PEMULIABIAKAN PADA TERNAK BABI Oleh : Setyo Utomo Bahan kuliah ke 13 kampus e –learning kampus 1 sore dan kampus 2 1. Seleksi Indeks pada ternak babi Populasi babi di Indonesia pada tahun 1969 adalah 2,9 juta ekor, tetapi pada tahun 1989 telah mencapai 7,1 juta ekor atau meningkat 2 kali lipat lebih dalam kurun waktu 20 tahun. Produksi daging babi dalam kurun waktu itu juga menunjukan kenaikan yang pesat, dan trend kenaikan produksi daging babi menduduki posisi ke dua setelah produksi daging ayam. Pemuliaan babi di beberapa negara berkembang telah maju dengan pesatnya. Produksi babi berupa daging dan anakan. Karena adanya tuntutan terhadap kualitas tertentu terhadap daging babi maka produksi daging babi harus dinilai berdasarkan kualitasnya, dengan indikator utamanya adalah tebal lemak punggungnya. Metoda seleksi pada babi yang paling umum digunakan adalah seleksi indeks. Ada dua hal yang biasa dipertimbangkan dalam menyusun skor seleksi indeks, yaitu nilai pewarisan dan nilai ekonomi dari sifat tadi. Berikut ini disampaikan contoh indeks yang pernah digunakan di Iowa : I = 270 + (100X Adg) – (150XF)-(35XFE) Keterangan : I
: Indeks
Adg
: pertambahan berat badan harian
F FE
: tebal lemak punggung dalam inc : efisiensi pakan per lbs pertambahan berat.
Cara pengisian indeks di contohkan pada contoh soal berikut : Contoh : Diketahui data sbb : No. Babi
adg
F
(lb/hari) A B
FE
(inch)
1,9
lb/lb
1,4 1,7
I
3,3 1,2
.... 2,5
....
Akan dihitung indeks dari babi A dan B Penyelesaian : IA
= 270 +(100X1,9) – (150X1,4)-(35X3,3) = 134,5
IB
= 270 +(100X1,7) – (150X1,2)- ( 35X2,5) = 172,5
No. Babi
adg
F
(lb/hari) A
(inch)
1,9
B
FE lb/lb
1,4 1,7
I
3,3 1,2
134,5 2,5
172,5
Melihat hasil di atas, babi A menunjukan pertumbuhan yang lebih baik dari pada babi B. Namun karena kualitas lemak punggung dan efisiensi penggunaan pakannya lebih baik, indeks babi B dinilai lebih baik dari pada babi A. Secara ekonomis, babi B akan lebih menguntungkan. Penyusunan indeks tidak harus seperti yang tertulis di atas, lebih-lebih untuk Indonesia. Dengan penilaian ekonomis dan satuan metrik yang berbeda, susunan skor tentunya berbeda. Dengan telah digunakannya komputer maka penyusunan skor dalam seleksi babi menjadi lebih rumit, tetapi akan menghasilkan peramalan yang yang lebih tepat. Berikut disampaikan cara penyusunan skor untuk seleksi indeks babi yang disarankan oleh USDA di Amerika Serikat. Beberapa kriteria yang disarankan untuk digunakan dalam seleksi babi antara lain adalah sbb: a. Peringkat babi atas dasar anak yang terlahir hidup. b. Berat anak yang disesuaikan pada umur 21 hari c. Umur yang disesuaikan untuk mencapai berat 230 pound d. Peringkat lemak punggung pada berat 230 pound. Berikut disampaikan cara-cara memasukan data yang diperlukan dalam melakukan seleksi. a. Penimbangan Anak Babi pada Umur 21 Hari Penimbangan untuk mencari jumlah berat hidup anak-anak yang diasuh biasanya dilakukan pada umur 21 hari.
Karena dalam penimbangan ini ada beberapa faktor luar yang
mempengaruhinya, maka dibutuhkan faktor koreksi untuk menghilangkan atau mengurangi pengaruh dari faktor-faktor tadi. Faktor luar yang nampak adalah adanya perbedaan umur anak babi pada saat ditimbang dan jumlah anak yang sedang diasuh oleh seekor induk. Faktor koreksi untuk penyesuaian umur penimbangan berat hidup pada umur 21 hari menurut USDA adalah sbb. : Umur
B
Umur
B
Umur
b
14
1,29
19
1,07
24
0,91
15
1,24
20
1,03
25
0,88
16
1,19
21
1,00
26
0,86
17
1,15
22
0,97
27
0,84
18
1,11
23
0,94
28
0,82
Pada penimbangan tersebut, masih harus diperhatikan jumlah anak sepelahirannya sbb : a. Tambahkan 9 untuk setiap anak, bila jumlah anak sepelahiran < atau sama dengan 10 pada babi dara beranak pertama kali b. Tambahkan 10 untuk setiap anak, bila jumlah anak sepelahiran < atau sama dengan 10 pada babi induk c. Apabila jumlah anak melebihi 10, tidak perlu ada penambahan. Faktor Koreksi tsb dibuat atas dasar babi Amerika, Indonesia belum mempunyai pedoman faktor koreksi tersebut. Pencantuman faktor koreksi tsb dan berikut ini dimaksud untuk menjelaskan faktor-faktor apa saja yang perlu diperhatikan dalam melakukan seleksi pada babi. Pengukuran berat pada umur 21 hari sudah banyak dilakukan di Indonesia. b. Umur pada Saat Babi Mencapai Berat 230 pound Standardisasi berat babi yang digunakan di Amerika Serikat adalah berat 230 pound atau 104,19 kg. Standardisasi berat ini juga digunakan di beberapa negara lain, misalnya di Australia dan beberapa negara di Eropa. Karena Indonesia tidak menggunakan satuan pound, maka standardisasi dapat dilakukan misalnya pada berat 100 kg atau pada berat tertentu yang umum digunakan pada pemasaran setempat. Untuk mengetahui kecepatan pertumbuhannya, diperlukan data pada umur berapakah babi dapat mencapai berat tsb. Karena adanya beberapa faktor luar yang dapat mempengaruhi data tersebut, juga dibuatkan suatu faktor koreksi, sbb.:
Umur-38 Umur (230) = Umur + (230-BB) ( -------------- ) BB Keterangan : Umur (230) = umur dalam pencapaian berat 230 pound Umur = umur sesungguhnya BB = berat badan tertimbang c. Pengukuran Tebal Lemak Punggung Selain data pada umur berapa babi dapat mencapai berat standar (230 pound), data tebal lemak punggungnya juga merupakan data yang berharga dalam melakukan seleksi pada babi. Karena ketebalan lemak punggung dipengaruhi oleh berat badan babi itu sendiri, maka harus ada faktor koreksinya, sbb : F Lemak Punggung (230) = F + (230 – BB) ( -----------------) BB – 25 Keterangan : Lemak punggung (230) = tebal lemak punggung pada saat babi mencapai berat standar 230 pound F = tebal lemak punggung terukur BB = berat badan tertimbang Pengukuran lemak punggung dilakukan pada rusuk ke -7, ditengah-tengah bagian loin, dan dibelakang rusuk terakhir. Penusukan dilakukan pada jarak 1,5 inci (=3,8 cm) dari garis punggung.
Hasil pengukuran dicari reratanya, kemudian disesuaikan dengan faktor
koreksinya. Dalam melakukan seleksi, untuk mencari induk yang mana yang dianggap baik, seringkali digunakan suatu indeks yang menggambarkan besar kecilnya produktivitas seekor induk. Bentuk indeks yang sering digunakan adalah sbb : _ _ Indeks Induk = 100 + 6,5 (L – L) + 1,0 (W-W) Keterangan : L = jumlah anak yang terlahir hidup L = rerata jumlah anak yang terlahir hidup W = berat anak yang disesuaikan pada berat umur 21 hari W = rerata dari berat anak umur 21 hari Indeks induk itu dapat digunakan untuk membandingkan performans induk babi satu dengan yang lain. Namun, dalam membandingkan performans antar babi-babi induk, akan lebih baik bila pembandingan dilakukan terhadap ramalan produktivitas babi di masa mendatang dengan mencari
Ramalan Produktivitas babi atau yang lebih dikenal sebagai Most Probable Sow Productivity (MPSP), sbb : MPSP
= 100 + b(indeks induk – 100).
Dalam meramal kemampuan genetik seekor induk babi untuk mewariskan produktivitasnya terhadap anak keturunannya, digunakan Nilai pemuliaan Produktivitas Induk atau Breeding Value Sow Productivity (BVSP), sbb : BVSP
= 100 + c (Indeks induk - 100).
Nilai b dan c merupakan konstanta yang besarnya disusun atas dasar nilai pewarisan dan nilai ekonomi dari 3 sifat, yaitu pertambahan berat badan, efisiensi pakan dan tebal lemak punggung. Contoh hasil perhitungan kedua konstanta adalah seperti yang telah dihitung oleh USDA sbb : Jumlah anak tercatat
b
c
1
0,25
0,20
2
0,40
0,32
3
0,50
0,40
4
0,58
0,46
5
0,63
0,50
6
0,67
0,53
Nilai “b” dan “c” ditentukan dengan memperhatikan besar kecilnya pertambahan berat badan harian, efisiensi pakan dan tebal lemak punggung, sedangkan Indeks Induk ditentukan dengan memperhatikan jumlah anak dan kecepatan pertumbuhan anaknya. Oleh karena itu, Indeks induk, merupakan suatu indeks yang menggambarkan performans dari seekor induk babi yang sangat baik untuk digunakan dalam evaluasi induk-induk babi. Angka pewarisan dari ketiga sifat tsb tidaklah sangat berbeda antara USA dan Indonesia, tetapi karena dasar perhitungan ekonomi dalam menyusun nilai-nilai “b” dan “c” adalah dolar maka revisi dari nilai kedua komponen itu untuk dapat diterapkan di indonesia adalah mutlak harus dilakukan. Ada suatu paramater lain yang biasa digunakan dalam evaluasi penilaian performans babi secara umum. Parameter itu adalah Indeks Performans, dengan rumus sbb>:
_ _ _ _ Indeks = 100 + 6,6 (L-L) + 0,4 (W-W) – 1,6 (D-D) – 65 (B-B). Keterangan : L = jumlah anak terlahir hidup
L W W D D B B
= = = = = = =
rerata jumlah anak terlahir hidup berat anak yang disesuaikan pada umur 21 hari rerata berat anak yang disesuaikan pada umur 21 hari umur yang disesuaikan dalam mencapai berat 230 pound rerata umur yang disesuaikan dalam mencapai berat 230 pound tebal lemak punggung pada pencapaian berat 230 pound rerata tebal lemak punggung pada pencapaian berat 230 pound
Indeks tersebut merupakan indeks umum, artinya telah memperhatikan seluruh faktor yang penting secara umum. Ada beberapa kasus yang membutuhkan penekanan lebih terhadap salah satu faktor. Bila hal itu terjadi maka skor pada sifat yang dianggap lebih penting dinaikan, sedangkan skor lainnya otomatis menjadi berkurang. Sebagai contoh, bila sifat induk akan lebih ditonjolkan, maka perhatian lebih ditekankan pada faktor L (jumlah anak terlahir hidup) dan W (berat anaknya pada umur 21 hari). Indeks dapat dirubah menjadi : _ _ _ _ Indeks = 100 + 7,6(L-L) + 0,5 (W-W) – 1,5 (D-D)-45(B-B) Perhatian dapat juga ditekankan pada pewarisan dari pejantannya, yang meliputi faktor-faktor D (umur pencapaian berat 230 pound) dan B (tebal lemak punggung). Indeks dengan penekanan perhatian yang berbeda ini dapat diubah menjadi : _ _ _ _ Indeks = 100 + 5,2 (L - L) + 0,3 (W – W) – 1,8 (D – D) – 80 (B – B) PEMULIABIAKAN BABI DI INDONESIA Seleksi terhadap babi di Indonesia jarang sekali dilakukan secara ilmiah. Seleksi yang biasa dilakukan oleh para peternak adalah dengan jalan pemilihan bentuk luar, berat badan dan kadangkadang atas dasar jumlah anak sepelahiran. Peningkatan produktivitas babi biasanya dengan jalan persilangan, dengan maksud untuk mendapatkan pengaruh heterosis terutama terhadap jumlah anak sepelahirannya. Bangsa babi yang sering digunakan dalam persilangan adalah bangsa landrace dan yorkshire terhadap babi Jawa. Di Bali kadang-kadang ada yang menggunakan babi Saddleback dan Berkshire.