KETAHANAN GALUR-GALUR KACANG TANAH TERHADAP PENYAKIT LAYU BAKTERI RALSTONIA SOLANACEARUM Novita Nugrahaeni1)* dan Joko Purnomo1) 1)
Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi Jalan Raya Kendalpayak KM 8 PO Box 66 Malang *) e-mail :
[email protected]
ABSTRAK Penyakit layu bakteri merupakan salah satu kendala adopsi varietas unggul kacang tanah di pulau Jawa. Penggunaan varietas tahan dapat menunjang stabilitas hasil dan merupakan komponen penting dalam pengendalian penyakit layu bakteri pada kacang tanah. Sebanyak 31 genotipe kacang tanah, termasuk varietas pembanding tahan Gajah dan lokal Pati, diuji daya hasilnya (UDHL) pada lahan endemik layu di Tayu dan Muktiharjo, Pati, pada MK2 2012. Intensitas penyakit layu bakteri pada pengujian ini mencapai 100% pada genotipe rentan. Terdapat interaksi antara genotipe x lingkungan terhadap intensitas layu dan hasil polong, sehingga penilaian keragaan galur dilakukan di masing-masing lokasi. Terdapat 11 galur di Tayu dan delapan galur di Muktiharjo yang tahan terhadap penyakit layu bakteri. Di antara 19 galur tahan tersebut, sembilan galur di Tayu dan lima galur di Muktiharjo memberikan hasil polong lebih tinggi dibanding kedua varietas pembanding. Hasil polong kering berkisar antara 2,36–2,66 t/ha di Muktiharjo, dan 3,35–3,98 t/ha di Tayu. Hasil polong kering varietas pembanding Gajah di Tayu adalah 2,88 t/ha, dan 2,36 t/ha di Muktiharjo. Ke14 galur tahan tersebut akan diuji stabilitas ketahanannya dan dievaluasi keragaan karakter agronomiknya di lahan endemik layu yang lebih luas. Kata kunci: kacang tanah, layu bakteri, tahan, hasil polong
ABSTRACT Resistance of groundnut lines againts Ralstonia solanacearum bacterial wilt. Bacterial wilt disease is one of the obstacles adoption peanut varieties. Planting resistant varieties is an important component in controlling bacterial wilt disease in groundnut and could warrrant yield stability. A total of 31 groundnut genotypes, including check resistant varieties Gajah and local Pati, were tested in advanced yield trial (AYT) in bacterial wilt endemic area, i.e. Muktiharjo and Tayu, Pati during dry season of 2012. The intensity of bacterial wilt disease in peanut reaching 100% in susceptible genotypes. There were genotype x environment interactions on the intensity of wilt and pod yield, for the reason lines evaluation and selection was based on each location performance. There were 11 lines in Tayu and eight lines in Muktiharjo were resistant to the disease. Among the 19 resistant lines, nine lines in Tayu and five lines at Muktiharjo produced pod yield higher than both of the check varieties. Dry pod yield ranged from 2.36 to 2.66 t/ha in Muktiharjo, and 3.35 to 3.98 t/ha in Tayu. The highest pod yield of the check varieties in Tayu is 2.88 t/ha and 2.36 t/ha in Muktiharjo. The-14-resistant lines will be tested and evaluated their resistances stability and their agronomic performances under wider bacterial wilt endemic areas. Key words: groundnut, bacterial wilt, resistant, pod yield
PENDAHULUAN Kendala produksi kacang tanah antara lain penyakit layu bakteri Ralstonia. Dilaporkan bahwa sejak tahun 1920 seluruh tanah di Jawa telah terkontaminasi oleh bakteri layu Ralstonia solanacearum (BPS 2012, Bolhuis dalam Machmud 1986). Oleh karena itu ketahanan terhadap penyakit layu bakteri menjadi prasyarat penting pelepasan varietas unggul kacang tanah di Indonesia. Kehilangan hasil akibat penyakit layu bakteri berkisar
414
Nugrahaeni dan Purnomo: ketahanan galur kacang tanah terhadap Ralstonia solanacearum
antara 15–35% pada varietas tahan dan 60–100% pada varietas rentan (Machmud dan Hayward 1992, Nugrahaeni et al. 1998a). Meskipun telah tersedia banyak varietas tahan, penyakit layu bakteri R. solanacearum masih menjadi masalah serius di sebagian besar sentra produksi kacang tanah di Indonesia. Dalam kurun waktu 1950–2011, pemerintah telah melepas 35 varietas unggul kacang tanah, 22 di antaranya dideskripsikan sebagai tahan penyakit layu bakteri. Dari 22 varietas unggul tahan layu bakteri, 16 varietas di antaranya mendapatkan sumber ketahanan dari Schwarz 21, baik secara langsung maupun tidak langsung. Schwarz 21 adalah varietas unggul kacang tanah tahan layu pertama yang dilepas di Indonesia pada tahun 1925. Peningkatan keragaman sumber ketahanan penyakit layu bakteri dilakukan melalui penyaringan koleksi plasma nutfah kacang tanah. Dari kegiatan tersebut berhasil diidentifikasi sejumlah genotipe tahan yang terdiri dari tipe varietas yang berbeda (Spanish, Valencia dan Peruviana) (Nugrahaeni et al. 2000). Gen-gen tahan tersebut telah dimanfaatkan dalam pemuliaan melalui persilangan pada tahun 2004. Pengembangan populasi bersegregasi (F2 hingga F5) dilakukan di Banjarnegara. Hingga generasi F4 populasi bahan seleksi ditanam di lahan kering dan mendapat cekaman penyakit layu yang tinggi seperti ditunjukkan oleh intensitas penyakit pada genotipe rentan Chico yang mencapai 100%. Galur-galur homozigot terpilih selanjutnya diuji daya hasil pendahuluan pada tahun 2009–2010, dan uji daya hasil lanjutan (UDHL) pada tahun 2012. Tujuan penelitian ini adalah untuk menilai ketahanan galur-galur kacang tanah terhadap penyakit layu bakteri R. solanacearum dan daya hasilnya pada lahan endemik layu bakteri di Pati. Pati merupakan salah satu daerah endemik layu bakteri dengan infestasi layu sangat berat. Rata-rata dan kisaran intensitas layu pada galur-galur kacang tanah yang pernah diuji di daerah Pati adalah 79,7% (45–100%) (Nugrahaeni et al. 1998), 76,1% (57,5–87,7%) (Nugrahaeni et al. 1999), 71,4% (28,3–100%) (Nugrahaeni et al. 2000), 57,8% (0–100%), dan 51,8% (9,7–100%) (Nugrahaeni et al. 2001).
BAHAN DAN METODE Sebanyak 31 genotipe, termasuk varietas pembanding Gajah dan lokal Pati, diuji di KP Muktiharjo dan Desa Tayu, Kab. Pati, pada MK 2 2012. Pengujian menggunakan rancangan acak kelompok yang diulang tiga kali. Setiap genotipe ditanam pada plot berukuran 2,4 m x 5 m, jarak tanam 40 cm x 10 cm, satu tanaman per lubang. Pupuk dengan dosis 45 kg N + 50 kg P2O5 + 60 kg K2O per ha diberikan seluruhnya pada saat tanam. Pengamatan meliputi jumlah tanaman tumbuh, jumlah tanaman layu, tinggi tanaman, jumlah cabang, jumlah polong isi, jumlah polong muda, jumlah tanaman dipanen, dan hasil polong kering. Intensitas layu dihitung berdasarkan nisbah jumlah tanaman layu dan tanaman tumbuh dan dikalikan 100%. Klasifikasi ketahanan mengikuti Machmud dan Rais (1994), yaitu intensitas tanaman layu 0–15%, >15–25%, >25–35, >35%, masing-masing untuk kategori tahan, agak tahan, agak rentan, dan rentan. Tanaman dipanen pada umur 90 hari.
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil sidik ragam gabungan menunjukkan adanya interaksi genotipe x lingkungan untuk hasil polong dan intensitas penyakit layu, sehingga penilaian dan pemilihan galur dilakukan di masing-masing lokasi, KP Muktiharjo dan Tayu. Interaksi lingkungan dengan Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2013
415
karakter agronomi pada tanaman semusim, termasuk kacang tanah, telah banyak dilaporkan (Baihaki dan Wicaksono 2005, Kasno et al. 2007, Suhartina et al. 2013). Demikian juga dengan interaksi genotipe x lingkungan pada intensitas penyakit layu (Liao et al. 2010, Nugrahaeni 2011). Kompleksitas bakteri patogen penyebab penyakit layu dan karakter kuantitatif hasil (Brim dalam Cianzio 2007) merupakan faktor-faktor penyebab timbulnya interaksi genotipe x lingungan. Fenomena ini menunjukkan varietas tahan layu di lintas lingkungan tidak mudah didapatkan, sekaligus menyarankan perlunya penelitian yang lebih sistematik terhadap status dan perilaku patogen penyebab penyakit layu bakteri.
KP Muktiharjo Sidik ragam untuk karakter agronomi galur-galur kacang tanah yang dievaluasi di KP Muktiharjo ditampilkan pada Tabel 1. Genotipe berpengaruh nyata terhadap semua karakter, kecuali jumlah polong isi dan polong hampa. Jumlah polong kacang tanah dipengaruhi oleh lingkungan, terutama kepadatan populasi, kadar air dan kesuburan tanah (Kvien dan Bergmark dalam Coolbear 1994). Kisaran jumlah polong isi, ukuran biji, dan hasil polong cukup tinggi menunjukkan keragaman potensi genetik galur-galur yang dievaluasi (Tabel 2). Hasil polong tertinggi didapatkan pada galur LpTr-21, yang mempunyai habitus tanaman tertinggi. Keragaan rata-rata karakter agronomik galur-galur yang diuji lebih rendah dibandingkan keragaan rata-rata galur di lokasi Tayu, meskipun ditanam pada musim dan jenis lahan yang sama. Kemungkinan status kesuburan lahan yang berbeda merupakan penyebab perbedaan keragaaan galur-galur yang diuji di kedua lokasi. Tingkat ketahanan galur-galur yang diuji terhadap penyakit layu beragam dari rentan hingga tahan. Intensitas layu terendah, yaitu 6,2%, didapatkan pada galur Chi-s. Varietas lokal Pati yang telah ditanam secara turun-temurun di daerah Tayu bereaksi rentan. Hal ini menunjukkan perlunya pendeskripsian lingkungan, baik dari sisi patogen maupun abiotik. R. solanacearum yang dapat merusa tanaman kacang tanah adalah biovar 1, 3, dan 4. Ketiga biovar tersebut tergolong ke dalam ras 1 (Buddenhagen dan Kelman 1964). Biovar 1 yang dapat merusak tanaman kacang tanah hanya terdapat di Amerika Serikat, sedangkan biovar 3 dan 4 dilaporkan terdapat di Asia dan Afrika. Isolat biovar 3 merupakan isolat dominan di Asia (Hayward 1990), dan biovar 3 lebih virulen dibandingkan biovar 1 dan 4 (Mehan et al. 1994). Berdasarkan hasil penelitian Machmud dan Hayward (1992) dan Mehan et al. (1994), kemungkinan terdapat keragaman agresivitas dalam biovar 3 yang terdapat di lahan atau lokasi yang berbeda atau indikasi adanya keragaman gen-gen stabilitas ketahanan di antara genotipe tahan. Indikasi tersebut muncul karena varietas Gajah menunjukkan fenomena yang berbeda. Varietas pembanding ini menunjukkan stabilitas ketahanan di kedua lokasi pengujian (Tabel 2 dan 3). Chico-s merupakan genotipe dengan ketahanan tertinggi pada pengujian ini. Chico adalah genotipe introduksi dari ICRISAT yang sering digunakan sebagai pembanding rentan. Namun genotipe Chico bersifat multilini, dan setelah melalui seleksi tanaman tunggal selama tiga tahun berturutturut di lahan endemik layu bakteri, terdapat satu galur yang memberikan respon tahan (Nugrahaeni et al. 2000). Berdasarkan kategori reaksi ketahanan Machmud dan Rais (1994) terdapat delapan galur yang tergolong tahan, tiga diantaranya mempunyai ketahanan lebih tinggi dibandingkan varietas Gajah (Tabel 2).
416
Nugrahaeni dan Purnomo: ketahanan galur kacang tanah terhadap Ralstonia solanacearum
Tabel 1. Sidik ragam beberapa karakter agronomi galur-galur kacang tanah tahan penyakit layu bakteri. KP Muktiharjo, MK 2 2012. Kuadrat tengah peubah Sumber keragaman Ulangan
2
563,0ns
22,885**
438,32**
3,7716ns
Jmlh polong isi 38,35ns
1314,9ns
2468456**
Galur
29
2060,0**
28,111**
86,18**
1,2354*
40,07ns
1,903ns
1757,2**
2234416**
Galat
58
572,2
1,680
23,38
0,9183
29,99
1,549
137,6
124130
1)
dB
Tan tmbuh
Tan dipanen1)
Titan
Jmlh cab
Jmlh polong cipo 0,991ns
Intensitas layu
Polong kering/plot
transformasi ke Vx+1
Tabel 2. Intensitas layu dan karakteristik agronomi galur-galur kacang tanah. KP Muktiharjo, MK 2012. Genotipe
Tinggi tan (cm)
Polong isi
Polong muda
Jumlah cab
Tan tumbuh
Intensitas layu (%)
Hasil polong kering (t/ha)
Chi-s
27
45,0
22
3
6
249
6,2
2,37
LPTr
21
59,0
19
2
6
263
6,3
2,66
LPTr
12
Gajah
54,7
18
2
6
270
7,7
2,55
54,3
11
2
5
259
8,9
2,36
IcLP
24
58,7
19
3
5
265
9,8
2,60
ChiLP
14
55,7
23
3
6
273
10,3
2,59
ChiIc
3
54,0
19
2
6
240
11,4
2,30
ChiIc
8
49,8
22
3
6
256
11,5
2,50
ChiIc
1
49,3
18
3
6
240
12,4
2,27
ChiLP
15
49,7
20
3
5
255
17,2
2,09
LPTr
10
55,0
18
2
7
272
19,1
2,55
ChiIc
25
56,7
25
4
6
229
22,6
2,28
ChiLP
19
47,0
21
3
5
270
25,6
1,88
LPTr
6
48,7
25
3
6
272
29,7
1,92
GH502
4
48,3
20
3
6
262
33,8
2,08
ChiIc
18
52,5
27
5
5
266
38,9
1,71
IcLP
11
43,3
23
2
6
261
39,7
1,43
Lokal Pati
23
49,7
24
3
6
277
45,1
1,66
ChiIc
17
48,3
25
3
7
284
45,1
1,64
LPTr
7
41,0
22
3
5
258
46,9
1,42
LPTr
2
41,0
21
2
5
240
47,6
1,44
ChiLP
22
51,0
25
2
5
281
48,7
1,59
ChiIc
16
45,7
27
3
7
231
50,4
1,27
ChiIc
30
53,3
20
2
6
202
50,4
0,85
IcLP
20
50,0
22
2
6
264
51,4
1,45
ChiIc
5
43,0
18
2
6
268
54,9
1,17
LPTr
13
42,3
28
4
6
268
63,3
0,95
ChiIc
28
47,0
27
6
7
220
64,9
0,56
Chico
26
44,0
19
1
7
266
77,7
0,71
PtrChi
29
45,7
19
4
8
203
77,9
0,40
ChiIc Rata-rata Terendah
9
39,3 49,1
23 22
4 3
7 6
171 253
95,4 36,5
0,07 1,72
Tertinggi
39,3
11
1
5
171
6,2
0,07
59,0
28
6
8
284
95,4
2,66
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2013
417
Hasil polong kering tinggi di KP Muktiharjo didapatkan pada galur-galur dengan intensitas penyakit layu bakteri rendah (Tabel 4). Keadaan tersebut terjadi karena tanaman yang tertular penyakit layu bakteri mati sehingga mengurangi jumlah tanaman panen, ditunjukkan oleh korelasi antara jumlah tanaman panen dan hasil polong dan korelasi negatif antara intensitas layu dan hasil polong (Tabel 4 dan 6). Di antara galur-galur yang diuji, tiga di antaranya memberikan hasil polong lebih tinggi dibanding varietas Gajah, 15 galur lebih tinggi dari pembanding lokal Pati, dan 14 galur di atas batas seleksi (1,82 t/ha) (Tabel 2). GH 502 tergolong agak tahan, namun memberikan hasil polong tinggi (2,08 t/ha), kemungkinan karena ukuran biji yang relatif lebih besar. Tabel 3. Intensitas layu dan karakteristik agronomi galur-galur kacang tanah. Tayu, MK 2, 2012. Tinggi tan (cm) 45,7
Genotipe Gajah
Jumlah cab 5
Polong isi 26
Polong hampa 4
Tan tumbuh 207
Intensitas layu (%) 1,3
Hasil polong kering (t/ha) 2,88
LPTr
12
46,7
6
33
6
205
2,2
IcLP
24
44,1
6
30
6
236
3,3
3,78 2,46
Chi
27
39,4
7
35
4
229
5,5
3,66
GH502
4
38,9
6
29
5
221
6,6
2,63
LPTr
10
42,7
6
31
7
238
6,6
3,66
LPTr
6
44,7
6
37
6
247
7,1
3,75
LPTr
21
37,8
4
27
7
234
7,3
3,98
ChiIc
25
46,4
5
28
6
217
7,4
3,37
ChiIc
8
37,4
7
26
6
236
7,9
3,35
ChiIc
3
47,5
6
30
4
197
11,2
3,06
ChiIc
1
48,4
7
32
7
205
13,1
3,44
ChiLP
15
37,6
5
48
9
229
20,5
2,18
ChiIc
17
34,0
6
27
6
239
22,2
1,98
Lokal Pati
23
44,0
6
36
7
232
24,9
2,11
ChiLP
22
38,2
5
26
6
235
36,3
1,89
ChiLP
19
33,3
6
47
9
228
40,2
1,63
ChiIc
16
34,3
6
41
6
134
49,7
1,40
ChiLP
14
34,3
5
34
7
192
51,1
1,66
ChiIc
30
26,7
6
34
7
172
54,2
0,96
IcLP
11
26,9
5
34
7
205
82,5
0,83
IcLP
20
25,5
7
23
7
194
83,3
0,81
LPTr
13
30,5
5
42
10
201
88,8
0,60
LPTr
7
27,8
6
32
4
222
89,5
0,85
LPTr
2
30,7
6
38
10
250
90,6
0,68
ChiIc
18
28,3
7
30
7
235
97,0
0,51
PtrChi
29
30,9
7
43
9
216
100,0
0,80
Chi
26
25,8
5
37
9
207
100,0
0,33
ChiIc
28
35,9
7
32
5
227
100,0
0,38
ChiIc
5
24,9
6
26
5
254
100,0
1,27
ChiIc
9
27,2
5
19
6
107
100,0
0,14
Rataan
36,0
6
33
7
214
45,5
1,97
Terendah
24,9
4
19
4
107
1,3
0,14
Tertinggi
48,4
7
48
10
254
100,0
3,98
418
Nugrahaeni dan Purnomo: ketahanan galur kacang tanah terhadap Ralstonia solanacearum
Tabel 4. Korelasi antarkarakter agronomi pada UDHL galur kacang tanah tahan penyakit layu bakteri. Muktiharjo, MK 2 2012.
Hasil polong (g/12m2)
Tan tumbuh
Tan dipanen
Tinggi tan
Jumlah polong isi
Jmlh pol hampa
Intensitas layu (%)
0,387**
0,952**
0,660**
-0,222*
-0,260*
-0,939**
Tayu, Pati Sidik ragam untuk karakter agronomi galur-galur kacang tanah yang dievaluasi di Tayu-Pati ditampilkan pada Tabel 5. Genotipe berpengaruh nyata terhadap semua karakter yang diamati, kecuali jumlah cabang dan jumlah polong hampa. Rata-rata dan kisaran jumlah polong isi, ukuran biji, dan hasil polong cukup tinggi, menunjukkan profil yang sama dengan keragaan di KP Muktiharjo (Tabel 3). Intensitas penyakit layu di Tayu lebih tinggi dibandingkan dengan di KP Muktiharjo. Karakteristik patogen soil borne adalah adanya keragaman intensitas antarlokasi. Faktor lingkungan seperti suhu, curah hujan, keberadaan inang sepanjang musim, dan sejarah pemanfaatan lahan berpengaruh terhadap keberadaan patogen tular tanah, seperti bakteri layu pada kacang tanah. Isolat asal kacang tanah di Indonesia dan Cina sebagian besar tergolong ke dalam biovar 3 (Machmud dan Hayward 1992, Mehan et al. 1994), biovar 4 hanya ditemui di Manokwari, Papua (Machmud dan Hayward 1992). Pada kondisi cekaman penyakit berat, galur-galur yang dikembangkan untuk ketahanan terhadap penyakit layu bakteri menunjukkan tingkat ketahanan yang cukup tinggi. Terdapat 11 galur yang berada pada kategori ketahanan yang sama dengan varietas pembanding tahan, namun dengan intensitas layu yang lebih tinggi (Tabel 3). Varietas lokal Pati bereaksi agak tahan dengan intensitas layu 24,9% (Tabel 3). Pada klasifikasi ketahanan yang sama, galur-galur yang diuji mempunyai hasil polong kering lebih tinggi. Hal ini memberikan harapan untuk mendapatkan galur-galur tahan penyakit layu bakteri dengan hasil polong tinggi. Terdapat 11 galur yang mempunyai hasil lebih tinggi dibandingkan dengan batas seleksi (2,42 t/ha), sembilan galur diantaranya lebih tinggi dibanding varietas Gajah (Tabel 3). Tabel 5. Sidik ragam beberapa karakter agronomik galur-galur kacang tanah tahan penyakit layu bakteri. Tayu, Pati, MK 2 2012. Kuadrat Tengah peubah Sumber Keragaman Ulangan
2
16470**
5,408ns
1542,49**
3,870ns
1034,41**
Jmlh polong hampa 3,210ns
514,9ns
426769ns
Galur
29
2773*
88,921**
181,52**
1,935ns
157,63**
9,434ns
4802,9**
6699767**
Galat
58
16470
3,899
38,44
1,430
72,62
6,504
167,8
722161
1)
db
Tan tumbuh
Tan dipanen1)
titan
Jmlh cab
Jmlh polong isi
Intensitas layu
Polong kering/plot
trasnformasi ke √x+1
Tabel 6. Korelasi antarkarakter agronomi pada UDHL galur kacang tanah tahan penyakit layu bakteri. Tayu, MK 2 2012. Hasil polong (g/12m2)
Tan tumbuh
Tan dipanen
Tinggi tan
0,318 Ns
0,952**
0,835**
Jumlah polong isi -0,128ns
Jmlh pol hampa -0,360*
Intensitas layu (%) -0,926**
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2013
419
Berdasarkan keragaan galur-galur dalam pengujian ini terpilih enam galur di Tayu dan sembilan galur di Muktiharjo, dengan hasil polong kering berkisar antara 2,37–2,66 t/ha di Muktiharjo dan 3,35–3,98 t/ha di Tayu (Tabel 7). Hasil polong kering varietas pembanding Gajah di Tayu adalah 2,88 t/ha, dan 2,36 t/ha di Muktiharjo. Galur-galur tersebut berpotensi untuk diuji pada lingkungan endemik layu yang lebih luas untuk mengidentifikasi galur-galur yang mempunyai ketahanan stabil terhadap penyakit layu bakteri Ralstonia dan berpotensi hasil tinggi. Tabel 7. Galur-galur terpilih di Muktiharjo dan Tayu untuk bahan uji adaptasi galur-galur kacang tanah tahan layu bakteri. Lokasi Mukti Mukti Mukti Mukti Mukti Tayu Tayu Tayu Tayu Tayu Tayu Tayu Tayu Tayu Tayu
Genotipe IcLP ChiLP LPTr ChiIc Gajah LPTr LPTr LPTr LPTr Chi ChiIc ChiIc ChiIc ChiIc Gajah
24 14 12 8 31 21 12 6 10 27 1 25 8 3 31
Tinggi tan (cm)
Jumlah polong isi
Intensitas penyakit layu (%)
58,7 55,7 54,7 49,8 54,3 37,8 46,7 44,7 42,7 39,4 48,4 46,4 37,4 47,5 45,7
19,1 22,5 18,1 21,5 10,5 27,1 33,4 37,3 30,9 34,7 31,7 27,7 26,3 30,1 25,9
9,8 10,3 7,7 11,5 8,9 7,3 2,2 7,1 6,6 5,5 13,1 7,4 7,9 11,2 1,3
Hasil polong kering (t/ha) 2,60 2,59 2,55 2,50 2,36 3,98 3,78 3,75 3,66 3,66 3,44 3,37 3,35 3,06 2,88
KESIMPULAN 1. Intensitas penyakit layu bakteri pada pengujian kacang tanah berkisar antara 1,3%– 100% sehingga sahih untuk pemilihan galur tahan penyakit layu bakteri. 2. Terdapat interaksi genotipe x intensitas penyakit layu bakteri untuk hasil dan enam galur terpilih dari pengujian di Tayu dan sembilan galur di Muktiharjo. 3. Lokasi Tayu lebih produktif dibanding Muktiharjo. Hasil polong kering di Tayu berkisar antara 3,35–3,98 t/ha, dan antara 2,50–2,66 t/ha di Muktiharjo. Hasil polong kering varietas pembanding Gajah di Tayu 2,88 t/ha dan di Muktiharjo adalah 2,36 t/ha.
UCAPAN TERIMA KASIH Penulis menyampaikan penghargaan dan terima kasih kepada Pak Paidi, Ir. Harry Prasetyono, pak Nawi atas bantuannya dalam pelaksanaan penelitian ini, dan kepada Ir. Susilowati, MS atas ijinnya untuk melaksanakan penelitian di KP Muktiharjo.
420
Nugrahaeni dan Purnomo: ketahanan galur kacang tanah terhadap Ralstonia solanacearum
DAFTAR PUSTAKA Baihaki, A. dan A. Wicaksono. 2005. Interaksi genotipe x lingkungan, adaptabilitas, dan stabilitas hasil, dalam pengembangan varietas tanaman unggul di Indonesia. Zuriat 16(1): 1–8. BPS. 2012. Statistik Pertanian 2012. Kementerian Pertanian. Buddenhagen, I.W. and A. Kelman. 1964. Biological and Physiological Aspects of Bacterial Wilt caused by Pseudomonas solanacearum. Annu. Review of Phytopathol. 2, 203–230. Cianzio, RS. 2007. Soybean Breeding Achievements and challenges. p 245–273 In Kang MS and PM Priyadarshan (eds). Breeding Major Food Staples. Bckwell Pub., Iowa, USA. Coolbear P. 1994. Reproductive biology and development. p138–172 in J Smart (ed). The Groundnut Crop : A Scientific Basis for Improvement. Chapman & Hill, UK. Hayward, A.C. 1990. Diagnosis, Distribution, and Status of Groundnut Bacterial Wilt. pp.12–17 In K.J. Middleton and A.C. Hayward (eds.). Bacterial Wilt of Groundnut. Proceedings of ACIAR/ICRISAT Collaborative Research Planning Meeting, 18–19 March 1990, Genting Highlands, Malaysia. ACIAR Proceedings No. 31. Kasno, A, Trustinah, J. Purnomo dan B. Swasono. 2007. Interaksi genotipe dengan lingkungan dan implikasinya dalam pemilihan galur harapan kacang tanah. J. Pertanian Tanaman Pangan 26(3): 167–173. Liao Bo-Shou, Lei Y, Li Dong, Wang S, Huang J, Ren X, Jiang H, Yan L. 2010. Novel germplasm with high oil cotent and resistance to Aspergillus flavus and bacterial wilt developed from peanut recombinant lines. Acta Agronomica Sinica 36(8):1296–1301. Machmud, M. 1986. Bacterial Wilt in Indonesia. pp.30–34. In G.J. Persley (ed.). Bacterial Wilt in Disease in Asia and the South Pacific. Proceedings of an Internat. Workshop held at PCARRD, Los Banos, Philippines, 8–10 October 1985. ACIAR Proceedings No. 13. Machmud, M. and A.C. Hayward. 1992. Genetic and Cultural Control of Peanut Bacterial Wilt. pp.19–25. In G.C. Wright and K.J. Middleton (eds.). Peanut Improvement: A Case Study in Indonesia. Proceedings of an ACIAR/AARD/QDPI Collaborative Review Meeting held at Malang, East Java, 19–23 August 1991. ACIAR Proceedings No. 40. Machmud, M. and S.A. Rais. 1994. Status of Groundnut Bacterial Wilt Research in Indonesia. pp.115–119. In V.K. Mehan and D. McDonald (eds.). Groundnut Bacterial Wilt in Asia. ICRISAT, India. Mehan, V.K., B.S. Liao, Y.J. Tan, A. Robinson-Smith, D. McDonald, and A.C. Hayward. 1994. Bacterial Wilt of Groundnut. Information Bulletin No. 35. ICRISAT, Patancheru, Andhra Pradesh 502 324, India. 23p. Nugrahaeni N. 2011. Pemuliaan kacang tanah untuk ketahanan terhadap layu bakteri Ralstonia di Indonesia. Buletin Palawija 21: 1–7 Nugrahaeni, N., J. Purnomo, A. Kasno. 1998. Evaluasi Ketahanan Galur-galur Kacang Tanah terhadap Penyakit Layu Bakteri. Laporan Penelitian CLAN/RILET. Balitkabi.12 hlm. Nugrahaeni, N., J. Purnomo, A. Munip, H. Prasetiono, dan A. Kasno. 1999. Pembentukan Varietas Unggul Kacang Tanah Toleran Penyakit Daun. Laporan Teknis Balitkabi Tahun 1998/1999. 21 hlm. Nugrahaeni, N., J. Purnomo, H. Prasetiono, A. Munip, dan A. Kasno. 2000. Uji Multilokasi Galur-galur Harapan Kacang Tanah Toleran Penyakit Daun. Laporan Penelitian PAATP. 23 hlm. Nugrahaeni, N., M. Rahaju, dan J. Purnomo. 2002. Penyakit layu bakteri Ralstonia solanacearum pada kacang tanah (Arachis hypogaea L.) dan strategi pengendaliannya. Hal. 154–159 dalam R. Mudjisihono, M. Faturachim, Masyhudi, N.K. Wardhani, A. Musofi, A.M. Sudihardjo, G. Supangkat, dan W. Sudana (Penyunting). Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi dalam Mendukung Agribisnis. Yogyakarta 2 November 2002. BPTP Yogyakarta-Fak. Pertanian UMY.
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2013
421