PENANAMAN NILAI-NILAI AGAMA Studi Kualitatif Pada Keluarga Pasangan Beda Agama Di Desa Doplang Kecamatan Bawen Kabupaten Semarang Tahun 2012
SKRIPSI Diajukan untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Islam
Disusun oleh: WAKHIDA MUAFAH 11108090
JURUSAN TARBIYAH PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) SALATIGA 2013
i
ii
iii
iv
v
MOTTO
ٌﯾَﺎ أَﯾﱡﮭَﺎ اﻟﱠﺬِﯾﻦَ آﻣَﻨُﻮا ﻗُﻮا أَﻧﻔُﺴَﻜُﻢْ وَأَھْﻠِﯿﻜُﻢْ ﻧَﺎرًا وَﻗُﻮدُھَﺎ اﻟﻨﱠﺎسُ وَاﻟْﺤِﺠَﺎرَةُ ﻋَﻠَﯿْﮭَﺎ ﻣَﻠَﺎﺋِﻜَﺔٌ ﻏِﻠَﺎظ َﺷِﺪَادٌ ﻟَﺎ ﯾَﻌْﺼُﻮنَ اﻟﻠﱠﮫَ ﻣَﺎ أَﻣَﺮَھُﻢْ وَﯾَﻔْﻌَﻠُﻮنَ ﻣَﺎ ﯾُﺆْﻣَﺮُون Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan (QS. At-Takhrim:6)
vi
PERSEMBAHAN Skripsi ini penulis persembahkan untuk: 1. Kedua orang tuaku Bapak Jupri & Ibu Basariyah, terima kasih telah mendidik, membesarkan, membimbing serta mendukungku dengan penuh cinta, kasih sayang dan kesabaran. 2. Adikku tersayang Anis Nainiyah, yang selalu memberikan motivasi dan dukungannya sehingga skripsi ini bisa terselesaikan. 3. Luna Kinania, yang selalu mencerahkan hari-hariku dengan segala kelucuan tingkah lakunya. 4. Keluarga besar dari Mbah Amir Mubari dan Mbah Suhadi, terima kasih atas segala do’a dan motivasi yang telah kalian berikan. 5. Sahabat-sahabatku Mamik, Ayda Hesti, Ranita, Mia dan Dwi Isnaini yang selama ini memberikan suport dalam kelancaran penyelesaian skripsi. 6. Teman-teman PAI C ’08, terima kasih atas segala do’a dan dukungan kalian.
vii
ABSTRAK
Muafah, Wakhida. 2013. Penanaman Nilai-nilai Agama (Studi Kualitatif Pada Keluarga Pasangan Beda Agama Di Desa Doplang Kecamatan Bawen Kabupaten Semarang Tahun 2012). Skripsi. Jurusan Tarbiyah. Program Studi Pendidikan Agama Islam. Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga. Dosen Pembimbing Muna Erawati, M.Si.
Kata kunci: Penanaman Nilai Agama, Pasangan Beda Agama, Pernikahan Beda Agama, Keluarga.
Pernikahan beda agama merupakan salah satu konsekuensi logis yang muncul dari kemajemukan masyarakat Indonesia. Keluarga merupakan pilar utama bagi pembentukan kepribadian anak yang perlu dilakukan dengan menanamkan pendidikan agama pada mereka sejak dini. Penanaman nilai agama Islam pada anak dalam keluarga beda agama tentu akan berbeda apabila dibandingkan dengan keluarga yang sama-sama Muslim. Hal ini menarik minat peneliti untuk menguak lebih jauh mengenai: Pertama, Bagaimana cara anak pasangan beda agama dalam menentukan agamanya, apakah ada campur tangan orang tuanya atau kehendak sendiri dalam menetapkan agamanya? Bagaimana cara orang tua menanamkan nilai-nilai agama Islam pada anak dalam keluarga pasangan beda agama? Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif. Subjek yang dilibatkan dalam penelitian sebanyak tiga keluarga pasangan beda agama di Desa Doplang Kecamatan Bawen Kabupaten Semarang. Pengambilan data dilakukan dengan teknik wawancara dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: Pertama, orang tua memiliki peran yang dominan dalam penetapan agama anak. Kedua, dalam menanamkan nilai-nilai agama Islam pada anak, orang tua pasangan beda agama menggunakan beberapa cara atau metode seperti memperhatikan perkembangan keagamaan anak, mengingatkan, membimbing, membiasakan, mengajak, mengajarkan dan menganjurkan.
viii
KATA PENGANTAR Bissmillahirrahmanirrakhim Alhamdulillahi robil’alamin, segala puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadiran Allah SWT yang telah memberikan Taufiq serta Hidayah-Nya yang tiada terhingga sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Penanaman Nilai-nilai Agama (Studi Kualitatif Pada Keluarga Pasangan Beda Agama Di Desa Doplang Kecamatan Bawen Kabupaten Semarang Tahun 2012)”. Dalam penyusunan skripsi ini, penulis memperoleh bimbingan dan pengarahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terimakasih kepada: 1. Bapak Dr. Imam Sutomo, M.Ag selaku Ketua STAIN Salatiga. 2. Bapak Suwardi, M.Pd selaku Ketua Jurusan Tarbiyah STAIN Salatiga. 3. Ibu Dra. Siti Asdiqoh, M.Si selaku Ketua Progdi PAI STAIN Salatiga. 4. Ibu Muna Erawati, M.Si selaku Dosen Pembimbing yang telah berkenan memberikan pengarahan, bantuan dan bimbingan dengan penuh kesabaran sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. 5. Bapak dan Ibu dosen STAIN Salatiga yang telah membekali berbagai ilmu pengetahuan, sehingga penulis mampu menyelesaikan penulisan skripsi ini. 6. Karyawan-karyawati STAIN Salatiga yang telah memberikan layanan serta bantuan.
ix
7. Ayah dan Ibu tercinta yang telah mengasuh, mendidik, membimbing serta memotivasi kepada penulis, baik moral maupun spiritual. 8. Kepala Kantor Kesatuan Bangsa Dan Politik, Kepala Bappeda Kabupaten Semarang, Camat Bawen, khususnya kepada Bapak Supriyanto selaku Kepala Desa Doplang beserta stafnya yang telah memberikan ijin penelitian di Desa Doplang Kecamatan Bawen Kabupaten Semarang. 9. Bapak dan Ibu yang ada di Desa Doplang yang telah bersedia menjadi responden dalam penelitian ini. 10. Semua pihak yang telah membantu dalam penulisan ini, sehingga dapat terselesaikan dengan baik semoga amal kebaikannya diterima disisi Allah SWT. Skripsi ini masih jauh dari sempurna, maka penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dan semoga hasil penelitian ini dapat berguna bagi penulis khususnya serta para pembaca pada umumnya.
Salatiga, 12 Februari 2013 Penulis
WAKHIDA MUAFAH NIM. 11108090
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.................................................................................
i
LEMBAR BERLOGO ..............................................................................
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................................
iii
PENGESAHAN KELULUSAN ................................................................
iv
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ..................................................
v
MOTTO....................................................................................................
vi
PERSEMBAHAN .....................................................................................
vii
ABSTRAK................................................................................................
viii
KATA PENGANTAR...............................................................................
ix
DAFTAR ISI ............................................................................................
xi
DAFTAR TABEL .....................................................................................
xv
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................
xvi
BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah .................................................
1
B. Fokus Penelitian .............................................................
8
C. Tujuan Penelitian ...........................................................
8
D. Kegunaan Penelitian .....................................................
8
E. Penegasan Istilah ............................................................
9
F. Metode Penelitian...........................................................
10
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian ...............................
10
xi
BAB II
2. Kehadiran Peneliti ....................................................
10
3. Lokasi Penelitian ......................................................
11
4. Sumber Data ............................................................
11
5. Prosedur Pengumpulan Data ....................................
11
6. Analisis Data ...........................................................
13
7. Pengecekan Keabsahan Data ....................................
14
8. Tahap-tahap Penelitian .............................................
15
9. Sistematika Penulisan...............................................
16
KAJIAN PUSTAKA A. Penanaman Nilai-nilai Agama ........................................
18
1. Pengertian Nilai-nilai Agama ...................................
18
2. Pengertian Penanaman Nilai-nilai Agama.................
19
3. Bentuk Nilai-nilai Agama Islam ...............................
20
4. Materi Pendidikan pada Usia Remaja .......................
26
5. Pola Keluarga...........................................................
27
B. Pernikahan ....................................................................
30
1. Pengertian Pernikahan/Perkawinan...........................
30
2. Asas-asas
Perkawinan
dalam
Undang-undang
Perkawinan ..............................................................
32
C. Perkembangan Nilai Pada Remaja Usia Menikah ...........
34
1. Remaja dan Ciri-cirinya ...........................................
35
2. Perkembangan Remaja .............................................
37
xii
BAB III
PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN A. Paparan Data ..................................................................
39
1. Paparan Data tentang Gambaran Umum Daerah Penelitian .................................................................
39
2. Data Responden .......................................................
43
B. Profil Subjek Penelitian ..................................................
44
1. Profil Keluarga Bapak JK.........................................
44
2. Profil Keluarga Bapak DC .......................................
45
3. Profil Keluarga Bapak JN ........................................
45
C. Temuan Penelitian ..........................................................
46
1. Proses Pemilihan Agama Anak dari Keluarga Pasangan Beda Agama .............................................
46
2. Proses Penanaman Nilai-nilai Agama Islam pada Anak dari Keluarga Pasangan Beda Agama .............. BAB IV
49
PEMBAHASAN A. Peran Orang Tua Dalam Pemilihan Agama Anak ..........
52
1. Keluarga Bapak JK ..................................................
52
2. Keluarga Bapak DC .................................................
52
3. Keluarga Bapak JN ..................................................
53
B. Pola
Pendidikan
Agama
Islam
dalam
Keluarga
Pasangan Beda Agama ..................................................
53
1. Keluarga Bapak JK ..................................................
55
xiii
BAB V
2. Keluarga Bapak DC .................................................
56
3. Keluarga Bapak JN ..................................................
57
PENUTUP A. Kesimpulan ....................................................................
60
B. Saran-saran ...................................................................
60
DAFTAR PUSTAKA DAFTAR RIWAYAT HIDUP LAMPIRAN-LAMPIRAN
xiv
DAFTAR TABEL DAN BAGAN
TABEL 3.1
Jumlah Penduduk menurut Usia
TABEL 3.2
Jumlah Penduduk menurut Agama
TABEL 3.3
Jumlah Penduduk menurut Pendidikan
TABEL 3.4
Jumlah Penduduk menurut Mata Pencaharian Keluarga
TABEL 3.5
Jumlah Penduduk menurut Kepala Keluarga
TABEL 3.6
Daftar Keluarga Pasangan Beda Agama
TABEL 3.7
Daftar Nama, Usia dan Keagamaan Anak
BAGAN STRUKTUR ORGANISASI DESA DOPLANG
xv
DAFTAR LAMPIRAN
1. Daftar Pustaka 2. Daftar Riwayat Hidup 3. Pedoman Wawancara 4. Surat Ijin Penelitian 5. Surat Pernyataan Telah Meneliti 6. Lembar Konsultasi 7. Laporan SKK
xvi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu keutamaan manusia dibanding makhluk lainnya di bumi ini adalah pengangkatan dirinya sebagai khalifah fi al-ardh, yang diserahi tugas untuk mengelola kehidupan di planet bumi ini. Manusia selain sebagai makhluk individu juga sebagai makhluk sosial, di mana manusia tidak dapat hidup sendiri. Manusia selalu membutuhkan orang lain guna memenuhi kebutuhannya, termasuk kebutuhan akan kebahagiaan. Dengan menikah dan membentuk sebuah keluarga merupakan salah satu cara untuk mencapai kebahagiaan. Dalam rangka menyukseskan tugas manusia sebagai khalifah di bumi, Islam membolehkan bahkan menganjurkan untuk menikah bagi yang sudah siap jasmani maupun rohaninya, antara lain agar keberlangsungan generasi manusia tetap terjamin sampai di hari kiamat nanti (Kamal dan Mulia, 2003: 1). Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang sangat heterogen, di mana terdiri dari bermacam-macam suku bangsa, beraneka ragam budaya, juga adanya perbedaan agama. Hal ini sangat berpengaruh dalam pergaulan sehari-hari serta kehidupan bermasyarakat. Masyarakat dapat bergaul dengan bebas dengan pemeluk agama lain, tanpa membeda-bedakan agama satu dengan yang lain. Keanekaragaman yang ada tidak menjadikan bangsa Indonesia terpecah dan saling memunculkan sikap fanatik antara satu dengan lainnya. Kerukunan dapat terjalin dengan baik jika dalam diri masing-masing masyarakat tertanam sikap toleransi dan mau menerima pendapat orang lain sehingga tidak memunculkan sikap curiga
1
terhadap kelompok atau pemeluk agama lain. Masyarakat Indonesia terdiri dari berbagai suku dan agama yang berbeda-beda, dalam kondisi kemajukan seperti itu seorang muslim hampir dipastikan sulit untuk menghindari dari persentuhan dan pergaulan dengan orang yang beda agama. Pada posisi seperti ini ketertarikan pria atau wanita Muslim dengan orang yang beda agama dengannya atau sebaliknya, yang berujung pada pernikahan hampir pasti tidak terelakkan. Dengan kata lain, persoalan pernikahan antar agama hampir pasti terjadi pada setiap masyarakat yang majemuk seperti di Indonesia. Pernikahan beda agama merupakan salah satu akibat dari interaksi sosial yang terbina dalam masyarakat majemuk. Perkawinan adalah sebuah akad yang mengikat kedua pihak yang setara yaitu laki-laki dan perempuan yang masingmasing telah memenuhi persyaratan berdasarkan hukum yang berlaku atas dasar kerelaan dan kesukaan kedua belah pihak untuk membentuk keluarga (Kamal dan Mulia, 2003: 1). Sebuah keluarga akan terasa lengkap jika telah dikaruniai anak, memiliki keturunan merupakan salah satu tujuan dari pernikahan. Pernikahan yang terjadi antara pasangan yang berbeda agama sudah pasti ada dampak yang akan dialami oleh pelaku pernikahan beda agama, kedua belah pihak keluarga bahkan keturunan atau anak dari pasangan beda agama tersebut juga akan menuai dampak dari pernikahan beda agama itu baik bersifat positif maupun negatif. Indonesia sebagai negara yang berdasarkan Pancasila, yang sila pertamanya ialah Ketuhanan Yang Maha Esa, maka antara perkawinan dengan agama mempunyai hubungan yang erat, karena perkawinan bukan saja mempunyai unsur jasmani tetapi juga
2
mempunyai unsur rohani yang memegang peranan penting. Artinya bahwa perkawinan tidak cukup dengan adanya ikatan lahir saja atau ikatan batin saja melainkan keduanya harus berjalan seimbang (Adji, 1989: iii) agar terciptanya keluarga yang harmonis sesuai dengan apa yang diinginkan. Dalam pandangan Islam, setiap anak dilahirkan dalam keadaan suci (fitrah), semua tergantung pada orang tuanya, kemana mereka hendak mengarahkannya. Hal tersebut sesuai dengan hadits:
ِ ﻓَﺄَﺑَﻮَاهُ ﯾُﮭَﻮﱢدَاﻧِﮫِ وَﯾُﻨَﺼﱢﺮَاﻧِﮫِ وَ ﯾُﻤَﺠﱢﺴَﺎﻧِﮫ.ِﻣَﺎ ﻣِﻦْ ﻣَﻮْﻟُﻮْدِ اِﻻﱠ ﯾُﻮْﻟَﺪُ ﻋَﻠَﻰ اﻟْﻔِﻄْﺮَة ()رواه اﻟﺒﺨﺎري Artinya: “Setiap bayi tidaklah dilahirkan melainkan dalam keadaan fitrah (suci). Maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi” (H.R Bukhori). Manusia dilahirkan sebagai makhluk yang telah memiliki potensi-potensi bawaan atau fitrah. Dengan pengajaran, bimbingan dan latihan ke depannya seseorang akan mampu mengembangkan kemampuan atau potensi yang telah dimilikinya. Oleh sebab itu, orang tua mempunyai kewajiban untuk mendidik anaknya sesuai dengan ajaran agama Islam karena orang tualah yang mempunyai pengaruh besar terhadap kepribadian dan akhlak anaknya. Dengan kata lain, keluarga merupakan wadah pertama dan utama bagi pertumbuhan dan perkembangan anak. Di dalam keluarga itulah akan berkembang dan terbentuknya kepribadian anak serta tempat untuk belajar berinteraksi sosial.
3
Faktor psikologis yang paling penting dalam kehidupan seorang anak di era globalisasi seperti saat ini adalah kepercayaannya, dan kehidupannya sebagian besar berpusar di seputar kepercayaan. Hal ini berkaitan dengan perbuatan yang dilakukannya dalam meniru atau melalui bujukan orang lain, kepercayaannya dengan orang-orang disekelilingnya seperti bapak-ibu, saudara-saudara, pengasuh anak, guru dan sebagainya, dan dengan perbuatan yang dia lakukan menurut penilaiannya sendiri. Semua itu adalah perbuatan yang ditujukan untuk mencari perkembangannya sendiri (Behesyti, 2003: 14). Pada dasarnya, kepercayaan seorang anak sebagian besar merupakan suatu refleksi bimbingan kepercayaan yang dilakukan oleh orang tua dengan penuh kasih sayang, dan sikap kasih sayang mereka kepadanya atau satu sama lain sehingga mempengaruhi hatinya (Behesyti, 2003: 15). Dalam kehidupan sehari-hari anak lebih banyak menghabiskan waktu bersama orang tuanya sehingga di awal proses perkembangannya anak akan lebih banyak meniru tingkah laku orang tua baik tingkah laku bergaul, bersosialisasi dengan lingkungan maupun dalam ritual keagamaan. Kepribadian anak terbentuk melalui semua pengalaman dan nilai-nilai yang diserapnya terutama dalam keluarga. Tetapi yang menjadi masalah, ketika sang anak dari pasangan beda agama melihat orang tuanya melakukan ritual keagamaan yang berbeda maka akan membawa pengaruh bagi perkembangan keagamaan maupun perkembangan psikologis anak tersebut. Anak akan merasa bingung hendak mengikuti sang ayah atau ibunya yang sudah menjadi panutan sejak dari kecil. Dalam keluarga pasangan
4
beda agama, besar kemungkinan terjadinya suatu kompetisi antara ayah dan ibu untuk mempengaruhi anak-anaknya agar mau mengikuti agama yang dianutnya. Pernikahan beda agama umumnya akan menyebabkan anak-anak kebingungan dalam memilih agama yang akan diyakininya. Pada umumnya anak akan lebih cenderung memilih dan mengikuti agama yang mempunyai pengaruh paling dominan dalam keluarganya. Setiap orang tua yang beragama Islam mempunyai kewajiban untuk mendidik anaknya sesuai dengan ajaran agama Islam karena orang tualah yang mempunyai pengaruh besar terhadap kepribadian dan akhlak anaknya. Sudah menjadi hal yang wajar jika orang yang beragama Islam menginginkan anakanaknya mengikuti agama yang dianut dan diyakininya walaupun pasangannya berbeda keyakinan dengannya. Pendidikan agama pada masa kanak-kanak seharusnya dilakukan oleh orang tua yaitu dengan jalan membiasakannya kepada tingkah laku dan akhlak yang diajarkan oleh agama. Demikian pula dengan nilainilai agama dan kaidah-kaidah sosial yang lain, sedikit demi sedikit harus masuk dalam pembinaan mental sang anak. Apabila pendidikan agama itu tidak diberikan kepada sang anak sejak ia kecil, maka akan sukar baginya untuk menerima pendidikan agama nanti kalau ia sudah dewasa, karena dalam kepribadiannya yang terbentuk sejak kecil itu tidak terdapat unsur-unsur agama (Daradjat, 1979: 128). Orang tua akan membiasakan anak-anaknya untuk mempelajari agama Islam serta menanamkan nilai-nilai agama Islam sedini mungkin dimaksudkan agar anak memiliki kepribadian yang tidak mudah dipengaruhi oleh dampak negatif
5
yang terjadi di lingkup kehidupan sosial yang lebih luas. Pendidikan Agama Islam dalam lingkungan keluarga harus mencakup semua dasar keislaman yaitu aqidah, ibadah, dan akhlak. Nilai-nilai aqidah mengajarkan manusia untuk percaya akan adanya Allah sebagai Dzat Yang Maha Esa dan Maha Kuasa sebagai pencipta alam semesta yang akan senantiasa mengawasi dan memperhitungkan segala amal perbuatan manusia di dunia. Nilai-nilai ibadah mengajarkan pada manusia agar dalam setiap perbuatannya selalu dilandasi hati yang ikhlas guna mencapai ridho Allah. Sedangkan nilai-nilai akhlak mengajarkan kepada manusia untuk bersikap dan berperilaku yang baik sesuai dengan norma atau aturan yang telah ditetapkan dalam ajaran Islam. Selain itu nilai-nilai Islam juga mengatur hubungan manusia dengan Allah, hubungan mausia dengan sesama manusia serta mengatur tentang hubungan manusia dengan alam secara menyeluruh. Potensi anak sangat strategis bukan hanya bagi kehidupan dan hari depan suatu keluarga, tetapi juga bagi kehidupan dan hari depan suatu bangsa. Oleh karena itu, pembelajaran tentang keagamaan sangatlah penting diberikan kepada anak supaya perilaku anak-anak mencerminkan pribadi yang berilmu dan berakhlak mulia. Dalam pernikahan pasangan beda agama, perbedaan agama itu akan memunculkan akibat bagi orang yang menjalaninya, diantaranya mengenai pendidikan keagamaan bagi anak. Dalam keluarga pasangan beda agama, berebut pengaruh keyakinan antara ayah dan ibu terhadap sang anak kemungkinan akan terjadi. Keduanya akan menanamkan ajaran agama yang dipeluknya kepada sang
6
anak dan diharapkan agar sang anak mau ikut ke dalam agamanya serta melaksanakan ajaran agama sesuai dengan yang diperintahkan. Untuk menanamkan agama dan pendidikan apa yang akan dianut anak bukanlah hal yang mudah, lantaran kedua orangtuanya berbeda keyakinan. Sebagai contoh bagi pasangan beda agama, orang tua yang beragama Islam baik sang ayah maupun ibu pasti akan mengajarkan kepada anaknya mengenai agama Islam, mulai dari pengetahuan tentang tauhid hingga segala hal yang mencakup peribadatan dan hubungan sosial menurut ajaran Islam. Mereka berharap anaknya akan memilih Islam sebagai agamanya sehingga mereka dapat melaksanakan ritual keagamaan bersama seperti shalat berjamaah maupun ritual berpuasa. Penanaman nilai-nilai agama Islam pada anak dalam keluarga pasangan beda agama memang membutuhkan proses yang berbeda dengan penanaman nilai-nilai keagamaan pada anak dalam keluarga yang seagama. Berangkat dari latar belakang diatas, penulis bermaksud untuk mengadakan penelitian tentang penanaman nilai-nilai agama Islam pada anak dalam keluarga pasangan beda agama dengan judul “Penanaman Nilai-nilai Agama (Studi Kualitatif Pada Keluarga Pasangan Beda Agama Di Desa Doplang Kecamatan Bawen Kabupaten Semarang Tahun 2012)”. B. Fokus Penelitian Berdasarkan latar belakang masalah sebagaimana tersebut di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
7
1. Bagaimana cara anak dalam menentukan agamanya, apakah ada unsur campur tangan orang tua atau kehendaknya sendiri dalam menetapkan agamanya? 2. Bagaimana cara orang tua menanamkan nilai-nilai agama Islam pada anak dalam keluarga pasangan beda agama? C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui cara penentuan agama yang dipilih anak dalam keluarga pasangan beda agama. 2. Untuk mengetahui cara orang tua yang berbeda agama dalam menanamkan nilainilai agama Islam pada anak. D. Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat kepada semua pihak terkait, baik kalangan akademis maupun masyarakat umum. Manfaat penelitian ini adalah: 1. Secara Teoritis Penelitian ini diharapkan memperkaya kajian mengenai keluarga dalam Islam, khususnya pernikahan beda agama. 2. Secara Praktis Dapat digunakan sebagai pijakan untuk pembinaan keagamaan bagi keluarga pasangan beda agama.
8
E. Penegasan Istilah Untuk menghindari terjadinya silang pengertian dalam memahami judul yang telah kami sebutkan diatas, maka penulis menegaskan beberapa istilah pokok yang terdapat dalam rumusan judul. 1. Pernikahan Beda Agama Pernikahan (perkawinan) dalam Islam merupakan suatu akad atau transaksi. Perkawinan adalah sebuah akad atau kontrak yang mengikat dua pihak yang setara, yaitu laki-laki dan perempuan yang masing-masing telah memenuhi persyaratan berdasarkan hukum yang berlaku atas dasar kerelaan dan kesukaan kedua belah pihak untuk membentuk keluarga (Kamal dan Mulia, 2003: 1). Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 pengertian pernikahan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (Adji, 1989: 21). Sedangkan pernikahan beda agama yang dimaksud dalam judul ini adalah perkawinan antara seseorang yang beragama Islam (Muslim) dan orang yang bukan Islam (non-Muslim).
2. Nilai-nilai Agama Islam Nilai adalah sifat-sifat yang penting atau berguna bagi kemanusiaan dan sesuatu yang menyempurnakan manusia sesuai dengan hakikatnya (Tim Penyusun, 2007: 783). Nilai adalah seperangkat keyakinan atau perasaan yang diyakini sebagai suatu identitas yang memberikan corak yang khusus kepada pola pemikiran keterikatan atau perilaku. Jadi, nilai-nilai agama Islam adalah
9
seperangkat keyakinan yang memberikan corak yang khusus kepada pola pemikiran yang bersumber pada ajaran agama Islam. F. Metode Penelitian 1. Pendekatan dan Jenis Penelitian Dalam penelitian ini, pendekatan yang diterapkan adalah pendekatan fenomenologis. Pendekatan fenomenologis adalah berusaha memahami arti peristiwa dan kaitan-kaitannya terhadap orang-orang biasa dalam situasi-situasi tertentu (Moleong, 2002: 9). Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati (Moleong, 2002: 4) 2. Kehadiran Peneliti Untuk memperoleh data-data yang dibutuhkan dalam penelitian, maka peneliti hadir secara langsung di lokasi penelitian sampai memperoleh data-data yang diperlukan. Dalam penelitian ini, peneliti bertindak sebagai pengumpul data dan sebagai instrument aktif dalam upaya mengumpulkan data-data di lapangan. Penelitian ini dimulai sejak pertama kali penulis melakukan observasi pada tanggal 04 Juli 2012 sampai tanggal 13 Agustus 2012.
10
3. Lokasi Penelitian Lokasi yang dipilih penulis adalah Desa Doplang Kecamatan Bawen Kabupaten Semarang. Pemilihan lokasi penelitian tersebut dikarenakan di daerah ini terdapat persoalan yang menjadi rumusan masalah yang diangkat oleh penulis. 4. Sumber Data Dalam penelitian ini yang menjadi informan utama adalah pelaku perkawinan beda agama dan anak dari keluarga pasangan beda agama. Selain sumber data di atas, penulis juga menggunakan informan pendukung yaitu pihak-pihak yang terkait dengan informan utama seperti tetangga maupun pembantu rumah tangga dari pelaku perkawinan beda agama. Selain itu, penulis juga menggunakan buku-buku yang yang berkaitan dengan pendidikan agama Islam serta buku-buku tentang perkawinan. 5. Prosedur Pengumpulan Data Dalam pengumpulan data pada penelitian ini digunakan beberapa metode sebagai berikut: a. Wawancara (Interview) Wawancara adalah interaksi bahasa yang berlangsung antara dua orang dalam situasi saling berhadapan salah seorang, yaitu yang melakukan wawancara meminta informasi atau ungkapan kepada orang yang diteliti yang berputar disekitar pendapat dan keyakinannya (Emzir, 2011: 50).
11
Wawancara dilakukan dengan menggunakan petunjuk umum wawancara (pedoman wawancara) secara terstruktur, maksudnya adalah peneliti menetapkan pertanyaan-pertanyaan sendiri yang akan diajukan kepada subjek penelitian secara ketat dan rapi (Moleong, 2008:190). Hal ini dilakukan untuk mendapatkan jawaban yang riil dan akurat dari subjek penelitian. Meskipun demikian, peneliti tidak menutup kemungkinan untuk mengajukan pertanyaan pada aspek-aspek lain yang mendukung terhadap topik penelitian. Orang-orang yang akan diwawancarai dalam penelitian ini adalah tiga keluarga pasangan beda agama di Desa Doplang Kecamatan Bawen Kabupaten Semarang, serta pihak-pihak yang terkait dengan informan utama. Adapun hal-hal yang ditanyakan seperti, Apa yang melatarbelakangi Anda melakukan pernikahan beda agama? Bagaimana cara yang digunakan dalam menanamkan ajaran agama Islam kepada anak Anda? Sejak kapan Anda mulai menanamkan nilai-nilai agama Islam pada anak? b. Dokumentasi Dokumentasi dapat
dikategorikan sebagai dokumen pribadi,
dokumen resmi dan dokumen budaya populer. Dokumen digunakan dalam hubungannya untuk mendukung wawancara (Emzir, 2011: 75). Data ini dapat berupa data monografi Desa Doplang Kecamatan Bawen Kabupaten Semarang.
12
6. Analisis Data Proses
analisis
data
kualitatif
berlangsung
selama
dan
pasca
pengumpulan data. Proses analisis mengalir dari tahap awal hingga penarikan kesimpulan. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan analisis data kualitatif model Miles dan Huberman. Dalam Emzir (2011: 129-133), ada tiga macam kegiatan dalam analisis data kualitatif, yaitu: a. Reduksi Data Yaitu proses pemilihan, pemokusan, penyederhanaan, abstraksi, dan pentransformasi data mentah yang terjadi dalam catatan-catatan lapangan tertulis. b. Model Data Model data adalah suatu kumpulan informasi yang tersusun yang membolehkan pendeskripsian kesimpulan dan pengambilan kesimpulan. Bentuk yang paling sering dari model data kualitatif adalah teks naratif. c. Penarikan Kesimpulan Dari permulaan pengumpulan data, peneliti kualitatif mulai memutuskan apakah makna sesuatu, mencatat keteraturan, pola-pola, penjelasan, konfigurasi yang mungkin, alur kausal dan proposisi-proposisi. 7. Pengecekan Keabsahan Data Ada empat kriteria yang digunakan dalam pengecekan keabsahan data kualitatif yaitu:
kepercayaan (kreadibility),
13
keteralihan (transferability),
ketergantungan (dependebility), kepastian (konfermability) (Moleong, 2008 : 324). Akan tetapi dalam penelitian ini, peneliti memakai tiga macam kriteria antara lain sebagai berikut: a. Kepercayaan (Kreadibility) Kreadibilitas data dimaksudkan untuk membuktikan data yang berhasil dikumpulkan sesuai dengan sebenarnya, ada beberapa tekhnik untuk mencapai kreadibilitas ini antara lain: teknik triangulasi dan diskusi teman sejawat. b. Ketergantungan (Dependebeility) Kriteria ini digunakan untuk menjaga kehati-hatian akan terjadinya kemungkinan kesalahan dalam mengumpulkan dan menginterprestasikan data sehingga data dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Lebih jelasnya adalah dikarenakan keterbatasan pengalaman,
waktu dan
pengetahuan dari penulis maka cara untuk menetapkan bahwa proses penelitian dapat dipertanggungjawabkan melalui audit Depandibility oleh auditor independent oleh dosen pembimbing. c. Kepastian (Konferrmability) Kriteria ini digunakan untuk menilai hasil penelitian yang dilakukan dengan cara mengecek data dan informasi serta interprestasi hasil penelitian yang didukung oleh materi yang ada pada pelacakan audit.
14
8. Tahap-tahap Penelitian a. Penelitian pendahuluan Penulis mulai datang ke lokasi penelitian serta mulai mengamati dan menjajaki keadaan di lokasi penelitian terutama pada keluarga pasangan beda agama. b. Pengembangan desain Setelah mengamati lokasi penelitian, penulis mulai menyusun pedoman-pedoman yang akan digunakan untuk kegiatan wawancara. c. Penelitian di lapangan Setelah penulis mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan proses penanaman nilai-nilai agama Islam pada anak dalam keluarga pasangan beda agama kemudian penulis melakukan wawancara ke subjek penelitian. Pada tahap ini, penulis melakukan pengumpulan data sampai tahap penulisan laporan. 9. Sistematika Penulisan Untuk memudahkan bagi para pembaca dalam mempelajari dan memahami skripsi ini, penulis telah membagi sistematika penulisan menjadi 5 (lima) bab, yaitu:
a. BAB I : PENDAHULUAN Berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, penegasan istilah, metode penelitian dan sistematika penulisan.
15
b. BAB II : LANDASAN TEORI Landasan teori tentang penanaman nilai-nilai agama Islam bagi anak. Bab ini akan membahas mengenai pengertian nilai-nilai agama, pengertian penanaman nilai-nilai agama, bentuk nilai-nilai agama Islam, materi pendidikan pada usia remaja, pola keluarga, pengertian pernikahan beda agama, asas-asas perkawinan dalam UU Perkawinan, remaja dan ciri-cirinya serta perkembangan remaja. c. BAB III : LAPORAN PENELITIAN Laporan penelitian lapangan mengenai profil subjek penelitian, proses pemilihan agama bagi anak dan proses penanaman nilai-nilai agama Islam pada anak dalam keluarga pasangan beda agama. Pada bab ini akan dilaporkan hasil pengumpulan data lapangan dimulai dari pemaparan gambaran umum wilayah Desa Doplang Kecamatan Bawen, yang mana akan menguraikan tentang batas wilayah; jumlah penduduk; keadaan penduduk menurut agama, pendidikan dan mata pencaharian. d. BAB IV : ANALISIS DATA Pada bab ini berisi tentang analisis mengenai peran orang tua terhadap pemilihan agama anak dan pola pendidikan agama Islam dalam keluarga beda agama.
e. BAB V : PENUTUP Penutup
berisi
kesimpulan
16
dan
saran-saran.
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penanaman Nilai-nilai Agama 1.
Pengertian Nilai-nilai Agama Nilai menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sifat-sifat atau halhal yang penting yang berguna bagi kemanusiaan (2007: 783). Nilai merupakan suatu yang ada hubungannya dengan subjek, sesuatu yang dianggap bernilai jika pribadi itu merasa bahwa sesuatu itu bernilai. Jadi nilai adalah sesuatu yang bermanfaat dan berguna bagi manusia sebagai tingkah laku (Iman dan Kholifah, 2009: 4). Sedangkan agama adalah peraturan Tuhan yang membimbing orang yang berakal, dengan jalan memilihnya untuk mendapatkan keselamatan dunia akhirat di dalamnya mencakup unsur-unsur keimanan dan amal perbuatan. Agama juga diartikan sebagai segenap kepercayaan (kepada Tuhan) serta dengan ajaran kebaktian dan kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan itu (Tim Penyusun, 2007: 10). Jadi, yang dimaksud dengan nilai-nilai agama adalah suatu kandungan atau isi dari ajaran untuk mendapatkan kebaikan di dunia dan akhirat yang diterapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Dalam proses penanaman nilai-nilai agama pada anak di keluarga beda agama tidak semuanya berjalan lancar sesuai dengan yang diinginkan. Besar kemungkinan terjadinya suatu kompetisi antara ayah dan ibu untuk mempengaruhi anak dalam masalah keyakinan akan memunculkan suatu konflik dalam keluarga beda agama tersebut. Kata konflik berasal dari bahasa Inggris conflict yang berarti perselisihan atau pertentangan (Budiharjo, 2007: 1).
1
Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia konflik berarti pertentangan, percekcokan (2007: 610). Konflik berasal dari kata kerja bahasa latin yaitu configure yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkan atau membuatnya tidak berdaya. Setiap manusia adalah individu yang unik, artinya setiap orang memiliki pendirian dan perasaan yang berbeda-beda satu dengan lainnya. Perbedaan pendirian dan perasaan akan sesuatu hal atau lingkungan yang nyata ini dapat menjadi faktor penyebab konflik, sebab dalam menjalani hubungan seseorang tidak selalu sejalan dengan kelompoknya. Konflik senantiasa ada dalam kehidupan masyarakat sehingga konflik tidak dapat dihilangkan tetapi hanya dapat diminimalkan. Yang dimaksud penanaman nilai-nilai agama dalam judul ini adalah mengenalkan dan mengajarkan isi ajaran agama kepada anak agar anak mengetahui dan memahami agama serta terbiasa untuk melaksanakan ajaran agama tersebut. 2.
Pengertian Penanaman Nilai-nilai Agama Penanaman menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah perihal (perbuatan, cara) menanamkan (2007: 1198). Penanaman nilai-nilai
agama
Islam adalah segala usaha memelihara dan mengembangkan fitrah manusia serta sumber daya insani yang ada padanya menuju terbentuknya manusia yang seutuhnya (insan kamil) sesuai dengan norma Islam (Ahmadi, 1992: 20).
2
Dalam Islam sendiri terdapat bermacam-macam nilai-nilai agama Islam. Maka penulis mencoba membatasi bahasan dari penulisan skripsi ini dengan nilai keimanan atau akidah, nilai ibadah dan nilai akhlak. Bagi para pendidik, dalam hal ini orang tua perlu membekali anak-anaknya dengan materi-materi atau pokok-pokok dasar agama Islam sebagai pondasi hidup yang sesuai dengan arah perkembangan jiwa sang anak. Pokok-pokok nilai-nilai agama Islam yang harus ditanamkan pada anak yaitu keimanan, ibadah dan akhlak (Syafa’at dkk, 2008: 50). 3.
Bentuk Nilai-nilai Agama Islam a.
Keimanan atau akidah Iman adalah mengucapkan dengan lidah, mengakui benarnya dengan hati dan mengamalkan dengan anggota (Zainuddin dkk, 1991: 97). Akidah dalam syari’at Islam meliputi keyakinan dalam hati tentang Allah, Tuhan yang wajib disembah; ucapan dengan lisan dalam bentuk dua kalimat syahadat, yaitu menyatakan bahwa tiada Tuhan selain Allah dan bahwa Nabi Muhammad sebagai utusan-Nya dan perbuatan dengan amal shaleh. Akidah demikian itu mengandung arti bahwa dari orang yang beriman tidak ada dalam hati atau ucapan di mulut dan perbuatan, melainkan secara keseluruhan menggambarkan iman kepada Allah. Yakni tidak ada niat, ucapan dan perbuatan yang dikemukakan oleh orang yang beriman kecuali yang sejalan dengan kehendak dan perintah Allah serta atas dasar kepatuhan kepada-Nya (Syafa’at dkk, 2008: 53).
3
Memberikan pendidikan keimanan pada anak merupakan sebuah keharusan yang tidak boleh ditinggalkan. Pasalnya iman merupakan yang pertama dan terutama dalam ajaran Islam yang mesti tertancap dalam bagi setiap individu dan menjadi pilar yang mendasari keislaman seseorang. Pendidikan keimanan terutama akidah tauhid atau mempercayai ke-Esa-an Tuhan harus diutamakan karena akan hadir secara sempurna dalam jiwa anak “perasaan ke-Tuhanan” yang berperan sebagai fundamental dalam berbagai aspek kehidupannya. Penanaman akidah iman adalah masalah pendidikan perasaan dan jiwa, bukan akal pikiran sedangkan jiwa telah ada dan
melekat
pada
anak
sejak
kelahirannya,
maka
sejak
awal
pertumbuhannya harus ditanamkan rasa keimanan dan akidah tauhid sebaikbaiknya (Zainuddin dkk, 1991: 99). Nilai-nilai keimanan harus mulai diperkenalkan pada anak dengan cara : 1) Memperkenalkan nama Allah SWT dan Rasul-Nya; 2) Memberikan gambaran tentang siapa pencipta alam raya ini melalui kisah-kisah teladan; 3) Memperkenalkan ke-Maha-Agungan Allah (Iman dan Kholifah, 2009: 6). Dengan demikian, akidah Islam bukan sekedar keyakinan dalam hati, melainkan pada tahap selanjutnya harus menjadi acuan dan dasar dalam bertingkah laku serta berbuat, yang pada akhirnya menimbulkan amal shaleh (Syafa’at dkk, 2008: 55).
4
b.
Ibadah Secara harfiah, ibadah berarti bakti manusia kepada Allah karena didorong dan dibangkitkan oleh akidah atau tauhid. Ibadah adalah upaya mendekatkan diri kepada Allah dengan mentaati segala perintah-Nya, menjauhi larangan-Nya, dan mengamalkan segala yang diizinkan-Nya. Pendidikan ibadah mencakup segala tindakan dalam kehidupan sehari-hari, baik yang berhubungan dengan Allah maupun dengan sesama manusia (Syafa’at dkk, 2008: 56). Ibadah merupakan dampak dan bukti nyata dari iman bagi seorang Muslim dalam meyakini dan mempedomani akidah Islamnya (Uhbiyati, 2009: 107). Iman adalah potensi rohani, sedang takwa adalah prestasi rohani. Supaya iman dapat mencapai prestasi rohani yang disebut takwa, diperlukan aktualisasi-aktualisasi iman yang terdiri dari berbagai macam dan jenis kegiatan yang disebut amal shaleh. Dengan kata lain, amal-amal shaleh adalah kegiatan-kegiatan yang mempunyai nilai-nilai ibadah (Syafaat dkk, 2008: 56). Sejak dini anak-anak harus diperkenalkan dengan nilai-nilai ibadah dengan cara: 1) Mengajak anak ke tempat ibadah; 2) Memperlihatkan bentuk-bentuk ibadah; 3) Memperkenalkan arti ibadah (Iman dan Kholifah, 2009: 6-7).
c.
Akhlak Akhlak bentuk jamak dan khuluk yang mengandung arti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat, watak atau sering disebut dengan
5
kesusilaan, sopan santun, atau moral. Akhlak adalah segala perbuatan yang dilakukan dengan tanpa disengaja dengan kata lain secara spontan, tidak mengada-ngada atau tidak dengan paksaan (Syafa’at dkk, 2008: 59-60). Menurut pengertian akhlak tersebut, hakikat akhlak harus mencakup dua syarat yaitu: 1) Perbuatan itu harus konstan, yaitu dilakukan berulang kali kontinu dalam bentuk yang sama, sehingga dapat menjadi kebiasaan. 2) Perbuatan yang konstan itu harus tumbuh dengan mudah sebagai wujud refleksi dari jiwanya tanpa pertimbangan dan pemikiran, yakni bukan karena adanya tekanan-tekanan, paksaan-paksaan dari orang lain, atau pengaruh-pengaruh dan bujukan-bujukan yang indah dan sebagainya (Zainuddin dkk, 1991: 102). Pendidikan tentang akhlak merupakan latihan membangkitkan nafsunafsu rubbubiyah (ketuhanan) dan meredam/menghilangkan nafsu-nafsu syaithaniyah (Muchtar, 2008: 16). Selain itu juga memperkenalkan dasardasar etika dan moral melalui uswah hasanah dan kegiatan-kegiatan lainnya yang berkaitan dengan perbuatan baik dalam kehidupan sehari-hari (Yasin, 2008: 213). Dalam pendidikan akhlak anak dikenalkan dan dilatih mengenai perilaku/akhlak yang mulia (akhlakul karimah/ mahmudah) seperti jujur, rendah hati, sabar dan sebagainya serta perilaku/akhlak yang tercela (akhlakul madzmumah) seperti dusta, takabur, khianat dan sebagainya (Muchtar, 2008: 16).
6
Menurut Al-Ghazali seperti yang dikutip Zainuddin (1991: 107), sangat mengajurkan agar mendidik anak dan membina akhlaknya dengan cara latihan-latihan dan pembiasaan-pembiasaan yang sesuai dengan perkembangan jiwanya walaupun seakan-akan dipaksakan, agar anak dapat terhindar dari keterlanjuran yang menyesatkan. Oleh karena pembiasaan dan latihan tersebut akan membentuk sikap tertentu pada anak, yang lambat laun sikap itu akan bertambah jelas dan kuat, akhirnya tidak tergoyahkan lagi karena telah masuk menjadi bagian dari kepribadiannya. Baik buruknya akhlak seseorang menjadi satu syarat sempurna atau tidaknya keimanan orang tersebut. Pendidikan agama mempunyai dua aspek terpenting. Aspek pertama dari pendidikan agama adalah yang ditujukan kepada jiwa atau pembentukan kepribadian. Anak dididik dan diberi kesadaran kepada adanya Allah SWT lalu dibiasakan melakukan perintah-perintah Allah dan meninggalkan laranganlarangan-Nya. Aspek yang kedua dari pendidikan agama adalah yang ditujukan kepada pikiran yaitu pengajaran agama itu sendiri, kepercayaan kepada Tuhan tidak akan sempurna jika isi dari ajaran-ajaran Tuhan itu tidak diketahui betulbetul. Anak didik harus ditunjukkan apa yang disuruh, apa yang dilarang, apa yang boleh, apa yang dianjurkan melakukannya dan apa yang dianjurkan meninggalkannya menurut ajaran agama (Daradjat, 1979: 129-130). Pendidikan menyangkut seluruh kepentingan hidup dan kehidupan manusia, maka termasuk pendidikan agama Islam, tidak hanya menjadi
7
tanggung jawab salah satu pihak baik itu pihak keluarga saja, sekolah saja ataupun masyarakat saja, tetapi ketiga-tiganya harus seiring sejalan dan saling mengisi satu sama lain dalam rangka aktivitas dan usaha-usaha dalam pendidikan agama Islam. Jadi dalam sebuah peningkatan nilai-nilai Islam, Islam menjadikan seluruh aspek kehidupan manusia untuk menjadikan manusia menjadi manusia yang sesuai dengan kodratnya pertama kali waktu dilahirkan. Nilai-nilai agama Islam berisikan bimbingan, arahan dan pembentukan agar anak-anak maupun anak didik meyakini dan mengimani akan adaya Tuhan, memegang teguh ajaran yang berasal dari Allah SWT, melaksanakan perintahNya dan menjauhi segala larangan-Nya. Jadi tugas pokok pendidik maupun orang tua dalam peningkatan nilai-nilai agama Islam adalah mengajarkan pengetahuan agama, menginformasikan nilai-nilai Islam kedalam pribadi anak yang tekanan utamanya mengubah sikap dan mental anak ke arah iman dan taqwa kepada Allah SWT serta mampu mengamalkan ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari (Iman dan Kholifah, 2009: 11). 4.
Materi Pendidikan Pada Usia Remaja Secara garis besar materi pendidikan yang harus disampaikan kepada anak usia remaja menurut Nur Uhbiyati (2009: 105) adalah: a.
Akidah atau keimanan Menanamkan keimanan kedalam lubuk hati sanubari remaja, sebab materi ini merupakan fundamental utama kehidupan seseorang, apabila
8
keimanan seseorang ini kokoh dan kuat maka dapat diharapkan hidup lurus tidak akan mudah terjerumus kedalam lembah kenistaan. Akidah atau keimanan ini perlu ditanamkan benar-benar kedalam lubuk saubari sehingga mendarah daging bagi remaja, hal ini sebab dengan iman atau akidah yang kuat merupakan motivasi kuat buat mereka untuk melakukan amal kebajikan maupun menjauhi perbuatan buruk. b.
Menyembah atau beribadah kepada Allah SWT Allah SWT berfirman:
ِوَﻣَﺎ ﺧَﻠَﻘْﺖُ اﻟْﺠِﻦَّ وَاْﻹِﻧْﺲَ إِﻻَّ ﻟِﯿَﻌْﺒُﺪُون Artinya: “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku” (Q.S Adz-Dzariyat: 56) Ibadah merupakan dampak dan bukti nyata dari iman. Ibadah ini ada berbagai macam yaitu shalat, zakat, puasa, menunaikan ibadah haji dan sebagainya. c.
Mencintai Nabi Muhammad saw dan menjadikannya sebagai suri tauladan.
d.
Menuntun remaja agar memiliki akhlak yang mulia seperti orang muda hormat kepada yang lebih tua, memelihara hubungan baik dengan tetangga, memperingatkan kepada remaja agar jangan menghina atau merendahkan teman lain dan jangan pula mengancam orang lain walaupun hanya dengan bergurau, menuntun anak agar berpenampilan sederhana, mengajari anak laki-laki agar tidak menyerupai perempuan begitu pula sebaliknya, membiasakan anak mengekang pandangan dan memelihara aurat, mendidik
9
ketaatan dengan hikmah kebijaksanaan, menuntun generasi muda untuk bekerja keras sesuai dengan kemampuan, menuntun agar dalam pergaulan selalu memperhatikan kepada siapa ia berteman dan pertumbuhan fisik. 5.
Pola Keluarga Keluarga merupakan tempat pembelajaran yang pertama dan utama bagi anak. Pola asuh serta model pembelajaran berbeda-beda di tiap-tiap keluarga. Pola kepemimpinan orang tua dalam membina keluarga sangat menentukan bentuk atau tipe keluarga tersebut. Menurut Sutari Imam Barnadib (1987: 122129), pola kepemimpinan orang tua yang akan menjadikan bentuk atau tipe keluarga dapat dibedakan menjadi 3 macam yaitu:
a.
Pola Keluarga Otoriter Sutari Imam Barnadib (1987: 122) mengungkapkan bahwa pola kepemimpinan otoriter ialah pemegang peran orang tua, yang semua kekuasaan ada padanya dan semua keaktifan anak ditentukan olehnya, anak sama sekali tidak mempunyai hak untuk mengemukakan pendapat. Orang tua dengan pola asuh otoriter cenderung menetapkan standar yang mutlak harus dituruti atau mempunyai aturan-aturan yang kaku dari orang tua. Sedangkan
MH.
Chabib
Toha
(1996:
11)
mengemukakan
tipe
kepemimpinan otoriter kepada anak ditandai dengan memakai aturan-aturan yang ketat dan seringkali memaksa anak untuk berperilaku seperti dirinya.
10
Berdasarkan pendapat di atas menunjukkan bahwa di sini anak harus patuh dan taat atas semua perintah orang tua kalau tidak akan kena hukuman sehingga anak selalu dihinggapi perasaan takut yang menghantui dirinya. Orang tua tipe ini juga tidak mengenal kompromi dan dalam komunikasi biasanya bersifat satu arah. b.
Pola Keluarga Liberal Pola asuh ini memberikan pengawasan yang sangat longgar serta ditandai dengan adanya kebebasan tanpa batas kepada anak untuk berbuat dan
berperilaku
sesuai
dengan
keinginan
anak,
memberikan
kesempatan pada anaknya untuk melakukan sesuatu tanpa pengawasan yang cukup darinya. Mereka cenderung tidak menegur atau memperingatkan anak apabila anak sedang dalam bahaya, dan sangat sedikit bimbingan yang diberikan oleh mereka. Sutari Imam Barnadib (1987: 126) mengungkapkan kepemimpinan orang tua di dalam keluarga kurang tegas. Anak menentukan sendiri apa yang dikehendaki, orang tua memberikan kebebasan kepada anaknya, orang tua memegang fungsi sebagai pimpinan yang mempunyai kewibawaan, suasana keluarga bebas. HM. Chabib Toha (1996: 114) menulis, akibat mendidik liberal maka kecenderungan prestasi belajar anak akan menurun sebab mereka tidak memperoleh perhatian yang wajar dari orang tua.
11
Dapat disimpulkan bahwa orang tua tipe ini biasanya bersifat hangat, sehingga seringkali disukai oleh anak. Kepemimpinan liberal akan merugikan anak karena sikapnya yang tidak mau diatur, selalu menentang, keras kepala maka dalam belajarpun akan menemui kegagalan. c.
Pola Keluarga Demokrasi Sutari Imam Barnadib (1987: 129) mengemukakan keluarga demokrasi ini memandang anak sebagai individu yang sedang berkembang. Sedang itu perlu adanya kewibawaan yang memimpinnya atau pendidiknya (orang tua), tetapi bukan kekuasaan otoriter. Orang tua dengan pola asuh yang demokratis bersikap rasional, selalu mendasari tindakannya pada rasio atau pemikiran-pemikiran serta bersikap realistis terhadap kemampuan anak dan tidak berharap yang berlebihan di luar kemampuan anak, atau suatu kepemimpinan yang menyesuikan dengan taraf-taraf perkembangan anak dengan cita-citanya, minatnya dan perkembangannya. Dari pendapat di atas di simpulkan bahwa kepemimpinan demokratis lebih memperhatikan dan menghargai anak baik dari segi perkembangan jiwa maupun kemampuan anak, sehingga anak akan mempunyai sifat terbuka dan bersedia menghargai temannya. Atau dengan kata lain, pola asuh demokratis adalah pola asuh yang memprioritaskan kepentingan anak, akan tetapi tidak ragu-ragu mengendalikan anak. Pola asuh tipe ini pada umumnya ditandai dengan sikap terbuka antara orang tua dan anak. Mereka membuat semacam aturan-aturan yang
12
disepakati bersama serta memberikan kebebasan untuk memilih dan melakukan suatu tindakan. B. Pernikahan 1. Pengertian Pernikahan/ Perkawinan Perkawinan merupakan suatu ikatan yang sah untuk membina rumah tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami isteri memikul amanah dan tanggung jawab, si isteri oleh karenanya akan mengalami suatu proses psikologis yang berat yaitu kehamilan dan melahirkan yang meminta pengorbanan (Adji, 1989: 20). Sedangkan perkawinan menurut Zainal Kamal dan Musdah Mulia, (2003: 1), menyebutkan bahwa perkawinan dalam Islam merupakan suatu akad atau transaksi. Hal itu terlihat dari adanya unsur ijab (tawaran) dan qabul (penerimaan). Sebagai suatu akad atau transaksi seyogyanya melibatkan dua pihak yang setara sehingga mencapai suatu kata sepakat atau konsensus. Tidak salah jika didefinisikan bahwa perkawinan adalah suatu akad atau kontrak yang mengikat dua pihak yang setara, yaitu laki-laki dan perempuan yang masing-masing telah memenuhi persyaratan berdasarkan hukum yang berlaku atas dasar kerelaan dan kesukaan kedua belah pihak untuk membentuk keluarga. Dengan demikian pernikahan bisa dipahami sebagai aqad untuk beribadah kepada Allah, aqad untuk untuk menegakkan syariat Allah, aqad untuk membangun rumah tangga sakinah mawadah wa rahmah. Dalam Undang-undang RI No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, dalam pasal 1 menyebutkan bahwa perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang
13
pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhaan Yang Maha Esa. Dari bunyi pasal di atas tersimpul suatu rumusan arti dan tujuan dari perkawinan. Arti perkawinan dimaksud adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan wanita sebagai suami isteri, sedang tujuan perkawinan dimaksud ialah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (Adji, 1989: 21). Pengertian perkawinan seperti yang tercantum dalam Undang-undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 pasal 1, bila terperinci yaitu: a.
Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri;
b.
Ikatan lahir batin itu ditujukan untuk membentuk keluarga yang bahagia yang kekal dan sejahtera;
c.
Ikatan lahir batin dan tujuan bahagia yang kekal itu berdasarkan pada Ketuhaan Yang Maha Esa. Perkawinan menurut Islam adalah suatu sunnah Nabi. Oleh karena itu,
bagi pengikut-pengikutnya dianjurkan untuk melakukan sunnah tersebut. Selain mencontoh tindak-laku Nabi Muhammad, perkawinan itu juga merupakan kehendak manusia, kebutuhan rohani dan jasmani. Perkawinan itu disyariatkan supaya manusia mempunyai keturunan dan keluarga yang sah menuju kehidupan bahagia di dunia dan di akhirat, di bawah naungan cinta kasih dan ridho Illahi. Selain itu, tujuan dari pernikahan menurut Islam adalah menjauhkan diri dari
14
zina, mendapatkan tenaga untuk kemajuan Islam, aset simpanan di akhirat, mewujudkan suatu masyarakat Islam, menghibur hati Rasulullah saw, menambah jumlah umat Islam, menyambung keturunan dan menghibur hamba Allah SWT (Adji, 1989: 23). 2. Asas-asas Perkawinan Dalam Undang-undang Perkawinan Di dalam suatu perkawinan perlu adanya suatu ketentuan yang menjadi dasar atau prinsip dari pelaksanaan suatu perkawinan. Menurut Sution Usman Adji (1989: 17-18), prinsip-prinsip atau asas-asas mengenai perkawinan diatur dalam penjelasan umum dari UU Perkawinan Nasional (UU No. 1 Tahun 1974) yaitu: a.
Tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. Untuk itu, suami isteri perlu saling membantu dan melengkapi, agar masingmasing dapat mengembangkan kepribadiannya membantu dan mencapai kesejahteraan spiritual dan material.
b.
Dalam Undang-undang ini dinyatakan, bahwa suatu perkawinan sah bilamana dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu; dan disamping itu tiap-tiap perkawinan harus dicatat menurut peraturan-peraturan perundang-undangan yang berlaku.
c.
Undang-undang ini menganut asas monogami. Hanya apabila dikehendaki yang bersangkutan, karena hukum dan agama dari yang bersangkutan mengijinkan, seorang suami dapat beristerikan lebih dari seorang.
15
d.
Undang-undang ini menganut prinsip bahwa calon suami isteri itu harus telah masuk jiwa raganya untuk dapat melangsungkan perkawinan, agar supaya dapat mewujudkan tujuan perkawinan secara baik tanpa berpikir pada perceraian dan dapat mendapat keturunan yang baik dan sehat.
e.
Karena tujuan perkawinan adalah untuk membentuk keluarga yang bahagia kekal dan sejahtera, maka undang-undang ini mengaut prinsip untuk mempersukar terjadinya perceraian.
f.
Hak dan kedudukan isteri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami, baik dalam kehidupan rumah tangga maupun dalam pergaulan masyarakat, sehingga dengan demikian segala sesuatu dalam keluarga dapat dirundingkan dan diputuskan bersama oleh suami isteri.
C. Perkembangan Nilai Pada Remaja Usia Menikah Anak merupakan harta orang tua yang paling berharga, karena itu orang tua selalu bersedia memberikan yang terbaik untuk anak-anaknya. Orang tua juga mempunyai kewajiban yang sangat utama yaitu mendidik dan mengasuhnya. Pendidikan sangat penting bagi kemajuan dan kehidupan manusia terutama pendidikan agama. Pendidikan agama diberikan guna membekali manusia untuk berakhlak mulia menuju terbentuknya manusia seutuhnya. Setiap orang Muslim wajib menuntut ilmu sejak masih dalam kandungan sampai liang lahat. Pendidikan keagamaan hendaknya diberikan kepada anak sedini mungkin agar anak terbiasa dan dapat membentuk kepribadian yang mulia. Kemampuan berfikir secara abstrak seperti pemahaman tentang Tuhan pada anak belum sempurna perkembangannya
16
sampai anak berusia 12 tahun atau masa remaja awal. Masa remaja merupakan tahapan dimana manusia mulai mengalami berbagai perkembangan dan perubahan secara cepat, termasuk di dalamnya perkembangan kesadaran agama.
1. Remaja dan Ciri-cirinya Remaja adalah tahap umur yang datang setelah masa kanak-kanak berakhir, ditandai oleh pertumbuhan fisk cepat. Pertumbuhan cepat yang terjadi pada tubuh remaja, luar dan dalam itu, membawa akibat yang tidak sedikit terhadap sikap, perilaku, kesehatan serta kepribadian remaja (Daradjat, 1979: 8). Menurut beberapa ahli remaja juga disebut dengan berbagai macam istilah seperti pubertas. Remaja adalah periode transisi yaitu periode anak-anak ke periode dewasa (Uhbiyati, 2009: 20). Dalam agama Islam, bisa dikatakan remaja bila seseorang telah akil baligh, telah bertanggung jawab atas setiap perbuatannya (Daradjat, 1979: 11). Menurut Nur Uhbiyati (2009: 96-97), masa remaja terbagi menjadi tiga fase yaitu: a. Praremaja masanya sangat pendek, kurang lebih satu tahun. Untuk wanita 1112/ 12-13 tahun dan untuk laki-laki 12-13/13-14 tahun. Dikatakan juga sebagai fase negatif yakni fase yang sukar untuk anak dan orang tua. Perkembangan fungsi-fungsi tubuh, terutama fungsi-fungsi seks.
17
b. Remaja awal 13/14-17. Perubahan-perubahan fisik terjadi dengan pesat dan mencapai puncaknya. Ketidakseimbangan emosional dan tidak stabil dalam banyak hal terdapat pada masa ini. Ia mencari identitas diri karena pada masa ini statusnya tidak jelas, pola-pola hubungan sosial mulai berubah. c. Remaja lanjut 17-20/21 tahun. Diri menjadi pusat perhatian, ia ingin menonjolkan diri, caranya lain dengan remaja awal. Idealis, mempunyai citacita tinggi. Bersemangat dan mempunyai energi yang besar. Usaha-usaha memantapkan idealitas diri. Ingin mencapai ketidaktergantungan emosional. Masa remaja merupakan periode perubahan yang sangat pesat baik dalam perubahan fisiknya maupun perubahan sikap dan perilakunya. Berikut ini empat perubahan yang bersifat universal selama masa remaja. a. Meningkatnya emosi; intensitasnya tergantung pada tingkat perubahan fisik dan psikologi yang terjadi. Perubahan emosi ini banyak terjadi pada awal remaja. b. Perubahan fisik, perubahan minat dan peran yang diharapkan oleh kelompok sosial menimbulkan masalah-masalah baru sehingga selama masa ini si remaja merasa ditimbuni masalah. c. Dengan berubahnya minat dan perilaku, maka nilai-nilai juga berubah. Apa yang dianggap penting atau bernilai pada masa kanak-kanak sekarang tidak lagi. Kalau pada masa kanak-kanak segi kuantitas yang dipentingkan, sekarang segi kualitas yang diutamakan.
18
d. Sebagian besar remaja bersifat ambivalensi terhadap setiap perubahan. Mereka menginginkan dan menuntut
kebebasan, tetapi mereka sering takut
bertanggung jawab akan akibatnya dan meragukan kemampuan mereka untuk melaksanakan tanggung jawab tersebut (Syafa’at dkk, 2008: 96-96).
2. Perkembangan Remaja Pada masa remaja terjadi beberapa perkembangan, menurut Aat Syafa’at dkk (2008: 103-104), di antaranya sebagai berikut: a. Perkembangan fisik Masa remaja merupakan salah satu di antara dua masa rentangan kehidupan, dimana terjadi pertumbuhan fisik yang sangat pesat. Masa pertama terjadi pada fase pranatal dan bayi. b. Perkembangan intelektual Ditinjau dari perkembangan intelektual, masa remaja sudah mencapai tahap operasi formal. Remaja secara mental telah dapat berfikir logis tentang berbagai gagasan yang abstrak. Dengan kata lain, operasi formal lebih bersifat hipotesis dan abstrak, serta sistem sistematis dan ilmiah dalam memecahkan masalah daripada berpikir konkret. c. Perkembangan emosi Masa remaja merupakan puncak emosional, yaitu perkembangan emosi yang tinggi. Pertumbuhan fisik, terutama organ-organ seksual mempengaruhi
19
perkembangan emosi atau perasaan dan dorongan baru yang dialami sebelumnya, seperti perasaan cinta, rindu, dan keinginan untuk berkenalan dengan lawan jenis. d. Perkembangan sosial Pada masa ini remaja sudah mempunyai kemampuan untuk memahami orang lain, sebagai individu yang unik, baik menyangkut sifat pribadi, minat, nilai-nilai maupun perasaannya. e. Perkembangan moral Pada masa ini muncul dorongan untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang dapat dinilai baik oleh orang lain. Remaja berperilaku bukan hanya untuk memenuhi kepuasan fisiknya, tetapi juga psikologisnya. f. Perkembangan kepribadian Kepribadian merupakan sistem yang dinamis dari fisik, sikap kebiasaan yang menghasilkan tingkat konsistensi respon, individu yang beragam. Fase remaja saat yang paling penting bagi perkembangan dan integritas kepribadian. Faktor-faktor dan pengalama baru yang tempat terjadinya perubahan kepribadian pada masa remaja meliputi: 1) Perolehan pertumbuhan fisik yang menyerupai dewasa; 2) Kematangan seksual yang disertai dengan dorongan-dorongan dan emosi baru; 3) Kesadaran terhadap diri sendiri, keinginan untuk mengarahkan diri dan mengevaluasi kembali tentang standar (norma) tujuan cita-cita;
20
4) Kebutuhan akan persahabatan yang bersifat heteroseksual, berteman dengan pria maupun wanita; 5) Munculnya konflik sebagai dampak dari masa transisi antara masa anakanak dan masa dewasa. g. Perkembangan kesadaran agama Pada tahap ini anak memiliki kemampuan berfikir abstrak dan mampu mengapresiasi kualitas keabstrakan Tuhan Yang Maha Adil.
21
BAB III PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN A. Paparan Data 1.
Paparan data tentang gambaran umum daerah penelitian a. Letak dan Keadaan Geografis Desa Doplang adalah sebuah desa di Kecamatan Bawen Kabupaten Semarang. Sebelah utara dan timur berbatasan dengan Kelurahan Bawen serta berbatasan dengan Kecamatan Ambarawa di sebelah barat dan selatan. b. Struktur Organisasi Desa Doplang Struktur Organisasi Desa Doplang Kecamatan Bawen Kabupaten Semarang adalah sebagai berikut: KEPALA DESA SUPRIYANTO
SEKERTARIS DESA
KASI KEUANGAN
MARSINI
SUNARNI
KASI PEMERINTAH
KASI PEMBANGUNAN
KASI MASYARAKAT
AHMAD WIDODO
SURYONO
MUH. AMIN
Bagan Struktur Organisasi Desa Doplang
22
Sumber: Kantor Kepala Desa Doplang
c. Keadaan Penduduk Adapun keadaan penduduk Desa Doplang Kecamatan Bawen Kabupaten Semarang dapat di lihat dari data Monografi pada bulan Juni 2012 di bawah ini yang sudah dapat di pahami dengan tabel-tabel klasifikasi berikut ini: Tabel 3.1 Jumlah Penduduk menurut Usia NO
KELOMPOK UMUR (TAHUN)
LAKI-LAKI
PEREMPUAN
JUMLAH
1
0<1
107
83
190
2
1>5
146
137
283
3
6-10
159
137
296
4
11-15
221
206
427
5
16-20
184
187
371
6
21-25
168
173
341
7
26-30
171
178
349
8
31-40
322
322
644
9
41-50
346
319
665
10
51-60
309
323
632
11
60 keatas
140
156
296
2273
2221
4494
JUMLAH
(Sumber: di ambil dari data Monografi Desa Doplang)
Berdasarkan data pada tabel 3.1 dapat diketahubahwa, dari total penduduk 4494 jiwa terdapat 2273 berjenis kelamin laki-laki. Jumlah
23
penduduk paling banyak terdapat pada kelompok umur 41-50 tahun yaitu 665 jiwa. Tabel 3.2 Jumlah Penduduk menurut Agama NO
KELOMPOK AGAMA
LAKI-LAKI
PEREMPUAN
JUMLAH
2265
2211
4476
1
Islam
2
Kristen
2
3
5
3
Khatolik
6
7
13
4
Hindu
-
-
0
5
Budha
-
-
0
6
Khonghucu
-
-
0
JUMLAH
2273
2221
4494
(Sumber: di ambil dari data Monografi Desa Doplang)
Mayoritas penduduk di Desa Doplang beragama Islam yaitu 4476 jiwa. Khatolik dan Kristen menempati diurutan kedua dan ketiga dengan jumlah 18 jiwa. Tabel 3.3 Jumlah Penduduk menurut Pendidikan NO JENIS PENDIDIKAN
LAKI-LAKI
PEREMPUAN
JUMLAH
1
Tidak Sekolah
254
239
493
2
Belum Tamat SD
321
317
638
3
Tidak Tamat SD
209
204
413
4
Tamat SD
736
735
1471
5
Tamat SLTP
485
487
972
24
6
Tamat SLTA
227
218
445
7
Tamat akademik/Diploma
22
15
37
8
Sarjana ke atas
12
13
25
2266
2228
4494
JUMLAH
(Sumber: di ambil dari data Monografi Desa Doplang)
Berdasarkan tabel 3.3 dapat diketahui bahwa dari jumlah penduduk 4494 jiwa hanya 62 jiwa yang menempuh pendidikan diatas SLTA. Mayoritas tingkat pendidikan penduduk di Desa Doplang hanya tamat SD yaitu 1471 jiwa. Tabel 3.4 Jumlah Penduduk menurut Mata Pencaharian NO
JENIS PEKERJAAN
LAKI-LAKI
PEREMPUAN
JUMLAH
1
PNS
12
14
26
2
TNI
1
-
1
3
Polri
1
-
1
4
Pegawai Swasta
87
53
140
5
Pensiunan
8
16
24
6
Pengusaha
1
3
4
7
Buruh Bangunan
296
21
317
8
Buruh Industri
139
249
388
9
Buruh Tani
623
262
885
10
Petani
631
305
936
11
Peternak
106
53
159
12
Nelayan
-
-
0
25
13
Lain-Lain JUMLAH
279
138
417
2184
1114
3298
(Sumber: di ambil dari data Monografi Desa Doplang)
Mayoritas masyarakat di Desa Doplang berprofesi sebagai petani yaitu 936 jiwa serta sebagai buruh tani sebanyak 885 jiwa. Sedangkan diurutan ketiga sebanyak 388 bekerja sebagai buruh industri. Tabel 3.5 Jumlah Kepala Keluarga NO
URAIAN
LAKI-LAKI
PEREMPUAN
JUMLAH
1
Jumlah Kepala Keluarga
1174
85
1259
2
Keluarga yang sudah mempunyai KK
1017
63
1080
3
Keluarga yang belum Mempunyai KK
148
20
168
(Sumber: di ambil dari data Monografi Desa Doplang)
Dari keseluruhan kepala keluarga yang berjumlah 1259 masih ada yang belum mempunyai Kartu Keluarga yaitu sebanyak 168 kepala keluarga. 2.
Data Responden Tabel 3.6 Daftar Keluarga Pasangan Beda Agama NO
SUAMI
ISTRI
USIA
1
JK (Islam)
SM (Islam)
45/39 tahun
2
DC (Kristen Protestan)
IT (Islam)
50/40 tahun
3
JN (Islam)
ST (Kristen Protestan)
46/43 tahun
26
Berdasarkan data pada tabel 3.6 dapat diketahui bahwa terdapat tiga keluarga pasangan beda agama. Tabel 3.7 Daftar Nama, Usia dan Keagamaan Anak NO 1 2
3
KELUARGA
NAMA ANAK
USIA
AGAMA
MR
16 tahun
Islam
AS
9 tahun
Islam
RL
17 tahun
Islam
DT
21 tahun
Kristen Protestan
YD
17 tahun
Islam
I II
III
Dari tabel 3.7 dapat diketahui bahwa dari keenam anak pasangan beda agama hanya satu yang memeluk agama Kristen Protestan yaitu DT. B. Profil Subjek Penelitian 1.
Profil Keluarga Bapak JK Bapak JK lahir di Klaten 45 tahun yang lalu. Beliau memiliki istri yang bernama Ibu SM yang kini berumur 39 tahun. Keluarga ini dikaruniai satu anak perempuan bernama MR yang berusia 16 tahun dan satu anak laki-laki berusia 9 tahun bernama AS. Pendidikan terakhir Bapak JK adalah SLTP, sedangkan Ibu SM hanya lulusan SD. Anak pertama mereka kini duduk di bangku SLTA kelas dua di Jakarta dan anak kedua yang bernama AS berada di tingkat tiga sekolah dasar. Setiap harinya Bapak JK bekerja sebagai karyawan salah satu pabrik di Ungaran, sedangkan Ibu SM membuka toko kecil di rumahnya.
27
Dalam keluarga ini, agama yang dicantumkan dalam kartu keluarga semuanya Islam untuk masing-masing anggota keluarga. Tetapi untuk Bapak JK, Islam hanyalah sebatas agama identitas. Beliau tidak menjalankan segala bentuk ibadah maupun ajaran agama Islam, tetapi beliau aktif dalam semua kegiatan dan peribadatan agama Kristen Protestan. Sebelum menikah dengan Ibu SM, agama Bapak JK adalah Kristen Protestan namun demi memperoleh restu dari keluarga Ibu SM dan demi memperlancar kepengurusan surat-surat perkawinan beliau pindah ke agama Islam. Setelah dua tahun pernikahan, akhirnya Bapak JK memutuskan kembali lagi ke agama sebelumnya tetapi tidak mengganti agama dalam kartu identitasnya. 2.
Profil Keluarga Bapak DC Bapak DC berasal dari Semarang sedangkan Ibu IT dari Klaten. Mereka saling kenal karena keduanya bekerja di tempat yang sama di salah satu pabrik di Semarang. Setelah lama saling mengenal dan menjalin suatu hubungan, akhirnya mereka memutuskan menikah dan kemudian pindah ke Desa Doplang. Usia Bapak DC kini sudah mencapai umur 50 tahun sedangkan Ibu IT berusia 40 tahun. Mereka dikaruniai seorang anak perempuan bernama RL yang kini berusia 17 tahun. Bapak DC adalah seorang lulusan SMA sedangkan istrinya hanya lulusan SD. Anak mereka kini sudah mencapai tingkat SLTA kelas dua di salah satu sekolah swasta di Ambarawa.
28
Saat ini Bapak DC dan Ibu IT sama-sama bekerja sebagai buruh pabrik di sekitar Ungaran. 3.
Profil Keluarga Bapak JN Klaten merupakan daerah asal Bapak JN, beliau lahir 46 tahun yang lalu. Istrinya bernama Ibu ST yang berusia 43 tahun berasal dari daerah Ungaran. Keduanya dikaruniai satu anak perempuan bernama DT yang kini berusia 21 tahun serta seorang anak laki-laki berusia 17 tahun bernama YD. Bapak JN dan Ibu ST bisa sampai ke tahap pernikahan dikarenakan dulu tempat kerja Bapak JN berdekatan dengan tempat tinggal Ibu ST. Setelah beberapa tahun pernikahan, akhirnya mereka memutuskan untuk pindah ke Desa Doplang dikarenakan Ibu ST dipindahtugaskan di Desa Doplang. Bapak JN merupakan seorang pegawai dinas perhutani di Semarang sedangkan Ibu ST seorang bidan desa yang ditugaskan di Desa Doplang. Bapak JN dan Ibu ST, keduanya sama-sama lulusan sarjana sedangkan DT kini menempuh pendidikan di salah satu perguruan tinggi di Salatiga serta YD kini duduk di bangku kelas dua SLTA di Ungaran. Mengenai agama, DT lebih memilih untuk mengikuti agama ibunya yaitu Kristen Protestan. Berbeda dengan DT, YD lebih memilih Islam sebagai agamanya.
29
C. Temuan Penelitian 1. Proses Pemilihan Agama Anak Dari Keluarga Pasangan Beda Agama Penentuan agama bagi anak pada umumnya tidaklah menjadi suatu masalah dalam sebuah keluarga, tapi lain halnya yang terjadi pada keluarga pasangan beda agama. Dalam keluarga pasangan beda agama, membutuhkan cara atau tindakan tertentu dalam hal penentuan agama anak. Di bawah ini akan penulis paparkan proses pemilihan agama anak dari pasangan beda agama berdasarkan wawancara dengan keluarga Bapak JK, Bapak DC dan Bapak JN. a. Keluarga Bapak JK Bapak JK awalnya beragama Kristen Protestan, tapi untuk bisa menikah dengan Ibu SM akhirnya Bapak JK bersedia untuk pindah ke agama Islam. Setelah dua tahun pernikahannya dengan Ibu SM, akhirnya Bapak JK kembali lagi menjalankan ajaran agama Kristen Protestan tetapi tanpa mengubah agama yang tertera dalam kartu identitasnya. Bapak JK pernah juga mengajak Ibu SM untuk ikut dengannya pergi ke gereja dan memeluk agama Kristen, namun ajakan Bapak JK tersebut ditolak dengan tegas oleh Ibu SM. Setelah kejadian tersebut, Ibu SM dan Bapak JK membuat suatu kesepakatan mengenai agama anak-anak mereka kelak harus ikut dengan agama Ibu SM yaitu Islam. Hal tersebut sebagaimana diutarakan oleh Ibu SM di bawah ini: “Untuk masalah anak-anak terutama tentang agamanya saya sudah bilang ke suami kalau anak-anak harus ikut dengan saya bagaimanapun keadaannya” (P.SM/76-79/).
30
b. Keluarga Bapak DC Di keluarga Bapak DC dan Ibu IT agama merupakan suatu hal yang tidak perlu dipermasalahkan dan diperebutkan. Mengenai penentuan agama bagi anak, Bapak DC menyerahkan sepenuhnya kepada Ibu IT. Bapak DC tidak terlalu mempermasalahkan agama apa yang akan dipilih anaknya, yang terpenting tetap konsekuen terhadap ajaran agama yang dipeluknya. Dengan begitu, anak mereka ikut ke agama Ibu IT yaitu Islam, sebagaimana diutarakan oleh Ibu IT: “Untuk agama anak, suami saya menyerahkan semuanya ke saya. Jadi ya anak ikut agama saya. Suami saya tu gak terlalu mempermasalahkan agama apa yang kelak dipilih anak-anak yang terpenting itu tetap konsekuen dengan ajaran agama yang dipeluk” (P.IT/44-50/10-08-2012). c. Keluarga Bapak JN Mengenai penentuan agama anak, dalam keluarga Bapak JN dan Ibu ST memberikan kebebasan kepada kedua anak mereka. Saat anak-anak mereka masih kecil, Bapak JN yang lebih intens dalam memberikan pendidikan keagamaan, sampai suatu saat Ibu ST merasa cemburu dan berniat untuk memberikan pendidikan agama juga ke anak-anak mereka. Akhirnya Bapak JN dan Ibu ST sepakat untuk saling memberikan pengajaran keagamaan sesuai dengan agama masing-masing kepada kedua anaknya. Tanggapan kedua anak mereka juga berbeda mengenai pemberian bimbingan keagamaan yang dilakukan kedua orangtuanya. DT bersedia menerima semua ajaran agama yang diberikan Bapak dan Ibunya sedangkan YD hanya mau menerima pendidikan keagamaan yang diberikan oleh Bapak JN saja. Jadi,
31
DT ikut ke agama ibunya yaitu Kristen Protestan sedangkan YD ikut ke agama Islam. Hal ini berdasarkan penuturan Bapak JN: “Saat anak-anak masih kecil saya yang lebih intens dalam memberikan pendidikan keagamaan kepada mereka agar mereka mempunyai pedoman dan pondasi yang kuat. Namun istri saya protes karena saya yang lebih dominan dalam memberikan pengajaran kepada anak-anak, akhirnya saya dan istri sepakat untuk saling memberikan pengajaran tentang agama kepada mereka. Setelah anak-anak dewasa kita juga memberikan kebebasan kepada mereka untuk memilih agama, apakah akan memilih Islam ataupun Kristen” (P.JN/55-67/12-08-2012). 2. Proses Penanaman Nilai-nilai Agama Islam Pada Anak Dari Keluarga Pasangan Beda Agama Dalam setiap keluarga mempunyai cara dan metode sendiri dalam proses penanaman nilai-nilai agama pada anak. Hal itu juga terjadi pada keluarga pasangan beda agama, perbedaan agama antara suami istri juga akan berpengaruh pada cara penanaman nilai-nilai agama kepada anak dari pasangan beda agama tersebut. Di bawah ini akan penulis paparkan proses penanaman nilai-nilai agama Islam pada anak dari pasangan beda agama berdasarkan wawancara dengan informan. a. Keluarga Bapak JK Bapak JK dan Ibu SM dikaruniai dua anak. Dengan adanya kesepakatan yang dibuat oleh Bapak JK dan Ibu SM akhirnya kedua anaknya mengikuti agama Ibu SM yaitu Islam. Mengenai pendidikan keagamaan, Ibu SM sudah mulai mengenalkan Islam kepada anak-anaknya sejak mereka masih kecil. Hal ini berdasarkan penuturan dari Ibu SM di bawah ini:
32
“Sejak kecil, sebelum sekolah sudah saya latih shalat walaupun hanya sekedar menirukan gerakannya saja” (P.SM/68-70/27-07-2012). Menurut Ibu SM, pendidikan Islam yang lebih utama diajarkan yaitu mengenai shalat, mengaji, puasa, sikap toleransi dan menghormati terhadap pemeluk agama lain. Berikut pernyataan Ibu SM: “Yang penting anak-anak mau shalat dan ngaji tapi yang penting juga harus menghormati bapaknya walaupun belum bisa sama dengan kita” (P.SM/94-97/27-07-2012). Menurut AS, pendidikan keagamaan Islam ia dapatkan dari ibunya, guru serta tempat TPA. Pendidikan keagamaan itu berupa kewajiban untuk shalat, puasa, zakat, mengaji dan sikap toleransi. Seperti ungkapan AS berikut ini: “Dari dulu sudah diajarin ibu buat shalat, puasa sama ngaji kok. Kalau agamanya Islam berarti harus shalat 5 kali, kalau bulan Ramadhan juga harus puasa, trus kalau malam takbir tu juga harus membayar zakat, tiap hari juga disuruh ngaji ke TPA” (A.AS/22-28/27-07-2012). b. Keluarga Bapak DC Pernikahan Bapak DC dengan Ibu IT dikaruniai seorang anak perempuan yang bernama RL. Karena Bapak DC menyerahkan sepenuhnya kepada Ibu IT mengenai agama anaknya, maka Ibu IT yang memberikan pendidikan keagamaan kepada RL sehingga RL ikut ke agama Islam. Menurut Ibu IT, pengenalan tentang Islam lebih baik diberikan sejak kecil. Nilai-nilai yang diajarkan meliputi pengenalan tentang Tuhan, rukun iman, rukun islam dan sikap toleransi. Berikut ungkapan Ibu IT: “Yang terpenting itu pengenalan tentang Tuhan serta rukun iman, shalat dan ajaran-ajaran yang lain meliputi puasa, zakat dan lainnya. Tentang sikap menghargai dan menghormati dengan sesama maupun pemeluk agama
33
lain. Patuh dan menghormati kepada bapaknya walaupun tidak seagama. Mungkin seputar hal-hal yang mendasar yang bisa saya ajarkan kepada anak saya” (P.IT/95-104/10-08-2012). Berdasarkan penuturan RL, nilai-nilai agama yang paling utama diajarkan adalah ibadah shalat dan puasa, selain itu juga sikap menghormati walaupun terhadap pemeluk agama lain. Seperti ungkapan RL berikut ini: “Kalau ibu sih yang penting shalat sama kalau bulan Ramadhan kayak sekarang ini harus ikutan puasa” (A.RL/60-62/10-08-2012). c. Keluarga Bapak JN Bapak JN dan Ibu ST dikaruniai dua orang anak, DT dan YD. Saat kedua anaknya masih kecil, Bapak JN yang lebih intens dalam memberikan penanaman nilai-nilai agama Islam. Setelah anak-anak mereka dewasa, Bapak JN dan Ibu ST memberikan kebebasan dalam memilih agama mereka masingmasing, akhirnya DT ikut agama ibunya yaitu Kristen Protestan sedangkan YD beragama Islam. Menurut Bapak JN, nilai yang harus diberikan kepada anak yaitu masalah tauhid, shalat wajib, puasa, toleransi, hidup rukun dengan lingkungan sekitar seperti yang telah diungkapkan Bapak JN berikut ini: “Kalau menurut saya semua nilai itu penting untuk diajarkan kepada anak, tapi hal yang paling anak ketahui dan kuasai adalah mengenai tauhid yaitu tentang keimanan kepada Allah, kemudian shalat juga sangat penting karena kita sebagai umat Islam wajib untuk melaksanakan shalat 5 waktu, puasa maupun sikap saling toleransi dan hidup rukun dengan masyarakat sekitar maupun teman-teman pergaulan atau teman sekolah. Yang penting itu hidup harmonis dengan lingkungan kita” (P.JN/107-119/12-08-2012). Berdasarkan penuturan YD, kegiatan keagamaan rutin dilakukan di rumah bersama Bapak JN dan juga guna menambah pengetahuan keagamaan,
34
YD belajar di TPA. Berikut ungkapan YD saat ditanya tentang kegiatan keagamaan seperti mengaji maupun pengajian bersama Bapak JN. “Kalau ngajakin ngaji keluar gak pernah tapi kalau baca al-Qur’an di rumah biasanya sering, paling gak seminggu tiga kali. Bapak cuma nyuruh aku ngaji di TPA dekat rumah” (A.YD/55-58/28-07-2012).
35
BAB IV PEMBAHASAN
A. Peran Orang Tua Dalam Pemilihan Agama Anak Melalui data-data yang penulis peroleh, orang tua mempunyai peranan yang sangat penting dalam pemilihan dan penentuan agama bagi anak dalam keluarga pasangan beda agama. Pendidikan keagamaan dari masing-masing keluarga pasti memiliki cara serta proses yang berbeda-beda dan dari masing-masing keluarga pasangan beda agama baik ayah maupun ibu berbeda pula intensitas dalam memberikan pengaruh keagamaan kepada anak-anaknya. Berikut pola pemilihan agama anak dari tiga keluarga pasangan beda agama yang penulis dapatkan: 1.
Keluarga Bapak JK Menurut keterangan dari Ibu SM dapat diketahui bahwa untuk masalah agama bagi anak, Ibu SM dan Bapak JK membuat suatu kesepakatan yang menyatakan bahwa untuk agama anak-anak mereka kelak harus mengikuti agama Ibu SM yaitu Islam. Kesepakatan tersebut dilakukan jauh sebelum mereka mempunyai anak.
2.
Keluarga Bapak DC Hasil wawancara dengan Ibu IT dapat diketahui bahwa mengenai agama anak, Bapak DC menyerahkan sepenuhnya kepada Ibu IT dan pada akhirnya hanya Ibu IT yang memberikan pendidikan keagamaan pada anak mereka sehingga sang anak secara langsung mengikuti agama Islam sesuai
36
dengan agama Ibu IT. Sedangkan Bapak DC sama sekali tidak berperan dalam penentuan maupun pendidikan keagamaan anak mereka. 3.
Keluarga Bapak JN Berdasarkan penuturan Bapak JN, beliaulah yang lebih intens dalam memberikan pendidikan keagamaan saat anak-anak mereka masih kecil. Tetapi setelah Ibu ST mengungkapkan keinginannya untuk mengajarkan pendidikan keagamaan kepada anak-anak mereka sesuai dengan ajaran agama yang dipeluknya, akhirnya Bapak JN dan Ibu ST membuat kesepakatan untuk bersama-sama saling memberikan pendidikan keagamaan kepada kedua anak mereka atau dengan kata lain saling menawarkan agama masing-masing kepada anak. Bapak JN dan Ibu ST juga memberikan kebebasan penuh kepada kedua anaknya dalam hal pemilihan agama. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan pola pemilihan agama bagi
anak dari pasangan beda agama yaitu: 1.
Mengajukan perjanjian pranikah
2.
Menyerahkan keputusan kepada salah satu pasangan
3.
Persaingan dan memberikan kebebasan penuh kepada anak
B. Pola Pendidikan Agama Islam Dalam Keluarga Pasangan Beda Agama Pendidikan agama bertujuan untuk membentuk kepribadian anak sesuai dengan ajaran agama. Pokok-pokok nilai-nilai agama Islam yang harus ditanamkan pada anak yaitu keimanan, ibadah dan akhlak (Syafa’at dkk, 2008: 50). Pendidikan keagamaan hendaknya diberikan kepada anak sedini mungkin guna memberikan
37
bekal yang kuat tentang agama kepada anak serta akan menjadi pengendali dan menjadi pedoman dalam hidupnya dikemudian hari. Orang tua berkewajiban untuk mendidik anaknya sesuai dengan ajaran agama Islam karena keluarga merupakan wadah pertama dan utama bagi pertumbuhan dan perkembangan anak. Dalam penelitian ini, penggalian data lebih mengungkap aspek penanaman pendidikan agama dalam aspek keimanan, ibadah atau ritual dan akhlak. Tiap-tiap keluarga memiliki pola yang berbeda dalam memberikan pendidikan kepada anak-anaknya. Menurut Sutari Imam Barnadib (1987: 122-129), terdapat tiga pola atau tipe keluarga yaitu: 1. Pola keluarga otoriter yaitu pola keluarga dimana anak harus patuh dan taat atas semua perintah orang tua dan orang tua tidak pernah mengenal kompromi. 2. Pola keluarga liberal yaitu pola kepemimpinan orang tua di dalam keluarga kurang tegas dan anak menentukan sendiri apa yang dikehendaki, orang tua memberikan kebebasan kepada anaknya. 3. Pola keluarga demokratis yaitu pola asuh yang memprioritaskan kepentingan anak, akan tetapi tidak ragu-ragu mengendalikan anak. Pola atau tipe keluarga di atas juga tidak jauh berbeda dengan pola yang dipakai orang tua dalam memberikan pendidikan agama kepada anak, seperti informasi yang penulis dapatkan dari hasil wawancara dengan tiga keluarga pasangan beda agama.
38
Pola pendidikan agama Islam kepada anak dari pasangan beda agama berbeda-beda di masing-masing keluarga. Berikut pola pendidikan agama Islam pada tiga keluarga beda agama: 1. Keluarga Bapak JK Dalam keluarga ini yang dominan dalam memberikan pendidikan agama kepada anak adalah Ibu SM. Beliau mulai mengenalkan dan mengajarkan tentang Islam kepada anaknya sejak mereka masih kecil. Menurut Ibu SM penanaman nilai-nilai Islam diberikan kepada anak sedini mungkin dirasa akan lebih memberikan bekal keimanan yang cukup kuat kepada anak sehingga ketika anak menginjak usia remaja mereka sudah mempunyai pedoman dan dapat mengembangkannya melalui pembelajaran yag lebih lanjut. Hal utama yang diajarkan kepada anak menurut Ibu SM yaitu tentang shalat. Ibu SM sangat memperhatikan perkembangan keagamaan anak-anaknya dengan cara selalu mengingatkan dan membimbing jika waktu shalat telah tiba supaya anak lebih terbiasa dan sadar akan kewajiban sebagai seorang Muslim. Saat anaknya masih kecil, Ibu SM sudah membiasakan mengajak anakanaknya untuk mengikutinya shalat walaupun sebatas gerakan-gerakannya saja, setelah anak dirasa mampu untuk menerima pembelajaran yang lain barulah Ibu SM mengajarkannya seperti tentang sikap toleransi kepada pemeluk agama lain. Menurut Ibu SM, beliau juga mengajak anak-anaknya untuk mengikuti kegiatan keagamaan di lingkungannya. Karena minimnya pendidikan agama
39
Ibu SM, beliau menganjurkan anak-anaknya untuk mengikuti TPA agar anak dapat menambah pengetahuan dan pengalamannya dalam beragama. Dengan demikian, materi pendidikan agama yang disampaikan Ibu SM kepada anaknya meliputi: a.
Ibadah berupa ibadah shalat. Seperti penuturan Ibu SM bahwa ketika anak-anaknya masih kecil beliau mengajak mereka untuk mengikutinya shalat walaupun sebatas gerakannya saja. Selain itu Ibu SM juga selalu mengingatkan dan membimbing anak-anaknya jika waktu shalat telah tiba.
b.
Keimanan meliputi bimbingan keagamaan agar anak-anaknya sadar akan kewajibannya sebagai seorang Muslim.
c.
Bimbingan akhlak seperti mengajarkan tentang sikap toleransi dan saling menghargai antar pemeluk agama lain.
2. Keluarga Bapak DC Dalam keluarga Bapak DC pendidikan keagamaan memang diserahkan kepada Ibu IT sepenuhnya sedangkan Bapak DC hanya mendukung setiap kegiatan keagamaan yang dilakukan oleh Ibu IT dan juga anaknya. Ibu IT mengajarkan tentang pendidikan agama Islam kepada anaknya sejak anak mereka masih kecil, dimulai dari hal-hal yang mendasar seperti tauhid dan shalat. Untuk memperdalam pengetahuan keagamaan anaknya, Ibu IT memasukkan anaknya ke TPA terdekat dikarenakan minimnya pengetahuan keagamaan yang dimilikinya. Berdasarkan ungkapan RL, ibunya jarang
40
mengajaknya untuk ikut kegiatan keagamaan yang ada di lingkungan dikarenakan kesibukannya bekerja sedangkan bapaknya tidak pernah memberikan
pengajaran
keagamaan
kepadanya
tetapi hanya
sekedar
memperingatkan ketika sudah memasuki waktu shalat. Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa Ibu IT dalam memberikan pendidikan agama kepada anaknya hanya pada saat RL masih kecil. Materi yang disampaikan Ibu IT meliputi keimaan atau tauhid serta shalat. Selebihnya Ibu IT menganjurkan anaknya untuk masuk TPA agar RL bisa memperdalam pengetahuan agamanya. 3. Keluarga Bapak JN Pola keluarga Bapak JN termasuk kedalam keluarga demokratis, dimana anak diberikan kebebasan dan orang tua selalu memberikan pengawasan. Dalam hal memberikan pendidikan keagamaan, Bapak JN dan Ibu ST saling mengenalkan serta memberikan pengetahuan tentang ajaran agama yang diyakininya masing-masing. Dalam keluarga ini, anak dikenalkan kepada dua ajaran agama sekaligus kemudian setelah anak dewasa baru diberikan kebebasan untuk memilih agama yang akan dianutnya. YD merupakan anak kedua dari Bapak JN dan Ibu ST yang memilih agama Islam sebagai agama yang dianutnya. Berdasarkan penuturan Bapak JN, sejak kecil YD tidak pernah tertarik untuk mempelajari agama yang dianut ibunya. Bagi Bapak JN, yang harus diajarkan kepada anak yaitu tentang tauhid, shalat wajib, puasa, toleransi dan hidup berkerukunan dengan masyarakat
41
sekitar. Menurut Bapak JN, untuk lebih memperdalam pengetahuan dan pengalaman keberagamaan anaknya maka beliau menyuruh anaknya untuk ikut kegiatan mengaji di TPA. Berdasarkan penuturan YD, shalat berjama’ah serta membaca al-Qur’an yang dilakukan dengan Bapak JN merupakan salah satu kegiatan keagamaan yang dilakukannya di rumah. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan metode yang digunakan dalam pendidikan agama adalah: 1. Memperhatikan perkembangan keagamaan anak. 2. Mengingatkan misalnya mengingatkan ketika sudah memasuki waktu shalat untuk segera melaksanakan shalat. 3. Membimbing seperti membimbing anak untuk melaksanakan shalat maupun ritual keagamaan lainnya. 4. Membiasakan anak untuk melakukan ritual keagamaan terutama hal-hal yang diwajibkan seperti shalat dan puasa agar anak sadar akan kewajibannya sebagai seorang Muslim. 5. Mengajak. Bukan hanya mengajak anak untuk shalat maupun puasa tetapi juga untuk melakukan ritual ibadah lainnya seperti mengaji maupun untuk ikut kegiatan keagamaan. 6. Mengajarkan. Tidak hanya sekedar mengajak anak untuk melakukan ritual keagamaan tetapi orang tua juga mengajarkan tata cara dan aturan mengenai ibadah tersebut.
42
7. Menganjurkan. Minimnya pengetahuan agama yang dimliki, para orang tua menganjurkan anaknya untuk belajar tentang agama di TPA agar anak memperdalam pengetahuan mereka tentang agama.
43
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian di atas, maka penulis dapat menyimpulkan hasil penelitian bahwa penanaman nilai-nilai agama studi kualitatif pada keluarga pasangan beda agama sebagai berikut: 1. Penetapan agama anak pasangan beda agama Orang tua memiliki peran yang dominan dalam penetapan agama anak. Pola penetapan agama bagi anak dari pasangan beda agama di lokasi penelitian yaitu: a.
Mengajukan perjanjian pranikah
b.
Menyerahkan keputusan kepada salah satu pasangan
c.
Persaingan dan memberikan kebebasan penuh kepada anak
2. Penanaman nilai-nilai agama Islam pada anak pasangan beda agama Metode atau cara yang digunakan oleh subjek penelitian dalam menanamkan nilai-nilai agama Islam pada anak mereka secara keseluruhan adalah dengan memperhatikan perkembangan keagamaan anak, mengingatkan, membimbing, membiasakan, mengajak, mengajarkan dan menganjurkan. B. Saran Diharapkan studi tentang penanaman nilai-nilai agama pada keluarga pasangan beda agama di desa Doplang Kecamatan Bawen Kabupaten Semarang ini, dapat disempurnakan dengan mengadakan penelitian lebih lanjut dari segi lain, sehingga dapat memberikan gambaran yang lengkap tentang penanaman nilai-nilai
44
agama pada keluarga pasangan beda agama. Untuk itu pengharapan peneliti sebagai berikut : 1. Bagi pelaku pernikahan beda agama yang beragama Islam hendaknya sejak dini dalam menanamkan pendidikan agama Islam kepada anak serta lebih intens dalam mengajarkan serta membimbing anak dalam melakukan ritual keagamaan seperti shalat, mengaji maupun kegiatan keagamaan lainnya. Dengan memberikan pengaruh yang kuat kepada anak diharapkan anak akan tertarik dan memutuskan untuk belajar dan menganut agama Islam. 2. Bagi anak pasangan beda agama yang beragama Islam diharapkan lebih memperdalam ajaran agama Islam agar mempunyai pondasi keimanan yang kuat sehingga tidak mudah terpengaruh dengan ajaran agama lain tanpa harus mengurangi rasa hormat dan toleransi terhadap orang tuanya yang berlainan agama. 3. Untuk memperkecil terjadinya konflik dalam keluarga yang berdampak pada anak, penulis sarankan agar pasangan beda agama hendaknya menciptakan suasana keluarga yang harmonis dengan menjalin komunikasi yang lebih intens, memupuk sikap toleransi antar anggota keluarga serta meminimalisir sikap curiga terhadap anggota keluarga yang berbeda keyakinan. 4. Untuk masyarakat yang di lingkungannya terdapat keluarga pasangan beda agama hendaknya tidak memandang negatif dan curiga terhadap keluarga pasangan beda agama tersebut, serta penulis harapkan kepada masyarakat untuk tetap menjalin hubungan baik seperti dengan keluarga lain pada umumnya.
45
DAFTAR PUSTAKA
Achmadi. 1992. Islam Sebagai Paradigma Ilmu Pendidikan. Semarang: Aditya Media. Adji, Sution Usman. 1989. Kawin Lari dan Kawin Antar Agama. Yogyakarta: Liberty Yogyakarta. Ahmad, Hasyim. 1945. Mukhtar Hadits An-Nabawi. Indonesia: Dar Ihyak Kitabul Arobi. Barnadib, Sutari Imam. 1987. Pembinaan Remaja. Jakarta: Bulan Bintang. Behesyti, Muhammad Husaini. 2003. Mencari Hakikat Agama. Bandung: PT Mizan Pustaka. Budihajo. 2007. Konflik Antar Umat Agama Samawi dan Solusinya-Perbandingan Agama. Yogyakarta: Nuansa Aksara Yogyakarta. Chabib, Toha. 1996. Pembina Rumah Tangga Bahagia. Jakarta: Yamunu. Daradjat, Zakiyah. 1979. Kesehatan Mental. Jakarta: Gunung Agung. Departemen Agama RI. 1992. Al-Qur’an dan Terjemahannya. Semarang: Tanjung Mas Inti. Emzir. 2011. Metodologi Penelitian Kualitatif: Analisis Data. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada. Iman, Muis Sad. Kholifah. 2009. Tarbiyatuna. Magelang: Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Magelang. Kamal, Zainal. Mulia, Musdah. 2003. Penafsiran Baru Islam Atas Pernikahan Antar Agama. Salatiga: Percik Salatiga. Moleong, Lexy J. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rodakarya. Moleong, Lexy J. 2008. Metodologi Penelitian Kualitatif, Edisi Revisi. Bandung: PT. Remaja Rodakarya. Muchtar, Heri Jauhari. 2008. Fikih Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Offset.
46
RI, Departemen Agama. 1996. Al-Qur’an Al Karim dan Terjemahannya. Semarang: CV. Toha Putra. Sholeh, Asrorun Ni’am. 2008. Fatwa-fatwa Masalah Pernikahan dan Keluarga. Jakarta: Penerbit Elsas. Syafaat, A’at dkk. 2008. Peranan Pendidikan Agama Islam Dalam Mencegah Kenakalan Remaja (Juvenile Delinquency). Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada. Uhbiyati, Nur. 2009. Long Life Education: Pendidikan Anak Sejak Dalam Kandungan Sampai Lansia. Semarang: Walisongo Press. Yasin, A Fatah. 2008. Dimensi-dimensi Pendidikan Islam. Malang: UIN-Malang Press. Zainuddin, dkk. 1991. Seluk Beluk Pendidikan dari Al-Ghazali. Jakarta: Bumi Aksara.
47