3
sehingga suhu meningkat menjadi 70 °C. Selanjutnya, campuran tersebut ditambahkan asam asetat glasial (1 mL, 17.5 mmol) sehingga suhu reaksi meningkat menjadi 90 °C. Suspensi putih yang terbentuk diaduk sampai mencapai suhu kamar selama 2 jam. Suspensi tersebut lalu didinginkan pada suhu ≤ 5 °C selama 2 jam dalam penangas es dan disaring vakum. Padatan yang dihasilkan dicuci dengan air 5 °C (1 mL), lalu dibilas dengan metanol (5 × 1 mL), dan dikeringkan pada suhu 40 °C sehingga didapat garam trans-1,2-sikloheksanadiamina monotartrat 3. Sintesis ligan salen Penyiapan ligan salen dilakukan mengikuti prosedur yang dijelaskan oleh Larrow dan Jacobsen (1994), yaitu ke dalam larutan 3 (0.6607 g, 2.5 mmol) ditambahkan K2CO3 (0.6911 g, 5 mmol), akuades (1.5 mL), dan etanol (4 mL). Campuran diaduk sampai larut, dipanaskan pada suhu refluks, dan larutan 2 dalam etanol (0.853 g, 5 mmol dalam 11 mL) ditambahkan sedikit demi sedikit selama 30 menit. Larutan dicuci dengan etanol (2 mL) dan diaduk selama 2 jam. Larutan tersebut kemudian ditambahkan air (1.5 mL), diaduk, dan dinginkan sampai ≤ 5 °C selama semalam. Padatan disaring dan dicuci dengan air. Padatan salen yang terbentuk 4 disaring kembali dan dikeringkan. Pencirian padatan dilakukan dengan menggunakan FTIR. Sintesis kompleks logam(II)-salen Prosedur sintesis kompleks ini didasarkan pada prosedur umum yang dilaporkan oleh Wei et al. (2004). Sebanyak 1 mmol Co(OAc)2·4H2O atau Cu(OAc)2·H2O dalam EtOH (10 mL) ditambahkan ke dalam suspensi salen (1 mmol) dalam EtOH (5 mL) dan diaduk selama 2 jam di bawah atmosfer N2 pada suhu refluks. Campuran kemudian didinginkan dan disaring. Selanjutnya, produk direkristalisasi dengan metanol sehingga dihasilkan padatan 5. Padatan yang diperoleh dicirikan menggunakan FTIR dan AAS. Penyiapan silika terfungsionalisasi Fungsionalisasi silika ini dilakukan dengan mengikuti prosedur yang dilaporkan oleh Baleizão et al. (2003). Setelah dehidrasi padatan silika (pada suhu 200 °C, selama 24 jam), 3-aminopropiltrietoksisilana dalam toluena kering ditambahkan dengan nisbah mol amina /mol SiO2 = 4 dan mol toluena/mol SiO2 = 2. Suspensi tersebut kemudian diaduk
pada suhu refluks di bawah atmosfer N2 selama 24 jam. Padatan disaring dan diekstraksi Soxhlet dengan CH2Cl2 selama 24 jam, dan dikeringkan (pada 45 °C selama 24 jam). Padatan yang dihasilkan selanjutnya dicirikan dengan FTIR. Penambatan kompleks pada silika Mengacu pada prosedur penambatan Baleizão et al. (2003), sejumlah kompleks logam salen yang diketahui ditambahkan ke dalam suspensi silika termodifikasi dalam toluena kering (2 mL) dan diaduk pada suhu refluks selama 48 jam di bawah atmosfer N2. Padatan yang diperoleh dari penyaringan suspensi tersebut kemudian diekstraksi Soxhlet dengan CH2Cl2 selama 24 jam, dan dikeringkan (pada 45 °C selama 24 jam). Nisbah kompleks/silika yang disiapkan adalah 40 mg kompleks/100 mg silika termodifikasi. Kelebihan sisa kompleks selanjutnya dihilangkan dengan ekstraksi padat-cair. Hasil penambatan selanjutnya dicirikan dengan FTIR dan AAS. Oksidasi alkohol sekunder Metode oksidasi alkohol sekunder dilakukan dengan metoda yang dijelaskan oleh Sharma et al. (2004). Alkohol sekunder (1 mmol), kompleks logam(II)-salen yang tertambatkan (0.1 mmol atau 10 mol%), dan asetonitril kering (5 mL) dimasukkan ke dalam labu leher-dua 50 mL yang disesuaikan dengan tabung penyalur gas dan pengaduk. Campuran tersebut kemudian diaduk pada suhu ≤ 25 °C selama 4 jam dan gas oksigen dilewatkan ke dalamnya dengan kecepatan rendah. Setelah proses tersebut dihentikan, katalis dipisahkan melalui penyaringan. Filtrat kemudian dianalisis menggunakan FTIR.
HASIL DAN PEMBAHASAN Penyiapan dan Pencirian Katalis Heterogen Penambatan suatu kompleks pada padatan pendukung dapat dilakukan dengan 2 strategi, yaitu melalui ligan dan melalui logam. Penambatan kompleks melalui ligan memiliki keuntungan, yaitu lapisan koordinasi pada ion logam aktif tidak terikat dalam penambatan sehingga keaktifan kompleks tertambatkan ini diharapkan sama dengan yang belum tertambatkan. Namun, penambatan dengan cara ini juga memiliki kekurangan, yaitu jumlah tahapan sintesis yang banyak dan kemungkinan gugus aminopropil untuk dapat terikat pada bagian logam.
4
Dalam setiap penambatan kompleks, kehadiran suatu gugus yang dapat membentuk ikatan kovalen antara kompleks dengan padatan sangat dibutuhkan. Oleh karena itu, sintesis kompleks logam salen dalam penelitian ini diawali dengan adisi gugus klorometil pada prazat salisilaldehida sehingga penambatan kompleks ini dilakukan melalui ligan. Tahapan reaksi sintesis dan penambatan kompleks logam ditunjukkan dalam Gambar 1. Sintesis 5-klorometilsalisilaldehida telah dilakukan dengan baik dalam penelitian ini menggunakan metode yang dilaporkan oleh Angyal et al. (1950). Sintesis dilakukan dengan dijenuhkan menggunakan gas HCl. Kondensasi yang terjadi menghasilkan padatan berwarna ungu muda. Penjenuhan reaksi dengan gas HCl ditujukan untuk mempercepat pembentukkan padatan. Sintesis yang dilakukan menggunakan gas HCl dalam penjenuhan akan menghasilkan 5klorometilsalisilaldehida lebih cepat dan lebih
baik dibandingkan dengan yang tidak menggunakan gas HCl (Angyal et al. 1950; Cort et al. 2006). Padatan ungu yang terbentuk setelah kondensasi direkristalisasi menggunakan dietil eter dan direkristalisasi kembali menggunakan heksana panas (suhu 50 °C). Rekristalisasi dari heksana menghasilkan serbuk berwarna putih sedikit merah muda dengan rendemen 39% (Lampiran 2). Angyal et al. (1950) dalam sintesisnya melaporkan bahwa rendemen 5klorometilsalisilaldeida yang dhasilkan adalah sebesar 43%. Rendemen yang rendah ini disebabkan oleh penggunaan gas HCl yang kurang proporsional dengan volume campuran reaksi. Pencirian 5-klorometilsalisilaldehida yang didapat hanya dilakukan dengan menentukan titik lelehnya yang didapat sekitar 84–86 °C. Hasil ini cukup sesuai dengan metode acuan (Angyal et al. 1950) yang menyebutkan bahwa titik leleh senyawa 5klorometilsalisilaldehida sebesar 85–86 °C dan padatannya berwarna putih.
O
O
HCl pekat OH
Formaldehida
1
OH Cl
2
1
2 HO
OH
+ H2N
H3N
HO2C
NH2
H2O/HOAc
CO2H
O
O2C NH 3
H 3N
+
OH Cl
HO
●
OH
2
2
NH3
●
HO
3
OH
CO2
K2CO3, H2O/EtOH
N
HO
OH O 2C
3
CO 2
4
Cl
N N
N
M(OAc)2.x H2O,EtOH Suhu refluks
Cl
4
+
Cl
a) M =Co, x = 4 b) M =Cu, x = 1
N M O
O
HO
OH Cl
N
Suhu refluks, 2 jam
5
Cl
Cl
Toluena kering Refluks, 24 jam, N2
silika
Silika/NH2
N
N
+
M
Toluena kering
M
Refluks, 48 jam, N2
O
O
Cl
Cl
5
Gambar 1 Sintesis kompleks logam(II)-salen dan penyiapan katalis heterogennya.
5
Bagian penting yang mempengaruhi sintesis katalis ini adalah pengikatan terhadap 1,2-diaminosikloheksana. Garam trans-1,2diaminosikloheksana monotartarat dihasilkan dalam kemurnian diastereomerik yang tinggi dari trans-diamina rasemik maupun campuran komersil isomer trans- dan cis-diamina rasemik. Garam yang dihasilkan tersebut berwarna putih dan hasil rendemannya ≥ 99%. Pengubahan 1,2-diaminosikloheksana ke dalam bentuk trans-nya dimaksudkan agar dapat menghasilkan padatan salen ketika direaksikan dengan 5-klorometilsalisilaldehida. Pengendapan dari asam asetat berair dan penggunaan sejumlah metanol dalam pencucian garam berguna sekali dalam menghilangkan sejumlah kecil isomer yang tidak diinginkan, sehingga rekristalisasi pada garam tidak diperlukan lagi. Kondensasi 5-klorometilsalisilaldehida dengan trans-1,2-diaminosikloheksana yang dilarutkan kembali dipengaruhi penggunaan garam tartarat secara langsung untuk mencegah isolasi amina yang terlarut dalam air dan amina yang bebas terhadap udara-peka. Reaksi tersebut menghasilkan ligan salen dengan tipe salen-H2 N,N'-bis(salisilaldehida)1,2-siklohesanadiamina. Hal ini berarti bahwa ikatan yang terbentuk antara gugus amina pada 1,2-diaminosikloheksana dan gugus karbonil pada 5-klorometilsalisilaldehida merupakan ikatan rangkap 2 C=N (imina) sehingga jumlah H pada gugus yang akan berikatan kompleks hanya diberikan oleh gugus –OH. Seperti yang dilaporkan dalam beberapa kajian (Kervinen 2005; Aranha et al. 2006) bahwa salen merupakan padatan kuning cerah, sintesis salen ini menghasilkan padatan dengan warna yang sama. Dari prosedur yang dilakukan, dihasilkan padatan kuning salen dengan rendemen mencapai 52% (Lampiran 3). Padatan salen yang terbentuk dicirikan dengan FTIR untuk mengetahui terbentuknya gugus fungsi imina. Lampiran 4 menunjukkan spektrum FTIR dari salen yang dihasilkan. Adanya gugus imina ditunjukkan dengan vibrasi ulur C=N (νC=N) pada bilangan gelombang 1633 cm-1. Vibrasi ulur dari gugus O–H (νO–H) ditunjukkan pada 3338 cm-1. Adisi gugus klorometil ditunjukkan dengan baik oleh puncak vibrasi ulur C–Cl (νC–Cl) pada 1096 cm-1. Selain itu, beberapa pita terpilih juga ditunjukkan oleh spektrum FTIR salen, yaitu νC–O (1279 cm-1), νC–N (1376 cm-1), νC=C aromatik (1492 cm-1), dan νC-H aromatik (2857-2930 cm-1).
Salen yang telah dihasilkan merupakan ligan yang digunakan dalam pembentukkan kompleks dengan logam Co dan Cu dengan prosedur yang telah dijelaskan (Wei et al. 2004). Penggunaan gas lembam, dalam pekerjaan ini adalah nitrogen, bertujuan mencegah adanya reaksi oksidasi yang tidak diinginkan. Sintesis kompleks Co(II)-salen menghasilkan padatan merah kecokelatan dengan rendemen 43% (Lampiran 5). Sintesis kompleks Cu(II)-salen menghasilkan padatan hijau dengan rendemen 59% (Lampiran 6). Kedua padatan yang dihasilkan dicirikan dengan FTIR untuk dapat dibandingkan dengan hasil pencirian salen. Hasil pencirian FTIR kompleks-kompleks menunjukkan pergeseran yang tidak berarti pada beberapa puncak. Spektrum yang diperoleh tidak menunjukkan adanya perubahan puncak seperti yang terpencirian pada salen. Penambahan 2 buah puncak pada daerah 450–600 cm-1 merupakan penunjuk penting terbentuknya ikatan M–N dan M–O (Aranha et al. 2006). Hasil spektrum Co(II)salen yang diproleh menunjukkan masih adanya vibrasi ulur C=N (νC=N) pada bilangan gelombang 1631 cm-1. Vibrasi lain seperti pada salen juga ditunjukkan dalam spektrum FTIR ini, antara lain νC–Cl (1095 cm-1), νC–O (1278 cm-1), νC–N (1380 cm-1), νC=C aromatik (1491 cm-1), νC-H aromatik (2854-2928 cm-1). Vibrasi ulur O–H masih tampak dalam spektrum pada 3421 cm-1. Hal ini disebabkan oleh penggunaan metanol dalam rekristalisasi sehingga memungkinkan adanya sisa pelarut tersebut pada padatan. Adanya ikatan Co–N dan Co–O berturut-turut ditunjukkan dengan puncak pada 557 cm-1 dan 502 cm-1 (Lampiran 7). Seperti hasil spektrum FTIR Co(II)-salen, hasil spektrum FTIR Cu(II)-salen juga menunjukkan beberapa vibrasi ulur, yaitu νO–H (3408 cm-1), νC-H aromatik (2856-2929 cm-1), νC=C aromatik (1470 cm-1), νC–N (1385 cm-1), νC–O (1315 cm-1), νC=N (1625 cm-1), dan νC–Cl (1084 cm-1). Adanya ikatan Cu–N ditunjukkan dengan puncak pada 547 cm-1 tetapi puncak yang menunjukkan ikatan Cu–O tidak terlihat pada hasil spektrum FTIR. Bagaimanapun, kompleks logam salen dalam penelitian ini telah terbentuk (Lampiran 8). Hal ini juga didukung dengan hasil analisis AAS. Analisis AAS pada kompleks-kompleks salen dilakukan untuk mengetahui adanya kandungan logam yang tertambatkan. Adanya kandungan logam dalam salen dapat dilihat
6
dari kadar logam dalam rendemen padatan kompleks salen yang dihasilkan. Hasil analisis AAS kandungan logam Co pada kompleks Co(II)-salen adalah sebesar 6.1%b/b, sedangkan kandungan logam Cu pada kompleks Cu(II)-salen sebesar 11.96%b/b (Lampiran 9). Tahap akhir dari penyiapan katalis heterogen adalah penambatan kompleks logam salen pada padatan silika yang terfungsionalisasi 3-aminopropil. Penggunaan padatan silika dalam penambatan ini disebabkan oleh ketersediaannya yang mudah didapatkan. Selain itu, silika memiliki area permukaan yang luas sehingga diharapkan dapat mengikat lebih banyak kompleks logam salen yang pada akhirnya meningkatkan kemampuan katalitik katalis yang terbentuk. Penggunaan senyawa 3-aminopropiltrietoksisilana merupakan salah satu cara yang mudah untuk menghubungkan kompleks dengan padatan silika. Jumlah aminopropil yang berlebih dalam fungsionalisasi silika bertujuan memastikan pemasukan gugus tersebut pada permukaan silika sehingga diharapkan gugus silanol dapat tersubtitusi. Silika yang digunakan dalam penelitian ini mempunyai ciri struktur amorf, luas area 350 m2 g-1, dan derajat sililasi >95%. Pemanasan silika sebelum fungsionalisasi pada 200 °C selama 24 jam bertujuan menghilangkan pengaruh air yang teradsorbsi. Adanya molekul air dalam reaksi fungsionalisasi dapat mengganggu pembentukkan ikatan antara gugus silanol dari silika dan etoksi dari pereaksi senyawa 3-aminopropiltrietoksisilana. Penghilangan sisa pereaksi 3-aminopropiltrietoksisilana, toluena dan pengotor lain yang mungkin terbentuk selama fungsionalisasi dihilangkan dengan ekstraksi Soxhlet menggunakan CH2Cl2 selama 24 jam. Setelah ekstraksi Soxhlet, penghilangan sisa pelarut dilakukan dengan pengeringan padatan pada 45 °C selama 24 jam. Penambatan kompleks logam salen pada silika terfungsionalisasi 3-aminopropil dilakukan dengan nisbah yang telah dijelaskan. Baleizão et al. (2002) telah membandingkan kinerja kompleks logam salen yang tertambatkan pada silika dengan 2 nisbah, yaitu 15 mg komplek/100 mg silika dan 40 mg kompleks/100 mg silika. Pekerjaan tersebut menunjukkan bahwa pengunaan nisbah kompleks/silika yang lebih tinggi meningkatkan selektivitas hasil yang diperoleh. Hal ini disebabkan oleh pemasukan kompleks yang lebih banyak pada nisbah yang lebih tinggi.
Penambatan kompleks dalam penelitian ini menggunakan toluena kering sebagai media. Penggunaan tersebut bertujuan meniadakan pengaruh air yang dapat menggangu terbentuknya pembentukan ikatan antara gugus amino dari silika terfungsionalisasi dengan gugus klorometil dari kompleks, serta mencegahnya terikat dengan logam pada kompleks. Pengeringan toluena hanya dilakukan dengan menambahkan Na2SO4 anhidrat ke dalamnya. Reaksi pembentukan katalis padat pada suhu refluks selama 48 jam memberikan hasil padatan berwarna coklat untuk kompleks dengan logam Co (Co(salen)-silika) dan hijau untuk kompleks dengan logam Cu (Cu(salen)silika). Penghilangan pengotor dari padatan katalis dilakukan dengan ekstraksi Soxhlet dengan CH2Cl2 selama 24 jam. Pengeringan padatan setelah ekstraksi dilakukan pada 45 °C selama 24. Pengeringan dengan suhu rendah bertujuan mencegah rusaknya ikatan yang telah terbentuk. Katalis yang dihasilkan dalam penelitian ini dicirikan dengan FTIR dan AAS. Pencirian FTIR pada silika juga dilakukan untuk memastikan terjadinya penambatan. Beberapa puncak serapan penting ditunjukkan dalam ketiga spektrum (Lampiran 10, 11, dan 12). Kedua katalis menunjukkan beberapa kesamaan spektrum terhadap silika terfungsionalisasi. Perbedaan signifikan antara spektrum silika dan kedua katalis terdapat pada daerah 1600 cm-1. Katalis Co/Cu(salen)silika menunjukkan adanya vibrasi ulur C=N yang jelas, berturut-turut pada 1634 cm-1 dan 1626 cm-1 (Lampiran 10 & 11). Vibrasi ulur tersebut tidak terlihat jelas pada silika terfungsionalisasi (Lampiran 12). Dengan demikian, hasil-hasil spektrum di atas menunjukkan bahwa kompleks logam salen telah tertambat pada silika. Beberapa puncak serapan lain seperti yang ditunjukkan dalam spektrum FTIR kompleks-kompleks salen yang dapat lebih mendukung terjadinya penambatan tidak ditunjukkan dengan jelas dalam spektrum katalis. Hal ini diduga disebabkan oleh tertutupnya puncak-puncak tersebut akibat penambatan pada silika. Bagaimanapun, spektrum tersebut telah menunjukkan adanya penambatan. Adanya νN–H pada silika terfungsonalisasi ditunjukkan dengan puncak pada daerah 3400 cm-1. Hal ini menunjukkan bahwa fungsionalisasi silika telah terjadi. Perlindungan terhadap sisa gugus silanol setelah fungsionalisasi silika sebaiknya perlu dilakukan untuk memastikan ketiadaan
7
gugus tersebut agar penambatan tidak terganggu. Analisis AAS pada katalis-katalis yang dihasilkan dilakukan untuk mengetahui adanya kompleks logam(II)-salen yang tertambat pada silika terfungsionalisasi 3aminopropil. Hasil analisis menunjukkan terjadinya penambatan pada kedua kompleks. Hal ini ditunjukkan dengan kadar Co dalam katalis Co(salen)-silika sebesar 1.42%b/b dan kadar Cu dalam Cu(salen)-silika sebesar 2.56%b/b (Lampiran 13). Oksidasi Alkohol Sekunder Pengujian aktivitas katalitik hasil sintesis katalis padat, kompleks logam(II)-salen yang tertambatakan pada silika terhadap oksidasi alkohol sekunder dilakukan sesuai dengan prosedur yang telah dijelaskan. Contoh alkohol sekunder yang digunakan dalam oksidasi ini adalah 2-propanol. 54.1
Laboratory Test Result 52 50 48 46
yaitu contoh dengan menggunakan katalis Co(salen)-silika dan katalis Cu(salen)-silika. Hasil analisis contoh dengan spektrum FTIR ditampilkan dalam Gambar 2. Dalam penelitian ini, analisis kualitatif hasil oksidasi dilakukan dengan spektrum FTIR. spektrum kedua contoh menunjukkan adanya vibrasi ulur C=O yang berarti menunjukkan keberhasilan penggunaan katalis heterogen dalam mengoksidasi 2-propanol. Vibrasi ulur C=O pada spektrum hasil oksidasi 2-propanol menggunakan katalis Co(salen)-silika dan katalis Cu(salen)-silika ditunjukkan dengan puncak pada daerah 1700 cm-1. Pelarut asetonitril yang digunakan juga memberikan puncak pada daerah 2253 cm-1 yang merupakan vibrasi ulur dari C≡N. Pengubahan 2-propanol menjadi senyawa ketonnya dalam penelitian ini belum sempurna karena pada daerah 3500 cm-1 dari kedua hasil spektrum FTIR masih menunjukkan adanya alkohol sekunder yang tidak ikut teroksidasi. Hal ini disebabkan oleh belum dilakukannya optimisasi reaksi oksidasi terhadap nisbah substrat/katalis, waktu dan suhu reaksi, serta kondisi lainnya.
44
SIMPULAN DAN SARAN
42 %T 40
Simpulan
38 36 34 1714.14
32 30
1376.03
νC=O
νO−H
28 27.0 4000.0
3600
3200
2800
2400
(a)
νC≡N
2253.62
2000
1800 1600 cm-1
sample_C 1400
1200
1000
800
600
450.0
54.1
Laboratory Test Result
53 52 51 50 49 48 47 46 45 44 %T 43 42 41 40 1224.47
Sintesis katalis padat Co/Cu(II)-salen yang ditambatkan pada silika serta penciriannya menggunakan FTIR dan AAS telah dilakukan dengan baik dalam penelitian ini. Analisis FTIR pada kedua hasil oksidasi menunjukkan bahwa kedua katalis mampu mengoksidasi alkohol sekunder. Produk yang terbentuk ditunjukkan dengan adanya νC=O dalam setiap spektrum. Oksidasi menggunakan Co(salen)-silika menunjukkan pengubahan dengan selektivitas yang tidak jauh berbeda dengan menggunakan Cu(salen)-silika.
39 38
νC≡N
Saran
37 36
νC=O
35
1375.96
νO−H
34
1714.14
(b)
sample_B
2253.31
32.8 4000.0
3600
3200
Gambar 2
2800
2400
2000
1800 1600 cm-1
1400
1200
1000
800
600
450.0
Spektrum FTIR 2-propanol hasil oksidasi dengan Co(salen)silika (a) dan hasil oksidasi dengan Cu(salen)-silika (b).
Penggunaan 2-propanol dalam oksidasi ini merupakan penelitian pendahuluan untuk oksidasi alkohol sekunder lain yang lebih kompleks strukturnya. Oleh karena itu, dalam penelitian ini diperoleh 2 contoh hasil oksidasi,
Perlindungan gugus silanol setelah fungsionalisasi silika perlu dilakukan menggunakan etoksitrimetilsilana agar penambatan tidak terganggu. Optimisasi oksidasi alkohol sekunder menggunakan katalis dan penggunaan katalis kembali yang diperoleh perlu dilakukan. Oksidasi dengan katalis yang diperoleh untuk contoh alkohol sekunder lainnya perlu dilakukan.