk menentukan kurva pertumbuhan sel fungi endofit adalah media vegetatif F1 (kode instansi). Sampel dari media F1 diambil sekitar 10 ml, kemudian disentrifus dengan kecepatan 4000 rpm selama 20 menit. Sampel mikroba diukur absorbansinya pada panjang gelombang 550 nm untuk penentuan kadar gula total setiap interval waktu enam jam, kemudian dibuat kurva pertumbuhan yaitu hubungan antara waktu, kadar biomassa dan gula total. Pengukuran dilakukan sampai sel mikroba mencapai tahap pertumbuhan stasioner. Perhitungan Gula Total dengan Metode DNS (Miller 1959) Sebanyak 0.5 gram sampel ditambahkan 1 mL HCl 4 N dipanaskan selama 20 menit. Setelah dingin ditambahkan 2 mL NaOH 2 N. Sampel diencerkan sesuai dengan perkiraan konsentrasi gula pereduksi yang terdapat didalam sampel. Selanjutnya diambil 1 ml dari larutan sebelumnya kemudian ditambahkan 3 mL DNS dan dipanaskan selama 5 menit. Absorbansi dibaca dengan menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 550 nm. Inokulasi Jamur Pada Media Vegetatif. Jamur yang akan ditumbuhkan pada media vegetatif, terlebih dahulu dimurnikan pada media PDA. Selanjutnya diinokulasikan pada media vegetatif (F1) (dalam kondisi steril). Satu ose fungi endofit yang telah dimurnikan diambil dan ditumbuhkan pada media vegetatif, kemudian dikocok dengan kecepatan 150 rpm selama 48 jam. Fermentasi Fungi (Rahmi 2010). Media Fermentasi F33 dan Media Fermentasi F15 Fungi yang ditumbuhkan pada media vegetatif diambil sebanyak 10 % dari volume media yang tersedia. Selanjutnya dimasukkan kedalam media fermentasi F33 dan media F15 yang sudah dibuat sebelumnya. Kemudian dikocok pada kecepatan 150 rpm selama 5 hari sesuai dengan pertumbuhannya. Estraksi Hasil Fermentasi (Rahmi 2010) Cairan hasil fermentasi yang didapatkan diekstraksi dengan dua tahapan berbeda. Tujuan dari perbedaan tahapan ini untuk mengetahui senyawa bioaktif yang diinginkan bersifat intraseluler atau ekstraseluler. Tahapan ekstraksi dimulai dengan memisahkan antara biomassa sel dengan media fermentasi menggunakan sentrifugasi kecepatan 8000 rpm selama 15 menit. Endapan yang diperoleh diekstrak menggunakan pelarut metanol (tahapan 1), sedangkan filtrat diekstrak menggunakan etil asetat (tahapan 2). Endapan yang didapatkan ditambah dengan metanol 1:1 (b/v), lalu dikocok selama 30 menit, selanjutnya disentrifus 8000 rpm selama 15 menit. Endapan yang didapatkan dihitung sebagai biomassa jamur. Sedangkan filtrat
5 metanol yang diperoleh dipekatkan menggunakan rotary vacuum evaporator, lalu dikeringkan menggunakan centrifugal concentrator. Selanjutnya ekstrak yang didapatkan ditimbang massanya. Selain mengekstraksi senyawa yang ada dalam endapan, penelitian ini juga mengekstraksi senyawa ekstraseluler yang ada dalam media fermentasi. Media fermentasi yang telah digunakan tersebut ditambah dengan pelarut etil asetat dengan rasio 1:1 (v/v). Campuran media dan pelarut tersebut selanjutnya dikocok selama 30 menit, lalu fase air dan fase etil asetat dipisahkan. Untuk memaksimalkan ekstraksi, fase air diekstrak bertingkat dengan menambah etil asetat sebesar 1:1 (v/v) lalu dikocok lagi selama 30 menit. Fase etil asetat dari ekstraksi pertama dan kedua digabungkan, kemudian dipekatkan menggunakan rotary vacuum evaporator, dan selanjutnya dikeringkan menggunakan centrifugal concentrator. Berat ekstrak ekstraseluler ini selanjutnya dihitung menggunakan neraca analitik. Uji Aktivitas (Agarry et al. 2007) Uji aktivitas terhadap Phellinus lamaoensis Uji aktivitas dilakukan dengan menggunakan metode difusi agar. Ekstrak kering yang didapatkan pada proses ekstraksi dengan pelarut metanol maupun etil asetat dibuat konsentrasinya menjadi 10.000 ppm dalam metanol 98.9%. Kertas cakram (Whatman No. 1 diameter 6 mm) ditetesi 20 µl larutan ekstrak. Setelah kering, dengan menggunakan pinset yang steril kertas cakram tersebut dipindahkan ke media PDA yang sudah diinokulasikan dengan patogen Phellinus lamaoensis sesuai dengan tanda yang diberikan, kemudian diinkubasi pada suhu 28º C, pertumbuhan jamur diamati setiap hari dengan memperhatikan terbentuknya zona bening. Zona bening tersebut merupakan tanda adanya senyawa bioaktif (antijamur) yang dihasilkan oleh mikroorganisme untuk memproteksi diri terhadap serangan jamur patogen. Kromatografi Kolom (Adlani 2009 dan Agarry et al. 2007) Fraksinasi dilakukan terhadap ekstrak metabolit dengan diameter zona hambat paling besar terhadap jamur fitopatogen tanaman kakao. Kromatografi kolom dengan elusi bergradien dilakukan dengan menggunakan fase diam silika gel 60 (0.063-0.200 mm) dan 3 jenis fase gerak (eluen) dari non polar sampai polar yaitu, kloroform, metanol dan akuades dengan 10 variasi (Lampiran 1). Eluen untuk packing biasanya digunakan eluen yang akan dielusikan untuk pertama kali . Kolom gelas yang telah dibersihkan dipasang tegak lurus pada statip, kemudian dibilas dengan fase gerak, dikeringkan dan dipasang glass wool pada bagian bawah kolom. Kolom dengan bagian bawah yang telah dilapisi glass wool diisi dengan silika gel sebanyak 28 g yang telah disuspensikan dalam fase gerak. Sebanyak 1 g ekstrak yang akan difraksinasi dilarutkan dalam kloroform secukupnya, kemudian dicampur dengan 2 g silika gel dan ditambahkan pada permukaan kolom silika gel sehingga ekstrak tersebut akan dijerap pada permukaan silika gel. Fraksi yang keluar dari kolom (setiap 50 mL) ditampung sehingga diperoleh 30 fraksi, dikeringkan dengan rotary vacuum evaporator dan diuji aktivitas antijamurnya dengan metode difusi agar.
6 Kromatografi Lapis Tipis (KLT) ( Kharismaya 2010) KLT dilakukan untuk memperoleh eluen yang cocok yang akan digunakan pada kromatografi kolom. KLT dilakukan dengan cara menotolkan 10 µL ekstrak pada lempeng KLT yang berukuran 1x10 cm dengan jarak 1 cm dari batas bawah plat kemudian dielusikan dengan menggunakan eluen yang merupakan komposisi campuran dari kloroform dan metanol dengan perbandingan tertentu. Setelah kering dielusi dalam bejana yang telah dijenuhkan dengan eluen hingga eluen bergerak mencapai batas atas plat KLT (1 cm dari ujung atas plat). Plat hasil elusi dikeringkan, kemudian bercak yang terbentuk diamati dengan lampu UV (Lamag UV cabinet) dengan panjang gelombang 254 nm (Mocheva et al. 2002). Bioautografi dilakukan setelah KLT untuk mengetahui bercak positif yang mempunyai kemampuan menghambat mikroorganisme uji. Metode bioautografi sama dengan metode difusi agar yang membedakan adalah plat KLT langsung ditempelkan pada media agar PDA. Purifikasi Hasil Fraksi aktif ( Kharismaya 2010) Dalam tahapan ini, fraksi yang aktif dipurifikasi menggunakan KLT (penjerap : silica gel 60 F254 ) dengan eluennya kloroform dan metanol. Selanjutnya noda yang muncul diamati dibawah sinar UV 254 nm. Setelah itu noda yang muncul dikerok kemudian dilarutkan dengan metanol, lalu disentrifus dengan kecepatan 13000 rpm dengan suhu 4ºC selama 10 menit, kemudian filtratnya diambil dan diuji aktivitasnya (Agarry et al. 2007). Filtrat yang didapatkan selanjutnya diidentifikasi dengan menggunakan HPLC. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)/High Performance Chromatography (HPLC) analitik dan Liquid Chromatography-Mass Spectrometry (LC-MS) (Adlani 2009). Untuk mengetahui tingkat kemurnian dari ekstrak metabolit dilakukan analisis menggunakan KCKT analitik menggunakan “HPLC Water 2695” kolom fase balik (reversed phase) Symmetry C18 5 µm (4,6 x 250 mm), volume sampel/injek adalah 10 µL/injek, dengan elusi bergradien 5% sampai 100% acetonitril selama 35 menit, detektor Photo Dioda Array (PDA) Uv-vis dengan panjang gelombang 210 nm untuk merunut keberadaan komponen senyawa (Kazakevich et al. 2007). Fase gerak yang digunakan adalah asetronitril 100% dan TFA 0.1%. Untuk mengukur sinyal elektronik yang dihasilkan oleh detektor digunakan komputer. Komputer mengukur kemudian memplotkan sinyal elektronik menjadi suatu kromatogram yang selanjutnya dapat digunakan untuk analisis senyawa yang dihasilkan . Analisis ekstrak aktif dengan Chromatography-Mass Spectrometer (LC-MS) Bobot molekul dan rumus molekul senyawa aktif ditentukan dengan Spektrum LC-MS (ESI positif ion). Ekstrak etil asetat Penicillium lagena dibuat konsentrasinya menjadi 10.000 ppm dalam pelarut methanol 98.9%. Sebanyak 5 μL larutan diinjeksikan ke dalam LC-MS. Kolom yang digunakan TOF MS ES+. Laju alir fase gerak 0.3 mL/menit. Eluen yang digunkan yaitu H2O + 0.1 % asam format, dan asetronitril + 0.1 asam format dengan detector ESI-MS positive ion mode.
7
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penapisan Isolat Jamur Endofit Tanaman Obat Asal Cirebon Penapisan dilakukan pada 30 isolat jamur endofit tanaman obat asal Cirebon yang berasal dari jaringan daun, batang dan bunga tanaman. Dari 30 isolat yang dilakukan uji pendahuluan, diperoleh satu isolat jamur endofit yaitu FEP-CB- 20.3. Isolat yang mampu menghambat pertumbuhan patogen Phellinus lamaoensis (Gambar 1) berasal dari daun tanaman bandotan dengan diameter 35 mm.
Gambar 1 Isolat aktif Jamur F-EP-CB- 20.3 terhadap Phellinus lamaoensis
Persen massa volume (%)
Kurva Pertumbuhan Penicillium lagena Kurva pertumbuhan jamur endofit Penicillium lagena disajikan pada Gambar 2. Penentuan kurva pertumbuhan ini bertujuan untuk menghasilkan jumlah sel mikroba yang optimum dan mengetahui waktu fermentasi yang tepat untuk jamur endofit Penicillium lagena. Gambar 2 memperlihatkan pertumbuhan yang semakin meningkat dari jam ke-0 sampai jam ke-60 dan selanjutnya memperlihatkan fase stsioner. Gambar 2 juga menunjukkan bahwa gula total yang terdapat pada jamur endofit Penicillium lagena semakin menurun dari jam ke- 0 sampai jam ke-60 hingga fase stasioner.
80 70 60 50 40 30 20 10 0 0 10 20 30 40 Persen masa volum (PMV)
50
60 70 80 (Jam) Gula Total (mg/ml)
Gambar 2 Kurva pertumbuhan Penicillium lagena
8 Ekstraksi dan Fermentasi Senyawa Bioaktif Jamur Endofit Penicillium lagena Tabel 1 menunjukkan hasil ekstraksi dari pelarut metanol dan etil asetat. Pelarut yang digunakan masing- masing memiliki konsentrasi 98.9%. Dari hasil ekstraksi didapatkan bobot ekstrak metanol dari endapan dan ekstrak etil asetat dari filtrat (Tabel 1). Bobot metanol yang didapatkan lebih besar dibandingkan bobot etil asetat. Tabel 1 Bobot hasil ekstraksi pelarut etil asetat dan metanol Jamur
Penicillium lagena
Media
F33
F15
Ulangan 1
Bobot ekstrak Etil asetat (gram) 0.0359
Bobot ekstrak metanol (gram) 0.8727
Biomassa ekstrak metanol (gram) 1.7911
2
0.0392
1.5026
1.6764
3
0.028
1.5079
1.5663
1
0.0206
0.9507
1.6707
2 3
0.0188 0.0241
0.4513 0.6999
1.5746 1.5216
Uji Aktivitas Jamur Penicillium lagena Ekstrak etil asetat dan metanol yang didapatkan dari jamur Penicillium lagena selanjutnya diuji aktivitasnya terhadap fitopatogen Phellinus lamaoensis. Hasil yang didapatkan, hanya ekstrak jamur dari pelarut etil asetat (ekstraseluler) pada media F15 yang memiliki aktivitas terhadap fitopatogen Phellinus lamaoensis Hal ini ditunjukan dengan adanya zona bening yang terbentuk dengan tiga kali pengulangan berdiameter 10.52 mm, 10.37 mm dan 9.80 mm. Pada tahap selanjutnya ekstrak yang digunakan untuk proses pemurnian hanya digunakan eksrak supernatan dari jamur Penicillium lagena. (Gambar 3).
a
Gambar 3
b
c
Aktivitas ekstrak etil asetat jamur Penicillium lagena terhadap Phellinus lamaoensis ulangan 1 (a); ulangan 2 (b); ulangan 3 (c)
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) ekstrak etil asetat jamur endofit Penicillium lagena KLT bertujuan mencari eluen yang cocok digunakan pada proses kromatografi kolom. Hasil KLT yang didapatkan menunjukan bahwa kloroform dan metanol dengan perbandingan 20:1 menunjukkan pola elusi yang
9 menghasilkan noda terbanyak dan memisah dengan pengamatan pola pada sinar UV 254 nm (Gambar 4).
a
b
c
Gambar 4 Hasil Kromatogram KLT ekstrak etil asetat Penicillium lagena kloroform dan metanol 20:1 (a) ; kloroform dan metanol 30:1(b); kloroform dan metanol 40:1 (c) Kromatografi Kolom Ekstrak Etil Asetat Jamur Penicillium lagena Kromatografi kolom dilakukan menggunakan silica gel 60 (0.063-0.200) dengan eluen kloroform, metanol dan air (volum total 150 mL/fraksi) dengan perbandingan komposisi setiap pelarut berbeda-beda (Lampiran 1). Dari proses kromatografi kolom ini diperoleh 30 fraksi (Tabel 2). Selanjutnya setiap fraksi diuji aktivitasnya terhadap patogen Phellinus lamaoensis. Hasil yang didapatkan dari uji aktivitas terhadap 30 fraksi, diperoleh satu fraksi yang mampu menghambat pertumbuhan patogen Phellinus lamaoensis (Lampiran 2). Tabel 2 Uji aktivitas 30 fraksi dari kolom No
Fraksi
Eluen
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
F1 F1.1 F2 F2.1 F2.2 F3 F3.1 F3.2 F4 F4.1 F4.2 F5 F5.1 F5.2 F6 F6.1 F6.2 F6.3 F7 F7.1 F7.2 F8
Kloroform Kloroform Kloroform Kloroform Kloroform Kloroform : Metanol Kloroform : Metanol Kloroform : Metanol Kloroform : Metanol Kloroform : Metanol Kloroform : Metanol Kloroform : Metanol : Air Kloroform : Metanol : Air Kloroform : Metanol : Air Kloroform : Metanol : Air Kloroform : Metanol : Air Kloroform : Metanol : Air Kloroform : Metanol : Air Kloroform : Metanol : Air Kloroform : Metanol : Air Kloroform : Metanol : Air Kloroform : Metanol : Air
Diameter Zona Hambat (mm) Phellinus lamaoensis 8.72 -
10 No
Fraksi
Eluen
23 24 25 26 27 28 29 30 Kontrol
F8.1 F8.2 F9 F9.1 F9.2 F10 F10.1 F10.2 Kontrol + Kontrol -
Kloroform : Metanol : Air Kloroform : Metanol : Air Kloroform : Metanol : Air Kloroform : Metanol : Air Kloroform : Metanol : Air Kloroform : Metanol : Air Kloroform : Metanol : Air Kloroform : Metanol : Air Nistatin Metanol
Diameter Zona Hambat (mm) Phellinus lamaoensis 9.78 -
Kromatografi Lapis Tipis Fraksi 4 Hasil Kromatografi Kolom ekstrak etil asetat Penicillium lagena terhadap Isolat Jamur Phellinus lamaoensis Kromatografi lapis tipis dilakukan terhadap fraksi 4 yang mempunyai aktivitas dalam menghambat pertumbuhan Phellinus lamaoensis. Gambar 5 menunjukan hasil KLT terhadap fraksi 4 yang aktif.
Gambar 5 Hasil KLT fraksi 4 aktif Hasil Bioautografi Fraksi 4 Aktif ekstrak etil asteat Penicillium lagena terhadap Phellinus lamaoensis Hasil bioatografi pada Gambar 6 menujukkan zona bening yang terlalu besar, sehingga spot yang benar-benar menghasilkan senyawa aktif belum dapat ditentukan.
Gambar 6 Kromatogram bioautografi fraksi 4 terhadap Phellinus lamaoensis
11 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Analitik /High Performance Liquid Chromatography (HPLC) Gambar 7 menunjukkan ekstrak Penicillium lagena yang aktif. Hal ini ditandai dengan munculnya beberapa puncak yang memiliki waktu retensi berbeda. Salah satu puncak pada kromatogram ini memiliki senyawa aktif yang mampu menghambat pertumbuhan Phellinus lamaoensis. 6.349
1.00 0.80
AU
11.519
1.20
0.60 0.40 0.20 0.00 5.00
10.00 Minutes
15.00
20.00
Gambar 7 Kromatogram ekstrak Penicilium lagena sebelum dikolom
10.114
2.50
1.50 1.00
8.778
4.751
AU
2.00
14.704
Gambar 8 menunjukkan hasil analisis HPLC fraksi 4 yang aktif. Hasil pemurnian belum dapat ditentukan secara spesisifik. Hal ini dikarenakan munculnya empat puncak dengan waktu retensi yang berbeda-beda.
0.50 0.00 2.00
4.00
6.00
8.00
10.00 12.00 Minutes
14.00
16.00
18.00
20.00
Gambar 8 Kromatogram fraksi 4 yang aktif
0.40
AU
0.30
12.152
10.340
Gambar 9 menunjukkan kromatogram hasil HPLC fraksi 4 spot 2. Terdapat dua puncak yang memiliki senyawa antijamur dengan waktu retensi 10.04 menit dan 12.15 menit.
0.20 0.10 0.00 5.00
10.00
15.00 Minutes
20.00
25.00
Gambar 9 Kromatogram KLT fraksi 4 aktif noda 2
12 Gambar 10 menunjukkan serapan geombang maksimum senyawa yang terdapat pada fraksi 4 spot 2. Serapan gelombang maksimum pada puncak pertama sebesar 231–553 nm, sedangkan pada puncak kedua memiliki serapan gelombang maksimum sebesar 229.5-542.2 nm. 229.5
0.70
0.35
0.60
0.30
0.50
0.25
0.40
0.20
AU
AU
231.8
0.30
0.15
0.20
0.10
0.10
0.05
553.2
0.00 200.00
260.3
0.00 200.00
400.00 nm
a
542.2 519.0 400.00 nm
b
Gambar 10 Serapan gelombang maksimum KLT fraksi 4 noda 2 dengan waktu retensi 10.34 menit (a); 12.152 menit (b) Liquid Chromatography-Mass Spectrometry (LC-MS) Fraksi 4 spot 2 Hasil LC-MS menujukkan ada dua puncak yang memiliki bobot molekul yang berbeda. Senyawa antijamur diduga berada pada puncak yang tingginya paling dominan yaitu pada puncak pertama. Senyawa antijamur pada puncak pertama ini memiliki bobot molekul sebesar 206.0547 gram/mol (Lampiran 8).
Pembahasan Penapisan dan Vegetatif Isolat Jamur Endofit Aktif Penapisan jamur endofit dilakukan untuk menentukan dan memilih isolatisolat yang memiliki aktivitas antijamur terhadap fitopatogen tanaman kakao jamur Phellinus lamaoensis. Jamur endofit yang digunakan berasal dari jaringan bunga, daun dan batang tanaman obat asal Cirebon. Penggunaan tanaman obat asal Cirebon merupakan salah satu wilayah koleksi tanaman obat Biotek-BPPT. Banyaknya koleksi tanaman obat BPPT dari berbagai daerah bertujuan untuk membandingkan keragaman genetik jamur endofit yang tumbuh pada daerah yang berbeda-beda. Terpilihnya tanaman obat asal Cirebon pada penelitian ini, dikarenakan daerah ini memiliki program dan kebijakan tanaman obat sejak tahun 2012. Program ini bertujuan meningkatkan produksi dan budidaya tanaman obat di daerah Cirebon (Abdibiof 2003).
13 Jamur endofit menghasilkan berbagai senyawa yang memiliki aktivitas biologi, diantaranya alkaloid, terpenoid, dan fenolik (Tan 2001). Fungi endofit yang tumbuh pada jaringan tanaman obat dapat menghasilkan senyawa yang memiliki khasiat sama dengan tumbuhan inangnya, walaupun jenis senyawanya berbeda. Bahkan, senyawa yang dihasilkan fungi endofit seringkali memiliki aktivitas yang lebih besar dibandingkan aktivitas senyawa dari tumbuhan inangnya (Prihatiningtias 2005). Tanaman obat yang digunakan diantaranya, lamtoro ( Leucaena leucocephala), melinjo (Gnetum gnemon L.), kumis kucing (Orthosiphon stamineus), pecut kuda (Stachytarpheta jamicensis), patikan kebo ( Euphorbia hirta ), jengger ayam (Celosia cristata), tapak liman ( Elephantopus scaber L. ) dan bandotan (Ageratum Conyzoides L.). Dari tiga puluh isolat jamur endofit tanaman obat asal cirebon yang diskrining, didapatkan satu isolat yang aktif terhadap fitopatogen Phellinus lamaoensis yaitu jamur Penicillium lagena (Lampiran 1). Pencillium lagena merupakan salah satu jamur yang berasal dari kelas Deuteromycetes memiliki kemampuan dalam menghasilkan senyawa antijamur. Isolat tersebut berasal dari jaringan daun tanaman bandotan (Ageratum conyzoides L.). Kemampuan menghambat dari isolat ini ditunjukkan dengan terbentuknya zona bening disekitar isolat (Gambar 1 dan Gambar 3). Sebelum diaplikasikan isolat jamur endofit Penicillium lagena diperbanyak dengan cara vegetatif, media yang digunakan adalah FI (kode instansi). Media ini kaya akan sumber karbon yang berasal dari tepung beras, asam amino dari soybean meal, KH2PO4 dan MgSO47H2O. Menurut Ahmad (2002) media lokal tepung beras memberikan hasil yang lebih baik dalam memperbanyak jamur, KH2PO berfungsi untuk metabolisme energi, sebagai penstabilisasi membran sel, dan pengaturan produksi, sedangkan MgSO47H2O berfungsi dalam pembentukan protein. Kurva Pertumbuhan Penicillium lagena Sebelum dilakukan proses fermentasi, terlebih dahulu dilakukan penentuan kurva vegetatif isolat jamur Penicillium lagena . Kurva pertumbuhan vegetatif digunakan untuk menentukan waktu yang paling tepat untuk transfer dari kultur vegetatif ke kultur fermentatif (Sunaryanto 2011) yaitu pada saat mendekati akhir dari fase pertumbuhan. Kultur vegetatif bertujuan untuk memperbanyak sel yang akan digunakan sebagai inokulum pada proses fermentasi. Medium yang digunakan biasanya didesain untuk perbanyakan sel (Sunaryanto 2011). Kurva pertumbuhan jamur dapat dipisahkan menjadi empat fase utama : fase lag, fase pertumbuhan eksponensial, fase stationer dan fase penurunan populasi (Dianursanti 2012). Fase-fase tersebut mencerminkan keadaan jamur dalam kultur pada waktu tertentu. Penentuan fase stasioner Penicillium lagena dilihat pada kurva pertumbuhan (Gambar 2). Pada fase lag, jamur Penicillium lagena mulai menyesuaikan kondisi dan medium fermentasi. Pada fase ini belum terjadi pertumbuhan sel. Setelah fase lag selesai selanjutnya masuk pada fase pertumbuhan. Fase pertumbuhan atau exponensial terjadi pada rentang waktu jam ke-6 sampai dengan jam ke-54. Pada kurva pertumbuhan jamur Penicillium lagena ini, terlihat konsumsi gula yang menurun dan pertumbuhan sel yang cepat (Lampiran 4). Konsumsi gula oleh mikroba mengakibatkan terbentuknya asamasam organik hasil hidrolisis gula yang dapat menurunkan derajat keasaman medium (Sanchez et al. 2010). Apabila dilihat dari rentang waktu fase
14 eksponensial maka proses pemanenan sel vegetatif untuk inokulum pada proses fermentasi dilakukan pada jam ke-42 sampai dengan jam ke-54 rentang waktu akhir fase pertumbuhan. Pertumbuhan fungi mulai memasuki fase stasioner pada jam ke-60 sampai jam ke-72 atau hari ke-3. Pada jam ke-72 seharusnya fungi mengalami penurunan biomasa, akan tetapi pada jam ke-72 pada Gambar 2, biomasa jamur mengalami peningkatan. Hal ini diduga jamur mengalami pertumbuhan yang tidak stabil. Fermentasi dan Ekstraksi Isolat Jamur Aktif Fermentasi adalah suatu proses dimana terjadi perubahan komponen kimiawi dari substrat organik sebagai akibat dari adanya aktivitas metabolisme mikroorganisme secara aerob maupun anaerob. Penentuan medium sebagai nutrisi yang paling tepat untuk suatu proses fermentasi jamur memerlukan penelitian yang cermat. Nutrisi harus diformulasikan untuk menunjang sintesis produk yang diinginkan, baik berupa biomassa sel maupun metabolit tertentu. Namun pada dasarnya semua mikroorganisme membutuhkan air, sumber energi, karbon, nitrogen, mineral, dan vitamin untuk nutrisinya serta oksigen untuk proses aerobik (Waites et al. 2001) Nutrisi harus diformulasikan untuk menunjang sintesis produk yang diinginkan, baik berupa biomassa sel maupun metabolit tertentu. Secara teknis perbanyakan inokulum dan tahapan fermentasi memerlukan formulasi media yang berbeda (dalam hal ini F15 dan F33). Untuk target produk berupa biomassa atau metabolit primer, media yang digunakan adalah media yang dapat mengoptimalkan pertumbuhan mikroorganisme, sedangkan untuk produk target berupa metabolit sekunder, maka diperlukan media yang dapat merangsang pertumbuhan awal, diikuti dengan kondisi yang dapat mengoptimalkan produksi metabolit sekunder (Waites et al. 2001). Fermentasi pada penelitian kali ini dilakukan terhadap isolat aktif jamur endofit Penicillium lagena yang diperoleh dari hasil vegetatif sebelumnya, dimana jamur yang didapatkan ini berpotensi sebagai senyawa antijamur fitopatogen Phellinus lamaoensis. Setiap jamur difermentasi dengan menggunakan media F33 dan media F15. Media F33 kaya akan sumber pepton yang berasal dari tripton dan yeast extract tetapi kurang sumber karbon yang berasal dari dextrin, sedangkan media F15 selain mengandung sumber nitrogen juga kaya akan sumber karbon yang berasal dari glukosa dan dekstrin. Dalam hal ini produksi senyawa antijamur pada media yang mengandung sumber karbon dan nitrogen lebih optimal daripada media yang hanya mengandung sumber nitrogen (Gao et al. 2009). Ekstraksi dan Uji Aktivitas Isolat Jamur Penicillium lagena Ekstraksi merupakan proses pelarutan senyawa kimia yang bersifat terlarut dari bahan yang tidak terlarut menggunakan pelarut cair. Ekstraksi dapat menggunakan beberapa pelarut yang berbeda kepolarannya untuk memisahkan suatu senyawa antimikroba yang diinginkan dari senyawa kimia lainnya. Perbedaan kepolaran tersebut merepresentasikan sifat kepolaran dari senyawa antimikroba yang diperoleh (Muliana 2007). Ekstraksi dilakukan secara maserasi bertingkat menggunakan dua pelarut yaitu metanol 98,9% dan etil asetat 98,9% dengan perbandingan 1:1 (v/v). Pelarut ini umum digunakan dalam mengekstraksi
15 kultur jamur endofit (Sharker et al 2006). Pelarut ini juga memiliki sifat yang polar dan semi polar, harganya yang murah, mudah didapatkan serta kekuatan ekstraksinya yang tinggi pada tanaman (Hughes 2002). Penggunaan metanol sebagai pelarut akan menghasilkan ekstrak yang lebih kental, produksi minyak yang lebih banyak dan aroma serta warna yang lebih kuat dibandingkan dengan etil asetat. Hasil ekstraksi ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain kondisi alamiah senyawa tersebut, metode ekstraksi, ukuran partikel sampel, kondisi dan waktu penyimpanan, lama waktu ekstraksi, serta perbandingan jumlah pelarut terhadap jumlah sampel (Khopkar 2003). Pada penelitian ini ekstrak metanol paling tinggi dibandingkan ekstrak etil asetat baik ekstrak yang berasal dari media F33 maupun media F15 seperti terlihat pada Tabel 1. Ekstrak yang didapatkan kemudian diuji aktivitasnya dalam menghambat pertumbuhan fitopatogen Phellinus lamaoensis. Uji Aktivitas terhadap Phellinus lamaoensis Uji aktivitas ekstrak jamur endofit tanaman bandotan dilakukan dengan menggunakan metode kertas cakram melalui difusi agar. Prinsip dari metode ini adalah mendifusikan secara bebas senyawa uji yang telah diketahui konsentrasinya ke seluruh media agar yang digunakan. Menurut Scorzoni et al. (2007) difusi agar mempunyai makna pergerakan molekul pada matrik gel agar ketika media agar dibiarkan memadat. Pada metode ini digunakan kertas cakram silinder (Whatman No. 1 diameter 6 mm) yang ditempatkan di atas permukaan agar. Terbentuknya zona bening di sekitar kertas cakram, menunjukkan bahwa ekstrak yang di uji memiliki aktivitas dalam menghambat pertumbuhan patogen yang diujikan. Zona hambat yang dihasilkan bergantung pada konsentrasi senyawa aktif yang berdifusi ke dalam agar. Selain itu, juga dapat dipengaruhi oleh volatilisasi dari senyawa uji, ukuran kertas cakram, jumlah senyawa yang digunakan, adsorpsi oleh kertas cakram, tipe agar, kandungan agar, pH, volume agar, dan strain mikroorganisme yang digunakan (Scorzoni et al. 2007). Uji aktivitas daya hambat ekstrak kasar metabolit yang dihasilkan oleh jamur endofit tanaman bandotan dilakukan terhadap fitopatogen Phellinus lamaoensis. Hasil uji aktivitas yang didapatkan menunjukkan bahwa dari ekstrak metanol dan ekstrak etil asetat jamur endofit Penicillium lagena yang di uji terhadap Phellinus lamaoensis , didapatkan ekstrak etil asetat (ekstraseluler) dari supernatan media F15 jamur endofit Penicillium lagena yang memiliki kemampuan menghambat pertumbuhan fitopatogen tersebut (Gambar 3). Pada tahap selanjutnya ekstrak yang digunakan untuk proses pemurnian hanya digunakan eksrak etil asetat(supernatan) dari jamur Penicillium lagena. Kromatografi Kolom dan Uji Aktivitas Fraksi yang Aktif Ekstrak etil asetat kemudian dimurnikan menggunankan kromatografi kolom. Prinsip dari kromatografi kolom, senyawa-senyawa polar dalam campuran yang melalui kolom akan melekat lebih lama pada silika yang bersifat polar jika dibandingkan dengan senyawa-senyawa non polar. Oleh karena itu, senyawa yang bersiifat non polar akan lebih cepat melewati kolom (Rahmi 2010). Hasil kromatografi kolom jamur Penicillium lagena disajikan pada Tabel 2. Selanjutnya dilakukan uji aktivitas dari fraksi-fraksi yang didapatkan terhadap
16 Phellinus lamaoensis. Dari 30 fraksi, didapatkan satu fraksi yang aktif terhadap Phellinus lamaoensis. Fraksi tersebut yaitu fraksi F4 dengan diameter zona bening sebesar 8.72 mm. Diameter zona bening yang didapatkan mendekati nilai diameter zona bening nistatin dengan konsentrasi 10.00 ppm (kontrol positif) sebesar 9.78 mm. Nistatin merupakan senyawa yang mampu menghambat pertumbuhan jamur (Kaewchai et al. 2009). Diduga senyawa antijamur yang dihasilkan oleh isolat jamur Penicillium lagena bersifat semi polar, dikarenakan memiliki aktivitas pada fraksi yang mengandung kloroform lebih banyak (Lampiran 2), aktif pada ekstrak yang berasal dari pelarut etil asetat, dan pada proses KLT pelarut dengan perbandingan kloroform (semipolar) lebih dominan dibandingkan metanol (polar) mempunyai pola elusi yang terpisah dengan baik. Fraksi yang aktif ini kemudian dilihat profil kromatogram senyawanya melalui HPLC analitik untuk membandingkan profil senyawanya dan tingkat kemurniannya. Bioautografi dan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) fraksi yang aktif Untuk melakukan uji bioautografi, komponen fraksi yang aktif dipisahkan dengan menggunakan KLT dengan fase diamnya silika 60 F254 dan damati pada panjang gelombang 254 nm (Kharismaya 2010). Adsorben atau fase diam pada lempeng KLT yang digunakan terbuat dari silika gel yang partikelnya berukuran antara 5-17 µm dengan ukuran pori 60 Å dan ketebalan 0.25 mm. Lempeng KLT tersedia dengan indikator fluoresens, misalnya mangan yang diaktivasi seng silikat atau fosfor yang akan memancarkan warna fluorosensi hijau ketika diradiasikan dengan cahaya UV pada panjang gelombang 254 nm. Senyawa yang menyerap cahaya UV akan terlihat berupa spot berwarna gelap (Braithwaite et al. 1999). Pada pemisahan ini digunakan eluen yang sebelumnya diperoleh dari hasil KLT ekstrak etil asetat Penicillium lagena (kloroform : metanol) sebesar 20:1 (v/v) yang memiliki pola elusi dan menghasilkan noda terbanyak dan memisah dengan pengamatan pola pada sinar uv 254 nm (Gambar 3). Pemilihan jenis eluen yang berbeda kepolarannya dalam KLT dapat digunakan untuk menguji suatu senyawa yang belum diketahui identitasnya. Hal ini bertujuan untuk mengetahui polaritas dari suatu senyawa uji (Yulia 2007). Fraksi hasil pemisahan kemudian di bioautografi untuk melihat keberadaan senyawa yang aktif. Hasil bioautografi menunjukkan bahwa senyawa aktif dari jamur endofit Penicillium lagena berada pada fraksi 4 (Gambar 6). Keberadaan senyawa aktif secara pasti belum dapat ditentukan. Hal ini disebabkan zona bening yang terbentuk terlalu besar pada setiap noda hasil KLT. Dimana pada bagian tengah dari plat KLT yang bukan merupakan bercak senyawa memiliki aktivitas penghambatan terhadap Phellinus lamaoensis. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Analitik /High Performance Liquid Chromatography (HPLC) dan LC-MS Ekstrak etil asetat dari supernatan jamur Penicillium lagena yang memiliki aktivitas antijamur terhadap Phellinus lamaoensis ditunjukkan pada kromatogram HPLC analitik Gambar 7. Penggunaan Kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT)/High Performance Liquid Chromatography (HPLC) dikarenakan kemampuan daya pisah atau resolusi pemisahannya yang tinggi dan
17 selektifitasnya sangat baik serta banyaknya solute yang dapat dipisahkan dengan metode ini (Hendayana 2006). Hasil analisis ekstrak supernatan menunjukkan beberapa puncak yang salah satu puncak tersebut merupakan senyawa aktif. Pada tahap selanjutnya dilakukan anilisis terhadap fraksi yang didapatkan dari pemurnian kromatografi kolom. Analisis dilakukan pada fraksi yang memiliki aktivitas antijamur terhadap fitopatogen Phellinus lamaoensis yaitu pada fraksi 4 (Lampiran 5). Untuk mengetahui profil kromatogram hasil pemurnian pada fraksi 4 yang aktif dianalisis menggunakan HPLC (KCKT) analitik. Fase diam KCKT menggunakan kolom C-18 yang bersifat non polar dan fase geraknya bersifat polar (asetronitril 100% dan TFA 0.1%). Puncak senyawa yang sifatnya polar akan terlihat terlebih dahulu pada kromatogram dan memiliki waktu retensi yang lebih sedikit, sedangkan senyawa yang bersifat non polar akan terikat kuat dengan fase diam sehingga puncaknya akan terlihat pada saat mendekati menit terakhir waktu retensi keseluruhan (Clark 2007). Hasil HPLC pada fraksi 4 menunjukkan bahwa senyawa aktif hasil pemurnian belum dapat ditentukan secara spesifik. Hal ini disebabkan munculnya empat puncak dengan waktu retensi yang berbeda-beda (Gambar 9), sedangkan berdasarkan kepolaran fraksi aktif diduga senyawa antijamur berada pada menit pertengahan waktu retensi. Hasil ini sama dengan penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa jamur endofit isolat F-AE-PP-8.3 fraksi aktif (10-15) yang memiliki aktivitas terhadap Phellinus lamaoensis, menghasilkan puncak-puncak yang terkesan menyatu pada awal waktu retensi, akan tetapi pada penelitian ini, berdasarkan kepolaran fraksi aktif jamur endofit isolat F-AE-PP-8.3 senyawa yang mampu menghambat pertumbuhan Phellinus lamaoensis berada pada menit awal waktu retensi (Rahmi 2010). Selanjutnya fraksi 4 yang aktif ini dilakukakan pemurnian kembali dengan KLT. Noda fraksi 4 (dengan empat kali penotolan) (Lampiran 8), dengan memperhatikan nilai Rf yang sama kemudian dikikis lalu dilarutkan dengan menggunakan metanol HPLC, selanjutnya disentrifus dengan kecepatan 13000 rpm selama 10 menit dengan suhu 4 ºC, kemudian diuji aktivitasnya kembali (Lampiran 7). Menurut Margino (2008), apabila terdapat noda dengan nilai Rf yang hampir sama, maka kemungkinan besar komponen tersebut berasal dari kelompok senyawa yang sama. Hasil yang didapatkan, fraksi 4 pada noda ke-2 (Lampiran 6) pada KLT mememiliki kemampuan dalam menghambat pertumbuhan Phellinus lamaoensis dengan diameter 14.05 mm (Lampiran 7). Untuk mengetahui profil kromatogram hasil pemurnian, maka fraksi 4 noda 2 ini dianalisis kembali menggunakan HPLC analitik. Kromatogram hasil pemurniannya menunjukan bahwa keberadaan senyawa antijamur belum dapat ditentukan secara pasti. Hal ini dikarenakan terdapat dua puncak pada kromatogram hasil pemurnian. Senyawa yang mampu menghambat pertumbuhan Phellinus lamaoensis ditandai dengan adanya dua puncak yang terlihat pada Gambar 9. Senyawa aktif ini dicirikan dengan waktu retensi 10.34 menit dengan serapan maksimum pada panjang gelombang 231.8 nm -553.2 nm (puncak pertama) dan 12.152 menit dengan serapan maksimum pada panjang gelombang 229.5 nm – 542 nm (puncak kedua) (Gambar 10). Hasil KCKT analitik ini menguatkan bahwa senyawa yang didapatkan besifat semipolar, hal ini dikarenakan senyawa yang diduga aktif muncul pada menit-menit pertengahan
18 elusi. Waktu retensi yang diperoleh dapat digunakan sebagai salah satu karakteristik untuk mengidentifikasi suatu senyawa (Kopec 2006). Ekstrak aktif fraksi 4 noda 2 ini kemudian diidentifikai bobot molekul dan jenis senyawanya menggunakan LC-MS. Metode LC-MS telah banyak digunakan sebagai metode pemisahan dan identifikasi bagi kebanyakan senyawa obat/organik. Metode ini sangat sensitif dan selektif dibandingkan metode deteksi dengan sinar UV biasa (Ortelli et al. 2000). Setelah pemisahan analit pada kolom HPLC, analit akan masuk ke detektor massa. Di dalam detektor ini, analit akan mengalami ionisasi menjadi ion dalam fase gas. Ion-ion tersebut akan terpisah berdasarkan rasio mass to charge (m/z) dan akan terdeteksi berdasarkan kelimpahan masing-masing ion. Hasil analisis menggunakan LC-MS diketahui bahwa senyawa aktif yang dihasilkan oleh puncak ini memiliki bobot rumus molekul C11H10O4 dan bobot molekul sebesar 206.0547 gram/mol (Lampiran 9). Prediksi senyawa pada LC-MS yaitu scoparone, citropten, dan 4-Acetoxycinnamic acid.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Jamur endofit Penicillium lagena dari jaringan daun tanaman bandotan (Ageratum conyzoides L.) dapat menghambat pertumbuhan fitopatogen kakao Phellinus lamaoensis. Senyawa ini bersifat semipolar. Senyawa aktif yang diperoleh dari HPLC analitik ditandai dengan munculnya dua puncak. Hasil analisis menggunakan LC-MS diketahui bahwa senyawa aktif yang dihasilkan oleh puncak ini berada pada puncak pertama dengan rumus molekul C11H 10O4. dan bobot molekul sebesar 206.0547 gram/mol. Prediksi senyawa pada LC-MS yaitu scoparone, citropten dan 4-Acetoxycinnamic acid.
Saran Perlu dilakukan penelitian lanjut untuk mengetahui secara spesifik senyawa antijamur yang terdapat pada jamur endofit Penicillium lagena. Metode yang dapat diguanakan yaitu purifikasi HPLC preparatif sehingga bisa diuji senyawa aktif fraksi mana yang aktif.
19
DAFTAR PUSTAKA Abdibiof. 2012. Temu teknologi produksi bawang merah [Internet]. [20-22 Maret 2012]. Cirebon. [4 Juli 2013]. Tersedia pada: http://disayur.hortikultura.go.id Adlani, E. 2009. Isolasi, Purifikasi, dan Karakterisasi Senyawa Antibiotika Yang Dihasilkan Oleh Actinomycetes. [tesis]. Malang: Program Pasca Sarjana Universitas Brawijaya. Agarry et al. 2007. Antifungal Activities of Griseofulvin and Asso ciated Bacteria of Cassava (Manihot esculenta Crantz). American J Food Techno 2 (5): 446-451 Ahmad, R Z. 2002. Isolasi dan Seleksi kapang Nematofagus untuk Pengendalian Haemonchiasis pada Domba. [tesis]. Bogor: Program Pasca sarjana Institut Pertanian Bogor. Braithwaite et al. 1999. Chromatographic Methods. Ed ke-5. Dordrecht: Kluwer Academic. Clark, J. 2007. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (HPLC). http://www.chemis-try.org/materi_kimia/instrumen_analisis/kromatografi1/kromatografi_ca ir_kinerja_tinggi_hplc/. Dianursanti. 2012. Pengembangan system produksi biomassa Chlorella vulgaris dalam reactor plat datar melalui optimasi pencahayaan menggunakan teknik filtrasi pada aliran kultur media [disertasi]. Depok. Universitas Indonesia. Fitri NA, Kumala S. 2008. Penapisan kapang endofit ranting kayu meranti merah (Shoerea balangeran Korth.) sebagai penghasil enzim xilanase. Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia. 6: 1- 6 Gao, H, M. Liu, Dai, X. Zhou, X dkk. 2009. Medium Optimation for The B1 a by Streptomyces avermitilis 14-12A Using Response Surface Methodology. Bioresourse Technology 100 92009) 4012- 4016 Hendayana, S. 2006. Kimia Pemisahan: Metode Kromatografi dan Elektroforesis Modern. Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia bekerjasama dengan PT. Remaja Rosdakarya. Bandung . Hughes, I. 2002. Herb in Africa Part Extraction of Herbal material. Science in Africa. [terhubung berkala] http://www.scienceinafrica.co.za (10 Mei 2013). Kaewchai, S,Soytong, Hyde. 2009. Mycofungicides and fungal biofertilizers. J Fungal Diversity 38: 25-50 Karismaya, W. 2010. Biotransformasi palmatin oleh jamur endofit dari tumbuhan akar kuning (Arcangelisia flava L.Merr : Menispermaceae) [skripsi]. Jakarta: Universitas Syarif Hidayatullah. Kartasapoetra, G. 2004. Budidaya Tanaman Berkasiat obat. Jakarta : PT Rineke Cipta Hamzari. Kazakevich et al. 2007. HPLC for pharmaceutical scientists. New Jersey: A John Wiley & Sons Inc. Khopkar SM. 2003. Konsep Dasar Kimia Analitik. Penerjemah: Saptorahardjo A. Jakarta: UI Press. Terjemahan: Basic Concept of Analitical Chemistry. Margino, S. 2008. Produksi metabolit sekunder (antibiotik) oleh isolat jamur
20 endofit Indonesia. Majalah Farmasi Indonesia 19(2): 86--94 Miller, GL. 1959. Use of dinitrosalicylic acid reagent for determination of reducing sugar. Anal Chem 31: 426-428. Meija et al. 2008. Endophytic Fungi as biocontrol Agents of Theobroma cacao Pathogens.. J. Biological Control 46 4-14 Moncheva, et al. 2002. Characteristis of Soil Actinomycetes from Antartica. J. Cult. Collect 3: 3-14 Muliana, D. 2007. Penapisan isolat kapang dari serasah penghasil senyawa antimikroba terhadap bakteri dan fungi uji [skripsi]. Depok. Departemen Biologi. UI Ortelli et al. 2000, Analysis of Dihydroartemisinin in Plasma by Liquid Chromatography-Mass Spectrometry, Chromatographia, 52 (7/8), 445-450. Owen NL, Hundley N. 2004. Endophytes the chemical synthesizer. Sci Prog 87:79-99. Prabandari, E.E. 2011. Isolasi, karakterisasi dan optimasi medium produksi senyawa aktif kapang endofit untuk menghambat proliferasi sel kanker payudara MCF-7 secara invitro [disertasi]. Bogor: Program Pasca sarjana Institut Pertanian Bogor. Prihatiningtias,W. 2005. Senyawa Bioaktif Fungi Endofit Tumbuhan Akar Kuning (Fibraurea chloroleuca Miers) Sebagai Agensia Antimikroba Program Studi Bioteknologi, Sekolah Pascasarjana UGM Rahmi, A. 2010. Aktivitas Antijamur dan Fraksinasi Ekstrak Butanol yang Dihasilkan oleh Jamur (F-IG-LB-178.1 DAN F-AE-PP-8.3) dan Aktinomisetes a-IG-BP-191.5 terhadap Jamur Fitopatogen Tanaman Kakao (Phytophthora palmivora dan Phellinus lamaoensis) [tesis]. Malang: Pascasarjana THP-FTP UB. Sanchez et al. 2010. Carbon source regulation of antibiotic production. J Antibiot 63: 442-459 Sharker et al. 2006. Natural Products Isolation. Ed ke-2. (Methods in Biotechnology). Vol ke-20. New Jersey: Human Press Strobel, G.A. 2003. Endophytes as sources of bioactive products. pp.11 Sunaryanto, R. 2011. Isolasi,purifikasi,identifikasi dan optimasi fermentasi antibiotic yang dihasilkan oleh aktinomisetes laut [disertasi]. Bogor. Pascasarjana IPB Tan RX, Zou WX. 2001. Endophytes: a rich resourch of functional metabolites. Nat Prod Rep 18:448-459 Waites et al. 2001. Industrial Microbiology: An Introduction. Blackwell Science Ltd, UK. Wahyudi, P. 2008. Mikro simbion endofitik dalam jaringan tanaman. Lingkungan Manajemen Ilmiah, 3(2) :45-5. Yulia, P.R. 2007. Isolasi dan seleksi kapang endofit penghasil antimikroba pada beberapa tanaman obat tradisional Indonesia [skripsi]. Depok. Farmasi FMIPA UI
21
LAMPIRAN Lampiran 1 Jamur Penicillium lagena
Penicillium Lagena Lampiran 2 Komposisi eluen untuk kromatografi kolom Fraksi I II III IV V VI VII VIII IX X
Eluen (ml) Metanol 3 4.5 7.5 15 40.5 52.5 57 90 90
Kloroform 150 147 145.5 142.5 135 120 90 82.5 30 30
Akuades 1.5 6 12 15 30 30
Lampiran 3 Kurva Standar DNS
Absorbansi
1 y = 0.002x - 0.007 R² = 0.998
0.8 0.6 0.4 0.2 0 -0.2
0
100
200 Konsentrasi glukosa
300
400
22 Lampiran 4 Analisis gula total dan biomassa Penicillium lagena Jamur jam ke
Ulangan
PMV
Absorbansi
Gula Total (mg/mL)
0.9/10 0.9/10 0.9/10
Faktor Pengenceran 10x 10x 10x
0
1 2 3
0.73 0.618 0.571
25.80 21.80 20.23
6
1 2 3
1/10.5 1/10.5 1/10.5
10x 20x 20x
0.640 0.272 0.241
22.65 19.53 17.36
18
1 2 3
1.3/10 1.3/10 1.3/10
10x 10x 10x
0.495 0.558 0.509
17.57 19.78 18.06
30
1 2 3
1.4/10 1.3/10 1.3/10
5x 5x 5x
0.742 0.663 0.760
13.11 11.73 13.42
36
1 2 3
2/10 2/10 2/10
5x 5x 5x
0.589 0.637 0.677
10.43 11.27 11.97
1 2 3 1 2 3
2/10 2/10 2/10 2/10 2/10 1.5/10
4x 4x 4x 4x 4x 4x
0.794 0.795 0.799 0.466 0.527 0.590
11.21 11.23 11.28 6.62 7.48 8.36
54
1 2 3
2.1/10 2.1/10 2.4/10
2.5x 2.5x 2.5x
0.726 0.721 0.616
6.41 6.37 5.45
60
1 2 3
3/10 3/10 3/10
2x 2x 2x
0.627 0.695 0.604
4.44 4.91 4.28
66
1 2 3
2.6/10 2/10 2.6/10
2x 2x 2x
0.541 0.541 0.599
3.84 3.84 4.24
72
1 2 3
3/10 3.5/10 3/10
2x 2x 2x
0.383 0.365 0.365
2.73 2.60 2.60
42
48
23 Lampiran 5 Gambar uji aktivitas Lamaoensis
fraksi 4 yang aktif terhadap Phellinus
Fraksi 4 aktif
Nistatin Kontrol positif
Lampiran 6 Kromatogram noda fraksi 4 yang aktif
Noda 2 aktif
Lampiran 7 Uji aktifitas dari noda 2 hasil KLT fraksi aktif 4
24 Lampiran 8 KLT fraksi 4 yang aktif untuk proses bioautografi U1
U2
U3
3
2
1
Nilai Rf masing pengulangan KLT pada fraksi 4 Ulangan
1 2 3 4
I 0.38 0.37 0.4 0.38
Rf setiap noda (cm) II 0.55 0.55 0.53 0.53
III 0.6 0.59 0.58 0.56
U4
25 Lampiran 9 Bobot molekul senyawa aktif pada fraksi 4 noda 2
Bobot molekul
26 Lampiran 10 Rumus bobot molekul Penicillium lagena
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Padang Panjang 13 Maret 1991 dari ayah H. Kamarrudin dan Ibu Asnawati BA. Penulis adalah anak ke-3 dari enam bersaudara. Tahun 2009 penulis lulus dari SMA Negeri 2 kota Solok dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB dan diterima di Departemen Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Bulan Juli – Agustus 2012 penulis melaksanakan Praktik Lapangan di Balai Pengkajian Bioteknologi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (Biotek–BPPT) Laboratorium Mikrobiologi Serpong, Tangerang Selatan dengan judull Uji Aktifitas Jamur endofit Tanaman Kakao Terhadap Patogen Phytopthora Palmivora dan Phellinus Lamaoensis. Selama masa perkuliahan, penulis aktif dalam organisasi kampus sebagai staf divisi metabolism dan kepala divisi Birofunrising CREB (Community of Reasearch and Education in Biochemistry) tahun 2011-2012 dan anggota Paskibra IPB 2009-2010. Penulis juga pernah mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) yang diselenggarakan oleh DIKTI 2011-2012 dengan judul Potensi Tumbuhan Liar Herba Suruhan dan Jahe Merah sebagai Antiinflamasi dan pada tahun 2013 dengan judul Aktivitas Antikanker Metabolomik Sirih Merah (Piper crocatum) Terhadap Sel Kanker Serviks.