Jurnal Biosains Vol.1 No. 2 Augstus 2015
ISSN 2443-1230 (print) ISSN 2460-6804 (online)
UJI ANTIJAMUR PATOGEN EKSTRAK METABOLIT SEKUNDER JAMUR ENDOFIT TUMBUHAN RARU (Cotylelobium melanoxylon) Uswatun Hasanah1), Riwayati2) dan Idramsa3) Jurusan Biologi FMIPA Unimed, Medan
[email protected] Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan ekstrak metabolit sekunder jamur endofit tumbuhan raru Siarang (Cotylelobium melanoxylon) dalam menghambat pertumbuhan jamur patogen. Jamur patogen yang diuji adalah Collectotrichum, Fusarium oxysporum, Candida albicans dan Sclerotium rolfsii. Uji antijamur patogen dilakukan dengan menggunakan Metode Kirby-Bour, yaitu dengan mengukur zona bening yang terdapat di sekitar kertas cakram yang merupakan zona hambat pertumbuhan jamur patogen. Pengukuran zona hambat dilakukan dengan menggunakan jangka sorong atau mistar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak metabolit sekunder jamur endofit mampu menghambat pertumbuhan jamur patogen yaitu Candida albicans dengan zona bening sebesar 10,23 mm. Kata kunci: Jamur endofit, Cotylelobium melanoxylon, ekstrak metabolit sekunder, jamur patogen, zona hambat
TEST ANTIFUNGAL PHATOGEN EXTRACT SECONDARY METABOLITES OF ENDOPHYTIC FUNGI RARU PLANT (Cotylelobium melanoxylon) Abstract This study aims to determine the ability of extracts secondary metabolites of endophytic fungi raru plant Siarang (Cotylelobium melanoxylon) in inhibiting the growth of pathogenic fungi. Pathogenic fungi tested were Collectotrichum, Fusarium oxysporum, Candida albicans and Sclerotium rolfsii. Test antifungal pathogens carried out by using the method of Kirby-Bour, ie by measuring the clear zone located around the paper disc which is the zone of growth inhibition of pathogenic fungi. Measurement of inhibition zone is done by using a caliper or ruler. The results showed that the secondary metabolites of endophytic fungi extracts could inhibit the growth of pathogenic fungus Candida albicans is the clear zone of 10.23 mm. Keywords : endophytic fungus, Cotylelobium melanoxylon, extract of secondary metabolites, fungal pathogens, inhibition zone Pendahuluan Penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme di Indonesia masih mengkhawatirkan kehidupan masyarakat. Salah satu penyebabnya adalah semakin meluasnya resistensi mikroorganisme terhadap obat-obatan yang ada (Suciatmih, 2008). Senyawa metabolit
6
sekunder belum banyak diteliti dan dimanfaatkan padahal potensi sebagai sumber bahan aktif dan senyawa yang terkandung di dalamnya sangat besar. Salah satu sumber utama metabolit sekunder berkhasiat obat adalah jamur endofit (Strobel dan Daisy, 2003). Jamur endofit merupakan jamur yang hidup di dalam jaringan tumbuhan tanpa
Jurnal Biosains Vol.1 No. 2 Augstus 2015 menimbulkan gejala penyakit pada inangnya. Jamur endofit mampu menghasilkan senyawasenyawa bioaktif misalnya senyawa antibakteri, antifungi, antivirus, antikanker, antimalaria dan sebagainya (Strobel dan Daisy 2003). Jamur endofit menghasilkan berbagai senyawa yang memiliki aktivitas biologi di antaranya alkaloid, terpenoid, fenolik, dan sebagainya (Tan dan Zou, 2001). Jamur endofit yang tumbuh pada jaringan tumbuhan obat, juga dapat menghasilkan senyawa yang memiliki khasiat sama dengan tumbuhan inangnya, walaupun jenis senyawanya berbeda. Bahkan, senyawa yang dihasilkan jamur endofit seringkali memiliki aktivitas yang lebih besar dibandingkan aktivitas senyawa dari tumbuhan inangnya (Prihatiningtias, 2005). Beberapa hasil penelitian yang dilaporkan oleh para peneliti terhadap kandungan bioaktif dari famili Dipterocarpaceae mengandung oligostilbenoid, senyawa ini terbentuk melalui kopling oksidatif antara radikal bebas stilben resveratol (E-3,5,4 - trihidroksi stilben) yang membentuk dimer, trimer sampai oktamer. Senyawa terpenoid, flavonoid, arilpropanoid dan turunan asam galat biasanya ditemukan dalam famili ini. Banyak di antara senyawa turunan oligostilben memperlihatkan bioaktivitas seperti kemopreventif untuk kanker, antifungal, sitotoksik terhadap sel tumor, hepaprotektor, antiimflamasi, antibakteri dan anti HIV (Hakim, 2007). Penelitian sebelumnya tentang tumbuhan raru (Cotylelobium melanoxylon) menyebutkan bahwa ekstraksi dengan pelarut metanol, etanol, dan air menghasilkan bahan flavonoid dan polifenol dan berfungsi sebagai anti mikroba terhadap bakteri patogen penyebab penyakit seperti Eschericia coli, Staphylococcus aureus dan kapang patogen seperti Candida albicans, Trycophyton-mentagrophytes (Stobel dan Daisy, 2002). Hasil dari penelitian tersebut diketahui bahwa ekstrak flavonoid dan polifenol dapat menghambat pertumbuhan bakteri dan kapang patogen sehingga mikroba yang terdapat di dalam kulit batang tumbuhan tersebut diduga dapat menghasilkan senyawa yang memiliki efek yang sama dengan ekstrak tersebut. Selain itu ada cara lain untuk mendapatkan senyawa bioaktif yaitu dengan memanfaatkan mikroba endofit yang spesifik pada setiap tumbuhan. Mikroba ini hidup bersimbiosis saling menguntungkan dengan tumbuhan inangnya dan dapat bersama-sama menghasilkan metabolit sekunder tertentu (Hundley, 2005).
ISSN 2443-1230 (print) ISSN 2460-6804 (online)
7
Dengan mengisolasi mikroba endofit dari tumbuhan inangnya maka mikroba ini dapat dikultivasi dalam waktu yang singkat sehingga menghasilkan metabolit sekunder dalam jumlah yang sesuai dengan kebutuhan. Beberapa metabolit mikroba endofit menunjukkan aktivitas antibakteri, antifungi, hormon pertumbuhan tanaman, insektisida, imunosupresan dan lain-lain (Tan dan Zou, 2001). Aktivitas antimikroba metabolit endofit dihasilkan sebagai mekanisme pertahanan diri terhadap serangan bakteri dan jamur patogen bagi inangnya (Rayner, 1991). Seleksi dan produksi senyawa antibiotik baru penghambat/pembunuh mikroba eukariot patogen, 75% dari 80 jenis jamur endofit yang diuji menghasilkan antibiotic. Selain sulitnya menemukan antibiotik baru juga sulit memproduksinya (Kauffman, 1997). Hasil penelitian Hasanah., dkk, (2014) menunjukkan bahwa ekstrak jamur endofit RJ 4 dan RJ 11 (supernatan) dari kulit batang tumbuhan raru Jonggi (Cotylelobium melanoxylon) memberikan aktivitas antibakteri terhadap pertumbuhan bakteri Escherichia coli ATCC 35218 dan bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923. Respon hambatan pertumbuhan terhadap bakteri Escherichia coli ATCC 35218 dan bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923 tergolong kuat dengan diameter zona bening berkisar antara 10 – 20 mm. Hasil penelitian Ulfa (2014) menunjukkan bahwa isolat jamur endofit RSi 10 yang diisolasi dari kulit batang tumbuhan raru Siarang (Cotylelobium melanoxylon) memiliki aktifitas anti bakteri terhadap bakteri Escherichia coli ATCC 35218 dan Staphylococcus aureus ATCC 25923. Isolat jamur endofit tersebut mampu memprodukasi senyawa metabolit sekunder golongan alkaloid dan flavonoid (Pratiwi, 2014). Hasil penelitian Nurhidayah (2014) menunjukkan bahwa ekstrak metabolit sekunder alkaloid dan flavonoid tersebut memiliki aktifitas sebagai anti jamur terhadap jamur Candida albicans. Sebagai contoh lain adalah phomopsikhalasin yang merupakan golongan sitokhalasin dan merupakan senyawa metabolik jamur endofit Phomopsis sp dengan metode difusi, senyawa ini juga mampu menghambat aktivitas bakteri Bacillus subtilis, Salmonella gallinarium, Escherichia coli dan Staphylococcus aureus (Horn, dkk. 1995). Penggunaan antibiotik dunia lebih dari 40.000 ton/tahun, yaitu dalam industri pangan, pakan, pertanian, kesehatan, biokimia, genetika, dan biologi molekuler serta ada kecenderungan
Jurnal Biosains Vol.1 No. 2 Augstus 2015
ISSN 2443-1230 (print) ISSN 2460-6804 (online)
meningkat (Neu, 1992). Oleh karena itu, langkahlangkah mendapatkan jenis antibiotik baru masih sangat diperlukan baik lewat sintesis kimia, biokimia baru atau penemuan isolat mikrobia baru (Dreyfuss. dkk, 1992). Penelitian ini dimaksudkan untuk memberikan suatu gambaran bahwa ekstrak metabolit sekunder jamur endofit dari tumbuhan raru (Cotylelobium melanoxylon) memiliki banyak kegunaan salah satunya adalah sebagai antimikroba. Antimikroba merupakan suatu zat atau bahan yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba patogen. Akan tetapi, beberapa mikroba patogen memiliki resistensi terhadap antimikroba tersebut, contohnya resistensi bakteri Streptococcus pneumoniae terhadap penisilin (Carlile. dkk, 1995). Oleh sebab itu penelitian ini perlu dilakukan untuk mengetahui ekstrak metabolit sekunder dari jamur endofit tumbuhan raru (Cotylelobium melanoxylon) yang mampu menghambat pertumbuhan mikroba patogen, yaitu jamur patogen Collectotrichum, Fusarium oxysporum, Candida albicans dan Sclerotium rolfsii.
Metode Penelitian Tempat dan waktu. Penelitian dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi FMIPA Universitas Negeri Medan. Penelitian dimulai bulan November 2013 sampai dengan bulan Maret 2014. Alat dan Bahan. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Magnetic stirer (BIOSAN MSH-300), Hotplat magnetic, Autoklaf (TOMY ES-315), Laminar Air Flow (Stream line), Cawan petri (Herma), Timbangan analitik (AND HR-200, Erlenmeyer (Pyrex) ukuran 250 ml dan 500 ml, Inkubator, Orbital shaker (Gallen komp), Gelas ukur (Pyrex) ukuran 1000 ml dan 500 ml, Pembakar Bunsen, Jarum ose, Lemari es, Spatula, Cotton bud. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Kentang, Dextrose, Agar, Larutan etanol 96%, Larutan etanol 70 %, Aquades, Aquades steril, Kertas saring, Kertas pembungkus, Plastik seal, Sabun, Kertas Tissue, Kertas label, Kapas, Kertas cakram, Saringan, Isolat Jamur endofit RJ 4 dan RJ 11 yang sudah diremajakan/dimudakan, Jamur patogen Collectotrichum, Fusarium oxysporum, Candida albicans dan Sclerotium rolfsii. Prosedur Penelitian. Prosedur kerja semua tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah : (1) Membuat media PDA (Potato Dextrose Agar), (2) Meremajakan jamur endofit yang memiliki potensi sebagai antimikroba (RSi 10)
pada media miring yang berisi media PDA, (3) Mengekstraksi media fermentasi, (4) Mempersiapkan jamur uji (5) Memfermentasi Jamur Endofit untuk memperoleh metabolit sekunder, (6) Menguji aktivitas anti jamur dengan metode Kirby-Bauer menurut Ernawati (2003) yang dikenal dengan sebutan metode cakram kertas yang telah dimodifikasi dengan cara : (a) Mengambil stok jamur patogen yang telah diremajakan (dimudakan) selama 5-7 hari di dalam media miring dengan menggunakan kapas lidi (swab). (b) Menghapuskan (swab) pada media PDA dalam cawan sampai merata, tunggu selama ± 1 jam dan mendiamkan media yang telah di swab dengan jamur, (c) meletakkan cakram yang telah direndam dengan ekstrak jamur endofit secara steril pada cawan yang telah terisi dengan media PDA dan telah diswab dengan jamur patogen, (d) menginkubasi selama 5-7 hari di dalam inkubator. (e) mengamati zona bening yang terbentuk di sekeliling kertas cakram dan mengukur diameternya dengan menggunakan jangka sorong atau mistar. Hasil Dan Pembahasan Fermentasi Jamur Endofit Proses fermentasi jamur endofit dilakukan pada jamur endofit isolat RSi 10 karena jamur endofit RSi 10 ini memiliki diameter zona hambat yang paling besar dan memiliki kemampuan untuk menghambat pertumbuhan Escherichia coli ATCC 35218 dan Staphylococcus aureus ATCC 25923. Pada proses fermentasi, jamur endofit ini diinkubasi selama 30 hari untuk mengetahui biomassa (massa sel) dan supernatan (filtrat) yang dihasilkan oleh isolat RSi 10.
8
Ekstraksi Media Fermentasi Proses ekstraksi dilakukan untuk mendapatkan biomassa dan supernatan. Selanjutnya biomassa dan supernatan dicampur dengan larutan etanol dengan perbandingan 1:1, begitu juga dengan hasil cairan filtrat dicampur dengan larutan etanol dengan perbandingan 1:1. Selanjutnya dilakukan proses penyaringan secara bertahap selama 30 hari, pada proses ini jamur endofit disaring dan ditambah dengan larutan etanol yang akan menghasilkan supernatan atau biomassa yang dikeluarkan oleh jamur. Hasil dari proses fermentasi dan ekstraksi dilakukan pemisahan mengunakan Kromatografi Lapis Tipis (KLT). Hasil dari proses KLT menunjukkan bahwa isolat jamur endofit RJ 4 dan RJ-11 positif mengandung senyawa alkaloid (Rf = 0,65 dan 0,95) dan flavonoid (Rf = 0,96).
Jurnal Biosains Vol.1 No. 2 Augstus 2015
ISSN 2443-1230 (print) ISSN 2460-6804 (online)
Uji Aktivitas Anti Jamur Patogen aktivitas anti jamur yang dilakukan diperoleh Pada ekstrak jamur endofit ini terdapat data bahwa ekstrak metabolit sekunder jamur biomassa dan supernatan yang dihasilkan oleh endofit dapat menghambat pertumbuhan jamur ekstrak jamur endofit. Tujuan dari uji ini untuk patogen yaitu Candida albicans dengan rata-rata mengamati zona hambat yang ditimbulkan oleh diameter zona hambat sebesar 10,23 mm. Zona ekstrak metabolit sekunder yang dihasilkan oleh hambat yang dihasilkan ekstrak metabolit jamur endofit dari tumbuhan raru (Cotylelobium sekunder jamur endofit dari tumbuhan raru melanoxylon). Jamur patogen yang digunakan (Cotylelobium melanoxylon) terhadap jamur adalah : Collectrotricum, Fusarium oxysporum, patogen disajikan pada Tabel 1. berikut ini. Candida albicans dan Sclerotium rolfsii. Dari uji Tabel 1. Diameter zona hambat isolat jamur endofit dari tumbuhan raru terhadap jamur patogen Jamur patogen Diameter zona hambat (mm) Ekstrak Metabolit Sekunder Isolat RSi 10 Ulangan 1 2 3 Rata-rata Collectotricum 0,8 0,9 1,3 1,0 Fusarium oxysporum 0,9 1,2 2,1 1,4 Candida albicans 9,8 10,6 10,3 10,23 Sclerotium rolfsii 1,2 1,5 1,5 1,4
Dari Tabel 1. dapat dijelaskan bahwa jamur patogen yang diujikan pada ekstrak metabolit sekunder jamur endofit menghasilkan zona hambat yang sangat kecil dengan diameter rata-rata 1,0 mm untuk jamur patogen Collectotricum, 1,4 mm untuk jamur patogen Fusarium oxysporum dan 1,4 mm untuk jamur patogen Sclerotium rolfsii, kecuali jamur Candida albicans menghasilkan zona hambat dengan diameter rata-rata 10,23 mm. Pembahasan Tumbuhan raru (Cotylelobium melanoxylon) merupakan tumbuhan tingkat tinggi dari famili Dipterocarpaceae. Kulit raru diyakini masyarakat mampu menambah cita rasa dan kadar alkohol dari minuman tuak (minuman tradisional dari aren). Menurut pengalaman masyarakat lokal, raru sudah dipakai untuk keperluan pengobatan tradisional (Gunawan, 2011). Proses fermentasi fungi endofit menggunakan media cair karena fermentasi dengan media cair lebih efektif untuk memproduksi biomassa (Pokhrel and Ohga, 2007) dan memproduksi senyawa bioaktif dibandingkan fermentasi dalam media padat (Yan et al., 2010). Hal ini disebabkan karena dalam fermentasi cair terdapat proses agitasi yang memungkinkan nutrisi dalam media dapat terus homogen dan tidak ada gradien konsentrasi produk/toksin sehingga mikrobia dapat lebih optimal mengabsorbsi nutrisi tersebut. Mikroba endofit menjanjikan penemuan obat-obat baru, karena senyawa-senyawa bioaktif yang dikandungnya (Strobel., dkk, 2004). Mikroba endofit mampu menghasilkan senyawa metabolit sekunder seperti alkaloid, terpen, steroid, flavonoid,
9
kuinon, fenol dan lain sebagainya. Senyawa-senyawa ini sebagian besar mempunyai potensi yang besar sebagai senyawa bioaktif (Tan & Zou, 2001). Pasaribu dan Setyawati (2011) mendapatkan senyawa golongan flavonoid, tannin dan saponin dari ekstrak empat jenis kulit kayu raru. Senyawa alkaloid merupakan senyawa organik bernitrogen dan bersifat basa, umumnya berasal dari tumbuhan, misalnya turunan piridina, kuinolina, isokuinolina dan pirola, banyak yang berkhasiat sebagai obat, bersifat narkotik dan senyawa heterosiklik yang kompleks strukturnya dan hampir semuanya mempunyai keaktifan farmakologi yang hebat. Hal ini disebabkan oleh karena alkaloid dibentuk sebagian besar dari banyak asam amino dan sebagian besar masih tetap asli di dalam alkaloid yang diturunkannya. Struktur alkaloid yang mirip sering menunjukkan adanya hubungan atau keterkaitan biosintetik (Richard, 1989). Flavonoid merupakan sekelompok metabolit sekunder tumbuhan tertentu, ada yang berupa pigmen. Terdapat secara universal pada tanaman sebagai kelompok tunggal senyawa cincin oksigen yang terbesar, terdapat dalam berbagai warna pada jaringan tanaman dan rotenoid misalnya memiliki sifat insektisidal (Richard, 1989). Penelitian sebelumnya tentang tumbuhan raru menyebutkan bahwa ekstraksi dengan pelarut metanol, etanol dan air menghasilkan flavonoid dan polifenol dan berfungsi sebagai anti mikroba terhadap bakteri patogen penyebab penyakit seperti Eschericia coli, Staphylococcus aureus dan kapang patogen seperti Candida albicans, Trycophyton mentagrophytes (Strobel, dkk. 2002).
Jurnal Biosains Vol.1 No. 2 Augstus 2015 Jamur endofit yang diisolasi dari kulit batang tanaman raru (Cotylelobium melanoxylon) menunjukkan kemampuan yang bervariasi dalam menghasilkan senyawa metabolit antimikroba. Mikroba patogen yang digunakan dalam uji antimikroba pada penelitian ini yaitu Collectrotricum, Fusarium oxysporum, Candida albicans dan Sclerotium rolfsii. Daya hambat oleh ekstrak metabolit sekunder jamur ditandai dengan berubahnya warna permukaan agar atau sekitar daerah perkembangbiakan jamur patogen tersebut menjadi bening atau jernih. Daerah yang ditumbuhi jamur patogen berwarna hijau kehitaman serta kuning bening (cream) dan sekitar cakram menjadi berwarna bening. Sehingga zona hambat yang terjadi tampak melebar di sekeliling tempat cakram yang telah terisi ekstrak metabolit sekunder jamur endofit dengan menggunakan kertas cakram. Dari semua jamur patogen yang diujikan semuanya menunjukkan adanya zona hambat yang sangat kecil kecuali jamur patogen Candida albicans dengan besar diameter zona hambat 10,23 mm. Menurut (Greenwood, 1995) dalam kemampuan menghambat pertumbuhan antimikroba, diameter zona hambat sebesar 10,23 mm memiliki respon hambatan yang sangat kuat dan ini menunjukkan bahwa ekstrak metabolit sekunder dari jamur endofit yang diperoleh mampu menghambat pertumbuhan mikroba patogen yaitu jamur Candida albicans. Menurut Holler (1999) bila suatu senyawa dapat membentuk zona hambat≥ 3,14 mm 2, maka senyawa tersebut positif menghambat pertumbuhan mikroorganisme uji. Pada jamur Collectrotricum, Fusarium oxysporum dan Sclerotium rolfsii metabolit sekunder yang dihasilkan oleh jamur endofit berupa alkaloid dan flavonoid tidak sepenuhnya mampu menghambat pertumbuhan jamur patogen tersebut. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Wallhausser (1969) bahwa antibiotik mempunyai spesifikasi dalam efektifitasnya. Antibiotik dapat dikelompokkan berdasarkan tempat kerja spektrum aktivitas dan struktur kimianya. Dijelaskan lebih lanjut oleh Wallhausser (1969) bahwa metabolit anti-mikroba dari ekstrak jamur endofit merupakan antibiotika dengan spektrum luas, yaitu efektif baik terhadap bakteri Gram positif maupun Gram negatif. Sedangkan kecilnya diameter zona hambat yang dihasilkan oleh metabolit sekunder jamur endofit pada Candida albicans bisa disebabkan karena metabolit yang dihasilkan merupakan antibiotika yang tidak aktif terhadap jamur (antijamur).
ISSN 2443-1230 (print) ISSN 2460-6804 (online)
10
Berbeda dengan bakteri, jamur mempunyai struktur dinding sel yang sangat kompleks dengan rangka dasar yang terdiri dari polisakarida kristalin, kitin, dan b-glukan, dan suatu matrik yang terdiri dari polisakarida amorf dan kompleks proteinsakarida. Kitin dan b-glukan bertanggung jawab terhadap mekanisme dinding sel jamur (Wallhausser, 1969). Radji (2005) mengungkapkan bahwa jamur endofit dapat menghasilkan metabolit sekunder sesuai dengan tanaman inangnya. Sebagai contoh Taxol, yang dihasilkan dari kulit batang Taxus brevifolia, ternyata dapat dihasilkan oleh kultur jamur endofit Taximyces andreanae yang diisolasi dari Taxus brevifolia di Montana. Ergot alkaloida ditemukan dalam kultur Neotyphodium, endofit yang dikarakterisasi dari Ergot scerotia (Tan and Zou, 2001). Pernyataan di atas memperkuat bahwa jamur endofit yang berhasil diisolasi dari penelitian ini juga menghasilkan metabolit sekunder sesuai dengan yang dihasilkan inang tanaman raru (Cotylelobium melanoxylon). Untuk diameter daerah/zona hambatan yang terjadi pada perkembangbiakan jamur mikroba patogen dipengaruhi beberapa faktor-faktor, di antaranya : (1). Waktu pengeringan/peresapan suspensi jamur ke dalam media agar. Setelah penanaman jamur tersebut, media harus dibiarkan mengering selama 5 menit, sehingga peresapan suspensi jamur yang akan membentuk diameter daerah/zona hambatan yang murni hanya dipengaruhi oleh ekstrak tersebut. (2). Temperatur inkubasi. Untuk memperoleh perkembangbiakan jamur yang optimal, masa inkubasi dilakukan pada suhu 370C, kurang dari 350C menyebabkan diameter zona hambat yang lebih lebar. Inkubasi yang lebih dari 370C kadang ada jamur yang tidak subur pertumbuhannya sehinggga menyebabkan diameter zona hambat lebih sempit. (3). Waktu Inkubasi. Hampir semua cara menggunakan waktu inkubasi selama 10-24 jam. Kurang dari 18 jam perkembangbiakan bakteri belum sempurna sehingga diameter zona hambat sukar dibaca. Lebih dari 24 jam perkembangbiakan jamur lebih sempurna sehingga daerah/zona hambatan semakin sempit. (4). Tebalnya Media yang digunakan. Ketebalan media yang digunakan sekitar 4-6 mm atau kalau menggunakan media cair sebanyak 20 ml, apabila kurang dari batas tersebut difusi obat akan lebih cepat, dan apabila lebih dari batas itu maka difusi obat akan lebih lambat. Media yang terlalu tebal atau terlalu tipis menyebabkan penanaman jamur dan peresapan ekstrak tidak berlangsung baik. (5) . Komposisi Media. Untuk
Jurnal Biosains Vol.1 No. 2 Augstus 2015
ISSN 2443-1230 (print) ISSN 2460-6804 (online)
menumbuhkan suatu mikroorganisme, diperlukan suatu substrat makanan sehingga media harus mengandung nutrien yang cocok yaitu berupa garam-garam anorganik dan senyawa-senyawa organik yang dibutuhkan untuk perkembangbiakkan dari jamur. Untuk mendapatkan hasil percobaan yang baik, faktor-faktor di atas harus diperhatikan, setiap perlakuan dibuat sesuai dengan ketentuan yang berlaku, sehingga daerah/zona hambatan yang terjadi pada perkembangbiakan jamur patogen disebabkan oleh ekstrak jamur endofit tersebut. Pada penelitian ini, media yang digunakan untuk pengujian zat anti mikroba dari ekstrak jamur endofit terhadap jamur patogen adalah media PDA, media ini cocok untuk isolasi dan mendeteksi suatu mikroorganisme dari jenis jamur. Penanaman jamur patogen dilakuakn pada media PDA, media PDA berwarna coklat muda bening dan merupakan media penguji yang digunakan untuk pengujian antibiotika sedangkan jamur patogen berwarna hijau kehitaman dan kuning bening (cream). Sehingga warna permukaan media akan berwarna hijau kehitaman dan kuning bening (cream) setelah 1 x 48 jam. Selain itu, hasil pengukuran pada tahap pemeriksaan antijamur menjadi lebih akurat karena daerah/zona hambatan yang terbentuk lebih nyata.
and C : New Metabolites From Trichoderma polysporum (Link Expers) Rifai. Appl. Environ, Microbiol 3: 125-133.
Greenwood, (1995), Antibiotics, Susceptibility (Sensitivity) Test Antimicrobial And Chemoterapy. Mc. Graw Hill Company, USA.
Gunawan., (2011), Aktifitas Antioksidan dan Toksisitas Ekstrak Kulit Kayu Raru (Cotylelobium sp), Jurnal Penelitian Hasil Hutan 29 (4): 322-330 Hakim, E.H. 2007. Keanekaragaman Hayati Sebagai Sumber Keanekaragaman Molekul yang Unik dan Potensial Untuk Bio Industri. Orasi Ilmiah. Majelis GuruBesar ITB.
Hasanah, U., Idramsa dan Riwayati. 2014. Seleksi Jamur Endofit dari Tumbuhan Raru (Cotylelobium melanoxylon) Penghasil Senyawa Antimikroba. Laporan Akhir Penelitian Fundamental Tahun I. Universitas Negeri Medan. Medan Holler, U., (1999) Isolation, biological activity and secondary metabolite investigations of marine derived fungi and selected host sponges. Wihelmina. Carolo University.www.opus.tu_bs.de/opus/volltex te/ 1999/40
Simpulan Dan Saran Simpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa : Fermentasi jamur endofit isolate RSi 10 selama 30 hari dapat menghambat pertumbuhan mikroba patogen jamur Candida albicans dengan diameter zona hambat sebesar 10,23 mm. Saran Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, penulis menyarankan agar dapat melakukan penelitian lanjutan untuk mengidentifikasi profil senyawa metabolit sekunder alkaloid dan flavonoid yang dihasilkan ekstrak jamur endofit dari kulit batang tumbuhan raru (Cotylelobium melanoxylon) ini secara molekuler sehingga dapat dijadikan sebagai sumber senyawa antimikroba baru.
Horn, W.S., M.S.J. Simmonds., R.E. Schwartz., and W.M. Blaney., (1995), Phomopsichalasin, A Novel Antimicrobial Agent From An Endophytic Phomopsis sp, Tetrahedron 14: 3969 - 3978.
Hundley, N.J. 2005. Struktur Elucidation of Bioactive Compounds Isolated from Endophytes of Alstonia Scholaris and AcmenaGraveolens. Thesis Department of Chemistry and Biochemistry, Brigham Young University.
Kauffman, C. A. dan Carver, P. L., 1997. Antifungal agents in the 1990s. Current status and futuredevelopments (Review).Drugs.53:539-549
Daftar Pustaka Carlile,
Neu,
J,, and Watkinson SC .1995.The Fungi.Acadenic Press Limited, London
Dreyfuss, M.E., H.H. Hoffman., H. Kobel., W. Pache., and H. Tsecherter., (1986), Cyclosporin A
11
C. H., 1992. The crisis in antibiotic resistence.Science,257:1064-1073.
Nurhidayah. 2014. Pengaruh Ekstrak Metabolit Sekunder Jamur Endofit Tumbuhan Raru (Cotylelobium melanoxylon) dalam
Jurnal Biosains Vol.1 No. 2 Augstus 2015
ISSN 2443-1230 (print) ISSN 2460-6804 (online)
Menghambat Pertumbuhan Mikroba Patogen. Skripsi. Jurusan Biologi FMIPA Unimed. Medan.
Strobel G, and Daisy B, 2003. Bioprospecting for microbial endophytes and their natural products, Microbiology and Molecular Biology Review 67: 491–502.
Pasaribu, G dan Setyawati, ( 2011), Aktivitas Antioksidan Dan Toksisitas Ekstrak Kulit Kayu Raru (Cotylelobium Sp.), Pusat Litbang Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan, Bogor.
Strobel, G., Daisy, B., Castillo, U. & Harper, J. 2004. Natural Products from Endophytic Mikroorganisms.Journal Nat. Prod 67: 257-268.
Suciatmih. 2008. Isolasi, identifikasi, skrining, dan optimasi kapang endofit penghasil antimikroorganisme dari Dendrobium crumenatum Sw. (anggrek merpati), Tesis Pascasarjana. FMIPA UI, Depok, 2008.
Pratiwi, E.2014. Identifikasi Senyawa Metabolit Sekunder pada Jamur Endofit dari Tumbuhan Raru (Cotylelobium melanoxylon). Skripsi. Jurusan Biologi FMIPA Unimed. Medan.
Tan, R.X., Zou, W.X., (2001), Endophytes : A Rich Source Of Functional Metabolites, Nat Prod Rep 18: 488-459.
Prihatiningtias, W., 2005.Senyawa bioaktif Fungi Endofit Akar kuning (Fibraurea chloroleuca Miers) sebagai senyawa antimikroba.Tesis. Sekolah Pascasarjana UGM.
Ulfa, R 2014. Pengaruh Ekstrak Jamur Endofit dari Tumbuhan Raru (Cotylelobium melanoxylon) terhadap Pertumbuhan Mikroba Bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus. Skripsi. Jurusan Biologi FMIPA Unimed. Medan.
Radji, Maksum. 2005. Peranan Bioteknologi Dan Mikroba Endofit Dalam Pengembangan Obat Herbal. Majalah Ilmu Kefarmasian, Vol. II, No.3: 113 – 126. Rayner ADM, (1991), The Challenge of The Individualistic Mycelium. Mycologia83: 48–71.
Wallhausser KH. 1969. Antibiotics. Di dalam:Stahl E, editor. Thin-Layer Chromatography:A Laboratory Handbook. Berlin:SpringerVerlaag. hlm 566-577.
Strobel, G.A., Ford, E., Woapong, J., Harper, J.K., Arif, A.M., Grant, D.M., Fung, P.C.W., Chan, K., (2002), Phytochemistry 60 : 179 – 183.
12