PENGGUNAAN TEPUNG LIMBAH BIJI KAKAO (Theobroma cacao L.) YANG DIFERMENTASI BAKTERI SELULOLITIK TERHADAP PRODUKTIVITAS AYAM PETELUR
SKRIPSI
Oleh:
BUNGATANG I 111 12 039
PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2016
i
PENGGUNAAN TEPUNG LIMBAH BIJI KAKAO (Theobroma cacao L.) YANG DIFERMENTASI BAKTERI SELULOLITIK TERHADAP PRODUKTIVITAS AYAM PETELUR
SKRIPSI
Oleh:
BUNGATANG I111 12 039
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin
PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2016 ii
iii
iv
KATA PENGANTAR
Segala puja dan puji bagi Allah SWT atas Rahmat dan Hidayah-Nya yang senantiasa tercurah kepada penulis sehingga penulis dapat merampungkan penulisan Skripsi ini. Shalawat dan Salam kepada junjungan Nabi Muhammad SAW yang telah menjadi panutan serta telahmembawa ummat manusia dari lembah kehancuran menuju dunia yang terang benderang. Limpahan rasa hormat,kasih sayang, cinta dan terima kasih tiada tara kepada Ayahanda Muhammad Ali dan Ibunda Rana yang telah melahirkan, mendidik dan membesarkan dengan penuh cinta dan kasih yang begitu tulus kepada penulis sampai saat ini dan yang telah memberikan do’a dalam setiap detik napas dan kehidupannya untuk keberhasilan penulis. Buat saudara dan sahabatku tercinta yang selalu memberikan semangat kepada penulis. Serta keluarga besarku yang selama ini banyak memberikan do’a, kasih sayang, semangat dan saran. Semoga Allah SWT senantiasa mengumpulkan kita dalam kebaikan dan ketaatan kepada- Nya. Terima kasih tak terhingga kepada ibu Dr. Sri Purwanti, S. Pt., M. Si selaku Pembimbing Utama dan kepada ibu Dr. Andi. Mujnisa S.Pt, M.P selaku Pembimbing Anggota atas didikan, bimbingan, serta waktu yang telah diluangkan untuk memberikan petunjuk dan menyumbangkan pikirannya dalam membimbing penulis mulai dari perencanaan penelitian sampai selesainya skripsi ini. Terima kasih setinggi-tingginya penulis sampaikan dengan segala keikhlasan dan kerendahan hati kepada : v
Ibu Rektor UNHAS, Bapak Dekan, Pembantu Dekan I, II dan III dan seluruh Bapak Ibu Dosen yang telah melimpahkan ilmunya kepada penulis, dan Bapak Ibu Staf Pegawai Fakultas Peternakan Universitas hasanuddin. Bapak Prof. Dr. Ir., Lellah Rahim, M. Sc selaku Pembimbing Akademik. Ibu Jamilah, S. Pt., M. Si selaku pembimbing Seminar pustaka sekaligus Pembimbing Praktek Kerja Lapang. Bapak Abdul Alim Yamin, S. Pt., M. Si selaku pimpinan CV. Bijaksana Poultry Shop and Feedmill, serta pemilik peternakan Putri Kenya Farm dan Dumbia Farm di Allakuang Maritengngae Kabupaten Sidrap Sulawesi Selatan yang telah banyak membantu selama penelitian. Keluarga besar Flock Mentality 012 terima kasih atas segala bantuannya kepada penulis. Keluarga besar HUMANIKA-UH, teman-teman KKN PPM DIKTI tahun 2015 Desa Cendana, Kecamatan Cendana, Kabupaten Enrekang serta teman – teman Pondok As-Sikra dan Pondok Ta’aruf terima kasih atas segala bantuannya kepada penulis. Terkhusus untuk teman penelitian Rafidah terima kasih atas indahnya kebersamaan dan saling kerja sama yang telah kita jalani. Semua pihak yang tidak dapat penulis ucapkan satu persatu yang selalu memberikan doa kepada penulis hingga selesainya penyusunan skripsi ini.
vi
Penulis memohon kepada ALLAH S.W.T., dari relung hati yang paling dalam untuk senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayah serta petunjuk-Nya sehingga kita semua menjadi manusia-manusia yang selalu berserah diri pada takdir-Nya. Akhir kata semoga kebahagiaan dunia dan akhirat selalu diperuntukkan untuk kita semua. Amin Ya Rabbal Alamin......... Makassar, Juli 2016
Penulis
vii
Bungatang. I111 12 039. Penggunaan Tepung Limbah Biji Kakao (Theobroma cacao L.) yang Difermentasi Bakteri Selulolitik terhadap Produktivitas Ayam Petelur. (Dibawah bimbingan Sri Purwanti sebagai pembimbing utama dan Andi Mujnisa sebagai pembimbing anggota).
ABSTRAK Ayam ras petelur sangat popular dikembangkan di kalangan masyarakat yang dibudidayakan untuk menghasilkan telur secara komersil. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui level optimal penggunaan tepung limbah biji kakao yang difermentasi dengan menggunakan bakteri selulolitik terhadap bobot telur, produksi telur, konsumsi pakan, dan konversi pakan. Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah pakan basal ayam ras petelur fase layer dan ayam petelur Strain ISA Brown yang berumur 20 minggu sebanyak 100 ekor yang dibagi ke dalam 5 perlakuan. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan 10 ulangan yaitu terdiri dari P0 (Pakan basal), P1 (Pakan basal + 2% tepung limbah biji kakao yang telah difermentasi), P2 (Pakan basal + 4% tepung limbah biji kakao yang telah difermentasi), P3 (Pakan basal + 6% tepung limbah biji kakao yang telah difermentasi), dan P4 (Pakan basal + 8% tepung limbah biji kakao yang telah difermentasi). Hasil penelitian menunjukkan bobot telur rata – rata 60,63−63,46 g/butir, produksi telur 50,16−61,83%, konsumsi pakan 113,28−117,03 g/ekor/hari, dan konversi pakan 1,55 – 2,16. Kesimpulannya bahwa penggunaan fermentasi tepung limbah biji kakao level 2% lebih efektif digunakan sebagai campuran pakan ayam petelur fase layer karena mampu meningkatkan nilai bobot telur, produksi telur, konsumsi pakan, dan menurunkan konversi pakan. Kata Kunci : Ayam Petelur, Bakteri Selulolitik, Fermentasi, Limbah Biji Kakao, dan Produktivitas
viii
Bungatang. I111 12 039. Using Cocoa-Seed-Waste Flour (Theobroma cocoa L.) which was Fermented with Selulolitic Bacteria for the Productivity of Laying Pullet. (Brought guidance Sri Purwanti as the main supervisior and Andi Mujnisa as mentors member).
ABSTRAK Laying pullet is so popular in society for breeding which is cultivated to produce eggs commercially. The purpose of this research is to know the optimun level of using cocoa-seed-waste flour which was fermented with selulolitic bacteria for the weight, production eggs, feed consumption, feed conversion. The materials were used in this research were scabs feed of laying pullet layer phase, and 100 0f 20 weeks old brown ISA laying pullets which were divided in 5 treatments. The research was designed according to completely randomized design (CRD) which consists of 5 treatments and 10 replications that P0 (Scab Feed), P1 (Scab Feed + 2% fermented cocoa-seed-waste flour), P2 (Scab Feed + 4% fermented cocoa-seed-waste flour), P3 (Scab Feed + 6% fermented cocoaseed-waste flour), dan P4 (Scab Feed + 8% fermented cocoa-seed-waste flour). The result of this research showed that the weight of eggs averagely 60,63−63,46 g/item, egg production 50,16−61,83%, feed consumption 113,28−117,03 g/chicken/day, and feed convertion 1,55−2,16. The conclusion of this research is using fermented cocoa-seed-waste flour level 2% more effective to use as a mixture of feed for laying pullet because it could increase the egg weight, egg production, feed consumption, and decrease feed convertion. Key Words : Laying Pullet, Selulolitic Bacteria, Fermentation, Cocoa-SeedWaste, and Produktivity
ix
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN SAMPUL ...................................................................................
i
HALAMAN JUDUL.......................................................................................
ii
PERNYATAAN KEASLIAN ........................................................................
iii
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................
iv
KATA PENGANTAR ....................................................................................
v
ABSTRAK .......................................................................................................
viii
ABSTRACT ....................................................................................................
ix
DAFTAR ISI .......................................................................................... ........
x
DAFTAR TABEL ...........................................................................................
xii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................
xiii
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................
xiv
PENDAHULUAN ...........................................................................................
1
Latar Belakang ...................................................................................... Rumusan Masalah ................................................................................. Tujuan Penelitian .................................................................................. Kegunaan Penelitian .............................................................................
1 3 4 4
TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................
5
Gambaran Umum Ayam Petelur .......................................................... Kebutuhan Nutrisi Ayam Petelur ......................................................... Potensi Limbah Biji Kakao Sebagai Pakan Ternak ............................. Bobot Telur .......................................................................................... Produksi Telur ...................................................................................... Konsumsi Pakan ................................................................................... Konversi Pakan .................................................................................... Hipotesis Penelitian..............................................................................
5 7 10 12 13 14 16 17
x
MATERI DAN METODE PENELITIAN ......................................................
18
Waktu dan Tempat ................................................................................ Materi Penelitian ................................................................................... Metode Penelitian ................................................................................ Parameter yang Diamati ....................................................................... Analisis Statistik ..................................................................................
18 18 18 23 25
HASIL DAN PEMBAHASAN .........................................................................
26
Bobot Telur ........................................................................................... Produksi Telur ...................................................................................... Konsumsi Pakan ................................................................................... Konversi Pakan ....................................................................................
26 28 29 31
KESIMPULAN DAN SARAN .........................................................................
33
Kesimpulan ........................................................................................... Saran .....................................................................................................
33 33
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................
34
LAMPIRAN .......................................................................................................
39
RIWAYAT HIDUP ...........................................................................................
45
xi
DAFTAR TABEL
No.
Halaman Teks
1. Kebutuhan Nutrisi Ayam Petelur Fase Layer. .............................................
8
2. Kandungan Nutrisi Pakan Basal Ayam Petelur Fase Layer (Umur 20 – 28 Minggu) .........................................................................................................
21
3. Komposisi Pakan dan Kandungan Nutrisi Pakan Basal Ayam Petelur Fase Layer (Umur 20−28 Minggu) .......................................................................
22
4. Rata – rata Bobot Telur, Produksi Telur, Konsumsi Pakan, dan Konversi Pakan Ayam Petelur Fase Layer (Umur 20−28 Minggu) .............................
26
xii
DAFTAR GAMBAR
No.
Halaman Teks
1. Ayam Petelur Strain CP 909 ........................................................................
6
2. Biji Kakao dan Limbahnya ..........................................................................
10
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
No.
Halaman Teks
1. Hasil analisis ragam penggunaan tepung limbah biji kakao yang difermentasi bakteri selulolitik terhadap produktivitas ayam petelur ...........
39
2. Dokumentasi .................................................................................................
41
xiv
PENDAHULUAN
Latar Belakang Ayam ras petelur adalah salah satu jenis ternak unggas yang sangat popular dikembangkan di kalangan masyarakat yang khusus dibudidayakan untuk menghasilkan telur secara komersil. Produksi telur ayam ras yang unggul dapat menghasilkan telur 250 butir pertahun dengan bobot telur rata-rata 57,9 g dan rata-rata produksi telur hen day 70% (Mc. Donald et al., 1994). Kemampuan ayam ras petelur untuk berproduksi tinggi ditentukan oleh variasi individu dan jumlah pakan yang dikonsumsi. Pakan merupakan komponen sangat penting dalam industri perunggasan terutama peternakan ayam ras petelur karena biaya produksi dari pakan dapat mencapai sekitar 80%. Salah satu alternatif yang digunakan untuk menekan tingginya biaya produksi adalah dengan penggunaan bahan pakan lokal yang berasal dari dalam negeri termasuk limbah agroindustri. Limbah agroindustri adalah limbah yang berasal dari kompleks industri pertanian seperti daun singkong, dedak, kulit kopi, onggok, dan limbah biji kakao. Limbah kulit biji kakao memiliki peranan yang cukup penting dan berpotensi dalam penyediaan bahan pakan untuk ternak, apalagi pada saat musim kemarau. Ketersedian limbah biji kakao seiring dengan meningkatnya produksi kakao di Indonesia, dimana pada tahun 2015 produksi kakao mencapai 32.759 ton dengan luas area 1.007 ha (BPS, 2015) yang berarti menghasilkan limbah yang tidak sedikit untuk dibuang. Kulit biji kakao merupakan salah satu limbah biji kakao yang mengandung 68,40% bahan kering terdiri atas abu 6,64%, protein kasar 16,60%, lemak 8,82%, serat kasar 25,10%, β-N 42,84% dan TDN 72% (Sutardi, 1991). 1
Penggunaan tepung limbah biji kakao sebagai pakan dibatasi oleh tingginya kandungan serat kasar dan rendahnya kandungan protein, serta adanya senyawa antinutrisi theobromine pada biji kakao apabila dikonsumsi secara berlebihan maka dapat berakibat negatif pada ternak. Penelitian yang dilakukan oleh Martini (2002) menyatakan bahwa penggunaan kulit buah kakao sebagai pakan ternak unggas dibatasi sampai level 10% yang disebabkan oleh tingginya kandungan serat kasar. Namun, masalah tersebut dapat diatasi dengan cara melakukan proses pengolahan lebih lanjut yaitu dengan teknologi fermentasi. Proses fermentasi bahan pakan oleh mikroorganisme menyebabkan perubahan – perubahan yang menguntungkan seperti memperbaiki mutu bahan pakan baik dari aspek gizi maupun daya cerna serta meningkatnya daya simpannya. Produk fermentasi biasanya mempunyai nilai nutrisi yang lebih tingi dari pada bahan aslinya karena adanya enzim yang dihasilkan dari mikroba itu sendiri (Winarno et al., 1989). Hasil penelitian Nuraini dan Mahata (2009) menunjukkan bahwa pemberian produk kakao fermentasi dalam ransum ayam buras grower sampai 20%, dengan pengurangan penggunaan jagung sebanyak 20% dan pengurangan konsentrat 10% masih memberikan performa yang sama terhadap ayam buras dan demikian pula dengan pemberian 30% kakao fermentasi dalam ransum pengurangan 30% jagung dan 20% konsentrat tidak menurunkan produksi telur ayam. Hal ini didukung oleh penelitian Guntoro dan Raiyasa (2005) penggunaan limbah kakao hasil fermentasi pada ayam buras petelur hingga 22%, tidak menyebabkan
penurunan
produktivitas
telur,
bahkan memberikan
peningkatan produktivitas.
2
Fermentasi tepung limbah biji kakao dapat meningkatkan nutrien pakan, membantu mengurai serat kasar, menekan pertumbuhan bakteri patogen dalam pakan, dan menetralisir amonik pada feses ayam, serta menurunkan senyawa antinutrisi. Meningkatnya kadar protein kasar dan menurunnya kadar serat kasar dan senyawa antinutrisi akan mempengaruhi produktivitas ternak. Oleh karena itu, dilakukan penelitian mengenai penggunaan fermentasi tepung limbah biji kakao yang dapat berpengaruh terhadap bobot telur, produksi telur, konsumsi pakan, dan konversi pakan pada ayam petelur. Rumusan Masalah Biaya produksi pakan cukup tinggi disebabkan oleh bahan baku pakan yang sebagian besar masih diimpor untuk memenuhi kebutuhan dengan jaminan kualitas dan kuantitas. Salah satu alternatif yang digunakan untuk menekan tingginya biaya produksi dari bahan pakan adalah dengan memanfaatkan bahan pakan lokal seperti limbah biji kakao yang diolah menjadi tepung. Penggunaan tepung limbah biji kakao sebagai pakan mempunyai faktor pembatas salah satunya adalah tingginya kandungan serat kasar dan rendahnya kandungan protein, serta adanya senyawa antinutrisi theobromine. Upaya untuk mengatasi masalah tersebut dengan proses fermentasi sehingga dapat meningkatkan nutrien pakan, menurunkan serat kasar dan senyawa antinutrisi. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui level optimal penggunaan fermentasi tepung limbah biji kakao dalam memperbaiki bobot telur, produksi telur, konsumsi pakan, dan konversi pakan.
3
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui level optimal penggunaan tepung limbah biji kakao yang difermentasi dengan menggunakan bakteri selulolitik terhadap bobot telur, produksi telur, konsumsi pakan, dan konversi pakan. Kegunaan Penelitian Kegunaan penelitian ini adalah sebagai sumber informasi ilmiah bagi masyarakat peternak tentang penggunaan tepung limbah biji kakao yang difermentasi menggunakan bakteri selulolitik dalam pakan ayam petelur untuk memperbaiki bobot telur, produksi telur, konsumsi pakan, dan konversi pakan.
4
TINJAUAN PUSTAKA
Gambaran Umum Ayam Petelur Ayam peliharaan (Gallus gallus domesticus) adalah unggas yang biasa dipelihara manusia untuk dimanfaatkan telur maupun dagingnya. Ayam peliharaan merupakan keturunan langsung dari salah satu sub-spesies ayam hutan merah (Gallus gallus) atau ayam bangkiwa (Bangkiva fowl). Ayam di dalam klasifikasi ilmiah termasuk spesies Gallus domesticus dan diklasifikasikan oleh Rose (2001) sebagai berikut: Kingdom
: Animalia
Phylum
: Chordata
Kelas
: Aves
Ordo
: Galliformes
Family
: Phasianidae
Genus
: Gallus
Spesies
: Gallus gallus domestica sp.
Ayam ras petelur merupakan salah satu jenis ternak unggas yang sangat popular dikembangkan di kalangan masyarakat, baik dalam skala kecil yang dikelola oleh keluarga atau sekelompok masyarakat peternak maupun dalam bentuk industri peternakan dalam skala usaha yang cukup besar (Banong, 2012). Ayam petelur yang khusus dibudidayakan untuk menghasilkan telur secara komersil saat ini terdapat dua kelompok yaitu tipe medium dan tipe ringan. Tipe medium umumnya bertelur dengan warna kerabang coklat sedangkan tipe ringan bertelur dengan warna kerabang putih. Berikut ayam petelur dapat dilihat pada Gambar 1. 5
Gambar 1. Ayam petelur Strain CP 909 (Banong, 2012).
Salah satu ayam petelur tipe medium adalah ayam petelur strain CP 909. Ciri – ciri ayam strain CP 909 memiliki bulu berwarna cokelat kemerahan. Berat tubuh saat awal produksi 5% hen day sekitar 1,5 kg dan pada saat akhir produksi 1,9 – 2,0 kg. Produksi telurnya mencapai 300 – 305 butir pertahun. Berat telur sekitar 60 g. Konsumsi ransum saat produksi 110 – 120 g/ekor/hari dengan konversi ransum 2,1 – 2,2 kg ransum (Suprijatna, 2005). Ayam ras petelur yang unggul menghasilkan telur 250 butir pertahun dengan bobot telur rata-rata 57,9 g dan rata-rata produksi telur hen day 70% (Mc. Donald et al., 1994). Periode produksi ayam petelur terdiri dari dua periode yaitu fase I dari umur 22 – 42 minggu dengan rata-rata produksi telur 78% dan berat telur 56 g, fase II umur 42 – 72 minggu dengan rata-rata produksi telur 72% dan bobot telur 60 g (Scott et al., 1982). Ayam petelur mempunyai pertumbuhan yang baik setelah memasuki umur 18 minggu, organ reproduksinya sudah dewasa ditandai dengan berkembangnya kelamin sekunder ayam betina yaitu jengger dan pial mulai memerah, mata 6
bersinar, dan postur tubuh sebagai ayam petelur mulai terbentuk (North dan Bell, 1990). Ayam dewasa kelamin pada umur 19 minggu dan ditandai dengan telur pertama. Pada prinsipnya produksi telur ayam akan meningkat dengan cepat pada bulan – bulan pertama dan mencapai puncak produksi pada umur 7 sampai 8 bulan (Malik, 2003). Yuwanta (2004) menyatakan bahwa apabila ayam bertelur pada umur 20 minggu maka berat telur akan terus meningkat secara cepat pada 6 minggu pertama setelah bertelur, kemudian kenaikan terjadi secara perlahan setelah 30 minggu dan akan mencapai berat maksimal setelah umur 50 minggu. Kenaikan berat telur ini disebabkan oleh meningkatnya jumlah putih telur sedangkan berat kuning telur relatif stabil. Penurunan produksi telur terjadi dengan perlahan sampai menjelang afkir pada saat ayam berumur 82 minggu dengan rata-rata produksi 55% (Wahyu, 1997). Hasil penelitian Suksombat et al. (2006) menunjukkan bahwa ayam petelur hisex brown yang dipelihara pada umur 27 minggu menghasilkan produksi telur sebesar 86,73% dan bobot telur 60,88 g/butir. Kebutuhan Nutrisi Ayam Petelur Periode pertumbuhan ayam petelur dapat dibagi menjadi periode grower (umur 1 hari – 8 minggu), developer (umur 8 – 16 minggu), dan prelay (umur 17 – 24 minggu). Kebutuhan nutrisi periode grower yaitu Protein Kasar (PK) 18,6% dan 3870 kkal/kg Energi Metabolisme (EM). Kebutuhan nutrisi periode developer yaitu 14,9% PK dan 2750 kkal/kg EM. Kebutuhan nutrisi periode pre-lay yaitu 18,0% PK dan 2755 kkal/kg EM (Al-Nasser et al., 2005). Kebutuhan nutrisi ayam petelur fase layer dapat dilihat Tabel 1. 7
Tabel 1. Kebutuhan Nutrisi Ayam Petelur Fase Layer Parameter Energi Metabolisme (EM) Protein kasar (PK) Lemak kasar (LK) Serat kasar (SK) Abu Kalsium (Ca) Fosfor (P) total Fosfor tersedia % Kadar Air Total aflatoksin Asam amino - Lisin - Metionin - Metionin + Sistin
Satuan Kkal/kg (%) (%) (%) (%) (%) (%) (%) (%) μg/Kg
Persyaratan Min. 2650 Min. 16,00 Maks. 7,00 Maks. 7,00 Maks. 14,00 3,25 - 4,25 0,60 - 1,00 Min. 0, 32 Maks. 14,00 Maks. 50,00
(%) (%) (%)
Min. 0,80 Min. 0,35 Min. 0,60
Sumber : SNI, 2006.
Energi pakan ayam petelur fase layer jika terlalu rendah (kurang dari 2600 kkal), maka konsumsi pakan lebih banyak sehingga FCR meningkat dan efisiensi pakan menurun. Sebaliknya jika energi pakan terlalu tinggi akan terjadi penurunan konsumsi. Kebutuhan PK dan EM pada fase layer tidak sama, tergantung dari umur ayam, produksi telur, dan konsumsi pakan. Hal yang perlu diperhatikan yaitu makin sedikit jumlah pakan yang dikonsumsi, kandungan PK dan EM harus ditingkatkan (Harms et al., 2000). Protein pakan sebagian besar digunakan untuk produksi telur, hanya sebagian kecil untuk hidup pokok. Semakin tinggi tingkat produksi maka kebutuhan protein juga semakin tinggi (Suprijatna, 2005). Protein pakan harus mencukupi kebutuhan asam-asam amino untuk menunjang produksi yang optimal (Leeson, 2008). Kalsium dan fosfor merupakan mineral utama yang diperlukan untuk pembentukan cangkang telur. Pakan ayam petelur fase layer harus mengandung kalsium sebanyak 3 – 4% (Harms et al., 1996). Defisiensi kalsium akan 8
menyebabkan cangkang telur menjadi tipis dan mudah retak. Jika absorbsi kalsium pakan tidak memenuhi kebutuhan pembentukan cangkang, kalsium diambil dari tulang medulair (Riczu dan Korver, 2008). Lemak merupakan sumber energi tinggi dalam pakan unggas. Asam linoleat dan arakhidonat adalah asam lemak esensial karena tidak dapat disintesis tetapi harus ada di dalam pakan. Pakan yang tidak mengandung cukup asam linoleat menyebabkan pertumbuhan terhambat, terjadi akumulasi lemak di hati, dan lebih rentan terhadap infeksi pernafasan. Defisiensi asam arakhidonat pada ayam petelur menyebabkan ukuran telur kecil. Asam arakhidonat dapat disintesis dari asam linoleat (Suprijatna, 2005). Aftab et al. (2006) melaporkan bahwa kandungan protein pakan dapat diturunkan sekitar 10% dengan menggunakan asam amino sintetis yang tingkat kecernaannya lebih tinggi dari asam amino dalam pakan. Tingkat protein dalam pakan sebaiknya cukup, karena kelebihan kandungan protein dan asam amino dalam pakan unggas menyebabkan harga pakan naik dan juga mengakibatkan polusi lingkungan. Air minum harus selalu cukup karena jika kekurangan air minum dapat menurunkan hasil produksi. Konsumsi air berbanding lurus dengan temperatur. Semakin tinggi temperatur lingkungan kandang maka akan semakin tinggi konsumsi air. Ini disebabkan terjadi kenaikan evaporasi air dari tubuh ternak. Sebaliknya bila temperatur lebih rendah, konsumsi air akan menurun (Kartasudjana dan Suprijatna, 2006).
9
Potensi Limbah Biji Kakao Sebagai Pakan Ternak Produksi kakao di Indonesia sekarang ini cukup meningkat karena seiring dengan program pemerintah untuk meningkatkan pengembangan tanaman kakao. Selama lima tahun terakhir ini produksi kakao terus meningkat sebesar 7,14% pertahun atau 49,200 ton dan pada tahun 2015 produksi kakao mencapai 32.759 ton dengan luas area 1.007 ha (BPS, 2015). Jika proporsi limbah biji kakao mencapai 34% dari produksi, maka dari itu limbah kulit biji kakao merupakan suatu potensi yang sangat besar untuk dimanfaatkan sebagai pakan ternak (Suryana, 2005). Berikut biji kakao dan limbahnya dapat dilihat pada Gambar 2.
(a)
(b)
Gambar 2. (a) Biji kakao, (b) Limbah biji kakao Limbah kulit biji kakao memiliki peranan yang cukup penting dan berpotensi dalam penyediaan bahan pakan untuk ternak, apalagi pada saat musim kemarau. Limbah kakao terdiri dari kulit 68,5%, biji kakao 29% dan plasenta 2,5%. Kulit biji kakao mengandung 68,40% bahan kering terdiri atas abu 6,64%, protein kasar 16,60%, lemak 8,82%, serat kasar 25,10%, β-N 42,84% dan TDN 72% (Sutardi, 1991). Biji kakao juga mengandung berbagai macam komponen kimia, zat gizi, dan senyawa bioaktif di dalamnya setelah mengalami proses 10
pengolahan menjadi produk. Biji kakao mengandung polifenol 6 – 8% dari berat bahan kering. Selain dari biji kakao flavonoid ini juga terkandung tinggi pada kulit biji kakao (Grassi et al., 2008). Biji kakao mempunyai potensi sebagai bahan antioksidan alami, antara lain mempunyai kemampuan untuk memodulasi sistem imun, efek kemopreventif untuk pencegahan penyakit jantung koroner dan kanker (Othman et al., 2007). Selain itu, polifenol sebagai sumber antioksidan pada kakao (Theobroma cacao L) bersifat antimikroba terhadap beberapa bakteri patogen dan bakteri kariogenik (Osawal et al., 2000). Penggunaan kulit buah kakao sebagai pakan ternak telah banyak dilakukan peneliti seperti Martini (2002) kulit buah kakao dapat diberikan pada broiler sampai level 10% karena terbatasnya penggunaan kulit buah kakao sebagai pakan ternak unggas disebabkan tingginya kandungan serat kasar karena unggas tidak mampu menghasilkan enzim selulase yang dapat mendegradasi selulosa menjadi glukosa. Selanjutnya dijelaskan bahwa faktor pembatas pemberian kulit buah kakao sebagai pakan ternak adalah terdapatnya anti nutrisi theobromin pada kulit buah kakao. Theobromin merupakan alkaloid tidak berbahaya yang dapat dirusak dengan pemanasan atau pengeringan, tetapi pemberian pakan yang mengandung theobromin secara terus menerus dapat menurunkan pertumbuhan (Tarka et al., 1998). Oleh karena itu untuk memaksimalkan penggunaan kulit buah kakao bagi ternak maka perlu ditingkatkan kualitasnya, salah satunya dengan cara fermentasi. Direktorat Jenderal Peternakan (1991) menyatakan bahwa subtitusi kulit biji kakao sebanyak 10% pada dedak halus sebagai pakan utama dalam ransum ayam akan menghemat dedak halus 13% dan menghemat jagung sebanyak 10%.
11
Hal ini juga didukung oleh hasil penelitian Hutagalung (1977) bahwa penggunaan kulit biji kakao pada ayam pedaging mampu meningkatkan pertambahan bobot badan 20 g per hari, akan tetapi apabila pemberian lebih dari 10% dapat mengurangi pertambahan bobot badan.
Bobot Telur Berat telur dan ukuran telur berbeda-beda, akan tetapi antara berat dan ukuran telur saling berhubungan. Berat dan bentuk telur ayam ras relatif lebih besar dibandingkan dengan telur ayam buras. Telur ayam ras yang normal mempunyai berat 57,6 g per butir dengan volume sebesar 63 cc (Rasyaf, 2004). Telur ayam ras dapat digolongkan menjadi beberapa kelompok berdasarkan beratnya diantaranya jumbo (berat 65 g per butir), ekstra besar (berat 60 – 65 g per butir), besar berat (55 – 60 g per butir), sedang (berat 50 – 55 g per butir), kecil (berat 45 – 50 g per butir), dan kecil sekali (berat di bawah 45 g per butir) (Sarwono, 1994). Menurut Tillman et al. (1986), berat rata – rata sebutir telur ayam ras yang sedang berproduksi adalah 60 gram dengan rata-rata produksi pada titik optimal adalah 250 butir per ekor per tahun. Anggorodi (1994) mengemukakan bahwa besar telur dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti sifat genetik, tingkat dewasa kelamin, obat– obatan, dan makanan sehari-hari. Faktor pakan sangat mempengaruhi besar telur adalah protein dan asam amino yang cukup dalam pakan. Selain itu, air minum juga turut berpengaruh terhadap ukuran besar telur, dimana pada ayam kekurangan air minum akan mempengaruhi organ reproduksinya.
12
Stadelman dan Cotterill (1995) mengatakan bahwa besar telur juga dipengaruhi oleh tingkat protein dalam pakan. Protein yang rendah akan menyebabkan pembentukan kuning telur yang kecil, sehingga telur yang dihasilkan akan kecil, demikian sebaliknya. Produksi Telur Produksi telur pada unggas berkaitan dengan waktu. Hubungan antara waktu produksi selama masa bereproduksi dengan produksi telur dalam kurun masa produksi tersebut dinamakan lintas produksi. Pada ayam ras, telur pertama dihasilkan pada saat berumur 5 bulan dan akan terus menghasilkan telur sampai umurnya mencapai 10 – 12 bulan. Pada umur satu hingga dua minggu pertama produksi telur masih belum stabil dan ukuran telur masih kecil karena ayam baru belajar mulai bertelur. Saat ayam berumur minggu keempat semenjak awal bertelur, produksi sudah mulai banyak. Satu hingga dua bulan setelah itu laju produksi positif dan besar. Pada saat ayam mencapai puncak produksi, kurang lebih pada umur 1,5 tahun (12 bulan produksi), secara perlahan – lahan produksi telur mulai turun hingga tiba saatnya untuk diafkir (Rasyaf, 1991). Yuwanta (2004) untuk meningkatkan produksi telur ayam ras petelur khususnya pada fase grower bobot badan sangatlah berpengaruh pada awal produksi sehingga dapat menghasilkan produksi telur yang optimal. Berat badan ayam saat dewasa kelamin selain ditentukan oleh variasi individu juga ditentukan oleh jumlah pakan yang dikonsumsi. North dan Bell (1990) menyatakan bahwa jumlah telur yang dihasilkan selama fase produksi sangat ditentukan oleh perlakuan yang diterima termasuk pada fase starter dan grower khususnya imbangan nilai gizi pakan yang diberikan. 13
Blakely dan Bade (1991) menyatakan bahwa produksi telur yang baik adalah 20 butir telur/ekor/bulan. Menurut Tillman et al. (1986) kemampuan ayam petelur berproduksi tinggi akan menghasilkan rata-rata 250 butir telur per ekor pertahun dengan berat kira-kira mencapai 60 g. Amrullah (2003), menyatakan bahwa petelur unggul dapat berproduksi sampai 70% atau 275 butir pertahun. Produksi telur ayam lokal di Indonesia dengan pakan yang baik dari 40 – 50%. Berat tubuh saat awal produksi 5% hen day sekitar 1,5 kg dan pada saat akhir produksi mencapai 1,9 – 2,0 kg. Konsumsi ransum saat produksi 110 – 120 g/ekor/hari dengan konversi ransum 2,1 – 2,2 kg ransum (Suprijatna, 2005). Hasil penelitian Nuraini dan Mahata (2009) menunjukkan bahwa pemberian produk kakao fermentasi dalam ransum ayam buras grower sampai 20%, dengan pengurangan penggunaan jagung sebanyak 20% dan pengurangan konsentrat 10% masih memberikan performa yang sama terhadap ayam buras dan demikian pula dengan pemberian 30% kakao fermentasi dalam ransum pengurangan 30% jagung dan 20% konsentrat tidak menurunkan produksi telur ayam. Hal ini didukung oleh penelitian Guntoro dan Raiyasa (2005) penggunaan limbah kakao hasil fermentasi pada ayam buras petelur hingga 22%, tidak menyebabkan penurunan produktivitas telur, bahkan memberikan peningkatan produktivitas. Konsumsi Pakan Konsumsi pakan harian diperoleh berdasarkan selisih antara jumlah pakan yang diberikan dikurangi sisa pakan dalam satu hari. Konsumsi pakan dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan energi pokok hidup dan selebihnya akan digunakan untuk pertumbuhan dan proses produksi telur (Sukarini dan Rifai, 2011). Ayam 14
cenderung meningkatkan konsumsi apabila diberi pakan rendah energi. Dalam kondisi demikian, ayam akan kesulitan untuk memenuhi kebutuhan energinya, karena sebelum terpenuhi ayam akan berhenti mengkonsumsi karena cepat kenyang. Sebaliknya, konsumsi pakan meningkat bila kebutuhan energi belum terpenuhi. Pakan dengan energi tinggi dikonsumsi lebih sedikit dibandingkan pakan dengan kandungan energi rendah (Widodo, 2002). Faktor – faktor yang mempengaruhi konsumsi pakan adalah pemilihan bahan baku pakan (Feed Stuffs) dari tiap pabrik yang berbeda dengan karakterisitik kandungan nutrien yang berbeda pula, sehingga dalam formulasi pakan yang diberikan walaupun dengan isoprotein sebesar 18 persen akan mempengaruhi jumlah energi pakan jadi (Complete Feed) dari kombinasi antara konsentrat pabrikan dengan bekatul dan jagung (Suprijatna, 2005). Konsumsi pakan juga dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu jenis pakan yang berupa hasil sampingan akan berlainan dengan pakan yang bukan hasil sampingan, palatabilitas dimana pakan yang tercemar jamur akan berlainan dengan pakan yang tidak tercemar, faktor toksik akan dapat menghambat proses metabolisme, dan pakan yang mengandung serat kasar tinggi akan menurunkan konsumsi pakan, serta tinggi rendahnya kandungan energi pakan akan dapat mempengaruhi banyak sedikitnya konsumsi pakan (Harms et al., 2000). Cahyono (2001) menyatakan bahwa pakan yang baik harus mengandung karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral dalam jumlah berimbang. Selain memperhatikan kualitas pemberian pakan juga harus sesuai dengan umur ayam karena nilai gizi dan jumlah ransum yang diperlukan pada setiap pertumbuhan berbeda. Selanjutnya dinyatakan bahwa fungsi pakan yang diberikan pada
15
dasarnya untuk memenuhi kebutuhan pokoknya, membentuk jaringan tubuh, mengganti bagian – bagian yang rusak dan selanjutnya untuk keperluan produksi. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Warmadewi et al. (2008) menunjukkan bahwa penggunaan 10% pod kakao dalam ransum tidak berpengaruh terhadap jumlah ransum yang dikonsumsi oleh itik. Akan tetapi, pada level 20% dan 30%, penggunaan pod kakao dalam ransum secara nyata meningkatkan konsumsi pakan. Hal ini disebabkan karena meningkatnya kandungan serat kasar ransum sebagai akibat penggunaan pod kakao yang mengandung serat kasar tinggi. Peningkatan kandungan serat kasar dalam pakan menyebabkan laju aliran ransum dalam saluran pencernaan menjadi cepat sehingga konsumsi ransum itik akan meningkat (Bidura et al., 1996). Konversi Pakan Feed Convertion Ratio (FCR) menunjukkan banyaknya pakan yang dikonversikan menjadi bobot badan dan semakin rendah nilai FCR menunjukkan efisiensi pakan yang semakin baik (Yaman et al., 2009). Efisiensi pakan sangat perlu diketahui sebagai parameter untuk menilai efektivitas penggunaan pakan terhadap komponen produksi yang dihasilkan. Efisien pakan juga dapat dipakai untuk menilai kemampuan zat gizi yang terkandung di dalam pakan untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok dan produksi ternak yang mengkonsumsinya (Yaman et al., 2008). Konversi pakan ayam selain tergantung pada kecepatan pertumbuhan dan konsumsi pakan, juga ditentukan oleh besar ukuran tubuh, temperatur lingkungan dan kesehatan ayam (Berri et al., 2005).
16
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Bidura et al. (2009) penggunaan 15% pollard terfermentasi oleh ragi tape yang berfungsi sebagai sumber probiotik dalam pakan dapat mengoptimalkan efisiensi penggunaan pakan dan dapat meningkatkan produksi telur dan menurunkan kandungan kolesterol dalam telur ayam Lohmann Brown umur 42 – 50 minggu. Hipotesis Penelitian Tepung limbah biji kakao yang difermentasi dengan menggunakan bakteri selulolitik diduga dapat memperbaiki bobot telur, produksi telur, konsumsi pakan, dan konversi pakan.
17
MATERI DAN METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret – Mei 2016 di peternakan ayam petelur Putri Kenya Farm yang bekerjasama dengan CV. Bijaksana Poultry Shop and Feedmill di Allakuang Maritengngae Kabupaten Sidrap, Sulawesi Selatan. Materi Penelitian Alat yang digunakan dalam pembuatan fermentasi adalah ember, drum, selang air, skop, cangkul garpu, karung, terpal gelap, timbangan pakan, termometer, mesin penggiling. Perlengkapan kandang yaitu gudang 5 x 20 m, kandang cages yang berukuran terdiri panjang 30 cm x lebar 35 cm x tinggi 33 cm dengan 57 petak, tempat minum, tempat ransum, rak telur, dan alat kebersihan. Bahan yang digunakan yaitu ayam petelur Strain ISA Brown yang berumur 20 minggu sebanyak 100 ekor, tepung limbah biji kakao, onggok, bekatul, arang sekam, molases, bakteri selulolitik (BioMC4), air, serta pakan basal yang terdiri dari jagung kuning giling, dedak padi, kedelai sangrai, bungkil kelapa, Soy Bean Meal (SBM), tepung ikan, pollard, dan grit. Metode Penelitian Rancangan Penelitian Rancangan yang digunakan dalam penelitian adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan 10 ulangan, masing-masing unit percobaan terdiri dari 2 ekor ayam, sehingga jumlah ayam petelur yang digunakan adalah 100 ekor. Berikut adalah susunan perlakuan yang dibagi secara acak:
18
P0 P1
: Pakan basal : Pakan basal + 2% tepung limbah biji kakao yang telah difermentasi (2 g /100g pakan)
P2
: Pakan basal + 4% tepung limbah biji kakao yang telah difermentasi (4 g /100g pakan)
P3
: Pakan basal + 6% tepung limbah biji kakao yang telah difermentasi (6 g /100g pakan)
P4
: Pakan basal + 8% tepung limbah biji kakao yang telah difermentasi (8 g /100g pakan)
Prosedur Penelitian a.
Pembuatan tepung limbah biji kakao Limbah biji kakao terdiri dari pecahan kulit, pecahan biji, plasenta, biji
saling dempet dan biji gepeng digiling halus dengan menggunakan mesin penggiling. b.
Pengaktifan bakteri Bakteri yang digunakan yaitu bakteri selulolitik dengan merk dagang
BioMC4. Cara mengaktifkannya yaitu mencampurkan BioMC4 sebanyak 0,1% dengan air 20% dan molases 1,5% (dibuat dalam satuan ml). c.
Pembuatan fermentasi tepung limbah biji kakao Tahapan pembuatan fermentasi tepung limbah biji kakao adalah sebagai
berikut: 1.
Mencampur bahan yang akan digunakan hingga homogen yaitu 50% tepung limbah biji kakao, 25% bekatul, 20% onggok, 5% arang sekam.
19
2.
Menyemprotkan bakteri secara merata pada bahan pakan yaitu BioMC4 yang telah dicampur dengan air dan molases
3.
Menyusun bahan pakan setinggi 30 cm dan ditutup menggunakan karung dan terpal
4.
Hari ke-2 penutup dibuka dan diaduk/dibolak-balik 1 x 24 jam selama 8 hari
5.
Hari ke-9 bahan pakan dikeringkan dengan cara diangin-anginkan yang dihambur tipis di dalam gudang dan diaduk/dibolak-balik sampai kering selama 8 hari. Kemuadian siap digunakan sebagai bahan pakan.
d.
Pakan ayam petelur fase layer Pakan ayam petelur fase layer yang disusun berdasarkan SNI 2006 terdiri
dari jagung kuning giling, dedak padi, bungkil kedelai, bungkil kelapa, SBM, tepung ikan, tepung bulu, pollard, fermentasi tepung limbah biji kakao, dan grit. Kandungan nutrisi pakan basal ayam petelur fase layer dapat dilihat pada Tabel 2.
20
Tabel 2. Kandungan Nutrisi Pakan Basal Ayam Petelur Fase Layer (Umur 20 – 28 Minggu)
Jenis Bahan Jagung giling kuning(1) Dedak padi(1) Kedelai Sangrai(1) Bungkil kelapa(2) SBM (4) Pollard(3) Tepung ikan(2) Fermentasi tepung limbah biji kakao(5)
Kandungan Nutrisi SK LK Lisin Metionin (%) (%) (%) (%) 2 3,90 0,26 0,18
EM (kkl/kg) 3370
PK (%) 8,60
Ca (%) 0,02
P (%) 0,30
2860
12
3
12
0,17
0,27
0,04
1,40
2230
44
7
0,80
3,20
0,72
0,29
0.,7
1900
18
14
12
0,29
0,64
0,30
0,75
2420 4032 2810
52,80 13,66 65
6,22 1,50
14,80 4,06 8
5 0,18(3)
1,40 6,50(3)
12 0,08 5
-
0,63 3,20
2659
21,61
6,50
5,60
-
-
-
-
Sumber: (1) NRC (1994), (2) SNI (2006), (3) Hartadi et al. (1997), (4)Miles dan Jacob (2009), (5) Laboratory PT. Charoen Pokphand Indonesia Tbk.
Berdasarkan Tabel 2. maka dapat disusun komposisi pakan dan kandungan nutrisi pakan basal ayam petelur fase layer pada Tabel 3.
21
Tabel 3. Komposisi Pakan dan Kandungan Nutrisi Pakan Basal Ayam Petelur Fase Layer (Umur 20 – 28 Minggu) Jenis Pakan Jagung Kuning Giling (%) Dedak Padi (%) Kedelai Sangrai (%) Bungkil Kelapa (%) SBM (%) Tepung Ikan (%) Pollard (%) Grit (%) Fermentasi Tepung Limbah Biji Kakao (%) Total(%) Kandungan Nutrisi* Energi Metabolis (kkal/kg) Protein Kasar (%) Serat Kasar (%) Lemak Kasar (%) L-Lysin (%) DL-Methionin (%) Ca (%) P (%)
P0 48 16 15 5 4 5 6 1 0
P1 48 15 14 5 4 5 6 1 2
100
100
2988 19,82 3,79 5,63 0,75 0,68 0,38 0,66
2990 19,70 3,83 5,58 0,72 0,67 0,38 0,65
Perlakuan P2 48 13 14 5 4 5 6 1 4
P3 46 15 14 5 4 4 5 1 6
P4 48 12 14 5 4 3 5 1 8
100
100
100
2986 19,89 3,90 5,46 0,72 0,67 0,38 0,62
2961 19,60 3,97 5,61 0,71 0,60 0,33 0,60
2955 19,71 3,99 5,40 0,71 0,60 0,32 0,56
*Berdasarkan hasil perhitungan Keterangan : P0 : Pakan basal, P1 : Pakan basal + 2% tepung limbah biji kakao yang telah difermentasi (2 g /100 g pakan), P2 : Pakan basal + 4% tepung limbah biji kakao yang telah difermentasi (4 g /100 g pakan), P3 : Pakan basal + 4% tepung limbah biji kakao yang telah difermentasi (6 g /100 g pakan), P4 : Pakan basal + 8% tepung limbah biji kakao yang telah difermentasi (8 g /100 g pakan).
e.
Persiapan Kandang Persiapan kandang yang pertama dilakukan adalah melakukan sanitasi.
Kandang yang digunakan adalah kandang cages yang terbuat dari bambu dengan 30 x 35 x 33 cm dan dilengkapi tempat pakan dan air minum.
22
f.
Tahap Pemeliharaan Ayam ditempatkan secara acak pada 50 cages dan setiap cages terdiri dari 2
ekor. Ayam diberi pakan 3 kali sehari yaitu jam 5.00 pagi, 13.00 siang, dan sore 16.00 Wita dan air minum secara ad-libitum. Pemeliharaan berlangsung selama 1 bulan. g.
Metode Sampling Cara pengambilan data pada penelitian ini sesuai dengan variabel yang
diamati adalah: 1. Bobot telur, yaitu telur ditimbang satu per satu selama penelitian dengan menggunakan timbangan analitik (g/butir). 2. Produksi telur, yaitu menghitung setiap hari produksi telur selama penelitian (% Hen Day). 3. Konsumsi pakan, yaitu menimbang pakan yang diberikan setiap minggu dikurangi pakan sisa pada akhir minggu selama penelitian (g/ekor/hari). 4. Konversi pakan, yaitu menghitung konsumsi pakan dibagi produksi telur selama penelitian. Parameter yang diamati Parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bobot Telur Telur ditimbang satu per satu dengan menggunakan timbangan analitik.
23
2. Produksi Telur/Hen Day Production (%) Produksi telur dihitung setiap hari selama penelitian. Rumus yang digunakan untuk menghitung produksi telur/hen day (North, 1984) sebagai berikut: Jumlah produksi telur Hen Day Production (%) =
x 100% Jumlah ayam yang ada
3. Konsumsi Pakan Jumlah konsumsi pakan dihitung dengan cara menimbang pakan yang diberikan setiap minggu dikurangi pakan sisa pada akhir minggu itu juga. Konsumsi pakan diketahui berdasarkan rumus (Rasyaf, 2006) sebagai berikut:
Pakan yang diberikan (g) – Pakan sisa (g) Konsumsi pakan (g/ekor/minggu) = Jumlah Ayam (Ekor)
4. Konversi Pakan (FCR) Konversi pakan adalah angka yang menunjukkan kemampuan ayam untuk mengubah sejumlah pakan menjadi setiap kg produksi telur dalam satuan waktu tertentu. Rumus konversi pakan berdasarkan (Rasyaf, 1997) adalah:
Konsumsi Pakan (kg) Konversi ransum = Produksi telur (kg)
24
Analisis Statistik Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan RAL (Rancangan Acak Lengkap) pola searah (oneway). Perlakuan yang berpengaruh nyata di uji lebih lanjut dengan menggunakan Uji Duncan (Gasperz, 1991). Rumus matematikanya sebagai berikut : Yij = μ + τi + €ij Keterangan : Yij
= Hasil pengamatan dari perlakuan tepung limbah biji kakao dengan ulangan dari setiap perlakuan.
µ
= Rata-rata pengamatan
τi
= Pengaruh perlakuan tepung limbah biji kakao (i = 1,2,3, 4, dan 5)
εij
= Pengaruh Galat percobaan dari galat perlakuan tepung limbah biji kakao pada pengamatan ulangan dari setiap perlakuan (j = 1, 2, 3, 4, dan 5), dimana:
i
= Banyaknya perlakuan tepung limbah biji kakao
j
= Banyaknya ulangan dari setiap ulangan
25
HASIL DAN PEMBAHASAN Rata – rata bobot telur, produksi telur, konsumsi pakan, dan konversi pakan pada ayam ras petelur fase layer yang diberikan fermentasi tepung limbah biji kakao pada pakan dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Rata – Rata Bobot Telur, Produksi Telur, Konsumsi Pakan, dan Konversi Pakan Ayam Petelur Fase Layer (Umur 20 – 28 Minggu) Perlakuan P0 P1 P2 P3 P4
Bobot Telur (g/butir) 64,47 ± 1,39c 63,08 ± 1,41bc 63,46 ± 1,62bc 60,83 ± 2,40a 61,79 ± 2,02ab
Parameter Produksi Telur Konsumsi Pakan (% Hen Day) (g/ekor/hari) 62,85 ± 19,39 113,28 ± 1,47a 61,83 ± 11,92 117,03 ± 1,73b 59,50 ± 9,65 116,42 ± 2,04b 50,16 ± 17,14 116,24 ± 1,82b 58,55 ± 19,69 116,39 ± 2,00b
Konversi Pakan 1,56 ± 0,40 1,55 ± 0,36 1,57 ± 0,28 2,09 ± 0,70 2,16 ± 1,58
Keterangan : P0 : Pakan basal, P1 : Pakan basal + 2% tepung limbah biji kakao yang telah difermentasi (2 g /100 g pakan), P2 : Pakan basal + 4% tepung limbah biji kakao yang telah difermentasi (4 g /100 g pakan), P3 : Pakan basal + 6% tepung limbah biji kakao yang telah difermentasi (6 g /100 g pakan), P4 : Pakan basal + 8% tepung limbah biji kakao yang telah difermentasi (8 g /100 g pakan). a, b, c : Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05).
Bobot Telur Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penggunaan fermentasi tepung limbah biji kakao pada pakan berpengaruh nyata terhadap bobot telur ayam ras petelur fase layer. Perlakuan P0 (64,47 g/butir) tidak berbeda nyata dengan perlakuan P1 (63,08 g/butir) dan P2 (63,46 g/butir), tetapi berbeda nyata lebih tinggi dengan perlakuan P3 (60,83 g/butir) dan P4 (61,79 g/butir). Perlakuan P1 (63,08 g/butir) tidak berbeda nyata dengan perlakuan P2 (63,46 g/butir) dan P4 (61,79 g/butir), tetapi berbeda nyata lebih tinggi dengan perlakuan P3 (60,83 g/butir). Perlakuan P3 (60,83 g/butir) tidak berbeda nyata dengan perlakuan P4 (61,79 g/butir), tetapi berbeda nyata lebih rendah dengan perlakuan P0 (64,47 g/butir), P1 (63,08 g/butir) dan P2 (63,46 g/butir). Rata – rata bobot telur yang 26
diperoleh dalam penelitian ini dari setiap perlakuan berkisar antara 60,83−63,46 g/butir dengan bobot masih termasuk normal. Hal ini sesuai dengan pendapat Campbell et al. (2003) rata – rata telur ayam ras mempunyai bobot telur antara 40−80 g/butir. Variasi bobot telur ayam yang dihasilkan pada penelitian ini dari setiap perlakuan diduga dipengaruhi oleh bobot ayam dan kandungan nutrien dalam pakan seimbang. Bobot awal ayam ISA Brown yang berumur 20 minggu pada penelitian ini di atas normal yaitu rata – rata 1900 g/ekor. ISA (2014) yang menyatakan bahwa bobot ayam pada umur 20 minggu 1605 g/ekor. Menurut Anggorodi (1994) bahwa faktor yang mempengaruhi bobot telur diantaranya adalah umur ayam, protein dan asam amino yang cukup dalam pakan. Kandungan protein serta kecukupan asam amino dalam pakan merupakan faktor yang penting dalam mempengaruhi berat telur. Penggunaan fermentasi tepung limbah biji kakao hingga level 8% menunjukkan pengaruh terhadap bobot telur ayam strain ISA Brown yang berumur 20 minggu. Hal tersebut disebabkan oleh tingkat protein dalam pakan yang diberikan sudah mencukupi sehingga dapat memeperbaiki bobot telur. Stadelman dan Cotterill (1995) mengatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi besar telur adalah tingkat protein dalam pakan. Protein yang rendah akan menyebabkan pembentukan kuning telur yang kecil, sehingga telur yang dihasilkan akan kecil, demikian sebaliknya. Kandungan protein dalam pakan yang disusun yaitu kandungan protein 19% dan energi metabolisme 3000 kkal/kg, hal tersebut sesuai dengan standar kebutuhan nutrisi ayam petelur fase layer.
27
Produksi Telur Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penggunaan fermentasi tepung limbah biji kakao pada pakan tidak berpengaruh nyata terhadap produksi telur ayam ras petelur fase layer. Rata – rata persentase produksi telur ayam Strain ISA Brown yang berumur 20 minggu dari setiap perlakuan dalam penelitian ini termasuk kisaran normal yaitu antara 50,16 – 61,83%. Hal ini sesuai dengan pendapat ISA (2014) yang menyatakan bahwa periode produksi telur ayam ISA Brown pada umur 144 hari tingkat produksi telur adalah 50% dan pada puncak produksi mencapai 96%. Hal tersebut didukung oleh pendapat Bundy dan Diggins (1960) standar produksi telur usaha peternakan ayam petelur yang baik mempunyai produksi telur kisaran antara 50−70%. Kartasudjana (2006) menyatakan bahwa hen day production merupakan pengukuran produksi telur dengan cara mengambil data tiap hari kemudian dikalikan 100% sehingga Hen – day mencerminkan produksi nyata yang dihasilkan dari jumlah ayam yang hidup. Penggunaan fermentasi tepung limbah biji kakao dalam penelitian ini hingga level 8% memperlihatkan produksi telur yang sama dan persentase produksi telur yang dihasilkan dalam kisaran normal. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh kandungan nutrien pakan yang digunakan sama sehingga produksi telurnya tidak berpengaruh. Astuti dan Suwingsih (2010) menyatakan bahwa salah satu indikator penentu produktifitas telur yaitu kandungan nutrisi pakan.Semakin tinggi nutrisi dalam pakan akan meningkatkan produktifitas telur, sebaliknya jika kandungan nutrisi dalam pakan kurang memenuhi standar kebutuhan hidup pokok maka akan menurunkan berat badan sehingga mempengaruhi produksi telur ayam. 28
Faktor lain yang dapat mempengaruhi produksi telur adalah suhu lingkungan yang berfluktuasi pada saat penelitian yakni berkisar antara 25−350C. Menurut Bird et al. (2003) suhu lingkungan tinggi dapat menurunkan produksi telur. Suhu lingkungan tinggi diperlukan energi lebih banyak untuk pengaturan suhu tubuh, sehingga mengurangi penyediaan energi untuk produksi telur. Pada suhu lingkungan tinggi konsumsi pakan turun, ini berarti berkurangnya nutrisi dalam tubuh, dan akhirnya menurunkan produksi telur. Kurang optimalnya produksi telur yang dihasilkan dalam penelitian ini kemungkinan dikarenakan oleh tercukupinya imbangan gizi pakan yang diberikan dari awal perlakuan. Menurut Wahyu (1997) bahwa dalam menyusun pakan, kandungan protein harus disesuaikan dengan kandungan energinya. Imbangan energi metabolis (EM) dengan protein (P) dimaksudkan untuk mencukupi kebutuhan protein minimum serta imbangan energi dan protein (EM/P). Meningkatnya kandungan protein dan energi dalam pakan mempengaruhi tingkat produksi telur yang dihasilkan, semakin tinggi protein dan energi yang terkandung dalam pakan maka semakin tinggi pula produksi telur yang dihasilkan begitupun sebaliknya, sehingga untuk memenuhi kebutuhan energi yang tidak tercukupi dalam tubuh ternak, protein yang akan digunakan untuk produksi telur dirombak menjadi energi. Menurut Tajufri (2013) bahwa imbangan protein dan energi yang optimal yaitu kandungan protein 17% dan energi 2700 kkal/kg. Konsumsi Pakan Berdasarkan hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penggunaan fermentasi tepung limbah biji kakao pada pakan berpengaruh nyata terhadap konsumsi pakan ayam ras petelur fase layer. Nilai konsumsi perlakuan P0 (113,28 29
g/ekor/hari) lebih rendah dibandingkan dengan P1 (117,03 g/ekor/hari), P2 (116,42 g/ekor/hari), P3 (116,42 g/ekor/hari), dan P4 (116,39 g/ekor/hari). Rata – rata nilai konsumsi pakan yang di peroleh dalam penelitian ini berkisar 113,28−117,03 g/ekor/hari. Hal tersebut sejalan dengan pendapat North and Bell (1990) yang menyatakan bahwa konsumsi ayam petelur berkisar antara 105−116 g/ekor/hari. Penggunaan fermentasi tepung limbah biji kakao dalam penelitian ini hingga level 8% mampu meningkatkan nilai konsumsi pakan, namun secara statistik penambahan fermentasi tepung limbah biji kakao pada level 2% (117,03 g/ekor/hari) sudah menunjukkan hasil lebih baik dibanding dengan level 4% (116,42 g/ekor/hari), 6% (116,42 g/ekor/hari), dan 8% (116,39 g/ekor/hari) yang menunjukkan perbedaan yang tidak signifikan. Hal ini disebabkan oleh limbah biji kakao mengandung protein yang cukup tinggi yaitu 21,61% dalam pakan perlakuan yang diberikan, selain kandungan protein kandungan energi juga mempengaruhi konsumsi pakan. Hal ini sesuai dengan pendapat Sterling et al. (2003) yang menyatakan bahwa kandungan energi yang tinggi dalam pakan menyebabkan konsumsi pakan rendah. Menurut Sidadolog (2006) semakin rendah kandungan protein‐energi pakan, maka konsumsi pakan akan lebih tinggi agar kebutuhan protein‐energi untuk pertumbuhan dapat tercapai. Menurut Tillman et al. (1986) bahwa bila konsentrasi protein yang tetap terdapat dalam semua pakan, maka pakan yang mempunyai konsentrasi energi metabolis tinggi akan menyediakan protein yang kurang dalam tubuh unggas karena rendahnya jumlah pakan yang dikonsumsi. Sebaliknya, bila kadar energi kurang maka unggas akan mengkonsumsi pakan untuk mendapatkan lebih banyak energi akibatnya kemungkinan akan mengkonsumsi protein yang berlebihan.
30
Faktor lain yang mempengaruhi konsumsi pakan salah satunya adalah palatabilitas, ayam akan mengkonsumsi pakan sesuai dengan palatabilitasnya. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Church (1979), menyatakan bahwa faktor yang dapat mempengaruhi konsumsi adalah palatabilitas. Palatabilitas dipengaruhi oleh bau, rasa, tekstur dan warna pakan yang diberikan. Konversi Pakan Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penggunaan fermentasi tepung limbah biji kakao pada pakan tidak memberikan pengaruh terhadap konversi pakan ayam ras petelur fase layer. Rata – rata nilai konversi pakan dalam penelitian ini termasuk normal yaitu berkisar antara 1,55−2,16. Hal ini sesuai dengan pendapat ISA (2014) yang menyatakan bahwa konversi pakan ayam petelur strain ISA Brown rata – rata sebesar 2,15. Menurut Lesson dan Summer (1991) untuk ayam petelur umur 28−30 minggu mempunyai standar konversi pakan sebesar 2,25. Tinggi rendahnya nilai konversi yang dihasilkan pada penelitian ini di sebabkan oleh keseimbangan bahan pakan yang digunakan. Menurut Anggorodi (1994) menjelaskan bahwa tinggi rendahnya konversi ransum sangat ditentukan oleh keseimbangan antara energi metabolisme dengan zat-zat nutrisi terutama protein dan asam-asam amino. Penggunaan fermentasi tepung limbah biji kakao dalam penelitian ini hingga level 8% tidak menunjukkan pengaruh terhadap konversi pakan ayam petelur. Hal tersebut kemungkinan disebabkan oleh tingkat efisiensi konsumsi pakan sangat dipengaruhi oleh kandungan energi dan protein pakan yang dikonsumsi. Nilai protein dan energi pada P0 (19,82% dan 2988 kkal/kg), P1 31
(19,70% dan 2990 kkal/kg), P2 (19,89% dan 2986 kkal/kg), P3 (19,60% dan 2961 kkal/kg), dan P4 (19,71% dan 2955 kkal/kg). Rata – rata nilai kandungan protein 19,74% dan energi metabolisme 2976 kkal/kg. Semakin tinggi kandungan energi dan protein pakan yang diberikan, maka akan lebih banyak yang dimanfaatkan untuk produksi telur, sehingga berpengaruh terhadap tingkat konversi pakan. Puspita (2008) menjelaskan bahwa konversi pakan erat kaitannya dengan konsumsi pakan dan produksi telur. Menurut Titus dan Fritz (1971) konversi ransum sangat penting diperhatikan karena erat kaitannya dengan biaya produksi. Nilai konversi ransum diperoleh melalui perbandingan antara jumlah ransum yang dikonsumsi dengan jumlah produksi telur yang diperoleh (kg). Semakin rendah nilai konversi pakan semakin baik, artinya bahwa pakan tersebut efisien dalam penggunaannya.
32
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa penggunaan fermentasi tepung limbah biji kakao level 2% lebih efektif sebagai campuran pakan ayam petelur fase layer karena mampu meningkatkan nilai bobot telur, produksi telur, konsumsi pakan, dan menurunkan konversi pakan. Saran Tepung limbah biji kakao yang difermentasi dapat digunakan sebagai pengganti bahan pokok jagung dan dedak dengan memperhatikan kecukupan gizi dari bahan pakan tersebut agar hasil yang diperoleh lebih maksimal.
33
DAFTAR PUSTAKA Aftab, U., M. Ashraf and Z. Jiang. 2006. Low protein dietsfor broilers. World’s Poult. Sci. 62 (4) : 688 – 701. Al-Nasser, A., A. Al-Saffar., M. Mashaly., H. Al-Khalaifa., F. Khalil., M. Al-Baho and A. Al-Haddad. 2005. A comparative study on production efficiency of brown and white pullet. Bulletin of Kuwait Institute for Scientific Research 1 (1) : 1– 4. Amrullah, I. K. 2003. Nutrisi Ayam Petelur. Penerbit Lembaga Satu Gunung Budi. Bogor. Anggorodi, R. 1994. Ilmu Makanan Ternak Umum. Penerbit PT. Gramedia. Jakarta. Astuti, P dan Suwiningsih. 2010. Produksi telur ayam arab yang mendapatkan pakan dengan suplementasi temu ireng. Majalah Ilmiah Vol. 15 No. 2. Badan Pusat Statistik. 2015. Statistik Perkebunan Indonesia Komoditas Kakao 2013 – 2015. Direktorat Jenderal Perkebunan. Jakarta. Badan Standard Nasional. 2006. SNI 01-3929. Pakan Ayam Ras Petelur (Layer). Dewan Standarisasi Nasional. Jakarta. Banong, S. 2012. Manajemen Industri Ayam Ras Petelur. Masagena Press. Makassar. Berri, C., M. Debut., C. Santé-Lhoutellier., B. Arnould., B. Boutten., N. Sellier., E. Baéza., N. Jehl., Y. Jégo., and M. J. Duclosand E. Le Bihan-Duval. 2005. Variations in chicken breast meat quality: A strong implication of struggle and muscle glycogen level at death. Br. Poult. Sci. 46:572 – 579. Bidura I. G. N. G., I. D. G. A. Udayana., I. M. Suasta., dan T. G. B. Yadnya. 1996. Pengaruh Tingkat Serat Kasar Ransum Terhadap Produksi dan Kadar Kolesterol Telur Ayam. Laporan Penelitian Fakultas Peternakan Universitas Udayana. Denpasar. Bidura, I G. N. G., D. A. Warmadewi, D. P. M. A. Candrawati, I G. A. I. Aryani, I. A. Putri Utami, I. B. G. Partama, and D. A. Astuti. 2009. The effect of ragi tape fermentation products in diets on nutrients digestibility and growth performance of Bali drake. Proceeding. The 1st International Seminar on Animal Industry 2009. Sustainable Animal Production for Food Security and Safety. 23- 24 November 2009. Faculty of Animal Science, Bogor Agricultural Institute. Pp: 180 – 187.
34
Bird, N. A., P. Hunton, W. D . Morrison dan L. J. Weber. 2003. Heat Stress in Caged Layers. Ontario-Ministry-if Agriculture and Food. Blakely, J. dan D. H. Bade. 1991. Ilmu Peternakan di Daerah Tropis. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Bundy, I. E and R. V. Diggins. 1960. Livestock and Poultry Production. Prentic. Hall. Inc. Englowod Cliffs. New Jersey. Cahyono, B. 2001. Ayam Buras Pedaging. Penebar Swadaya. Jakarta. Campbell, J. R., M. D Kenealy and K. L. Campbell. 2003. Animal Science, The Biology, Care and Production of Domestic Animals. 4 th Edition. Mc. Graw Hill. New York. Direktorat Jenderal Peternakan. 1991. Pemanfaatan Limbah Industri Perkebunan Kakao sebagai Bahan Pakan. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian. Jakarta. Gasperz, V. 1991. Metode Perancangan Percobaan. Armico. Bandung. Grassi, D., G. Desideri., S. Necoione., C. Lippi., R. Casale., G. Properi., J. B. Blumberg, and C. Ferri. 2008. Blood pressure is reduced and insulin sensitivity increased in glucose-intolernt, hypertensive subjects after 15 days of consumsing high-polifenol daark chocolate. J. Nutr. 138 (9). 1671–1676. Guntoro, S.dan I-M. Raiyasa. 2005. Penggunaan Limbah Kakao Terfermentasi Untuk Pakan Ayam Buras Petelur. Puslitbang Sosial Ekonomi Pertanian, Bogor. J. Pengkajian danPengembangan Teknologi Pertanian. Juli 2005. 8 (2). Disertasi dari Karya Tulis Ilmiah. 2011. Harms, R. H., C. R. Douglas, and D. R. Sloan. 1996. Midnight feeding of commercial laying hens can improve eggshell quality. Journal of Poultry Applied Science Research. 5 : 1 – 5. Harms, R. H., G. B. Russel, and D. R. Sloan. 2000. Performance of four strains of commercial layers with major changes in dietary energy. Journal of Applied Poultry Research. 9 : 535 – 541. Hartadi, H., S. Reksohadiprojo, dan A. D. Tilman. 1997. Tabel Komposisi Pakan Untuk Indonesia. Cetakan Keempat. Gadjah Mada University Press.Yogyakarta. Hutagalung, R. I. 1977. Non-tradisional feeding stuffs for livestock. Symp. On feedingstuffs for livestock in south east asia. Kuala Lumpur. Preprint No. 26.
35
Isa Brown Commercial Layers. 2014. General Management Guide Commercial Isa Brown. Pondoras. Kartasudjana, R. 2006. Manajemen Ternak Unggas. Pebebar Swadaya. Jakarta. Kartasudjana, R. dan E. Suprijatna. 2006. Manajemen Ternak Unggas. Penebar Swadaya. Jakarta. Leeson, S. 2008. Production for commercial poultry nutrition. Journal Applied Poultry Research. 17 : 315 – 322. Leeson, S. and J. D. Summers. 1982. Use of single-stage low protein diet for growing Leghorn pullets. Poult. Sci. 61 : 1684 – 1691. Malik, A. 2003. Dasar Ternak Unggas. Fakultas Peternakan Perikanan. Universitas Muhammadiyah Malang. Malang. Martini. 2002. Pemanfaatan kulit buah coklat sebagai pakan alternatif dalam ransum broiler. Skripsi. Fakultas Peternakan Universitas Andalas. Padang. Mc. Donald, P., R. A. Edwards,and J. F. D. Greenhalgh. 1994. Animal Nutrition. 4th edition. Longman Scientific and Technical. New York. Miles, R. D. dan J. P. Jacob. 2009. Using Meat and Bone Meal in Poultry Diet. University of Florida. Florida. North, M. O. and D. D. Bell. 1990. Commercial Chicken Production Manual. 4 th Edition. Published By Van Nostrand Reinhald. New York. North, M. O. 1984. Breeder management. In commercial chicken production manual. The Avi. Publishing Company. Inc. Westport. Connecticut. 298 – 321 pp. NRC (National Research Council). 1994. Nutrient Requirements of Poultry. Ed Rev ke-9. Washington DC. Academy Pr. Nuraini dan M. E. Mahata. 2009. Pemanfaatan kulit buah kakao fermentasi sebagai pakan alternatif ternak di daerah sentra kakao Padang Pariaman. Skripsi. Fakultas Peternakan Universitas Andalas. Padang. Osawal, K., K. Miyazakil., I. Shimura., J. Okuda., M. Matsumoto and T. Ooshima. 2000. Identification of cariostatic substances in the cocoa bean husk: their antiglucosyltransferase and antibacterial activities. Dent. Res. 80 (11) : 2000 – 2004. Othman, A., A. Ismail., N.A. Ghani and I. Adenan. 2007. Antioxidant capacity and phenolic content of cocoa bean. Food Chemistry. 1523 – 1530.
36
Puspita. 2008. Performa ayam ras petelur periode produksi yang diberi ransum rendah kalsium dengan penambahan zeolit. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Rasyaf, M. 1991. Memelihara Ayam Ras. Penebar Swadaya. Jakarta. Rasyaf, M. 1997. Penyajian Makanan Ayam Petelur. Kanisius. Jakarta. Rasyaf, M. 2004. Penyajian Makanan Ayam Petelur. Kanisius. Yogyakarta. Rasyaf, M. 2006. Manajemen Peternakan Ayam Kampung. Kanisius. Yogyakarta. Riczu, C. and D. Korver. 2008. Effects of midnight feeding on the bone density and egg quality of brown and white table egg layers. Canadian Poultry Magazine. 7 : 3 –38. Rose, S. P. 2001. Principles of Poultry Science. CAB International. Sarwono, B. 1994. Pengawetan dan Pemanfaatan Telur. Penebar Swadaya. Jakarta. Scott, M. L., M. C. Nesheim and R. J. Young. 1982. Nutrition of the Chickens. M. L. Scott and Assoc. Ithaca. New York. Sidadolog. 2006. Penyesuaian waktu pemberian pakan dan kandungan protein‐energi yang berbeda terhadap efisiensi pakan dan pertumbuhan ayam broiler. Bul. Peternakan 30 (3) : 23 – 37. Stadelman, W. J. and O. J. Cotteril. 1995. Egg Science and Technology. 4 th Edition. Food Products Press. An Imprint of the Haworth Press. Inc. New York. Sukarini, N. E., dan A. Rifai. 2011. Pengaruh Penambahan Berbagai Tepung Hijauan terhadap Performans Produksi Ayam Arab. Akademi Peternakan Karanganyar. Semarang. Suksombat, S. Samitayotin, and P. Lounglawan. 2006. Effects of conjugated linoleic acid supplementation in layer diet on fatty acid compositions of egg yolk and layer performances. Poultry Sci. 85 : 1603 – 1609. Suprijatna, E. 2005. Pengaruh protein ransum saat periode pertumbuhan terhadap performans produksi telur saat periode produksi pada ayam ras petelur tipe medium. J.Indon.Trop.Anim.Agric. 30 (2) Juni 2005. Suryana. 2005. Potensi dan Prospek Bahan Pakan Lokal dalam Mengembangkan Industri Peternakan di Indonesia. Buletin Peternakan. Edisi Tambahan.
37
Sutardi, T. 1991. Pemanfaatan Limbah Tanaman Perkebunan Sebagai Pakan Ternak Ruminansia. Prossiding. Pameran Produksi dan Teknologi Peternakan 31 Oktober 1991. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Pemda Kodya Bogor. Sterling, K. G., D. D. Bell, G. M. Pesti and S. E. Aggrey. 2003. Relationship among strain, performance, and environmental temperature in commercial laying hens. Journal of Applied Poultry Research 12 : 85 – 91. Tajufri, A. 2013. Pengaruh pemberian energi dan protein berbeda dalam ransum terhadap produksi telur dan berat telur ayam buras umur 10 bulan. Skripsi. Universitas Hasanuddin. Makassar. Tarka, S. M., B. L Zoumas and G. A. Trout. 1998. Examination of effect cocoa shell with theobromin environment. A Review. Biosresour. Technol. 72 : 169 – 183. Tillman, A. D., H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo dan S. Lebdosoekojo. 1986. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Cetakan Kedua. Gadjah Mada University-Press. Yogyakarta. Titus, H.W., and J.C. Fritz. 1971. The Scientific Feeding The Chicken 5th Ed. The Interstate Printers and Publisher Inc. Danville. Illinois. Wahyu. 1997. Ilmu Nutrisi Unggas. Cetakan ke-4. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Warmadewi A., W. Putra dan I. G. N. G Bidura. 2008. Pengaruh Tingkat Penggunaan Pod KakaoDalam Ransum terhadap Penampilan Itik Bali Umur 2 – 8 Minggu. Program Studi Peternakan. Fakultas Peternakan. Universitas Udayana. Denpasar. Widodo, W. 2002. Nutrisi dan Pakan Unggas Kontekstual. Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.
Winarno, F. G., S. Fardiaz dan D. Fardiaz. 1989. Pengantar Teknologi Pangan. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Yaman, M., A. Zulfan dan Dasrul. 2008. Pengembangan metode seleksi potensi genetik dan pendekatan nutrisi untuk menghasilkan induk ayam buras pedaging unggul. Laporan Penelitian Hibah Kompetensi-Dikti. Jakarta. Yaman, M., A. Zulfan dan A. Saputra. 2009. Respon pertumbuhan ayam lokal pedaging terhadap suplementasi protein isolasi biji-bijian (PIB) dan perbedaan level protein ransum. Agripet. 9. (2) : 55 – 61. Yuwanta, T. 2004. Dasar Ternak Unggas. Kanisius. Yogyakarta.
38
Lampiran 1. Hasil analisis ragam penggunaan tepung limbah biji kakao yang difermentasi bakteri selulolitik terhadap produktivitas ayam petelur BOBOT TELUR Descriptives BOBOT.TELUR
Std. N
Mean
95% Confidence Interval for Mean
Std.
Deviation Error
Lower Bound
Upper Bound
Minimum Maximum
P0
10
64.4719
1.39575 .44138
63.4735
65.4704
61.10
66.17
P1
10
63.0890
1.41937 .44885
62.0737
64.1044
60.94
65.81
P2
10
63.4686
1.62020 .51235
62.3096
64.6277
60.79
65.79
P3
10
60.8356
2.40483 .76047
59.1153
62.5559
55.75
63.52
P4
10
61.7926
2.02542 .64049
60.3437
63.2415
59.09
64.30
Total
50
62.7316
2.16664 .30641
62.1158
63.3473
55.75
66.17
F
Sig.
ANOVA BOBOT.TELUR Sum of Squares Between Groups
df
Mean Square
81.762
4
20.441
Within Groups
148.260
45
3.295
Total
230.022
49
6.204
.000
BOBOT.TELUR Duncan Subset for alpha = 0.05 SAMPEL
N
1
2
3
P3
10
60.8356
P4
10
61.7926
P1
10
63.0890
63.0890
P2
10
63.4686
63.4686
P0
10
Sig.
61.7926
64.4719 .245
.056
.114
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
39
PRODUKSI TELUR Descriptives PRODUKSI.TELUR
N
Mean
Std.
Std.
Deviation
Error
95% Confidence Interval for Mean Lower Bound
Upper Bound
Minimum
Maximum
P0
10 62.8500
19.39175 6.13221
48.9780
76.7220
40.00
98.50
P1
10 61.8333
11.92699 3.77165
53.3013
70.3654
40.00
76.67
P2
10 59.5000
9.65612 3.05353
52.5924
66.4076
45.00
75.00
P3
10 50.1667
17.14949 5.42314
37.8987
62.4347
31.67
75.00
P4
10 58.5500
19.69098 6.22684
44.4639
72.6361
15.00
78.50
Total
50 58.5800
16.06419 2.27182
54.0146
63.1454
15.00
98.50
ANOVA PRODUKSI.TELUR Sum of Squares Between Groups
df
Mean Square
1004.485
4
251.121
Within Groups
11640.361
45
258.675
Total
12644.847
49
F
Sig. .971
.433
PRODUKSI.TELUR Duncan Subset for alpha = 0.05 SAMPEL
N
1
P3
10
50.1667
P4
10
58.5500
P2
10
59.5000
P1
10
61.8333
P0
10
62.8500
Sig.
.123
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
40
KONSUMSI TELUR Descriptives KONSUMSI.PAKAN 95% Confidence Interval for
N
Mean
Mean
Std.
Std.
Deviation
Error
Lower Bound
Upper Bound Minimum Maximum
P0
10
1.1328E2
1.47633
.46686
112.2239
114.3361
111.00
115.30
P1
10
1.1703E2
1.73297
.54801
115.7903
118.2697
114.00
119.30
P2
10
1.1642E2
2.04343
.64619
114.9602
117.8838
113.30
119.80
P3
10
1.1624E2
1.82696
.57774
114.9381
117.5519
113.70
119.17
P4
10
1.1639E2
2.00801
.63499
114.9536
117.8264
113.00
120.00
Total
50
1.1587E2
2.20504
.31184
115.2467
116.5001
111.00
120.00
ANOVA KONSUMSI.PAKAN Sum of Squares Between Groups
df
Mean Square
87.694
4
21.923
Within Groups
150.554
45
3.346
Total
238.248
49
F 6.553
Sig. .000
KONSUMSI.PAKAN Duncan Subset for alpha = 0.05 SAMPEL
N
1
P0
10
113.2800
P3
10
116.2450
P4
10
116.3900
P2
10
116.4220
P1
10
117.0300
Sig.
1.000
2
.390
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
41
KONVERSI PAKAN Descriptives KONVERSI.PAKAN
N
Mean
Std.
Std.
95% Confidence Interval for Mean
Deviation
Error
Lower Bound
Upper Bound
Minimum Maximum
P0
10
1.5669
.40803
.12903
1.2750
1.8588
1.10
2.16
P1
10
1.5536
.36196
.11446
1.2946
1.8125
1.21
2.32
P2
10
1.5767
.28792
.09105
1.3707
1.7826
1.24
1.99
P3
10
2.0912
.70018
.22142
1.5903
2.5920
1.28
3.20
P4
10
2.1680
1.58148
.50011
1.0367
3.2993
1.28
6.57
Total
50
1.7912
.83536
.11814
1.5538
2.0286
1.10
6.57
ANOVA
KONVERSI.PAKAN Sum of Squares
Df
Mean Square
F
Sig.
Between Groups
3.848
4
.962
1.426
.241
Within Groups
30.346
45
.674
Total
34.193
49
KONVERSI.PAKAN Duncan Subset for alpha = 0.05 SAMPEL
N
1
P1
10
1.5536
P0
10
1.5669
P2
10
1.5767
P3
10
2.0912
P4
10
2.1680
Sig.
.143
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
42
Lampiran 2. Dokumentasi
Pembuatan Fermentasi Tepung Limbah Biji Kakao
Pembuatan Pakan Ayam Petelur
43
Pengambilan Telur/Hen Day Production
Penimbangan Bobot Telur
44
RIWAYAT HIDUP
Bungatang. Lahir pada tanggal 01 Juni 1993 di Tabbangkang. Penulis adalah anak ke lima dari lima bersaudara dari pasangan suami istri
Muhammad dan Rana. Penulis
mengawali pendidikan di Sekolah Dasar SDN 53 Lattekko sampai tahun 2006. Kemudian melanjutkan sekolah di SMP Negeri 2 Awangpone dan lulus pada tahun 2009. Setelah itu melanjutkan sekolah di SMA Negeri 1 Tellusiattinge dan lulus tahun 2012. Pada tahun 2012 melanjutkan pendidikan di Perguruan Tinggi Negeri tepatnya di Universitas Hasanuddin Fakultas Peternakan melalui jalur undangan Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negri (SNMPTN). Selama menjadi mahasiswa penulis aktif sebagai pengurus organisasi Himpunan Mahasiswa Nutrisi dan Makanan Ternak Universitas Hasanuddin (HUMANIKA-UNHAS) periode 2014 – 2015. Penulis juga aktif sebagai asisten pada mata kuliah Bahan Pakan Formulasi Ransum (2014 – 2015), Ransum Non Ruminansia (2014 – 2015).
45