Laporan Teknis Penelitian Tahun Anggaran 2011 Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat
PEMUPUKAN BERIMBANG UNTUK MENINGKATKAN KETAHANAN TANAMAN JAHE (30%) TERHADAP PENYAKIT LAYU BAKTERI A. Ruhnayat, S. Y. Hartati, W. Lukman dan Mardiana ABSTRAK Penelitian dilakukan Kebun Percobaan Cicurug Sukabumi, Jawa Barat, dari bulan Januari–Desember 2011. Tujuan penelitian adalah untuk mendapatkan satu teknik pemupukan an-organik berimbang yang dikombinasikan dengan kompos tanaman bersifat elisitor yang dapat meningkatkan ketahanan tanaman terhadap penyakit layu bakteri pada fase pertumbuhan jahe. Tahap pertama adalah pengujian respon tanaman jahe terhadap pemberian enam formula pupuk an-organik berimbang yang merupakan kegiatan lanjutan dari tahun 2010. Media tanam yang digunakan adalah tanah pada polybag. Rancangan lingkungan adalah petak terbagi (split plot), diulang tiga kali. Sebagai petak utama adalah inokulasi bakteri R. solanacearum (tanpa inokulasi dan inokulasi sebanyak 107 cfu/ml). Sedangkan sebagai anak petak adalah formula pupuk an-organik, yaitu 1) dosis SOP (500 kgurea + 300 kgSP-36 + 400 kg KCl/ha), 2) dosis SOP + 400 kgCaO + 400 kg belerang/ha, 3) 500 kgurea + 300 SP-36 + 500 kg KCl/ha, 4) 500 kgurea + 300 kgSP-36 + 500 kgKCl + 400 kg CaO + 400 kg belerang/ha, 5) 500 kgurea + 300 kg SP-36 + 600 kg KCl/ha, 6) 500 kgurea + 300 kg SP-36 + 600 kg KCl + 400 kg CaO + 400 kg belerang/ha. Parameter yang diamati adalah : jumlah tanaman yang tidak terserang penyakit layu bakteri (persentase tanaman hidup), populasi bakteri R. solanacearum dalam tanah dan kandungan hara tanah dan tanaman dan bobot basah rimpang. Tahap kedua adalah menguji formula pupuk terbaik hasil kegiatan tahap pertama yang dikombinasikan dengan kompos tanaman bersifat elisitor (temulawak), dengan tujuan untuk lebih meningkatkan ketahanan tanaman. Hasil kegiatan tahap pertama menunjukkan bahwa formula pupuk dengan imbangan hara 500 kg urea/ +300 kg SP-36 + 600 kg KCl/ha dapat mempertahankan tanaman jahe hidup sebesar 18,67 % pada tanaman yang diinokulasi R. Solanacearum, unsur hara Ca dan S belum berpengaruh nyata. Hasil bobot rimpang basah pada tanaman yang tidak diinokulasi maupun yang diinokulasi R. Solanacearum masing-masing adalah 801,33 dan 685,00 g/tanaman setara dengan 32,05 dan 27,4 ton/ha. Pada kegiatan tahap kedua pengaruh perlakuan belum terlihat dan serangan penyakit layu bakteri belum ada saat tanaman jahe baru berumur 1, 5 bulan. Kata kunci : Jahe, Ralstonia solanacearum, imbangan hara ABSTRACT A research was conducted at Cicurug E.G., Sukabumi, West Java, from January to December 2011. Objective of the research was to obtain a balanced-organic fertilization technique combined with elicitor crops-compost to increase ginger resistance to bacterial wilts disease (30%) at the growth stage. At first, ginger crops were evaluated for their response to six formulas of balance-organic fertilization (a continuing research of previous year), in polybag system of planting. Research was arranged in split-plot design with three replications. The main plots were R. solanacearum inoculated plots (107 cfu/ml) and without inoculation. Sub-plots were anorganic-fertilizers formulas, i.e.: 1) SOP standard dosage (500 kg/ha urea + 300 kg/ha SP-36 + 400 kg/ha KCl), 2) SOP dosage + 400 kg/ha CaO + 400 kg/ha Sulfur, 3) 500 kg/ha urea + 300 kg/ha SP-36 + 500 kg/ha KCl, 4) 500 kg/ha urea + 300 kg/ha SP-36 + 500 kg/ha KCl + 400 kg/ha CaO + 400 kg/ha belerang, 5) 500 kg/ha urea + 300 kg/ha SP-36 + 600 kg/ha KCl, 6) 500 kg/ha urea + 300 kg/ha SP-36 + 600 kg/ha KCl + 400 kg/ha CaO + 400 kg/ha Sulfur. Observed parameters were number of plant showing R. solanacearum infection, R.solanacearum population in soil, soil and plant nutrition contents, and fresh weight of rhizome yield. Second experiment aimed to test the best fertilizer formula (based on results of the first experiment),
111
Agus Ruhnayat, dkk
combined with compost of crops that emiting elicitor (Java Turmeric) with final goal increasing crops resilience. Results showed that at the first stage of research, balancedfertilization with 500 kg/ha urea + 300 kg/ha SP-36 + 600 kg/ha KCl, persist crops life at 18.6% level on innoculated ginger population. Menawhile, Ca and S nutrients has not been proven to be affected to crop resiliences. Fresh weight of ginger rhizome of both uninoculated (801.33 g/plant equivalent to 32.05 tonnes/ha) and innoculated (685.00 g/plant equivalent to 27.4 tonnes/ha). At the second stage of research the plants were 1.5 month age, and no disease infestation found. Keywords : Ginger, Ralstonia solanacearum, balanced-fertilization. PENDAHULUAN Kendala utama pada budidaya jahe adalah serangan penyakit layu bakteri (Ralstonia solanacearum) yang sampai saat ini masih belum bisa teratasi secara optimal. Beberapa usaha pengendalian baik dengan menggunakan antibiotik, mikroba antagonis maupun kultur teknis anjuran masih belum efektif. Salah satu cara yang sudah umum dianjurkan untuk mengurangi serangan OPT adalah dengan cara pencegahan sedini mungkin, dengan menyehatkan tanaman. Hal tersebut dapat dicapai dengan cara memenuhi kebutuhan tanaman terhadap unsur hara baik dari aspek jumlah/dosis, jenis maupun imbangannya melalui pemupukan. Rekomendasi pemupukan untuk tanaman jahe yang ada saat ini yaitu urea 400-600 kg/ha, SP-36 300-400 kg/ha dan KCl 300-400 kg/ha serta pupuk kandang 20 ton/ha (Rostiana et al. 2007) belum mampu meningkatkan kesehatan tanaman sehingga kejadian penyakit layu masih tetap tinggi. Adanya serangan penyakit tersebut menyebabkan produksi rimpang yang rata-rata sebesar 20 ton/ha tidak tercapai. Untuk tujuan meningkatkan produksi dan ketahanan tanaman, rekomendasi pemupukan tersebut perlu diperbaiki baik jenis maupun imbangan unsur haranya. Hasil penelitian tahun 2010 pada tanaman jahe sampai umur 4 bulan formula pupuk dengan imbangan unsur hara 500 kg/ha urea + 300 kg/ha SP-36 + 600 kg/ha KCl dapat mempertahankan persentase tanaman jahe hidup sebesar 18,67 % pada tanaman jahe yang diinokulasi R. solanacearum. Penambahan unsur hara Ca dan S belum berpengaruh nyata terhadap ketahanan tanaman jahe, diduga dosis yang diberikan masih terlalu rendah. Untuk lebih meningkatkan ketahanan tanaman jahe terhadap penyakit layu bakteri maka, dosis hara Ca dan S perlu ditingkatkan. Selain itu, imbangan unsur hara tersebut perlu dikaji kombinasinya dengan unsur hara mikro (Mn, B dan Cu) serta tanaman yang bersifat elisitor (penginduksi ketahanan). Penelitian ini bertujuan mendapatkan satu teknik pemupukan an-organik berimbang yang dapat meningkatkan ketahanan tanaman terhadap penyakit layu bakteri pada fase pertumbuhan dan produksi jahe dan mendapatkan satu teknik pemupukan an-organik berimbang yang dikombinasikan dengan kompos tanaman bersifat elisitor yang dapat meningkatkan ketahanan tanaman terhadap penyakit layu bakteri pada fase pertumbuhan jahe. BAHAN DAN METODE Kegiatan Tahap Pertama Kegiatan ini merupakan lanjutan dari tahun 2010 yang bertujuan untuk mendapatkan data tanaman jahe hidup, kandungan hara tanaman dan produksi rimpang tua yang diberi perlakuan inokulasi R. Solanacearum dan formula pupuk an-organik berimbang. Kegiatan ini dilaksanakan dari bulan Januari–Juni 2011 pada media tanah dalam polybag yang berlokasi di Kebun Percobaan Cicurug, Sukabumi. Rancangan lingkungan yang digunakan adalah petak terbagi (split plot), diulang 3 kali. Sebagai petak utama adalah inokulasi bakteri R. solanacearum (tanpa inokulasi dan inokulasi sebanyak 200 ml/tan dengan kepadatan 108 cfu/ml). Sedangkan sebagai anak petak adalah formula pupuk an-organik (500 kg urea/ha +300 kg SP-36/ha + 400 kg
112
Pemupukan berimbang untuk meningkatkan ketahanan tanaman jahe (30%) terhadap penyakit layu bakteri
KCl/ha, 500kg urea/ha + 300 kg SP-36/ha + 400 kg KCl/ha + 400 kg CaO/ha + 400 kg belerang/ha, 500 kg urea/ha + 300 kg SP-36/ha + 500 kg KCl/ha, 500 kg urea/ha + 300 kg SP-36/ha + 500 kg KCl/ha + 400 kg CaO/ha + 400 kg belerang/ha, 500 kg urea/ha + 300 kg SP-36/ha + 600 kg KCl/ha, 500 kg urea/ha + 300 kg SP-36/ha + 600 kg KCl/ha + 400 kg CaO/ha + 400 kg belerang/ha. Dosis pupuk urea dipecah menjadi 3 bagian, masingmasing diberikan 3, 6 dan 12 minggu setelah tanam. Pupuk SP-36, KCl, CaO dan belerang diberikan pada saat tanam. Sebagai pupuk dasar diberikan kieserit (300 kg/ha), hara mikro esensial (Fe, Zn, Mo, B, Bo, Cl) dan pupuk kandang (20 ton/ha) diberikan pada saat tanam. Dosis pupuk mikro berdasarkan larutan Hoagland diberikan 10 ml/tanaman. Inokulasi bakteri R. solanacearum diberikan 8 bulan setelah tanam dengan cara disiramkan pada tanah disekitar perakaran tanaman sebanyak 200 ml/tan. Jumlah tanaman per perlakuan adalah 25. Parameter yang diamati adalah : jumlah tanaman yang tidak terserang penyakit layu bakteri (persentase tanaman hidup), populasi bakteri R. solanacearum dalam tanah dan kandungan hara tanah dan tanaman serta bobot basah rimpang. Kegiatan Tahap Kedua Kegiatan ini bertujuan untuk menguji formula pupuk an-organik berimbang yang dikombinasikan dengan kompos tanaman bersifat elisitor untuk lebih meningkatkan ketahanan tanaman. Kegiatan dilakukan di Kebun Percobaan Cicurug, Sukabumi (Agustus–Desember 2011). Formula pupuk yang digunakan adalah perlakuan terbaik hasil penelitian tahap pertama yaitu : 500 kg urea/ha + 300 kg SP-36/ha + 600 kg KCl/ha. Formula pupuk tersebut kemudian dikombinasikan dengan unsur hara Ca, S, Mn, Cu dan B serta kompos tanaman bersifat elisitor (temulawak). Temulawak digunakan karena lebih murah dan mudah diperoleh dibandingkan dengan tanaman lainnya (akar kucing dan sambiloto). Rancangan likungan dan aplikasi perlakuan Rancangan lingkungan yang digunakan adalah petak terbagi (split plot), diulang 5 kali. Sebagai petak utama adalah inokulasi bakteri R. solanacearum (tanpa inokulasi dan inokulasi sebanyak 200 ml/tanaman dengan kepadatan 107 cfu/ml). Sedangkan sebagai anak petak adalah formula pupuk an-organik berimbang dikombinasikan dengan unsur hara Ca dan S serta kompos temulawak, yaitu : F1 (500 kg urea/ha + 300 kg SP-36/ha + 600 kg KCl/ha), F2 (500 kg urea/ha + 300 kg SP-36/ha + 600 kg KCl/ha + 500 kg CaO/ha + 500 kg belerang/ha + unsur hara mikro (Mn, Cu dan B), F3 (500 kg urea/ha + 300 kg SP-36 /ha + 600 kg KCl/ha + 10 ton kompos temulawak/ha), F4 (500 kg urea/ha + 300 kg SP-36 /ha + 600 kg KCl/ha + 500 kg CaO/ha + 500 kg belerang/ha + unsur hara mikro (Mn, Cu dan B) + 10 ton kompos temulawak/ha), F5 (dosis SOP sebagai pembanding (500 kg urea/ha + 300 kg SP-36/ha+ 400 kg KCl/ha). Formula pupuk an-organik berimbang dan kompos temulawak diberikan pada saat tanam. Dosis pupuk urea dipecah menjadi 3 bagian, masing-masing diberikan 3, 6 dan 12 minggu setelah tanam. Pupuk SP-36, KCl, CaO, belerang dan unsur hara mikro diberikan pada saat tanam. Sebagai pupuk dasar diberikan kieserit (300 kg/ha), dan pupuk pupuk kandang (20 ton/ha) diberikan pada saat tanam. Inokulasi bakteri R. solanacearum diberikan 8 minggu setelah tanam dengan cara disiramkan pada tanah disekitar perakaran tanaman. Jumlah tanaman per perlakuan adalah 15. Penyiapan Isolat R. solanacearum untuk inokulasi Isolat R. solanacearum asal jahe diperbanyak pada medium SPA. Koloni berumur 3 hari disuspensikan dalam air destilat steril kemudian diencerkan menjadi populasinya mencapai 105 sel/ml.
113
Agus Ruhnayat, dkk
Pengamatan Parameter yang diamati adalah: tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah anakan, awal munculnya gejala penyakit layu, jumlah tanaman yang hidup/sehat dan terinfeksi, populasi bakteri R. solanacearum dalam tanah sebelum perlakuan dan analisa kimia dan fisik tanah sebelum perlakuan. HASIL DAN PEMBAHASAN Kegiatan Tahap Pertama Hasil penelitian menunjukkan bahwa Interaksi antara inokulasi bakteri R. Solanacearum dengan formula imbangan hara berpengaruh nyata terhadap persentase tanaman jahe hidup (Tabel 1). Pada tanaman yang diinokulasi R. Solanacearum formula pupuk dengan imbangan hara 500 kg urea/ha + 300kg/ha SP-36 + 600kg/ha KCl dapat mempertahankan tanaman jahe hidup sebesar 18,67%. Sedangkan pada tanaman jahe yang diberi formula pupuk dengan imbangan hara K lebih rendah (500 kg urea/ha urea + 300 kg SP-36/ha + 400kg/ha KCl) banyak yang terserang penyakit layu bakteri. Pemberian unsur hara Ca dan S belum berpengaruh secara nyata terhadap kesehatan tanaman diduga dosis yang diberikan masih terlalu rendah. Sampai saat ini belum ada rekomendasi secara umum pemupukan Ca dan S pada tanaman jahe. Pada perlakuan tanpa inokulasi R. Solanacearum tanaman jahe tumbuh 100 %. Masih rendahnya persentase tanaman jahe yang hidup (<30%) diduga karena curah hujan yang tinggi dengan intensitas yang sering di lokasi penelitian dan kepadatan inokulasi R. Solanacearum yang cukup tinggi (108 cfu/ml) sehingga serangan penyakit layu bakteri lebih berat. Hasil analisis populasi bakteri R. Solanacearum pada tanah yang diinokulasi adalah 1,5 x 103 cfu/g dan pada tanah yang tidak diinokulasi 0 cfu/g (tidak mengandung R. Solanacearum). Sedangkan pada tanah yang tanaman jahenya terserang penyakit layu bakteri cukup berat (perlakuan formula imbangan unsur hara 500kg urea/ha urea + 300 kg SP-36/ha + 400kg/ha KCl) populasi bakteri R. solanacearum lebih tinggi dibanding dengan rata-rata perlakuan lainnya yaitu sebesar 2,45 x 104 cfu/g. Analisis kandungan hara pada daun jahe menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kandungan hara antara tanaman yang terserang dan yang tidak terserang penyakit layu bakteri (Tabel 2). Terlihat bahwa pada tanaman yang tidak terserang penyakit layu bakteri kandungan unsur hara N yang tinggi diimbangi oleh unsur hara K yang tinggi pula, sedangkan pada tanaman yang terserang penyakit layu bakteri kandungan N yang tinggi tidak diimbangi oleh K yang tinggi. Kandungan N yang berlebihan tanpa diimbangi oleh K yang cukup akan menyebabkan jaringan tanaman menjadi lemah sehingga peka terhadap penyakit (Ismunadji 1989). Sedangkan kekurangan kalium akan meningkatkan akumulasi senyawa N dan gula yang mudah larut di dalam jaringan tanaman yang merupakan medium yang cocok untuk perkembangan penyakit. Tabel 1. Pengaruh Iinokulasi bakteri R. Solanacearum dan formula imbangan hara terhadap persentase tanaman jahe hidup Tanaman hidup (%) Tanpa Inokulasi inokulasi 500 kg urea /ha urea+300 kg SP-36/ha + 400kg/ha KCl 100 a 2,67 d 500kg/ha urea+300 kg SP-36/ha + 400kg/ha KCl+Ca+ S 100 a 10,67 c 500kg/ha urea+300 kg SP-36/ha+500kg/ha KCl 100 a 16,00 ab 500kg/ha urea+300 kg SP-36/ha+500kg/ha KCl+Ca+ S 100 a 14,67 b 500 kg/ha urea+300 kg SP-36ha+600 kg/ha KCl 100 a 18,67 a 500kg/ha urea+300 kg SP-36/ha+600kg/ha KCl+Ca+ S 100 a 16,00 ab Keterangan : Angka yang diiikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5 % DMRT Perlakuan
114
Pemupukan berimbang untuk meningkatkan ketahanan tanaman jahe (30%) terhadap penyakit layu bakteri
Tabel 2. Kandungan unsur hara pada daun tanaman jahe yang terserang penyakit layu bakteri Unsur hara N (%) P (%) K (%) Ca (%) Mg (%) S (%) Fe (ppm) Mn (ppm) Cu (ppm) Zn (ppm) B (ppm)
Tanaman terserang penyakit layu bakteri 2,30 0,33 0,40 3,60 0,44 0,38 252,00 796,98 76,48 60,40 9,29
terserang dan tidak
Tanaman tidak terserang penyakit layu bakteri 3,79 0,34 2,63 1,55 0,42 0,45 171,49 214,79 90,76 40,53 9,35
Analisis statistik menunjukkan bahwa semua perlakuan imbangan hara pada tanaman yang tidak diinokulasi bakteri R. Solanacearum terhadap bobot rimpang basah tidak berbeda nyata, sedangkan pada tanaman yang diinokulasi berbeda nyata (Tabel 3). Perlakuan yang terbaik adalah imbangan hara adalah 500 kg/ha urea + 300 kg/ha SP-36 + 600 kg/ha KCl. Hasil bobot rimpang basah pada tanaman yang tidak diinokulasi maupun yang diinokulasi, masing-masing adalah 801,33 dan 685,00 g/tanaman setara dengan 32,05 dan 27,4 ton/ha. Tabel 3. Pengaruh Iinokulasi bakteri R. Solanacearum dan formula imbangan hara terhadap bobot rimpang basah Bobot rimpang basah (g) Tanpa Inokulasi inokulasi 500 kg urea/ha+300 kg SP-36/ha+400 kg/ha KCl 590,00 a 413,67 b 500 kg urea/ha+300 kg SP-36/ha +400 kg/ha KCl+Ca+ S 605,67 a 448,67 b 500 kg urea/ha+300 kg SP-36/ha+500kg/ha KCl 685,33 a 572,00 ab 500 kg urea/ha+300 kg SP-36/ha+500kg/ha KCl+Ca+S 733,33 a 575,33 ab 500 kg urea/ha+300 kg SP-36/ha+600kg/ha KCl 801,33 a 685,00 a 500 kg urea/ha+300 kg SP-36/ha+600kg/ha KCl+Ca+S 748,00 a 633,67 ab Keterangan : Angka yang diiikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5 % DMRT Perlakuan
Tanaman jahe untuk dapat tumbuh dengan sehat dan berproduksi tinggi bukan hanya membutuhkan unsur hara makro esensial (N,P,K) tetapi juga membutuhkan hara makro sekunder (Ca, Mg dan S) dan hara mikro esensial (Fe, Zn, Mo, B, Bo, Cl) (Asher and Lee, 1975; Heider et al., 2007). Pemberian pupuk yang kurang optimal akan menyebabkan tanaman jahe menjadi lemah sehingga rentan terserang penyakit. Unsur hara dapat mempengaruhi kerentanan tanaman terhadap penyakit melalui perubahan metabolisme tanaman, sehingga menciptakan lingkungan yang lebih menguntungkan bagi perkembangan penyakit (Spann dan Schumann, 2010). Ada dua mekanisme utama bahwa unsur hara hara dapat meningkatkan ketahanan tanaman terhadap penyakit, yaitu: 1). Pembentukan hambatan mekanik, terutama melalui pengembangan dinding sel lebih tebal, dan 2). Sintesisa senyawa pertahanan alam, seperti phytoalexins, antioksidan, dan flavonoid, yang memberikan perlindungan terhadap patogen. Unsur hara yang banyak berperan untuk meningkatkan ketahanan tanaman terhadap penyakit adalah unsur hara K, Ca, S, Cu, B, Mn dan Si (Spann dan Schumann, 2010), serta imbangannya terhadap unsur hara makro lainnya terutama unsur hara N (Ismunadji 1989; Anon 2004).
115
Agus Ruhnayat, dkk
Peningkatan resistensi tanaman terhadap penyakit karena pemupukan yang tepat, terutama K, telah diteliti secara luas. Kalium, lebih dari unsur hara lainnya, diketahui dapat menurunkan kepekaan tanaman terhadap penyakit dengan mempengaruhi proses biokimia dan struktur jaringan (Ismunadji 1989). Kekurangan kalium biasanya akan meningkatkan akumulasi senyawa N dan gula yang mudah larut di dalam jaringan tanaman yang merupakan medium yang cocok untuk perkembangan penyakit. Pada tanaman tembakau, kalium dapat mengurangi produksi glutamin dan asam glutamate yang dapat meningkatkan kerentanan tanaman terhadap patogen (Klein, 1957 dalam Huber dan Haneklaus, 2007). Apabila kalium cukup tersedia, jaringan tanaman menjadi lebih kuat dan dinding sel lebih tebal sehingga akan lebih tahan terhadap serangan penyakit. Sedangkan N mempunyai pengaruh sebaliknya, pemberian yang berlebihan akan menyebabkan jaringan tanaman menjadi lemah. Namun yang terjadi didalam tanah justru sebaliknya, penambahan pupuk N yang melepaskan ammonia pada tanah tipe liat, terbukti mampu menurunkan populasi R. solanacearum (Messiha et al., 2009). Oleh karena itu keseimbangan antara kedua unsur tersebut sangat penting selain untuk meningkatkan toleransi tanaman terhadap penyakit juga menurunkan populasi R. Solanacearum di dalam tanah. Kalsium (Ca) dan Sulfur (S) termasuk hara yang diperlukan oleh tanaman dalam jumlah yang relatif besar (unsur hara makro). Ca mempunyai peran penting dalam jarigan tanaman, memelihara dan mengatur berbagai fungsi sel ( Conway, 1982; Conway dan Sams 1987; Elad dan Kirshner, 1992). Kandungan Ca dalam tanaman secara umum adalah 0,2 - 3,0% dari berat kering daun, dengan nilai kecukupan 0,30 - 1,0%. Ca termasuk hara yang tidak mobil, gejala kekahatan dimulai pada titik tumbuh, ujung akar dan daun muda. Kadar Ca yang berlebihan akan mengakibatkan kekahatan hara K atau Mg dalam tanaman (Jones et al., 1991 dalam Yuwono et al., 2003). Seperti halnya unsur hara K, kalsium juga dapat meningkatkan resintensi tanaman terhadap berbagai penyakit melalui penguatan jaringan tanaman, meningkatkan stabilitas membran tanaman dan memperlambat degradasi jaringan tanaman oleh patogen (Volpin and Elad, 1991) serta meningkatkan ketahanan terhadap stress abiotik (Yuen, 1993 dalam Elmer at al., 2006). Pemberian Ca dapat meningkatkan resistensi tanaman kapas, peaches dan plum terhadap penyakit yang disebabkan oleh bakteri (Anon., 2004). Kekahatan sulfur pada tanaman menyebabkan klorosis daun bagian atas, biasanya warna daun menjadi kuning sampai pucat. Tanaman yang kahat unsur hara S akan mengalami kerusakan aktivitas fisiologis dan mudah terserang hama dan penyakit. Menurut Asher dan Lee (1975), tanaman jahe yang sehat mengandung S sebanyak 0,35 - 0,40 % pada bagian daunnya. Selain unsur hara makro, tanaman juga memerlukan unsur hara mikro. Unsur hara mikro yang erat kaitannya dengan penyakit tanaman diantaranya adalah Mangan (Mn), tembaga (Cu) dan boron (B). Mn berperan dalam produksi lignin sehingga jaringan tanaman menjadi kuat. Penyembuhan luka pada tanaman yang disebabkan oleh patogen memerlukan unsur hara Mn dan unsur hara mikro penting lainnya yang cukup (Graham 1983; Huber dan Graham, 1999). Mn juga dapat menghambat enzim pectin metil-esterase yang dihasilkan patogen yang dapat merusak dinding sel tanaman. Cu dapat meningkatkan ketebalan kutikula (penghalang infeksi penyakit) dan diperlukan dalam sintesa polyphenoloxidase yang menghasilkan beberapa phytoalexins dan molekul anti patogen lainnya. Sedangkan boron dapat meningkatkan penyerapan kation oleh tanaman seperti. K, Ca dan Cu dan diperlukan dalam metabolisme fenolat (racun bagi patogen). Pemberian boron juga dapat meningkatkan hasil rimpang jahe (Halder et al., 2007). Meningkatkan ketahanan tanaman melalui mekanisme peningkatan produksi protein antara lain kitinase, b-glutanase, peroksidase, endoproteinase, oxalate oksidase (van Loon, 2006), yang menyandi sintesa senyawa ketahanan seperti asam salisilat, asam jasmonat dan etilen, saat ini banyak dilakukan. Salah satu tanaman yang potensial bersifat penginduksi ketahanan (elisitor) adalah ekstrak tanaman akar kucing, temulawak dan sambiloto (Supriadi et al., 2010).
116
Pemupukan berimbang untuk meningkatkan ketahanan tanaman jahe (30%) terhadap penyakit layu bakteri
b. Kegiatan Tahap Kedua Pada kegiatan ini tanaman jahe baru berumur 1, 5 bulan, secara umum pertumbuhannya cukup baik, pengaruh perlakuan dan serangan penyakit layu bakteri belum terlihat (Tabel 4). Hasil analisa tanah sebelum perlakuan dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 4. Pengaruh inokulasi R. solanacearum dan formula imbangan hara dan terhadap pertumbuhan tanaman jahe 1,5 BST Tanpa Inokulasi Perlakuan Tinggi tanaman Jumlah (Formula) (cm) daun (helai) 1 43,12 14,40 2 46,32 15,38 3 47,04 14,57 4 46,16 14,31 5 45,05 13,58
Jumlah anakan 2,17 2,19 2,48 2,72 2,12
Tinggi tanaman (cm) 42,25 44,76 45,12 45,18 43,12
Inokulasi Jumlah daun (helai) 14,32 13,56 14,43 14,12 14,27
Jumlah anakan 2,23 2,13 2,32 2,56 2,52
Tabel 5. Hasil analisa tanah sebelum perlakuan Unsur hara N-total (%) P2O5 tersedia (ppm) K (me/100 g) Na (me/100 g) Ca (me/100 g) Mg (me/100 g) C-organik (%) C/N-ratio Fe (%) Mn (%) Cu (ppm) Zn (ppm) pH (H2O) KTK (me/100 g) Pasir (%) Debu (%) Liat (%) Bakteri R. solanacearum (cfu/g)
Nilai 0,24 2,00 0,49 0,44 5,84 0,94 2,00 8,33 5,21 0,27 46,00 137,00 5,54 10,23 62,55 6,53 30,92 0
Kriteria umum (Hardjowigeno. 1995) rendah sangat rendah sedang sedang sedang rendah Sedang
agak masam rendah lempung liat berpasir
KESIMPULAN DAN SARAN Formula pupuk dengan imbangan hara 500 kg urea/ha + 300 kg SP-36/ha + 600 kg KCl/ha dapat mempertahankan tanaman jahe hidup sebesar 18,67 % pada tanaman yang diinokulasi R. Solanacearum. Unsur hara Ca dan S belum berpengaruh nyata. Hasil bobot rimpang basah pada tanaman yang tidak diinokulasi maupun yang diinokulasi termasuk cukup baik, masing-masing adalah 801,33 dan 685,00 g/tanaman setara dengan 32,05 dan 27,4 ton/ha Pada kegiatan tahap kedua pengaruh pemupukan berimbang yang dikombinasikan dengan kompos tanaman elisitor belum terlihat karena tanaman jahe baru berumur 1,5 bulan Disarankan penelitian dilanjutkan untuk mengetahui pengaruh formula imbangan hara yang ditingkatkan dosis hara Ca dan S serta dikombinasikan dengan kompos tanaman bersifat elisitor sehingga diharapkan ketahanan tanaman/persentase tanaman hidup lebih meningkat lagi (≥ 30%).
117
Agus Ruhnayat, dkk
Dengan diperolehnya teknik pemupukan an-organik berimbang yang dikombinasikan dengan kompos tanaman bersifat elisitor akan dapat meningkatkan ketahanan tanaman (30%) terhadap penyakit layu bakteri pada fase pertumbuhan jahe sehingga tanaman jahe dapat bertahan sampai fase pertumbuhan generatif. DAFTAR PUSTAKA Anonymous, 2004. Plant disease and fertilization. Mississippi State University. 2 p. Asher, C.J and M.T. Lee. 1975. Diagnosis and correction of nutritional disorders in ginger (Zingiber officinale). Department of Agriculture, University of Queensland. 28 p. Elmer, P.A.G., T.M. Spiers, and P.N. Wood, 2006. Effects of pre-harvest foliar calcium sprays on fruit calcium levels and brown rot of peaches. Crop Protection 26 (2007) 11–18. Graham, R.D. 1983. Effect of nutrient stress on susceptibility of plants to disease with particular reference to the trace elements. Adv. Bot. Res. 10:221-276. Halder, N.K., N.C. Shill, M.A. Siddiky, R. Gomes and J. Sarkar. Respon of ginger to zinc and boron fertilization. Asian Journal of Plant Sciences (6)2:394-398. Heider, N.K, N.C. Shill, M.A. Siddiky, R.Gomes and J, Sarkar. 2007. Response of gingger to zinc and boron fertilizer. Asian Journal of Plant Sciences 6(2). 394-398. Huber, D.M. and R.D. Graham. 1999. The role of nutrition in crop resistance and tolerance to diseases. Pp 169-206. In Z. Rengel (ed.). Mineral Nutrition of Crops: Fundamental Mechanisms and Implications. Food Products Press, the Haworth Press, Inc., New York. Huber, D.M. and S. Haneklaus. 2007. Managing nutrition to control plant disease. Landbauforschung Volkenrode 57:4:313-322. Ismunadji. 1989. 1989. Kalium, Kebutuhan dan Penggunaannya dalam Pertanian Modern. Potash and Phosphate Institute of Canada. Edisi Bahasa Indonesia. 46 hal. Januwati, M. gan M. Yusron. 2003. Pengaruh P-alam, pupuk bio dan zeolit terhadap produktivitas jahe (Zingiber officinale Rosc.). Jurnal Ilmiah Pertanian Gakuryoku IX(2):125-128. Messiha, N.A.S., A.H.C. van Bruggrn, E. Franz, J.D. Janse, M.E. SchoemanWeerdesteijn, A.J. Termorshuizen, and A.D. van Diepenigen. 2009. Effects of soil type, management and soil amendments on the survival of the potato brown rot bacterium Ralstonia solanacearum. Applied Soil Ecology 43: 206-215. Rostiana, O., D. Soleh Efendi dan N. Bermawie. 2007 “Teknologi Unggulan Jahe”. Booklet Puslitbangbun. 16 hal. Ruhnayat, A. dan S.Y. Hartati. 2010. Pemupukan berimbang untuk meningkatkan produksi (30 ton/ha) dan ketahanan tanaman jahe terhadap Ralstonia solanacearum (≥ 30%). Laporan Akhir Penelitian. 12 hal. Spann, T.M. and A.W. Schumann. 2010. Mineral nutrition contributes to plant disease and pest resistance. Horticultural Sciences Department, Florida Cooperative Extension Service, Institute of Food and Agricultural Sciences, University of Florida. 5 P. Supriadi, S.Y. Hartati dan S. Rahayuningsih. 2010. Identifikasi jenis-jenis tanaman berpotensi sebagai elisitor untuk meningkatkan ketahanan jahe terhadap penyakit layu bakteri. Laporan Akhir Penelitian Balittro Bogor.
118
Pemupukan berimbang untuk meningkatkan ketahanan tanaman jahe (30%) terhadap penyakit layu bakteri
van Loon, L.C., M. Rep dnd C.M.J. Pieterse. 2006. Significance of inducible defenserelated proteins in infected plants. Annual Review Phytopathology 44: 135-162. Volpin, H. dan Y. Elad. 1991. Influence of calcium nutrition on susceptibility of rose flowers to Botrytis blight. Phytopathology 81, 1390–1394. Yuwono N.W, A. Syukur dan M. Nurudin, 2002. Kecukupan hara Ca dan Mg di Kebun Teh PT Pagilaran. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan Vol 3 (2) (2002) pp 16-24.
119