PEMODELAN STATISTICAL DOWNSCALING DENGAN REGRESI KUANTIL SPLINE UNTUK PREDIKSI CURAH HUJAN EKSTRIM DI KABUPATEN INDRAMAYU
NOOR ELL GOLDAMEIR
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Pemodelan Statistical Downscaling dengan Regresi Kuantil Spline untuk Prediksi Curah Hujan Ekstrim di Kabupaten Indramayu” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Desember 2015
Noor Ell Goldameir G152120101
* pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerjasama dengan pihak luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerjasama yang terkait
RINGKASAN NOOR ELL GOLDAMEIR. Pemodelan Statistical Downscaling dengan Regresi Kuantil Spline untuk Prediksi Curah Hujan Ekstrim di Kabupaten Indramayu. Dibimbing oleh ANIK DJURAIDAH dan AJI HAMIM WIGENA. Curah hujan sangat berpengaruh terhadap aktivitas kehidupan manusia. Keragamannya cukup besar dan mencirikan iklim di Indonesia. Perubahan iklim global dapat meningkatkan kejadian-kejadian curah hujan ekstrim. Sebuah analisis dibutuhkan untuk memperoleh informasi prediksi curah hujan yang sangat berguna untuk mengurangi akibat dari kemungkinan kejadian-kejadian curah hujan ekstrim. Statistical downscaling (SD) menggunakan model statistika dapat digunakan untuk analisis antara data berskala lokal sebagai peubah respon (data curah hujan) dengan data berskala global sebagai peubah prediktor (data presipitasi luaran Global circulation model (GCM)). Ide dasar dari SD adalah menentukan parameter hubungan antara peubah iklim skala global dengan peubah iklim skala lokal. Selanjutnya, model SD ini digunakan untuk prediksi iklim skala lokal. Regresi kuantil merupakan perluasan dari regresi median pada berbagai nilai kuantil. Metode ini digunakan untuk mengukur efek peubah prediktor tidak hanya dipusat sebaran data tetapi juga pada bagian atas atau bawah ekor sebaran. Analisis ini sangat berguna dalam penerapannya, khususnya nilai ekstrim yang merupakan masalah penting. Bentuk hubungan fungsional pada regresi kuntil dapat berupa parametrik, nonparametrik, ataupun keduanya. Hubungan fungsional nonparametrik dapat dimodelkan dengan spline. Tujuan penelitian ini adalah memodelkan SD dengan regresi kuantil spline dan memprediksi curah hujan ekstrim di kabupaten Indramayu. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data curah hujan dari tahun 1979-2008 dan data presipitasi GCM dengan pergeseran waktu (GCM-lag) Climate Model Intercomparison Project (CMIP5) dari tahun 1979-2008. Data curah hujan dari stasiun klimatologi di kabupaten Indramayu digunakan sebagai peubah respon dan data presipitasi GCM-lag digunakan sebagai peubah prediktor. Pada GCM dilagkan agar menghasilkan korelasi yang kuat sehingga menghasilkan pendugaan curah hujan yang lebih baik. Dalam data dibagi menjadi dua bagian, yaitu data pada tahun 1979-2007 untuk pemodelan dan data pada tahun 2008 untuk prediksi. Penambahan peubah boneka dapat mengatasi masalah keheterogenan sisaan. Peubah boneka ditentukan dengan metode regresi kuadrat terkecil parsial (RKTP) yang menunjukkan bahwa berdasarkan plot antara nilai skor prediktor dan skor respon yang dihasilkan dari komponen utama terdapat 5 kelompok data curah hujan (Sahriman 2014). Karakteristik data GCM-lag yang berdimensi besar dan multikolinieritas diatasi dengan analisis komponen utama (AKU). Hasil AKU menunjukkan bahwa terdapat empat komponen utama (KU) yang memiliki proporsi kumulatif keragaman sebesar 95% dari peubah asal. Empat komponen utama terpilih tersebut selanjutnya diplotkan dengan curah hujan untuk melihat pola hubungan fungsional pada masing-masing KU. Berdasarkan penelitian Rizki (2014) menunjukkan bahwa kombinasi titik simpul spline dengan derajat kubik terbaik
adalah 14, 8, 7, 5. Selanjutnya pendugaan parameter model dilakukan menggunakan regresi kuantil. Pemilihan model terbaik dilakukan dengan kriteria nilai pseudo dan root mean square error ( ). Hasil penelitian menunjukkan bahwa model SD dengan peubah boneka memberikan peningkatan yang nyata pada nilai pseudo dan penurunan yang nyata pada nilai serta pada prediksi model juga memberikan peningkatan yang nyata pada nilai korelasi dan penurunan yang nyata pada nilai root mean square error of prediction ( ). Hal ini menunjukkan bahwa dengan adanya penambahan peubah boneka membuat model semakin baik dalam melakukan prediksi. Plot pada model SD dengan peubah boneka menunjukkan pola yang lebih mirip dengan data aktual. Model SD ini dapat digunakan untuk prediksi curah hujan ekstrim baik dengan model regresi kuantil polinomial dengan peubah boneka (RKPB) maupun model regresi kuantil spline dengan peubah boneka (RKSB). Model yang paling baik untuk menggambarkan nilai ekstrim biasa pada kuantil ke 90 adalah model RKPB dengan pseudo dan serta prediksi model RKPB mempunyai nilai korelasi dengan dan Selanjutnya, model yang paling baik untuk menggambarkan nilai ekstrim yang lebih tinggi pada kuantil ke 95 adalah model RKSB dengan pseudo dan serta prediksi model RKSB mempunyai nilai korelasi dengan dan Prediksi curah hujan yang dilakukan satu tahun kedepan dengan menggunakan model SD memberikan hasil yang konsisten. Kata kunci : Global circulation model, regresi kuantil, spline, statistical downscaling
SUMMARY NOOR ELL GOLDAMEIR. Statistical Downscaling Modeling with Quantile Spline Regression to Predict Extreme Rainfall in Indramayu District. Supervised by ANIK DJURAIDAH and AJI HAMIM WIGENA. Rainfall took effect on the human activity. The variants was big and characterized the climate in Indonesia. Global climate change could increase the extreme rainfall events. An analisis was needed to get the rainfall prediction information that could be useful to decrease the effect of the extreme rainfall events. Statistical downscaling (SD) used statistics model could be used to analysis the relationship between local scale data as the respond variable (rainfall data) and global scale data as the predictor variable (output global circulation model data (GCM)). The basic idea of SD was to determine parameter of relationship between global scale climate variable with local scale climate variable. Furthermore, this SD model can be used for prediction of local scale climate. Quantile regression was the elaboration of the median regression in every quantile. This method was used to measure the effect of the predictor variable not only in the center of the distribution but also in the top and the tail of the distribution. The analysis was useful in the implementation, especially for the extreme value which was an important matter. The functional form of relationship in quantile regression can be a parametric, nonparametric or both. In the nonparametric functional relationship can be modeled with spline. The purpose of the research was to model the SD using the quantile spline regression and to predict the extreme rainfall in Indramayu district. Data that used in this study is the rainfall data from 1979-2008 and the GCM precipitation Climate Model Inter comparison Project (CMIP5) data with time lag (GCM-lag) from 1979-2008. Rainfall data from the climatology station in Indramayu Regency was used as the respond variable and the GCM-lag precipitation data was used as the predictor variable. The GCM-lag is generated for strong correlation so that it could generate better rainfall estimation. The data was divided into two parts, 1979-2007 data was used for modeling and 2008 data was used for prediction model. The addition of the dummy variable could solve the heterogeneity of the residual. The dummy variable was determined by the partial least square regression (PLSR) to show that based on the predictor and respond variable value plot generated by the principal component (PC) there were five groups of rainfall data (Sahriman 2014). The GCM-lag data have big dimension and multicollinearity were solved by principal component analysis (PCA). The result of PCA showed that there were four principal components (PCs) that was chosen and was plotted with the rainfall to show the functional pattern in every PC. Rizki (2014) showed that the combination of the cubic spline degree were 14, 8, 7, 5. Then, the estimation of SD the parameter model was conducted using quantile regression. The choice of the best model was done with the criteria of the pseudo and root mean square error ( ).
The result of the research showed that the SD model with the dummy variable had a significant development on the correlation and significant decreasing on the root mean square error of prediction ( ) value. It showed that by adding dummy variable the model could give better prediction. SD model plot with dummy variable showed that the pattern have similar to the actual data. The SD model could be used to predict the extreme rainfall either with quantile polynomial regression model with dummy variable (QPRD) or spline quantile regression model with dummy variable (QSRD). The best model to describe the extreme value was the 90th quantile is QPRD model with pseudo and and the prediction of QPRD model had a correlation value with and Then the best model th that describe the higher extreme value was the 95 quantile is QSRD model with pseudo and and the prediction of QSRD model had the correlation value with and The rainfall prediction that has been done for the next year using SD model gave a consistent result.
Keywords: Global circulation model, quantile regression, spline, statistical downscaling
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
PEMODELAN STATISTICAL DOWNSCALING DENGAN REGRESI KUANTIL SPLINE UNTUK PREDIKSI CURAH HUJAN EKSTRIM DI KABUPATEN INDRAMAYU
NOOR ELL GOLDAMEIR
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Statistika Terapan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan ridho-Nya, kesempatan, dan kesehatan yang dikaruniakan-Nya sehingga tesis yang berjudul “Pemodelan Statistical Downscaling dengan Regresi Kuantil Spline untuk Prediksi Curah Hujan Ekstrim di Kabupaten Indramayu” ini dapat terselesaikan. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Anik Djuraidah, MS dan Bapak Dr Ir Aji Hamim Wigena, MSc selaku pembimbing, atas kesediaan dan kesabaran untuk membimbing dan membagi ilmunya kepada penulis dalam penyusunan tesis ini. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Dr Ir I Made Sumertajaya, MSi sebagai penguji luar komisi pada ujian tesis yang telah banyak memberikan kritik, saran dan arahan yang sangat membangun dalam penyusunan tesis ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan sebesarbesarnya kepada seluruh Dosen Departemen Statistika IPB yang telah mengasuh dan mendidik penulis selama di bangku kuliah hingga berhasil menyelesaikan studi, serta seluruh staf Departemen Statistika IPB atas bantuan, pelayanan, dan kerjasamanya selama ini. Ucapan terima kasih yang tulus dan penghargaan yang tak terhingga juga penulis ucapkan kepada Ayahanda dan Ibunda tercinta H Waziruddin dan Hj Roslaili yang telah membesarkan dan mendidik penulis dengan penuh kasih sayang demi keberhasilan penulis selama menjalani proses pendidikan, juga kakak dan adik tersayang dr Maha Chakri Willheljulya dan drg Robbykha Rosalien atas doa dan semangatnya. Terakhir tak lupa penulis juga menyampaikan terima kasih kepada seluruh mahasiswa Pascasarjana Departemen Statistika atas segala bantuan dan kebersamaannya selama menghadapi masa-masa terindah maupun tersulit dalam menuntut ilmu, serta semua pihak yang telah banyak membantu dan tak sempat penulis sebutkan satu per satu. Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.
Bogor,
Desember 2015
Noor Ell Goldameir
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian 2 TINJAUAN PUSTAKA Statistical Downscaling Regresi Kuantil Regresi Kuantil Polinomial Spline Regresi Kuantil Spline Regresi dengan Peubah Boneka 3 METODE PENELITIAN Data Metode Analisis 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Eksplorasi Data Deskripsi Data Curah Hujan Deskripsi Data GCM-Lag Analisis Komponen Utama Penyiapan Data Pola Hubungan Curah Hujan dengan Komponen Utama Pemodelan Statistical Downscaling Model Regresi Kuantil Polinomial Model Regresi Kuantil Spline Model Regresi Kuantil Polinomial dengan Peubah Boneka Model Regresi Kuantil Spline dengan Peubah Boneka Perbandingan Model 5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
vi vi vi 1 1 2 2 2 3 5 6 7 8 8 8 9 12 12 12 14 14 15 15 17 17 18 19 20 21 23 23 23 24 26 47
DAFTAR TABEL 1 2 3 4
Deskripsi data curah hujan di kabupaten Indramayu tahun 1979-2008 Nilai akar ciri, proporsi keragaman dan proporsi kumulatif keragaman analisis komponen utama Nilai pinalti kekasaran dan GCV untuk setiap KU pada berbagai jumlah derajat bebas Nilai pseudo korelasi dari beberapa model statistical downscaling
13 15 16 21
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7
Ilustrasi proses statistical downscaling Fungsi indikator Fungsi spline berderajat linier dengan jumlah titik simpul satu Pola curah hujan di kabupaten Indramayu Plot antara presipitasi data GCM grid 1 lag 2 dengan waktu Plot hubungan fungsional antara curah hujan dan KU yang terpilih Plot prediksi pada model regresi kuantil polinomial untuk kuantil ke 50, 75, 90 dan 95 pada tahun 2008 8 Plot prediksi pada model regresi kuantil spline untuk kuantil ke 50, 75, 90 dan 95 pada tahun 2008 9 Plot prediksi pada model regresi kuantil polinomial dengan peubah boneka untuk kuantil ke 50, 75, 90 dan 95 pada tahun 2008 10 Plot prediksi pada model regresi kuantil spline dengan peubah boneka untuk kuantil ke 50, 75, 90 dan 95 pada tahun 2008 11 Nilai dan dari beberapa model statistical downscaling
3 4 6 13 14 16 17 18 19 20 22
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Plot masing-masing peubah data GCM-lag Nilai variance inflation factors (VIF) pada data GCM-lag Uji kehomogenan ragam pada data GCM-lag Plot antara curah hujan dan komponen utama ke-1 (KU1) Plot antara curah hujan dan komponen utama ke-2 (KU2) Plot antara curah hujan dan komponen utama ke-3 (KU3) Plot antara curah hujan dan komponen utama ke-4 (KU4) Koefisien model regresi kuantil polinomial dan regresi kuantil polinomial dengan peubah boneka pada kuantil ke 50, 75, 90 dan 95 Koefisien model regresi kuantil spline dan regresi kuantil spline dengan peubah boneka pada kuantil ke 50, 75, 90 dan 95 Nilai dugaan regresi kuantil polinomial pada tahun 2008 Nilai dugaan regresi kuantil spline pada tahun 2008 Nilai dugaan regresi kuantil polinomial dengan peubah boneka pada tahun 2008 Nilai dugaan regresi kuantil spline dengan peubah boneka pada tahun 2008
27 35 36 36 39 40 42 43 44 45 45 45 46
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Iklim merupakan fenomena alam yang sangat penting terhadap berbagai aktivitas kehidupan manusia khususnya pada bidang pertanian. Unsur iklim yang memiliki keragaman dan fluktuasi paling tinggi di Indonesia adalah curah hujan. Perubahan iklim global dapat meningkatkan kejadian-kejadian iklim ekstrim seperti curah hujan ekstrim. Curah hujan ekstrim adalah kondisi curah hujan di atas atau di bawah rata-rata kondisi normalnya. Menurut BMKG (2008), indikator intensitas curah hujan dikatakan ekstrim apabila intensitas curah hujan lebih besar dari 400 mm/bulan. Curah hujan ekstrim basah akan berdampak pada banjir sehingga dapat menyebabkan gagal panen atau produksi padi menurun. Dengan demikian, sebuah analisis dibutuhkan untuk memperoleh informasi prediksi curah hujan yang tepat dan sangat berguna untuk mengurangi akibat dari kemungkinan kejadian-kejadian ekstrim. Model dalam menganalisa curah hujan yang sudah diterapkan yaitu global circulation model (GCM) yang merupakan model simulasi sirkulasi atmosfer dalam skala global. GCM dipandang sebagai metode yang paling berpotensi dalam hal menyimulasikan iklim pada masa lampau, sekarang, dan memprediksi perubahan-perubahan iklim yang mungkin terjadi di masa mendatang (Wilby et al. 2009). GCM dalam skala spasial bersifat global sehingga belum bisa menjelaskan keadaan seperti curah hujan lokal sehingga diperlukan suatu teknik untuk menduga peubah iklim skala lokal dengan tingkat akurasi tinggi (Zorita dan Storch 1999). Suatu teknik untuk menghubungkan antara data global dan data lokal menggunakan model statistika untuk membuat hubungan antara suatu data yang berskala global (data GCM) dengan data yang berskala lokal (data curah hujan) (Fernandez 2005). Permasalahan utama yang muncul pada pemodelan SD adalah mendapatkan metode statistika yang dapat menggambarkan hubungan antara curah hujan dan GCM (Sutikno 2008). Metode statistika berkembang dari pendekatan parametrik sampai dengan nonparametrik. Metode parametrik memerlukan asumsi yang ketat. Karakteristik data iklim yang nonlinier dapat diatasi dengan suatu metode alternatif yang lebih fleksibel terhadap asumsi adalah metode nonparametrik. Penelitian tentang pemodelan SD dengan metode nonparametrik, antara lain Handayani (2014) telah mengkaji model aditif terampat untuk prediksi curah hujan ekstrim di kabupaten Indramayu. Selanjutnya, Rizki (2014) telah mengkaji pemodelan semiparametrik yaitu dengan metode regresi spline terpenalti (P-spline) dengan pendekatan model linier campuran untuk prediksi curah hujan di kabupaten Indramayu, namun penelitiannya belum mengkaji kejadian ekstrim dalam pemodelannya. Pola perubahan dan intensitas curah hujan ekstrim dapat dimodelkan dengan regresi kuantil. Metode ini dapat digunakan untuk mengukur efek peubah prediktor tidak hanya di pusat sebaran data, tetapi juga pada bagian atas atau bawah ekor sebaran. Hal ini sangat berguna bila nilai ekstrim merupakan permasalahan penting (Djuraidah & Wigena 2011). Pemodelan SD untuk pendugaan kajian ekstrim telah dilakukan, antara lain Mondiana (2012) melakukan pendugaan curah hujan ekstrim dengan regresi kuantil menggunakan
2 analisis komponen utama (AKU) sebagai metode reduksi dimensi. Kemudian, Sari (2015) telah mengkaji pemodelan curah hujan ekstrim dengan regresi kuantil menggunakan analisis komponenen utama fungsional (AKUF) sebagai metode reduksi dimensi di Kabupaten Indramayu. Bentuk hubungan fungsional antara peubah respon dengan peubah prediktor pada regresi kuantil dapat dikembangkan dalam bentuk nonparametrik. Salah satu bentuk hubungan fungsional nonparametrik adalah spline. Berdasarkan hasil penelitian Rizki (2014) diketahui bentuk hubungan fungsional terbaik adalah spline. Djuraidah & Rahman (2009) telah menggunakan metode regresi kuantil spline untuk menggambarkan polusi udara di kota Surabaya. Penelitian ini mengkaji pemodelan SD dengan menggunakan regresi kuantil spline untuk prediksi curah hujan ekstrim di kabupaten Indramayu. Tujuan Penelitian Tujuan penulisan dalam penelitian ini adalah memodelkan statistical downscaling dengan regresi kuantil spline dan memprediksi curah hujan ekstrim di kabupaten Indramayu.
2 TINJAUAN PUSTAKA Statistical Downscaling Global circulation model (GCM) atau model sirkulasi umum adalah model simulasi sirkulasi atmosfer dalam skala global. GCM mensimulasi peubahpeubah iklim global pada setiap grid (berukuran atau ) setiap lapisan (layer) atsmosfir, yang selanjutnya digunakan untuk memprediksi polapola iklim dalam jangka waktu panjang (tahunan) (Wigena 2006). Namun, informasi GCM masih berskala global sehingga diperlukan suatu teknik untuk menduga peubah iklim skala lokal dengan tingkat akurasi tinggi, yaitu dengan menggunakan statistical downscaling. Statistical downscaling (SD) adalah pendekatan empiris mengenai hubungan secara statistika antara atmosfir global (GCM) dengan curah hujan. Ide dasar dari SD adalah menentukan parameter hubungan antara iklim skala global dengan iklim skala lokal dan menggunakan hubungan ini untuk proyeksi hasil simulasi GCM pada iklim masa lalu, sekarang, atau masa depan yang berskala lokal. SD menggunakan model statistik dalam menggambarkan hubungan antara data pada grid berskala global (prediktor) dengan data pada grid yang berskala lokal (respon) untuk menterjemahkan anomali-anomali skala global menjadi anomali dari beberapa peubah iklim lokal (Zorita dan Storch 1999). Bentuk umum model SD dapat disajikan pada persamaan (1): (1) dengan : Peubah-peubah iklim lokal (misal: curah hujan) : Peubah GCM (misal: presipitasi) : Banyaknya waktu (misal: bulanan) : Banyaknya grid domain GCM.
3 Busuioc et al. (2001) menyatakan bahwa model SD akan memberikan hasil yang baik dengan syarat, yaitu hubungan antara peubah respon dengan prediktor harus berkorelasi tinggi untuk menjelaskan keragaman iklim lokal dengan baik, peubah prediktor harus disimulasikan dengan baik oleh GCM, dan hubungan antara peubah respon dengan prediktor tidak berubah dengan adanya perubahan waktu serta tetap sama meskipun ada perubahan iklim di masa depan. Ilustrasi proses SD dapat dilihat pada Gambar 1. Global Circulation Model (Peubah Prediktor)
2.5o 2.5o
Kabupaten Indramayu
Observasi Permukaan (Peubah Respon) Gambar 1
Statistical Downscaling
Ilustrasi proses statistical downscaling (Sumber: Sutikno 2008) Regresi Kuantil
Regresi kuantil pertama kali diperkenalkan oleh Koenker dan Basset pada tahun 1978. Regresi kuantil adalah teknik statistika yang digunakan untuk menduga hubungan antara peubah respon dengan peubah prediktor pada fungsi kuantil bersyarat tertentu. Regresi kuantil meminimumkan jumlah galat mutlak terboboti dan menduga model dengan menggunakan fungsi kuantil bersyarat pada suatu sebaran data. Metode regresi kuantil tidak membutuhkan asumsi parametrik dan regresi kuantil sangat bermanfaat untuk menganalisis bagian tertentu dari suatu sebaran bersyarat (Buhai 2005). Keuntungan dari regresi kuantil yaitu efesien jika sisaan tidak menyebar normal dan kekar terhadap adanya pencilan. Regresi kuantil dapat mengukur efek peubah prediktor tidak hanya di pusat sebaran data tetapi juga pada bagian atas dan bawah ekor sebaran. Metode ini sangat berguna dalam penerapan, khususnya bila nilai ekstrim merupakan permasalahan penting (Djuraidah & Wigena 2011). Peubah acak dengan fungsi sebaran peluang dapat disajikan pada persamaan (2): (2) terdapat fungsi kebalikan yang merupakan kuantil kedari untuk yang didefinisikan pada persamaan (3). Sebagai contoh Q(0.5) adalah median. (3)
4 Contoh acak berukuran dari peubah acak , yaitu , median contoh adalah penduga yang meminimumkan jumlah mutlak galat dapat disajikan pada persamaan (4): (4) Seperti halnya median contoh, metode ini bisa dikembangkan untuk model regresi kuantil yang disajikan pada persamaan (5): (5) dengan adalah vektor peubah respon berukuran adalah matriks peubah prediktor berukuran dan dengan adalah vektor parameter berukuran adalah vektor galat berukuran Regresi disebut sebagai regresi median yang merupakan perluasan dari median contoh. Penduga koefisien pada model merupakan solusi dari minimasi fungsi pada persamaan (6): (6) Hubungan fungsional antara peubah respon dengan peubah prediktor pada regresi kuantil merupakan hubungan fungsional yang membentuk fungsi linier dinyatakan pada persamaan (7): (7) Secara umum menurut Koenker (2005) penduga regresi kuantil ke untuk merupakan solusi dari masalah minimisasi fungsi pada persamaan (8): (8) Persamaan (8) memeberikan bobot untuk seluruh pengamatan yang lebih besar dari nilai optimum yang belum diketahui dan memberikan bobot terhadap seluruh pengamatan yang lebih kecil dari nilai optimum. Persamaan (8) dapat dibentuk menjadi persamaan (9): (9) dengan adalah fungsi kerugian (loss function) yang tidak simetris. Fungsi kerugian dengan yang dapat disajikan dalam bentuk persamaan (10): (10) dengan merupakan fungsi indikator, jika benar dan selainnya. Fungsi indikator dapat diilustrasikan pada gambar (3). y
x -1
Gambar 2
0
1
Fungsi indikator
5 Pendugaan dalam regresi kuantil diperoleh dengan meyelesaikan masalah pemrograman linier. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk pendugaan parameter regresi kuantil adalah metode simpleks. Menurut Chen (2005), metode simpleks banyak digunakan dalam aplikasi statistika. Dalam teorinya, jumlah iterasi dapat meningkat secara eksponensial tergantung ukuran datanya dan metode ini masih dapat digunakan untuk ukuran data yang kurang dari 10000. Chen dan Wei (2005) mengemukakan tahapan dalam metode simpleks sebagai berikut: Misalkan , dan dengan adalah matriks peubah prediktor berukuran adalah vektor parameter berukuran , dan bagian yang tidak negatif dari . Untuk kasus regresi median, pendekatan simpleks menyelesaikan masalah pada persamaan (20). Dapat diselesaikan dengan dengan adalah vektor saatu berukuran Misalkan dan dengan Perumusan ulang dari masalah model linier baku yaitu dengan kendala , Masalah ini memiliki bentuk ganda yaitu dengan kendala dapat disederhanakan menjadi Jika maka rumusan menjadi Untuk regresi kuantil, masalah minimasi adalah dan analog dengan tahapan sebelumnya, rumusan masalah menjadi Pengujian parameter untuk setiap kuantil menggunakan uji dengan hipotesis sebagai berikut:
dengan
. Statistik uji dapat dinyatakan pada persamaan (11): (11)
dengan
adalah parameter
simpangan baku dari parameter .
ke-
pada kuantil ke- dan
adalah
pada kuantil ke- . Kriteria Tolak
apabila
Regresi Kuantil Polinomial Regresi kuantil polinomial merupakan regresi kuantil dengan bentuk hubungan fungsional antara peubah prediktor dan respon dimodelkan dengan berderajat . Hal ini digunakan untuk mengatasi hubungan peubah respon dengan prediktor yang bersifat polinomial. Bentuk umum model regresi kuantil polinomial derajat dengan dapat disajikan pada persamaan (12) yang merupakan pengembangan dari persamaan (7): (12)
6 dengan
adalah vektor koefisien polinomial berukuran adalah matriks peubah prediktor berukuran adalah vektor galat berukuran dan Spline
Spline adalah potongan polinomial yang kontinu, sehingga dapat menggambarkan karakteristik lokal pada data (Eubank 1988). Titik perpaduan bersama dimana terdapat perubahan pola perilaku pada interval yang berbeda disebut dengan titik simpul (knot). Jumlah titik simpul yang digunakan perlu ditetapkan terlebih dahulu dengan mencoba semua kombinasi jumlah titik simpul yang mungkin ditentukan secara manual. Secara umum fungsi spline derajat dapat disajikan pada persamaan (13): (13) dengan : Vektor koefisien spline dengan adalah bilangan bulat positif : Basis fungsi pangkat terpotong (FPT) berderajat : Titik simpul spline ke . Bentuk fungsi spline berderajat 1 (linier), 2 (kuadratik) dan 3 (kubik) beruturut-turut dapat disajikan pada persamaan (14), (15) dan (16): (14) (15) (16) Adapun bentuk fungsi spline berderajat linier dengan jumlah titik simpul satu dari persamaan (14) dapat dibentuk menjadi persamaan (17): (17) Fungsi pada persamaan (17) dapat dibentuk menjadi persamaan (18). Kemudian, ilustrasi grafik fungsi dapat disajikan pada Gambar 3. (18)
Gambar 3
Fungsi spline berderajat linier dengan jumlah titik simpul satu
Pendugaan parameter diperoleh dengan meminimumkan fungsi jumlah kuadrat terpenalti (penalized least square) dapat disajikan pada persamaan (19): (19) a
b
7 dengan a merupakan jumlah kuadrat sisaan atau fungsi jarak antara data dan dugaan, b merupakan penalti kekasaran (ukuran kemulusan kurva dalam memetakan data), dan adalah parameter pemulus. Minimisasi pada nilai tertentu akan memberikan kebaikan pengepasan dengan kemulusan kurva. Nilai yang besar akan memberikan bobot penalti (kemulusan) yang besar dan mempunyai ragam yang kecil. Penduga pemulus linier dapat disajikan pada persamaan (20): (20) dengan adalah matriks penalti yang mempunyai struktur spesifik yang dapat disajikan pada persamaan (21): (21) adalah matriks triagonal atas (upper tridiagonal) yang dapat disajikan pada persamaan (22): h1 1 h1 1 h2 1 h2 1 0 0 1 1 1 1 0 h2 h2 h3 h3 0 (22) 0 hn 1 2 hn 1 2 hn 11 hn 11 dan adalah matriks tridiagonal simetris (symmetric tridiagonal) yang dapat disajikan pada persamaan (23): 2 h1 h2 h2 0 2 h2 h3 2 (23) hn 2 0 hn 2 2 hn 2 hn 1 Pemilihan penduga pemulus optimal dapat ditentukan dari rataan kuadrat sisaan (mean square error/MSE) dapat disajikan pada persamaan (24): (24) Metode pemilihan parameter pemulus lainnya adalah menggunakan metode validasi silang terampat (generalized cross validation/GCV) yang dapat disajikan pada persamaan (25): (25) dengan dan adalah matriks identitas. Derajat bebas efektif yang diperoleh dari fungsi pemulus yang dapat disajikan pada persamaan (26): (26) merupakan matriks pemulus dengan (Eubank 1988). Regresi Kuantil Spline Regresi kuantil spline merupakan regresi kuantil dengan bentuk hubungan fungsional antara peubah prediktor dan respon dimodelkan dengan spline. Bentuk umum model regresi kuantil spline derajat dengan dapat disajikan pada persamaan (27) yang merupakan pengembangkan dari persamaan (7). adalah vektor koefisien spline,
8 adalah bilangan bulat positif, berderajat dan adalah titik simpul spline ke
adalah basis FPT (Eubank, 1988). (27)
Regresi dengan Peubah Boneka Regresi dengan peubah boneka adalah metode statistika yang digunakan untuk membentuk model hubungan antara peubah respon dengan satu atau lebih peubah prediktor, dimana satu atau lebih peubah prediktor yang digunakan bersifat boneka. Peubah boneka adalah peubah yang digunakan untuk mengkuantitatifkan peubah yang bersifat kualitatif (misalkan: jenis kelamin, ras, agama, perubahan kebijakan pemerintah, dan lain-lain). Peubah ini sering juga disebut peubah binari, kategorik atau dikotom. Sebagai contoh, misalkan perbedaan jenis kelamin (1 = laki-laki, 0 = perempuan), ras (1 = kulit putih, 0 = kulit berwarna), pendidikan (1 = sarjana, 0 = non-sarjana). Bentuk umum model regresi dengan peubah boneka dapat disajikan pada persamaan (28): (28) dengan adalah vektor peubah respon berukuran adalah vektor parameter berukuran adalah matriks peubah prediktor berukuran adalah vektor koefisien peubah boneka berukuran adalah matriks peubah boneka berukuran dengan misalkan bernilai 1 jika data ke-i masuk kategori pertama dan 0 jika data ke-i masuk kategori kedua,
.
3 METODE PENELITIAN Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data curah hujan di kabupaten Indramayu sebagai peubah respon sedangkan data GCM-lag (presipitasi) dari Climate Model Intercomparison Project (CMIP5) sebagai peubah prediktor. Data GCM-lag diperoleh dari situs web http://www.climatexp.knmi.nl/ yang dikeluarkan oleh KNMI Belanda. Data GCM-lag memberikan hasil pendugaan curah hujan yang lebih baik dan dengan penambahan peubah boneka mampu memperbaiki hasil dugaan data curah hujan (Sahriman 2014). Domain yang digunakan berukuran grid (64 peubah prediktor) yang terletak pada posisi dan di atas wilayah kabupaten Indramayu. Penggunaan ukuran domain grid di atas wilayah Kabupaten Indramayu memberikan hasil yang lebih stabil serta tidak sensitif terhadap pencilan (Wigena 2006). Data iklim (data curah curah hujan dan GCM-lag) merupakan data iklim bulanan dengan panjang data yang digunakan dari tahun 1979-2008. Dalam penelitian ini data dibagi menjadi dua bagian, yaitu data pada tahun 1979-2007 untuk pemodelan dan data pada tahun 2008 untuk prediksi model.
9 Metode Analisis 1.
Eksplorasi data Tahapan eksplorasi data ini terdiri dari beberapa langkah sebagai berikut: a. Deskripsi data curah hujan Statistika deskripstif sebagai informasi awal untuk melihat keragaman dari data amatan curah hujan dan menggunakan diagram kotak garis untuk mengidentifikasi adanya curah hujan ekstrim. b. Deskripsi data GCM-lag Menentukan pergesaran waktu (time lag) pada data GCM dengan menggunakan fungsi korelasi silang (cross correlation function, CCF) dengan menggunakan persamaan (29) (Sahriman 2014): (29) dengan adalah korelasi silang antara deret dan pada time lag ke , adalah peragam antara dan pada time lag ke , adalah simpangan baku pada peubah prediktor dan adalah simpangan baku pada peubah respon . i. Membuat plot masing-masing peubah data GCM-lag. ii. Mengidentifikasi multikolinearitas berdasarkan nilai variance inflation factor ( ) atau faktor inflasi penyimpangan baku kuadrat pada data GCM-lag dengan menggunakan persamaan (30): (30)
c.
2.
dengan adalah koefisien determinasi dari peubah prediktor KU ke yang diregresikan terhadap peubah prediktor lainnya KU ke dengan , dan . Jika nilai maka terdapat indikasi multikolinier. Analisis komponen utama Mereduksi dimensi peubah prediktor pada data GCM-lag dengan menggunakan analisis komponen utama (AKU). Misalkan sekumpulan pengamatan , dengan pada input data . Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut (Sahriman 2014): i. Memeriksa kehomogenan ragam peubah data GCM-lag menggunakan uji Bartlett. ii. Menentukan nilai akar ciri dengan menggunakan . iii. Menentukan jumlah komponen utama berdasarkan ukuran keragaman lebih dari 90% dan nilai akar ciri lebih besar dari satu . iv. Menghitung skor komponen utama (KU) dari model , dengan adalah vektor ciri.
Penyiapan data Tahapan penyiapan data ini terdiri dari beberapa langkah sebagai berikut: Pola hubungan curah hujan dengan komponen utama Menentukan pola hubungan fungsional antara curah hujan sebagai peubah respon dengan KU terpilih pada langkah 1.c. Pembuatan plot dilakukan
10 pada berbagai kemungkinan derajat bebas untuk melakukan pengepasan pola dengan jumlah derajat bebas optimum ditentukan menggunakan kriteria GCV minimum dengan menggunakan formula pada persamaan (25) (Rizki 2014). a. Membangkitkan basis polinomial pada komponen utama (Rizki 2014). b. Membangkitkan basis spline pada komponen utama (Rizki 2014), yang terdiri dari: i. Penentuan jumlah simpul dalam suatu model dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan (31): (31) dengan adalah jumlah titik simpul, adalah jumlah derajat bebas dari pemulus spline, adalah jumlah parameter model, dan adalah derajat model. ii. Penentuan jarak antara titik simpul dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan (32): (32) dengan adalah jarak antara titik simpul, adalah jumlah data amatan dan adalah jumlah titik simpul: iii. Membangkitkan basis FPT dengan menggunakan persamaan (33): (33)
c.
dengan adalah peubah bebas, adalah titik simpul ke- pada peubah prediktor, dan adalah derajat tertinggi pada model spline. Membangkitkan peubah boneka Menurut Sahriman (2014), peubah boneka ditentukan berdasarkan plot antara nilai skor prediktor ( ) dan skor respon ( ) yang dihasilkan dari komponen utama pada model regresi kuadrat terkecil parsial (RKTP). Berdasarkan plot tersebut menunjukkan bahwa terdapat 5 kelompok data curah hujan berdasarkan kelompok warna dominan yang terdiri dari: i. Kelompok 1 umumnya terjadi pada bulan Mei sampai dengan Oktober dengan intensitas mm/bulan. ii. Kelompok 2 umumnya terjadi pada bulan Maret, April, dan November dengan intensitas mm/bulan. iii. Kelompok 3 umumnya terjadi pada bulan Desember dengan intensitas mm/bulan. iv. Kelompok 4 umumnya terjadi pada bulan Februari dengan intensitas mm/bulan. v. Kelompok 5 umumnya terjadi pada bulan Januari dengan intensitas lebih dari mm/bulan. Pengelompokan ini berdasarkan pada hasil analisis diskriminan dengan persentase ketepatan pengelompokan sebesar 94.8%. Data curah hujan yang masuk sebagai anggota kelompok diberi nilai satu (1) sedangkan yang tidak masuk sebagai anggota kelompok diberi nilai nol (0) untuk masing-masing kelompok yang telah terbentuk. Oleh karena itu, pada akhirnya akan terbentuk empat peubah boneka
11 karena untuk kelompok terakhir merupakan nilai curah hujan yang bernilai nol pada empat kelompok sebelumnya. 3.
Pemodelan statistical downsaling Tahapan membangun model ini akan dilakukan dengan beberapa model SD menggunakan metode regresi kuantil pada kuantil ke 50, 75, 90 dan 95. Pada kuantil pada ke 50 untuk menggambarkan model di pusat data, pada kuantil ke 75 untuk menggambarkan model di kuartil ketiga, pada kuantil ke 90 dan 95 untuk menggambarkan model pada nilai ekstrim. Kriteria kebaikan model yang digunakan yaitu dengan nilai pseudo dan root mean square error Adapun model yang akan dibangun pada penelitian ini terdiri dari: a. Model regresi kuantil polinomial Peubah prediktor pada model ini dibentuk dari hasil penelitian Rizki (2014) dengan basis terdiri dari dan . b. Model regresi kuantil spline Peubah prediktor pada model ini dibentuk dari hasil penelitian Rizki (2014) dengan basis terdiri dari
c.
d.
dan . Model regresi kuantil polinomial dengan peubah boneka Peubah prediktor pada model ini dibentuk dari hasil penelitian Rizki (2014) dengan peubah boneka dari hasil penelitian Sahriman (2014). Basis pada model ini terdiri dari dan Model regresi kuantil spline dengan peubah boneka Peubah prediktor pada model regresi ini dibentuk dari hasil penelitian Rizki (2014) dengan peubah boneka dari hasil penelitian Sahriman (2014). Basispada model ini terdiri dari
dan
.
12 4.
Perbandingan model Tahapan ini diawali dengan melakukan prediksi terhadap masig-masing model SD menggunakan kriteria dengan nilai korelasi ( ) menggunakan persamaan (38) dan root mean square error of prediction dengan menggunakan persamaan (39): (34)
(35) dengan adalah nilai peubah respon pada data validasi ke , adalah nilai dugaan pada data validasi ke dan adalah banyaknya pengamatan. Selanjutnya, membandingkan model dengan kriteria dan .
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Eksplorasi Data Deskripsi Data Curah Hujan Deskripsi data curah hujan di Kabupaten Indramayu digunakan sebagai informasi awal untuk mengetahui karakteristik dan pola curah hujan yang akan digunakan untuk analisis selanjutnya. Tabel 1 menunjukkan bahwa nilai simpangan baku tertinggi terdapat pada bulan Januari sebesar 126.30 mm/bulan sedangkan terendah terdapat pada bulan Agustus sebesar 16.52 mm/bulan. Nilai simpangan baku tertinggi menunjukkan bahwa curah hujan bulan Januari dari tahun 1979 sampai dengan 2008 sangat beragam. Hal ini dapat ditunjukkan pada perbedaan nilai minumum dan maksimum curah hujan yang sangat jauh yaitu berkisar antara 0-582.60 mm/bulan. Selanjutnya, Koefisien kemiringan untuk semua bulan dari tahun 1979 sampai dengan 2008 lebih dari nol. Koefisien kemiringan tertinggi berada pada bulan Juli sebesar 2.01 dan terendah pada bulan Mei sebesar 0.24. koefisien kemiringan yang lebih dari nol merupakan indikator bahwa sebaran data pengamatan tidak normal dan menjulur kekanan. Artinya bahwa nilai rata-rata lebih besar dari median dan modus. Dengan kata lain, bahwa terdapat curah hujan ekstrim (tinggi) pada data pengamatan. Diagram kotak garis data curah hujan disajikan pada Gambar 4. Gambar 4 menunjukkan bahwa pola curah hujan bulanan di Kabupaten Indramayu merupakan tipe monsun karena memiliki pola yang berbentuk huruf U atau dengan kata lain memiliki satu puncak musim hujan. Berdasarkan Haryoko (2004), daerah perkiraan musim (DPM) adalah musim hujan dimulai dari Oktober sampai dengan Maret sedangkan musim kemarau dimulai dari April sampai dengan September. Musim penghujan ditandai dengan curah hujan sebesar 150 mm/bulan sedangkan musim kemarau ditandai dengan curah hujan kurang dari 150 mm/bulan (BMKG dalam Pribadi 2012). Adanya pencilan di bulan-bulan tertentu pada musim hujan mengindikasikan curah hujan ekstrim tinggi sedangkan musim kemarau mengindikasikan terjadinya curah hujan ekstrim rendah.
13
600 500
Curah Hujan
400 300 200 100 0
Jan
Gambar 4
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun Jul Waktu
Ags
Sep
Okt
Nov
Des
Pola curah hujan di kabupaten Indramayu
Tabel 1
Deskripsi data curah hujan di kabupaten Indramayu tahun 1979-2008 RataSimpangan Nilai Nilai Koefisien Bulan Rata Baku Minimum Maksimum Kemiringan Januari 308.80 126.30 78.70 582.60 0.53 Februari 226.80 106.90 89.80 521.30 1.14 Maret 161.20 57.20 75.70 280.10 0.67 April 141.24 46.49 54.47 245.67 0.31 Mei 86.43 46.09 6.40 185.67 0.24 Juni 62.11 41.24 9.93 166.87 0.75 Juli 30.66 33.55 0.00 153.33 2.01 Agustus 14.62 16.52 0.00 58.20 1.42 September 16.94 21.76 0.00 66.00 1.33 Oktober 63.76 51.07 0.07 165.60 0.34 November 148.20 83.50 17.50 346.20 0.82 21 Desember 0.60 62.40 122.70 402.20 1.36
Curah hujan rendah minimum pada musim kemarau berkisar antara 0 sampai dengan 54.47 mm/bulan sedangkan curah hujan maksimum berkisar 58.2 mm/bulan sampai dengan 245.67 mm/bulan. Curah hujan rendah minimum pada musim hujan berkisar antara 0.07 sampai dengan 122.7 mm/bulan sedangkan curah hujan maksimum berkisar 165.6 mm/bulan sampai dengan 582.6 mm/bulan. Menurut BMKG (2008), indikator intensitas curah hujan dikatakan ekstrim apabila intensitas curah hujan lebih besar dari 400 mm/bulan. Berdasarkan data penelitian ini diperoleh 12 intensitas curah hujan ekstrim tinggi. Intensitas curah hujan ekstrim tinggi terjadi pada bulan Januari yaitu 582.60 mm/bulan (1981), 581.93 mm/bulan (1997), 508.00 mm/bulan (1994), 454.73 mm/bulan (2002), 423.87 mm/bulan (1995), 414.33 mm/bulan (1996), 409.00 mm/bulan (2006),
14 404.33 mm/bulan (1982). Intensitas curah hujan ekstrim tinggi terjadi pada bulan Februari, yaitu 521.27 mm/bulan (2004), 439.33 mm/bulan (2008), 428.20 mm/bulan (2002), dan intensitas curah hujan ekstrim tinggi pada bulan Desember yaitu 402.20 mm/bulan (2008). Deskripsi Data GCM-Lag Eksplorasi dilakukan dengan membuat plot masing-masing peubah data GCM-lag lebih lengkap dapat disajikan pada lampiran 1. Gambar 5 menunjukkan bahwa plot data GCM-lag untuk grid 1 lag 2 terhadap waktu. Kemudian, dilakukan identifikasi adanya multikolinieritas yang dapat ditunjukkan dengan nilai lebih besar dari 10. Lampiran 2 menunjukkan bahwa nilai berkisar antara 5.501 sampai dengan 1220.451. Hal ini mengindikasikan bahwa adanya multikolinieritas atau hubungan yang kuat antar grid yang saling berdekatan pada data GCM-lag. Dengan demikian, data GCM-lag tidak bisa digunakan langsung untuk pemodelan sehingga perlu dilakukan pereduksian dimensi data.
Gambar 5
Plot antara presipitasi data GCM grid 1 lag 2 dengan waktu (Sumber: Sahriman 2014)
Analisis Komponen Utama Analisis komponen utama (AKU) dilakukan untuk mereduksi dimensi atau mengatasi adanya masalah multikolinieritas dalam data. Diawali dengan pemeriksaan kehomogenan ragam menggunakan uji Bartlett’s atau levene’s, dengan hipotesis sebagai berikut. : Ragam data GCM-lag homogen : Ragam data GCM-lag tidak homogen Berdasarkan hasil uji kehomogenan ragam pada Lampiran 3 diperoleh bahwa nilai p < = 0.05 sehingga ditolak, berarti dapat disimpulkan bahwa data GCM-lag tidak homogen. Dengan demikian, matriks yang digunakan pada AKU dibentuk dengan menggunakan matriks korelasi dalam mereduksi dimensi data GCM-lag. Tabel 2 menunjukkan bahwa jumlah KU yang memiliki akar ciri lebih besar dari satu adalah sebanyak empat KU. Proporsi kumulatif keragaman KU1 sampai dengan KU4 bernilai 95%. Hal ini menunjukkan bahwa KU tersebut
15 mampu menjelaskan dengan proporsi keragaman total sebesar 95% dari peubah asal. Dengan demikian, analisis selanjutnya sebagai peubah respon yaitu curah hujan di kabupaten Indramayu akan dimodelkan dengan empat peubah prediktor yaitu KU1, KU2, KU3 dan KU4 dimana peubah prediktor merupakan peubah data GCM-lag yang direduksi dengan menggunakan AKU. Tabel 2
Nilai akar ciri, proporsi keragaman dan proporsi kumulatif keragaman analisis komponen utama Proporsi Proporsi Komponen Utama (KU) Akar Ciri Kumulatif Keragaman Keragaman KU1 53.15 0.83 0.83 KU2 3.80 0.06 0.89 KU3 2.69 0.04 0.93 KU4 1.15 0.02 0.95 KU5 0.66 0.01 0.96 KU64
0
0
1
Penyiapan Data Pola Hubungan Curah Hujan dengan Komponen Utama Pengepasan pola hubungan antara curah hujan dengan KU1, KU2, KU3 dan KU4 dapat diketahui dengan membuat plot yang dilakukan dengan berbagai kemungkinan jumlah derajat bebas. Tabel 3 menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah derajat bebas maka semakin kecil nilai penalti kekasaran ( ). Semakin kecil nilai maka plot akan tampak semakin kasar. Berdasarkan pada Tabel 3 terlihat bahwa jumlah derajat bebas optimum berdasarkan kriteria GCV minimum pada masing-masing komponen utama terpilih yaitu KU1, KU2, KU3, dan KU4 secara berturut-turut adalah 18, 11, 9, dan 7. Hal ini sesuai dengan gambar plot data antara curah hujan dengan KU1, KU2, KU3, dan KU4 pada Lampiran 4 sampai dengan Lampiran 7. Gambar pada lampiran tersebut menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah derajat bebas maka pola plotnya semakin kasar dan mendekati ke pola data aktual. Plot data dengan GCV minimum digambarkan dengan garis warna biru sedangkan plot data pada derajat bebas yang dicobakan digambarkan dengan garis warna merah. Plot data curah hujan dengan KU terpilih dengan derajat bebas optimum disajikan pada Gambar 6. Plot data curah hujan dengan KU1 terlihat membentuk pola yang mendekati pola linear. Plot data curah hujan KU3 terlihat membentuk pola yang mendekati pola kuadratik. Akan tetapi plot data curah hujan dengan KU2 dan plot data curah hujan dengan KU4 tidak membentuk pola parametrik tertentu. Jumlah titik simpul optimum ditentukan melalui penentuan jumlah derajat bebas optimum berdasarkan kriteria GCV minimum. Selanjutnya, jumlah titik simpul pada suatu model bergantung pada jumlah parameter dan derajat dari basis pangkat terpotong model tersebut. Kombinasi titik simpul 14, 8, 7 dan 5 dengan derajat kubik merupakan kombinasi titik simpul terbaik (Rizki 2014).
16 Tabel 3
Gambar 6
Nilai pinalti kekasaran dan GCV untuk setiap KU pada berbagai jumlah derajat bebas (Sumber: Rizki 2014)
Plot hubungan fungsional antara curah hujan dan KU yang terpilih (Sumber: Rizki 2014)
17 Pemodelan Statistical Downscaling Model Regresi Kuantil Polinomial Tabel 4 menyajikan nilai-nilai pseudo dan serta Gambar 11 menyajikan ilustrasi dari nilai dan pada model regresi kuantil polinomial (RKP). Nilai-nilai pseudo menunjukkan bahwa adanya peningkatan setelah kuantil ke 50 dan memberikan nilai yang hampir sama pada kuantil ke 75, 90 dan 95 dengan pseudo pseudo pseudo dan pseudo . Nilai korelasi tidak menunjukkan perbedaaan yang nyata atau dengan kata lain nilainya hampir sama pada kuantil ke 50, 75, 90 dan 95 dengan dan Nilai dan cenderung meningkat dengan bertambahnya nilai kuantil dengan dan serta dan . Koefisien-koefisien persamaan model RKP dapat disajikan pada Lampiran 8.
Gambar 7
Plot prediksi pada model regresi kuantil polinomial untuk kuantil ke 50, 75, 90 dan 95 pada tahun 2008
Secara umum model RKP pada Gambar 7 dapat memprediksi intensitas curah hujan dengan baik. Prediksi curah hujan di Kabupaten Indramayu pada bulan Januari sampai dengan Desember dapat mengikuti pola data aktual dengan baik. Pada musim kemarau nilai-nilai prediksi untuk kuantil ke 50, 75, 90 dan 95 lebih tinggi dari nilai-nilai aktual dan dapat mengikuti pola dengan baik. Nilai prediksi curah hujan pada bulan April sampai dengan September pada kuantil 50 berturut-turut sebesar 150.06 mm/bulan, 92.64 mm/bulan, 51.35 mm/bulan, 33.27 mm/bulan, 17.12 mm/bulan, 20.54 mm/bulan. Musim hujan terutama di bulan Februari merupakan intensitas curah hujan tertinggi dengan nilai aktual dapat diprediksi dengan baik oleh prediksi pada kuantil ke 95. Namun, untuk bulan Oktober sampai dengan Januari dan Maret nilai-nilai prediksi berada lebih tinggi dari nilai-nilai aktual. Nilai prediksi di
18 bulan Februari lebih mendekati nilai aktual. Nilai-nilai prediksi lebih lengkap dapat disajikan pada Lampiran 10. Model Regresi Kuantil Spline Nilai-nilai pseudo , , dan dapat disajikan pada Tabel 4 serta Gambar 11 menyajikan ilustrasi dari nilai dan pada model regresi kuantil spline (RKS). Nilai pseudo menunjukkan bahwa adanya peningkatan setelah kuantil ke 50 dan memberikan nilai yang hampir sama pada kuantil ke 75, 90 dan 95 dengan pseudo pseudo pseudo dan pseudo . Nilai korelasi tidak menunjukkan perbedaaan yang nyata atau dengan kata lain nilainya hampir sama pada kuantil ke 50, 75, 90 dan 95 dengan dan . Nilai dan cenderung meningkat dengan bertambahnya nilai kuantil dengan dan serta dan Koefisien-koefisien persamaan model RKS dapat disajikan pada Lampiran 9.
Gambar 8
Plot prediksi pada model regresi kuantil spline untuk kuantil ke 50, 75, 90 dan 95 pada tahun 2008
Gambar 8 menunjukkan bahwa model RKS dapat memprediksi intensitas curah hujan dengan baik. Secara umum pola prediksi curah hujan untuk kuantil ke 50, 75, 90 dan 95 dapat mengikuti pola dengan data aktual dengan baik. Adapun nilai aktual pada bulan Februari dapat diprediksi dengan baik di atas kuantil ke 95 yang merupakan saat curah hujan tertinggi. Pada musim hujan pada bulan Oktober sampai dengan Januari dan Maret nilai-nilai prediksi berada lebih tinggi dari nilainilai aktual. Nilai prediksi di bulan Februari juga mendekati nilai aktual. Musim kemarau nilai-nilai prediksi pada setiap kuantil lebih tinggi dari nilai-nilai aktual dan dapat mengikuti pola dengan baik. Nilai prediksi curah hujan pada bulan April sampai dengan September pada kuantil 50 berturut-turut sebesar 153.31 mm/bulan, 85.77 mm/bulan, 60.62 mm/bulan, 32.39 mm/bulan, 11.80
19 mm/bulan, 13.84 mm/bulan. Nilai-nilai prediksi lebih lengkap dapat disajikan pada Lampiran 11. Model Regresi Kuantil Polinomial dengan Peubah Boneka Tabel 4 menyajikan nilai-nilai pseudo , , dan serta Gambar 11 menyajikan ilustrasi dari nilai dan pada model regresi kuantil polinomial dengan peubah boneka (RKPB). Nilai pseudo dan korelasi tidak menunjukkan perbedaaan yang nyata atau dengan kata lain nilainya hampir sama pada kuantil ke 50, 75, 90 dan 95 dengan pseudo pseudo pseudo dan pseudo serta dan Nilai dan cenderung meningkat dengan bertambahnya nilai kuantil dengan dan serta dan . Koefisien-koefisien persamaan model RKPB dapat disajikan pada Lampiran 8.
Gambar 9
Plot prediksi pada model regresi kuantil polinomial dengan peubah boneka untuk kuantil ke 50, 75, 90 dan 95 pada tahun 2008
Model RKPB pada Gambar 9 secara umum dapat memprediksi intensitas curah hujan dengan baik. Prediksi curah hujan di Kabupaten Indramayu pada bulan Januari sampai dengan Desember dapat mengikuti pola data aktual dengan baik. Pada musim kemarau nilai-nilai prediksi untuk kuantil ke 50, 75, 90 dan 95 lebih tinggi dari nilai-nilai aktual dan dapat mengikuti pola dengan baik. Nilai prediksi curah hujan pada bulan April sampai dengan September pada kuantil 50 berturut-turut sebesar 161.47 mm/bulan, 62.62 mm/bulan, 39.89 mm/bulan, 27.29 mm/bulan, 13.69 mm/bulan, 14.94 mm/bulan. Musim hujan terutama di bulan Februari merupakan intensitas curah hujan tertinggi. Nilai aktual dapat diprediksi dengan baik oleh prediksi pada kuantil ke 95. Nilai-nilai prediksi untuk bulan Oktober sampai dengan Januari dan Maret berada lebih tinggi dari nilai-nilai aktual. Nilai prediksi di bulan Februari
20 lebih mendekati nilai aktual. Model RKPB lebih mengikuti pola dengan baik. Nilai-nilai prediksi lebih lengkap dapat disajikan pada Lampiran 12. Model Regresi Kuantil Spline dengan Peubah Boneka Nilai-nilai pseudo , , dan dapat disajikan pada Tabel 4 serta Gambar 11 menyajikan ilustrasi dari nilai dan pada model regresi kuantil spline dengan peubah boneka (RKSB). Nilai pseudo menunjukkan bahwa adanya peningkatan setelah kuantil ke 50 dan memberikan nilai yang hampir sama pada kuantil ke 75, 90 dan 95 dengan pseudo pseudo pseudo dan pseudo Nilai korelasi tidak menunjukkan perbedaaan yang nyata atau dengan kata lain nilainya hampir sama pada kuantil ke 50, 75, 90 dan 95 dengan dan . Nilai dan cenderung meningkat dengan bertambahnya nilai kuantil dengan dan serta dan Koefisien-koefisien persamaan model RKSB dapat disajikan pada Lampiran 9.
Gambar 10
Plot prediksi pada model regresi kuantil spline dengan peubah boneka untuk setiap kuantil pada tahun 2008
Gambar 9 menunjukkan bahwa model RKSB dapat memprediksi intensitas curah hujan lebih baik. Secara umum pola prediksi curah hujan untuk kuantil ke 50, 75, 90 dan 95 dapat mengikuti pola data aktual dengan baik. Nilai aktual untuk bulan Februari dapat diprediksi dengan baik oleh kuantil ke 90 yang merupakan saat curah hujan tertinggi. Pada musim hujan pada bulan Oktober sampai dengan Januari dan Maret nilai-nilai prediksi berada lebih tinggi dari nilainilai aktual. Nilai prediksi di bulan Februari juga mendekati nilai aktual. Musim kemarau nilai-nilai prediksi untuk kuantil ke 50, 75, 90 dan 95 lebih tinggi dari nilai-nilai aktual dan dapat mengikuti pola dengan baik. Nilai prediksi curah hujan pada bulan April sampai dengan September pada kuantil 50 berturut-turut sebesar 130.630 mm/bulan, 54.883 mm/bulan, 45.225 mm/bulan, 29.476 mm/bulan, 9.613 mm/bulan, 14.062 mm/bulan. Prediksi pada model
21 RKSB menunjukkan bahwa nilai-nilai aktual pada kuantil terutama untuk nilai ekstrim pada musim hujan lebih banyak dan lebih menangkap pola dengan lebih baik. Nilai-nilai prediksi lebih lengkap dapat di lihat pada Lampiran 13. Perbandingan Model Perbandingan beberapa model SD tanpa dan dengan peubah boneka berdasarkan kriteria nilai pseudo (model) dan (Prediksi) dapat disajikan pada Tabel 4 serta ilustrasi dari nilai dan dapat disajikan pada Gambar 11. Hasil analisis pada model SD tanpa peubah boneka (RKP dan RKS) menunjukkan bahwa nilai pseudo (Model) dan (prediksi) untuk kuantil ke 50, 75, 90 dan 95 tidak menunjukkan perbedaan yang nyata atau dengan kata lain hampir sama. Namun, pada model RKS nilai (model) dan (prediksi) lebih rendah dibandingkan dengan model RKP. Model RKS adalah model SD tanpa peubah boneka yang lebih baik dalam menghasilkan nilai dugaan dan polanya lebih mendekati dengan data aktual. Tabel 4
Nilai pseudo , korelasi statistical downscaling
Regresi kuantil polinomial (RKP) Regresi kuantil spline (RKS) Regresi kuantil polinomial dengan peubah boneka (RKPB) Regresi kuantil spline dengan peubah boneka (RKSB)
Kuantil ke 50 Kuantil ke 75 Kuantil ke 90 Kuantil ke 95 Kuantil ke 50 Kuantil ke 75 Kuantil ke 90 Kuantil ke 95 Kuantil ke 50 Kuantil ke 75 Kuantil ke 90 Kuantil ke 95 Kuantil ke 50 Kuantil ke 75 Kuantil ke 90 Kuantil ke 95
dan
Model Pseudo 63.63% 67.58 94.62% 79.45 98.62% 110.83 98.09% 145.93 66.21% 63.87 96.51% 72.82 93.15% 110.68 93.85% 136.43 92.87% 29.27 99.66% 34.10 99.20% 49.16 99.56% 57.75 93.23% 28.47 98.67% 34.71 97.69% 50.74 99.26% 55.06
dari beberapa model Prediksi 0.89 0.97 0.99 0.99 0.83 0.99 0.95 0.93 0.98 0.99 0.99 0.99 0.98 0.99 0.99 0.99
83.54 72.80 105.43 140.74 81.17 77.93 93.00 128.79 35.03 40.46 56.32 64.82 35.93 45.77 62.08 64.45
Model SD dengan peubah boneka memberikan peningkatan yang nyata pada nilai pseudo dan penurunan nyata pada nilai pada model, pada prediksi model juga memberikan peningkatan yang nyata pada nilai dan penurunan nyata pada nilai , dan dapat mengatasi masalah keheterogenan sisaan. Hal ini menunjukkan bahwa dengan adanya penambahan peubah boneka membuat model semakin baik dalam melakukan prediksi. Plot pada model SD dengan peubah boneka menunjukkan pola yang lebih mirip dengan data aktual dibandingkan dengan plot data tanpa peubah boneka. Hal ini juga menunjukkan
22 bahwa model dengan peubah boneka mampu memprediksi lebih baik dibandingkan dengan tanpa peubah boneka.
Gambar 11
Nilai downscaling
dan
dari beberapa model statistical
Nilai pseudo pada model RKPB terdapat adanya peningkatan hingga 46% dari model RKP. Nilai pada prediksi untuk model RKPB juga terdapat adanya peningkatan hingga 9% dari prediksi model RKP. Namun, nilai RMSE pada model RKPB mengalami penurunan antara 56-60% dari model RKP. Nilai RMSEP pada prediksi untuk model RKPB juga mengalami penurunan antara 4458% dari prediksi model RKP. Model RKPB adalah model yang lebih baik dalam menghasilkan nilai dugaan dan polanya lebih mendekati dengan data aktual dibandingkan model RKP. Model RKSB terdapat peningkatan pada nilai pseudo hingga 41% dari model RKS. Selanjutnya, nilai pada prediksi model RKSB juga terdapat peningkatan hingga 18% dari prediksi model RKS. Namun, nilai pada model RKSB mengalami penurunan antara 52-60% dari model RKS. Kemudian, Nilai pada prediksi untuk model RKSB juga mengalami penurunan antara 33-56% dari prediksi model RKS. Model RKSB adalah model yang lebih baik dalam menghasilkan nilai dugaan dan polanya lebih mendekati dengan data aktual dibandingkan model RKS. Secara umum model SD dengan peubah boneka (model RKPB dan RKSB) terdapat adanya peningkatan pada nilai pseudo hingga 46% untuk model dan nilai hingga 18% untuk prediksi dari model SD tanpa peubah boneka (model RKP dan RKS). Namun, nilai pada model SD dengan peubah boneka mengalami penurunan yang nyata antara 52%-60% dan nilai RMSEP antara 33%-58% untuk prediksi dari model SD tanpa peubah boneka. Nilai
23 dan pada kuantil ke 50, 75, 90 dan 95 tidak menunjukkan perbedaan yang nyata atau dengan kata lain hampir sama pada model SD sesudah ditambahkan peubah boneka. Prediksi curah hujan di kabupaten Indramayu dengan menggunakan model SD dengan peubah boneka menunjukkan kecenderungan yang paling mirip dengan pola data aktualnya jika dibandingkan dengan model SD tanpa peubah boneka. Model SD dengan peubah boneka merupakan model yang paling baik yang dapat digunakan untuk memprediksi curah hujan ekstrim di kabupaten Indramayu. Model yang paling baik untuk menggambarkan nilai ekstrim biasa pada kuantil ke 90 adalah model RKPB dengan pseudo dan serta prediksi model RKPB dengan dan Selanjutnya, model yang paling baik untuk menggambarkan nilai ekstrim yang lebih tinggi pada kuantil ke 95 adalah model RKSB dengan pseudo dan serta prediksi model RKSB dengan dan Prediksi curah hujan yang dilakukan satu tahun kedepan dengan menggunakan model SD memberikan hasil yang konsisten.
5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil analisis curah hujan ekstrim di Kabupaten Indramayu, dapat disimpulkan bahwa pemodelan SD dengan peubah boneka pada data GCMlag mampu meningkatkan nilai kebaikan model sehingga memberikan hasil prediksi pada data curah hujan yang lebih baik dan dapat digunakan untuk prediksi curah hujan ekstrim. Model terbaik yang menggambarkan di nilai ekstrim biasa pada kuantil ke 90 adalah model regresi kuantil polinomial dengan peubah boneka dan model yang paling baik menggambarkan di nilai ekstrim yang lebih tinggi pada kuantil ke 95 adalah model regresi kuantil spline dengan peubah boneka. Prediksi curah hujan yang dilakukan satu tahun kedepan dengan menggunakan model SD tanpa dan dengan peubah boneka memberikan hasil yang konsisten. Saran Pada penelitian ini, model statistical downscaling dengan regresi kuantil spline menggunakan AKU sebagai metode reduksi dimensi. Oleh karena itu, peneliti menyarankan untuk mengkaji penerapan model regresi kuantil spline dengan metode reduksi dimensi data menggunakan analisis komponen utama fungsional (AKUF), kuadrat terkecil parsial (KTP) atau mengkaji hubungan fungsional dalam metode nonparametrik yang lainnya.
24
DAFTAR PUSTAKA Buhai S. 2005. Quantile Regression: Overview and Selected Application [Internet]. [Diunduh 11 Oktober 2013]; http://www.adastra.ro/journal/7/buhai. Busuioc A, Chen D, Hellstrom C. 2001. Performance of Statistical Downscaling Models in GCM Validation and Regional Climate Change Estimates (Application for Swedish precipitation). International Journal of Climate 21: 557-578. Badan Meteorologi dan Geofisika. 2008. Laporan Meteorologi dan Geofisika. Jakarta (ID). Chen C dan Wei. 2005. An Introduction to Quantile Regression and The Quantreq Procedure [internet]. [Diunduh 11 Oktober 2013]; http: //www2.sas.com/proceedings/sugi30/213-30.pdf. Djuraidah A, Wigena AH. 2011. Regresi kuantil untuk eksplorasi curah hujan di Kabupaten Indramayu. J Ilmu Dasar. 12(1):50-56. Djuraidah A, Rahman LOA. 2009. Regresi Kuantil Spline Untuk Pemodelan Nilai Ekstrim Pada Pencemar Udara PM10 Di Kota Surabaya (Seminar Nasional Statistika IX). Institut Teknologi Sepuluh November. Eubank R. 1988. Spline smoothing and nonparametric regression. New York: Marcel Dekker. Fernandez E. 2005. On The Influence of Predictors Area in Statistical Downscaling of Daily Parameters. Report no. 09/2005. Onslo: Norwegian Meteorogical Institute. Handayani L. 2014. Statistical Downscaling dengan Model Aditif Terampat Untuk Pendugaan Curah Hujan Ektrim [Tesis]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Haryoko U. 2004. Pendekatan Reduksi Dimensi Luaran GCM untuk Penyusunan Model SD [Tesis]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Koenker R. 2005. Quantile Regression. Cambridge: Cambridge Iniversity Press. Mondiana YQ. 2012. Pemodelan Statistical Downscaling dengan regresi kuantil untuk pendugaan curah hujan ekstrim (studi kasus stasiun Bangkir Kabupaten Indramayu) [Tesis]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Pribadi HY. 2012. Variabilitas Curah Hujan dan Pergeseran Musim di WilayahBanten Sehubungan dengan Variasi Suhu Muka Laut Perairan Indonesia, Samudera Pasifik dan Samudera Hindia [Tesis]. Depok (ID): Sekolah Pascasarjana, Universitas Indonesia. Rizki A. 2014. Pemodelan Semiparametrik Statistical Downscaling Untuk Prediksi Curah Hujan di Kabupaten Indramayu [Tesis]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Sahriman S. 2014. Model Statistical Downscaling dengan Time Lag Data Global Circulation Model untuk Peramalan Curah hujan [Tesis]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Sari WJ. 2015. Pemodelan Statistical Downscaling dengan Regresi Kuantil Komponen Utama Fungsional Untuk Prediksi Curah Hujan Ektrim [Tesis]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
25 Sutikno. 2008. Statistical Downscaling Luaran GCM dan Pemanfaatannya Untuk Peramalan Produksi Padi [Disertasi]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Wigena, AH. 2006. Pemodelan Statistical Downscaling dengan Regresi Projection Pursuit Untuk Peramalan Curah Hujan Bulanan di Indramayu [Disertasi]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Wilby RL, Charles SP, Zorita E, Timbal B, Whetton P, Mearns LO. 2009. A review of climate risk information for adaptation and development planning. Journal of Climatology 29: 1193-1215. Zorita E, Stroch HV. 1999. The Analog Method as a Simple Statistical Downscaling Technique: Comparison with more complicated Method. Journal of Climatology, 12: 2474-2489.
26
LAMPIRAN
27 Lampiran 1
Plot masing-masing peubah data GCM-lag (Sumber: Sahriman 2014)
28 Lampiran 1
Plot masing-masing peubah data GCM-lag (Sumber: Sahriman 2014) (Lanjutan)
29 Lampiran 1
Plot masing-masing peubah data GCM-lag (Sumber: Sahriman 2014) (Lanjutan)
30 Lampiran 1
Plot masing-masing peubah data GCM-lag (Sumber: Sahriman 2014) (Lanjutan)
31 Lampiran 1
Plot masing-masing peubah data GCM-lag (Sumber: Sahriman 2014) (Lanjutan)
32 Lampiran 1
Plot masing-masing peubah data GCM-lag (Sumber: Sahriman 2014) (Lanjutan)
33 Lampiran 1
Plot masing-masing peubah data GCM-lag (Sumber: Sahriman 2014) (Lanjutan)
34 Lampiran 1
Plot masing-masing peubah data GCM-lag (Sumber: Sahriman 2014) (Lanjutan)
35 Lampiran 2
Nilai variance inflation factors (VIF) pada data GCM-lag Peubah Prediktor
VIF 365.584 637.611 389.945 67.235 86.286 37.217 17.28 33.872 778.167 1220.45 705.64 218.851 235.319 162.948 60.484 86.065 1042.55 1129.86 737.582 620.364 466.219 121.007 77.889 128.628 1081.22 995.04 419.601 856.08 538.676 120.617 91.072 126.509
Peubah Prediktor
VIF 908.603 967.707 421.471 955.113 597.077 180.097 42.257 49.513 580.85 435.393 935.506 1123.8 765.372 155.837 32.798 23.251 202.034 404.151 1038.17 1024.92 1032.92 206.059 43.608 15.099 138.668 655.6 919.348 810.929 594.453 144.414 5.501 5.721
36 Lampiran 3
Uji kehomogenan ragam pada data GCM-Lag
Lampiran 4
Plot antara curah hujan dan komponen utama ke 1 (KU1) (Sumber: Rizki 2014)
37 Lampiran 4
Plot antara curah hujan dan komponen utama ke 1 (KU1) (Sumber: Rizki 2014) (Lanjutan)
38 Lampiran 4
Plot antara curah hujan dan komponen utama ke 1 (KU1) (Sumber: Rizki 2014) (Lanjutan)
39 Lampiran 5
Plot antara curah hujan dan komponen utama ke 2 (KU2) (Sumber: Rizki 2014)
40 Lampiran 5
Plot antara curah hujan dan komponen utama ke 2 (KU2) (Sumber: Rizki 2014) (Lanjutan)
Lampiran 6
Plot antara curah hujan dan komponen utama ke 3 (KU3) (Sumber: Rizki 2014)
41 Lampiran 6
Plot antara curah hujan dan komponen utama ke 3 (KU3) (Sumber: Rizki 2014) (Lanjutan)
42 Lampiran 7
Plot antara curah hujan dan komponen utama ke 4 (KU4) (Sumber: Rizki 2014)
43 Lampiran 8
Koefisien model regresi kuantil polinomial dan regresi kuantil polinomial dengan peubah boneka pada kuantil ke 50, 75, 90 dan 95
44
Lampiran 9
Keofisien model regresi kuantil spline dan regresi kuantil spline dengan peubah boneka pada kuantil ke 50, 75, 90 dan 95
45 Lampiran 10 Nilai dugaan regresi kuantil polinomial pada tahun 2008
Lampiran 11 Nilai dugaan regresi kuantil spline pada tahun 2008
Lampiran 12 Nilai dugaan regresi kuantil polinomial dengan peubah boneka pada tahun 2008
46 Lampiran 13 Nilai dugaan regresi kuantil spline dengan peubah boneka pada tahun 2008
47
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Pekanbaru pada tanggal 29 Agustus 1987, sebagai anak kedua dari pasangan Bapak H. Waziruddin dan Ibu Hj. Roslaili. Pendidikan sekolah menengah ditempuh di SMA Negeri 4 Pekanbaru Program IPA, lulus pada tahun 2005. Pada tahun yang sama penulis diterima di program studi Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Riau, Pekanbaru dan menyelesaikannya pada tahun 2010. Kesempatan untuk melanjutkan pendidikan program master (S2) pada program studi Statistika Terapan di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB) diperoleh pada tahun 2012. Penulis juga menulis karya ilmiah yang telah dipublikasikan dalam jurnal internasional yang berjudul “Quantile Spline Regression on Statistical Downscaling Model to Predict Extreme Rainfall in Indramayu” diterbitkan pada Applied Mathematical Sciences, Vol. 9, 2015, no. 126, 6263 – 6272 HIKARI Ltd, www.m-hikari.com.