Penalaran dengan Analogi? Pengertiannya dan Mengapa Penting?
Fadjar Shadiq, M.App.Sc (
[email protected] & fadjarp3g.wordpress.com) Widyaiswara PPPPTK Matematika Dikenal dua macam penalaran, yaitu penalaran induktif (induksi) dan penalaran deduktif (deduksi). Analogi merupakan bagian dari penalaran induktif. Bagian penalaran induktif lainnya adalah ‘generalisasi’. Penalaran biasanya didefinisikan sebagai kegiatan, proses atau aktivitas berpikir untuk menarik suatu kesimpulan atau membuat suatu pernyataan baru berdasar pada beberapa pernyataan yang diketahui benar ataupun dianggap benar. Pernyataan yang diketahui benar ataupun dianggap benar itu biasanya disebut premis. Dengan demikian, dapatlah disimpulkan bahwa analogi merupakan bagian dari proses penarikan kesimpulan. Secara khusus, tulisan ini akan membahas tentang contoh-contoh analogi, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam pembelajaran matematika, definisinya, dan kegunaan serta keunggulannya. Contoh dan Pengertian Analogi Berpikir, bernalar, dan berargumentasi sangat penting dan sangat sering digunakan di dalam kehidupan nyata sehari-hari, di dalam mata pelajaran matematika sendiri maupun mata pelajaran lainnya. Karenanya, wajarlah jika para siswa harus mempelajari dan memiliki kompetensi yang berkait dengan pengetahuan matematika, penalaran, pemecahan masalah, komunikasi, dan sikap menghargai kegunaan matematika. Terkait dengan kemampuan memecahkan masalah di sekolah, ada siswa yang berhasil dengan gemilang mempelajarinya; namun ada juga yang tidak atau kurang berhasil mempelajarinya. Untuk meyakinkan pentingnya berlatih mempelajari matematika bagi setiap siswa, kita dapat mennggunakan analogi dalam mempersuasi guru atau siswa, agar dapat menghubung-hubungkan fakta-fakta atau evidensi-evidensi yang diketahui benar menuju kepada suatu kesimpulan (konklusi) yang harus diyakini kebenarannya dan harus diikuti. Contohnya, dengan menyatakan bahwa seorang pemain sepakbola, sehebat bagaimanapun ia, seperti Zinedine Zidane ataupun Bambang Pamungkas, tidak akan pernah menjadi pemain yang tangguh jika ia tidak mau berlatih dan bertanding dengan tekun dan sungguh-sungguh. Analoginya, seorang siswa, sehebat bagaimanapun ia, tidak akan pernah menjadi pemecah masalah yang tangguh dan penemu yang besar jika ia tidak pernah belajar memecahkan 1
masalah. Kemampuan bermain bola dan memecahkan masalah merupakan dua hal yang berbeda, namun ada kemiripannya. Jadi, yang dilihat dan diperhatikan pada analogi adalah kemiripan atau kesamaannya saja. Bagian yang mirip atau sama inilah yang menjadi dasar suatu analogi; dengan sedikit atau tanpa memperhatikan perbedaannya. Dengan demikian, analogi adalah suatu proses penalaran yang bertolak dari dua atau lebih peristiwa khusus yang memiliki kemiripan satu dengan yang lainnya; pada contoh di atas adalah antara kemampuan bermain bola dan memecahkan masalah; kemudian menyimpulkan bahwa apa yang berlaku untuk suatu hal akan berlaku juga untuk hal yang satunya lagi; yaitu simpulan tentang pentingnya berlatih. Jadi, dengan analogi, berdasar fakta bahwa seseorang tidak akan menguasai sepak bola tanpa berlatih dengan sungguh-sungguh maka dapatlah ditarik suatu simpulan bahwa seseorang tidak akan menguasai kemampuan memecahkan masalah tanpa berlatih dengan sungguh-sungguh. Perhatikan contoh lain penalaran atau penarikan kesimpulan dengan analogi berikut. • Pak Amir sudah tua dan telah meninggal karena sakit. • Letnan Bani sudah tua dan telah meninggal karena serangan jantung. • Sultan Hamengku Buwono IX telah mangkat pada usia lanjut. • Presiden RI ke-2 Jenderal Besar Soeharto telah wafat pada usia lanjut. Keempat orang di atas telah meninggal pada umur/usia yang agak lanjut; dan hal tersebut diketahui Pak Rino. Pada suatu saat, Pak Rino mengunjungi temannya (Pak X) yang sudah agak lanjut juga dan sedang dirawat di rumah sakit. Ketika itu, Pak Rino lalu berpikir yang dikenal dengan analogi bahwa temannya tidak lama lagi akan mininggal karena faktanya ia sedang sakit dan umurnya sudah lanjut. Secara umum, bentuk umumnya adalah sebagai berikut. • Pak Amir (A) memiliki sifat tua dan sakit lalu meninggal. • Letnan Bani (B) memiliki sifat tua dan sakit lalu meninggal. • Sultan Hamengku Buwono IX (C) memiliki sifat tua dan sakit lalu meninggal. • Jenderal Besar Soeharto (D) memiliki sifat tua dan sakit lalu meninggal. •- - • Jadi, karena Pak X memiliki sifat tua dan sakit sehingga diduga ia akan meninggal. Jadi, jelaslah bahwa Pak Rino telah menduga bahwa Pak X akan meninggal berdasarkan pada adanya sifat yang sama baik pada X maupun pada A, B, C, dan D. Karenanya Polya (1973:37) menyatakan: “Analogy is a sort of similarity. Similar objects agree with each other in some respect, analogous objects agree in certain relations of their respective parts.” Artinya, analogi merupakan bentuk dari kemiripan atau kesamaan sifat (similarity). Hal-hal yang mirip akan memiliki sifat 2
yang sama untuk beberapa aspek. Benda-benda yang memiliki sifat analogi satu dengan lainnya akan memiliki kemiripan untuk beberapa aspek yang bersesuaian. Dalam menentukan bentuk kemiripan atau kesamaan tersebut, seseorang harus membandingkan dua hal yang berbeda; diikuti dengan mencari hal-hal yang sama dan perbedaan di antara hal-hal yang diperbandingkan. Namun simpulan Pak Rino itu bisa benar namun bias juga salah. Analogi dapat diperjelas dengan diagram berikut ini. A mempunyai sifat Q yang menyebabkan R B mempunyai sifat Q yang menyebabkan R C mempunyai sifat Q yang menyebabkan R
X mempunyai sifat Q
X mempunyai sifat Q yang menyebabkan R Pengertian yang lebih jelas dikemukakan Isoda dan Katagiri (2012:57) yang menyatakan: “Given proposition A, one wants to know its properties, rules, or solution methods. However, when one does not know these things, one can recall an already-known proposition A’, which resembles A (assuming that regarding A’ one already knows the properties, rules, solution methods, and so on, which are referred to as P’). One then works to consider what can be said about P’ of A’, and with respect to A as well.” Artinya adalah sebagai berikut: “Diberikan hal, soal, atau masalah (proposisi A), seseorang ingin mengetahui sifat, aturan, atau cara menyelesaikannya. Namun, jika orang tersebut belum mendapatkan hal tersebut maka ia dapat menggunakan proposisi A’, yang menyerupai A (dengan asumsi bahwa berkait dengan A’ orang tersebut telah mengetahui sifat, aturan, atau cara menyelesaikannya, dan hallain lagi yang dapat dinyatakan dengan P’). Orang tersebut lalu bekerja untuk memperhitungkan apa yang dinyatakan tentang P’ dari A’, dan dengan merpertimbangkan juga proposisi A tersebut.” Jadi, analogi adalah proses penarikan kesimpulan dengan membandingkan dua hal yang berbeda dengan hanya memperhatikan persamaannya saja, dan dengan tidak memperhatikan perbedaannya.
3
Analogi dalam Pembelajaran Matematika Berdasar yang sudah disepakati dan diketahui bahwa: 3×2=2+2+2 Konteksnya adalah 3 × 2 tablet. Notasi 3 × 2 tablet berarti mengkonsumsi masing-masing 2 tablet pada pagi, siang, dan malam hari. Siswa dapat menggunakan analogi (berdasar dari yang sudah diketahui di atas tadi) bahwa: 3×5=5+5+5 3 × (−2) = (−2) + (−2) + (−2) 3×
½=½+½+½
Sebagai mana disampaikan di bagian depan; analogi adalah proses penarikan kesimpulan dengan membandingkan dua hal yang berbeda dengan hanya memperhatikan persamaannya saja, namun tidak memperhatikan perbedaannya. Kesamaan pada contoh perkalian di atas adalah pada perkaliannya. Karena 3 × 2 = 2 + 2 + 2 (yang diketahui) maka dapat dinyatakan bahwa 3 × (−2) = (−2) + (−2) + (−2) dan 3 × ½ = ½ + ½ + ½.
persegipanjang
balok
Balok dapat dianalogikan dengan persegipanjang, dalam beberapa hal berikut. 1. Sisi-sisi persegipanjang (berupa ruas garis) memiliki sifat yang mirip atau sama dengan sisi-sisi pada balok (berupa bidang) dalam beberapa hal berikut. a. Panjang sisi yang berhadapan pada persegipanjang adalah sama; begitu juga luas sisi yang berhadapan pada balok adalah sama. b. Sisi-sisi yang berhadapan pada persegipanjang adalah sejajar; begitu juga sisi-sisi yang berhadapan pada balok adalah sejajar. 2. Rumus luas persegipanjang = a × t (dengan a = panjang alas dan t = tinggi atau lebar persegipanjang), adalah mirip, sehingga dapat dianalogikan dengan rumus volum balok = a × t (dengan a = luas alas dan t = tinggi balok). 3. Panjang diagonal suatu persegipanjang =
p 2 + l 2 memiliki kemiripan, sehingga
dapat dianalogikan dengan panjang diagonal ruang suatu balok =
p2 + l 2 + t 2 . 4
Contoh lainnya, persegi dapat dianalogikan dengan kubus, serta segitiga dapat dianalogikan dengan limas untuk beberapa hal yang bersesuaian. Di samping itu, berikut ini adalah contoh penggunaan analogi dalam proses pemecahan masalah. Perhatikan soal atau masalah di bawah ini. Jenny memiliki beberapa buku di raknya. Ia akan memindahkan buku-buku tersebut ke rak lain. Jika ia memindahkan dua-dua buku maka akan ada satu buku tersisa. Sisa satu buku akan terjadi lagi jika ia memindahkan 3, atau 4, atau 5 buku secara berulang-ulang. Jika ia memindahkan tujuh buku secara berulang-ulang maka tidak ada buku yang tersisa. Jika buku yang dimilikinya kurang dari 500, maka tentukan banyaknya buku yang dimiliki Jenny di raknya. (Soal Uraian Nomor 11 pada 5th International Mathematics and Science Olympiad – IMSO − 2008 di Lombok, 10 November 2008) Berhentilah membaca, selesaikan dahulu soal atau masalah di atas. Soal di atas memang untuk siswa SD yang berbakat matematika. Lalu di bagian mana Anda menggunakan analogi pada proses pemecahan masalah tersebut di atas? Alternatif penyelesaiannya adalah sebagai berikut. 1. Diketahui bahwa jika Jenny memindahkan dua-dua buku maka akan ada satu buku tersisa. Dengan demikian kemungkinan banyaknya buku yang dimiliki Jenny di raknya adalah: 3, 5, 7, 9, …. Artinya, banyaknya buku tersebut adalah satu lebihnya dari kelipatan dua. 2. Diketahui juga bahwa jika Jenny memindahkan tiga-tiga buku, maka akan ada satu buku tersisa. Dengan demikian kemungkinan banyaknya buku yang dimiliki Jenny di raknya adalah: 4, 7, 10, 13. …. Artinya, banyaknya buku tersebut adalah satu lebihnya dari kelipatan tiga. 3. Analoginya, agar ketika Jenny memindahkan empat-empat buku, akan ada satu buku tersisa; maka banyaknya buku tersebut adalah satu lebihnya dari kelipatan empat. 4. Dengan cara sama (analogi) banyaknya buku tersebut adalah satu lebihnya dari kelipatan lima. 5. Dengan cara sama (analogi) juga; agar ketika Jenny memindahkan 2, atau 3, atau 4, atau 5 buku secara berulang-ulang tersisa satu buku; maka banyaknya buku yang dimiliki Jenny adalah satu lebihnya dari kelipatan persekutuan dari 2, 3, 4, dan 5. Karena KPK dari 2, 3, 4, dan 5 adalah 60; maka kemungkinan banyaknya buku yang dimiliki Jenny adalah 61, 121, 181, 241, 301, 361, …. 6. Ternyata, dari beberapa bilangan di atas, yang habis dibagi 7 adalah 301. Jadi, banyaknya buku yang dimiliki Jenny di raknya adalah 301. Pentingnya Analogi Beberapa contoh di atas menunjukkan pentingnya kemampuan berpikir analogi ini. Dengan proses atau aktivitas berpikir yang mengaitkan kesamaan antara pengetahuan yang sudah dimiliki dengan masalah yang dihadapi. Pengetahuan 5
yang sudah dimiliki in akan menjadi dasar pengembangan matematika dan pemecahan masalah yang ada. Kemampuan berpikir analogi ini akan mengantarkan ke penemuan berikutnya yang akan sangat bermanfaat bagi masa depan bangsa. Beberapa contoh di atas menunjukkan juga benarnya pendapat Isoada dan Katagiri (2012:57) yang menyatakan bahwa: “Analogical thinking is an extremely important method of thinking for establishing perspectives and discovering solutions.” Artinya, kemampuan berpikir analogi adalah sangat penting dalam membentuk perspektif dan menemukan pemecahan masalah. Di samping itu, perhatikan pernyataan Kepler berikut berkait dengan pentingnya analogi ini: “And I cherish more than anything the analogies, my most trustworthy masters. They know all the secrets of Nature, and they ought to be the least neglected in Geometry.” Pernyataan Kepler sebagaimana dikutip English (1999:22) di atas merupakan ungkapan tentang peran sangat penting dari analogi. Kepler menyatakan bahwa ia menghargai analogi melebihi dari yang lainnya. Dengan jujur Kepler mengakui bahwa analogi tersebut merupakan gurunya yang sangat ia percayai. Sang guru (analogi), menurut Kepler, mengetahui segala hal tentang rahasia alam raya, dan analogi tersebut akan merupakan hal yang paling sedikit diabaikan di Geometri. Judul tulisan English (1999:22) adalah: ‘Reasoning by Analogy’ atau ‘Penalaran dengan Analogi’. English (1999:22) juga menyatakan bahwa selama peradaban manusia, analogi telah memainkan peran yang sangat penting di dalam pengembangan ilmu pengetahuan: “Throughout history, they have played a powerful role in advancing our knowledge of the world.” Yang Perlu Diperhatikan pada Pembelajarannya Meskipun kemampuan berpikir analogi adalah sangat penting dalam membentuk perspektif dan menemukan pemecahan masalah. Namun para siswa dapat melakukan kesalahan dalam kegiatan ini. Sebagai contoh, seorang siswa dapat menarik kesimpulan bahwa: sin (α + β) = sin α + sin β karena 2(a + b) = 2a + 2b. Artinya, berdasar rumus yang sudah dipelajari dan diketahui bahwa 2(a + b) = 2a + 2b maka siswa tersebut lalu menyimpulkan bahwa sin (α + β) = sin α + sin β. Untuk memperbaiki kesalahan tersebut, yang perlu diperhatikan sehingga perlu ditanyakan pada siswa tersebut adalah apa arti 2(a + b) dan apa arti sin (α + β). Hal ini menjukkan bahwa si siswa hanya fokus pada bentuk fisik dan bukan fokus pada apa arti dari notasi tersebut. Karenanya guru matematika harus memfasilitasi siswanya sehingga si siswa secara mandiri dapat memutuskan analogi yang dapat digunakan dan analogi yang tidak dapat digunakan. Rumus 2(a + b) = 2a + 2b merupakan bentuk umum dari 2(4 + 6) = 2×4 + 2×6 = 8 + 12 = 20 karena 2(4 + 6) = 2×10 = 20 sedangkan bentuk sin (α + β) tidaklah sama dengan sin α + sin β, karena sin (30° + 60°) = sin 90° = 1 sedangkan sin 30° + sin 60° = ½ + ½√3. Jadi, tugas guru adalah memfasilitasi siswanya agar dapat menentukan bahwa sin (α + β) = sin α + sin β berdasar pengetahuan yang sudah dimiliki bahwa 2(a + b) = 2a + 2b. Pada intinya, si siswa secara mandiri dapat menentukan kemiripan ataupun kesamaan suatu pengetahuan yang satu dengan pengetahuan yang lain. 6
Sejatinya, selama proses pembelajaran, guru matematika harus memfasilitasi siswanya sedemikian sehingga mereka dapat mengaitkan pengetahuan yang sudah dimiliki mereka, misalnya 3 × 2 = 2 + 2 + 2, dengan pengetahuan yang baru, misalnya 3 × 5 = 5 +5 + 5, 3 × (−2) = (−2) + (−2) + (−2) atau 3 × ½ = ½ + ½ + ½, sehingga proses pembelajarannya menjadi bermakna (meaningful) seperti yang digagas Ausubel. Istilah lain, jika proses pembelajarannya seperti yang diceriterakan tadi adalah belajar dengan pemahaman (learning with understanding) di mana pengetahuan yang baru dapat dikaitkan dengan pengetahuan yang sudah dimiliki siswa. Keterhubungan antara pengetahuan lama dan baru ini akan memudahkan siswa belajar matematika. Karena itu, selama proses pembelajaran, guru hendaknya memfasilitasi siswanya sehingga si siswa secara mandiri dapat mengaitkan pengetahuan lama dengan pengetahuan baru dengan selalu mengajukan pertanyaan kepada dirinya sendiri beberapa pertanyaan berikut. 1. Pengetahuan apa yang aku (si siswa) miliki yang dapat digunakan untuk mempelajari hal baru ini? 2. Adakah pengetahuan yang sudah aku (si siswa) miliki, yang berkait dengan pengetahuan baru ini. 3. Adakah pemecahan masalah yang mirip dengan masalah atau soal ini yang sudah aku kuasai? 4. Apakah pengetahuan ini dapat digunakan? 5. Mengapa pengetahuan ini dapat digunakan? Apa kesamaan atau kemiripannya? 6. Mengapa pemecahan masalah ini dapat digunakan untuk memeahkan masalah ini? Apa kesamaan atau kemiripannya? Demikian gambaran umum tentang penalaran dengan analogi. Harapannya, dengan pengetahuan tersebut, proses pembelajaran matematika di kelas tidak hanya ke arah penghafalan rumus saja, namun proses pembelajarannya akan lebih ke arah pemahaman. Dengan cara seperti itu, sangatlah diharapkan kemampuan berpikir para siswa akan meningkat dengan tajam, sehingga siswa di Indonesia sedikit demi sedikit dapat mandiri di kelak kemudian hari dan dapat ikut memecahkan masalah bangsanya sendiri. Daftar Pustaka Isoda, M. & Katagiri, S. (2012). Mathematical Thinking. Singapura: World Scientific. English, L. D. (1999), Reasoning by analogy; pada Stiff, L.V. & Curcio, F.R. Developing Mathematical Reasoning in Grades K-12. Reston: NCTM; h 22 – 36, Polya, G. (1973). How To Solve It (2nd Ed). Princeton: Princeton University Press.
7