IDENTIFIKASI AKTINOMISET ENDOFIT ASAL TANAMAN PADI BERDASARKAN ANALISIS GEN 16S rRNA DAN nifH
WAHYU EKA SARI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Identifikasi Aktinomiset Endofit Asal Tanaman Padi Berdasarkan Analisis Gen 16S rRNA dan nifH adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor
Bogor, Mei 2014
Wahyu Eka Sari NIM G351110201
RINGKASAN WAHYU EKA SARI. Identifikasi Aktinomiset Endofit Asal Tanaman Padi Berdasarkan Analisis Gen 16S rRNA dan nifH. Dibimbing oleh YULIN LESTARI dan DEDY DURYADI SOLIHIN. Aktinomiset indigenos dikenal memiliki keragaman yang tinggi dan berpeluang untuk mendapatkan novel spesies. Aktinomiset endofit diketahui dapat menjadi pelaku pemfiksasi nitrogen selain mampu menghasilkan senyawa bioaktif dengan beragam fungsi seperti antimikrob, penghasil enzim dan inhibitor enzim, serta hormon pemacu pertumbuhan. Identifikasi molekuler dan peran aktinomiset endofit tanaman padi masih jarang dilakukan, sehingga perlu dikaji. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan mengidentifikasi aktinomiset endofit tanaman padi berdasarkan analisis gen 16S rRNA dan nifH serta mengkaji aktivitasnya dalam memfiksasi nitrogen. DNA genom dari tujuh isolat aktinomiset endofit diisolasi menggunakan Genomic DNA Mini Kit, selanjutnya gen 16S rRNA diamplifikasi menggunakan PCR. Analisis kemampuan fiksasi nitrogen dilakukan berdasarkan uji produksi amonia, pertumbuhan di media bebas nitrogen, dan amplifikasi gen nifH melalui PCR. Produk PCR disekuensing dan dianalisis menggunakan software bioinformatika MEGA 5.05 untuk mengkonstruksi pohon filogenetik yang mengindikasikan kekerabatan antar isolat. Analisis sekuen gen 16S rRNA menunjukkan bahwa tujuh isolat (IPBCC.b.14.1531, IPBCC.b.14.1532, IPBCC.b.14.1533, IPBCC.b.14.1534, IPBCC.b.14.1535, IPBCC.b.14.1536, dan IPBCC.b.13.1530) berkerabat dekat dengan Streptomyces spp. Sekuen 16S rRNA dari enam isolat berkerabat dengan S. albolongus, S. cavourensis subsp. cavourensis, S. anulatus, dan S. bungoensis dengan identitas maksimum < 97%, dan satu isolat lainnya berkerabat dekat dengan S. misionensis, dengan identitas maksimum 99%. Berdasarkan analisis sekuen gen nifH, tiga isolat berhasil diamplifikasi menggunakan PCR dan menunjukkan kekerabatannya dengan gen nifH Herbaspirillum sp., dengan nilai kemiripan 93 hingga 99%. Analisis keragaman jarak genetik berdasarkan p-distance, antara tiga isolat dengan Frankia sp., Rhizobium sp., L. ferrooxidans, dan K. pneumonia menunjukkan adanya perbedaan sekuen gen nifH sebesar 18-28% dan lebih dari 59% jika dibandingkan dengan sekuen gen nifH B. japonicum. Hal tersebut mengindikasikan keragaman yang tinggi gen nifH pada isolat aktinomiset endofit padi. Berdasarkan uji in vitro, isolat IPBCC.b.13.1530, IPBCC.b.14.1531, dan IPBCC.b.14.1536 juga mampu tumbuh di media bebas nitrogen dan memproduksi amonia berturut-turut sebesar 0.065 ppm, 0.014 ppm, dan 0.076 ppm pada media bebas nitrogen. Hasil tersebut mengindikasikan bahwa tiga isolat tersebut menjanjikan dalam perannya sebagai bakteri pemfiksasi N2 pada tanaman padi. Kata kunci : aktinomiset endofit, gen nifH, tanaman padi, Streptomyces, 16SrRNA
SUMMARY WAHYU EKA SARI. Identification of Endophytic Actinomycetes from Rice Plant Based on 16S rRNA and nifH Genes Analyses. Supervised by YULIN LESTARI and DEDY DURYADI SOLIHIN. Indigenous actinomycetes are known to have high biodiversity and chance to acquire a novel species. Endophytic actinomycetes have been reported to fix N2 in rice plant, beside their ability to produce bioactive compound with several function such as antimicrobes, produce enzyme and enzymes inhibitor, also plant growth promotion. Molecular identification and the role of rice endophytic actinomycetes need to be studied. The research aimed to identify endophytic actinomycetes from Indonesian rice plant based on 16S rRNA and nifH genes properties. DNA genome from the seven isolates of endophytic actinomycetes was isolated using Genomic DNA Mini Kit followed by PCR amplification of 16S rRNA and nifH genes. Indication of their nitrogen fixing activities were examined based on their capability to grow in N-free medium, ammonia production, and presence of nifH gene. PCR products were sequenced and analyzed by bioinformatics software (MEGA 5.05) to construct phylogenetic tree that indicate relationship among isolates. An analysis of 16S rRNA gene sequences demonstrated that the seven isolates (IPBCC.b.14.1531, IPBCC.b.14.1532, IPBCC.b.14.1533, IPBCC.b.14.1534, IPBCC.b.14.1535, IPBCC.b.14.1536, and IPBCC.b.13.1530) were most closely related to Streptomyces spp. The 16S rRNA gene sequences of the six isolates were closed related with S. albolongus, S. cavourensis subsp. cavourensis, S. anulatus, and S. bungoensis with < 97% maximum identity, and another isolate was closed related with S. misionensis, with 99% maximum identity. Based on nifH gene sequences analysis, three isolates of endophytic actinomycetes showed that they were closely related to nifH from Herbaspirillum sp., the similarity was 93 to 99%. An analysis of phylogenetic tree with pdistance, the diversity of genetic distances between three isolates and Frankia sp., Rhizobium sp., L. ferroxidans, also K. pneumonia showed the different sequences of nifH gene which were 18-28% and more than 59% when compared with B. japonicum. That data indicated high diversity of rice endophytic actinomycetes nifH gene. Based on in vitro assay, IPBCC.b.13.1530, IPBCC.b.14.1531, and IPBCC.b.14.1536 isolates were also capable to grow in N-free medium and produced 0.065 ppm, 0.014 ppm, and 0.076 ppm ammonia in N-free medium, respectively. The results indicated that the three isolates had promising role as a N2 fixing bacteria on rice plant. Keywords: endophytic actinomycetes, nifH gene, rice plant, Streptomyces, 16S rRNA
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
IDENTIFIKASI AKTINOMISET ENDOFIT ASAL TANAMAN PADI BERDASARKAN ANALISIS GEN 16S rRNA DAN nifH
WAHYU EKA SARI
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Mikrobiologi
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Suryani, SP MSc
Judul Tesis Nama NIM
: Identifikasi Aktinomiset Endofit Asal Tanaman Padi Berdasarkan Analisis Gen 16S rRNA dan nifH : Wahyu Eka Sari : G351110201
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Dr Ir Yulin Lestari Ketua
Dr Ir Dedy Duryadi Solihin, DEA Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Mikrobiologi
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof Dr Anja Meryandini, MS
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 04 Juni 2014
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga penyusunan karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2013 sampai November 2013 ini ialah identifikasi aktinomiset endofit asal lima varietas tanaman padi di Indonesia, dengan judul Identifikasi Aktinomiset Endofit Asal Tanaman Padi Berdasarkan Analisis Gen 16S rRNA dan nifH. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Yulin Lestari sebagai ketua komisi pembimbing dan Bapak Dr Ir Dedy Duryadi Solihin, DEA sebagai anggota komisi pembimbing, yang telah banyak memberikan nasehat, saran, motivasi, waktu konsultasi, serta solusi dari setiap permasalahan yang dihadapi penulis selama melaksanakan penelitian dan penyusunan karya ilmiah ini. Selain itu penulis ucapkan terima kasih kepada penguji luar komisi Ibu Dr Suryani, SP MSc dan Ibu Prof Dr Anja Meryandini, MS selaku Ketua Program Studi Mikrobiologi IPB, yang telah memberikan motivasi selama studi dan masukan pada saat ujian sidang tesis. Kepada I-MHERE B2c. IPB 2011/2012 terima kasih atas kepercayaannya untuk memberikan beasiswa kuliah selama menempuh pendidikan pascasarjana di IPB, dan terima kasih atas hibah penelitian I-MHERE B2c. IPB a.n. Dr Ir Yulin Lestari sehingga penelitian yang penulis lakukan dapat terlaksana dengan baik. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Heni dan Bapak Jaka selaku staf Laboratorium Mikrobiologi IPB, kepada Ibu Retnowati selaku staf Laboratorium Terpadu Biologi IPB, Ibu Alina, Kak Sipri, Kak Yessy, Andri, Mbak Lena, Fadhil, Ayu, Mas Mafri, Aar, Munjiati, Nia, dan Mbak Lisma, serta seluruh teman-teman di Laboratorium Mikrobiologi IPB, atas dukungan, motivasi, dan bantuannya selama penelitian ini. Ucapan terima kasih tak terhingga juga penulis ucapkan kepada bapak, ibu, dan adikku tercinta Wahyu Tri Sulistianto, serta sahabat-sahabatku tersayang, atas doa, dukungan, kasih sayang, dan semangat yang diberikan. Terima kasih untuk kebersamaan yang singkat, penuh makna, dan sangat indah teruntuk teman-teman seperjuangan di Pascasarjana Mikrobiologi IPB angkatan 2011. Kepada adik-adik di wisma Bintang (Dini, Nisa, Ulya, dan sebagainya), teman-teman di Pascasarjana Mikrobiologi IPB 2010, 2012, dan 2013, teman-teman di Biologi IPB, serta seluruh pihak yang telah memberikan doa dan dukungannya, penulis ucapkan terima kasih. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Mei 2014
Wahyu Eka Sari
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
x
DAFTAR GAMBAR
x
DAFTAR LAMPIRAN
x
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
2
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
Ruang Lingkup Penelitian
2
TINJAUAN PUSTAKA
3
Mikrob Endofit dan Interaksinya dengan Tanaman Inang
3
Aktinomiset Endofit
3
Analisis Gen 16S rRNA
4
Fiksasi Nitrogen (N2)
5
Potensi Mikrob Endofit sebagai Pemfiksasi N2
6
Gen nifH
7
Polymerase Chain Reaction (PCR)
8
METODE Kerangka Penelitian
9 9
Waktu dan Tempat Penelitian
10
Pengamatan Karakteristik Morfologi Isolat Aktinomiset Endofit Padi
10
Isolasi DNA Aktinomiset Endofit Padi
10
Amplifikasi Gen 16S rRNA dan Gen nifH Menggunakan PCR
11
Sekuensing Gen 16S rRNA dan Gen nifH, Analisis Bioinformatika, dan Konstruksi Pohon Filogenetik
12
Uji in vitro Potensi Aktinomiset Endofit Padi sebagai Pemfiksasi N2
12
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil
13 13
Karakteristik Morfologi Aktinomiset Endofit Padi
13
Identitas Molekuler Aktinomiset Endofit Padi
13
Kemampuan Fiksasi Nitrogen oleh Aktinomiset Endofit Padi Pembahasan
19 20
Karakterisasi Morfologi Koloni Aktinomiset Endofit Padi
20
Identitas Molekuler Gen 16S rRNA Aktinomiset Endofit Padi
21
Identitas Molekuler Gen nifH Aktinomiset Endofit Padi
23
Kemampuan Aktinomiset Endofit Padi dalam Fiksasi N 2 secara In Vitro
24
SIMPULAN DAN SARAN
25
Simpulan
25
Saran
26
DAFTAR PUSTAKA
26
LAMPIRAN
33
RIWAYAT HIDUP
47
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6
Mikrob diazotrof endofit dan area kolonisasinya pada tanaman padi Kuantitas DNA genom aktinomiset endofit padi Persentase kemiripan sekuen gen 16S rRNA aktinomiset endofit padi dengan strain pembanding GenBank Matriks jarak genetik (p-distance) sekuen gen 16S rRNA enam isolat aktinomiset endofit padi Persentase kemiripan sekuen gen nifH aktinomiset endofit padi dengan strain pembanding GenBank Matriks jarak genetik (p-distance) sekuen gen nifH aktinomiset endofit padi
7 14 15 16 18 18
DAFTAR GAMBAR 1 2 3
Proses fiksasi N2 Diagram alur penelitian Keragaman koloni Streptomyces sp. endofit padi umur 10 hari pada media YSA (Gb. atas) dan tipe rantai spora Streptomyces sp. endofit dilihat dengan mikroskop cahaya perbesaran 400x (Gb. bawah) 4 DNA genom aktinomiset endofit padi hasil elektroforesis pada 1% gel agarosa 5 Hasil amplifikasi PCR gen 16S rRNA aktinomiset endofit padi (~1480 pb) menggunakan primer 20F dan 1500R 6 Pohon filogenetik gen 16S rRNA aktinomiset endofit padi sepanjang 1532 nukleotida 7 Pohon filogenetik berdasarkan matriks jarak genetik (p-distance) sekuen gen 16S rRNA antara enam aktinomiset endofit padi 8 Hasil amplifikasi PCR gen nifH aktinomiset endofit padi (~320 pb) menggunakan primer PolF dan AQER 9 Pohon filogenetik gen nifH aktinomiset endofit padi sepanjang 336 nukleotida 10 Pertumbuhan koloni aktinomiset endofit padi pada media BNF padat umur inkubasi 10 hari (Gb. atas) dibandingkan dengan pertumbuhan koloni pada media YSA umur 10 hari (Gb.bawah). 11 Produksi amonia dari aktinomiset endofit padi setelah inkubasi selama 10 hari. B. japonicum sebagai kontrol positif dan E. coli sebagai kontrol negatif
5 9
13 14 14 16 17 17 19
19
20
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5
Karakteristik morfologi koloni dan mikroskopis aktinomiset padi Hasil sekuensing gen 16S rRNA tujuh isolat aktinomiset endofit padi Hasil sekuensing gen nifH tujuh isolat aktinomiset endofit padi Pengukuran produksi amonia dan bobot biomassa sel aktinomiset endofit padi Hasil uji produksi amonia secara kualitatif
35 36 43 45 46
PENDAHULUAN
Latar Belakang Setiap tanaman tingkat tinggi mengandung mikrob endofit yang mampu menghasilkan beragam senyawa bioaktif yang diduga berhubungan dengan tanaman inangnya (Tan dan Zou 2001). Mikrob endofit merupakan mikrob yang hidup mengkolonisasi jaringan tanaman pada periode tertentu serta memperoleh nutrisi dan perlindungan dari tanaman inangnya (Hasegawa et al. 2006). Mikrob ini berpotensi dalam bidang pertanian sebagai pemacu pertumbuhan tanaman (Hallman et al. 1997; Compant et al. 2005) dan pemfiksasi N2 (Phillips et al. 2000), bidang obat-obatan, serta industri (Strobel dan Daisy 2003). Beragam mikroorganisme, termasuk aktinomiset, fungi, dan bakteri telah dijumpai di dalam jaringan tanaman dan didefinisikan sebagai endofit (Mano dan Morisaki 2008). Aktinomiset endofit merupakan bakteri Gram positif dengan kandungan G+C tinggi yang diketahui memiliki keragaman hayati yang tinggi dan berpeluang untuk mendapatkan novel spesies (Otoguro et al. 2009), serta mampu menghasilkan beragam senyawa bioaktif yang dapat berfungsi antara lain sebagai antimikrob, hormon pemacu pertumbuhan, dan enzim inhibitor (Hasegawa et al. 2006; Lestari 2006). Penelitian sebelumnya melaporkan tingginya keragaman aktinomiset yang diisolasi dari tanah tropis di Indonesia (Sembiring dan Goodfellow 2001). Selain itu, sejumlah aktinomiset endofit dilaporkan berhasil diisolasi dari bagian akar, batang, dan daun tanaman padi asal lima varietas padi di Indonesia yaitu IR64, Inpago 4, Inpari 9 Elo, Ciherang, dan Inpara 2 (Jelita 2012). Salah satu cara untuk mengetahui identitas spesies aktinomiset endofit asal tanaman padi tersebut adalah dengan mengetahui karakteristik morfologi dan mengidentifikasi secara molekuler berdasarkan gen 16S rRNA. Gen 16S rRNA merupakan gen yang dijumpai pada semua prokariotik dan umumnya digunakan untuk keperluan identifikasi bakteri, termasuk aktinomiset. Nitrogen merupakan unsur penting yang diperlukan suatu tanaman untuk pertumbuhan vegetatifnya. Proses fiksasi nitrogen dapat dilakukan oleh mikroorganisme yang berasosiasi dengan tanaman inangnya. Nitrogenase merupakan enzim yang berperan dalam proses fiksasi nitrogen, dan dalam prosesnya protein yang merupakan komponen penting dari enzim tersebut disandikan oleh gen nifHDK. Berdasarkan penelitian sebelumnya, Streptomyces endofit diketahui mampu memfiksasi N2 pada tanaman padi melalui kemampuannya tumbuh pada media bebas nitrogen, mampu memproduksi amonia, dan mereduksi asetilen (Pratyasto 2012). Valdes et al. (2005) melaporkan bahwa aktinomiset genus non-Frankia yang diisolasi dari akar Casuarina equisetifolia mampu memfiksasi nitrogen melalui deteksi gen nifH serta kemampuannya untuk tumbuh pada media bebas nitrogen, mereduksi asetilen, dan positif pada uji isotop 15N. Sejauh ini di Indonesia, penelitian mengenai identifikasi molekuler aktinomiset endofit yang diisolasi dari tanaman padi berdasarkan gen 16S rRNA belum banyak dilakukan dan untuk analisis gen nifH belum dilaporkan, sehingga penelitian ini sangat menarik untuk dikaji.
2 Perumusan Masalah 1. Setiap tanaman tingkat tinggi mengandung mikrob endofit yang mampu mengkolonisasi jaringan tanaman pada periode tertentu. 2. Aktinomiset merupakan mikrob endofit yang memiliki keragaman hayati yang tinggi dan berpeluang untuk mendapatkan novel spesies. 3. Sejumlah aktinomiset endofit berhasil diisolasi dari bagian akar, batang, dan daun tanaman padi asal lima varietas padi di Indonesia yaitu IR64, Inpago 4, Inpari 9 Elo, Ciherang, dan Inpara 2. 4. Aktinomiset endofit dapat menjadi pelaku pemfiksasi N2 disamping keistimewaannya dalam menghasilkan beragam senyawa bioaktif seperti antimikrob, hormon pemacu pertumbuhan tanaman, dan enzim inhibitor. 5. Penelitian mengenai identifikasi molekuler aktinomiset endofit asal tanaman padi berdasarkan analisis gen 16S rRNA dan nifH belum banyak dilakukan.
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi aktinomiset endofit tanaman padi berdasarkan karakteristik morfologi dan gen 16S rRNA, serta mengkaji potensinya sebagai pemfiksasi N2 berdasarkan analisis gen nifH dan uji secara in vitro yang meliputi kemampuan tumbuh dan produksi amonia pada media bebas nitrogen.
Manfaat Penelitian Identifikasi terhadap tujuh isolat aktinomiset endofit tanaman padi dalam penelitian ini, diharapkan mampu memberikan informasi tentang keragaman dan membuka peluang novel spesies, sehingga mampu memperkaya koleksi plasma nutfah mikrob indigenos asal tanaman padi di Indonesia. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan informasi mengenai peran mikrobiologi khususnya potensi aktinomiset endofit tanaman padi dalam bidang pertanian yaitu melalui kemampuannya dalam memfiksasi N2, sebagai salah satu upaya peningkatan produksi padi untuk mendukung ketahanan pangan yang dicanangkan pemerintah.
Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup dalam penelitian ini meliputi identifikasi aktinomiset endofit tanaman padi berdasarkan karakteristik morfologi dan gen 16S rRNA, serta analisis kemampuannya dalam memfiksasi N2. Karakteristik morfologi meliputi morfologi koloni dan tipe rantai spora aktinomiset secara mikroskopis, sedangkan analisis gen 16S rRNA meliputi isolasi DNA genom, amplifikasi, hingga konstruksi pohon filogenetik. Untuk mengetahui kemampuannya dalam memfiksasi N2, dilakukan dengan mengidentifikasi secara molekuler berdasarkan analisis gen nifH, serta dengan uji in vitro meliputi kemampuan tumbuh dan produksi amonia pada media bebas nitrogen.
3
TINJAUAN PUSTAKA
Mikrob Endofit dan Interaksinya dengan Tanaman Inang Mikrob endofit merupakan mikrob yang hidup di dalam jaringan tanaman pada periode tertentu tanpa menimbulkan bahaya, serta dapat diisolasi dari jaringan tanaman yang sudah disterilisasi permukaannya atau diekstrak dari jaringan tanaman bagian dalam (Hallmann et al. 1997). Mikrob ini merupakan sumber alamiah potensial yang dapat dikaji manfaatnya dalam bidang pertanian, obat-obatan, dan industri. Berbagai jenis senyawa bioaktif dengan beragam fungsi yang terkandung di dalam tumbuhan, diduga dapat pula dihasilkan oleh mikrob endofit pada tumbuhan tersebut (Strobel dan Daisy 2003). Adanya kemampuan mikrob endofit menghasilkan senyawa metabolit sekunder sesuai dengan tanaman inangnya, merupakan peluang yang dapat dioptimalkan untuk memproduksi metabolit sekunder secara efisien dan cepat. Mikrob endofit telah berhasil diisolasi dari berbagai jenis jaringan dari berbagai tumbuhan baik bakteri Gram negatif maupun Gram positif, termasuk aktinomiset. Produk pupuk hayati berbasis mikrob endofit dalam hal ini aktinomiset dilaporkan sebanyak 200 g ha-1 aplikasi di lapangan, mampu meningkatkan 4% tinggi tanaman padi dibandingkan dengan kontrol (Husniyah 2013). Umumnya mikrob endofit dalam tanaman dapat terlokalisasi pada titik masuk atau menyebar ke seluruh bagian tanamannya. Mikrob ini dapat berada dalam sel, ruang antar sel, atau dalam sistem vaskuler. Mikrob endofit memasuki jaringan tanaman melalui akar, stomata, bunga, batang, maupun kotiledon. Secara spesifik, mikrob dapat melakukan penetrasi akar melalui perkecambahan radikula akar maupun akar sekunder. Sharma et al. (2005) menyatakan bahwa akar lateral merupakan bagian tumbuhan yang paling banyak dihuni oleh mikrob endofit. Hal ini dikarenakan mikrob endofit masuk ke dalam jaringan tanaman melalui akar lateral kemudian menyebar ke dalam ruang interseluler dan berkas pembuluh. Menurut Zinniel et al. (2002) juga dilaporkan bahwa populasi mikrob endofit paling banyak ditemukan di daerah akar dan semakin menurun di daerah batang dan daun.
Aktinomiset Endofit Aktinomiset merupakan bakteri Gram positif berfilamen, dengan kandungan (G+C) tinggi (>55 %) di dalam genomnya (Miyadoh 1997). Aktinomiset diklasifikasikan sebagai berikut (Stackebrandt et al. 1997): Domain : Bacteria Filum : Actinobacteria Kelas : Actinobacteria Subkelas : Actinobacteridae Ordo : Actinomycetales Secara klasifikasi molekuler aktinomiset terbagi dalam 10 subordo. Sebagian besar aktinomiset (95%) beranggotakan genus Streptomyces
4 (Lachevalier et al. 1977). Secara morfologi, koloni aktinomiset yang tergolong Streptomyces spp. dapat membentuk miselia aerial dan secara mikroskopis memiliki rantai spora seperti kait, spiral, atau heliks (Kudo 1997). Adanya perbedaan pembentukan miselia dan penataan rantai spora tersebut menunjukkan karakter unik yang dimiliki oleh Streptomyces spp. Aktinomiset yang tidak membentuk miselia aerial atau hanya membentuk miselia dalam substrat tergolong ke dalam kelompok non-Streptomyces. Genus yang digolongkan ke dalam non-Streptomyces antara lain Mycobacterium, Nocardia, Micromonospora, Microbispora, Actinoplanes, dan Actinomadura (Miyadoh 1997). Keberadaan aktinomiset di lingkungan sangat melimpah terutama di rizosfer. Aktinomiset endofit berasosiasi dengan tanaman inang dengan cara hidup mengkolonisasi pada jaringan tanaman dan dapat memberikan efek yang menguntungkan, serta tidak membahayakan bagi tanaman inangnya. Menurut Hasegawa et al. (2006) aktinomiset endofit dapat berperan sebagai antibiotik, promotor pemacu pertumbuhan tanaman, inhibitor pertumbuhan, penghasil enzim, agen biokontrol dalam bidang pertanian, pemfiksasi nitrogen, dsb. Dalam bidang pertanian, beberapa penelitian di Indonesia melaporkan bahwa aktinomiset endofit padi dapat menghasilkan hormon IAA dan melakukan penetrasi akar pada tanaman padi (Yusepi 2011), memfiksasi N2 dengan cara mereduksi asetilen dan memproduksi amonia (Pratyasto 2012), diaplikasikan sebagai pupuk hayati untuk pertumbuhan tanaman padi (Rahayu 2012), serta dapat mengendalikan penyakit hawar daun bakteri (HDB) (Hastuti et al. 2012). Penelitian di India yang dilakukan oleh Gangwar et al. (2012) melaporkan bahwa Streptomyces endofit asal padi India juga dapat menghasilkan hormon IAA dan bersifat antagonis terhadap fungi patogen tanaman padi.
Analisis Gen 16S rRNA Gen 16S rRNA merupakan komponen ribosom prokariotik subunit 30S. Gen ini merupakan gen yang terdapat pada semua prokariotik. Kromosom prokariotik tersusun atas subunit besar (50S) dan subunit kecil (30S). Subunit ini dibangun oleh protein-protein dan molekul RNA yang disebut RNA ribosom (rRNA). Terdapat tiga jenis rRNA pada prokariotik yaitu 16S, 23S, dan 5S. Diantara ketiganya, 16S rRNA yang paling sering digunakan. Baik pada eukariot maupun prokariot, subunit besar dan subunit kecil bergabung untuk membentuk ribosom fungsional, yaitu hanya ketika kedua subunit tersebut terikat pada molekul mRNA (Campbell et al. 2002). Pengikatan yang terjadi pada ribosom prokariot terjadi pada 16S rRNA di bagian subunit 30S, karena pada mRNA prokariot terdapat urutan basa tertentu yang disebut sebagai tempat pengikatan ribosom (ribosom binding site) atau urutan Shine-Dalgarno (5‟-AGGAGGU-3‟). Urutan tersebut spesifik dikenali oleh 16S rRNA, dengan demikian dapat dikatakan bahwa sekuen 16S rRNA berfungsi sebagai sekuen anti-Shine Dalgarno. Gen 16S rRNA berukuran panjang antara 1500 hingga 1550 pb dan kaya akan basa nitrogen guanin dan sitosin (G+C) (Moat et al. 2002). Gen ini juga memiliki daerah konservatif yang umumnya memiliki beberapa ukuran kisaran 500-540 pb yang letaknya tersebar. Proses penyandian protein dilakukan melalui penentuan susunan nukelotida molekul RNA, yang selanjutnya susunan
5 nukleotida tersebut diterjemahkan ke dalam susunan asam amino dari rantai polipeptida protein (Jusuf 2001), sehingga diperoleh produk 16S rRNA. Gen 16S rRNA dijadikan sebagai penanda molekuler karena memiliki beberapa keunggulan yang memperkuat penggunaannya sebagai alat identifikasi yaitu (a) bersifat ubikuitas dengan fungsi identik pada seluruh organisme, (b) dapat berubah sesuai jarak evolusinya, sehingga dapat digunakan sebagai kronometer evolusi yang baik, (c) memiliki beberapa daerah dengan urutan basa yang relatif konservatif untuk mengkonstruksi pohon filogenetik universal, karena mengalami perubahan relatif lambat dan mencerminkan kronologi evolusi bumi, (d) memiliki beberapa daerah variatif yang dapat digunakan untuk melacak keragaman dan menempatkan galur-galur dalam satu spesies (Pangastuti 2006). Identifikasi gen 16S rRNA dari suatu mikrob dimulai dengan tahap isolasi DNA genom, amplifikasi menggunakan teknik PCR, dan dilanjutkan ke tahap sekuensing untuk diperoleh urutan basa nukleotida yang kemudian dianalisis lebih lanjut untuk konstruksi pohon filogenetik. Patel et al. (2004) melaporkan bahwa sekuen parsial gen 16S rRNA dapat digunakan untuk mengidentifikasi kelompok aktinomiset endofit aerobik.
Fiksasi Nitrogen (N2) Nitrogen merupakan unsur utama yang diperlukan tanaman, termasuk tanaman padi, yang ketersediannya terbatas di sebagian besar lingkungan. Fiksasi N2 merupakan proses pengubahan N2 menjadi NH4+ yang berguna secara biologi. Fiksasi N2 melibatkan penggunaan ATP dan proses reduksi ekuivalen yang berasal dari metabolit primer, serta reaksi yang terjadi dikatalis oleh enzim nitrogenase (White 2000).
Gambar 1 Proses fiksasi N2 (Salisbury dan Ross 1992) Nitrogenase (EC 1.18.6.1) merupakan enzim yang berperan penting dalam proses fiksasi N2, terdiri atas dua protein sensitif O2 yaitu komponen I (dinitrogenase) merupakan protein Fe-Mo yang mengandung dua subunit dan komponen II (dinitrogenase reduktase) merupakan protein Fe (Moat et al. 2002). Berdasarkan Salisbury dan Ross (1992) mekanisme fiksasi N2 dimulai dengan dinitrogenase reduktase menerima elektron dari donor berupa feredoksin tereduksi
6 atau flavodoksin, dan berikatan dengan dua molekul MgATP. Selanjutnya elektron tersebut ditransfer menuju ke dinitrogenase, kemudian dinitrogenase reduktase dan dinitrogenase membentuk kompleks, elektron ditransfer dan dua MgATP dihidrolisis menjadi dua molekul MgADP+Pi. Kompleks nitrogenase tersebut kemudian berdisosiasi dan dilakukan pengulangan proses. Ketika dinitrogenase telah mengumpulkan cukup elektron, senyawa tersebut mengikat molekul N2, mereduksinya kemudian melepaskan amonia. Dinitrogenase selanjutnya menerima tambahan elektron dari dinitrogenase reduktase untuk mengulangi proses tersebut. Reaksi fiksasi N2 dapat dituliskan berdasarkan persamaan berikut (Moat et al. 2002): N2 + 8 H+ + 8 e- + 16 ATP + 12 H2O
2 NH3 + H2 + 16 ADP + 16 Pi
Serapan hidrogenase akan dikembalikan dalam bentuk H dalam sistem fiksasi N2, kemudian serapan yang dihasilkan tersebut dapat digunakan juga pada jalur konsumsi oksigen untuk membantu menjaga kondisi lingkungan dalam kondisi anaerobik. Lingkungan anaerobik sangat penting bagi aktivitas nitrogenase diakibatkan karena kedua kompleks protein nitrogenase yang memiliki sensitivitas tinggi terhadap oksigen, sehingga kehadiran oksigen dapat menekan sistem serapan hidrogen dalam proses nitrogenase. Hubungan antara fiksasi N2 dan produksi H2 dapat ditunjukkan dengan persamaan reaksi sebagai berikut (Moat et al. 2002): N2 + 8 H+ + 8 e-
2 NH3 + H2
Potensi Mikrob Endofit sebagai Pemfiksasi N2 Dalam proses fiksasi N2, cadangan utama nitrogen di dalam biosfer diubah menjadi nitrogen molekuler dari atmosfer. Nitrogen molekuler tidak dapat diasimilasi secara langsung oleh tanaman, sehingga ketersediaannya bagi tanaman harus melalui proses fiksasi nitrogen secara biologi, yaitu dengan bantuan sel prokariot seperti bakteri rhizobia dan aktinomiset (Franche et al. 2009). Bagi mikrob sendiri, nitrogen merupakan nutrien esensial untuk mensintesis asam amino yang diperlukan untuk menyusun protein sel mikrob (White 2000). Mikrob yang dapat melakukan fiksasi N2 secara biologi disebut mikrob diazotrof, dengan peranan utama dari enzim kompleks dinitrogenase. Mikrob diazotrof terdiri atas aerob (Azotobacter, Beijerinckia, Derxia), fakultatif anaerob (Clostridium, Pseudomonas, Rhizobium), heterotrof (Klebsiella, Enterobacter), dan fototrof (Anabaena, Azospirillum, Nostoc) (Shenoy et al. 2001). Shrestha dan Maskey (2005) melaporkan bahwa pada tanaman padi, nitrogen yang berhasil ditambat oleh mikrob endofit melalui fiksasi N2 berkisar antara 0-35 % N2. Hallmann et al. (1997) juga melaporkan bahwa mikrob endofit dapat berperan sebagai pemfiksasi N2 di udara. Selain itu, Yu et al. (2011) melaporkan bahwa Stenotrophomonas maltophilia yang merupakan bakteri asal tanah persawahan padi di Myanmar, yang diketahui mampu menambat N 2 di udara. Beberapa penelitian juga melaporkan mengenai sistem fiksasi N 2 secara biologis berbasis mikrob endofit yaitu aktinomiset endofit strain Frankia yang dapat memfiksasi nitrogen berasosiasi dengan tanaman non-legum (Benson dan
7 Silvester 1993) dan tanaman legum (Franche et al. 2009). Beberapa penelitian melaporkan mengenai mikrob diazotrof endofit pada tanaman padi yang memiliki kemampuan sebagai pemfiksasi N2 (Tabel 1). Untuk mengetahui adanya aktivitas fiksasi N2 yang dilakukan oleh suatu mikrob, dapat dikaji baik secara in vitro (seperti kemampuan tumbuh pada media bebas nitrogen, reduksi asetilen, pengukuran produksi amonia, teknik 15N-isotop) maupun secara in-planta dengan mengombinasi inokulasi suatu mikrob dengan beberapa dosis pupuk anorganik. Selain itu, adanya potensi pemfikasi N 2 dari suatu mikrob dapat dikaji melalui identifikasi secara molekuler berdasarkan analisis gen nif (nifH,D, atau K). Tabel 1 Mikrob diazotrof endofit dan area kolonisasinya pada tanaman padi Spesies Herbaspirillum seropedicae Z67
Area kolonisasi Akar padi
Referensi Barraquio et al. (1997)
Acetobacter diazotrophicus PA15
Akar padi
Sevilla dan Kennedy (2000)
Alcaligenes faecalis
Akar padi
Hurek et al. (2000)
Serratia marcescens
Ruang interseluler dan Gyaneshwar parenkim akar, batang, dan (2001) daun tanaman padi
Azoarcus sp. BH72
Interseluler pada akar padi
Hurek et al. (2000)
Rhizobium spp.
Akar dan daun padi
Chi et al. (2005)
Enterobacter sp. USML2
Akar dan daun padi
Tharek et al. (2011)
et
al.
Gen nifH Nitrogenase merupakan enzim yang mengkatalis perubahan dinitrogen menjadi amonia, yang disandikan oleh gen nifHDK dalam satu operon, dan umumnya dijumpai pada mikrob diazotrof. Enzim dinitrogenase memiliki dua komponen protein penting yaitu FeMo-protein (dinitrogenase) yang disandikan oleh gen nifK dan nifD, serta Fe-protein (dinitrogenase reduktase) yang disandikan oleh gen nifH (Moat et al. 2002). Beragam mikrob bersama-sama dalam satu operon menyandikan gen nifH untuk subunit protein Fe pada proses nitrogenase (Poly et al. 2001). Menurut Zehr et al. (1998) gen nif bersifat konservatif dan mempunyai spektrum yang luas pada bakteri, sehingga penggunaan primer universal mampu mengamplifikasi dan menganalisis sekuen nifH dari mikrob dan lingkungan
8 pengambilan sampel yang berbeda. Akan tetapi Zehr dan McReynolds (1989) melaporkan bahwa ketika digunakan primer turunan universal Zf dan Zr, produk gen nifH yang diharapkan tidak dapat diamplifikasi dengan baik. Oleh karena itu, banyak penelitian setelah itu yang mengembangkan desain primer baru yang mampu mengamplifikasi produk gen nifH. Chelius dan Lepo (1999) melaporkan adanya keragaman nifH pada komunitas rizosfer tanaman, yang berhasil diamplifikasi menggunakan primer yang dirancang untuk sianobakter. Poly et al. (2000) mengkaji mengenai keragaman gen nifH pada komunitas mikroorganisme pemfiksasi N2 di tanah dengan menguji beberapa primer nifH yang berbeda. Mevarech et al. (1980) melaporkan bahwa ukuran sekuen lengkap gen nifH pada sianobakter adalah ~ 900 pb, hal tersebut juga bersifat konservatif pada Clostridium sp. dan Azotobacter. Young (1992) melaporkan bahwa banyak analisis gen nifH berdasarkan pohon filogenetiknya yang bersifat konsisten terhadap pohon filogenetik gen 16S rRNA dari bakteri pemfiksasi N2. Akan tetapi seiring perkembangan teknologi, Gaby dan Buckley (2014) melaporkan bahwa keragaman gen nifH tidak dapat dibandingkan secara langsung dengan keragaman gen 16S rRNA. Adanya keragaman gen nifH mampu merepresentasikan adanya keragaman bakteri pemfiksasi N2 (Ueda et al. 1995), dan dapat digunakan untuk mempelajari keragaman komunitas bakteri yang dapat memfiksasi N2.
Polymerase Chain Reaction (PCR) PCR merupakan suatu metode untuk membuat salinan segmen spesifik dari suatu DNA. Materi awal untuk PCR adalah suatu larutan DNA utas ganda yang mengandung urutan nukleotida yang ditargetkan untuk disalin. Primer yang digunakan untuk proses PCR merupakan molekul DNA utas tunggal sintetik yang pendek, yang komplementer terhadap ujung-ujung DNA target sehingga menentukan segmen DNA tertentu yang akan diperkuat (Campbell et al. 2002). Prinsip kerja PCR meliputi tiga tahapan dalam satu siklus. Tahap pertama adalah tahap denaturasi, berlangsung pada suhu tinggi antara 92-96°C, dimaksudkan untuk memisahkan rantai ganda (double strand) DNA menjadi rantai utas tunggal (single strand). Pemisahan atau pengudaran ikatan diakibatkan oleh suhu tinggi, yang memicu putusnya ikatan hidrogen pada DNA. Setelah DNA menjadi rantai utas tunggal, maka DNA siap menjadi cetakan (template) bagi primer (rantai pendek nukleotida atau oligonukleotida yang urutan basa nitrogennya telah diketahui. Tahap kedua adalah annealing, berlangsung pada suhu antara 42-65°C. Primer menempel pada bagian DNA cetakan yang komplementer urutan basa nitrogennya. Penempelan ini bersifat spesifik dan suhu yang tidak tepat menyebabkan tidak terjadinya penempelan primer pada DNA target, sehingga mengakibatkan primer dapat menempel di sembarang tempat. Lamanya waktu yang digunakan pada tahap ini biasanya tergantung kepada primer yang digunakan. Tahap ketiga adalah elongasi (pemanjangan), suhu untuk tahap ini tergantung kepada jenis DNA polimerase yang digunakan pada reaksi. Secara universal, pada umumnya enzim yang digunakan adalah DNA Taq polimerase, enzim ini relatif lebih stabil bekerja pada suhu tinggi dan tidak terdenaturasi lebih cepat, umumnya dilakukan pada suhu 72 °C. Siklus tersebut
9 berjalan berulang-ulang, hingga urutan target telah terduplikasi berulang kali. Hampir semua molekul DNA yang dihasilkan akan terdiri atas urutan target yang tepat, hingga 20 siklus (Campbell et al. 2002). Oleh karena berlangsung secara berulang dan terus-menerus, maka akan dihasilkan DNA yang berlimpah sesuai dengan jumlah primer, yang pada akhirnya akan dihasilkan amplikon, yaitu produk PCR, yang selanjutnya dapat digunakan untuk berbagai keperluan dalam bidang molekuler. Analisis 16S rRNA diawali dengan cara isolasi DNA (Hapwood et al. 1985) dan amplifikasi gen penyandi 16S rRNA menggunakan teknik PCR (Sivakumar 2001).
METODE Kerangka Penelitian Kerangka penelitian (Gambar 2) meliputi identifikasi isolat aktinomiset endofit padi berdasarkan karakteristik morfologi dan molekuler, serta uji in vitro. Isolat Aktinomiset Identifikasi Aktinomiset Endofit
Karakteristik Morfologi Morfologi Koloni
Tipe Rantai Spora Mikroskopis
Karakteristik Molekuler
Analisis Gen 16S rRNA
Isolat Aktinomiset Endofit Teridentifikasi Uji Potensi Aktinomiset Endofit sebagai Pemfiksasi N 2 Analisis Gen nifH
Uji in-vitro Kemampuan Tumbuh di Media Bebas N2
Gambar 2 Diagram alur penelitian
Uji Produksi Amonia dengan Metode Phenat
10 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2013 hingga November 2013 di Laboratorium Mikrobiologi & Laboratorium Biologi Terpadu, Departemen Biologi, FMIPA IPB.
Pengamatan Karakteristik Morfologi Isolat Aktinomiset Endofit Padi Sampel isolat aktinomiset endofit padi yang digunakan antara lain varietas Inpara 2 (IPBCC.b.14.1531), IR64 (IPBCC.b.14.1532, IPBCC.b.14.1533, IPBCC. b.14.1534), Inpago 4 (IPBCC.b.14.1535), Ciherang (IPBCC.b.14.1536), dan Inpari 9 Elo (IPBCC.b.13.1530) diperoleh dari kultur koleksi Dr. Ir. Yulin Lestari. Lima varietas padi tersebut berasal dari Kebun Percobaan Padi, di Muara Bogor, Jawa Barat. Ketujuh isolat tersebut diremajakan pada media Yeast Starch Agar (YSA) dengan penambahan antibiotik asam nalidiksat (1 mg/mL) dan griseofulvin (5 mg/mL). Kultur biakan diinkubasi selama 10 hari pada suhu ruang. Selanjutnya tipe spora dari masing-masing isolat aktinomiset endofit diamati menggunakan mikroskop cahaya (Olympus dilengkapi Optilab) dengan perbesaran 400X.
Isolasi DNA Aktinomiset Endofit Padi Isolasi DNA aktinomiset endofit pada penelitian ini menggunakan Genomic DNA Mini Kit (Blood/Cultured Cell) Geneaid, yang dimodifikasi. Isolat aktinomiset endofit umur 10 hari yang telah tumbuh dengan baik pada media YSA diambil sejumlah koloninya, kemudian dimasukkan ke dalam tabung mikro yang berisi 200 μL bufer TE (20 mM Tris-HCl, 2 mM EDTA, 1% Triton X-100, pH 8.0), selanjutnya suspensi disentrifugasi pada kecepatan 10000 rpm selama 1 menit hingga sel mengendap. Supernatan hasil sentrifugasi kemudian dibuang, sedangkan pelet ditambahkan dengan 200 μL bufer TE dan 3 butir glass beads, lalu tabung mikro divortex hingga pelet terlihat lisis. Setelah itu, tahapan isolasi DNA dimulai dengan pra-lisis yaitu ditambahkan 200 μL bufer lisozim segar (20 mg/mL lisozim, 20 mM Tris-HCl, 2 mM EDTA, 1% Triton X-100, pH 8.0) ke dalam tabung mikro, kemudian diinkubasi pada suhu ruang selama 10 menit. Selama waktu inkubasi, tabung dibolak-balik setiap 2-3 menit sekali. Selanjutnya tahap lisis yaitu ditambahkan 200 µL bufer GB ke dalam tabung mikro dan dikocok selama 5 detik. Larutan sampel dan bufer elusi kemudian diinkubasi secara bersamaan pada suhu 70 °C selama 10 menit. Selama inkubasi, tabung dikocok setiap 3 menit. Berikutnya adalah tahap pengikatan DNA yaitu larutan sampel ditambahkan 200 µL etanol absolut dan dikocok hingga terlihat endapan pada tabung mikro. Selanjutnya sampel dipindahkan ke dalam kolom GD yang telah dipasangkan dengan tabung kolektif, kemudian disentrifugasi menggunakan sentrifugator (Mini spin, Eppendorf) selama 2 menit pada kecepatan 10000 rpm. Supernatan hasil sentrifugasi pada tabung kolektif dibuang. Proses isolasi DNA dilanjutkan dengan tahap pencucian yaitu larutan sampel ditambahkan 400 µL bufer W1, dan dimasukkan ke dalam kolom GD, serta disentrifugasi selama 2
11 menit dengan kecepatan 13000 rpm. Supernatan yang terdapat pada tabung kolektif dibuang. Selanjutnya pelet ditambahkan 600 µL bufer penyuci dan disentrifugasi selama 5 menit pada kecepatan 13000 rpm, kemudian disentrifugasi kembali selama 3 menit. Berikutnya adalah tahap elusi DNA, yang dimulai dengan kolom GD yang berisi pelet dipasangkan dengan tabung mikro steril dan ditambahkan 50 µL bufer elusi ke dalam matriks kolom, kemudian didiamkan selama 15 menit. Selanjutnya larutan disentrifugasi selama 2 menit dengan kecepatan 12000 rpm. Tahap terakhir yaitu hasil isolasi DNA dielektroforesis pada 1% gel agarosa selama 45 menit pada 80 V dengan perbandingan sampel yang dimasukkan ke dalam sumur elektroforesis (1 μL loading dye : 5 μL sampel). Setelah proses migrasi selesai, gel agarosa direndam dalam EtBr (Ethidium Bromide) selama 20 menit, lalu direndam dalam akuades selama 10 menit, dan langkah terakhir gel agarosa dilihat di atas paparan sinar UV transilluminator, dan didokumentasi menggunakan Geldoc 1000 (BIO RAD). Keberhasilan isolasi DNA ditandai dengan adanya pita DNA yang tebal dan utuh (tidak terfragmentasi). Konsentrasi DNA hasil isolasi diketahui dengan menggunakan alat Nano drop (Thermo Scientific, USA).
Amplifikasi Gen 16S rRNA dan Gen nifH Menggunakan PCR Komponen reaksi PCR pada proses amplifikasi gen 16S rRNA terdiri atas 100 ng DNA aktinomiset endofit, 5 U/µL ex Taq DNA polimerase, primer forward 20F (5‟-GATTTTGATCCTGGCTCAG-3‟), primer reverse 1500R (5‟GTTACCTTGTTACGACTT-3‟) (Weisburg et al. 1991) 10 pmol untuk masingmasing primer, 10 mM dNTP mix, 5x bufer PCR, 25 mM MgCl2, 5x bufer enhancer dan akuabides steril (ddH2O). Proses PCR terdiri atas pre-denaturasi suhu 95ºC selama 2 menit, denaturasi 95ºC selama 30 detik, annealing 55ºC selama 30 detik, elongasi 72ºC selama 1 menit, dan elongasi akhir 72ºC selama 7 menit. DNA diamplifikasi sebanyak 30 siklus (Tamura dan Hatano 2001). Produk PCR dielektroforesis pada gel agarosa 1%, dan diamati pita tunggal DNA di atas sinar UV transilluminator untuk memastikan fragmen DNA yang diamplifikasi pada ukuran ~1480 pb. Proses amplifikasi gen nifH dilakukan dengan dua tahap PCR. Komponen reaksi PCR pada proses amplifikasi gen nifH terdiri atas 100 ng DNA aktinomiset endofit, 5 U/µL ex Taq DNA polimerase, tahap I: primer forward IGK (5‟TACGGYAARGCBGGYATCGG-3‟) (Poly et al. 2001), primer reverse NDR-1 (5‟-TTGGAGCCGGCRTANGCRCA-3‟) (Valdes et al. 2005), tahap II: primer forward POL-F (5‟-TGCGAYCCSAARGCBGACTC-3‟) (Poly et al. 2001), primer reverse AQER (5‟-GACGATGTAGATYTCCTG-3‟) (Poly et al. 2001) 10 pmol untuk masing-masing primer, 10 mM dNTP mix, 5x bufer PCR, 25 mM MgCl2, 5 µL bufer enhancer dan akuabides steril. Untuk proses PCR tahap II, DNA template diperoleh dari hasil produk PCR tahap I. Kondisi PCR tahap I terdiri atas pre-denaturasi pada suhu 95ºC selama 2 menit, denaturasi 94ºC selama 1 menit, annealing 55ºC selama 1 menit, elongasi 72ºC selama 1 menit, dan elongasi akhir 72ºC selama 7 menit. Selanjutnya, kondisi PCR tahap II yaitu predenaturasi pada suhu 94ºC selama 3 menit, denaturasi 94ºC selama 1 menit, annealing 50ºC selama 1 menit, elongasi 72ºC selama 45 detik, dan elongasi akhir
12 72ºC selama 5 menit. Baik tahap I maupun tahap II, DNA diamplifikasi sebanyak 35 siklus (Valdes et al. 2005). Produk hasil PCR dielektroforesis pada 1.5% gel agarosa, dan diamati pita tunggal yang terbentuk di atas paparan sinar UV transilluminator untuk memastikan fragmen DNA yang diamplifikasi pada ukuran pasang basa yang tepat ~1200 pb daerah nifH-D (hasil tahap I) dan ~320 pb daerah internal nifH untuk hasil amplifikasi tahap II.
Sekuensing Gen 16S rRNA dan Gen nifH, Analisis Bioinformatika, dan Konstruksi Pohon Filogenetik Sekuensing DNA dilakukan di perusahaan jasa sekuensing First Base Co., sesuai dengan protokol standar DNA sekuenser (ABI PRISM 3100). Hasil sekuen nukleotida dibandingkan dengan GenBank database melalui program Basic Local Alignment Search Tool Nucleotide (BLAST.N) yang terdapat di NCBI (http://www.ncbi.nlm.nih.gov). Untuk pensejajaran nukleotida serta konstruksi pohon filogenetik gen 16S rRNA dan gen nifH dilakukan dengan piranti lunak MEGA 5.05 (Tamura et al. 2011) berdasarkan neighbor-joining tree (NJT) (Saitou dan Nei 1987), dan mengacu pada best model TN93+G (Tamura-Nei) untuk analisis 16S rRNA dan model T92 (Tamura-3 parameter) untuk analisis gen nifH dengan nilai bootstrap 1000x.
Uji in vitro Potensi Aktinomiset Endofit Padi sebagai Pemfiksasi N2 Kemampuan Tumbuh pada Media Bebas Nitrogen (Phillips et al. 2000) Uji potensi aktinomiset endofit padi dalam memfiksasi nitrogen dapat dilakukan dengan cara menumbuhkan isolat pada media bebas nitrogen yaitu media Biological N2 Fixation (BNF) yang terdiri atas 1 g K2HPO4, 3 g KH2PO4, 0.065 g MgSO4, 0.01 g FeCl3.6H2O, 0.07 g CaCl2.2H2O, 5 g dekstrosa, 240 µg Na2MoO4.2H2O, 3 µg H3BO4, 1.83 µg MnSO4.H2O, 290 µg ZnSO4.7H2O, 130 µg CuSO4.5H2O, dan 120 µg CoCl2.6H2O, per 1 L media (Phillips et al. 2000). Pengukuran Produksi Amonia Menggunakan Metode Phenat (Eaton et al. 2005) Isolat aktinomiset endofit padi sebelumnya dikulturkan pada media BNF cair yang bebas nitrogen dan diinkubasi pada inkubator bergoyang dengan kecepatan 125 rpm pada suhu ruang selama 15 hari. Setelah itu sebanyak 2 mL supernatan hasil sentrifugasi kultur biakan aktinomiset endofit diambil dan ditambahkan dengan 0.08 mL larutan fenol (≥89%), 0.08 mL natrium nitroprusida (0.5% w/v), dan 0.2 mL larutan oksidasi yang mengandung alkalin sitrat dan natrium hipoklorit (4:1). Selanjutnya campuran larutan tersebut diinkubasi selama 1 jam dan kemudian diukur menggunakan spektrofotometer (Thermo Spectronic Genesys 20) pada panjang gelombang (λ) 640 nm. Secara kualitatif, indikator adanya amonia ditandai dengan adanya perubahan warna larutan menjadi warna biru. Secara kuantitatif, konsentrasi produksi amonia ditentukan berdasarkan persamaan kurva standar NH3-N ppm.
13
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Karakteristik Morfologi Aktinomiset Endofit Padi Sebanyak tujuh isolat aktinomiset endofit padi dapat tumbuh dengan baik pada media YSA dengan morfologi koloni yang beragam (Lampiran 1). Koloni aktinomiset sebagian besar tampak keras seperti tumbuh mengakar ke dalam agaragar, berbeda dengan koloni mikrob lainnya yang tampak lunak di atas media agar-agar. Isolat IPBCC.b.14.1531, IPBC.b.14.1532, IPBCC.b.14.1533, IPBCC.b.14.1534, IPBCC.b.14.1535, IPBCC.b.14.1536,S dan IPBCC.b.13.1530 R R mampu membentuk miselia aerial dan substrat yang beragam dari putih, krem, F F RA cokelat, hingga abu-abu, sehingga ketujuh isolat tersebut tergolong ke dalam genus Streptomyces sp. Keseluruhan isolat aktinomiset endofit di atas juga memiliki karakter percabangan miselia yang luas menyerupai cendawan serta menunjukkan penataan rantai spora yang tersusun keriting, seperti kait hingga spiral (Gambar 3). A
RF
B
D
C
RF
B
E
G
RF S RA
Gambar 3
F
S
G RF
S
Keragaman koloni Streptomyces sp. endofit padi umur 10 hari pada media YSA (Gb. atas) dan tipe rantai spora Streptomyces sp. endofit dilihat dengan mikroskop cahaya perbesaran 400x (Gb. bawah). A= IPBCC.b.14.1531, B= IPBCC.b.14.1532, C= IPBCC.b.14.1533, D= IPBCC.b.14.1534, E= IPBCC.b.14.1535, F= IPBCC.b.14.1536, G= IPBCC.b.13.1530.
Identitas Molekuler Aktinomiset Endofit Padi Adanya pita tunggal DNA yang tampak di atas sinar UV dengan ukuran di atas 10000 pasang basa (marker 1 Kb), menandakan bahwa isolasi DNA genom berhasil dilakukan pada ketujuh isolat aktinomiset endofit tanaman padi (Gambar 4). Konsentrasi DNA yang diperoleh dari hasil Nanodrop pada ketujuh isolat aktinomiset endofit tersebut beragam, berkisar antara 20 hingga 98 ng/µL (Tabel 2). Kuantitas DNA tertinggi yang diperoleh ditunjukkan oleh isolat IPBCC.b.14.1531 sebesar 97.7 ng/µL, sedangkan konsentrasi DNA terendah
14 ditunjukkan oleh isolat IPBCC.b.14.1535 sebesar 20 ng/µL. Kemurnian DNA yang diperoleh berdasarkan rasio λ260/280, dari ketujuh isolat aktinomiset endofit menunjukkan nilai kemurnian yang berkisar antara 0.82 hingga 3.23.
Gambar 4 DNA genom aktinomiset endofit padi hasil elektroforesis pada 1% gel agarosa Tabel 2 Kuantitas DNA genom aktinomiset endofit padi Kode isolat IPBCC.b.14.1531 IPBCC.b.14.1532 IPBCC.b.14.1533 IPBCC.b.14.1534 IPBCC.b.14.1535 IPBCC.b.14.1536 IPBCC.b.13.1530
OD (Optical Density) λ 260 nm λ 280 nm 1.955 0.605 1.655 1.410 0.588 0.546 0.806 0.797 0.401 0.341 1.253 1.537 1.222 0.610
λ260/280 3.23 1.17 1.08 1.01 1.18 0.82 2.00
Konsentrasi DNA (ng/µL) 97.7 82.7 29.4 40.3 20.0 62.6 61.1
Gambar 5 Hasil amplifikasi PCR gen 16S rRNA aktinomiset endofit padi (~1480 pb) menggunakan primer 20F dan 1500R. Marker 1 Kb, sumur ke- 1-7: IPBCC.b.14.1531, IPBCC.b.14.1532, IPBCC.b.14.1533, IPBCC.b.14.1534, IPBCC.b.14.1535, IPBCC.b.14.1536, dan IPBCC.b.13.1530.
15 Tujuh isolat aktinomiset endofit padi berhasil diamplifikasi gen 16S rRNA menggunakan primer 20F dan 1500R dengan ukuran fragmen DNA yang diharapkan ~1480 pb (Gambar 5). Hasil sekuensing tujuh isolat aktinomiset endofit padi menunjukkan hasil yang baik, dapat dilihat pada dendogram sekuen nukleotida gen 16S rRNA yang tidak saling tumpang tindih (Lampiran 2). Hasil sekuen nukleotida gen 16S rRNA yang disejajarkan menggunakan program BLAST.N sebelumnya telah dilakukan pengoreksian terhadap primer yang digunakan dan dilakukan pensejajaran antara sekuen forward dan reverse. Sekuen tujuh isolat aktinomiset endofit padi yang disejajarkan dengan strain pembanding di GenBank menunjukkan bahwa IPBCC.b.14.1531 (1320 pb) memiliki kemiripan sekuen dengan Streptomyces albolongus NBRC 13465 dan S. cavourensis subsp. cavourensis NRRL 2740 sebesar 94%, begitu pula dengan isolat IPBCC.b.14.1532 (1424 pb), IPBCC.b.14.1533 (1398 pb), dan IPBCC.b.14.1536 (1386 pb) yang memiliki kemiripan sekuen dengan kedua spesies tersebut berturut-turut sebesar 92%, 94%, dan 95%. Isolat IPBCC.b.14.1534 (1478 pb) memiliki kemiripan sekuen dengan S. anulatus NBRC 12755 sebesar 92%, isolat IPBCC.b.14.1535 (1118 pb) memiliki kemiripan dengan S. bungoensis sebesar 92%, sedangkan isolat IPBCC.b.13.1530 (1410 pb) memiliki kemiripan dengan S. misionensis NRRL B-3230 sebesar 99% (Tabel 3). Isolat IPBCC.b.14.1531, IPBCC.b.14.1532, IPBCC.b.14.1533, IPBCC.b.14.1534, IPBCC.b.14.1535, dan IPBCC.b.14.1536 memiliki nilai identitas maksimum <97% dengan E-value 0.0, sehingga keenam isolat tersebut diduga merupakan novel spesies, dengan kesamaan morfologi koloni dan mikroskopis, serta kedekatan sekuen gen 16S rRNA dengan strain pembanding. Tabel 3 Persentase kemiripan sekuen gen 16S rRNA aktinomiset endofit padi dengan strain pembanding GenBank Isolat IPBCC.b.14.1531
IPBCC.b.14.1532
IPBCC.b.14.1533 IPBCC.b.14.1534 IPBCC.b.14.1535 IPBCC.b.14.1536 IPBCC.b.13.1530
Strain pembanding (GenBank) S.cavourensis subsp. cavourensis NRRL 2740 S. albolongus NBRC 13465 S. cavourensis subsp. cavourensis NRRL 2740 S. albolongus NBRC 13465 S. cavourensis subsp. cavourensis NRRL 2740 S. albolongus NBRC 13465 S. anulatus NBRC 12755 S. bungoensis NBRC 15711 S. cavourensis subsp. cavourensis NRRL 2740 S. albolongus NBRC 13465 S. misionensis NRRL B-3230
% Kemiripan
No. akses
94% 94%
NR. 043851.1 NR. 041144.1
92% 92%
NR. 043851.1 NR. 041144.1
94% 94% 92% 92%
NR. 043851.1 NR. 041144.1 NR. 043851.1 NR. 041191.1
95% 95% 99%
NR. 043851.1 NR. 041144.1 NR. 044138.1
*Keterangan: NRRL= National Research Center for Agricultural Utilization Research, USA. NBRC= NITE Biological Resource Center, National Institute o Technology and Evaluation, Japan IPBCC= IPB Culture Collection
16 Hasil analisis konstruksi pohon filogenetik juga menunjukkan konsistensi bahwa isolat IPBCC.b.14.1531, IPBCC.b.14.1532, IPBCC.b.14.1533, IPBCC.b.14.1534, IPBCC.b.14.1535, dan IPBCC.b.14.1536 diduga merupakan novel spesies. Keenam isolat tersebut berada pada kluster yang sama dengan S. albolongus, S. cavourensis subsp. cavourensis, S. anulatus, dan S. bungoensis (kluster I), sedangkan isolat IPBCC.b.13.1530 berada pada kluster II yang memiliki hubungan kekerabatan dengan S. misionensis. Kluster I dan kluster II merupakan kluster genus Streptomyces. Terlihat pada pohon filogenetik bahwa kedua kluster tersebut terpisah dari kluster outgroup Micromonospora (aktinomiset non-Streptomyces) dan P. aeruginosa (bakteri Gram negatif) (Gambar 6). Berdasarkan analisis p-distance diketahui bahwa komparasi internal keenam isolat (kluster Ia) tersebut juga menunjukkan keragaman spesies, tampak jelas pada matriks jarak genetik berdasarkan perbedaan sekuen nukleotida (Tabel 4). Pohon filogenetik 16S rRNA berdasarkan matriks jarak genetik menunjukkan bahwa sekuen IPBCC.b.14.1536 memiliki kedekatan dengan IPBCC.b.14.1533, IPBCC.b.14.1535 memiliki kedekatan dengan IPBCC.b.14.1532, sedangkan sekuen IPBCC.b.14.1531 dan IPBCC.b.14.1534 menunjukkan pohon filogenetik yang bersifat monofiletik, keduanya terpisah dari isolat lainnya (Gambar 7). Dengan demikian, dari keenam isolat aktinomiset endofit padi yang diduga novel spesies, dapat dikelompokkan menjadi empat spesies. 84
IPBCC.b.14.1534
95
IPBCC.b.14.1532
68
IPBCC.b.14.1535
92 63 73
IPBCC.b.14.1533
Kluster I
IPBCC.b.14.1536
95 93 97
Kluster Ia
IPBCC.b.14.1531
Streptomyces albolongus strain NBRC 13465 Streptomyces cavourensis subsp. cavourensis strain NRRL 2740 Streptomyces anulatus strain NBRC 12755
99
Streptomyces bungoensis strain NBRC 15711 Streptomyces phaeoluteichromatogenes strain NRRL B-5799 100 95
Kluster II
IPBCC.b.13.1530 Streptomyces misionensis strain NRRL B-3230 Micromonospora sp. AMS622
Outgroup I Outgroup II
Pseudomonas aeruginosa strain ME BHU4 0.02
Gambar 6
Pohon filogenetik gen 16S rRNA aktinomiset endofit padi sepanjang 1532 nukleotida
Tabel 4 Matriks jarak genetik (p-distance) sekuen gen 16S rRNA enam isolat aktinomiset endofit padi Isolat S. albolongus NBRC 13465 IPBCC.b.14.1531 IPBCC.b.14.1532 IPBCC.b.14.1533 IPBCC.b.14.1534 IPBCC.b.14.1535 IPBCC.b.14.1536
1 0.000 0.026 0.086 0.031 0.054 0.086 0.006
2
0.077 0.042 0.040 0.079 0.028
3
4
5
0.082 0.068 0.057 0.079 0.085 0.073 0.088 0.033 0.055
6
0.089
7
17 Spesies I Spesies II (monofiletik) Spesies III (monofiletik) Spesies IV
Gambar 7
Pohon filogenetik berdasarkan matriks jarak genetik (p-distance) sekuen gen 16S rRNA antara enam isolat aktinomiset endofit padi
Gen nifH Aktinomiset Endofit Padi Sebanyak tiga isolat (IPBCC.b.13.1530, IPBCC.b.14.1531, dan IPBCC.b.14.1536) berhasil diamplifikasi sekuen gen nifH menggunakan primer IGK dan NDR-1 (tahap I) serta PolF dan AQER (tahap II). Amplifikasi tahap I menghasilkan ukuran fragmen DNA yang merupakan daerah nifH-nifD yaitu ~1.2 Kb dengan beberapa pita yang tampak beragam, seperti halnya tampak pada kontrol positif. Produk PCR tahap II ketiga isolat aktinomiset endofit, termasuk B. japonicum USDA 110 sebagai kontrol positif menunjukkan adanya pita tunggal gen nifH dengan ukuran fragmen DNA yang diharapkan yaitu ~320 pb, sedangkan E. coli sebagai kontrol negatif tidak menunjukkan pita tunggal DNA (Gambar 8).
( (a) (b)
Gambar 8
Hasil amplifikasi PCR gen nifH aktinomiset endofit padi (~320 pb) menggunakan primer PolF dan AQER. a) Marker 100 pb, sumur ke-1-7: IPBCC.b.14.1531,IPBCC.b.14.1532, IPBCC.b.14.1533, IPBCC.b.14.1534, IPBCC.b.14.1535,IPBCC.b.14.1536, dan IPBCC.b.13.1530; b) Marker 1 Kb, sumur ke-1: B. japonicum sebagai kontrol positif, sumur ke-2: E.coli sebagai kontrol negatif.
Hasil sekuensing dari tiga isolat IPBCC.b.13.1530, IPBCC.b.14.1531, dan IPBCC.b.14.1536 ditunjukkan dengan grafik dendogram yang menggambarkan letak nukleotida yang diamplifikasi secara hulu dan hilir (Lampiran 3). Sekuen
18 nukleotida ketiga isolat tersebut menunjukkan hasil yang baik, ditunjukkan dengan adanya puncak yang tidak saling tumpang tindih. Berdasarkan pensejajaran dengan sekuen gen nifH di GenBank, diperoleh hasil yang menunjukkan bahwa sekuen parsial ketiga isolat tersebut memiliki kemiripan sekuen nifH dengan Herbaspirillum sp. B501 sebesar 95%-99%, Uncultured bacterium clone BN-A6 nifH sebesar 95%-98%, Uncultured bacterium clone IPA64 nifH sebesar 94%-99%, dan Uncultured bacterium clone IPA100 nifH sebesar 93%-98% (Tabel 5). Hasil analisis pohon filogenetik gen nifH menunjukkan konsistensi bahwa ketiga isolat Streptomyces endofit (IPBCC.b.13.1530, IPBCC.b.14.1531, dan IPBCC.b.14.1536) memiliki kedekatan dengan gen nifH Herbaspirillum sp. yang berada pada kluster I, dan terpisah dari kluster outgroup. Analisis keragaman jarak genetik antara tiga isolat dengan Frankia sp., Rhizobium sp., L. ferrooxidans, dan K. pneumonia menunjukkan adanya perbedaan sekuen gen nifH sebesar 18-28% dan lebih dari 59% jika dibandingkan dengan sekuen gen nifH B. japonicum (Tabel 6). Tabel 5 Persentase kemiripan sekuen gen nifH aktinomiset endofit padi dengan strain pembanding GenBank Strain pembanding (GenBank) Herbaspirillum sp. B501 nifH Uncultured bacterium clone BN-A6 nifH Uncultured bacterium clone IPA64 nifH Uncultured bacterium clone IPA100 nifH
% Kemiripan A B C 95 95 99 95 95 98 94 94 99 93 93 98
No. akses AB196476.1 HQ335398.1 EU048006.1 EU048040.1
*Keterangan: A= IPBCC.b.13.1530, B= IPBCC.b.14.1531, C= IPBCC.b.14.1536
Tabel 6 Matriks jarak genetik (p-distance) sekuen gen nifH aktinomiset endofit padi Isolat 1 2 3 4 5 6 7 8 IPBCC.b.13.1530 nifH IPBCC.b.14.1531 nifH 0.000 IPBCC.b.14.1536 nifH 0.010 0.010 Herbaspirillum sp. B501 nifH nifD 0.005 0.005 0.005 Uncultured bacterium clone BN-A6 nifH 0.014 0.014 0.014 0.010 Frankia sp. ACN14a nifH 0.286 0.286 0.276 0.281 0.281 Rhizobium sp. Cs217 nifH 0.195 0.195 0.186 0.190 0.186 0.252 L. ferroxidans 0.210 0.210 0.210 0.205 0.205 0.305 0.181 K. pneumoniae HUBIV-004 nifH 0.200 0.200 0.200 0.195 0.200 0.276 0.252 0.252 B. japonicum CTF132 nifH 0.590 0.590 0.595 0.595 0.590 0.576 0.581 0.586
9
0.629
19 69
IPBCC.b.13.1530 nifH
25
IPBCC.b.14.1531 nifH
50
IPBCC.b.14.1536 nifH
53
Herbaspirillum sp. B501 nifH nifD genes
8536 67
Uncultured bacterium clone IPA64 nifH gene
Kluster I
Uncultured bacterium clone BN-A6 nifH gene Uncultured bacterium clone IPA100 nifH gene
Kluster II
Uncultured bacterium clone 29.82 nifH gene
85 54
Uncultured bacterium clone 29.56 nifH gene Frankia sp. ACN14a nifH gene Rhizobium sp. Cs217 nifH gene
65 57
Leptospirillum ferrooxidans culture-collection DSM:2705 nifH gene complete
Outgroup
Klebsiella pneumoniae isolate HUB-IV-004 nifH genecomplete Bradyrhizobium japonicum strain CTFI32 nifH gene 0.1
Gambar 9 Pohon filogenetik gen nifH aktinomiset endofit padi sepanjang 336 nukleotida Kemampuan Fiksasi Nitrogen oleh Aktinomiset Endofit Padi Data uji in vitro aktivitas fiksasi N2 pada penelitian ini menunjukkan bahwa terjadi konsistensi dengan hasil analisis gen nifH, dari tujuh isolat aktinomiset endofit, tiga isolat diantaranya yaitu IPBCC.b.13.1530, IPBCC.b.14.1531, dan IPBCC.b.14.1536 dinyatakan mampu memfiksasi nitrogen. Ketiga isolat tersebut mampu tumbuh dengan baik pada media bebas nitrogen (BNF) padat dengan karakteristik pertumbuhan koloni yang lebih tipis dibandingkan dengan pertumbuhan koloni pada media YSA (Gambar 10), sedangkan keempat isolat lainnya tidak tumbuh dengan baik.
Gambar 10 Pertumbuhan koloni aktinomiset endofit padi pada media BNF padat umur inkubasi 10 hari (atas) dibandingkan dengan pertumbuhan koloni pada media YSA umur 10 hari (bawah). A= IPBCC.b.13.1530, B= IPBCC.b.14.1531, C= IPBCC.b.14.1536. Melalui uji pengukuran produksi amonia, isolat IPBCC.b.13.1530, IPBCC.b.14.1531, dan IPBCC.b.14.1536 juga mampu memproduki amonia dengan konsentrasi masing-masing berturut-turut sebesar 0.065 ppm, 0.014 ppm, dan 0.076 ppm, sedangkan keempat isolat lainnya (IPBCC.b.14.1532, IPBCC.b.14.1533, IPBCC.b.14.1534, dan IPBCC.b.14.1535) menghasilkan ratarata produksi amonia sebesar nol ppm atau tidak memproduksi amonia (Gambar 11). Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa keempat isolat dari tujuh isolat
20 aktinomiset endofit tidak dapat memfiksasi N2 dari udara. Konsentrasi amonia ditentukan dengan menggunakan persamaan kurva standar, dengan pengukuran bobot biomassa sel juga dilakukan dalam penelitian ini (Lampiran 4). Bobot biomassa sel aktinomiset endofit berbanding lurus dengan kemampuan produksi amonia masing-masing sel. Isolat IPBCC.b.14.1536 memiliki bobot biomassa yang paling tinggi sebesar 29.80 mg berbanding lurus dengan kemampuan produksi amonia yang juga lebih tinggi (0.076 ppm) dibandingkan dengan kedua isolat lainnya (Lampiran 4).
Gambar 11
Produksi amonia dari aktinomiset endofit padi setelah inkubasi selama 10 hari pada media BNF. B. japonicum sebagai kontrol positif dan E. coli sebagai kontrol negatif.
Pembahasan Karakterisasi Morfologi Koloni Aktinomiset Endofit Padi Aktinomiset endofit berhasil diisolasi dari akar, batang, dan daun lima varietas tanaman padi yang berasal dari Jawa Barat, dan berdasarkan karakteristik morfologi sebagian besar isolat tergolong ke dalam Streptomyces spp. Penelitian di China juga melaporkan bahwa aktinomiset endofit berhasil diisolasi dari akar dan daun empat varietas tanaman padi, dan sebagian besar juga tergolong ke dalam Streptomyces spp. (Tian et al. 2004). Karakterisasi spesies Streptomyces spp. umumnya berdasarkan warna miselia substrat dan aerial, produksi pigmen terlarut, bentuk, dan penampakan spora di permukaan media padat. Menurut Ghadin et al. (2008) pertumbuhan Streptomyces sp. di atas media padat menunjukkan miselia dengan spora aerial berwarna putih, cokelat hingga abu-abu. Streptomyces sp. memiliki tipe penataan rantai spora yaitu tipe spirales (S), tipe rectiflexibiles (RF), dan tipe retinaculiaperti (RA) (Shirling dan Gottlieb 1966). Berdasarkan karakterisasi morfologi dan mikroskopis, tujuh isolat aktinomiset endofit padi pada penelitian ini menunjukkan bahwa semua isolat tergolong ke dalam Streptomyces.
21 Identitas Molekuler Gen 16S rRNA Aktinomiset Endofit Padi Gen 16S rRNA merupakan komponen ribosom prokariot subunit 30S, yang umum digunakan untuk tujuan karakterisasi molekuler, menentukan hubungan filogenetik antar isolat prokariot dan menganalisis kekerabatannya dalam suatu ekosistem. Homologi sekuen 16S rRNA < 97.5% dapat dinyatakan sebagai spesies yang berbeda atau novel spesies (Stackebrandt dan Goebel 1994). Primer 20F didesain untuk mengamplifikasi gen 16S rRNA pada sebagian besar bakteri Gram positif, termasuk Streptomyces, sedangkan primer 1500R didesain untuk mengamplifikasi gen 16S rRNA pada hampir sebagian besar domain bakteri (Weisburg et al. 1991). Untuk mengamati hubungan kekerabatan antar takson, pohon filogenetik dikonstruksi dari sebagian besar daerah konservatif sekuen gen 16S rRNA, yang kemudian dikonfirmasi ciri-ciri fenotip secara klasik yaitu ciriciri morfologi dan karakteristik isolat termasuk warna spora dan penampakan koloni di atas media padat. Metode tersebut digunakan untuk mengklasifikasi dan mengidentifikasi genus Streptomyces hingga tingkat spesies (Labeda et al. 2011). BLAST merupakan program bioinformatika pada NCBI yang menggunakan analisis statistik untuk menghasilkan nilai skor dan E-value. Berdasarkan Claverie dan Notredame (2003), nilai skor yang ditunjukkan terdiri atas maximum score, total score, query cover, dan maximum identity, yang menunjukkan tingkat keakuratan nilai pensejajaran sekuens berupa nukleotida atau protein yang tidak diketahui dengan sekuens nukleotida atau protein yang tidak diketahui yang terdapat dalam data GenBank. Nilai skor berbanding lurus dengan tingkat homologi sekuens, semakin tinggi nilai skor maka semakin tinggi tingkat homologi antara kedua sekuens. E-value merupakan suatu nilai dugaan yang menggambarkan ukuran statistik yang signifikan terhadap kedua sekuens. Jika nilai E-value semakin tinggi, maka hal tersebut menunjukkan tingkat homologi antar sekuens rendah, sebaliknya jika semakin rendah maka menunjukkan bahwa tingkat homologi antar sekuens semakin tinggi. Nilai E-value yang bernilai nol menunjukkan bahwa kedua sekuens tersebut identik. Menurut Pertsemlidis dan Fondon III (2001) menyatakan jika kedua sekuens dinyatakan homologi, maka kedua sekuens tersebut memiliki hubungan evolusi atau hubungan kekerabatan. Berdasarkan analisis gen 16S rRNA, pada penelitian ini dilaporkan bahwa isolat IPBCC.b.14.1531, IPBCC.b.14.1532, IPBCC.b.14.1533, IPBCC.b.14.1534, IPBCC.b.14.1535, dan IPBCC.b.14.1536 memiliki indikasi novel spesies dengan persentase kemiripan sebesar < 97%, E-value 0.0, dan keenam isolat tersebut tergolong ke dalam Streptomyces spp. Untuk membuktikan bahwa keenam isolat aktinomiset endofit padi tersebut merupakan novel spesies diperlukan beberapa langkah yang perlu dilakukan selain identifikasi morfologi, fisiologi, dan molekuler identifikasi gen 16S rRNA, yaitu dengan cara pendekatan metode polifasik. Metode polifasik merupakan metode yang sangat tepat dan akurat untuk melakukan klasifikasi dan identifikasi prokariot. Prinsip metode polifasik adalah menggabungkan antara karakterisasi semua genotip, fenotip, dan informasi filogenetik. Informasi genotip diperoleh dari keberadaan DNA (mol% G+C, restriction patterns, genome size dan DNA, DNA hybridization) dan RNA di dalam sel, sedangkan informasi fenotip diperoleh dari protein dan fungsinya, perbedaan kemotaksonomi, dan ekspresi fisiologi lainnya (Vandamme et al. 1996). Selain karakterisasi genotip seperti hibridisasi DNA, menurut Otoguro et
22 al. (2009) beberapa hal yang perlu diamati pada karakter fenotip antara lain pemanfaatan sumber karbon, pertumbuhan mikrob pada suhu 37 ºC dan pertumbuhan mikrob pada kondisi 2% NaCl, sedangkan karakterisasi biokimiawi meliputi uji kandungan asam lemak, analisis isomer A2pm (diaminopimelic acid), analisis tipe fosfolipid dan menaquinon, serta kandungan G+C. Berdasarkan konstruksi pohon filogenetik, keenam isolat tersebut terletak pada satu kluster yang sama dengan S. albolongus, S. cavourensis subsp. cavourensis, S. anulatus, dan S. bungoensis. Akan tetapi keenam isolat Streptomyces spp. endofit padi tersebut berbeda sumber isolasinya dibandingkan dengan keempat strain pembanding di atas. Adanya perbedaan sumber isolasi Streptomyces spp. endofit dimungkinkan merupakan salah satu faktor yang menyebabkan adanya keragaman sekuen gen 16S rRNA pada aktinomiset endofit. S. cavourensis subsp. cavourensis NRRL 2740 merupakan aktinomiset yang diisolasi dari kultur kapang di laut, memiliki miselia aerial berwarna kuning pudar dan tipe rantai spora RF, serta dapat memproduksi antibiotik chromomycin dan flavensomycin (Skarbek dan Brady 1978). S. albolongus NBRC 13465 diisolasi dari tanah, memiliki miselia aerial berwarna putih atau kuning pudar dengan permukaan spora yang halus di atas media padat, dan memiliki tipe rantai spora RF (Shirling dan Gottlieb 1972). Spesies tersebut diketahui memiliki kemampuan antimikrob Gram positif dan negatif (Uddin et al. 2013). S. anulatus NBRC 12755 diisolasi dari tanah, memiliki miselia aerial berwarna kuning pudar atau putih dengan miselia substrat berwarna kuning kecokelatan, memiliki tipe rantai spora RA (Shirling dan Gottlieb 1972), dan diketahui mampu memproduksi dihidroabikoviromisin (Holmalahti et al. 1998). S. bungoensis diisolasi dari tanah dengan karakteristik morfologi koloni berwarna abu-abu dan tipe rantai spora berbentuk spiral, serta diketahui dapat memproduksi antibiotik (Eguchi et al. 1993). Analisis p-distance menunjukkan bahwa keenam isolat aktinomiset endofit (IPBCC.b.14.1531, IPBCC.b.14.1532, IPBCC.b.14.1533, IPBCC.b.14.1534, IPBCC.b.14.1535, dan IPBCC.b.14.1536) masing-masing memiliki perbedaan sekuen nukleotida, yang artinya jarak genetik antar keenam isolat tersebut juga berbeda. Komparasi internal keenam isolat tersebut berdasarkan matriks jarak genetik mengindikasikan adanya keragaman spesies diantara masing-masing isolat. Adanya perbedaan internal keenam isolat Streptomyces spp. endofit padi tersebut diduga dipengaruhi oleh perbedaan varietas tanaman padi sebagai tanaman inangnya atau sumber isolasi awal. Isolat IPBCC.b.14.1531 dan IPBCC.b.14.1532 berasal dari sawah rawa, IPBCC.b.14.1533, IPBCC.b.1534, dan IPBCC.b.14.1536 berasal dari sawah biasa, dan IPBCC.b.1535 berasal dari sawah gogo. Di sisi lain, isolat IPBCC.b.13.1530 berkerabat dekat dengan S. misionensis NRRL B-3230 dengan persentase kemiripan sebesar 99%. Isolat IPBCC.b.13.1530 berasal dari sawah irigasi. Berdasarkan pengamatan morfologi dan mikroskopis isolat IPBCC.b.13.1530 memiliki kemiripan dengan S. misionensis yang umumnya juga memproduksi miselia aerial berwarna abu-abu dengan tipe rantai spora spiral atau RA (Kim et al. 1996). Data tersebut mengindikasikan bahwa berdasarkan pengamatan karakteristik morfologi dan analisis pohon filogenetik, tampak jelas bahwa isolat IPBCC.b.13.1530 merupakan spesies S. misionensis. S. misionensis NRRL B-3230 merupakan isolat yang diisolasi dari tanah dan diketahui mampu memproduksi antibiotik
23 misionin untuk mengatasi fungi fitopatogen (Cercos et al. 1962). Kemampuan A yang dimiliki oleh S. C fitopatogen misionensis tersebut jugaEdidukung oleh data penelitian sebelumnya yang melaporkan bahwa isolat IPBCC.b.13.1530 yang memiliki kemiripan dengan S. misionensis dilaporkan mampu mengatasi penyakit HDB pada tanaman padi (Hastuti et al. 2012). Identitas Molekuler Gen nifH Aktinomiset Endofit Padi Penelitian ini merupakan studi baru yang menggunakan data molekuler untuk menunjukkan bahwa aktinomiset endofit yang diisolasi dari lima varietas tanaman padi di Indonesia, beberapa isolat diantaranya memiliki sekuen gen nifH. Selain itu, kajian mengenai sekuen gen nifH pada aktinomiset endofit masih jarang dilakukan. Perkembangan penelitian tentang aktinomiset endofit yang mampu memfiksasi nitrogen yaitu Cournoyer et al. (1993) melaporkan bahwa interaksi antara aktinomiset genus Frankia dan 25 genus tanaman dikotil dalam perkembangannya mampu memfiksasi nitrogen dengan membentuk nodul akar dan mentransfer nitrogen terfiksasi dari mikrosimbion ke tanaman. Selain itu, pada penelitian tersebut juga dilaporkan mengenai pohon filogenetik yang diperoleh dari analisis kombinasi nifH-D, nifD parsial, dan sekuen 16S rRNA yang digunakan untuk menginvestigasi hubungan evolusi dan simbiosis mikroorganisme. Penelitian selanjutnya yaitu dilaporkan bahwa Actinobacteria, khususnya genus Micromonospora dan Thermonospora yang berhasil diisolasi dari akar Casuarina equisetifolia, berhasil diamplifikasi menggunakan primer IGK dan NDR-I serta PolF dan PolR, dan keduanya memiliki sekuen gen nifH yang memiliki kemiripan dengan sekuen gen nifH Frankia sp. (Valdes et al. 2005). Studi terbaru yaitu dilaporkan bahwa Actinobacteria yang mendominasi akar dan rizosfer tanah tanaman rumput Lasiurus sindicus, berdasarkan analisis sekuen nifH menunjukkan hubungan kekerabatan dengan mikrob diazotrof seperti Azospirillum brasilense dan Rhizobium sp. (Chowdhury et al. 2009). Berdasarkan analisis pohon filogenetik internal gen nifH dalam penelitian ini, menunjukkan bahwa sekuen parsial gen nifH (320 pb) isolat IPBCC.b.13.1530, IPBCC.b.14.1531, dan IPBCC.b.14.1536 memiliki kedekatan dengan gen nifH Herbaspirillum sp. B501 (kluster I). Sekuen ketiga isolat tersebut dinyatakan parsial karena berdasarkan Mevarech et al. (1980) dinyatakan bahwa ukuran sekuen lengkap gen nifH yaitu ~ 900 pb. Pada kluster tersebut, posisi IPBCC.b.13.1530 lebih berdekatan dengan IPBCC.b.14.1531, dibandingkan dengan IPBCC.b.14.1536. Kedua isolat IPBCC.b.13.1530 dan IPBCC.b.14.1531 memiliki persentase kemiripan sekuen gen nifH < 97% jika dibandingkan dengan data sekuen gen nifH dari GenBank, sedangkan isolat IPBCC.b.14.1536 memiliki persentase kemiripan > 97%. Data tersebut mengindikasikan bahwa isolat IPBCC.b.13.1530 dan IPBCC.b.14.1531 menunjukkan adanya keragaman sekuen pada gen nifH yang dimilikinya. Adanya perbedaan nukleotida sebesar 3% mengindikasikan daerah variatif yang tinggi. Menurut Stackebrandt dan Goebel (1994) posisi daerah variatif yang tinggi mengindikasikan takson spesifik dan hal tersebut diperlukan untuk menentukan organisme baru melalui analisis sekuen lengkap. Adanya keragaman sekuen gen nifH pada masing-masing strain, diduga dipengaruhi oleh faktor ekologi yaitu adanya perbedaan varietas tanaman padi yang merupakan tanaman inangnya. Hal ini didukung dengan pernyataan Gaby
G
24 dan Buckley (2014) yang menyatakan bahwa tingginya keragaman sekuen nukleotida pada gen nifH merepresentasikan kaitannya dengan lingkungan asalnya. Isolat IPBCC.b.13.1530 diisolasi dari akar padi Inpari 9 Elo yang berasal dari sawah irigasi, IPBCC.b.14.1531 diisolasi dari daun padi Inpara 2 yang berasal dari sawah rawa, sedangkan IPBCC.b.14.1536 diisolasi dari daun Ciherang yang berasal dari sawah biasa. Menurut Gaby dan Buckley (2014) menyatakan bahwa perbedaan genetik antara gen nifH dan 16S rRNA tidak berkorelasi dengan nilai perbedaan sekuen nukleotida yang pada umumnya digunakan untuk menentukan spesies mikrob. Spesies yang memiliki perbedaan sekuen nukleotida < 3% pada gen 16S rRNA dapat memiliki perbedaan sekuen nukleotida gen nifH hingga 23%. Hal tersebut mengindikasikan bahwa keragaman sekuen gen 16S rRNA tidak dapat dikorelasikan dengan keragaman gen nifH untuk menentukan spesies. Keragaman jarak genetik antara tiga isolat (IPBCC.b.13.1530, IPBCC.b.14.1531, dan IPBCC.b.14.1536) dengan Frankia sp. Rhizobium sp., L. ferroxidans, serta K. pneumonia mengindikasikan keragaman yang tinggi gen nifH pada isolat aktinomiset endofit (Tabel 6). Herbaspirillum sp. diisolasi dari tanaman padi liar yang diketahui mampu mengkolonisasi akar dan batang tanaman padi, memfiksasi nitrogen, serta meningkatkan pertumbuhan tanaman padi (Zakria et al. 2007). Kemampuan Aktinomiset Endofit Padi dalam Fiksasi N2 secara In Vitro Berdasarkan uji in vitro, dari tujuh isolat Streptomyces spp. endofit pada penelitian ini, tiga isolat diantaranya yaitu IPBCC.b.13.1530, IPBCC.b.14.1531, dan IPBCC.b.1536 berpotensi untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman padi melalui kemampuannya dapat tumbuh dan memproduksi amonia pada media pertumbuhan bebas nitrogen. Salah satu dari ketiga isolat tersebut yaitu IPBCC.13.1530 sudah dilaporkan sebelumnya bahwa isolat tersebut mampu tumbuh pada media dan memproduksi amonia pada media bebas nitrogen. Sedangkan keempat isolat lainnya (IPBCC.b.14.1532, IPBCC.b.14.1533, IPBCC.b.14.1534, dan IPBCC.b.14.1535) tidak mampu tumbuh dan menghasilkan amonia serta keempat isolat tersebut belum pernah diketahui mampu tumbuh dan memproduksi amonia pada media bebas nitrogen. Pembentukan amonia yang dihasilkan oleh tiga isolat di atas menjadi parameter dalam penentuan aktivitas isolat aktinomiset endofit dalam melakukan fiksasi N 2. Hasil produksi amonia dengam metode Phenat yang ditunjukkan secara kuantitatif (Gambar 11). Kemampuan produksi amonia aktinomiset endofit padi juga dipengaruhi oleh bobot kering biomassa sel. Semakin besar bobot biomassa sel aktinomiset maka semakin tinggi konsentrasi amonia yang diproduksi oleh masing-masing isolat (Lampiran 4). Uji produksi amonia secara kualitatif menunjukkan bahwa tiap isolat memproduksi amonia yang beragam, hal ini ditunjukkan dengan warna biru yang dihasilkan akibat reaksi pereaksi Phenat dengan amonia yang dihasilkan, semakin pekat warna biru maka semakin tinggi konsentrasi amonia (Lampiran 5). Kemampuan untuk tumbuh pada media bebas nitrogen dan memproduksi amonia mengindikasikan kemampuannya dalam memfiksasi N 2 di udara. Hal tersebut didukung dengan data penelitian yang dilaporkan oleh Prakamhang et al. (2009) yang menyatakan bahwa sekitar 56% mikrob endofit pada padi (Oryza sativa L.KDML-105) berpotensi sebagai diazotrof berdasarkan kemampuannya
25 tumbuh di media bebas nitrogen. Pernyataan Pratyasto (2012) juga mendukung data penelitian ini, yaitu isolat IPBCC.b.13.1530 sebelumnya telah diketahui mampu memfiksasi N2 melalui aktivitasnya dalam mereduksi asetilen, memproduksi amonia, dan tumbuh di media bebas N2. Adanya konsistensi antara hasil analisis gen nifH dengan uji in vitro mengindikasikan bahwa regulasi gen nifH pada proses nitrogenase Streptomyces spp. endofit berjalan dengan baik. Adanya kemampuan untuk tumbuh pada media bebas nitrogen, positif pada uji reduksi asetilen dan dilusi isotop 15N, serta adanya gen nifH yang teridentifikasi, memperkuat kesimpulan bahwa kelompok Actinobacteria dapat memfiksasi N2 menjadi amonia (Valdes et al. 2005). Isolat IPBCC.b.13.1530 dalam perannya di bidang pertanian selain dapat memfiksasi N2, juga telah dilaporkan dapat berfungsi menghasilkan hormon IAA (Yusepi 2011) dan sebagai pupuk hayati (Rahayu 2012; Husniyah 2013). Jika sistem fiksasi nitrogen secara biologi dapat dilakukan pada tanaman padi, maka hal tersebut dapat meningkatkan suplai nitrogen yang tersedia bagi tanaman hingga sebesar 50 Kg N/Ha lahan (Cockrell 2004). Sistem identifikasi Streptomyces spp. berdasarkan data sekuen gen 16S rRNA memberikan informasi mengenai sistematika Streptomyces yang kemudian dapat digunakan untuk mengidentifikasi beberapa isolat Streptomyces yang baru (Hyo et al. 2006). Data morfologi koloni, rantai spora, dan sekuen gen 16S rRNA dalam penelitian ini mengindikasikan bahwa tujuh isolat aktinomiset endofit padi tergolong ke dalam Streptomyces spp. dan menunjukkan keragaman yang tinggi, serta enam isolat diantaranya diprediksi berpeluang sebagai novel spesies. Berdasarkan penelitian sebelumnya dalam satu payung penelitian, dilaporkan bahwa sejumlah aktinomiset endofit berhasil diisolasi dari tanaman padi, dan diketahui mampu menghasilkan hormon IAA, memfiksasi N 2, mengatasi hama patogen tanaman, dan sebagainya. Akan tetapi kajian mengenai identifikasi aktinomiset endofit asal tanaman padi sejauh ini di Indonesia masih jarang dilakukan dan masih terbatas pada aktinomiset endofit yang bersifat culturable berdasarkan karakteristik morfologi dan rantai spora. Data mengenai identifikasi gen nifH aktinomiset endofit padi yang diperoleh pada penelitian ini merupakan informasi awal dalam kaitannya dengan kajian molekuler aktinomiset endofit padi. Oleh karena itu, kajian mengenai identifikasi molekuler gen 16S rRNA dan gen nifH pada aktinomiset endofit padi yang bersifat unculturable perlu dikaji untuk kelanjutan penelitian ini.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan Sebanyak tujuh isolat aktinomiset endofit asal tanaman padi berhasil diidentifikasi berdasarkan karakteristik morfologi, rantai spora, gen 16S rRNA, dan gen nifH. Berdasarkan morfologi koloni, rantai spora, dan gen 16S rRNA, ketujuh isolat IPBCC.b.13.1530, IPBCC.b.14.1531, IPBCC.b.14.1532,
26 IPBCC.b.14.1533, IPBCC.b.14.1534, IPBCC.b.14.1535, dan IPBCC.b.14.1536 tergolong ke dalam Streptomyces spp. dan enam isolat diantaranya diprediksi berpeluang sebagai novel spesies, dengan nilai identitas maksimum < 97%. Keenam isolat tersebut memiliki kemiripan morfologi dan sekuen dengan S. albolongus, S. cavourensis subsp. cavourensis, S. anulatus, dan S. bungoensis, sedangkan isolat IPBCC.b.13.1530 memiliki kemiripan sebesar 99% dengan S. misionensis. Berdasarkan identifikasi gen nifH, isolat IPBCC.b.13.1530, IPBCC.b.14.1531, dan IPBCC.b.14.1536 memiliki homologi sekuen gen nifH dengan Herbaspirillum sp. Secara in vitro, ketiga isolat tersebut juga mampu tumbuh dan memproduksi amonia pada media bebas nitrogen berkisar antara 0.014-0.076 ppm, sehingga berpotensi untuk memacu pertumbuhan tanaman. Isolat IPBCC.b.13.1530 dan IPBCC.b.14.1536 mampu memproduksi amonia lebih besar dibandingkan dengan kontrol positif B. japonicum.
Saran Saran penelitian ini yaitu perlu kajian lebih lanjut tentang novelty isolat yang teridentifikasi spesies berbeda berdasarkan metode polifasik yaitu karakterisasi secara fenotip dan genotip. Karakterisasi fenotip yang perlu dilakukan lebih lanjut yaitu karakterisasi biokimia, nutrisi, kemotaksonomi, serologi, dan inhibitor, sedangkan karakterisasi genotip yang perlu dilakukan yaitu karakterisasi RNA, protein, dan hibridisasi DNA. Selain itu perlu adanya analisis metagenom untuk mengetahui keragaman aktinomiset endofit padi yang tidak dapat dikulturkan, yaitu berkisar ± 99% mikrob yang terdapat di alam ini.
DAFTAR PUSTAKA
Barraquio LW, Revilla L, Ladha JK. 1997. Isolation of endophytic diazotrophic bacteria from wetland rice. Plant Soil. 194:15-24. Benson DR, Silvester WB. 1993. Biology of Frankia strain, actinomycete symbionts of actinorhizal plants. Microbial Rev. 57:293-319. Campbell NA, Reece JB, Mitchell LG. 2002. Biologi. Edisi Kelima. Lestari R, penerjemah. Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Biology. Fifth Edition. Cercos AP et al. 1962. Misionina: antibiotic opolieni coproduce ciderofor Streptomyces misionensis nov.sp. R Inv Agr. 17:5-27. Chelius MK, Lepo JE. 1999. Restriction fragment length polymorphism analysis of PCR-amplified nifH sequences from wetland plant rizosphere communities. Environ Technol. 20:883–889. Chi F et al. 2005. Ascending migration of endophytic rhizobia, from roots to leaves, inside rice plants and assessment of benefits to rice growth physiology. App Environ Microbiol. 71:7271-7278.
27 Chowdhury SP, Schmid M, Hartmann A, Tripathi AK. 2009. Diversity of 16S rRNA and nifH genes derived from rhizosphere soil and roots of an endemic drought tolerant grass Lasiurus sindicus. Eur J Soil Biol. 45:114-122. Claverie JM, Notredame C. 2003. Bioinformatics for Dummies. Indianapolis: Wiley Publishing. Cockrell J. 2004. Bacterial and fungal endophytes in rice. Bull Texas Rice 4: 1-5. Compant S, Duffy B, Nowak J, Clement C, Barka EA. 2005. Use of plant growthpromoting bacteria for biocontrol of plant disease: principles, mechanisms of action, and future prospects. Appl Environ Microbiol. 71:4951-4959. Cournoyer B, Gouy M, Normand P. 1993. Molecular phylogeny of the symbiotic actinomycetes of the genus Frankia matches host-plant infection processes. Mol Biol Evol. 10:1303-1316. Eaton AD, Clesceri LS, Greenberg AE, Rice EW. 2005. Standard Method for The Examination of Water and Wastewater. 21st Ed. Washington D.C: APA (American Public Health Association), AWWA (American Water Works Association), and WPCF (Water Pollution Control Federation). Eguchi T et al. 1993. Streptomyces bungoensis sp. nov. Int J Syst Bacteriol. 43:794-798. Franche C, Lindstrom K, Elmerich C. 2009. Nitrogen-fixing bacteria associated with leguminous and non-leguminous plants. Plant Soil 321:35-59. Gaby JC, Buckley DH. 2014. A comprehensive aligned nifH gene database: a multipurpose tool for studies of nitrogen-fixing bacteria. Database. 2014:1-8. Gangwar M, Rani S, Sharma N. 2012. Investigating endophytic actinomycetes diversity from rice for plant growth promoting and antifungal activity. Int J Adv Lif Sci. 1:10-21. Ghadin N et al. 2008. Isolation and characterization of novel endophytic Streptomyces SUK 06 with antimicrobial activity from Malaysian plant. Asian J Plant Sci. 7:189-194. Gyaneshwar P et al. 2001. Endophytic colonization of rice by a diazotrophic strain of Serratia marcescens. J Bacteriol. 183:2634-2645. Hallmann J, Quadt-Hallmann A, Mahaffee WF, Kloepper JW. 1997. Bacterial endophytes in agricultural crops. Can J Microbiol. 43:895-914. Hapwood DA et al. 1985. Genetic Manipulation of Streptomycetes: A Laboratory Manual. United Kingdom: John Innes Foundation, Norwich. Hasegawa S, Meguro A, Shimizu M, Nishimura T, Kunoh H. 2006. Endophytic actinomycetes and their interaction with host plants. Actinomycetologica 20:72-81. Hastuti RD, Lestari Y, Saraswati R, Suwanto A, Chaerani. 2012. Capability of Streptomyces spp. in controlling bacterial leaf blight disease in rice plants. Am J Agri Biol Sci. 7:217-223.
28 Hastuti RD, Lestari Y, Suwanto A, Saraswati R. 2012. Endophytic Streptomyces spp. as biocontrol agents of rice bacterial leaf blight pathogen (Xanthomonas oryzae pv. oryzae). Hayati J Biosci. 19:155-162. Holmalahti et al. 1998. Production of dihydroabikoviromycin by Streptomyces anulatus: production parameters and chemical characterization of genotoxicity. J Appl Microbiol. 85:61-68. Hurek T et al. 2000. Novel nitrogen-fixing bacteria associated with the root interior of rice. Di dalam Ladha JK, Reddy PM, editor. The Quest for Nitrogen Fixation in Rice. Proceedings on the 3rd Working Group Meeting on Assesing Opportunities for Nitrogen Fixation in Rice, 9-12 August. 1999, Los Banos: IRRI. hlm 47-63. Husniyah L. 2013. Aplikasi produk berbasis aktinomiset endofit dan identifikasi bakteri penyebab penyakit hawar daun bakteri [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Hyo JK, Sung L, Byung KH. 2006. Streptomyces chenanensis sp.nov., a novel Streptomycete with antifungal activity. Int Syst Evol Microbial. 56:471-475. Jelita SP. 2012. Dinamika populasi dan karakter morfologi aktinomiset endofit asal 5 varietas tanaman padi [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Jusuf M. 2001. Genetika 1: struktur & ekspresi gen. Bogor: IPB. Kim SB et al. 1996. Numerical classification of actinomycetes isolated from volcanic soil. J Microbiol. 34:105-116. Kudo T. 1997. Family Streptomycetaceae. Di dalam: Miyadoh S, editor. Atlas of Actinomycetes. Japan: The Society for Actinomycetes. hlm 122-155. Labeda DP et al. 2011. Phylogenetic study of the species within the family Streptomycetaceae. Antonie van Leeuwenhoek. DOI:10.1007/s10482-0119656-0. Lachevalier MP, Bievre C de, Lachevalier HA. 1977. Chemotaxonomy of aerobic actinomycetes: phospholipid composition. Biochem Syst Ecol. 5:249-260. Lestari Y. 2006. Identification of indigenous Streptomyces spp. producing antibacterial compounds. J Mikrobiol Indones. 11:99-101. Mano H, Morisaki H. 2008. Endophytic bacteria in the rice plant. Microbes Environ.23:109-117. Mevarech M, Rice D, Haselkorn R. 1980. Nucleotide sequence of a cyanobacterial nifH gene coding for nitrogenase reductase. Proc Natl Acad Sci.77:6476-6480. Miyadoh S. 1997. Morphology and Phylogeny of Actinomycetes. Atlas of Actinomycetes. Japan: The Society for Actinomycetes. Moat AG, Foster JW, Spector MP. 2002. Microbial Physiology. NewYork:WileyLiss, Inc. Otoguro M et al. 2009. Streptomyces baliensis sp. nov. isolated from Balinese oil. Int J Sys Evol Microbiol. 59: 2158-2161.
29 Pangastuti A. 2006. Definisi sepesies prokaryota berdasarkan urutan basa gen penyandi 16S rRNA dan gen penyandi protein. BIODIVERSITAS 7:292-296. Patel JB et al. 2004. Sequence-based identification of aerobic actinomycetes. J Clin Microbiol. 42:2530-2540. Pertsemlidis A, Fondon III JW. 2001. Having a BLAST with bioinformatics (and avoiding BLAST phemy). Gen Biol. 2:1-10. Phillips DA, Romero EM, Yang GP, Joseph CM. 2000. Release of nitrogen: a key trait in selecting bacterial endophytes for agronomically useful nitrogen fixation. Di dalam: Ladha JK, Reddy PM, Editor. In The Quest for Nitrogen Fixation in Rice. hlm 205-217. Poly F, Monrozier LJ, Bally R. 2001. Improvement in the RFLP procedure for studying the diversity of nifH genes in communities of nitrogen fixers in soil. Res Microbiol. 152:95-103. Prakamhang J, Minamisawa K, Teamtaisong K, Boonkerd N, Teaumroong N. 2009. The communities of endophytic diazotrophic bacteria in cultivated rice (Oryza sativa L.). Appl Soil Ecol. 42:141-149. Pratyasto AP. 2012. Kemampuan aktinomiset endofit sebagai penambat nitrogen dan perannya dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman padi [tesis]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Rahayu AT. 2012. Formulasi produk hayati berbasis aktinomiset endofit sebagai pemacu pertumbuhan tanaman padi [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Salisbury FB, Ross CW. 1992. Plant Physiology. Belmont: Wadsworth Publishing Company, Inc. Saitou N, Nei M. 1987. The neighbor-joining method: a new method for reconstructing phylogenetic trees. Mol Biol Evol. 4:406–425. Sembiring L, Goodfellow M. 2001. Application of numerical systematics in unraveling Streptomycete diversity. J Mikrobiol Indones. 6: 1-7. Sevilla M, Kennedy C. 2000. Colonization of rice and other cereals by Acetobacter diazotrophicus, and endophyte of sugarcane. Di dalam Ladha JK, Reddy PM, editor. The Quest for Nitrogen Fixation in Rice. Proceedings on the 3rd Working Group Meeting on Assesing Opportunities for Nitrogen Fixation in Rice, 9-12 August. 1999, Los Banos: IRRI. hlm 151-167. Sharma PK, Sarita S, Prell J. 2005. Isolation and characterization of an endophytic bacterium related to Rhizobium/Agrobacterium from wheat (Triticum aestivum L.) roots. Current Sci. 89:608-610. Shenoy VV, Kalagudi CM, Gurudatta BV. 2001. Towards nitrogen autotrophic rice. Curr Sci. 81:451-457. Shirling EB, Gottlieb D. 1966. Methods for characterization of Streptomycetes species. Int J Syst Bacteriol. 16:313-340. Shirling EB, Gottlieb D. 1972. Cooperative description of type strains of Streptomyces. Int J Syst Bacteriol 22:265-394.
30 Shrestha RK, Maskey SL. 2005. Review: associative nitrogen fixation in lowland rice. Nepal Agric Res J. 6:112-121. Sivakumar K. 2001. Actinomycetes. of an Indian mangrove (Pichavaram) environment: an inventory [thesis]. India: Annamalai University. Skarbek JD, Brady LR. 1978. Streptomyces cavourensis sp. nov. (nom. rev.) and Streptomyces cavourensis subsp. washingtonensis subsp. nov., a chromomycin-producing subspecies. Int J Syst Bacteriol. 28:45-53. Stackebrandt E, Goebel BM. 1994. Taxonomic note: a place for DNA-DNA reassociation and 16S rRNA sequence analysis in the present species definition in bacteriology. Int J Syst Evol Microbiol. 44:846-849. Stackebrandt E, Rainey FA, Ward-Rainey NL. 1997. Proposal for a new hierarchic classification system, Actinobacteria classis nov. Int J Syst Bacteriol. 47:479-491. Strobel G, Daisy B. 2003. Bioprospecting for microbial endophytes and their natural product. Microbiol Mol Biol Rev. 67:491-502. Tamura T, Hatano K. 2001. Phylogenetic analysis of the genus Actinoplanes and transfer of Actinoplanes minutisporangius Ruan et al. 1986 and „Actinoplanes aurantiacus’ to Cryptosporangium minutisporangium comb. nov. and Cryptosporangium aurantiacum sp. nov. Int J Syst Evol Microbiol. 51:21192125. Tamura K et al. 2011. MEGA5: molecular evolutionary genetics analysis using maximum likehood, evolutionary distance, and maximum parsimony methods. Mol Biol Evol. 28:2731-2739. Tan RX, Zou WX. 2001. Endophytes: a rich source of functional metabolites. Nat Prod Rep. 18:448-459. Tharek M, Dzulaikha K, Salwani S, Amir HG, Najimudin N. 2011. Ascending endophytic migration of locally isolated diazotroph Enterobacter sp. strain USML2 in rice. Biotechnology 10:521-527. Tian XL et al. 2004. Study on the communities of endophytic fungi and endophytic actinomycetes from rice and their antipathogenic activities in vitro. World J Microbiol Biotechnol. 20:303-309. Uddin M, Mahmud N, Anwar N, Manchur MA. 2013. Bioactive metabolite production by Streptomyces albolongus in favourable environment. J Microbiol Infect Dis. 3:75-82. Ueda T, Suga Y, Yahiro N, Matsuguchi T. 1995. Remarkable N2-fixing bacterial diversity detected in rice roots by molecular evolutionary analysis of nifH gene sequences. J Bacteriol. 177:1414–1417. Valdes et al. 2005. Non-Frankia actinomycetes isolated from surface-sterilized roots of Casuarina equisetifolia fix nitrogen. Appl Environ Microbiol. 71:460466. Vandamme P et al. 1996. Polyphasic Taxonomy, a consensus approach to bacterial systematics. Microbiol Rev. 60:407-438.
31 Weisburg WG, Barns SM, Pelletier DA, Lane DJ. 1991. 16S ribosomal DNA amplification for phylogenetic study. J Bacteriol. 173:697-703. White D. 2000. The Physiology and Biochemistry of Prokariotes. Ed ke-2. London: Oxford University Press. Young JPW. 1992. Biological Nitrogen Fixation, Phylogenic Classification of Nitrogen-Fixing Organisms. New York: Chapman and Hall. pp. 43–86. Yu SS, Latt KZ, Kyaw EP, Lynn TM. 2011. Accumulation of ammonia in culture broth by wild type nitrogen fixing bacterium Stenotrophomonas maltophilia. Int J Appl Biol Pharmaceutical Technol. 2:72-77. Yusepi TT. 2011. Kemampuan aktinomiset endofit dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman padi (Oryza sativa L.) melalui aktivitas asam indol asetat [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Zakria M, Njoloma J, Saeki Y, Akao S. 2007. Colonization and nitrogen-fixing ability of Herbaspirillum sp. strain B501 gfp1 and assessment of its growthpromoting ability in cultivate rice. Microbes Environ. 22:1-10. Zehr J, McReynolds L. 1989. Use of degenerate oligonucleotide primers for amplification of the nifH gene from the marine cyanobacterium Tricodesmium thiebautii. Appl Environ Microbiol. 55:2522–2556. Zehr J, Mellon MT, Zani S. 1998. New nitrogen-fixing microorganisms detected in oligotrophic oceans by amplification of nitrogenase (nifH) genes. Appl Environ Microbiol. 64:3444–3450. Zinniel DK et al. 2002. Isolation and characterization of endophytic colonizing bacteria from agronomic crops and prairie plants. Appl Environ Microbiol 68:2198-2208.
32
33
LAMPIRAN
34
35 Lampiran 1 Karakteristik morfologi koloni dan mikroskopis aktinomiset endofit padi Warna miselia di atas media YSA Miselia Miselia aerial substrat
Pigmentasi
Mikroskopis (tipe spora)
Putih kecokelatan
Tidak berwarna
RF
Putih
Putih kecokelatan
Tidak berwarna
RF
Batang (IR64)
Putih kekuningan
Cokelat muda
Tidak berwarna
RF
IPBCC.b.14.1534
Batang (IR64)
Putih
Tidak berwarna
RA
IPBCC.b.14.1535
Batang (Inpago 4)
Abuabu
Putih kecokelatan Merah keabuabuan
Tidak berwarna
S
IPBCC.b.14.1536
Daun (Ciherang)
Putih kecokelatan
Tidak berwarna
RF
IPBCC.b.13.1530
Akar (Inpari 9 Elo)
Cokelat
Tidak berwarna
S
Kode isolat
Asal
IPBCC.b.14.1531
Daun (Inpara 2)
IPBCC.b.14.1532
Daun (Inpara 2)
IPBCC.b.14.1533
Putih kecokelatan
Putih kecokelatan Cokelat keabuabuan
36 Lampiran 2 Hasil sekuensing gen 16S rRNA tujuh isolat aktinomiset endofit padi Isolat IPBCC.b.13.1530_ forward (20F)
Isolat IPBCC.b.13.1530_reverse (1500R)
37 Isolat IPBCC.b.14.1531_ forward (20F)
Isolat IPBCC.b.14.1531_reverse (1500R)
38 Isolat IPBCC.b.14.1532_ forward (20F)
Isolat IPBCC.b.14.1532_ reverse (1500R)
39 Isolat IPBCC.b.14.1533_ forward (20F)
Isolat IPBCC.b.14.1533_ reverse (1500R)
40 Isolat IPBCC.b.14.1534_ forward (20F)
Isolat IPBCC.b.14.1534_ reverse (1500R)
41 Isolat IPBCC.b.14.1535_ forward (20F)
Isolat IPBCC.b.14.1535_ reverse (1500R)
42 Isolat IPBCC.b.14.1536_ forward (20F)
Isolat IPBCC.b.14.1536_ reverse (1500R)
43 Lampiran 3 Hasil sekuensing gen nifH tiga isolat aktinomiset endofit padi Isolat IPBCC.b.13.1530_forward (PolF)
Isolat IPBCC.b.13.1530_reverse (AQER)
Isolat IPBCC.b.14.1531_forward (PolF)
Isolat IPBCC.b.14.1531_reverse (AQER)
44 Isolat IPBCC.b.14.1536_forward (PolF)
Isolat IPBCC.b.14.1536_reverse (AQER)
45 Lampiran 4 Pengukuran produksi amonia dan bobot biomassa sel aktinomiset endofit padi
Kurva standar amonia (NH3-N) Produksi amonia dan bobot biomassa sel aktinomiset endofit padi Isolat IPBCC.b.13.1530 IPBCC.b.14.1531 IPBCC.b.14.1536 IPBCC.b.14.1532 IPBCC.b.14.1533 IPBCC.b.14.1534 IPBCC.b.14.1535 Kontrol (+) B. japonicum USDA 110 Kontrol (-) E. coli
Rata-rata produksi amonia (ppm) 0.065 ± 0.0035 0.014 ± 0.0000 0.076 ± 0.0021 0.000 ± 0.0007 0.000 ± 0.0042 0.000 ± 0.0000 0.000 ± 0.0042
Rataan bobot kering biomassa sel (mg) 21.45 10.60 29.80 13.25 14.70 7.50 10.95
0.061 ± 0.0028 0.000 ± 0.0078
Suspensi Suspensi
46 Lampiran 5 Hasil uji produksi amonia secara kualitatif
A
B
C
D
E
F
Keterangan: A = Kontrol negatif E. coli B = IPBCC.b.14.1532 C = IPBCC.b.14.1533 D = IPBCC.b.14.1534 E = IPBCC.b.14.1535 F = IPBCC.b.14.1531 G = IPBCC.b.13.1530 H = IPBCC.b.14.1536 I = Kontrol positif B. japonicum USDA 110 J = Kontrol positif NH3-N
G
H
I
J
47
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Cilacap pada tanggal 23 Desember 1988 sebagai anak sulung dari ayah Turyadi dan ibu Sumiyati,S.Pdi. Pendidikan sarjana (S1) ditempuh di Program Studi Mayor Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam IPB dilengkapi dengan keahlian Minor Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, lulus pada tahun 2011. Pada tahun yang sama, penulis diterima di Program Studi Mikrobiologi (MIK) pada Program Pascasarjana IPB dengan beasiswa studi dan riset dari program I-MHERE B2c IPB tahun 2011. Selama mengikuti program Magister (S2), penulis menjadi asisten praktikum Mikrobiologi Program Studi Mikrobiologi Pascasarjana IPB tahun ajaran 2013/2014. Saat menempuh pendidikan, penulis juga aktif sebagai asisten peneliti Dr Ir Yulin Lestari di Laboratorium Mikrobiologi IPB. Selain itu, penulis juga pernah bekerja sebagai guru freelance Biologi di SMA Dwi Warna Boarding School. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains (M.Si), penulis melakukan penelitian dengan judul “Identifikasi Aktinomiset Endofit Asal Tanaman Padi Berdasarkan Analisis Gen 16S rRNA dan nifH”. Penelitian ini dibimbing oleh Dr Ir Yulin Lestari dan Dr Ir Dedy Duryadi Solihin,DEA. Artikel penelitian ini telah diterima dan dipublikasi dalam jurnal internasional Advances in Environmental Biology (American-Eurasian Network for Scientific Information) terindeks Scopus.
Advances in Environmental Biology, 8(7) May 2014, Pages: 2357-2365
AENSI Journals
Advances in Environmental Biology ISSN-1995-0756
EISSN-1998-1066
Journal home page: http://www.aensiweb.com/aeb.html
Identification of Endophytic Actinomycetes from Indonesian Rice Plant Based on 16S rRNA and nifH genes Analyses 1
Wahyu Eka Sari, 2Dedy Duryadi Solihin, 2,3Yulin Lestari
1
Graduate School, Bogor Agricultural University, Dramaga Campus, Bogor 16680, Indonesia Department of Biology, Bogor Agricultural University, Dramaga Campus, Bogor 16680, Indonesia 3 Biopharmaca Research Center, Bogor Agricultural University, Taman Kencana Campus, Bogor 16151, Indonesia 2
ARTICLE INFO Article history: Received 25 March 2014 Received in revised form 22 April 2014 Accepted 15 May 2014 Available online 10 June 2014 Key words: Endophytic actinomycetes, 16S rRNA gene, nifH gene, rice plant, Streptomyces
ABSTRACT Indigenous actinomycetes are known to have high biodiversity and chance to acquire a novel species. Molecular identification and the role of rice endophytic actinomycetes need to be studied. The research aimed to identify endophytic actinomycetes from Indonesian rice plant based on 16S rRNA and nifH genes properties. DNA genome from the seven isolates of endophytic actinomycetes was isolated using Genomic DNA Mini Kit followed by PCR amplification of 16S rRNA and nifH genes. Indication of their nitrogen fixing activities was conducted based on their capability to grow in Nfree medium, ammonia production, and presence of nifH gene. PCR products were sequenced and analyzed by bioinformatics software to construct phylogenetic tree. An analysis of 16S rRNA gene sequences demonstrated that the seven isolates are most closely related to Streptomyces spp. The 16S rRNA gene sequences of the six isolates were closed related with S. albolongus, S. cavourensis subsp. cavourensis, S. anulatus, and S. bungoensis with < 97% maximum identity, and another isolate was closed related with S. misionensis, with 99% maximum identity. Based on nifH gene sequences analysis, three isolates of endophytic actinomycetes showed that they were closely related to nifH from Herbaspirillum sp., the similarity was 93 to 99%. Data derived from the phylogenetic tree with p-distance analysis which showed diversity of genetic distances between three isolates of endophytic actinomycetes compared with Frankia sp., Rhizobium sp., L. ferrooxidans, also K. pneumonia, were about 18-28%, and more than 59% when compared with B. japonicum. Those differences indicated diversity of rice endophytic actinomycetes nifH gene. Based on in vitro assay, IPBCC.b.13.1530, IPBCC.b.14.1531, and IPBCC.b.14.1536 isolates were also capable to grow in N-free medium and produced 0.065 ppm, 0.014 ppm, and 0.076 ppm ammonia in N-free medium, respectively. The results indicated that the three isolates had promising role as a N2 fixing bacteria on rice plant.
© 2014 AENSI Publisher All rights reserved. To Cite This Article: Wahyu Eka Sari, Dedy Duryadi Solihin, Yulin Lestari., Identification of Endophytic Actinomycetes from Indonesian Rice Plant Based on 16S rRNA and nifH genes Analyses. Adv. Environ. Biol., 8(7), 2357-2365, 2014
INTRODUCTION Almost all vascular plant species examined to date were found to be associated with endophytic microbes, which may produce various bioactive compounds related to the host [25]. Endophytic microbes live in and colonize plant tissues during some periods and usually obtain nutrition and protection from the host plants [8]. These microbe are known as potential sources of natural products for agriculture, medicine, and industrial exploitation [22]. In agriculture, endophytic microbe is considered as agents to stimulate plant growth, for management of soil and plant health [4] including fixing N2 [15]. Various kinds of microorganisms, including actinomycetes, fungi, and other bacteria, have been found inside plants and designated as endophytes [13]. Actinomycetes are Gram-positive bacteria with high G+C% and known to have high biodiversity and chance to acquire a novel species [14]. Several members of actinomycetes produce important secondary metabolites, including antibiotics, siderophore, enzyme, and plant growth-promoting substances which may contribute to their host plant by promoting growth and enhancing their ability of with standing the environmental stressing [10,17]. Actinomycetes play a vital role in the soil such as immobilization of nutrient, antibiosis, mineralization of organic matters, and production of plant promoters [2,20]. Endophytic actinomycetes are also well known as producer of various bioactive secondary metabolites which include antibiotics, antimicrobes, phytohormones, and enzymes inhibitor [8,12]. In addition, Streptomyces spp. from endophytic rice plant was reported to controll Bacterial Leaf Blight (BLB) disease during dry and wet season Corresponding Author: Yulin Lestari, Biopharmaca Research Center, Bogor Agricultural University, Taman Kencana Campus, Bogor 16151, Indonesia Phone: +628128395879 / Fax: 0251-8622833. E-mail:
[email protected].
2358
Yulin Lestari et al, 2014 Advances in Environmental Biology, 8(7) May 2014, Pages: 2357-2365
trials [9]. A high diversity of actinomycetes has been reported from Indonesian tropical soils [18]. Our previous work showed that several endophytic actinomycetes were successfully isolated from roots, stems, and leaves from five rice plant varieties, e.g. IR64, Inpago4, Inpari 9 Elo, Ciherang, and Inpara 2. Endophytic actinomycetes have been reported to fix N2 in rice plant, previously. The interactions between actinomycetes of the genus Frankia and 25 different genera of woody dicots result in the development of nitrogen-fixing root nodules and the transfer of fixed nitrogen from the microsymbiont to the plant. Their phylogenetic lineages derived from combined nifH-D intergence and partial nifD and 16S rRNA sequences are useful for investigating evolutionary relationships of the genus and symbiotic properties of that microorganism [5]. Non-Frankia actinomycetes isolated from surface sterilized roots of Casuarina equisetifolia were capable of fixing nitrogen, based on their ability to growth on an N-deficient medium, reduce acetylene to ethylene, 15N isotopic dilution assays, and the presence of the nifH gene [27]. The recent study examined that Actinobacteria being the most predominant from roots and rhizosfer soils of Lasiurus sindicus, based on analysis of nifH sequences showed close similarity to cultivated diazotrophs like Azospirillum brasilense and Rhizobium sp. [3]. Our previous in planta study showed that endophytic actinomycetes were able to fix N2 in rice plant. However, their identity and nitrogen fixation gene have not ben explored. Criteria for the identification of actinomycetes consist of morphological, physiological, ecological, and molecular characterization [1]. So far, the diversity of rice endophytic actinomycetes has not been well studied in Indonesia. Thus, molecular identification and the role of rice endophytic actinomycetes need to be studied. Our research goal was to identify the seven isolates of endophytic actinomycetes from Indonesian rice plant based on their morphological characteristics and 16S rRNA gene analysis. In this report, identification of nitrogen fixing (nifH) gene of endophytic actinomycetes from rice plant was also conducted as well as their ability to grow and produce ammonia in N-free medium. MATERIALS AND METHODS Morphological observation of actinomycetes isolates: The seven isolates of endophytic actinomycetes from rice plant used were Inpara 2 (IPBCC.b.14.1531), IR64 (IPBCC.b.14.1532, IPBCC.b.14.1533, IPBCC.b.14.1534), Inpago 4 (IPBCC.b.14.1535), Ciherang (IPBCC.b.14.1536), and Inpari 9 Elo (IPBCC.b.13.1530). These isolates were cultured on Yeast Starch Agar (YSA) supplemented with antibiotics nalidixic acid (1 mgmL-1) and griseofulvin (5 mgmL-1). The culture was incubated for 10 days at room temperature. Microscopic observation of their morphology and spores chain of endophytic actinomycetes were conducted using light microscope (Olympus with Optilab, 400x magnifications). DNA isolation: Total genomic DNA from the various bacteria was isolated by using a modified Genomic DNA Mini Kit (Blood/Cultured Cell) Geneaid protocol. The concentration and purity of the DNA were evaluated with a Nano drop 2000 spectrophotometer (Thermo Scientific, USA). PCR amplification of 16S rRNA and nifH genes: The DNA amplification was performed via Polymerase Chain Reaction (PCR) by PCR Thermal SWIFTTMMAXI Cycler (ESCO). An analysis of 16S rRNA gene was conducted as follow: the DNA template of 100 ng endophytic actinomycetes was added to amplification mixture contained 5 U/µL ex taq DNA polymerase, primer 20F (5’-GATTTTGATCCTGGCTCAG-3’) and primer 1500R (5’-GTTACCTT GTTACGACTT-3’) [28], 10 pmol of each primer, 10 mM dNTP mix, 5x PCR buffer, 25 mM MgCl2, 5x enhancer buffer, and ddH2O. The amplification was done with an initial denaturation step at 95oC for 2 min, followed by 30 cycles of amplification [23] at 95oC for 30 s denaturation, 55oC annealing for 30 s, and 72 oC extension for 1 min with a final extension step at 72 oC for 7 min. The ~1480 bp PCR products were separated on a 1% (wt/vol) agarose gel and observed with UV transilluminator, also documented with Geldoc 1000 (BIO RAD). Two steps of PCR were used to amplify the nifH gene from the seven isolates of endophytic actinomycetes, B. japonicum USDA-110 used as a positive control, and E. coli as a negative control. The first amplification was done using IGK (5’-TACGGYAARGCBGGYATCGG-3’) primer [16] and the reverse primer was NDR-1 (5’-TTGGAGCCGGCRTANGCRCA-3’) [27]. The second amplification was done using PoL-F (5’-TGCGAYCCSAARGCBGACTC-3’) primer [16] and the reverse primer was AQER (5’GACGATGTAGATYTCCTG-3’) [16]. The PCR mix comprised of 100 ng of genomic DNA, 5 U/µL ex taq DNA polymerase, 10 pmol of each primer, 10 mM dNTP mix, 5x PCR buffer, 25 mM MgCl2, 5x enhancer buffer, and ddH2O. DNA template for the second step of amplification was from the first PCR product. The first amplification was done with initial denaturation at 95oC for 2 min, 94 oC denaturation for 1 min, 55oC annealing for 1 min, and 72 oC extension for 1 min, with a final extension step at 72 oC for 7 min. The second step amplified an internal nifH fragment of ~320 bp with initial denaturation step at 94 oC for 3 min, followed
2359
Yulin Lestari et al, 2014 Advances in Environmental Biology, 8(7) May 2014, Pages: 2357-2365
by 35 cycles [27] at denaturation 94oC for 1 min, annealing 50oC for 1 min, and extension 72 oC for 45 s with a final extension step at 72 oC for 5 min. The PCR products were separated on a 1.5% (wt/vol) agarose gel. 16S rRNA and nifH genes sequencing, bioinformatics analysis and phylogenetic tree construction: The PCR product was directly sequenced using DNA sequencer (ABI PRISM 3100) in First Base Co. The 16S rRNA and nifH genes sequences data from each isolate were compared to the available database at GenBank by using the BLAST software (blastn) on National Center Biotechnology Information (NCBI) (http://www.ncbi.nlm.nih.gov/). The 16S rRNA and nifH genes sequences were aligned and the phylogenetic tree was constructed using the MEGA 5.05 software [24], based on neighbor-joining tree (NJT) method and refers to the best model tree TN93+G (Tamura-Nei) for 16S rRNA analysis and T92 (Tamura-3 parameter) for nifH analysis, with bootstrap 1000x. In vitro Analysis of Nitrogen Fixing Activity: Nitrogen fixing activity was assayed by growing the culture in N-free medium (Biological N2 fixation or BNF) agar, based on Phillips method [15]. Nitrogen fixing responses were also assayed based on ammonia produced in N-free medium using Penat method [6]. An analysis of nitrogen fixing activity, B. japonicum used as a positive control and E. coli used as a negative control. Results: Morphological characteristics of rice endophytic actinomycetes: The seven isolates of rice endophytic actinomycetes showed various morphological colony (Fig. 1). The IPBCC.b.14.1531, IPBC.b.14.1532, IPBCC.b.14.1533, IPBCC.b.14.1534, IPBCC.b.14.1535, IPBCC.b.14.1536, and IPBCC.b.13.1530 isolates examined formed aerial hyphae in agar medium with various colour from white, less-brown, brown, until grey. The tested isolates were also produced various of spores chain type e.g. spirales (S), rectiflexibiles (RF), and retinaculiaperti (RA) (Fig. 1). These morphological observation indicated that most of the tested actinomycetes isolates belonged to Streptomyces spp.
B
A
RF
C
D
E
RF
F
S RF
G
RF
S
RA
Fig. 1: Colony of endophytic Streptomyces spp. isolated from rice plant grown in YSA media, after 10 days incubation (above), and microscopic of spores chain type of endophytic Streptomyces spp., with 400x magnification (below). A= IPBCC.b.14.1531, B= IPBCC.b.14.1532, C= IPBCC.b.14.1533, D= IPBCC.b.14.1534, E= IPBCC.b.14.1535, F= IPBCC.b.14.1536, G= IPBCC.b.13.1530. Molecular identity of rice endophytic actinomycetes: The 16S rRNA gene of the seven isolates of rice endophytic actinomycetes with the expected size of fragment DNA ~ 1480 bp (Fig. 2) was compared with 16S rRNA gene sequences in the GenBank database. The IPBCC.b.14.1531(1320 bp), IPBCC.b.14.1532 (1424 bp), IPBCC.b.14.1533 (1398 bp), and IPBCC.b.14.1536 (1386 bp) were closed related with S. albolongus strain NBRC 13465 and S. cavourensis subsp. cavourensis strain NRRL 2740 with 94%, 92%, 94%, and 95% maximum identity, respectively. In addition, IPBCC.b.14.1534 (1478 bp) was closed related sequences with S. anulatus strain NBRC 12755 with 92% maximum identity, and IPBCC.b.14.1535 (1118 bp) was closed related sequences with S. bungoensis with 92% maximum identity. Whereas, IPBCC.b.13.1530 (1410 bp) was closed related sequences with S. misionensis strain NRRL B-3230 with 99% maximum identity (Table 1). The phylogenetic dendogram was showed that IPBCC.b.14.1531, IPBC.b.14.1532, IPBCC.b.14.1533, IPBCC.b.14.1534, IPBCC.b.14.1535, and IPBCC.b.14.1536 were clustered together (cluster I) and were closely related with S. albolongus, S. cavourensis subsp. cavourensis, S. anulatus, and S. bungoensis. The IPBCC.b.13.1530 was separated from another and it clustered together (cluster II) with S. misionensis. Both of cluster I and cluster II were separated from outgroup cluster (Micromonospora sp. and Pseudomonas
2360
Yulin Lestari et al, 2014 Advances in Environmental Biology, 8(7) May 2014, Pages: 2357-2365
aeruginosa) (Fig. 3). Based on p-distances analysis, the sequences of IPBCC.b.14.1536 related with IPBCC.b.14.1533, IPBCC.b.14.1535 related with IPBCC.b.14.1532, while the sequences of IPBCC.b.14.1531 and IPBCC.b.14.1534 were showed the monophyletic tree, both separated from them (Fig.4). (bp)
~ 1480 bp
Fig. 2: PCR amplification of 16S rRNA gene from rice endophytic actinomycetes (~1480bp) using primer 20F and 1500R. Marker 1 Kb; Lane 1 to 7, IPBCC.b.14.1531, IPBCC.b.14.1532, IPBCC.b.14.1533, IPBCC.b.14.1534, IPBCC.b.14.1535, IPBCC.b.14.1536, and IPBCC.b.13.1530. Table 1: Percent similarity the sequences of 16S rRNA gene from rice endophytic actinomycetes. Isolates References strain (GenBank) % Similarity IPBCC.b.14.1531 S. cavourensis subsp. cavourensis NRRL 2740 94% S. albolongus NBRC 13465 94% IPBCC.b.14.1532 S. cavourensis subsp. cavourensis NRRL 2740 92% S. albolongus NBRC 13465 92% IPBCC.b.14.1533 S. cavourensis subsp. cavourensis NRRL 2740 94% S. albolongus NBRC 13465 94% IPBCC.b.14.1534 S. anulatus NBRC 12755 92% IPBCC.b.14.1535 S. bungoensis NBRC 15711 92% IPBCC.b.14.1536 S. cavourensis subsp. cavourensis NRRL 2740 95% S. albolongus NBRC 13465 95% IPBCC.b.13.1530 S. misionensis NRRL B-3230 99%
84
IPBCC.b.14.1534
95
IPBCC.b.14.1532
68 92 63 73
97
IPBCC.b.14.1535
Cluster Ia
IPBCC.b.14.1531 IPBCC.b.14.1533 IPBCC.b.14.1536
95 93
Accession no. NR. 043851.1 NR. 041144.1 NR. 043851.1 NR. 041144.1 NR. 043851.1 NR. 041144.1 NR. 043851.1 NR. 041191.1 NR. 043851.1 NR. 041144.1 NR. 044138.1
Cluster I
Streptomyces albolongus strain NBRC 13465 Streptomyces cavourensis subsp. cavourensis strain NRRL 2740 Streptomyces anulatus strain NBRC 12755
99
Streptomyces bungoensis strain NBRC 15711 Streptomyces phaeoluteichromatogenes strain NRRL B-5799 100 95
IPBCC.b.13.1530
Cluster II
Streptomyces misionensis strain NRRL B-3230 Micromonospora sp. AMS622 Pseudomonas aeruginosa strain ME BHU4
Outgroup I Outgroup II
0.02
Fig. 3: Genetic relationships among 16S rRNA gene sequences of rice endophytic actinomycetes, with length 1532 nucleotide. nifH gene in rice endophytic actinomycetes: At the first PCR amplification, several bands with a molecular mass similar to the expected size of the nifHnifD region (1200 bp) were observed in lanes containing DNA of IPBCC.b.13.1530, IPBCC.b.14.1531, IPBCC.b.14.1536, and the similar band was also observed from the positive control. The second PCR products of IPBCC.b.13.1530, IPBCC.b.14.1531, IPBCC.b.14.1536 containing nifH gene, include B. japonicum USDA 110 as the positive control which expected size of ~320 bp of a single band (Fig. 5). The partial nifH nucleotide sequences (320 bp) of IPBCC.b.13.1530, IPBCC.b.14.1531, and IPBCC.b.14.1536 were found similar to nifH
2361
Yulin Lestari et al, 2014 Advances in Environmental Biology, 8(7) May 2014, Pages: 2357-2365
sequences from Herbaspirillum sp. strain B501 with 95 to 99% maximum identity, 95 to 98% maximum identity with uncultured bacterium clone BN-A6, 94 to 99% maximum identity with uncultured bacterium clone IPA64, and 93 to 98% maximum identity with uncultured bacterium clone IPA100 (Table 2).
Fig. 4: Phylogenetic tree based on matrix of genetic distances (p-distance) among 16S rRNA gene sequences of six isolates of rice endophytic actinomycetes. (bp)
(bp)
bp
bp
(a) (b) Fig. 5: PCR amplification of nifH gene from rice endophytic actinomycetes (~320 bp) using primer PolF and AQER. (Left): marker 100 bp, lane 1 to 7: IPBCC.b.14.1531,IPBCC.b.14.1532, IPBCC.b.14.1533, IPBCC.b.14.1534, IPBCC.b.14.1535,IPBCC.b.14.1536, and IPBCC.b.13.1530; (Right), marker 1 Kb, lane 1: B.japonicum as positive control, lane 2: E.coli as negative control. Table 2: Percent similarity the sequences of a nifH gene from rice endophytic actinomycetes. References (GenBank) % Similarity IPBCC.b.13.1530 IPBCC.b.14.1531 IPBCC.b.14.1536 Herbaspirillum sp. B501 nifH 95 95 99 Uncultured bacterium clone 95 95 98 BN-A6 nifH Uncultured bacterium clone 94 94 99 IPA64 nifH Uncultured bacterium clone 93 93 98 IPA100 nifH
Accession no. AB196476.1 HQ335398.1 EU048006.1 EU048040.1
Based on phylogenetic tree of the nifH gene, the result showed that IPBCC.b.13.1530, IPBCC.b.14.1531, and IPBCC.b.14.1536 were clustered together with Herbaspirillum sp. (cluster I). But when compared with outgroup cluster, the result clearly showed that the IPBCC.b.13.1530, IPBCC.b.14.1531, and IPBCC.b.14.1536 were separated from them (Fig. 6). An analysis of phylogenetic tree based on matrix genetic distances (pdistance), which indicate the diversity of genetic distances (336 nucleotide length) between three isolates and Frankia sp., Rhizobium sp., L. ferrooxidans, also K. pneumonia showed the sequence differences of nifH gene which were 18-28% and more than 59% when compared with B. japonicum (Fig. 6). Nitrogen fixing activities of rice endophytic actinomycetes: The data examined in this report showed that from the seven isolates of endophytic actinomycetes, IPBCC.b.13.1530, IPBCC.b.14.1531, and IPBCC.b.14.1536 were capable of fixing nitrogen. They produced ammonia which the concentration ranging from 0.065 ppm, 0.014 ppm, 0.076 ppm, respectively (Fig. 7). They
2362
Yulin Lestari et al, 2014 Advances in Environmental Biology, 8(7) May 2014, Pages: 2357-2365
were also capable to grow in N-free medium. Production of ammonia from B. japonicum was 0.061 ppm, while for E. coli was no ammonia produced. 69
IPBCC.b.13.1530 nifH
25
IPBCC.b.14.1531 nifH
50
IPBCC.b.14.1536 nifH
53
Herbaspirillum sp. B501 nifH nifD genes
8536 67
Uncultured bacterium clone IPA64 nifH gene
Cluster I
Uncultured bacterium clone BN-A6 nifH gene Uncultured bacterium clone IPA100 nifH gene
Cluster II
Uncultured bacterium clone 29.82 nifH gene
85 54
Uncultured bacterium clone 29.56 nifH gene Frankia sp. ACN14a nifH gene Rhizobium sp. Cs217 nifH gene
65 57
Leptospirillum ferrooxidans culture-collection DSM:2705 nifH gene complete
Outgroup
Klebsiella pneumoniae isolate HUB-IV-004 nifH genecomplete Bradyrhizobium japonicum strain CTFI32 nifH gene 0.1
Fig. 6: Genetic relationships among partial nifH gene sequences of rice endophytic actinomycetes.
Fig. 7: Production of ammonia from rice endophytic actinomycetes after incubation 10 days. B. japonicum as positive control and E. coli as negative control. Discussions: Endophytic actinomycetes has been isolated from roots, stems, and leaves of five rice cultivars in West Java, Indonesia and based on morphological characteristics, most of them were belong to Streptomyces spp. In China, endophytic actinomycetes were also successfully isolated from roots and leaves of four rice cultivars, and similarly most of them also belong to Streptomyces spp. [26]. The characterization of Streptomyces spp. species is mainly based on their aerial and substrate mycelia colour, soluble pigment production, the shape, and ornamentation of spore surface. The aerial formation of Streptomyces spp. in agar medium was white in colour then gradually changed into grey [7]. The spore’s chain of Streptomyces spp. consist of a spirales (S), rectiflexibiles (RF), and retinaculiaperti (RA) types [19]. Based on morphological and microscopic characterization, the seven isolates of endophytic actinomycetes from five rice cultivars examined in this work showed that all isolates were belong to the genus of Streptomyces. The 16S rRNA gene are commonly used in molecular characterization and determination of phylogenetic relationship among prokaryote. Phylogenies and species identification are now commonly derived from 16S rRNA and the use of polymerase chain reactions (PCR) for sequence analyses. Modern techniques are applied to actinomycetes taxonomy, comparisons of the 16S rRNA sequences have proven valuable [30]. In addition, the homologous sequences of 16S rRNA gene < 97.5% indicated as a novel species [20]. Primer 20F was designed to amplify 16S rRNA gene of almost Gram-positive bacteria, including Streptomyces. While primer 1500R was designed to amplify 16S rRNA gene of all domain of bacteria [28]. The phylogenetic relations of taxa in the trees constructed from the largely conserved 16S rRNA gene sequences confirmed that the classic phenotypic, and largely morphological, characteristics used for classification schemes for species of the genus
2363
Yulin Lestari et al, 2014 Advances in Environmental Biology, 8(7) May 2014, Pages: 2357-2365
Streptomyces are generally quite useful for species identification and grouping of similar taxa, including spore colour and spore surface ornamentation [11]. Based on 16S rRNA gene analysis, reported here that IPBCC.b.14.1531, IPBCC.b.14.1532, IPBCC.b.14.1533, IPBCC.b.14.1534, IPBCC.b.14.1535, and IPBCC.b.14.1536, have an indication as a novel species with <97% maximum identity, E. value 0.0, and they were belong to Streptomyces spp. They clustered together with S. albolongus, S. cavourensis subsp. cavourensis, S. anulatus, and S. bungoensis. Based on p-distances analysis were known that the six isolates have a difference sequences of nucleotide. These internal comparation indicate a diversity of species among them. In other side, the IPBCC.b.13.1530 was closely related with S. misionensis strain NRRL B-3230 with 99% maximum identity. S. misionensis commonly produced aerial mass in grey series with spirales or retinaculiaperti spores chain type. This result indicated that based on morphological characteristics and phylogenetic analysis, IPBCC.b.13.1530 belong to S. misionensis. This study is considered as the first work which use molecular data to show that endophytic actinomycetes isolated from rice plant varieties in Indonesia, have nifH gene sequences. In addition, the international information of nifH gene sequences in endophytic actinomycetes was still poorly studies. Actinobacteria, especially genus Micromonospora and Thermonospora were successfully isolated from roots of Casuarina equisetifolia, they have nifH gene sequences which were closely related with Frankia sp. [27]. An phylogenetic tree analysis in this report showed that the internal nifH gene of IPBCC.b.13.1530, IPBCC.b.14.1531, and IPBCC.b.14.1536 were closely related with nifH gene from Herbaspirillum sp. strain B501 (cluster I). In this cluster, the position of IPBCC.b.13.1530 was closer with IPBCC.b.14.1531 compared with IPBCC.b.14.1536. Both IPBCC.b.13.1530 and IPBCC.b.14.1531 have less than 97% sequences similarity compared with the available nifH gene sequences data from GenBank, meanwhile, IPBCC.b.14.1536 has more than 97% sequences similarity. These data indicated that IPBCC.b.13.1530 and IPBCC.b.14.1531 have more sequences diversity of their nifH gene. The presence of 3% nucleotide differences are indicate certain hyper-variable regions. The positions of the hyper-variable regions are taxon specific and need to be determined for novel organisms by sequences analysis of the complete molecule [21]. Different strain of endophytic Streptomyces may cause diversity of their nifH gene sequences, and that phenomenon may also be influenced by different varieties of rice cultivars. The diversity of genetic distances between three isolates (IPBCC.b.13.1530, IPBCC.b.14.1531, and IPBCC.b.14.1536) and Frankia sp., Rhizobium sp., L. ferroxidans, also K. pneumonia indicated high diversity of endophytic actinomycetes nifH gene (Fig.6). Herbaspirillum sp. isolated from wild rice that known capable of colonizing of roots and stems of rice plant, fixed nitrogen, also increased growth of rice plant [29]. Based on in vitro assayed, the three Streptomyces spp. (IPBCC.b.13.1530, IPBCC.b.14.1531, and IPBCC.b.14.1536) isolated from rice plant are potential to promote rice plant growth through their capability in producing ammonia and growth in N-free medium. Previously, IPBCC.b.13.1530 was reported to be able to fix nitrogen via their activity to grow in N-free medium, reduced acetylene, and produced ammonia. The capability to grow on an N-deficient medium, positive acetylene reduction and 15N isotopic dilution assays, as well as possessing nifH gene gives strong support to the conclusion that the Actinobacteria fix atmospheric N to ammonia [27]. Conclusion: Based on morphological characteristics and 16S rRNA gene analysis, the seven isolates of rice endophytic actinomycetes were belong to Streptomyces spp. The IPBCC.b.14.1531, IPBCC.b.14.1532, IPBCC.b.14.1533, IPBCC.b.14.1534, IPBCC.b.14.1535, and IPBCC.b.14.1536 have an indication as a novel species with <97% maximum identity, and they clustered together with S. albolongus, S. cavourensis subsp. cavourensis, S. anulatus, and S. bungoensis. While, the IPBCC.b.13.1530 was closely related with S. misionensis with 99% maximum identity. The internal nifH gene of IPBCC.b.13.1530, IPBCC.b.14.1531, and IPBCC.b.14.1536 were closely related with nifH gene from Herbaspirillum sp. Based on in vitro assayed and nifH gene analysis, the three Streptomyces spp. isolated from rice plant are potential to promote rice plant growth through their capability in fixing nitrogen. ACKNOWLEDGMENTS We thank to Department of Biology, Faculty of Mathematics and Natural Sciences, Bogor Agricultural University, for the facility provided. This research was supported by the academic scholarship of I-MHERE B2.c awarded to Wahyu Eka Sari with the contract no.065/IMHERE-B.2c/KM/2011 and research project from I-MHERE B2.c Bogor Agricultural University awarded to Dr. Yulin Lestari with the contract no.17/I3.24.4/SPP/I-MHERE/2011. REFERENCES [1]
Adegboye, M.F. and O.O. Babalola, 2012. Taxonomy and ecology of antibiotics producing actinomycetes. Afr. J. Agr. Res., 7: 2255-2261. DOI: 10.5897/AJARX11.071.
2364
Yulin Lestari et al, 2014 Advances in Environmental Biology, 8(7) May 2014, Pages: 2357-2365
[2]
[3]
[4]
[5] [6]
[7]
[8] [9] [10]
[11]
[12] [13] [14] [15]
[16] [17]
[18] [19] [20]
[21]
[22] [23]
[24]
Anderson, C.R., L.M. Condron, T.J. Clough, M. Fiers, A. Stewart, R.A. Hill, R.R. Sherlock, 2011. Biochar induced soil microbial community change: Implications for biogeochemical cycling of carbon, nitrogen and phosphorus. Pedobiologia. DOI: 10.1016/j.pedobi.2011.1007.1005. Chowdhury S.P., M. Schmid, A. Hartmann, A.K. Tripathi, 2009. Diversity of 16S rRNA and nifH genes derived from rhizosphere soil and roots of an endemic drought tolerant grass, Lasiurus sindicus. Eur.J. Soil Biol.,45:114-122. DOI: 10.1016/j.ejsobi.2008.06.005. Compant, S., B. Duffy, J. Nowak, C. Clement, E.A. Barka. 2005. Use of plant growth-promoting bacteria for biocontrol of plant disease: principles, mechanisms of action, and future prospects. Appl. Environ. Microbiol., 71: 4951-4959. DOI: 10.1128/AEM.71.9.4951-4959.2005. Cournoyer, B., M. Gouy, P. Normand, 1993. Molecular phylogeny of the symbiotic actinomycetes of the genus Frankia matches host-plant infection processes. Mol. Biol. Evol., 10: 1303-1316. Eaton, A.D., L.S. Clesceri, A.E. Greenberg, E.W. Rice, 2005. Standard Method for The Examination of Water and Wastewater. 21st Ed. Washington D.C: APA (American Public Health Association), AWWA (American Water Works Association), and WPCF (Water Pollution Control Federation). Ghadin, N., N.M. Zin, V. Sabaratnam, N. Badya, D.F. Basri, H.H. Lian, M.M. Sidik, 2008. Isolation and characterization of novel endophytic Streptomyces SUK 06 with antimicrobial activity from Malaysian plant. Asian J. Plant Sci.,7: 189-194. Hasegawa, S., A. Meguro, M. Shimizu, T. Nishimura, H. Kunoh, 2006. Endophytic actinomycetes and their interaction with host plants. Actinomycetologica, 20: 72-81. Hastuti, R.D., Y. Lestari, R. Saraswati, A. Suwanto, Chaerani, 2012. Capability of Streptomyces spp. in controlling bacterial leaf blight disease in rice plants. Am. J. Agr. Biol. Sci., 7: 217-223. Khamna, S., A. Yokota, S. Lumyong, 2009. Actinomycetes isolated from medicinal plant rhizosphere soils: diversity and screening of antifungal compounds, indole-3-acetic acid and siderophore production. World J. Microbiol. Biotechnol., 25: 649-655. DOI: 10.1007/s11274-008-9933-x. Labeda, D.P., M. Goodfellow, R. Brown, A.C. Ward, B. Lanoot, M. Vanncanneyt, J. Swings, S.B. Kim, Z. Liu, J. Chun, T. Tamura, A. Oguchi, J. Kikuchi, S.B. Kim, T. Nishii, K. Tsuji, Y. Yamaguchi, A. Tase, M. Takahashi, T. Sakane, K.I. Suzuki, K. Hatano, 2011. Phylogenetic study of the species within the family Streptomycetaceae. Antonie van Leeuwenhoek. DOI:10.1007/s10482-011-9656-0. Lestari, Y., 2006. Identification of indigenous Streptomyces spp. producing antibacterial compounds. J. Mikrobiol. Indones., 11: 99-101. Mano, H. and H. Morisaki, 2008. Endophytic bacteria in the rice plant. Microbes Environ. 23:109-117. Otoguro, M., et al., 2009. Streptomyces baliensis sp. nov. isolated from Balinese oil. Int. J. Sys. Evol. Microbiol., 59: 2158-2161. DOI:10.1264/jsme2.23.109. Phillips, D.A., E.M. Romero, G.P. Yang, C.M. Joseph, 2000. Release of nitrogen: a key trait in selecting bacterial endophytes for agronomically useful nitrogen fixation. In: Ladha JK, Reddy PM, Editor. In The Quest for Nitrogen Fixation in Rice, pp: 205-217. Poly, F., L.J. Monrozier, R. Bally, 2001. Improvement in the RFLP procedure for studying the diversity of nifH genes in communities of nitrogen fixers in soil. Res. Microbiol., 152: 95-103. Qin, S., K. Xing, J.H. Jiang, L.H. Xu, W.J. Li, 2011. Biodiversity, bioactive natural products and biotechnological potential of plant-associated endophytic actinobacteria. Appl. Microbiol. Biotechnol., 89: 457-473. DOI: 10.1007/s00253-010-2923-6. Sembiring, L. and M. Goodfellow, 2001. Application of numerical systematics in unraveling Streptomycete diversity. J. Mikrobiol. Indones., 6: 1-7. Shirling, E.B. and D. Gottlieb, 1966. Methods for characterization of Streptomycetes species. Int. J. Syst. Bacteriol., 16: 313-340. Sonia, M.T., J. Naceur, H. Abdennaceur, 2011. Studies on the ecology of actinomycetes in an agricultural soil amended with organic residues: identification of the dominant groups of Actinomycetales. World J. Microbiol. Biotechnol. doi 10.1007/s11274-11011-10687-11275. Stackebrandt, E. and B.M. Goebel, 1994. Taxonomic note: a place for DNA-DNA reassociation and 16S rRNA sequence analysis in the present species definition in bacteriology. Int. J. Syst. Evol. Microbiol., 44: 846-849. Strobel, G. and B. Daisy, 2003. Bioprospecting for microbial endophytes and their natural product. Microbiol. Mol. Biol. Rev., 67: 491-502. DOI: 10.1128/MMBR.67.4.491-502.2003. Tamura, T. and K. Hatano, 2001. Phylogenetic analysis of the genus Actinoplanes and transfer of Actinoplanes minutisporangius Ruan etal. 1986 and ‘Actinoplanes aurantiacus’ to Cryptosporangium minutisporangium comb. nov. and Cryptosporangium aurantiacum sp. nov. Int. J. Syst. Evol. Microbiol. 51: 2119-2125. Tamura, K. et al., 2011. MEGA5: molecular evolutionary genetics analysis using maximum likehood, evolutionary distance, and maximum parsimony methods. Mol. Biol. Evol. 28: 2731-2739.
2365
Yulin Lestari et al, 2014 Advances in Environmental Biology, 8(7) May 2014, Pages: 2357-2365
[25] Tan, R.X. and W.X. Zou, 2001. Endophytes: a rich source of functional metabolites. Nat. Prod. Rep., 18: 448-459. DOI: 10.1039/b100918o. [26] Tian, X.L., L.X. Cao, H.M. Tan, Q.G. Zeng, Y.Y. Jia, W.Q. Han, S.N. Zhou, 2004. Study on the communities of endophytic fungi and endophytic actinomycetes from rice and their antipathogenic activities in vitro. World J. Microbiol. Biotechnol., 20: 303-309. [27] Valdes, M., N.O. Perez, P.E. los Santos, J.C. Mellado, J.J. Pena-Cabriales, P. Normand, A.M. Hirsch, 2005. Non-Frankia actinomycetes isolated from surface-sterilized roots of Casuarina equisetifolia fix nitrogen. Appl. Environ. Microbiol., 71: 460-466. DOI: 10.1128/AEM.71.1.460-466.2005. [28] Weisburg, W.G., S.M. Barns, D.A. Pelletier, D.J. Lane, 1991. 16S ribosomal DNA amplification for phylogenetic study. J. Bacteriol., 173: 697-703. [29] Zakria, M., J. Njoloma, Y. Saeki, S. Akao, 2007. Colonization and nitrogen-fixing ability of Herbaspirillum sp. strain B501 gfp1 and assessment of its growth-promoting ability in cultivaterice. Microbes Environ., 22: 1-10. [30] Zhi, X.Y., W.J. Li, E. Stackebrandt, 2009. An update of the structure and 16S rRNA gene sequence-based definition of higher ranks of the class Actinobacteria, with the proposal of two new suborders and four new families and emended descriptions of the existing higher taxa. Int. J. Syst. Evol. Microbiol., 59: 589608.