Enterobacter sakazakii ISOLAT ASAL SUSU FORMULA DAN MAKANAN BAYI: KARAKTERISASI GEN 16S rRNA DAN PERILAKU BAKTERI PASCA REKONSTITUSI
YULIASRI RAMADHANI MEUTIA
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Enterobacter sakazakii Isolat Asal Susu Formula dan Makanan Bayi: Karakterisasi Gen 16S rRNA dan Perilaku Bakteri Pasca Rekonstitusi adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Agustus 2008 Yuliasri Ramadhani Meutia NIM F251040171
ii
RINGKASAN YULIASRI RAMADHANI MEUTIA. Enterobacter sakazakii Isolat Asal Susu Formula dan Makanan Bayi: Karakterisasi Gen 16S rRNA dan Perilaku Bakteri Pasca Rekonstitusi. Dibimbing oleh RATIH DEWANTI-HARIYADI dan SRI ESTUNINGSIH Enterobacter sakazakii merupakan bakteri patogen yang dalam 20 tahun terakhir ini dilaporkan menyebabkan beberapa kasus kematian serta penyakit pada bayi-bayi yang lahir prematur. Data penelitian di Indonesia menyebutkan bahwa dari 74 kemasan makanan bayi, 10 di antaranya (13.5%) ditemukan mengandung E.sakazakii. Karena informasi mengenai E.sakazakii di Indonesia sangat terbatas, tidak diketahui resiko bakteri ini terhadap bayi di Indonesia, sementara angka kematian bayi yang tinggi di Indonesia tidak selalu diketahui penyebabnya. Oleh karena itu diperlukan lebih banyak informasi mengenai keberadaan dan karakteristik E.sakazakii dalam susu formula dan makanan bayi, agar dapat dilakukan upaya-upaya dalam meminimalkan resiko bakteri ini. Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengisolasi E.sakazakii dari beberapa produk susu formula dan makanan bayi, (2) mempelajari karakteristik fenotip dan genotip isolat E.sakazakii, (3) mempelajari perilaku isolat setelah direkonstitusi dengan air berbagai suhu. Tahap-tahap yang dilakukan pada penelitian ini meliputi isolasi E.sakazakii dari susu formula dan makanan bayi dengan menggunakan media selektif E.sakazakii yang bersifat kromogenik (DFI), dilanjutkan dengan identifikasi secara biokimiawi dengan menggunakan perangkat API 20E (Biomerieux) dan karakterisasi gen 16S rRNA dari isolat E.sakazakii yang diperoleh melalui metode PCR dengan menggunakan 2 pasang primer yakni 16SUNI-L/Saka-2b untuk mengamplifikasi segmen pertama dengan amplikon berukuran 977 bp dan ESA1/16SUNI-R untuk mengamplifikasi segmen kedua dengan amplikon berukuran 408 bp, setelah itu dilakukan perunutan asam nukleat (sekuensing) pada produk PCR yang diperoleh. Selain itu dipelajari juga perilaku isolat setelah direkonstitusi dengan air berbagai suhu, serta selama hang time setelah rekonstitusi dengan air bersuhu 70oC. Sebanyak 8 isolat E.sakazakii yang memiliki koloni tipikal pada DFI berhasil diisolasi dari 4 sampel uji (n=25). Identifikasi dengan API 20E menunjukkan bahwa 4 dari 8 isolat memiliki kemiripan secara biokimia sebesar 98.4% dengan E.sakazakii, sementara 2 isolat hanya memiliki sedikit kemiripan, dan 2 isolat lainnya tidak memiliki kemiripan dengan E.sakazakii secara biokimia. Setelah dikonfirmasi secara genotipik dengan menggunakan PCR dan sekuensing disimpulkan bahwa semua isolat yang diperoleh merupakan E.sakazakii. Analisis hasil sekuensing menunjukkan bahwa isolat-isolat yang diperoleh memiliki kemiripan yang bervariasi antara 92 – 97% dengan genom lengkap E. sakazakii ATCC BAA-894 (nomor akses CP000783). Seluruh isolat teridentifikasi sebagai E.sakazakii, meskipun isolat YR t2a memiliki kemiripan lebih besar sebagai Citrobacter koseri. Pengelompokan E.sakazakii dengan menggunakan dendogram menunjukkan bahwa isolat-isolat yang diisolasi pada penelitian ini berada pada sub kelompok (sub cluster) yang berbeda dengan isolat lokal yang telah diisolasi sebelumnya. Isolat YR t2a merupakan outgroup dari kelompok besar E.sakazakii pada dendogram.
iii
Rekonstitusi susu dengan air bersuhu 4oC dan 40oC tidak banyak mengurangi jumlah E.sakazakii, sementara air bersuhu 100oC menginaktifkan E.sakazakii hingga jumlah yang tak terdeteksi lagi. Suhu rekonstitusi 70oC dapat mengurangi 2.74 hingga 6.72 log CFU/ml sehingga efektif jika digunakan sebagai suhu untuk merekonstitusi susu formula dan makanan bayi jika jumlah awal bakteri ini maksimal 5 log CFU/ml. Isolat YR t2a yang merupakan outgroup dari isolat E.sakazakii lainnya ditemukan memiliki kecenderungan lebih sensitif terhadap suhu air rekonstitusi dibandingkan isolat-isolat lainnya. Waktu hang time maksimum 2 jam setelah rekonstitusi dapat digunakan sebagai salah satu tindakan manajemen resiko E.sakazakii dalam skala rumah tangga mengingat terdapat isolat lokal E.sakazakii yang dapat tumbuh cepat pada 2 jam setelah rekonstitusi.
iv
ABSTRACT YULIASRI RAMADHANI MEUTIA. Enterobacter sakazakii Isolated From Powdered Infant Formula and Weaning Food: Characterization of the Gene Encoding the 16S rRNA and Its Behaviour Upon Reconstitution. Under the direction of RATIH DEWANTI-HARIYADI and SRI ESTUNINGSIH Recently there has been increasing concern related to the presence of Enterobacter sakazakii in powdered infant formula which was linked to severe systemic infection in neonates. The occurrence of E.sakazakii in Indonesia was previously described but more information about E.sakazakii is required to evaluate the risk of this bacterium for infants in Indonesia. Eight isolates of E.sakazakii were isolated from 4 out of 25 packages of powdered infant formula (PIF) and weaning food. Those isolates were identified by API 20E kit based on their biochemical reactions and followed by PCR test for confirmation. Further characterization was done by amplification of their 16S rRNA gene using 2 primer pairs, 16 SUNI-L/Saka 2b to amplify the first segment with amplicon size of 977 bp and ESA1/16 SUNI-R to amplify the second segment with amplicon size of 408 bp. Then The PCR products were sequenced to show their genetic variability. Isolates were also tested for their ability to survive during reconstitution with water having various temperatures, and their fate during hang time. The results showed that the isolates had 92 to 97% similarity with Enterobacter sakazakii ATCC BAA-894 based on their complete genome (accesion number CP000783). YR t2a isolate was found to have more similarity with Citrobacter koseri (95%) and phylogenic tree analysis showed that YR t2a was located on outgoup of E.sakazakii. Reconstitution with 100oC water decreased the number of bacteria of most isolates to undetectable level, while those with 40oC and 4oC water did not reduce the bacterial number significantly. Using water of 70oC, reconstitution reduced the number of bacteria in the range of 2.74 to 6.72 log CFU/ml. Therefore, temperature 70oC can be used for reconstitution of PIF and weaning food to reduce the risk of E.sakazakii. YR t2a isolate, which has lower genetic similarity with E.sakazakii than other isolates obtained in this study, tends to be more sensitive to the reconstitution water temperature than other E.sakazakii isolates. The hang time test showed that some bacteria which were not detected after reconstitution with 70oC water became detectable after 2 hours. Those surviving reconstitution with 70oC grew well during hang time for 2 to 8 hours.
v
© Hak cipta milik Yuliasri Ramadhani Meutia, tahun 2008 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apa pun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya
vi
Enterobacter sakazakii ISOLAT ASAL SUSU FORMULA DAN MAKANAN BAYI: KARAKTERISASI GEN 16S rRNA DAN PERILAKU BAKTERI PASCA REKONSTITUSI
YULIASRI RAMADHANI MEUTIA
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
vii
Judul Tesis
: Enterobacter sakazakii Isolat Asal Susu Formula dan Makanan Bayi: Karakterisasi Gen 16S rRNA dan Perilaku Bakteri Pasca Rekonstitusi
Nama
: Yuliasri Ramadhani Meutia
NIM
: F251040171
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr.Ir. Ratih Dewanti-Hariyadi, MSc
Dr.drh. Sri Estuningsih, MSi
Ketua
Anggota
Diketahui . Ketua Program Studi Ilmu Pangan
Dekan Sekolah Pascasarjana IPB
Dr.Ir. Ratih Dewanti-Hariyadi, MSc Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS
Tanggal Ujian : 30 Juni 2008
Tanggal Lulus:
viii
PRAKATA Puji dan syukur tak terhingga penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak Agustus 2006 ini ialah keamanan pangan, dengan judul Enterobacter sakazakii Isolat Asal Susu Formula dan Makanan Bayi: Karakterisasi Gen 16S rRNA dan Perilaku Bakteri Pasca Rekonstitusi. Terimakasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Ir. Ratih Dewanti-Hariyadi, MSc dan Ibu Dr. drh. Sri Estuningsih MSi selaku pembimbing, serta Ibu Dr. Ir. Sri Hendrastuti Hidayat, MSc yang telah banyak memberi saran khususnya dalam bidang analisis genetik. Terima kasih penulis ucapkan kepada mbak Ari, Pak Taufik, Pak Karna, serta para teknisi baik di laboratorium Departemen ITP maupun di laboratorium SEAFAST Center atas bantuan dan kerjasamanya selama penulis melaksanakan penelitian. Terima kasih kepada Ibu Siti Nurjanah, STP, MSi., Yassier Anwar, Mbak Pepy, Suhanda Jaya serta rekan-rekan di laboratorium BIORIN IPB, serta Mbak Tuty, Pak Rai, Mbak Sat dari Laboratorium Virologi Tumbuhan Departemen Proteksi Tanaman IPB yang telah banyak memberikan masukan dalam hal analisis genetika. Tak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada rekanrekan seperjuangan di laboratorium SEAFAST IPB, Reno, Agnani, Pak Soenar, Anggi, Fitri, Desty, dan rekan-rekan lainnya yang tak dapat penulis ungkapkan satu persatu. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada mama, ayah, abang, dan adik-adikku, atas segala dukungan, doa, dan kasih sayangnya. Juga kepada Ibu mertua atas dukungan dan doanya Terutama sekali kepada sumber inspirasi penulis Muhammad Syafiq Abdurrahman yang telah menceriakan hari-hari penulis, serta Rusdiansah Usni yang tidak pernah lelah mendengarkan keluhkesah penulis. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Agustus 2008
Yuliasri Ramadhani Meutia
ix
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Lhokseumawe pada tanggal 16 Juli 1980 dari ayah Ir. Aknasio Sabri dan ibu Hana Rohana. Penulis merupakan putri kedua dari empat bersaudara. Tahun 1998 penulis lulus dari SMU Bina Insani Bogor dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih Program Studi Teknologi Pangan (yang kini bernama Ilmu dan Teknologi Pangan), Fakultas Teknologi Pertanian. Selama mengikuti program S1, penulis pernah menjadi asisten mata kuliah Kimia Dasar 2 dan Mikrobiologi Pangan 2 pada tahun ajaran 2001/2002. Tahun 2004 penulis memasuki Program S2 dan mengambil Program Studi Ilmu Pangan dengan peminatan ke arah Mikrobiologi dan Bioteknologi Pangan. Selama mengikuti program S2, penulis menjadi anggota Forum Mahasiswa Ilmu Pangan.
x
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ................................................................................................xii DAFTAR GAMBAR........................................................................................... xiii DAFTAR LAMPIRAN.........................................................................................xiv PENDAHULUAN .................................................................................................. 1 TINJAUAN PUSTAKA Enterobacter sakazakii ............................................................................... 3 Karakteristik Pertumbuhan dan Kematian E.sakazakii ...................... 5 Sumber E.sakazakii............................................................................. 6 Penyakit karena E.sakazakii................................................................ 8 Dosis Infeksi E.sakazakii.................................................................... 8 Faktor Virulensi E.sakazakii ...............................................................9 Sifat Resistensi E.sakazakii Terhadap Antibiotik..............................10 Media Isolasi E.sakazakii...................................................................11 Gen............................................................................................................14 Konstruksi Pustaka Gen 16S rRNA..........................................................15 Polymerase Chain Reaction (PCR)...........................................................15 Perunutan Basa Nukleotida (Sekuensing).................................................18 Analisis Keragaman Genetik....................................................................19 Analisis Neighbor-Joining.................................................................20 Keragaman Genetik E.sakazakii........................................................22 METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian..................................................................24 Alat dan Bahan.........................................................................................24 Pelaksanaan Penelitian.............................................................................26 HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi Enterobacter sakazakii dari Susu Formula dan Makanan Bayi...35 Karakterisasi Sifat Fenotipik Isolat..........................................................41 Analisis Keragaman Genetik E.sakazakii................................................42 Isolasi DNA genom............................................................................42 Amplifikasi Gen 16S rRNA dan Analisis Sekuensing.......................44 Pengaruh Suhu Rekonstitusi....................................................................51 Persiapan Kultur......................................................................................51 Simulasi Rekonstitusi dalam Penyiapan Susu Formula...........................53 Uji Hang Time ........................................................................................60 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan................................................................................................65 Saran...........................................................................................................66 DAFTAR PUSTAKA............................................................................................67 LAMPIRAN..........................................................................................................74
xi
DAFTAR TABEL Halaman 1. Waktu yang dibutuhkan pada dosis infeksi (1000 sel) untuk dapat diraih pada susu formula yang direkonstitusi...............................................................9 2. Pasangan primer oligonukleotida yang digunakan............................................25 3. Sifat biokimia dari spesies Enterobacter...........................................................29 4. Hasil isolasi E.sakazakii pada beberapa media..................................................35 5. Hasil analisis uji biokimia E.sakazakii dengan menggunakan program apiweb™..............................................................................................41 6. Perbandingan tingkat homologi isolat E.sakazakii hasil isolasi dengan menggunakan program BLAST.........................................................................47 7. Jumlah bakteri dalam susu bubuk terinokulasi sebelum rekonstitusi................52
xii
DAFTAR GAMBAR Halaman 1. E.sakazakii , bar= 1μm........................................................................................3 2. E.sakazakii yang positif pada media VRBG.....................................................27 3. Koloni yang tumbuh pada media DFI...............................................................27 4. Koloni positif E.sakazakii pada media TSA.....................................................28 5. Penampakan E.sakazakii secara marfologi di bawah mikroskop dengan pembesaran 1000x................................................................................40 6. Elektroforesis DNA genom E.sakazakii dengan buffer 1xTAE......................43 7. Hasil PCR segmen 1 dengan ukuran amplikon 977 bp....................................45 8. Hasil PCR segmen 2 dengan ukuran amplikon 407 bp....................................45 9. Dendogram neighbour joining E.sakazakii......................................................50 10. Pengaruh rekonstitusi dengan air bersuhu 40oC terhadap E.sakazakii...........53 11. Perubahan jumlah E.sakazakii setelah rekonstitusi dengan air bersuhu 40oC..................................................................................................54 12. Pengaruh rekonstitusi dengan air bersuhu 4oC terhadap E.sakazakii..............56 13. Perubahan jumlah E.sakazakii setelah direkonstitusi dengan air bersuhu 4oC.....................................................................................................56 14. Pengaruh rekonstitusi dengan air bersuhu 70oC terhadap E.sakazakii...........57 15. Penurunan jumlah E.sakazakii setelah direkonstitusi dengan air bersuhu 70oC.............................................................................................58 16. Pertumbuhan E.sakazakii selama hang time pasca rekonstitusi dengan air bersuhu 70oC....................................................................................................61 17. Pertumbuhan E.sakazakii selama hang time pasca rekonstitusi dengan air bersuhu 70oC...................................................................................................62 18. Pertumbuhan E.sakazakii selama hang time yang tidak terdeteksi pasca rekonstitusi dengan air bersuhu 70o C.............................................................63 19. Kenaikan jumlah E.sakazakii selama hang time pasca rekonstitusi dengan air bersuhu 70oC..............................................................................................64
xiii
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Bagan alir teknik isolasi E.sakazakii dari susu formula dan makanan bayi....74 2. Cara pembuatan larutan untuk isolasi DNA dan buffer...................................75 3. Hasil pengujian API 20E yang dianalisis dengan program apiweb™............76 4. Absorbansi sampel DNA pada λ 260 / 280 nm...............................................80 5. Urut-urutan basa nukleotida hasil sekuensing.................................................81 6. Pengamatan plating susu bubuk terinokulasi...................................................85 7. Pengamatan Plating Rekonstitusi dengan air bersuhu 100oC..........................86 8. Pengamatan Plating Rekonsitusi dengan air bersuhu 40oC.............................87 9. Pengamatan Plating Rekonstitusi dengan air bersuhu 4oC..............................88 10. Pengamatan Plating Rekonstitusi dengan air bersuhu 70oC ...........................89 11. Pengamatan Plating Hang Time Setelah direkonstitusi dengan air bersuhu 70oC...............................................................................................90
xiv
PENDAHULUAN
Latar Belakang Enterobacter sakazakii (E.sakazakii) merupakan bakteri patogen yang dilaporkan menyebabkan beberapa kasus kematian serta penyakit pada bayi-bayi yang lahir prematur dalam kurun waktu 20 tahun terakhir. Beberapa laporan mengidentifikasikan bahwa susu formula dan makanan bayi merupakan sumber infeksi dan sarana penularan E.sakazakii. E.sakazakii bersifat berbahaya pada bayi yang baru lahir (neonatal) dengan status kesehatan yang rendah, termasuk di dalamnya bayi baru lahir berusia 28 hari, bayi prematur, bayi yang berbobot lahir rendah, bayi yang secara spesifik mengalami immuno-compromised, serta bayi dari ibu yang terinfeksi HIV. Review kasus antara tahun 1961 hingga 2003 menemukan bahwa 25 kasus (52 persen) terjadi pada bayi yang berbobot rendah yang mengkonsumsi susu formula (Anonim, 2004). E.sakazakii merupakan mikroorganisme vegetatif yang termasuk dalam famili Enterobacteriaceae, merupakan patogen oportunistik yang banyak ditemukan di lingkungan. Selama beberapa tahun data yang dipublikasikan hanyalah isolasi E.sakazakii pada kasus bayi baru lahir yang mengalami meningitis atau necroitizing enterocolitis yang berkaitan dengan konsumsi susu bubuk formula (van Acker et al. 2001). Pada beberapa kasus dilaporkan bahwa organisme ini diisolasi dari peralatan-peralatan seperti pengaduk yang digunakan pada botol-botol susu. Meskipun dalam beberapa kasus E.sakazakii tidak dapat diisolasi dari makanan bayi / susu formula, namun hubungan kausal atau penyebabnya telah diasumsikan. Publikasi terakhir menunjukkan bahwa mikroorganisme ini dapat ditemukan pada berbagai jenis makanan, air, dan lingkungan, termasuk rumah dan rumah sakit. E.sakazakii juga dilaporkan diisolasi di rumah sakit dari sampel klinis orang dewasa. Sebagai bakteri yang dapat menyebar luas, E.sakazakii dapat ditemukan pada lingkungan pengolahan makanan bayi dan ini yang biasanya menjadi sumber dari keberadaan mikroba ini pada bubuk makanan bayi (Kandhai et al. 2004). Secara umum, level yang sangat rendah dari E.sakazakii ini pada makanan dan susu formula untuk bayi, atau kontaminasi selama persiapan peralatan dianggap tidak berbahaya, namun jika
1
pertumbuhan E.sakazakii ini dibiarkan selama penanganan serta penyimpanan yang tidak layak dapat menjadikannya tumbuh semakin banyak dan membahayakan. (Anonim, 2004). Angka mortalitas dari kejadian infeksi oleh E.sakazakii ini tinggi yaitu bervariasi antara 10 hingga 80% (van Acker et al. 2001, Lai et al. 2001). Pasien biasanya meninggal atau jika sembuh akan mengalami sequele pada otak yang menyebabkan hydrocephalus, quadriplegia, dan keterbelakangan dalam perkembangan mental.
Identifikasi Masalah Keberadaan E.sakazakii dalam produk pangan di Indonesia pertama kali dilaporkan oleh Estuningsih et al. (2006) yang melakukan penelitian terhadap 74 kemasan makanan bayi. E.sakazakii berhasil diisolasi dari 10 kemasan makanan bayi yang berasal dari 2 manufaktur. Data mengenai patogenisitas isolat tersebut serta karakteristiknya dalam bahan pangan khususnya susu formula dan makanan bayi juga belum tersedia. Oleh karena itu perlu diketahui keberadaan E.sakazakii dalam susu formula dan makanan bayi, serta pengaruh suhu rekonstitusi pada isolat lokal E.sakazakii yang berguna dalam manajemen resiko bakteri ini.
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mendapatkan isolat E.sakazakii dari produk susu formula dan makanan
bayi
yang
beredar
di
pasaran,
terutama
yang
diperuntukkan untuk bayi berusia 6 bulan ke bawah (untuk susu formula) atau tahap 1 (untuk makanan bayi). 2. Melakukan karakterisasi sifat genotip E.sakazakii yang diperoleh dengan menggunakan isolat yang diperoleh sebelumnya oleh Estuningsih (2006) dan isolat ATCC E.sakazakii sebagai pembanding. 3. Mengkarakterisasi sifat ketahanan (survival) isolat dalam susu setelah direkonstitusi.
2
Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah menambah basis data mengenai E.sakazakii , khususnya untuk kondisi Indonesia yang berguna dalam meningkatkan jaminan keamanan produk makanan bayi.
Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini adalah, E. sakazakii dapat ditemukan di dalam susu formula dan makanan bayi dan kemungkinan memiliki karakteristik genotip berdasarkan gen 16S rRNA yang homolog dengan isolat lokal E.sakazakii atau isolat E.sakazakii yang terdapat pada GenBank, serta memilki ketahanan yang bervariasi pada kondisi suhu rekonstitusi tertentu.
TINJAUAN PUSTAKA Enterobacter sakazakii Secara biologis E. sakazakii merupakan bakteri yang bersifat motil, tidak membentuk spora, Gram negatif fakultatif anaerob. E.sakazakii yang diamati dengan mikroskop elektron dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. E.sakazakii , bar= 1μm (http://www.magma.ca/~scimat/index.html)
3
Pertama kali dikenal sebagai ‘Enterobacter cloacae berpigmen kuning’ hingga tahun 1980 dimana telah diidentifikasi sebagai spesies baru dan diberi nama Enterobacter sakazakii oleh Farmer, et al. (1980) sebagai penghargaan terhadap bakteriologis dari Jepang, Riichi Sakazaki. Akhir-akhir ini E. sakazakii ditemukan sebagai
kontaminan yang
terkadang terdapat pada susu bubuk formula untuk bayi yang menyebabkan neonatal
meningitis,
bacterimia,
necrotizing
enterocolitis
(NEC),
dan
meningoencephalitis yang mengancam hidup bayi (Muytjens & Kollee, 1990). Meskipun baru-baru ini saja mendapat perhatian dari industri dan masyarakat dari jumlah kejadian dan produk yang di-recall, namun kasus yang menyebabkan kematian pada bayi ini telah diutarakan sejak tahun 1958 oleh Urmenyi & Franklin (1961). ICMSF (International Commision for Microbiological Specification for Foods (2002) juga menggolongkan organisme ini sebagai mikroba yang sangat berbahaya untuk populasi yang terbatas, mengancam kehidupan atau substansi kronis lanjutan atau berdurasi lama. Organisme ini dinyatakan mempunyai peringkat yang sama sebagaimana patogen pada makanan dan air yang sudah cukup dikenal seperti Listeria monocytegenes, Clostridium botulinum tipe A dan tipe B, serta Cryptosporodium parvum. Secara fenotipik bakteri ini mempunyai kemiripan dengan E.cloacae, sehingga Farmer et al. 1980 menempatkan bakteri ini ke dalam genus Enterobacter. Secara umum organisme Enterobacter bertanggung jawab pada sekitar 50% infeksi nosocomial yang hampir semuanya terjadi pada pasien yang mengalami immunocompromised (Leclerc et al. 2001). Farmer et al. (1980) melaporkan studi hibridisasi DNA-DNA dan menyimpulkan
bahwa
perbandingan
antara
E.sakazakii
dengan
spesies
Enterobacer dan Citrobacter memiliki homologi sebesar 41% dengan C.freundii dan 51% dengan E.cloacae. Sementara Iversen et al. (2004) juga melakukan identifikasi filogeni dari E.sakazakii dimana dilakukan studi heterogenitas taksonomi dengan menggunakan 16S ribosomal RNA serta membandingkannya dengan spesies-spesies Enterobacter dan Citrobacter. Hasil identifikasi yang diperoleh yaitu E.sakazakii mempunyai 97.8% kemiripan dengan C. koseri dan 97.0% kemiripan dengan E. cloacae.
4
Karakteristik Pertumbuhan dan Kematian E.sakazakii E.sakazakii tumbuh pada media yang digunakan untuk mengisolasi mikroba enterik seperti MacConkey, Eosin Methylene Blue, dan Deoxycholate Agar. Pada agar cawan bakteri ini dapat membentuk dua tipe koloni yaitu glossy (mengkilat) dan matt (tidak mengkilat), tergantung pada media yang digunakan dan galurnya. Pertumbuhan pada Tryptone Soya Agar pada 25oC selama 48 jam dapat memproduksi pigmen kuning yang tidak dapat berdifusi. Bakteri ini memproduksi reaksi ekstraseluler DNase yang tertunda pada Toluidine Blue Agar (36oC, 7 hari). E.sakazakii bersifat α-glukosidase positif yang dapat terdeteksi dengan menggunakan 4-nitrophenyl-α-D-glucopyranoside setelah 4 jam pada 36oC. Mikroba ini memproduksi D-lactic acid dan bersifat mucate negatif. Hampir seluruh isolat tidak memfermentasi sorbitol, dan dapat tumbuh pada kisaran suhu yang lebar (6 – 47oC). Pada suhu ruang atau 21oC bakteri ini mempunyai waktu penggandaan (doubling time) sekitar 75 menit pada susu formula bayi yang direkonstitusi (Iversen et al. 2003). Skladal et al. (1993) menemukan bahwa susu UHT dalam karton yang diinokulasi dengan 10-15 sel E.sakazakii / 500 ml dan diinkubasi pada 30oC sangat mendukung pertumbuhan bakteri ini, dan susu tersebut menjadi asam dikarenakan produksi D-lactate. Waktu penggandaan pada suhu rendah kira-kira 10 jam pada susu formula dan kemudian dapat tumbuh secara lambat di bawah kondisi refrigerasi. Batasan dalam pertumbuhannya yang dikarenakan aktivitas air (aw) dan pH belum diketahui (Iversen & Forsythe, 2003). Nazarowec-White (1997) dan Farber (1999) menerangkan bahwa mikroba pada susu formula memiliki waktu reduksi desimal dan nilai z tertentu yaitu nilai D52 adalah 54,8 menit dan D60 nya adalah 2,5 menit. Data kemudian diekstrapolasi pada 72oC hingga memberikan nilai yang mengindikasikan bahwa organisme ini bersifat sangat toleran terhadap panas (nilai z 5,82oC) dan memungkinkannya untuk bertahan pada kondisi pengeringan selama pengolahan susu formula. Namun, beberapa penelitian (Nazarowec-White & Farber 1999; Iversen et al. 2003) telah menunjukkan bahwa organisme ini tidak lebih tahan panas dibandingkan dengan L.monocytogenes.
5
E.sakazakii memproduksi kapsul heteropolisakarida yang mengandung 29-32% glucuronic acid, 23-30% D-glukosa, 19-24% D-galaktosa, 13-22% Dfukosa, dan 0-8% mannosa (Harris & Oriel, 1989). Produksi optimalnya adalah di bawah kondisi pertumbuhan yang terbatas nitrogennya (rasio C/N 20:1) (ScheepeLeberkϋhne & Wagner, 1986). Kapsul terlibat dalam kemampuan bakteri ini untuk bertahan pada masa simpan susu formula yang panjang (24 bulan). Kapsul juga menjadikan bakteri ini dapat menempel pada permukaan dan membentuk biofilm yang bersifat sangat resisten terhadap bahan pembersih dan desinfektan (Harris & Oriel, 1989). Iradiasi dengan sinar gamma dengan dosis di atas 1 kGy untuk susu formula yang telah direkonstitusi dan dosis di atas 9kGy untuk susu formula bubuk dapat membunuh E.sakazakii dengan nilai D10 berkisar antara 0.21 hingga 0.29 kGy, 0.24 hingga 0.37 kGy, dan 1.06 hingga 1.71 kGy berturut-turut pada Brain Hearth Infusion Broth, RIMF, dan DIMF (Osaili et al. 2007). Penelitian yang serupa dilakukan oleh Lee et al. (2007) yang menyatakan bahwa nilai D10 dari E.sakazakii yang diberi iradiasi sinar gamma adalah 0.22 – 0.27 kGy pada broth dan 0.76 kGy pada susu bubuk formula. Lee et al. (2007) juga menyatakan bahwa iradiasi pada 5.0 kGy dapat mengeliminasi E.sakazakii yang diinokulasi sebesar 8.0 hingga 9.0 log CFU/g pada susu bubuk formula. Metode pulsed electric field (PEF) dengan intensitas sebesar 40 kV/cm pada paparan selama 360 µs dapat mereduksi E.sakazakii pada BPW maksimum sebesar 2.7 siklus log CFU/ml, dan paparan yang sama pada susu formula bubuk dapat mereduksi E.sakazakii sebesar 1.2 log CFU/ml (Perez et al. 2007).
Sumber E.sakazakii Meskipun sumber utama E.sakazakii yang terkait pada kasus-kasus infeksi pada bayi yang baru dilahirkan adalah dari makanan bayi dan susu formula, namun beberapa peneliti juga telah mengisolasinya dari berbagai sumber seperti lingkungan dan makanan lain. Karena organisme ini bukan merupakan bagian dari flora normal manusia dan hewan, maka dimungkinkan bahwa tanah, air, dan sayur-sayuran merupakan sumber kontaminasinya pada makanan. Sebagai tambahan, tikus dan lalat dapat juga menjadi sumber kontaminasi. Meskipun
6
organisme ini terdapat secara luas namun Muytjens & Kollee (1990) tidak berhasil mengisolasi organisme ini dari susu sapi mentah, ternak, tikus, padipadian, kotoran burung, hewan peliharaan, permukaan air, tanah, lumpur, atau akar kayu (Iversen & Forsythe, 2003). Organisme ini dapat diisolasi dari berbagai makanan termasuk keju, roti, tahu, teh asam, daging yang digaramkan (curing), minced beef, dan sosis. E.sakazakii juga ditemukan pada khamir roti dikarenakan organisme ini merupakan bagian dari flora permukaan biji sorgum (Gassem 1999). Organisme ini juga ditemukan pada biji padi (Cottyn et al. 2001). Sebagian besar wabah E.sakazakii yang terjadi dilaporkan berasal dari susu formula yang terkontaminasi, karena susu formula tidak dirancang sebagai produk dengan hasil akhir steril. Muytjens et al. (1988) menemukan bahwa 52.2% dari 141 sampel susu formula dari 35 negara telah terkontaminasi dengan Enterobacteriaceae, dimana 25% mengandung E.agglomerans, 21% mengandung E.cloacae, dan 14% mengandung E.sakazakii. E.sakazakii juga berhasil diisolasi dari produk susu formula bayi yang tidak terpakai dari 13 negara, dengan level kontaminasi 0.36 hingga 66.0 CFU/ 100 g. Nilai tersebut serupa dengan nilai 8 sel /100g yang dilaporkan oleh Simmons et al. (1989) untuk susu bubuk formula yang telah terbuka kalengnya yang digunakan selama waktu terjadinya wabah pada ruang intensive care unit (ICU) untuk bayi yang baru lahir. NazarowecWhite & Farber (1997) melakukan pengujian terhadap 120 kaleng susu formula dari lima perusahaan yang berbeda di Kanada dan menemukan bahwa 6.7% mengandung E.sakazakii. Jumlah E.sakazakii pada sampel yang positif umumnya adalah 0.36 CFU /100 g. Heuvelink et al. (2001) menggunakan uji present/absence dalam 25 g susu bubuk, mendeteksi E.sakazakii pada 1 dari 40 susu bubuk formula untuk bayi dan 7 dari 170 susu bubuk. Estuningsih et al. (2006) melaporkan bahwa dari 74 sampel makanan bayi di Indonesia dan Malaysia, 35 sampel (47%) positif mengandung Enterobacteriaceae dan 10 sampel (13,5%) positif mengandung E.sakazakii.
7
Penyakit karena E.sakazakii Jenis-jenis penyakit yang disebabkan oleh E.sakazakii umumnya adalah meningitis, sepsis, seizure, bacterimia, brain cyst (Lai et al. 2001). Meningitis adalah suatu infeksi dan inflamasi pada meninges (lapisan penutup otak), sepsis adalah beredarnya bakteri pembentuk nanah atau toksinnya mengikuti sirkulasi darah yang dapat berada dalam darah atau jaringan, seizure adalah kejang, sedangkan brain cyst adalah munculnya kista pada otak. Van Acker et al.(2001) melaporkan bahwa E.sakazakii dapat menyebabkan penyakit necrotizing enterocolitis (NEC).
Dosis Infeksi E.sakazakii Meskipun tidak ada bukti secara epidemiologis tentang dosis infeksinya, Iversen & Forsythe (2003) memperkirakan 1000 sel sebagai konsentrasi awal E.sakazakii yang dapat menyebabkan infeksi. Hal ini cukup beralasan karena sama dengan dosis infeksi pada Neiserria meningitidis, E.coli O157, dan L.monocytogenes 4b. Dosis infeksi E.sakazakii dapat bervariasi bergantung pada respon bakteri ini terhadap stres, kondisi kesehatan inang (sehat atau bersifat immuno-compromised), serta bergantung pada komponen-komponen dalam makanan (Iversen & Forsythe, 2003). Pada kasus bayi yang baru lahir yang diberikan susu formula, bila dilihat dari sisi mikrobanya, E.sakazakii telah mengalami kondisi stres selama pengeringan semprot (spray drying) dan penyimpanan. Bila dilihat dari sisi inangnya, dalam hal ini bayi yang baru lahir, bayi merupakan golongan individu yang memiliki daya tahan tubuh yang masih lemah karena bayi yang baru lahir belum mampu membentuk antibodi dalam dirinya hingga berusia 2 bulan, sehingga bayi yang baru lahir dapat dikatakan bersifat immuno-compromised. Nazarowec-White & Farber (1997) melaporkan bahwa E.sakazakii dapat menimbulkan infeksi pada mencit bila diinokulasikan dengan bakteri ini secara oral sebesar 105 CFU dan secara intraperitonial sebanyak 103 CFU. Muytjens et al. (1988); Nazarowec-White & Farber, (1997) menyatakan bahwa laju pertumbuhan organisme ini dapat digunakan untuk menghitung waktu
8
yang diperlukan oleh organisme ini untuk menggandakan diri hingga 14 generasi pada dosis infeksi (1000 sel) pada kondisi inkubasi yang berbeda-beda yang mana dapat dilihat pada Tabel 1 berikut. Tabel 1. Waktu yang dibutuhkan pada dosis infeksi (1000 sel) untuk dapat diraih pada susu formula yang direkonstitusi Suhu (oC) 10
Waktu penggandaan (jam) 13.6
Waktu yang dibutuhkan untuk meraih dosis infeksi (14 generasi)* 7.9 hari
18
2.9
1.7 hari
21
1.3
17.9 jam
37
0.5
7 jam
* Penghitungan mengasumsikan rata-rata E.sakazakii pada susu bubuk formula untuk bayi adalah 0.36 sel /100 g dan untuk sekali makan adalah 18 g (direkonstitusi menjadi 115 ml) dengan tidak ada yang mati selama persiapan dan tidak ada yang bertambah selama dalam lambung. Waktu lag pada 10oC adalah 2 jam, untuk semua suhu lainnya waktu lag tidak signifikan. Dosis infeksi diasumsikan berasal dari 1000 sel E.sakazakii yang ditelan sebagai dosis tunggal dan tidak pada paparan yang terakumulasi. Namun perlu dipertimbangkan bahwa bayi makan selama 4 hingga 6 kali pada periode 24 jam.
Berdasarkan Tabel 1 di atas, dapat dilihat bahwa peluang tercapainya dosis infeksi E.sakazakii rendah, karena diperlukan waku yang relatif lama, kematian E.sakazakii selama persiapan akibat penambahan air panas, dan tidak terjadi penggandaan bakteri dalam lambung. Sebagai tambahan, penghitungan ini mengasumsikan bahwa meskipun bayi makan sebanyak 4 hingga 6 kali selama periode 24 jam, dosis infeksi diperoleh pada sekali makan, tidak dalam bentuk kumulatif (Forsythe, 2002). Meskipun keterbatasan pada penghitungan ini merupakan bukti bahwa susu formula pada level normal yang rendah (≤ 0.36 sel E.sakazakii /100 g) kemungkinan tidak menyebabkan infeksi jika tidak terdapat penyimpangan suhu atau kontaminasi melalui preparasi yang bersanitasi buruk seperti blender yang terkontaminasi atau sendok pencampur. Tingkat sanitasi yang buruk merupakan salah satu sumber yang memungkinkan dari terjadinya wabah (Block et al. 1988, Clark et al. 1990).
Faktor Virulensi E.sakazaki Laporan mengenai virulensi E.sakazakii meyebutkan bahwa seluruh galur E.sakazakii mampu menempel dan menginvasi sel epitelial manusia Caco-2 serta sel endotelial pada otak tikus (rat rain capillary endothelial cells) dimana
9
kemampuan penempelan Esakazakii lebih besar daripada
E.coli galur K1
(NMEC) yang bisa menyebabkan meningitis pada bayi yang baru lahir. Selain itu, berbeda dengan E.cloacae dan NMEC, E.sakazakii mampu memperahankan diri dari serangan makrofage (Ownsend et al. 2008). Manget et al.(2006) menyebutkan bahwa tahap-tahap patogenisitas dari E.sakazakii ini meliputi kesuksesan bakteri ini dalam kolonisasi, keberhasilan dalam menimbulkan penyakit melalui penempelan pada permukaan sel inang seperti membran mukosa, lambung, epitelial usus, dan jaringan endotelial pada otak. Penelitian ini juga menyimpulkan bahwa penempelan E.sakazakii pada sel epitelial dan endotelial bukan berdasarkan fimbrae bakteri ini.
Sifat Resistensi E.sakazakii Terhadap Antibiotik Farmer et al. (1980) menemukan bahwa seluruh galur E.sakazakii rentan terhadap gentamycin, kanamycin, chloramphenicol, dan amphicilin; lebih dari 87% E.sakazakii bersifat rentan terhadap nalidixic acid, streptomycin, tetracycline, dan carbenicilin; 71 dan 67% bersifat rentan terhadap sulfadiazine, dan colistin; hanya 13% yang bersifat rentan terhadap cephalothin. Seluruh galur bersifat resisten terhadap penicillin; hanya 1 dari lebih dari 100 galur yang diuji menunjukkan resistensi terhadap antibiotik yang berganda. Muytjens & van der Ros-van der Repe (1986) menemukan bahwa MIC untuk 90% dari 195 galur E.sakazakii yang diuji terhadap 25 antibiotik sedikitnya setengah dari E.cloacae. Namun terjadi juga resistensi terhadap cephalothine dan sulfamethoxazole. Nazarowec-White & Farber (1999) menemukan bahwa tipe galur (ATCC-29544), 5 dari 8 sampel makanan dan 8 dari 9 galur dari sampel klinis hanya resisten terhadap sulphisoxazole dan cephalothin. Galur klinis lainnya ditunjukkan bersifat rentan terhadap seluruh antibiotik sedangkan tiga dari isolat makanan juga bersifat resistan terhadap chloramphenicol. Dua dari sampel makanan
yang resisten
terhadap chloramphenicol tersebut juga mempunyai sifat resisten terhadap tetracyclin, serta satu dari sampel makanan
tersebut juga resisten terhadap
ampicillin. Kuzina et al. (2001) menemukan bahwa E.sakazakii yang diisolasi dari isi perut lalat buah Meksiko bersifat resisten terhadap ampicillin, cephalothin, erythromycin, novobiocin, dan penicillin. Lai et al. (2001) menemukan bahwa
10
seluruh isolat E.sakazakii bersifat resisten terhadap ampicillin,cefazoline, dan spektrum yang luas dari penicillin,
namun bersifat rentan terhadap
aminoglycoside dan trimetophrim-sulfamethoxazole, dimana sensitivitas terhadap generasi ketiga dari cephalosporine dan quinolone bervariasi. Dennison & Morris (2002) melaporkan bahwa infeksi E.sakazakii resisten terhadap berbagai antibiotik, termasuk ampicillin, gentamycin, dan cefotazamine. Pada studi resistensi bakteri ini terhadap antibiotik yang dilakukan oleh Burgos & Varela (2002), ditemukan bahwa DNA genomik dari E.sakazakii mengandung operon yang resisten terhadap berbagai antibiotik (multiple antibiotic resistance=mar). Berdasarkan beberapa keterangan di atas dapat dikatakan bahwa E.sakazakii mempunyai sifat resistensi yang berbeda-beda terhadap beberapa jenis antibiotik.
Media Isolasi E.sakazakii FDA (2002) telah mengembangkan media serta reagen-reagen yang digunakan dalam isolasi E.sakazakii. Pada metode ini dibutuhkan beberapa tahapan dalam pengisolasian E.sakazakii antara lain susu formula bubuk perlu direkonstitusi terlebih dahulu dengan air destilata steril selama 24 jam pada 6oC, diikuti dengan tahap pengkayaan pada media Enterobacteriaceae enrichment (EE) broth selama 24 jam pada 36oC, dilanjutkan dengan plating permukaan dan penggoresan pada Violet Red Bile Glucose (VRBG) Agar dan diinkubasi selama 24 jam pada 36oC, koloni positif yang tumbuh diseleksi kembali pada media Tryptic Soy Agar (TSA) dan diinkubasi selama 48 hingga 72 jam pada 25oC. Koloni positif E.sakazakii pada TSA yang berpigmen kuning kemudian dikonfirmasi dengan menggunakan sistem identifikasi biokimia, API 20E yang memerlukan tambahan waktu selama 18 hingga 24 jam. EE broth dan VRBG Agar mengandung bahan-bahan yang menjadikannya sebagai media selektif yaitu oxgall dan brilliant green pada EE broth, dan bile salt no.3 dan kristal violet pada VRBG) yang mampu mencegah resusitasi dari sel E.sakazakii yang mengalami luka. Oh & Kang (2004) menyatakan bahwa media yang dikemukakan oleh FDA memerlukan beberapa pengembangan. Oh & Kang (2004) juga
11
mengemukakan beberapa kelemahan metode FDA yaitu pada VRBG dan TSA. Media VRBG dinyatakan kurang selektif karena mikroba lain dapat juga tumbuh dan menghasilkan koloni yang berwarna ungu juga yang dikelilingi dengan halo berwarna ungu yang diakibatkan oleh presipitasi garam empedu, sehingga agak sulit untuk membedakan E.sakazakii dari bakteri lainnya. Media TSA juga memiliki beberapa kekurangan yaitu waktu inkubasi yang diperlukan terlalu lama yaitu hingga 72 jam, selain itu terdapat spesies Enterobacteriaceae yang berpigmen kuning lainnya selain E.sakazakii yaitu E. hermanii dan E. vulneris yang dapat menimbulkan kerancuan dalam pendeteksiannya. Sehingga Oh & Kang (2004) mengembangkan media isolasi E.sakazakii yang selektif dan berdasarkan sifat fluorogenik yaitu Oh & Kang (OK) Agar. Media ini dibuat berdasarkan sifat fluorogenik dari senyawa fluorogen yang juga merupakan substrat dari enzim α-glukosidase yang diproduksi secara spesifik oleh E.sakazakii yaitu 4-methyl-umbelliferyl α-D-glucoside. Bile salt no.3 yang terdapat dalam media ini digunakan untuk mengisolasi bakteri enterik, ferric citrate dan sodium tiosulfat digunakan untuk mengisolasi Enterobacteriaceae yang mampu memproduksi H2S. Senyawa fluorogen tersebut juga terdapat pada media yang dikembangkan oleh Leuschner et al. (2003) yang mengembangkan media non selektif, Leuschner-Baird-Donald-Cox (LBDC) Agar untuk deteksi awal E.sakazakii pada susu formula. Iversen & Forsythe (2004) mengembangkan media chromogenic selektif untuk mendeteksi E.sakazakii pada susu formula yaitu Druggan-Forsythe-Iversen (DFI) agar. Bahan selektif yang terdapat pada media ini adalah suatu senyawa chromogen yaitu
4-chloro-indolyl-α-D-glucopyranoside. Senyawa ini akan
berikatan dengan enzim α-glukosidase pada E.sakazakii yang akan membentuk koloni berwarna hijau-biru. Selain itu pada media ini terdapat sodium desoxycholate yang bersama-sama dengan sodium thiosulphate dan ferric ammonium citrate yang bertindak sebagai senyawa selektif. Iversen & Forsythe (2004) menyatakan bahwa media chromogenic yang ditemukannya memiliki beberapa keunggulan dibandingkan metode konvensional yang dikemukakan oleh FDA. Iversen & Forsythe (2004) menyatakan bahwa dengan menggunakan media DFI maka hasil isolasi dapat diperoleh 2 hari lebih
12
awal dibandingkan dengan metode konvensional. Di samping itu, sebanyak 67 sampel positif E.sakazakii dapat terisolasi dengan menggunakan DFI, sedangkan dengan menggunakan metode konvensional, dari sampel-sampel
yang sama
hanya 19 sampel yang terdeteksi positif E.sakazakii. Isolasi bakteri ini dengan menggunakan metode konvensional mengalami kesalahan positif hingga 72.9%, dibandingkan dengan apabila diisolasi dengan DFI, yaitu hanya sekitar 38.5%. Tidak ada sampel positif pada metode konvensional yang terdeteksi negatif pada media DFI. Restaino (2004) juga telah mengembangkan media chromogenic untuk isolasi E.sakazakii. Medium ini mengandung suatu senyawa chromogen yang menyebabkan koloni positif E.sakazakii berwarna biru-hitam hingga biru-abuabu, sementara bakteri enterik lainnya menunjukkan warna hijau, kuning, atau koloni yang bening. Media ini juga mengandung pewarna tertentu dan garam bile sebagai senyawa penghambat dan selektif. Lehner et al. (2006) membandingkan dua media chromogenic yaitu Enterobacter sakazakii Isolation Agar (ESIA) dengan DFI, dimana dapat disimpulkan bahwa DFI lebih baik dari pada ESIA karena terdapat salah satu galur yang pada ESIA tidak menunjukkan koloni tipikal, sedangkan pada DFI terlihat koloni tipikal berwarna biru-hijau. Gurtler & Beuchat (2005) membandingkan performa antara beberapa media isolasi E.sakazakii dalam penyembuhan setelah terjadinya stres pada bakteri ini. Masing-masing media mempunyai performa dalam penyembuhan sel luka yang berbeda-beda tergantung pada kondisi stres yang dialami. Masih dalam publikasi yang sama, dinyatakan bahwa dilihat dari kemudahan pendeteksian koloni E.sakazakii yang berdasarkan karakteristik chromogenic/fluorogenic maka media yang baik digunakan adalah RF agar, DFI, LBDC, dan OK. Namun karena rata-rata pada kondisi stres tersebut media DFI merupakan media yang paling sedikit menyembuhkan sel yang telah mengalami stres, maka media DFI dianggap paling baik untuk melihat ketahanan sel-sel E.sakazakii yang telah mengalami kondisi stres atau kondisi pengolahan dan penanganan lanjut susu formula yang akan dilakukan pada percobaan ini.
13
Gen Gen merupakan bagian dari DNA yang membawa informasi genetik atau menentukan sifat suatu organisme. Gen adalah fragmen DNA atau kromosom yang menyandi satu rantai polipeptida fungsional atau molekul RNA. Enzim RNA polimerase akan membaca basa-basa yang terdapat pada ruas DNA dan untuk setiap basa akan dicari padanan nukleotidanya yang kemudian akan dirangkaikan menjadi RNA. Pembacaan oleh RNA polimerase dimulai dari tanda awal promotor sampai tanda akhir terminator. Gen mempunyai peran dalam proses kehidupan melalui pengendalian pembentukan enzim dan protein. Enzim memegang peranan penting dalam kehidupan organisme yaitu sebagai katalisator dalam menjalankan reaksi kimia dalam proses metabolisme seluler. Ekspresi gen adalah proses penterjemahan informasi genetik yang dibawa pada DNA atau gen menjadi sifat biologis yang terekspresi. Ekspresi gen merupakan proses sintesis polipeptida berdasarkan sekuen nukleotida pada gen tersebut menjadi protein yang berfungsi (Yusuf, 2001). Ekspresi gen terbagi menjadi dua tahapan yaitu transfer informasi genetik dari DNA ke dalam RNA (transkripsi) berdasarkan sekuen DNA dan penterjemahan informasi genetik yang terdapat pada RNA ke dalam polipeptida (translasi). Proses transfer atau penterjemahan informasi dilakukan dengan menggunakan molekul sumber informasi sebagai model cetakan dalam sintesis molekul penerima informasi. Di dalam transkripsi DNA akan dijadikan model cetakan untuk sintesis RNA, dan dalam translasi RNA akan menjadi model dalam sintesis protein. Di dalam transkripsi gen dibutuhkan faktor-faktor seperti promotor, RNA polimerase, ribonukleotida, signal terminasi, faktor transkripsi dan aktivitas protein. Dalam proses translasi, sintesis polipeptida terjadi berdasarkan kodon pada mRNA. Kodon merupakan tiga ribonukleotida pada mRNA yang menyandi asam amino. Selama proses translasi dibutuhkan mRNA, tRNA, ribosom, asam amino, dan beberapa faktor protein (Yusuf, 2001). Pada organisme eukariot, transkripsi dari gen ke RNA terjadi di inti sel sedangkan translasi dari mRNA ke protein terjadi di sitoplasma. Setelah ditransfer keluar dari inti sel dan sebelum dapat ditranslasikan menjadi polipeptida, RNA diproses terlebih dahulu yaitu dengan splicing atau proses penghilangan intron,
14
poliadenilasi yaitu proses penambahan ekor poli-A pada ujung 3’ utas mRNA, capping atau penambahan 7-metil guanosin di ujung 5’ utas mRNA (Yusuf, 2001). Konstruksi Pustaka Gen 16S-rRNA Kunci untuk mengerti keragaman mikroba adalah sistem klasifikasi yang dapat diandalkan. Metode molekuler terutama klasifikasi dan identifikasi berbasis filogenetik, menggunakan parameter yang tidak bergantung pada kondisi pertumbuhan dan media yang digunakan. Pendekatan yang banyak dipakai saat ini adalah analisis sekuen gen 16S rRNA atau 23S rRNA. 16S rRNA merupakan gen yang bersifat spesies spesifik teradap prokariotik (Amann et al. 1994). RNA bekerja membawa informasi genetik dari DNA kepada proses biosintesis protein di dalam ribosoma, dan RNA ribosom (rRNA) merupakan komponen utama ribosom yang menyusun sampai 65 persen berat ribosom. 16S dan 23S rRNA merupakan bagian dari subunit 30S dan 50S pada ribosom. Bila 16S rRNA diisolasi dalam bentuk murni kemudian dicampur dalam urutan spesifik yang benar pada suhu yang sesuai, maka molekul ini secara spontan menyusun diri kembali membentuk subunit 30S yang identik dalam struktur dan aktivitasnya dengan subunit 30S yang asli (Lehninger, 1982).
Polymerase Chain Reaction (PCR) PCR atau reaksi polimerisasi berantai adalah teknik amplifikasi DNA yang spesifik dengan melakukan proses pemanjangan nukleotida dari primer yang merupakan pasangan komplementer dari utas DNA secara simultan. Proses pemanjangan nukleotida merupakan proses polimerisasi yang dilakukan oleh DNA polimerase berdasarkan atas sampel DNA (DNA template). Proses pemanjangan terjadi karena adanya primer. PCR dapat mengamplifikasi sampai sejuta kali sehingga dapat menghasilkan DNA dalam jumlah besar dan DNA template yang dibutuhkan dalam jumlah sedikit. Mesin PCR terdiri dari suatu alat pemanas dan pendingin yang dapat diprogram sehingga dapat memanaskan pada suhu dan selang waktu yang dikehendaki untuk setiap siklus pada suatu reaksi. Menurut Saiki et al. (1985) tahap-tahap dalam proses PCR meliputi tahap
15
denaturasi, tahap penempelan primer pada DNA template (annealing) serta tahap pemanjangan primer melalui reaksi polimerisasi nukleotida (extention). 1. Denaturasi Tahap denaturasi merupakan tahap dimana DNA utas ganda dipisahkan menjadi utas tunggal. Dalam keadaan ini masing-masing untai dapat mencetak pasangannya. Tahap ini berlangsung pada suhu 90-95oC. 2. Penempelan primer Tahap kedua adalah menurunkan suhu reaksi agar primer dapat menempel pada utas DNA cetakan yang telah terdenaturasi menjadi utas tunggal. Penempelan terjadi karena adanya kecocokan pasangan basa. Umumnya penempelan terjadi pada suhu 55-57oC untuk primer 20 mer dan 34-40oC untuk primer 10 mer (Uphoff & Wreeke, 1992). Sambrook et al. (1989) menyatakan bahwa suhu penempelan primer yang ideal umumnya adalah 5oC di bawah suhu leleh (Tm) dari tiap primer. 3. Pemanjangan DNA Setelah primer menempel pada utas tunggal DNA template, maka DNA polimerase akan mensintesis DNA yang baru berdasarkan utas DNA cetakan. Sintesis DNA ini dilakukan pada suhu cukup tinggi yaitu sekitar 72oC pada saat enzim Taq DNA polimerase bekerja optimal. Reaksi PCR merupakan reaksi amplifikasi DNA dimana teknik pelaksanaannya harus teliti dan cermat. Kegagalan reaksi PCR dapat disebabkan karena tidak sempurnanya denaturasi atau suhu annealing yang terlalu tinggi. Selain itu reaksi PCR juga dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya: 1. Konsentrasi DNA template Proses PCR tidak memerlukan DNA dengan tingkat kemurnian tinggi, tetapi amplifikasi terganggu apabila DNA cetakan masih banyak terkontaminasi dengan detergen, EDTA, maupun fenol. Konsentrasi DNA yang dibutuhkan adalah 10-100 ng untuk setiap reaksi (Innis & Gelfand, 1990).
16
2. Pemicu reaksi (primer) Primer adalah rantai utas tunggal DNA yang pendek dan terdiri dari beberapa nukleotida primer yang umumnya dipakai, terdiri atas 10-25 nukleotida (oligonukleotida), sedangkan primer yang biasa digunakan dalam percobaan adalah primer acak dan primer spesifik. Primer acak adalah primer yang susunan basa nukleotida seimbang sehingga primer ini biasanya digunakan untuk analisis DNA dengan sampel yang belum diketahui susunan nukleotidanya, sedangkan primer spesifik adalah primer yang susunan basanya telah diketahui merupakan komponen dari utas DNA yang akan dianalisis. 3. Enzim Taq DNA Polimerase Dalam proses replikasi DNA diperlukan adanya enzim untuk polimerisasi jalinan DNA. Enzim yang mampu mengkatalis replikasi DNA disebut DNA polimerase. DNA polimerase yang biasa digunakan adalah Taq. DNA polimerase bersifat termostabil yang didapatkan dari bakteri termofilik Thermus aquaticus yang dapat bertahan pada suhu 94oC. Enzim ini bekerja secara optimum pada suhu 75-80oC (Sambrook et al. 1989). Taq DNA polimerase ini digunakan untuk membantu amplifikasi potongan primer dan proses pemanjangan DNA dan karena Taq DNA polimerase tetap stabil pada suhu 94oC, maka ketika berlangsung proses denaturasi, enzim ini tidak menjadi rusak tetapi dalam keadaan tidak aktif. Aktivitas enzim ini akan terhambat oleh bufer fosfat tetapi akan aktif bila ditambahkan 10 mM tris dalam bufer pada temperatur ruang dengan pH 8,3 (Sambrook et al. 1989). Taq DNA polimerase mulai aktif pada pH 8,2 – 9 dan suhu 65 – 72oC. 4. dNTP dNTP yang dipakai berupa campuran dari keempat macam nukleotida yaitu dATP, dGTP, dTTP, dan dCTP. Larutan stok dNTP bersifat netral pada pH sekitar 7. Konsentrasi dNTP yang digunakan berkisar antara 0.1 – 1.6 mM untuk setiap reaksi (Newton, 1995). Menurut Innis & Gelfand (1990) dNTP masih bersifat stabil sampai proses siklus berulang 50 kali atau hanya berkurang 50%.
17
5. Mg2+ Mg2+ mempengaruhi aktivitas enzim Taq DNA polimerase karena ion Mg2+ berfungsi sebagai kofaktor yang dapat membentuk kelat dengan larutan EDTA. Mg2+ berperan dalam kestabilan primer pada tahap penempelan primer. 6. Bufer PCR Bufer PCR terdiri atas larutan Tris-HCl dengan konsentrasi 10-50 mM dan pH 8.3 – 8.8 dan berperan dalam keberhasilan proses amplifikasi (Innis dan Gelfand, 1990). Untuk membantu proses penempelan primer pada bufer PCR dapat ditambahkan KCl dengan konsentrasi sampai 50 mM.
Perunutan Basa Nukleotida (Sekuensing) Sekuensing DNA adalah proses penentuan urutan basa suatu DNA. Pada proses ini digunakan prinsip reaksi polimerisasi DNA secara enzimatis. Reaksi yang dilakukan secara in vitro ini dikembangkan oleh Sanger dengan memasukkan satu nukleotida ddNTP (dideoksi nukleosidatrifosfat) yang berbeda ke dalam masing-masing 4 reaksi untuk menghentikan reaksi polimerisasi. Teknik dideoksi sekuensing hanya mampu membaca dengan teliti urutan basa sepanjang 400 sampai dengan 500 bp (Brown 1992). Sekuen DNA adalah informasi penting untuk mengetahui identitas, fungsi, dan modifikasi suatu fragmen DNA atau gen dalam rekayasa genetik atau bioteknologi secara umum. Sebagai contoh, dengan mengetahui sekuen suatu DNA target kita dapat menyisipkan atau menghilangkan daerah restriksi tertentu sehingga potong-sambung DNA dapat dilakukan sesuai dengan keinginan. Tahap-tahap dalam sekuensing adalah sebagai berikut: (i) Disiapkan empat macam reaksi polimerisasi DNA yang masing-masing mengandung primer DNA, dATP, dCTP, dGTP, dTTP, enzim polimerase DNA. (ii) Setelah itu ke dalam masing-masing tabung ditambah satu ddNTP yang berbeda, reaksi dijalankan. (iii) Hasil reaksi difraksionasi (dielektroforesis dengan gel poliakrilamida), (iv) Fragmen DNA hasil pemisahan kemudian divisualisasikan secara otomatis atau manual (Brown, 1992).
18
Analisis Keragaman Genetik Informasi genetik dari sel prokariot dan eukariot saat ini telah banyak diketahui. Suatu organisme telah dapat diuji berdasarkan organisasi genomnya, ekspresi global gen, dan struktur serta fungsi dari seluruh proteinnya. Bioinformatika dapat didefinisikan sebagai cabang komputasi dari biologi molekuler, yang mencakup teknologi pengumpulan, penyimpanan, analisis, interpretasi, penyebaran, dan aplikasi dari informasi biologi. Internet dan server world wide web (www) merupakan dua hal yang sangat diperlukan dalam aplikasi bioinformatika. Bioinformatika menggunakan program komputer untuk analisis data biologi dan penyimpanan sejumlah data biologi yang dihasilkan oleh proyek genom. Bioinformatika banyak berhubungan dengan sekuen, struktur, fungsi, dan perbandingan seluruh genom dan struktur 3 dimensi protein, serta manajemen data (Claverie & Notredame,2007). Beberapa program komputer dan database untuk bioinformatika yang dapat digunakan dari internet antara lain : GeneMArk, NCBI (National Center for Biotechnology Information), Expasy, dan lain sebagainya. Pada NCBI dapat diakses program PubMed, Entrez, BLAST, Blankit, OMIM, Taxonomy, dan penelusuran struktur. Salah satu program yang umum digunakan adalah BLAST (Basic Local Alignment Search Tool) yang merupakan program untuk pencarian kesamaan yang didesain dalam mengeksplorasi semua database sekuen yang diminta, baik berupa DNA ataupun protein. Program BLAST juga dapat digunakan untuk mendeteksi hubungan antar sekuen yang hanya berbagi daerah tertentu yang memiliki kesamaan (Claverie & Notredame,2007). Ada beberapa variasi BLAST yang masing-masing dibedakan dari tipe sekuen (DNA atau protein) yang dicari dengan sekuen pada database. Berikut ini beberapa jenis program BLAST (Claverie & Notredame, 2007): BLASTP
: membandingkan sekuen asam amino dengan sekuen protein dalam database
BLASTN
: membandingkan sekuen nukleotida dengan sekuen nuklotida dalam database
BLASTX
: membandingkan sekuen nukleotida yang ditranslasi pada seluruh ORF (open reading frame) dengan sekuen protein database
19
Secara garis besar, orang menggunakan bioinformatika melalui beberapa tahapan, diantaranya menggunakan PubMed untuk mencari pengetahuan tentang subjek biologi secara cepat, mendapatkan sekuen protein maupun DNA yang relevan, membandingkan sekuen protein maupun DNA yang tersedia di database menggunakan BLAST, dan melakukan analisis multiple alignment sekuen protein maupun DNA dengan ClustaIW serta membangun pohon filogenetik (Claverie & Notredame, 2007). BLAST merupakan alat pembanding suatu sekuen yang dicari dengan sekuen yang telah diketahui dengan cepat yang dapat menjelaskan apakah sekuen tersebut memiliki similaritas cukup signifikan. Informasi ini dapat digunakan untuk bermacam-macam tujuan yaitu meliputi perkiraan fungsi protein, struktur tiga dimensi, dan organisasi domain atau identifikasi homologi dengan organisme lain. Sekuen yang serupa sering diperoleh dari sekuen keturunan nenek moyang yang sama. Bila ditemukan sekuen serupa mungkin memiliki nenek moyang yang sama, bagian struktur yang sama, dan memiliki fungsi biologi serupa. Prinsip ini bahkan bekerja ketika sekuen berasal dari organisme yang sangat berbeda (Claverie & Notredame, 2007). Hasil BLAST meliputi tiga bagian yang berbeda yaitu grafik yang menunjukkan bagaimana porsi similaritas sekuen yang dibandingkan, daftar hits yang berisi nama sekuen yang serupa dengan yang dicari urut berdasarkan similaritas dan penjajaran (alignment) antara sekuen yang dicari dengan sekuen yang ada pada database (Claverie & Notredame, 2007). Multiple alignment digunakan untuk mengidentifikasi protein sekuen dimana sesungguhnya asam amino spesifik terdapat, yang dapat memberikan integritas struktural atau fungsi protein, menentukan tanda sekuen spesifik untuk famili protein serta mengklasifikasi sekuen dan membangun pohon filogenetik. Filogenetik adalah filogeni yang sesungguhnya membandingkan gen-gen yang ekivalen yang datang dari beberapa spesies untuk merekonstruksi pohon kehidupan (genealogic tree) dari spesies-spesies ini dan mengetahui siapa yang relatif berkerabat dekat dengan yang lain (Claverie & Notredame, 2007). Tujuan filogeni adalah merekonstruksi sejarah kehidupan dan menjelaskan adanya
20
keragaman makhluk hidup. Prinsip filogeni adalah mencoba mengelompokkan makhluk hidup menurut tingkat similaritas (Claverie & Notredame, 2007).
Analisis Neighbor-Joining Neighbor-Joining merupakan salah satu media pengelompokan dalam bioinformatika yang dapat membentuk suatu pohon filogeni atau dendogram. Neighbor-joining biasanya digunakan pada pohon filogeni yang berdasarkan pada data sekuen DNA atau protein. Metode ini menggunakan algoritma yang membutuhkan pengetahuan mengenai jarak antara tiap pasang taxa (spesies atau sekuen) pada pohon filogeni. Neighbor-joining merupakan algoritma yang berulang-ulang. Tiap tahap pengulangan terdiri atas hal-hal berikut ini: 1. Berdasarkan jarak langsung matriks dengan menghitung matriks Q. Matriks Q merupakan suatu matriks yang dibuat berdasarkan pada matriks jarak yang relatif terhadap r taxa. 2. Menemukan pasangan taxa pada matriks Q dengan nilai yang paling rendah. Menciptakan simpul pada pohon filogeni yang terdiri atas dua taxa (mengikutkan dua kekerabatan terdekat) 3. Menghitung jarak antar taxa pada pasangan taxa di simpul yang baru 4. Menghitung jarak seluruh taxa diluar pasangan taxa di simpul yang baru 5. Mengulang kembali algoritma, dengan mempertimbangkan pasangan yang berkerabat dekat (joined neighbors) sebagai taxon tunggal dan menggunakan penghitungan jarak seperti yang dilakukan sebelumnya. Keunggulan metode neighbor-joining terhadap metode lainnya adalah dari efisiensinya secara komputasional. Neigbor-joining merupakan algoritma yang bersifat polynomial-time. Metode ini dapat digunakan pada set data yang banyak untuk melakukan analisis filogenetik (evolusi minimum, penghematan dan kemiripan maksimum) tanpa melakukan banyak perhitungan. Metode ini juga bersifat konsisten secara statistik di bawah berbagai model evolusi. Dengan metode ini, data yang diberikan pada jumlah yang cukup dapat membentuk suatu pohon filogeni dengan kebenaran yang besar (Saitou & Nei 1987).
21
Keragaman Genetik E.sakazakii Berdasarkan perbandingan sekuen gen 16S rRNA, Iversen et al. (2004) menyatakan bahwa tipe galur E.sakazakii lebih dekat sebagai Citrobacter koseri (similaritas sebesar
97.8%) dibandingkan dengan Enterobacter lainnya,
meskipun E.sakazakii memiliki similaritas yang cukup besar juga dengan E.cloacae dan C.freundii yakni berturut-turut sebesar 97.0% dan 96.0%. Namun Iversen et al. (2004) menyatakan bahwa diperlukan studi lebih lanjut untuk memperjelas hubungan kekerabatan bakteri ini. Berdasarkan analisis 16S rRNA-nya, galur E.sakazakii dapat dibagi menjadi 4 kelompok (cluster). Cluster pertama yang merupakan mayoritas dari galur-galur E.sakazakii (110 galur) dimana memiliki perbedaan antar galur sebesar 0.1 hingga 1.2%. Kelompok 1 ini meliputi 17 galur klinis dan 3 galur yang tidak berpigmen kuning. Sebanyak 9 galur (termasuk 1 galur klinis) memiliki keragaman sekuen sebesar 1.6 hingga 1.9% dan membentuk suatu cluster kedua yang dekat dengan E.sakazakii. Cluster ketiga yang terdiri dari 5 galur (termasuk 1 galur klinis), dimana pada pengujian biokimia dengan API20 E dan ID 32E lebih memiliki kedekatan (97.5% hingga 97.8%) sebagai Enterobacter pyrinus, Enterobacter hormaechei, dan C.koseri. Cluster ketiga ini memiliki keragaman sekuen sebesar 3.0% dan isolat E.sakazakii ATCC 51329 termasuk ke dalam cluster ini. Cluster yang keempat terdiri dari dua galur, dimana satu diantaranya adalah isolat klinis. Galur ini teridentifikasi sebagai E.sakazakii dengan menggunakan perangklat biokimia API 20E dan ID 32E, namun similaritas 16S rRNA nya hanya sebesar 96.5% sebagai E.sakazakii. Analisis sekuen 16S rRNA tersebut mengkonfirmasi bahwa beberapa galur yang teridentifikasi sebagai E.sakazakii, bila dianalisis dengan perangkat biokimia komersial dapat dibedakan sebagai spesies yang berbeda, yaitu sebagai E.amnigenus atau E.cloacae, dimana hasil ini berpotensi untuk membagi E.sakazakii ke dalam taxa yang berbeda (Iversen et al. (2004). Berdasarkan fenomena tersebut, Iversen et al. (2008a) memperkenalkan E.sakazakii sebagai genus baru yakni Cronobacter spp. , dimana genus ini terbagi menjadi 5 spesies yaitu Cronobacter sakazakii subsp. sakazakii,comb.nov., C.sakazakii subsp. malonaticus subsp. nov., C. turinencis sp. nov., C.muytjensii
22
sp.nov., C.dublinensis sp. nov., dan C.genomospecies I. Pembedaan spesies E.sakazakii sebagai genus Cronobacter ini berdasarkan pada perbedaan reaksireaksi biokimia pada perangkat API 20E dan ID 32E, serta berdasarkan reaksi pada methyl-α-D-glucopyranoside. Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Iversen et al. (2008b) menyatakan bahwa seluruh galur Cronobacter memiliki akivitas α-glukosidase yang positif serta sensitivitas pada media chromogenic sebesar 95.7 hingga 99.5%.
23
METODOLOGI
Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium SEAFAST (South East Asia for Food and Agricultural Science and Technology) Center, Kampus IPB Darmaga, Bogor dan Laboratorium Biokimia Pangan dan Mikrobiologi Pangan Departemen ITP, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan mulai Agustus 2006 sampai Februari 2008.
Alat dan Bahan Bahan yang digunakan adalah 25 kemasan susu formula dan makanan bayi berbagai merk yang dibeli dari supermarket atau toko di wilayah Bogor. Media untuk isolasi E.sakazakii yang digunakan antara lain; Bufered- Peptone Water (BPW) (CM 509 Oxoid Ltd., Basingstoke, UK); Enterobacter enrichment (EE) broth (CM 317 Oxoid Ltd.,UK) ; Violet Red Bile Glucose (VRBG) Agar (CM 485 Oxoid Ltd.,UK); Druggan-Forsythe-Iversen (DFI) Agar (Oxoid,UK); Trypticase (Tryptic) Soy Agar (TSA) (CM 131 Oxoid Ltd.,UK); serta API 20E Biochemical Strips (bioMĕrieux, Perancis). Beberapa bahan yang digunakan untuk isolasi DNA antara lain media pertumbuhan bakteri yaitu Nutrient Broth (NB), bahan-bahan untuk ekstraksi DNA antara lain Sodium dodecyl sulphate (SDS) (Merck, Darmstadt, Germany), proteinase K (AppliChem, Darmstadt, Germany), Cethyiltrimethyl ammonium bromide (CTAB) (Merck, Darmstadt, Germany), natrium chloride (NaCl) (Merck, Darmstadt, Germany); Larutan TE yang terdiri dari Tris (hydroxymethyl)amino methan (Tris) (Amersham Bioscience, Sweden) dan Di natrium ethylene tetra acetat (Na2-EDTA) (Amersham Bioscience, Sweden); phenol, chloroform, isoamil alcohol, sodium asetat (Merck, Darmstadt, Germany),
isopropanol
(Merck, Darmstadt, Germany), etanol 70%, dan HCl untuk pengaturan pH bufer. Bahan yang digunakan untuk elektroforesis DNA antara lain; bufer Tris-asetatEDTA (TAE bufer); agarosa (SIGMA, Steinheim, Germany); dan ethidium bromida (Amersham Bioscience, Sweden). Pembuatan larutan untuk isolasi DNA
24
dan bufer berdasarkan metode Sambrook et al. (1989) dapat dilihat pada Lampiran 2. Bahan-bahan untuk amplifikasi gen 16S-rRNA antara lain PCR Master Mix (Fermentas) yang terdiri dari 0.05 U/µl Taq DNA polimerase, PCR bufer, MgCl2, dan dNTP (masing-masing 0.4 mM dATP, dCTP, dGTP, dan dTTP); akuabides steril; DNA cetakan, primer, dan akuabides steril. Primer yang digunakan merupakan primer untuk analisis gen 16S rRNA E.sakazakii (Hassan et al. 2007) antara lain; 16 SUNI-L (AGAGTTTGATCATGGCTCAG) dan Saka2b (TCCCGCATCTCTGCAGGA) untuk megamplifikasi segmen pertama yang berukuran 977 bp. Untuk amplifikasi segmen berikutnya (408 bp), digunakan primer
ESA-1
(AATCCTGCAGAGATGCG)
dan
16SUNI-R
(GTGTGACGGGCGGTGTGTAC). Primer dipesan dari Alpha DNA (NotreDame St.W., Montreal, Quebec). Urut-urutan basa primer dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Pasangan primer oligonukleotida yang digunakan Tujuan pemakaian primer
Sekuen oligonukleotida primer (5’ – 3”)
Sekuensing 16S rRNA 16SUNI-L: AGAGTTTGATCATGGCTCAG segmen 1
Saka-2b : TCCCGCATCTCTGCAGGA
Sekuensing 16S rRNA ESA1 segmen 2
: AATCCTGCAGAGATGCG
16SUNI-R: GTGTGACGGGCGGTGTGTAC
Alat-alat utama yang digunakan pada penelitian ini adalah penangas air yang bertutup, termometer, inkubator 37oC, pipet volumetrik 1, 5, dan 10 ml; pipet mikro berikut tip 1 ml, 0.1 ml, dan 2 – 20 µl; 0.2 -2 µl; batang gelas pengaduk; jarum ose; labu takar 50 ml, 500 ml, dan 1000 ml;
erlenmeyer
berukuran 250 ml, 125 ml, dan 500 ml; tabung reaksi bertutup, gelas ukur, cawan petri, plastik steril, pH meter,
penangas air, sentrifusi (berkekuatan sampai
18.000 rpm), pengaduk magnet, wadah gelas tertutup, oven, vorteks, freeze dryer, perangkat elektroforesis (Bio-Rad), perangkat PCR Applied Biosystem 2720 Thermal Cycler (Foster City, California), Geldoc XR (Bio-Rad), dan ABI Prism 3100-Avant Genetic Analyzer dengan 4-Capillary System (Applied Biosystem).
25
Beberapa software juga digunakan pada penelitian ini antara lain apiweb™ (Biomeireux) untuk menganalisis hasil uji biokimia dengan API 20E, Program BLAST (Basic Local Alignment Search Tool) dari situs NCBI (www.ncbi.nih.nlm.gov) untuk menganalisis hasil sekuensing, serta program MEGA4 (www.megasoftware.net) untuk membentuk pohon filogeni.
Pelaksanaan Penelitian Tahapan penelitian yang akan dilakukan meliputi (1) isolasi E.sakazakii dari susu formula dan makanan bayi, (2) karakterisasi sifat fenotipik isolat berdasarkan identifikasi isolat secara biokimiawi, (3) karakterisasi sifat genotipik isolat dengan membandingkan hasil amplifikasi gen 16S rRNA isolat serta sekuen parsialnya dengan sekuen-sekuen parsial E.sakazakii yang ada di GenBank (situs NCBI), termasuk sekuen parsial 16S rRNA isolat Estuningsih et al. (2006), yang sekaligus merupakan konfirmasi terhadap hasil analisis fenotipik isolat, (4) karakterisasi survival isolat setelah direkonstitusi dengan air pada berbagai suhu. Isolasi Enterobacter sakazakii dari Susu Formula dan Makanan Bayi Metode isolasi E.sakazakii
yang digunakan merupakan metode FDA
(2002) yang telah dimodifikasi oleh Iversen dan Forsythe (2004). Pengujian awal yang dilakukan adalah tahap enrichment agar jumlah yang sangat kecil dari bakteri ini dapat dideteksi. Wadah dan sendok yang digunakan untuk mengambil sampel harus dalam kondisi steril. Triplikat sampel masing-masing sebanyak 25 g susu formula ditimbang secara aseptis dan dimasukkan ke dalam gelas Erlenmeyer berukuran 250 ml. Ke dalam Erlenmeyer ditambahkan sembilan bagian (larutan 1:10) BPW steril, dipanaskan hingga 45oC, kemudian diaduk perlahan hingga bubuk tersuspensi secara seragam. Suspensi tersebut kemudian diinkubasi pada 37oC selama 24 jam. Sebanyak 10 ml dari masing-masing suspensi yang telah diinkubasi dimasukkan ke dalam 90 ml EE broth dalam Erlenmeyer steril 100 ml dan diinkubasi pada 37oC selama 24 jam. Dari masing-masing botol tersebut dilakukan Direct Streaking Method pada VRBG Agar. Metode ini dilakukan dengan menggoreskan isolat dari EE broth sebanyak 1 ose dengan sedikitnya tiga
26
kuadran goresan untuk mendapatkan koloni terpisah. Penggoresan untuk masingmasing isolat dilakukan sebanyak duplo.
Kemudian masing-masing cawan
o
diinkubasikan pada 37 C selama 24 jam. Cawan yang positif mengandung E.sakazakii pada VRBG memperlihatkan koloni berbentuk gumpalan garam bile seperti dapat dilihat pada Gambar 2 berikut.
Gambar 2. E.sakazakii yang positif pada VRBG (Sharon Edelson Mammel) Dari total 5 koloni presumtif E.sakazakii pada VRBG masing-masing diisolasi kembali dengan menggoreskan pada cawan yang berisi DFI Agar yang kemudian diinkubasi pada 37oC selama 24 jam. Koloni positif pada DFI berwarna hijau-biru seperti dapat dilihat pada Gambar 3. Koloni positif pada DFI kemudian digoreskan kembali pada media TSA dan diinkubasi pada 37oC selama 48 – 72 jam. Koloni positif pada TSA merupakan koloni yang berpigmen kuning seperti yang dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 3. Koloni yang tumbuh pada media DFI
27
Gambar 4. Koloni positif E.sakazakii pada TSA Pada masing-masing isolat E.sakazakii yang diperoleh, sebagian diuji lebih lanjut dan sebagian lainnya disimpan dalam bentuk kultur stok dengan menambahkan gliserol dan disimpan di suhu freezer (0 hingga -20 oC). Diagram alir isolasi E.sakazakii dapat dilihat pada Lampiran 1. Isolat E.sakazakii yang diperoleh juga diamati secara morfologi di bawah mikroskop dengan proses pewarnaan Gram untuk memastikan bahwa isolat yang diperoleh
sudah
homogen.
Pengamatan
mikroskopik
dilakukan
dengan
pembesaran 1000x.
Karakterisasi Sifat Fenotipik Isolat Masing-masing koloni yang positif dikonfirmasi dengan menggunakan API 20E biochemical identification system. API 20E merupakan perangkat cepat untuk mengidentifikasi bakteri enterik Gram negatif berbentuk batang. Perangkat ini berupa strip dimana tiap strip terdiri dari 20 sumur berisi kompartemen uji yang telah dikeringkan. Bakteri yang diuji disuspensikan dengan NaCl yang digunakan untuk merehidrasi masing-masing substrat dalam sumur. Beberapa substrat dalam sumur mengalami perubahan warna dengan adanya perbedaan pH, sumur lainnya dapat menghasilkan produk akhir yang dapat diidentifikasi dengan menggunakan reagen. Beberapa sumur diisi oleh suspensi hingga penuh (CIT, VP, dan GEL), sementara beberapa sumur ditutup dengan mineral oil dalam hal ini digunakan parafin cair, untuk menciptakan suasana anaerobik (ADH, LDC, ODC, H2S, dan URE).
28
Setelah diinkubasi pada wadah yang telah diberi suasana lembab selama 18 – 24 jam pada 37oC, reaksi-reaksi warna pada masing-masing sumur dibaca. Beberapa sumur dibaca setelah ditambahkan reagen terlebih dahulu. Hasil pembacaan positif atau negatif kemudian diinterpretasikan dengan menggunakan perangkat lunak (software) apiweb™ sehingga dapat dihitung persentase kemiripan isolat yang memiliki koloni tipikal pada DFI dengan E.sakazakii secara biokimiawi. Sifat biokimia dari spesies Enterobacter dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Sifat biokimia dari spesies Enterobactera (Nazarowec-White dan Farber; 1997) Reaksib Uji E. E. E. E. E. sakazakii cloacae aerogenes agglomerans gergoviae Lysine decarboxylase
-
-
+
-
+
Arginine dihydrolase
+
+
-
-
-
Ornithine decarboxylase
+
+
+
-
+
KCN, tumbuh pada
+
+
+
V
-
sucrose
+
+
+
(+)
+
dulcitol
-
(-)
-
(-)
-
adonitol
-
(-)
+
-
-
+
+
+
V
+
-
+
+
V
-
x-methylD-glucoside
+
(+)
-
-
-
D-arabitol
-
(-)
+
-
+
+
-
-
(+)
-
Fermentasi raffinose D-sorbitol
Yellow pigment a
Diadaptasi dari Farmer & Kelly, 1992. Dimana + menunjukkan 90-100% positif; (+) : 75-89% positif; v: 25-74% positif; (-): 10-24% positif; -: 0-9% positif b
Beberapa uji biokimia pada perangkat API 20E ini antara lain reaksi asam amino dekarboksilasi (ADH hingga ODC) dan fermentasi karbohidrat (GLU hingga ARA). Asam amino yang diuji antara lain arginin, lisin, dan ornithin. Reaksi dekarboksilasi dapat dilihat melalui reaksi basa (warna merah pada indikator pH yang digunakan). Karbohidrat-karbohidrat yang diuji antara lain glukosa, mannitol, inositol, sorbitol, rhamnosa, sukrosa, melibiosa, amygladin,
29
dan arabinosa. Fermentasi ditunjukkan dengan reaksi asam (warna kuning pada indikator). Produksi Hidrogen disulfida
(H2S) dan hidrolisis gelatin (GEL)
terlihat dari terbentuknya warna hitam di seluruh sumur. Reaksi positif untuk triptopan deaminase (TDA) ditunjukkan dengan warna coklat kemerahan bila ditambahkan perak klorida; dimana hasil yang positif berkorelasi dengan reaksi lisin dan fenilalanin deaminase yang merupakan karakteristik dari Proteus, Morganella, dan Providencia (Lindquist, 2001). Untuk dapat memunculkan angka persentase kemiripan, analisis tambahan seperti uji oksidase (OX),
reaksi
terhadap NO2, N2, motilitas (MOB), kemampuan tumbuh pada Mc Conkey agar (McC), oksidasi glukosa (OF-O), dan fermentasi glukosa (OF-F) ditentukan berdarkan sifat E.sakazakii pada literatur (Nazarowec-White & Farber 1997; FDA, 2002).
Analisis Keragaman Genetik E.sakazakii Isolasi dan Pemurnian DNA Genom. Untuk analisis keragaman genetik ini sebagai pembanding digunakan isolat E.sakazakii ATCC 352/7, dan 7 isolat hasil isolasi dari beberapa susu formula yang dilakukan oleh Estuningsih et al. (2006). Masing-masing isolat ditumbuhkan pada media NB selama 48 jam. Sel bakteri dipanen dengan cara melakukan sentrifugasi kultur biakan bakteri (2 ml) pada 18000 rpm selama 3 menit. Pelet yang diperoleh diresuspensi dalam 200 µl bufer TE dengan menggunakan vorteks, kemudian ditambahkan 50 µl SDS 10% dan dicampur dengan hati-hati dengan cara membalikkan tabung beberapa kali sampai suspensi terlihat jernih. Sejumlah 10 µl proteinase-K (10 mg/ml) ditambahkan kemudian diinkubasi pada 37oC selama 1 jam. Setelah 1 jam, ditambahkan 80 µl CTAB/NaCl (10% CTAB dalam 0.7 M NaCl) kemudian inkubasi pada 65oC selama 20 menit. Campuran Phenol: Chloroform: Isoamilalcohol (PCIA) (25:24:1) dengan volume yang sama dengan volume campuran sebelumnya ditambahkan dan dilakukan pencampuran dengan vorteks selama 2 menit. Kemudian dilakukan sentrifugasi pada 13500 rpm selama 10 menit untuk memisahkan fase campuran. Fase cairan (top layer) dipindahkan ke tabung eppendorf 1.5 ml yang baru, kemudian ditambahkan dengan campuran Chloroform: Isoamil alcohol (CIA)
30
(24:1) dengan volume yang sama. Pencampuran dilakukan dengan membolakbalik tabung beberapa kali, kemudian disentrifugasi kembali pada 13500 rpm selama 10 menit hingga diperoleh kembali fase terpisah. Fase cairan (top layer) dipindahkan kembali ke tabung eppendorf 1.5 ml yang baru. Kemudian ditambahkan 0.1 volume sodium asetat (3M) dan isopropanol dengan volume yang sama dan dilakukan pencampuran dengan membolak-balikkan tabung beberapa kali. Tabung diinkubasi pada –20oC selama 1 jam atau pada -80o C selama 15 menit, kemudian presipitasi DNA dilakukan dengan sentrifugasi pada 13500 rpm selama 10 menit. Supernatan hasil sentrifugasi dibuang, kemudian ditambahkan 500 µl etanol (70%) dan tabung dibolak-balikkan beberapa kali. Setelah itu dilakukan sentrifugasi kembali pada 13500 rpm selama 10 menit. Pelet DNA dikeringkan dengan meletakkannya dengan kondisi tabung terbuka pada laminar air flow selama 15 menit kemudian diresuspensi dalam100 µl TE atau akuades steril. Untuk penyimpanan jangka panjang, larutan DNA disimpan pada suhu 20oC. Verifikasi DNA dilakukan dengan elektroforesis dengan gel agarosa 1.5% pada 120 V dengan menggunakan 1x bufer TAE. Gel kemudian diwarnai dengan Ethidium Bromida (EtBr) dan divisualisasikan pada 302 nm (Geldoc XR, Biorad).
Elektroforesis Gel Agarosa. DNA genom bakteri yang berukuran besar (0.1 – 20 kb) dapat dipisahkan dengan elektroforesis gel agarosa. DNA merupakan molekul bermuatan negatif sehingga bila diletakkan di medan listrik maka DNA akan bermigrasi dari kutub negatif ke kutub positif. Kecepatan pergerakan DNA tergantung pada ukuran molekul DNA, kerapatan gel, dan arus listrik yang diberikan untuk memigrasikan molekul DNA. Sebelum dilakukan elektroforesis, suspensi DNA dicampur dengan penyangga muatan berwarna (loading dye) yang berfungsi untuk menambah densitas sehingga DNA berada di bagian bawah sumur. Pewarna (loading dye) ditambahkan untuk memudahkan peletakan sampel DNA ke dalam sumur. Loading dye juga berfungsi agar DNA dapat bergerak ke arah anoda dengan laju yang diperkirakan sehingga dapat digunakan sebagai tanda migrasi DNA (Brown 1992).
31
Visualisasi DNA dilakukan dengan mewarnai DNA yang ada pada gel dengan EtBr (0.5 µg/ml). Gel hasil elektroforesis direndam dalam larutan EtBr selama 30 menit, kemudian gel dibilas dengan akuabides maksimal selama tak lebih dari 5 menit. Setelah itu gel diamati di bawah sinar ultra violet dengan menggunakan GelDoc-XR (Bio-rad). EtBr dapat berinteraksi diantara pasangan basa pada DNA dan menangkap sinar ultra violet sehingga pendaran dari ultra violet dapat terlihat. Pita DNA dapat dilihat dengan menyinari gel dengan sinar UV pada UV transiluminator (Brown 1992). Amplifikasi dan Sekuensing Gen 16S rRNA. Gen 16S rRNA E.sakazakii diamplifikasi dengan menggunakan dua tahapan PCR (Polymerase Chain Reaction). Untuk mengamplifikasi segmen pertama yang berukuran 977 pasang basa (bp) digunakan primer 16 SUNI-L dan Saka-2b. Untuk amplifikasi segmen berikutnya (408 bp), digunakan primer ESA-1 dan 16SUNI-R. Primer 16SUNI-L dan 16SUNI-R (Kuhner et al., 1996) digunakan untuk basa 8-28 dan basa 1392-1411 dimana merupakan sekuen gen 16S rRNA dari Escherichia coli (akses NCBI no. J01859). Proses amplifikasi dengan PCR dilakukan menggunakan 50 µl campuran reaktan yang masing-masing mengandung masing-masing 1 µl primer forward dan reverse (20 pmol/µl), 25 µl PCR Master Mix (Fermentas) yang terdiri dari 0.05 U/µl Taq DNA polimerase, PCR bufer, MgCl2, dan dNTP (masing-masing 0.4 mM dATP, dCTP, dGTP, dan dTTP); akuabides steril; DNA template yang merupakan hasil isolasi DNA genom, dan akuabides steril. Volume DNA cetakan bervariasi tergantung pada konsentrasi DNA yang diperoleh. Protokol PCR yang digunakan adalah pre-PCR (94oC, 4 menit), denaturasi (94oC, 50 detik), penempelan primer (57oC, 1 menit), elongasi atau pemanjangan primer (72oC, 50 detik) dan post-PCR (72o C, 4 menit) dengan siklus sebanyak 30 kali. Sebanyak 9 μl hasil PCR dielektroforesis pada gel agarosa 1.5% (w/v), dengan menggunakan bufer 1x TAE pada voltase 110. Hasil PCR dimurnikan melalui kolom dengan QiaQuick PCR Purification Kit (QIAGEN, USA). Pemurnian produk PCR perlu dilakukan untuk mengurangi pengotor-pengotor berupa Mg2+ , DNA template, dan dNTP yang berlebih yang
32
dapat
mengganggu
proses
perunutan
basa
nukleotida
sehingga
dapat
menimbulkan kesalahan dalam pembacaan hasil sekuensing (Applied Biosystem, 2002). Gen penyandi 16S rRNA yang telah diisolasi dan dimurnikan selanjutnya di-sekuensing dengan menggunakan ABI PRISM™ 3100-Avant Genetic Analyzer dengan 4-Capillary System (Applied Biosystem), dimana tahapan ini dilakukan di PT Charoen Pokphand Indonesia. Hasil sekuensing diolah dengan program BioEdit kemudian dibandingkan dengan data sekuen yang ada di Bank Gen. Analisis sekuen dilakukan dengan menggunakan program BLAST dari NCBI (the National Center of Biotechnology Information) pada situs http://www.ncbi.nih.gov dan program MEGA (Molecular Evolutionary Genetics Analysis)) 4 untuk membentuk pohon filogeni. Pengaruh Suhu Air Rekonstitusi terhadap E.sakazakii Rekonstitusi adalah proses persiapan susu formula atau makanan bayi yang berbentuk bubuk dengan cara mencampurkannya dengan air sehingga susu bubuk atau makanan bayi tersebut siap dikonsumsi. Uji pengaruh rekonstitusi terhadap keberadaan E.sakazakii dilakukan pada berbagai suhu air yakni 4oC, 40oC, 70oC, dan 100oC. Setelah rekonstitusi juga dilakukan pengujian terhadap pertumbuhan E.sakazakii selama hang time atau jeda antara rekonstitusi hingga susu dikonsumsi pada susu yang direkonstitusi dengan air bersuhu 70oC. Tahapan pada penelitian ini terdiri dari persiapan kulur kerja, simulasi rekonstitusi, dan hang time. Persiapan kultur kerja. Masing-masing isolat E.sakazakii yang diperoleh ditumbuhkan pada 10 ml BHI dan diinkubasi pada 37oC selama 24 jam. Isolat sel E.sakazakii yang ditumbuhkan pada BHI dicampurkan dengan susu skim 12% yang sudah dipasteurisasi hingga tercampur secara homogen kemudian dikeringkan dengan menggunakan
freeze drier selama 48 jam. Sebelum
dimasukkan ke dalam freeze drier dilakukan plating untuk mengetahui jumlah sel awal. Setelah diperoleh sel berbentuk kering beku kemudian dicampurkan pada 100 g susu skim bubuk yang telah terlebih dahulu dipasteurisasi pada suhu 65oC selama 30 menit, yang ditempatkan pada botol bertutup berukuran 500 ml. Botol
33
yang berisi susu bubuk dan kultur kering beku tersebut ditutup dengan rapat. Selanjutnya dilakukan pengocokan (shaking) selama 2 menit. Sebanyak masingmasing 10 g susu yang diinokulasi dicampur dengan 90 ml media BPW. Jumlah E.sakazakii pada susu terinokulasi ini dihitung dengan plating pada DFI sebagai jumlah susu bubuk sebelum direkonstitusi. Masing-masing cawan diinkubasi pada 37oC selama 24 jam.
Pengaruh Suhu Air Rekonstitusi dalam Penyiapan Susu Formula. Susu skim yang telah dicampur dengan isolat E.sakazakii pada tahap persiapan direkonstitusi dengan menggunakan akuades steril dengan suhu yang berbedabeda. Suhu rekonstitusi yang digunakan adalah 100oC, 70oC, 40oC, dan 4oC. Sebanyak 10 g susu terinokulasi direkonstitusi dengan akuades steril sehingga volume larutan adalah 100 ml. Masing-masing tahapan rekonstitusi dienumerasi dengan menggunakan media DFI. Uji Hang Time. E.sakazakii yang bertahan dalam susu bubuk yang telah direkonstitusi dengan air bersuhu 70oC di atas diuji perilakunya selama masa hang time-nya. Jumlah E.sakazakii dienumerasi dalam selang waktu hang time 2 jam, 4 jam, dan 8 jam dengan menggunakan medium DFI.
34
HASIL DAN PEMBAHASAN
Isolasi Enterobacter sakazakii dari Susu Formula dan Makanan Bayi Isolasi E.sakazakii dilakukan dari beberapa sampel susu formula dan makanan bayi yang ditujukan untuk bayi yang berusia di bawah 6 bulan. Penggunaan sampel yang ditujukan untuk bayi di bawah 6 bulan dikarenakan bayi pada usia ini merupakan kelompok beresiko tinggi terhadap E.sakazakii. Hasil isolasi bakteri ini dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Hasil isolasi E.sakazakii pada beberapa media Sampel ke1
2
3
4
5
6
Kode sampel YR a1
BPW +++
YR a2
+++
YR a3
+++
YR b1
+++
YR b2
+++
YR b3
+++
YR c1
+++
YR c2
+++
YR c3
+++
YR d1
++
YR d2
++
YR d3
++
YR e1
+
YR e2
+
YR e3
+
YR f1
++
YR f2
++
YR f3
++
Pertumbuhan pada media isolasi EE broth VRBG DFI ++ + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + ++ + + + + + -
TSA
+ +
35
Tabel 4. Hasil isolasi E.sakazakii pada beberapa media (lanjutan) Sampel ke7
8
9
10
11
12
13
14
Kode sampel YR g1*
BPW ++
YR g2*
++
YR g3
++
YR h1
++
YR h2
++
YR h3
++
YR i 1
++
YR i 2
+++
YR i 3
+++
YR j1
++
YR j2
++
YR j3
++
YR k1
++
YR k2
++
YR k3
++
YR l1
++
YR l2
++
YR l3
++
YR m1
+++
YR m2
+++
YR m3
+++
YR n1
++
YR n2
++
YR n3
++
Pertumbuhan pada media isolasi EE broth VRBG DFI TSA + + + + + + + + + + + + + + + + + ++ + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + Koloni putih* + + + ++ + + + + + + + + ++ -
36
Tabel 4. Hasil isolasi E.sakazakii pada beberapa media (lanjutan) Sampel ke15
16
17
18
19
20
21
22
Kode sampel YR o1
BPW ++
YR o2
++
YR o-3
++
YR p1
++
YR p2
++
YR p3
++
YR q1
++
YR q2
++
YR q3
++
YR r1
++
YR r2
++
YR r3
++
YR s1
++
YR s2
++
YR s3
++
YR t1
++
YR t2
++
YR t3
++
YR u1
++
YR u2
++
YR u3
++
YR v1
++
YR v2
++
YR v3
++
Pertumbuhan pada media isolasi EE broth VRBG DFI + + + + + + + + + + + + + + + ++ + + + + + + + + + + + + + + + + + + ++ + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + -
TSA
+ +
37
Tabel 4. Hasil isolasi E.sakazakii pada beberapa media (lanjutan) Sampel ke23
24
25
Kode sampel YR w1
BPW ++
YR w2
++
YR w3
++
YR x1
++
YR x2
++
YR x3
++
YR y1
++
YR y2
++
YR y3
++
Pertumbuhan pada media isolasi EE broth VRBG DFI + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + -
TSA + + + +
Keterangan : * = isolat terkontaminasi pada saat penyimpanan = tidak dilakukan pengujian lebih lanjut +++ = pada BPW terbentuk gumpalan dan bau menyegat ++ = pada BPW terbentuk gumpalan; pada EE broth terjadi perubahan warna + = pada BPW terbentuk endapan; pada EE broth terjadi kekeruhan; pada DFI terbentuk koloni tipikal hijau kebiruan; pada TSA terbentuk koloni kuning kecuali pada YR m1 - = tidak terdapat pertumbuhan koloni Proses isolasi diawali dengan tahap pra pengkayaan dengan media BPW. Tahap ini dilakukan karena jumlah E.sakazakii yang mungkin terdapat pada susu formula atau makanan bayi diperkirakan rendah yaitu berkisar antara 0.22 hingga 1.61/100 g produk (Santos 2006). Pertumbuhan bakteri pada BPW yang sudah diinkubasi selama 24 jam pada 37oC ditunjukkan dengan adanya koagulasi, produksi gas, dan bau. Tahap pengkayaan lanjutan pada EE broth dilakukan untuk memberikan kondisi yang lebih ideal bagi pertumbuhan E.sakazakii dan Enterobacter lainnya. Penelitian yang dilakukan oleh Oh et al. (2006) menunjukkan bahwa EE broth merupakan media pengkayaan selektif untuk E.sakazakii
karena pada media
tersebut terkandung dekstrosa untuk mendukung pertumbuhan dari sebagian besar Enterobacteriaceae serta dapat membantu pertumbuhan organisme yang bersifat
38
laktosa-negatif, namun media ini juga mengandung bahan selektif berupa garam empedu dan brillian green untuk menekan pertumbuhan bakteri Gram positif (Iversen & Forsythe 2007). Beberapa isolat yang ditumbuhkan pada EE broth dapat mengubah warna media dari hijau bening menjadi keruh, beberapa isolat mengubah media menjadi kuning, dan beberapa menunjukkan pembentukan lendir. Isolasi pada VRBG agar menunjukkan pertumbuhan pada sebagian sampel dan sebagian sampel lainnya tidak terlihat adanya pertumbuhan. Tidak adanya pertumbuhan menunjukkan bahwa tidak terdapat Enterobaceriaceae pada sampel tersebut karena pada media VRBG terkandung bahan selekif berupa garam empedu. Pertumbuhan yang terjadi pada VRBG dapat dilihat dari pembentukan koloni yang menggumpal yang berwarna ungu bergradasi ke oranye atau kuning. Koloni yang menggumpal tersebut menandakan terjadinya presipitasi dari garam empedu. Koloni yang positif pada VRBG selanjutnya digoreskan pada DFI, sementara sampel yang tidak menunjukkan pertumbuhan pada VRBG (negatif) dihentikan pengujiannya. Isolat yang menunjukkan koloni tipikal E.sakazakii pada media DFI (berwarna hijau kebiruan) antara lain YR c3a, YR g1a, YR g1b, YR g 2a, YR g 2b, YR k 1b, YR k2a, YR k2b, YR k3a, YR k3b, YR m1, YR t2a, YR t2b, YR w1, dan YR w3. Isolat YR c3a, YR g1a, YR g1b, YR g2a, YR g2b, YR t2a, dan YR t2b berasal dari manufaktur A. Isolat YR k2a, YR k2b, YR k3a, YR k3b, YR w1, dan YR w3 berasal dari manufaktur B. Sedangkan isolat YR m1 berasal dari produk dari manufaktur C namun diproduksi oleh manufaktur A. Pada proses isolasi, beberapa koloni yang tumbuh pada VRBG tidak dapat tumbuh pada DFI atau dapat tumbuh namun tidak menunjukkan koloni tipikal sebagai E.sakazakii melainkan membentuk koloni lainnya yang berwarna bening seperti pada isolat YR a1, YR a2, YR c1, YR c2, YR m1, YR m2, YR m3, YR n1, YR n2, YR p1, YR p2, YR p3, YR q1, YR q2, YR q3, YR t3, YR u3, YR v1, YR v2, YR v3, YR x1, YR x2, YR x3, dan YR y3. Hal ini menunjukkan bahwa pada sampel produk-produk tersebut masih terdapat cemaran Enterobacteriaceae. Koloni tipikal pada DFI yang berwarna hijau kebiruan selanjutnya digoreskan pada TSA, sedangkan koloni yang bening dihentikan pengujiannya.
39
Pada metode FDA (2002) penggoresan pada TSA dilakukan setelah penggoresan pada VRBG, namun karena tidak semua E.sakazakii berpigmen kuning, seperti yang dilaporkan oleh Farmer (1980) yang menyatakan bahwa beberapa galur E.sakazakii produksi pigmen sangat dipengaruhi oleh suhu, maka untuk menghindari kesalahan negatif pada saat isolasi digunakan media DFI yang bersifat kromogenik sebelum TSA. Hasil pengujian menunjukkan bahwa semua isolat yang menunjukkan koloni tipikal sebagai E.sakazakii pada DFI menunjukkan pertumbuhan koloni yang berwarna kuning pada TSA, kecuali isolat YR m1 yang menghasilkan koloni putih pada TSA. Berdasarkan hasil isolasi E.sakazakii ini dapat dinyatakan bahwa dari 25 kemasan susu formula dan makanan bayi diperoleh 6 sampel yang menghasilkan isolat yang memiliki koloni tipikal sebagai E.sakazakii. Isolat-isolat yang menunjukkan koloni tipikal di media DFI dan TSA kemudian diuji secara biokimia menggunakan perangkat API 20E. Selain itu morfologi isolat juga diamati dengan menggunakan mikroskop. Hasil pengamatan mikroskop dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Penampakan E.sakazakii secara morfologi di bawah mikroskop dengan pembesaran 1000x. Sel berwarna merah yang menunjukkan bakteri Gram negatif dan berbentuk batang pendek. Secara mikroskopis dapat dikatakan bahwa isolat sudah homogen yang ditunjukkan dengan sel berbentuk batang dan bersifat Gram negatif. Beberapa isolat mati selama penyimpanan sehingga yang tersisa hanya 8 isolat yaitu YR c3a, YR t2a YR t2b, YR k1b, YR k2a, YR k3a, YR w1, dan YR w3, dimana 8 isolat tersebut berasal dari 4 produk yang berbeda yaitu sampel 3, sampel 11, sampel 20, dan sampel 23.
40
Karakterisasi Sifat Fenotipik Isolat Sifat fenotipik isolat yang diamati melalui sifat biokimianya dianalisis dengan program apiweb™ (Lampiran 3). Untuk dapat memunculkan angka persentase kemiripan, analisis tambahan ditentukan berdasarkan sifat E.sakazakii. Uji oksidase (OX) dinilai negatif karena E.sakazakii bersifat oksidase negatif, reaksi terhadap NO2 adalah positif, reaksi terhadap N2 adalah negatif. E.sakazakii bersifat motil sehingga pengujian motilitas (MOB) adalah positif. Berdasarkan hasil-hasil di atas maka identifikasi biokimiawi dengan perangkat API 20E dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Hasil analisis uji biokimia E.sakazakii dengan menggunakan program apiweb™ Kode Produk YR c3a YR t2a YR t2b YR k1b YR k2a YR k3a YR w 1 YR w 3 E.sakazakii ATCC 352/7 *
**
Persentase kemiripan dengan E.sakazakii 18,5% 2,6% -* -** 98,4% 98,4% 98,4% 98,4% 98.4%
= kemiripan lebih sebagai E.amnigenus (90.0%) = kemiripan lebih sebagai Pantoea spp. (80.3%)
Berdasarkan Tabel 5, dapat dilihat bahwa 4 isolat menunjukkan kemiripan sebagai E.sakazakii secara biokimia sebesar 98.4%, yakni isolat YR k2a, YR k3a, YR w1, YR w3, yang sama seperti kontrolnya yaitu E.sakazakii ATCC 352/7. Sebanyak 2 isolat meskipun menunjukkan koloni tipikal pada DFI, namun dengan API 20E kemiripannya lebih ke arah Enterobacteriaceae lainnya, yaitu isolat YR c3a yang hanya memiliki 18.5% kemiripan dengan E.sakazakii dan kemiripannya lebih ke arah E.cloacae (81,4%) dan isolat YR t2a yang lebih memiliki kemiripan ke arah Enterobacter amnigenus yaitu sebesar 90.6% sementara kemiripan dengan E.sakazakii hanya sebesar 2.6%. Sebanyak 2 isolat lainnya tidak memiliki kemiripan secara biokimia dengan E.sakazakii yaitu isolat YR t2b yang lebih mirip sebagai E.amnigenus sebesar 90.0% serta YR k1b yang lebih mirip sebagai Pantoea spp 3 (80,3%) dibandingkan dengan E.sakazakii. Untuk memastikan
41
bahwa isolat yang diperoleh merupakan E.sakazakii dilakukan konfirmasi dengan pengujian secara genetik melalui PCR dan sekuensing. Analisis Keragaman Genetik E.sakazakii Isolasi DNA Genom DNA dari bakteri dapat dimurnikan dengan metode yang berbeda-beda bergantung pada apakah DNA merupakan kromosomal atau ekstra kromosom. Pada penelitian ini digunakan ekstraksi DNA kromosomal dimana ditambahkan sodium dodecyl sulphate (SDS) untuk menghancurkan (lisis) dinding sel dari bakteri. Pada tahap selanjutnya dilakukan penambahan enzim proteinase K untuk mendegradasi protein-protein pengotor yang terdapat pada isolat. Penambahan larutan
CTAB/NaCl
juga
sebagai
detergen
yang
dapat
membantu
menyempurnakan penghancuran dinding sel dari bakteri. Residu-residu pengotor seperti protein, oligopeptida, dan sisa-sisa dinding sel selanjutnya diekstrak dengan pelarut-pelarut organik seperti campuran fenol, kloroform, dan isoamil alkohol serta campuran antara kloroform dan isoamil alkohol yang berfungsi membantu denaturasi dan koagulasi protein (Taylor et al, 1993). Sebagian besar protein akan terdenaturasi dan memasuki fase organik atau akan terpresipitasi pada interfase antara fase organik dan fase aqueous. Fase aqueous yang bening dan mengandung DNA dapat dipindahkan ke tabung yang baru. Penambahan isopropanol serta perlakuan dingin dan penambahan garam dan asam dapat mengendapkan DNA pada fase aqueous tersebut sehingga membentuk sedikit endapan atau serabut-serabut yang berwarna putih. Penambahan etanol dapat mencuci DNA atau memisahkan DNA dari oligonukleotida-oligonukleotida kecil, sisa-sisa detergen, dan sisa-sisa pelarut organik yang digunakan untuk menghilangkan protein. Selanjutnya DNA yang diperoleh harus disimpan pada tempat yang bersuhu -20oC untuk menghindari dari kerja enzim nuklease. Pada penelitian ini, untuk masing-masing isolat bakteri dilakukan isolasi sebanyak 2 sampai 3 kali. Hasil isolasi DNA genom dapat diamati dengan elektroforesis gel agarosa. Hasil elektroforesis DNA genom hasil ekstraksi dapat dilihat pada Gambar 6.
42
Berdasarkan Gambar 6 dapat dilihat bahwa DNA genom E.sakazakii terdapat dalam bentuk DNA sirkular (nicked circle) yang berukuran lebih dari 10000 bp, DNA plasmid berbentuk utuh (supercoiled) yang berukuran 1200 bp, serta DNA plasmid yang berbentuk linier yang berukuran 2000 bp. Selain karena perbedaan ukurannya, laju migrasi DNA pada gel elektroforesis juga ditentukan oleh konformasi molekulnya. DNA dengan bentuk covalently closed circular (CCC) akan bergerak paling cepat, disusul berikutnya konformasi open circular (OC), dan yang terakhir adalah yang berbentuk linier. Oleh karena perbedaan konformasi menyebabkan perbedaan laju migrasi, maka penentuan ukuran suatu fragmen DNA selalu dilakukan pada konformasi linier (Currier & Nester, 1976) M 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
10000 bp 2000 bp 1000 bp
Gambar 6. Isolasi DNA genom total E.sakazakii dari kultur murni. Visualisasi DNA dilakukan pada gel agarosa 1.5%. Sampel terdiri atas; Marker 1kb (M), E.sakazakii ATCC 352/7 (1), E8 (2), E6 (3), E12 (4), YR t2a (5), YR t2b (6), YR c3a (7), YR w1 (8), YR w3 (9), YR k 1b (10), YR k2a (11), dan YR k3a (12). Sebelum diamplifikasi dengan PCR, hasil isolasi DNA genom diamati kemurniannya dengan melihat rasio absorbansi pada panjang gelombang 260 nm dan 280 nm, dimana batas kemurnian DNA adalah 1.8 – 2.0. Pada panjang gelombang 260 nm yang terdeteksi adalah material genetik DNA sedangkan pada panjang gelombang 280 nm yang terdeteksi adalah protein (Sambrook et al.1989). Pengamatan kemurnian DNA genom dapat dilihat pada Lampiran 4. Data pada Lampiran 4 menunjukkan bahwa DNA hasil isolasi belum murni. Ketidakmurnian DNA genom terlihat dari perbandingan absorbansi antara panjang gelombang 260 nm dengan panjang gelombang 280 nm yang tidak masuk dalam cakupan nilai 1.8 – 2.0. Perbandingan yang kurang dari 1.8 ataupun lebih
43
dari 2 menunjukkan bahwa preparasi DNA telah terkontaminasi oleh fenol atau protein lainnya (Brown 1992). Beberapa sampel juga menunjukkan hasil absorbansi negatif, sedangkan minimal pembacaan absorbansi adalah 0. Hal ini disebabkan oleh ketidakbersihan kuvet spektrofotometer itu sendiri. Hasil
pengamatan
spektrofotometri
digunakan
untuk
mengetahui
konsentrasi dari DNA hasil isolasi tersebut. Perhitungan konsentrasi DNA tersebut sangat penting bagi aplikasi pada tahap selanjutnya. Pemanfaatan informasi tersebut diantaranya untuk penentuan jumlah DNA saat pemotongan dengan enzim restriksi maupun penggunaan sebagai DNA cetakan pada saat PCR (Brown 1992).
Amplifikasi Gen 16S-rRNA dan Sekuensing Amplifikasi gen 16S rRNA dari isolat E.sakazakii pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pasangan primer 16SUNI-L/ Saka-2b (segmen 1) dan ESA1/16SUNI-R (segmen 2) menghasilkan produk PCR masing-masing berukuran 977 bp dan 408 bp. Pemilihan primer tersebut berdasarkan pada penelitian yang dilakukan oleh Hassan et al. (2007). Primer 16SUNI-L dan 16SUNI-R merupakan primer universal untuk sekuensing 16S rRNA Escherichia coli yang berturut-turut berlokasi pada basa 8-28 dan basa 1410-1391 (Kuhnnert et al.1996), sementara primer ESA1 dan Saka-2b merupakan primer
yang
didisain oleh Hassan et al. (2007) setelah melakukan pensejajaran antara sekuen E.sakazakii dengan Enterobacteriaceae lainnya dimana berada pada posisi basa 1006 – 1023 dan 1004 -1020 dari gen 16S rRNA E.coli. Alasan utama dari pemilihan primer tersebut yaitu karena Hassan et al. (2007) juga menggunakan isolat lokal E.sakazakii yang diisolasi oleh Estuningsih (2006) sehingga sekuen parsial yang diperoleh pada penelitian ini dapat dibandingkan dengan sekuen parsial E.sakazakii yang juga merupakan isolat lokal. Visualisasi pada amplifikasi E.sakazakii segmen 1 dapat dilihat pada Gambar 7 dan visualisasi hasil amplifikasi E.sakazakii segmen 2 dapat dilihat pada Gambar 8. Elektroforesis segmen 1 menggunakan marker berupa DNA ladder berukuran 1 kb, sedangkan elektroforesis segmen 2 menggunakan marker yang berupa DNA ladder berukuran 100 bp.
44
M 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
1000 bp
Gambar 7. Hasil amplifikasi E.sakazakii menggunakan pasangan primer 16SUNIL/Saka-2b. Visualisasi pita DNA dilakukan pada gel agarosa 1.5%. Sampel terdiri atas; Marker 1kb (M), E.sakazakii ATCC 352/7 (1), E4 (2), YR t2a (4), YR t2b (5), YR c3a (6), YR w1 (7), YR w3 (8), YR k1b (9), YR k2a (10), dan YR k3a (11). Lajur (1) dan (2) merupakan kontrol positif E.sakazakii. Berdasarkan Gambar 7 dapat dikatakan bahwa kedelapan isolat yang diperoleh pada penelitian ini adalah E.sakazakii karena dapat menghasilkan amplikon berukuran 977 bp dengan pasangan primer 16SUNI-L/ Saka-2b (segmen 1) sama seperti kontrol positifnya (E.sakazakii ATCC 352/7 dan E4) M 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
400 bp
Gambar 8. Hasil amplifikasi E.sakazakii menggunakan pasangan primer ESA1/16SUNI-R. Visualisasi pita DNA dilakukan pada gel agarosa 1.5%. Sampel terdiri atas; Marker 100 bp (M), E.sakazakii ATCC 352/7 (1), E4 (2), E8 (3), E12 (4), YR t2a (5), YR t2b (6), YR c3a (7), YR w1 (8), YR w3 (9), YR k1b (10), YR k2a (11), dan YR k3a (12). Lajur (1) – (4) merupakan kontrol positif E.sakazakii. Hasil amplifikasi dengan pasangan primer ESA-1/16SUNI-R (segmen 2) juga menunjukkan bahwa isolat yang diperoleh pada penelitian ini adalah
45
E.sakazakii seperti yang tervisualisasi pada Gambar 8. Hal ini karena isolat dapat menghasilkan amplikon yang sama dengan kontrolnya yaitu E.sakazakii ATCC 352/7, E4, E8, dan E12. Untuk memastikan persen kemiripan genotipik isolat dengan E.sakazakii berdasarkan gen 16S rRNA nya maka dilakukan sekuensing. Urut-urutan basa DNA (hasil sekuensing) dapat dilihat pada Lampiran 5. Hasil sekuensing dibandingkan dengan beberapa sekuen E.sakazakii yang ada pada GenBank dan dianalisis dengan program BLAST. Perbandingan dilakukan dengan sekuen-sekuen yang paling mirip (highly similar sequence) dengan Enterobacteriaceae. Berdasarkan hasil analisis program BLAST, sekuen parsial gen 16S rRNA isolat-isolat E.sakazakii pada penelitian ini memiliki kemiripan yang variatif dengan berbagai sekuen parsial E.sakazakii pada GenBank. Sekuen yang dijadikan acuan dalam perbandingan hasil sekuen antara lain E.sakazakii ATCC BAA-894, complete genome (nomor akses CP000783) dan sekuen parsial yang berasal dari isolat lokal E.sakazakii hasil amplifikasi oleh Hassan et al. (2007) yaitu gen 16S rRNA galur 6a, 10a, 39a, dan 39d (nomor akses berturut-turut AY624069,
AY624071, AY624070, dan AY624073).
Sekuen parsial isolat E.sakazakii yang dibandingkan adalah sekuen hasil amplifikasi segmen 1 yang menggunakan pasangan primer 16SUNI-L dan Saka2b. Hal ini dikarenakan sekuen E.sakazakii hasil isolasi Estuningsih et al. (2006) yang didaftarkan pada GenBank oleh Hassan et al. (2007) merupakan hasil amplifikasi sekuen parsial E.sakazakii segmen 1. Hasil perbandingan yang dilihat dari persen similaritas antara sekuen yang dijadikan acuan tersebut dapat dilihat pada Tabel 6. Seluruh isolat dapat dianalisis dengan sekuen yang sangat mirip dengan Enterobacteriaceae (highly similar sequence) kecuali untuk sekuen parsial isolat YR t2a yang menggunakan perbandingan dengan beberapa sekuen yang mirip (somewhat
similar
sequence)
karena
tidak
ditemukannya
sekuen
Enterobacteriaceae yang sangat mirip dengan isolat YR t2a tersebut dan isolat ini lebih
memiliki
kemiripan
dengan
sekuen
berbagai
bakteri
selain
Enterobacteriaceae. Hasil analisis dengan program BLAST dapat menunjukkan seberapa besar similaritas suatu sekuen tertentu dengan sekuen-sekuen yang
46
terdapat pada GenBank. Suatu sekuen dapat dikatakan homolog bila memiliki similaritas lebih dari 70% (Claverie & Notredame, 2007). Semakin besar persentase similaritas maka semakin dekat pula kekerabatan suatu organisme. Tabel 6. Perbandingan tingkat homologi gen 16S rRNA isolat E.sakazakii hasil isolasi menggunakan pasangan primer 16SUNI-L/Saka-2b dengan beberapa sekuen GenBank yang dianalisis menggunakan program BLAST Kode1 Isolat YR t2a YR t2b YR c3a YR w1 YR w3 YR k1b YR k2a YR k3a
Kemiripan dengan sekuen E.sakazakii pada GenBank Galur 6ab Galur 10ac Galur 39ad Galur 39de 92% 96% 96% 96% 96% 96% 96% 95% 95% 95% 96% 96% 89% 89% 89% 89% 94% 93% 93% 93% 93% 97% 97% 97% 96% 96% 96% 95% 95% 95% 95% 93% 93% 93% 93% 93%
ATCC BAA-894a
Keterangan: 1 Dianalisis dengan highly similar sequence terhadap Enterobacteriaceae kecuali pada isolat YR t2a yang menggunakan somewhat similar sequence pada program BLAST a = nomor akses CP000783 b = nomor akses AY624069 c = nomor akses AY624071 d = nomor akses AY624070 e = nomor akses AY626073 - = tidak ada kemiripan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa isolat YR t2a hanya memiliki kemiripan dengan genom lengkap (complete genome) E. sakazakii ATCC BAA894 (nomor akses CP000783) sebesar 92% dan tidak menunjukkan kemiripan yang signifikan dengan 4 sekuen parsial E.sakazakii yang diamplifikasi dengan menggunakan primer yang sama oleh Hassan et al. (2007). Tidak adanya kemiripan dilihat dari tidak munculnya sekuen tersebut pada saat dianalisis dengan program BLAST sebagai somewhat similar sequence. Isolat YR t2a memiliki similaritas lebih besar dengan genom lengkap Citrobacter koseri ATCC BAA-895 (nomor akses CP0082221) yaitu sebesar 95%. Meskipun demikian, sesuai dengan pernyataan Claverie & Notredame (2007) yang menyatakan bahwa suatu sekuen dapat dikatakan homolog bila memiliki similaritas lebih dari 70% maka dapat tetap dapat dikatakan bahwa isolat YR t2a merupakan isolat yang homolog dengan E. sakazakii.
47
Isolat YR t2b memiliki kemiripan sebesar 96% dengan genom lengkap E.sakazakii ATCC BAA-894 dimana kemiripan dengan sekuen parsial isolat lokal E.sakazakii galur 6a, 10a, 39a, dan 39d sama-sama sebesar 96%. Isolat YR c3a memiliki kemiripan 96% dengan sekuen genom lengkap E.sakazakii ATCC BAA894, dimana kemiripan dengan sekuen parsial isolat lokal E.sakazakii adalah 95% pada galur 6a , 10a, dan 39a serta 96% pada galur 39d. Isolat YR w1 memiliki kemiripan 96% dengan sekuen genom lengkap E.sakazakii ATCC BAA-894, dimana kemiripan dengan sekuen parsial isolat lokal E.sakazakii hanya sebesar 89% pada keempat galur pembanding tersebut. Isolat YR w3 memiliki kemiripan sebesar 94% dengan genom lengkap E. sakazakii ATCC BAA-894 sedangkan kemiripan dengan sekuen parsial isolat lokal E.sakazakii sebesar 93% pada keempat galur tersebut. Isolat YR k1b memiliki kemiripan sebesar 97% dengan genom lengkap E. sakazakii ATCC BAA-894 serta sekuen parsial isolat lokal E.sakazakii galur 6a dan 10a. Untuk galur 39a dan 39d, isolat YR k1b memiliki kemiripan sebesar 96%. Isolat YR k2a memiliki kemiripan sebesar 96% dengan genom lengkap E. sakazakii ATCC BAA-894, dan kemiripan sebesar 95% dengan keempat sekuen parsial isolat lokal E.sakazakii pembanding. Isolat YR k3a mempunyai kemiripan sebesar 93% baik terhadap sekuen genom lengkap E. sakazakii ATCC BAA-894 maupun dengan keempat galur sekuen parsial isolat lokal E.sakazakii. E.sakazakii ATCC BAA-894 merupakan genom lengkap E.sakazakii dari basa 1 hingga 4368373. Berdasarkan situs NCBI, isolat tersebut berasal dari susu formula pada bagian perawatan bayi baru lahir di rumah sakit yang terdapat infeksi E.sakazakii berdasarkan keterangan dari CDC (Centers for Disease Control and Prevention). Namun Asakura et al.(2007) menyatakan bahwa isolat E.sakazakii ATCC BAA-894 berasal dari manusia, namun tidak ada keterangan lebih lanjut mengenai asal isolat tersebut. Berdasarkan penelitian ini dapat dikatakan bahwa antara hasil uji biokimia (API 20E) dengan hasil amplifikasi gen 16S rRNA tidak saling mendukung. Hal ini dapat saja terjadi karena gen 16S rRNA merupakan gen yang spesifik terhadap spesies tertentu (species specific) sehingga meskipun isolat
48
merupakan spesies yang sama namun gen yang mengekspresikan sifat biokimia dari isolat tersebut bisa saja berbeda. Terdapatnya berbagai ragam isolat menyebabkan adanya usulan pengelompokan kembali E.sakazakii menjadi empat cluster (Iversen et al. 2004), sampai pada pengelompokan E.sakazakii ke dalam satu genus baru yaitu Cronobacter spp. yang juga memisahkannya menjadi 5 spesies baru yang dikelompokkan berdasarkan perbedaan dalam reaksi biokimianya (Iversen et al. 2007). Isolat YR t2a, YR t2b, YR c3a, dan YR k1b yang teridentifikasi dengan API 20E bukan sebagai E.sakazakii namun tetap memiliki kemiripan dengan E.sakazakii secara genotipik dapat dikelompokkan ke dalam E.sakazakii cluster 3 hasil pengelompokkan Iversen et al. (2004). Isolat sisanya yakni YR w1, YR w3, YR k2a, dan YR k3a yang secara biokimia dan genotipik teridentifikasi sebagai E.sakazakii
dapat
dikelompokkan
dalam
E.sakazakii
cluster
2
hasil
pengelompokan Iversen et al. (2004). Hal ini dikarenakan meskipun isolat memiliki kemiripan dengan E.sakazakii namun persentasenya tidak terlalu besar (keragamannya 1.6 hingga 1.9%). Untuk menentukan pengelompokan lebih lanjut isolat ke dalam spesies Cronobacter gen.nov perlu dilakukan pengujian secara biokimia lebih lanjut. Kekerabatan isolat hasil isolasi pada penelitian ini dengan beberapa sekuen parsial E.sakazakii dapat digambarkan dengan menggunakan dendogram. Pohon filogeni yang dibentuk berdasarkan metode neighbour joining dengan menggunakan program MEGA 4 dapat dilihat pada Gambar 9. Sekuen-sekuen acuan yang dipakai antara lain 4 sekuen parsial yang berasal dari isolat lokal E.sakazakii Estuningsih et al. (2006) yang diamplifikasi oleh Hassan et al. (2007) yakni sekuen parsial E.sakazakii galur 6a gen 16S rRNA (nomor akses AY624069), sekuen parsial E.sakazakii galur 10a gen 16S rRNA (nomor akses AY624071), sekuen parsial E.sakazakii galur 39a gen 16S rRNA (nomor akses AY624070), sekuen parsial E.sakazakii galur 39d gen 16S rRNA (nomor akses AY624073). Selain itu digunakan juga beberapa sekuen parsial E.sakazakii lainnya dari GenBank sekuen parsial E. sakazakii gen 16S rRNA galur ATCC 51329 (nomor akses AY752937), sekuen parsial E. sakazakii gen 16S rRNA galur E796 (nomor akses EF059876), sekuen parsial E.sakazakii gen
49
16S rRNA galur E627 (nomor akses EF059856), sekuen parsial E.sakazakii gen 16S rRNA galur E775 (nomor akses EF059873), sekuen parsial E.sakazakii gen 16S rRNA galur E768 (nomor akses EF059871), sekuen parsial E.sakazakii gen 16S rRNA galur E761 (nomor akses EF059870), sekuen parsial E.sakazakii gen 16S rRNA galur E739 (nomor akses EF059867), sekuen parsial E.sakazakii gen 16S rRNA galur E736 (nomor akses EF059866), sekuen parsial E.sakazakii gen 16S rRNA galur E632 (nomor akses EF059857), sekuen parsial E.sakazakii gen 16S rRNA galur E627 (nomor akses EF059856), sekuen parsial E. sakazakii gen 16S rRNA galur v266 (nomor akses EF088350), dan sekuen parsial Enterobacter sakazakii gen 16S rRNA (nomor akses AB004746). E.sakazakii ATCC 51329 (AY752937) E.sakazakii galur E627 (EF059856) E.sakazakii galur E739 (EF059867) E.sakazakii galur E761 (EF059870) E.sakazakii galur E768 (EF059871) E.sakazakii galur E775 (EF059873) E.sakazakii galur 39d (AY624073) E.sakazakii galur 39a (AY624070) E.sakazakii galur E736 (EF059866) E.sakazakii galur 6a (AY624069) E.sakazakii galur 10a (AY624071) E.sakazakii (AB004746) E.sakazakii galur E796 (EF059876) E.sakazakii galur E632 (EF059857) E.sakazakii YR k2a E.sakazakii YR w1 E.sakazakii YR k3a E.sakazakii YR c3a E.sakazakii YR w3 E.sakazakii YR t2b E.sakazakii YR k1b E.sakazakii YR t2a
2
Gambar 9. Dendogram Neighbour-Joining berdasarkan sekuen parsial 16S rRNA pada isolat E.sakazakii hasil isolasi dengan beberapa sekuen parsial E.sakazakii pada GenBank Bar menunjukkan keragaman sekuen.
50
Berdasarkan dendogram dapat dilihat bahwa E.sakazakii hasil isolasi pada penelitian ini berada pada sub cluster yang berbeda dengan isolat lokal E.sakazakii (galur 6a, 10a, 39a, dan 39d) Estuningsih et al. (2006) yang diamplifikasi oleh Hassan et al. (2007). Hal ini menunjukkan bahwa isolat yang diisolasi pada penelitian ini meskipun sama-sama merupakan isolat lokal E.sakazakii namun tetap memiliki perbedaan dalam penempatan cluster nya. Isolat YR k2a dan YR w1 berada pada cluster yang sama dengan isolatisolat E.sakazakii dari GenBank (termasuk isolat lokal Estuningsih et al. (2006)), yang selanjutnya disebut sebagai cluster 1. Isolat YR k3a, YR c3a, YR w3, dan YR t2b
berada pada cluster yang berbeda dengan cluster 1, namun masih
berkerabat dekat, selanjutnya disebut sebagai cluster 2, isolat YR k1b dapat dikelompokkan menjadi suatu cluster tersendiri (cluster 3). Pada dendogram dapat dilihat bahwa isolat YR t2a merupakan outgroup dari isolat-isolat E.sakazakii hasil isolasi pada penelitian ini. Hal ini sejalan dengan hasil analisis program BLAST yang menunjukkan bahwa isolat YR t2a lebih memiliki kemiripan dengan C.koseri (similaritas 95%) daripada dengan E.sakazakii (92%). Isolat YR t2a dan YR t2b merupakan isolat yang berasal dari kemasan yang sama, hal ini menunjukkan bahwa terdapat dua filogeni pada satu kemasan susu formula. Hal serupa juga diemukan oleh Lehner et al. (2004) yang menemukan perbedaan filogenik setelah membandingkan sekuen gen 16S rRNA pada 13 galur E.sakazakii. Adanya perbedaan filogeni tersebut diduga berasal dari sumber kontaminasi bakteri yang berbeda pada tahap manufaktur.
Pengaruh Suhu Rekonstitusi terhadap E.sakazakii Persiapan Kultur. Isolat yang digunakan pada pengujian ini adalah sebanyak 16 isolat yaitu E.sakazakii ATCC 352/7; 7 isolat dari Estuningsih (2006) yaitu E1, E2, E3, E4, E5, E6, dan E7; serta 8 isolat hasil isolasi pada penelitian ini yaitu YR c3a, YR t2a, YR t2b, YR k1b, YR k2a, YR k3a, YR w 1, dan YR w3. Tahap persiapan dilakukan dengan metode pengeringan beku (freeze dry) diharapkan untuk mendapatkan isolat dalam bentuk kering sehingga dapat dicampurkan ke dalam susu bubuk sebagai simulator. Pemilihan metode kering beku juga dilakukan dengan harapan mendapat jumlah E.sakazakii yang cukup
51
tinggi sebagai jumlah awal sebelum rekonstitusi. Kondisi yang ekstrim diciptakan unuk melihat seberapa besar pengaruh suhu rekonstitusi tersebut terhadap E.sakazakii. Jumlah E.sakazakii dalam susu bubuk sebelum rekonstitusi dapat dilihat pada Tabel 7. Untuk melihat besar penurunan log CFU/ml antara susu terinokulasi sebelum rekonstitusi dan sesudah direkonsitusi, maka pada kondisi sebelum rekonstitusi, yang mana data tersedia dalam bentuk log CFU/g, maka angka sebelum rekonstitusi merupakan konversi dari log CFU/g ke log CFU/ml yang diperoleh dari perhitungan secara matematis. Karena jumlah susu terinokulasi yang direkonstitusi adalah 10g dan air yang merekonstitusi membuat volume susu terekonstitusi adalah 100 ml maka jumlah awal inokulum yang terdapat pada susu sebelum direkonstitusi adalah 1 log di bawah jumlah awalnya yang diperoleh dalam log CFU/g. Pengamatan plating susu terinokulasi selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 6. Tabel 7. Jumlah E.sakazakii dalam susu bubuk pasca inokulasi sebelum rekonstitusi Kode isolat ATCC 352/7 E1 E2 E3 E4 E5 E6 E7 YR t 2a YR t 2b YR c 3a YR k 1b YR k 2a YR k 3a YR w1 YR w3
Jumlah E.sakazakii (log CFU/g) 5,72 5,75 6,86 6,71 5,93 6,85 6,30 6,35 8,13 7,02 7,05 7,72 6,76 8,22 6,55 6,47
52
Simulasi Rekonstitusi dalam Penyiapan Susu Formula. Susu bubuk yang telah dicampur E.sakazakii dalam jumlah tertentu (Tabel 7) direkonstitusi di berbagai suhu yang berbeda untuk melihat seberapa besar pengaruh rekonstitusi terhadap susu yang mengandung E.sakazakii. Rekonstitusi dilakukan pada suhu 100oC, 70oC, 40oC, dan 4oC. Pada rekonstitusi 100oC plating dilakukan pada tingkat pengenceran 100 – 102 karena diduga jumlah E.sakazakii yang bertahan akan sangat rendah (< 2.5 x 102). Hasil penelitian menunjukkan bahwa seluruh isolat tak terdeteksi bila direkonstitusi dengan suhu 100o C kecuali isolat E2 dan YR w3 yang masing-masing masih menyisakan bakteri sebesar 1.15 x 101 CFU/ml dan 1 CFU/ml (< 2.5 x 102). Namun jumlah tersebut tidak bisa dianggap akurat mengingat limit deteksi pada metode plating adalah 2,5 x 102 dan jumlah tersebut jauh di bawah dosis infeksi yang dapat ditimbulkan oleh E.sakazakii. Data pengamatan rekonstitusi suhu 100oC dapat dilihat pada Lampiran 7. Hal ini menunjukkan bahwa E.sakazakii mudah terbunuh dengan suhu rekonstitusi 100oC. Pengaruh rekonstitusi diuji lagi dengan suhu 40oC terhadap E.sakazakii dapat dilihat pada Gambar 10 dan besar penurunan log akibat rekonstitusi 40oC dapat dilihat pada Gambar 11. Data pengamatan rekonstitusi suhu 40oC
w 1
w 3 YR
k3 a
YR
k2 a
YR
k1 b
YR
c3 a
YR
t2 a
t2 b
YR
YR
E7
E6
E5
E4
E3
E2
YR
AT C C
E1
8 7 6 5 4 3 2 1 0 35 2/ 7
log CFU/ml
selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 8.
kode isolat sebelum rekonstitusi (terhitung)
setelah rekonstitusi (plating)
Gambar 10. Pengaruh rekonstitusi dengan air bersuhu 40oC terhadap E.sakazakii
53
ATCC 352/7
2,5 1,92
penurunan log CFU/m
2
E1 E2
1,44
1,5
E3 E4
1
0,84
0,78
E5
0,71
E6 0,5
E7 -0,01
0
-0,01
YR t2a
0 -0,08
-1
-0,11
-0,27
-0,5
YR c3a -0,52
-0,69 -0,69 -1
YR t2b YR k1b
-1
YR k2a YR k3a
-1,5
kode isolat
YR w1 YR w3
Gambar 11. Perubahan jumlah E.sakazakii setelah rekonstitusi dengan air bersuhu 40oC Perubahan jumlah E.sakazakii pada susu mengandung E.sakazakii yang direkonstitusi pada suhu 40oC berbeda-beda antara isolat satu dengan isolat lainnya. Sebagian besar isolat justru mengalami kenaikan jumlah E.sakazakii setelah direkonstitusi pada suhu 40oC seperti pada isolat E2, E3, E4, E5, E6, E7, YR t2b, YR c3a, YR k2a, dan YR w3 meskipun kenaikannya tidak terlalu besar yaitu maksimum 1 siklus log. Hal ini diduga karena suhu 40oC termasuk dalam suhu optimum pertumbuhan E.sakazakii dimana menurut Iversen et al. (2004) bahwa suhu optimum pertumbuhan E.sakazakii berada pada kisaran 37oC hingga 43oC, sehingga dengan rekonstitusi pada suhu 40oC tidak memberikan pengaruh berarti terhadap kematian E.sakazakii. Faktor lain yang berkontribusi adalah keterbatasan dalam metode plating, selain itu juga karena jumlah awal sel bakteri sebelum direkonstitusi berasal dari perhitungan, bukan dari hasil plating yang sesungguhnya maka perbandingan keduanya tidak terlalu akurat. Beberapa isolat mengalami penurunan jumlah bakteri, namun penurunannya tidak terlalu besar. Isolat ATCC mengalami penurunan sebesar 0.84 siklus log dan menyisakan sejumlah 3.88 log CFU/ml bakteri, YR t2a mengalami penurunan sebesar 1.44 siklus log yang merupakan penurunan terbesar kedua akibat rekonstitusi dengan 40oC namun masih menyisakan sejumlah 5.69 log CFU/ml bakteri, YR k1b mengalami penurunan sebesar 0,70 log CFU/ml dan menyisakan sejumlah 5,94 log CFU/ml bakteri, YR k3a yang mengalami penurunan sebesar 0.71 siklus log
54
dan masih menyisakan sejumlah 6.51 log CFU/ml bakteri, terakhir adalah YR w1 mengalami penurunan terbesar akibat rekonstitusi 40oC yaitu sebesar 1.92 siklus log, namun masih menyisakan sejumlah bakteri sebesar 3.63 log CFU/ml. Jadi, suhu rekonstitusi 40oC belum memadai untuk membunuh E.sakazakii bila jumlah awal bakteri dalam susu bubuk lebih dari 5.5 log CFU/ml. Bahkan menurut Iversen et al. (2004) suhu 37-43oC termasuk suhu optimum dari E.sakazakii untuk hidup dalam susu formula. Perubahan jumlah E.sakazakii pada susu yang direkonstitusi dengan air bersuhu 4oC cukup bervariasi (Gambar 12 dan Gambar 13). Penurunan tertinggi terjadi pada isolat YR t2a yaitu sebesar 3.59 siklus log. Namun dengan jumlah awal yang terdapat pada susu bubuk cukup tinggi yaitu sebesar 7.13 log CFU/ml maka jumlahnya setelah mengalami penurunan masih di atas dosis infeksinya yaitu sebesar 3.54 log CFU/ml. Penurunan terbesar kedua terjadi pada isolat YR k3a yang mengalami penurunan sebesar 1.91 siklus log dan masih menyisakan 5.31 log CFU/ml bakteri. Isolat YR k1b mengalami penurunan sebesar 1.47 log CFU/ml setelah direkonstitusi dengan air 4oC dan masih menyisakan bakteri sebanyak 5.25 log CFU/ml. Beberapa isolat mengalami kenaikan jumlah bakteri meski tidak terlalu besar yaitu isolat ATCC, E1, E4, E5, E7, YR c3a, dan YR k2a, dimana kenaikannya berturut-turut sebesar 0.32 log CFU/ml, 0.04 log CFU/ml, 1.04 log CFU/ml, 0.05 log CFU/ml, 0.98 log CFU/ml, dan 0.05 log CFU/ml. Untuk isolat lainnya penurunan jumlah bakteri akibat rekonstitusi dengan 4oC besarnya tidak lebih dari 1 siklus log. Isolat E2 mengalami penurunan sebesar 0.77 siklus log, E3 mengalami penurunan sebesar 0.51 siklus log, E4 mengalami penurunan sebesar 0.04 siklus log, E6 mengalami penurunan sebesar 0.10 siklus log, YR t2b mengalami penurunan sebesar 0.12 siklus log, YR w1 mengalami penurunan sebesar 0.01 siuklus log, dan YR w3 mengalami penurunan sebesar 0.54 siklus log. Penurunan jumlah bakteri tersebut tidak memadai bila jumlah bakteri yang terdapat pada susu besarnya lebih dari 5.5 log CFU/ml sehingga dapat dikatakan bahwa suhu 40oC dan 4oC tidak memadai dalam mengurangi jumlah E.sakazakii. Data pengamatan rekonstitusi E.sakazakii dengan suhu 4oC dapat dilihat pada Lampiran 9.
55
w 1
w 3 YR
k3 a
YR
YR
k2 a
k1 b
YR
c3 a
YR
t2 b
YR
t2 a
YR
YR
E7
E6
E5
E4
E3
E2
E1
AT C C
35 2/ 7
log CFU/ml
8 7 6 5 4 3 2 1 0
kode isolat sebelum rekonstitusi (terhitung)
setelah rekonstitusi (plating)
Gambar 12. Pengaruh rekonstitusi dengan air bersuhu 4oC terhadap keberadaan E.sakazakii
ATCC 352/7
penurunan log CFU/m
4
3,59
E1 E2
3
E3 E4
1,91
2
E5
1,47
E6 1
0,77 0,51
0,54
0,04
0,1
0,12
0,01
0
E7 YR t2a YR t2b
-0,04 -0,32
-0,05
-0,05
YR c3a YR k1b
-1 -1,04
-0,98
YR k2a YR k3a
-2
kode isolat
YR w 1 YR w 3
Gambar 13. Perubahan jumlah E.sakazakii setelah direkonstitusi dengan air bersuhu 4oC Suhu air rekonstitusi 4oC tidak efektif untuk menginaktivasi E.sakazakii karena penurunan jumlah E.sakazakii yang terjadi tidak terlalu besar. Tetapi suhu ini juga tidak mendukung pertumbuhan E.sakazakii sehingga dapat digunakan sebagai suhu penyimpanan yang baik untuk susu formula yang sudah
56
direkonstitusi seperti penelitian yang dilakukan oleh Li-Chun et al. (2007) yang merekonstitusi makanan bayi berbahan dasar susu yang telah diinokulasikan dengan 10 campuran galur E.sakazakii dengan populasi sebanyak 0.02 dan 0.53 CFU/ml, kemudian menyimpan makanan bayi tersebut pada berbagai suhu yaitu 4oC, 12oC, 21oC, dan 30oC hingga 72 jam. Suhu rekonstitusi tidak dijelaskan namun hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa
E.sakazakii tidak dapat
tumbuh pada formula yang disimpan pada 4oC, meskipun bakteri ini masih dapat terdeteksi dengan perlakuan enrichment setelah rekonstitusi. Pengaruh rekonstitusi dengan air bersuhu 70oC dapat dilihat pada Gambar 14 dan tingkat penurunan jumlah E.sakazakii antara jumlah bakteri sebelum dengan sesudah direkonstitusi dengan suhu 70o C dapat dilihat pada Gambar 15. Data pengamatan rekonstitusi dengan air suhu 70oC selengkapnya dapat dilihat
w 1
w 3 YR
k3 a
YR
k2 a
YR
k1 b
YR
c3 a
YR
t2 b
YR
t2 a
YR
E7
E6
E5
E4
E3
E2
YR
AT C C
E1
8 7 6 5 4 3 2 1 0 35 2/ 7
log CFU/ml
pada Lampiran 10.
kode isolat sebelum rekonstitusi (terhitung)
setelah rekonstitusi (plating)
Gambar 14. Pengaruh rekonstitusi dengan air bersuhu 70oC terhadap keberadaan E.sakazakii
57
8
ATCC 352/7
penurunan log CFU/m
5,86 5,71
6 5
E1
6,72
7
4,72
4,75
E2
6,02 5,65
5,35
4,93
E3
5,55 5,3
E4
5,01
E5
4,3
4,27
3,77
4
E6 E7
2,74
3
YR t2a YR t2b YR c3a
2
YR k1b
1
YR k2a YR k3a
0
YR w1
kode isolat
YR w3
Gambar 15. Penurunan jumlah E.sakazakii setelah direkonstitusi dengan air bersuhu 70oC Beberapa isolat E.sakazakii tak dapat terdeteksi setelah direkonstitusi dengan air bersuhu 70oC (Gambar 14) seperti pada isolat ATCC 352/7, E1, E2, E3, E4, E5, E7, YR t2b, YR k1b, dan YR w1, akan tetapi pada isolat-isolat lainnya rekonstitusi dengan suhu 70o C masih mengakibatkan sejumlah tertentu dari E.sakazakii dapat dideteksi. Seperti pada isolat E6 yang masih terdeteksi sebesar 1.08 x 101 CFU/ml atau 1.03 log CFU/ml, YR t2a yang masih terdeteksi sebesar 6.83 x 101 CFU/ml atau 1.83 log CFU/ml, YR c3a masih terdeteksi sebanyak 5.60 x 101 CFU/ml atau sebesar 1.75 log CFU/ml, YR k2a masih terdeteksi bakteri sebesar 1.04 x 103 CFU/ml atau sebesar 3.02 log CFU/ml, YR k3a terdeteksi sebesar 1.63 x 102 CFU/ml atau sebesar 2.21 log CFU/ml, dan isolat YR w 3 terdeteksi sebesar
1.60 x 102 CFU/ml atau sebesar 2.20 log
CFU/ml Berdasarkan Gambar 15 dapat dilihat bahwa penurunan jumlah bakteri berbeda-beda antara satu isolat dengan isolat lainnya. Penurunan terbesar terjadi pada isolat YR k1b yakni sebesar 6.72 siklus log dan penurunan terkecil terjadi pada isolat YR k2a yakni sebesar 2.74 siklus log.
58
Meskipun beberapa isolat E.sakazakii masih dapat bertahan pada rekonstitusi 70oC namun jumlahnya masih dibawah dosis infeksi yang diduga oleh Iversen dan Forsythe (2003) yaitu 1000 sel sebagai konsentrasi awal bakteri ini dapat menimbulkan infeksi, kecuali pada isolat YR k2a yang telah mencapai dosis infeksinya yaitu terdapat sel bakteri sebanyak 1.04 x 103 CFU/ml. Secara umum dapat dilihat bahwa suhu 70oC cukup efektif dalam menurunkan jumlah E.sakazakii sehingga dapat digunakan sebagai suhu rekonstitusi susu formula dan makanan bayi untuk mengurangi resiko terhadap E.sakazakii. Sesuai penelitian yang dilakukan oleh Nazarowec-White dan Farber tahun 1997 bahwa suhu di atas 70oC dapat menurunkan jumlah E.sakazakii hingga jumlah yang terdeteksi kurang dari 2 log CFU/ml. Suhu 70oC juga merupakan suhu rekonstitusi susu formula yang dianjurkan oleh ICMSF (2002). Mengingat terdapat satu galur pada penelitian ini yang masih mencapai dosis infeksinya setelah direkonstitusi dengan air bersuhu 70oC maka perlu diperhatikan dalam penanganan susu formula dan makanan bayi pada skala rumah tangga dan rumah sakit untuk menghindari rekontaminasi silang pada saat penyimpanan susu formula yang sudah terbuka agar jumlah E.sakazakii tidak melebihi 5 log CFU/g sehingga cukup aman bila direkonstitusi dengan air bersuhu 70oC. Suhu 100oC tidak direkomendasikan sebagai suhu rekonstitusi meskipun dapat menyebabkan E.sakazakii pada sebagian besar isolat tidak dapat dideteksi lagi, namun karena mempertimbangkan rusaknya komponen gizi pada susu formula seperti penelitian yang dilakukan oleh Edelson dan Buchanan (2004). Isolat YR t2a yang pada saat dianalisis secara genetik lebih memiliki kemiripan sebagai C.koseri ternyata pada saat direkonstitusi terlihat memiliki kecenderungan untuk tereduksi lebih besar dibanding isolat-isolat lokal lainnya seperti pada rekonstitusi dengan air bersuhu 4oC dan 40oC. Pada rekonstitusi dengan air bersuhu 70oC, isolat YR t2a juga mengalami penurunan yang cukup besar, hanya saja karena jumlah awal yang terdapat pada susu cukup tinggi (7,13 log CFU/ml) maka isolat ini masih dapat terdeteksi pasca rekonstitusi dengan air bersuhu 70oC. Isolat YR k1b yang pada saat analisis genetik berada pada cluster yang berbeda dengan isolat-isolat E.sakazakii lainnya juga memiliki kecenderungan
59
untuk tereduksi lebih besar dibanding isolat-isolat lainnya, baik pada suhu 4o C, 40oC, dan 70oC. Bahkan pada suhu 70oC isolat ini mengalami reduksi paling besar dibandingkan isolat-isolat lainnya. Berdasarkan hasil penelitian dapat dikatakan bahwa isolat yang memiliki kemiripan lebih besar sebagai E.sakazakii juga memiliki ketahanan lebih besar terhadap suhu air rekonsitusi 70oC. Uji Hang Time. Hasil pengujian hang time terhadap susu yang direkonstitusi pada 70oC dapat dilihat pada Lampiran 11. Berdasarkan hasil dapat dilihat bahwa beberapa isolat yang pada saat direkonstitusi dengan air bersuhu 70oC tak dapat dideteksi, bila dibiarkan selama 2 jam akan meningkat jumlahnya. Meskipun demikian isolat E.sakazakii ATCC 352/7, E1, E2, E7, YR t2b, dan YR w1 tidak meningkat jumlahnya sampai terdeteksi pada 2 jam setelah susu direkonstitusi pada isolat tersebut. Beberapa isolat yang pada saat rekonstitusi dengan 70oC tak terdeteksi, dan tetap tidak menunjukkan pertambahan hingga 4 jam dan 8 jam hang time adalah isolat E1, E2, dan E7. Untuk isolat YR t2b, penambahan jumlah bakteri baru terjadi setelah hang time 8 jam menjadi 1.20 log CFU/ml. Jumlah ini masih di bawah konsentrasi awal bakteri ini dapat menyebabkan infeksi yaitu sebesar 1000 sel berdasarkan dugaan Iversen & Forsythe (2003). Untuk isolat E.sakazakii ATCC 352/7 setelah hang time selama 4 jam mengalami kenaikan jumlah bakteri sebesar 1.05 siklus log dan setelah 8 jam hang time jumlah bakteri yang tumbuh adalah sebesar 1.70 log CFU/ml atau meningkat 0.65 siklus log dari jumlah sebelumnya. Pada isolat YR w1, meskipun pada 2 jam hang time masih tidak dapat terdeteksi, namun setelah 4 jam terjadi pertumbuhan bakteri sebesar 1.26 siklus log dan setelah 8 jam hang time menjadi 2.43 log CFU/ml. Beberapa isolat E.sakazakii yang bertahan setelah direkonstitusi dengan air bersuhu 70oC meningkat jumlahnya selama hang time 2, 4, dan 8 jam (Gambar 16), sedangkan besar kenaikan jumlah E.sakazakii selama hang time dapat dilihat pada Gambar 17.
60
log CFU/m
5 4,5 4 3,5 3 2,5 2 1,5
E6
1 0,5 0
YR w3
YR t2a YR c3a YR k2a YR k3a
0 jam
2 jam
4 jam
8 jam
hang time
Gambar 16. Pertumbuhan E.sakazakii selama hang time pasca rekonstitusi dengan air bersuhu 70oC Pada Gambar 16 dapat dilihat bahwa setelah hang time selama 8 jam pada suhu ruang (28oC) isolat E.sakazakii berada pada kisaran 4 hingga 4.72 log CFU/ml. Jumlah ini mencapai konsentrasi E.sakazakii
dapat menimbulkan
infeksi yaitu melewati 1000 sel. Pada 2 jam hang time, isolat YR k2a dan YR w3 telah mencapai dosis infeksi bakteri ini yaitu 3.31 dan 3.55 log CFU/ml. Untuk isolat YR k2a hal ini dikarenakan jumlah sel yang bertahan pada saat direkonstitusi 70oC berada di atas 3 log CFU/ml, sedangkan pada YR w3 meskipun jumlah sel pada saat rekonstitusi di bawah 3 log CFU/ml, setelah 2 jam hang time isolat ini mempunyai kemampuan pertumbuhan yang cepat hingga melebihi 3 log CFU/ml. Pada 4 jam hang time, semua isolat mencapai dosis infeksi minimal E.sakazakii karena semua isolat minimal telah mencapai 3 log CFU/ml, seperti pada isolat E6, sementara isolat lainnya yakni YR t2a, YR c3a, YR k2a, YR k3a, dan YR w3 telah mencapai 4 hingga 4.5 log CFU/ml. Hal ini menunjukkan meskipun susu direkonstitusi dengan suhu 70o C, bila dalam susu bubuk sudah terdapat jumlah E.sakazakii sebesar 105 hingga 107 sel (dilihat dari jumlah awal sebelum rekonstitusi) maka setelah 4 jam hang time maka susu dinyatakan tidak aman untuk dikonsumsi. Namun jumlah E.sakazakii yang terdapat pada susu formula sangat kecil yaitu kurang dari 1 sel per gram, meskipun demikian bakteri ini dapat bertahan dalam susu bubuk tersebut selama 12 bulan (Caubilla-Barron et al. 2004).
61
2
kenaikan log CFU/m
1,6
1,73
1,69
1,8
1,54
1,51
1,36
1,29
1,4 1,11
1,2
1,03
1
1 0,8 0,6
0,58 0,41
0,4
0,33
0,3
0,36
0,29 0,12
0,2
0,22 0,06
0 E6
YR t2a
YR c3a
YR k2a
YR k3a
YR w 3
kode isolat 2 jam
4 jam
8 jam
Gambar 17. Pertumbuhan E.sakazakii selama hang time pasca rekonstitusi denga air bersuhu 70oC Berdasarkan Gambar 17 dapat dilihat bahwa bakteri meningkat sampai 4 jam hang time dengan kisaran rata-rata sebesar 1.5 siklus log, kecuali pada isolat YR w3 yang tingkat pertumbuhan paling besar terjadi pada 2 jam hang time. Setelah mencapai puncak pertumbuhannya, maka laju pertumbuhan bakteri ini akan menurun kembali setelah 8 jam hang time. Hal ini menunjukkan beberapa sel bakteri mengalami sub letal pada saat direkonstitusi pada suhu 70oC maka pada saat 2 jam hang time beberapa sel mengalami fase lag dan mencapai puncak fase logaritmik pada saat 4 jam hang time. Kemudian setelah 8 jam hang time sel mengalami fase kematian. Pada isolat YR w3 laju pertumbuhannya lebih cepat dari pada isolat E6, YR t2a, YR c3a, YR k2a, dan YR k3a. Hal ini dapat dilihat dari puncak pertumbuhannya terjadi pada 2 jam hang time, kemudian pada 4 jam setelah rekonstitusi terjadi penurunan laju pertumbuhan hingga pada saat 8 jam hang time pertumbuhan yang terjadi sangat kecil. Ini menunjukkan bahwa pada saat 4 jam hang time isolat YR w3 mengalami awal fase kematian. Beberapa
isolat
yang
tidak
menunjukkan
pertumbuhan
setelah
direkonstitusi dengan air bersuhu 70oC ternyata menunjukkan peningkatan jumlah setelah hang time. Isolat E3, E4, E5, dan YR k1b yang pada saat direkonstitusi dengan 70o C tidak terdeteksi, namun setelah 2 jam hang time menunjukkan
62
pertumbuhan bakteri pada jumlah tertentu, namun jumlahnya di bawah 1 log CFU/ml. Bahkan pada isolat YR k1b jumlah bakteri yang tumbuh pada 2 jam hingga 4 jam pertama hanya 0.5 CFU/ml. Pertumbuhan E.sakazakii untuk isolat yang tak terdeteksi pada saat direkonsitusi dengan air bersuhu 70oC pada 2 jam, 4 jam, 8 jam hang time dapat dilihat pada Gambar 18. Terjadinya pertumbuhan kembali bakteri ini setelah tidak adanya pertumbuhan pada saat direkonstitusi 70oC diduga karena pada saat direkonstitusi beberapa bakteri mengalami luka sub letal dan waktu 2 jam mencukupi untuk bakteri ini melakukan penyembuhan dan tumbuh kembali, meskipun dalam jumlah yang sangat kecil.
5,00
log CFU/ml
4,00 3,00 2,00 1,00 0,00 -1,00
2 jam
4 jam
8 jam
hang time E3
E4
E5
YR k1b
Gambar 18. Pertumbuhan E.sakazakii selama hang time yang tidak terdeteksi pasca rekonstitusi dengan air bersuhu 70o C Besarnya kenaikan jumlah sel yang terjadi setelah 2 jam, 4 jam, dan 8 jam untuk isolat E3, E4, dan E5 dapat dilihat pada Gambar 19. Pada gambar dapat dilihat bahwa hang time selama 2 jam dapat menaikkan jumlah sel sebesar 0.18 log CFU/ml untuk E3, 0.3 log CFU/ml untuk E4, dan 0.94 log CFU/ml untuk isolat E5.
63
kenaikan log CFU/ml
1,80 1,60 1,40 1,20 1,00 0,80 0,60 0,40 0,20 0,00
1,71
1,66
1,55 1,33 0,94
0,58
0,57 0,30
0,18
E3
E4
E5
kode isolat 2 jam
4 jam
8 jam
Gambar 19. Kenaikan jumlah E.sakazakii selama hang time pasca rekonstitusi dengan air bersuhu 70oC Berdasarkan Gambar 19 dapat dilihat bahwa peningkatan jumlah bakteri paling besar terjadi 4 jam hang time, namun jumlah sel yang tumbuh masih di bawah dosis infeksi yang dapat ditimbulkan. Setelah 8 jam hang time peningkatan jumlah sel tetap terjadi namun lebih rendah dibandingkan pada saat 4 jam hang time. Pada 8 jam hang time, koloni E.sakazakii yang tumbuh adalah 2.47 log CFU/ml untuk E3, 2.53 CFU/ml untuk E4, 3.82 CFU/ml untuk E5, dan 1.12 log CFU/ml untuk YR k1b. Berdasarkan hasil uji hang time secara umum, meskipun susu formula direkonstitusi dengan air bersuhu 70oC, namun waktu jeda antara rekonstitusi dengan konsumsi sebaiknya tidak lebih dari 4 jam, karena waktu 4 jam setelah rekonstitusi masih memungkinkan E.sakazakii pada galur-galur tertentu mencapai dosis infeksinya. Hal ini sejalan dengan rekomedasi ICMSF (2002) yang menyatakan bahwa waktu jeda (hang time) pada susu formula tidak boleh lebih dari 4 jam setelah rekonstitusi.
64
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Penelitian ini berhasil mengisolasi 8 koloni tipikal E.sakazakii pada medium DFI yang berasal dari 4 kemasan susu formula dan makanan bayi dari seluruhnya 25 kemasan produk yang diuji. Pengujian dengan API 20E menunjukkan 4 dari 8 isolat tidak memiliki kemiripan secara biokimia atau hanya memiliki sedikit kemiripan dengan E.sakazakii. Namun setelah dikonfirmasi secara genotip dengan menggunakan PCR dan sekuensing disimpulkan bahwa semua isolat yang diperoleh merupakan E.sakazakii. Analisis sekeun 16S rRNA E.sakazakii menunjukkan bahwa isolat-isolat yang diperoleh memiliki kemiripan yang bervariasi dengan genom lengkap E.sakazakii ATCC BAA-894 (nomor akses CP000783) yaitu antara 92 hingga 97%, beberapa isolat memiliki kemiripan dengan 4 isolat lokal E.sakazakii yang diisolasi oleh Estuningsih et al. (2006) yang telah terdaftar di GenBank, kecuali isolat YR t2a yang tidak menunjukkan kemiripan yang signifikan dengan 4 sekuen parsial isolat lokal E.sakazakii tersebut bahkan isolat memiliki kemiripan lebih besar sebagai C.koseri. Isolat YR k1b meskipun secara genetik teridentifikasi sebagai E.sakazakii namun berada pada cluster yang berbeda dengan isolat E.sakazakii lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun isolat sama-sama diperoleh dari produk lokal namun tetap memiliki keragaman secara genetik. Meskipun demikian besarnya persentase kemiripan isolat dengan E.sakazakii menunjukkan bahwa semua isolat yang menunjukkan koloni tipikal pada media DFI bersifat homolog dengan E.sakazakii. Suhu rekonstitusi 4oC dan 40oC tidak memadai untuk digunakan sebagai suhu rekonstitusi susu formula dan makanan bayi dalam mengurangi resiko infeksi E.sakazakii. Rekonstitusi dengan air bersuhu 100oC menyebabkan jumlah E.sakazakii tak terdeteksi lagi, namun suhu 100oC tidak direkomendasikan sebagai suhu rekonstitusi mengingat rusaknya komponen gizi yang terdapat pada susu formula dan makanan bayi. Suhu rekonstitusi 70oC dapat digunakan sebagai suhu untuk merekonstitusi susu formula dan makanan bayi, namun perlu diperhatikan kondisi penyimpanan susu formula atau makanan bayi yang telah dibuka kemasannya agar tidak terjadi kontaminasi silang sehingga jumlah awal
65
E.sakazakii tidak mencapai 5 log CFU/ml mengingat ada beberapa isolat lokal E.sakazakii yang hanya mengalami sedikit penurunan bila direkonstitusi dengan suhu 70oC. Namun kondisi inokulum awal pada penelitian ini merupakan kondisi ekstrim yang sangat jarang terjadi. Isolat YR t2a dan YR k1b yang secara genetik memiliki sedikit perbedaan dibandingkan dengan isolat lokal E.sakazakii lainnya ternyata pada saat direkonstitusi juga menunjukkan pola penurunan yang relatif cukup besar dibandingkan isolat lokal lainnya. Waktu hang time maksimum 2 jam setelah rekonstitusi dapat digunakan sebagai salah satu tindakan manajemen resiko E.sakazakii dalam skala rumah tangga mengingat terdapat isolat lokal E.sakazakii yang dapat tumbuh cepat pada 2 jam setelah rekonstitusi.
Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk melihat berapa lama isolat E.sakazakii hasil isolasi ini dapat bertahan bila disimpan dalam kondisi kering selama beberapa waktu tertentu. Selain itu perlu dikembangkan analisis resiko terhadap E.sakazakii yang ada di Indonesia, untuk melihat resiko E.sakazakii terhadap bayi di Indonesia.
66
DAFTAR PUSTAKA [Anonim]. 2004. Background Information on Enterobacter sakazakii (E.sakazakii). International Association of Infant Food Manufacturer. [terhubung berkala].http://www.ifm.net/issues/esakazakii_background.htm Amann, R.I., W. Ludwig, and K.H. Schleifer. 1994. Identification of Uncultured Bacteria: A Challenging Task for Molecular Taxonomists. ASM News. 60:360-365. Applied Biosystem. 2002. BigDye Terminator v1.1 Cycle Sequencing Kit Protocol. Asakura,H., T. Morita-Ishihara, S. Yamamoto, S. Igimi. 2007. Genetic Characterization of Thermal Tolerance in Enterobacter sakazakii. Microbiol Immunol. 51: 671 -677. Block, C. O. Peleg. N. Minster, B. Bar-Oz, A. Simhon, I. Arad, dan M. Saphiro. 2002. Cluster of Neonatal Infections in Jerusalem Due to Unusual Biochemical Variant of Enterobacter sakazakii. European Journal of Clinical Microbiology and Infectious Diseases 21: 613 – 616. Brown, T.A. 1992. Genetics: Molecular Approach, Second Edition. Chapman & Hall, London. Burgos, J., dan M. Varela. 2002. Multiple Antibiotic Resistant Dairy Soil Bacteria. 102nd General Meeting of the American Society for Microbiology 19 – 23 May 2002, Salt Lake City, Utah. Caubilla-Barron J., Iversen C. dan Forsythe S.J. 2004. The Desiccation Survival of Enterobacter sakazakii and Related Enterobacteriaceae. 104th ASM General Meeting, New Orleans. Clark, N.C., B.C. Bill, C.M. O’Hara, O. Steingrimsson, dan R.C. Cooksey. 1990. Epidemiologic typing of Enterobacer sakazakii in Two Neonatal Nosocomial Outbreaks. Diagnostic Microbiology and Infectious Disease 13: 467 – 472. Claveri, J.M. dan C. Notredame. 2007. Bioinformatics for Dummies. 2nd ed. Wiley Publishing, Inc. New York. Cottyn, B., E. Regalado, B. Lanoot, M. De Cleene, T.W. Mew, dan J. Swings. 2001. Bacteria Populations Associated wih Rice Seed In the Tropical Environment. Phytopathology 91: 282 – 292. Currier, T.C., dan E.W. Nester. 1976. Isolation of covalently closed circular DNA of High Molecular Weight From Bacteria. Analytical Biochemistry 76: 431-441.
67
Dennison, S.K., dan J. Morris. 2002. Multiresistant Enterobacter sakazakii Wound Infection In An Adult. Infections in Medicine 19: 533 – 535. Edelson-Mammel, S. G., and R. L. Buchanan. 2004. Thermal inactivation of Enterobacter sakazakii in rehydrated infant formula. Journal of Food Protection. 67:60–63. Estuningsih, Sri, C. Kress, A.A. Hassan, Ö. Akineden, E. Schneider, dan E. Usleber. 2006. Enterobacteriaceae in Dehydrated Powdered Infant Formula Manufactured in Indonesia and Malaysia. Journal of Food Protection 69: 3013-3017. Farmer J.J., M.A. Asbury, F.W. Hickman, dan D.J. Brenner. 1980. Enterobacteriaceae Study Group (USA). Enterobacter sakazakii, New Species of Enterobacteriaceae Isolated From Clinical Specimens. International Journal of Systematic Bacteriology 30: 569 – 584. Food and Drugs Administration, US., Center for Food Safety and Applied Nutrition. 2002. Isolation and Enumeration of Enterobacter sakazakii from Dehydrated Powdered Infant Formula. http://www.cfsan.fda.gov/ [terhubung berkala]. Forsythe, S.J. 2002. The Microbiological Risk Assesment of Food. Chapter 3. Risk Analysis. Oxford: Blackwell Publishing. Forsythe, S.J. 2005. Enterobacter sakazakii and Other Bacteria in Powder Infant Milk Formula. Maternal and Child Nutrition Article. Blackwell Publishing Ltd. Gassem, M.A.A. 1999. Study of he Microorganism Associated with he Fermented Bread (Khamir) Produced From Sorghum in Gizan Region, Saudi Arabia. Journal of Applied Microbiology 86: 221 -225. Gurtler, J.B. dan L.R. Beuchat. 2005. Performance of Media for Recovering Stressed Cells of Enterobacter sakazakii as Determined Using Spiral Plating and Ecometric Technique. Applied and Environmentgal Microbiology 71: 7661 – 7669. Harris, L.S. dan P.J. Orriel. 1989. Heteropolysaccharide Produced by Enterobacter sakazakii. US Patent: 4.806 636. Hassan, A.A., Ömer Akineden, Claudia Kress, Sri Estuningsih, E. Schneider, E.Usleber. 2007. Characterization of the gene encoding the 16s rRNA of Enterobacter sakazakii and development of a species-specific PCR methods. International Journals of Microbiology 116 (2) : 243- 248.
68
Heuvelink, A.E., F.D. Kodde, J.T.M. Zwartkruis-Nahuis, dan E. de Boer. 2001. Enterobacter sakazakii in Melkpoeder. Keuringsdients van Waren Oost. Project number OT 0110. Horikoshi, K. 1999. Alkaliphiles: Some Application of Their Products for Biotechnology. Microbiology and Molecular Biology. Rev. 63: 735 – 750. http://www.ebi.ac.id . Inoue, K., K. Sugiyama, Y. Kosako, R. Sakazaki, dan S. Yamai. 2000. Enterobacter cowanii sp. Nov., a New Species of the Family Enterobacteriaceae. Current Microbiology 41: 417 -420. International Commision on Microbiological Specification for Food. 2002. Microorganism in Foods, Vol 7. Microbiological testing in food safety management. Chapter 8. Selection of cases and attribute plans. New York: Kluwer Academic/Plenum Publisher. Iversen, C. dan S. Forsythe. 2003. Risk Profile of Enterobacter sakazakii, An Emergent Pathogen Associated with Infant Milk Formula. Trends in Food Science and Technology 14 : 443 – 454. Iversen, C. dan S. Forsythe. 2004. Isolation of Enterobacter sakazakii and other Enterobacteriaceae from Powdered Infant Formula Milk and Related Products. Food Microbiology 21: 771 – 777. Iversen, C., M.Waddington, S.L.W. On, dan S.Forsythe. 2004. Identification and Phylogeny of Enterobacter sakazakii Relative to Enterobacter and Citrobacter Species. Journal of Clinical Microbiology 42: 5368 – 5370. Iversen, C. M.Lane, S.J. Forsythe. 2004. The Growth Profile, Thermotolerance and Biofilm Formation of Enterobacter sakazakii Grown in Infant Formula Milk. Letters in Applied Microbiology 38: 378-382. Iversen, C., dan S.J. Forsythe. 2007. Comparison of Media for the Isolation of Enterobacter sakazakii. Applied and Environmenal Microbiology 73: 48 – 52. Iversen, C., A. Lehner, N. Mullane, E.Bidlas, I. Cleenwerck, J. Marugg, S.Fanning, R. Stephan, dan Han Joosten. 2007a. The taxonomy of Enterobacter sakazakii: Proposal of a New Genus Cronobacter gen. nov. and Descriptions of Cronobacter sakazakii subsp. sakazakii, comb.nov., Cronobacter sakazakii subsp. malonaticus subsp. nov., Cronobacter turicensis sp. nov., Cronobacer muytjesii sp. nov., Cronobacter dublinensis sp. nov. and Cronobacter genomospecies I. Research Article. BMC Evolutionary Biology 7 :64.
69
Iversen, C., A. Lehner, N. Mullane, J. Marugg, S. Fanning, R. Stephan, dan H. Joosten. 2007b. Identification of “Cronobacter” spp. (Enterobacter sakazakii). Journal of Clinical Microbiology 45: 3814 – 3816. Kandhai MC, ReijMW, Gorris LG, Guillaume-Gentil O, van Schothorst M. 2004. Occurrence of Enterobacter sakazakii in food production environments and households. Lancet 363:39–40. Kim. H., J. Ryu, dan L.R. Beuchat, 2007. Effectiveness of Disinfectants in Killing Enterobacter sakazakii in Suspension, Dried on The Surface of Stainless Steel, and in a Biofilm. Applied and Environmental Microbiology 73: 1256 – 1265. Kuhnert, P., S.E. Capaul, J. Nicolet, J. Frey. 1996. Phylogenetic Positions of Clostridium chauvoei and Clostridium septicum Based on 16S rRNA Gene Sequences. Internaional Journal of Sysematic Baceriology 46: 1174 – 1176. Kuzina, L.V., J.J. Peloquin, D.C. Vacek, dan T.A. Miller. 2001. Isolation and Identification of Bacteria Associated with Adult Laboratory Mexican Fruit Flies, Anastrepha ludens (Diptera: Tephritidae). Current Microbiology 42: 290 – 294. Lai, K.K. 2001. Enterobacter sakazakii Infections Among Neonates, Infants, Children, and Adults: Case Reports and a Review of the Literature. Medicine Baltimore 80: 113 – 122. Leclerc, H., D.A.A. Mossel, S.C. Edberg, dan C.B. Sruijk. 2001. Advances in the Bacteriology of the Coliform Group: their suitability as markers of microbial water safety. Annual Review of Microbiology 55: 201 – 234. Lee, Ju-Woon., S. Oh, E.B. Byun, J.H. Kim, J.H. Kim, J.H. Woon, M.W. Byun. 2007. Inactivation of Enterobacter sakazakii of Dehydrated Infant Formula by Gamma-Irradiation. Radiation Physics and Chemistry 76: 1858-1861. Lehner, A., T.Tasara, R. Sephan. 2004. 16S rRNA gene based analysis of Enterobacter sakazakii strains from different sources and development of a PCR assay for identification. BMC Microbiology 4 (1): 43. Lehner, A., S. Nitzche, P. Breeuwer, B. Diep, K. Thelen, dan R. Stephan. 2006. Comparison of Two Chromogenic Media and Evaluation of Two Molecular Based Identification Systems for Enterobacter sakazakii Detection. BMC Microbiology 6 (15): 1471-2180. Lehninger, A.L. 1982. Dasar-dasar Biokimia. Alih Bahasa M. Thenawijaya. Erlangga, Jakarta.
70
Leuschner, R.G., Baird, F., Donald, B. & Cox, L.J. 2004. A medium for the presumptive detection of Enterobacter sakazakii in infant formula. Food Microbiology, 21:527-533. Li-Chun, L., Beuchat, R. Larry. 2007. Survival and Growth of Enterobacter sakazakii in Infant Cereal as Affected by Composition, Reconstitution Liquid, and Storage Temperature. Journal of Food Protection 70: 1410 – 1422. Lindquist,J. 2001. An Introduction yo Bacterial Identification. Department of Bacteriology. University of Wisconsin. Madison. www.jlindquist.net [terhubung berkala] Logan, N.A. 1994. Bacterial Systematics. Blackwell Scientific Publ. London. Mange, Jean-Philippe., R.Stephan, N. Borel, P. Wild, K.S.Kim, A. Pospischil, dan A. Lehner. 2006. Adhesive Properties of Enterobacter sakazakii to Human Epithelial and Brain Microvascular Endothelial Cells. BMC Microbiology 6: 58. Marmur, J. 1961. A procedure for The Isolation of Deoxyribonucleic Acid From Microorganism. J. Mol. Biol. 3 : 208 – 218. Muytjens, H.L., dan Van der Ros-van De Repe. 1986. Comparative In-vitro Susceptibility of Eight Enterobacter Species with Special Reference to Enterobacter sakazakii. Antimicrobial Agents and Chemoteraphy 29: 367 – 370. Muytjens, H.L., W.H. Roelofs, dan G.H.J. Jaspar. 1988. Quality of Powdered Substituted for Breast Milk with Regard to Members of the Family Enterobacteriaceae. Journal of Clinical Microbiology 26: 743 – 746. Muytjens, H.L. dan L.A. Kolle. 1990. Enterobacter sakazakii Meningitis in Neonates: Causative Role of Formula? Pediatric Infectious Disease 9 : 372 – 373. Nazarowec-White, M., J.M. Farber. 1997. Enterobacter sakazakii : a Review. International Journal of Food Microbiology 34: 103 – 113. Nazarowec-White, M., J.M. Farber. 1997. Thermal Resistance of Enterobacter sakazakii in Reconstituted Dried- Infant Formula. Journal of Food Protection 60: 226 – 230. Nazarowec-White, M., J.M. Farber. 1999. Phenotypic and Genotypic Typing of Food and Clinical Isolates of Enterobacter sakazakii. Journal of Medical Microbiology 48: 559 – 567. Nazarowec-White. 2004. Enterobacter sakazakii. http://www.magma.ca/~scimat/ index.html.
71
Newton, C.R. 1995. PCR Essential Data. Chichester, John Wiley & Sons. 37-81. Oh, Se-Wook, Hyung-Jung Chung, Dong-Hyun Kang. 2006. Comparison of Enrichment Broths For Detection and Isolation of Enterobacgter sakazakii from Infant Formula Milk. Journal of Rapid Methods & Automation in Microbiology 14: 325 -336. Osaili, T.M., R.R.Shaker, A.S. Abu Al-Hasan, M.M. Ayash, dan E.M. Martin. 2007. Inactivation of Enterobacter sakazakii in Infant Milk Formula by Gamma Irradiaton: Determination of D10-Value. Journal of Food Science 72: M85 – M88. Otis, J. 2004. Rapid Detection of Gram Negative Bacteria in Infant Formula. Rapid Microbiology Newsletter 3: 1 Perez, M.C.P., D.R. Aliaga, C.F. Bernat, M.R. Enguidanos, dan A.M. Lopez. 2007. Inactivation of Enterobacter sakazakii by Pulsed Electric Field in Bufered Pepton Water and Infant Formula Milk. International Dairy Journal 17: 1441 – 1449. Restaino, L., Frampton, E. W., Lionberg, W. C. & Becker R. J. 2006. A chromogenic plating medium for the isolation and identification of Enterobacter sakazakii from foods, food ingredients, and environmental sources. Journal of Food Protection. 69:315-322. Saiki, R.K., D. Gelfand, S. Stoffel, S.J.Scharf, R. Higuchi, G.T. Horn, K.B. Mullis, dan H.A. Erlich.1985. Primer-directed Enzymatic Amplification of DNA wih a Thermostable DNA Polymerase. Science 239: 487 – 491. Saitou, N. and M. Nei. 1987. The neighbor-joining method: a new method for reconstructing phylogenetic trees. Mol. Biol. Evol. 4(4):406-425 Sambrook, J., E.F. Fritch, dan T. Maniatis. 1989. Molecular Cloning: A Laboratory Manual.Vol 1-3. Second Edition. Cold Spring Harbor Laboratory Press., Cold Spring Harbor. Santos, R. 2006. Determination of Enterobacter sakazakii in Powdered Infant Formula, Recostituted and Utensils Used in Baby Botle Preparation. Poster P1-38. IAFP (International Asoociation for Food Protection), Calgary, Canada, 13-16 Aug, 2006. Scheepe-Leberkϋhne, M. dan F. Wagner. 1986. Optimization and Preliminary Characterization of an Exopolysaccharide Synhetized by Enterobacter sakazakii. Biotechnology Letters 8: 695 -700. Simmons, B.P., M.S. Gelfand, M. Haas, L. Metts, dan J. Ferguson. 1989. Enterobacter sakazakii Infection in Neonates Associated with Intrinsic Conamination of a Powdered Infant Formula. Infection Control and Hospital Epidemiology 10: 398 – 401.
72
Skladal, P., M. Mascini, C. Salvadori, da G. Zannoni. 1993. Detection of Bacterial Conamination in Sterile UHT Milk Using an L-Lactate Biosensor. Enzyme and Microbial Technology 15: 508 – 512. Sulandari, S., dan M.S.A. Zein. 2003. Panduan Praktis Laboratorium DNA. Bidang Zoologi. Pusat Penelitian Biologi. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Tamura K, Dudley J, Nei M & Kumar S. 2007. MEGA4: Molecular Evolutionary Genetics Analysis (MEGA) software version 4.0. Molecular Biology and Evolution 10.1093/molbev/msm092. Taylor, B.H., J.R. Manhart dan R.M. Amasino. 1993. Isolation and Characterizations of Plants DNA, Methods in Plant Molecular Biology and Biotechnology. CRC Press. London. p37 – 41. Townsend, S., E. Hurrell, dan S.Forsythe. 2008. Virulence Studies of Enterobacter sakazakii Isolates Associated with a Neonatal Itensive Care Unit Outbreak. BMC Microbiology 8: 64. Uphoff, H. dan G. Wricke. 1992. Random Amplified Polymorphic DNA Markers in Sugar Beet: Mapping for nematode Resistance and Hipocotyl Colour. Plant Breeding, 109: 11-13. Urmenyi, A.M.C., dan A.W. Franklin. 1961. Neonatal Death from Pigmented Coliform Infection. Lancet 11: 313 – 315. Val Kane. 2004. Faster Detection of Enterobacter sakazakii in Infant Formula.Oxoid, Ltd.. http://www.rapidmicrobiology.com van Acker, J., F.D. Smet, G. Muyldermans, A. Bouhgatef, A. Naessens, dan S. Lauwers. 2001. Outbreaks of Necrotizing Enterocolitis Associated with Enterobacter sakazakii in Powdered Milk Formula. Journal of Clinical Microbiology 39: 293 – 297. Yusuf, M. 2001. Genetika. Strukur dan Ekspresi Gen. Penerbit Sagung Seto. Jakarta.
73
Lampiran 1 Bagan alir teknik isolasi E.sakazakii dari susu formula dan makanan bayi 25 g sampel 1: 10 BPW EE broth Digoreskan pada VRBG Digoreskan pada DFI Agar, diinkubasi selama 24 jam Digoreskan pada TSA, diinkubasi selama 48 – 72 jam API 20E
74
Lampiran 2 Cara Pembuatan Larutan untuk Isolasi DNA dan Bufer (Sambrook et al., 1989) No. 1.
2.
3.
4.
5.
6. 7.
8.
Larutan 0.5 M EDTA (pH 8.0)
Cara membuat Larutkan 186,1 gram Na2EDTA dalam 400 ml air destilata, sesuaikan pH dengan memberi pelet NaOH dan tambahkan air destilata sampai volume 1 liter. Aliquot larutan untuk menghindari kontaminasi dan sterilisasi dengan cara autoclave 3 M Sodium asetat Larutkan 408,1 gram sodium acetate 3H2O dalam 800 ml air destilata. Sesuaikan pH sampai menunjukkan 5.2 dengan menambahkan asam asetat glasial. Tambahkan air destilata sampai volume 1 liter. Sterilisasi larutan dengan cara autoclave 5 M NaCl Larutkan 292,2 gram NaCl ke dalam 800 ml air destilata. Setelah terlarut semua tambahkan air destilata hingga volume 1 liter. Sterilisasi dengan cara autoclave. 10% Sodium dodecyl Larutkan 10 gram ke dalam 80 ml air Sulphate (SDS) destilata. Agar larut semua panaskan 68oC. Tambahkan air destilata sampai volume 100 ml. Larutan tidak perlu disterilisasi (jangan di-autoclave) 1 M Tris Larutkan 121,1 gram tris base dalam air destilata hingga mencapai 800 ml. Sesuaikan pH dengan penambahan HCl. Untuk pH 8,0 penambahan HCl adalah sebesar 42 ml. Kemudian tambahkan air destilata hingga volume 1 liter dan disterilisasi dengan cara di-autoclave Proteinase-K (20 mg/ml) Larutkan 20 mg proteinase-K dalam 1 ml air destilata, kemudian larutan disimpan pada suhu -20oC. TE Ambil 2 ml larutan 0,5 M EDTA pH 8,0 dan 10 ml larutan 1 M Tris.HCl pH 8,0. Kemudian masukkan ke dalam air destilata (steril) sampai volume 500 ml. 50X bufer TAE Larutkan 242 gram tris base ke dalam 700 ml air destilata, tambahkan 57,1 ml asam setat glasial dan 100 ml 0,5 M EDTA (pH 8,0). Kemudian tambahkan lagi air destilasi sampai volume 1 liter.
75
Lampiran 3 Hasil Pengujian dengan API 20E yang dianalisis dengan apiweb™ 1. ATCC E.sakazakii 352/7 GOOD IDENTIFICATION Strip
API 20 E V4.1
Profile
330537357
Note
POSSIBILITY OF Enterobacter cloacae
Significant taxa
% ID
T
Enterobacter sakazakii
98.4
1.0
Tests against
Next taxon
% ID
T
Enterobacter cloacae
1.5
0.7
Complementary test(s)
YELLOW
ESC (HYD.)
Enterobacter cloacae
0%
30%
Enterobacter sakazakii
98%
100%
Tests against INO
12% SOR 90%
2. YR t2a
EXCELLENT IDENTIFICATION TO THE GENUS Strip
API 20 E V4.1
Profile
130517357
Note
POSSIBILITY OF Enterobacter cloacae
Significant taxa
% ID
T
Tests against
Enterobacter amnigenus 1
90.6
0.97
Enterobacter cloacae
3.8
0.74
ADH 82% SOR 90%
Enterobacter gergoviae
2.8
0.72
URE 99%
Enterobacter sakazakii
2.6
0.71
ADH 96% INO
Next taxon
% ID
T
Kluyvera spp
0.1
0.4
Complementary test(s)
YELLOW
5KG
GLYCEROL
MDG
Enterobacter amnigenus
0%
2%
0%
78%
Enterobacter cloacae
0%
6%
40%
85%
Enterobacter gergoviae
0%
100%
100%
2%
Enterobacter sakazakii
98%
0%
15%
96%
75%
Tests against IND
80% VP
0%
76
3. YR t2b GOOD IDENTIFICATION Strip
API 20 E V4.1
Profile
030517357
Note Significant taxa
% ID
T
Enterobacter amnigenus 1
90.0
0.69
Next taxon
% ID
T
Enterobacter cloacae
5.7
0.49
Significant taxa
% ID
T
Enterobacter cloacae
81.4
0.6
Tests against ONPG99% Tests against ONPG98% ADH 82% SOR 90%
4. YR c3a ACCEPTABLE IDENTIFICATION Strip
API 20 E V4.1
Profile
230577357
Note
Next taxon
% ID
T
Enterobacter sakazakii
18.5
0.49
Tests against ONPG98% INO
12%
Tests against ONPG100% SOR
8%
5. YR w1 GOOD IDENTIFICATION Strip
API 20 E V4.1
Profile
330537357
Note
POSSIBILITY OF Enterobacter cloacae
Significant taxa
% ID
T
Tests against
Enterobacter sakazakii
98.4
1.0
Next taxon
% ID
T
Enterobacter cloacae
1.5
0.7
Complementary test(s)
YELLOW
ESC (HYD.)
Enterobacter cloacae
0%
30%
Enterobacter sakazakii
98%
100%
Tests against INO
12% SOR 90%
77
6. YR w3 GOOD IDENTIFICATION Strip
API 20 E V4.1
Profile
330537357
Note
POSSIBILITY OF Enterobacter cloacae
Significant taxa
% ID
T
Enterobacter sakazakii
98.4
1.0
Tests against
Next taxon
% ID
T
Enterobacter cloacae
1.5
0.7
Complementary test(s)
YELLOW
ESC (HYD.)
Enterobacter cloacae
0%
30%
Enterobacter sakazakii
98%
100%
Tests against INO
12% SOR 90%
7. YR k1b LOW DISCRIMINATION Strip
API 20 E V4.1
Profile
100517357
Note
POSSIBILITY OF Erwinia spp
Significant taxa
% ID
T
Pantoea spp 3
80.7
0.91
MEL 23%
Tests against
Enterobacter amnigenus 1
13.8
0.72
ODC 99%
Next taxon
% ID
T
Rahnella aquatilis
1.9
0.55
Tests against SOR 98% MOB
6%
Complementary test(s)
GLUCOSEg
YELLOW
GLYCEROL
MDG
Enterobacter amnigenus
100%
0%
0%
78%
Pantoea spp
20%
76%
30%
7%
Erwinia spp
-(+)
-(+)
+(-)
-(+)
78
8. YR k2a GOOD IDENTIFICATION Strip
API 20 E V4.1
Profile
330537357
Note
POSSIBILITY OF Enterobacter cloacae
Significant taxa
% ID
T
Enterobacter sakazakii
98.4
1.0
Tests against
Next taxon
% ID
T
Enterobacter cloacae
1.5
0.7
Complementary test(s)
YELLOW
ESC (HYD.)
Enterobacter cloacae
0%
30%
Enterobacter sakazakii
98%
100%
Tests against INO
12% SOR 90%
9. YR k3a GOOD IDENTIFICATION Strip
API 20 E V4.1
Profile
330537357
Note
POSSIBILITY OF Enterobacter cloacae
Significant taxa
% ID
T
Enterobacter sakazakii
98.4
1.0
Tests against
Next taxon
% ID
T
Enterobacter cloacae
1.5
0.7
Complementary test(s)
YELLOW
ESC (HYD.)
Enterobacter cloacae
0%
30%
Enterobacter sakazakii
98%
100%
Tests against INO
12% SOR 90%
79
Lampiran 4 Absorbansi sampel DNA pada λ 260 / 280 nm Isolat
Absorbansi pada λ A 260 / 280 260 nm 280 nm ATCC1 0.012 0.009 1.252 ATCC2 0.031 0.026 1.197 ATCC3 0.040 0.033 1.216 E41 0.116 0.113 1.025 E42 -0.013 -0.012 1.159 E81 -0.015 -0.015 0.974 E82 -0.028 -0.026 1.066 E121 -0.001 -0.005 0.114 E123 -0.025 -0.024 1.057 YR t 2a1 -0.004 -0.002 2.559 YR t 2a2 -0.017 -0.017 1.006 YR t 2a3 0.017 0.012 1.397 YR t 2b1 0.086 0.074 1.159 YR t 2b2 0.013 0.011 1.224 YR t 2b3 0.047 0.040 1.165 YR c 3a1 -0.034 -0.030 1.115 YR c 3a2 0.014 0.010 1.391 YR c 3a3 0.016 0.011 1.453 YR k 1b1 0.077 0.067 1.156 YR k 1b2 -0.030 -0.026 1.173 YR k 1b3 -0.006 -0.006 1.025 YR k 2a1 -0.029 -0.026 1.107 YR k 2a2 0.096 0.088 1.092 YR k 2a3 0.070 0.060 1.181 YR k 3a1 0.113 0.102 1.112 YR k 3a2 0.052 0.041 1.245 YR k 3a3 0.009 0.010 0.911 YR w 11 0.054 0.046 1.171 YR w 12 -0.003 -0.004 0.732 YR w 13 0.037 0.030 1.222 YR w 31 -0.011 -0.012 0.892 YR w 32 -0.038 -0.035 1.079 YR w 33 -0.038 -0.034 1.116 Keterangan: angka dalam bentuk subscript menunjukkan ulangan dalam isolasi DNA
80
Lampiran 5 Urut-urutan basa nukleotida hasil sekuensing 1. E. sakazakii YR c3a GGCCTAACCATGCAGTCGAACGGTAACAGGGAGCAGCTTGCTGCTCTGCTGACGAGT GGCGGACGGGTGAGTAATGTCTGGGAAACTGCCTGATGGAGGGGGATAACTACTGGA AACGGTAGCTAATACCGCAAACGTCTTCGGACCAAAGTGGGGGACCTNCGGGCCTCA TGCCATCAGATGTGCCCAGATGGGATTAGCTAGTAGGTGGGGTAACGGCTCACCTAG GCGACGATCCCTAGCTGGTCTGAGAGGATGACCAGCCACACTGGAACTGAGACACGG TCCAGACTCCTACGGGAGGCAGCAGTGGGGAATATTGCACAATGGGCGCAAGCCTGA TGCAGCCATGCCGCGTGTATGAAAAAGGCCTTCCGGGTTGTAAAGTACTTTTCAGCC GGGGAAGGAAGGCGTTTGTGTTTAATAACCCCCACCAATTGACCTTTACCCCCCAAA AAAAAACCACCGGGCTTAACTTCCGTGGCCCAACAACCCGGGGGTTATTAACCGGGA AGGGGTGCCAAGGCCGTTTAATTCCGGAAATTTTCTGGGGGCCGTTAAAAGCCCCCC CCCCGGGCGGGTTTGTTTTTAAATTCCAAAATGGGGAAAATCCCCCGGGGCTCCCCA ACCCCTGGGGAAAATTGCTTTTTTAAAAACTTGGGCCCGGGCTTTTTAATTTTCCCC CAAAAAAAGGGGGGGGGAAAAAATTCCCCCGGGGGTTAACCGGGGAAAAAAGGGCTT AAAAAAATTTGGGAAAAAAACCCCCGGGGGGGAAAAGGGGGGCCCCCCCTTGGGAAA AAAAAATAACCCCCCTTCGGGGGGAAAAAACCGGGGGGGAAAAAAAAAAATTTTAAA AACCCCCGGGGGTTTCCCCCCCCCCAAAAAAAAAAGACCCCTTTTGGGGGGTTGGGC CCCCTTTAAGGGGGGGGTTTCCCAGAAAAACCCCTTTTTATACCCCCCCCCCCGGGG GAAAAAACCCCCCCCGGGTAAAAAACCCAAAAAATTTTTGGGGGGGCCCCCCCCCCA AGGGGGAAAAGTTTTTTTTTTTTTTCCCCCC
2. E.sakazakii YR k1b CGGGAGCATGCTTGCTGCTCTGCTGACGAGTGGCGGACGGGTGAGTAATGTCTGGGA AACTGCCTGATGGAGGGGGATAACTACTGGAAACGGTAGCTAATACCGCATAACGTC TACGGACCAAAGTGGGGGACCTTCGGGCCTCATGCCATCAGATGTGCCCAGATGGGA TTAGCTAGTAGGTGGGGTAACGGCTCACCTAGGCGACGATCCCTAGCTGGTCTGAGA GGATGACCAGCCACACTGGAACTGAGACACGGTTCCAGACTCCTACGGGGAGGCAGC AGTGGGGAATATTGCACAATGGGCGCAAGCCTGATGCAGCCATGCCGCGTGTATGAA ACAAGGCCTTCGGGTTGTAAAGGTACTTTTCACCCGGGGAAGGAAAGGTGTTTGTGG TTAAAAAACCCCCACCAATTTGAACTTTTCCCCCCCAAAAAAAAACCCCCGGGTTTA ACTTCCGTGGCCAACCAACCCCGCGGTTTATTACCGGAAGGGGGGCAAGCCTTTATT CCGGAATTTTTTGGGGCGTAAAAACCCCCCCCCCGGGGGGTTTTGTTAAATTTAAAA GGGGAAAACCCCCCGGGGCTCCACCCTGGGGAAACTGGTATTTTTTAAAACGGGGGG GGGGTTTTAAATTTCCCCAAAAAAAGGGGGGGGGAAAAAATTTTCCCGGGGGTAAAA CCGGGGAAAAACGCCTTAAAAAATTTTGGAAAAAAAAAACCTGGGGGGGAAAAAAGG GGGCCCCCCCCGGGAAAAAAAAAATTGCCCCTCTTTGGGGGGAAAAAAAACTGGGGG GGGAAAAAAAAAAGGTTATTAATATCCCCCGGGGATACCCCCCCCCCCAAAAAAAAG AGGCCAACCTTGGGGGTTTTGGCCCCCCTAAGGGGGGGGGTTTTCCCCAAAAAAAAA CCCGTTTTTATACCCCCCCCCCCCGGGGAAAAACAGCCCCCCGAGAGGAAAAAACCA AAAACAAAATATTGGGGGGGGGCCCCCCCCCCAAAGGGGGGGAAGGTTTGTTTTTTT TTTT
81
3. E.sakazakii YR k2a GCAAGTCGAACGGTACTGGGAGCAGCTTGCTGCTCTGCTGACGAGTGGCGGACGGGT GAGTAATGTCTGGGAAACTGCCTGATGGAGGGGGATAACTACTGGAAACGGTAGCTA ATACCGCATAACGTCTACGGACCAAAGTGGGGGACCTTCGGGCCTCATGCCATCAGA TGTGCCCAGATGGGATTAGCTAGTAGGTGGGGTAACGGCTCACCTAGGCGACGATCC CTAGCTGGTCTGAGAGGATGACCAGCCACACTGGAACTGAGACACCGGTCCAGACTC CTACGGGAGGCAGCAGTGGGGAATATTGCACAATGGGCGCAAGCCTGATGCAGCCAT GCCGCGTGTATGAAAAAGGCCTTCCGGGTTTGTAAAGTACTTTTCACCCGGGGGAGG AAGGTGTTTGGGGTTAAATAACCCCCGCCAATTTGAACGTTTCCCCCCCAAAAAAAA CCCCCCGGGCTTAACTCCGTGGCCGCCAACCCGGCGGTTAATACCCGGAGGGGGGGC AAGGCGTTTAATTCCAAAATTTCTTGGGGCCTTAAAAACCCCCCCCCAGGGCGGTTC CTGTTAAATTCAAAAATTTAAAAATCCCCCCGGGGCTCCCACCCGGGGAAACTGGTT TTTTAAAATTTGGGGGGGGTTTAATTTCCCTAAAAAGGGGGGGGAAAAATTTCCCGG GGGTAACGCGGGGAAAATCTCCAAAAAAACTTTGGGAAAAAAACCCGGGGGGGAAAA AGGGGCCCCCCCCGGGAAAAAAAAAAGGCCCTCTTTGGGGGGGAAAAAAACGTGGGG GGAAAAAAAAAGGATTTAAAAACCCCCGGGGTGACCCCCCCCCAAAAAAAAATTGCC CCTTTTGGGGGTTTTGCCCCCTTAAAGGGGGGGTTTCCACAAAAAAAAACCCCTTTA AAAACCCCCCCCCCCGGGGGGAATATCCCCCCCAGCGGGAAAAAAAACAAAAAATAT TTTGGGGGGGCCCCCCCCCCCACGGGGGAGGAGAGGTTTTTTTTTTTTTTCCCCCCA CAAAAACCTT
4. E.sakazakii YR k3a GAGGCCTACCATGCAAGTCGAACGGTAACAGGGAGCAGCTTGCTGCTCTGCTGACGA GTGGCGGACGGGTGAGTAATGTCTGGGAAACTGCCTGATGGAGGGGGATAACTACTG GAAACGGTAGCTAATACCGCATAACGTCTACGGACCAAAGTGGGGGACCTTCGGGCC TCATGCCATCAGATGTGCCCAGATGGGATTAGCTAGTAGGTGGGGTAACGGCTCACC TAGGCGACGATCCCTAGCTGGTCTGAGAGGATGACCAGCCACACTGGAACTGAGACA CGGTCCAGACTCCTACGGGAGGCAGCAGTGGGGGAATATTGCACAATGGGCGCAAGC CTGATGCAGCCATGCCGCGTGTATGAAAGAAGGCCTTCCGGGTTGTAAAAGTACTTT TCACCGGGGAGGAAAGGGGTTGTGGTTAATAACCCCCAGCAATTGACCTTTCCCCCC CAAAAAAACCCCCCGGTTAACTCCGTTGCCAACAGCCCCGGGTTAAATACGGAGGGG GCCAAGCGTTTAATCGGAATTTCTTGGGGCGTAAAGCCCCCCCCCGGGCGGGTCTTT TTAAATCCAAAAAGGGGAAAACCCCCCGGGGCCCCCCCCTGGGAAAATGTGCTTTTT TAAAAATGGGGGGGGGTTTTGATTCCCCTAAAAAGAGGGGGGGAAAAATTTCCCGGG GGTTACCGGGGAAAAATTCCCTAAAAATATTTTTGGGAAAAAACCCGGGGGGGAAAA GGGGCCCCCCCCTGAAAAAAAAAAATTCCCCCTCTTGTGGGCAAAAACGGGGGGGAG AAAAAAAAAAATTTAAAAACCCCCCGGGGTTCCCCCCCCCCAAAAAAAATGGTCCCC TTTGGGGGTGGCCCCCCTTAAAAGGGGGGGTTTTCCCCAGAAAAACCCCTATTTTTT ACCCCCCCCCGGGGGGAAACCCCCCCCCGGGGAAAAACCACAAAAATTTGGGGGGGG GCCCCCCCCCAGGGGGGGAAAATTTTTTTTT
82
5. E.sakazakii YR t2a TCCGAACTGGGATTGTATTGGGGCGTAGACGGCCTCTTTTGCCGTAAACGCTGCCAT TCTTTGTCACGTCCCCTTTTAGCACCGCGCAAGATGACTCTTTTGTTTTTTAGAGAG AACAGGATCGCTCATGATCGCCATGCGCCCGATCACCGTAAAACACTAGGGCGCCAA GAGTCAAGGTTCTTTGGTAGTTAAGAGCTCCGTGCGTTATAAGAGTAGAAGATCTAA AATATGCATGGAGGACTTTACGTGTGTTAATCCCCGCCCGTAGACTCGTGTCCGTAG GCCTTTTGTGAGTACTTTCAGCCTTAGTTGCCTGTGAAGAGTAGCCTGGGAGGAGGG TCCGCACTACGACGCGTAAGTATTCTCGTTGNTTTAAGCATAGCATCCACCTCCCTC GTCCCCCCCCGCAGTAGAGGCAATCATAAATATATATCGCAGCATTCTTCCATGCAC AGAGTTAAAATACCCGAACGCGCTGCAGCACCCCACTCTACTACTACATTCTTTGCC ATTCTCACAAACAGGACAGCAAGCGCCCTCGCAGTCAGATGCAGGTGGATAGTCGAC AGAGCCCAGTGTGCGAGCACTATCGGCGCACAACCGAGGGTATCGCTCGTAGCTCGA TGGAACGAAAGCGTGGTAGAGCGTTTTTGTATGATGTAAGAGTGTTAGCTTGCAAAT CCCAGCGAGCGAAAGAGGGCTCAAGGCGTACATCGACGTCTTTCTTCTGCCGCCTGA TCAGTGTCAAGACACACCACCCCACGCGGATCCAGAGTTTGGAACGCATTATGCAAC CGATTAGAGTTACAGAGAATAGGGTAGTTAGTTGCTGCTCTAGGTGAAGTCGTGTGA GGAGTGGAGTTCGCCTTCCGAGTTGTTGTACTCAGATAGCTAGTATGAGAGAATAGA GAGTGTCGCGCATTCGACAGGTACGAGTAGGCATGTACGGATGGCGGAAGGTGTCTA TTTTTGATGAAGACAGAGACGTTCGGTGCTGCTAATAGCAGCAGCAGCAAACGCTGC GCCGACAAGACACGTGAACATATTATAGTTTTGAGGGCGACTTAGCTAGATTACGTG ATCGGGCTATCAATTGGATGAAGAGAGACGAGGAAGGCGCGATAAGAGTTATAACAA TTAGGGGAGAGAGCAAAGTGGTGGTTAAAGGGAGGTAATAAAGAGACAGCAAAGAAT ACTGCTCCATAGAGTGCTAGAATGAGATAGTAGTAAAATGTGAGCAATAGGATTAGA GGGAAATTATAGAAGAATATATAATTTATGTCCGCTCGGACAGTTCCTACAAAACC
6. E.sakazakii YR t2b GGAGGCCTACCATGCAGTCGAACGGTAACAGGGAGCAGCTTGCTGCTCTGCTGACGA GTGGCGGACGGGTGAGTAATGTCTGGGAAACTGCCTGATGGAGGGGGATAACTACTG GAAACGGTAGCTAATACCGCATAACGTCTACGGACCAAAGTGGGGGACCTTCGGGCC TCATGCCATCAGATGTGCCCAGATGGGATTAGCTAGTAGGTGGGGTAACGGCTCACC TAGGCGACGATCCCTAGCTGGTCTGAGAGGATGACCAGCCACACTGGAACTGAGACA CGGTCCAGACTCCTACGGGAGGCAGCAGTGGGGAATATTGCACAATGGGCGCAAGCC TGATGCAGCCATGCCGCGTGTATGAAAAAGGCCTTCGGGGTTGTAAAGTACTTTTCA GCGGGGGAAGGAAAGGCGTTTGTGGTTTAATAACCCCCAGCCATTTGACCTTTNCCC CCCCAAAAAAAAACCCCCCGGGTTAATTCCCGTGGCCAGCCAGCCCCGGGGTTAATA CCGGAAGGGGGGCAAGCCTTTAATCCGGAAATTTCCTGGGGCCGTTAAAAGCCCCCC CCCCGGGGGGGTCCTTTTTAAATTCCAAAAGGGGAAAATCCCCCGGGGCTTCCCCCC CGGGGAAAATTGGCTTTTTTTAAAAAATGGGGGGGGGTTTTAAATTTCCCCCTAAAA AGGGGGGGGGAAAAAAATTTCCCCGGGGGGTTACCGGGGGAAAAATGCCCTAAAAAA AATTTTGGAAAAAAAACCCGGGGGGGAAAAAGGGGGCCCCCCCTGGGAAAAAAAAAA TTAACCCCCCCTGGGGGGAAAAAAACGTGGGGGAGAAAAAAAAAAAAAAAAAAACCC CGGGGGGTCCCCCCCCCCCTAAAAAAAATGCCCCTTTGGGGGGTGGGGCCCCCCTAA AGGGGGGGGTTTTCCCAAAAAAAAAACCCTTTTAAAACCCCCCCCCCCGGGGGAAAA ACCCCCCCCCGGGGTTAAAACCCTATATTATTTTGGGGGGGGCCCCCCCC
83
7. E.sakazakii YR w1 GCGGCGGCCTACCATGCAAGTCGAACGGTAACAGGGAGCAGCTTGCTGCTCTGCTGA CGAGTGGCGGACGGGTGAGTAATGTCTGGGAAACTGCCTGATGGAGGGGGATAACTA CTGGAAACGGTAGCTAATACCGCATAACGTCTACGGACCAAAGTGGGGGACCTTCGG GCCTCATGCCATCAGATGTGCCCAGATGGGATTAGCTAGTAGGTGGGGTAACGGCTC ACCTAGGCGACGATCCCTAGCTGGTCTGAGAGGATGACCAGCCACACTGGAACTGAG ACACGGTCCAGACTCCTACGGGAGGGCAGCAGTGGGGAATATTGCACATTGGGCGCA AGCCTGATGCAACCCTTGCCCGCGTTGTATGAAAAAAGGCCTTCCGGTTTGGTAAAG TACTTTCCAGCGGGGGAAGAAAGGTTTTTTGGGTTTAAAAACCCCCACCAATTTGAC CTTTCCCCCCCAAAAAAACACCCGGGGTTAATTCCCTTTGCCAACAAACCCCCGGTT AATAACGAAGGGGGGAAAGCCGTTAATCTGGAAATTACTGGGGGCTTAAAACCCCCC CCCAAGGGGGGGTTTTTTAAACTTCAAAAGTGAAAATCCCCCCGGGGATCCAACCCT GGGGAAAAGCGCTTTTTGTAAAAACCGGGCCCCGGCTTTGGAACTTCCCCAAAAAAA GGGGGGGGAAAAAATTTCCCCGAGTGTAAGCGGGGAAAAAATGCCCTAAAAAAATCC TGGAAGGAAAAACCCCGGGGGGGGAAGAGGGGCCCCCCCCCCCGGAAAAAAAAAATA TAGCCCTCCTGGGGGTAAAAAAGTGGGGGGGAATAAAAAGAGGGATATTAGATCCCC GGGTGAGTCCCCCCCCCCCCAAAAAAGAGAGGGCATAGAGGAGTGGGGCCCTCCTTG GGGGGGGGTTTTTCTGATAAAAAAACCCTTAATATCACACCCCCCGGTAGGTAGCAC TACCCCCGGGTAAAAACAACAAAAAAATGTGGGGGGGGGCCCCCCCACCCCTGTGAG AGAGGGTGGGTTTTTTTTTCTCCGCC
8. E.sakazakii YR w3 GGCCTAACCATGCAAGTCGAACGGTAACACGGGAGCAGCTTGCTGCTCTGCTGACGA GTGGCGGACGGGTGAGTAATGTCTGGGAAACTGCCTGATGGAGGGGGATAACTACTG GAAACGGTAGCTAATACCGCATAACGTCTACGGACCAAAGTGGGGGACCTTCGGGCC TCATGCCATCAGATGTGCCCAGATGGGATTAGCTAGTAGGTGGGGTAACGGCTCACC TAGGCGACGATCCCTAGCTGGTCTGAGAGGATGACCAGCCACACTGGAACTGAGACA CGGTCCAGACTCCTACGGGAGGCAGCAGTGGGGAATATTGCACAATGGGCGCAAAGC CTGATGCAGCCATGCCCGCGTGTATGAAGAAGGCCTTCGGGTTGTAAAGTACTTTCA CCGGGGAAGGAAGGGGTTGTGGTTTAAAACCCCAGCAATTGACTTTACCCCCCAAAA AAAGCCCCGGCTTAACTCCCTGGCCAACAGCCCCCGGGTAAAACCGGAAGGGGGGCA AAGGCGTTTAATCCCGAAATTTCCTGGGGGCGGTAAAAACCCCCCCCCCGGGCGGGT TTTTTTAAAATTCAAAAAGGTGAAAAACCCCCCGGGGCCCCCCCCCTGGGGGAAAAT TGCTTTTTTAAAACCGGGGCGGGGTTTTGAATTCTCCTTTAAAAAGGGGGGGGAAAA ATTCCCCGGGGGGTAACCCCGGGGAAAAAAGCGCCTAAAAAACTTTGGGGGAAAAAA ACCCCGGGGGGGAAAAAAGGGCGGCCCCCCCCTGGAGAGAAAAAAAAATGACCTCCC TTTGGGGGAAAAAAGCGGGGGGGGGAGAAAAAAAAGAAAAATAAAAAACCCCCGGGG ACCCCCCCCCCCCAAAAAAAAGATTGTCAATTTGAAGGGGGTGGGCCCCCCCTAAGG GGGGGGTTTTTCCCGAAAAAAAAACTTTTTTTAATTCCCCCCCCCCGGGGGGAGAAA ACCCCCCCCAAGAGAAAAAAAAAACAAAAATATGGGGGGGGGCCCCCCCCACAAGGG GGGAGAGTTG
84
Lampiran 6 Pengamatan Plating Susu Bubuk Terinokulasi Kultur ATCC 392/5 E,sakazakii E1 E2 E3 E4 E5 E6 E7 YR t2a YR t2b YR c3a YR k1b YR k2a YR k3a YR w1 YR w3
10-4 98 102 20 16 440 380 432 344 121 112 226 192 188 150 130 140 TBUD TBUD 220 216 376 350 TBUD TBUD 118 116 TBUD TBUD 200 215 328 332
Pengenceran 105 1 0 10 9 114 94 59 66 6 5 108 130 23 23 33 30 288 260 196 180 198 180 230 220 96 110 418 366 52 49 142 162
10-6 0 0 0 0 3 7 5 5 0 0 22 18 3 2 2 1 250 240 13 10 29 17 94 70 59 53 300 280 13 6 17 20
Jumlah (CFU/g) 5,25 x 105
Log CFU/g
5,65 x 105
5,75
7,25 x 106
6,86
5,07 x 106
6,71
8,58 x 105
5,93
7,00 x 106
6,85
2,00 x 106
6,30
2,25 x 106
6,35
1,36 x 108
8,13
1,05 x 107
7,02
1,13 x 107
7,05
5,23 x 107
7,72
5,74 x 106
6,76
1,65 x 108
8,22
3,56 x 106
6,55
9,25 x 106
6,97
5,72
85
Lampiran 7 Pengamatan Plating Rekonstitusi dengan air bersuhu 100oC Kultur ATCC 392/5 E,sakazakii E1 E2 E3 E4 E5 E6 E7 YR t2a YR t2b YR c3a YR k1b YR k2a YR k3a YR w1 YR w3
10-0 0 0 0 0 9 14 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1
Pengenceran 10-1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
10-2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Jumlah (CFU/ml) 0
Log CFU/ml
0
-
1,15 x 101
1,06
0
-
0
-
0
-
0
-
0
-
0
-
0
-
0
-
0
-
0
-
0
-
0
-
1
0
-
86
Lampiran 8 Pengamatan Plating Rekonsitusi dengan air bersuhu 40oC Kultur ATCC 392/5 E,sakazakii E1 E2 E3 E4 E5 E6 E7 YR t2a YR t2b YR c3a YR k1b YR k2a YR k3a YR w1 YR w3
Pengenceran 10-3 10-4 6 1 4 1 20 10 16 9 TBUD 268 TBUD 280 TBUD 262 TBUD 253 TBUD 69 TBUD 101 TBUD 38 TBUD 36 TBUD 55 TBUD 35 130 30 149 33 TBUD 63 TBUD 44 TBUD 128 TBUD 130 TBUD 128 TBUD 152 3 1 4 0 TBUD 166 TBUD 172 TBUD 220 TBUD 224 TBUD 82 TBUD 92 TBUD 164 TBUD 156
10-5 0 0 0 0 43 44 28 20 3 12 6 5 6 0 2 1 9 0 35 28 68 52 0 0 111 110 40 45 6 5 8 8
Jumlah (CFU/ml) 7,50 x 103
Log CFU /ml
5,65 x 104
4,75
3,55 x 106
6,55
2,49 x 106
6,40
8,51 x 105
5,93
4,60 x 105
5,66
3,75 x 105
5,57
2,27 x 105
5,36
4,93 x 105
5,69
1,3 x 106
6,10
3,70 x 106
6,57
4,25 x 103
3,63
6,37 x 106
6,76
3,24 x 106
6,51
8,70 x 105
5,94
1,20 x 106
6,08
3,88
87
Lampiran 9 Kultur ATCC 392/5 E,sakazakii E1 E2 E3 E4 E5 E6 E7 YR t2a YR t2b YR c3a YR k1b YR k2a YR k3a YR w1 YR w3
Pengamatan Plating Rekonstitusi dengan air bersuhu 4oC 10-3 48 41 42 35 108 106 84 82 93 90 TBUD TBUD 60 59 158 162 8 6 204 212 TBUD TBUD 174 182 212 218 124 138 174 182 124 138
Pengenceran 10-4 20 15 17 0 13 15 24 22 5 8 244 242 27 25 32 37 0 0 160 136 TBUD TBUD 41 63 112 104 27 29 41 63 27 29
10-5 3 2 0 0 2 1 0 0 3 0 69 80 10 8 3 2 0 0 14 0 105 110 7 1 11 21 1 0 7 1 1 0
Jumlah (CFU/ml) 1,10 x 105
Log CFU/ml
6,18 x 104
4,79
1,24 x 105
5,09
1,57 x 105
5,20
7,83 x 104
4,89
4,94 x 106
6,69
1,60 x 105
5,20
2,53 x 105
5,40
3,50 x 103
3,54
8,44 x 105
5,90
1,08 x 107
7,03
1,78 x 105
5,25
6,48 x 105
5,81
2,06 x 105
5,31
3,49 x 105
5,54
2,71 x 105
5,43
5,04
88
Lampiran 10 Kultur ATCC 392/5 E,sakazakii E1 E2 E3 E4 E5 E6 E7 YR t2a YR t2b YR c3a YR k1b YR k2a YR k3a YR w1 YR w3
Pengamatan Plating Rekonstitusi dengan air bersuhu 70oC 10-0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 17 16 0 0 76 107 0 0 57 55 0 0 298 264 112 110 0 0 99 81
Pengenceran 10-1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 8 1 0 0 19 46 0 0 189 171 21 22 0 0 32 14
10-2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 43 27 18 15 0 0 2 3
Jumlah (CFU/ml) 0
Log CFU/ml
0
-
0
-
0
-
0
-
0
-
1,08 x 101
1,03
0
-
6,83 x 101
1,83
0
-
5,6 x 101
1,75
0
-
1,04 x 103
3,02
1,63 x 102
2,21
0
-
1,60 x 102
2,20
-
89
Lampiran 11 Pengamatan Plating Hang Time Setelah direkonstitusi dengan air bersuhu 70oC Kultur ATCC 392/5 E,sakazakii
Waktu tunggu 2 jam 4 jam 8 jam
E1
2 jam 4 jam 8 jam
E2
2 jam 4 jam 8 jam
E3
2 jam 4 jam 8 jam
E4
2 jam 4 jam 8 jam
E5
2 jam 4 jam 8 jam
E6
2 jam 4 jam 8 jam
10-0 0 0 5 10 25 26 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 4 0 2 1 16 12 98 55 3 1 32 31 220 180 13 2 96 90 TBUD TBUD 25 26 250 240 TBUD TBUD
Pengenceran 10-1 0 0 3 0 6 9 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 2 0 0 28 0 50 52 0 0 16 14 41 55 1 1 45 60 352 355 5 1 177 127 TBUD TBUD
10-2 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 5 0 0 1 1 2 0 0 0 2 3 101 93 0 0 13 23 114 116
Jumlah bakteri (CFU/ml) 0
Log CFU/ml -
1,13 x 101
1,05
5,03 x 101
1,70
0
-
0
-
0
-
0
-
0
-
1,10 x 101
1,04
1,50 x 100
0,18
7,70 x 101
1,89
2,93 x 102
2,47
2,00 x 100
0,30
9,08 x 101
1,96
3,40 x 102
2,53
8,75 x 100
0,94
3,09 x 102
2,49
6,62 x 103
3,82
2,78 x 101
1,44
8,83 x 102
2,95
1,15 x 104
4,06
90
Kultur E7
Waktu tunggu 2 jam 4 jam 8 jam
YR t2a
2 jam 4 jam 8 jam
YR t2b
2 jam 4 jam 8 jam
YR c3a
2 jam 4 jam 8 jam
YR k1b
2 jam 4 jam 8 jam
YR k2a
2 jam 4 jam 8 jam
YR k3a
2 jam 4 jam 8 jam
10-0 0 0 0 0 0 0 268 230 TBUD TBUD TBUD TBUD 0 0 0 0 2 2 224 186 TBUD TBUD TBUD TBUD 1 0 1 0 12 1 TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD 236 212 TBUD TBUD TBUD TBUD
Pengenceran 10-1 0 0 0 0 0 0 28 26 TBUD TBUD TBUD TBUD 0 0 0 0 4 2 144 56 TBUD TBUD TBUD TBUD 0 0 0 0 4 0 202 177 TBUD TBUD TBUD TBUD 37 27 344 484 TBUD TBUD
10-2 0 0 0 0 0 0 2 3 127 124 288 256 0 0 0 0 0 0 11 8 205 212 396 436 0 0 0 0 3 1 20 24 392 400 516 540 11 7 222 276 304 356
Jumlah bakteri (CFU/ml) 0
Log CFU/ml -
0
-
0
-
2,60 x 102
2,41
1,26 x 104
4,10
2,72 x 104
4,43
0
-
0
-
1,60 x 101
1,20
6,03 x 102
2,78
2,09 x 104
4,32
4,16 x 104
4.62
5,00 x 10-1
-0,30
5,00 x 10-1
-0,30
1,33 x 101
1,12
2,05 x 103
3,31
3,96 x 104
4,60
5,28 x 104
4,72
2,72 x 102
2,43
1,45 x 104
4,16
3,30 x 104
4,52
91
Kultur YR w1
Waktu tunggu 2 jam 4 jam 8 jam
YR w3
2 jam 4 jam 8 jam
10-0 0 0 7 6 136 148 TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD
Pengenceran 10-1 0 0 4 2 39 40 252 212 TBUD TBUD TBUD TBUD
10-2 0 0 0 0 0 2 59 38 348 372 412 420
Jumlah bakteri (CFU/ml) 0
Log CFU/ml -
1,83 x 101
1,26
2,69 x 102
2,43
3,59 x 103
3,56
3,60 x 104
4,56
4,16 x 104
4,62
92