PENAMBAHAN BAKTERI SELULOLITIK Streptomyces UNTUK PERBAIKAN PROSES TEPUNG KASAVA TERFERMENTASI
NURWINA EKA PUTRI
DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
ABSTRAK NURWINA EKA PUTRI. Penambahan bakteri selulolitik Streptomyces untuk perbaikan proses tepung kasava terfermentasi. Dibimbing oleh ANJA MERYANDINI dan TITI CANDRA SUNARTI. Ubi kayu merupakan komoditas pertanian yang penting di Indonesia. Ubi kayu memiliki karbohidrat tinggi sehingga sering dimanfaatkan sebagai bahan pangan. Namun memiliki keterbatasan dalam pemanfaatan dikarenakan adanya asam sianida (HCN) yang terkandung didalamnya. Pembuatan tepung kasava terfermentasi menggunakan metode kultur terendam dengan melibatkan bakteri selulolitik, bakteri asam laktat dan khamir merupakan salah satu upaya untuk mengatasi permasalahan tersebut. Dalam penelitian ini digunakan mikroorganisme starter yang berasal dari bakteri selulolitik genus Streptomyces yaitu KBM 2, KBM 6, KBM 7 dan KBM 10, bakteri asam laktat (BAL) dari air rendaman sayur sawi asin, dan khamir dari ragi roti komersial. Dari proses seleksi yang dilakukan, menunjukkan bahwa KBM 10 memiliki aktivitas tertinggi pada sustrat ubi kayu sebesar 0,489 nkat/ml pada hari ke-2 inkubasi, sehingga KBM 10 digunakan sebagai starter. Dari seluruh proses fermentasi yang dilakukan dengan beberapa kombinasi starter, hasil analisa mutu tepung menunjukkan bahwa perlakuan SBK 3-1 dengan penambahan bakteri selulolitik sebanyak 50 ml selama 1 hari fermentasi memberikan nilai tertinggi pada derajat putih sebesar 88% dan penurunan kandungan HCN sebesar 99%.
ABSTRACT
NURWINA EKA PUTRI. Process development of fermented cassava flour: The effects of Streptomyces celullolytic bacteria addition. Under the direction of ANJA MERYANDINI and TITI CANDRA SUNARTI. Cassava is an important agricultural commodity in Indonesia. Cassava has a high-carbohydrate contained, so it is often used as food. But have limitations in the utilization due to the presence of acid cyanide (HCN) contained. Fermentation of cassava flouring submerged culture method involving cellulolytic bacteria, lactic acid bacteria (LAB) and yeast is one effort to overcome these problems. This study used a starter microorganisms from cellulolytic bacteria of the genus Streptomyces (KBM 2, KBM 6, KBM 7 and KBM 10), LAB from pickle mustard, and commercial bakery yeast. The result of the conducted selection process, indicated that the KBM 10 had the highest activity on cassava substrat 0,489 nkat/ ml on the second day of incubation. Out of all the fermentation process which is done by some combination of starter, flour quality analysis showed that SBK 3-1 treatment with the addition of 50 ml cellulolytic bacteria in one day fermentation period gives the highest value in whiteness of 88% and a decreasing 99%.
PENAMBAHAN BAKTERI SELULOLITIK Streptomyces UNTUK PERBAIKAN PROSES TEPUNG KASAVA TERFERMENTASI
NURWINA EKA PUTRI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Biologi
DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
Judul Nama NIM
: Penambahan Bakteri Selulolitik Streptomyces untuk Perbaikan Proses Tepung Kasava Terfermentasi : Nurwina Eka Putri : G34052521
Menyetujui:
Pembimbing I
Pembimbing II
Dr. Anja Meryandini, MS. NIP. 19620327 198703 2 001
Dr. Ir. Titi Candra Sunarti, M. Si. NIP. 19661219 199103 2 001
Mengetahui: Ketua Departemen,
Dr. Ence Darmo Jaya Supena, M. Si. NIP. 19641002 198903 1 002
Tanggal Lulus :
PRAKATA
Puji Syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat, anugerah, dan karunia selama penulis melaksanakan penelitian hingga selesainya penulisan skripsi ini. Skripsi ini merupakan salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Biologi. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Februari 2009 hingga Maret 2010 bertempat di Laboratorium Bioteknologi Hewan dan Biomedis, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, IPB dan Laboratorium Ilmu Terapan dan Bioindustri, Departemen Teknik Industri Pertanian, FATETA IPB. Topik penelitian ini berjudul “Penambahan bakteri selulolitik Streptomyces untuk perbaikan proses tepung kasava terfermentasi”. Penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. Anja Meryandini, M.S dan Dr. Ir. Titi Candra Sunarti, M.Si selaku pembimbing atas dana penelitian, bimbingan, arahan, kesabaran, teladan, serta nasihat yang diberikan kepada penulis selama penulis melaksanakan penelitian hingga penulisan skripsi ini. Terima kasih kepada Dr. Ir. Dorly, M.Si yang telah bersedia menguji dan memberi banyak masukan kepada penulis. Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada teknisi Laboratorium Bioteknologi dan Biomedis; Bu Dewi, Teh Fitri, teknisi Laboratorium Ilmu Terapan dan Bioindustri; Bu Ega, Bu Rini, Pak Diki, Bu Sri, teknisi Laboratorium Mikrobiologi; Mba Henny, Pak Jaka, dan pegawai Departemen Biologi: Pak Joni dan Mba Yeni atas segala bantuannya. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada sahabat terbaik penulis; Mira, Ratih, Ka Titin, teman dan rekan-rekan seperjuangan penulis; Risti, Vitria, Mafri, Mba Tanti, Mba Emma, Mba Dani, Pak Aziz, Bu Rika, dan Bu It yang telah banyak memberi bantuan dan masukan selama ini, rekan-rekan pendamping, dan rekan-rekan biologi angkatan 42 yang tidak dapat disebutkan satu persatu, atas dukungan, persaudaraan, kasih sayang, dan persahabatan selama ini. Penulis menyampaikan terima kasih terdalam kepada suami tercinta Yustin Andrianus yang tidak pernah lelah memberikan semangat dan dukungan, “buah hati” penulis Byan untuk senyum dan tawa yang selalu diberikan, Papa, Mama, adik-adik serta keluarga besar penulis untuk doa, dukungan, cinta, pengertian, dan kasih sayang tanpa syarat kepada penulis. Akhir kata, semoga tulisan ini memberikan manfaat bagi pihak yang membutuhkan.
Bogor, Agustus 2010
Nurwina Eka Putri
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 19 Oktober 1987. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari Bapak Barlin H. Mahmud dan Ibu Nursuchesty. Tahun 2005 penulis lulus dari SMU Islam PB Sudirman Cijantung, Jakarta Timur dan diterima di Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun yang sama dengan mata kuliah minor komunikasi dari Departemen Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat. Penulis melaksanakan Praktik Lapang di bidang Proses Produksi di Perusahaan PT. Indofood Sukses Makmur Cibitung. Penulis aktif dalam kegiatan WMH (Wahana Muslim Himabio) dan kepanitiaan IPB lainnya.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL............................................................................................................ vii DAFTAR GAMBAR ....................................................................................................... vii DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................... viii PENDAHULUAN Latar Belakang....................................................................................................... Tujuan .................................................................................................................... BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ................................................................................ Bahan dan Alat....................................................................................................... Metode Penelitian Pendahuluan Persiapan Kultur dan Uji Aktivitas Enzim............................................ Isolasi Bakteri Asam Laktat (BAL) ...................................................... Peremajaan Isolat dan Penyiapan Inokulum ......................................... Penelitian Utama Proses Fermentasi Ubi Kayu................................................................. Pembuatan Tepung Kasava ................................................................... Pengamatan Cairan Fermentasi ................................................................................. Tepung Kasava......................................................................................
1 2
2 2
3 3 3 3 4 4 4
HASIL Persiapan Kultur dan Uji Aktivitas Enzim untuk Seleksi Bakteri ......................... Isolasi Bakteri Asam Laktat (BAL) ...................................................................... Analisa Cairan Fermentasi dan Mutu Tepung Kasava Terfermentasi................... Pengamatan Mikroskopik .....................................................................................
4 5 5 6
PEMBAHASAN ..............................................................................................................
6
SIMPULAN .....................................................................................................................
10
SARAN ............................................................................................................................
10
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................
11
LAMPIRAN.....................................................................................................................
13
DAFTAR TABEL Halaman
1 Komposisi Ubi Kayu (per 100 g bahan)......................................................................... 1 2 Karakteristik isolat yang digunakan dalam penelitian.................................................... 3 3 Kombinasi Mikroba pada Fermentasi Ubi Kayu............................................................ 4 4 Karakteristik cairan dan tepung hasil fermentasi ........................................................... 5 5 Jumlah mikroba sebelum dan sesudah fermentasi.......................................................... 6
DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Hasil peremajaan isolat KBM 2, KBM 6, KBM 7 dan KBM 10 pada media agar CMC............................................................................................................. 5 2 Aktivitas enzim selulase isolat KBM 2, KBM 6,KBM 7, dan KBM 10 pada media ubi kayu 1%.......................................................................................................... 5 3 Kadar protein isolat KBM 2, KBM 6, KBM 7 dan KBM 10 pada media ubi kayu 1%.......................................................................................................... 5 4 Kurva pertumbuhan asam laktat pada media MRS ....................................................... . 5 5 Hasil foto mikroskopik serat dan granula pati tepung kasava terfermentasi pada perbesaran 200x .................................................................................................... 7 6 Kurva standar gula pereduksi glukosa (λ = 540 nm)..................................................... 15 7 Kurva standar total gula glukosa (λ = 490 nm) ............................................................. 16 8 Kurva standar protein (λ = 595 nm) .............................................................................. 17 9 Kurva standar HCN (λ = 578 nm) ................................................................................. 17
DAFTAR LAMPIRAN Halaman
1 Spesifikasi Persyaratan Mutu Tepung Ubi kayu (SNI 01-2997-1992).......................... 14 2 Komposisi buffer pH yang digunakan........................................................................... 14 3 Komposisi media cair, agar CMC (Carboxymethyl cellulose) dan Media Ubi Kayu 1% ............................................................................................... 15 4 Prosedur Uji .................................................................................................................. 15 5 Komposisi media MRS (deMann Rogosa Sharp) ......................................................... 18
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris beriklim tropis dan memiliki tanah yang subur bila dibandingkan dengan negara-negara lain di dunia. Keadaan ini membuat berbagai jenis tanaman yang ada di Indonesia dapat tumbuh dengan baik. Salah satu jenis tanaman yang dapat tumbuh dan memiliki jumlah yang melimpah di Indonesia adalah ubi kayu. Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan tanaman asal Amerika Latin yang termasuk ke dalam famili Euphorbiaceae dan dapat tumbuh di lebih dari 80 negara tropis. Berdasarkan data FAO (2009), produksi ubi kayu yang melimpah membuat Indonesia berada di urutan ke-4 (20.500.000 ton) penghasil ubi kayu terbesar di dunia setelah Nigeria (45.000.000 ton), Thailand (30.000.000 ton), dan Brazil (26.000.000 ton). Di Indonesia, menurut data ramalan yang diperoleh dari BPS pada tahun 2009, produksi ubi kayu (22.028.502 ton) menempati urutan kedua setelah padi (64.329.329 ton). Hal ini membuat ubi kayu menjadi salah satu hasil pertanian umbi-umbian yang cukup penting baik sebagai pakan maupun bahan pangan. Banyaknya pemanfaatan ubi kayu sebagai bahan pangan oleh manusia, khususnya masyarakat Indonesia dikarenakan umbinya yang walaupun miskin akan protein, tapi memiliki jumlah kandungan pati yang tinggi, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi. Komposisi ubi kayu dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Komposisi ubi kayu (per 100 g bahan) Komponen Kadar Kalori (kal) 146,00 Air (g) 62,50 Fosfor (mg) 40,00 Karbohidrat (g) 34,00 Kalsium (mg) 33,00 Vitamin C (mg) 30,00 Protein (g) 1,20 Besi (mg) 0,70 Lemak (g) 0,30 Vitamin B1 (mg) 0,06 Berat dapat dimakan (g) 75,00 Sumber : Margono et al., (1993) Disamping kelebihan-kelebihan yang dimiliki, ubi kayu juga memiliki keterbatasan dalam pemanfaatannya. Hal ini dikarenakan ubi kayu memiliki kandungan air yang tinggi sebesar 40-70% (Eka 2006) sehingga mudah rusak dan tidak tahan simpan meski disimpan
dalam lemari pendingin. Kerusakan yang umum terjadi pada tanaman jenis umbiumbian adalah kepoyoan, yaitu terjadinya perubahan warna pada daging ubi kayu segar menjadi coklat yang diakibatkan oleh reaksi enzimatis, sehingga menyebabkan rasa ubi kayu menjadi pahit dan bertekstur keras. Kerusakan lain dapat berupa kulit terkelupas, memar dan terpotong yang secara mikrobiologis ditandai dengan pertumbuhan kapang disertai dengan timbulnya bau dan perubahan warna. Kerusakan secara kimia disertai dengan pola warna kebiru-biruan, coklat serta kehitaman yang dapat diakibatkan oleh enzim (Syarief & Irawati 1988). Selain itu, menurut Tejasari (2005) kelemahan lain adalah adanya kandungan asam sianida (HCN) pada ubi kayu segar yang cukup tinggi (> 50 mg/kg) sehingga bersifat toksik jika dikonsumsi oleh manusia. Kelemahan inilah yang membuat banyak pihak terus mengembangkan usaha-usaha untuk menurunkan kadar air dan kandungan HCN pada ubi kayu, sehingga daya simpan produk menjadi lebih lama dan mutu produk yang akan dikonsumsi lebih terjamin. Salah satu cara untuk mengatasi keterbatasan tersebut adalah dengan mengolah ubi kayu menjadi tepung kasava terfermentasi. Standar mutu kandungan HCN tepung kasava yang aman dikonsumsi maksimal 40 mg/kg seperti yang terdapat pada Lampiran 1. Fermentasi pada umumnya merupakan aplikasi metabolisme mikroba untuk mengubah bahan baku menjadi produk yang bernilai lebih tinggi, seperti asam-asam organik, protein sel tunggal, antibiotika dan biopolimer (Muhiddin et al. 2001). Wirakartakusumah et al. (1989) menyatakan bahwa produk yang dihasilkan dalam proses fermentasi ubi kayu akan memiliki nilai gizi, nilai biologi serta cita rasa dan aroma yang lebih baik dibandingkan dengan bahan asalnya. Modifikasi tepung kasava memiliki kadar gula yang jauh lebih rendah dari tepung terigu dan tidak mengandung gluten sehingga baik untuk dikonsumsi oleh penderita autis. Selain itu, modifikasi sel ubi kayu secara fermentasi juga memiliki nilai viskositas, kemampuan gelasi, daya rehidrasi dan kelarutan yang lebih tinggi dari bahan asalnya. Starter merupakan populasi mikroba yang jumlah dan kondisi fisiologisnya siap diinokulasikan pada media fermentasi (Effendi 2009). Mikroba yang digunakan sebagai starter diharapkan akan tumbuh dengan cepat, sehingga membuat proses
2
fermentasi lebih cepat terjadi. Selain itu, starter juga berperan untuk mengontrol jumlah mikroorganisme yang digunakan sehingga mutu produk yang dihasilkan tetap terjaga. Adapun beberapa mikroorganisme yang akan digunakan sebagai starter pada proses fermentasi ubi kayu dalam penelitian ini antara lain khamir, bakteri asam laktat, dan bakteri selulolitik. Selain sebagai starter pada proses fermentasi, bakteri selulolitik sebagai penghasil enzim selulase juga berperan untuk mengubah kandungan karbohidrat yang terdapat pada ubi kayu berupa serat atau selulosa menjadi oligosakarida dan glukosa. Serat merupakan bentuk kompleks polisakarida dari karbohidrat yang keberadaannya tidak dapat dicerna langsung oleh manusia, karena itu serat harus diubah ke dalam bentuk oligomer sehingga mempermudah terjadinya pelepasan pati dari matriks serat. Selulosa memiliki struktur kimia yang sederhana yang terdiri atas rantai lurus 3000-10.000 residu glukosa yang diikat dengan ikatan ß-1,4. Enzim selulase merupakan kelompok enzim glikosil hidrolase yang menghidrolisis oligosakarida dan polisakarida (Henrissat 1991). Untuk memutuskan rantai ini diperlukan enzim selulase yang merupakan kompleks dari enzim selobiohidrolase, endoglukanase dan ß-glukosidase (Deacon 1997; Silva et al. 2005). Selobiohidrolase memecah unit-unit disakarida (selobiosa) dari ujung rantai, endoglukanase menyerang bagian tengah rantai secara random dan ß-glukosidase memecah selobiosa menjadi glukosa. Streptomyces merupakan bakteri Gram positif yang termasuk ke dalam golongan Aktinomiset yaitu bakteri yang memiliki struktur hifa bercabang menyerupai fungi dan dapat menghasilkan spora yang dapat ditemukan di tanah. Bakteri ini nonmotil dan berfilamen. Selain ditemukan pada tanah, bakteri ini juga dapat ditemukan pada tumbuhan yang membusuk (Madigan & Martinko 2006). Kanti (2005) menyatakan bahwa Streptomyces merupakan jenis mikroba kelas Aktinomiset yang dapat membentuk zona bening pada media Carboxy Methyl Cellulose (CMC). Hal ini menunjukkan bahwa bakteri ini aktif mendegradasi selulosa. Bakteri asam laktat (BAL) adalah kelompok bakteri yang mampu mengubah karbohidrat (glukosa) menjadi asam laktat. Efek bakterisidal dari asam laktat pada proses fermentasi berkaitan dengan penurunan pH
lingkungan sehingga pertumbuhan bakteri lain termasuk bakteri pembusuk akan terhambat. Pada proses fermentasi makanan, BAL digunakan untuk pengawetan dan memperbaiki tekstur dan cita rasa bahan pangan. BAL mampu memproduksi asam laktat sebagai produk akhir perombakan karbohidrat, hydrogen peroksida, dan bakteriosin (Afrianto et al 2006). Dengan terbentuknya zat antibakteri dan asam maka pertumbuhan bakteri pathogen seperti Salmonella dan E. coli akan dihambat (Silalahi & Hutagalung 2002). Efektivitas BAL dalam menghambat bakteri pembusuk dipengaruhi oleh kepadatan BAL, galur BAL, dan komposisi media (Jeppensen & Huss 1993). Selain itu, produki substansi penghambat dari BAL dipengaruhi oleh media pertumbuhan, pH dan suhu lingkungan (Ahn & Stiles 1990). Tujuan Melakukan seleksi bakteri selulolitik yang akan digunakan dalam proses fermentasi untuk perbaikan mutu tepung kasava. BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Februari 2009 sampai dengan Maret 2010 di Laboratorium Bioteknologi Hewan dan Biomedis, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi (PPSHB), dan Laboratorium Ilmu Terapan dan Bioindustri, Departemen Teknik Industri Pertanian, FATETA IPB. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah ubi kayu segar berumur 8 bulan yang diperoleh dari daerah sekitar Dramaga, isolat bakteri selulolitik Streptomyces (KBM 2,6,7 dan 10) koleksi Laboratorium Bioteknologi Hewan dan Biomedis PPSHB IPB (karakteristik isolat yang digunakan terdapat pada Tabel 2), isolat bakteri asam laktat yang berasal dari air rendaman sawi asin, ragi roti komersial, tepung singkong, media tumbuh dan substrat CMC (carboxy methyl cellulose), media tumbuh dan substrat MRS (deMan Rogosa Sharp), media tumbuh PDA (Potato Dekstrose Agar). Bahan kimia yang digunakan etanol 70%, bufer pH optimum bakteri yang terdapat pada Tabel 3 (komposisi bufer pada Lampiran 2), aquades steril, larutan glukosa (0,1 mg/ml), pereaksi dinitrosalisilat (DNS), fenol, asam sulfat (H2SO4), Na2CO3, kloroform,
3
Bovine Serum Albumin (BSA), larutan Bradford, indikator Phenopthalein (indikator PP), NaCl 0,85%, NaOH (4g/l), dan bahan kimia untuk uji HCN tepung kasava (APHA 2005). Alat – alat yang digunakan merupakan peralatan untuk proses fermentasi, produksi tepung, analisa produk dan peralatan uji yang sering digunakan dalam laboratorium.
Satu unit aktivitas selulase didefinisikan sebagai jumlah enzim yang menghasilkan 1 µmol glukosa dalam satu menit. Satu unit aktivitas setara dengan 16,67 nkat. Dengan demikian satu katal (kat) merupakan jumlah enzim yang menghasilkan 1 µmol glukosa dalam 1 detik. Isolat yang memiliki aktivitas selulase terbaik akan digunakan sebagai starter pada proses fermentasi.
Tabel 2 Karakteristik isolat yang digunakan dalam penelitian pH Suhu Isolat Optimum Optimum (oC) KBM 2 7 50 KBM 6 5,5 50 KBM 7 5,5 50 KBM 10 5,5 50 Sumber: Widosari (2008)
Isolasi Bakteri Asam Laktat Bakteri asam laktat (BAL) didapatkan dengan menggoreskan 1 lup air rendaman sayur sawi asin pada media agar-agar MRS dan ditumbuhkan selama 3-4 hari pada suhu ruang. Kemudian dilakukan pemurnian dengan mengambil 1 koloni BAL yang dicirikan berbentuk bulatan berwarna putih susu kedalam media agar-agar MRS miring, komposisi media MRS terdapat pada Lampiran 5. Bakteri asam laktat yang telah dimurnikan dikulturkan pada media MRS cair dan dibuat kurva pertumbuhannya dengan pengukuran kekeruhan setiap enam jam pada spektrofotometer panjang gelombang 620 nm.
Metode Persiapan Kultur dan Uji Aktifitas Enzim untuk Seleksi Bakteri Isolat bakteri Streptomyces selulolitik KBM 2, KBM 6, KBM 7, dan KBM 10 diremajakan pada media agar-agar CMC 1% (Lampiran 3) pada suhu ruang selama 4-6 hari. Selanjutnya masing-masing isolat tersebut dikulturkan sebanyak lima cock borer pada media kultur ubi kayu 1% (Lampiran 3) dan diinkubasi pada inkubator (shaker) bergoyang selama 7 hari pada suhu ruang. Setiap 24 jam sekali dilakukan pengukuran aktivitas enzim selulase, jumlah gula pereduksi dengan metode DNS (Miller 1959 (Lampiran 4a)) dan kadar protein dengan metode Bradford (Lampiran 4c). Enzim ekstrak kasar didapat dengan mensentrifugasi hasil kultur pada kecepatan 3000 rpm selama 15 menit pada suhu 4oC. Aktivitas selulase dan pembentukan gula pereduksi diukur menggunakan metode DNS dengan melakukan penambahan enzim ekstrak kasar sebanyak 0,5 ml dalam substrat CMC 1% pada bufer pH optimumnya dan diinkubasi pada suhu optimum enzim, yaitu 50 ˚C selama 60 menit (Hendarwin 2005; Widosari 2008). Aktivitas enzim selulase dinyatakan dengan rumus di bawah ini Aktivitas = (Xs – Xk ) x 1000 x fp x 16,67 (nkat/ml) BM glukosa x t Keterangan : Xs : Kadar gula pereduksi sampel (mg/ml) Xk : Kadar gula pereduksi kontrol (mg/ml) t : Waktu inkubasi (menit) fp : Faktor pengenceran
Peremajaan Isolat dan Penyiapan Inokulum Isolat-isolat Streptomyces sp. KBM 2, 6, 7 dan 10 diremajakan pada media agar-agar CMC. Keempatnya diinkubasi selama 4-6 hari pada suhu ruang hingga siap digunakan sebagai inokulum. Jumlah inokulum khamir berasal dari 1 g ragi roti komersial dihitung dengan menggunakan Total Plate Count. Proses Fermentasi Ubi Kayu Sebanyak 1 kg umbi ubi kayu segar dikupas kulitnya dan diiris tipis, lalu dimasukkan ke dalam wadah fermentasi dan direndam dengan air steril sebanyak 1,5 l. Proses fermentasi dilakukan dengan menggunakan 6 perlakuan yang berbeda, yaitu 1) Sp, tanpa penambahan bakteri (fermentasi spontan), 2) K, dengan penambahan 1 g khamir (2,4 x 105 cfu/ml) yang berasal dari ragi roti komersial, 3) BK, dengan penambahan khamir dan bakteri asam laktat dari kultur cair sebanyak 12 ml (2,4 x 108 cfu/ml), 4-6) perlakuan dengan variasi penambahan bakteri selulolitik sebanyak 10 ml (SBK1), 30 ml (SBK2), dan 50 ml (SBK3). Bakteri selulolitik yang digunakan termasuk ke dalam jenis Aktinomiset yang berfilamen sehingga tidak memungkinkan dilakukan pengamatan terhadap jumlah bakteri yang digunakan. Seluruh perlakuan dilakukan dengan menggunakan 3 kali
4
ulangan dan 2 waktu pengamatan, yaitu 1 dan 2 hari. Kombinasi mikroba pada fermentasi ubi kayu dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Kombinasi perlakuan pada fermentasi ubi kayu Hari Perlakuan ke1
2
Sp-1 K-1 BK-1 SBK1-1 SBK2-1 SBK3-1 Sp-2 K-2 BK-2 SBK1-2 SBK2-2 SBK3-2
Starter Bakteri Selulolitik 10 ml 30 ml 50 ml 10 ml 30 ml 50 ml
BAL 12 ml 12 ml 12 ml 12 ml 12 ml 12 ml 12 ml 12 ml
Khamir 1g 1g 1g 1g 1g 1g 1g 1g 1g 1g
* Volume cairan fermentasi 1,5 l Pembuatan Tepung Kasava Setelah proses fermentasi selama 1 dan 2 hari selesai dilakukan, ubi kayu dari masingmasing perlakuan ditiriskan dan dijemur dibawah sinar matahari ± 7 jam dan dilanjutkan dengan proses pengeringan dalam oven suhu 50oC selama 24 jam. Ubi kayu yang telah kering kemudian digiling dan diayak 100 mesh sampai berbentuk tepung halus. Pengamatan I. Cairan Fermentasi a. pH Pengukuran pH menggunakan pH meter yang telah dikalibrasi. b. Total asam (AOAC 1995) Metode pengukuran total asam terdapat pada Lampiran 4d. c. Jumlah Total Padatan Terlarut (AOAC 1995) Metode perhitungan jumlah total padatan terlarut terdapat pada lampiran 4e. d. Analisis Total Gula (Dubois et al. 1956) Pengukuran total gula dilakukan dengan menggunakan metode Fenol-H2SO4 terdapat pada Lampiran 4b. e. Penentuan Total Mikroba (Total Plate Count/TPC) Jumlah total mikroba diukur dengan menggunakan metode tuang. Setelah cairan fermentasi mengalami tingkat pengenceran yang dikehendaki, sebanyak 100 µl cairan dituang dan disebar ke permukaan cawan
yang berisi media selektif untuk masingmasing bakteri, yaitu media CMC agar untuk bakteri selulolitik, media MRS agar untuk bakteri asam laktat, dan media PDA untuk khamir. II. Tepung Kasava a. Kadar Air (AOAC 1995) Metode penentuan kadar air terdapat pada Lampiran 4f. b. Kadar HCN (APHA 2005) Metode pengukuran kadar HCN terdapat pada Lampiran 4g. c. Derajat Putih Derajat putih diukur dengan alat Whiteness Meter Model C-100. Prinsip pengukuran dari alat ini adalah melalui pengukuran indeks refleksi (reflective index) permukaan contoh dengan sensor foto dioda. Semakin putih contoh yang diukur, maka cahaya yang dipantulkan semakin banyak. Alat ini dikalibrasi dengan standar derajat putih yang diperoleh dari asap pembakaran pita MgO. d. Pengamatan Mikroskopik Pengamatan mikroskopis pada serat tepung kasava bertujuan untuk mengetahui efek modifikasi tepung kasava dengan cara fermentasi pada struktur granula, sifat birefringence, pembengkakan dan kerusakan dari granula pati dan serat. HASIL PENELITIAN Peremajaan Isolat Isolat bakteri selulolitik Streptomyces KBM 2, KBM 6, KBM 7 dan KBM 10 ditumbuhkan pada media agar-agar CMC selama 4-6 hari. Masing-masing isolat memiliki ciri khas Aktinomiset dengan permukaan bertepung. Adapun perbedaan warna yang terdapat pada isolat disebabkan oleh pigmen yang terkandung di dalamnya (Gambar 1). Persiapan Kultur dan Uji Aktifitas Enzim untuk Seleksi Bakteri Dari hasil pengukuran gula pereduksi dan protein yang telah dilakukan terhadap 4 isolat bakteri selulolitik Aktinomiset selama 7 hari, menunjukkan bahwa aktivitas tertinggi enzim selulase KBM 7 didapatkan pada hari ke-2 inkubasi sebesar 0,336 nkat/ml, KBM 6 pada hari ke-3 inkubasi sebesar 0,3445 nkat/ml, KBM 10 pada hari ke-2 masa, yaitu 0,489
5
nkat/ml, namun aktivitas enzim pada KBM 2 terus mengalami penurunan dari hari pertama sampai hari terakhir waktu inkubasi (Gambar 2). Pada pengukuran kadar protein, didapatkan kadar protein isolat KBM 6, 7 dan 10 memiliki jumlah protein tertinggi pada hari ke-3 inkubasi sebesar 0,43 mg/ml; 0,44 mg/ml; 0,38 mg/ml. Namun pada KBM 2, jumlah protein tertinggi didapatkan pada hari ke-4 inkubasi sebesar 0,38% (Gambar 3).
KBM 2
KBM 6
KBM 7
KBM 10
Gambar 3 Kadar protein isolat KBM 2, KBM 6, KBM 7 dan KBM 10 pada media ubi kayu 1% Isolasi Bakteri Asam Laktat Hasil pemurnian bakteri asam laktat (BAL) yang berasal dari air rendaman sawi asin menunjukkan bahwa fase eksponensial didapatkan pada jam ke-30 pengamatan. Hasil ini menunjukkan bahwa isolat BAL yang akan digunakan pada proses fermentasi berumur 30 jam.
Gambar 1 Hasil peremajaan isolat KBM 2, KBM 6, KBM 7 dan KBM 10 pada media agar-agar CMC Aktivitas E nzim (nkat/ml)
0.6 0.5
Gambar 4 Kurva pertumbuhan bakteri asam laktat pada media MRS
0.4 KBM 6 0.3
KBM 7
0.2
KBM 2 K B M 10
0.1 0 0
1
2
3
4
5
6
7
W a ktu Inkuba si (ha ri ke -)
Gambar 2 Aktivitas enzim selulase isolat KBM 2, KBM 6, KBM 7, dan KBM 10 pada media ubi kayu 1%
Analisa Cairan Fermentasi dan Mutu Tepung Kasava Terfermentasi Data analisa cairan dan mutu tepung kasava terfermentasi terdapat pada Tabel 4. Jumlah total mikroorganisme sebelum dan setelah fermentasi terdapat pada Tabel 5.
Tabel 4 Karakterisasi cairan dan tepung hasil fermentasi Cairan Fermentasi Perlakuan
pH
Tepung Kasava Terfermentasi
Total Asam
Padatan
Total
Derajat
Kadar
Kadar
Rendemen
(ml NaoH 0,1 N/ 100 g)
Terlarut (g/l)
Gula (%)
Putih (%)
HCN (mg/kg)
Air (%)
Tepung (%)
Sp-1
4,25
2,758
5,3
5,816
76,55
9,3
1,848
34,56
K -1
5,33
1,742
7,1
2,450
71,55
8,3
1,772
33,98
BK-1
4,46
2,042
8,4
1,900
85,96
7,1
1,735
34,67
SBK1-1
4,4
1,883
8,6
2,598
80,77
6,1
1,564
33,95
SBK2-1
4,34
1,950
9,8
2,789
82,23
1,7
1,600
34,00
SBK3-1
4,75
2,117
10,3
3,410
88,00
0,6
1,496
33,81
Sp-2
3,17
4,992
7,4
4,547
87,41
7,0
1,615
35,92
K -2
3,38
3,350
6,7
2,086
87,46
0,9
1,895
34,47
BK-2
4,12
4,417
9,4
6,391
84,73
7,4
1,912
33,96
SBK1-2
4,36
4,417
8,9
4,871
83,18
12,9
1,600
34,14
SBK2-2
4,27
4,583
9,1
2,085
81,14
4,9
1,806
34,76
SBK3-2
4,6
3,592
11,3
3,549
79,73
4,4
1,818
34,08
6
Tabel 5 Jumlah mikroba sebelum dan sesudah fermentasi Perlakuan
Total mikroba sebelum fermentasi (cfu/ml) Selulolitik
Sp-1 K -1
-
BAL
Khamir
-
7
-
1,1x10 5
-
2,4x10 8
Total mikroba setelah fermentasi (cfu/ml) Selulolitik
9,2x10
1,3x109
8
1,3x105
8
4,2x10 2,1x10
-
2,4x10
2.4x10
4,7x10
8,7x10
1,1x105
SBK1-1
-
2,4x108
2,4x105
+
1,3x109
1,2x105
SBK2-1
-
8
2,4x10
5
2,4x10
+
9
2,6x10
1,1x105
SBK3-1
-
2,4x108
2,4x105
+
1,1x109
1,2x105
1,5x10
9
2,0x10
1,9x105
2,4x105
1,1x107
6,3x108
2,3x105
5
8
9
2,5x105
9
-
-
K-2
-
-
BK-2
-
7
8
2,4x10
2,4x10
2,7x10
-
2,4x10
2,4x10
+
1,9x10
2,5x105
SBK2-2
-
2,4x108
2,4x105
+
2,6x109
3,2x105
-
8
5
+
9
1,5x105
2,4x10
5
4,0x10
SBK1-2
SBK3-2
8
7
Khamir 8
BK-1
Sp-2
5
6
BAL
2,4x10
3,6x10
+ : mikroorganisme dapat tumbuh pada media selektif namun jumlahnya tidak dapat dihitung Pengamatan Mikroskopik Uji mikroskopik dilakukan untuk mengamati perubahan bentuk serat ubi kayu dan granula pati setelah proses fermentasi. Pengamatan dilakukan dengan menggunakan mikroskop cahaya dan mikroskop polarisasi perbesaran 200x (Gambar 5). PEMBAHASAN Persiapan Kultur Isolat Bakteri Selulolitik Isolat KBM 2, 6, 7 dan 10 merupakan kelompok bakteri yang termasuk dalam genus Streptomyces. Selain itu, bakteri ini juga termasuk dalam kelas Actinomycetes. Hal ini dapat dilihat dari bentuk koloninya pada medium padat yang seperti bertepung. Pertumbuhan bakteri ini sangat lambat dan sangat bergantung pada kondisi lingkungan seperti pH dan suhu, sehingga membutuhkan waktu sekitar 4-6 hari untuk mendapatkan satu cawan isolat bakteri hasil peremajaan. Keempat bakteri tersebut mampu menggunakan media CMC sebagai sumber karbonnya. Hal ini menunjukkan bahwa bakteri ini aktif dalam mendegradasi selulosa. Seleksi Bakteri Selulolitik Pada penelitian sebelumnya telah diketahui bahwa suhu optimum enzim selulase dari isolat bakteri selulolitik Streptomyces yang digunakan untuk KBM 2, KBM 6, KBM 7, dan KBM 10 adalah 50oC (Widosari 2008). Aktivitas enzim sangat dipengaruhi oleh keberadaan suhu dan pH optimum karena enzim merupakan protein
yang dapat mengalami perubahan bentuk dan kerusakan struktur jika suhu dan keasamannya berubah (Girindra1993). Dari keempat isolat yang digunakan, dilakukan proses seleksi dengan mengukur aktivitas enzim terhadap media yang sumber karbonnya digantikan dengan ubi kayu. Uji aktivitas enzim diukur menggunakan larutan DNS yang menghasilkan warna jingga. Besar kecilnya aktivitas enzim akan mempengaruhi kadar gula pereduksi yang dihasilkan (Hidayat 2005). Induksi selulase ke dalam substrat akan meningkatkan aktivitas katalitik selama masa inkubasi. Menurut Fikrinda et al. (2001), penggunaan glukosa dalam jumlah kecil untuk memproduksi enzim selulase berfungsi sebagai sumber energi bagi mikroorganisme untuk menunjang pertumbuhannya sehingga dapat beraktivitas lebih baik dalam menghidrolisis selulosa amorf maupun kristal. Tetapi keberadaan glukosa dalam konsentrasi tertentu juga dapat menekan sintesis selulase (Fernandez-Abalos et al. 1997). Pada saat kondisi optimum yang merupakan puncak aktivitas enzim selulase, bakteri mengeluarkan enzim selulase ke lingkungan dalam jumlah yang maksimal. Dari keempat bakteri selulolitik Streptomyces yang digunakan dalam penelitian ini, diketahui bahwa KBM 10 memiliki aktivitas enzim terbaik pada media ubi kayu 1%, sehingga dipilih sebagai starter. Selain pengukuran aktivitas enzim harian, juga dilakukan pengukuran terhadap jumlah protein harian. Namun dari hasil penelitian juga didapatkan bahwa kadar protein tertinggi untuk keempat
7
Umbi segar (sebelum fermentasi)
Sp-2.a
Sp-2.b
Sp-1.a
Sp-1.b
K-1.a
K-1.b
K-2.a
K-2.b
BK-1.a
BK-1.b
BK-2.a
BK-2.b
SBK1-1.a
SBK1-1.b
SBK1-2.a
SBK1-2.b
SBK2-2.a
SBK2-2.b
SBK3-2.a
SBK3-2.b
granul a pati
serat
SBK2-1.a
SBK3-1.a
SBK2-1.b
SBK3-1.b
Gambar 5 Hasil foto mikroskopik serat dan granula pati tepung kasava terfermentasi pada perbesaran 200x menggunakan mikroskop cahaya (a) dan mikroskop cahaya terpolarisasi (b). isolat tersebut tidak terjadi pada hari yang sama dengan aktivitas enzim tertinggi. Hal tersebut ditunjukkan dari nilai kadar protein yang diperoleh untuk keempat bakteri tersebut yang berjalan lebih lambat dari kenaikan aktivitas enzim. Hal ini dikarenakan adanya dominansi fungsi protein yang lain selain enzim antara lain sebagai katalis, alat transport, pengatur, pengenal dan unsur-unsur struktural.
Isolasi Bakteri Asam Laktat Bakteri asam laktat (BAL) yang digunakan sebagai starter dalam penelitian ini diisolasi dari air rendaman sawi asin yang telah dimurnikan sebelumnya. Pemurnian bakteri diperlukan agar diperoleh kultur bakteri yang hanya terdiri atas satu macam bakteri saja, yaitu BAL. Untuk digunakan sebagai starter, suatu bakteri perlu diketahui fase pertumbuhan optimalnya. Hal ini bertujuan agar bakteri tersebut berada dalam fase
8
eksponensial pada saat digunakan, yaitu kondisi dimana jumlah sel menjadi dua kalinya setiap satu waktu generasi (Fardiaz 1992). Dalam penelitian ini, terlihat bahwa pada 6 jam pertama BAL memasuki fase adaptasi (lag phase) yaitu fase menyesuaikan diri dengan lingkungan baru, sehingga sel belum membelah diri. Kemudian mulai memasuki fase eksponensial (log phase) pada jam ke-6 sampai jam ke-48. Selama fase ini, metabolisme sel paling aktif, sintesis bahan sel sangat cepat dengan jumlah konstan sampai nutrien habis atau terjadinya penimbunan hasil metabolisme yang menyebabkan terhambatnya pertumbuhan. Kenaikan pertumbuhan BAL yang sangat cepat ditunjukkan pada saat BAL memasuki jam ke-30, sehingga pada jam ke-30 merupakan usia pertumbuhan BAL yang digunakan sebagai starter fermentasi. Selanjutnya BAL memasuki fase stasioner pada jam ke-48 sampai jam ke-54, fase pertumbuhan mulai terhambat, kecepatan pembelahan sel berkurang dan jumlah sel yang mati mulai bertambah. Pada fase stasioner, jumlah sel yang mati semakin meningkat sampai terjadi jumlah sel hidup hasil pembelahan sama dengan jumlah sel yang mati, sehingga jumlah sel hidup konstan, seolah-olah tidak terjadi pertumbuhan (pertumbuhan nol). Pada jam ke-54, BAL mulai mengalami fase kematian yaitu kondisi pada saat kecepatan kematian sel BAL terus meningkat sedang kecepatan pembelahan sel nol, sehingga jumlah sel hidup menurun dengan cepat. Proses Fermentasi Ubi Kayu Enzim merupakan protein yang mampu mempercepat laju reaksi kimia dalam suhu dan derajat keasaman tertentu, sehingga produk yang dihasilkannya sangat spesifik dan dapat diperhitungkan dengan mudah. Penggunaan enzim juga membuat energi dan biaya produksi dapat dihemat serta limbah atau produk samping yang akrab dengan lingkungan. Hal inilah yang membuat enzim memegang peranan penting, bahkan telah menjadi primadona dalam dunia industri untuk saat ini dan di masa yang akan datang (LIPI 1999). Pengolahan ubi kayu menjadi tepung kasava terfermentasi merupakan salah satu cara pemanfaatan enzim yang saat ini sedang banyak dilakukan untuk meningkatkan nilai nutrisi dan daya simpan. Proses fermentasi diharapkan dapat memperbaiki mutu tepung baik aroma, fisik, dan cita rasanya. Adapun proses fermentasi
yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan metode kultur terendam yang melibatkan berbagai mikroba sebagai starter, yaitu khamir, bakteri asam laktat, dan bakteri selulolitik Streptomyces dalam berbagai konsentrasi volume. Keterlibatan starter dalam proses fermentasi berperan untuk mengendalikan jumlah mikroorganisme, sehingga hanya mikroorganisme tertentu yang dapat hidup dalam kultur fermentasi. Pada proses fermentasi, bakteri selulolitik digunakan untuk mengubah bentuk karbohidrat yang kompleks pada ubi kayu ke dalam bentuk yang dapat dicerna oleh manusia seperti glukosa dan selooligosakarida dengan bantuan enzim selulase. Starter lain yang digunakan pada proses fermentasi ubi kayu dalam penelitian ini adalah ragi roti komersial (Saccharomyces cereviceae). Khamir jenis ini sangat mudah ditumbuhkan karena membutuhkan nutrisi yang sederhana, memiliki laju pertumbuhan yang cepat, sangat stabil, dan aman digunakan pada bahan pangan (food-grade organism). Khamir memiliki potensi penting sebagai agen fermentasi karena memiliki aktivitas yang sangat reaktif dan beragam terhadap bahan makanan sehingga dapat memberi perubahan yang sangat signifikan baik dalam rasa, aroma maupun tekstur dari pangan tersebut. Pada fermentasi ubi kayu yang telah dilakukan, terlihat bahwa khamir dapat tumbuh di seluruh perlakuan fermentasi. Hal ini dimungkinkan karena pH pada setiap perlakuan yang mendukung pertumbuhan khamir, yaitu pH 3-6 (Casida 1968). Jumlah keasaman yang semakin bertambah membuat pertumbuhan khamir tertekan sehingga jumlah khamir setelah fermentasi cenderung mengalami penurunan dari jumlah yang diinokulasikan sebelum fermentasi. Keterlibatan BAL sebagai starter dalam proses fermentasi memiliki beberapa peranan, antara lain memberikan aroma dan flavour (Jay 1978; Marrug 1991) serta mengawetkan makanan dengan menghasilkan senyawa anti mikroba berupa asam organik, hidrogen peroksida, diasetil, bakteriosin, etanol, potensial redoks yang rendah (Ray & Daeschel 1992). Karakteristik Cairan Fermentasi dan Mutu Tepung Kasava Ubi kayu memiliki nilai gizi yang tinggi terlihat dari besarnya nilai pati yang terkandung di dalamnya. Hal inilah yang membuat masyarakat Indonesia bahkan dunia sering memanfaatkan ubi kayu sebagai bahan
9
pangan, karena itu mutu ubi kayu harus terjaga agar dapat dimanfaatkan dengan optimal. Pada penelitian ini dilakukan analisis terhadap cairan fermentasi dan tepung sebagai produk hasil fermentasi. Adapun nilai pH terendah pada penelitian ini didapatkan dari sampel yang mendapatkan perlakuan fermentasi spontan. Hal ini dimungkinkan dari adanya pertumbuhan mikroorganisme yang tidak terkontrol, sehingga membuat produksi asam-asam organik pada cairan fermentasi menjadi tidak terkendali. Dari hasil penelitian juga dapat dilihat bahwa pH yang semakin rendah membuat pertumbuhan khamir lebih tertekan dari jumlah yang diinokulasikan dibandingkan dengan pertumbuhan BAL. Hal ini dikarenakan sifat BAL yang lebih toleran pada lingkungan asam (Conway et al. 1987). Pada perhitungan jumlah mikroba untuk perlakuan yang menggunakan starter bakteri selulolitik, genus Streptomyces yang digunakan memiliki penampakan yang bertepung sehingga tidak dapat dilakukan perhitungan terhadap jumlahnya. Adapun bakteri selulolitik yang terdeteksi pada perlakuan ini merupakan bakteri yang secara alami terdapat pada ubi kayu yang keluar ke cairan kultur pada saat fermentasi dan terjadinya pemecahan pati, sehingga terekspresi pada media CMC. Total gula merupakan jumlah gula yang memiliki kemampuan untuk mereduksi karena adanya gugus hidroksil yang bebas dan reaktif (gula pereduksi) dengan senyawa gula yang gugus karbonilnya berikatan dengan senyawa monosakarida lain (gula non reduksi). Dalam penelitian ini, pengukuran total gula dilakukan dengan metode fenolasam sulfat, yang akan merubah gula non reduksi menjadi gula reduksi menggunakan asam sulfat sehingga memungkinkan gula total untuk dihitung. Pada cairan fermentasi, juga dilakukan perhitungan terhadap jumlah padatan terlarut yang menurut Saeni (1989) merupakan bahan yang tetap tertinggal sebagai sisa selama penguapan dan pemanasan pada suhu 103-1050C. Dengan sendirinya bahan-bahan yang mempunyai tekanan uap kecil dibawah suhu ini akan menguap. Banyaknya jumlah padatan terlarut yang terdapat dalam cairan fermentasi merupakan keberhasilan kerja enzim selulase dalam mendegradasi pati. Tepung merupakan partikel padat berbentuk butiran halus yang dapat digunakan untuk berbagai keperluan, baik penelitian, rumah tangga, maupun bahan
baku industri. Untuk keamanan mutu pada produk hasil fermentasi ubi kayu dilakukan analisis terhadap kadar air, kadar HCN dan derajat putih. Kadar air adalah persentase kandungan air suatu bahan yang dapat dinyatakan berdasarkan berat basah (wet basis) atau berat kering (dry basis). Kadar air memiliki peranan yang besar terhadap mutu stabilitas suatu produk. Syarat tersebut harus dipenuhi karena adanya kadar air yang melebihi standar (Lampiran 1) akan menyebabkan produk tersebut rentan ditumbuhi mikroba atau jasad renik lainnya sehingga akan mempengaruhi kestabilannya (Musfiroh et al. 2007). Kandungan air dalam bahan makanan menentukan kesegaran, dan sangat berpengaruh terhadap masa simpan bahan pangan, karena air dapat mempengaruhi sifat-sifat fisik atau adanya perubahanperubahan kimia seperti, tekstur, kenampakan, dan cita rasa makanan (Buckle et al. 1987; Winarno 1997). Selain itu, kandungan air yang terdapat pada bubur ubi kayu juga ikut mempengaruhi interaksi dari mikroorganisme. Oleh karena itu diperlukan pengurangan kandungan air sebanyak mungkin untuk mencegah perkembangbiakan mikroorganisme di dalamnya (Achi & Akomas 2006). Hasil penelitian menunjukkan bahwa sampel dari seluruh perlakuan fermentasi yang dilakukan memiliki nilai kadar air yang jauh dari batas nilai maksimal yang ditetapkan oleh SNI yaitu 12 % (Lampiran 1). Oleh karena itu jika ditinjau dari nilai kadar airnya, seluruh tepung hasil perlakuan memiliki masa simpan yang cukup baik. Kadar HCN merupakan syarat utama yang harus dijaga dalam pemanfaatan dan pengolahan ubi kayu sebagai bahan pangan. Hal ini dikarenakan ubi kayu segar memiliki nilai HCN yang tinggi, sehingga bersifat toksik bagi manusia. Berdasarkan kandungan HCN, umbi ubi kayu terbagi atas dua jenis yaitu umbi ubi kayu manis, yang umbinya tidak beracun dengan kadar HCN kurang dari 50 mg/kg ubi kayu segar dan umbi ubi kayu pahit, yang umbinya beracun dengan kadar HCN-nya lebih besar dari 50 mg/kg ubi kayu segar (Tejasari 2005). Di dalam umbi ubi kayu, HCN tidak terdapat dalam bentuk bebas melainkan terikat dalam bentuk senyawa yang disebut linamarin atau glukosida aseton sianohidrin (Winarno 1992). Senyawa ini baru bersifat toksik bila telah terurai. Linamarin oleh enzim linamerase yang secara alami terdapat dalam
10
ubi kayu dapat terurai dan melepaskan HCN. Jenis ubi kayu yang digunakan berpengaruh terhadap jumlah HCN yang terdapat pada tepung. Kandungan HCN yang tinggi dapat menurunkan mutu dari tepung kasava. Pengolahan ubi kayu menjadi tepung kasava dapat mengurangi kandungan HCN dan meningkatkan nilai nutrisi pada produk yang dihasilkan. Menurut McCann (1977), kandungan HCN dapat dikurangi dengan cara perendaman, perebusan, ekstraksi pati dalam air, fermentasi, penyangraian, pengukusan dan pengeringan karena HCN bersifat volatil dalam air. Selain itu HCN juga bersifat mudah menguap pada suhu ruang karena mempunyai titik didih yang rendah yaitu 260C sehingga perlakuan pemanasan dapat merubah kandungan HCN (Muchtadi 1989). Tahap pengupasan dan pencucian berperan dalam menurunkan kadar HCN, karena dari penelitian Lingga et al. (1986) diketahui bahwa kulit umbi mengandung HCN 3 - 5 kali lebih besar dibandingkan umbinya. Menurut Febriyanti (1990), proses pencucian dapat menghilangkan HCN sebesar 36,02 %. Proses perendaman menyebabkan larutnya HCN dalam kultur fermentasi, sehingga setelah penirisan kandungan HCN dalam tepung menjadi rendah. Penelitian Obilie et al., (2003) yang mengolah akyeke dengan proses fermentasi selama 6 hari dapat menurunkan kadar HCN hingga 98%. Dapat disimpulkan semakin lama waktu fermentasi maka kandungan HCN semakin menurun. Proses fermentasi 48 jam menghasilkan nilai HCN yang lebih rendah pada hampir semua perlakuan. Hal ini dikarenakan proses perendaman berlangsung cukup lama. Dari hasil analisa HCN yang didapatkan dalam penelitian ini, seluruh perlakuan telah mengalami penurunan kadar HCN, yaitu sebesar 80%-99%. Derajat putih tepung dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain (1) jenis ubi kayu yang digunakan. Ubi kayu jenis kuning akan menghasilkan warna yang lebih kuning daripada ubi kayu jenis putih, (2) Proses pencucian. Penggunaan air yang mengandung Fe dapat memberikan warna gelap pada tepung karena reaksi Fe dengan ion CN dari ubi kayu (Suismono 1989), (3) Reaksi Maillard yang merupakan reaksi antara gula pereduksi dengan asam amino yang menghasilkan warna cokelat. Dari hasil penelitian, hanya tepung hasil perlakuan yang berada diatas standard SNI yaitu derajat putih 85%, yang layak dikonsumsi manusia, yaitu BK-1, SBK3-1, Sp-2 dan K-2.
Pati terdiri dari butiran-butiran kecil yang disebut granula. Granula pati tepung kasava perlu diamati melalui mikroskopik untuk mengetahui pengaruh fermentasi dan pengeringan terhadap struktur granula, sifat birefringence, pembengkakan dan kerusakan dari granula pati. Sifat birefringence merupakan sifat granula pati yang dapat merefleksikan cahaya terpolarisasi membentuk warna hitam-putih (Winarno 1992). Komponen yang menyebabkan sifat birefringence adalah amilopektin. Semakin rendah jumlah amilopektin maka sifat birefringence akan semakin kuat dan sebaliknya (Hood 1981). Dari pengamatan yang dilakukan terlihat seluruh tepung mengalami keretakan pada bagian tengah granula yang bervariasi. Adapun keretakan paling besar dari granula pati dikarenakan tingginya aktivitas mikroorganisme yang membuat asam semakin banyak dihasilkan. Sifat birefringence ditunjukkan dengan pola warna biru-kuning sebagai indeks refraksi granula pati (Taggart 2004). Sifat ini akan hilang bila pati telah tergelatinisasi sehingga refleksinya menjadi memudar. Perubahan pada serat juga terjadi dengan semakin banyaknya fraksi selulosa yang amorf dengan berkurangnya intensitas serat yang berwarna biru (kristalin) selulosa. SIMPULAN Bakteri selulolitik Streptomyces KBM 10 memiliki aktivitas tertinggi pada media ubi kayu 1%, yaitu 0,489 nkat/ml pada hari ke-2 inkubasi. Dari dua belas perlakuan fermentasi yang telah dilakukan menunjukkan bahwa tepung kasava terfermentasi yang memiliki mutu paling baik adalah perlakuan SBK3-1 (dengan penambahan bakteri selulolitik sebanyak 50 ml selama 1 hari). Hal ini ditunjukkan dari tingginya nilai derajat putih sebesar 88% dan penurunan kandungan HCN paling tinggi sebesar 99%. SARAN Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap sifat fisiko-kimia tepung untuk memenuhi standar tingkat keamanan pangan saat produk tepung kasava terfermentasi diaplikasikan pada produk pangan dan dipasarkan.
11
DAFTAR PUSTAKA [AOAC] Association of Official Analytical Chemists. 1995. Official Methods of Analysis of The Association of Analytical Chemistry. Ed ke-16. Washington DC: AOAC. [APHA] American Public Health Association. 2005. Standard Methods For The Examination of Water and Wastewater. Ed ke-21. Washington DC: APHA. Achi OK, Akomas NS. 2006. Comparative assesment of fermentation techniques in the processing of Fufu, a traditional fermented cassava product. Pakistan J of Nutr 5: 224-229. Afrianto E, Liviawaty E, Rostini I. 2006. Pemanfaatan Limbah Sayuran untuk Memproduksi Biomassa Lactobacillus plantarum sebagai Bahan Edible Coating dalam Meningkatkan Masa Simpan Ikan Segar dan Olahan. Laporan Akhir. Unpad. 113 hlm. Ahn C, Stiles ME. 1990. Antibacterial activity of lactic acid bacteria isolated from vacuum-packaged meats. J Appl Bacteriol 69: 302-310. [BPS] Biro Pusat Statistik. 2009. http://www.bps.go.id/tnmn_pgn.php?en g=0 (diakses pada 6 Jun 2010). Bradford, MM. 1976. A rapid and sensitive method for the quantitation of microgram quantities of protein utilizing the principle of protein-dye binding. Anal Biochem 72:248-254 Buckle KA, Edwards RA, Fleet GH, Wootton M. 1987. Ilmu Pangan. Purnomo H, Adiono, penerjemah;. Jakarta: UI Press. Terjemahan dari: Food Science. Casida LE. 1968. Introduction microbiology. London: John Wiley & Son,Inc. Conway PL, Gorbach SL, Goldin BR. 1987. Survival of lactic acid bacteria in the human stomach and adhesion to internal cell. J of Dairy Sci 70:1-12. Daeschel MA. 1992. Bacteriosin of Lactic Acid Bacteria. Di dalam Ray B, Daeschel MA, editor. Food Biopresentatives of Microbial Origin. New York: CRC Press. hlm 42-61 . Deacon JW. 1997. Modern Micology. New York: Blackwell Science. Dubois M, Gilles KA, Hamilton JK, Rebers PA, Smith F. 1956. Colorimetric method for determination of sugar and
related Substance. Anal Chem 28:350356. Effendi NH. 2009. Pengaruh Penambahan Variasi Massa Pati (Soluble Starch) pada Pembuatan Nata de Coco dalam Medium Fermentasi Bakteri Acetobacter xylinum [skripsi]. Medan: Fakultas Matemantika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara. [FAO]. Food and Agriculture Organization. 2009.http://www.fao.org/docrep/012/ak 341e/ak341e06.htm (diakses pada 4 Jun 2010). Fardiaz D, Apriyantono A, Budiyanto S, Puspitasari NL. 1986. Penuntun Praktikum Analisa Pangan. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Fardiaz S. 1992. Mikrobiologi Pangan 1. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Febriyanti T. 1990. Studi Karakteristik Fisiko Kimia dan Fungsional Beberapa Varietas Tepung Singkong [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Fernandez-Abalos JM, Ruiz-Arribas A, Garda AL, Santamaria RI. 1997. Effect of carbon source on expression of celA1, a cellulase-enconding gene from Streptomyces halstedii JM8. FEMS Microbiol Letters 153:97-103. Fikrinda, Anas I, Purwadaria T, Santosa DA. 2001. Identifikasi ekstremozim selulase bakteri dari ekosistem air hitam. Hayati 8:5-10. Girindra A. 1993. Biokimia I. Ed ke-3. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Hanif M. 2009. Produksi dan Karakterisasi Tepung Kasava Termodifikasi [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Hendarwin T. 2005. Keragaman Karakter Xilanase dari Tiga Isolat Streptomyces Asal Indonesia [skripsi]. Bogor: Fakultas Matemantika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Henrissat B. 1991. A Classification of Glycosyl Hydrolases Based on AminoAcid Sequence Similarities. J Biochem 280 : 309-316. Hidayat I. 2005. Pengaruh pH terhadap aktivitas endo-1,4-β-glucanase Bacillus sp. AR 009. Biodiversitas 6: 244-246. Hood LF. 1981. Advance in Maize Carbohydrate. Di dalam: Fennema OR,
12
editor. Principles of Food Science. New York: Marcel Dekker. Inc. hlm 69-139. Jay JM. 1978. Modern Food Microbiology Ed ke-2. New York: Van Nostran Reinhold C. Jeppesen VF and Huss HH. 1993. Antagonistic activity of two strains af lactic acid bacteria against Listeria monocytogenes and Yersinia enterocolitica in a model fish product at 5°C. Int J of Food Microbiol 19: 179186. Kanti A. 2005. Actinomycetes selulolitik dari tanah hutan Taman Nasional Bukit Duabelas, Jambi. Biodiversitas 6: 85-89 Lingga P, Sarwono BF, Rahardi F, Raharja JJ, Rini AW, Wied HA. 1986. Bertanam Umbi-Umbian. Jakarta: Penebar Swadaya. [LIPI] Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.1999.http://www.biotek.lipi.g o.id/index.php?option=com_content&vi ew=article&id=36:Enzim&catid=51&It emid=55 (diakses pada 28 Apr 2010). Madigan MT, Martinko JM. 2006. Brock Biology of Microorganisms. Ed ke-11. New Jersey: Pearson Education. Margono T, Suryati D, Hartinah S. 1993. Buku Panduan Teknologi Pangan. Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan PDII-LIPI bekerjasama dengan Swiss Development Cooperation. Marrug JD. 1991. Bacteriocins, their role in developing natural products. Biotechnol 73:18-24. McCann DJ. 1977. Cassava Utilization in Agroindustrial. Dalam Proceedings of The Fourth Symposium of The International Society for Tropical Root Crops. CIAT, Cali, Columbia, 1–7 Agu 1976, USA. hlm 215-221. Miller GL. 1959. Use of dinitrosalicylic acid reagent for determination of reducing sugar. Anal Chem 31:426-428. Muchtadi D. 1989. Aspek Biokimia dan Gizi dalam Keamanan Pangan. Bogor: PAU Pangan dan Gizi IPB. Muhiddin NH, Juli N, Aryantha INP. 2001. Peningkatan kandungan protein kulit umbi ubi kayu melalui proses fermentasi. JMS 6: 1-12. Musfiroh I, Indriyati W, Muchtaridi, Setiya Y. 2007. Analisis Proksimat dan Penetapan Kadar β- Karoten dalam Selai Lembaran Terung Belanda (Cyphomandra betacea Sendtn.) dengan Metode Spektrofotometri Sinar Tampak
[skripsi]. Bandung: Fakultas Farmasi Universitas Padjajaran. Obilie EM, Tano-Debrah K, dan AmoaAwua WK. 2003. Microbial modification of the texture of grated cassava during fermentation into akyeke. Int J of Food Microbiol 89: 275-280. Ray B. 1992. Cells of lactic acid bacteria as food biopreservatives. Di dalam Ray B , Daeschel MA, editor. Food Biopresentatives of Microbial Origin. New York: CRC Press. hlm. 3-11. Saeni MS. 1989. Kimia Lingkungan. Bogor: IPB Press. Silalahi J, Hutagalung N. 2002. Komponenkomponen Bioaktif dalam Makanan dan PengaruhnyaTerhadap Kesehatan. http://www.tempo.co.id/medika/arsip/0 62002/pus-3.htm (diakses pada 18 Jul 2010). Silva DP, Rudolph V, Taranto OP. 2005. The drying of sewage sludge by immersion frying. Brazilian J of Chem Eng 22: 271-276. Suismono, Suharmadi, Setyono A. 1989. Pengaruh bahan pengemas dan lama simpan terhadap mutu tepung tapioka. Agritech 9: 14-20. Syarief R, Irawati A. 1988. Pengetahuan Bahan untuk Industri Pertanian. Jakarta: PT. Mediyatama Sarana Perkasa. Taggart P. 2004. Starch as Ingredient: Manufacture and Applications. Di dalam: Eliasson AC, editor. Starch in Food: Structure, Function, and Applications. Boca Raton: CRC Press. hlm. 363-392. Tejasari. 2005. Nilai Gizi Pangan. Yogyakarta: Penerbit Graha Ilmu. Widosari W. 2008. Karakterisasi Selulase Bakteri Asal Tanah Pertanian Jawa Tengah dan Jawa Barat [skripsi]. Bogor: Fakultas Matemantika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Winarno FG. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Ed ke-6. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Winarno FG. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Ed ke-9. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Wirakartakusumah A, Syarief R, Syah D. 1989. Pemanfaatan teknologi pangan dalam pengolahan singkong [komunikasi singkat]. Bul Pusbangtepa IPB 7 : 18. Bogor.
13
LAMPIRAN
14
Lampiran 1 Spesifikasi Persyaratan Mutu Tepung Ubi kayu (SNI 01-2997-1992) Kriteria Uji Keadaan - Bau - Rasa - Warna Benda-benda Asing Derajat putih Air Abu Derajat Asam Asam sianida Kehalusan Pati Bahan tambahan pangan Cemaran Logam : - Pb - Cu - Zn - Raksa (Hg) Arsen Cemaran mikroba - Angka lempeng total - E. coli - Salmonella
Satuan
Persyaratan
%b/b (BaSO4=100%) % b/b % b/b ml. NaOH/100 g mg/kg % (lolos ayakan 80 mesh) % b/b Sesuai SNI 01-0222-1995
Khas Ubi kayu Khas Ubi kayu Putih Tidak boleh ada Min. 85
mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg
Maks. 1,00 Maks. 10,00 Maks. 40,00 Maks. 0,05 Maks. 0,50
Koloni/g Koloni/g Koloni/g
Maks. 1 x 106 Maks. 3 x 101 Maks. 1 x 104
Maks. 12 Maks. 1,50 Maks. 3 Maks. 40 Min. 90 Min 70
Lampiran 2 Komposisi buffer pH Yang Digunakan a. Bufer Fosfat (pH 7.0, 0.2 M) Larutan bufer fosfat pH 7.0 terdiri atas 39 ml NaHPO4.H2O 0.2 M (27.8 g dalam 1000 ml akuades) dan 61 ml Na2HPO4.2H2O 0.2 M (35.6 g dalam 1000 ml akuades). Kemudian bufer disimpan di dalam botol steril pada suhu ruang. b. Bufer Sitrat (pH 5.5, 0.2 M) Bufer sitrat terdiri atas asam sitrat 0.2 M (19.21 g/l akuades) dan larutan Na2HPO4.2H2O 0.2 M (35.6 g/l akuades). Larutan buffer pH 5 mengandung 24.3 ml asam sitrat dan 25.7 ml larutan Na2HPO4.2H2O, sedangkan buffer pH 3.5 mengandung 35.9 ml asam sitrat dan 14.1 ml larutan Na2HPO4.2H2O.
15
Lampiran 3 Komposisi media cair, agar-agar CMC (Carboxymethyl cellulose) dan Media Ubi Kayu 1% Bahan Media agar-agar CMC(g) Media cair CMC (g) Media ubi kayu 1 % (g) CMC 1 1 tidak pakai Ubi Kayu MgSO4. 7H2O KNO3 K2HPO4 FeSO4. 7H2O CaCI2 Yeast ekstrak Agar Glukosa
tidak pakai 0.02 0.075 0.05 0.002 0.004 0.2 1.8 0.1
tidak dipakai 0.02 0.075 0.05 0.002 0.004 0.2 tidak pakai 0.1
1 0.02 0.075 0.05 0.002 0.004 0.2 tidak pakai 0.1
Lampiran 4 Prosedur Uji a) Penentuan gula pereduksi dengan metode DNS (Miller 1959) Komposisi reagen asam dinitrosalisilic Acid (DNS) NaOH padat........................................... 10 g KNa Tartrat........................................... 182 g Na2SO3.................................................. 10 g Dinitrosalisilic acid (DNS)................... 10 g Aquades................................................. 1000 ml Penentuan Gula Pereduksi Penentuan gula pereduksi dilakukan dengan menggunakan metode DNS dengan mengukur pembentukan gula pereduksi. Metode DNS tersebut yaitu mencampur 0.5 ml enzim ekstrak kasar dengan 0.5 ml substrat ubi kayu 1 %. Campuran tersebut diinkubasi dalam water bath selama 1 jam pada suhu optimum selulase masing-masing isolat. Setelah itu ditambahkan larutan DNS sebanyak 1 ml, dilanjutkan pemanasan pada suhu 100 oC selama 15 menit. Selanjutnya diukur pada spektrofotometer dengan λ = 540 nm. Nilai absorbansi yang dihasilkan kemudian dimasukkan kedalam persamaan linier dari kurva standar gula pereduksi glukosa. Pembuatan Kurva Standar untuk Gula Pereduksi dengan Metode DNS Larutan stok glukosa 0.1 mg/ml diambil 0 ml, 0.1 ml, 0.2 ml, 0.3 ml, 0.4 ml, 0.5 ml, 0.6 ml, 0.6 ml, 0.7 ml, 0.8 ml, masing-masing ditempatkan pada tabung reaksi. Masing-masing larutan ditambahkan akuades hingga volume larutan dalam tabung reaksi menjadi 1 ml. Pada setiap tabung reaksi kemudian ditambahkan larutan DNS sebanyak 1 ml. Selanjutnya dipanaskan dalam air mendidih selama 15 menit. Setelah dingin diukur absorbanya menggunakan spektrofotometer pada λ = 540 nm.
Gambar 6 Kurva standar gula pereduksi glukosa (λ = 540 nm)
16
b) Penentuan Total Gula dengan Metode Fenol-H2SO4 (Dubois et al. 1956) Penentuan Total Gula Penentuan total gula dilakukan dengan cara mengambil 1 ml sampel hidrolisis ke dalam tabung reaksi, ditambahkan 0.5 ml fenol 5 % kemudian divorteks, lalu ditambahkan 2.5 ml H2SO4 pekat. Selanjutnya larutan dibiarkan selama 10 menit, divorteks dan diukur dengan spektrofotometer pada λ = 490 nm. Nilai absorbansi yang dihasilkan kemudian dimasukkan kedalam persamaan linear dari kurva standar total gula. Penentuan Kurva Standar Total Gula Larutan stok glukosa diambil 0 ml, 0.1 ml, 0.2 ml, 0.4 ml, 0.5 ml, 0.6 ml, 0.6 ml, 0.7 ml, 0.8 ml, masing-masing ditempatkan dalam tabung reaksi. Masing-masing larutan tersebut ditambahkan akuades hingga volumenya menjadi 1 ml. Pada setiap tabung reaksi kemudian ditambahkan 0.5 ml fenol 5% dan 2.5 ml H2SO4 pekat. Selanjutnya larutan didiamkan hingga dingin. Setelah dingin, larutan diukur dengan spektrofotometer pada λ = 490 nm.
Gambar 7 Kurva standar total gula glukosa (λ = 490 nm) c) Penentuan Kadar Protein dengan Metode Bradford (Bradford 1976) Komposisi reagen Bradford CBB6-250............................. Etanol 95%......................... Asam fosfor (H3PO3)......... Akuades................................
0.05 g 25 ml 50 ml 500 ml
Penentuan Kadar Protein Penentuan kadar protein dilakukan dengan cara mengambil 0.4 ml sampel kedalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan 4 ml larutan bradford dan divortex. Selanjutnya larutan dibiarkan selama 15 menit dan diukur menggunakan spektrofotometer pada λ = 595 nm. Nilai absorbansi yang dihasilkan kemudian dimasukkan kedalam persamaan linear dari kurva standar protein. Penentuan Kurva Standar Protein Larutan stok BSA diambil 0 ml, 0.08 ml, 0.16 ml, 0.32 ml, 0.4 ml masing-masing ditempatkan pada tabung reaksi. Masing-masing larutan tersebut ditambahkan akuades hingga volumenya menjadi 0.4 ml. Pada setiap tabung reaksi kemudian ditambahkan 4 ml larutan bradford dan dikocok. Selanjutnya larutan dibiarkan selama 15 menit dan diukur menggunakan spektrofotometer pada λ = 595 nm.
17
Gambar 8 Kurva standar protein (λ = 595 nm) d) Total asam (AOAC 1995) Cairan fermentasi sebanyak 30 ml diberi 5 tetes indikator PP dan dititrasi dengan NaOH 0.1 N yang sudah distandarisasi sampai cairan berwarna merah muda. e) Jumlah Total Padatan Terlarut (AOAC 1995) Cairan fermentasi sebanyak 100 ml disaring dengan kertas saring Whatman 41, lalu tuangkan 25 ml cairan yang yang telah disaring kedalam cawan Petri yan telah diketahui bobotnya (B1). Selanjutnya panaskan cawan dalam oven 1050C sampai dicapai bobot konstan (B2). Zat Padat Terlarut (mg/l) = (B2 – B1)g x 106 ml contoh 106 = konversi satuan dari g/ml ke mg/l f) Kadar Air (AOAC, 1995) Cawan alumunium yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya diisi sebanyak 2 g sampel lalu ditimbang (W1) kemudian dimasukkan ke dalam oven suhu 1050C selama 1-2 jam. Cawan alumunium dan sampel yang telah dikeringkan dimasukkan ke dalam desikator kemudian ditimbang. Ulangi pemanasan sampel sampai dicapai bobot konstan (W2). Sisa contoh dihitung sebagai total padatan dan air yang hilang sebagai kadar air. Kadar Air (%) = (W1 – W2) x 100 % W1 g) Kadar HCN (APHA, 2005) Sebanyak 10 g sampel dilarutkan dalam 100 ml aquades dan dilakukan proses maserasi selama 1 malam, lalu diambil 25 ml cairan hasil maserasi untuk disentrifugasi dengan kecepatan 12.000 rpm sampai warna larutan jernih. Setelah itu, tambahkan 1 ml asam asetat dan 2 ml cairan chloramine-T, kocok sampai merata lalu diamkan selama 2 menit. Kemudian tambahkan 5 ml reagen asam barbituric piridin, dikocok dan tunggu selama 8 menit. Ukur pada panjang gelombang 578 nm dan masukkan nilai absorban kedalam persamaan yang telah ada.
Gambar 9 Kurva standar HCN (λ = 578 nm)
18
Perhitungan Kadar HCN Nilai absorban setelah masuk ke persamaan ………………………… (A) Basis kering : 10 X (1- kadar air) …………………….... (B) Nilai HCN (mg/kg) : (1000/ B) x A
Lampiran 5 Komposisi media MRS (Mann Rogosa Sharp) Bahan Protease Pepton Ekstrak daging sapi Ekstrak khamir Dekstrose Polysorbate 80 Amonium Sitrat Sodium Asetat Magnesium Sulfat Manganase Sulfat Dipotassium Fosfat Agar
Media kultur MRS (g/l) 10 10 5 20 1 2 5 0.1 0.05 2 -
Media agar-agar MRS (g/l) 10 10 5 20 1 2 5 0.1 0.05 2 20