Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVI Program Studi MMT-ITS, Surabaya 14 Juli 2012
PEMODELAN TRANSISI ENERGI MENUJU GREEN ECONOMY DI INDONESIA Kuntum Khoiro Ummatin, *), Sri Gunani Partiwi 2) dan Budisantoso Wirjodirdjo3) 1) Faculty of Industrial Engineering, ITS, Surabaya, 60111, Indonesia e-mail:
[email protected] 2) Faculty of Industrial Engineering, ITS, Surabaya, 60111, Indonesia. Email:
[email protected] 3) Faculty of Industrial Engineering, ITS, Surabaya, 60111, Indonesia. Email:
[email protected] ABSTRAK Energi terutama dalam bentuk listrik sangat dibutuhkan untuk menunjang kegiatan pembangunan dan meningkatkan taraf kesejahteraan hidup masyarakat di tiap negara. Dalam rangka mendukung kebijakan Pemerintah mengenai pengembangan energi, khususnya kebijakan Pemerintah di sektor ketenagalistrikan yaitu program 10.000 MW tahap ke-2, maka sangat diperlukan kebijakan pemanfaatan renewable energy untuk memenuhi kebutuhan energi nasional dan mengurangi konsumsi minyak bumi dari total konsumsi energi di Indonesia. Dengan jumlah penduduk sebanyak 238 juta jiwa, Indonesia merupakan salah satu negara penyumbang emisi CO2 terbesar yaitu sejumlah 2.1 giga ton dari CO2 pada 2005. Transisi energi menuju pemanfaatan energi yang mendukung green economy Indonesia diperlukan untuk menjamin pasokan energi yang ramah lingkungan dan berdampak positif pada tingkat kesejahteraan dan efisiensi sumber daya. Model dikembangkan melalui pendekatan sistem dinamik dan dilakukan simulasi antara 2005-2025. Besaran transisi bahan fosil menuju tenaga air dan panas bumi disimulasikan sesuai sasaran komposisi produksi listrik visi 25/25 (penggunaan 25% RE pada 2025) dengan proporsi BBM 0.8 %, Batubara 56.9 %, Gas 17.3 %, Tenaga air 7 %, dan panas bumi 18%. Hasil simulasi menunjukkan bahwa dengan besaran transisi renewable energi dalam pembangkitan listrik, terdapat biaya penghematan biaya BBM sebesar Rp. 23,59 T , dan reduksi emisi CO2 sebesar 10% atau 0.51 giga ton CO2. Kata kunci: Transisi energy, renewable energy, green economy, sistem dinamik, kebijakan energi
PENDAHULUAN Permasalahan energi di dunia merupakan salah satu masalah utama yang dihadapi oleh hampir seluruh negara karena menjadi salah satu faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi suatu negara (Cai, Huang, Lin, Nie, & Tan, 2009). Permasalahan energi menjadi semakin kompleks ketika kebutuhan yang meningkat akan energi dari seluruh negara di dunia untuk menopang pertumbuhan ekonominya justru membuat persediaan cadangan energi konvensional menjadi semakin sedikit (Musango & Brent, 2010). Di Indonesia, jumlah sumber daya energi relatif tersedia namun kedepannya diperlukan lebih banyak energi alternatif karena berkurangnya cadangan minyak sebagai energi utama serta kebutuhan untuk tetap memperhatikan lingkungan dalam pemakaian energi untuk mendukung kegiatan ekonomi. Sektor listrik bisa memainkan peran penting dalam mengurangi emisi CO2 karena sebesar 40% emisi CO2 berasal dari sektor listrik yang saat ini lebih banyak menggunakan ISBN : 978-602-97491-5-1 A-39-1
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVI Program Studi MMT-ITS, Surabaya 14 Juli 2012
bahan bakar fosil sehingga perlu dilakukan pengurangan sumber fosil dan menggantinya dengan renewable energy (Hasan, Mahlia, & Nur, 2012). Harga bahan bakar fosil yang lebih rendah daripada renewable energy karena penggunaannya yang lebih dominan, bukan karena bahan bakar fosil lebih unggul (Fiddaman, 1995). Kebijakan harga CO2, harga minyak dan batubara menjadi variabel yang sangat penting dalam pengurangan melalui substitusi bahan bakar (Aboumahboub, Schaber, Wagner, & Hamacher, 2012). Beberapa cara efektif untuk menyikapi isu tersebut antara lain adalah mengadopsi teknologi yang berkonsepkan lingkungan, meningkatkan efisiensi energi, serta mempromosikan renewable energy yang merupakan salah satu mekanisme yang dapat meningkatkan GDP akibat pertumbuhan industri renewable energi yang meningkatkan kesempatan kerja dan pertumbuhan ekonomi (Chien & Hu, 2010). Indonesia menggunakan konsep kebijakan energy mix untuk mencapai pembangunan energi dan ekonomi yang berkelanjutan. Kebijakan energi mix menekankan bahwa pemanfaatan energi perlu mengoptimumkan sumber energi yang ada. Indonesia tidak boleh tergantung pada sumber energi tak terbarukan berbasis fosil (minyak, batubara, dan gas), namun harus juga mengembangkan penggunaan energi terbarukan seperti air, panasbumi, dan tenaga surya (Nugroho & Kristijo, 2008). Walaupun pemerintah mendorong renewable energy namun kontribusi dari sumber energi seperti hydropower, geothermal, angin dan solar hanya 3 % dalam total energi final pada tahun 2009, nilai ini sangat rendah dibandingkan dengan negara lain (Hasan, et al., 2012). Pengembangan renewable energy di Indonesia tidak bisa didorong hanya dengan kesadaran. Melainkan harus menjadi sektor bisnis yang menguntungkan. Sayangnya sampai saat ini paket kebijakan yang diterbitkan pemerintah belum mampu mendorong swasta untuk terlibat secara aktif dalam proyek masa depan ini (Panigoro, 2009). Di sisi lain, pemanfaatan renewable energy belum dioptimalkan karena biaya produksi yang tinggi dan diperburuk oleh kebijakan subsidi pada energi fosil dimana LPG digunakan untuk memasak dan minyak bahan bakar di sektor transportasi (Ibrahim, Thaib, & Wahid, 2009). Instrumen kebijakan yang dapat diadopsi pemerintah Indonesia untuk mempromosikan penggunaan energi terbarukan antara lain mensponsori penelitian pada peningkatan pemanfaatan terbarukan dan langkahlangkah legislatif seperti penggantian bahan bakar tradisional oleh energi terbarukan. Subsidi juga dapat memberikan insentif ekonomi untuk perusahaan dan rumah tangga untuk menggunakan energi terbarukan (Chien & Hu, 2010). Pemerintah di beberapa negara lain telah memberi prioritas pemanfaatan energi terbarukan antara lain dengan memberikan insentif fiskal/perpajakan dan subsidi untuk memicu investasi, tax holiday, percepatan depresiasi, kewajiban menyisihkan sejumlah dana untuk mengembangkan pemanfaatan energi terbarukan pada pengembang dan pemanfaat energi fosil (renewable portfolio standard), serta mengganti sebagian biaya investasi dan lain sebagainya. Tabel 1. Kontribusi Energi Terbarukan pada Program 10.000 MW Tahap II Kapasitas Total Pembangkit i.Batubara ii. Energi Terbarukan (RE) PLT Panas Bumi PLT Air PLT Biomassa PLT Angin PLT Surya
12288 4000 8288 2815 5173 200 75 25
Sumber: (DESDM, 2010) ISBN : 978-602-97491-5-1 A-39-2
MW Persentase MW 32,55% MW 67,45% MW 22,91% MW 42,10% MW 1,63% MW 0,61% MW 0,20%
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVI Program Studi MMT-ITS, Surabaya 14 Juli 2012
Sejalan dengan kebijakan pemerintah untuk memanfaatkan energi baru dan terbarukan (EBT) sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Presiden No. 5 tahun 2006 mengenai Kebijakan Energi Nasional dalam bidang kelistrikan, PLN mempunyai kebijakan untuk memprioritaskan pengembangan panas bumi dan tenaga air. Kedua jenis energi baru ini dapat masuk ke sistem tenaga listrik kapan saja mereka siap, walaupun dengan tetap memperhatikan kebutuhan demand dan adanya rencana pembangkit yang lain. Dalam penelitian ini akan dimodelkan transisi menuju renewable energy untuk kebutuhan energi nasional. Analisa ekonomi dilakukan untuk mengevaluasi penghematan biaya BBM, dan reduksi emisi CO2. Kompleksitas interaksi antar entitas dalam sistem energi yang akan dimodelkan mendorong penggunaan pendekatan sistem dinamik. Jumlah variabel pembangun model yang cukup banyak dan tidak terbatas serta tidak adanya batasan dalam model membuat permasalahan sistem menjadi kompleks. Dalam penelitian ini penting untuk memahami perilaku sosial, ekonomi, lingkungan (CO2), peraturan dan faktor gaya hidup secara bersamaan (Guan, Gao, Su, Li, & Hokao, 2011). Selain itu, pola perubahan sistem mengikuti perubahan waktu sehingga tidak mungkin diselesaikan dengan analisis sistem secara konseptual maupun matematis. Kecocokan antara permasalahan dan kemampuan sistem dinamik dalam menyelesaikan masalah inilah yang melatarbelakangi penggunaan metode sistem dinamik. Pengembangan renewable energy perlu diteliti lebih lanjut sebagai usaha menuju kemandirian energi nasional, sehingga terdapat kebutuhan untuk merancang model sistem dinamik kebijakan pengembangan renewable energi Indonesia untuk melihat bagaimana dampak ekonomi dan lingkungan dari berbagai skenario alternatif kebijakan energi yang bertujuan mengurangi energi fosil dan CO2 serta memastikan kelancaran transisi bahan bakar fosil menuju bahan RE. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui variabel-variabel yang berpengaruh pada transisi energi menuju green economy di Indonesia, mengetahui hubungan sebab akibat dari variabel yang berpengaruh terhadap sistem, serta menghasilkan model yang dapat digunakan oleh pembuat kebijakan pengembangan renewable energy Indonesia terkait dengan strategi dalam meningkatkan perekonomian menuju green economy dan menyongsong ketersediaan energi. METODE Penelitian ini dilakukan dengan pemodelan sistem dinamik dimana digunakan software VENSIM untuk menyimulasikan dampak pertumbuhan ekonomi, penghematan biaya BBM serta dampak jumlah CO2 dalam transisi menuju renewable energy. Metode pengumpulan data dilakukan melalui pengumpulan data sekunder dari energy outlook statistic Indonesia, data dari Departemen ESDM, data produksi dan konsumsi listrik dan ekonomi dari PLN, Bapenas, maupun BPS, data jumlah CO2 dari world bank, serta informasi-informasi lain yang dibutuhkan untuk membangun konseptualisasi dari sistem yang diamati kemudian diidentifikasi untuk mendapatkan variabel-variabel model dan pola interaksi antar variabel pada sistem nyata. Data yang sudah teridentifikasi dalam variabel–variabel tersebut kemudian disusun berdasarkan pola interaksinya ke dalam diagram sebab akibat (causal loop diagram), seperti pada gambar berikut.
ISBN : 978-602-97491-5-1 A-39-3
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVI Program Studi MMT-ITS, Surabaya 14 Juli 2012
- produksi bahan bakar RE cadangan fosil
import listrik -
+
konsumsi bahan bakar fosil +
Emisi CO2+
B1 tingkat kesejahteraan + - + pendidikan kesehatan + populasi
transisi
harga energi fosil demand energi fosil + + -
+ + biaya energi
+ B2
-
harga energi RE
PDB R1
+ total investasi efisiensi
efisiensi energi + Gambar 1. Diagaram sebab akibat sistem transisi energi
Model sektor listrik yang dikembangkan dalam studi ini dapat digambarkan sebagai sebuah keseimbangan hubungan antara permintaan dan pasokan listrik. Konsumsi listrik dari pembangkit berbahan bakar fosil menjadi penyebab utama emisi CO2 dalam sektor energi. Hal ini berkorelasi dengan PDB, harga energi dan efisiensi energi serta populasi dan pendidikan. PDB dan populasi berhubungan positif dengan permintaan energi (balancing loop). PDB merupakan penggerak utama berbagai sektor karena mempunyai hubungan kausalitas dua arah, antara PDB dan permintaan listrik (Balnac, et al., 2009). Secara khusus, pendidikan ditargetkan cenderung mengurangi penggunaan energi dengan mempengaruhi perubahan perilaku. Harga energi dan efisiensi energi umumnya cenderung menurunkan permintaan energi (balancing loop). Dengan efisiensi, menghindari biaya yang tinggi memiliki efek positif terhadap PDB, melalui peningkatan konsumsi dan investasi, yang pada gilirannya meningkatkan permintaan energi dan total investasi (reinforcing loop). Pada sisi supply, RE dan produksi impor listrik (saat harga minyak tinggi) mengurangi konsumsi bahan bakar fosil untuk pembangkit listrik domestik Sumber pembangkitan listrik yang dipertimbangkan dalam model adalah minyak, gas , batubara, dan sumber energi terbarukan, terutama tenaga air dan panas bumi. Faktor yang mempengaruhi permintaan adalah penduduk, PDB, teknologi, dan harga energi. Konsumsi energi diasumsikan sama dengan demand energi. Variabel yang dimasukan dalam causal loop diagram tersebut masih berupa variabel umum yang utuh yang kemudian akan dirinci sesuai dengan kebutuhan pada stock and flow diagram kemudian dimasukkan formulasi dalam model sesuai dengan informasi hubungan antar variabel dan pola interaksi yang sudah diketahui sebelumnya, yang dilanjutkan dengan verifikasi dan validasi. Validasi model dilakukan melakukan uji struktur model, uji parameter model, uji kondisi ekstrim, dan uji perilaku model untuk memastikan model sesuai dengan sistem nyata. Secara kuantitatif, model divalidasi dengan metode black box (Barlas, 1996) dan Kalman Filter (Kalman, 1960). Metode black box dilakukan dengan membandingkan rata-rata nilai pada data aktual dengan rata-rata nilai pada data hasil simulasi untuk menemukan rata-rata error yang terjadi, dimana jika Error < 0,1 maka model valid. Pada penelitian ini validasi
ISBN : 978-602-97491-5-1 A-39-4
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVI Program Studi MMT-ITS, Surabaya 14 Juli 2012
dilakuakn pada setiap variabel seperti permintaan listrik, produksi minyak, batubara, gas, data PDB, penduduk dan variabel lainnya.
Potensi dan supply minyak untuk listrik 6 B barel 80 M barel 400 M barel/year 3 B barel 40 M barel 200 M barel/year 0 barel 0 barel 0 barel/year 2005
2008
2011
2014 2017 Time (year)
2020
cadangan minyak terbukti : model benar supply minyak utk listrik : model benar produksi tahunan minyak : model benar
2023 barel barel barel/year
Gambar 2. Simulasi potensi dan supply minyak di Indonesia
Cadangan minyak bumi akan semakin menipis untuk memenuhi kebutuhan supply listrik. Potensi batubara dan cadangan gas terbukti juga menunjukkan hal yang sama sehingga pengembangan renewable energy untuk memenuhi permintaan listrik yang semakin meningkat merupakan suatu keharusan. Penghematan melalui efisiensi energi juga merupakan keharusan untuk menjaga ketersediaan energi dan menekan karbon rendah. Dari model yang sudah dapat merepresentasikan kondisi nyata tersebut kemudian dapat digunakan untuk merancang skenario–skenario kebijakan yang efektif sesuai dengan tujuan pembuatan model. Adapun skenario yang digunakan adalah pra kebijakan transisi energi serta skenario ketika bahan bakar fosil dialihkan secara gradual pada pengembangan renewable energy. Skenario 1 merupakan sasaran produksi listrik dalam RUPTL 2020 sedangkan skenario 2 merupakan visi pemerintah untuk memproduksi 25% bahan RE pada tahun 2025. Tabel 2. Skenario Kebijakan komposisi Produksi Listrik Skenario Model Awal (tahun 2008) Skenario 1 (RUPTL 2020) Skenario 2 (transisi RE)
BBM 36 0,8 0,8
Batubara 35 64,2 56,9
Gas 17 16,8 17,3
Tenaga Air 9 5,8 7
Panas Bumi 3 12,4 18
Untuk mengembangkan kapasitas RE agar sesuai dengan visi 25/25 tersebut, kebijakan yang dilakukan antara lain adalah menambah kapasitas RE dengan investasi pembangkitan serta pengembangan teknologi untuk efisiensi energi. Dari data DESDM investasi yang dibutuhkan untuk pengembangan pembangkitan 1MW panas bumi adalah ISBN : 978-602-97491-5-1 A-39-5
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVI Program Studi MMT-ITS, Surabaya 14 Juli 2012
sebesar US$ 3 juta, sedangkan untuk pengembangan investasi tenaga air adalah sebesar US$ 1.000 per KW. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil running model diperoleh data keuntungan lingkungan berupa jumlah emisi CO2 serta keuntungan ekonomi yang didapat dari penghematan biaya bahan bakar seperti tersaji pada tabel berikut. Dapat diketahui bahwa emisi CO2 pra kebijakan untuk setiap tahun lebih besar daripada emisi CO2 pasca kebijakan. Hal ini dikarenakan potensi emisi karbon dari tiap bahan bakar pembangkitan berbeda. Minyak bumi memiliki potensi emisi karbon hingga 800 g CO2 untuk setiap KWH listrik yang dihasilkan. Potensi emisi karbon dari bahan gas sebesar 650 g CO2 untuk setiap KWH listrik yang dihasilkan. Potensi emisi karbon dari bahan batubara adalah yang tertinggi yaitu hingga 1100 g CO2 untuk setiap KWH listrik yang dihasilkan. Sedangkan energi dari bahan renewable seperti tenaga air dan panas bumi tidak menghasilkan emisi karbon, sehingga lebih bersih. Tabel 3. Hasil running emisi dan biaya produksi Tahun 2010 2015 2020 2025
Emisi CO2(giga ton) Keuntungan Skenario 1 Skenario 2 lingkungan 2,02 1,87 0,15 2,49 2,26 0,22 3,47 3,14 0,33 5,27 4,75 0,51
Biaya Produksi Listrik (Triliun Rp) Keuntungan Skenario 1 Skenario 2 ekonomi 2,6 2,59 6,87 2,35 2,25 10,27 2,92 2,77 15,22 4,180 3,94 23,597
Keuntungan yang didapat dari penghematan biaya bahan bakar disebabkan biaya untuk pembangkit BBM yang sangat tinggi. Berdasarkan data PLN, Rata-rata biaya pokok produksi listrik jika memakai gas adalah Rp 318 per kWh, jika memakai BBM Rp1.383 per kWh, dan jika memakai batu bara Rp 362 per kWh. Untuk pembangkitan dari panas bumi, biaya per KWH nya sebesar RP. 364 per KWH dan untuk pembangkitan dari panas bumi sebesar Rp. 300 per KWH. Dengan asumsi pajak karbon sebesar 44,1 US$/ton akan ditambahkan sebagai biaya produksi listrik. Biaya investasi yang diperlukan untuk pencapaian target 25/25 adalah sebesar Rp. 25 T untuk penambahan kapasitas pembangkit RE. KESIMPULAN DAN SARAN Dari hasil analisis dalam penelitian ini dapat diambil kesimpulan bahwa: 1. Dengan adanya transisi energi sesuai dengan visi 25% RE pada tahun 2025 keuntungan lingkungan yang didapat adalah pengurangan sebanyak 0,51 giga ton atau sebesar 10% dari kondisi saat ini. Sedangkan keuntungan lingkungan yang di dapat adalah penghematan Rp. 23,59 T. 2. Biaya investasi untuk pengembangan kapasitas panas bumi dan tenaga air adalah sebesar Rp. 25 T memang sangat tinggi namun selanjutnya akan ada keuntungan lingkungan berupa emisi CO2. 3. Selain mengembangkan RE untuk transisi energi, meningkatkan efisiensi energi juga merupakan hal penting untuk mengembangkan karbon rendah dan melakukan penghematan secara ekonomi.
ISBN : 978-602-97491-5-1 A-39-6
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVI Program Studi MMT-ITS, Surabaya 14 Juli 2012
DAFTAR PUSTAKA Ã, S. C. (2009). State renewable energy electricity policies : An empirical evaluation of effectiveness. Energy Policy, 37, 3071-3081. Abdalla, K. L. (2008). Energy policies for sustainable development in developing countries. Energy Policy, 29-36. Aboumahboub, T., Schaber, K., Wagner, U., & Hamacher, T. (2012). On the CO 2 emissions of the global electricity supply sector and the influence of renewable power-modeling and optimization. Energy Policy, 42, 297-314. Alnatheer, O. (2005). The potensial contribution of renewable technology to electricity supply in Saudi Arabia. [Journal]. Energy Policy, 33, 2298-2312. DESDM. (2010). Statistik Energi. Statistics. Antila, E., & Aslani, A. (2012). Reviewing the Situation of Renewable Energy Alternatives in the Investment Indexes Identified By Private Sector ( Case Study :. Geothermal Energy, 1. Balnac, K., Bokhoree, C., Deenapanray, P., & Bassi, A. M. (2009). A System Dynamics Model of the Mauritian Power Sector. Sustainable Development, 21. Borshchev, A., & Filippov, A. (2004). From System Dynamics to Agent Based Modeling:. Simulation. Center for Data and Information on Energy and Mineral Resources. (2011). Ministry of Energy and Mineral Resources. Chien, T., & Hu, J.-l. (2010). Renewable energy : An efficient mechanism to improve GDP. Energy Policy, 36, 3045- 3052. Del, P. (2007). Encouraging the implementation of small renewable electricity CDM projects : An economic analysis of different options. Renewable and Sustainable Energy Reviews, 11, 1361-1387. DESDM. (2010). Indonesia Energy Outlook 2010. Feng, H. Y. (2012). Key Factorcs Influencing Users Intention of Adopting Renewable Energy Technologies Academic Research International, 2, 156-168. Hasan, M. H., Mahlia, T. M. I., & Nur, H. (2012). A review on energy scenario and sustainable energy in Indonesia. Renewable and Sustainable Energy Reviews, 16, 2316-2328. Ibrahim, H. D., Thaib, N. M., & Wahid, L. M. A. (2009). Indonesian Energy Scenario to 2050 : Projection of Consumption , Supply Options and Primary Energy Mix Scenarios. Energy. IEA. (2005). Statistik Energi. Statistics.
ISBN : 978-602-97491-5-1 A-39-7
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVI Program Studi MMT-ITS, Surabaya 14 Juli 2012
IEA. (2011). Selected 2009 Indicators for Indonesia. Retrieved May 16, 2012, from International Energy Agency: http://www.iea.org/stats/indicators.asp?COUNTRY_CODE=ID Jupesta, J., Boer, R., Parayil, G., & Harayama, Y. (2011). Environmental Innovation and Societal Transitions Managing the transition to sustainability in an emerging economy : Evaluating green growth policies in Indonesia. Environmental Innovation and Societal Transitions, 1, 187-191. Kiani, B., & Ali Pourfakhraei, M. (2010). A system dynamic model for production and consumption policy in Iran oil and gas sector. Energy Policy, 38, 7764-7774. Lidula, N. W. A., Ã, N. M., Ongsakul, W., Widjaya, C., & Henson, R. (2007). ASEAN towards clean and sustainable energy : Potentials , utilization and barriers. Renewable Energy, 32, 1441-1452. Nugroho, H., & Kristijo, H. (2008). Menuju Pemanfaatan Energi yang Optimum di Indonesia: Pengembangan Model Ekonomi-Energi dan Identifikasi Kebutuhan Infrastruktur Energi. Panigoro, H. (2009). RE & Sustainable Development in Indonesia: Past Experience – Future Challenges. Perusahaan Listrik Negara (PLN). (2011). Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik PT PTN (Persero) 2011-2020. Schleicher, S. P., & Köppl, A. (2012). Scanning for Global Greenhouse Gas Emission Reduction Targets and their Distributions. Trappey, A. J. C., Trappey, C. V., Lin, G. Y. P., & Chang, Y.-s. (2012). The analysis of renewable energy policies for the Taiwan Penghu island administrative region. Renewable and Sustainable Energy Reviews, 16, 958-965. World Bank. (2012). Excel File. < http://www.api.worldbank.org/datafiles/IDN_Country_Metadata_en_EXCEL.xls > Yean, P., & Li, Z. (2010). An econometric study on long-term energy outlook and the implications of renewable energy utilization in Malaysia. Economic Indicators, 36, 890-899.
ISBN : 978-602-97491-5-1 A-39-8