KEKENALAN CALON GURU SASTRA TERHADAP PENGARANG DAN HASIL KARYANYA (Survai pada Mahasiswa Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FKIPUnswagati Cirebon) Abstract. The main purpose of literature learning is how learners involve in characters’ experience that was written by the author. What is talked in a literature classroom is supposed to be about discussing literary works correctly and appropriately. One of condition to create that atmosphere is teachers’ knowledge about literary works and the authors’ life should be beyond what is written in the curriculum. Literature teachers should feel bored of literature material that is always repeated every year without any moderization. Literature teacher candidates, based on survey in this study, have not yet given a promising future for literature learning. Their familiarity on literature is still far from classroom argumentative arousal. They are still struggling to enrich themselves in many ways to create literature learning with varied material so that learners will acquire literary experience. Key words: familiarity, variation, author, literary works, modernization. PENDAHULUAN Calon guru yang sedang berkuliah di Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia disiapkan sebagai guru bahasa dan sastra di sekolah menengah. Jika mereka diminta memilih antara mengajarkan bahasa dan sastra, pada umumnya mereka akan memilih mengajarkan bahasa. Pilihan mereka dipengaruhi kondisi di lapangan dan kondisi teoretik. Apa yang terjadi di lapangan memang para guru lebih memperhatikan mengajarkan bahasa tinimbang mengajarkan sastra. Dalam kurikulum juga materi sastra tidak sebanyak materi bahasa. Jadi, pembelajaran sastra bukanlah materi yang dipentingkan para guru. Pada tulisan iniakan disajikan hasil survai bagaimana gambaran kekenalan sastra mahasiswa sebagai calon guru sastra terhadap pengarang dan karyanya. Pemerolehan gambaran ini akan menjadi data untuk menentukan kebijakan untuk membina calon-calon guru sastra. Responden penelitian ini adalah mahasiswa yang akan melaksanakan PPL (semester 5) dan mahasiswa yang akan menyelesaikan tugas akhir (semester 7) PEMUTAKHIRAN KEKENALAN TERHADAP PENGARANG DAN KARYANYA Peredaran gagasan dalam bidang apa pun berlanjut dengan kecepatan yang cukup tinggi. Seni sebagai salah satu bentuk aktualisasi manusia juga terlibat dalam kecepatan berubah. Setiap orang mempunyai kegiatan mandiri untuk menumpahkan rasa seninya dalam bentuk karya. Karya sastra termasuk seni yang sangat cepat bergerak. Pertumbuhan buku 1
yang beredar di masyarakat cukup menggembirakan. Setiap saat muncul buku baru. Tampaknya semua berusaha menulis. Beberapa ahli sastra mendokumentasikan karya sastra dengan rinci. Suryadi (1987) menelusuri perkembangan puisi Indonesia modern, Mahayana (2006) membahas cerpencerpen modern yang terbit pada tahun 2000-an, Ismail (2001) mengurai karya sastra (puisi, novel, drama, esai) sejak sastra melayu (Hamzah Fansuri) sampai dengan pengarang mutakhir (Eliza Fitri Handayani), dan harian Kompas selalu menerbitkan cerpen-cerpen terbaik setiap tahun yang dimuat dalam harian Kompas (sejak tahun 1994, Lampor, dan hingga kini tahun 2009). Buku-buku ini dapat menjadi salahsatu pilihan guru untuk mengikuti perkembangan sastra Indonesia. Ragam novel bermunculan dalam penerbitan yang cukup menarik. Ada novel yang dibaca ratusan ribu orang. Ada karya sastra yang dibicarakan orang tetapi tidak menjadi rebutan orang untuk membacanya. Hanya orang-orang tertentu yang membicarakan karya sastra ini. Perkembangan penulisan novel pada masa sekarang cukup menggembirakan. Beberapa karya bagus disenangi pembaca. Banyak novel yang dapat menggerakkan minat baca. Guru sastra tidak dapat meninggalkan perkembangan ini. Dia harus mengikuti dengan membaca beberapa hasil sastra. Pilihan harus dilakukan guru. Terlalu menyita waktu bila harus membaca semua karya sastra yang dipublikasikan. Di samping itu, dana yang diperlukan cukup banyak. Oleh karena itu, pilihan sesuatu yang harus dilakukan. Pilihanpilihan itu dapat dilakukan dengan banyak membaca resensi. Kegiatan menulis tampak mengarah pada tren kesenangan dan pemenuhan kebutuhan beberapa orang. Bahkan ratusan orang telah mencoba menggantungkan kepada menulis. Menulis tampaknya telah menjadi pilihan profesi. Kondisi ini akan berpengaruh terhadap karya dalam hal kualitas dan kuantitas. Pementasan drama/teater tampaknya kini sangat jarang. Jika ada pertunjukan hanya diselenggarakan di kota-kota besar: Bandung, Jakarta, atau Yogyakarta. Beberapa waktu yang lalu, tahun-tahun ke belakang guru masih dapat membawa para muridnya menonton pementasan drama. Jika dilakukan akan sangat menyenangkan. Kita berharap pada suatu saat kehidupan berpentas drama terwujud kembali seperti dahulu
2
KEKENALAN TERHADAP PENGARANG Salah satu ciri guru sastra yang profesional adalah mampu mengenalkan anak didiknya kepada para pengarang. Para pengarang ini akan mengayakan proses pembelajaran. Pembelajaran sastra harus disertai dengan contoh-contoh karya sastra, karena sesungguhnya inti pembelajaran sasatra terletak pada perbincangan pengarang dan karya sastra. Sampai sejauh manakah para responden sebagai calon guru sastra mengenal para pengarang. Beberapa pengarang disampaikan kepada responden untuk dipilih, manakah di antara mereka yang dikenalnya. Pengarang yang paling dikenal responden adalah pengarang yang sudah terkenal karena mereka mengenalnya pada saat pembelajaran dari guru. Pada umumnya (90%) mereka mengenal W.S. Rendra, Ayip Rosidi (61,1%), Hamka (94,4%), Chairil Anwar (85,55%), Sapardi Djoko Damono (58,88%), Taufik Ismail (76,66%). Di antara pengarang yang dikenal responden adalah pengarang yang baru muncul, yaitu Habiburrahman El Shiraz (81,11%) dan Andrea Hirata (71,11%). Para pengarang yang dikenal adalah pengarang yang termasuk ketagori senior, yang sering dibincangkan, yang sering ditulis dalam buku-buku pelajaran sastra, yang sering dimunculkan dalam soal ujian nasional. Siapa yang tidak mengenal Hamka. Di samping sebagai pengarang beberapa novel terkenal, ia juga dikenal dengan ulama ternama. Ia sering muncul dalam beberapa kesempatan. Jadi, sering terpublikasikan. Para pelajar sejak sekolah dasar telah mengenal nama Chairil Anwar atau Taufik Ismail. Kedua nama ini berperan dalam bidang puisi bersama-sama W.S. Rendra. Responden pada umumnya mengenal Chairil Anwar dari cerita yang disampaikan guru atau dari bacaan. Mereka tidak pernah mengenal langsung. Akan tetapi, Taufik Ismail dan W.S. Rendra (meninggal pada tahun 2009) dikenal secara langsung karena kedua penyair ini masih aktif. W.S. Rendra dikenal karena aktivitasnya di luar kepenyairanya juag. Media massa sering memberitakan ativitasnya. Responden pada umumnya mengenal Habiburrahman El Shiraz (81,11%) dan Andrea Hirata (71,11%). Kedua pengarang itu menjadi pembincangkan akhir-akhir ini karena karyanya yang banyak dibaca orang dan dialihkan ke layar perak. Pengenalan ini lebih mudah karena disiarkan dengan gencar oleh media massa. Publikasi memegang peranan cukup penting dalam mengantarkan keterkenalan pengarang/penyair. Beberapa pengarang yang memberikan kontribusi terhadap dunia sastra Indonesia tidak begitu dikenal responden, seperti Ramadhan KH, Putu Wijaya, Pramoedya Ananta Toer, Sutan Takdir Alisyahbana. 3
Para pengarang ii sebenarnya mempunyai kontribusi yang signifikan pada perkembangan dunia sastra. Ramadhan KH meluncurkan karya yang cukup banyak dan karyanya diapresiasi dengan baik oleh masyarakat sastra serta pihak luar negeri. Di samping itu, beliau dikenal karena karya biografinya, misalnya Soeharto, Ali Sadikin, dan Soemitro. Aktivitas Ramadhan K.H. yang cukup intens ini tidak menarik minat responden. Ramadhan K.H. sebenarnya mengeluarkan kumpulan puisi, Priangan Si Jelita yang cukup kuat dan cukup akrab dengan publik pada saat itu. Pramoedya Ananta Toer hanya dikenal oleh beberapa responden (2,22%). Pramoedya termasuk pengarang produktif. Dialah pengarang kuat pada masa menuju kemerdekaan. Karya-karyanya menggambarkan kekuatan kepedulian akan rakyat bawah yang menginginkan kemerdekaan, seperti Keluarga Gerilya, Di Tepi Kali Bekasi, Cerita dari Blora, dan sebagainya. Bahkan novel Bukan Pasar Malam menjadi perbincangan masyarakat pada saat itu. Kemungkinan para responden kekurangan informasi dari para gurunya (pengarang ini terlibat dengan organisasi yang dilarang pemerintah, dia bersimpati dan menjadi bagian dari Lekra) terbuka lagi setelah dibebaskan dari Pulau Buru. Dia memnulis serial novel Pulau Buru, yaitu Bumi Manusia, Anak Semua Bagsa, Jejak Langkah dan Rumah Kaca. Karya tetralogi itu cukup terkenal dan menjadi bahan pembicaraan banyak kritis sastra terutama setelah karya itu dilarang oleh pemerintah orde baru. Akan tetapi, pada kenyataannya rseponden sebagaian besar tidak mengenalnya. Tampaknya pengenalan terhadap pengarang oleh responden karena sering mendengar bukan karena karyanya. Putu Wijaya yang mempunyai kontribusi terhadap perkembangan sastra indonesia tidak dikenal banyak responden (7,77%). Beberapa pengarang yang masih aktif cukup dikenal responden, seperti Budi Darma, (33,3%), Emha Ainun Najib (40%), Sapardi Djoko Damono (58,88%), Soetardji Calzoum Bachri (22,22%), Seno Gumira Ajidarma (27,77%). Para pengarang ini pada umumnya masih aktif berkarya. Responden tidak mengenal dengan baik penyair yang berasal Cirebon, yaitu Ahmad Syubbanuddin A. (8,88%).
Penyair ini memang tidak terlalu produktif
mempublikasikan karya-karyanya. Di bawah ini disajikan tabel kekenalan terhadap pengarang.
4
Tabel 1 Kekenalan terhadap Pengarang No. NAMA PENGARANG a. b. c. d. e. f. g. h. i. j. k. l. m. n. o. p. q. r. s. t. u. v. w. x. y. z.
Ayip Rosidi Ramadhan KH Indrus Budi Darma Emha Ainun Najib Hamka Chairil Anwar Sutan Takdir Alisyahbana Goenawan Mohamad Sapardi Djoko Damono H.B. Yasin Sutardji Calzoum Bachri Mochtar Lubis Armijn Pane Putu Wijaya Pramoedya Ananta Toer Acep Zamzam Noor Ahmad Syubbanuddin A. Ayu Utami Joko Pinurbo Jujur Prananto Seno Gumira Ajidarma Habiburrahman El Shiraz Taufik Ismail Andrea Hirata W.S. Rendra
FREKUENSI KENAL TIDAK KENAL JUMLAH % JUMLAH % 55 61,11 35 38,88 3 3,33 87 96,66 27 30 53 70 26 33,3 64 96,66 36 40 54 60 85 94,4 5 5,55 77 85,55 13 14,44 5 5,55 85 94,44 19 21,11 71 78,88 53 58,88 37 41,11 20 22,22 70 77,77 20 22,22 70 77,77 38 43,22 52 57,77 34 37,77 56 62,22 7 7,77 83 92,22 2 2,22 88 87,77 4 4,44 76 95,55 8 8,88 82 91,11 7 7,77 83 92,22 4 4,44 86 95,55 4 4,44 86 95.55 25 27,77 65 72,22 73 81,11 17 18,88 69 76,66 21 23,33 64 71,11 26 28,88 81 90 9 10
KEKENALAN TERHADAP KARYA SASTRA Kepada para responden disajikan beberapa karya sastra dan mereka diminta memilih karya yang dikenalnya. Pada umumnya mereka mengenal dengan baik karya terbaru yang sedang populer, seperti Laskar Pelangi (94,44%) dan Ayat-Ayat Cinta (92,22%). Kedua novel ini istmewa karena publikasi yang cukup gencar. Banyak dibaca dan diangka ke layar perak. Mereka juga mengenal karya sastra yang sudah dikenal sejak lama (sastra kanon), seperti Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma (26,66%), Layar Terkembang 956,66%), Robohnya Surau Kami (16,66%) dan Jalan Tak Ada Ujung (15,55%). Beberapa karya sastra hanya dikenal oleh beberapa responden, seperti Telegram (7,77%), Tanah Air (4,44%),Royan 5
Revolusi (7,77%). Buku kumpulan puisi hanya dikenal oleh beberapa responden, yaitu Yang Terempas dan Yang Putus (7,77%), Tirani dan Benteng (3,33%), dan Gurindam Duabelas (7,77%). Drama Domba-domba Revolusi cukup dikenal responden (14,44%). Berbeda dengan Bebasari (1,11%), Malam Jahanam (2,22%) dan responden tidak mengenal Sabai Nan Aluih (0%). Beberapa karya sastra yang pernah menjadi perbincangan dalam dunia sastra Indonesia, seperti Telegram, Merahnya Merah, Rafilus, Saman, Supernova, AreaX tidak begitu dikenal responden. Bahkan Burung-Burung Manyar hanya dikenal oleh beberapa responden (4,44%). Novel Saman menjadi materi perbincangan beberapa waktu yang lalu dan responden tidak begitu mengenalnya (6,66%). Novel Merahnya Merah merupakan novel eksperimental Iwan Simatupang dan termasuk novel inkonvensional. Beberapa kritikus dan akademisi menjadikan materi bahasan tesisnya. Novel itu tidak dikenal responden (2,22%). Jangkaun responden tidak begitu luas. Hal ini ditunjukkan dengan kekurangkenalannya pada novel terjemahan, seperti Pertempuran Penghabisan karya Ernest Hemingway. Novel itu hanya dikenal oleh beberapa responden (3,33%). Di bawah ini disajikan tabel kekenalan terhadap karya sastra Tabel 2 Kekenalan terhadap Karya Sastra No. NAMA PENGARANG FREKUENSI KENAL TIDAK KENAL JUMLAH % JUMLAH % Laskar Pelangi a. 85 94,44 5 5,55 Ayat-Ayat Cinta b. 83 92,22 7 7,77 Jalan Tak Ada Ujung c. 14 15,55 76 84,44 Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke d. 24 26,66 66 83,33 e. f. g. h. i. j. k. l. m. n. o. p. q.
Roma Anak Tanah Air Sabai Nan Aluih Layar Terkembang Royan Revolusi Telegram Yang Terempas dan Yang Putus Gurindam Dua Belas Bebasari Pertempuran Penghabisan Burung-burung Manyar Rafilus Merahnya Merah Saman
4 0 51 5 7 7 7 1 3 4 2 2 6
4,44 0 56,66 7,77 7,77 7,77 7,77 1,11 3,33 4,44 2,22 2,22 6,66
86 90 39 83 83 83 83 89 87 86 88 88 84
95,55 100 43,33 92,22 92,22 92,22 92,22 98,88 96,66 95,55 97,77 97,77 93,33 6
r. s. t. u. v. w. x. y.
Bung Besar Malam Jahanam Domba-Domba Revolusi Seribu Kunang-Kunang di Manhantan Supernova Area X Tirani dan Benteng Robohnya Surau Kami
7 2 13 16 9 7 3 15
7,77 2,22 14,44 17,77 10 7,77 3,33 16,66
83 88 77 74 80 83 87 75
92,22 97,77 85,55 82,22 90 92,22 96,66 83,33
PEMBAHASAN Apa pengaruh tingkat wawasan guru mengenai pengarang dan karyanya terhadap proses pembelajaran sastra. Pertama, kualitas pembelajaran. Keluasaan wawasan akan pengetahuan tentang karya sastra dan pengarangnya menunjukkan bagaimana guru mengolah proses pembelajaran secara maksimal. Kekuatan mutu pembelajaran akan ditentukan oleh bagaimana guru memperlihatkan kebergunaan pengetahuan yang dimilikinya. Kualitas pembelajaran akan berbeda sejalan dengan tingkat pengetahuan yang dimiliki guru. Jika guru hanya mengenal satu karya dan beberapa penagrang dikenalnya tanpa karyanya dapat dibayangkan bagaimana dia dapat berteksplorasi dan bereksperimen pada saat menyelengarakan pembelajaran sastra. Kualitas pembelajaran diukur, salah satu di antaranya dengan menakar materi ajar. Antara materi ajar dan kualitas pembelajaran dapat dilihat langsung karena melalui materi ajar dapat diketahui latar bobot ajarnya. Ramuan materi ajar yang kokoh dapat terwujud dengan merujuk pada apa yang dikuasainya. Makin banyak dan luas karya sastra dan pengarangnya makin diperkirakan makin berkualitas karena banyak pilihan untuk meramunya. Guru sastra yang berkekayaan baca karya sastra dengan mudah dapat menentukan materi ajar yang terbaik. Dengan demikian layaklah sebuah proses pembelajaran sastra dapat dilihat dengan mudah berkualitas atau tidak sejalan dengan perbendaharaan karya sastra dan kekenalan terhadap pengarangnya yang dikuasai guru sastra. Kedua, variasi materi. Kebetahan murid mengikuti pembelajaran harus dirancang dan dipertahankan guru sastra. Musuh pembelajaran apa pun sebenarnya adalah kebosanan. Murid harus tetap difokuskan dalam berbagai kegiatan pembalajaran di kelas. Salah satu cara yang dapat dilaksanakan guru sastra adalah variasi materi ajar. Hal ini dapat dijalankan jika guru sastra mempunyai perbendaharaan karya sastra yang telah dibacanya dan kekenalan terhadap pengarangnya. Pilihan-pilihan dengan mudah dapat dilakukan guru sastra. Pada saat 7
ia membelajarkan puisi, misalnya, ia tidak akan terpaku pada apa yang telah diperolehnya pada saat menjadi mahasiswa. Ia dapat melepaskan diri dari keharusan menjadikan puisi Chairil Anwar atau Amir Hamzah. Penghindaran keterpakuan pada karya kanon harus menjadi bagian niat yang dikuatkan oleh calon guru sastra. Ia harus memulai dengan penjelajahan ke berbagai karya sastra mutakhir yang dapat memperkaya batinnya dan terutama batin pada muridnya. Materi ajar yang bervariasi memungkinkan penanaman kecintaan murid terhadap sastra. Kecintaan inilah yang harus diutamakan oleh guru sastra. Pilihan-pilihan yang disodorkan guru sastra akan membuka peluang dan mendorong potensi rasa sastra dan seni para murid ke luar dengan deras. Apa yang dapat dilakukan guru sangat mudah dengan ketersediaan karya sastra dalam pikirannya dan para pengarang yang telah ternama dalam genganggamannya. Guru sastra mengenal nama-nama dan karya sastra sejak periode awal hingga yang mutakhir. Apa yang tergambar dari hasil rekaman responden dalam penelitian ini tidaklah terlalu mengembirakan. Ketiga, kedalaman. Apa yang disampaikan guru sastra harus memberikan gambaran betapa luasnya pengetahuannya. Pada saat ia membicarakan, puisi Chairil Anwar, misalnya tidak terbatas pada puisinya, dia membentangkan beberapa karya Chairil Anwar yang senada, memberikan uraian latar belakang lahirnya puisi tersebut, dan membandingkan dengan beberapa puisi karya penyair lain yang senada. Pembelajaran puisi di kelas seperti ini hanya dapat terwujud dengan pengetahaun karya sastra dan pengarang yang sangat luas. Kedalaman hanya milik guru yang mendalami atas kemauannya sendiri yang didorong tekad menyastrakan para muridnya. Keempat, minat murid. Murid akan selalu melihat dengan saksama apa yang dikerjaan gurunya di kelas. Segala gerak, segala yang dibawa guru akan dicermati, terutama perkataan pada saat menguraikan materi ajar. Keberagaman dalam uraian akan menjadi catatan bagi para murid. Guru sastra harus mempercayai bahwa para murid tertarik terhadap apa yang akan disarankan guru melalui perilaku, bukan ucapan. Pembuktian yang mudah adalah dengan memberikan perilaku langsung. Murid dengan langsung mengetahui bahwa guru telah membanyak begitubanyak karya sastra dan mengenal pengarang dari dekat. Tata tutur menarik akan membangkitkan minat sastra para murid. Salah satu usaha keras yang harus dilakukan guru adalah bagaimana cara membangkitkan minat sastra murid. Beberapa survai yang telah dikakukan dan juga pendapat para ahli/pengamat sastra bahwa pembelajaran sastra di sekolah kurang menarik minat para murid. Mereka mengikuti pembelajaran apa adanya dan dengan seadanya karena merupakan kewajiban. Kondisi ini 8
dapat diubah dengan cara memberitahukan kepada para murid betapa banyak hal dapat dipelajari dari karya sastra. Pengalaman bersastra para guru akan sangat berpengaruh terhadap pembangkitan minat sastra para murid. Apa yang akan ditarik dari para murid adalah potensi seni yang tersembunyi dalam diri para murid. Inilah yang harus disuarakan dalam pembelajaran sastra dan pengalaman bersastra murid hanya dapat digerakkan dengan memberitahukan pengalaman bersastra para gurunya. Oleh karena itu, hal pokok yang harus dilakukan para guru adalah bagaimana dia menambah wawasan bersastra dan dan berkenalan dengan para pengarangnya. Wawasan yang komplet akan memudahkan guru memperagakan di depan para muridnya dan ini akan membawa murid masuk ke dunia pengalaman bersastra secara bertahap dan minatnya akan tertanam secara bertahap. Untuk apa calon guru sastra mempunyai khazanah karya sastra dan para pengarangnya? Setidaknya ada beberapa hal yang dapat diperoleh para calon guru sastra pada saat telah menjadi guru sastra jika mereka mempunyai kekayaan karya sastra dan pengarangnya. Pertama, mudah memilih. Calon guru sastra akan mudahmemilih materi ajar. Deretan karya sastra dalam pikirannya akan memudahkan dia mengambil sesuai dengan yang diperlukan, sesuai dengan kompetensi yang diharapkan dimiliki para muridnya. Kedua, penunjukkan kualitas keguruan dan kepengetahuan sastra. Salah satu tujuan yang harus ditanamkan para guru setiap menyelenggarakan kegiatan pembelajaran adalah bagaimana pembelajaran berkualitas dapat terwujud. Para murid bersemangat berpartisipasi dalam skenario yang disiapkan guru. Keterwujudan ini dapat tercapai atas dasar kemampuan guru dalam mengajak para murid. Para murid terbawa arus pembelajaran karena terkena sihir guru dalam menyelenggarakan pembelajaran sastra. Oleh karena itu, kualitas guru harus diketahui dengan jelas oleh para murid dan kualitas guru dapat dibuktikan dengan keragaman dan kedalaman pengalaman guru dalam mengolah pembelajaran sastra. Pemerlihatran kemampuan guru dalam mengapresiasi karya sastra dapat diwujudkan dengan kecukupan pengetahauan yang pada saatnya dapat disajikan dan diperagakan di depan para murid. Inilah kualitas guru di depan para muridnya. Keluasan wawasan melalui ragam contoh akan menunjukkan dengan mudah tebakan para muridnya. Dengan demikian kesan terdalam bagi para murid adalah bagaimana ia dapat memberikan kemungkinan-kemungkinan yang dapat memberikan peluang kepada murid untuk belajar dan belajar di arena sastra. Guru yang baik dapat ditenggarai pada saat ia tampil menyelenggarakan pembelajaran di kelas. Tampilan 9
yang baik sebagai akibat dari perencanaan yang baik dan guru tidak akan dapat menyusun perencanaan yang baik tanpa pengetahuan yang luas. Artinya guru yang berpengatahuan kenal dengan karya sastar dan pengarangnya dapat menjadi dasar penyusunan perencanaan yang berkualitas. Ketiga, keteladanan bagi murid. Murid paling dekat dengan guru dalam beberapa hal terutama dalam menyerap perilaku dan pengetahuan yang diberikannya secara sistematik sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan. Secara tetap murid sesungguhnya melihat perubahan pada diri guru dan sebaliknya guru pun berusaha menemukan beberapa perubahan perilaku yang telah direncnakannya. Dalam hal pembelajaran sastra, yang sebenarnya bersifat palikasi, dalam beberapa hal, seperti dalam pengalaman bersastra. Oleh karena itu, pada saat guru memeragakan pengalaman bersastra, murid akan dapat menyaksikan bagaimana guru bercerita tentang pengalamannya. Jika diungkapkan dengan cara yang menarik, para murid akan terkesan dan akan mengikuti langkah-langkah guru dalam bersastra dan memperoleh pengalaman bersastra. Salah satu ciri guru sastra yang profesional adalah mampu mengenalkan anak didiknya kepada para pengarang. Para pengarang ini akan mengayakan proses pembelajaran. Pembelajaran sastra harus disertai dengan contoh-contoh karya sastra, karena sesungguhnya inti pembelajaran sasatra terletak pada perbincangan pengarang dan karya sastra. Sampai sejauh manakah para responden sebagai calon guru sastra mengenal para pengarang dan karyanya. Berdasarkan analisis data yang diperoleh dari responden, apa yang mereka kenal tentang pengarang dankayanya masih kurang dari kecukupan. Mereka hanya mengenal pengarang dan karyanya yang telah biasa diajarkan di sekolah. Tambahan pengetahuan tentang pengarang dan karyanya belum terlihat adanya perubahan. Oleh karena itu, menjadi tugas yang berat bagi para dosen pengampu mata kuliah sastra dam tentu saja harus ada kerja sama dengan mata kuliah lainnya. Dengan demikian diharapkan mahasiswa dapat terpacu untuk menambah secara signifikan penegtahuan tentang pengarang dan karyanya. PENUTUP Guru sastra sangat berbeda dengan guru bahasa, jika ingin mencari perbedaan, sebetulnya tidak boleh dibedakan. Ia merupakan kesatuan. Bahasa dan sastra menyattu, saling mengisilengkapan. Namun, pada umumnya guru itu sendiri yang memilah. Mengajak siswa berdialog dengan sastra memang perlu persiapan yang cukup lama dan cukup matang. Salah satu di antara persiapan itu adalah kontinyuitas baca karya sastra. Guru sastra propesional 10
akan bosan jika mengajarkan karya yang itu dan itu saja meskipun anak-anaknya yang dihadapinya berbeda. Survai terhadap calon guru sastra menunjukkan timgkat pembinaan yang harus dipacu pada masa perkuliahan. Semoga pembelajaran sastra menjadi media termilikinya budi halus, kata bijak, laku sopan oleh para generasi kemudian. RUJUKAN Hamzah, A. 1957. Buku dan Penulis. Jakarta : balai Pustaka. Hasanuddin, WS. 2007. Ensiklopedi Sastra Indonesia. Bandung : Titian Ilmu Ismail, T. (Peny.). 2001. Dari Fansuri ke Handayani. Jakarta : Kaki Langit Horison Junus, U. 1983. Dari Peristiwa ke Imajinasi; Wajah Sastra dan Budaya Indonesia. Jakarta : Gramedia. Kratz,
E.U.
2000.SumberTerpilihSejarahSastra
Indonesia
Abad
XX.Jakarta
:KepustakaanPopulerGramedia Lampor, Cerpen Pilihan Kompas 1994. 1994. Jakarta : Gramedia. Mahayana, M.S. 2005. 9 Jawaban Sastra Indonesia, Sebuah Oreintasi Kritik. Jakarta : Bening Mahayana, M.S. 2006. Bermain dengan Cerpen Apresiasi dan Kritik Cerpen Indonesia. Jakarta : Gramedia. Musthafa, B. 2008. Teori dan Praktik Sastra dalam Penelitian dan Pengajaran. Bandung : Sekolah Pascasarjana-Universitas Pendidikan Indonesia. Pada Suatu Hari, Ada Ibu dan Radian Cerpen Kompas Pilihan 2009. 2010. Jakarta : Kompas. PeraturanPemerintahNomor 19 tahun 2005 tentangStandarNasionalPendidikan Pradopo, R.D. 2002. Kritik Sastra Indonesia Modern. Yogyakarta : Gama Media. Rampan, K.L. 1980. Puisi Indonesia Kini : Serbuah Perkenalan. Yogyakarta : Nur Cahaya. Richard, J.C. 2001.Curriculum Development in Language Teaching.Cambridge University Press Rosidi, A. 1968. Cerita Pendek Indonesia. Jakarta : Jambatan Suryadi, L. (Peny.). 1987. Tonggak, Antologi Puisi Indonesia Modern jilid 1-4. Jakarta : Gramedia. Dimuat pada Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Atikulasi Vol.11, No.1,Mei 2012, ISSN 1412-4548
11