PENA INDONESIA LEARNING CENTER PELATIHAN JURNALISTIK MODUL I Pelatihan Dasar-dasar Jurnalistik INTRODUKSI Belajar meliput berita seperti belajar berenang; Anda baru bisa jika punya keberanian masuk ke air dan mulai berenang. Menjadi wartawan pun begitu. Kemahiran Anda meliput dan seberapa cemerlang reportase Anda tergantung pada pengalaman dan kesungguhan Anda belajar. Selama Anda menghargai proses itu, selama itu pula pintu kesuksesan Anda terbuka. Prinsip-prinsip berikut bisa membantu Anda mengawali karir di dunia jurnalistik — jika setuju, cetaklah dan tempelkan di dinding kamar atau ruang kantor Anda: MENJADI WARTAWAN Tak ada yang menodongkan pestol ke kepala dan memaksa Anda menjadi wartawan. Anda datang atas kemauan sendiri, karena Anda mencintai dunia tulis-menulis, mampu mengendus berita dan punya ikatan pada orang kebanyakan. Asah lah kerajinan menulis Anda, ketajaman akan berita dan kepekaan terhadap orang-orang di jalanan. Asah lah selalu dan terus-menerus. Menggerutu boleh, asal jangan terlampau banyak. Pikirkan selalu pembaca, pirsawan dan pendengar Anda. Katakan pada mereka sesuatu yang baru, setiap hari. Itulah yang membuat mereka rela mengeluarkan Rp 1.000 atau Rp 2.000 dari kocek untuk selembar koran. Cari tahu siapa mereka dan menulislah untuk bisa mereka baca. Jika Anda bisa bilang “go to hell” ke mereka, Anda sendiri lah yang pertama-tama akan masuk ke neraka. Lalu, koran atau majalah, televisi atau radio Anda. Membacalah setiap hari — tiga atau empat buku setiap kali dan semua jenis majalah. Bacalah sebanyak mungkin untuk menjadi penulis terbaik. Bacalah Shakespeare dan karya-karya sastra lain seperti Anda membaca Al-Quran atau Bible sepanjang hayat. Bacalah karya sastra klasik — untuk mengetahui bagaimana pikiran-pikiran besar masa silam mengekspresikan dirinya sendiri. Suapi otak setiap hari, seperti Anda menyuapi perut. Petinju hebat tak bisa mengandalkan daging yang dimakannya 10 tahun lewat. Wartawan tak bisa menulis baik dengan pikiran 10 tahun silam. Jagalah agar otak tetap terbuka terhadap gagasan dan pikiran baru. Jangan arogan dan bersikap menghakimi orang lain. Mereka yang tak setuju dengan Anda tidak selalu berarti tolol atau gila. Jauhkan diri dari memuja stereotipe. Sebab: hidup di desa belum tentu damai; birokrat belum tentu korup; haji dan pendeta belum tentu alim; dan anak yang membunuh ibunya belum tentu durhaka. Gali lah fakta hingga ke dasar-dasarnya. Jangan terpukau pada omongan pejabat, para pakar, tentara, dan polisi. Kutip mereka sedikit mungkin. Gali cerita dari lapangan. Berbicaralah dengan orang-orang di jalanan, di tempat peristiwa.
REPORTER Reporter datang dan pergi tapi hanya sedikit yang goresan penanya selalu dikenang dan dinanti orang. Wartawan seperti (almarhum) Muchtar Lubis di Indonesia, Lilian Ross di Amerika atau Robert Fisk di Inggris dirindukan banyak pembaca antara lain karena kejujurannya, pembawaannya yang menyenangkan, tanggungjawabnya serta pikiran dan rasa keingintahuan mereka yang tinggi. Jika Anda ingin mengikuti jejak mereka, ingat-ingat prinsip ini: Reporter yang baik hatinya jujur. Dia tak pernah mencuri-curi omongan dan bukan tipe orang yang gemar publisitas. Perkataan dan perbuatannya sama dan sejalan. Dia suka akurasi dan selalu mengecek fakta lebih dari sekali. Dia selalu berusaha melihat dua sisi dari sebuah kejadian. Reporter yang handal punya ketajaman akan berita. Dia tahu kapan dan dimana mencari berita, siapa yang akan diwawancarai, pertanyaan seperti apa yang mesti ditanyakan, bagaimana mengajukannya, dan bagaimana memverifikasi hasilnya. Dia tahu bagaimana mengerahkan indra pengamatannya; bisa melihat dan mendengar apa-apa yang didengar orang-orang di jalanan. Dia bisa menebak apakah orang di hadapannya bercerita apa adanya atau, sebaliknya, menyembunyikan sesuatu. Dia tahu cara menelusuri dokumen, membongkar file dan melacak setiap berkas. Dia tahu apa dan bagaimana melakukan investigasi, di bidang apapun. Dia telah menyerap keterampilan jurnalistik tertinggi: kemampuan belajar bagaimana untuk belajar. Dia seorang generalis dengan satu spesialisi: rasa ingin tahu. Reporter yang baik bekerja lebih dari sekadar melaporkan berita. Dia bisa menggambarkan, menjelaskan dan mengintrepertasikan kejadian-kejadian kompleks dan persoalan pelik menyangkut orang per orang dan masyarakat secara keseluruhan. Dia, misalnya, bisa memahami persoalan hukum superpelik, mengerti detil teknis di bidang sains dan pertahanan militer, dan bisa menggunakan pandangan para ahli dan pakar untuk menjawab persoalan ekonomi dan politik – dan melakukan semua itu dengan cepat. Reporter yang baik tahu bahwa nyawa sebuah berita – tak peduli apapun mediumnya – ada pada kejelasan tulisan: ringkas dengan kata-kata yang akrab, kalimat-kalimat sederhana dan bahasa yang elok. Dia juga selalu berjuang memasukkan konteks dan latar belakang setiap peristiwa. Reporter yang baik orangnya aktif. Dia separuh diplomat separuh detektif. Dia gemar bepergian dan masuk ke lingkungan baru. Reporter yang baik orangnya teguh dan menjunjung tinggi fakta. Ideologinya bisa dibaca dari tulisan-tulisannya: pembelaan terhadap kepentingan publik dan perlawanan atas segala bentuk ketidakadilan. Dia tak mudah patah semangat dan mundur karena gangguan atau kesulitan selama bekerja. Dia selalu berhasil melawan godaan mencampurkan fakta dan opini sedemikian hingga dia bisa melaporkan sebuah kejadian secara berimbang sekalipun terhadap musuh bebuyutannya. Reporter yang baik tahu etika dan hukum. Dia tahu cara mendapatkan berita yang akurat dan halal. Dia bukan tipe orang yang suka mencuri-curi omongan lalu memberitakannya. Dia mewakili kepentingan publik dengan melaporkan hal-hal yang hanya ada kaitannya dengan kepentingan masyarakat kebanyakan. Dia tahu soal pencemaran nama baik, penghinaan persidangan, hak-hak parlementer dan ketentraman publik. Dia akrab dengan ruang persidangan dan senang memotret drama dan ketegangan yang terjadi di situ. Reporter yang baik cinta bahasa dan gemar membuka kamus. Dia hemat dalam kata — meyakini bahwa ketika akal meningkat, kata-kata menyingkat — dan suka hal-hal detail. Dia berani berperang melawan jargon dan kata sifat. Baginya, kata kerja ibarat jendela; supaya pembaca bisa ikut "menyaksikan" sebuah kejadian.
BERITA Apa sih berita itu? Banyak wartawan – sekalipun yang telah belasan tahun memproduksi berita – sering salah tingkah setiap kali mendengar pertanyaan itu. Mereka sebenarnya tahu apa itu berita tapi selalu gagal mendefinisikannya. Anda mungkin sudah pernah mendengar definisi klasik yang satu ini: “Saat anjing menggigit manusia, itu bukan berita. Tapi saat seorang manusia menggigit anjing, itu baru berita.” Atau defenisi berita dari Turner Catledge dari New York Times: “Berita adalah apa yang tidak Anda ketahui kemarin.” Atau defenisi sinis macam ini: “Segalanya berita jika Anda tahu cara menuliskannya.” “Berita adalah apa yang diinginkan editor Anda.” “Berita adalah apa yang ingin disembunyikan seseorang – selebihnya adalah iklan.” Ada reporter yang terlahir memang dengan ketajaman akan berita. Ada juga yang mesti banting tulang sampai bisa memilikinya. Dan banyak juga yang tidak pernah bisa memilikinya. Tidak ada jalan pintas untuk membangun rasa berita – ini masalah pengalaman. Tapi Anda setidaknya dapat memulai dengan mencoba membayangkan siapa audiens Anda dan mempertimbangkan seberapa penting yang hendak Anda sampaikan. Selain itu, Anda bisa berpedoman pada standar penyeleksian berita yang jamak di ruang-ruang pemberitaan: . Dampak — Berapa banyak orang yang terpengaruh oleh kejadian yang akan diberitakan? Seberapa serius dampaknya ke mereka? . Kedekatan — Sebuah kejadian akan menjadi lebih penting jika lokasinya dengan pembaca. Gempa bumi di seberang samudera tak bakal semenarik tabrakan beruntun di lingkungan pembaca. . Aktual - Apakah kejadiannya baru saja? Berita mesti segar supaya berguna bagi pembaca. . Konflik: Ini asam dunia penceritaan. Tanpa konflik, banyak literatur, drama dan film yang bakal hambar. Dari Shakespeare sampai Disney, konflik selalu memegang peran penting. Koran, majalah dan radio juga begitu. . Nama: nama membuat berita dan nama besar menjadikan berita semakin besar. Orang kebanyakan selalu ingin tahu segala hal tentang jutawan dan atau selebriti, misalnya. . Keunikan — Yang "pertama", yang "terakhir", "satu-satunya" punya kekuatan tersendiri untuk membetot perhatian pembaca atau pirsawan. . Audiens — Siapa mereka? Jawaban pertanyaan itu akan membantu menentukan apakah sebuah kejadian layak diberitakan, dan jika benar, dibagian mana ia akan ditempatkan? Jika Anda memahami klasifikasi itu, Anda akan segera mengerti kenapa sebuah tabrakan mobil di Papua tak pernah muncul di halaman depan The New York Times. Kenapa tabrakan maut di ruas tol Jagorawi tak pernah menjadi headline di The Star, Malaysia.
Lalu bagaimana seseorang bisa mengembangkan rasa berita? Saran praktis adalah merengkuh setiap peluang untuk mempelajarinya. Baca koran dan majalah sebanyak yang Anda bisa, setiap hari. Bandingkan mereka satu per satu. Bandingkan koran-koran lokal di daerah Anda. Bandingkan koran berbahasa Indonesia dan berbahasa Inggris. Bandingkan Tempo dan Gatra. Bandingkan Kompas dan Koran Tempo. Bandingkan Time, Newsweek, dan The Economist.
MODUL II
REPORTASE MENULIS BERITA pada dasarnya fase kedua dalam pekerjaan seorang reporter. Yang pertama adalah mencari berita. Bagaimana reporter mengumpulkan berita? Mereka biasanya menggunakan tiga metode ini: (1) Observasi: mendatangi tempat peristiwa (2) Berbicara dengan orang-orang di jalan (3) Melakukan investigasi. Tiga metode ini menjadi dasar semua liputan dan tulisan yang cemerlang. Malah, informasi yang menyeluruh, sekalipun ditulis amburdul, masih lebih baik ketimbang tulisan yang tanpa substansi. Reporter pemula seperti Anda sebaiknya mengikuti jejak mereka yang telah berpuluh tahun bergelut di ruang pemberitaan: merengkuh keterampilan reportase dari pengamatan dan diskusi. Ada banyak kiat reportase yang bisa Anda ambil dari sana sini. Tentu saja, Anda juga akan belajar banyak dari kesalahan dan kekurangan sepanjang karir. Reporter pemula biasanya mengawali kerja mereka di ruang redaksi dengan penugasan sederhana. Editor, misalnya, akan meminta Anda memperkaya detil sebuah berita, mengecek beberapa pertanyaan, atau memburu rumor. Setelahnya, mereka mungkin akan menugaskan Anda menulis berita rutin seperti obituari, konferensi pers, kebakaran, perubahan cuaca, seminar, tabrakan mobil dan kasus-kasus kriminal minor lainnya. Dalam modul ini, Anda akan belajar seluk-beluk meliput kasus kecelakaan serta musibah. KECELAKAAN DAN MUSIBAH SEMUA kecelakaan dan musibah – tabrakan mobil, pesawat jatuh, kapal karam, orang tenggelam, kebakaran, banjir, gempa bumi, badai dan segala jenis bencana – punya satu kesamaan. Mereka tidak terduga. Meliput kasus kecelakaan atau musibah menuntut kecakapan jurnalisme yang sama dengan meliput spot news yang lainnya. Situasi menuntut si reporter bekerja cepat, mengumpulkan segala informasi kunci secara akurat dan menuliskannya dengan elok dan berimbang. Prinsipnya sama: get it right write it tight. Tentu saja, wartawan yang bisa begitu itu adalah mereka yang penuh kehati-hatian, punya ketajaman akan berita, pengetahuan yang mendalam dan menyeluruh serta bisa tenang dalam situasi apapun. Trik penting dalam jurnalisme adalah si reporter mesti tahu kemana pergi mencari berita, siapa yang akan ditemui, dan pertanyaan apa yang harus ditanyakan untuk mendapatkan informasi yang diperlukan. Ini artinya, reporter harus tahu tentang masyarakat, pemerintah, hukum pendeknya, tahu segala hal. Pengetahuan ini sangat penting saat meliput kasus kecelakaan atau musibab sebab reputasi seorang reporter bisa rusak jika dia bertanya ke sumber yang salah. Dalam kasus kebakaran misalnya, akan berbahaya jika reporter mendapatkan taksiran kerusakan atau penyebab kebakaran dari saksi mata, korban yang selamat atau petugas pemadam kebakaran yang sibuk. Jelaslah, orang yang paling tepat untuk dia temui untuk mengetahui sebab kebakaran adalah kepala pemadam kebakaran. Tapi Anda tak mesti menelan mentah-mentah semua yang dikatakan kepala pemadam kebakaran.
Bahkan informasi dari pihak otoritas mesti diperiksa dan diperiksa kembali. Kecelakaan dan musibah sering terjadi sehingga beberapa pertanyaan rutin bisa segera diajukan. Tentu saja, tidak semua pertanyaan rutin ini bisa ditanyakan pada setiap kejadian, tapi mereka bisa dipertimbangkan: 1. Apa yang terjadi? (kebakaran? tabrakan? banjir?) 2. Di mana kejadiannya? 3. Siapa-siapa saja yang terlibat (terluka? tewas?) 4. Siapa-siapa saja yang terluka? (nama, alamat, umur, pekerjaan, status pernikahan) 5. Di mana mereka sekarang? (rumah sakit, rumah, dll?) 6. Kondisi terakhir mereka seperti apa? 7. Siapa yang meninggal? (nama, alamat, umur, pekerjaan, status pernikahan, 8. Di mana mayatnya? (rumah sakit, rumah, dll?) 9. Keluarga yang selamat. 10. Bagaimana kerusakannya? (apa saja yang rusak? mobil, pesawat, kapal, rumah, dll?) 11. Berapa estimasi kerugian? 12. Siapa pemiliknya? 13. Apa penyebab kecelakaan? (kebakaran, tabrakan?) 14. Bagaimana dengan upaya penyelamatan? 15. Saksi mata? 16. Bagaimana kecelakaan bisa sampai terjadi? (deskripsi setahap demi setahap tentang apa yang terjadi?) 17. Apakah ada persoalan hukum yang muncul setelah ini? 18. Apa latar belakang yang penting untuk penulisan ini? Daftar pertanyaan ini dapat menolong reporter baru di lapangan. Intinya, dia mesti punya gambaran yang jelas tentang pertanyaan dasar saat meliput kecelakaan. Setelah lama, dia mungkin akan membangun model penggalian bahan untuk setiap penugasan serupa. Ada satu pertanyaan – selain pertanyaan dasar seperti siapa, apa, kapan, dimana, mengapa dan bagaimana – yang seorang reporter mesti tanyakan ke dirinya sendiri setiap kali meliput kasus kecelakaan atau musibah: "Adakah hal yang spesial dari kecelakaan atau musibah kali ini?" Pertanyaan ini memungkinkan si reporter mencatat banyak detail yang mungkin lepas dari pengamatan reporter lainnya dan akan membantunya menemukan sudut penceritaan yang memikat. Sebab sebuah berita kebakaran yang hanya berdasar pada pertanyaan rutin akan membosankan untuk dibaca. Percayalah. Sekali lagi, menulis berita kecelakaan dan musibah semua hal esensial seperti dalam menulis berita lainnya: lead (paragraf pembuka) berisi informasi kunci, diiikuti detil bertingkat dan kutipan agar peralihan lebih mulus, alur logis untuk menggabarkan kejadian, menjawab pertanyaan-pertanyaan mendasar dan menambahkan warna dan drama pada kejadian itu. Lead menentukan nada dan perlakuan pada sebuah berita kecelakaan atau musibah, seperti pada berita lainnya. Lead singkat dan menggigit akan cocok untuk reportasi yang tak terduga, cepat, kejadian dramatis, sementara kalimat panjang cenderung mengaburkan drama. Ini contohnya: “Di tengah cuaca yang buruk, Selasa (30/11) sore sekitar pukul 18.15, pesawat Lion Air jenis MD82 tergelincir di Bandar Udara Adi Sumarmo, Solo. Dalam kecelakaan pesawat yang mengangkut 156 penumpang jurusan Jakarta-Solo itu sedikitnya 23 penumpang tewas dan 61 orang lainnya luka-luka.” Akan lebih baik jika lead 42 kata ini ditulis begini:
“Sebuah pesawat maskapai penerbangan Lion Air koyak dan terpotong dua setelah tergelincir di Bandara Udara Adi Sumarmo, Solo, kemarin. Puluhan penumpangnya tewas dan terluka.” Lead 24 kata ini menyarikan seluruh kejadian. Padat, langsung dan membawa sense of urgency.
WAWANCARA Ini soal kecakapan: bagaimana Anda bisa mengorek informasi sebanyak-banyaknya dari seorang sumber dengan waktu yang terbatas. Dan sebab itu pula, hanya dengan banyak pengalaman seorang wartawan bisa melakukan sebuah interview dengan licin dan sigap. Acap kali kelihatan wartawan yang pandai menulis lalu membisu ketika mesti menginterview orang. Wawancara bisa berantakan karena banyak hal. Tapi yang sudah hampir pasti gagal jika Anda maju dengan modal dengkul. Subjek selalu beranggapan Anda sudah punya persiapan. Gagal di sini akan membuat reporter seperti Anda rentan dikibuli dan hanya menerima informasi yang pasaran. Di sisi lain, kebanyakan besar sumber akan memberi respon positif pada pertanyaan yang berbobot. Bertemu Muka: Itu yang Terbaik Wawancara face-to-face jauh lebih menjanjikan ketimbang per telepon. Bertemu muka dengan sumber memungkinkan Anda mengamati keadaan di sekitarnya, entah itu di tempat kerja atau rumahnya. Anda bisa menggali informasi dari sumber Anda secara lebih personal. Di telepon, sambungan bisa terputus dan Anda terpaksa gigit jari. Saat bertemu sumber, Anda sebaiknya berpakaian pantas dan sopan dan memperkenalkan diri sejelas-jelasnya sejak awal. Anda juga harus bisa memegang kendali selama wawacara, mengembalikan pertanyaan ke jalurnya jika sumber berbicara kesana-kemari. Tapi ini susahsusah gampang terutama jika Anda berhadapan dengan penguasa atau orang beken. Ya, sekali lagi, semua ini tergantung sejauh mana persiapan Anda. Kejar Inti Jawaban Sumber yang sudah terlalu sering berhadapan dengan wartawan biasanya asal bunyi. Mereka menjawab semua pertanyaan Anda tapi substansinya, sebenarnya, kosong. Tokoh-tokoh politik biasanya jago dalam urusan begini. Kalau Anda berhadapan dengan mereka, ingatkan diri Anda untuk mengulangi pertanyaan atau katakan saja terus terang kalau dia tidak menjawab yang Anda tanyakan. Anda juga harus mengingat psikologi orang yang jarang berhadapan dengan reporter. Mereka biasanya grogi melihat Anda membuka notebook atau menyalakan tape recorder. Kalau keadaanya begini, Anda bisa meyakinkan mereka dengan mengatakan kalau catatan atau tape recorder itu hanya untuk memastikan Anda mendapat informasi yang benar. Jika Anda menggunakan tape recorder untuk wawancara, yang bisa saja macet atau rusak, jangan pernah lupa membuat catatan. Jika sumber Anda takut melihat notebook atau tape recorder, Anda harus segera menuliskan hasil pertemuan Anda dengan sumber sesaat setelah wawancara usai – seperti di luar kantor sumber – di buku atau berbicara di tape recorder. Tape recorder sarana yang bagus untuk melindungi diri tuduhan salah mengutip dan juga inadvertnet misquoting. Wawancara biasanya satu-lawan-satu, reporter dan sumber. Tapi ada kalanya lebih aman jika dua reporter yang melakukan wawancara, saya yang bertanya dan satu yang mencatat. Ini biasanya model wawancara untuk proyek investigasi saat Anda membawa membeberkan bukti-bukti kesalahan di hadapan sumber untuk dimintai komentar. Mengorek Keterangan Biasanya, wawancara panjang diawali dengan janjian. Sekalipun sumber Anda akan bersikap resmi, Anda sebagai reporter harus membuka pembicaraan dengan hal-hal yang ringan, untuk mencairkan suasana. Anda harus memastikan kalau nama mengeja sumber di hadapan Anda. Salah sebut nama akan membuat wawancara Anda berantakan. Percaya deh.
Kunci wawancara adalah membujuk sumber untuk bicara. Jika subjek Anda enggan berbicara, Anda bisa membujuknya dengan mengatakan Anda ini hanya mengerjakan tugas dan ingin tugas tersebut hasilnya benar. Kiat-kiat Wawancara: 1. Lepas berbasa-basi sejenak, mulailah dengan pertanyaan yang ringan. Simpan pertanyaan yang berat untuk di akhir wawancara. Ada kalanya Anda harus memperpajang fase pembukaan saat wawancara hingga sumber telah mengungkap apa yang ingin dia katakan. Setelah itu barulah Anda memulai dengan pertanyaan ringan setelah mood and tone wawancara telah terbangun. 2. Di awal wawancara, tanyakan satu-dua pertanyaan yang Anda sudah tahu jawabannya. Ini akan menolong Anda untuk mengetahui seberapa bisa dipercaya sumber itu. Spektislah sepanjang wawancara, terutama pada jawaban yang Anda belum bisa cek. Alasannya sumber seperti tokoh masyarakat bisa saja punya agenda tersembunyi. 3. Saat sumber menjawab pertanyaan Anda, perhatikan tingkat laku dan keadaan di sekitarnya – detil khas akan membantu Anda membangun suasanya dalam cerita. 4. Pastikan Anda mengerti betul yang dikatakan subjek. Kalau ragu, minta penjelsan. Jika masih ragu, ungkapkan apa yang Anda pahami tentang perkataan sumber dan minta dia untuk memeriksanya apa sudah sesuai dengan apa yang dia katakan atau tidak. 5. Usahakan pertanyaan Anda modelnya terbuka, yang tidak bisa dijawab dengan “ya” atau “tidak”. Jawaban atas pertanyaan model terbuka biasanya akan membuka banyak hal. 6. Cari kesempatan untuk bertanya “mengapa” atau “bagaimana” atau “bagaimana perasaan Anda saat itu” atau “Anda akan membuat keputusan yang sama lagi” dll. Pertanyaan model ini akan membantu Anda memahami lebih jauh tentang subjek. 7. Teknik lagi bertanya seputar “bagaimana” dan “mengapa” adalah dengan melontarkan pertanyaan model: “Apa yang mengejutkan Anda dari situasi seperti ini?” 8. Cari anekdok. Dorong sumber Anda untuk bercerita tentang diri mereka sendiri. Salah satu caranya adalah dengan bertanya “Apa yang paling susah bagi Anda saat berhadapan dengan …” 9. Bersikaplah terus menunggu jawaban. Jangan bertanya: “Anda mau berkomentar soal ….” Pertanyaan model ini membuka peluang subjek untuk bilang “tidak”. Jika memungkinkan, bertanyalah seolah Anda sudah tahu apa yang akan dikatakan sumber – paling tidak sebagian dari itu. 10. Jika subjek mengelak menjawab pertanyaan Anda, gubah redaksi pertanyaan Anda dan tanyakan kembali – ini tidak serta merta Anda harus melontarkan pertanyaan selanjutnya. 11. Usahakan saat menyusun pertanyaan pra-wawancara, Anda memasukkan pertanyaa model: “Si ini dan si itu bilang begini begitu tentang Anda. Apa reaksi anda?” 12. Pakai teknik diam. Jika subjek Anda tidak menjawab penuh pertanyaan di awal, menunggulah dengan diam dan bersikap seolah menunggu sisa jawaban. Biasanya, dalam beberapa detik setelahnya, subjek akan berbicara tentang yang lebih detil tentang jawaban yang sebelumnya. Kuncinya adalah diam menunggu subjek berbicara. 13. Menjelang akhir wawancara, tanyakan pertanyaan yang berat-berat; yang Anda pikir subjek Anda akan enggan menjawabnya. Biasanya, kalau Anda berhasil membangun kepercayaan denagn subjek sejak awal wawancara, keegganan seperti itu akan sirna. Jikapun dia masih enggan, Anda toh sudah menadapat sebagian besar dari bahan yang Anda buru.
14. Teruslah bertanya sekalipun Anda sudah menutup buka catatan atau tape recorder sudah dalam posisi off. Ini biasanya waktu yang pas munculnya jawaban lugas dari si subjek . 15. Jangan lupa berterima kasih di akhir wawancara. Usahakan akhiri wawancara Anda dengan membuka kesempatan untuk pertanyaan lanjutan, mungkin via telepon. Ciptakan suasana yang positif; Anda mungkin akan berhadapan dengan sumber ini di lain waktu. Jika sumber Anda kemungkinan tak bisa melihat tulisan Anda, kirimkan salinan tulisan Anda.
SISIPAN
APA ITU RUH CERITA? Manusia Setiap fotografer tahu bahwa gambar yang tidak menyertakan unsur kehidupan seperti manusia hanya akan berakhir nasibnya di keranjang sampah. Begitu pula dengan laporan lisan/tulisan. Pembaca suka membaca tentang manusia lainnya. Mereka kurang berminat pada isu dan gagasan ketimbang pada pribadi-pribadi. Jika kita bisa menampilkan sebuah wajah pada kisah rumit yang jarang diikuti pembaca, mereka akan terpikat membacanya dan memperoleh informasi. Tempat Pembaca menyukai sense of place. Kita bisa membuat laporan lebih hidup jika kita bisa menyusupkan sense of place yang kuat. Misalnya: seperti apa lokasi tempat terjadinya pembunuhan itu, bagaimana suasana di balik panggung pertujukan? Indera Kita harus berupaya untuk menyentuh indera pembaca. Membuat mereka melihat cerita dalam detil visual yang kaut, juga - dalam konteks yang tepat - membuat mereka mendengar, meraba, merasakan, membaui dan mengalami. Irama Laporan yang monoton bisa dibantu dengan perubahan irama dalam teks. Anekdot, kutipan, sebuah dialog pendek atau sebuah deskripsi dapat mengubah irama dimana pembaca bisa terpikat sepanjang cerita dan membuat tulisan itu lebih hidup. Warna dan Mood Kamera televisi dapat menampilkan pemandangan yang sesungguhnya, dalam warna dan detil. Penulis tak dapat menyajikan pemandangan dengan mudah, sehingga mereka harus berusaha keras untuk melukis dalam pikiran pembaca. Warna meliputi: citarasa, suara, bau, sentuhan dan rasa. Dan tentu saja sesuatu yang dapat dilihat: gerakan usapan, detil pakaian, rupa, perasaan. Warna bukan hanya sekadar kata sifat tetapi merupakan totalitas dari sebuah pemandangan. Dalam menggambarkan warna, berarti Anda juga menceritakan tentang suasana (mood). Bahagia? Penuh emosi dan ketegangan? Sering hal semacam ini memberikan ketajaman perasaan terhadap cerita ketimbang bagian lain yang Anda tulis. Anekdot Anekdot adalah sebuah kepingan kisah singkat antara satu hingga lima alinea - "cerita dalam cerita". Anekdot umumnya menggunakan seluruh teknik dasar penulisan fiksi - narasi, karakterisasi, dialog, suasana - untuk mengajak pembaca melihat cerita secara on the spot. Anekdot sering dipandang sebagai "permata" dalam cerita. Penulis yang piawai akan menaburkan permata itu di seluruh bagian cerita, bukan mengonggoknya di satu tempat. Humor Humor adalah bentuk ekspresi yang paling personal. Berilah pembaca sebuah senyuman, dan mereka akan menjadi sahabat Anda sepanjang hari. Dan buatlah mereka menanti tulisan Anda esok harinya. Tapi hati-hati dengan humor yang tak bercita-rasa. Panjang-pendek Makin pendek cerita makin baik. Kisah akan lebih hiudp jika awalnya berdekatan dengan akhir (klimaks), sedekat mungkin. Alinea dan kalimat harus bervariasi dalam panjang. Letakkan kalimat dan alinea pendek pada titik kejelasan terpekat atau tekanan terbesar.
Kutipan Kutipan dalam tulisan berita memberikan otoritas. Siapa yang mengatakannya? Seberapa dekat keterlibatannya dengan suatu peristiwa atau masalah? Apakah kata-katanya patut didengar? Kutipan juga memberikan vitalitas karena membiarkan pembaca mendengar suara lain selain penuturan si penulis. Dialog Perangkat ini jarang digunakan dalam koran atau majalah berita. Tapi, bisa menjadi wahana yang efektif untuk menghidupkan cerita. Dalam meliput sebuah sidang pengadilan, misalnya, atau mendiskusikan permainan dengan para atlet olah raga tertentu, kita bisa menghidupkan cerita dengan membiarkan pembaca mendengarkan para partisipan berbicara satu sama lain. Sudut Pandang Kita bisa membuat sebuah cerita biasa menjadihidup dengan mengubah sudut pandang. Cobalah untuk melihat inflasi misalnya, dari sudut pandang seorang ibu rumah tangga yang sehari-hari harus mengatur anggaran keluarga. Identifikasi Sebuah tulisan akan lebih hidup jika pembaca merasa dilibatkan dalam cerita dan membuat mereka mengerti mengapa sebuah masalah bermanfaat untuk mereka ketahui. Secara insidental, pembaca paling mudah mengidentifikasikan diri jika cerita ditulis dalam bentuk orang ketiga cara kebanyakan fiksi ditulis. Bertutur Tulisan yang hidup memiliki irama dan nada berbincang yang baik. Memiliki suara. Kita bisa menghidupkan cerita yang membosankan dengan menulis sesuatu seperti kita sedang membicarakan sesuatu kepada seorang pembaca - dengan bahasa dan ungkapan keseharian yang kita pakai untuk berbicara. Kata Kerja Kata kerja adalah mesin yang mendorong berjalannya sebuah cerita. Tulisan yang buruk bisa dihidupkan dengan mengaktifkan kata kerja pasif, menyederhanakan kata kerja kompleks, dan memperkuat kata kerja lembek. Kita harus senantiasa merasa gagal kita menggunakan adverb atau kata sifat, ketika tak bisa menemukan kata kerja yang benar atau kata benda yang benar. "Kata sifat adalah musuh bebuyutan kata benda," kata pujangga Prancis Voltaire.
ELEMEN KEJELASAN Singkat Laporan yang jelas umumnya bukan laporan yang panjang lebar, melainkan justru ringkas dan terfokus. Ingat Hemingway? "Less is more!" Laporan yang ringkas memberi kesan tangkas dan penuh vitalitas. Tanpa kata mubazir dalam kalimatnya dan tanpa kalimat mubazir dalam alineanya. Laporan yang ringkas tak ubahnya seperti lukisan yang tegas (tanpa garis yang tak perlu) atau mesin yang efektif (tanpa suku cadang yang tak berfungsi). Laporan yang jelas dimulai dari pembuatan kalimat yang sederhana, ringkas dan tanpa makna. Kuncinya: baca laporan dan amati sesuatu sejelas-jelasnya kemudian ceritakan kembali secara sederhana. Dan pilihlah satu angle: * Dengan cermat memilih angle cerita sehingga penulis dengan mudah bisa mengelola bahan yang diperlukan untuk mengutarakan cerita itu. * Pegang teguhlah angle cerita itu dengan menghapuskan bagian yang tak berhubungan langsung dengan angle-nya atau pun tak membantu mencapai sasaran. Langsung, Tepat Sasaran Tulislah ringkas menuju pengertian yang dimaksud. Pilih kata/kalimat yang spesifik untuk mewakili pengertian yang mengena (tanpa memberi peluang pada banyak interpretasi). Meluruskan apa saja yang berliku-liku. Menggergaji yang bergerigi. Berperang melawan kekaburan dan segala sesuatu yang menduga. Statemen yang abstrak adalah racun maut bagi seorang penulis. Organisasi Mulailah sebuah laporan secara kuat, untuk memikat pembaca memasukinya. Jika mungkin, gunakan gaya bahasa naratif - gaya seorang pendongeng yang piawai - sebagai pendekatan dasar. Selesai menuliskan sebuah paragraf, pikirkan apa yang pembaca ingin ketahui pada alinea berikutnya; dan buatlah transisi serta keterkaitan antar alinea secara mulus. Cobalah untuk selalu menjaga konsistensi tema dalam keseluruhan cerita. Dan seperti dibuka dengan kuat, tutup juga cerita dengan tegas, tanpa membiarkan kejanggalan dan ending yang melambai. Spesifik Bagian-bagian yang rumit pecahlah dalam serpihan yang mudah dicerna. Gunakan contoh: seseorang untuk mewakili kelompoknya. Dengan memberikan pengkhususan, seringkali juga menghadirkan suasana dramatis dan hidup. ("Kematian 10.000 orang adalah statistik, tapi kematian satu orang adalah tragedi," kata Joseph Stalin). Pararel Jika Anda melaporkan sebuah topik yang padat, gambarkan melalui ungkapan yang mudah dipahami pembaca. Strategi militer misalnya dapat diterangkan memalui formasi pertandingan olahraga, rencana keuangan perusahaan dapat digambarkan melalui rencana anggaran keluarga.