PENANGKARAN BIBIT RUMPUT LAUT DENGAN SISTEM PENGKAYAAN NUTRISI UNTUK MEMPRODUKSI BIBIT SKALA MASSAL Badraeni, Staf pengajar PS BDP Jurusan Perikanan FIKP UNHAS, Makassar e-mail :
[email protected] Abstrak Penelitian ini menggunakan tallus rumput laut yang telah diseleksi berdasarkan kriteria unggul, dipotong-potong sebagai eksplan sepanjang 1,5 cm dan berat sekitar 1,8 g, disterilkan dengan iodine kemudian direndam dalam media kultur selama 45 hari. Selama masa perendaman dilakukan penggantian air 100% sekali sepekan dan penambahan nutrisi. Setelah 45 hari perendaman, dilakukan penanaman bibit pada tali bentangan dengan metode long line dan dipelihara selama 8 minggu. Sebagai data pembanding dilakukan budidaya dengan menggunakan tallus yang dikayakan dan tanpa pengkayaan nutrisi dengan berat awal masing-masing 25 g dan dipeliharan selama 8 minggu dengan metode long line. Hasil penelitian didapatkan pada eksplan yang diperkaya dengan nutrisi selama 45 hari terlihat adanya pertumbuhan callus atau titik tumbuh, pertambahan berat 311% dan perubahan warna yang lebih gelap. Bibit hasil pengkayaan nutrisi yang dibudidayakan selama 8 minggu diperoleh peningkatan pertambahan berat dari 0,2 g menjadi 29,5 g atau terjadi penambahan berat sekitar 1869,8%. Sebagai data pembanding antara tallus seberat 25 g yang dikayakan dan tanpa pengkayaan nutrisi menghasilkan pertambahan berat dalam masa pemeliharaan 8 minggu dengan metode long line masing-masing 69.6 g dan 61.5 g atau 278,4 % dan 246.4%. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan disimpulkan bahwa penggunaan bibit hasil pengkayaan nutrisi menghasilkan pertambahan berat yang lebih tinggi dibandingkan tanpa pengkayaan nutrisi. Kata Kunci : bibit, nutrisi, pengkayaan, rumput laut, Pengantar Latar Belakang Pemenuhan target produksi rumput laut berdasarkan potensi yang ada diperlukan penanganan budidaya yang intensif. Salah satu pembatas atau limiting factor produksi rumput laut budidaya adalah ketersediaan bibit (initial stock), baik kualitas maupun kuantitas. Bibit umumnya langka pada awal musim tanam, setelah terjadi kasus penyakit atau kegagalan produksi akibat musim tidak menguntungkan. Puncak musim ektrim pada setiap daerah/lokasi budidaya umumnya berlangsung 3-4 bulan dalam dalam siklus tahunan, dimana pada musim tersebut petani tidak melakukan kegiatan budidaya. Akibatnya, pada saat akan memasuki awal musim tanam, petani harus mendatangkan bibit dari daerah lain. Di samping itu, bibit yng digunakan bukan merupakan hasil seleksi talus yang unggul tetapi merupakan hasil budidaya yang sudah berlangsung cukup lama dan terus berulang sehingga ditengarai telah mengalami penurunan kualitas seperti rentan akan penyakit, kandungan karagenan rendah, dan mudah patah. Permasalahan kekurangan bibit dan penggunaan bibit berkualitas rendah dapat diatasi dengan cara melakukan perbaikan kualitas bibit melalui sistem kultur jaringan. Kultur jaringan menjanjikan perbanyakan bibit secara berkesinambungan dan berkualitas tinggi. Penelitian yang telah dilakukan untuk mendapatkan bibit berkualitas telah dilakukan oleh Badraeni, dkk (2000) tentang Kultur jaringan rumput laut Euchema cottoni Laut Skala Laboratorium di Jurusan Perikanan FIKP Universitas Hasanuddin dan Budidaya Rumput Laut Euchema cottoni Hasil Kultur Jaringan di Desa Lakatong Kabupaten Takalar, didapatkan bahwa tallus rumput laut tidak gampang patah walaupun diameter tallusnya relatif kecil, jumlah bibit yang relatif sedikit yaitu panjang sekitar 5 cm dan berat 2-3 g, dan dalam waktu 45 hari bobot yang didapatkan sama seperti budidaya yang menggunakan bibit alam dengan berat awal penanaman 100 g. Beberapa penelitian lainnya seperti yang telah dilakukan oleh Aspari, F. (2009) dan Gandhi, I (2010) tentang penggunaan media kultur, memperlihatkan bahwa pemberian pupuk yang berbeda menghasilkan pertumbuhan rumput laut yang berbeda pula.
Berdasarkan pada uraian di atas tentang permasalahan pengadaan bibit rumput laut maka sangat diperlukan suatu kajian ilmiah secara komprehensif dan terpadu berkaitan dengan pengadaan bibit rumput laut yang berkualitas serta berkesinambungan pada daerah atau lokasi yang menjadi sentra pengembangan rumput laut. Salah satu kajian yang diterapkan untuk mendapatkan bibit rumput laut unggul adalah pengkayaan nutrient media kultur melalui teknik kultur jaringan. Pengkayaan nutrient pada media kultur dimaksudkan untuk menyediakan unsur hara yang diperlukan oleh rumput laut baik unsur hara makro maupun unsur hara mikro. Selain unsur hara juga ditambahkan multi vitamin ke dalam media kultur untuk mendapatkan rumput laut yang tumbuh cepat dan tahan penyakit. Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mendapatkan bibit rumput laut yang unggul dalam segi kualitas dan kuantitas secara berkelanjutan. Bahan dan Metode Persiapan eksplan : Seleksi bibit Rumput laut yang digunakan dalaam penelitian ini berasal dari Desa Punaga Kecamatan Mangarabombang Kabupaten Takalar. Bibit diambil dari tanaman yang segar hasil budidaya petani rumput laut, yang juga dijadikan bibit oleh petani setempat. Bibit dipih yang masih baru dan muda, mempunyai tallus yang bercabang banyak, berwarna cerah mengkilap dan tidak terjangkit dengan hama lainnya. Kemudian bibit diangkut ke lokasi penelitian dengan menggunakan sterofom yang diisi dengan air laut. Adaptasi bibit Bibit rumpul laut yang telah diseleksi diadaptasikan terlebih dahulu dengan cara meletakkan dalam bak fiber ukuran 500 L yang diberi air laut bersalinitas 28 ppt dan diaerasi, serta pupuk conway sebagai sumber nutrientnya.
Gambar 1. Adaptasi bibit hasil seleksi. Sterilisasi alat dan bahan Sistem sterilisasi yang diberikan tergantung pada alat dan bahan yang akan disterilkan. Untuk air laut yang digunakan sebagai media tumbuh bibit rumput laut disterilkan dengan menggunakan chlorin sebagai disinfektan dan thiosulfat untuk menetralkan chlorin, setelah itu dilakukan penyaringan untuk menghilangkan kotoran ataupun benda-benda asing yang terdapat dalam stock air tersebut. Sedangkan wadah dan peralatan lainnya disterilkan dengan pencucian menggunakan deterjen, dan bibit rumput lautnya dengan menggunakan bethadine.
Gambar 2. Sterilisasi alat dan bahan Media kultur Media kultur yang digunakan adalah air laut salinitas 30 ppt ditambahkan dengan larutan conwy sebagai asupan nutriennya. Media kultur yang telah disiapkan dimasukkan dalam botol kultur yang dilengkapi dengan aerator yang berfungsi untuk mengaduk nutrien sehingga dapat dimanfaatkan oleh bibit rumput laut.
Gambar 3. Persiapan media kultur Pelaksanaan Kegiatan Kultur Jaringan di Laboratorium : Pengkayaan Nutrisi Pengkayaan nutrient dilakukan dengan menambahkan larutan conwy kedalam media kultur. Penambahan nutrient ini dilakukan setiap 7 hari yaitu dengan melakukan pergantian air media dan penambahan nutrient baru setelah masa pemeliharaan selama 7 hari. Demikian dilakukan selama 45 hari masa pengkayaan nutrien.
Gambar 4. Pengkaya Nurtisi
Perbanyakan eksplan Eksplan rumput laut yang akan digunakan sebagai persiapan bibit kultur jaringan adalah talus rumput laut hasil seleksi. Talus dipotong-potong untuk mendapatkan eksplan yang akan dugunakan sebagai bibit kultur jaringan. Setelah dipotong-potong sesuai ukurannya, ditimbang kemudian di rendam dengan larutan iodine untuk mensterilkan luka bekas potongan tersebut. Eksplan yang telah dipotong-potong dimasukkan kedalam wadah yang berisi air media kultur. Selanjutnya dikayakan dengan larutan conwy.
Gambar 5. Perbanyakan eksplan Persiapan dan Pelaksanaan Pengembangan kebun bibit : Instalasi dan adaptasi thallus bibit kultur jaringan skala out door Kultur jaringan rumput laut skala out door dilakukan dengan sistem backyard. Bibit kultur jaringan dari laboratorium dipindahkan ke bak kultur yang lebih besar dan diletakkan di luar laboratorium. Selain untuk memperluas volume wadah kultur, pemindahan ini juga dimaksudkan untuk mengadaptasikan bibit dengan kondisi lingkungan yang lebih fluktuatif. Instalasi kultur jaringan skala out door adalah bak kultur plastik yang dilengkapi dengan aerasi. Wadah ini ditempatkan di rak yang terbuat dari bambu yang dilengkapi dengan plastik bening mirip disain ”green house”. Bibit dipelihara selama beberapa hari dan dilakukan pergantian air setiap 7 hari dan juga diberikan larutan conwy sebagai asupan nutrisi untuk menunjang pertumbuhannya.
Gambar 6. Instalasi kultur jaringan skala out door Instalasi penangkaran dan perbanyakan bibit hasil kultur jaringan Instalasi penangkaran ditempatkan di areal lokasi budidaya yang terbuat dari tali bentangan. Setiap bentangan diberi tali pengikat untuk mengikatkan bibit yang akan ditangkarkan. Penangkaran ini hanya dilakukan beerapa hari untuk proaes adaptasi sebelum dibawa ke lokasi budidaya.
Gambar 7. Pelaksanaan penangkaran dan perbanyakan bibit hasil kultur jaringan Penanaman bibit rumput laut Penanaman hasil kultur jaringan rumput laut dilakukan di Dusun Malelayya Desa Punaga Kecamatan Mangarabombang Kabupaten Takalar. Eksplan rumput laut hasil kultur jaringan ditanam dengan cara mengikatkan pada tali bentangan budidaya rumput laut. Pengikatan dilakukan oleh masyarakat setempat. Sebagian besar pengikatan dilakukan oleh ibu-ibu dan remaja puteri. Setelah selesai pengikatan, tali bentangan tersebut dibawa ke pantai untuk dilakukan pemeliharaan.
Gambar 8. Pelaksanaan Kegiatan Produksi Bibit Rumput Laut Pemeliharaan Pemeliharaan bibit hasil kutur jaringan dilakukan di lokasi penanaman bibit rumput laut, tetapi jaraknya lebih jauh ke luar laut lepas. Pemeliharaan dilakukan selama kurang lebih 45 hari. Adapun perawatan yang diberikan terhadap bibit rumput laut tersebut adalah pemeriksaan terhadap bendabenda yang menempel pada thallus dan ikatan ikatan thallus pada tali bentangan, serta menggoyanggoyangkan tali bentangan untuk membersihkannya. Apabila ada tali pegikat yang longgar akan dikencangkan kembali. Pemanenan Pemanenan dilakukan pada saat usia pemeliharaan kurang lebih 8 minggu. Semua tali bentangan yang berisi rumput laut baik dari bibit yang panjang eksplannya 2 cm maupun bibit yang berat awalnya 25 g hasil kultur jaringan serta bibit 25 g dari alam semuanya dipanen. Cara panen yang dilakukan adalah dengan mengambil tali bentangan dan membawanya ke pantai. Setelah semuanya terkumpul kemudian diangkat ke tempat penimbangan. Setiap tali pengikat bibit dilepas kemudian ditimbang satu per satu.
Gambar 9. Pelaksanaan Kegiatan Panen Bibit Rumput Laut Hasil dan Pembahasan Eksplan Hasil penelitian memperlihatkan bahwa eksplan yang telah dikayaan mempunyai bentuk talus yang lebih padat dan kompak, mengkilap serta terjadi pembentukan titik-titik tumbuh di sepanjang thallus. Hasil potongan eksplan juga terlihat telah tertutup dengan baik dan tumbuh percabangan callus baru. Hal ini terbukti bahwa dengan tercukupinya nutrien yang dibutuhkan akan memberikan pertumbuhan yang lebih baik. Hasil penelitian didapatkan pada eksplan yang diperkaya dengan nutrisi selama 45 hari terlihat adanya pertumbuhan callus atau titik tumbuh (Gambar 1), pertambahan berat 311% dan perubahan warna yang lebih gelap.
Sebelum
Setelah 45 hari pengkayaan
Gambar 10. Pertumbuhan callus setelah 45 hari pengkayaan nutrisi
Bibit Pertambahan berat bibit hasil pengkayaan nutrisi lebih baik dibandingkan dengan bibit yang langsung dari alam. Bibit hasil pengkayaan nutrisi yang dibudidayakan selama 8 minggu diperoleh peningkatan pertambahan berat dari 0,2 g menjadi 29,5 g atau terjadi penambahan berat sekitar 1869,8%. Tingginya prosentasi pertambahan berat basah bibit hasil pengkayaan nutrisi disebabkan adanya asupan nutrisi yang optimal pada saat dilakukan pengkayaan eksplan di laboratorium. Hal ini mengindikasikan bahwa bibit yang dihasilkan mempunyai kualitas yang baik atau mempunyai kandungan nutrisi yang cukup sehingga dapat dikatakan mempunyai kapasitas dalam meminimalisi kondisi lingkungan yang ekstrim di alam.
Gambar 11. Eksplan hasil pengkayaan (A), bibit rumput laut hasil pengkayaan (B)
Sebagai data pembanding antara tallus seberat 25 g yang dikayakan dan tanpa pengkayaan nutrisi menghasilkan pertambahan berat dalam masa pemeliharaan 8 minggu dengan metode long line masing-masing 69.6 g dan 61.5 g atau 278,4 % dan 246.4%.
Gambar 12. Perbandingan berat bibit hasil pengkayaan dengan bibit alam yang dipelihara selama 8 minggu dengan berat awal 25
Kesimpulan dan Saran Kesimpulan Disimpulkan bahwa penggunaan bibit hasil pengkayaan nutrisi menghasilkan pertambahan berat yang lebih tinggi dibandingkan tanpa pengkayaan nutrisi. Saran Disarankan menggunakan bibit rumput laut yang telah dikayakan untuk menghasilkan produksi yang lebih tinggi. Daftar Pustaka Ambas, I, dan Badraeni dan Randi A. 2005. Pengaruh Ukuran Mata Jaring terhadap Pertumbuhan dan Produksi Rumput Laut K alvaerzii.Jurnal Torani No. 4 Voume 15. Anonim, 1988. Petunjuk Teknis Budidaya Rumput Laut (K. alvaerziip dan Gracilaria spp). Direktorat Jenderal Perikanan, Direktorat Bina Produksi 15 hal. Aji, N dan Murdjani, M. 1986. Budidaya Rumput Laut. Balai Budidaya Rumput Laut Lampung. Dirjen Perikanan bekerjasama dengan International Development Research. Seri No. 32. Badraeni., dan Saipul Rapi. 2000. Kultur jaringan rumput laut E. Cottoni Laut Skala Laboratorium di Jurusan Perikanan FIKP Universitas Hasanuddin. Due-Like. 2000. Badraeni., 2000. Budidaya Rumput Laut E. Cottoni Kabupaten Takalar. Due-Like. 2000.
Hasil Kultur Jaringan di Desa Lakatong
Badraeni. 2007. Kultur Jaringan Rumput Laut E. Cottoni dengan Metode Aerasi dalam bak terkontrol. Penelitian Mandiri. 2007. Badraeni., dan Indra Ghandi. 2010. Pengaruh Media Kultur Terhadap pertumbuhan Rumput Laut Kappapycus alvarezii dengan Kultur Jaringan Skala In Door. Ketua. Mandiri. 2010 Direktorat Jenderal Perikanan, Direktorat Bina Produksi, 1997. Pedoman Teknis Pemilihan Lokasi Budidaya Rumput Laut : 21 hlm Dinas Perikanan Sul-Sel. 1998. Gerakan Peningkatan Produksi dan Eksport Dua Kali Lipat (Grateks2) Komoditas Rumput Laut. Dinas Perikanan Pemerintah Daerah Tingkat I Propinsi Sulawesi Selatan Drestha, M. 2006. Laut Dalam pun Bisa Ditanami Rumput Laut. Artikel. (wwf, Bali) FAO, 2004. The State and World Fisheries and Aquaculture. Editoria Production and Fitra , 2009. Pengaruh Media Kultur Berbeda Terhadap Pertumbuhan Thallus Rumput Laut Kappaphycus Alvarezii Secara Outdoor Fortes, E. T. G. 1981. Introduction to The Seaweeds ; Their Characteristic and Economic Importance. Rep. In Train Course an Gracillaria Algae. Up South China Sea Project. Manila Philiphines. Hanisak, M.D. 1998. Seaweed Cultivation : Global Trends. World Aquaculture Vol. 29 No.4. p 18-21. Indriani, H dan Sumiarsih, E. 1996. Budidaya, Pengolahan, dan Pemasaran Rumput Laut. Penebar Swadaya. Jakarta. Imai, T. 1970. Aquaculture in Shallow Seas, Progress in Shallow Seas Culture.Oxford and IBH Publishing Co. New Delhi, Bombay, Calcutta. Kadi, A dan Atmajda, W.S. 1988. Rumput Laut (Algae). Jenis, Reproduksi, Produksi, Budidaya dan Pasca panen. LIPI. Jakarta. 71 hal. Mubarak, H. 1982. Teknik Budidaya Rumput Laut. Sub Balai Penelitian Perikanan Laut. Jakarta. McHugh, D.J. 2003. A Guide to Seaweed Industry. FAO Fisheries Technical Paper. No. 441. Rome, FAO. 105 p. Design Group, Publishing Management Service, FAO. Sediadi, A dan Budihardjo, U. 2000. Rumput Laut. Pusat Dokumentasi dan Informasi Ilmiah. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.
Susanto, AB dan Pramesti,R. 2005. Bioteknology budidaya Rumput Laut Agarofit, Gracilaria dengan Spora dan Induksi Thallus.hal 57 – 66 dalam ”Buku Perikanan Budidaya Berkelanjutan”. Pusat Riset Perikanan Budidaya, Badan Riset Kelautan dan Perikanan, 2005. Saad, S. 2004. Prospek Bisnis Rumput Laut Indonesia. Makalah disampaikan pada Pertemuan Kerjasama Jurusan Perikanan Unhas dengan PT. Bantimurung Indah di Jurusan Perikanan FIKP Unhas. Sulistijo, W.S. 1986. Budidaya Rumput Laut KIPNAS IV. Jakarta.
dan Upaya Pengembangannya.
Makalah pada
Uyengco, F. F. L. S. Saniel and G. S. Jacinto. 1981. The Ice-Ice Problem Seaweed Farming. In South China Sea. Fisheries Development and Coordinating Programme. Philliphines. Manila.