KEMAMPUAN AKTINOMISET ENDOFIT SEBAGAI PENAMBAT NITROGEN DAN PERANNYA DALAM MENINGKATKAN PERTUMBUHAN TANAMAN PADI
ANNISA PARAMITA PRATYASTO
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Kemampuan Aktinomiset Endofit sebagai Penambat Nitrogen dan Perannya dalam Meningkatkan Pertumbuhan Tanaman Padi adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Oktober 2012
Annisa Paramita Pratyasto G351100161
ABSTRACT ANNISA PARAMITA PRATYASTO. Capability of Endophytic Actinomycetes in Fixing Nitrogen and Their Role in Promoting Rice Seedlings Growth. Under direction of YULIN LESTARI and NISA RACHMANIA MUBARIK. Nitrogen is the nutrient that most frequently limits on paddy productivity. Excessive chemical nitrogen fertilizer applied on conventional farming may have negative impact to the degradation of environment. An alternative solution for this problem is by using biological nitrogen fixation (BNF) to enhance crop growth which can be done by applying nitrogen fixing endophytic actinomycetes. The objective of this research was to obtain endophytic actinomycetes isolates which have the capability in fixing N2 based on in-vitro and in-planta assay. Based on invitro assay, SSW-02 was considered as the most promising N2 fixing bacteria based on its ability to reduce 2.1750 nmol acetylene/hour and produced ammonia 2.144 ppm for 15 days in free nitrogen medium. In-planta assessment was conducted in a greenhouse using IR-64 rice variety on sterile and non sterile soil with two-factors completely randomized factorial design. The factors were endophytic actinomycetes treatments which consisted of SSW-02, AB131-2, control and urea dosage which consisted of 0%, 50%, 100% dosage from 200 Kg/Ha. Each treatment had been done in three replications. Based on in-planta assay, SSW-02 application with 100% urea dosage increased total plant dry weight and leaf color. Although not significantly different, SSW-02 application with 50% urea dosage also had the highest number of tillering and ability to increase plant height and root length. Nitrogen content also increased by SSW-02 application with 100% urea dosage in sterile soil. Microscopic observation of SSW-02 and AB131-2 of rice treatment using reducing tetrazolium method showed that both of isolates were able to penetrate and colonize the root of rice, confirming them as endophytes. The results indicated that SSW-02 had promising role as a N2 fixing bacteria on rice plant. Keywords : Collonization, Endophytic Actinomycetes, N2 Fixation, Rice
RINGKASAN ANNISA PARAMITA PRATYASTO. Kemampuan Aktinomiset Endofit sebagai Penambat Nitrogen dan Perannya dalam Meningkatkan Pertumbuhan Tanaman Padi . Dibimbing oleh YULIN LESTARI dan NISA RACHMANIA MUBARIK. Pertambahan populasi penduduk di dunia berdampak langsung terhadap peningkatan kebutuhan akan produktivitas padi sebagai bahan pangan pokok di dunia, terutama di Indonesia. Produktivitas padi dibatasi salah satunya oleh kebutuhan akan nitrogen. Pengembangan keragaman pupuk yang responsif dan ditambah dengan kesadaran petani tentang pentingnya kebutuhan nitrogen, telah menyebabkan tingginya tingkat penggunaan pupuk nitrogen anorganik pada padi yang dapat membahayakan lingkungan. Salah satu solusi dari permasalahan di atas ialah memanfaatkan mikrob penambat N2 yaitu aktinomiset endofit yang dapat menjadi pelaku penambatan N2 di samping keistimewaannya dalam menghasilkan senyawa bioaktif dengan beragam fungsi seperti fitohormon, antimikrob dan enzim. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kemampuan aktinomiset endofit terpilih dalam menambat N2 secara in-vitro dan in-planta serta mengetahui kemampuannya dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman padi. Mikrob yang digunakan dalam penelitian ialah 10 isolat aktinomiset endofit yang merupakan kelompok Streptomyces yaitu AB131-2, PS4-16, Impara 6A, AB131-1, AB131-3, A Fat, Membramo A, LSW-05, LBR-02, dan SSW-02 koleksi Laboratorium Mikrobiologi IPB. Peremajaan isolat aktinomiset endofit dilakukan dengan menggoreskan koloni isolat aktinomiset endofit pada media Yeast Extract Starch Agar (YSA). Tahapan dalam penelitian ini dibagi menjadi dua tahapan yaitu uji kemampuan aktinomiset endofit dalam penambatan nitrogen secara in-vitro dan aktinomiset endofit terpilih diujikan secara in-planta. Secara in-vitro, pada aktinomiset endofit dilakukan pengamatan kemampuan tumbuh pada media bebas nitrogen, uji penambatan nitrogen dengan metode reduksi asetilen dan uji produksi amonia dengan metode Nessler. Aplikasi isolat aktinomiset endofit terpilih secara in-planta dilakukan pada padi varietas IR-64 di rumah kaca dengan kombinasi metode seed dressing dan dipping dengan inokulan aktinomiset endofit terpilih. Desain penelitian dilakukan dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial dengan dua faktor yaitu faktor isolat aktinomiset endofit terpilih terdiri atas tiga taraf yaitu tanpa inokulasi (K), penambahan isolat aktinomiset endofit terpilih 1 (SSW-02) (S), dan penambahan isolat aktinomiset endofit terpilih 2 (AB131-2) (A); faktor dosis urea terdiri tiga taraf yaitu penggunaan dosis pupuk NPK sesuai standar (1) sebesar 200 Kg Urea/Ha: 100 Kg SP-36/Ha : 100 Kg KCl/Ha, setengah dosis standar pupuk Urea (0.5) dan tanpa pupuk Urea (0). Pengulangan dilakukan sebanyak tiga kali. Pengamatan mikrob endofit dalam jaringan akar padi dilakukan dengan pewarnaan tetrazolium dan pengamatan pertumbuhan vegetatif padi dilakukan setelah padi berumur 6 MST. Sepuluh isolat aktinomiset endofit dapat tumbuh baik dengan morfologi koloni yang beragam pada media YSA. AB131-1, SSW-02, A Fat, Membramo A memiliki miselia berwarna coklat tua, AB131-2 dengan miselia berwarna hijau tua, Impara 6A memiliki miselia berwarna putih serta lainnya memiliki warna miselia coklat muda. Perbedaan dalam pembentukan miselia aerial serta
munculnya penataan rantai spora menunjukkan karakter Streptomyces spp. Penataan rantai spora pada aktinomiset endofit pun beragam seperti A Fat, LBR02, PS4-16 dan LSW 05 memiliki tipe rantai spora Spirales, Impara 6 A dan AB131-3 memiliki tipe rantai spora Rectiflexibiles dan lainnya memiliki tipe rantai spora Retinaculiaperti. Secara in-vitro, isolat aktinomiset endofit SSW-02 merupakan isolat terbaik yang mampu menambat nitrogen berdasarkan kemampuannya mereduksi asetilen sebesar 2.1750 nmol etilen/jam atau dengan reduksi asetilen spesifik sebesar 1.55 nmol etilen/jam per mg sel serta berdasarkan kemampuan produksi amonia yang dihasilkan sebesar 2.144 ppm dalam waktu optimum pertumbuhan 15 hari. Berdasarkan kemampuan reduksi asetilen dan produksi amonia, maka isolat aktinomiset endofit yang terpilih untuk diamati kemampuan penambatan N2 secara in-planta adalah isolat SSW-02 sebagai isolat dengan kemampuan penambatan N2 terbaik dan isolat AB131-2 sebagai isolat dengan kemampuan penambatan N2 rendah, namun memiliki kemampuan produksi IAA tertinggi. Isolat SSW-02 dan AB131-2 juga mampu melakukan penetrasi di jaringan interseluler akar padi berdasarkan uji tetrazolium dengan akar padi setelah 6 minggu masa pertumbuhan vegetatif padi. Isolat SSW-02 memasuki bagian jaringan interselular akar, sedangkan, AB131-2 sebagian besar berada di daerah eksodermis dari arah irisan melintang akar. Kedua isolat juga berada di bagian pertengahan internal akar atau sekitar area korteks dan endodermis akar dari arah irisan membujur akar. Pada pengamatan hasil pertumbuhan vegetatif padi, aplikasi isolat SSW-02 mampu meningkatkan nilai warna hijau daun tertinggi sebesar 3.08 dan 3.00 pada tanah steril dan tidak steril juga peningkatan terhadap bobot kering total tanaman sebesar 17.44% dibandingkan kontrol pada tanah steril dengan penggunaan pupuk urea sebesar 100% (≈200 Kg Urea/Ha). Aplikasi SSW-02 dengan penggunaan pupuk urea 50% (≈100 Kg Urea/Ha) juga mampu menunjukkan peningkatan terhadap tinggi tanaman padi sebesar 4.05%, peningkatan panjang akar sebesar 10% dan peningkatan jumlah anakan sebesar 9% dibandingkan dengan kontrol di tanah steril. SSW-02 dengan dosis urea 100% juga menunjukkan peningkatan serapan nitrogen total tanaman padi tertinggi pada tanah steril sebesar 1.5005 g, namun di tanah tidak steril aplikasi AB131-2 memberikan hasil tertinggi sebesar 1.9426 g. Hal ini menunjukkan potensi aplikasi SSW-02 sebagai penambat N2 pada tanaman padi khususnya di tanah steril. Hal ini menunjukkan potensi aplikasi SSW-02 sebagai penambat N2 pada tanaman padi.
Kata kunci: Aktinomiset Endofit, Kolonisasi, Padi, Penambatan N2
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber. a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
KEMAMPUAN AKTINOMISET ENDOFIT SEBAGAI PENAMBAT NITROGEN DAN PERANNYA DALAM MENINGKATKAN PERTUMBUHAN TANAMAN PADI
ANNISA PARAMITA PRATYASTO
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Mikrobiologi
SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Sugiyanta M.Si.
Judul Tesis
Nama Mahasiswa NRP
: Kemampuan Aktinomiset Endofit sebagai Penambat Nitrogen dan Perannya dalam Meningkatkan Pertumbuhan Tanaman Padi : Annisa Paramita Pratyasto : G351100161
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Yulin Lestari Ketua
Dr. Nisa Rachmania Mubarik M.Si. Anggota
Diketahui Ketua Program Studi Mikrobiologi
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Anja Meryandini, M.S.
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr.
Tanggal Ujian: 8 Oktober 2012
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian ini yaitu Kemampuan Aktinomiset Endofit sebagai Penambat Nitrogen dan Perannya dalam Meningkatkan Pertumbuhan Tanaman Padi Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Yulin Lestari dan Dr. Nisa Rachmania Mubarik M.Si selaku pembimbing yang telah banyak memberikan arahan dan sarannya selama penulisan karya ilmiah ini. Terima kasih juga disampaikan kepada Dr. Ir. Sugiyanta M.Si.selaku penguji luar komisi dan Prof. Dr. Anja Meryandini, M.S. selaku Ketua Program Mayor Mikrobiologi IPB. Kepada I-MHERE B2c. IPB 2010/2012 terima kasih atas kepercayaannya untuk memberikan beasiswa kuliah selama menempuh pendidikan pascasarjana di IPB dan terimakasih atas hibah penelitian I-MHERE B2c. IPB a.n Dr. Ir. Yulin Lestari sehingga, penelitian yang saya lakukan dapat terlaksana dengan baik. Penulis menyampaikan terima kasih kepada staf laboratorium Mikrobiologi, yaitu Mbak Heni dan Bapak Jaka, serta seluruh staf laboratorium Balai Penelitian Tanah, Litbang Pertanian Bogor khususnya Bapak Jatmo, Bu Ratih, dan Pak Yadi yang bersedia membantu penelitian saya. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Gesti, Aya, Eka, Nia, Putri, Mbak Yessy, Mbak Diah, Sari, Pak Puji atas bantuan dan motivasinya selama penelitian. Ungkapan terima kasih disampaikan kepada ayah, ibu, Nadira Puspita Pratyasto, Citta Faradisa Pratyasto, serta Yudhi Hidayat atas doa, dukungan dan semangat yang diberikan. Kepada teman-teman Pascasarjana Mikrobiologi IPB 2010 terima kasih atas kebersamaan yang singkat dan sangat indah. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi kemajuan ilmu pengetahuan selanjutnya.
Bogor, Oktober 2012
Annisa Paramita Pratyasto
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Denpasar pada tanggal 2 Oktober 1987 dari ayah Ir. Lintjah Pratyasto dan ibu Ir. Ida Agustini Saidi, MP. Penulis merupakan putri pertama dari tiga bersaudara. Penulis lulus Sekolah Menengah Umum Negeri 16 Surabaya tahun 2005. Pada tahun yang sama penulis diterima masuk Universitas Gadjah Mada (UGM) sebagai mahasiswa Jurusan Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian dan dinyatakan lulus S1 tahun 2009. Penulis sempat bekerja sebagai New Product Development Staff di PT. Synergy Beverage Indonesia pada periode Oktober 2010-Agustus 2011 Penulis
melanjutkan
pendidikan
program
Magister
pada
Sekolah
Pascasarjana-Institut Pertanian Bogor (IPB) dengan memilih Program Mayor Mikrobiologi (MIK) dengan beasiswa program I-MHERE B2c. IPB pada tahun 2010. Saat menempuh pendidikan penulis pernah bekerja sebagai freelance reporter pada PT. Media Pangan Indonesia periode Juni 2011 hingga sekarang. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains, penulis melakukan penelitian dengan judul “Kemampuan Aktinomiset Endofit sebagai Penambat Nitrogen dan Perannya dalam Meningkatkan Pertumbuhan Tanaman Padi”. Penelitian yang dilakukan dibimbing oleh Dr. Ir. Yulin Lestari dan Dr. Nisa Rachmania Mubarik, M.Si. Sebagian hasil penelitian ini juga pernah dipresentasikan secara lisan oleh penulis dalam “The 7th International Student Conference at Ibaraki University” (ISCIU7), 3-4 Desember 2011 di Ibaraki, Jepang dan “International Seminar Agriculture Adaptation in The Tropics: Research and Innovation toward Environment Resilience and Food Security”, 5-6 September 2012 di Bogor, Indonesia.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ........................................................................................
xvi
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................
xvii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................
xviii
PENDAHULUAN Latar Belakang ...................................................................................... Perumusan Masalah .............................................................................. Hipotesis ................................................................................................ Tujuan Penelitian .................................................................................. Manfaat Penelitian ................................................................................. Ruang Lingkup Penelitian ....................................................................
1 4 4 5 5 5
TINJAUAN PUSTAKA Aktinomiset Endofit ............................................................................. Penambatan Nitrogen ........................................................................... Padi .......................................................................................................
7 10 12
BAHAN DAN METODE Kerangka Penelitian .............................................................................. Rancangan Percobaan ........................................................................... Bahan .................................................................................................... Peremajaan dan Pengamatan Mikroskopis Aktinomiset Endofit ......... Pengukuran Bobot Kering Sel Aktinomiset ......................................... Uji Kemampuan Aktinomiset Endofit dalam Penambatan N2 secara In-Vitro ....................................................................................... Uji Kemampuan Aktinomiset Endofit dalam Penambatan N2 secara In-Planta ..................................................................................... HASIL Pertumbuhan dan Morfologi Koloni Aktinomiset Endofit .................. Kemampuan Tumbuh Aktinomiset Endofit di Media Bebas Nitrogen ............................................................................................... Aktivitas Penambatan Nitrogen Aktinomiset Endofit Berdasarkan Metode Reduksi Asetilen ..................................................................... Produksi Amonia oleh Aktinomiset Endofit ...................................... Kolonisasi Aktinomiset Endofit pada Jaringan Akar Padi................... Kemampuan Aktinomiset Endofit Penambat Nitrogen dalam Peningkatan Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Padi ............................ Kemampuan Aktinomiset Endofit Penambat Nitrogen dalam Peningkatan Serapan Nitrogen Tanaman Padi ..................................... PEMBAHASAN Pertumbuhan dan Morfologi Koloni Aktinomiset Endofit ..................
15 16 16 18 18 18 19 23 24 25 25 28 29 37 43
Kemampuan Aktinomiset Endofit dalam Penambatan N2 secara In-Vitro ................................................................................................. Kolonisasi Aktinomiset Endofit pada Jaringan Akar Padi ................... Kemampuan Aktinomiset Endofit Penambat Nitrogen dalam Peningkatan Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Padi ............................ Kemampuan Aktinomiset Endofit Penambat Nitrogen dalam Peningkatan Serapan Nitrogen Tanaman Padi .....................................
44 46 47 51
SIMPULAN DAN SARAN ..........................................................................
55
Simpulan ............................................................................................... Saran .....................................................................................................
55 55
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................
57
LAMPIRAN .................................................................................................
65
DAFTAR TABEL
Halaman 1
Diazotrof endofit dan area kolonisasinya pada tanaman padi ............
2
2
Kemampuan aktinomiset endofit dalam mereduksi asetilen .............. 25
3
Hasil uji kuantitatif produksi amonia aktinomiset endofit umur 15 hari ...................................................................................................... 26
4
Pola produksi amonia pada isolat aktinomiset endofit terpilih .......... 27
5
Pengaruh dosis urea dan aktinomiset terhadap tinggi tanaman padi umur 6 MST pada tanah steril ............................................................ 30
6
Pengaruh dosis urea dan aktinomiset terhadap tinggi tanaman padi umur 6 MST pada tanah tidak steril ................................................... 30
7
Pengaruh dosis urea dan aktinomiset terhadap panjang akar tanaman padi umur 6 MST pada tanah steril ...................................... 31
8
Pengaruh dosis urea dan aktinomiset terhadap jumlah anakan tanaman padi umur 6 MST pada tanah steril ...................................... 32
9
Pengaruh dosis urea dan aktinomiset terhadap jumlah anakan tanaman padi umur 6 MST pada tanah tidak steril ............................. 33
10 Pengaruh dosis urea dan aktinomiset terhadap nilai warna daun tanaman padi umur 6 MST pada tanah steril ...................................... 33 11 Pengaruh dosis urea dan aktinomiset terhadap nilai warna daun tanaman padi umur 6 MST pada tanah tidak steril ............................. 34 12 Pengaruh dosis urea dan aktinomiset terhadap bobot kering akar tanaman padi umur 6 MST pada tanah steril ...................................... 34 13 Pengaruh dosis urea dan aktinomiset terhadap bobot kering akar tanaman padi umur 6 MST pada tanah tidak steril ............................. 35 14 Pengaruh dosis urea dan aktinomiset terhadap bobot kering tajuk tanaman padi umur 6 MST pada tanah tidak steril ............................. 36 15 Pengaruh dosis urea dan aktinomiset terhadap bobot kering total tanaman padi umur 6 MST pada tanah steril ...................................... 37 16 Pengaruh dosis urea dan aktinomiset terhadap serapan nitrogen akar tanaman padi umur 6 MST pada tanah steril .............................. 38
DAFTAR GAMBAR Halaman 1
Proses penambatan N2 ....................................................................... 10
2
Diagram alur penelitian ..................................................................... 15
3
Pertumbuhan koloni isolat aktinomiset endofit di media YSA umur 15 hari ....................................................................................... 23
4
Tipe penataan rantai spora aktinomiset ............................................. 24
5
Pertumbuhan koloni isolat aktinomiset endofit di media bebas nitrogen umur 15 hari ........................................................................ 24
6
Hasil uji kualitatif produksi amonia dengan metode Nessler ............. 26
7
Pola produksi amonia dengan metode Nessler ................................... 27
8
Kolonisasi aktinomiset endofit pada jaringan akar padi 6 MST ........ 28
9
Pertumbuhan vegetatif tanaman padi pada tanah steril ..................... 29
10 Pertumbuhan vegetatif tanaman padi pada tanah tidak steril ............. 29 11 Pengaruh dosis urea dan perlakuan aktinomiset terhadap panjang akar tanaman padi umur 6 MST pada tanah tidak steril .................... 31 12 Pengaruh dosis urea dan perlakuan aktinomiset terhadap bobot kering tajuk tanaman padi umur 6 MST pada tanah tidak steril ........ 35 13 Pengaruh dosis urea dan perlakuan aktinomiset terhadap bobot kering total tanaman padi umur 6 MST pada tanah tidak steril ......... 37 14 Pengaruh dosis urea dan perlakuan aktinomiset terhadap serapan nitrogen akar tanaman padi umur 6 MST pada tanah tidak steril ...... 38 15 Pengaruh dosis urea dan perlakuan aktinomiset terhadap serapan nitrogen tajuk tanaman padi umur 6 MST pada tanah steril (a) dan tidak steril (b)...................................................................................... 39 16 Pengaruh dosis urea dan perlakuan aktinomiset terhadap serapan nitrogen total tanaman padi umur 6 MST pada tanah steril (a) dan tidak steril (b)...................................................................................... 40
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1
Hasil analisis sidik ragam dan hasil uji lanjut Duncan nilai reduksi asetilen dengan selang kepercayaan 95% ...................................................... 67
2
Hasil analisis sidik ragam dan hasil uji lanjut Duncan nilai produksi amonia dengan selang kepercayaan 95% ...................................................... 68
3
Hasil produksi amonia oleh aktinomiset endofit pada hari ke-15 ................. 69
4
Hasil produksi amonia isolat SSW-02 dan AB131-2 pada hari ke-5 ............ 70
5
Hasil produksi amonia isolat SSW-02 dan AB131-2 pada hari ke-10 .......... 70
6
Hasil produksi amonia isolat SSW-02 dan AB131-2 pada hari ke-15 .......... 71
7
Perhitungan kebutuhan pupuk N, P, dan K dalam skala pot 5 Kg tanah ....... 71
8
Data analisis sifat kimia tanah ultisol Cimanggu sebelum tanam ................. 72
9
Kriteria penilaian sifat kimia tanah ............................................................... 72
10 Hasil analisis sidik ragam dan hasil uji lanjut Duncan tinggi padi pada tanah steril dengan selang kepercayaan 95% ................................................ 73 11 Hasil analisis sidik ragam dan hasil uji lanjut Duncan tinggi padi pada tanah tidak steril dengan selang kepercayaan 95% ....................................... 74 12 Hasil analisis sidik ragam dan hasil uji lanjut Duncan panjang akar pada tanah steril dengan selang kepercayaan 95% ................................................ 75 13 Hasil analisis sidik ragam dan hasil uji lanjut Duncan panjang akar pada tanah tidak steril dengan selang kepercayaan 95% ....................................... 76 14 Hasil analisis sidik ragam dan hasil uji lanjut Duncan jumlah anakan pada tanah steril dengan selang kepercayaan 95% ........................................ 77 15 Hasil analisis sidik ragam dan hasil uji lanjut Duncan jumlah anakan pada tanah tidak steril dengan selang kepercayaan 95% ............................... 78 16 Hasil analisis sidik ragam dan hasil uji lanjut Duncan nilai warna daun pada tanah steril dengan selang kepercayaan 95% ........................................ 79 17 Hasil analisis sidik ragam dan hasil uji lanjut Duncan nilai warna daun pada tanah tidak steril dengan selang kepercayaan 95% ............................... 80 18 Hasil analisis sidik ragam dan hasil uji lanjut Duncan bobot kering akar pada tanah steril dengan selang kepercayaan 95% ........................................ 81 19 Hasil analisis sidik ragam dan hasil uji lanjut Duncan bobot kering akar pada tanah tidak steril dengan selang kepercayaan 95% ............................... 82
20 Hasil analisis sidik ragam dan hasil uji lanjut Duncan bobot kering tajuk pada tanah steril dengan selang kepercayaan 95% ............................. 83 21 Hasil analisis sidik ragam dan hasil uji lanjut Duncan bobot kering tajuk pada tanah tidak steril dengan selang kepercayaan 95% ..................... 84 22 Hasil analisis sidik ragam dan hasil uji lanjut Duncan bobot kering total tanaman pada tanah steril dengan selang kepercayaan 95% ......................... 85 23 Hasil analisis sidik ragam dan hasil uji lanjut Duncan bobot kering total tanaman pada tanah tidak steril dengan selang kepercayaan 95% ................ 86 24 Hasil analisis sidik ragam dan hasil uji lanjut Duncan serapan nitrogen akar pada tanah steril dengan selang kepercayaan 95% ............................... 87 25 Hasil analisis sidik ragam dan hasil uji lanjut Duncan serapan nitrogen akar pada tanah tidak steril dengan selang kepercayaan 95% ...................... 88 26 Hasil analisis sidik ragam dan hasil uji lanjut Duncan serapan nitrogen tajuk pada tanah steril dengan selang kepercayaan 95% .............................. 89 27 Hasil analisis sidik ragam dan hasil uji lanjut Duncan serapan nitrogen tajuk pada tanah tidak steril dengan selang kepercayaan 95% ..................... 90 28 Hasil analisis sidik ragam dan hasil uji lanjut Duncan serapan nitrogen total pada tanah steril dengan selang kepercayaan 95% ............................... 91 29 Hasil analisis sidik ragam dan hasil uji lanjut Duncan serapan nitrogen total pada tanah tidak steril dengan selang kepercayaan 95% ...................... 92
PENDAHULUAN
Latar Belakang Seiring dengan peningkatan penduduk di dunia, kebutuhan padi sebagai bahan baku utama produk pangan juga semakin meningkat. Produktivitas padi dibatasi salah satunya oleh kebutuhan akan nitrogen (Dawe 2000, Shenoy et al. 2001). Padi membutuhkan 1 Kg nitrogen untuk memproduksi 15-20 kg biji padi. Padi dataran rendah di tropik dapat menggunakan cukup N yang tersedia secara alami untuk memproduksi 2-3 Ton ha-1. Untuk hasil perolehan yang lebih tinggi, tambahan nitrogen harus diaplikasikan (Ladha & Reddy 2000). Pengembangan keragaman pupuk yang responsif dan ditambah dengan kesadaran petani tentang pentingnya kebutuhan nitrogen, telah menyebabkan tingginya tingkat penggunaan pupuk nitrogen anorganik pada padi. Penggunaan sejumlah besar pupuk anorganik dalam jangka waktu yang lama dapat menimbulkan pencemaran lingkungan, meningkatkan kebutuhan gas akan sumber daya alam yang tak dapat diperbarui, serta sisa produksi berupa gas CO2 dan NO2 yang berpotensi menimbulkan efek rumah kaca. Salah satu solusi dari permasalahan di atas ialah memanfaatkan mikrob penambat N2 yang dapat mengurangi dampak lingkungan akibat penggunaan pupuk nitrogen sintetis. Jika sistem penambatan N2 secara biologis berbasis mikrob endofit dapat diterapkan pada tanaman padi, maka suplai nitrogen bagi tanaman akan meningkat sehingga pertumbuhan dan produktivitas padi juga meningkat. Jika sistem penambatan N2 secara biologi dapat dilakukan pada tanaman padi, maka hal ini dapat meningkatkan suplai nitrogen yang tersedia bagi tanaman hingga sebesar 50 Kg N/Ha lahan (Ladha & Reddy 2000, Cockrell 2004). Beberapa penelitian telah dilakukan terkait dengan diazotrof endofit dan area kolonisasinya pada tanaman padi (Tabel 1). Potensi nitrogen yang telah ditambat oleh bakteri endofit tidak ada yang hilang dan dilepas ke atmosfer (Cockrell 2004). Di samping itu, beberapa bakteri endofit tersebut selain mampu menambat N2 juga mampu mensekresikan
asam indol-3-asetat
yang penting untuk
hormon
pertumbuhan padi (Ladha et al. 1997). Selain itu keuntungan dari asosiasi endofit ialah diazotrof terlindung dari kompetisi, sehingga lebih banyak pertukaran
2
metabolit yang terdapat pada inang, proteksi terhadap kadar konsentrasi oksigen yang tinggi dan dapat mentransportasi nitrogen yang tertambat langsung kepada inang (Shenoy et al. 2001). Tabel 1 Diazotrof endofit dan area kolonisasinya pada tanaman padi Spesies
Area kolonisasi
Referensi
Acetobacter diazotrophicus PA15
Akar padi
Sevilla & Kennedy (2000)
Azoarcus sp.BH72
Interselular pada akar
Hurek & ReinholdHurek (2003)
Azospirillum brasilense
Rambut akar atau zona elongasi
Bacilio-Jimenez et al. (2001)
Burkholderia sp. M209
Epidermis dan bagian akar lateral
Baldani et al. (1997)
Enterobacter sp. USML2
Akar dan daun padi
Tharek et al. (2011)
Herbaspirillum seropedicae Z67
Akar padi
Barraquio et al. (1997)
Pseudomonas stutzeri A15
Korteks dan epidermis akar padi
You et al. (1991)
Rhizobium leguminosarum bv. trifolii Ell, E12
Akar lateral
Yanni et al. (1997)
Rhizobium spp.
Akar dan daun padi
Chi et al. (2005)
Serratia marcesens
Ruang interseluler dan parenkim akar, batang, dan daun
Gyaneshwar et al. (2001)
Berbagai macam bakteri penambat N2 juga telah diteliti pada ekosistem padi dengan sawah tergenang dan dinyatakan telah berkontribusi pada pertambahan kadar nitrogen di tanah (Shrestha & Maskey 2005). Kemampuan penambatan N2 secara biologi pada bakteri heterotrof berkisar antara 11-16 kg N ha-1 atau sekitar 16-21% dari kebutuhan nitrogen pada padi (Shrestha & Maskey 2005). Beberapa bakteri diazotrof endofit yang telah diteliti peranannya sebagai penambat N2 pada padi diantaranya Klebsiella oxytoca pada padi varietas C5444 berhasil
3
meningkatkan tambatan nitrogen sebesar 11-19% total nitrogen, E. cloaceae pada padi varietas T65 berhasil meningkatkan 0-18% total nitrogen, dan Alcaligenes faecalis pada padi varietas Japonica dan Indica yang berhasil meningkatkan 2030% total nitrogen (Shrestha & Maskey 2005). Bakteri endofit yang berperan pula sebagai diazotrof tersebut tersebar di berbagai area kolonisasi dari akar hingga duan padi (Tabel 1). Aktinomiset endofit dapat menjadi pelaku penambat N2 di samping keistimewaannya dalam menghasilkan senyawa bioaktif dengan beragam fungsi seperti fitohormon, antimikrob, peningkat pertumbuhan tanaman dan produsen enzim yang sangat menguntungkan dalam bidang pertanian (Hasegawa et al. 2006, Mano & Morisaki 2008, Joseph et al. 2012). Hal ini dilaporkan Yuan dan Crawford (1995) yang telah meneliti beberapa spesies aktinomiset yang mampu menghasilkan zat pemacu pertumbuhan pada tanaman serta antibiotik selain sebagai penambat N2. Isolat aktinomiset endofit (Streptomyces sp.) yang diisolasi dari sweet pea juga telah diaplikasikan pada tanaman kedelai (Thapanapongworakul 2003, diacu dalam Soe et al. 2010). Isolat tersebut menunjukkan kemampuan anti cendawan patogen dan mampu meningkatkan pasokan nitrogen pada kedelai mencapai 83% serta kompatibel dengan penambahan Bradyrhizobium. Soe et al. (2010) juga menunjukkan kompatibilitas antara Streptomyces dengan Bradyrhizobium dan kemampuannya dalam peningkatan penambatan N2 pada tanaman kedelai. Mahendra dan Alvarez-Cohen (2005) juga telah berhasil meneliti Pseudonocardia dioxanivorans yang merupakan spesies aktinomiset baru dan memiliki kapabilitas penambatan N2. Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, penggunaan aktinomiset endofit isolat AB131-2, PS4-16, Impara 6A, AB131-1, AB131-3, A Fat, Membramo A, LSW-05, LBR-02, dan SSW-02 terbukti memiliki kemampuan yang beragam dalam peningkatan pertumbuhan tanaman padi. Kemampuan yang dimiliki oleh aktinomiset endofit tersebut diantaranya produksi IAA, siderofor, HCN, kitinase, kemampuan pelarutan fosfat, dan kemampuan untuk menghambat cendawan dan mikrob patogen khususnya Xanthomonas oryzae pv. oryzae (Xoo) yang merupakan penyebab penyakit hawar daun bakteri pada padi (Yusepi 2011; Hastuti 2012). Jelita (2011) juga melaporkan adanya dinamika populasi aktinomiset endofit pada
4
padi khususnya IR-64 yang meningkat sesuai dengan periode pertumbuhan tanaman dan populasi tertinggi terjadi saat 4 minggu setelah tanam. Hal ini menunjukkan peran aktinomiset endofit pada tanaman padi khususnya saat masa vegetatif pertumbuhan padi. Penelitian mengenai proses penambatan N2 secara biologi pada padi pada umumnya didominasi oleh bakteri diazotrof endofit non-aktinomiset, sedangkan aktinomiset endofit pada padi masih sangat jarang diteliti terutama pada kemampuannya dalam menambat N2 (Tian et al. 2004). Oleh sebab itu, penelitian terhadap aktinomiset endofit penambat N2 perlu dilakukan untuk melihat efektivitas aktinomiset dalam penambatan N2. Kajian kemampuan aktinomiset endofit dalam menambat N2 dapat dikaji baik secara in-vitro dengan metode reduksi asetilen, kemampuan tumbuh pada media bebas nitrogen, pengukuran produksi amonia, teknik
15
N-isotop maupun secara in-planta dengan mengkombinasi inokulasi
aktinomiset endofit dengan beberapa dosis pupuk anorganik. Dari hasil penelitian ini diharapkan mampu menjawab permasalahan terhadap kebutuhan nitrogen pada padi yang terbatas dan mampu meningkatkan pertumbuhan pada tanaman padi. Perumusan Masalah 1. Nitrogen merupakan salah satu nutrisi pembatas pertumbuhan pada padi yang berkontribusi langsung terhadap produktivitas hasil panen. 2. Penggunaan pupuk nitrogen anorganik yang berlebihan dan terus-menerus mengakibatkan dampak negatif pada lingkungan. 3. Bakteri aktinomiset endofit dapat menjadi pelaku penambat N2 di samping keistimewaannya dalam menghasilkan senyawa bioaktif seperti fitohormon, antimikrob dan produsen enzim. 4. Penelitian tentang aktinomiset endofit pada padi masih jarang dilakukan dalam kapasitasnya sebagai penambat N2. Hipotesis Isolat aktinomiset endofit terpilih baik secara seleksi in-vitro dan dilanjutkan dengan seleksi in-planta mampu menambat nitrogen dan meningkatkan pertumbuhan tanaman padi.
5
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kemampuan aktinomiset endofit terpilih dalam menambat N2 secara in-vitro dan in-planta serta mengetahui kemampuannya dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman padi. Manfaat Penelitian Seleksi terhadap isolat aktinomiset endofit diharapkan mampu memilih satu isolat penambat nitrogen pada tanaman padi dengan kapasitas penambatan nitrogen paling optimal dan dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman padi. Dari hasil yang telah diperoleh tersebut, diharapkan dapat dikembangkan produk hayati berbasis aktinomiset endofit yang mampu mensubstitusi kebutuhan nitrogen pada padi sekaligus meningkatkan pertumbuhannya serta merupakan alternatif yang tepat terhadap pemenuhan kebutuhan tanaman padi akan nitrogen yang ramah lingkungan. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian yang dilakukan meliputi penapisan isolat aktinomiset endofit berdasarkan kapasitas penambatan N2 secara in-vitro dan in-planta. Penambatan N2 secara in-vitro dilakukan dengan melihat potensi kemampuan tumbuh di media bebas nitrogen, kemampuan reduksi asetilen dan produksi amonia. Penambatan N2 secara in-planta dilakukan dengan kombinasi antara aplikasi aktinomiset endofit pada tanaman padi dengan variasi level penggunaan pupuk urea selama masa vegetatif.
6
7
TINJAUAN PUSTAKA
Aktinomiset Endofit Aktinomiset adalah kelompok bakteri Gram positif dengan kandungan GC yang tinggi (diatas 55 mol% G+C) (Otoguro et al. 2009, Sharma et al. 2012). Mayoritas aktinomiset biasanya dapat hidup baik dalam lingkungan netral hingga sedikit basa khususnya pada tanah, lingkungan rhizosfer dan mendegradasi bahan organik (Widyastuti & Ando 2009, Sharma et al. 2012). Aktinomiset juga menghasilkan struktur bertahan berupa spora yang dapat bertahan dalam kondisi tidak menguntungkan, seperti rendahnya kadar air dan suhu tinggi serta dapat bertahan dalam waktu yang lama. Tidak seperti bakteri penghasil spora lainnya, aktinomiset memproduksi spora sebagai cara utama bakteri ini dalam melakukan pemencaran atau dispersal (Schaad et al. 2000). Aktinomiset dikenal sebagai bakteri yang bersifat saprofit dan sangat umum dijumpai di rhizosfer hingga lapisan tanah dalam. Aktinomiset memiliki miselium aerial karena miselium dapat tumbuh pada lapisan udara. Ukuran miselium umumnya memiliki diameter 0,5-1,0 μm, dengan panjang yang tidak tentu, dan tidak memiliki sekat pada fase vegetatif (Madigan & Martinko 2006). Pada umumnya aktinomiset dibagi menjadi dua kelompok yaitu Streptomyces dan non-Streptomyces atau rare actinomycetes. Genus Streptomyces dibentuk oleh Waksman & Henrici (1943) dan termasuk kelompok mikrob aerobik dengan kandungan G+C yang tinggi (69–78 mol%) dengan bentuk asal spora batang dari miselium substrat serta kelompok aktinomiset tersebut paling sering ditemukan di tanah dan mampu dikulturkan kembali (Otoguro et al. 2009, Widyastuti & Ando 2009). Streptomyces mempunyai filamen yang panjang dan bercabang serta membentuk rantai panjang spora udara yang disebut konidia. Pada media agar berwarna buram atau opak, tidak mengkilat, dan melekat kuat pada medianya. Streptomyces spp. secara umum menyerupai kapang dengan ciri-ciri membentuk miselium aerial (Madigan & Martinko 2006). Struktur seluler kapang yang dimiliki Streptomyces sp. menyebabkan Streptomyces juga mempunyai kemiripan dalam siklus hidupnya. Daur hidup pada medium padat dimulai dari germinasi spora, ditandai dengan banyak miselium multiseluler, kemudian di atas miselia tumbuh
8
miselia aerial yang diikuti fragmentasi hifa yang membentuk cabang-cabang spora. Perbedaan dalam bentuk dan pembentukan filamen aerial serta munculnya struktur penataan spora dari beberapa spesies merupakan bagian utama yang digunakan untuk mengklasifikasi spesies Streptomyces. Konidia dan spora yang berpigmen memberikan peran dalam mengkarakterisasi koloni yang matang (Madigan & Martinko 2006). Menurut Miyadoh (1997), Streptomyces diklasifikasikan secara taksonomi sebagai berikut: Dunia
: Bacteria
Divisi
: Actinobacteria
Kelas
: Actinobacteria
Ordo
: Actinomycetales
Famili
: Streptomycetaceae
Genus
: Streptomyces
Schaad et al. (2000) melaporkan dari sekitar 400 spesies Streptomyces, sangat sedikit yang diketahui menjadi patogen pada tanaman. Isolasi aktinomiset dari jaringan tanaman dan lahan pertanian sering kali diperoleh aktinomiset yang bersifat saprofitik. Beberapa aktinomiset terbukti erat terkait dengan tumbuhan, yaitu pada penelitian Brunchorst yang berhasil mengisolasi genus Frankia dari nodul akar non legum pada tahun 1886 yang menunjukkan peran penambatan N2 dalam akar mirip dengan Rhizobium pada tanaman kacang-kacangan (Bandara et al. 2006). Mikrob endofit merupakan mikrob yang hidup di dalam jaringan tanaman pada periode tertentu dan mampu membentuk koloni dalam jaringan tanaman tanpa membahayakan inangnya (Strobel & Daisy 2003). Mikrob endofit berasosiasi dengan tanaman dan terkadang membentuk asosiasi mutualisme dengan tumbuhan inang. Keuntungan dari asosiasi mikrob endofit pada padi meliputi penambatan N2 dari udara, meningkatkan kemampuan penyerapan nutrisi, memproduksi hormon pertumbuhan, meningkatkan kualitas butir padi, meningkatkan resistensi dari patogen dan meningkatkan toleransi terhadap kekeringan (Cockrell 2004). Aktinomiset endofit yang tumbuh secara endofit pada tanaman dapat berperan sebagai simbion, parasit, maupun saprofit (Hasegawa et al. 2006).
9
Beberapa metabolit aktinomiset endofit langsung mempengaruhi fisiologi tanaman inang tetapi mikrob yang lain melakukannya secara tidak langsung dengan mempengaruhi populasi mikrob antibiosis atau melalui kompetisi. Aktinomiset pada tumbuhan inang dapat menghasilkan metabolit sebagai antibiotik, promoter pertumbuhan tanaman, inhibitor pertumbuhan tanaman, dan penghasil enzim. Oleh sebab itu, aktinomiset digunakan sebagai agen biokontrol, memproduksi jaringan tumbuhan yang memiliki ketahanan terhadap penyakit dan jaringan tumbuhan yang tahan terhadap kekeringan (Hasegawa et al. 2006). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Tian et al. (2004), koloni Streptomyces griseofuscus yang berhasil diisolasi mendominasi berkisar 36.1% 69% pada padi dengan dua spesies berbeda di Guangdong, China. Selain itu, diketahui pula distribusi aktinomiset endofit pada tanaman padi kebanyakan berhasil diisolasi dari bagian akar daripada daun padi (Tian et al. 2004). Sardi et al. (1992) juga berhasil mengisolasi aktinomiset endofit dari akar 28 spesies tanaman padi, dan didominasi oleh Streptomyces spp.. Aktinomiset endofit yang ditemukan tersebut memiliki kemampuan untuk memproduksi paling sedikit tiga jenis senyawa antagonistik di jaringan tanaman termasuk antibiotik, enzim, dan siderophores (Trejo-Estrada et al. 1998, Hasegawa et al. 2006). Tian et al. (2004) dan Sardi et al. (1992) berhasil mengisolasi dan mengetahui dominansi Streptomyces spp. pada padi namun, penelitian mengenai aktinomiset endofit pada padi masih jarang dilakukan dengan kapasitasnya sebagai penambat N2. Penelitian aktinomiset endofit penambat N2 telah diaplikasikan pada kedelai oleh Soe et al. (2010), dengan inokulasi Streptomyces sp. disandingkan dengan Bradyrhizobium. Dari hasil penelitian
tersebut dinyatakan bahwa penggunaan
Streptomyces tidak menunjukkan hasil yang cukup signifikan namun lebih efektif ditambahkan pada inokulan dibandingkan penggunaan inokulasi Bradyrhizobium sendiri. Thaporongwakul (2003) dalam Soe (2010) juga telah mengaplikasikan isolat aktinomiset endofit (Streptomyces sp.) yang diisolasi dari sweet pea dan diaplikasikan pada kedelai. Isolat tersebut menunjukkan kemampuan anti cendawan patogen dan dapat meningkatkan pasokan nitrogen pada kedelai mencapai 83% serta kompatibel dengan penambahan Bradyrhizobium. Aplikasi aktinomiset endofit
10
pada padi yang ditujukan untuk kemampuan penambatan N2 masih belum banyak dilakukan penelitian lebih lanjut. Penambatan Nitrogen Penambatan N2 merupakan proses pengubahan N2 menjadi NH4+ yang berguna secara biologi. Penambatan N2 melibatkan penggunaan ATP dan proses reduksi ekuivalen berasal dari metabolisme primer. Semua reaksi yang terjadi dikatalisis oleh nitrogenase (White 2000). Feredoksin teroksidasi
Protein Fe tereduksi
Protein Mo Fe teroksidasi
Feredoksin tereduksi
Protein Fe teroksidasi
Protein Mo Fe tereduksi
Gambar 1 Proses penambatan N2 (Deacon 2012). Mekanisme penambatan N2 menurut Sylvia et al. (1999), dimulai dengan dinitrogenase reduktase yang menerima elektron dari donor berupa ferredoksin tereduksi atau flavodoksin, dan berikatan dengan dua molekul MgATP. Elektron ditransfer menuju ke dinitrogenase. Dinitrogenase reduktase dan dinitrogenase membentuk kompleks, elektron ditransfer dan dua MgATP dihidrolisis menjadi dua molekul MgADP+Pi. Kompleks nitrogenase tersebut berdisosiasi dan dilakukan pengulangan proses. Ketika dinitrogenase telah mengumpulkan cukup elektron, senyawa tersebut mengikat molekul N2, mereduksinya dan dilanjutkan dengan pelepasan amonia. Dinitrogenase kemudian menerima tambahan elektron dari dinitrogenase reduktase untuk mengulangi proses tersebut. Reaksi penambatan N2 dapat dituliskan berdasarkan persamaan berikut: N2 + 8H+ + 8e- + 16 ATP 2NH3 + H2 + 16ADP + 16 Pi
11
Serapan hidrogenase akan dikembalikan dalam bentuk H dalam sistem penambatan N2 (Gambar 1). Serapan hidrogenase yang dihasilkan dapat digunakan juga pada jalur konsumsi dioksigen untuk membantu menjaga kondisi lingkungan dalam keadaan anaerobik. Lingkungan anaerobik sangat penting bagi aktivitas nitrogenase diakibatkan karena kedua kompleks protein nitrogenase yang memiliki sensitivitas tinggi terhadap oksigen, sehingga kehadiran oksigen dapat menekan sistem serapan hidrogen dalam proses nitrogenase (Moat 2002). Mikrob yang dapat melakukan penambatan N2 secara biologi disebut diazotrof dengan peranan utama dari enzim kompleks dinitrogenase. Diazotrof terdiri atas aerob (misal Azotobacter, Beijerinckia, Derxia), fakultatif anaerob (misal Clostridium, Pseudomonas, Rhizobium), heterotrof (misal Klebsiella, Enterobacter) dan fototrof (misal Anabaena, Azospirillum, Nostoc). Berdasarkan hubungan fungsional dan spasial antar diazotrof dan inangnya, sistem diazotrof terdiri atas sistem diazotrof eksofit (bila diazotrof terdapat di luar tanaman inang) dan sistem diazotrof endofit (bila diazotrof terdapat di dalam tanaman inang). Sistem eksofit tersebut dapat merupakan free-living (bila diazotrof tidak kontak langsung dengan tanaman inang), asosiatif (bila diazotrof mendominasi permukaan luar, namun terkadang di dalam tanaman inang yaitu pada ruang interseluler) atau simbiotik (ketika diazotrof secara intraseluler berada pada tanaman inang) (Shenoy et al. 2001). Studi yang dilakukan telah menunjukkan bahwa nitrogen berasal dari udara dengan penambatan N2 yang berhasil ditambat oleh bakteri endofit berkisar 0-35% pada padi (Shrestha & Maskey 2005). Metode reduksi asetilen merupakan salah satu cara untuk mengukur aktivitas nitrogenase dalam menambat N2. Nitrogenase mampu mereduksi N2 menjadi NH3, selain itu juga dapat mereduksi C2H2 menjadi C2H4, dengan kesetaraan reduksi C2H2 dan penambatan N2 sebesar 4:1 (Hardy 1973). Selain itu, pengukuran produksi amonia dengan nessler juga dapat dilakukan untuk mengukur output penambatan N2 yang dilakukan oleh mirob. Pengukuran produksi amonia tersebut didasarkan oleh prinsip pengikatan amonia (NH4) dengan Hg yang akan menimbulkan warna jingga pada sampel sesuai dengan reaksi berikut : 2K2 [HgI4] + 2 NH3 NH4HgI3 + 4 KI + NH4I
12
Kajian kemampuan aktinomiset endofit dalam menambat N2 dapat dikaji baik secara in-vitro seperti reduksi asetilen, kemampuan tumbuh pada media bebas nitrogen, pengukuran produksi amonia, teknik
15
N-isotop maupun secara in-planta
dengan mengkombinasi inokulasi aktinomiset endofit dengan beberapa dosis pupuk anorganik. Padi Padi merupakan tanaman yang berumpun kuat dengan tinggi batang yang beragam (0,5-2 m). Helai daun berbentuk garis, kebanyakan bertepi kasar dan panjangnya 15-80 cm, serta memiliki malai dengan panjang 15-40 cm yang tumbuh ke atas dan ujungnya menggantung. Malai berupa bulir yang beraneka ragam, dengan ukuran 7-10 cm. Bulir yang masak akan menghasilkan buah yang kaya akan pati. Tanaman padi yang dapat tumbuh baik di daerah tropis ialah indica, sedangkan japonica banyak diusahakan di daerah subtropis (Luh, 1991). Padi merupakan inang yang tepat bagi bakteri endofit yang dapat berdampak positif bagi pertumbuhan padi terutama pada akar, batang dan daunnya. Menurut Cockrell (2004), padi memiliki nutrisi pembatas berupa nitrogen dan asosiasi dengan bakteri endofit penambat N2 dapat meningkatkan suplai nitrogen serta meningkatkan produktivitas pada tanaman padi. Padi membutuhkan 1 kg nitrogen untuk memproduksi 15-20 kg biji padi. Padi dataran rendah di daerah tropik dapat menggunakan cukup N yang tersedia alami untuk memproduksi 2-3 ton ha-1. Untuk hasil perolehan yang lebih tinggi, tambahan nitrogen harus diaplikasikan (Ladha & Reddy 2000). Berdasarkan Grist (1960), padi dapat diklasifikasikan secara taksonomi sebagai berikut: Dunia
: Plantae
Divisi
: Spermatophyta
Sub divisi
: Angiospermae
Kelas
: Monocotyledoneae
Ordo
: Poales
Famili
: Ginaceae
Genus
: Oryza
Spesies
: sativa
13
Padi yang akan digunakan dalam penelitian ini ialah padi varietas IR64 yang biasanya berumur 110-120 hari, memiliki bentuk tanaman tegak dengan rata-rata tinggi tanaman 115-126 cm. Padi IR64 memiliki anakan produktif 20-35 batang dengan warna kaki dan warna batang hijau, sedangkan warna telinga dan lidah daun tidak berwarna. Permukaan daun padi IR64 kasar dengan warna daun hijau dan posisi daun bendera tegak. Gabah padi IR64 memiliki bentuk ramping, panjang dan berwarna kuning bersih (Suprihatno et al. 2009). Keunggulan padi IR64 adalah tahan kerontokan, kerebahan serta memiliki tekstur nasi yang dihasilkan pulen dengan kadar amilosa 23%. Padi IR64 baik ditanam di lahan sawah irigasi dataran rendah sampai sedang dan merupakan padi yang diintroduksi oleh IRRI pada tahun 1986. Padi IR64 menghasilkan rata-rata produksi 5,0 t/ha dan memiliki potensi menghasilkan 6,0 t/ha (Suprihatno et al. 2009).
14
15
BAHAN DAN METODE
Kerangka Penelitian Kerangka penelitian yang direncanakan (Gambar 2) meliputi peremajaan dan seleksi aktinomiset baik in-vitro maupun in-planta pada tanaman padi.
Isolat Aktinomiset Endofit
Peremajaan Isolat Aktinomiset
Uji Kemampuan Aktinomiset Endofit dalam Penambatan N 2 secara In-Vitro
Kemampuan Tumbuh di
Uji Fiksasi Nitrogen dengan
Uji Produksi Amonia dengan
Media Bebas Nitrogen
Metode Reduksi Asetilen
Metode Nessler (Mahendra & Alvarez-Cohen 2005)
(Phillips et al. 2000)
Isolat Aktinomiset Endofit Terpilih Secara In-Vitro
Uji Kemampuan Aktinomiset Endofit dalam Penambatan N 2 secara In-Planta
Uji Kandungan Nitrogen
Pengamatan Mikroskopis
Pengukuran Pertumbuhan Vegetatif
pada Padi dengan Metode
Jaringan Akar Padi
Padi meliputi Tinggi tanaman padi,
Kjeldahl (ACIAR 1990)
(Patriquin & Doberainer 1978)
Jumlah Anakan, Panjang Akar, Warna Daun dan Bobot Kering Tanaman
Isolat Aktinomiset Endofit Penambat Nitrogen Terpilih
Gambar 2 Diagram alur penelitian.
16
Rancangan Percobaan Penelitian dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial dengan dua faktor yaitu perlakuan isolat aktinomiset endofit yang terpilih secara in-vitro dan dosis pupuk urea pada tanah steril dan tidak steril. Faktor perlakuan
isolat aktinomiset endofit terpilih terdiri atas tiga taraf yaitu tanpa
inokulasi (K), penambahan isolat aktinomiset endofit terpilih 1 (SSW-02) (S), dan penambahan isolat aktinomiset endofit terpilih 2 (AB131-2) (A). Faktor dosis pupuk urea terdiri tiga taraf yaitu penggunaan dosis pupuk NPK sesuai standar (1) sebesar 200 kg Urea/Ha: 100 kg SP-36/Ha: 100 kg KCl/Ha, setengah dosis standar pupuk Urea (0.5) dan tanpa pupuk Urea (0). Setiap perlakuan dilakukan pengulangan sebanyak tiga kali, sehingga jumlah plot percobaan dalam penelitian kali ini adalah 3 x 3 x 2 x 3 = 54 plot. Berdasarkan rancangan acak lengkap faktorial yang telah disusun dengan tiga faktor perlakuan dapat diuraikan suatu model linear seperti di bawah ini: Y ijkl = μ + αi + ßj + (αß)ij + εijk i = 1,2,3 ; j = 1,2,3
Y ij
=
Nilai pengamatan pada satuan percobaan ke–l dengan kombinasi perlakuan ijk (taraf ke–i faktor perlakuan isolat aktinomiset endofit, taraf ke–j faktor dosis pupuk urea);
μ
= Rataan umum;
αi
= Pengaruh perlakuan isolat aktinomiset endofit taraf ke- i;
ßj
= Pengaruh dosis pupuk urea taraf ke-j;
(αß)ij
= Pengaruh perlakuan isolat aktinomiset endofit taraf
ke- i dan
penambahan dosis urea taraf ke-j; εij
= Pengaruh galat dari satuan percobaan ke-k yang memperoleh kombinasi perlakuan ij.
Bahan Mikrob yang digunakan dalam percobaan ialah 10 isolat aktinomiset endofit yang merupakan kelompok Streptomyces yaitu AB131-2, PS4-16, Impara 6A, AB131-1, AB131-3, A Fat, Membramo A, LSW-05, LBR-02, dan SSW-02 koleksi
17
Laboratorium Mikrobiologi IPB. Enam isolat aktinomiset yaitu AB131-1, AB131-2, AB131-3, Impara 6A, A Fat, Membramo A merupakan aktinomiset endofit asal berbagai varietas tanaman padi yang ditanam di kebun percobaan Muara BB-Padi, Bogor, sedangkan empat lainnya PS4-16, LSW-05, LBR-02, dan SSW-02 merupakan isolat aktinomiset asal tanah hutan di Kalimantan (Yusepi 2011). Benih padi yang digunakan adalah benih padi varietas IR-64 yang diperoleh dari Balai Penelitian Tanah, Litbang Pertanian Bogor. Mikrob telah diuji berdasarkan kemampuan menghasilkan indol acetic acid (IAA), pelarutan fosfat, kitinase, HCN, dan anti mikrob (Yusepi 2011; Hastuti 2012). Isolat aktinomiset yang diperoleh dari penelitian sebelumnya ditumbuhkan pada media peremajaan isolat sebagai kultur utama dan dilakukan penyiapan working culture serta seed culture untuk peremajaan isolat kembali. Media peremajaan isolat aktinomiset yang digunakan yaitu media Yeast Extract Starch Agar (YSA) dengan komposisi media dalam 1 L terdiri atas 15 g pati terlarut, 4 g ekstrak khamir, 15 g bacto agar, 0.5 g K2HPO4 dan 0.5 g MgSO47 H2O dan diinkubasi pada suhu ruang selama 14 hari. Pada penelitian kali ini juga dibutuhkan media bebas nitrogen untuk pengujian penambatan nitrogen secara biologi dengan komposisi media dalam 1L terdiri atas komponen utama yaitu 1 g K2HPO4, 3 g KH2PO4, 0.065 g MgSO4, 0,01 g FeCl36H2O, 0.07 g CaCl22 H2O, 5 g dekstrosa dan komponen minor yaitu 240 μg Na2MoO42H2O, 3 μg H3BO4, 1,83 μg MnSO4H2O, 290 μg ZnSO47H2O, 130 μg CuSO45H2O dan 120 μg CoCl26H2O (Phillips et al. 2000). Media bebas nitrogen tersebut dipergunakan untuk seleksi aktinomiset dan pengukuran penambatan N2 secara in-vitro, sedangkan untuk produksi isolat aktinomiset untuk pengujian in-planta digunakan media modified molasses-soy bean meal dalam 1 L terdiri atas 1 g molase, 2 g CaCo3, 1 g urea, 1 g SP-36, 1 g KCl, 1 g MgSO47H2O, 1 g NaCl, 0,001 g FeSO47H2O, 0,001 g MnCl27H2O, 0,001 g ZnSO47H2O, bubuk kedelai 0,5% (g/v) (Ulya 2009). Benih padi yang digunakan dalam pengujian isolat aktinomiset endofit secara in-planta ialah benih padi varietas IR64. Media semai padi yang digunakan berupa campuran antara tanah dan kompos steril dengan perbandingan 1:1, serta media
18
penanaman padi berupa tanah ultisol Cimanggu, Bogor sebanyak 5 kg tanah per pot. Peremajaan dan Pengamatan Mikroskopis Aktinomiset Endofit Peremajaan isolat aktinomiset endofit dilakukan dengan menggoreskan koloni isolat aktinomiset endofit pada media Yeast Extract Starch Agar (YSA). Masa inkubasi isolat aktinomiset tersebut 14 hari pada suhu ruang. Media tersebut digunakan untuk mendukung pertumbuhan isolat aktinomiset secara optimal. Pengamatan morfologi mikroskopis aktinomiset endofit dilakukan menggunakan mikroskop cahaya dengan perbesaran 400 x. Pengukuran Bobot Kering Sel Aktinomiset Kultur aktinomiset yang telah ditumbuhkan pada media uji berupa media bebas nitrogen disentrifugasi dengan kecepatan 4000 x g (10000 rpm) pada suhu 4°C selama 30 menit. Kultur hasil sentifugasi disaring dengan menggunakan kertas saring hingga terpisah antara bagian pelet dan supernatan. Pelet dikeringkan di dalam oven selama 6 jam pada suhu 70°C, lalu ditimbang hingga konstan. Pengujian dilakukan sebanyak 3 kali ulangan. Uji Kemampuan Aktinomiset Endofit dalam Penambatan N2 secara In-Vitro Kemampuan Tumbuh di Media Bebas Nitrogen (Phillips et al. 2000). Dalam seleksi isolat aktinomiset endofit yang berpotensi dapat melakukan penambatan N2 secara biologi dilakukan penginokulasian isolat aktinomiset pada media padat bebas nitrogen (Phillips et al. 2000). Uji Penambatan Nitrogen dengan Metode Reduksi Asetilen. Kultur aktinomiset endofit umur 5 hari sebanyak 2 cakram (
5 mm) diinokulasikan pada
media cair bebas nitrogen sebanyak 20 ml pada botol vial 50 ml selama 15 hari. Setelah masa inkubasi, botol vial ditutup dengan serum stopper dan 10% (3ml) dari headspace tabung diinjeksi dengan C2H2 murni. Kultur diinkubasi pada suhu 30ºC selama 2 jam dan dilakukan pengamatan jumlah etilen yang terukur dengan menggunakan kromatografi gas merk Hitachi kolom porapak-N dengan kondisi operasi: suhu injektor 110C; suhu kolom 60C; suhu detektor 110C; aliran gas pembawa fluoride 45 ml/menit.
19
Uji Produksi Amonia dengan Metode Nessler (Mahendra & AlvarezCohen 2005). Kultur aktinomiset endofit umur 5 hari sebanyak 2 cakram (
5 mm)
diinokulasikan pada 20 ml media cair bebas nitrogen pada botol bertutup dan diinkubasi pada inkubator bergoyang dengan kecepatan 125 rpm pada suhu ruang selama masa penambatan N2 15 hari pada suhu 30C. Penambahan 0.125 ml pereaksi Nessler (50 g KI, 22 g HgCl2, 500 ml larutan NaOH 5 M) dilakukan pada 5 ml kultur aktinomiset endofit. Pembentukan warna kuning hingga coklat menunjukkan reaksi positif terbentuknya ammonia dan kemudian dilakukan pengukuran dengan spektrofotometer pada λ = 500 nm. Pengukuran amonia pada media uji tanpa inokulasi digunakan sebagai kontrol, sedangkan 0-5 ppm NH3 digunakan dalam pembuatan kurva standar. Pola produksi amonia pada isolat aktinomiset endofit terpilih juga diamati tiap 5 hari hingga hari ke-15. Uji Kemampuan Aktinomiset Endofit dalam Penambatan N2 secara In-Planta Aplikasi Isolat Aktinomiset Endofit Terpilih secara In-Planta pada Tanaman Padi. Benih padi varietas IR-64 yang akan digunakan dalam pengujian ini, sebelum diberi perlakuan dan ditanam, terlebih dahulu harus dilakukan sterilisasi permukaan. Benih padi disterilisasi terlebih dahulu dengan alkohol 95% selama 20 detik kemudian dilakukan pembilasan tiga kali dengan air steril. Benih padi steril direndam pada 0.2% HgCl2 selama 8 menit, dilanjutkan pembilasan dan perendaman dalam air steril sebanyak enam kali dan dilanjutkan dengan perendaman dalam air steril selama 12 jam untuk merangsang perkecambahan. Pembuatan inokulan dilakukan dengan menginokulasi sebanyak 5 cakram ( 5 mm) koloni aktinomiset endofit terpilih ke dalam 200 ml media modified molasses-soy bean meal (Ulya 2009) dan diinkubasi selama 15 hari. Kultur dipanen menggunakan sentrifugasi dengan kecepatan 1047 x g (10000 rpm) selama 15 menit pada suhu 4C untuk memisahkan supernatan dan pelet untuk pengukuran bobot basah aktinomiset. Bobot basah aktinomiset yang diperoleh sebesar 2 gram tiap isolat diinokulasikan ke dalam benih padi yang telah dilakukan sterilisasi permukaan dengan metode perendaman (seed dressing) selama 15 menit. Pemeliharaan dilakukan dengan menyiram persemaian agar tetap lembab. Bibit padi yang tumbuh sehat dan homogen dipindahkan ke pot-pot percobaan sebanyak tiga tanaman padi
20
per pot dengan sebelumnya diberi perlakuan tambahan yaitu perendaman akar padi hasil semai ke dalam inokulan aktinomiset endofit (dipping) masing-masing sebesar 2.5 gram selama 15 menit. Media tumbuh yang digunakan adalah tanah ultisol, Cimanggu, Bogor sebesar 5 Kg/pot. Media tumbuh tanaman padi tersebut dianalisis sifat kimianya terlebih dahulu. Analisis sifat kimia tanah dilakukan di Laboratorium Kimia Tanah, Departemen Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian IPB berupa pH, H2O, KCl, Bahan Organik %C (dengan metode Walkey & Black), %N (dengan metode Kjeldahl), P terlarut serta nilai tukar kation berupa Ca, Mg, K, Na, KTK, KB, Fe, Cu, Zn dan Mn. Media dimasukkan ke dalam pot berukuran 5 kg. Sebelum tanam, tanah digenangi sampai 5 cm dari permukaan tanah serta dilakukan pemupukan dasar sesuai dengan rancangan percobaan. Penelitian ini dilaksanakan selama pertumbuhan vegetatif padi yaitu sampai padi berumur 6 MST. Selama masa pertumbuhan, padi diukur pertumbuhan dengan pengukuran ketinggian padi. Parameter yang diamati pada fase vegetatif akhir meliputi tinggi tanaman padi, jumlah anakan per rumpun, panjang akar, warna daun, bobot kering akar, bobot kering tajuk dan bobot kering total tanaman padi. Selain itu, juga dilakukan pengamatan mikroskopis jaringan akar tanaman padi (Patriquin & Doberainer 1978) dan pengukuran kandungan nitrogen padi dengan metode Kjeldahl (ACIAR 1990). Dari hasil data pengukuran pertumbuhan padi dan pengukuran kapasitas penambatan N2 dan kandungan nitrogen pada jaringan tanaman dipilih satu isolat terbaik pada aktinomiset endofit penambat N2. Pengamatan Mikroskopis Jaringan Akar Padi. Pengamatan dilakukan pada akar tanaman padi umur 6 MST dengan metode reducing tetrazolium (Patriquin & Doberainer 1978). Akar padi dibersihkan dengan aquades steril, direndam dalam chloramine T 1% selama satu jam sambil dikocok, dibilas air steril, dan direndam kembali dalam tetrazolium bufer fosfat 0.1% selama satu malam. Akar yang telah diberi perlakuan diiris melintang dan membujur dengan menggunakan freeze microtom. Irisan melintang akar selanjutnya diletakkan pada gelas objek yang telah ditetesi gliserin 50% dan diamati dibawah mikroskop dengan perbesaran 40x10.
21
Uji Kandungan Nitrogen pada Padi dengan Metode Kjeldahl (ACIAR 1990). 0.25 g sampel tanaman dipindahkan ke tabung digesti beserta 1 g campuran selen dan 2.5 ml H2SO4 p.a. Campuran diratakan dan diinkubasi dalam suhu ruang selama semalam untuk perarangan. Setelah inkubasi, tahapan dilanjutkan dengan pemanasan ke dalam blok digesti hingga suhu 350C. Akhir destruksi ditandai dengan adanya uap putih dan didapatkan ekstrak jernih (sekitar 4 jam). Tabung diangkat dan didinginkan, sehingga ekstrak dapat diencerkan dengan air destilata hingga tepat 50 ml dan dikocok sampai homogen. Selanjutnya campuran tersebut, dibiarkan semalam hingga partikel mengendap. Ekstrak jernih digunakan untuk pengukuran N dengan cara destilasi. Pipet 10 ml ekstrak contoh ke dalam labu didih. Sedikit serbuk batu didih dan aquades ditambahkan hingga setengah volume labu. Penampung NH3 yang dibebaskan yaitu Erlenmeyer yang berisi 10 ml asam borat 1% ditambahkan dua tetes indikator Conway (mengandung 0,100 g methyl red dan 0,15 g bromcresol green dengan 200 ml etanol 96%) dan dihubungkan dengan alat destilasi. NaOH 40% sebanyak 10 ml ditambahkan ke dalam labu didih yang berisi sampel dan secepatnya ditutup. Destilasi hingga volume penampung mencapai 50-75 ml (berwarna hijau). Destilat dititrasi dengan H2SO4 0,05 N hingga warna merah muda dan dilakukan pencatatan volume titar sampel (Vs) dan blanko (Vb). Kadar N (%) = (Vs-Vb) x N x 28 x fk Keterangan: Vs, Vb = ml titar sampel dan blanko N = Normalitas larutan baku H2SO4 fk = faktor koreksi kadar air = 100/(100-% kadar air) Dari perhitungan tersebut, akan didapatkan hasil berupa kadar persentase nitrogen pada jaringan tanaman.
22
23
HASIL
Pertumbuhan dan Morfologi Koloni Aktinomiset Endofit Sepuluh isolat aktinomiset endofit dapat tumbuh baik dengan morfologi koloni yang beragam pada media YSA. AB131-1, SSW-02, A Fat, Membramo A memiliki miselia berwarna coklat tua, AB131-2 dengan miselia berwarna hijau tua, Impara 6A memiliki miselia berwarna putih serta lainnya memiliki miselia coklat muda (Gambar 3). a
b
c
d
e
f
g
h
i
j
Gambar 3 Pertumbuhan koloni isolat aktinomiset endofit di media YSA umur 15 hari: (a) Membramo A; (b) SSW-02; (c) AB131-2; (d) A-fat; (e) PS416; (f) LBR 02; (g) LSW 05; (h) Impara 6A; (i) AB131-1; (j) AB131-3. Keseluruhan isolat aktinomiset endofit juga mampu membentuk penataan rantai spora yang beragam dan tersusun baik dengan bentuk keriting, kait, maupun spiral pada mikroskop dengan perbesaran 400X di media YSA (Gambar 4). Perbedaan dalam pembentukan miselia aerial serta munculnya penataan rantai spora menunjukkan karakter Streptomyces spp. Dari hasil pengamatan terhadap rantai spora dari kesepuluh isolat aktinomiset (Gambar 4) maka diketahui bahwa A Fat, LBR-02, PS4-16 dan LSW 05 memiliki tipe rantai spora S, Impara 6 A dan AB131-3 memiliki tipe rantai spora RF dan AB131-1, AB131-2, Membramo A serta SSW-02 memiliki tipe rantai spora RA.
24
a
b
c
d
e
g
h
i
j
f
Gambar 4 Tipe penataan rantai spora aktinomiset. Pengamatan mikroskop dengan perbesaran 400x. Tipe Spirales (S): a) A Fat; b) LSW 05; c) PS4-16; d) LBR 02, Tipe Rectiflexibiles (RF): e) Impara 6 A; f) AB131-3 dan Tipe Retinaculiaperti (RA): g) AB131-1; h) AB131-2; i) Membramo A; j) SSW-02. Kemampuan Tumbuh Aktinomiset Endofit di Media Bebas Nitrogen Kesepuluh isolat aktinomiset endofit berhasil tumbuh di media bebas nitrogen (Gambar 5) dengan kecepatan pertumbuhan yang beragam, namun cenderung lebih lambat dibandingkan dengan pertumbuhan pada media yang mengandung nitrogen seperti medium YSA (Gambar 4).
a
b
c
d
e
f
g
h
i
j
Gambar 5 Pertumbuhan koloni isolat aktinomiset endofit di media bebas nitrogen umur 15 hari: (a) Membramo A; (b) SSW-02; (c) AB131-2; (d) A-fat; (e) PS4-16; (f) LBR 02; (g) LSW 05; (h) Impara 6A; (i) AB131-1; (j) AB131-3. Miselium aktinomiset endofit terbentuk sempurna setelah dua minggu masa pertumbuhan di media bebas nitrogen, sedangkan pada medium dengan nitrogen
25
tercukupi seperti pada medium YSA miselium aktinomiset endofit dapat diamati setelah lima hari masa pertumbuhan.
Aktivitas Penambatan Nitrogen Aktinomiset Endofit Berdasarkan Metode Reduksi Asetilen Aktivitas nitrogenase pada aktinomiset endofit diuji berdasarkan metode reduksi asetilen. Data hasil uji reduksi asetilen (Tabel 2) menunjukkan bahwa kesepuluh isolat aktinomiset endofit mampu mereduksi asetilen melalui aktivitas nitrogenase.
Isolat SSW-02 paling berpengaruh terhadap kemampuan reduksi
asetilen sebesar
2.1750 nmol etilen/jam dibandingkan isolat lainnya. SSW-02
memiliki aktivitas reduksi asetilen spesifik tertinggi sebesar 1.55 nmol etilen/jam per mg sel. Tabel 2 Kemampuan aktinomiset endofit dalam mereduksi asetilen C2H4 terukur
Bobot kering sel
C2H4 terukur spesifik
(nmol/jam)
(mg)
(nmol/jam.mg)
SSW-02
2.1750 a ± 0.8132
1.4
1.55
Membramo A
1.8000 ab ± 0.0707
2.2
0.82
LBR-02
1.7000 ab ± 0.3536
4.6
0.37
PS4-16
1.4500 b ± 0.0707
3.9
0.37
Impara 6-A
1.2250 b ± 0.0354
6.9
0.18
AB131-1
1.2250 b ± 0.3182
4.0
0.31
AB131-3
1.1250 b ± 0.2475
8.5
0.13
LSW 05
1.4250 b ± 0.0354
6.5
0.21
A Fat
0.4000 c ± 0.0000
2.5
0.16
AB131-2
0.3000 c ± 0.0707
1.4
0.21
Kontrol
0.0000 c ± 0.0000
0.0
0.00
Jenis isolat
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf 5%.
Produksi Amonia oleh Aktinomiset Endofit Pembentukan amonia yang dihasilkan oleh tiap isolat juga menjadi parameter dalam penentuan aktivitas isolat aktinomiset endofit dalam melakukan penambatan N2. Hasil uji kualitatif produksi amonia dengan metode Nessler (Gambar 6) ditunjukkan dengan pembentukan warna jingga akibat reaksi pereaksi Nessler
26
dengan amonia. Tiap isolat
aktinomiset endofit memproduksi amonia yang
beragam. Isolat AB131-3, SSW-02 dan Membramo-A memiliki intensitas pembentukan warna jingga yang lebih tinggi dibandingkan isolat aktinomiset endofit lainnya. a
b
c
d
e
f
g
h
i
j
k
Gambar 6 Hasil uji kualitatif produksi amonia dengan metode Nessler: a) AB1313; b) SSW-02; c) Membramo-A; d) Impara 6-A; e) A Fat; f) PS4-16, g) LBR-02; h) AB131-2; i) AB131-1; j) LSW-05; k) kontrol. Hasil uji kuantitatif pengukuran konsentrasi amonia dengan metode Nessler (Tabel 3) menegaskan bahwa isolat AB131-3 dan SSW-02 memiliki kemampuan produksi amonia lebih tinggi dibandingkan isolat lainnya yaitu sebesar 3.900 ppm dan 2.144 ppm, dimana bobot kering AB131-3 8.967 mg dan SSW-02 18.500 mg. Hal ini sesuai dengan hasil pengukuran uji kualitatif Nessler (Gambar 6). Tabel 3 Hasil uji kuantitatif produksi amonia aktinomiset endofit umur 15 hari Jenis isolat
Rataan produksi amonia (ppm)
Rataan bobot kering sel (mg)
Produksi amonia spesifik (ppm per mg sel)
AB131-3
3.900 a ± 0.029
8.967
0.4349
SSW-02
2.144 b ± 0.080
18.500
0.1159
Membramo A
1.967 c ± 0.084
16.800
0.1171
Impara 6-A
1.111 d ± 0.059
11.733
0.0947
PS4-16
1.104 d ± 0.154
11.833
0.0933
A Fat
1.100 d ± 0.011
8.100
0.1358
LBR-02
0.981 e ± 0.017
7.133
0.1376
AB131-2
0.907 ef ± 0.026
8.067
0.1125
LSW 05
0.826 fg ± 0.006
6.467
0.1277
AB131-1
0.781 g ± 0.028
21.367
0.0366
Kontrol
0.011 h ± 0.000
0.000
0.0110
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf 5%.
Berdasarkan kemampuan reduksi asetilen dan produksi amonia, maka isolat aktinomiset endofit yang terpilih untuk diamati kemampuan penambatan N2 secara in-planta ialah isolat SSW-02 sebagai isolat dengan kemampuan penambatan N2 terbaik. Isolat AB131-2 juga dipilih sebagai isolat yang akan diuji secara in-planta
27
didasarkan atas kemampuan penambatan N2 yang rendah, namun memiliki kemampuan produksi asam indol asetat yang paling tinggi sebesar 99.23 ppm (lebih tinggi dibanding SSW-02 sebesar 10.81 ppm) dan kemampuan produksi senyawa anti patogen (Hastuti 2012; Yusepi 2011). Pemilihan kedua isolat terpilih tersebut dilakukan
untuk
mengevaluasi
kapasitas
bakteri
penambat
N2
SSW-02
Produksi amonia (ppm)
dibandingkan dengan AB131-2 dalam peningkatan pertumbuhan tanaman padi.
3
2.637
2.5
2.152
2 1.5 1 0.415
0.5
0.926
0.441 0.215
0.011 0 0
5
10
15
20
Hari ke-
Gambar 7 Pola produksi amonia dengan metode Nessler AB131-2, SSW-02). ( Keterangan: Tabel 4 Pola produksi amonia pada isolat aktinomiset endofit terpilih Jenis isolat
Rataan produksi
Bobot kering
Produksi amonia spesifik
amonia (ppm)
sel (mg)
(ppm per mg sel)
Hari ke-5 SSW-02
0.415 ± 0.020
14.467
0.0287
AB131-2
0.215 ± 0.010
14.400
0.0149
Hari ke-10 SSW-02
2.152 ± 0.082
19.667
0.1094
AB131-2
0.441 ± 0.006
18.733
0.0235
Hari ke-15 SSW-02
2.637 ± 0.117
21.233
0.1242
AB131-2
0.926 ± 0.006
19.767
0.0468
Pola produksi amonia dari kedua isolat aktinomiset endofit terpilih menunjukkan bahwa AB131-2 dan SSW-02 memiliki produksi amonia tertinggi
28
pada hari ke-15 dengan produksi amonia pada isolat SSW-02 sebesar 2.637 ppm dan produksi amonia pada isolat AB131-2 sebesar 0.926 ppm (Gambar 7). Hasil pengukuran bobot kering sel juga menunjukkan bobot kering sel tertinggi pada kedua isolat aktinomiset endofit tertinggi pada hari ke-15 (Tabel 4). Jika dihubungkan dengan kurva produksi amonia, maka produksi amonia dihasilkan paling tinggi setelah bobot kering sel yang dihasilkan pada kedua isolat aktinomiset endofit mencapai akhir optimum masa pertumbuhan. Hal ini menunjukkan bahwa bobot kering sel yang tinggi dari masing-masing isolat mempengaruhi produksi amonia oleh kedua isolat aktinomiset endofit tersebut. Kolonisasi Aktinomiset Endofit pada Jaringan Akar Padi Pengamatan mikroskopis akar padi yang diberi perlakuan tetrazolium baik pada SSW-02, AB131-2 dan kontrol menunjukkan pada tanaman padi dengan perlakuan isolat aktinomiset endofit terdapat koloni berwarna merah pada jaringan internal akar padi yang diduga merupakan aktinomiset endofit yang mengolonisasi bagian akar lateral padi (Gambar 8) dibandingkan dengan kontrol yang tidak terdapat koloni berwarna merah pada bagian internal akar. a
b
c
d
e
f
Gambar 8 Kolonisasi aktinomiset endofit pada jaringan akar padi 6 MST. Pengamatan mikroskop dengan perbesaran 400x. irisan membujur: a) SSW-02, b) AB131-2, c) kontrol; irisan melintang: (d) SSW-02 (e) AB131-2; (f) kontrol. Pada penampakan irisan melintang akar, isolat SSW-02 tampak memasuki bagian jaringan interselular akar, sedangkan isolat AB131-2 sebagian besar berada di daerah eksodermis dan pada kontrol tidak ditemukan koloni berwarna merah
29
pada bagian interselular akar. Pada penampakan irisan membujur akar, kedua isolat baik SSW-02 dan AB131-2 terletak beredar di bagian pertengahan internal akar atau sekitar area korteks dan endodermis akar, sedangkan kontrol tidak terdapat koloni merah pada bagian akar padi.
Kemampuan Aktinomiset Endofit Penambat Nitrogen dalam Peningkatan Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Padi Pada hasil uji in-planta umur 6 MST pada tanah steril (Gambar 9) terlihat bahwa pertumbuhan vegetatif padi memiliki pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan pada tanah steril (Gambar 10).
K1
K0.5
K0
S1
S0.5
S0
A1
A0.5
A0
Gambar 9 Pertumbuhan vegetatif tanaman padi pada tanah steril. Keterangan: K1/S1/A1 = dengan pemupukan 100% (≈ 200 kg Urea/Ha), K0.5/S0.5/A0.5 = dengan pemupukan 50% (≈ 100 kg Urea/Ha), K0/S0/A0 = dengan pemupukan 0% (≈ 0 kg Urea/Ha).
K1
K0.5
NK0
S1
S0.5
S0
A1
A0.5
A0
Gambar 10 Pertumbuhan vegetatif tanaman padi pada tanah tidak steril. Keterangan: K1/S1/A1 = dengan pemupukan 100% (≈ 200 kg Urea/Ha), K0.5/S0.5/A0.5 = dengan pemupukan 50% (≈ 100 kg Urea/Ha), K0/S0/A0 = dengan pemupukan 0% (≈ 0 kg Urea/Ha). Tinggi Tanaman Padi. Data hasil uji in-planta menunjukkan bahwa tidak terjadi interaksi antara faktor dosis pupuk dan perlakuan aktinomiset endofit pada parameter tinggi tanaman padi baik di tanah steril maupun di tanah tidak steril.
30
Aplikasi perlakuan SSW-02 menghasilkan pertambahan tinggi tanaman padi, yang tidak berbeda dengan perlakuan AB131-2 dan kontrol, sedangkan pada perlakuan dengan dosis pemupukan 50% dan 100% juga tidak berbeda di tanah steril (Tabel 5). Perlakuan SSW-02 di tanah tidak steril paling berpengaruh terhadap pertambahan tinggi tanaman padi, sedangkan dosis pemupukan yang paling berpengaruh adalah dosis urea 100% (Tabel 6). Tabel 5
Pengaruh dosis urea dan perlakuan aktinomiset terhadap tinggi tanaman padi umur 6 MST pada tanah steril Dosis Urea 0
0.5
1
Rataan tinggi tanaman padi (cm)
SSW-02
71.42 ± 8.49
80.50 ± 2.60
79.42 ± 2.67
77.11 a ± 6.32
AB131-2
71.00 ± 3.50
78.75 ± 2.84
80.92 ± 2.81
76.89 a ± 5.24
Kontrol
67.33 ± 7.01
77.00 ± 5.27
81.00 ± 1.80
75.11 a ± 7.55
Rataan tinggi tanaman padi (cm)
69.92 z ± 6.10
78.75 y ± 3.60
80.44 y ± 2.27
Isolat
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf 5%.
Tabel 6 Pengaruh dosis urea dan perlakuan aktinomiset terhadap tinggi tanaman padi umur 6 MST pada tanah tidak steril Dosis Urea 0
0.5
1
Rataan tinggi tanaman padi (cm)
SSW-02
61.42 ± 0.80
72.75 ± 1.52
76.17 ± 1.66
70.11 a ± 6.79
AB131-2
59.33 ± 1.61
70.58 ± 0.88
74.75 ± 1.95
68.22 ab ± 7.03
Kontrol
61.67 ± 5.03
63.75 ± 6.80
71.17 ± 1.26
65.53 b ± 6.08
Rataan tinggi tanaman padi (cm)
60.81 z ± 2.89
69.03 y ± 5.37
74.03 x ± 2.65
Isolat
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf 5%.
Pada perlakuan aktinomiset SSW-02 dengan dosis urea 50% di tanah steril menunjukkan peningkatan tinggi tanaman padi (80.5 cm) sebesar 4.5% dibandingkan kontrol (77 cm) atau 2.2% dibandingkan dengan AB131-2 (78.75 cm). Aplikasi SSW-02 pada pemupukan 50% juga mampu meningkatkan tinggi tanaman padi sebesar 1.36% dibandingkan dengan aplikasi SSW-02 pada pemupukan 100% (79.42 cm). Tampak pula bahwa aplikasi SSW-02 di tanah tidak
31
steril dengan dosis urea 100% (76.17 cm) mampu meningkatkan tinggi tanaman padi sebesar 7.02% dibandingkan kontrol (71.17 cm) dan 1.89% dibandingkan dengan AB131-2 (74.75 cm). Panjang Akar. Hasil uji in-planta menunjukkan tidak terjadi interaksi antara faktor dosis pupuk dan perlakuan aktinomiset endofit pada parameter panjang akar pada tanah steril, namun terjadi interaksi di tanah tidak steril (Gambar 11). Tabel 7 Pengaruh dosis urea dan perlakuan aktinomiset terhadap panjang akar tanaman padi umur 6 MST pada tanah steril Dosis Urea 0
0.5
1
Rataan panjang akar (cm)
SSW-02
34.67 ± 2.89
37.67 ± 5.11
36.17 ± 2.02
36.17 a ± 3.36
AB131-2
33.50 ± 2.00
32.17 ± 3.69
33.83 ± 2.93
68.22 a ± 2.67
Kontrol
31.67 ± 4.54
35.50 ± 1.73
38.10 ± 2.65
65.53 a ± 3.94
Rataan panjang akar (cm)
33.28 x ± 3.15
35.11 x ± 4.05
36.03 x ± 2.89
Isolat
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf 5%.
45 a
Panjang akar (cm)
40 35 30 25
ab
ab ab
ab
abc
c
ab bc
20 15 10 5 0 0
0.5 Dosis Urea
1
Gambar 11 Pengaruh dosis urea dan perlakuan aktinomiset terhadap panjang akar tanaman padi umur 6 MST pada tanah tidak steril (Keterangan: AB131-2, SSW-02, kontrol. Diagram yang diikuti huruf yang sama tidak menunjukkan perbedaan nyata pada taraf 5% DMRT).
32
Perlakuan SSW-02 dengan dosis urea 50% di tanah tidak steril memberikan peningkatan panjang akar paling tinggi (38.5 cm) dengan peningkatan sebesar 24% dibandingkan dengan AB131-2 atau 10% dibandingkan dengan kontrol pada pemupukan 100%. Aplikasi SSW-02 dengan dosis urea 50% di tanah steril juga dapat meningkatkan panjang akar (37.7 cm) sebesar 9% dibandingkan dengan kontrol (35.5 cm) atau 1.4% dibandingkan dengan AB131-2 (32.17 cm) pada pemupukan yang sama, meskipun tidak signifikan (Tabel 7). Jumlah Anakan. Data hasil uji in-planta menunjukkan bahwa tidak terjadi interaksi antara faktor dosis pupuk dan perlakuan aktinomiset endofit terhadap jumlah anakan di tanah steril dan tidak steril. Aplikasi perlakuan SSW-02 menghasilkan pertambahan jumlah anakan, yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan AB131-2 dan kontrol, sedangkan dosis pemupukan 50% dan 100% menghasilkan jumlah anakan yang tidak berbeda nyata di tanah steril (Tabel 8). Perlakuan SSW-02 di tanah tidak steril juga tidak berbeda nyata dengan perlakuan aktinomiset lain, sedangkan dosis urea dengan pemupukan 100% paling berpengaruh nyata terhadap peningkatan jumlah anakan. Aplikasi SSW-02 di tanah steril pada pemupukan 50% menghasilkan jumlah anakan per rumpun tertinggi (12 anakan) dengan peningkatan yang tidak signifikan sebesar 9% dibandingkan dengan kontrol (11 anakan) atau 1.4% dengan perlakuan AB131-2 (11.83 anakan) pada pemupukan 100% (Tabel 5). Peningkatan jumlah anakan pada aplikasi SSW-02 di tanah tidak steril dapat terlihat pada aplikasi pemupukan 100% dengan peningkatan sebesar 10% dibandingkan AB131-2 atau sebesar 1.6% dibandingkan kontrol. Tabel 8 Pengaruh dosis urea dan perlakuan aktinomiset terhadap jumlah anakan tanaman padi umur 6 MST pada tanah steril Dosis Urea 0
0.5
1
Rataan jumlah anakan
SSW-02
6.83 ± 3.75
12.00 ± 1.00
11.17 ± 1.61
10.00 a ± 3.19
AB131-2
7.83 ± 0.58
9.83 ± 2.93
11.83 ± 0.29
9.83 a ± 2.29
Kontrol
5.33 ± 2.08
9.67 ± 1.04
11.00 ± 0.00
8.67 a ± 2.82
Rataan jumlah anakan
6.67 z ± 2.42
10.50 y ± 1.98
11.33 y ± 0.90
Isolat
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf 5%.
33
Tabel 9 Pengaruh dosis urea dan perlakuan aktinomiset terhadap jumlah anakan tanaman padi umur 6 MST pada tanah tidak steril. Dosis Urea 0
0.5
1
Rataan jumlah anakan
SSW-02
2.33 ± 0.76
7.83 ± 0.29
10.67 ± 0.29
6.94 a ± 3.69
AB131-2
2.33 ± 0.58
8.17 ± 0.76
9.67 ± 1.53
6.72 a ± 3.47
Kontrol
4.17 ± 2.93
6.00 ± 3.46
10.50 ± 0.50
6.89 a ± 3.63
Rataan jumlah anakan
2.94 z ± 1.79
7.33 y ± 2.05
10.28 x ± 0.94
Isolat
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf 5%.
Nilai Warna Daun. Data hasil uji in-planta menunjukkan bahwa tidak terjadi interaksi antara faktor dosis pupuk dan perlakuan aktinomiset endofit terhadap peningkatan nilai warna daun dengan bagan warna daun di tanah steril maupun di tanah tidak steril. Aplikasi in-planta dengan dosis urea 100%
menunjukkan
pembentukan warna daun paling tinggi di tanah steril dan tidak steril, sedangkan aplikasi SSW-02 merupakan perlakuan aktinomiset yang paling berpengaruh terhadap pembentukan nilai warna daun dibandingkan perlakuan aktinomiset lainnya. Hal ini ditegaskan dengan pembentukan nilai warna daun berdasarkan BWD sebesar 3.08 pada tanah steril dan 3.00 pada tanah tidak steril dengan aplikasi SSW-02 pada pemupukan 100% sebagai nilai warna daun tertinggi dibandingkan perlakuan lainnya (Tabel 10 dan Tabel 11).
Tabel 10 Pengaruh dosis urea dan perlakuan aktinomiset terhadap nilai warna daun tanaman padi umur 6 MST pada tanah steril Dosis Urea 0
0.5
1
Rataan nilai warna daun
SSW-02
2.25 ± 0.00
2.75 ± 0.00
3.08 ± 0.14
2.69 a ± 0.37
AB131-2
2.25 ± 0.00
2.50 ± 0.25
2.75 ± 0.25
2.50 b ± 0.28
Kontrol
2.17 ± 0.14
2.58 ± 0.14
2.83 ± 0.14
2.53 b ± 0.32
Rataan nilai warna daun
2.22 z ± 0.08
2.61 y ± 0.18
2.89 x ± 0.22
Isolat
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf 5%.
34
Tabel 11 Pengaruh dosis urea dan perlakuan aktinomiset terhadap nilai warna daun tanaman padi umur 6 MST pada tanah tidak steril
0
Dosis Urea 0.5
1
Rataan nilai warna daun
SSW-02
2.08 ± 0.14
2.58 ± 0.14
3.00 ± 0.00
2.56 a ± 0.41
AB131-2
2.25 ± 0.25
2.50 ± 0.25
2.83 ± 0.14
2.53 a ± 0.32
Kontrol
2.00 ± 0.00
2.17 ± 0.14
2.92 ± 0.14
2.36 b ± 0.44
Rataan nilai warna daun
2.11 z ± 0.18
2.42 y ± 0.25
2.92 x ± 0.13
Isolat
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf 5%.
Bobot Kering Akar. Data hasil uji in-planta menunjukkan bahwa tidak terjadi interaksi antara faktor dosis pupuk dan perlakuan aktinomiset
endofit
terhadap bobot kering akar di tanah steril dan di tanah tidak steril. Perlakuan pemupukan dengan dosis urea 100% paling berpengaruh terhadap peningkatan bobot kering akar baik pada tanah steril maupun tidak steril. Tabel 12 Pengaruh dosis urea dan perlakuan aktinomiset terhadap bobot kering akar tanaman padi umur 6 MST pada tanah steril Dosis Urea Isolat 0
0.5
1
SSW-02
34.94 ± 2.99
44.46 ± 4.80
59.26 ± 11.33
AB131-2
34.60 ± 11.87
34.62 ± 4.40
57.00 ± 5.18
Kontrol
30.15 ± 1.46
32.25 ± 7.41
49.84 ± 12.00
Rataan bobot kering akar (g)
33.23 y ± 6.58
37.11 y ± 7.47
55.37 x ± 9.64
Rataan bobot kering akar (g) 46.22 a ± 12.36 42.07 ab ± 13.12 37.42 b ± 11.75
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf 5%.
Aplikasi perlakuan SSW-02 juga merupakan perlakuan yang paling berpengaruh terhadap peningkatan bobot kering akar dibandingkan perlakuan aktinomiset lainnya. Perlakuan SSW-02 dengan pemupukan 100% pada tanah steril (Tabel 12) menunjukkan peningkatan bobot kering akar tertinggi, meskipun tak signifikan sebesar 18.9 % dibandingkan dengan kontrol dan sebesar 3.96% dengan AB131-2. Perlakuan AB131-2 di tanah tidak steril (Tabel 13) menunjukkan bobot kering akar tertinggi (46.51 g) namun, tidak berbeda nyata dengan bobot kering
35
akar pada perlakuan SSW-02 dengan pemupukan 100% (41.04 g). Perlakuan dengan aktinomiset endofit menyebabkan peningkatan bobot kering akar pada kontrol di tanah tidak steril dengan peningkatan sebesar 27.4% dengan aplikasi SSW-02 atau 44.4% dengan aplikasi AB131-2. Tabel 13 Pengaruh dosis urea dan perlakuan aktinomiset terhadap bobot kering akar tanaman padi umur 6 MST pada tanah tidak steril Dosis Urea 0
0.5
1
Rataan bobot kering akar (g)
SSW-02
3.12 ± 0.46
26.16 ± 3.36
41.04 ± 0.66
23.44 a ± 16.64
AB131-2
3.10 ± 0.07
28.70 ± 8.18
46.51 ± 0.08
26.10 ab ± 19.34
Kontrol
2.64 ± 0.72
24.21 ± 1.76
32.20 ± 7.12
19.68 b ± 13.75
Rataan bobot kering akar (g)
2.95 z ± 0.49
26.35 y ± 4.91
39.92 x ± 7.20
Isolat
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf 5%.
Bobot Kering Tajuk. Data hasil uji in-planta (Gambar 12) menunjukkan adanya interaksi antara faktor dosis pupuk dan perlakuan aktinomiset endofit pada parameter bobot kering tajuk di tanah steril, sedangkan tidak ada interaksi antar kedua faktor tersebut di tanah tidak steril.
Bobot kering tajuk (g)
25
15 10
a ab
ab
20
bc
de e
bc cd
f
5 0 0
0.5 Dosis Urea
1
Gambar 12 Pengaruh dosis urea dan perlakuan aktinomiset terhadap bobot kering tajuk tanaman padi umur 6 MST pada tanah steril (Keterangan: AB131-2, SSW-02, kontrol. Diagram yang diikuti huruf yang sama tidak menunjukkan perbedaan nyata pada taraf 5% DMRT).
36
Tabel 14 Pengaruh dosis urea dan perlakuan aktinomiset terhadap bobot kering tajuk tanaman padi umur 6 MST pada tanah tidak steril Dosis Urea 0
0.5
1
Rataan bobot kering tajuk (g)
SSW-02
3.08 ± 0.67
11.09 ± 1.35
15.53 ± 0.59
9.90 a ± 5.52
AB131-2
2.67 ± 0.49
11.47 ± 0.50
13.88 ± 1.59
9.34 a ± 5.19
Kontrol
2.54 ± 0.06
10.91 ± 0.01
13.71 ± 0.60
9.05 a ± 5.05
Rataan bobot kering tajuk (g)
2.76 z ± 0.48
11.16 y ± 0.76
14.37 x ± 1.25
Isolat
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf 5%.
Aplikasi SSW-02 dengan dosis urea 100% menunjukkan peningkatan bobot kering tajuk di tanah steril tertinggi dengan bobot tajuk sebesar 21.13 g. Perlakuan dengan aktinomiset endofit tidak memberikan perbedaan yang nyata terhadap bobot kering tajuk yang dihasilkan oleh kontrol di tanah tidak steril, sedangkan dosis urea 100% paling berpengaruh terhadap kenaikan bobot kering tajuk (Tabel 14). Aplikasi SSW-02 dengan pemupukan 100% di tanah tidak steril mampu meningkatkan bobot kering tajuk, meskipun tidak signifikan sebesar 11.88% dibandingkan perlakuan AB131-2 atau 13.27% dengan kontrol. Bobot Kering Total Tanaman. Hasil uji in-planta menunjukkan adanya interaksi antara faktor dosis urea dan perlakuan aktinomiset endofit terhadap peningkatan bobot kering total tanaman di tanah tidak steril, namun tidak terdapat interaksi antar kedua faktor tersebut di tanah steril. Aplikasi SSW-02 di tanah steril dengan dosis urea 100% mampu meningkatkan bobot kering total tanaman sebesar 80.38 g, menunjukkan peningkatan sebesar 17.44% dibandingkan dengan kontrol (68.44 g) atau 4% dengan AB131-2 (77.25 g) (Tabel 15). Bobot kering total tanaman yang dihasilkan oleh AB131-2 (60.39 g) dan SSW-02 (56.57 g) tidak berbeda nyata di tanah tidak steril. Perlakuan dengan aktinomiset endofit menyebabkan peningkatan bobot kering total tanaman pada kontrol di tanah tidak steril dengan peningkatan sebesar 23.19% dengan aplikasi SSW-02 atau 31.51% dengan aplikasi AB131-2 (Gambar 13).
37
Tabel 15 Pengaruh dosis urea dan perlakuan aktinomiset terhadap bobot kering total tanaman padi umur 6 MST pada tanah steril Isolat SSW-02 AB131-2 Kontrol Rataan bobot kering total tanaman (g)
0 50.60 ± 4.18 48.80 ± 12.95 38.14 ± 1.22
Dosis Urea 0.5 63.70 ± 4.83 53.61 ± 4.03 49.20 ± 8.15
1 80.38 ± 12.50 77.25 ± 6.04 68.44 ± 13.36
45.85 z ± 8.98
55.50 y ± 8.24
75.36 x ± 11.02
Rataan bobot kering total tanaman (g) 64.89 a ± 14.71 59.89 ab ± 15.13 51.93 b ± 15.43
Bobot kering total tanaman (g)
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf 5%.
70 a a
60 50 bc
40
c
b
c
30 20 10
d
d
d
0 0
0.5 Dosis Urea
1
Gambar 13 Pengaruh dosis urea dan perlakuan aktinomiset terhadap bobot kering total tanaman padi umur 6 MST pada tanah tidak steril (Keterangan: SSW-02, kontrol. Diagram yang diikuti AB131-2, huruf yang sama tidak menunjukkan perbedaan nyata pada taraf 5% DMRT). Kemampuan Aktinomiset Endofit Penambat Nitrogen dalam Peningkatan Serapan Nitrogen Tanaman Padi Serapan Nitrogen Akar. Data hasil uji in-planta menunjukkan bahwa terdapat interaksi antara faktor dosis pupuk dan perlakuan aktinomiset endofit terhadap serapan nitrogen akar di tanah tidak steril, namun tidak terdapat interaksi antar kedua faktor tersebut di tanah steril. Perlakuan aktinomiset endofit tidak berpengaruh terhadap nilai serapan nitrogen akar di tanah steril. namun perlakuan dosis urea 100% paling berpengaruh terhadap nilai serapan nitrogen akar di tanah steril (Tabel 16).
38
Tabel 16 Pengaruh dosis urea dan perlakuan aktinomiset terhadap serapan nitrogen akar tanaman padi umur 6 MST pada tanah steril Dosis Urea 0
0.5
1
Rataan serapan nitrogen akar (g)
SSW-02
0.3145 ± 0.0269
0.3853 ± 0.0416
0.4741 ± 0.0907
0.3913 a ± 0.0864
AB131-2
0.3114 ± 0.1068
0.3000 ± 0.0382
0.6270 ± 0.0570
0.4128 a ± 0.1728
Kontrol
0.3216 ± 0.0156
0.2795 ± 0.0642
0.5483 ± 0.1321
0.3831 a ± 0.1453
Rataan serapan nitrogen akar (g)
0.3158 z ± 0.0558
32.16 z ± 0.0647
0.5498 y ± 0.1078
Isolat
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf 5%.
Serapan nitrogen akar (g)
3 2.5
a
2 1.5 b 0.5 0
d d d 0
Gambar 14
b
b
1
c
cd 0.5 Dosis Urea
1
Pengaruh dosis urea dan perlakuan aktinomiset terhadap serapan nitrogen akar tanaman padi umur 6 MST pada tanah tidak steril (Keterangan: AB131-2, SSW-02, kontrol. Diagram yang diikuti huruf yang sama tidak menunjukkan perbedaan nyata pada taraf 5% DMRT).
Perlakuan AB131-2 dengan dosis urea 100% menunjukkan serapan nitrogen akar tertinggi di tanah tidak steril sebesar 2.3873 g (Gambar 14) atau mampu meningkatkan serapan nitrogen akar sebesar 138.73 % dibandingkan dengan kontrol (1.0842 g) atau sebesar 462.91% dengan perlakuan SSW-02 (0.4241 g). AB131-2 dengan dosis urea 100% juga mampu meningkatkan serapan nitrogen akar sebesar 143.53% dibandingkan dengan kontrol (0.5483 g) atau sebesar 322.51 % dengan SSW-02 (0.4741 g). Serapan nitrogen akar yang dihasilkan dengan aplikasi SSW-02 pada seluruh dosis pemupukan urea menunjukkan hasil terendah dibandingkan dengan perlakuan AB131-2 dan kontrol.
39
Serapan Nitrogen Tajuk. Data hasil uji in-planta menunjukkan bahwa terdapat interaksi antara faktor dosis pupuk dan perlakuan aktinomiset endofit terhadap serapan nitrogen tajuk di tanah steril maupun tidak steril. Aplikasi SSW02 di tanah steril dengan dosis urea sebesar 50% mampu menunjukkan peningkatan serapan nitrogen tajuk tertinggi (0.6865 g) dengan peningkatan sebesar 158.18% dibandingkan dengan AB131-2 (0.2659 g) atau sebesar 53.82% dengan kontrol (0.4463 g) (Gambar 15a). a) Serapan nitrogen tajuk (g)
0.8 0.7
a
b
0.6 0.5 0.4
c c d
0.3 0.2
d
d
e
e
0.1 0 0
b)
0.5 Dosis Urea
1
Serapan nitrogen tajuk (g)
0.25 0.2
a
0.15
b
c cd
0.1 0.05
a
d e
e e
0 0
Gambar 15
0.5 Dosis Urea
1
Pengaruh dosis urea dan perlakuan aktinomiset terhadap serapan nitrogen tajuk tanaman padi umur 6 MST pada tanah steril (a) dan tidak steril (b) (Keterangan: AB131-2, SSW-02, kontrol. Diagram yang diikuti huruf yang sama tidak menunjukkan perbedaan nyata pada taraf 5% DMRT).
40
Serapan nitrogen tajuk yang dihasilkan oleh SSW-02 (0.1863 g) dan AB131-2 (0.1805 g) tidak memiliki perbedaan yang signifikan di tanah tidak steril, berbeda dengan hasil yang didapatkan di tanah steril. Kedua perlakuan aktinomiset endofit baik SSW-02 dan AB131-2 di tanah tidak steril menunjukkan peningkatan serapan nitrogen tajuk tertinggi pada dosis urea 100% dengan peningkatan oleh SSW-02 sebesar 27.34% dan
AB131-2 sebesar 23.38% dibandingkan dengan kontrol
(0.1463 g). Serapan Nitrogen Total Tanaman. Data hasil uji in-planta menunjukkan bahwa terdapat interaksi antara faktor dosis pupuk dan perlakuan aktinomiset endofit pada parameter serapan nitrogen total tanaman di tanah steril dan tidak steril. a) Serapan nitrogen total tanaman (g)
2 1.5 1
a
a b
b
b b
bc 0.5
cd
d
0 0
0.5 Dosis Urea
1
b) Serapan nitrogen total tanaman (g)
2.5 2
a
1.5 bc
1 0.5 0
f f f 0
e
b c
0.5 Dosis Urea
d
1
Gambar 16 Pengaruh dosis urea dan perlakuan aktinomiset terhadap serapan nitrogen total tanaman padi umur 6 MST pada tanah steril (a) dan tidak steril (b) (Keterangan: AB131-2, SSW-02, kontrol. Diagram yang diikuti huruf yang sama tidak menunjukkan perbedaan nyata pada taraf 5% DMRT).
41
Aplikasi SSW-02 di tanah steril dengan dosis urea 50% menunjukkan serapan nitrogen total tanaman sebesar 1.4121 g, tidak berbeda nyata dengan perlakuan dosis urea 100% sebesar 1.5005 g di tanah steril (Gambar 16a). Selain itu, perlakuan SSW-02 dengan dosis urea 50 % mampu menunjukkan serapan nitrogen total tanaman dibandingkan perlakuan dengan dosis urea 100% terhadap AB131-2 (0.9012 g) sebesar 56.69% dan kontrol (0.8784 g) sebesar 60.76%. Perlakuan AB131-2 dengan dosis urea 100% menunjukkan persentase serapan nitrogen total tanaman tertinggi sebesar 1.9426 g di tanah tidak steril, atau menunjukkan peningkatan sebesar 207.52% terhadap SSW-02 (0.6317 g) atau sebesar 90.86% terhadap kontrol (1.0178 g). Serapan nitrogen total tanaman pada aplikasi SSW-02 di tanah tidak steril memiliki serapan nitrogen total tanaman yang terendah dibandingkan perlakuan AB131-2 dan kontrol, karena serapan nitrogen akar yang rendah (Tabel 20).
42
43
PEMBAHASAN
Pertumbuhan dan Morfologi Koloni Aktinomiset Endofit Aktinomiset endofit yang telah diremajakan menunjukkan keragaman karakter morfologi koloni baik warna miselium maupun bentuk tipe penataan rantai spora pada media YSA (Gambar 3 dan 4). Hal ini sesuai dengan pernyataan Qin et al. (2011) bahwa aktinomiset endofit yang tumbuh dalam jaringan tanaman biasa ditumbuhkan pada media klasik seperti media humic acid vitamin (HV) dan media International Streptomyces Project (ISP) 2 yang memiliki kemiripan komposisi dengan media YSA. Morfologi koloni berperan penting dalam proses karakterisasi aktinomiset. Adanya perbedaan warna miselium antar isolat aktinomiset endofit tersebut merupakan hasil pigmentasi isolat aktinomiset yang dapat memberikan warna pada miselium aerial dan vegetatif (Nurkanto 2007). Berdasarkan pengamatan terhadap karakteristik morfologi koloni, keseluruhan isolat termasuk Streptomyces spp., karena mampu membentuk miselium aerial dengan karakter percabangan yang luas menyerupai kapang serta menunjukkan penataan rantai spora yang tersusun keriting, seperti kait atau spiral (Gambar 3 dan 4). Perbedaan dalam pembentukan miselia aerial serta munculnya penataan rantai spora menunjukkan karakter Streptomyces spp. Pengamatan koloni aktinomiset khususnya Streptomyces spp. pada media padat ditunjukkan dengan munculnya miselium substrat dapat dilakukan setelah hari keempat masa inkubasi dengan formasi miselium yang lengkap setelah enam hari inkubasi, sedangkan untuk mendapatkan karakteristik yang khas seperti tipe penataan rantai spora dapat diperoleh setelah diinkubasi selama 14 hari atau lebih (Ghadin et al. 2008, Shirling & Gottlieb 1966). Spora aerial aktinomiset diketahui resisten terhadap desikasi dan menunjukkan resistensi tinggi terhadap panas basah atau panas kering dibandingkan dengan miselium vegetatif (Seong et al. 2001). Streptomyces memiliki tipe penataan rantai spora yaitu tipe spirales (S), tipe rectiflexibiles (RF) dengan spora berbentuk lurus, tipe retinaculiaperti (RA) dengan dengan spora berkait atau spora bergelombang (Shirling & Gottlieb 1966). Dari hasil pengamatan terhadap rantai spora dari kesepuluh isolat aktinomiset (Gambar 1) maka diketahui bahwa A Fat, LBR-02, PS4-16 dan LSW 05 memiliki tipe rantai
44
spora S, Impara 6 A dan AB131-3 memiliki tipe rantai spora RF dan lainnya memiliki tipe rantai spora RA. Keragaman tipe penataan rantai spora mengindikasikan keragaman spesies dari kesepuluh aktinomiset endofit uji. Kemampuan Aktinomiset Endofit dalam Penambatan N2 secara In-Vitro Kesepuluh isolat aktinomiset endofit berhasil tumbuh pada media bebas nitrogen dengan kecepatan pertumbuhan yang beragam namun, cenderung lebih lambat dibandingkan dengan pertumbuhan pada media yang mengandung nitrogen seperti medium YSA (Gambar 5). Nitrogen merupakan nutrisi esensial yang diperlukan oleh mikrob untuk mensintesis asam amino yang diperlukan untuk menyusun protein sel mikrob (White 2000). Kemampuan untuk tumbuh pada media bebas nitrogen mengindikasikan kemampuannya dalam menambat N2 di udara. Hal ini serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh Prakamhang et al. (2009), bahwa sekitar 56% mikrob endofit pada padi (Oryza sativa L. KDML-105) berpotensi sebagai diazotrof berdasarkan kemampuannya tumbuh di media bebas nitrogen. Kesepuluh isolat aktinomiset endofit yang dianggap berpotensi menambat N2 juga memiliki kemampuan mereduksi asetilen melalui aktivitas nitrogenase (Tabel 3), dengan isolat SSW-02 paling berpengaruh nyata terhadap kemampuan reduksi asetilen sebesar 2.1750 nmol etilen/jam dibandingkan isolat lainnya. SSW-02 juga memiliki aktivitas reduksi asetilen spesifik tertinggi dibandingakn kesepuluh isolat aktinomiset endofit lainnya sebesar 1.55 nmol etilen/jam per mg sel. Metode reduksi asetilen merupakan salah satu cara untuk mengukur aktivitas nitrogenase dalam menambat N2. Nitrogenase mampu mereduksi N2 menjadi NH3, selain itu juga dapat mereduksi C2H2 menjadi C2H4, dengan kesetaraan reduksi C2H2 dan penambatan N2 sebesar 4:1 (Hardy 1973). Berdasarkan kesetaraan tersebut, isolat SSW-02 mampu melakukan penambatan N2 sebesar 0.3875 nmol N2/jam per mg sel. Tharek et al. (2011) melaporkan beberapa mikrob enterobakteria endofit yang diisolasi dari beberapa varietas padi di Tamil Nadu India (ADT 38, ADT 39, White ponni, ASD 16 dan TPS 1) memiliki kemampuan mereduksi asetilen bervariasi dari 0 hingga 91.95 nmol etilen/jam per mg sel. Beberapa isolat Pantoea agglomerans yang merupakan bakteri endofit pada batang padi juga diketahui memiliki kemampuan mereduksi asetilen dari 0 hingga 5 nmol C2H4/kultur.jam (Phillips et al. 2000). Barraquio et al. (2000), dalam penelitiannya, juga menunjukkan bahwa
45
beberapa enterobacteria endofit pada padi mampu mereduksi asetilen hingga 26327 nmol C2H4/jam.mg protein pada Klebsiella pneumoniae M5A1 dan 2472 nmol C2H4/jam.mg protein pada K. oxytoca. You et al. (2005) dalam penelitiannya juga berhasil mendeteksi ekspresi nitrogenase pada Herbaspirillum sp. B501 yang terdapat pada tajuk padi liar, Oryza officinalis, melalui RT-PCR dengan target gen nifH. Pembentukan amonia yang dihasilkan oleh tiap isolat juga menjadi parameter dalam penentuan aktivitas isolat aktinomiset endofit dalam melakukan penambatan c N2. Hasil uji kualitatif produksi amonia dengan metode Nessler (Gambar 6) menunjukkan bahwa tiap isolat memproduksi amonia yang beragam. Isolat AB1313 dan SSW-02 memiliki intensitas pembentukan warna jingga yang lebih tinggi dibandingkan dengan isolat lainnya. Hasil uji kuantitatif pengukuran konsentrasi amonia dengan metode Nessler (Tabel 3) menegaskan bahwa isolat AB131-3 dan SSW-02 memiliki kemampuan reduksi asetilen lebih tinggi dibandingkan isolat lainnya yaitu sebesar 3.900 ppm dan 2.144 ppm. Hal ini sesuai dengan hasil pengukuran uji kualitatif Nessler (Gambar 6). Hasil produksi amonia menunjukkan bahwa AB131-3 menghasilkan amonia tertinggi (Tabel 3), namun memiliki aktivitas nitrogenase lebih rendah dari isolat SSW-02 (Tabel 2). Hal ini diduga disebabkan oleh amonifikasi akibat kematian mikrob. Kadar amonia yang terbentuk dapat menjadi toksik bagi bakteri apabila terus terakumulasi. Terzaghi (1980) melaporkan bahwa produksi amonia dapat mengakibatkan kematian bakteri bila jumlahnya melebihi batas toleransinya dan dapat pula menghambat aktivitas nitrogenase. Yu et al. (2011) juga melaporkan bahwa Stenotrophomonas maltophilia, bakteri
penambat N2 yang diisolasi dari tanah persawahan padi di Myanmar,
berhasil mengakumulasi produksi amonia maksimal 2 ppm selama 60 jam inkubasi. Berdasarkan kemampuan reduksi asetilen dan produksi amonia, maka isolat aktinomiset endofit yang terpilih untuk diamati kemampuan penambatan N2 secara in-planta adalah isolat SSW-02 sebagai isolat dengan kemampuan penambatan N2 terbaik dan isolat AB131-2 sebagai isolat dengan kemampuan penambatan N2 terendah.
46
Pola produksi amonia pada aktinomiset endofit terpilih menunjukkan bahwa amonia dihasilkan paling optimum pada saat aktinomiset endofit memasuki akhir fase log atau pada hari ke-15. Pola pertumbuhan aktinomiset endofit tersebut juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Yusepi (2011), yang menunjukkan bahwa fase log berakhir pada hari ke-15 dan dilanjutkan dengan fase stasioner hingga fase kematian pada hari ke-20. Pola produksi amonia pada aktinomiset endofit tersebut sesuai dengan penelitian Iwata et al. (2012) yang menunjukkan bahwa produksi amonia dihasilkan saat sumber karbon paling rendah atau pada masa Azotobacter beijerinckii memasuki akhir fase log. Hal ini dikarenakan produk penambatan N2 berupa amonia juga merupakan sumber nitrogen pada mikrob dan dibutuhkan komposisi karbon dan nitrogen yang seimbang untuk mendukung kelangsungan pertumbuhan bakteri. Bila produksi amonia berlebih, amonia akan disekresikan ke lingkungan luar sel oleh mikrob. Kolonisasi Aktinomiset Endofit pada Jaringan Akar Padi Pengamatan mikroskopis akar padi yang diberi perlakuan SSW-02 dan AB131-2 menunjukkan adanya koloni berwana merah pada jaringan internal akar padi yang diduga merupakan aktinomiset endofit yang mengkolonisasi bagian akar lateral padi dibandingkan kontrol yang tidak ditemukan kolonisasi bakteri (Gambar 6). Tetrazolium bereaksi dengan proses reduksi dalam respirasi yakni pada aktivitas enzim dehidrogenase atau sistem transport elektron yang melepas H+ dan menyebabkan pergantian elektron dan membentuk endapan formazan berwarna merah, stabil dan tidak larut air (Bhupathiraju et al. 1999, Dina et al. 2007). Warna dari endapan tersebut dapat diamati langsung pada mikrob yang memiliki metabolisme aktif secara langsung dengan mikroskop. Isolat SSW-02 tampak memasuki bagian jaringan interselular akar, sedangkan isolat AB131-2 sebagian besar berada di daerah eksodermis dari arah irisan melintang akar. Kedua isolat terletak berada di bagian pertengahan internal akar atau sekitar area korteks dan endodermis akar dari arah irisan membujur akar. Hal ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Prakamhang et al. (2009) bahwa komunitas bakteri diazotrof endofit seperti Enterobacter dissolvens, Brevundimonas aurantiaca, Pantoea agglomerans, Pseudomonas spp., dan Enterobacteriaceae bacterium dapat membentuk komunitas pada jaringan tanaman
47
dari akar, batang dan daun dan paling banyak ditemukan pada beberapa akar lateral muda melalui metode deteksi GUS. Populasi bakteri paling banyak di daerah akar dan semakin menurun di daerah batang dan daun (Zinniel et al. 2002; Prakamhang et al. 2009). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Jimenez et al. (2001), pada bakteri endofit benih padi Bacillus pumillus dan Corynebacterium flavescens juga menyatakan hasil yang serupa, bakteri endofit sebagian besar terdistribusi di daerah rhizoplane perakaran hingga ke bagian interselular akar. Daerah interselular akar banyak dihuni oleh mikrob endofit disebabkan area yang lebih luas, sehingga memungkinkan pergerakan mikrob endofit dan daerah tersebut mengandung kadar nutrisi yang lebih tinggi. Bakteri endofit dapat berasal dari lingkungan luar atau dapat dari rhizosfer, biji dan bagian tanaman. Aktinomiset endofit mengkolonisasi tanaman inang mulai tahap sangat awal perkembangan tanaman (Hasegawa et al. 2006). Bakteri endofit pertama kali mengolonisasi permukaan akar sebelum memasuki tanaman inang. Bakteri endofit tersebut memasuki akar tanaman dapat melalui aliran air, perlukaan, percabangan di daerah akar lateral, melalui zona elongasi di area ujung akar atau melalui sekresi enzim hidrolitik untuk penetrasi dan penyebaran di dalam tanaman inang (Hallman et al. 1997, Hurek et al. 2000, Mano & Morisaki 2008). Pada beberapa area percabangan akar, dimana bagian endodermis terbuka, bakteri endofit dapat mengkolonisasi akar hingga jaringan vaskular tanaman padi (Mano & Morisaki 2008). Kemampuan Aktinomiset Endofit Penambat Nitrogen dalam Peningkatan Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Padi Pertumbuhan vegetatif tanaman padi pada penelitian ini diukur dari tinggi tanaman padi, jumlah anakan, panjang akar, nilai warna daun dan bobot kering tanaman. Pada aplikasi SSW-02 dengan pemupukan 50% di tanah steril menunjukkan peningkatan yang tidak signifikan terhadap tinggi tanaman padi dibandingkan dengan perlakuan AB131-2 dan kontrol bahkan menunjukkan peningkatan yang tidak signifikan pula terhadap aplikasi SSW-02 dengan pemupukan 100%. Hasil ini serupa dengan penelitian Sevilla & Kennedy (2000), perlakuan Acetobacter diazotrophicus penambat nitrogen dengan penambahan 100% pupuk nitrogen anorganik tidak berpengaruh signifikan pada pertumbuhan
48
padi disebabkan oleh terhambatnya aktivitas nitrogenase. Pada tanah tidak steril, aplikasi SSW-02 juga paling berpengaruh terhadap peningkatan tinggi tanaman padi dibanding perlakuan lainnya, namun peningkatan paling nyata terdapat pada aplikasi pemupukan urea 100%. Hal ini serupa dengan tren yang terjadi pada peningkatan jumlah anakan pada uji in-planta. Jumlah anakan merupakan salah satu faktor terpenting dalam pertanian karena jumlah anakan per rumpun tanaman selanjutnya akan menentukan hasil tanaman padi (Li et al. 2003). Jumlah anakan pada aplikasi SSW-02 di tanah steril dengan dosis urea 50% menunjukkan jumlah anakan tertinggi dibandingkan perlakuan lain dan peningkatan terjadi saat aplikasi SSW-02 dengan dosis urea 100% di tanah tidak steril. Peranan unsur NPK khususnya nitrogen di awal pertumbuhan atau fase vegetatif sangat penting untuk mendukung pembentukan dan pemanjangan organ tanaman yang dicirikan oleh pembentukan jumlah anakan (Dobermann & Fairhust 2000). Aplikasi SSW-02 pada pemupukan 50% juga meningkatkan panjang akar khususnya pada aplikasi di tanah tidak steril dan peningkatan yang tidak signifikan dibanding perlakuan lain di tanah steril. Vessey (2003) dan Bastian et al. (1998) menerangkan bahwa adanya peningkatan perakaran disebabkan oleh pembelahan dan pemanjangan sel akar yang dipicu oleh fitohormon yang dihasilkan mikrob diazotrof yang berasosiasi pada padi. Gejala kekurangan N juga dapat tampak dari berkurangnya warna hijau dari dedaunan (chlorosis), yang umumnya agak terdistribusi merata pada keseluruhan daun. Asosiasi dengan warna hijau daun disebabkan bahwa N, bersama-sama dengan Mg, merupakan komponen penyusun klorofil yang berasal dari tanah (C33H72O5N4Mg). Hasil uji in-planta menunjukkan bahwa aplikasi SSW-02 menunjukkan peningkatan warna daun pada dosis urea 100% dan tertinggi dibandingkan perlakuan AB131-2 dan kontrol dengan nilai 3.08 di tanah steril dan 3.00 di tanah tidak steril. Wahid (2003) dalam penelitiannya, mengungkapkan bahwa nilai kritis BWD tanaman padi dengan cara tanam secara tabela berada pada skala 3 yang menunjukkan persentase nitrogen total tanaman sekitar 2.5%. Hal ini menunjukkan penggunaan SSW-02 dengan dosis urea 100% belum mampu
49
memaksimalkan serapan nitrogen pada tanaman padi berkaitan dengan nilai warna daun yang dihasilkan. Aplikasi SSW-02 dengan dosis urea 100% juga berhasil meningkatkan bobot kering akar dan tajuk paling tinggi dibandingkan perlakuan aktinomiset endofit lain yang berdampak positif terhadap peningkatan bobot kering total tertinggi baik pada tanah steril maupun pada tanah tidak steril. Sumber hara nitrogen yang diserap oleh akar tanaman padi sebagian besar ditranslokasikan ke bagian daun, sehingga meningkatkan bobot kering total tanaman (Dobermann & Fairhust 2000). Aplikasi SSW-02 dan AB131-2 pada hasil uji in-planta tidak memiliki perbedaan yang nyata dalam hasil bobot kering tanaman. Hal ini karena peningkatan bobot kering total tanaman akibat inokulasi bakteri endofit tidak mutlak disebabkan oleh aktivitas penambatan N2 namun, dapat disebabkan pula oleh berbagai faktor seperti pelepasan zat pemacu pertumbuhan tanaman, senyawa anti patogen tanaman dan proliferasi dengan mikrob yang menguntungkan di dalam rhizosfer. Konsorsium dalam aplikasi bakteri endofit juga dibutuhkan untuk mengkolaborasi kebutuhan nutrisi tanaman dan beberapa faktor yang disebutkan diatas sehingga dapat mendukung produktivitas tanaman padi yang lebih tinggi (Kundu & Gaur 1984). Hasil penelitian Yusepi (2011) menunjukkan bahwa aktinomiset endofit AB131-2 mampu menghasilkan hormon IAA lebih baik dibandingkan SSW-02 yang dapat merangsang pembelahan sel-sel ujung akar dan akar lateral, sehingga juga berpengaruh terhadap peningkatan pertumbuhan tanaman padi. Beberapa diazotrof endofit pada padi juga memiliki kemampuan meningkatkan pertumbuhan tanaman padi, seperti pada penelitian yang dilakukan oleh Feng et al. (2006), Pantoea agglomerans YS19 menunjukkan kemampuan aktivitas penambatan N2 pada media bebas nitrogen dan memproduksi fitohormon berupa IAA, asam absisat, asam gibberelin dan sitokinin pada media Luria–Bertani dan dapat meningkatkan biomassa pertumbuhan vegetatif tanaman padi. Hasil uji in-planta secara keseluruhan juga menunjukkan bahwa pada lingkungan steril kinerja aktinomiset endofit dalam meningkatkan pertumbuhan vegetatif padi lebih tinggi dibandingkan pada lingkungan tidak steril. Kondisi lingkungan pada tanah steril lebih terkendali sehingga mikrob menghadapi interaksi ekologik yang lebih sederhana dan meminimalisir hadirnya mikrob kompetitor. Hal
50
ini mendukung aktinomiset endofit dalam mengkoloni area perakaran dan menjalankan peran biologinya untuk mendukung pertumbuhan tanaman yang lebih baik (Singh et al. 1999). Selain itu, media tanam yang digunakan pada penelitian kali ini berupa tanah ultisol dengan pH tanah masam (di bawah 5.5), kapasitas tukar kation dibawah 24 me/100 g, dan tingkat kesuburan yang rendah terlihat pada kadar nitrogen sekitar 0.1% (Lampiran 7 dan Lampiran 8). Tanah ultisol juga rawan terhadap degradasi sifat fisik dan kimia tanah (Rhoades 1998). Kondisi tersebut mengakibatkan rendahnya tingkat pertumbuhan vegetatif tanaman pada tanah tanpa bantuan pemupukan dan suplai nitrogen pendukung dari mikrob penambat N2. Selain itu, mayoritas aktinomiset biasanya dapat hidup baik dalam lingkungan netral hingga sedikit basa khususnya pada tanahdan lingkungan rhizosfer (Widyastuti & Ando 2009). Hal tersebut mengakibatkan rendahnya kemampuan aktinomiset dalam berkompetisi untuk menambat N2 di tanah tidak steril pada tanah ultisol. Nitrogen merupakan unsur hara utama yang mengendalikan pertumbuhan vegetatif tanaman dan merupakan komponen penting yang membentuk asam amino, asam nukleat, nukleotida, dan klorofil (Schepers & Raun 2008). Peranan utama nitrogen bagi tanaman ialah untuk merangsang pertumbuhan tanaman secara keseluruhan, khususnya batang, cabang, dan daun. Jika nitrogen diaplikasikan cukup ke tanaman, maka kebutuhan unsur makro lain meningkat. Tanaman padi yang kekurangan nitrogen anakannya sedikit dan pertumbuhannya kerdil. Daun padi akan berwarna hijau kekuning-kuningan dan mulai mati dari ujung kemudian menjalar ke tengah helai daun (Dobermann & Fairhurst, 2000). Menurut Fadiluddin (2009), aplikasi produk hayati yang dapat memacu pertumbuhan vegetatif tanaman padi akan berdampak pada peningkatan produktivitas padi. Hal ini dikarenakan produktivitas padi merupakan resultan dari pertumbuhan vegetatif yang ditunjukkan oleh bobot kering tanaman. Kekurangan nitrogen merupakan salah satu penyebab pertumbuhan tanaman pada masa vegetatif menjadi terhambat. Sepanjang periode pertumbuhan, nitrogen diperlukan paling banyak oleh tanaman padi antara awal sampai pertengahan pembentukan
anakan
(midtillering)
dan
tahap
awal
pembentukan
malai
(Dobermann & Fairhurst 2000). Bakteri diazotrof pada tanaman padi amat
51
diperlukan untuk memperbaiki nutrisi nitrogen, produksi fitohormon, mengubah morfologi dan fisiologi akar, sehingga memacu pertumbuhan akar dan dapat lebih banyak mengeksploitasi volume tanah, meningkatkan serapan hara, pertumbuhan dan produksi tanaman (Bastian et al. 1998). Hasil uji in-planta juga menunjukkan bahwa aplikasi SSW-02 dengan 100% dosis urea mampu meningkatkan secara signifikan nilai warna hijau daun dan bobot kering total tanaman, sedangkan aplikasi SSW-02 dengan penggunaan pupuk urea 50% juga mampu menunjukkan peningkatan tinggi tanaman padi, panjang akar dan jumlah anakan meskipun tidak signifikan. Penggunaan kombinasi produk hayati dan pupuk anorganik dapat menjadi pendekatan yang terbaik untuk mengurangi dosis penggunaan pupuk kimia. Berkurangnya penggunaan dosis pupuk anorganik akan membantu upaya menekan risiko pencemaran lingkungan dan menghemat sumber daya. Pemberian pupuk anorganik masih diperlukan di samping inokulan sampai batas pemberian pupuk anorganik tidak menekan perkembangan mikrob pada produk hayati. Dari hasil yang diperoleh, tampak bahwa isolat SSW-02 mampu menambat N2 dan meningkatkan pertumbuhan tanaman padi. Kemampuan Aktinomiset Endofit Penambat Nitrogen dalam Peningkatan Serapan Nitrogen Tanaman Padi Peningkatan serapan nitrogen pada tanaman padi hasil uji in-planta di tanah steril dan tanah tidak steril menunjukkan perbedaan yang signifikan. Aplikasi SSW02 dengan dosis urea 50% di tanah steril menunjukkan pengaruh secara nyata terhadap serapan nitrogen tajuk yang berpengaruh terhadap peningkatan serapan nitrogen total tanaman secara keseluruhan walaupun pada serapan nitrogen akar tidak terjadi peningkatan yang signifikan. Aplikasi AB131-2 dengan dosis urea 100% justru paling berpengaruh di tanah tidak steril terhadap peningkatan kandungan nitrogen total tanaman padi baik tajuk maupun akar dan serapan nitrogen tanaman dengan aplikasi SSW-02 sangat rendah. Hal ini diakibatkan lingkungan pada tanah tidak steril yang tidak terkendali, sehingga menyebabkan interaksi antara mikrob endofit penambat N2 dan inang lebih kompleks dan berdampak pada hadirnya mikrob kompetitor yang berakibat pada serapan nitrogen di tanaman yang lebih tinggi maupun sebaliknya.
52
Menurut Dobermann & Fairhust (2000), sumber hara nitrogen yang diserap oleh akar tanaman padi sebagian besar ditranslokasikan ke bagian daun, khususnya pada akhir masa vegetatif. Hasil uji in-planta menunjukkan fenomena yang serupa dimana serapan nitrogen tajuk SSW-02 tertinggi baik di tanah steril dan tidak steril, namun serapan nitrogen pada akarnya lebih rendah dibandingkan perlakuan AB1312 dan kontrol. Hal ini menunjukkan N2 yang ditambat oleh SSW-02 dialokasikan dengan baik oleh tanaman padi ke bagian tajuk untuk mendukung pertumbuhan vegetatif tanaman padi. Jones et al. (1991) menyatakan bahwa kandungan nitrogen pada tanaman padi dalam keadaan cukup adalah sebesar 2,60 sampai 3,20 %. Di bawah dari 2,40 % N tanaman padi termasuk dalam kategori kekurangan suplai nitrogen, sedangkan De Datta (1981) menyatakan konsentrasi kritis unsur N pada tanaman padi sebesar 2,5 %. Hasil uji in-planta menunjukkan hanya serapan nitrogen tajuk SSW-02 di tanah steril saja yang berhasil memenuhi standar tersebut dengan persentase berkisar 2.60% hingga 3.57%. Persentase kandungan nitrogen total tanaman yang mencakup akar dan tajuk dengan aplikasi SSW-02, AB131-2 dan kontrol di tanah steril hanya mampu menghasilkan kandungan nitrogen total di bawah 2.6% dari berat kering tanaman atau sekitar 0,5-1.5 g dari total tanaman. Hal ini menunjukkan bahwa suplai nitrogen yang diberikan dari aplikasi bakteri penambat N2 dan pupuk urea masih belum tercukupi atau berkontribusi optimal pada serapan nitrogen total tanaman padi. Serapan nitrogen tanaman padi pada penelitian kali ini diukur pada akhir masa vegetatif tanaman. Hal ini sesuai dengan penelitian Indriyati (2006) bahwa aktivitas enzim nitrogenase meningkat dari 26 HST sampai 49 HST (6 MST) dan kemudian menurun cukup tajam pada saat panen (99 HST). Aktivitas enzim nitrogenase yang lebih tinggi pada 49 HST dibandingkan stadia pertumbuhan lainnya karena pada stadia pertumbuhan antara stadia pembentukan anakan (26 HST) sampai pembentukan malai, pertumbuhan tanaman padi sangat aktif menyerap N-NH4+ dalam jumlah yang relatif lebih besar bila dibandingkan pada stadia pertumbuhan lainnya sehingga nitrogen tersedia bagi tanaman padi pada stadia pembentukan malai menjadi jauh berkurang.
53
Hasil serapan nitrogen secara keseluruhan baik pada akar, tajuk maupun total tanaman menunjukkan aplikasi SSW-02 dengan dosis urea 100% di tanah steril merupakan aplikasi yang menunjukkan hasil terbaik di tanah steril. Aplikasi AB131-2 dengan dosis urea 100% merupakan aplikasi yang terbaik yang mampu mencapai serapan nitrogen total tanaman tertinggi di tanah tidak steril. Hal ini menunjukkan belum optimalnya kontribusi penambatan N2 oleh SSW-02 untuk mereduksi penggunaan pupuk anorganik untuk mendukung peningkatan serapan nitrogen total tanaman.
54
55
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan Isolat aktinomiset endofit SSW-02 merupakan isolat terbaik yang mampu menambat
nitrogen
berdasarkan
kemampuannya
mereduksi
asetilen
dan
memproduksi amonia secara in-vitro. Isolat AB131-2 juga dipilih sebagai isolat dengan produksi IAA tertinggi, namun dengan penambatan N2 rendah. Hasil uji inplanta, isolat SSW-02 dan AB131-2 mampu melakukan penetrasi pada jaringan interseluler akar padi. Aplikasi isolat SSW-02 dengan dosis urea 100% mampu menunjukkan nilai warna hijau daun tertinggi sebesar 3.08
dan mampu
meningkatkan bobot kering total tanaman sebesar 17.44% dibanding dengan kontrol. Aplikasi SSW-02 dengan penggunaan pupuk urea 50% juga mampu menunjukkan peningkatan terhadap tinggi tanaman padi sebesar 4.05%, peningkatan panjang akar sebesar 10% dan peningkatan jumlah anakan sebesar 9% dibandingkan dengan kontrol di tanah steril. SSW-02 dengan dosis urea 100% juga menunjukkan peningkatan serapan nitrogen total tanaman padi tertinggi pada tanah steril sebesar 1.5005 g, namun di tanah tidak steril aplikasi AB131-2 memberikan hasil tertinggi sebesar 1.9426 g. Hal ini menunjukkan potensi aplikasi SSW-02 sebagai penambat N2 pada tanaman padi khususnya di tanah steril. Saran Penelitian selanjutnya disarankan untuk melanjutkan uji in-planta di skala lapangan sehingga dapat dilakukan pengamatan stabilitas kemampuan aktinomiset endofit dalam menambat N2 pada tanaman padi. Selain itu, penggunaan dosis pemupukan dengan kisaran yang lebih sempit dapat dilakukan untuk mengetahui kombinasi antara pemupukan anorganik dengan perlakuan aktinomiset endofit yang lebih optimum. Penggunaan konsorsium aktinomiset endofit penambat nitrogen dengan aktinomiset endofit yang bersinergis juga dapat diteliti lebih lanjut untuk mendukung peningkatan suplai nitrogen dan pertumbuhan tanaman padi yang lebih baik.
56
57
DAFTAR PUSTAKA
[ACIAR] Australian Centre for International Agricultural Research. 1990. Laboratory techniques for plant and soil analysis, Armidale: UNE - ACIAR - Crawford Fund. Department of Agronomy and Soil Science, University of New England. Baldani JI, Caruso L, Baldani VLD, Goi SR, Dobereiner J. 1997. Recent advances in BNF with non-legume plants. Soil Biol Biochem 29: 911-922. Bandara WMMS, Seneviratne G, Kulasooriya SA. 2006. Interactions among endophytic bacteria and fungi: effects and potentials. J Biosci 3: 645-650. Barraquio LW et al. 2000. Diazotrophic enterobacteria: what is their role in the rhizosphere of rice? Di dalam Ladha JK, Reddy PM, editor. The Quest for Nitrogen Fixation in Rice. Proceedings on the Third Working Group Meeting on Assesing Opportunities for Nitrogen Fixation in Rice, 9-12 August. 1999, Los Banos: IRRI. hlm 93-119. Barraquio LW, Revilla L, Ladha JK. 1997. Isolation of endophytic diazotrophic bacteria from wetland rice. Plant Soil 194: 15-24. Bastian F, Colum A, Piccoli D, Lunas V, Baraldi R, Bottini. 1998. Production of indole-3-acetic acid and giberrellines A1 dan A3 by Acetobacter diazotrophicus and Herbaspirillum seropedicae in chemically-defined culture media. Plant Growth Regul 24: 7-11. Bhupathiraju VK, Hernandez M, Landfear D, Alvarez-Cohen L. 1999. Application of a tetrazolium dye as an indicator of viability in anaerobic bacteria. J Microbiological Methods 37: 231-243. Chi F, et al. 2005. Ascending migration of endophytic rhizobia, from roots to leaves, inside rice plants and assessment of benefits to rice growth physiology. App Environ Microbiol 71: 7271-7278. Cockrell J. 2004. Bacterial and fungal endophytes in rice. Bull Texas Rice 4: 1-5. Dawe D. 2000. The potential role of biological nitrogen fixation in meeting future demand for rice and fertilizer. Di dalam Ladha JK, Reddy PM, editor. The Quest for Nitrogen Fixation in Rice. Proceedings on the 3rd Working Group Meeting on Assesing Opportunities for Nitrogen Fixation in Rice, 9-12 August. 1999, Los Banos: IRRI. hlm 1-9. Deacon J. 2012. The microbial world: The nitrogen cycle and nitrogen fixation. http://www.biology.ed.ac.uk/archive/jdeacon/microbes/nitrogen.htm. [8 Agustus 2012]
58
De Datta SK. 1981. Principles and Practices of Rice Production. New York: A Wiley Interscience. Publ. Dina, Widyati E, Wirawan B, Ilyas S. 2007. Pola topografi pewarnaan tetrazolium sebagai tolak ukur viabilitas dan vigor benih kedelai (Gycine max L. Merr.) untuk pendugaan pertumbuhan tanaman di lapangan. Bul Agron 35: 88-95. Dobereiner J, Urquiaga S, Boddey RM. 1995. Alternatives for nitrogen nutrition of crops in tropical agriculture. Fertilizer Res. 42: 339-346. Dobermann A, Fairhurst TH. 2000. Rice: Nutrisit Disorders & Nutrisit Management. Makati: PPI, PPIC dan IRRI. Fadiluddin M. 2009. Efektivitas formula pupuk hayati dalam memacu serapan hara, produksi, dan kualitas hasil jagung dan padi gogo di lapang [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Feng Y, Shen D, Song W. 2006. Rice endophyte Pantoea agglomerans YS19 promotes host plant growth and affects allocations of host photosynthates. J Appl Microbiol 100: 938-945. Ghadin N et al. 2008. Isolation and characterization of a novel endophytic Streptomyces SUK 06 with antimicrobial activity from Malaysian plant. Asian J Plant Sci 7: 189-194. Grist DH, 1960. Rice, Formerly Agricultural Economist. London: Longmans, Green and Co Ltd. Gyaneshwar P, et al. 2001. Endophytic colonization of rice by a diazotrophic strain of Serratia marcescens. J Bacteriol 183: 2634-2645. Hallmann J, Quadt H, Mahaffee WF, Kloepper JW. 1997. Bacterial endophytes in agricultural crops. Can J Microbiol 43: 895-914. Hardjowigeno S, Widiatmaka. 2001. Kesesuaian Lahan dan Perencanaan Tataguna Tanah. Bogor: Departemen Ilmu Tanah dan Manajemen Sumberdaya Lahan. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Hardy RWF, Burns RC, Holsten RD . 1973. Application of the acetylene-ethylene reduction assay for measurement of nitrogen fixation. Soil Biol Biochem 5: 47-81. Hasegawa S, Meguro A, Shimizu M, Nishimura T, Kunoh H. 2006. Endophytic actinomycetes and their interactions with host plants. Actinomycetologica 31: 72-81.
59
Hastuti RD. 2012. Potensi aktinomiset endofit dalam mengendalikan penyakit hawar daun bakteri pada tanaman padi [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Hurek T et al. 2000. Novel nitrogen-fixing bacteria associated with the root interior of rice. Di dalam Ladha JK, Reddy PM, editor. The Quest for Nitrogen Fixation in Rice. Proceedings on the 3rd Working Group Meeting on Assesing Opportunities for Nitrogen Fixation in Rice, 9-12 August. 1999, Los Banos: IRRI. hlm 47-63. Indriyati LT. 2006. Transformasi nitrogen dalam tanah tergenang: Aplikasi jerami padi dan urea serta hubungannya dengan serapan nitrogen dan pertumbuhan tanaman padi [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Iwata K, Yu SS, Azlan NNA, Omori T. 2012. Ammonia Accumulation of Novel Nitrogen-Fixing Bacteria. Di dalam Sammour RH, editor. Biotechnology Molecular Studies and Novel Applications for Improved Quality of Human Life. Shanghai: InTech. hlm 13-24. Jimenez BM, et al.2001. Endophytic bacteria in rice seeds inhibit early colonization of roots by Azospirillum brasilense. Soil Biol Biochem 33: 167-172. Jelita SP. 2011. Dinamika populasi dan karakter morfologi aktinomiset endofit asal 5 varietas tanaman padi [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Jones JB, Wolf B, Mills HA. 1991. Plant Analysis Handbook. A Practical Sampling Preparation, Analysis and Interpretation Guide. Athens: Micro-Macro Publ. Joseph B, Sankarganesh P, Edwin BT, Raj SJ. 2012. Endophytic streptomycetes from plants with novel green chemistry. Int J Biol Chem 6: 42-52. Kundu BS, Gaur AC. 1984. Rice response to inoculation with N2-fixing and Psolubilizing microorganisms. Plant Soil 79: 227-234. Ladha JK, de Bruijn FJ, Malik KA. 1997. Introducing assessing opportunities for nitrogen fixation in rice: a frontier project. Plant Soil 194: 1-10. Ladha JK, Reddy MP. 2000. Steps toward nitrogen fixation in rice. Di dalam Ladha JK, Reddy PM, editor. The Quest for Nitrogen Fixation in Rice. Proceedings on the 3rd Working Group Meeting on Assesing Opportunities for Nitrogen Fixation in Rice, 9-12 August. 1999, Los Banos: International Rice Research Institute. hlm 33-47. Li X et al. 2003. Control of tillering in rice. Nature 422: 618-621. Luh BS. 1991. Rice Production. Volume I. New York: Van Nostrand Reinhold.
60
Madigan MT, Martinko JM. 2006. Brock Biology of Microorganisms. New York: Prentice Hall inc. Mahendra S, Alvarez-Cohen L. 2005. Pseudonocardia dioxanivorans sp. nov., a novel actinomycete that grows on 1,4-dioxane. Int J Syst Evol Microbiol 55: 593-598. Mano H, Morisaki H. 2008. Endophytic bacteria in the rice plant. Microbes Environ 23: 109-117. Miyadoh S. 1997. Atlas of Actinomycetes. Tokyo: The Society for Actinomycetes Japan. Moat GA. 2002. Microbial Physiology. Ed ke-4. New York: Wiley-Liss Inc. Nurkanto A. 2007. Identifikasi aktinomiset tanah hutan pasca kebakaran Bukit Bangkirai Kalimantan Timur dan potensinya sebagai pendegradasi selulosa dan pelarut fosfat. Biodiversitas 8: 314-319. Otoguro M et al. 2009. Streptomyces baliensis sp. nov., isolated from Balinese soil. Int J Syst Evol Microbiol 59: 2158-2161 Patriquin DG, Dobereiner JB. 1978. Light microscopy observation of tetrazolium reducing bacteria in the endorhizosphere of maize and other grasses in Brazil. Can J Microbiol 24: 734-742. Phillips DA, Martinez-Romero E, Yang GP, Joseph CM. 2000. Release of Nitrogen: a key trait in selecting bacterial endophytes for agronomically useful nitrogen fixation. Di dalam Ladha JK, Reddy PM, editor. The Quest for Nitrogen Fixation in Rice. Proceedings on the Third Working Group Meeting on Assesing Opportunities for Nitrogen Fixation in Rice, 9-12 August. 1999, Los Banos: IRRI. hlm 205-219. Prakamhang J. Minamisawa K, Teamtaisong K, Boonkerd N, Teaumroong N. 2009. The communities of endophytic diazotrophic bacteria in cultivated rice (Oryza sativa L.). Appl Soil Ecol 42: 141-149. Qin S, Xing K, Jiang JH , Xu L, Li WJ. 2011. Biodiversity, bioactive natural products and biotechnological potential of plant-associated endophytic actinobacteria. Appl Microbiol Biotechnol 89: 457-473. Rhoades CC, Nissen TM, Kettler . 1998. Soil nitrogen dynamics in alley cropping and no-till systems n ultisols of the Georgia Piedmont, USA. Agroforestry Syst 39: 31-44. Sardi P et al. 1992 Isolation of endophytic Streptomyces strains from surfacesterilized roots. Appl Environ Microbiol 58: 2691-2693.
61
Schaad NW, Jones JB, Chun W. 2000. Laboratory Guide for Identification of Plant Phatogenic Bacteria. Minnesota: APS. Schepers JS, Raun W. 2008. Nitrogen in Agricultural Systems. Madison: Soil Science society of America. Inc. Seong CN, Choi JH, Baik KS. 2001. An improved selective isolation of rare actinomycetes from forest soil. J Microbiol 39: 17-23. Sevilla M, Kennedy C. 2000. Colonization of rice and other cereals by Acetobacter diazotrophicus, and endophyte of sugarcane. Di dalam Ladha JK, Reddy PM, editor. The Quest for Nitrogen Fixation in Rice. Proceedings on the 3rd Working Group Meeting on Assesing Opportunities for Nitrogen Fixation in Rice, 9-12 August. 1999, Los Banos: IRRI. hlm 151-167. Sharma KA, Gohel S, Singh SP. 2012. Actinobase: database on molecular diversity, phylogeny and biocatalytic potential of salt tolerant alkaliphilic actinomycetes. Bioinformation 8: 535-538. Shenoy VV, Kalagudi CM, Gurudatta BV. 2001. Towards nitrogen autotrophic rice. Curr Sci 81: 451-457. Shirling, EB, Gottlieb D. 1966. Methods for characterization of Streptomycetes species. Int J Syst Bacteriol. 16: 313-340. Shrestha RK dan Maskey SL. 2005. Review: associative nitrogen fixation in lowland rice. Nepal Agric Res J 6: 112-121. Singh PP, Shin YC, Park CS, Chung YR. 1999. Biological control of Fusarium wilt of cucumber by chitinolytic bacteria. Phytopathol 89: 92-99. Soe KM, Bhromsiri A, Karladee D. 2010. Effects of selected endophytic actinomycetes (Streptomyces sp.) and Bradyrhizobia from Myanmar on growth, nodulation, nitrogen fixation and yield of different soybean varieties. CMU J Nat Sci 9: 95-109. Strobel G, Daisy B. 2003. Bioprospecting for microbial endophytes and their natural product. Microbial Mol Biol Rev 67: 491-502. Suprihatno B, Daradjat AA, Satoto, Baehaki SE, Suprihanto, Setyono A, Indrasari SD, Samaullah MY, Sembiring H. 2009. Deskripsi Varietas Padi. Bogor: Balai Besar Penelitian Padi, Balitbang Pertanian, Departemen Pertanian. Sylvia DM, Fuhrman JJ, Hartel PG, Zuberer DA. 1999. Principles Application of Soil Microbiology. New York: Prentice Hall.
62
Terzaghi BE. 1980. A method for the isolation of Azotobacter mutants depressed for Nif. J Gen Microbiol 118: 275-278. Thapanapongworakul P. 2003. Characterization of endophytic actinomycetes capable of controlling sweet pea root rot diseases and effects on root nodule bacteria [tesis]. Chiang Mai: Chiang Mai University. Tharek M, Dzulaikha K, Salwani S, Amir HG, Najimudin N. 2011. Ascending endophytic migration of locally isolated diazotroph Enterobacter sp. strain USML2 in rice. Biotechnology 10: 521-527. Tian XL, Cao LX, Tan HM, Zeng QG, Jia1 YY, Han WQ, Zhou SN. 2004. Study on the communities of endophytic fungi and endophytic actinomycetes from rice and their antipathogenic activities in vitro. World J Microbiol Biotechnol 20: 303-309. Trejo-Estrada SR, Sepulveda IR, Crawford DL. 1998. In-vitro and in-vivo antagonism of Streptomyces violaceusniger YCED 9 against fungal pathogens of turfgrass. World J Microbiol Biotechnol 14: 865-872. Ulya J. 2009. Kemampuan penghambatan Streptomyces spp. terhadap mikrob patogen tular tanah pada beberapa kondisi pertumbuhan: jenis media, waktu produksi, pH, dan suhu [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Vessey JK. 2003. Plant growth promoting rhizobacteria as biofertilizers. Plant Soil 255: 571-586. Wahid AS. 2003. Peningkatan efisiensi pupuk nitrogen pada padi sawah dengan metode bagan warna daun. J litbang pertanian 22: 156-161 Waksman SA, Henrici AT. 1943. The nomenclature and classification of the actinomycetes. J Bacteriol 46: 337-341. White D. 2000. The Physiology and Biochemistry of Prokariotes. Ed ke-2. London: Oxford University Press. Widyastuti Y, Ando K. 2009. Taxonomic and Ecological Studies of Yeast/Yeastlike fungi and Actinomycetes. Volume ke-2, Jakarta : Joint Research Project GRC Indonesia and NITE Japan. Yanni YG, et al. 1997. Natural endophytic associations between Rhizobium leguminosarum bv. trifolii and rice roots and assessment of its potential to promote rice growth. Plant Soil 194: 99-114 You CB, et al. 1991. Association of Alcaligenes faecalis with wetland rice. Plant Soil 137: 81-85.
63
You M, Nishiguchi T, Saito A, Isawa T, Mitsui H, Minamisawa K. 2005. Expression of the nifH gene of a Herbaspirillum endophyte in wild rice species: daily rhythm during the light-dark cycle. Appl Environ Microbiol 71: 8183-8190. Yu SS, Latt KZ, Kyaw EP, Lynn TM. 2011. Accumulation of amonia in culture broth by wild type nitrogen fixing bacterium Stenotrophomonas maltophilia. Int J Appl Biol Pharmaceutic Technol 2: 72-77. Yuan WM, Crawford DL. 1995. Characterization of Streptomycetes lydicus WYEC108 as a potential biological agent fungal root and seed rots. Appl Environ Microbiol 61: 3119-3128. Yusepi TT. 2011. Kemampuan aktinomiset endofit dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman padi (Oryza sativa L.) melalui aktivitas asam indol asetat [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Zinniel et al. 2002. Isolation and characterization of endophytic colonizing bacteria from agronomic crops and prairie plants. Appl Environ Microbiol 68: 21982208.
64
65
LAMPIRAN
66
67
Lampiran 1 Hasil analisis sidik ragam dan hasil uji lanjut Duncan nilai reduksi asetilen dengan selang kepercayaan 95%
Sumber Keragaman
Derajat Bebas
Jumlah Keragaman
Keragaman Tengah
Perlakuan Galat Total
10 11 21
9.1157 0.9663 10.082
0.9116 0.0878
F hit
Pr > F
10.38* 0.0003
Keterangan: * = berbeda nyata (p<0.05), ns = tidak berbeda nyata (P<0.05)
R-Kuadrat 0.9042 Jumlah Rataan Batas Kritis Rataan
2
Koefisien Varian 25.42 3
4
5
Akar Kuadrat Tengah Galat 0.2964 6
7
Rataan y 1.1659
8
9
10
11
0.6523 0.6823 0.7002 0.7119 0.7199 0.7254 0.7293 0.732 0.7337 0.7348
Pengelompokan Duncan A B A B A B B B B B C C C
Rataan 2.175 1.8 1.7 1.45 1.425 1.225 1.225 1.125 0.4 0.3 0
N 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
Perlakuan SSW-02 Membramo A LBR-02 PS4-16 LSW-05 AB131-1 Impara 6-A AB131-3 A-Fat AB131-2 Kontrol
68
Lampiran 2 Hasil analisis sidik ragam dan hasil uji lanjut Duncan nilai produksi amonia dengan selang kepercayaan 95%
Sumber Keragaman
Derajat Bebas
Jumlah Keragaman
Keragaman Tengah
Perlakuan Galat Total
10 22 32
31.25155352 0.08661467 31.33816818
3.12515535 0.00393703
F hit
Pr > F
793.78* <.0001
Keterangan: * = berbeda nyata (p<0.05), ns = tidak berbeda nyata (P<0.05)
R-Kuadrat Koefisien Varian Akar Kuadrat Tengah Galat
Rataan y
0.997236
1.348455
Jumlah Rataan Batas Kritis Rataan
4.653161
2
3
0.062746
4
5
6
7
8
9
10
11
.1062 .1116 .1150 .1173 .1191 .1205 .1216 .1224 .1231 .1237 Pengelompokan Duncan
F F
A B C D D D E E G G H
Rataan
N
Perlakuan
3.90000 2.14467 1.96667 1.11100 1.10333 1.10000 0.98167 0.90733 0.82567 0.78167 0.01100
3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
AB131-3 SSW-02 Membramo Impara 6-A PS4-16 A-Fat LBR-02 AB131-2 LSW 05 AB131-1 Kontrol
69
Absorbansi
Lampiran 3 Hasil produksi amonia oleh aktinomiset endofit pada hari ke-15
0.5 0.5 0.4 0.4 0.3 0.3 0.2 0.2 0.1 0.1 0.0
y = 0.0901x + 0.0147 R² = 0.9927
0
1
2
3
4
5
6
Kadar Amonia (ppm)
Isolat AB131-3 SSW-02 Membramo A Impara 6-A PS4-16 A Fat LBR-02 AB131-2 LSW 05 AB131-1 Kontrol
Rataan Rataan Produksi Absorbansi Amonia (ppm) 0.365 0.207 0.191 0.114 0.113 0.113 0.102 0.096 0.088 0.084 0.015
3.900 ± 0.029 2.144 ± 0.080 1.967 ± 0.084 1.111 ± 0.059 1.104 ± 0.154 1.100 ± 0.011 0.981 ± 0.017 0.907 ± 0.026 0.826 ± 0.006 0.781 ± 0.028 0.011 ± 0.000
Rataan Bobot Kering Sel (mg)
Produksi Amonia Spesifik (ppm per mg sel)
8.967 18.500 16.800 11.733 11.833 8.100 7.133 8.067 6.467 21.367 0.000
0.4349 0.1159 0.1171 0.0947 0.0933 0.1358 0.1376 0.1125 0.1277 0.0366 0.0110
70
Lampiran 4 Hasil produksi amonia isolat SSW-02 dan AB131-2 pada hari ke-5 0.6
y = 0.1144x - 0.0162 R² = 0.9932
0.5
Absorbansi
0.4 0.3 0.2 0.1 0.0 0
1
-0.1
2
3
4
5
6
Kadar Amonia (ppm)
Isolat
Rataan Absorbansi
Rataan Produksi Amonia (ppm)
Rataan Bobot Kering Sel (mg)
Produksi Amonia Spesifik (ppm per mg sel)
SSW-02 AB131-2
0.051 0.033
0.415 ± 0.02 0.215 ± 0.01
14.467 14.400
0.0287 0.0149
Lampiran 5 Hasil produksi amonia isolat SSW-02 dan AB131-2 pada hari ke-10
0.6
y = 0.0958x + 0.0117 R² = 0.9986
Absorbansi
0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0.0 0
1
2
3
4
5
6
Kadar Amonia (ppm)
Isolat
Rataan Absorbansi
Rataan Produksi Amonia (ppm)
Rataan Bobot Kering Sel (mg)
Produksi Amonia Spesifik (ppm per mg sel)
SSW-02 AB131-2
0.208 0.054
2.152 ± 0.082 0.441 ± 0.006
19.667 18.733
0.1094 0.0235
71
Lampiran 6 Hasil produksi amonia isolat SSW-02 dan AB131-2 pada hari ke-15 0.6
Absorbansi
0.5
y = 0.0951x + 0.0066 R² = 0.999
0.4 0.3 0.2 0.1 0.0 0
1
2
3
4
5
6
Kadar Amonia (ppm)
Isolat
Rataan Absorbansi
Rataan Produksi Amonia (ppm)
Rataan Bobot Kering Sel (mg)
Produksi Amonia spesifik (ppm per mg sel)
SSW-02 AB131-2
0.251 0.097
2.637 ± 0.117 0.926 ± 0.006
21.233 19.767
0.1242 0.0468
Lampiran 7 Perhitungan kebutuhan pupuk N, P, dan K dalam skala pot 5 Kg tanah a. Pupuk N (urea) Pupuk N per pot =
×200 K𝑔/ℎ𝑎 ÷45% = 0.00111 Kg = 1.11 gram
b. Pupuk P (SP-36) Pupuk P per pot =
×100 K𝑔/ℎ𝑎 ÷36% = 0.00069 Kg = 0.69 gram
c. Pupuk K (KCl) Pupuk K per pot =
×100 K𝑔/ℎ𝑎 ÷50% = 0.0005 Kg = 0.50 gram
72
Lampiran 8 Data analisis sifat kimia tanah ultisol Cimanggu sebelum tanam Sifat Kimia pH 1:1 H2O KCl C-organik N-total P-terlarut P-HCl 25% Ca Mg K Na KTK KB Fe Cu Zn Mn
Nilai
% % ppm ppm me/100g me/100g me/100g me/100g me/100g % ppm ppm ppm ppm
5.40 4.60 1.09 0.10 5.4 53.6 7.62 2.76 0.48 0.61 12.94 8.23 7.62 2.72 9.08 20.56
Lampiran 9 Kriteria penilaian sifat kimia tanah Sifat tanah
Sangat rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat tinggi
C-organik (%) N-total (%) P2O5 Bray I (ppm) P2O5 Olsen (ppm) P2O5 HCl (mg/100g) Ca (me/100g) Mg (me/100g) K (me/100g) Na (me/100g) KTK (me/100g) Kejenuhan Basa (%)
< 1.00 < 0.10 < 10 < 10 < 10 < 0.2 < 0.4 < 0.1 < 0.1 <5 < 20
1.00-2.00 0.10-0.20 10-15 10-25 10-20 2-5 0.4-1.0 0.1-0.2 0.1-0.3 5-16 20-35
2.01-3.00 0.21-0.50 16-25 26-45 21-40 6-10 1.1-2.0 0.3-0.5 0.4-0.7 17-24 36-50
3.01-5.00 0.51-0.75 26-35 46-60 41-60 11-20 2.1-8.0 0.6-1.0 0.8-1.0 25-40 51-70
> 5.00 > 0.75 > 35 > 60 >60 > 20 > 8.0 > 1.0 > 1.0 > 40 > 70
Sangat masam
Masam
Agak masam
Netral
Agak alkalis
Alkalis
6.6-7.5
7.6-8.5
> 0.5
pH H2O < 4.5 4.5-5.5 5.6-6.5 Sumber : Hardjowigeno & Widiatmaka (2001)
73
Lampiran 10 Hasil analisis sidik ragam dan hasil uji lanjut Duncan tinggi padi pada tanah steril dengan selang kepercayaan 95%
Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
Derajat Bebas 8 18 26
Jumlah Keragaman 628.629630 388.666667 1017.296296
Keragaman Tengah 78.578704 21.592593
F hit
Pr > F
3.64*
0.0109
Keterangan: * = berbeda nyata (p<0.05), ns = tidak berbeda nyata (P<0.05)
R-Kuadrat Koefisien Varian Akar Kuadrat Tengah Galat Rataan y 0.617942 6.084536 4.646783 76.37037 Sumber Keragaman f1 f2 f1*f2
Derajat Bebas 2 2 4
Jumlah Keragaman 21.6296296 575.1990741 31.8009259
Keragaman Tengah 10.8148148 287.5995370 7.9502315
Keterangan: * = berbeda nyata (p<0.05), ns = tidak berbeda nyata (P<0.05)
Jumlah Rataan 2 3 Batas Kritis Rataan 4.602 4.829 Pengelompokan Duncan A A A
Rataan N f1 77.111 9 S 76.889 9 A 75.111 9 K
Jumlah Rataan 2 3 Batas Kritis Rataan 4.602 4.829 Pengelompokan Duncan A A B
Rataan N f2 80.444 9 1 78.750 9 0.5 69.917 9 0
F hit
Pr > F
0.50ns 13.32* 0.37ns
0.6142 0.0003 0.8281
74
Lampiran 11 Hasil analisis sidik ragam dan hasil uji lanjut Duncan tinggi padi pada tanah tidak steril dengan selang kepercayaan 95%
Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
Derajat Bebas 8 18 26
Jumlah Keragaman 984.379630 172.000000 1156.379630
Keragaman Tengah 123.047454 9.555556
F hit
Pr > F
12.88* <.0001
Keterangan: * = berbeda nyata (p<0.05), ns = tidak berbeda nyata (P<0.05)
R-Kuadrat Koefisien Varian Akar Kuadrat Tengah Galat Rataan y 0.851260 4.548988 3.091206 67.95370 Sumber Keragaman
Derajat Bebas
f1 f2 f1*f2
2 2 4
Jumlah Keragaman
Keragaman Tengah
95.5046296 47.7523148 802.2962963 401.1481481 86.5787037 21.6446759
F hit
Pr > F
5.00* 41.98* 2.27ns
0.0188 <.0001 0.1023
Keterangan: * = berbeda nyata (p<0.05), ns = tidak berbeda nyata (P<0.05)
Jumlah Rataan 2 3 Batas Kritis Rataan 3.061 3.212 Pengelompokan Duncan A B A B
Rataan N f1 70.111 9 S 68.222 9 A 65.528 9 K
Jumlah Rataan 2 3 Batas Kritis Rataan 3.061 3.212 Pengelompokan Duncan A B C
Rataan N f2 74.028 9 1 69.028 9 0.5 60.806 9 0
75
Lampiran 12
Hasil analisis sidik ragam dan hasil uji lanjut Duncan panjang akar pada tanah steril dengan selang kepercayaan 95%
Sumber Keragaman
Derajat Bebas
Jumlah Keragaman
Keragaman Tengah
Perlakuan Galat Total
8 18 26
122.5785185 190.5600000 313.1385185
15.3223148 10.5866667
F hit
Pr > F
1.45ns
0.2440
Keterangan: * = berbeda nyata (p<0.05), ns = tidak berbeda nyata (P<0.05)
R-Kuadrat Koefisien Varian Akar Kuadrat Tengah Galat Rataan y 0.391451 9.347768 3.253716 34.80741 Sumber Keragaman f1 f2 f1*f2
Derajat Bebas 2 2 4
Jumlah Keragaman 41.56962963 35.41407407 45.59481481
Keragaman Tengah 20.78481481 17.70703704 11.39870370
Keterangan: * = berbeda nyata (p<0.05), ns = tidak berbeda nyata (P<0.05)
Jumlah Rataan 2 3 Batas Kritis Rataan 3.222 3.381 Pengelompokan Duncan A A A
Rataan N f1 36.167 9 S 35.089 9 K 33.167 9 A
Jumlah Rataan 2 3 Batas Kritis Rataan 3.222 3.381 Pengelompokan Duncan A A A
Rataan N f2 36.033 9 1 35.111 9 0.5 33.278 9 0
F hit
Pr > F
1.96ns 1.67ns 1.08ns
0.1693 0.2157 0.3971
76
Lampiran 13
Hasil analisis sidik ragam dan hasil uji lanjut Duncan panjang akar pada tanah tidak steril dengan selang kepercayaan 95%
Sumber Keragaman
Derajat Bebas
Jumlah Keragaman
Keragaman Tengah
Perlakuan Galat Total
8 18 26
255.5185185 200.1666667 455.6851852
31.9398148 11.1203704
F hit
Pr > F
2.87*
0.0300
Keterangan: * = berbeda nyata (p<0.05), ns = tidak berbeda nyata (P<0.05)
R-Kuadrat Koefisien Varian Akar Kuadrat Tengah Galat Rataan y 0.560735 9.883369 3.334722 33.74074 Sumber Keragaman f1 f2 f1*f2
Derajat Bebas 2 2 4
Jumlah Keragaman 35.9074074 36.3518519 183.2592593
Keragaman Tengah 17.9537037 18.1759259 45.8148148
F hit ns
1.61 1.63ns 4.12*
Pr > F 0.2265 0.2227 0.0153
Keterangan: * = berbeda nyata (p<0.05), ns = tidak berbeda nyata (P<0.05)
Jumlah Rataan 2 3 4 5 6 7 8 9 Batas Kritis Rataan 5.720 6.002 6.180 6.303 6.393 6.461 6.513 6.554 Pengelompokan Duncan A B A B A B A B A B A C B A C B C C
Rataan N Perlakuan 38.500 3 S0.5 37.000 3 A0 35.000 3 K1 34.833 3 K0.5 34.833 3 S1 32.500 3 S0 32.333 3 A0.5 31.000 3 A1 27.667 3 K0
77
Lampiran 14
Hasil analisis sidik ragam dan hasil uji lanjut Duncan jumlah anakan pada tanah steril dengan selang kepercayaan 95%
Sumber Keragaman
Derajat Bebas
Jumlah Keragaman
Keragaman Tengah
Perlakuan Galat Total
8 18 26
132.3333333 64.1666667 196.5000000
16.5416667 3.5648148
F hit
Pr > F
4.64*
0.0033
Keterangan: * = berbeda nyata (p<0.05), ns = tidak berbeda nyata (P<0.05)
R-Kuadrat Koefisien Varian Akar Kuadrat Tengah Galat Rataan y 0.673452 19.87444 1.888072 9.500000 Sumber Keragaman
Derajat Bebas
Jumlah Keragaman
Keragaman Tengah
F hit
Pr > F
f1 f2 f1*f2
2 2 4
9.5000000 111.5000000 11.3333333
4.7500000 55.7500000 2.8333333
1.33ns 15.64* 0.79ns
0.2886 0.0001 0.5439
Keterangan: * = berbeda nyata (p<0.05), ns = tidak berbeda nyata (P<0.05)
Jumlah Rataan 2 3 Batas Kritis Rataan 1.870 1.962 Pengelompokan Duncan Rataan N f1 A 10.0000 9 S A 9.8333 9 A A 8.6667 9 K Jumlah Rataan 2 3 Batas Kritis Rataan 1.870 1.962 Pengelompokan Duncan Rataan N f2 A 11.3333 9 1 A 10.5000 9 0.5 B 6.6667 9 0
78
Lampiran 15
Hasil analisis sidik ragam dan hasil uji lanjut Duncan jumlah anakan pada tanah tidak steril dengan selang kepercayaan 95%
Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
Derajat Bebas 8 18 26
Jumlah Keragaman 261.7407407 49.6666667 311.4074074
Keragaman Tengah 32.7175926 2.7592593
F hit
Pr > F
11.86*
<.0001
Keterangan: * = berbeda nyata (p<0.05), ns = tidak berbeda nyata (P<0.05)
R-Kuadrat Koefisien Varian Akar Kuadrat Tengah Galat Rataan y 0.840509 24.24311 1.661102 6.851852 Sumber Keragaman
Derajat Bebas
Jumlah Keragaman
Keragaman Tengah
F hit
Pr > F
f1 f2 f1*f2
2 2 4
0.2407407 245.1296296 16.3703704
0.1203704 122.5648148 4.0925926
0.04ns 44.42ns 1.48ns
0.9574 <.0001 0.2488
Keterangan: * = berbeda nyata (p<0.05), ns = tidak berbeda nyata (P<0.05)
Jumlah Rataan 2 3 Batas Kritis Rataan 1.645 1.726 Pengelompokan Duncan A A A
Rataan N f1 6.9444 9 S 6.8889 9 K 6.7222 9 A
Jumlah Rataan 2 3 Batas Kritis Rataan 1.645 1.726 Pengelompokan Duncan Rataan N f2 A 10.2778 9 1 B 7.3333 9 0.5 C 2.9444 9 0
79
Lampiran 16 Hasil analisis sidik ragam dan hasil uji lanjut Duncan nilai warna daun pada tanah steril dengan selang kepercayaan 95%
Sumber Keragaman
Derajat Bebas
Jumlah Keragaman
Keragaman Tengah
Perlakuan Galat Total
8 18 26
2.31018519 0.41666667 2.72685185
0.28877315 0.02314815
F hit
Pr > F
12.47* <.0001
Keterangan: * = berbeda nyata (p<0.05), ns = tidak berbeda nyata (P<0.05)
R-Kuadrat Koefisien Varian Akar Kuadrat Tengah Galat
Rataan y
0.847199
2.574074
Sumber Keragaman f1 f2 f1*f2
5.910675
Derajat Bebas 2 2 4
0.152145
Jumlah Keragaman 0.19907407 2.01851852 0.09259259
Keragaman Tengah 0.09953704 1.00925926 0.02314815
Keterangan: * = berbeda nyata (p<0.05), ns = tidak berbeda nyata (P<0.05)
Jumlah Rataan 2 Batas Kritis Rataan .1507
3 .1581
Pengelompokan Duncan Rataan N f1 A 2.69444 9 S B 2.52778 9 K B 2.50000 9 A Jumlah Rataan 2 3 Batas Kritis Rataan .1507 .1581 Pengelompokan Duncan Rataan N f2 A 2.88889 9 1 B 2.61111 9 0.5 C 2.22222 9 0
F hit
Pr > F
4.30* 43.60* 1.00ns
0.0298 <.0001 0.4332
80
Lampiran 17 Hasil analisis sidik ragam dan hasil uji lanjut Duncan nilai warna daun pada tanah tidak steril dengan selang kepercayaan 95%
Sumber Keragaman
Derajat Bebas
Jumlah Keragaman
Keragaman Tengah
Perlakuan Galat Total
8 18 26
3.40740741 0.45833333 3.86574074
0.42592593 0.02546296
F hit
Pr > F
16.73* <.0001
Keterangan: * = berbeda nyata (p<0.05), ns = tidak berbeda nyata (P<0.05)
R-Kuadrat Koefisien Varian Akar Kuadrat Tengah Galat Rataan y 0.881437 6.430481 0.159571 2.481481 Sumber Keragaman
Derajat Bebas
Jumlah Keragaman
Keragaman Tengah
F hit
Pr > F
f1 f2 f1*f2
2 2 4
0.19907407 2.97685185 0.23148148
0.09953704 1.48842593 0.05787037
3.91* 58.45* 2.27ns
0.0389 <.0001 0.1015
Keterangan: * = berbeda nyata (p<0.05), ns = tidak berbeda nyata (P<0.05)
Jumlah Rataan 2 3 Batas Kritis Rataan .1580 .1658 Pengelompokan Duncan Rataan N f1 A 2.55556 9 S A 2.52778 9 A B 2.36111 9 K Jumlah Rataan 2 3 Batas Kritis Rataan .1580 .1658 Pengelompokan Duncan Rataan N f2 A 2.91667 9 1 B 2.41667 9 0.5 C 2.11111 9 0
81
Lampiran 18 Hasil analisis sidik ragam dan hasil uji lanjut Duncan bobot kering akar pada tanah steril dengan selang kepercayaan 95%
Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
Derajat Bebas 8 18 26
Jumlah Keragaman 2954.683733 1097.193533 4051.877267
Keragaman Tengah 369.335467 60.955196
F hit
Pr > F
6.06*
0.0007
Keterangan: * = berbeda nyata (p<0.05), ns = tidak berbeda nyata (P<0.05)
R-Kuadrat Koefisien Varian Akar Kuadrat Tengah Galat Rataan y 0.729214 18.63238 7.807381 41.90222 Sumber Keragaman
Derajat Bebas
Jumlah Keragaman
Keragaman Tengah
F hit
Pr > F
f1 f2 f1*f2
2 2 4
348.968422 2515.542022 90.173289
174.484211 1257.771011 22.543322
2.86ns 20.63* 0.37ns
0.0833 <.0001 0.8270
Keterangan: * = berbeda nyata (p<0.05), ns = tidak berbeda nyata (P<0.05)
Jumlah Rataan 2 3 Batas Kritis Rataan 7.732 8.113 Pengelompokan Duncan A B A B
Rataan N f1 46.217 9 S 42.074 9 A 37.416 9 K
Jumlah Rataan 2 3 Batas Kritis Rataan 7.732 8.113 Pengelompokan Duncan A B B
Rataan N f2 55.368 9 1 37.109 9 0.5 33.230 9 0
82
Lampiran 19 Hasil analisis sidik ragam dan hasil uji lanjut Duncan bobot kering akar pada tanah tidak steril dengan selang kepercayaan 95%
Sumber Keragaman
Derajat Bebas
Jumlah Keragaman
Keragaman Tengah
Perlakuan Galat Total
8 18 26
6637.719052 266.252600 6903.971652
829.714881 14.791811
F hit
Pr > F
56.09* <.0001
Keterangan: * = berbeda nyata (p<0.05), ns = tidak berbeda nyata (P<0.05)
R-Kuadrat Koefisien Varian Akar Kuadrat Tengah Galat Rataan y 0.961435 16.66811 3.846012 23.07407 Sumber Keragaman f1 f2 f1*f2
Derajat Bebas 2 2 4
Jumlah Keragaman 187.153096 6294.306541 156.259415
Keragaman Tengah 93.576548 3147.153270 39.064854
Keterangan: * = berbeda nyata (p<0.05), ns = tidak berbeda nyata (P<0.05)
Jumlah Rataan 2 3 Batas Kritis Rataan 3.809 3.997 Pengelompokan Duncan A B A B
Rataan N f1 26.100 9 A 23.440 9 S 19.682 9 K
Jumlah Rataan 2 3 Batas Kritis Rataan 3.809 3.997 Pengelompokan Duncan Rataan N f2 A 39.917 9 1 B 26.354 9 0.5 C 2.951 9 0
F hit
Pr > F
6.33* 212.76* 2.64ns
0.0083 <.0001 0.0678
83
Lampiran 20 Hasil analisis sidik ragam dan hasil uji lanjut Duncan bobot kering tajuk pada tanah steril dengan selang kepercayaan 95%
Sumber Keragaman
Derajat Bebas
Jumlah Keragaman
Keragaman Tengah
Perlakuan Galat Total
8 18 26
390.0493630 23.4697333 413.5190963
48.7561704 1.3038741
F hit
Pr > F
37.39*
<.0001
Keterangan: * = berbeda nyata (p<0.05), ns = tidak berbeda nyata (P<0.05)
R-Kuadrat Koefisien Varian Akar Kuadrat Tengah Galat Rataan y 0.943244 6.716754 1.141873 17.00037 Sumber Keragaman f1 f2 f1*f2
Derajat Bebas 2 2 4
Jumlah Keragaman 87.0228963 271.0311630 31.9953037
Keragaman Tengah 43.5114481 135.5155815 7.9988259
F hit
Pr > F
33.37* 103.93* 6.13*
<.0001 <.0001 0.0027
Keterangan: * = berbeda nyata (p<0.05), ns = tidak berbeda nyata (P<0.05)
Jumlah Rataan 2 3 4 5 6 7 8 9 Batas Kritis Rataan 1.959 2.055 2.116 2.158 2.189 2.212 2.230 2.244 Pengelompokan Duncan A B A B A B C B C D C D E E F
Rataan N Perlakuan 21.1267 3 S1 20.2467 3 A1 19.2467 3 S0.5 18.9900 3 A0.5 18.6000 3 K1 16.9467 3 K0.5 15.6600 3 S0 14.2000 3 A0 7.9867 3 K0
84
Lampiran 21 Hasil analisis sidik ragam dan hasil uji lanjut Duncan bobot kering tajuk pada tanah tidak steril dengan selang kepercayaan 95%
Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
Derajat Bebas 8 18 26
Jumlah Keragaman 653.9296000 12.0200667 665.9496667
Keragaman Tengah 81.7412000 0.6677815
F hit
Pr > F
122.41* <.0001
Keterangan: * = berbeda nyata (p<0.05), ns = tidak berbeda nyata (P<0.05)
R-Kuadrat Koefisien Varian Akar Kuadrat Tengah Galat Rataan y 0.981950 8.663695 0.817179 9.432222 Sumber Keragaman f1 f2 f1*f2
Derajat Bebas 2 2 4
Jumlah Keragaman 3.3436222 646.9291556 3.6568222
Keragaman Tengah 1.6718111 323.4645778 0.9142056
Keterangan: * = berbeda nyata (p<0.05), ns = tidak berbeda nyata (P<0.05)
Jumlah Rataan 2 3 Batas Kritis Rataan .8093 .8492 Pengelompokan Duncan A A A
Rataan N f1 9.9011 9 S 9.3422 9 A 9.0533 9 K
Jumlah Rataan 2 3 Batas Kritis Rataan .8093 .8492 Pengelompokan Duncan Rataan N f2 A 14.3744 9 1 B 11.1589 9 0.5 C 2.7633 9 0
F hit
Pr > F
2.50ns 484.39* 1.37ns
0.1098 <.0001 0.2839
85
Lampiran 22
Hasil analisis sidik ragam dan hasil uji lanjut Duncan bobot kering total tanaman pada tanah steril dengan selang kepercayaan 95%
Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
Derajat Bebas 8 18 26
Jumlah Keragaman 4909.550052 1327.316067 6236.866119
Keragaman Tengah 613.693756 73.739781
F hit
Pr > F
8.32* 0.0001
Keterangan: * = berbeda nyata (p<0.05), ns = tidak berbeda nyata (P<0.05)
R-Kuadrat Koefisien Varian Akar Kuadrat Tengah Galat Rataan y 0.787182 14.57862 8.587187 58.90259 Sumber Keragaman f1 f2 f1*f2
Derajat Bebas 2 2 4
Jumlah Keragaman 769.808096 4075.657807 64.084148
Keragaman Tengah 384.904048 2037.828904 16.021037
F hit
Pr > F
5.22* 27.64* 0.22ns
0.0163 <.0001 0.9254
Keterangan: * = berbeda nyata (p<0.05), ns = tidak berbeda nyata (P<0.05)
Jumlah Rataan 2 3 Batas Kritis Rataan 8.505 8.923 Pengelompokan Duncan A B A B
Rataan N f1 64.894 9 S 59.887 9 A 51.927 9 K
Jumlah Rataan 2 3 Batas Kritis Rataan 8.505 8.923 Pengelompokan Duncan A B C
Rataan N f2 75.359 9 1 55.503 9 0.5 45.846 9 0
86
Lampiran 23
Hasil analisis sidik ragam dan hasil uji lanjut Duncan bobot kering total tanaman pada tanah tidak steril dengan selang kepercayaan 95%
Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
Derajat Jumlah Keragaman F hit Pr > F Bebas Keragaman Tengah 8 11334.79696 1416.84962 104.27* <.0001 18 244.59647 13.58869 26 11579.39343
Keterangan: * = berbeda nyata (p<0.05), ns = tidak berbeda nyata (P<0.05)
R-Kuadrat Koefisien Varian Akar Kuadrat Tengah Galat Rataan y 0.978877 11.34022 3.686284 32.50630 Sumber Keragaman f1 f2 f1*f2
Derajat Bebas 2 2 4
Jumlah Keragaman 211.81556 10957.06712 165.91428
Keragaman Tengah 105.90778 5478.53356 41.47857
F hit
Pr > F
7.79* 403.17* 3.05*
0.0036 <.0001 0.0439
Keterangan: * = berbeda nyata (p<0.05), ns = tidak berbeda nyata (P<0.05)
Jumlah Rataan 2 3 4 5 6 7 8 9 Batas Kritis Rataan 6.323 6.635 6.831 6.967 7.067 7.142 7.200 7.245 Pengelompokan Duncan A A B C B C C D D D
Rataan N Perlakuan 60.390 3 A1 56.567 3 S1 45.917 3 K1 40.170 3 A0.5 37.253 3 S0.5 35.117 3 K0.5 6.203 3 S0 5.767 3 A0 5.173 3 K0
87
Lampiran 24
Hasil analisis sidik ragam dan hasil uji lanjut Duncan serapan nitrogen akar pada tanah steril dengan selang kepercayaan 95%
Sumber Keragaman
Derajat Bebas
Jumlah Keragaman
Keragaman Tengah
Perlakuan Galat Total
8 18 26
0.3746524 0.0971958 0.4718482
0.0468315 0.0053997
F hit
Pr > F
8.67*
<.0001
Keterangan: * = berbeda nyata (p<0.05), ns = tidak berbeda nyata (P<0.05)
R-Kuadrat Koefisien Varian Akar Kuadrat Tengah Galat Rataan y 0.794010 18.56832 0.073483 0.395744 Sumber Keragaman f1 f2 f1*f2
Derajat Bebas 2 2 4
Jumlah Keragaman 0.00423577 0.32050220 0.04991442
Keragaman Tengah 0.00211788 0.16025110 0.01247860
F hit
Pr > F
0.39ns 29.68* 2.31ns
0.6812 <.0001 0.0973
Keterangan: * = berbeda nyata (p<0.05), ns = tidak berbeda nyata (P<0.05)
2 3 Jumlah Rataan Batas Kritis Rataan .07278 .07636 Pengelompokan Duncan Rataan N f1 A 0.41282 9 A A 0.39128 9 S A 0.38313 9 K 2 3 Jumlah Rataan Batas Kritis Rataan .07278 .07636 Pengelompokan Duncan Rataan N f2 A 0.54979 9 1 B 0.32162 9 0.5 B 0.31582 9 0
88
Lampiran 25 Hasil analisis sidik ragam dan hasil uji lanjut Duncan serapan nitrogen akar pada tanah tidak steril dengan selang kepercayaan 95%
Sumber Keragaman
Derajat Bebas
Jumlah Keragaman
Keragaman Tengah
Perlakuan Galat Total
8 18 26
13.822126 0.292222 14.114348
1.727765 0.016234
F hit
Pr > F
106.43*
<.0001
Keterangan: * = berbeda nyata (p<0.05), ns = tidak berbeda nyata (P<0.05)
R-Kuadrat Koefisien Varian Akar Kuadrat Tengah Galat Rataan y 0.979296 18.13373 0.12741 0.70264 Sumber Keragaman f1 f2 f1*f2
Derajat Bebas 2 2 4
Jumlah Keragaman 3.8811636 6.7405126 3.2004497
Keragaman Tengah 1.9405818 3.3702563 0.0800112
F hit
Pr > F
119.53* 207.60* 49.28*
<.0001 <.0001 <.0001
Keterangan: * = berbeda nyata (p<0.05), ns = tidak berbeda nyata (P<0.05)
2 3 4 5 6 7 8 9 Jumlah Rataan Batas Kritis Rataan .2186 .2293 .2361 .2408 .2443 .2469 .2489 .2504 Pengelompokan Duncan A B B B C D C D D D
Rataan N Perlakuan 2.3873 3 A1 1.0842 3 K1 1.0044 3 A0.5 0.9521 3 K0.5 0.4241 3 S1 0.2442 3 S0.5 0.1116 3 K0 0.0888 3 A0 0.0270 3 S0
89
Lampiran 26
Hasil analisis sidik ragam dan hasil uji lanjut Duncan serapan nitrogen tajuk pada tanah steril dengan selang kepercayaan 95%
Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
Derajat Bebas 8 18 26
Jumlah Keragaman 0.79650332 0.00963180 0.80613512
Keragaman Tengah 0.09956291 0.00053510
F hit
Pr > F
186.06
<.0001
Keterangan: * = berbeda nyata (p<0.05), ns = tidak berbeda nyata (P<0.05)
R-Kuadrat Koefisien Varian Akar Kuadrat Tengah Galat Rataan y 0.988052 6.201734 0.023132 0.37300 Sumber Keragaman f1 f2 f1*f2
Derajat Bebas 2 2 4
Jumlah Keragaman 0.58266331 0.17046125 0.04337874
Keragaman Tengah 0.29133165 0.08523062 0.01084468
F hit
Pr > F
544.44 159.28 20.27
<.0001 <.0001 <.0001
Keterangan: * = berbeda nyata (p<0.05), ns = tidak berbeda nyata (P<0.05)
Jumlah Rataan Batas Kritis Rataan
2
3
4
5
6
7
8
9
.03968 .04163 .04287 .04372 .04434 .04482 .04518 .04547
Pengelompokan Duncan A B C C D D D D E
Rataan N Perlakuan 0.68647 3 S0.5 0.61970 3 S1 0.44630 3 K0.5 0.41237 3 S0 0.27280 3 K1 0.26587 3 A0.5 0.24970 3 A1 0.24757 3 K0 0.15620 3 A0
90
Lampiran 27 Hasil analisis sidik ragam dan hasil uji lanjut Duncan serapan nitrogen tajuk pada tanah tidak steril dengan selang kepercayaan 95%
Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
Derajat Bebas 8 18 26
Jumlah Keragaman 0.097948013 0.001479353 0.099427366
Keragaman Tengah 0.012243501 0.000082186
F hit
Pr > F
148.97 <.0001
Keterangan: * = berbeda nyata (p<0.05), ns = tidak berbeda nyata (P<0.05)
R-Kuadrat Koefisien Varian Akar Kuadrat Tengah Galat Rataan y 0.985121 9.101059 0.009066 0.099611
Sumber Keragaman f1 f2 f1*f2
Derajat Bebas 2 2 4
Jumlah Keragaman 0.001325126 0.094661375 0.001961511
Keragaman Tengah 0.000662563 0.047330687 0.000490377
F hit
Pr > F
8.06 575.90 5.97
0.0032 <.0001 0.0031
Keterangan: * = berbeda nyata (p<0.05), ns = tidak berbeda nyata (P<0.05)
Jumlah Rataan Batas Kritis Rataan
2
3
4
5
6
7
8
9
.01555 .01632 .01680 .01713 .01738 .01756 .01771 .01782
Pengelompokan Duncan A A B C D C D E E E
Rataan N Perlakuan 0.186333 3 S1 0.180467 3 A1 0.146267 3 K1 0.110933 3 A0.5 0.099833 3 S0.5 0.094567 3 K0.5 0.028767 3 K0 0.026700 3 A0 0.022633 3 S0
91
Lampiran 28
Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
Hasil analisis sidik ragam dan hasil uji lanjut Duncan serapan nitrogen total tanaman pada tanah steril dengan selang kepercayaan 95%
Derajat Bebas 8 18 26
Jumlah Keragaman 2.6549995 0.2910941 2.9460936
Keragaman Tengah 0.3318749 0.0161719
F hit
Pr > F
20.52*
<.0001
Keterangan: * = berbeda nyata (p<0.05), ns = tidak berbeda nyata (P<0.05)
R-Kuadrat Koefisien Varian Akar Kuadrat Tengah Galat Rataan y 0.901193 13.72786 0.12716 0.92635 Sumber Keragaman f1 f2 f1*f2
Derajat Bebas 2 2 4
Jumlah Keragaman 1.7275464 0.6245505 0.3029026
Keragaman Tengah 0.8637732 0.3122753 0.0757256
F hit
Pr > F
53.41* 19.31* 4.68*
<.0001 <.0001 0.0091
Keterangan: * = berbeda nyata (p<0.05), ns = tidak berbeda nyata (P<0.05)
2 3 4 5 6 7 8 9 Jumlah Rataan Batas Kritis Rataan .2181 .2289 .2357 .2404 .2438 .2464 .2484 .2499 Pengelompokan Duncan A A B B B B C B C D D
Rataan N Perlakuan 1.5005 3 S1 1.4121 3 S0.5 0.9013 3 A1 0.8939 3 S0 0.8784 3 K1 0.8610 3 K0.5 0.7945 3 K0 0.6075 3 A0.5 0.4880 3 A0
92
Lampiran 29
Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
Hasil analisis sidik ragam dan hasil uji lanjut Duncan serapan nitrogen total tanaman pada tanah tidak steril dengan selang kepercayaan 95%
Derajat Bebas 8 18 26
Jumlah Keragaman 8.7295899 0.1162537 8.8458436
Keragaman Tengah 1.0911987 0.0064585
F hit
Pr > F
168.95*
<.0001
Keterangan: * = berbeda nyata (p<0.05), ns = tidak berbeda nyata (P<0.05)
R-Kuadrat Koefisien Varian Akar Kuadrat Tengah Galat Rataan y 0.986858 12.10844 0.080365 0.66371 Sumber Keragaman f1 f2 f1*f2
Derajat Bebas 2 2 4
Jumlah Keragaman 1.8594674 5.4312930 1.4388294
Keragaman Tengah 0.9297337 2.7156465 0.3597073
F hit
Pr > F
143.95* 420.47* 55.69*
<.0001 <.0001 <.0001
Keterangan: * = berbeda nyata (p<0.05), ns = tidak berbeda nyata (P<0.05)
2 3 4 5 6 7 8 9 Jumlah Rataan Batas Kritis Rataan .1379 .1446 .1489 .1519 .1541 .1557 .1570 .1580 Pengelompokan Duncan A B C B C D E F F F
Rataan N Perlakuan 1.94257 3 A1 1.01783 3 K1 0.89713 3 A0.5 0.84280 3 K0.5 0.63167 3 S1 0.34147 3 S0.5 0.13883 3 K0 0.11147 3 A0 0.04963 3 S0