KEEFEKTIFAN BAKTERI ENDOFIT DALAM MENINGKATKAN PERTUMBUHAN TANAMAN JAGUNG SECARA IN VITR0 Dina Istiqomah* dan Tri Joko Fakultas Pertanian UGM *Email:
[email protected]
ABSTRAK Jagung merupakan komoditas pangan alternatif karena memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai sumber karbohidrat dan bahan baku industri olahan. Salah satu kendala utama produksi jagung adalah serangan patogen yang dapat menurunkan kualitas dan produktivitas tanaman, sehingga perlu penerapan teknologi yang dapat meningkatkan kualitas tanaman jagung. Bakteri endofit yang telah banyak diteliti dilaporkan dapat meningkatkan pertumbuhan dan ketahanan tanaman. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keefektifan bakteri endofit dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman jagung secara in vitro. Sebanyak tiga isolat bakteri endofit (AkOc1, DnAr4 dan Ea9) diaplikasikan pada plantlet jagung dalam bentuk suspensi, dengan kombinasi perlakuan sebagai berikut: 1) perendaman biji jagung dalam larutan desinfektan NaOCl 0,5%; 2) tanpa perendaman dalam larutan desinfektan NaOCl 0,5%; 3) dengan pemotongan ujung akar; 4) dengan penuangan suspensi bakteri pada 1 hari setelah tanam dan 5) penambahan triptofan 0,01% pada medium agar. Medium pertumbuhan plantlet jagung menggunakan medium agar + Tryptic soy broth 0,01%. Variabel yang diamati meliputi tinggi tanaman, berat basah dan kering tajuk, berat basah dan kering akar, serta keberadaan jamur kontaminan. Hasil penelitian menunjukkan isolat DnAr4 yang diperlakukan dengan penuangan suspensi 1 hari setelah tanam menunjukkan hasil terbaik dengan peningkatan tinggi tanaman sebesar 47,69%, berat basah tajuk 68,09%, berat basah akar 62,9%, berat kering tajuk 35,19% dan berat kering akar sebesar 52,93%. Namun demikian, semua isolat tidak mampu menekan pertumbuhan jamur kontaminan. Kata kunci: bakteri endofit; keefektifan; jagung; pertumbuhan in vitro PENGANTAR Jagung merupakan komoditas pangan alternatif karena memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai sumber karbohidrat dan bahan baku industri olahan. Program diversifikasi pangan mulai mengarahkan kebiasaan konsumsi beras kepada jagung dan singkong. Selain itu, untuk mengantisipasi krisis energi, masyarakat dunia mulai terbuka pada pemanfaatan jagung sebagai sumber energi alternatif. Laju peningkatan produksi jagung di Indonesia relatif masih lamban, di sisi lain kebutuhan jagung sebagai bahan baku industri pangan dan pakan mengalami peningkatan yang lebih cepat. Menurut data statistik, produksi jagung pada tahun 2013 (ASEM) turun sebesar 0,88 juta ton (4,54%) dibanding tahun 2012. Penurunan produksi ini diakibatkan karena penurunan luas lahan. (Anonim, 2014). Penurunan produktivitas jagung juga diakibatkan oleh penyakit (Sumartini dan Hardaningsih, 1995 cit. Surtikanti, 2011). Teknologi yang ramah lingkungan sangat diperlukan untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas tanaman jagung. Beberapa penelitian melaporkan bahwa inokulasi bakteri endofit dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman. Bakteri endofit merupakan bakteri yang
berada dalam jaringan tanaman tanpa menimbulkan gejala penyakit (Zinniel et al. 2002). Kemampuan bakteri endofit dalam menyediakan hara, memproduksi hormon IAA (indole-3acetic acid), menghasilkan enzim ekstraseluler, produksi sianida, pelarut pospat dan aktivitas fluoresensi (Munif, 2001). Hasil penelitian Tarabily (2003) juga menyebutkan bakteri endofit yang diisolasi dari akar jagung dapat dimanipulasi untuk meningkatkan produktivitas tanaman jagung. Berdasarkan alasan tersebut, perlu dilakukan lebih banyak penelitian terhadap bakteri endofit yang berpotensi meningkatkan kualitas dan produktivitas tanaman jagung dengan berbagai kombinasi perlakuan.
METODE PENELITIAN Pengujian untuk mengetahui keefektifan bakteri endofit terdiri dari 5 perlakuan, yaitu: 1) perendaman biji jagung dalam larutan desinfektan NaOCl 0,5%; 2) tanpa perendaman dalam larutan desinfektan NaOCl 0,5%; 3) dengan pemotongan ujung akar; 4) dengan penuangan suspensi bakteri pada 1 hari setelah tanam dan 5) penambahan triptofan 0,01% pada medium agar. Biji jagung dikecambahkan selama 4 hari dalam cawan petri yang telah dialasi kertas saring dan dibasahi air steril hingga lembap. Perlakuan biji jagung yang didisinfeksi larutan NaOCl 0,5% dilakukan dengan cara merendam biji jagung pada larutan NaOCl 0,5% selama 30 menit sebelum dikecambahkan. Ketiga isolat bakteri yang telah ditumbuhkan pada medium YPA 2% selama 48 jam, diambil koloni tunggal dan diperbanyak pada medium YPB dengan digojok selama 24 jam, disentrifuge dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit untuk mendapatkan pellet bakteri (Joko et al., 2011). Kemudian pellet bakteri disuspensikan dengan aquades steril hingga 25 mL untuk merendam biji jagung yang sudah berkecambah selama 1 jam (5 biji untuk tiap suspensi bakteri), ditiriskan dan ditumbuhkan pada tabung reaksi yang telah berisi medium agar + Tryptic Soy Broth 0,01% dan untuk perlakuan penambahan triptofan ditumbuhkan pada media agar + Tryptophan 0,01% selama tujuh hari dalam ruang kultur pada suhu ruang. Perlakuan pemotongan akar dilakukan dengan cara memotong ujung akar sebelum direndam dalam suspensi bakteri dan perlakuan dengan penuangan, suspensi bakteri dituang dengan menggunakan mikropipet sebanyak 100 µL di media agar pada 1 hari setelah tanam. Sedangkan untuk tanaman kontrol tanpa perlakuan apapun. Tinggi tanaman dan keberadaan jamur kontaminan diamati setiap hari selama tujuh hari (Sumardiyono et al., 2011), penimbangan berat basah tajuk dan akar pada hari ke tujuh dan penimbangan berat kering tajuk dan akar dilakukan setelah tanaman dioven pada suhu 70 ºC - 90 ºC selama 2 hari hingga mencapai berat konstan.
HASIL DAN PEMBAHASAN A. Isolat bakteri yang dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman. Hasil penelitian menunjukkan tanaman jagung in vitro yang diinokulasi bakteri endofit mengalami peningkatan tinggi tanaman dibandingkan kontrol (Gambar 1.) c
b
a
A
D
E
K
A
D
E
K
d
A D E K
e
A DEK
A D
E K
Gambar 1. Tinggi tanaman jagung dengan perlakuan: a. perendaman biji jagung dalam larutan desinfektan NaOCl 0,5%; b. tanpa perendaman larutan desinfektan NaOCl 0,5%; c. dengan pemotongan ujung akar; d. dengan penuangan suspensi bakteri pada 1 hari setelah tanam dan e. dengan penambahan triptofan 0,01% pada media agar. (A: AkOc1; D: DnAr4; E: Ea9 dan K: Kontrol) Menurut Sitompul dan Guritno (1995), tinggi tanaman merupakan ukuran pertumbuhan yang mudah diamati sebagai indikator pertumbuhan. Grafik pertumbuhan (Gambar 2.) menunjukkan bahwa aplikasi bakteri endofit pada plantlet jagung dapat meningkatan tinggi tanaman. Kecuali pada perlakuan pemotongan akar dan penuangan suspensi bakteri pada 1 hst, laju pertumbuhan isolat Ea9 lebih rendah dibandingkan dengan kontrol.
Gambar 2. Grafik laju peningkatan tinggi tanaman tiap perlakuan. Tinggi tanaman pada perlakuan dengan perendaman larutan desinfektan NaOCl 0,5% tertinggi diperoleh dari tanaman jagung yang diinokulasi isolat DnAr4 sebesar 189,06%, sedangkan AKOC1 sebesar 62,5% dan Ea9 112,5%. Pada perlakuan tanpa perendaman larutan NaOCl 0,5%, tinggi tanaman berturut- turut oleh isolat DnAr4 sebesar 170,25%, AKOC1 163,64% dan Eag 96,69%. Dengan demikian tidak ada perbedaan antara perlakuan dengan perendaman larutan desinfektan NaOCl 0,5% dengan yang tanpa dilakukan perendaman.
Pada perlakuan dengan pemotongan ujung akar, isolat DnAr4 memberikan peningkatan sebesar 52,28% dan AkOc1 sebesar 12,36%, sementara Ea9 menunjukkan hasil yang lebih rendah 2,66% dibandingkan dengan kontrol. Hal tersebut disebabkan tanaman kontrol dapat memanfaatkan hara yang tersedia secara efisien untuk membentuk akar- akar lateral meskipun tanpa inokulasi bakteri. Terbentuknya akar-akar lateral tersebut akan meningkatkan jumlah akar sehingga sebaran akar akan lebih luas dan serapan hara akan lebih optimal (Gardner et.al., 1991). Penuangan suspensi bakteri pada 1 hari setelah tanam hanya memberikan peningkatan tinggi tanaman pada tanaman yang diinokulasi isolat DnAr4 sebesar 47,69%. Isolat AKOC1 lebih rendah 4,22% dan Ea9 20,89% dari kontrol. Rendahnya laju pertumbuhan pada kedua isolat tersebut diakibatkan sel-sel bakteri kurang aktif menjangkau perakaran tanaman jagung atau mengalami degenerasi selama belum menjangkau perakaran. Peningkatan tinggi tanaman pada tanaman jagung yang diinokulasi bakteri endofit disebabkan oleh hormon IAA. Hasil penelitian Ngoma et.al (2013) dan Saylendra (2013) juga membuktikan bahwa bakteri endofit yang diisolasi dari perakaran jagung dapat merangsang pertumbuhan akar lateral, akar adventif, akar primer dan menghasilkan hormon pertumbuhan sehingga tanaman dapat tumbuh lebih baik. Triptofan merupakan prekursor pembentukan hormon IAA. Oleh karena itu, penambahan triptofan pada medium agar bertujuan agar bakteri dapat menggunakan triptofan yang tersedia untuk disintesis dalam pembentukan IAA, sehingga terlihat dalam grafik (Gambar 2.) bahwa tinggi tanaman perlakuan lebih tinggi dari kontrol. B. Pengaruh bakteri endofit terhadap berat basah dan kering tanaman. Berat basah dan kering tanaman sering digunakan untuk menganalisis pertumbuhan tanaman. Berat basah merupakan total berat tanaman yang menunjukkan hasil aktivitas metabolik tanaman, sedangkan berat kering merupakan hasil penimbunan hasil bersih asimilasi CO2 (Salisbury dan Ross, 1995). Berdasarkan hasil penelitian, inokulasi bakteri endofit pada tanaman jagung dapat meningkatkan berat basah tajuk dan akar serta berat kering tajuk dan akar (Gambar 3.)
Gambar 3. Berat basah dan berat kering tanaman tiap perlakuan. Hampir semua perlakuan menunjukkan pengaruh bakteri endofit terhadap peningkatan berat basah dan kering. Akan tetapi, pada isolat DnAr4 yang diperlakukan dengan perendaman biji dalam larutan NaOCl 0,5% menunjukkan berat basah akar yang 6,05% lebih rendah dari kontrol. Berat basah akar tanaman jagung yang dipotong akarnya yang diinokulasi isolat Ea9 mempunyai berat 14,49% lebih rendah dari kontrol. Hal ini disebabkan karena air dan hara yang diserap oleh akar tidak efisien untuk disintesis menjadi asimilat guna meningkatkan pertumbuhan tajuk. Sedangkan pada berat basah akar yang lebih rendah diduga akar tidak efisien dalam menyerap hara, tetapi pertumbuhan tajuk lebih dipengaruhi oleh rangsangan bakteri endofit yang dapat menghasilkan IAA. Mekanisme kerja IAA dalam perpanjangan sel adalah IAA mendorong elongasi sel- sel pada koleoptil dan ruas- ruas tanaman pada arah vertikal, diikuti dengan pembesaran sel dan meningkatnya bobot basah karena meningkatnya pengambilan air oleh sel tersebut (Spaepen et al., 2007; Joko et al., 2012). Akumulasi bahan kering mencerminkan kemampuan tanaman dalam mengikat energi dari cahaya melalui proses fotosintesis, serta interaksinya dengan faktor-faktor lingkungan lainnya (Joko et al., 2014). Berdasarkan pengaruhnya terhadap pertumbuhan tanaman, isolat DnAr4 dapat meningkatkan semua variabel pertumbuhan dengan perlakuan penuangan suspensi bakteri pada 1 hari setelah tanam. Peningkatan tinggi tanaman sebesar 47,69%, berat basah tajuk 68,09%, berat basah akar 62,9%, berat kering tajuk 35,19% dan berat kering akar sebesar 52,93%. C. Pengaruh bakteri endofit terhadap keberadaan jamur kontaminan. Perlakuan perendaman dengan larutan desinfektan NaOCl 0,5% tidak memberikan hasil yang berbeda dengan perlakuan tanpa disinfeksi dan perlakuan lainnya, yaitu masih adanya jamur yang mengkontaminasi tanaman jagung in vitro.
Gambar 4. Uji antagonisme bakteri endofit terhadap jamur yang mengkontaminasi tanaman jagung in vitro. Namun demikian, ketika dilakukan uji antagonisme ketiga isolat dengan jamur kontaminan menunjukkan zona hambat (Gambar 3). Hal ini diduga sel-sel bakteri yang telah masuk ke dalam sel tanaman lebih berperan dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman dibandingkan menekan jamur kontaminan (Danaatmadja et al., 2009) KESIMPULAN 1. Inokulasi bakteri endofit pada tanaman jagung secara in vitro dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman. Isolat bakteri endofit terbaik adalah isolat DnAr4 yang diperlakukan dengan penuangan suspensi bakteri pada 1 hari setelah tanam dengan peningkatan tinggi tanaman sebesar 47,69%, berat basah tajuk 68,09%, berat basah akar 62,9%, berat kering tajuk 35,19% dan berat kering akar sebesar 52,93%. 2. Inokulasi bakteri endofit tidak mampu menekan keberadaan jamur kontaminan pada media kultur. DAFTAR PUSTAKA Anonim, 2014. Produksi Padi, Jagung dan Kedelai (Angka Sementara tahun 2013). Badan Pusat Statistik. Danaatmadja Y., S. Subandiyah, T. Joko, C.U. Sari. 2009. Isolasi dan Karakterisasi Ralstonia syzygii. Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesia 15 (1): 7-12. Gardner, F.P., R.B. Pearce dan R.L. Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. (Physiology of Crop Plants, alih bahasa: H. Susilo). Universitas Indonesia Press, Jakarta. Joko, T., N. Kusumandari, S. Hartono. 2011. Optimasi Metode PCR untuk Deteksi Pectobacterium carotovorum, Penyebab Penyakit Busuk Lunak Anggrek. Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesia, 17 (2): 54-59. Joko T., M.P. Koentjoro, S. Somowiyarjo, M.S. Rohman, A. Liana, N. Ogawa. 2012. Response of Rhizobacterial Communities in Watermelon to Infection with Cucumber Green Mottle Mosaic Virus as Revealed by Cultivation-Dependent RISA. Archives of Phytopathology and Plant Protection, 45 (15): 1810-1818. Joko, T., A. Subandi, N. Kusumandari, A. Wibowo, and A. Priyatmojo. 2014. Activities of plant cell wall degrading enzymes by bacterial soft rot of orchid. Archives of Phytopathology and Plant Protect. 47 (10): 1239-1250. Munif A. 2001. Study on the importance of endophytic bacteria for the biological control of the root-knot nematode Meloidogyne incognita on tomato [disertasi]. Bonn: Doktor der Agrarwissenschaften. Rheinischen Freidrich- Wilhelms-Universitat. Ngoma, L., Boipelo E. dan Olubukola O. B. 2013. Isolation and characterization of beneficial indigenous endophytic bacteria for plant growth promoting activity in Molelwane Farm, Salisbury, F. B. Dan C. W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan, Jilid 3. Penerbit ITB. Bandung. Saylendra, A dan Fitria D. 2013. Bacillus sp. dan Pseudomonas sp. asal endofit akar jagung (Zea mays l.) yang berpotensi sebagai pemacu pertumbuhan tanaman. Jurnal Ilmu Pertanian dan Perikanan. Vol. 2 No.1 : 19-27 Sitompul, S.M dan B. Guritno. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Spaepen, S., Jos, V., Roseline, R. 2007. Indole-3-Acetic Acid in Microbial and Microorganism Plant Signaling. Departemen of Microbial and Molecular Systems. Centre of Microbial and Plant Genetics: Belgium.
Sumardiyono C., T. Joko, Y. Kristiawati, Y.D. Chinta. 2011. Diagnosis dan pengendalian penyakit antraknosa pada pakis dengan fungisida. Jurnal Hama dan Penyakit Tumbuhan Tropika, 11 (2): 194-200. Sumartini dan Hardaningsih S., 1995. Penyakit - penyakit Jagung dan Pengendaliannya. dalam Surtikanti. 2011. Hama dan Penyakit Tanaman Jagung dan Pengendaliannya. Balai Penelitian Tanaman Serealia. Tarabily, K., A. H. Nassar., K. Sivasithamparam. 2003. Promotion Of Plant Growth By An Auxin-Producing Isolate Of The Yeast Williopsis Saturnus Endophytic In Maize Roots. The Sixth U. A. E University Reasearch Conference: 60-69. Zinniel DK, Lambrecht P, Beth Harris N, Feng Z, Kuczmarski D, Higley P, Ishimaru CA, Arunakumari A, Barletta RG, Vidaver AK. 2002. Isolation and characterization of endophytic colonizing bacteria from agronomic crops and prairie plants. Appl Environ Microbiol. 68(5):2198-2208.