La ilaha illa Allah… La ilaha illa Allah… La ilaha illa Allah…Untaian dzikir, doa dan puji-pujian mengalun lembut dan merdu, memenuhi ruangan masjid, merasuk ke segenap hati sanubari siapapun yang hadir di tempat itu. Malam itu suasana begitu khusu’, dipimpin oleh seorang Kyai bersuara lembut nan syahdu namun mantap, berwajah hangat dan teduh. Tiap rabu malam kamis Ir. KH. Agus Thoha Al Amnany atau yang biasa dipanggil Gus Thoha rutin menggelar dan memimpin pengajian kitab kuning. Berpindah-pindah dari satu masjid ke masjid yang lain, kadang juga di lapangan atau tempat terbuka, pengajian gus Thoha selalu dibanjiri para jamaah dari berbagai kalangan. Ratusan, bahkan sering ribuan jamaah khusu’ dan tawadu mengikuti pengajian Gus Thoha yang juga merupakan pengasuh Pondok Pesantren Ammaniyyah Siroojuth Thoolibiin Jampes, Denpasar ini. Semua orang seakan lebur menjadi satu, tanpa membeda-bedakan status sosial atau ekonomi. Ribuan jamaah antusias dan larut mengikuti acara itu. “Umat muslim di Bali merindukan hiburan jiwa, ingin lebih dekat dan mengenal Allah swt,” Ujar Gus Thoha. Menurut Gus Thoha, umat muslim di Bali umumnya tangguh, memiliki etos kerja yang tinggi, haus dengan ajaran Is-
Ir. KH. Agus Thoha Al Amnany (Gus Thoha)
Lentera di gulita belantara kota
16 | Edisi 02/Maret/2010
lam dan nuansa islami. Banyak umat muslim yang menyekolahkan anaknya di madrasah atau pun sekolah-sekolah islam. Namun ada sebagian lainnya yang hanya mengejar gaya hidup, mulai meninggalkan pengajian dan melupakan sekitarnya, “seharusnya ekonomi makin baik, seseorang makin merunduk dan semakin memperhatikan sekitar,” tambah Gus Thoha. Untuk itu kita disarankan untuk senantiasa mendekatkan diri kepada Allah swt. Dzikir menjadi salah satu media untuk ‘mengenal’ Allah lebih dekat, bila iman tipis yang muncul kemudian adalah kufur, dan kufur implikasinya adalah melaratnya rejeki. Gus Thoha, yang lahir dan besar di Banyuwangi, pernah melanglang buana belajar agama di berbagai pesantren di Malang, Magelang, dan berbagai kota di Jawa bahkan sampai Arab. Datang pertama kali ke Bali tahun 1987 bolak-balik Denpasar - Banyuwangi. Lalu sekitar tahun 1995 mulai menetap bermukim di Bali, semenjak sekitar tahun 1997 mulai aktif menggelar pengajian secara rutin. Kiprah dan dakwah tanpa lelah selama lebih dari 10 tahun di Bali berawal dari keprihatinan melihat perkembangan dakwah Islam di Bali. Perkembangan jumlah umat Islam yang pesat harus diimbangi dengan penanaman nilai-nilai Islam yang benar, yang bersumber dari Al quran dan Hadist. Dakwah dan ceramah Gus Thoha ibarat oase di tengah gurun, tutur katanya yang lembut dan teduh serta mudah dipahami memuaskan dahaga para musyafir. Sosok Gus Thoha Laksana lentera yang menerangi gelapnya belantara kota.* (lut)
Edisi 02/Maret/2010
Gerilya di Rimba Kota
Dari Redaksi, Tanpa terasa tahun 2010 bulan purnama hampir menyelesaikan putaran ketiga. Ditengah aktivitas dan kesibukan masing-masing, buletin suara gandrung blambangan menyapa kembali untuk kedua kali. Ibarat bayi, diumur yang masih beberapa bulan ini, Ikawangi dewata masih berusaha merangkak dan berjalan, mencari jati diri. Namun, sebagai bayi pertumbuhannya relative cepat, ada beberapa perkembangan positif yang patut dicatat. Pertama, penandatangan akta notaris pendirian Ikawangi Dewata. Kedua adalah respon yang bagus dari warga banyuwangi di Bali atas lahirnya Ikawangi dewata. Ketiga tentang perkembangan buletin Suara Gandrung Blambangan, edisi kedua ini halaman menjadi 16 halaman dan seukuran letter. Akhirnya, ucapan terima kasih yang setinggitingginya kami sampaikan pada seluruh warga Banyuwangi yang telah mendukung perkembangan ikawangi dewata dan memberikan dukungan penuh atas terbitnya bulletin ini. Saran dan kritik yang membangun kami tunggu. Banyuwangi Jenggirat... Ayooo laree... Redaksi. Gandrung Banyuwangi. Penanggungjawab: Masyhudi Jamal Bambang Sutiyono Agus Subagio Moh. Nur Yasin Dewan Redaksi Lulut Joni Prasojo Danang Sumartono Hendri Dwi Yulianto Kholik Mawardi Artistik Ekila Creative (272 15490) www.ikawangidewata.com email:
[email protected] Alamat Redaksi: Perum Kori Nuansa Jimbaran, Jl. Nuansa Utama V no.12 08123947261/08179745253 Telp/ Fax: 0361 847 9917
DENPASAR(GB)-Puputan Bayu menjadi inspirasi para penggerak mesin organisasi Ikawangi Dewata dalam melakukan perekrutan anggota baru. Dari gang menuju gang yang menjadi kantong masyarakat Banyuwangi di Bali menjadi sasaran. Tak jarang pengurus Ikawangi Dewata harus melinting celana panjangnya karena kantong-kantong masyarakat Banyuwangi di kota Denpasar berada di gang becek. TANDA TANGAN:pengurus Ikawangi Dewata menandatangani Akta notaris Menyambangi kelompok-kelompok pengajian juga dilakukan oleh pengurus Ikawangi Dewata dalam melakukan perekrutan anggota. Walhasil, banyak warga Banyuwangi tertarik. Ketua umum Ikawangi Dewata, Masyhudi Jamal mengatakan, pengurus Ikawangi Dewata mendatangi pengajian-pengajian yang beranggotakan puluhan orang demi mensosialisasikan Ikawangi Dewata. “Pengajian warga Truko dan Sragi ada di gang-gang, tapi mereka antusias untuk gabung Ikawangi Dewata,” papar Masyhudi. Awalnya warga Banyuwangi dari kelompok-kelompok pengajian kecil, agak takut untuk bergabung menjadi anggota Ikawangi. Namun, setelah pengurus Ikawangi Dewata memaparkan bahwa tujuan Ikawangi adalah membangun silaturahmi dan meretas program sosial ekonomi. Warga Banyuwangi menyambut gembira. Usulan pun mengalir deras dari kantong-kantong masyarakat Banyuwangi untuk tetap melanjutkan program silaturahmi yang digagas oleh Ikawangi. “Kami banyak berharap agar Ikawangi tidak anget-anget tahi ayam dalam membangun sebuah organisasi yang maju,” kata Asngari, salah satu tetua kelompok pengajian Sragi. Terlebih adanya program untuk memberikan asuransi jiwa kepada anggotanya disambut gembira oleh warga Banyuwangi. Jadi nantinya masyarakat Banyuwangi tidak repot jika telah meninggal dunia. Hal senada juga diungkapkan Imam dari kerukunan warga Truko, dia berharap dengan adanya Ikawangi, seluruh keluarga besar warga Banyuwangi bisa bergabung. “Dengan adanya silaturahmi ini, warga bisa saling tolong menolong,” tambahnya. Sekretaris umum Ikawangi Dewata, Bambang Sutiyono berharap, dengan respon yang baik dari warga Banyuwangi tersebut terjadi kesinambungan antara warga Banyuwangi yang sudah menjadi anggota perkumpulan tersebut. “Semakin banyak anggota semakin baik, ini bukti kalau organisasi kita semakin kuat,” pungkasnya. PENANDATANGANAN AKTA NOTARIS Sembari bergerilya dari gang ke gang, pengurus Ikawangi dewata juga mengurus legalitas organisasi. Akhirnya pada tanggal 19 Februari 2010, para perintis Ikawangi Dewata menadatangani Akta pendirian di depan Notaris Ny. Hj. Sri Subekti SH. Akta notaris no.19 tanggal 19 Februari 2010 menjadi dokumen legal pendirian Ikawangi Dewata. Semangat pantang menyerah yang diwariskan puputan bayu seakan menjadi sumber energi yang terus memompa denyut nadi untuk terus bergerak, berkarya dan bergerilya di rimba kota. (hen/lut)
berjualan STMJ di gang. Karena minuman yang disajikan sangat khas, meski di ujung gang sempit warungnya tetap diburu orang. Bahkan ada langganannya yang sudah lama mencari tanpa sengaja menemukan warung milik Agus di dalam gang spontan mengucapkan kata ‘Nah Ini Dia’ warungnya. Lalu warung milik Agus dikenal dengan warung ‘Nah Ini Dia’. Ketika Bom Bali meledak, Agus pun terkena imbasnya. Warungnya menjadi sepi. Tapi Agus bersama dengan istrinya pantang menyerah. Dia tetap melakukan inovasi dan melakukan terobosan dalam berbisnis. Dia lantas membuka warung tenda di kawasan Tuban.
PANGGUNG KEHIDUPAN: pertunjukan Janger ditepi jaman
Agus Subagiyo dan Bu Tinuk
Janger Banyuwangi
Harmoni akulturasi Jawa, Using dan Bali
DENPASAR(GB)- Janger Banyuwangi adalah kesenian rakyat yang merupakan perpaduan sempurna multikultural Bali, Using, dan Jawa. Dialog antar budaya dari ketiga etnis tersebut berlangsung secara mendalam, akrab dan intensif. Melalui kegeniusan dan kreativitas lokal, ketiga budaya tersebut dikreasikan menjadi sebuah pertunjukan yang khas dan unik. Janger Banyuwangi satu genre dengan Ludruk Jawa Timur, Ketoprak Jawa Tengah ataupun Drama Gong di Bali. Penggunaan berbagai budaya yang berasal dari berbagai suku tersebut merupakan suatu bentuk kerja kreatif, upaya mempertahanan tradisi dan pencarian estetika baru. Silang budaya dalam Janger Banyuwangi terlihat jelas lewat bahasa yang digunakan yaitu bahasa Jawa dan Using, musiknya merupakan paduan antara musik tradisional Bali dan Using, busana dan gerak tari dominan Bali dan Jawa. Sementara ceritanya kebanyakan cerita rakyat tentang Minak Jinggo dan Damarwulan, karena itulah Janger kemudian disebut juga dengan Jinggoan atau Damarwulanan. Selain cerita Minak Jinggo dan Damarwulan, lakon juga diambil dari
2 | Edisi 02/Maret/2010
legenda rakyat setempat seperti Sri Tanjung. SEJARAH SINGKAT Pada abad ke-19, di Banyuwangi hidup suatu jenis teater rakyat yang disebut Ande-Ande Lumut. Dari cerita mulut ke mulut, pelopor lahirnya Janger ini adalah Mbah Darji, asal Dukuh Klembon, Singonegaran, Banyuwangi kota. Mbah Darji adalah seorang pedagang sapi yang sering mondar-mandir Banyuwangi-Bali, dia tertarik dengan kesenian teater Arja dan dia pun berkenalan dengan seniman musik bernama Singobali yang tinggal di Penganjuran, lalu terjadi pemaduan antara teater Ande-Ande Lumut dengan unsur tari dan gamelan Bali, hingga lahirlah Damarwulan Klembon atau Janger Klembon. Semenjak itu, mulai lahir grup-grup Damarwulan di seantero Banyuwangi. Mereka bukan hanya memberi hiburan, namun juga menyisipkan pesan-pesan perjuangan untuk melawan penjajah dengan kedok seni. Di masa revolusi, kerap kali para pejuang menyamar sebagai seniman Janger untuk mengelabui Belanda. Menurut Dasoeki Nur, seorang pelaku kesenian Janger, teater ini juga sempat berkembang hingga melampaui wilayah Banyuwangi sendiri. Bahkan tahun 1950an pernah berdiri dua kelompok Janger yang berada di wilayah Samaan, dan Klojen, kota Malang. Janger juga meluruskan cerita Minak Jinggo. Di masyarakat Banyuwangi, karakter Minak Jinggo digambarkan sangat berlawanan dengan apa yang diyakini masyarakat Jawa yang didasarkan pada serat Damarwulan. Dalam serat Damarwulan, Minak Jinggo digambarkan sebagai sosok yang bertemperamen buruk, kejam dan sewenang-wenang. Menurut pandangan masyarakat Banyuwangi, Minak Jinggo digambarkan sebagai sosok yang rupawan, digandrungi banyak wanita, arif, bijaksana dan pengayom rakyat. (dan)
Agus Subagiyo:
Dari Advokat menjadi Pengusaha Nasi Pecel Perjalanan hidup memang tidak bisa direncanakan. Seperti halnya yang dilakukan oleh Agus Subagiyo selaku pemilik rumah makan nasi pecel Bu Tinuk. Mungkin banyak orang tidak menyangka atau tidak tahu bahwa pemilik rumah makan bu Tinuk adalah mantan pengacara dan lulusan terbaik sekolah advokat. Namun, Agus begitu dia disapa memilih banting setir untuk menekuni dunia bisnis daripada menjadi seorang pengacara. Saat mencoba bisnis pun tidak langsung berjalan mulus. Bersama dengan istrinya, Bu Tinuk, Agus awalnya menjajal bisnis di Banyuwangi. Tapi, nasib tidak berpihak, pasalnya dia bangkrut. Tanpa pikir panjang Agus bersama istrinya merantau ke Bali. Sampai di pulau dewata pada tahun 1989, Agus langsung menekuni pekerjaan sebagai pedagang kerupuk. Dia menggoreng sendiri dan menjual sendiri ke warung-warung. “Namanya orang habis bangkrut, ya kerja apa saja yang penting bisa menghasilkan uang,” tutur alumnus fakultas hukum Universitas Jember(Unej) ini. Selama tujuh bulan menekuni bisnis kerupuk, Agus mendapatkan rezeki yang cukup banyak. Kebetulan, dia mendapat komisi karena menjadi makelar rumah yang dia tempati. Dari uang komisi yang diterima itu, lantas Agus mulai mengembangkan usaha dengan berjualan minuman Susu Telur Madu Jahe(STMJ) dan kopi di kawasan Legian. “Saya dikasih wejangan oleh bapak kost saya, kalau mau cari uang ya di Legian, bukan di kota Denpasar,” papar Agus. Jatuh bangun dialami oleh Agus dan istrinya dalam menjalankan bisnis. Ketika warung tendanya mulai dikenal orang. Tempat yang digunakan untuk mendirikan tenda dijual oleh yang empunya. Mau tidak mau akhirnya Agus terusir dari jalan Legian. Dia
Terinsiprasi dari warung pecel yang ada di Banyuwangi selalu buka malam hari, Agus pun mencoba membuat warung tenda nasi pecel di kawasan Tuban. Didukung istrinya, Bu Tinuk, rasa yang lezat dan khas membuat warung tenda milik Agus punya banyak langganan. “Dulu belum diberikan nama Bu Tinuk, masih nasi pecel saja. Tapi langganan sudah banyak sekali,” katanya. Nama Nasi Pecel Bu Tinuk baru digunakan sejak tahun 2003, setelah mampu mendirikan rumah makan di kawasan Tuban. Setelah menggunakan nama Nasi Pecel Bu Tinuk, warungnya semakin pesat dan buka cabang di kawasan Denpasar. Untuk mengembangkan bisnisnya Agus berencana bisnis franchising(waralaba) Nasi Pecel Bu Tinuk. “Franchising masih menjadi cita-cita,” pungkasnya. (hen)
Edisi 02/Maret/2010 |
15
KASDI dan Istri
Kasdi:
Gerakannya cekatan, tangannya lincah meraih botol kecap dan meracik berbagai bumbu, mengaduk nasi di wajan diatas bara panas, sejenak kemudian tersaji nasi goreng hangat yang mengepul harum menggugah selera. Selama lebih dari 20 tahun, Kasdi (50th) menjajakan nasi goreng di pinggir jalan, tiap sore Kasdi mendorong rombong dan mangkal di Jalan Teuku Umar di seberang Baker Corner. Dibantu istri dan 2 keponakan, warung nasi goreng “Barokah” menyajikan berbagai menu, nasi goreng, mie goreng/kuah, sayur ijo, cap jay dan sajian lainnya yang siap memuaskan pelanggan. Dibalik sosoknya yang sederhana, Kasdi merupakan pribadi yang ramah dan terbuka, disela kesibukannya menyiapkan sajian, ia tidak segan menemani pelanggan ngobrol. Celetukan-celetukannya yang spontan dan blakblakan membuat suasana cepat akrab. Meski tidak sempat menamatkan SD dan tidak bisa baca tulis, tapi semangat untuk belajar hal baru tidak pernah kendur. “Saya terus menerus belajar dari pengalaman, pengalaman pribadi ataupun pengalaman
“Gusti Allah mboten sare….” orang lain,” ujarnya. Dimasa awal merantau di Bali, Kasdi sempat ‘berguru’ resep ke penjual nasi goreng di dekat bandara Ngurah Rai, belajar dan bekerja keras serta diiringi doa adalah resep utama. Selain itu dia juga menjaga silaturahmi dengan sanak saudara, karena itulah Kasdi menyambut dengan antusias kelahiran IKAWANGI Dewata, “paguyuban itu sangat penting untuk orang yang merantau,” katanya. Kasdi juga menambahkan, dengan adanya paguyuban Ikawangi Dewata, warga Banyuwangi bisa saling mengenal, menambah saudara, saling membantu, dan juga akan semakin melapangkan rejeki. Jalan rejeki itu selalu terbuka bagi manusia yang mau berusaha dan berdoa, ungkap Kasdi. Meski berjualan di depan restoran ‘besar’ baker corner Kasdi tidak gentar bersaing. Menjaga rasa dan qualitas serta pelayanan prima adalah senjata untuk bertahan di tengah persaingan yang makin keras, dan tentu saja diiringi doa. Dengan menyandang nama warung “barokah”, Kasdi yakin usahanya berjualan nasi goreng akan mendapat barokah dari Tuhan. Tiap jumat legi, Kasdi selalu menyempatkan diri untuk belajar mengaji pada seorang Kyai di daerah Bedugul. Manusia bisa lelah dan tidur, tapi Tuhan dan para Malaikat akan selalu mendengar usaha dan doa umat manusia, “Gusti Allah mboten sare mas….” ujar pak Kasdi mantap. (lut)
14 | Edisi 02/Maret/2010
Pantai Sukamade:
Eksotisme pantai selatan Banyuwangi BANYUWANGI(GB)-Sunyi, hijau, damai dan penuh ragam, diselimuti pasir putih dan halus, itulah sekilas tentang Sukamade, pantai kecil dikawasan Taman Nasional Meru Betiri. Konon, sejak ribuan tahun yang lalu, Sukamade merupakan tempat singgah penyu-penyu raksasa dari Samudra Indonesia dan Samudra Pasifik. Jenis Penyu yang paling banyak naik ke Pantai Sukamade adalah Penyu Hijau (Chelonia mydas). Penyu jenis lain seperti Penyu Slengkrah (Lepidochelys olivaceae) dan Penyu Blimbing (Demochelys coriaceae) juga ada, walaupun tidak sebanyak Penyu Hijau. Berjarak sekitar 98 km dari kota Banyuwangi, medan menuju pantai Sukamade cukup berat, sebaiknya tidak menggunakan mobil carry atau sejenisnya, apalagi jenis sedan, disarankan mengendarai mobil jenis offroad. Setelah masuk pintu pos meru betiri, jalan tidak beraspal, bukan lagi jalan makadam, tapi jalan yang penuh batu runcing. Untuk sampai ke pantai Sukamade, pengunjung harus menyeberangi lima anak sungai setinggi lutut orang dewasa, bahkan kalo sedang musim hujan, tidak jarang sunngai itu meluap setinggi tubuh orang dewasa. Namun sulitnya medan jalanan seakan tidak terasa begitu menginjak pantai Sukamade, menyaksikan keindahan kawasan pantai yang masih perawan. Pantai di Sukamade gelap sekali waktu
malam, lampu atau senter dilarang dinyalakan, agar tak mengganggu penyu, karena penyu dari laut tidak jadi ke darat bila melihat cahaya. Penyu perlu waktu sekitar satu jam dari laut untuk menelusuri pantai Sukamade, mencari pasir empuk hangat untuk meletakkan telur. Kemudian ia butuh waktu satu jam lagi untuk bertelur, sekitar 100 butir, lalu menutupnya dengan pasir. Selain penyu dan pantai yang indah, disana juga terdapat unit kecil masyarakat yang membuat gula kelapa dengan cara traditional. Belum puas menikmati pantai yang eksotis dan penyu bertelur? Selain pantai sukamade, kita sebelumnya akan melewati pantai Rajegwesi. Rajegwesi merupakan pintu gerbang masuk kawasan Taman Nasional Meru Betiri yang berombak relatif kecil jika dibandingkan dengan pantai selatan lainnya, dipergunakan masyarakat sekitar kawasan untuk tempat pelabuhan kapal-kapal nelayan penangkap ikan dan sekaligus sebagai tempat pelelangan ikan. Banyak kegiatan yang dapat dilakukan dipantai ini seperti memancing, berenang, berperahu, menyaksikan nelayan tradisional mencari ikan dan menjualnya pada tengkulak di Tempat Pelelangan ikan. Selain itu ada juga Teluk Damai dan Teluk Hijau, sesuai dengan namanya air laut disini tidak berwarna biru seperti layaknya air laut tetapi berwarna hijau. Aktivitas yang dapat dilakukan di Teluk Hijau diantaranya yaitu berenang, memancing, dan menikmati keindahan pasir putih. Di dekat lokasi ini terdapat Goa Jepang dan didepan Goa disediakan tempat parkir kendaraan . Di sekitar Teluk Hijau dapat dijumpai pohon Aren. Buahnya bulat beruntai (bergerombol) dan dikenal dengan nama kolang-kaling. Ijuknya biasa dipakai untuk bahan pembuat sapu dan sikat lantai. Berbagai kegiatan petualangan bisa dilakukan disini, antara lain menjelajah hutan di seputar Bandealit dan Gunung Gendong. Bisa juga panjat tebing dan meniti tali turun tebing di tebing pantai Bandealit, ataupun memancing. (dan/lut) Edisi 02/Maret/2010 |
3
Lapangan terbang Blimbingsari
Banyak orang yang lupa membaca Alquran, lupa mengamalkannya. Juga makin banyak orang yang lupa mengingat Allah dengan menyebutkan qalam-qalam suci, karena itu acara ini begitu penting, bukan hanya sekedar rutinitas, tapi diharapkan juga bisa memupuk spiritualitas umat Islam. Adanya acara sema’an Al-qur’an dan dzikir tersebut selain mengajak warga Banyuwangi untuk kembali mengingat dzat pencipta alam juga mengajak untuk melupakan dunia barang sejenak. Mereka diajak untuk mengingat Allah yang menciptakan-Nya. Peserta Semaan Alquran Mantab dan Dzikrul Ghifilin ini adalah para khafidz (penghafal Al-Qur’an) dari Banyuwangi yang tergabung dalam Jam’iyyah Semaan Al-Qur’an Jantiko Mantab. Ada juga rombongan para khafidz dari daerah lain seperti Jember, Lumajang, Kediri. Acara ini juga terbuka untuk siapa saja yang ingin menyemak bacaan Alquran yang dibaca oleh para Khafidz dan ikut Dzikrul Ghofilin, dzikir untuk mengingatkan kita akan kelupaan kita terhadap Allah SWT dan segala firman-Nya.(dan/hen)
Berbenah menyambut wisatawan
4 | Edisi 02/Maret/2010
BANYUWANGI(GB)- Kabupaten Banyuwangi sebagai salah satu wilayah yang memiliki tempat pariwisata yang luar biasa di Indonesia, sudah sewajarnya berbenah dengan segala kemampuan untuk dapat menyajikan dan menyambut kedatangan wisatawan domestik dan mancanegara. Banyak tujuan wisata yang bisa dijadikan pilihan seperti Wisata Plengkung, Gunung Ijen, Agro Wisata, kawasan konservasi merubetiri dan masih banyak lagi. Namun, infrastruktur dan sarana transportasi yang kurang memadai menjadikan kunjungan wisata ke Banyuwangi kurang maksimal. Selain itu sarana promosi wisata Banyuwangi juga belum optimal. Mengingat pentingnya sarana infrastruktur untuk menunjang perkembangan pariwisata, sarana itu mulai dibangun, salah satunya adalah Lapangan Terbang Blimbing Sari. Lapter yang berlokasi di Blimbing Sari, Rogojampi ini digagas oleh Bupati Purnomo Sidik pada tahun 1995, namun pengerjaannya baru terealisasi pada masa Bupati Samsul Hadi dan dilanjutkan Bupati Ratna. Lapter yang semula direncakan bisa beroperasi tahun 2007 ini tertunda dan mundur hingga 2009. Namun, hingga kini belum ada perusahaan penerbangan yang beroperasi di lapter Banyuwagi. Lapter yang berlokasi di desa Blimbingsari ini, hingga saat ini belum selesai sepenuhnya dan hanya digunakan latihan terbang oleh Bali International High Academy (BIFA) PT Bali Widya Dirgantara Bali. Lapter Blimbingsari dengan panjang lintasan 1.700 m, lebar lintasan 34 m bisa didarati pesawat terbang jenis ATR 72, CN 235, dan Caravan. Ke depan, panjang lintasan akan ditambah.700 m. Ini sudah bisa digunakan untuk penerbangan domestik jarak pendek seperti Surabaya – Banyuwangi atau denpasar – Banyuwangi. (dan)
Semaan Alquran Jantiko Mantab dan Dzikrul Ghofilin
Burung dan Pohon Ikut Berdzikir BANYUWANGI(GB) Matahari menanjak memecahkan langit di ujung timur, hari telah pagi. Lantunan suara para penghafal AlQur’an(khafidz) membacakan ayat-ayat Allah ala wajala bergema menusuk hati para manusia dan merontokkan karat yang menempel dalam hati. Suara merdu para khafidz mengajak semua peserta Semaan Al-Quran Mantab dan Dzikrul Ghofilin untuk tertunduk mengingat kebesaran Sang Khalik. Saat ayat-ayat suci dibacakan, tak hanya peserta yang berdzikir kepada sang pencipta. Burung-burung yang berkicau menyambut pagi, embun yang menetes dan pepohonan yang berada di lokasi Semaan Al-Qur’an dan Dzikrul Ghofilin pun ikut berdzikir dengan bahasanya masing-masing. Semua meng-Agungkan sang pencipta alam. Alquran, bagi umat islam adalah kitab suci yang mencakup semua konsep yang merangkum aspek kehidupan bagi seluruh umat dalam meniti hidup dan menata kehidupan yang damai dan sejahtera di dunia dan akhirat. Selain itu Al-Quran juga sebagai tuntunan umat manusia untuk selamat dalam dunia dan akhirat. Dengan rasa kepedulian, kebersamaan, keikhlasan dan kesadaran untuk saling mengingatkan dalam kebaikan, pada tanggal 31 Januari 2010 lalu ribuan warga Banyuwangi mengadakan Semaan Alquran Mantab dan Dzikrul Ghofilin di Pondok Pesantren Darul Huda, Yosomulyo, Gambiran.
Edisi 02/Maret/2010 |
13
DENPASAR(GB) Tiap detik masyarakat selalu disuguhi berita-berita tentang panitia khusus(pansus) bank century. Pansus century menyelidiki uang bailout senilai Rp 6,7 triliun mengarah ke kantong siapa. Setelah sekian lama pansus tersebut bergerak, seolah tidak ada ujung pangkalnya. Akibatnya membuat masyarakat jenuh mendengarkan berita-berita tersebut. Padahal, awal dibentuknya pansus tersebut sempat terjadi kepercayaan masyarakat bahwa kasus tersebut segera terbongkar. Masyarakat Indonesia seolah terhipnotis dengan kerja-kerja pansus century dengan menaruh harapan kepada anggota legislatif yang duduk di Senayan. Tapi masyarakat kecolongan dengan adanya pemberlakuan Asean China Free Trade Agreement(ACFTA) yang akan segera berlaku dan anggota legislatif tidak ada yang menyoroti masalah tersebut. Apabila perdagangan bebas antara Asean dan Cina itu berlaku, maka produkproduk Cina bakal membanjiri pasar Indonesia termasuk pasar-pasar tradisional. Misalkan buah jeruk dari Cina ditawarkan dengan harga relatif murah sehingga
Pancing Emas
Melodrama Century
Hipnotis Masyarakat
12 | Edisi 02/Maret/2010
akan menjadi pesaing bagi petani jeruk Banyuwangi yang biasa kirim hasil panennya ke Bali. Tidak hanya itu, produk elektronik seperti handphone, pakaian, tas, mainan anak, sendal dan sepatu akan makin deras menyerbu Indonesia. Hal ini akan mengancam keberadaan penggerak sektor kreatif yang ada di Bali. Kebetulan banyak penggerak sektor kreatif seperti pengrajin sandal, garment rumahan dan industri kreatif lainnya digerakkan oleh warga Banyuwangi di Bali. Jika tidak ada perlindungan dari pemerintah dikhawatirkan banyak industri kecil akan kalah bersaing dengan serbuan barang-barang Cina yang harganya relative murah. Untuk mengantisipasi hal ini ada beberapa strategi dan kebijakan yang perlu dilakukan, antara lain dengan mengefektifkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 56/2008 yang mengharuskan setiap barang impor yang masuk ke Indonesia harus lolos verifikasi Sucofindo. Kemudian segera diberlakukan penggunaan Standar Nasional Indonesia (SNI) terhadap produk impor, termasuk produk buatan Cina yang akan masuk. SNI tersebut juga harus diberlakukan terhadap produk-produk pabrik milik perusahaan Cina yang ada di Indonesia. Menurutnya, penerapan SNI ini penting, untuk menciptakan standarisasi produk-produk impor yang masuk ke Indonesia. Sementara untuk industri kreatif Bali harus tetap berinovasi agar jangan kalah bersaing dengan produk-produk Cina. Tradisi untuk menjaga kualitas agar tetap mendapatkan kepercayaan dari tamu asing harus tetap terjaga. Kemudian beberapa pelaku industri kreatif yang ada di Bali harus bersatu untuk bertahan menahan gempuran dari produk-produk Cina yang segera masuk di Indonesia.(hen)
Wujud Tanda Syukur BANYUWANGI(GB) Ratusan perahu seleret dengan mesin menderu berlayar membelah ombak menuju Semenanjung Sembulungan yang biasa disebut Plawangan. Perahu seleret nelayan Muncar itu berkejar-kejaran menuju lokasi sumber ikan untuk melepaskan perahu gitek(perahu kecil) tempat sesaji berupa kepala kambing yang diberi pancing emas sebagai wujud syukur nelayan kepada alam yang memberikan ikan melimpah. Ritual diawali pembuatan sesaji oleh sesepuh nelayan. Mereka keturunan warga Madura yang ratusan tahun turun-temurun mendiami Muncar. Lalu disiapkan perahu gitek yang dibuat seindah mungkin mirip kapal nelayan yang biasa digunakan melaut. Perahu gitek diisi puluhan jenis hasil bumi dan makanan yang seluruhnya dimasak keluarga sesepuh adat. Berbagai jajanan, nasi tumpeng dan buah-buahan, ditata rapi di perahu kecil yang disebut gitek. Pada hari yang ditentukan, ratusan nelayan berkumpul di rumah sesepuh adat sejak pagi, memakai baju khas Madura sambil membawa clurit. Menjelang siang, sesaji diarak menggunakan dokar menuju pantai. Diikuti dua penari Gandrung, diiringi bunyi gamelan yang mengalun indah. Nelayan menari sambil mengacungkan cluritnya. Di depannya, sesepuh membawa abu kemenyan. Sambil melantunkan doa, sesepuh menyebarkan beras kuning simbol tolak bala. Ribuan warga berdiri di sepanjang jalan mengamati perjalanan sesaji (ider bumi). Begitu lewat, warga mengikuti di belakang menuju pantai. Arak-arakan berakhir di tempat pelelangan ikan ( TPI ).
Sesaji tiba disambut enam penari Gandrung. Setelah doa, sesaji diarak menuju perahu. Warga berebut untuk bisa naik perahu pengangkut sesaji. Namun, petugas membatasi penumpang yang ikut ke tengah. Sebelum diberangkatkan, kepala daerah diwajibkan memasang pancing emas di lidah kepala kambing. Ini simbol permohonan nelayan agar diberi hasil ikan melimpah. Tengah hari, iring-iringan perahu bergerak ke laut. Bunyi mesin diesel menderu membelah ombak. Dari kejauhan barisan perahu berukuran besar bergerak kencang. Iring-iringan berakhir di sebuah lokasi berair tenang, dekat Plawangan. Seluruh perahu berhenti sejenak. Dipimpin sesepuh nelayan, sesaji pelan-pelan diturunkan dari perahu. Teriakan syukur menggema begitu sesaji jatuh dan tenggelam ditelan ombak.(hen)
Edisi 02/Maret/2010 |
5
Memulai bisnis sendiri
Chef Fathul Huda
Executive Chef Ramayana Resort & Spa
Rubrik kuliner ini diasuh oleh putra Banyuwangi yang menjadi executive chef di Ramayana resort & Spa, rubrik kuliner membuka ruang konsultasi mengenai kuliner Banyuwangi dan kuliner umum, bila ada pertanyaan seputar masakan, silahkan kirim email ke :
[email protected]
Kelezatan SEGO TEMPONG
PEDASNYA begitu menggoda Siapa Yang tidak kenal dengan makanan yg satu ini, SEGO TEMPONG adalah makanan khas banyuwangi yang cukup populer, makanan ini berasal dari Banyuwangi utara mulai dari daerah Rogojampi sampai Banyuwangi kota, Sego Tempong sekarang menjadi salah satu makanan khas kuliner Banyuwangi, tak lekang di makan waktu Sego Tempong tetap menjadi makanan yangg enak di santap sepanjang waktu. Kata Sego Tempong berasal dari bahasa Using bahasa asli Banyuwangi, yang memiliki makna harfiah dalam bahasa Indonesia “NASI TAMPAR“, asal muasal kenapa di sebut Sego Tempong ada dua pendapat yang mashyur, pertama adalah karena sambalnya yang pedas dan sedap, yang membuat penikmatnya seperti di tampar rasanya, namun kalau di tampar dengan Sego Tempong ini dijamin anda akan jatuh cinta, teringat terus dan ingin menikmatinya lagi, yang kedua di karenakan sambalnya yang di Tempong atau di taruh di atas nasi dan lauk. Sego Tempong ini tak lekang di makan waktu karena selain rasanya yang nikmat juga karena bahan dan proses masak serta penyajianya sangat- lah mudah, murah dan sederhana sesuai dengan karakter ke hidupan desa – desa di Banyuwangi. Komposisi Sego Tempong bervariasi tergantung dari bahan yang ada, namun secara umum Sego Tempong memiliki komposisi, Nasi, Sayur Rebus / Kukus, Sambal ulek mentah / matang dan Lauk yang terdiri dari Gorengan Ikan / asin/tahu dan tempe, kadang juga ada yang menyajikanya dengan daging ayam / sapi.
6 | Edisi 02/Maret/2010
Anda ingin memulai bisnis sendiri? ingin memulai usaha dan membangun bisnis sendiri? atau masih bingung, ingin menjadi wirausaha (entrepreneur) tapi bingung mau terjun di bisnis apa? coba simak tips berikut mengenai bagaimana memulai bisnis atau usaha sendiri. Saat akan memulai bisnis, mungkin bagi para pebisnis pemula seperti saya, seringkali seseorang masih bingung dengan berbagai hal, misalnya bisnis apa ya yang cocok dengan saya? sedangkan saya hanya punya modal 5 juta atau bahkan saya tidak punya modal sama sekali? apa saya sudah siap untuk berbisnis? peluangnya bagaimana? resikonya bagaimana? dan berbagai pertanyaan lain yang terpikir saat akan memulai atau membangun bisnis. Bagi Anda yang masih baru akan memulai atau sedang memulai, coba simak beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam membangun bisnis sendiri. 1. Mulailah dari Mimpi Anda Semua berawal dari sebuah mimpi. A dream is where it all started. Pemimpilah yang selalu menciptakan dan membuat sebuah inovasi produk, cara pelayanan, jasa, ataupun idea yang dapat dijual dengan sukses. Para pemimpi tidak mengenal batas dan keterikatan, tak mengenal kata ‘tidak bisa’ ataupun ‘tidak mungkin’. 2. Percaya (Belief) Percayalah bahwa Anda mampu untuk meraih kesuksesan. Seperti kata Andrie Wongso “Sukses adalah hak saya”. Dengan memiliki kepercayaan yang besar terhadap kesuksesan yang dapat Anda raih, Anda akan bergerak semakin ringan dan mampu menerjang segala rintangan. 3. Mulailah dari hal yang Anda sukai Saat akan memulai usaha, pilihlah produk atau jasa yang akan Anda hasilkan sesuai dengan bidang yang Anda sukai (Passion). Dengan demikian Anda akan mencintai produk atau jasa Anda. Kecintaan akan produk kita akan memberikan sebuah keyakinan pada pelanggan dan membuat kerja keras terasa lebih ringan. Anda akan selalu antusias dan gigih untuk melalui masa-masa sulit. 4. Pelajari Dasar-dasar Bisnis Pelajarilah Dasar-dasar Bisnis, misalnya *BUY LOW, SELL HIGH, PAY LATE, COLLECT EARLY*: Tidak akan ada kesuksesan tanpa ada sebuah pengetahuan dasar untuk berbisnis yang baik, Learning by doing. 5. Berani Mengambil Resiko Ambillah resiko. Pepatah bijak mengatakan “The Giant that u will be able to achieve is directly proportional to the risk taken“. Resiko selalu ada di setiap bisnis, berani mengambil resiko yang diperhitungkan merupakan kunci awal dalam dunia usaha. 6. Carilah “Guru” Bisnis dan Minta Nasehat Carilah “guru” atau mentor bisnis sesuai dengan bidang bisnis yang akan Anda geluti. Mintalah nasehat darinya, tapi tetaplah ikuti kata hati Anda. Ask the experts but follow your hearts. Para Pengusaha selalu mencari nasehat dari berbagai pihak tapi
keputusan akhir selalu ada ditangannya dan dapat diputuskan dengan indera ke enam-nya. Komunikasi yang baik dan kepiawaian menjual merupakan kunci sukses saat memulai usaha. Dan kemampuan untuk memahami dan menguasai hubungan dengan pelanggan akan membantu mengambangkan usaha pada fase itu. 7. Work Hard & Work Smart Kerja keras dan Kerja Smart. Etos Kerja keras sering dianggap sebagai mimpi kuno dan seharusnya diganti, tapi hard-work and smart-work tidaklah dapat dipisahkan lagi sekarang. Hampir semua successful start-up butuh workaholics. 8. Bangunlah Network Bangunlah jaringan, bertemanlah sebanyak banyaknya. Pada harga dan kualitas yang sama, orang akan lebih memilih membeli dari orang yang telah dikenal, pada harga yang sedikit mahal, orang akan tetap membeli dari orang yang telah dikenal. 9. Berani Menghadapi Kegagalan Berani menghadapi kegagalan. Kegagalan merupakan sebuah vitamin untuk menguatkan dan mempertajam intuisi dan kemampuan kita berwirausaha, selama kegagalan itu tidak membuat kita “mati”. 10. Action Now Mulailah sekarang juga. (khol)
Edisi 02/Maret/2010 |
11
Di bawah ini adalah salah satu jenis menu Sego Tempong yang mudah untuk di praktekan di rumah
anak yatim. Musholla itu tidak mampu menampung hadirin, hingga warga meluber ke emper kosan, didepan pintu-pintu. Santunan anak yatim ini merupakan bentuk ungkapan syukur kepada Allah sekaligus melestarikan tradisi santunan anak yatim bulan Muharram yang dulu mereka lakukan dikampung halaman. Mayoritas penghuni kosan itu adalah warga Banyuwangi yang merantau ke Bali. Mereka merindukan suasana ‘kampung halaman’ yang rukun, guyup, hangat dan menjunjung nilai-nilai islami. Warga kosan itu menyebut diri sebagai warga pondok rukun. “Kami ingin menjadi keluarga besar yang menjunjung tinggi semangat kekeluargaan dan kerukunan,” ungkap Abdul Manan, yang telah tinggal dikosan itu lebih dari 8 tahun. Pondok Rukun adalah potret pemukiman urban di Denpasar, sebuah kos-kosan yang terletak di
Santunan anak yatim Pondok Rukun
Berbagi rejeki dari pintu ke pintu DENPASAR(GB) Dengungan mesin jahit, dentingan perajin perak campur aduk dengan jerit tawa dan tangisan anak-anak kecil yang bermain di sebuah gang sempit. Keramaian kosan itu dimulai semenjak matahari muncul di ufuk timur, dan baru berhenti ketika larut malam telah lewat. Namun malam itu lain, rutinitas warga seakan terhenti, berganti dengan suasana haru biru. Warga kosan itu melupakan sejenak kesibukan mencari nafkah dunia, mereka berbagi rejeki pada anak yatim piatu. Akhir bulan Desember lalu, sekelompok warga kos-kosan menggelar acara santunan anak yatim, bertempat di 2 kamar yang digandeng dan ‘disulap’ menjadi musholla. Meski diawali dengan insiden mati lampu, namun tidak mengurangi antusiasme warga berbagi dengan
10 | Edisi 02/Maret/2010
gang sempit padat penduduk dengan lebih dari 160 kamar yang jejali ratusan Kepala Keluarga (KK). Sekilas kosan ini tampak mengkhawatirkan karena bangunan dua lantai itu konstruksinya dikerjakan secara tambal sulam. Pengerjaannya kurang rapi, temboknya melengkung tidak membentuk garis lurus plus kayu-kayu penopang yang menonjol keluar tidak beraturan. Namun para penghuni umumnya tidak terlalu khawatir dengan kondisi itu, “semua kita serahkan kepada Tuhan, kita yakin saja tinggal di sini, bila Tuhan berkendak, bangunan baja beton pun bisa hancur,” ujar Abdul Gofur, salah satu penghuni pondok rukun optimis. Umumnya penghuni pondok rukun bergerak di bidang konfeksi, banyak yang menjadi penjahit, ada yang jadi tukang sablon, perajin perak, ada juga pedagang dan pegawai. Meski tiap hari disibukkan dengan rutinitas kerja mencari nafkah duniawi, namun hubungan sosial antar warga terjalin harmonis. Warga sering mengadakan kegiatan bersama dan gotong royong, Bapak-bapak dan ibu-ibu rutin mengadakan pengajian. “Hidup itu perlu keseimbangan, tabungan dunia dan bekal untuk akhirat harus sama-sama kita persiapkan,” kata Rony, yang aktif memimpin kelompok pengajian di pondok rukun. Ya, keseimbangan itu diwujudkan dalam bentuk kongkrit membantu sesama, berbagi rejeki dari pintu-pintu kamar kosan.(lut)
SEGO TEMPONG Bahan-bahan : Nasi putih secukupnya - Labu siam 1 biji ( di belah menjadi 2 kemudian di gesek-gesekan permukaan belahan yang satu ke yang lainya agar getahnya keluar) - Kacang panjang 200 gr, (di potong dengan panjang 5 cm) - Daun bayam 200 gr
goring / di rebus kemudian di ulek Lauk : Untuk semua lauknya di bumbuin dan di goreng hingga kecoklatan dan matang. Penyajian : Tuangkan nasi putih di tengah2 piring makan, taruhlah sayuran sambal, dan lauk memutar di sekitar nasi putih, untuk mempercantik dan menambah selera pakai daun pisang untuk alas, dan hiasi dengan bunga cabai merah dan kemangi, SELAMAT MENCOBA
- Kangkung 200 gr ( di ambil daun dan batang yang muda) Gorengan : - Ikan pindang 2 pcs - Tempe 1 pc ( di iris miring 0.5 cm ) - Tahu 1 pc (di belah menjadi 2 bagian) - Ikan Teri Asin 50 gr - Ayam potong 150 gr 2 pcs (di bumbuin dengan gilingan ku nyit, bawang putih, ketumbar dan merica putih serta garam dan penyedap rasa) Sambal : - Tomat 1 biji - Terasi 25 gr ( di bakar ) - Cabe rawit 7 pcs - Gula merah 25 gr - Garam secukupnya - Bawang merah 3 siung - Bawang putih 1 siung - Penyedap rasa secukupnya Cara membuat : Siapkan nasi putih yang sudah matang untuk satu porsi simpan di magic jar /penghangat makanan lainya, kupas labu siam hingga kulit keraknya bersih, kemudian di potong memanjang, dan di kukus hingga empuk, rebus daun kangkung, daun bayam dan kacang panjang secara terpisah dengan air mendidih sampai empuk kemudian di celupkan ke dalam air es biar warnanya tidak pucat kecoklatan, Untuk sambalnya ada 2 cara masak : Sambal segar / mentah Cukup dengan mengulek semua bahan sambal langsung kecuali bawang merah dan bawang putihnya yg harus di rebus dulu, Sambal matang yaitu dengan di Goreng atau di kukus, Semua bahan kecuali terasi baker, garam, gula dan penyedapnya di Edisi 02/Maret/2010 |
7
Bahasa Using
Ragam bahasa warisan Banyuwangi Bahasa Using adalah dialek bahasa Jawa yang dipertuturkan di daerah Banyuwangi, Jawa Timur. Kata using atau osing berasal dari kata tusing dalam bahasa Bali, bahasa daerah tetangganya, yang berarti “tidak”. Jumlah dan Wilayah Persebaran Jumlah penduduk asli Banyuwangi yang acap disebut sebagai “Lare Using” ini diperkirakan mencapai 500 ribu jiwa dan secara otomatis menjadi pendukung tutur Bahasa Jawa Osing ini. Penutur Bahasa Jawa-Osing ini tersebar terutama di wilayah tengah Kabupaten Banyuwangi, mencakup Kecamatan Kabat, Rogojampi, Glagah, Kalipuro, Srono, Songgon, Cluring, Giri, sebagian kota Banyuwangi, Gambiran, Singojuruh, sebagian Genteng, dan Licin. Wilayah sisanya dihuni warga berbahasa Jawa dialek Jawa Timuran (bahasa Jawa Timuran atau Suroboyoan) ataupun bahasa Madura. Selain di Banyuwangi, penutur bahasa ini juga dapat dijumpai di wilayah Kabupaten Jember, khususnya di Dusun Krajan Timur, Desa Glundengan, Kecamatan Wuluhan, Jember. Sistem pengucapan atau fonologi Bahasa Jawa Osing mempunyai keunikan dalam sistem pelafalannya, antara lain: • Adanya diftong [ai] untuk vokal [i] : semua leksikon berakh -iran “i” pada bahasa Jawa Osing khususnya Banyuwangi se
8 | Edisi 02/Maret/2010
lalu terlafal “ai”. Seperti misalnya “geni” terbaca “genai”, “bengi” terbaca “bengai”, “gedigi” (begini) terbaca “gedigai”. • Adanya diftong [au] untuk vokal [u]: leksikon berakhiran “u” hampir selalu terbaca “au”. Seperti “gedigu” (begitu) terbaca “gedigau”, “asu” terbaca “asau”, “awu” terbaca “awau”. • Lafal konsonan [k] untuk konsonan [q]. Di Bahasa Jawa, terutama pada leksikon berakhiran huruf “k” selalu dilafalkan dengan glottal “q”. Sedangkan di Bahasa Jawa Osing, justru tetap terbaca “k” yang artinya konsonan hambat velar. antara lain “apik” terbaca “apiK”, “manuk”, terbaca “manuK” dan seterusnya. • Konsonan glotal [q] yang di Bahasa Jawa justru tidak ada seperti kata [piro’], [kiwo’] dan demikian seterusnya. • Palatalisasi [y]. Dalam Bahasa Jawa Osing, kerap muncul pada leksikon yang mengandung [ba], [pa], [da], [wa]. Seperti “bapak” dilafalkan “byapak”, “uwak” dilafalkan “uwyak”, “embah” dilafalkan “embyah”, “Banyuwangi” dilafalkan “byanyuwangai”, “dhawuk” dibaca “dyawuk”. Varian Bahasa Osing Bahasa Jawa Osing mempunyai banyak kesamaan dan memiliki kosakata Bahasa Jawa Kuna yang masih tertinggal. Namun di wilayah Banyuwangi sendiri terdapat variasi penggunaan dan kekunaan juga terlihat disitu. Varian yang dianggap Kunoan terdapat utamanya diwilayah “Giri”,”Glagah” dan “Licin”, dimana bahasa Osing disana masih dianggap murni. Sedangkan Bahasa Jawa Osing di Kabupaten Jember telah banyak terpengaruh bahasa Jawa dan Madura. Serta pelafalan yang berbeda dengan Bahasa Jawa Osing di Banyuwangi. Gaya Penggunaan Bahasa Di kalangan masyarakat Osing, dikenal dua gaya bahasa yang satu sama lain ternyata tidak saling berhubungan. Yakni Cara Osing dan Cara Besiki. Cara Osing adalah gaya bahasa yang dipakai dalam kehidupan sehari-hari, dan tidak mengenal bentuk Ngoko-Krama seperti layaknya Bahasa Jawa umumnya. Yang menjadi pembedanya adalah pronomina yang disesuaikan dengan kedudukan lawan bicara, misalnya : • Siro wis madhyang? = kamu sudah makan? • Riko wis madhyang? = anda sudah makan? • Hiro/Iro = digunakan/lawan bicara untuk yang lebih muda(umur) • Siro = digunakan/lawan bicara untuk yang selevel(umur) • Riko = digunakan/lawan bicara untuk yang diatas kita (umur) • Ndiko = digunakan/lawan bicara untuk orang tua (bapak/ibu) Sedangkan Cara Besiki adalah bentuk “Jawa Halus” yang dianggap sebagai bentuk wicara ideal. akan tetapi penggunaannya tidak seperti halnya masyarakat Jawa, Cara Besiki ini hanya dipergunakan untuk kondisi-kondisi khusus yang bersifat keagamaan dan ritual, selain halnya untuk acara pertemuan menjelang perkawinan. dikutip dari sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Osing