PENAPISAN ACTINOMYCETES ENDOFIT YANG MEMILIKI AKTIVITAS ANTI FITOPATOGEN TERHADAP Phytophtora palmivora DAN Phellinus lamoaensis
HIZRAH FITRIANI SARAGIH
DEPARTEMEN BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Penapisan Actinomycetes Endofit yang Memiliki Aktivitas Anti Fitopatogen Terhadap Phytophthora palmivora dan Phellinus lamoaensis adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Januari 2014 Hizrah Fitriani Saragih NIM G4090003
ABSTRAK HIZRAH FITRIANI SARAGIH. Penapisan Actinomycetes Endofit yang Memiliki Aktivitas Anti Fitopatogen Terhadap Phytophthora palmivora dan Phellinus lamoaensis. Dibimbing oleh MARIA BINTANG dan EKA SISKA. Actinomycetes merupakan mikroorganisme yang mampu menghasilkan senyawa antibiotik dan antijamur. Tujuan penelitian ini adalah penapisan dari Actinomycetes endofit yang telah diisolasi dari berbagai tanaman obat-obatan yang berasal dari Cirebon, berfungsi sebagai anti fitopatogen terhadap Phytophthora palmivora dan Phellinus lamoaensis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa isolat a1084 menghasilkan senyawa intraseluler yang memiliki aktivitas menghambat Phytophthora palmivora dengan diameter luas zona bening sebesar 23.92 mm. Ekstrak metanol difraksinasi menggunakan kromatografi kolom silika gel dengan elusi gradien dan memperoleh 14 fraksi yang memiliki daya hambat terhadap Phytophthora palmivora namun tidak memiliki daya hambat terhadap Phellinus lamoaensis. Uji aktivitas antijamur menunjukkan bahwa fraksi 6.3 dari hasil kromatografi kolom memiliki aktivitas tertinggi dengan diameter luas zona bening sebesar 22.86 mm. Fraksinasi dari hasil kromatografi kolom selanjutnya menggunakan High Performance Liquid Chromatography (HPLC) untuk mengetahui puncak yang terdapat pada ekstrak. Berdasarkan kromatogram yang dihasilkan, senyawa metabolit sekunder yang dihasilkan berupa senyawa polar. Kata kunci: Phytophthora palmivora, Phellinus lamoaensis, Actinomycetes, anti fitopatogen.
ABSTRACT HIZRAH FITRIANI SARAGIH. Identification of Antiagainst Compounds Phytophthora palmivora and Phellinus lamoaensis from Actinomycetes Endophytes. Supervised by MARIA BINTANG and EKA SISKA. Actinomycetes is a microorganism which capable of producing antibiotics and antifungal compounds. The purpose of this research is the screening of endophytic Actinomycetes have been isolated from various plant medicines derived from Cirebon, acts as an anti fitopatogen against Phytophthora palmivora and Phellinus lamoaensis. The results showed that isolates a1084 generate intracellular compounds that inhibit the activity of Phytophthora palmivora wide clear zone diameter of 23.92 mm. Methanol extract was fractionated using silica gel column chromatography with gradien telutionan dobtain 14 fractions which have inhibitory effects against Phytophthora palmivora and did not have inhibitory effects against Phellinus lamoaensis. Antifungal activity test showed that the fraction of 6.3 from the chromatography column showed the highest activity with wide clear zone diameter of 22.86 mm. Fractionation of the results of subsequent column chromatography using High Performance Liquid Chromatography (HPLC) to determine peak contained in the extract. Based on the resulting chromatogram, secondary metabolit esproducedin the form of polar compounds. Keywords:Phytophthorapalmivora, Phellinuslamoaensis, Actinomycetes, antiagains.
PENAPISAN ACTINOMYCETES ENDOFIT YANG MEMILIKI AKTIVITAS ANTI FITOPATOGEN TERHADAP Phytophtora palmivora DAN Phellinus lamoaensis
HIZRAH FITRIANI SARAGIH
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Biokimia
DEPARTEMEN BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Judul Skripsi
Nama NIM
: Penapisan Actinomycetes Endofit yang Memiliki Aktivitas Anti Fitopatogen Terhadap Phytophthora palmivora dan Phellinus lamoaensis : Hizrah Fitriani Saragih : G84090003
Disetujui oleh
Prof Dr drh Maria Bintang, M Sc Pembimbing I
Diketahui oleh
Dr Ir I Made Artika, M App Sc Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
Eka Siska, S Si Pembimbing II
· ",tiu} Skripsi
: Penapisan A:rir. Tn.\'cetes Endofit yang Memiliki Aktivitas Anti Fitopatogen T erha ap Phytophthora palmivora dan Phellinus lamoaensis : Hizrah Fitriani Saragih : G84090003
Disetujui oleh
Prof Dr drh Maria Bintang, M Sc
Pembimbing I
Sc
Tanggal Lulus:
15
JAN
- - - - - -- - - - - - -- -
- -- -
PRAKATA Puji syukur penulis ungkapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat, nikmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam tercurahkan pada Rasulallah SAW. Skripsi yang berjudul Penapisan Actinomycetes Endofit yang Memiliki Aktivitas Anti Fitopatogen Terhadap Phytophthora palmivora dan Phellinus lamoaensis ini ditujukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana sains pada departemen Biokimia yang telah dilaksanakan sejak bulan Februari-Juli 2013. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini baik secara langsung maupun tidak langsung. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Prof Dr drh Maria Bintang, MSc sebagai pembimbing skripsi dan Eka siska, S Si sebagai pembimbing penelitian yang dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi dan Laboratorium Analisa Kimia, Balai Pengkajian Bioteknologi, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Kompleks PUSPIPTEK Serpong atas bimbingan, arahan, kritik, saran, serta motivasi yang telah diberikan. Tidak lupa penulis sampaikan terima kasih kepada kedua orang tua tercinta, adik, dan keluarga atas segala perhatian, doa, dan dukungan yang sangat berarti bagi penulis. Serta rekan-rekan Biokimia 46 atas dorongan dan semangat yang diberikan. Penulis menyadari tentang kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang dapat membuat hasil yang lebih baik. Penulis juga berharap tulisan ini dapat berguna bagi penulis sendiri maupun semua pihak demi kemajuan ilmu pengetahuan.
Bogor, Januari 2014 Hizrah Fitriani Saragih
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL .................................................................................................. vi DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. vi DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... vii PENDAHULUAN ................................................................................................... 1 METODE ................................................................................................................ 2 Bahan ................................................................................................................... 2 Alat ....................................................................................................................... 2 Prosedur Analisis Data ......................................................................................... 3 HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................................. 5 Hasil .................................................................................................................... 5 Pembahasan ....................................................................................................... 10 SIMPULAN DAN SARAN................................................................................... 13 Simpulan .......................................................................................................... 13 Saran ............................................................................................................... 13 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 14 LAMPIRAN .......................................................................................................... 16 RIWAYAT HIDUP ............................................................................................... 24
DAFTAR TABEL 1
2
3
Data uji aktivitas anti fitopatogen P. palmivora dan P. lamaoensis dari 5 ekstrak metanol yang dihasilkan oleh Actinomycetes endofit pada media SEA ..................................................................................................................... Data uji aktivitas anti fitopatogen P. palmivora dan P. lamaoensis dari 6 ekstrak etil asetat yang dihasilkan oleh Actinomycetes endofit pada media SEA Uji aktifitas anti fitopatogen fraksi hasil kromatografi kolom terhadap 8 jamur fitopatogen dengan konsentrasi 10.000 ppm
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4
Kurva pertumbuhan Actinomycetes a-Rp-a1084 dalam media vegetatif ..........7 Kromatogram isolat a-Rp-a1084 ......................................................................7 Kromatogram HPLC dari isolat a1084 sebelum kromatografi kolom ..............9 Kromatogram HPLC isolat a1084 fraksi 6.3 hasil kromatografi kolom ...........9
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 7
Skema penelitian secara keseluruhan ..............................................................16 Isolat Actinomycetes a1084 (a-Rp-CB-7.8) ...................................................17 Foto hasil uji aktivitas dari isolat Actinomycetes ...........................................18 Foto hasil uji aktivitas dari fraksi hasil dari kromatografi kolom ..................19 Komposisi eluen yang digunakan untuk kromatografi kolom ........................20 Data uji aktifitas anti fitopatogen P. palmivora dan P. lamaoensis pada 21 media YP Kromatogram HPLC isolat a1084 yang memiliki bioaktivitas terhadap 22 P. palmivora dari beberapa fraksi hasil kromatografi kolom a. Kromatogram HPLC metanol 22 b. Kromatogram HPLC isolat a1084 fraksi 4.1 ............................................ 22 c. Kromatogram HPLC isolat a1084 fraksi 5.1 ............................................ 22 d. Kromatogram HPLC isolat a1084 fraksi 5.2 22 e. Kromatogram HPLC isolat a1084 fraksi 5.3 ............................................ 22 f. Kromatogram HPLC isolat a1084 fraksi 5.4 .............................................23 g. Kromatogram HPLC isolat a1084 fraksi 5.5 .............................................23 h. Kromatogram HPLC isolat a1084 fraksi 6.1 .............................................23 i. Kromatogram HPLC isolat a1084 fraksi 6.2 .............................................23 j. Kromatogram HPLC isolat a1084 fraksi 6.4 .............................................23
PENDAHULUAN Kakao (Thebroma cacao L.) merupakan salah satu tanaman perkebunan komoditas ekspor penting di Indonesia, sumber pendapatan petani, dan pengembangan wilayah. Hal ini dapat dilihat dari kecenderungan permintaan pasar dunia yang semakin meningkat dengan rata-rata 1.500.000 ton per tahun. Peluang pasar bagi komoditas ini juga semakin terbuka seiring dengan adanya kemunduran produksi yang dialami oleh negara-negara penghasil kakao lainnya (Amran 2009). Indonesia sangat berpotensi sebagai produsen utama kakao dunia sehingga mampu meningkatkan devisa negara, hal ini dibuktikan dengan mampunya kakao sebagai penyumbang devisa Indonesia peringkat keempat setelah karet, kelapa sawit, dan kopi. Menurut data International Cocoa Organization, permintaan kakao dunia tumbuh sekitar 2-4 % per tahun (ICCO 2009). Indonesia dikenal sebagai negara penghasil kakao terbesar ketiga di dunia serta turut berperan aktif dalam ekspor komoditas kakao duni a karena Indonesia menyumbang sebesar 15% kakao untuk dunia (Direktorat Jendral Perkebunan 2010). Indonesia memiliki lahan potensial yang cukup besar untuk pengembangan kakao yaitu lebih dari 6,2 juta ha terutama di Irian Jaya, Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah Maluku dan Sulawesi Tenggara. Kebun yang telah di bangun masih berpeluang untuk ditingkatkan produktivitasnya karena produktivitas ratarata saat ini kurang dari 50% potensinya, sedangkan situasi perkakaoan dunia beberapa tahun terakhir sering mengalami defisit, sehingga harga kakao dunia stabil pada tingkat yang tinggi. Kondisi ini merupakan suatu peluang yang baik untuk segera dimanfaatkan. Upaya peningkatan produksi kakao mempunyai arti yang strategis karena pasar ekspor biji kakao yang cukup tinggi, namun sejak beberapa tahun terakhir produktivitas perkebunana kakao di daerah ini mulai menurun dan peranannya mulai memudar karena adanya serangan hama penggerek buah kakao (PBK). Selain penyakit PBK muncul lagi penyakit pembuluh kayu atau Vascular Streak Dieback (VSD) yang disebabkan oleh jamur Oncabasidium theabramae (Amran 2009). Adanya penyakit endemik kanker batang dan busuk buah kakao disebabkan oleh P. palmivora dan P. lamoaensis. Phytophtora sp. adalah penyebab penyakit penting pada buah kakao, antara lain penyakit busuk buah, kanker batang, hawar daun, dan hawar bibit. Diantara penyakit tersebut, busuk buah merupakan penyakit paling penting karena menyebabkan kerugian yang berkisar antara 10 sampai 30% di seluruh dunia, dan kerugian yang jauh lebih tinggi terjadi di daerah epidemis, terutama pada daerah basah di musim hujan (McMahon dan Purwantara 2004). Usaha memenuhi kebutuhan ekspor terutama kakao dapat dilakukan dengan intensifikasi bidang pertanian. Salah satu bentuk intensifikasi pertanian adalah kecukupan pupuk dan pestisida yang akan membantu tanaman tumbuh berkembang dengan subur dan mencegah kerusakan akibat serangan hama penyakit. Namun akhir-akhir ini, kelangkaan dan mahalnya harga pupuk dan pestisida sebagai dampak kenaikan harga bahan bakar minyak turut menurunkan produktivitas lahan yang berakibat pada menurunnya produksi kakao. Tanaman dan mikroorganisme yang tumbuh berasosiasi dengan tanaman memiliki ciri khas untuk tiap daerah dan spesies tanaman. Mikroorganisme yang hidup epifit pada permukaan tanaman atau endofit di dalam jaringan tanaman dapat membantu
2 pertumbuhan tanaman dengan mensekresi metabolit sekunder seperti senyawa antimikrobial yang dapat mencegah atau menghambat pertumbuhan patogen yang menyerang tanaman. Salah satu mikroorganisme yang mampu memproduksi senyawa antimikrobial yang bermanfaat bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman adalah bakteri Actinomycetes. Saat ini telah banyak dilakukan penelitian mengenai Actinomycetes yang diindikasikan sebagai bakteri yang mampu menghasilkan antijamur atau antibiotik terbanyak. Hampir 70% antibiotik yang telah ditemukan dihasilkan oleh Actinomycetes terutama golongan Streptomyces (Suwandi 1993). Actinomycetes paling banyak tumbuh pada tanah dan ada juga yang tumbuh pada jaringan tanaman, Actinomycetes ini bersifat simbiosis mutualisme pada tanaman tersebut. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk penapisan Actinomycetes endofit yang telah diisolasi dari dalam jaringan tanaman obatobatan yang berasal dari Cirebon yang memiliki aktivitas anti fitopatogen terhadap P. palmivora dan P. lamoaensis dan telah diketahui strainnya yaitu dari strain Streptomyces, serta melakukan uji secara in vitro. Penelitian ini diharapkan dapat mengetahui daya hambat atau aktivitas dari Actinomycetes endofit terhadap P. palmivora dan P. lamaoensis yang menyerang tanaman kakao sehingga dapat dikembangkan lebih lanjut sebagai pengendali hayati. Penelitian ini merupakan langkah awal untuk mengkaji potensi dari isolat Actinomycetes yang diisolasi dari tanaman obat-obatan untuk menghambat pertumbuhan beberapa mikroba patogen pada tanaman kakao. Mikroba yang digunakan adalah jamur P. palmivora dan P. lamoaensis. Jamur P. palmivora dan P. lamoaensis merupakan mikroba patogen yang menyebabkan menurunnya produksi buah kakao yang mengakibatan kerugian pada petani. Penelitian ini bertujuan penapisan Actinomycetes endofit yang telah diisolasi dari berbagai tanaman obat-obatan yang berasal dari Cirebon yang memiliki kemampuan menghambat pertumbuhan P. palmivora dan P. lamoaensis secara in vitro.
METODE Bahan Actinomycetes sebanyak 18 isolat dari tanaman obat-obatan yang berasal dari Cirebon. Media yang digunakan dalam penelitian ini antara lain CaCO3, FeSO4 7H2O, KCl, MgSO4, Na2HPO4, bakterial agar, tiamin, riboflavin, nistatyn, piridoksal hidroklorid, nioinositol, CA tantotenad, D-biotin, yest ekstrak, malt ekstrak, glukosa, Bactopeptone, soybean meal, gliserol, NaCl, Fe sitrat nH2O, dexstron, akuades, etanol absolut, acetonitril, dan metanol. Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain seperangkat alat gelas dengan merk Iwaki, Pyrex dan Scott Duran seperti cawan petri, spatula, tabung reaksi, beaker glass, Enlemeyer 50 mL, 250 mL, dan 500 mL, gelas ukur 100 mL, 1000 mL, labu rotavapor 50 mL dan 100 mL, pipet tetes, pipet ukur 5 mL, 10 mL, dan 25 mL, corong pisah. Alat-alat non gelas antara lain mikropipet 20 µL, 1 mL dan 5 mL, ose, autoclave (Tomy autoclave SS-325), Laminar air flow,
3 inkubator suhu 25 °C dan 28 °C (Sanyo Gallenkamp MIR 252/LD 0271), neraca analitik (Mettler BB2400), vortex (Heidolph Reax 2000, Fine PCR), pH meter (Beckman), stirer dan magnetic stirrer, rotary vacuum evaporator (Buchi Made in Switzerland RE 121), kertas cakram diameter 6 mm, waterbath (Buchi 461 waterbath), rotaryshaker (Infors AG Rittergasse 27 CH-4103 Bottmingen), reciproal shaker (Recipro Shaker SR-25 Taitec), sentrifus dingin (JS-HS CENTRIFUGE BECKMAN), HPLC, dan sonikator. Prosedur Analisis Data Peremajaan Isolat Actinomycetes pada Medium ISP2 (Dian 2011) Sebanyak 18 isolat Actinomycetes yang diisolasi dari tanaman khusus di daerah Cirebon diperoleh dari Balai Pengkajian Bioteknologi, BPPT yang telah tersedia dalam stok gliserol diambil sedikit lalu digoreskan ke medium ISP2 sebanyak sepuluh goresan, setelah itu diinkubasi pada inkubator 28 ± 0.2 °C selama 5-7 hari. Regenerasi P. palmivora dan P. lamoaensis Pada Medium Madat PDA (Dian 2011) Jamur P. palmivora diambil sebanyak satu ose, lalu digoreskan pada media PDA, lalu diinkubasi pada inkubator dengan suhu 28 °C selama 2 hari. Perlakuan ini juga berlaku untuk jamur P. lamoensis. Pembuatan Media Vegetatif dan Fermentatif ( Rafiq 2010) Media vegetatif dibuat dari bactopeptone sebanyak 5 g/L, yeast extract 3 g/L, malt extract 3 g/L, glukosa 10 g/L. Setelah itu dimasukkan ke dalam Enlemeyer 2000 mL dan ditambahkan dengan akuades sebanyak 1000 mL lalu diaduk dan diukur pH hingga 7.2. Disediakan Enlemeyer 250 mL, lalu dituangkan media vegetatif tersebut sebanyak 50 mL. Pembuatan media fermentatif ada 2 jenis media. Media pertama disebut media Streptomices Ektifiti Antibiotik (SEA) dengan komposisi bahan D-glukosa 15 g/L, soybean meal 15 g/L, NaCl 5 g/L, yeast extract 1 g/L, CaCO3 1 g/L, gliserol 25 mL/L, setelah itu dimasukkan ke dalam Enlemeyer 250 mL dan ditambahkan 1000 mL akuades dan diaduk hingga rata lalu ukur pH 7.2, media kedua Yeast Peptone (YP) dengan komposis bactopeptone 15 g/L, yeast extract 3 g/ L, dan Fe sitrat nH2O 0.3 g/L, setelah itu media dituangkan sebanyak 50 mL ke dalam Enlemeyer 250 ml. Semua media disiapkan untuk diautoklaf dengan suhu 121 °C selama 15 menit. Fermentasi, Ekstraksi dan Uji Anti Fitopatogen terhadap P. palmivora dan P. lamoaensis Isolat terpilih dibuat prekultur pada labu Enlemeyer 250 mL yang mengandung 50 mL medium cairan YEME yang mengandung (bactopeptone 5 g, yeast extract 3 g, malt exstract 3 g, glukosa 10 g dalam 1 L akuades) dan diinkubasi pada suhu 28° C selama 2 hari. Prekultur dipindahkan sebanyak 5 mL ke dalam Enlemeyer 250 mL yang mengandung 50 mL medium SEA yang mengandung (glukosa 15 g, soybean meal 15 g, NaCl 5 g, yeast extract 1 g, CaCO3 1 g, gliserol 2.5 mL dalam 1 L akuades) dan media YP yang mengandung (bactopeptone 15 g, yeast extract 3 g, Fe sitrat 0.3 g dalam 1 L akuades).
4 Fermentasi dilakukan pada suhu 28 °C selama 5 hari pada kondisi teragitasi pada laju 200 rpm (Parthasarathi et al. 2010; Paterson and Bridge 1994). Setelah fermentasi selama 5 hari, media pertumbuhan mikroba ini dilakukan sentrifugasi untuk memisahkan sel dengan kecepatan 8000 rpm selama 15 menit. Supernatan yang diperoleh diekstraksi 2 kali dengan pelarut etil asetat (1:1 v/v) dengan pengocokan selama 30 menit lalu di pisahkan antara etil asetat dengan supernatan. Fraksi etil asetat yang diperoleh dengan evaporasi untuk memperoleh ekstrak kasar yang dipekatkan dengan rotary vacum lalu disimpan untuk digunakan pada proses selanjutnya (Abdel-Raouf dan Ibraheem 2008). Biomassa yang diperoleh dicuci dengan metanol 25 ml lalu disentrifugasi dengan kecepatan 8000 rpm selama 15 menit, selanjutnya dipisahkan dan dilakukan evaporasi untuk memperoleh fraksi metanol dan disimpan untuk pengujian selanjutnya. Aktivitas antimikroba ditentukan dengan metode uji hayati (bioassay method) berdasarkan metode Badji et al. (2006) and Pandey et al. (2004) terhadap fungi P. Palmivora dan P. lamoaensis. Ekstrak yang diperoleh dilakukan pengujian terhadap mikroba uji dengan cara sebagai berikut; sebanyak 20 µL ekstrak yang telah dilarutkan dengan metanol 10000 ppm dimasukkan ke dalam kertas cakram (diameter 6 mm). selanjutnya setelah semua pelarut menguap, kertas cakram diletakkan pada permukaan media yang telah diinokulasi dengan mikroba uji. Sebagai kontrol negatif digunakan pelarut yang sama dengan pelarut untuk membuat larutan metabolit sekunder, sedangkan kontrol positifnya menggunakan nystatin 10000 ppm. Masing-masing ekstrak metabolit diujikan terhadap mikroorganisme uji (Anggraeni dan Suhartini 1996). Semua cawan diinkubasi selama 48 jam pada suhu 28 °C , plate diamati adanya aktivitas anti fitopatogen yang ditandai oleh adanya zona bening disekitar kertas cakram. Isolat yang terpilih merupakan isolat yang mempunyai ekstrak metabolit dengan zona hambat paling besar. Fraksinasi Kromatografi Lapis Tipis (Dian 2011) Isolat yang aktif selanjutnya dilakukan pemisahan menggunakan kromatografi lapis tipis (KLT) dengan eluen campuran pelarut metanol:kloroform (5:0, 4:1, 3:2 v/v). Noda aktif divisualisasikan di bawah sinar UV λ254 dan λ365. Kromatografi Kolom Ekstrak Actinomycetes di fraksinasi pada kolom silika gel 60 (0.063-0.200 mm) Merck dengan elusi gradien menggunakan eluen kloroform:metanol:H2O (100:0:0v/v), kloroform:metanol:H2O (95:5:0v/v), kloroform:metanol:H2O (90:10:0.1v/v), kloroform:metanol:H2O (80:27:4v/v), kloroform:metanol:H2O (60:35:8v/v), kloroform:metanol:H2O (55:38:10v/v), kloroform:metanol:H2O (20:60:20v/v), Sebanyak 35 fraksi (volume masing-masing fraksi 20 ml) dikumpulkan dan diuji aktivitas anti fitopatogennya. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)/High Performance Chromatography (HPLC) (Adlani 2009) Mengetahui tingkat kemurnian dari ekstrak metabolit maka dilakukan analisis menggunakan HPLC analitik yaitu “HPLC Water 2695” kolom fase balik (reversed phase) Symmetry C18 5 µm (4,6 x 250 mm), volume sampel/injek adalah 10 µL/injek, dengan elusi bergradien 5% sampai 100% asetonitril selama
5 30 menit, detektor Photo Dioda Array (PDA) Uv-vis dengan panjang gelombang 200 nm untuk merunut keberadaan komponen senyawa. Sedangkan dalam mengukur sinyal elektronik yang dihasilkan oleh detektor digunakan komputer. Komputer mengukur kemudian memplotkan sinyal elektronik menjadi suatu kromatogram yang selanjutnya dapat digunakan untuk analisis senyawa yang dihasilkan.
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Uji Anti Fitopatogen dari Ekstrak Metanol dan Etil Asetat yang dihasilkan oleh Actinomycetes Terhadap P. palmivora dan P. lamaoensis Ekstrak metanol (polar) dan etil asetat (semi polar) dari Actinomycetes dilakukan uji aktivitas terhadap jamur fitopatogen tanaman kakao yaitu P. palmivora dan P. lamaoensis. Hasil pengujian aktivitas dari ekstrak metanol ditunjukkan dengan terbentuknya zona hambat terhadap jamur fitopatogen dengan media fermentasi yang berbeda yaitu media SEA dan YP yang merupakan media fermentasi, hasil dari ekstrak metanol pada P. palmivora dengan diameter zona hambat 9.73 mm pada isolat a1074, 7.31 mm pada isolat a1075, dan 23.92 mm pada isolat a1084 (Tabel 1). Tabel 1 Data uji aktivitas anti fitopatogen P. palmivora dan P. lamaoensis dari ekstrak metanol yang dihasilkan oleh Actinomycetes endofit pada media SEA Diameter Zona Hambat (mm) Kode Ekstrak Nystatin (kontrol +) A1073-a-Rp-CB-2.1 A1074-a-Rp-CB-3.1 A1075-a-Rp-CB-3.2 A1076-a-Rp-CB-6.1 A1077-a-Rp-CB-7.1 A1078-a-Rp-CB-7.2 A1079-a-Rp-CB-7.3 A1080-a-Rp-CB-7.4 A1081-a-Rp-CB-7.5 A1082-a-Rp-CB-7.6 A1083-a-Rp-CB-7.7 A1084-a-Rp-CB-7.8 A1085-a-Rp-CB-8.1 A1086-a-Rp-CB-8.2 A1087-a-Rp-CB-8.3 A1088-a-Rp-CB-9.1 A1089-a-Rp-CB-10.1 A1090-a-Rp-CB-10.2
Phytophthora palmivora 3.11 9.73 7.31 23.92 -
Phellinus lamaoensis -
Keterangan: A = Actinomycetes ; Rp = Tanaman Khusus (tanaman obatan); CB = Cirebon
6 Media YP dari ekstrak etil asetat dan metanol tidak menunjukkan adanya zona bening yang mampu menghambat pertumbuhan dari jamur P. palmivora dan P. lamaoensis (Lampiran 6 ). Hasil dari ekstrak etil asetat terhadap P. palmivora dengan diameter zona hambat 7.11 mm pada isolat a1073, 7.71 mm pada isolat a1075, dan 7.11 mm pada isolat a1078. Hasil ini dari media fermentasi SEA namun pada jamur P. lamaoensis tidak terbentuknya zona bening (Tabel 2). Tabel 2 Data uji aktivitas anti fitopatogen P. palmivora dan P. lamaoensis dari ekstrak etil asetat yang dihasilkan oleh Actinomycetes endofit pada media SEA Kode Ekstrak
A1073-a-Rp-CB-2.1 A1074-a-Rp-CB-3.1 A1075-a-Rp-CB-3.2 A1076-a-Rp-CB-6.1 A1077-a-Rp-CB-7.1 A1078-a-Rp-CB-7.2 A1079-a-Rp-CB-7.3 A1080-a-Rp-CB-7.4 A1081-a-Rp-CB-7.5 A1082-a-Rp-CB-7.6 A1083-a-Rp-CB-7.7 A1084-a-Rp-CB-7.8 A1085-a-Rp-CB-8.1 A1086-a-Rp-CB-8.2 A1087-a-Rp-CB-8.3 A1088-a-Rp-CB-9.1 A1089-a Rp CB-10.1 A1090-a Rp-CB-10.2
Diameter Zona Hambat (mm) Phytophthora Phellinus lamaoensis palmivora 7.11 7.71 7.11 -
Keterangan : A = Actinomycetes ; Rp = Tanaman Khusus (tanaman obatan); CB = Cirebon
Pertumbuhan Actinomycetes Sebelum dilakukan optimasi proses fermentasi, terlebih dahulu dilakukan penentuan kurva pertumbuhan vegetatif. Isolat a1084 yang digunakan sebagai inokulan dalam proses penentuan kurva pertumbuhan. Kurva pertumbuhan mikrobial yang ditumbuhkan dalam medium kimia, media pertumbuhannya adalah Yeast Extract Malt Extract (YEME) dapat dibuat dengan pengaluran data jumlah sel atau biomassa terhadap waktu pertumbuhannya. Kurva pertumbuhan ini dilakukan untuk mengetahui waktu yang paling tepat untuk inokulasi dari media vegetatif ke media fermentatif. Kurva pertumbuhan mikrobial dibagi dalam 3 fase yaitu, fase lag, fase log, fase stationer, dan fase deat. Pertumbuhan Actinomycetes dari isolat yang memiliki zona hambat yang paling besar yaitu isolat a1084 (a-Rp-CB-7.8), pertumbuhan Actinomycetes mulai masuk fase log pada jam ke 20-50, pada awal fase stationer konsentrasi biomassa akan mengalami maksimal pada fase ini Actinomycetes akan menghasilkankan metabolit sekunder. Fasa penurunan ditandai dengan berkurangnya jumlah sel hidup dalam medium akibat kematian yang diikuti autolisis sel oleh enzim selular. Pertumbuhan sel pada fase lag, fase log, fase stationer, dan fase deat (Gambar 1).
7
0.25
Biomasa (g)
0.2 0.15 0.1 0.05 0 0
20
40
60
80
100
120
waktu (jam) Gambar 1 Kurva pertumbuhan Actinomycetes a-Rp-a1084 dalam media vegetatif Fraksinasi Ekstrak Metanol a-Rp- a1084 Kromatografi Lapis Tipis Senyawa aktif pada ekstrak kasar metanol dipisahkan melalui beberapa tahap pemisahan yaitu untuk pemisahan pertama dengan metode kromatografi lapis tipis untuk mengetahui eluen yang akan digunakan untuk tahap pemisahan selanjutnya. Hasil yang diperoleh dari kromatografi lapis tipis yaitu eluen yang dapat memisahkan senyawa aktif adalah metanol dan kloroform dengan perbandingan (5:0), (4:1), dan (3:2) (Gambar 2).
Noda 1
Noda 2 Noda 1
I II III Gambar 2 Kromatogram isolat a-Rp-a1084 Keterangan : I = metanol:kloroform (5:0) II = metanol:kloroform (4:1) III = metanol:kloroform (3:2)
8 Kromatografi Kolom Pemisahan senyawa aktif selanjutnya menggunakan kromatografi kolom dengan silika gel 60. Eluen yang digunakan yaitu kloroform, metanol, dan H2O dengan konsentrasi dari yang nonpolar hingga polar. Hal ini dilakukan untuk mengetahui bioaktivitas dari senyawanya, masing-masing fraksi ditampung sebanyak 20 ml setiap perbandingan eluen. Hasil dari proses kromatografi kolom ini diperoleh 35 fraksi, selanjutnya diuji aktivitasnya terhadap jamur patogen P. palmivora, namun pada jamur P. lamoensis tidak dilakukan pengujian karena isolat tidak memiliki aktivitas terhadap jamur P. lamoensis. Hasil dari uji bioaktivitas dari masing-masing fraksi (Tabel 3). Tabel 3 Uji aktifitas anti fitopatogen fraksi hasil kromatografi kolom terhadap jamur fitopatogen dengan konsentrasi 10.000 ppm. Fraksi Nystatin F 1.1 F 1.2 F 1.3 F 1.4 F 1. 5 F 2.1 F 2.2 F 2.3 F 2.4 F 2.5 F 3.1 F3.2 F 3.3 F 3.4 F 3.5 F 4.1 F 4.2 F 4.3 F 4.4 F 4.5 F 5.1 F 5.2 F 5.3 F 5.4 F 5.5 F 6.1 F 6.2 F 6.3 F 6.4 F 6.5 F 7.1 F 7.2 F 7.3 F 7.4 F 7.5
Eluen
Kloroform Kloroform Kloroform Kloroform Kloroform: Metanol Kloroform: Metanol Kloroform: Metanol Kloroform: Metanol Kloroform: Metanol Kloroform: Metanol Kloroform: Metanol Kloroform: Metanol Kloroform: Metanol Kloroform: Metanol Kloroform: Metanol: Air Kloroform: Metanol: Air Kloroform: Metanol: Air Kloroform: Metanol: Air Kloroform: Metanol: Air Kloroform: Metanol: Air Kloroform: Metanol:Air Kloroform: Metanol: Air Kloroform: Metanol: Air Kloroform: Metanol: Air Kloroform: Metanol:Air Kloroform: Metanol: Air Kloroform: Metanol: Air Kloroform: Metanol: Air Kloroform: Metanol: Air Kloroform: Metanol: Air Kloroform: Metanol: Air Kloroform: Metanol:Air Kloroform: Metanol: Air Kloroform: Metanol: Air
Diameter Zona Hambat (mm) Phytophthora Phellinus palmivora Lamaoensis 10.24 8.04 11.00 11.17 11.07 13.66 11.69 17.78 22.86 16.50 11.59 16.31 13.54 12.69 -
Keterangan : F 1.1 – F 7.5 = Fraksi hasil tampungan dari eluen kromatografi kolom ( - ) = Tidak ada daya hambat
9
Absorbance ( AU )
Analisis HPLC Analitik (High Performance Chromatography) Analisis senyawa anti fitopatogen selanjutnya dilakukan dengan metode HPLC analitik untuk mengetahui puncak yang dimiliki dari ekstrak isolat a1084. High Performance Chromatography (HPLC) digunakan dalam pemisahan senyawa anti fitopatogen karena metode yang paling sering digunakan, sebab memiliki kekuatan pemisahan senyawanya yang tinggi, seleksifitasnya sangat baik dan banyaknya senyawa pengotor yang dapat dipisahkan dengan metode HPLC ini (Hendayan 2006). Hasil dari HPLC menunjukkan bahwa ekstrak belum melalui tahap kromatografi kolom, sehingga puncak yang dihasilkan sangat banyak. Hal ini dikarenakan masih banyaknya pengotor yang terkandung di dalam ekstrak metanol dari isolat a1084 (Gambar 3).
Retension Time (min)
Gambar 3 Kromatogram HPLC dari isolat a1084 sebelum kromatografi kolom
Absorbansi
High Performance Liquid Chromatography (HPLC) dilakukan terhadap fraksi-fraksi kolom yang memiliki bioaktivitas terhadap jamur fitopatogen P. palmivora untuk melihat profil senyawanya melalui puncak yang terbentuk. Profil kromatogram senyawa pada fraksi yang aktif (Gambar 4). Fraksi 6.3 memiliki daya hambat paling besar dengan nilai diameter zona bening 22.86 mm.
Waktu Retensi (min)
Gambar 4 Kromatogram HPLC isolat a1084 fraksi 6.3 hasil kromatografi kolom
10 Pembahasan Uji Anti Fitopatogen dari Ekstrak Metanol dan Etil Asetat yang dihasilkan oleh Actinomycetes Terhadap P. palmivora dan P. lamaoensis Actinomycetes akan menghasilkan senyawa anti fitopatogen dari proses fermentasi. Media fermentasi yang digunakan yaitu SEA dan YP, selanjutnya hasil fermentasi akan disentrifugasi untuk memisahkan antara ekstrak sel dan intra sel. Pada ekstrasel terdapat di supernatan yang dicampurkan dengan etil asetat, sedangkan pada intrasel terdapat pada biomassa yang dicampurkan dengan metanol. Berdasarkan hasil dari uji anti fitopatogen yang dilakukan dari 18 isolat Actinomycetes hanya pada media fermentasi SEA yang menunjukkan adanya aktivitas anti fitopatogen terhadap P. palmivora. Hal ini, diketahui sebanyak 6 ekstrak yaitu pada ekstrak metanol dan etil asetat yang memiliki aktivitas yang terdiri atas 5 isolat penghambat terhadap fitopatogen P. palmivora sedangkan pada P. lamaoensis ekstrak Actinomycetes tidak memiliki daya hambat (Tabel 1 dan 2). Hasil yang di peroleh menunjukkan bahwa 5 isolat tersebut menghasilkan senyawa intraseluler dan ekstrakseluler yang memiliki aktivitas menghambat P. palmivora. Adanya daya hambat Actinomycetes pada media SEA karena media ini mengandung sumber karbon dan nitrogen, berdasarkan penelitian yang dilakukan Gao et al. (2009) menyatakan bahwa potensi terbesar antibiotik dari Actinomycetes dihasilkan pada media yang banyak mengandung karbon dan nitrogen. Berdasarkan luas diameter zona hambat yang terbentuk dari keenam isolat terhadap P. palmivora dan P. lamaoensis. Isolat A1084-a-Rp-CB-7.8 menghasilkan senyawa intraseluler yang memiliki diameter zona hambat paling besar yaitu 23.92 mm terhadap fitopatogen P. palmivora, sehingga isolat tersebut dipilih sebagai isolat yang paling berpotensi sebagai penghasil senyawa anti fitopatogen terhadap P. palmivora. Interpretasi daerah hambat pertumbuhan antimikroba mengacu pada standar umum yang di keluarkan Departemen Kesehatan (1988) disebutkan bahwa mikroba dikatakana peka terhadap antimikroba asal tanaman apabila mempunyai ukuran diameter daya hambat sebesar 12-24 mm ( Hermawan et al. 2007). Hal ini menunjukkan bahwa senyawa anti fitopatogen memiliki daya hambat paling besar dibandingkan kontrol positif nystatin (biofungisida yang beredar di pasaran). Namun tidak ada zona bening yang terbentuk pada kontrol positif (nystatin) hal ini disebabkan nystatin tidak mampu menghambat pertumbuhan jamur patogen atau disebabkan oleh penyimpanan ekstrak yang kurang stabil pada ruang pendingin sehingga mengalami kerusakan (Tabel 3). Kestabilan senyawa antimikroba dipengaruhi oleh suhu dan lamanya penyimpanan ekstrak (Dooley et al. 2003). Pada tahap selanjutnya isolat ini dilakukan produksi metabolit sekundernya dalam jumlah yang banyak untuk difraksinasi dan mengetahui senyawa metabolitnya. Pertumbuhan Actinomycetes Kurva pertumbuhan vegetatif digunakan untuk menentukan waktu yang paling tepat untuk transfer ke kultur fermentatif sehingga Actinomycetes akan menghasilkan metabolit sekunder (Rafiq 2010). Kultur vegetatif bertujuan untuk memperbanyak sel dan medium yang digunakan yaitu Yeast Extract Malt Extract (YEME). Medium YEME banyak digunakan untuk perbanyakan sel dalam kultur
11 cair Actinomycetes (Daza et al 1989). Pertumbuhan Actinomycetes dilakukan dengan cara mengetahui berat massa yang dihasilkan setiap 6 jam sekali dalam waktu 5 hari. Pengukuran biomassa dilakukan dengan metode kerapatan optik. Pengukuran biomassa bertujuan untuk mengetahui pola pertumbuhan dari isolat Actinomycetes (Gambar 1). Kurva pertumbuhan ini dilakukan untuk mengetahui fase-fase pertumbuhan isolat. Waktu inkubasi pada jam ke-0 sampai jam ke-40 masih tahap awal fese lag, yaitu fase pertumbuhan mikrobia masih sangat sedikit. Selanjutnya pada jam ke40 sampai jam ke-60 merupakan fase log, yaitu fase pertumbuhan dipercepat dari fase pertumbuhan mikrobial. Pada fase ini senyawa metabolit sekunder masih sangat sedikit diproduksi karena pada umumnya senyawa metabolit sekunder akan diproduksi apabila kompetisi untuk mendapatkan nutrient sudah krisis. Waktu inkubasi pada jam ke-60 sampai jam ke-80 sudah memasuki fase stationer, yaitu fase mikrobia sudah tidak menunjukkan pertumbuhan yang tidak berarti. Hal ini terjadi karena mikrobial telah kehabisan nutrisi yang semakin habis, sehingga pada fase ini senyawa metabolit sekunder dihasilkan untuk mencegah kompetisis ruang dan nutrisi. Seperti diketahui bahwa metabolit sekunder diproduksi tidak berasosiasi dengan pertumbuhan sel dan disintesis pada fase stationer (Mangunidjaja dan Suryani 1994). Kromatografi Lapis Tipis Analisis anti fitopatogen dari isolat a1084 dilakukan dengan metode kromatografi lapis tipis. Metode kromatografi lapis tipis (KLT) adalah metode kromatografi cair yang paling sederhana, cepat dalam pemisahannya, dan sensitif (Bintang 2010). Dalam prinsip pemisahan pada kromatografi lapis tipis (KLT) ada dua fase yaitu fase diam dan gerak. Pada fase diam dapat digunakan silika gel, alumina dan serbuk selulosa, namun pada penelitian ini digunakan silika 60 F254 dan diamati pada panjang gelombang 254 nm (Kharismaya 2010). Hal ini dikarenakan partikel silika gel mengandung gugus hidroksil pada permukaannya yang akan membentuk ikatan hidrogen dengan molekul air. Fase diam dalam kromatografi lapis tipis sering juga mengandung substansi yang dapat berfluorosensi dalam sinar ultra violet (Soebagio 2000). Pemisahan senyawa anti fitopatogen dilakukan dengan perbandingan beberapa eluen antara lain metanol:kloroform (5:0; 4:1; 3:2). Eluen merupakan fase gerak, fase gerak ini tidak hanya dalam bentuk cair tetapi dapat berupa gas inert yang umumnya dapat dipakai sebagai carrier gas senyawa yang mudah menguap (volatil) (Denikrisna 2010). Pemilihan jenis eluen dengan tingkat kepolaran yang berbeda pada kromatografi lapis tipis bertujuan untuk mengetahui polaritas dari suatu senyawa uji (Yulia 2007). Pemisahan KLT dengan fase gerak metanol:kloroform pada perbandingan 4:1 dianggap merupakan fase gerak yang paling baik karena menghasilkan 2 bercak (Gambar 2) dengan nilai Rf o,625 pada noda 1 dan nilai Rf 0,563 pada noda 2. Hal ini menunjukkan bahwa nilai Rf noda 1 dan 2 tidak berbeda jauh. Pada eluen methanol : kloroform 5:0 hanya terdapat 1 noda. Noda pada kromatografi lapis tipis dengan nilai Rf yang hampir sama, maka kemungkinan besar komponen tersebut berasal dari kelompok senyawa yang sama (Margino 2008). Hasil dari KLT menunjukkan bahwa senyawa anti fitopatogen yang dihasilkan isolat a1084 besifat polar.
12 Kromatografi Kolom Ekstrak metanol dari Actinomycetes (a1084) selanjutnya akan dipisahkan dari campuran senyawa dengan kromatografi kolom menggunakan silika gel 60. Metanol merupakan pelarut yang universal yang dapat melarutkan senyawa anti fitopatogen. Pada kromatografi kolom dihasilkan fraksi-fraksi senyawa dalam berbagai pelarut organik yang digunakan sebagai eluen. Eluen yang digunakan ada 3 jenis dari yang nonpolar sampai polar dengan 7 variasi perbandingan (Lampiran 5). Fraksi senyawa yang diperoleh dari kromatografi kolom sebanyak 35 fraksi (Tabel 3), selanjutnya fraksi tersebut akan dilakukan pengujian aktivitas anti fitopatogen untuk mengetahui bioaktivitasnya. Hasil uji aktivitas anti fitopatogen dari fraksi hasil kromatografi kolom (Tabel 5). Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa fraksi yang memiliki bioaktivitas dimulai dari fraksi F4.5-F7.5, fraksi tersebut merupakan fraksi akhir elusi. Namun, fraksi 6.3 memiliki aktivitas penghambat paling besar terhadap P. palmivora sebesar 22.86 mm. Aktivitas penghambat dari ekstrak metanol sebelum dilakukan kromatografi kolom sebesar 23.92 mm. Aktivitas fraksi lebih kecil dikarenakan telah terjadinya pemisahan senyawa penyusun anti fitopatogen pada Actinomycetes. Berdasarkan data yang diperoleh diduga bahwa senyawa anti fitopatogen yang dihasilkan oleh isolat a1084 bersifat polar karena eluen yang digunakan pada elusi terakhir, eluennya lebih banyak mengandung metanol dan H2O (polar) dibandingkan kloroform (nonpolar). Sedangkan pada eluen kloroform tidak memiliki aktivitas anti fitopatogen karena masih tertahan di kolom. Metode pemisahan kromatografi didasarkan pada perbedaan distribusi molekul-molekul komponen di antara fase diam berdasarkan perbedaan tingkat kepolaran. Menurut (Bintang 2010), komponen akan bergerak lebih cepat meninggalkan kolom bila molekul-molekul komponen tersebut berinteraksi secara lemah dengan fase diam. Fraksi yang aktif selanjutnya akan melalui tahap analisis HPLC untuk mengetahui profil kromatogram senyawanya dan tingkat kemurniannya. Analisis HPLC Analitik (High Performance Chromatography) Profil HPLC analitik dari kromatogram senyawa anti fitopatogen kromatografi kolom dari ekstrak metanol pada isolat a1084 dapat dilihat pada Gambar 5. Adapun HPLC hanya dilakukan pada fraksi yang memiliki bioaktivitas terhadap jamur patogen. Berdasarkan kromatogram HPLC ekstrak metanol pada isolat a1084 bahwa puncak yang terbentuk hanya ada 3 dari semua fraksi yang memiliki bioaktivitas. Hal ini dikarenakan bahwa ekstrak tersebut telah melalui tahap pemisahan senyawa dengan metode kromatografi kolom. Kromatogram yang dihasilkan sebelum di kromatografi kolom dapat dilihat pada Gambar 4, hal ini dapat terlihat bahwa puncak yang dihasilkan terlalu banyak sehingga diduga komponen senyawa anti fitopatogen masih tergabung dengan pengotor yang ada. HPLC analitik ini menggunakan fase diam berupa kolom C-18 yang bersifat nonpolar dan fase geraknya bersifat polar (metanol 100% dan H2O 100%). Hasil kromatogram pada fraksi yang aktif hanya terdapat 3 puncak, puncak 1 dan 2 berada pada awal waktu retensi di menit 2-3 merupakan metanol karena dapat dilihat pada Lampiran 8, kromatogram metanol juga muncul pada waktu retensi di menit 3, sedangkan puncak 3 berada pada menit 16-17. Senyawa anti fitopatogen yang dihasilkan oleh isolat a1084 bersifat polar. Waktu retensi yang diperoleh dapat digunakan sebagai salah satu karakteristik untuk mengidentifikasi suatu
13 senyawa (Kopec 2006). Hal ini terbukti berdasarkan Clark (2007), bahwa puncak senyawa yang sifatnya polar akan terlihat terlebih dahulu pada kromatogram dan memiliki waktu retensi yang lebih sedikit, sedangkan senyawa yang bersifat nonpolar akan terikat kuat dengan fase diam sehingga puncaknya akan terlihat pada saat mendekati menit terakhir waktu retensi keseluruhan. Senyawa anti fitopatogen bersifat polar dapat dilihat dari eluen yang digunakan pada HPLC yaitu metanol dan air, dimana sifat dari kedua pelarut tersebut polar. Pemisahan menggunakan eluen n-heksana dan metanol dengan tingkat kepolaran kedua pelarut ini sangat berbeda karena n-heksana sangat nonpolar, namun penggunaan eluen ini tidak mampu memisahkan senyawa anti fitopatogen yang terdapat pada isolate a1084. Waktu retensi yang digunakan pada penelitian ini adalah 30 menit dan panjang gelombang 200 nm. Kromatogram yang dihasilkan oleh HPLC analitik ini belum dapat dipastikan keberadaan senyawa anti fitopatogen. Hasil penelitian ini hanya menunjukkan sifat dari suatu senyawa anti fitopatogen dari isolat a1084 dan untuk mengetahui puncak yang memiliki bioaktivitas terhadap P. palmivora dari ketiga puncak yang dihasilkan harus melalui tahap analisa menggunakan HPLC preparatif (Claes et al 1974) dan LC-MS (Isnaeni 1998). Hasil identifikasi selanjutnya akan memberi informasi baru mengenai jenis senyawa anti fitopatogen yang dihasilkan oleh a1084 termasuk anti fitopatogen baru.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Actinomycetes yang diisolasi dari tanaman obat-obatan dilakukan pengujian daya hambat terhadap pertumbuhan P. palmivora dan P. lamoaensis yang merupaka fitopatogen pada tanaman kakao. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa dari 18 isolat Actinomycetes hanya 5 isolat yang memiliki daya hambat terhadap jamur P. palmivora salah satunya isolat a-1084 dengan diameter zona bening sebesar 23.92 mm. Hasil fraksinasi dari isolat a-1084 belum diperoleh senyawa anti fitopatogen murni. Fraksinasi yang memiliki daya hambat paling besar yaitu fraksi 6.3 dengan diameter zona bening 22,86 mm. Hasil Kromatogram fraksi aktif mendapatkan 3 puncak, puncak 1 dan 2 berada pada awal waktu retensi di menit 2-3, dan puncak 3 pada menit 16-17 diduga senyawa anti fitopatogen bersifat polar dan belum murni. Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk pemurnian agar diketahui jenis senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada isolat a-1084 dari tanaman obatobatan yang berasal dari Cirebon tersebut yang mampu menghambat pertumbuhan jamur (anti fitopatogen) P. palmivora dengan metode GC-MS. Selanjutnya untuk memperoleh puncak tunggal dari hasil kromatografi yang telah dilakukan sebaiknya dilakukan HPLC Preparatif untuk identifikasi lebih lanjut.
14
DAFTAR PUSTAKA Abdel-Raouf N, IBM Ibrahim. 2008. Antibiotic activity of two Anabaena species against four fish pathogenic Aeromonas species. African J. Biotechnol : 2644-2648. Adlani E. 2009. Isolasi, purifikasi, dan karakterisasi senyawa antibiotika yang dihasilkan oleh Actinomycete [tesis]. Malang: Program Pasca Sarjana Universitas Brawijaya. Amran A. 2009. Studi evaluasi gerakan nasional peningkatan produksi dan mutu kakao (gernas kakao) di kabupaten Bantaeng. J Tek Perkebunan dan PSDL. 1 (2): 23-30. Anggraini I, M Suhartini. 1996. Pengaruh bahan organik terhadap aktivitas Trichoderma sp. dalam pengendalian Fusarium sp. secara In-Vitro. [Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konversi Alam Bogor] hal 24. Badji B, Zitouni A, Mathieu F, Lebrihi A, Sabaou N, 2006. Antimicrobial compounds produced by Actinomadura sp AC104 isolated from an Algerian Sahara soil. Canadian Journal of Microbiology. 55(4): 373–82. Bintang M. 2010. Biokimia Teknik Penelitian. Jakarta : Erlangga. Clark J. 2007. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (HPLC) [Internet]. [16 September 2013]. Tersedia pada: http://www.chem-is-try.org/materikimia/instrumen analisis/kromatografi1/kromatografi_cair_kinerja_tinggi_hplc/. Claes PJ, Vanderhaege H. 1982. Thin-layer chromatographic identification of aminoglycoside antibiotics. Journal Chromatogr. (248) : 483-487. Daza A, Martin FJ, Dominguez A, Gil JA. 1989. Sporulation of several species of Streptomyces in submerged culture after nutritional downshift. J Gen Microbiol 135: 2483-2491. Denikrisna. 2010. Kromatografi. [Internet.]. [16 september 2013]. Tersedia pada: http://www.wordpress.com. Dian WS. 2011. Ekstraksi antijamur dari isolat Actinomycetes dan jamur serta penghambatnya terhadap jamur fitopatogen tanaman kopi Rosselinia bunodes dan Phellinus lamaoensis [tesis]. Malang: Program Pascasarjana Universitas Brawijaya Dirjen Perkebunan. 2010. Statistik Perkebunan Indonesia. Direktorat Jenderal PerkebunanIndonesia: Jakarta. Dooley DJR, Tyler WG, Wortham LS, Harrison, WF Starnes. 2003. Prolonged Stability of Antimicrobial Activity in Peritoneal Dialysis Solution. Peritoneal Dialysis International, Bol. 23.23:58-62 Gao H, M Liu, J Liu, H Dai, X Zhou, X Liu, Y Zhuo, W Zhang, L Zhang. 2009. Medium Optimationfor The Production of Avermecetin B1ab Streptomyces avermitilis 14-12A Using Response Surface Methodology. Bioresourse Technology 100 (2009) 4012-4016. Hendayana S. 2006. Kimia Pemisahan: Metode Kromatografi dan Elektroforesis Modern [tesis]. Bandung: Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia bekerjasama dengan PT. Remaja Rosdakarya. Hermawan A, Hana E, Tyasningsi W. 2007. Pengaruh estrak daun sirih (Piper betle L.) Terhadap Pembuhanrtu Staphylococcus aureus dan Escherichia coli
15 dengan Metode Difusi Disk. Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga: Surabaya. [ICCO]. The International Cocoa Organization. 2009. Annual Report 2007/2008., United Kingdom: ICCO Isnaeni. 1998. Mutasisntesis antibiotika mutan Streptomyces griseus ATCC 10137 [disertasi]. Bandung: Program Pascasarjana Institut Teknologi Bandung. Mangunidjaja D, Suryani A. 1994. Teknologi Bioproses. Jakarta: Penebar Swadaya. Margino S. 2008. Produksi metabolit sekunder (antibiotic) oleh isolate jamur endofit Indonesia. Majalah Farmasi Indonesia 19(2): 86-94. Rafiq S. 2010. Isolasi , purifikasi, identifikasi, dan optimasi medium fermentasi antibiotik yang dihasilkan oleh aktinomicetes laut [thesis]. Bogor: Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Pandey B, Ghimirel P, Agrawal VP. 2004. Studies on the antibacterial activity of the Actinomycetes isolated from the Khumbu Region of Nepal. Brazilian Journal of Microbiology.67(4). Parthasarathi S CJ, Kim Le, Sathya S, Manikandana M, Manikandan K. Balakrishnan. 2010. Taxonomic characterization and UV/VIS analysis of antagonistic marine actinomycete isolated from South Pacific Coast of Philippines. Int J Med Res 1(2): 99-105. Soebagio et al. 2000. Kimia Analitik II. Malang : Universitas Negeri Malang Tan RX, WX Zou. 2001. Endophytes : a rich source of functional metabolites. Nat.Prod. Rep. 18: 448-459. Suwandi U. 1992. Mekanisme kerja antibiotika. Cermin dunia kedokteran 76 (59):56-59. Yulia PR. 2007. P.R. 2007. Isolasi dan seleksi kapang endofit penghasil antimikroba pada beberapa tanaman obat tradisional Indonesia [skripsi]. Depok: Farmasi FMIPA UI.
16
LAMPIRAN Lampiran 1 Diagram alir penelitian
Produksi metabolit sekunder Actinomycetes dengan metode fermentasi
metabolit sekunder diperoleh dengan cara ekstraksi
diperoleh ekstrak metabolit
uji bioaktif pada jamur patogen kakao
isolat yang memiliki zona bening paling besar dianalisis
kromatografi kolom ekstrak aktif
dianalisis dengan metode KLT (untuk menentukan eluen)
(diperoleh fraksi –fraksi)
Fraksi yang diperoleh di uji bioaktifitasnya
Diamati fraksi yang memiliki zona bening
Dianalisis menggunakan HPLC analitik (untuk mengetahui kromatogram dari senyawa metabolit sekunder yang terkandung)
17 Lampiran 2 Isolat Actinomycetes a1084 (a-Rp-CB-7.8)
Keterangan: Gambar diatas merupakan isolat a1084 yang memiliki daya hambat paling besar dan isolat ini akan digunakan untuk tahap analisis.
18 Lampiran 3 Foto hasil uji aktivitas dari isolat Actinomycetes
Nistatin (kontrol +)
Isolat Actinomycetes a1084
Keterangan : Gambar diatas menunjukkan bahwa dari 18 isolat Actinomycetes endofit dari tanaman obat-obatan ada 4 isolat yang memiliki daya hambat terhadap P. palmivora dari ekstrak metanol. Tanda panah menunjukkan bahwa isolat a1084 yang memiliki daya hambat paling besar dan akan melalui tahap analisa selanjutnya.
19 Lampiran 4 Foto hasil uji aktivitas dari fraksi hasil dari kromatografi kolom a
f d
c
b
k
g
e
i
h
j
1
m
l
n
o
2
3
p u q
s
r
x
v
t
w
y
4
5
Keterangan : Foto 1
= ( a – e) merupakan fraksi (F 3.1 – F 3.5)
Foto 2
= (f – g ) merupakan fraksi (F 4.1 – F 4.5)
Foto 3
= (k - o ) merupakan fraksi (F 5.1 – F 5.5)
Foto 4
= ( p – t ) merupakan fraksi (F 6.1 – F 6.5)
Foto 5
= ( u – y ) merupakan fraksi ( F 7.1 – F 7.5)
F
= Fraksi
3.1 - 3.5
= eluen ke tiga tampungan pertama sampai ke lima
4.1 - 4.5
= eluen ke empat tampungan pertama sampai ke lima
5.1 – 5.5
= eluen ke lima tampungan pertama sampai ke lima
6.1 – 6.5
= eluen ke enam tampungan pertama sampai ke lima
7.1 – 7.5
= eluen ke tujuh tampungan pertama sampai ke lima
20 Lampiran 5 Komposisi eluen yang digunakan pada kromatografi kolom Eluen Fraksi
Kloroform (mL)
Metanol (mL)
Akuades (mL)
1
100
0
0
2
95
5
0
3
90
10
0.1
4
80
27
4
5
60
35
8
6
55
38
10
7
20
60
20
Keterangan : Tabel diatas menunjukkan komposisi eluen kromatografi kolom.
21 Lampiran 6 Data uji aktivitas anti fitopatogen P. palmivora dan P. lamaoensis pada media YP Kode Isolat
Ekstrak
Nystatin (kontrol +) A1073-a-Rp-CB-2.1 A1074-a-Rp-CB-3.1 A1075-a-Rp-CB-3.2 A1076-a-Rp-CB-6.1 A1077-a-Rp-CB-7.1 A1078-a-Rp-CB-7.2 A1079-a-Rp-CB-7.3 A1080-a-Rp-CB-7.4 A1081-a-Rp-CB-7.5 A1082-a-Rp-CB-7.6 A1083-a-Rp-CB-7.7 A1084-a-Rp-CB-7.8 A1085-a-Rp-CB-8.1 A1086-a-Rp-CB-8.2 A1087-a-Rp-CB-8.3 A1088-a-Rp-CB-9.1 A1089-a-Rp-CB-10.1 A1090-a-Rp-CB-10.2 A1073-a-Rp-CB-2.1 A1074-a-Rp-CB-3.1 A1075-a-Rp-CB-3.2 A1076-a-Rp-CB-6.1 A1077-a-Rp-CB-7.1 A1078-a-Rp-CB-7.2 A1079-a-Rp-CB-7.3 A1080-a-Rp-CB-7.4 A1081-a-Rp-CB-7.5 A1082-a-Rp-CB-7.6 A1083-a-Rp-CB-7.7 A1084-a-Rp-CB-7.8 A1085-a-Rp-CB-8.1 A1086-a-Rp-CB-8.2 A1087-a-Rp-CB-8.3 A1088-a-Rp-CB-9.1 A1089-a-Rp-CB-10.1 A1090-a-Rp-CB-10.2
Metanol Metanol Metanol Metanol Metanol Metanol Metanol Metanol Metanol Metanol Metanol Metanol Metanol Metanol Metanol Metanol Metanol Metanol Etil asetat Etil asetat Etil asetat Etil asetat Etil asetat Etil asetat Etil asetat Etil asetat Etil asetat Etil asetat Etil asetat Etil asetat Etil asetat Etil asetat Etil asetat Etil asetat Etil asetat Etil asetat
Keterangan : A Rp CB (-)
= Actinomycetes = Tanaman Obat-obatan = Berasal dari Cirebon = Tidak memiliki daya hambat
Diameter Zona Hambat (mm) Phytophthora Phellinus palmivora lamaoensis -
22 Lampiran 7 Kromatogram HPLC isolat a1084 yang memiliki bioaktivitas terhadap P. palmivora dari beberapa fraksi hasil kromatografi kolom
Absorbansi
a. Kromatogram HPLC metanol
Waktu Retensi (min)
Absorbansi
b. fraksi 5.1 hasil kromatografi kolom
Waktu Retensi (min)
fraksi 5.2 hasil kromatografi kolom Absorbansi
c.
Waktu Retensi (min)
Absorbansi
d. fraksi 5.3 hasil kromatografi kolom
Waktu Retensi (min)
Absorbansi
e. fraksi 5.4 hasil kromatografi kolom
Waktu Retensi (min)
23
Lanjutan lampiran 7
Absorbansi
f. fraksi 4.1 hasil kromatografi kolom
Waktu Retensi (min)
Absorbansi
g. fraksi 5.5 hasil kromatografi kolom
Waktu Retensi (min)
Absorbasi
h. fraksi 6.1 hasil kromatografi kolom
Waktu Retensi (min)
Absorbansi
i. fraksi 6.2 hasil kromatografi kolom
Waktu Retensi (min)
Absorbansi
j. fraksi 6.4 hasil kromatografi kolom
Waktu Retensi (min)
24
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Batu Bara, Sumatra Utara 14 April 1992 dari ayah Fahrozi Saragih dan ibu Nurmalotyh. Penulis merupakan anak pertama dari lima bersaudara. Pada tahun 2003 penulis lulus dari SD Negerri 41, dan pada tahun 2006 penulis lulus pendidikan MTs Al-Ihya. Pada tahun 2009 penulis lulus dari MAN 1 Medan dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk ke perguruan tinggi Institut Pertanian Bogor (IPB) di Departemen Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam melalui jalur Undangan (USMI). Selama masa pendidikan penulis aktif di berbagai kegiatan keorganisasian. Tahun 20092010 penulis mengikuti kegiatan klub asrama (k lub cinta lingkungan), pada tahun 2011-2012 penulis aktif pada keorganisasian SERUM-G, pada tahun 2011 penulis mengikuti kepanitiaan dalam acara PESTA SAINS yang diselenggarakan oleh FMIPA setiap tahun. Penulis juga pernah melaksanakan Praktik Lapang di Balai Pengkajian Bioteknologi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BiotekBPPT) pada bulan Juli-Agustus 2012.