PEMODELAN DAN VISUALISASI TIGA DIMENSI BAHAYA BENCANA BANJIR PASCA ERUPSI MERAPI DI KALI CODE, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
SKRIPSI
oleh
DANY PUGUH LAKSONO NIM : 07 / 256988 / TK / 33449
JURUSAN TEKNIK GEODESI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA
2011
PEMODELAN DAN VISUALISASI TIGA DIMENSI BAHAYA BENCANA BANJIR PASCA ERUPSI MERAPI DI KALI CODE, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
SKRIPSI
Untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana Teknik Program Studi Teknik Geodesi dan Geomatika
diajukan oleh
DANY PUGUH LAKSONO NIM : 07 / 256988 / TK / 33449
kepada
JURUSAN TEKNIK GEODESI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2011 Halaman Judul
i
SKRIPSI PEMODELAN DAN VISUALISASI TIGA DIMENSI BAHAYA BENCANA BANJIR PASCA ERUPSI MERAPI DI KALI CODE, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA disusun oleh ___DANY PUGUH LAKSONO__ NIM : 07 / 256988 / TK / 33449
telah dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal 27 Juni 2011 Susunan Dewan Penguji Ketua Pembimbing
Anggota
Trias Aditya K.M., ST., M.Sc., Ph.D.
Ir. Subaryono, M.A., Ph. D
Anggota
DR. Eng. Purnama Budi Santosa, ST., M. App. Sc.
skripsi ini telah diterima sebagai salah satu persyaratan untuk mencapai derajat Sarjana Teknik Program Studi Teknik Geodesi dan Geomatika Tanggal …………………
Ir. Djurdjani, M. SP., M. Eng. Ph. D. Ketua Jurusan Teknik Geodesi Halaman Pengesahan
ii
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Yogyakarta, 19 Juli 2011
Dany Puguh Laksono
Halaman Pernyataan
iii
HALAMAN PERSEMBAHAN Karya ini kupersembahkan hanya untuk Allah Tabaroka wa Ta‟ala.
Katakanlah sesukamu untuk menghina kehormatanku
Maka, diamku terhadap para pencela adalah jawabanku
Bukanlah aku tidak punya jawaban, akan tetapi…
Bukan tabiatnya singa, melayani gonggongan anjing-anjing (Al-Imam Asy-Syafi’i, Diwan Asy-Syafi’i, Bab معبملة اللئيمHal 5)
Steter Tropfen Höhlt den Stein, Perhatikanlah, layang-layang terbang tinggi karena menentang angin Seandainya bukan karena kesulitan dan ujan, niscaya nilai semua manusia akan menjadi sama.
Terkhusus terima kasihku kepada : Ibu dan Bapak, serta Adik-adikku Ambar Al-Faiqoh, Alan Maula Asy-Syarif dan Hafsoh An-Nabila
iv
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Tabaroka wa Ta‟ala, berkat karunia dan rahmat-Nya, penulis berhasil menyelesaikan tugas akhir dengan judul “Pemodelan Dan Visualisasi Tiga Dimensi Bahaya Bencana Banjir Pasca Erupsi Merapi Di Kali Code, Daerah Istimewa Yogyakarta”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam mencapai derajat Sarjana Teknik di Jurusan Teknik Geodesi Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada. Dalam penyusunan skripsi ini penulis telah mendapat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak sehingga perkenankanlah penulis untuk menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada: 1.
Bapak dan Ibu serta adik-adik tersayang, yang telah merelakan waktu penulis untuk mereka berkurang karena penyelesaian skripsi ini.
2.
Bapak Ir. Ir. Djurdjani, MS., M. Eng. Ph. D., Ketua Jurusan Teknik Geodesi Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada.
3.
Bapak Trias Aditya K.M., ST., M.Sc., Ph.D., sebagai dosen wali dan dosen pembimbing yang telah berkenan membimbing dan memberikan pengarahan dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan skripsi ini.
4.
Bapak Ir. Subaryono, MA., Ph.D dan Bapak Purnama Budi Santosa, ST., M. App. Sc, DR. Eng. sebagai dosen penguji skripsi yang telah memberikan banyak masukan berharga kepada penulis selama masa pendadaran.
5.
Bapak DR. Ir. Rachmad Jayadi, M. Eng, dan rekan-rekan di Lab Hidraulika Teknik Sipil yang telah membantu penulis dalam perolehan data dan memahami konsep hitungan yang diperlukan
6.
Jajaran asatidz di Jogja, Ustadz Aris Munandar, Ustadz Zaid Susanto, Ustadz Afifi Abdul Wadud, Ustadz Ari Wahyudi dan lainnya yang telah mengantarkan penulis mengenal ilmu syar‟i yang sangat berharga,
7.
Para penuntut ilmu di Wisma Misfallah Thalabul Ilmi: Mas Rizki Amipon, Al-Akh Yhouga, Wiwit, Ridwan, Rajdian, Abdul, Fitri, Mas Ali, Ghofur dan rekan-rekan YPIA lainnya.
v
8.
Teman-teman KKN unit 005 Wirokerten: Ahmad, Azhar, Hanif, Gema, Fahad, Agus, Yudo dan lainnya.
9.
Rekan-rekan Kemah Kerja: Huda, Yudha, Aga, Maria, untuk 2 minggu yang penuh perjuangan
10. Rekan-rekan Tim Lisdes 2009, 2010 dan 2011 : Mas Febri, Mas Anung, Huda, Dono dan Ozi. 11. Rekan-rekan Tim Proyek Merapi dan Kali Code 2010: Harka, Fanny, Mas Burhan, Mas Jati, Mas Ali, Mas Hari S2, Mbak Eli, Tuta, Rendhy, Yoga, Rindi, Ara, Adis, Peni, dan pihak lain yang telah banyak membantu penulis. 12. Teman-teman angkatan 2007, untuk empat tahun yang telah berlalu. 13. Segenap dosen dan staf karyawan Jurusan Teknik Geodesi Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada, atas ilmu dan segala bantuan dalam urusan akademis yang telah diberikan. 14. Mas Priyanto, Mas Ari, Mas Arif dan segenap karyawan Magister Pengelolaan Bencana Alam (MPBA) UGM yang telah menyediakan berbagai referensi berharga untuk penulisan skripsi ini. 15. Dan lainnya yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu. Ketiadaan nama kalian disini bukan berarti kalian kurang berarti bagi penulis. Apabila dalam penyusunan skripsi ini banyak terjadi kesalahan dan kekurangan, penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya. Dengan senang hati penulis menerima saran dan kritik untuk perbaikan kerja penulis pada masa yang akan datang. Akhirnya, semoga skripsi ini bermanfaat bagi yang membutuhkan dalam memenuhi tujuannya.
Yogyakarta, 19 Juli 2011
Penulis
vi
DAFTAR ISI
Halaman Judul........................................................................................................... i Halaman Pengesahan ................................................................................................ ii Halaman Pernyataan ................................................................................................ iii Halaman Persembahan ............................................................................................ iv Kata pengantar ......................................................................................................... v Daftar Isi ................................................................................................................ vii Daftar Gambar.......................................................................................................... x Daftar Tabel ........................................................................................................... xii Daftar Lampiran .................................................................................................... xiii Intisari ................................................................................................................... xiv Abstract .................................................................................................................. xv BAB I : PENDAHULUAN ...................................................................................... 1 I.1 Latar Belakang ................................................................................................ 1 I.2. Pembatasan Masalah ....................................................................................... 2 I.3. Tujuan Penelitian ............................................................................................ 3 I.4. Manfaat Penelitian .......................................................................................... 3 I.5. Tinjauan Pustaka ............................................................................................ 4 I.6. Landasan Teori ............................................................................................... 6 I.6.1. Sungai ...................................................................................................... 6 I.6.2. Banjir ....................................................................................................... 8 I.6.3. Analisis frekuensi ................................................................................... 10 1.6.4. Deteksi Outlier ...................................................................................... 15 1.6.5. Uji statistik terhadap kesesuaian distribusi frekuensi data ...................... 16 I.6.6. Aplikasi Sistem Informasi Geografis untuk hidrologi ............................. 18 I.6.7. HEC-RAS dan HEC-GeoRAS ................................................................ 20 I.6.8. Visualisasi SIG Tiga Dimensi ................................................................. 23 BAB II : PELAKSANAAN .................................................................................... 26 II.1. Persiapan ..................................................................................................... 26
vii
II.1.1. Bahan penelitian ................................................................................... 26 II.1.2. Alat penelitian ....................................................................................... 26 II.2. Pelaksanaan ................................................................................................. 27 II.2.1. Persiapan dan pengumpulan data ........................................................... 28 II.2.2. Hitungan kala-ulang banjir rancangan ................................................... 30 II.2.3. Pre-processing data geometrik sungai ................................................... 34 II.2.4. Pembuatan simulasi banjir..................................................................... 40 II.2.5. Post-Processing daerah bahaya banjir ................................................... 45 II.2.6. Digitasi footprint bangunan ................................................................... 46 II.2.7. Visualisasi dua dimensi bahaya banjir ................................................... 47 II.2.8. Pembuatan model bangunan tiga dimensi .............................................. 48 II.2.9. Visualisasi dan animasi tiga dimensi ..................................................... 52 BAB III : HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................... 54 III.1. Hitungan Kala-Ulang Banjir ....................................................................... 54 III.2. Pre-Processing Data Geometrik Sungai Code ............................................ 61 III.3. Pembuatan Simulasi Model Banjir ............................................................. 62 III.4. Analisis dan Verifikasi Hasil Pembuatan Prediksi Bahaya Banjir ............... 63 III.5. Visualisasi Tiga Dimensi Bahaya Banjir..................................................... 66 III.6. Pengaruh Ketelitian Data Geometrik Terhadap Kualitas Prediksi Banjir ..... 68 BAB IV : KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 73 IV.1. Kesimpulan ................................................................................................ 73 IV.2. Saran.......................................................................................................... 74 DAFTAR PUSTAKA............................................................................................. 76 LAMPIRAN A : Triangular Irregular Network (TIN) Daerah Penelitian................ 80 LAMPIRAN B : Mosaik Foto Udara Daerah Penelitian .......................................... 82 LAMPIRAN C : Data Debit Tahunan Sungai Code Stasiun AWLR Pogung Tahun 1993-2009 .............................................................................................................. 84 LAMPIRAN D : DATA KOEFISIEN MANNING SUNGAI CODE ...................... 85 LAMPIRAN E : Data Kerusakan Sungai Code Pasca Banjir Lahar Dingin Tahun2010-2011 .................................................................................................... 87 LAMPIRAN F : Tabel Faktor Frekuensi KN Nilai Uji Outlier ................................. 89 LAMPIRAN G : Tabel faktor Frekuensi K Distribusi log-pearson tipe III .............. 90
viii
LAMPIRAN H : Tabel Nilai Kritis Uji Smornov-Kolmogorov ............................... 92 LAMPIRAN I : Tabel Nilai Kritis Uji Chi-Square .................................................. 93 LAMPIRAN J : Peta Zona Bahaya Banjir Dua Dimensi ......................................... 94 LAMPIRAN K : Screenshoot Hasil Pemodelan Tiga Dimensi Bahaya Banjir ......... 98 LAMPIRAN L : Foto-foto Kondisi Stasiun AWLR Pogung (Juli 2011) ................ 102
ix
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar I.1. Metode Pemilihan Data
12
Gambar I.2. Struktur data volumetrik SIG tiga dimensi
25
Gambar II.1. Diagram alir pelaksanaan penelitian
27
Gambar II.2. Digitasi centerline, overbanks, dan flowpaths
36
Gambar II.3. Digitasi cross-section
37
Gambar II.4. Digitasi bangunan penghalang (blocked obstruction)
38
Gambar II.5. Digitasi penutup lahan untuk menentukan nilai Koefisien
39
Kekasaran Manning (Manning’s roughness coefficients) Gambar II.6. Eksport data ke dalam format SDF
40
Gambar II.7. Hasil import data geometrik dalam HEC-RAS
41
Gambar II.8. Tampilan Graphical Cross-Section Edit
42
Gambar II.9. Tampilan perspektif hasil hitungan HEC-RAS
44
Gambar II.10. Jendela GIS Export pada HEC-RAS
44
Gambar II.11. Jendela konversi SDF to XML
45
Gambar II.12. Overlay daerah rawan bahaya banjir pada ArcGIS
46
Gambar II.13. Proses digitasi tapak bangunan (footprint)
47
Gambar II.14. Tampilan footprint bangunan pada ArcGlobe
49
Gambar II.15. Memberikan nilai ketinggian pada tapak bangunan (Extrusion) 50 Gambar II.16. Kotak dialog konversi Layer 3D to Feature Class
50
Gambar II.17. Pembuatan model bangunan (Rusunawa Kali Code)
51
Gambar II.18. Penggantian model tiga dimensi (replace) pada ArcGlobe
52
Gambar II.19. Membuat keyframe animasi
53
Gambar II.20. Eksport animasi dalam format *.avi
53
Gambar III.1. Grafik seri data debit maksimum tahunan Sungai Code tahun
54
1993-2009 Gambar III.2. Grafik plotting distribusi frekuensi teoretis terhadap data
60
ukuran dan batas kepercayaan 95% Gambar III.3. Tampilan perspektif profil hasil hitungan HEC-RAS
62
Gambar III.4. Pemukiman Terdampak Banjir di Suryatmajan dan
65
x
Tegalpanggung Gambar III.5. Visualisasi tiga dimensi bahaya banjir
67
Gambar III.6. Daerah yang seharusnya mengalami banjir (belakang
69
Rusunawa) Gambar III.7. Daerah yang seharusnya tidak mengalami banjir (Sekitar
69
Rumah Sakit Sardjito) Gambar III.8. Tampak atas dan samping salah satu penampang melintang
71
(cross-section) di Sungai Code
xi
DAFTAR TABEL Halaman Tabel I.1. Rumus beberapa parameter statistik dasar
13
Tabel III.1. Hasil hitungan parameter statistik dasar dari data awal
55
Tabel III.2. Hasil hitungan nilai logaritmik set data awal
56
Tabel III.3. Hasil hitungan parameter statistik dasar untuk set data baru
56
Tabel III.4. Hasil hitungan nilai logaritmik set data baru
57
Tabel III.5. Hitungan uji Chi-square
58
Tabel III.6. Hitungan uji Smirnov-Kolmogorov
59
Tabel III.7. Hitungan debit banjir untuk berbagai nilai kala-ulang
60
Tabel III.8. Perbandingan Luas Wilayah Terdampak
64
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman LAMPIRAN A : Triangular Irregular Network (TIN) Daerah Penelitian
80
LAMPIRAN B :
Mosaik Foto Udara Daerah Penelitian
82
Data Debit Tahunan Sungai Code Stasiun AWLR Pogung Tahun 1993-2009 LAMPIRAN D : Data Koefisien Manning Sungai Code
84
LAMPIRAN E :
87
LAMPIRAN C :
LAMPIRAN F :
Data Kerusakan Sungai Code Pasca Banjir Lahar Dingin 2010-2011 Tabel Faktor Frekuensi KN Nilai Uji Outlier
85
89
LAMPIRAN G : Tabel Faktor Frekuensi K Distribusi Log-Pearson tipe III
90
LAMPIRAN H : Tabel Nilai Kritis Uji Smirnov-Kolmogorov
92
LAMPIRAN I :
Tabel Nilai Kritis Uji Chi-Square
93
LAMPIRAN J :
Peta Zona Bahaya Banjir Dua Dimensi
94
LAMPIRAN K : Screenshoot Hasil Pemodelan Tiga Dimensi Bahaya 98 Banjir LAMPIRAN L : Foto-foto Kondisi Stasiun AWLR Pogung (Juli 2011) 102
xiii
INTISARI
Laju urbanisasi dan pesatnya pembangunan menyebabkan banyak warga masyarakat tinggal di daerah yang tidak layak huni. Padatnya wilayah perkotaan menyebabkan daerah yang seharusnya menjadi dataran banjir sungai berubah fungsi menjadi pemukiman tetap bagi banyak warga. Dataran banjir merupakan wilayah alami yang sewaktu-waktu dapat tergenang akibat meningkatnya muka air sungai. Dengan kondisi tersebut pemukiman yang terletak pada daerah ini memiliki tingkat kerentanan yang tinggi atas banjir, sebagaimana dijumpai pada daerah pemukiman di sekitar Sungai Code. Upaya penanggulangan bencana banjir diantaranya dilakukan dengan memperkuat kapasitas warga dalam menghadapi bencana banjir. Peta bahaya banjir dapat digunakan untuk memfasilitasi kegiatan sosialisasi kepada warga masyarakat untuk memperkuat kapasitas sehingga terbentuk komunitas yang lebih tahan bencana. Pembuatan peta bahaya banjir dapat dilakukan dengan memodelkan karakteristik dari aliran sungai. Analisa statistik dilakukan terhadap data debit banjir tahunan Sungai Code untuk membuat pemodelan dari karakteristik tersebut sehingga dapat dibuat prediksi kejadian banjir pada berbagai skenario memanfaatkan piranti lunak Sistem Informasi Geografis (SIG). Beberapa skenario banjir sesuai dengan tingkat probabilitasnya dipilih untuk menghasilkan peta zonasi bahaya banjir. Sistem Informasi Geografis (SIG) dan HEC-RAS digunakan untuk menghasilkan prediksi daerah terkena banjir pada skenario kala-ulang 5, 25 dan 100 tahun. Analisis terhadap hasil zonasi banjir menunjukkan bahwa daerah pemukiman di sekitar Wirogunan berpotensi mengalami genangan banjir paling luas pada berbagai skenario kala-ulang, sementara wilayah pemukiman di Gowongan merupakan daerah yang paling sedikit mengalami genangan banjir. Adanya sejumlah daerah yang mengalami banjir pada kala ulang 5 tahun menunjukkan tingginya sedimentasi pada Sungai Code pasca banjir lahar dingin tahun 2010. Pengerukan perlu dilakukan pada beberapa ruas sungai untuk menghindari terjadinya banjir yang lebih parah. Visualisasi tiga dimensi bahaya banjir dan pemukiman terdampak disajikan untuk mendukung proses sosialisasi dan memperkuat ketahanan masyarakat terhadap bencana.
xiv
ABSTRACT
Urbanization and population growth force people to live in unsuitable residential area including urban settlements that are disaster-prone areas, for example urban settlements on the river‟s floodplain. Floodplains are natural areas that are subject to inundation due to rise of the river‟s water level. With this condition, settlements located in this area has a high level of vulnerability to the flood, as found in residential areas around the Code River. One of important efforts that has to be done to reduce flood hazard disaster is to by strengthen the coping capacity of residents living in the disaster-prone area. Flood hazard maps can be used to support disaster mitigation efforts in order to strengthen the coping capacity of the residents to build a more disaster-resilent community. Flood hazard mapping can be done by modeling the characteristics of the river‟s flow. Statistical analysis was conducted based on the annual flood discharge data of Code River in order to make a river flow model so that flood events in various scenarios can be predicted using Geographic Information System‟s (GIS) tools. Several flood scenarios in accordance with the level of probability are chosen to produce a flood hazard zoning map. Geographic Information Systems (GIS) and HEC-RAS softwares is used to generate predictions on the flood-affected areas for return period scenarios of 5, 25 and 100 years. The result of GIS analysis is the flood hazard map. From the map it can be seen that residential areas around Code River in Wirogunan are potential to be the most extensive inundated areas in various return period scenarios. Meanwhile the residential areas in Gowongan are the least areas to experience flood inundation. The existence of a number of inundated areas at return period of 5 years shows high sedimentation in Code River post cold lahar flood of 2010. Mitigation efforts need to be done in several sections of the river to avoid more severe floods. Threedimensional visualization of the flood hazard and affected settlement areas is presented to support socialization about the hazard and to strengthen coping capacity od urban community in Code River to flood disaster. Keywords : return period, flood-hazard zoning, HEC-RAS, 3D Visualization
xv
BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Terjadinya bencana merupakan salah satu faktor penting yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan pembangunan. Sebuah kejadian bencana dapat mengakibatkan kerusakan terhadap hasil dari pembangunan yang telah dilakukan selama bertahun-tahun hanya dalam waktu yang singkat. Oleh karena itu, diperlukan usaha untuk mengurangi dampak terjadinya bencana di masa yang akan datang dengan melakukan perencanaan dan penataan kawasan rawan bencana. Erupsi Merapi pada tahun 2010 yang lalu mengakibatkan berbagai kerugian langsung maupun tidak langsung. Kerugian tidak langsung diantaranya disebabkan oleh adanya bencana sekunder berupa banjir lahar dingin. Banjir lahar dingin yang membawa sedimen sisa letusan Merapi mengakibatkan terjadinya pendangkalan dasar sungai-sungai berhulu Merapi, sehingga menimbulkan bahaya banjir yang lebih besar pada daerah di sekitarnya. Adanya curah hujan yang tinggi memperbesar kemungkinan terjadinya bencana banjir yang menimbulkan kerusakan pada daerahdaerah di sepanjang aliran sungai yang berhulu di Gunung Merapi, diantaranya adalah Kali Code yang merupakan perpanjangan dari Kali Boyong di lereng Merapi. Sungai Code memiliki alur aliran air yang melintasi wilayah pemukiman, dengan sebagian wilayah dataran banjir pada sungai ini telah mengalami perubahan fungsi menjadi pemukiman tetap. Hal ini tentu saja mengakibatkan tingginya kerentanan yang menimbulkan kerugian apabila terjadi bencana banjir. Usaha untuk menanggulangi bencana banjir dapat dikategorikan menjadi usaha perbaikan secara struktural dan non-struktural. Usaha perbaikan secara struktural berupa perbaikan tanggul dan bangunan-bangunan fisik lainnya harus diimbangi dengan usaha non-struktural berupa prakiraan banjir, tata ruang daerah ancaman banjir, penyadaran masyakarat dan usaha-usaha lainnya. Masyarakat yang secara langsung menderita kerugian akibat bencana banjir maupun yang secara tidak langsung menyebabkan terjadinya banjir perlu dilibatkan dalam proses perencanaan
1
2
dan pelaksanaan upaya penanggulangan banjir dengan dukungan kebijakan yang bersifat tegas. Diantara upaya yang dapat dilakukan dalam mendukung penanggulangan bencana banjir adalah dengan menyajikan peta yang memuat daerah-daerah yang rawan terkena bencana banjir. Sebuah model yang dibentuk dari parameterparameter hidrologis dapat dibuat untuk melakukan prediksi mengenai daerah-daerah yang rawan terkena bencana banjir dengan besaran tertentu. Proses selanjutnya adalah melakukan sosialisasi kepada masyarakat dan pemerintah sehingga dapat dibentuk kebijakan yang bersifat bottom-up dengan inisiatif warga untuk menghadapi kemungkinan terjadinya kejadian serupa di masa yang akan datang. Penelitian ini berperan dalam menjembatani antara aplikasi Sistem Informasi Geografis untuk bidang hidrologi dan komunikasi bahaya banjir kepada masyarakat melalui media peta yang menyajikan daerah-daerah yang rawan terkena bencana banjir. Kemajuan teknologi, khususnya di sektor Sistem Informasi Geografis akhirakhir ini, mendorong kemajuan pembuatan peta bahaya untuk keperluan pemetaan dan prediksi daerah terdampak banjir. Visualisasi dalam tiga dimensi akan memberikan gambaran nyata mengenai luasan daerah yang terdampak sehingga memudahkan dalam pengambilan keputusan sekaligus dapat berfungsi sebagai sarana yang efektif untuk mengkomunikasikan bahaya banjir kepada warga masyarakat di sekitar Kali Code. Dengan demikian, penelitian ini dapat menunjukkan bahwa keberadaan Sistem Informasi Geografis dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk mendukung fungsinya yang sangat vital dalam pembangunan.
I.2. Pembatasan Masalah
Dalam penelitian ini, permasalahan dibatasi pada : 1. Bahaya yang dipetakan adalah bencana banjir di Sungai Code pasca letusan Gunung Merapi pada tahun 2010. 2. Daerah penelitian adalah penggal kawasan sepanjang kurang-lebih sepuluh kilometer pada Sungai Code dari daerah Ring-road utara hingga Sorosutan.
3
3. Model geometrik bahaya banjir berupa penampang melintang sungai diperoleh dari DSM (Digital Surface Model) hasil pemotretan udara menggunakan kamera non-metrik yang dipasang pada UAV (Unmanned Aerial Vehicle/pesawat tanpa awak) dengan resolusi spasial 0.41 meter pada tanggal 12 Januari 2011 di daerah penelitian. 4. Parameter hidrologis yang digunakan berupa data debit maksimum tahunan Sungai Code (dalam meter kubik per detik) dan ketinggian muka air sungai pada stasiun AWLR (Automatic Water Level Recorder) Pogung selama tahun 1993-2009. 5. Analisa bahaya banjir dilakukan menggunakan steady flow analysis (aliran dianggap tetap, tidak berubah-ubah) dengan asumsi hanya ada satu saluran di sepanjang Sungai Code dengan mengabaikan keberadaan saluran-saluran cabang dari dan menuju Sungai Code.
I.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini antara lain : 1. Menghasilkan prediksi dan pemodelan banjir dalam bentuk peta bahaya banjir untuk memperkuat kapasitas komunitas sekitar Sungai Code dalam melakukan mitigasi dan kesiapsiagaan menghadapi bahaya banjir. 2. Memberikan tinjauan awal mengenai daerah pemukiman/kawasan yang tidak/layak huni di sekitar Sungai Code sebagai akibat dari bahaya banjir. 3. Menghasilkan peta sebagai media komunikasi bahaya banjir kepada masyarakat dengan menggunakan visualisasi tiga dimensi.
I.4. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini antara lain : 1. Manfaat Teoritis
4
a. Mengetahui aplikasi Sistem Informasi Geografis tiga dimensi dalam prediksi dan pemodelan bahaya banjir di Kali Code. b. Mengetahui
pemodelan
bahaya
banjir
dengan
memanfaatkan
pemotretan udara sebagai sumber data geometrik.
2. Manfaat Praktis a. Terbentuknya peta yang menggambarkan bahaya bencana banjir di sepanjang Kali Code, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, sebagai tinjauan pendahuluan untuk mengetahui perkiraan daerah mana yang layak huni dan daerah yang tidak layak huni berdasarkan analisa spasial mengenai daerah rawan banjir. b. Pemanfaatan visualisasi tiga dimensi bahaya banjir sebagai sarana komunikasi kepada masyarakat sehingga menimbulkan kesadaran warga masyarakat mengenai daerah pemukiman rawan bencana.
I.5. Tinjauan Pustaka
Evans dkk. (2007) menggunakan pemodelan dua dimensi untuk analisa skenario banjir di Medway Estuary menggunakan data topografi, fotogrametri dan LiDAR. Set data spasial dalam cakupan yang luas digunakan untuk memperkirakan risiko bahaya banjir dan arus pasang Muara Medway dengan detail yang cukup tinggi. Pembuatan model area cakupan banjir, kedalaman, laju genangan, perkembangan banjir dan potensi bahaya banjir merupakan cara yang efektif untuk melakukan flood risk assessment (identifikasi area yang memiliki risiko terkena banjir) dan flood hazard mapping (pemetaan daerah rawan banjir berdasarkan kriteria tertentu) dengan dukungan Sistem Informasi Geografis sebagai alat utama penyusunannya. Penelitian ini membahas mengenai pemetaan daerah bahaya banjir (flood hazard mapping) dengan menetapkan nilai probabilitas kejadian banjir sebagai kriteria penentuan zona bahaya banjir.
5
Santosa (2006) mengurai mengenai peranan Sistem Informasi Geografis dalam manajemen bencana banjir pada tiap tahap siklus manjemen bencana. Pemanfaatan aplikasi Sistem Informasi Geografis dalam manajemen banjir dilakukan dengan menggunakan berbagai perangkat lunak yang tersedia di pasar seperti MIKE 11 dan FLOODFILL, atau menggunakan paket program umum seperti ArcView GIS dengan bantuan HEC-RAS dan HEC-GeoRAS. Solaimani (2011) melakukan zonasi daerah dataran banjir pada kala ulang 5, 50 dan 100 tahun berbasis Sistem Informasi Geografis dengan melakukan analisa hidraulik dari data curah hujan dan model geometrik di daerah Neka, Iran. Data geometrik diperoleh dari peta skala 1:1.000 yang diolah dengan menggunakan software ArcView GIS, sedangkan pemodelan hidrologis dilakukan dengan membuat analisa statistik terhadap data curah hujan. Hasil analisis tersebut kemudian diolah untuk mendapatkan luasan daerah rawan bahaya banjir pada kala ulang yang telah ditetapkan dengan menggunakan software HEC-RAS. Penelitian ini menunjukkan peranan Sistem Informasi Geografis mampu digunakan dalam membuat prediksi zona bahaya banjir dengan dukungan data hidrologis dan geometris yang akurat. Gurer dan Ucar (2010) melakukan pemetaan daerah bahaya banjir di Sungai Degirmendere, Turki dengan melakukan pemodelan hidrologis dari data curah hujan dan geometri sungai dari gabungan peta skala 1:2.000 dan 1:25.000. Analisa hidraulik dari kombinasi data geometris dan hidrologis dilakukan menggunakan ArcGIS, HEC-GeoRAS dan HEC-RAS. Hasil analisis kemudian disajikan dalam bentuk model 3 dimensi dari skenario banjir dengan kala ulang 10, 50, 100, 500 dan 1000 tahun. Widiyanto (2005) dalam tesisnya mengurai mengenai kajian hidrologis dan hidraulik dari banjir yang terjadi pada tanggal 23 Februari 2005 di Kali Code. Analisa statistik dilakukan untuk mengetahui besaran Kala Ulang dari banjir yang terjadi pada tanggal 23 Februari tersebut untuk dibandingkan dengan kapasitas tampang (bankfull discharge) Sungai Code setelah adanya pembangunan talud. Hasil penelitian menunjukkan perlunya manajemen banjir untuk menghindari terjadinya kerugian yang diakibatkan oleh banjir pada daerah-daerah rawan banjir. Sulistiono (2010) melakukan penelitian mengenai tinggi genangan banjir pasca erpusi Merapi pada tahun 2010. Analisa statistik dan hitungan hidraulik dibuat untuk
6
mengamati potensi banjir pada kala ulang 10, 25, 50, 100 dan 200 pada beberapa titik kontrol. Hasil penelitian menunjukkan perlunya normalisasi aliran Sungai Code dengan cara mengeruk dasar sungai pada titik-titik tertentu untuk menghindari bahaya banjir.
I.6. Landasan Teori
I.6.1. Sungai Sungai adalah tempat-tempat dan wadah-wadah serta jaringan pengaliran air mulai dari mata air sampai muara dengan dibatasi kanan dan kirinya serta sepanjang pengalirannya oleh garis sempadan (PP No. 35, 1991). Sungai sebagai sumber air merupakan salah satu sumber daya alam yang mempunyai fungsi serbaguna bagi kehidupan dan penghidupan manusia. Sungai merupakan sumber air untuk berbagai keperluan manusia. Demikian pula, daerah pemukiman di sepanjang bantaran sungai merupakan daerah yang sangat subur. Oleh sebab itu, dari awal peradaban manusia pun banyak dijumpai pemukiman sepanjang aliran suatu sungai. Sungai yang memiliki berbagai potensi tersebut juga memiliki daya rusak berupa banjir yang dapat mengakibatkan kerusakan pada pemukiman di sekitarnya. Timbulnya kerusakan yang diakibatkan oleh banjir diantaranya disebabkan oleh adanya penggunaan lahan pada daerah dataran banjir (floodplain) yang kurang sesuai dengan peruntukannya. Floodplain ditinjau dari aspek fisik didefinisikan sebagai bagian dari cekungan sungai yang tertutup oleh sedimen hasil transportasi aliran air yang terdeposit pada atau di sekitar aliran utama air sungai tersebut. Ditinjau dari aspek risiko kebencanaan, dataran banjir merupakan area yang pada kondisi normalnya tidak tergenang yang memiliki kemungkinan untuk terkena banjir sebesar 1% (Heitmuller, 2011). Bedient, dkk (2008) mendefinisikan floodplain sebagai dataran rendah (low lands) berbatasan dengan saluran air (channel), sungai besar (river) atau kecil (stream), anak sungai (watercourse), atau danau yang telah atau dapat tergenang oleh banjir. Istilah dataran banjir berbeda dengan bantaran sungai. Bantaran sungai didefinisikan sebagai lahan pada kedua sisi sepanjang
7
palung sungai dihitung dari tepi sampai dengan kaki tanggul sebelah dalam (PP No. 35, 1991). Dengan demikian, definisi bantaran sungai lebih mengacu pada aspek geomorfologis, sedangkan dataran banjir mengacu pada aspek fisik sekaligus probabilitas kejadian banjir pada daerah sepanjang sungai. Dalam analisa hidraulika, salah satu komponen yang penting untuk diperhitungkan adalah koefisien kekasaran permukaan sungai, atau yang biasa disebut dengan Koefisien Kekasaran Manning (Manning’s roughness coefficient) yang disimbolkan dengan huruf n (Gurer dan Ucar, 2010). Koefisien ini diperoleh dari hasil eksperimen terhadap data berbagai kondisi permukaan tampang sungai. Tidak ada metode tertentu untuk penentuan nilai koefisien n ini, namun ada beberapa faktor yang mempengaruhi nilai n secara umum yang dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan (Chow, 1959) : a. Kekasaran permukaan sungai, yang direpresentasikan oleh ukuran dan bentuk butir material yang menyusun dasar aliran dan memberikan efek menghambat kepada aliran air. b. Vegetasi. c. Ketidakteraturan channel (alur sungai), yaitu variasi tampang, ukuran dan bentuk alur utama sungai sepanjang aliran airnnya. d. Alinyemen alur sungai. e. Pengendapan dan penggerusan material oleh arus sungai. f. Adanya bangunan penghalang, seperti bendungan atau jembatan. g. Bentuk dan ukuran channel (alur utama sungai) h. Tahap pembentukan sungai dan debit sungai. i. Perubahan iklim j. Kandungan material terlarut dan terbawa oleh arus air. Cara termudah untuk memperoleh nilai n adalah dengan merujuk pada tabel koefisien n atau hasil kalibrasi yang telah dilakukan untuk sungai tersebut. Karakteristik lain yang penting dalam analisa hidraulika adalah debit maksimum atau debit penuh (bankfull discharge). Bankfull discharge didefinisikan sebagai debit yang pada kondisi tersebut alur utama sungai (channel) terpelihara secara efektif, yaitu suatu debit yang menggerakkan sedimen, membentuk atau menghilangkan deposit, pembentukan atau perubahan tikungan atau meander sungai,
8
dan debit yang secara umum menghasilkan karakteristik morfologi rata-rata suatu channel. Pada sungai yang diasumsikan memiliki dataran banjir yang luas dan aliran yang tidak terganggu, bankfull discharge dapat didefinisikan dengan mudah sebagai suatu debit yang memenuhi channel atau alur utama sungai hingga tepian atas sungai (banks) tepat sebelum terjadi banjir (National Water Management Center, 2011).
I.6.2. Banjir Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, banjir didefinisikan sebagai „peristiwa terbenamnya daratan (yang biasanya kering) karena volume air yg meningkat‟. Definisi tersebut tidak menyebutkan mengenai kerugian yang diderita akibat adanya banjir. Suatu kejadian banjir bisa saja mendatangkan keuntungan bagi wilayah yang dilaluinya. Sebagai contoh, banjir sungai pada daerah dataran banjir akan membawa kesuburan pada daerah tersebut karena sedimen yang terdeposit bersama dengan arus sungai. Definisi banjir lebih jauh mengenai aspek kerugian banjir adalah sebagai aliran/genangan air yang menimbulkan kerugian ekonomi atau bahkan kehilangan jiwa. Aliran atau genangan ini dapat terjadi karena adanya luapan-luapan pada daerah di kanan atau kiri sungai/saluran akibat alur sungai tidak memiliki kapasitas yang cukup bagi debit aliran yang lewat (Machairiyah, 2007). Walaupun bencana banjir biasanya terjadi pada musim penghujan, namun hujan bukanlah penyebab utama banjir dan tidak selamanya hujan akan menimbulkan banjir. Isnugroho (2002) mengidentifikasi setidaknya 5 faktor penting terjadinya banjir di Indonesia : a. Curah hujan. Dalam daur hidrologi, penyebaran hujan tidak merata menurut ruang dan waktu, namun dipengaruhi oleh berbagai faktor eksternal baik fenomena alam maupun kegiatan manusia. Sebagaimana di Indonesia yang memiliki iklim tropika basah dengan curah hujan tinggi pada musim hujan. b. Karakteristik Daerah Aliran Sungai (DAS) Perbedaan karakteristik DAS pada masing-masing sungai mengakibatkan adanya perbedaan pada sifat aliran/banjir antara sungai yang satu dengan yang lain. Karakteristik DAS berupa luas, bentuk, dan kemiringan lereng, demikian
9
pula susunan sungai utama dan anak-anak sungainya pada DAS tersebut menghasilkan adanya variasi sifat banjir pada sungai. Semakin luas suatu DAS, ditambah dengan pendeknya aliran sungai utama, mengakibatkan cepatnya banjir yang datang, dibandingkan dengan DAS lain yang memiliki aliran sungai utamanya lebih panjang. c. Kemampuan alur sungai mengalirkan air banjir Penurunan kemampuan alur sungai merupakan salah satu penyebab banjir. Berkurangnya kemampuan sungai dalam mengalirkan air disebabkan oleh adanya pendangkalan dan penyempitan alur sungai. Pendangkalan dapat terjadi karena adanya pengendapan sedimen secara alami maupun akibat adanya penumpukan sampah yang dibuang ke sungai. Sementara itu, penyempitan alur sungai diantaranya disebabkan oleh adanya desakan pembangunan sehingga lahan yang seharusnya merupakan dataran banjir berubah fungsi menjadi pemukiman tetap. d. Perubahan tata guna lahan di DAS Perubahan fisik yang terjadi pada DAS akan berpengaruh langsung terhadap kemampuan DAS untuk menyerap air. Perubahan tata guna lahan pada DAS yang tidak mempertimbangkan kemampuannya dalam menyerap air akan mengakibatkan berkurangnya daya tahan (retensi) DAS dalam menyerap air sehingga mengurangi kemampuannya untuk menahan air agar tidak menjadi air limpasan yang kemudian dapat menjadi banjir. e. Pengelolaan sungai, meliputi tata wilayah, pembangunan saranaprasarananya hingga tata pengaturannya. Pengelolaan sungai di Indonesia telah diatur dalam beberapa ketentuan baik dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Namun berbagai kendala dalam pelaksanaan tata pengaturan wilayah sungai ini seringkali masih kurang optimal, apalagi jika berbenturan dengan pertumbuhan penduduk dan tingkat urbanisasi yang semakin pesat. Kerusakan pada bangunan dan struktur lain akibat banjir sungai dapat terjadi karena beberapa sebab (Bedient dkk, 2008): a. Bangunan dan struktur lain tersebut berada pada dataran banjir untuk suatu curah hujan tertentu. Dengan kata lain, struktur tersebut terletak terlalu
10
dekat dengan alur utama sungai atau berada pada daerah banjir alami sungai tersebut. b. Tingkat banjir sungai tersebut meningkat pada curah hujan tertentu karena adanya pembangunan di lingkungan sekitarnya, sehingga banyak debit banjir puncak mengakibatkan tingginya permukaan air pada sungai, atau c. Gabungan keduanya. Kejadian banjir tidak sepenuhnya dapat dihindari. Usaha yang mungkin dilakukan adalah mengurangi dampak dari kejadian bencana banjir dengan menyikapi kemungkinan dan ketidakpastian dari bencana banjir itu sendiri.
I.6.3. Analisis frekuensi Analisis frekuensi adalah prosedur memperkirakan frekuensi suatu kejadian pada masa lalu atau masa yang akan datang (Machairiyah, 2007). Frekuensi analisis secara luas digunakan untuk menganalisa data-data hidrologis, termasuk karakteristik hujan, seri data debit maksimum, dan rekaman muka air rendah. Sistem hidrologi kadang-kadang dipengaruhi oleh peristiwa-peristiwa luar biasa (ekstrim) seperti hujan lebat, banjir, dan kekeringan. Tujuan analisis frekuensi data hidrologi adalah berkaitan dengan peristiwaperistiwa ekstrim yang berhubungan dengan frekuensi kejadiannya melalui penerapan distribusi kemungkinan (probability distribution). Banyak proses alami dalam ilmu hidrologi yang harus dimodelkan dalam bentuk probabilitas karena sifat acak yang melekat pada datanya (Bedient dkk, 2008). Data hidrologi yang dianalisis diasumsikan tidak terikat (independen), terdistribusi secara acak dan bersifat stokastik (peluang). Karena data hidrologi umumnya dibuat berdasarkan atas data sampel dari populasi, maka kesimpulan yang diperoleh dari hasil analisis hidrologi umumnya tidak dapat dipastikan benar secara absolut. Untuk itulah, dalam analisis hidrologi digunakan teori peluang (probabilitas) (Suwarno, 1995). Frekuensi dapat disajikan dalam bentuk histogram dengan membagi jumlah kejadian tertentu dalam kelas-kelas. Cara lain untuk menyajikan frekuensi adalah dengan menghitung frekuensi relatif, yaitu jumlah kejadian pada suatu kelas dibagi dengan jumlah keseluruhan data, atau bisa dinyatakan (U.S. Army Corps of Engineer, 1993) :
11
fi = ni/N
(I.1)
dengan : fi
: frekuensi relatif kejadian pada interval kelas i
ni
: jumlah kejadian pada interval i
N
: jumlah total kejadian.
Grafik yang menggambarkan frekuensi relatif untuk jumlah pengamatan tidak terhingga dan interval kelas mendekati nol disebut probability density function (p.d.f). Dalam studi hidrologis, sering yang dicari adalah probabilitas suatu besaran akan terlampaui (atau tidak terlampaui). Penyajian data dalam bentuk seperti ini dilakukan dengan mengakumulasikan probabilitas (area) di bawah kurva probability density function. Kurva yang menggambarkan hal ini disebut dengan kurva cumulative distribution function (c.d.f). Dalam studi hidrologi, yang sering terjadi adalah mengakumulasikan luasan distribusi dari nilai kejadian terbesar ke yang terkecil. Luas area kurva c.d.f pada kondisi ini merepresentasikan Exceedance Probability (E.P.) atau persentase kejadian (U.S. Army Corps of Engineer, 1993) Analisis frekuensi suatu data hidrologi seringkali dilakukan untuk memprediksi suatu besaran hujan atau debit dengan kala-ulang tertentu. Kala-ulang (return period) didefinisikan sebagai waktu hipotetik dimana hujan atau debit dengan suatu besaran tertentu akan disamai atau dilampaui sekali dalam jangka waktu tersebut. Jadi tidak ada pengertian bahwa kejadian tersebut akan berulang secara teratur setiap kalaulang tersebut (Sri Harto, 1993). Konsep
kala-ulang
digunakan
untuk
mendeskripsikan
kebolehjadian
(likelihood) suatu besaran banjir. Kala-ulang merupakan kebalikan dari exeedance probability (E.P.), yaitu p = 1/T dengan T menyatakan bilangan tahun. Banjir dengan kala-ulang 25 tahun (Q25) akan memiliki probabilitas kejadian tahunan (Annual Exeedance Probability) sebesar 0.04 atau 4%. Demikian pula, banjir dengan kalaulang 100 tahun (Q100) akan memiliki probabilitas sebesar 0.01 atau 1% pada suatu tahun tertentu. Tidak tepat apabila dikatakan bahwa apabila terjadi banjir dengan kala-ulang 25 tahun maka banjir tersebut tidak akan terjadi lagi hingga 25 tahun kemudian. Suatu banjir dengan Q25 dapat terjadi pada dua tahun yang berurutan. Lebih jauh lagi, suatu banjir Q100 dapat terjadi sebelum kejadian banjir Q25 selanjutnya (MacCuen, 2003).
12
Analisis frekuensi dapat dilakukan dengan seri data yang diperoleh dari rekaman data baik data hujan maupun data debit. Penetapan seri data yang akan dipergunakan dalam analisis dapat dilakukan dengan dua cara (Sri Harto, 2000) : 1. Annual Maximum Series Cara ini dilakukan dengan mengambil hanya satu besaran maksimum tiap tahun. Dengan demikian apabila tersedia data sepanjang n tahun, maka hanya akan ada n data dalam sampel. 2. Partial Series/Peak Over Threshold (P.O.T) Cara ini dilakukan dengan menetapkan suatu batas bawah/ambang (threshold) tertentu dan semua nilai yang lebih besar dari ambang ini dipilih sebagai data dalam partial series. Penentuan batas ambang dapat dilakukan berdasarkan atas pertimbangan-pertimbangan teknis, atau dapat juga diambil sebarang nilai tertentu. Maximum Annual Series X3
X1 X2
X4
Tahun ke-
1 Seri data X1, X2, X3 ... Xn
2
3
4
Peak Over Threshold X8
X2 X6
X3 X5 X1
X9 X7
X4
X11
X10
Ambang Batas
Tahun ke-
1 Seri data X1, X2, X3 ... Xn
2
3
4
Gambar I.1. Metode Pemilihan Data (Sumber : Sri Harto, 1993)
Dalam analisa frekuensi, diperlukan untuk memilih suatu model yang dapat merepresentasikan populasi data. Model pendekatan yang dapat digunakan untuk
13
menggambarkan sebaran data sampel terhadap populasi diantaranya berupa pengeplotan dalam suatu distribusi probabilitas teoretis. Distribusi probabilitas apapun sebenarnya dapat digunakan, akan tetapi yang banyak dipakai dalam analisa data hidrologis antara lain (Sri Harto, 1993) : a. Distribusi Normal b. Distribusi Log-Normal c. Distribusi Gumbel d. Distribusi Log-Pearson tipe III Masing-masing distribusi memiliki karakteristik yang berbeda sesuai dengan pendefinisian parameter statistiknya. Beberapa parameter statistik yang digunakan antara lain :
Tabel I.1. Rumus beberapa parameter statistik dasar. (Machairiyah, 2007) Parameter
Rumus X
Rerata
X
X n
Simpangan Baku
s
i 1
(Skewness)
Cs
Koefisien Variasi
Ck
i
X
n Xi X i 1
2
(I.3)
3
n 1 n 2 s n
Kurtosis
(I.2)
n 1 n
Koefisien Kemencengan
i
n
n Xi X i 1
(I.4) 3
4
n 1 n 2 n 3 s Cv
s X
(I.5) 4
(I.6)
Penjelasan ringkas untuk masing-masing distribusi probabilitas adalah sebagai berikut (Sri Harto, 1993) :
14
a. Distribusi Normal Distribusi normal atau kurva normal disebut pula distribusi Gauss. Karakteristiknya antara lain adalah nilai asimetrisnya (skewness) hampir sama dengan nol dan dengan kurtosis = 3. b. Distribusi Log-Normal Jika variabel acak Y = log X terdistribusi secara normal, maka X dikatakan mengikuti distribusi Log-Normal. Sifat-sifatnya antara lain dapat didekati dengan nilai asimetri = 3 dan selalu bertanda positif, atau nilai skewness (Cs) kira-kira sama dengan tiga kali nilai koefisien variasi (Cv). c. Distribusi Gumbel Distribusi ini disebut juga dengan distribusi Extreme Value I (EV-I). Ciri distribusi ini adalah nilai asimetris (koefisien skewness) sama dengan 1.396 dan kurtosis (Ck) = 5.4002. Umumnya, analisis hidrologi di Indonesia (baik untuk data curah hujan maupun data debit sungai) dilakukan menggunakan analisis distribusi peluang menggunakan Distribusi Gumbel ini tanpa melakukan pengujian atau membandingkan dengan distribusi lainnya (Suwarno, 1995). d. Distribusi Log-Pearson tipe III Distribusi ini pada dasarnya adalah distribusi Gamma dengan tiga buah parameter. Parameter penting dalam distribusi Log Pearson tipe III yaitu harga rerata, simpangan baku, dan koefisien kemencengan. Distribusi frekuensi kumulatifnya akan tergambar sebagai garis lurus pada kertas probabilitas distribusi log-normal jika nilai koefisien kemencengan (C s) = 0 dan tergambar sebagai garis lengkung pada nilai koefisien kemencengan lainnya. Ciri lainnya adalah distribusi ini tidak memiliki sifat-sifat seperti ketiga distribusi yang lain di atas (Machairiyah, 2007). Dari hasil pengujian terhadap data curah hujan dan debit di Pulau Jawa ditemukan bahwa distribusi Gumbel hanya sesuai dengan 7% kasus, demikian pula dengan distribusi Normal. Sembilan puluh persen lainnya ternyata mengikuti distribusi Log-Normal dan Log-Pearson tipe III (Sri Harto, 1993). Hasil penelitian Suwarno (1995) terhadap data banjir maksimum dari pos-pos pengamatan di Pulau
15
Jawa menyimpulkan bahwa distribusi Log-Pearson tipe III lebih cocok diterapkan dibandingkan jenis distribusi lainnya. Secara umum, hitungan analisis frekuensi disederhanakan dalam bentuk (Sri Harto, 2000) : 𝑋𝑇 = 𝑋 + 𝐾𝑆
(I.7)
dengan XT
: besaran dengan kala-ulang tertentu
𝑋
: besaran rata-rata
S
: simpangan baku
K
: faktor frekuensi, yang besarnya berbeda-beda sesuai dengan jenis
distribusi yang digunakan (diperoleh dari tabel).
1.6.4. Deteksi Outlier Outlier merupakan data yang memiliki perbedaan signifikan dengan keseluruhan data lainnya (USGS, 1982). Menyertakan data outlier pada suatu analisis frekuensi dapat mempengaruhi hasil yang diperoleh. Keputusan untuk mempertahankan atau menghilangkan data outlier pada analisis frekuensi data debit dilakukan berdasarkan pertimbangan statistik dan hidrologis (NRCS, 2007). Rumus yang digunakan untuk mendeteksi adanya outlier pada data hidrologis adalah rumus (I.8) dan (I.9) berikut (USGS, 1982) : XH = X + KN S
(I.8)
XL = X − KN S
(I.9)
dengan XH
: Batas atas outlier tinggi (high outlier threshold) dalam unit logaritmik
XL
: Batas bawah outlier rendah (low outlier threshold) dalam unit logaritmik
KN
: Nilai koefisien K berdasarkan jumlah data (Lampiran F)
X
: Nilai rerata data debit tahunan logaritmik
S
: Simpangan baku atas data debit tahunan logaritmik
16
Penerapan hitungan batas atas atau batas bawah dapat dilakukan dengan memperhatikan nilai koefisien kemencengan (skewness) dari parameter statistik data. Jika nilai skewness lebih besar dari +0.4, maka terlebih dahulu dilakukan tes untuk nilai outlier tinggi untuk kemudian dieliminasi.
Apabila nilai
skewness
(kemencengan kurva) kurang dari -0.4, maka uji batas bawah dilakukan terlebih dahulu untuk kemudian dieliminasi. Jika nilai skewness berada diantara nilai ±0.4, maka kedua batas perlu ditetapkan terlebih dahulu sebelum mengeliminasi nilai outlier dari data (NRCS, 2007). Bagaimanapun juga, nilai outlier dalam data hidrologis mungkin saja mengandung informasi yang berarti yang menunjukkan kondisi sebenarnya dari suatu proses hidrologis. Berbagai proses hidrologis yang dapat menimbulkan banjir dapat menghasilkan populasi data yang cukup beragam pada suatu DAS. Populasi data yang beragam ini mungkin menyerupai suatu outlier, khususnya apabila populasi tersebut cukup berbeda satu dengan yang lain dan satu diantaranya dapat kategorikan sangat jarang terjadi (ACWI, 2002). Karena hal tersebut, konsep klasik statistik dalam menolak suatu outlier secara umum kurang relevan dengan penggunaannya dalam analisis frekuensi terhadap data debit banjir sungai, sehingga diperlukan perluasan pembahasan terhadap metode uji outlier yang ada saat ini. Kendati masih mungkin mengandung kesalahan, konsep uji outlier yang tersedia saat ini secara umum cukup berguna untuk menyediakan konsep teoretis dan prosedur operasional yang diperlukan untuk menghasilkan suatu analisis frekuensi yang logis dan konsisten dalam praktek di lapangan (ACWI, 2002).
1.6.5. Uji statistik terhadap kesesuaian distribusi frekuensi data Data curah hujan maupun debit sungai harus diuji kecocokannya dengan sifat statistik dari masing-masing distribusi yang digunakan. Pemilihan distribusi yang tidak benar dapat menimbulkan kesalahan perkiraan yang cukup besar, baik overestimate maupun under-estimate (Sri Harto, 2000). Pemilihan fungsi distribusi yang sesuai dapat dilakukan dengan uji goodness-of-fit yaitu uji yang menentukan tingkat kesesuaian antara sampel dengan distribusi teoritis tertentu. Uji goodness-of-fit ini bertujuan menguji hipotesis berikut (Arwin, 2009) : Ho : Sampel berasal dari distribusi teoritis yang diuji
17
H1 : Sampel bukan berasal dari distribusi teoritis yang diuji Pengujian statistik yang sering digunakan adalah : 1. Uji Chi-square (χ2) Uji ini pada dasarnya dilakukan untuk mengetahui besar penyimpangan antara nilai probabilitas variabel X menurut hitungan distribusi frekuensi teoretik (harapan) dan hitungan empiris dari data yang ada. Uji kelayakan dengan chi-square juga dapat digunakan sebagai bagian dalam tahap verifikasi pemodelan untuk memastikan kesesuaian sampel yang dipilih terhadap populasi pada saat melakukan analisis frekuensi (MacCuen, 2003). Uji ini dapat dirumuskan sebagai berikut (MacCuen, 2003) :
𝜒2 =
𝑂𝑖 −𝐸𝑖 2 𝑘 𝑖=1 𝐸𝑖
(I.10)
dengan χ2
: nilai chi-square hitung dengan derajat kebebasan v,
Oi
: frekuensi empirik dari data pada kelas i,
Ei
: frekuensi harapan pada kelas i,
k
: jumlah kelas Ho diterima jika nilai χ2 hasil perhitungan lebih kecil dari χ02 pada
derajat kepercayaan (α) tertentu, atau P(χ2 ≤ χ02) = 1 – α
(I.11)
dengan α yang digunakan umumnya 0,05 (5%) atau derajat kepercayaan 95%.
2. Uji Smirnov-Kolmogorov (Uji K-S) Uji ini menetapkan suatu titik dimana terjadi penyimpangan terbesar antara distribusi teoritis dan sampel Bila F0(X) adalah suatu fungsi distribusi peluang kumulatif teoritis dan SN(X) adalah distribusi peluang kumulatif sampel, maka diharapkan untuk setiap harga X, F0(X) dan SN(X) relatif kecil dan masih dalam batas kesalahan random sehingga dapat dikatakan kedua fungsi tersebut identik atau distribusi teoritis yang diuji dapat mewakili sampel (Arwin, 2009).
18
Sebelum data sampel uji, terlebih dahulu data diurutkan dari nilai terkecil sampai nilai terbesar. Untuk menggambarkan serangkaian data debit sebagai suatu kurva frekuensi kumulatif, maka perlu diputuskan apakah probabilitas atau periode ulang yang digunakan dalam penggambarannya. Ada bermacam-macam persamaan untuk menetapkan nilai ini, yang dikenal sebagai posisi penggambaran (position plotting). Metode yang sering digunakan dalam plotting position untuk data hidrologis adalah metode Weibull (Suwarno, 1995) : 𝑚
𝑆𝑁 𝑋 = 𝑃(𝑋 ≤ 𝑥) = 𝑛+1
(I.12)
dengan P adalah peluang terjadinya kejadian yang nilainya lebih kecil dari atau sama dengan x; m ranking/nomor urut kejadian (dari kecil ke besar); dan n jumlah data dalam deret. Sebenarnya banyak cara penggambaran yang terdapat dalam acuan statistik, namun cara di atas merupakan cara yang terbanyak dipakai dalam analisis hidrologi (Sri Harto, 2000). Nilai penyimpangan terbesar ditentukan melalui persamaan (Arwin, 2009) : Dn = Max [|F0(X) - SN(X)|]
(I.13)
Dari rumus di atas, dapat diketahui bahwa uji ini menitikberatkan pada perbedaan antara nilai selisih yang terbesar (Machairiyah, 2007). Hasil hitungan D N kemudian dibandingkan dengan nilai kritis uji Smirnov-Kolmogorov dari tabel (D0). Hipotesis nol diterima jika nilai DN kurang dari D0 pada tingkat kesalahan tertentu, atau dapat dinyatakan : P(DN2 ≤ D02) = 1 – α
(I.14)
I.6.6. Aplikasi Sistem Informasi Geografis untuk hidrologi Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan beberapa prosedur baik manual maupun terkomputerisasi yang digunakan untuk menyimpan dan memanipulasi data yang berreferensi kebumian (Aronoff, 1989). Buckley (1998) mendefinisikan Geographic Information System (GIS) sebagai sebuah set yang terintegrasi dari perangkat keras dan perangkat lunak yang digunakan untuk manipulasi dan manajemen data spasial digital (geografik) dan data attribut yang terkait. Fungsi yang paling penting dari tiap Sistem Informasi Geografis adalah untuk integrasi data. Integrasi data memungkinkan kemampuan untuk menjawab
19
pertanyaan-pertanyaan spasial yang kompleks yang tidak mungkin dicapai tanpa adanya integrasi data. Kemampuan untuk melakukan kombinasi dan integrasi data merupakan tulang punggung adanya Sistem Informasi Geografis. Penggunaan model spasial dalam beberapa kegiatan membantu menyediakan informasi kuantitatif dan menyediakan model untuk memperoleh hasil analisis (Buckley, 1998). Aronoff (1989) menjabarkan fungsi-fungsi analisis dalam SIG dapat dibagi menjadi 4 komponen utama : a. Retrieval (penggalian informasi dari data spasial maupun attribut), reclassification (pengelompokan ulang data berdasarkan kriteria tertentu), generalization (penyederhanaan informasi data) b. Overlay Techniques (menggunakan operator aritmatik dan boolean dari dua atau lebih layer untuk memperoleh nilai baru) c. Neighbourhood Operations (melakukan evaluasi karakteristik suatu area pada lokasi tertentu) d. Connectivity Function (menggunakan fungsi untuk mengakumulasikan nilai-nilai sepanjang suatu jalur) Sebuah Sistem Informasi Geografis (SIG) meliputi (Bedient dkk, 2008) : 1) Attribut atau informasi feature dalam sebuah format database, 2) Informasi lokasi untuk attribut atau feature ini, 3) fungsi analisis untuk memperoleh informasi baru mengenai hubungan spasialnya. Sistem Informasi Geografis memiliki aplikasi yang luas dalam berbagai bidang sipil dan lingkungan, termasuk di dalamnya demografi, meteorologi, transportasi, perencanaan perkotaan, dan hidrologi. Dalam tiga dekade terakhir, aplikasi bidang hidrologi telah mengalami revolusi dengan adanya Sistem Informasi Geografis, menjadikannya sebagai teknologi yang tidak tergantikan dalam analisis permukaan digital dan hidrologis dari suatu Daerah Pengaliran Sungai (Bedient dkk, 2008). Dalam bidang hidrologi, SIG digunakan untuk delineasi Daerah Aliran Sungai (DAS), estimasi limpasan (runoff)), pemodelan hidrologis dan hidraulik, serta untuk pemetaan
dataran
banjir.
Representasi
digital
dari
topografi,
tanah,
penggunaan/penutup lahan dan curah hujan dapat diperoleh dengan menggunakan data dan metodologi Sistem Informasi Geografis. Aplikasi ini semakin berkembang
20
melalui penggunaan Sistem Informasi Geografis, sebab bidang hidrologi memiliki hubungan keruangan (spatially inherent) di alam (Bedient dkk. 2008).
I.6.7. HEC-RAS dan HEC-GeoRAS HEC-RAS merupakan perangkat lunak non-komersial yang dikembangkan oleh Hidrologic Engineering Center (HEC) U.S. Army Corps of Engineering pada tahun 1995. Program ini didesain untuk menghitung profil muka air untuk aliran tetap (steady) dan aliran berubah-beraturan (gradually-varied flow) pada saluran alami atau buatan manusia. Program ini dapat diaplikasikan pada bidang manajemen dataran banjir dan studi asuransi banjir untuk mengevaluasi daerah batas banjir (floodway encroachments) dan untuk melakukan delineasi zona bahaya banjir (Bedient dkk, 2008) Tujuan utama dari HEC-RAS adalah untuk menghitung elevasi muka air pada lokasi tampang melintang (cross-section) yang diteliti sepanjang sungai atau aliran untuk nilai aliran (flow values) tertentu. Hitungan profil dilakukan pada crosssection dengan kondisi awal yang diketahui atau diperkirakan, kemudian dilanjutkan ke arah hulu untuk tipe aliran subcritical dan ke arah hilir untuk tipe aliran supercritical. Beberapa terminologi yang berhubungan dengan hitungan elevasi muka air dalam HEC-RAS antara lain (Bedient dkk, 2008) : a. Tipe aliran, meliputi i.
Steady flow. Variabel yang terkait dengan waktu tidak dilibatkan dalam proses hitungan, sehingga kondisi aliran sungai dianggap selalu sama dari waktu ke waktu, dan
ii.
Unsteady flow. Kondisi aliran berubah sesuai waktu pada lokasi yang berbeda-beda.
b. Stream Centerline atau Channel, garis tengah yang dilalui oleh aliran air. Merupakan titik terendah pada suatu muka aliran air. Disebut juga dengan thalweg. c. Banks. Merupakan titik dimana aliran air akan mulai memasuki dataran banjir, terdiri dari :
21
i.
Left overbank (LOB), daerah dataran banjir di atas channel (arus utama) pada sisi kiri suatu cross-section dengan posisi pengamat melihat ke arah hilir sungai.
ii.
Right overbank (ROB), daerah dataran banjir di atas channel pada sisi kanan suatu cross-section.
d. Kondisi batas (boundary conditions). Kondisi awal yang diketahui atau diperkirakan dari aliran sungai pada cross-section tertentu. Meliputi : i.
Muka air diketahui (known water surface elevation). Tinggi muka air terukur pada cross-section yang diketahui.
ii.
Critical depth, digunakan pada lokasi dimana kondisi kritis diketahui terjadi, seperti air terjun, bendungan, atau bagian sungai yang beraliran deras.
iii.
Normal depth, muka air dihitung pada masing-masing profil berdasarkan nilai kelerengan yang dimasukkan pengguna.
iv.
Rating curve, hitungan muka air diinterpolasi pada masing-masing profil menggunakan metode interpolasi linear antar titik yang dimasukkan oleh pengguna.
e. Rezim aliran air (flow regime), meliputi : i.
Subcritical, aliran air dengan kelajuan (velocity) kurang dari nilai kritis, atau disebut juga aliran tenang (tranquil flow),
ii.
Supercritical, aliran air dengan kelajuan lebih besar dari nilai kritis, atau disebut juga aliran deras (rapid flow),
iii.
Mixed, menggunakan kedua model aliran di atas.
Konsep hitungan pada HEC-RAS menggunakan analisa hitungan muka air satu dimensi mengunakan Direct Step Method dengan persamaan (I.15) dan (I.16) berikut ini secara iteratif. (Bedient, et al. 2008) : 𝑊𝑆2 +
𝛼 2 𝑉22 2𝑔
= 𝑊𝑆1 +
𝑒 = 𝐿𝑆𝑓 + 𝐶
𝛼 2 𝑉22 2𝑔
𝛼 1 𝑉12 2𝑔
−
+ 𝑒
𝛼 1 𝑉12 2𝑔
(I.15) (I.16)
dengan WS1, WS2
= tinggi muka air pada ujung masing-masing saluran (reach)
22
V1,V2
= kelajuan aliran rerata dari debit total pada ujung masingmasing saluran
α 1, α2
= laju koefisien energi untuk aliran pada ujung saluran
g
= konstanta gravitasi
he
= rugi-rugi energi awal.
L
= panjang saluran dengan debit berbobot
𝑆𝑓
= representasi gesekan akibat adanya slope (kemiringan) pada
C
= koefisien rugi-rugi ekspansi atau kontraksi.
saluran
Rumus untuk representasi gesekan (friction) yang timbul akibat kemiringan pada saluran dinyatakan dalam persamaan (Bedient dkk, 2008) : 𝑄1 +𝑄2
𝑆𝑓 =
(I.17)
𝐾1 +𝐾2
dengan K1 dan K2 menyatakan nilai kemampuan angkut arus air (conveyance) pada ujung awal dan akhir saluran. Conveyance didefinisikan dengan persamaan Manning sebagai (Chow, 1959) : 𝐾=
1.49 𝑛
𝐴𝑅
2
3
(I.18)
dengan A adalah luas cross-section (dalam satuan squarefoot) dan R adalah radius hidraulik (dalam satuan foot), dan n adalah koefisien Manning untuk bagian cross-section yang dihitung. Kemampuan angkut total (total conveyance) pada suatu saluran diperoleh dari hasil penjumlahan kondisi conveyance pada LOB (left overbank), ROB (right overbank) dan channel. Koefisien kelajuan α diperoleh melalui persamaan (Bedient, dkk, 2008) : 𝛼=
𝐴2𝑇
𝐾𝑇3
3 𝐾𝐿𝑂𝐵
𝐴2𝐿𝑂𝐵
+
3 𝐾𝐶𝐻
𝐴2𝐶𝐻
+
3 𝐾𝑅𝑂𝐵
𝐴2𝑅𝑂𝐵
(I.19)
Dengan indeks T menyatakan nilai cross-section total, sedangkan LOB, CH dan ROB masing-masing menyatakan left overbank, channel dan right overbank. Prosedur hitungan iteratif persamaan (I.15) dan (I.16) adalah : 1). Mengasumsikan elevasi muka air pada cross-section bagian hulu (yaitu memberikan nilai awal untuk ΔWS = (Q/K)2L).
23
2). Berdasarkan asumsi tersebut, menentukan conveyance total dan nilai kelajuan awal cross-section bagian hulu selanjutnya (seksi 2) 3). Dari nilai pada poin 2), menghitung nilai gesekan akibat slope, 𝑆𝑓 dan menyelesaikan persamaan (I.15) dengan rugi-rugi awal he. 4). Menggunakan nilai yang diperoleh pada poin 2) dan 3), menyelesaikan persamaan (I.16) untuk memperoleh nilai WS2. 5). Membandingkan hasil hitungan WS2 dengan nilai hasil asumsi pada langkah 1) dan mengulang langkah 1-5 sampai diperoleh nilai WS2 pada rentang toleransi 0.01 meter. HEC-GeoRAS merupakan suatu sistem analisa geografis sungai berbasis ArcGIS Desktop dengan ekstensi ArcGIS Spatial Analyst dan 3D Analyst. Perangkat ini digunakan untuk mendukung analisis data spasial untuk model hidrologi dan pemetaan daerah dataran banjir. Disamping itu, HEC-GeoRAS juga dapat digunakan untuk melakukan analisa hitungan kerusakan akibat banjir, pemulihan ekosistem, kesiapan persediaan pangan pasca bencana, dan lain-lain. HEC-GeoRAS merupakan tool tambahan (extension) pada ArcGIS yang diproduksi oleh Hydrological Engineering Center (HEC) yang juga memproduksi HEC-RAS dengan memanfaatkan kemampuan analisa spasial yang dimiliki oleh ArcGIS. HEC-GeoRAS menggunakan ArcGIS Desktop untuk membangun input data spasial yang untuk selanjutnya digunakan sebagai model dalam HEC-RAS. Model tersebut dibangun dari DTM atau data SIG lainnya. Hasil analisa model tersebut dalam HEC-RAS kemudian dapat diinputkan kembali ke dalam ArcGIS Desktop untuk dilakukan post-processing dalam pemetaan daerah bahaya bencana banjir (Minnerly, 2006).
I.6.8. Visualisasi SIG Tiga Dimensi Seiring perkembangan jaman, kebutuhan akan adanya analisa spasial pada Sistem Informasi Geografis dalam tiga dimensi semakin didukung dengan adanya kemajuan teknologi. Dengan berbagai keuntungan analisa SIG dalam tiga dimensi membuka jalan terhadap adanya konversi dari data SIG yang semula disajikan dalam dua dimensi menjadi sajian yang lebih menarik dengan kemampuan analisa dalam tiga dimensi. Adanya berbagai teknologi baru yang mendukung dalam pengumpulan
24
data ketinggian dengan mudah dan cepat, seperti teknologi LIDAR, juga mendorong pesatnya perkembangan SIG 3D dalam mendukung proses pengambilan keputusan secara lebih baik di masa yang akan datang (Smith and Friedman, 2004). Kemampuan analisis tiga dimensi dalam Sistem Informasi Geografis melibatkan sejumlah fungsi yang berbeda-beda antara satu perangkat lunak dengan yang lain. Fungsi yang umumnya terdapat pada perangkat lunak SIG tiga dimensi antara lain (Buckley, 1998) : a. Kemampuan menampilkan surface atau permukaan digital b. Kemampuan untuk menentukan tinggi (vertical exageration) dan merubah sudut pandang kamera c. Identifikasi viewshed, yaitu daerah yang terlihat atau tidak terlihat dari suatu lokasi tertentu d. Draping, menampalkan feature (garis, titik, atau luasan) di atas ketinggian suatu surface. e. Kemampuan untuk menampilkan iluminasi melalui fungsi shaded relief f. Menghasilkan cross-section dari suatu permukaan. g. Membuat simbol tiga dimensi untuk feature di atas suatu permukaan (terrain) h. Memberikan tampilan perspektif dari suatu titik. Terdapat perbedaan antara visualisasi tiga dimensi dan analisis tiga dimensi. Perbedaan yang mendasar terletak pada struktur data yang digunakan. Visualisasi tiga dimensi hanya menyimpan tiga jenis data, yaitu X dan Y untuk mendefinisikan lokasi serta Z untuk mendefinisikan elevasi. Analisa tiga dimensi menyimpan empat jenis data, yaitu X, Y dan Z untuk menyimpan lokasi serta sebuah nilai attribut untuk mendefinisikan karakteristik atau kondisi lokasi tersebut pada masing-masing blok data (Berry, 2007). Visualisasi 3D dari Sistem Informasi Geografis tidak mampu melakukan analisis volumetrik semisal arah aliran yang melalui suatu saluran. Struktur data yang digunakan dalam analisis SIG tiga dimensi adalah (Berry, 2007) :
25
Gambar I.2. Struktur data volumetrik SIG tiga dimensi (Sumber : Berry, 2007)
BAB II PELAKSANAAN
II.1. Persiapan
II.1.1. Bahan penelitian Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Data Spasial a. Data Geometrik Sungai Code diperoleh dari Model Permukaan Digital (dalam bentuk Triangulated Irregular Network/TIN) dan Mosaik Foto Udara hasil pemotretan tanggal 12 Januari 2011 di Kali Code sepanjang Ring-Road Utara sampai Sorosutan, b. Data Hidrologis berupa debit tahunan Sungai Code stasiun AWLR (Automatic Water Level Recorder) di Pos Pengamatan Pogung yang diperoleh dari Balai Pengelolaan Sumber Daya Air Wilayah Sungai Progo-Opak-Oyo (PSDA-POO) Propinsi Yogyakarta dan dari penelitian Sulistiono (2010) dari tahun 1993 - 2009, c. Data koefisien kekasaran Manning (Manning’s roughness coefficients) untuk Sungai Code yang telah dikalibrasi dari hasil penelitian Widiyanto (2005) dan Sulistiono (2010). 2. Data Non Spasial Data hasil wawancara warga dan survey lapangan berupa titik-titik terdampak banjir lahar dingin dan kerusakannya yang diperoleh dari Proyek Pemetaan dan Perencanaan Partisipatif Untuk Mitigasi Bencana Lahar Dingin di Kali Code tahun 2011 dalam format shapefile.
II.1.2. Alat penelitian Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu : 1.
Perangkat Keras : a. Satu unit Laptop Compaq Evo n610c dengan spesifkasi : OS Windows XP; Processor Pentium 4, 1.2 GHz; RAM 512 MB; Harddisk 30 GB.
26
27
b. Seperangkat komputer desktop dengan spesifikasi : OS Windows XP; Processor Intel Core2Duo, 2.20 GHz; RAM 1 GB; Harddisk 40 GB c. Printer 2.
Perangkat lunak : d. ArcGIS 9.3 dan ArcGIS 10 e. HEC-RAS 4.0 dan HEC-GeoRAS 9.3 f. Google SketchUp v.8.0 g. Microsoft Excel 2007 h. Microsoft Word 2007
II.2. Pelaksanaan
Tahap pelaksanaan penelitian ini dapat dijabarkan dalam diagram alir : Mulai Persiapan dan Pengumpulan data
Data Debit Sungai Code tahun 2000-2009
Pemilihan data dengan Maximum Annual Series
Data Geometrik Sungai Code (Model Permukaan Digital)
Mosaik Foto Udara
Digitasi Footprint Bangunan (ArcGIS-ArcMap 9.3)
Deteksi Outlier
Pre-processing data geometrik (HEC-GeoRAS dan ArcGIS 9.3)
Hitungan Parameter Statistik Dasar
Data geometrik Sungai Code
Eksport Model 3D Bangunan ke Google Sketchup
A
B
C
Tampilan Bangunan 3 Dimensi Kasar (ArcGIS-ArcGlobe)
28
A
Pemilhan Jenis Distribusi Frekuensi
Uji Statistik (K-S dan Chi-Square)
T
Lolos Batas Ambang =5%?
B
C
Pembuatan prediksi daerah bahaya limpasan banjir (HEC-RAS) (HEC-RAS)
Penghalusan Model 3D Bangunan (Sketchup)
Visualisasi 2 dimensi (ArcGIS)
Eksport Model Ke ArcGISArcGlobe
Verifikasi dengan data kejadian (kerusakan akibat banjir)
Penambahan simbologi 3 Dimensi (ArcGlobe 10)
Y Hitungan KalaUlang
Pemodelan 3D daerah bahaya bencana banjir (ArcGIS 10)
Animasi Fly Through (ArcGlobe ArcGIS 10)
Selesai
Gambar II.1. Diagram alir pelaksanaan penelitian
II.2.1. Persiapan dan pengumpulan data Pada tahap ini dilakukan persiapan penelitian berupa studi literatur, persiapan perangkat lunak dan perangkat keras, serta melakukan pengumpulan data dari berbagai sumber. II.2.1.1. Persiapan. Tahap persiapan diawali dengan melakukan studi literatur. Studi literatur dilakukan untuk mengetahui cakupan penelitian dan metode yang dapat digunakan untuk menghasilkan peta bahaya banjir sungai. Metode pembuatan peta bahaya debris sungai sendiri sebenarnya dapat merujuk kepada Pedoman Pembuatan Peta Bahaya Debris yang dikeluarkan oleh Dinas PU, akan
29
tetapi karena keterbatasan data yang tersedia dan waktu penelitian yang menyebabkan persyaratan dalam pedoman tersebut tidak dapat dipenuhi, maka pembuatan peta bahaya kemudian mengacu kepada beberapa penelitian terdahulu dengan kasus yang serupa (misalnya Gurer dan Ucar, 2009, dan Solaimani, 2011). Metode serupa dipergunakan oleh Federal Emergency Management Agency (FEMA) Amerika Serikat dalam membuat zonasi peta bahaya banjir, yaitu dengan cara menetapkan suatu skenario banjir dengan kala-ulang tertentu (misalnya Q100 atau banjir 100 tahun) sesuai dengan parameter-parameter hidrologis dan geometrik sungai untuk memperoleh prediksi daerah yang akan tergenang oleh suatu banjir dengan debit rancangan tersebut (Federal Emergency Management Agency, 2011). Hasil studi referensi yang diperoleh juga bermanfaat untuk menentukan kriteria perangkat lunak dan perangkat keras yang dibutuhkan dalam membuat peta bahaya banjir. Demikian pula jenis data yang harus tersedia, baik berupa data hidrologis maupun data geometrik serta metode pengolahannya.
II.2.1.2. Pengumpulan data. Berdasarkan hasil studi referensi, pembuatan peta zonasi bahaya banjir dengan menetapkan kala-ulang tertentu memerlukan data hidrologis dan geometris sungai. Data hidrologis yang diperlukan dapat berupa data curah hujan pada DAS sungai yang dimaksud atau data debit yang dikumpulkan oleh stasiun AWLR (Automatic Water Level Recorder) pada daerah penelitian. Data geometris sungai yang dibutuhkan berupa penampang melintang dan memanjang serta koefisien kekasaran Manning (Manning’s roughness coefficient) pada sungai yang diteliti. Data hidrologis untuk penelitian ini diperoleh dari Balai Pengelolaan Sumber Daya Air Wilayah Sungai Progo-Opak-Oyo (PSDA-POO) berupa data debit Sungai Code pada stasiun pengamatan AWLR Pogung. Data debit sungai dipilih karena untuk data curah hujan pada DAS sungai membutuhkan hitungan hidrograf rancangan yang merupakan penyederhanaan kondisi aliran dan hanya mewakili data curah hujan saja. Selain itu, data debit juga dinilai telah dapat mewakili kondisi aliran Sungai Code sebagaimana dilakukan pada beberapa penelitian terdahulu (Widiyanto, 2005 dan Sulistiono, 2010).
30
Data geometrik sungai diperoleh dari hasil digitasi cross-section terhadap Model Permukaan Digital Sungai Code yang diperoleh dari hasil pemotretan udara Laboratorium Fotogrametri Jurusan Teknik Geodesi UGM pasca bencana banjir lahar dingin tahun 2010-2011. Data koefisien kekasaran Manning pada aliran utama sungai (main channel), left overbank dan right overbank yang telah dikalibrasi untuk Sungai Code diperoleh dari hasil penelitian Widiyanto (2005) dan Sulistiono (2010), sedangkan nilai koefisien Manning untuk daerah lain pada dataran banjir Sungai Code ditentukan melalui identifikasi terhadap penutup lahan dan memberikan nilai koefisien Manning sesuai dengan tabel yang tersedia.
II.2.2. Hitungan kala-ulang banjir rancangan Hitungan kala-ulang banjir rancangan dilakukan dengan menggunakan analisis frekuensi terhadap data pengamatan debit Sungai Code selama tahun 1993-2009. Langkah-langkah hitungan yang dilakukan adalah sebagai berikut :
II.2.2.2. Pemilihan seri data. Dari data debit yang tersedia berupa data debit Sungai Code pada stasiun pengamatan AWLR Pogung, dipilih seri data yang akan menjadi sampel sesuai dengan distribusi frekuensi yang digunakan. Metode pemilihan seri data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Maximum Annual Series dengan menggunakan data puncak debit dalam satu tahun sebagai data seri. Hal ini dilakukan karena keragaman dari sumber data yang berhasil didapatkan oleh penulis. Sebagian data yang berhasil didapatkan adalah data debit harian untuk tahun tersebut, sementara untuk tahun yang lain hanya tersedia data debit puncaknya saja, sehingga tidak memungkinkan untuk menggunakan metode Peak Over Threshold dengan menetapkan suatu batas bawah tertentu. Seri data yang digunakan dalam hitungan analisis frekuensi adalah sebagaimana disebutkan pada Lampiran C.
II.2.2.3. Deteksi Outlier. Deteksi outlier dilakukan untuk menghilangkan data yang memiliki penyimpangan jauh secara statistik maupun hidrologis dari data ukuran (data debit tahunan). Langkah-langkah untuk deteksi outlier dari data hidrologis adalah sebagai berikut :
31
1. Menghitung nilai-nilai parameter statistik dasar dari seluruh data ukuran yang tersedia. Parameter statistik yang dihitung antara lain rerata (𝑋), simpangan baku (Sx), koefisien kemencengan (C s), kurtosis (Ck), dan koefisien varians (Cv). Rumus yang digunakan untuk hitungan-hitungan ini adalah rumus (I.2) sampai (I.6) (dapat dilihat pada Tabel I.1). Hitungan ini nantinya juga akan digunakan untuk menentukan jenis distribusi terpilih untuk menghitung nilai kala-ulang. 2. Menetapkan batas nilai atas/bawah yang akan dihitung berdasarkan nilai skewness. 3. Menghitung nilai batas ambang menggunakan rumus (I.8) dan (I.9). Nilai K N diperoleh dari tabel dengan parameter jumlah data ukuran yang digunakan. 4. Mengeliminasi data yang melebihi batas ambang uji outlier, baik outlier tinggi maupun outlier rendah. 5. Menghitung ulang parameter statistik dan batas uji outlier dari data yang sudah terseleksi hingga tidak dijumpai adanya outlier pada data yang digunakan.
II.2.2.4. Pemilihan jenis distribusi frekuensi. Pemilihan jenis distribusi yang digunakan dilakukan dengan cara membandingkan kesesuaian ciri parameter dasar dari sebaran data ukuran (rerata, standar deviasi, skewness, kurtosis, dan koefisien variasi) dengan ciri-ciri dari distribusi teoretis yang biasa digunakan dalam hidrologi, yaitu Distribusi Normal, Distribusi Log-Normal, Distribusi Gumbel (EV-I) dan Distribusi Log-Pearson Tipe III (Gamma-III).
II.2.2.5. Uji statistik.
Uji statistik dilakukan untuk memastikan ketepatan
pemilihan distribusi frekuensi yang telah dilakukan berdasarkan hitungan parameter statistik. Kesalahan pemilihan jenis distribusi dapat mengakibatkan kesalahan penentuan kala-ulang baik under-estimate maupun over-estimate (Sri Harto, 1993). Uji statistik yang sering digunakan adalah uji Smirnov-Kolmogorov dan uji ChiSquare. Pengujian statistik ini bertujuan untuk menguji :
32
H0 : Distribusi frekuensi hasil observasi (terpilih) sesuai dengan distribusi teoretis yang diharapkan, Ha : Distribusi frekuensi hasil observasi (terpilih) tidak sesuai dengan distribusi teoretis yang diharapkan. 1. Uji Chi-square Langkah-langkah pelaksanaan uji Chi-square adalah sebagai berikut : a. Mengurutkan data dari kecil ke besar atau sebaliknya b. Mengelompokkan data
menjadi
beberapa
sub-group/kelas
(k)
berdasarkan peluang kejadiannya. c. Menghitung batas kelas dalam satuan debit (m3/s) berdasarkan fungsi kumulatif (cummulative distribution function/c.d.f) dari distribusi yang terpilih. d. Menentukan frekuensi pengamatan (Oi) dan frekuensi harapan (Ei) untuk masing-masing kelas. e. Menghitung nilai χ2 (chi-kuadrat hitung) dengan menggunakan rumus (I.10). f. Menentukan derajat kebebasan (dk). Jika nilai rerata dan standar deviasi dari sampel digunakan untuk hitungan, maka derajat kebebasannya menjadi (dk = k – 2 – 1) dengan k adalah jumlah kelas yang digunakan. Jika nilai mean dan standar deviasinya diperoleh dari sumber data lain atau pengukuran di masa yang lalu, maka derajat kebebasannya dinyatakan dengan (dk = k – 1) sesuai dengan jumlah parameter sampel yang digunakan (MacCuen, 2003). g. Menentukan tingkat kesalahan (α), yang biasanya ditetapkan sebesar 5%. h. Menentukan nilai kritis uji Chi-square berdasarkan atas nilai dk dan α, yang dapat diperoleh dari tabel. i. Menentukan kesimpulan akhir terhadap hipotesis yang diuji. Hipotesis nol diterima apabila nilai Chi-square hitung kurang dari ambang batas uji berupa nilai kritis uji Chi-square yang diperoleh dari tabel.
33
2. Uji Smirnov-Kolmogorov Langkah-langkah pelaksanaan uji Smirnov-Kolmogorov (K-S) adalah sebagai berikut : a. Mengurutkan data dari kecil ke besar atau sebaliknya dan memberikan ranking terhadap data tersebut. Nilai terbesar mendapatkan ranking yang lebih kecil, dan seterusnya. b. Menghitung distribusi peluang kumulatif sample (S N(X)) dari data dengan menggunakan rumus plotting position tertentu. Rumus plotting position yang banyak digunakan adalah rumus Weibull, yaitu P X ≤ m
x = n+1, dengan m adalah ranking data dan n adalah jumlah data. c. Menghitung distribusi peluang kumulatif teoretis F0(X) berdasarkan fungsi jenis distribusi terpilih. Rumus yang digunakan merupakan rumus c.d.f dari distribusi terpilih. d. Menghitung nilai absolut selisih antara F0(X) dan SN(X), kemudian mengambil nilai terbesarnya sebagai nilai penyimpangan maksimum (DN). e. Menentukan tingkat kesalahan (α), yang biasanya ditetapkan sebesar 5%. f. Menentukan nilai kritis uji K-S (D0) berdasarkan atas jumlah data dan tingkat kesalahannya dari tabel. g. Menentukan kesimpulan akhir terhadap hipotesis yang diuji. Hipotesis nol diterima apabila nilai penyimpangan maksimum hasil hitungan (DN) kurang dari ambang batas uji berupa nilai kritis uji SmirnovKolmogorov (D0) yang diperoleh dari tabel. II.2.2.6. Hitungan kala-ulang. Setelah didapatkan distribusi frekuensi yang sesuai dengan sebaran data pengamatan, langkah selanjutnya adalah menghitung besaran debit untuk kala-ulang tertentu. Prosedur hitungan adalah sebagai berikut : a. Menetapkan nilai kala-ulang T (dalam tahun) yang akan dihitung nilai debitnya, misalnya 2, 5, 10, 25, 50, 100, dan 200. b. Menghitung rerata dan standar deviasi dari data.
34
c. Menghitung nilai K (faktor distribusi) yang diperoleh dari tabel, misalnya untuk distribusi Log-Pearson tipe III, nilai K diperoleh dari besaran kala-ulang dalam tahun (T) dan nilai koefisien kemencengan (skewness) dari sebaran data. Besaran K yang tidak terdapat pada tabel dapat diperoleh dengan cara interpolasi. d. Menghitung logaritma dari debit kala-ulang rancangan dengan menggunakan rumus (I.7). Apabila yang digunakan adalah distribusi Log-Pearson tipe III, maka digunakan nilai 𝑌 dan SY sebagai nilai rerata dan standar deviasinya, dimana Y = Log X, sehingga rumusnya menjadi : 𝑌𝑇 = 𝑌 + 𝐾𝑆𝑌
(II.1)
Besar debit kala-ulang diperoleh dari anti-logaritma atas nilai 𝑌𝑇 . II.2.2.7. Pemilihan nilai kala-ulang untuk banjir rancangan (QT).
Untuk
pembuatan peta zona bahaya banjir, ditetapkan tiga buah nilai Q T yang akan digunakan untuk analisa hidrologis. Dari beberapa nilai kala-ulang yang terpilih, nilai QT yang digunakan adalah debit dengan kala ulang 5, 25 dan 100 tahun (Q5, Q25 dan Q100). Pemilihan nilai ini didasarkan pada probabilitas yang dinilai cukup untuk mewakili daerah bahaya banjir di sepanjang Sungai Code, yaitu 20%, 4% dan 1%
II.2.3. Pre-processing data geometrik sungai Setelah diperoleh besaran banjir rancangan untuk pembuatan peta bahaya, langkah selanjutnya adalah membuat model banjir dengan menggunakan perangkat lunak GIS. Untuk melakukan pemodelan aliran banjir, terlebih dahulu data geometris sungai berupa penampang melintang dan memanjang sungai serta floodplain sepanjang sungai harus didefinisikan terlebih dahulu. Selain itu, dari data mosaik foto udara dapat diperoleh nilai koefisien Manning daerah dataran banjir di sekitar Sungai Code melalui hasil identifikasi terhadap penutup lahan yang ada. Perangkat lunak yang digunakan untuk mempersiapkan data ini adalah ArcGIS 9.3 yang telah
35
dilengkapi dengan ekstensi HEC-GeoRAS. Langkah-langkah pengerjaannya adalah sebagai berikut : 1.
Membuka program ArcGIS 9.3.
2.
Membuat group layer baru untuk menyimpan data geometrik Sungai Code
3.
Mengimport model permukaan digital sungai code dalam bentuk TIN ke dalam dokumen. Mosaik foto udara juga dapat ditambahkan ke dalam dokumen untuk mempermudah identifikasi daerah sepanjang sungai dalam digitasi.
4.
Melakukan digitasi pada TIN untuk mendefinisikan alur utama aliran Sungai Code (stream centerline). Stream centerline merupakan garis yang menghubungkan titik-titik terendah pada cross-section sepanjang alur sungai. Digitasi dilakukan dari bagian hulu sungai ke arah hilir tanpa terputus.
5.
Melakukan digitasi untuk mendefinisikan daerah tepian sungai (overbank lines). Digitasi dilakukan pada sisi kiri dan kanan sungai yang merupakan titik pertama pada tepian sungai dimana banjir akan mengalir ke dataran sekelilingnya.
6.
Melakukan digitasi dan pendefinisian arah aliran sungai (flowpath). Flowpath terdiri dari jalur kiri, tengah, dan jalur kanan garis arah aliran sungai (flow direction lines). Digitasi harus dilakukan dari bagian hulu ke arah hilir sungai tanpa terputus. Gambar II.2. menunjukkan bagian stream centerline, overbanks, dan flowpaths.
36
Flowpath Centerline
Overbank
Gambar II.2. Digitasi centerline, overbanks, dan flowpaths
7.
Melakukan digitasi cross-section (penampang melintang) sepanjang sungai. Garis-garis cross-section dibuat tegak lurus dengan garis tengah aliran sungai (stream centerline) pada daerah di sekitar sungai. Jarak antar cross-section dibuat agar tidak terlalu renggang atau rapat, yaitu sekitar 75 meter. Jarak ini digunakan karena dinilai mewakili kondisi liku Sungai Code dan topografi di sekitarnya. Proses digitasi cross-section harus dilakukan dari bagian kiri sungai ke arah kanan (mengarah ke hilir sungai).
37
Gambar II.3. Digitasi cross-section
8.
Melakukan digitasi objek-objek lain sepanjang sungai yang dapat mempengaruhi laju aliran air seperti jembatan, bendungan, gedunggedung, dan lainnya. Karena proses input data untuk objek-objek ini membutuhkan survey lapangan yang cukup lama, maka dalam penelitian ini diasumsikan sepanjang Sungai Code tidak terdapat objek-objek semacam ini kecuali beberapa bangunan gedung yang diperkirakan keberadaannya dapat mempengaruhi aliran banjir, yaitu gedung-gedung yang tampak cukup tinggi pada Model Permukaan Digital yang digunakan. Gambar II.4. menunjukkan beberapa bangunan yang ditandai sebagai blocked obstruction pada HEC-GeoRAS.
38
Gambar II.4. Digitasi bangunan penghalang (blocked obstruction)
9.
Identifikasi nilai koefisien Manning pada daerah dataran banjir sekitar Sungai Code dilakukan secara langsung melalui foto udara. Penggunaan lahan (Land Use) pada daerah penelitian dibagi menjadi beberapa macam, yaitu Bangunan/pemukiman, sawah, tanah/lapangan, air permukaan, jalan, pepohonan, dan badan sungai (main channel, right bank dan left bank). Jenis penggunaan lahan diinputkan dalam bentuk field bernama LUCode pada tabel attribut layer LandUse. Nilai koefisien Manning kemudian ditentukan pada field N_value menggunakan Field Calculator dengan bahasa PseudoVB sebagai berikut : dim manning as double dim kode as string kode = [LUCode] if (kode = "AirPermukaan") then manning = 0.08 elseif (kode = "Bangunan/Pemukiman") then manning = 0.16 elseif (kode = "Jalan") then manning = 0.2
39
elseif (kode = "LeftBank") then manning = 0.045 elseif (kode = "MainChannel") then manning = 0.032 elseif (kode = "RightBank") then manning = 0.045 elseif (kode = "Pepohonan") then manning = 0.11 elseif (kode = "Sawah") then manning = 0.07 elseif (kode = "Tanah/Lapangan") then manning = 0.25 endif
Nilai n pada bagian badan sungai (Channel, left dan right bank) didapatkan dari hasil penelitian Widiyanto (2005) yang telah dikalibrasi untuk Sungai Code dengan sedikit modifikasi pada nilai n untuk ruas tengah (channel) karena adanya banjir lahar dingin yang membawa material letusan Merapi sehingga mengakibatkan perubahan komponen penyusun dasar Sungai Code. Untuk nilai n pada bagian tengah (channel) Sungai Code digunakan hasil penelitian Sulistiono (2010) yang menentukan koefisien kekasaran pada channel Sungai Code dengan mengidentifikasi butiran material pada dasar sungai, yaitu 0.032. Nilai n pada bagian dataran banjir Sungai Code merujuk pada Chow (1959), Kute and Stuart (2011) dan Merwade (2010) untuk masing-masing jenis penutup lahan.
Gambar II.5. Digitasi penutup lahan untuk menentukan nilai Koefisien Kekasaran Manning (Manning’s roughness coefficients)
40
Proses digitasi yang dilakukan adalah sebagaimana Gambar III.5. Tabel attribut yang dihasilkan pada layer LandUse berupa field-field perimeter, luas, kode penggunaan lahan (LUCode) dan nilai koefisien Manning (N_value) dapat dilihat pada bagian kiri gambar. 10. Langkah terakhir adalah melakukan eksport data geometri ke dalam format HEC-RAS untuk dapat dilakukan pengolahan (simulasi hidraulik) bersama dengan data hidrologis.
Gambar II.6. Eksport data ke dalam format SDF
II.2.4. Pembuatan simulasi banjir Pembuatan simulasi banjir dilakukan dengan memasukkan parameterparameter hidrologis dari hasil hitungan dan data geometrik sungai hasil digitasi pada perangkat lunak ArcGIS. Simulasi ini dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak HEC-RAS. Hitungan dilakukan dengan beberapa asumsi sebagai berikut : a. Hanya ada satu aliran utama sepanjang Sungai Code dengan mengabaikan aliran-aliran cabang dari dan ke Sungai Code. Demikian pula, keberadaan struktur bangunan yang dapat mempengaruhi aliran air diabaikan kecuali, beberapa gedung (blocked obstruction) yang dianggap secara signifikan berpengaruh terhadap aliran air. b. Tipe aliran yang digunakan adalah Steady Flow dengan kondisi batas pada bagian hulu adalah muka air diketahui (know water surface) dan pada bagian hilir adalah kedalaman air normal (normal depth).
41
c. Ketinggian muka air di bagian hulu dibuat dengan mengasumsikan berlakunya rating curve stasiun pengamatan (AWLR Pogung) pada tahun 2009 untuk keseluruhan lokasi yang diteliti. d. Rezim aliran air sepanjang Sungai Code adalah supercritical flow regime.
Prosedur pelaksanaannya adalah sebagai berikut : 1.
Membuka software HEC-RAS 4.1.0.
2.
Memilih satuan yang akan digunakan pada menu Option Unit system (US Customary/SI)... . Pada menu yang muncul dipilih System International (Metric System).
3.
Masuk ke menu pengeditan data geometrik sungai melalui menu Edit Geometric Data... atau ikon
4.
.
Mengimport data geometrik hasil digitasi dari ArcGIS melalui menu File
Import Geometry Data GIS Format..., kemudian memilih file geometri yang sebelumnya dihasilkan oleh ArcGIS.
Gambar II.7. Hasil import data geometrik dalam HEC-RAS
42
5.
Apabila dirasa kurang, cross-section baru dapat ditambahkan dengan cara interpolasi antar cross-section yang sudah ada. Penambahan dilakukan melalui menu Tools XS Interpolation Between 2 XS’s....
6.
Data geometri yang sudah diperoleh perlu diperiksa kembali untuk menghindari terjadinya kesalahan. Pengeditan data gemoetrik ini dilakukan melalui menu Tools Graphical Cross Section Edit... (Gambar II.8). Melalui menu ini dapat dilakukan pemindahan lokasi bank station, cakupan koefisien Manning, menghapus bagian terrain yang tidak diinginkan, dan lain sebagainya.
Gambar II.8. Tampilan Graphical Cross-Section Edit
Setelah proses pengeditan selesai, selanjutnya kembali ke menu utama dengan menutup jendela Geometric Data. 7.
Langkah selanjutnya adalah memasukkan parameter hidrologis hasil hitungan. Penelitian ini menggunakan pendekatan Steady Flow untuk memodelkan aliran Sungai Code sebagai satu aliran tetap. Menu yang digunakan adalah Edit Steady Flow Data... atau melalui ikon
8.
.
Pada baris Edit/Enter Number of Profiles (25000 max) : diisikan jumlah simulasi, yaitu 3. Jumlah profil ini disesuaikan dengan pembagian daerah bahaya banjir yang dikehendaki, yaitu zona I, II, dan III. Selanjutnya, masing-masing kolom PF1, PF2 dan PF3 diisi dengan besaran kala-ulang hasil hitungan untuk Q5, Q25, dan Q100.
9.
Memasukkan parameter Boundary Condition melalui menu Reach Boundary Conditions... . Kondisi batas yang digunakan untuk downstream
43
adalah Normal Depth dengan parameter kemiringan rerata (Slope) pada Sungai Code dari hasil penelitian Sulistiono (2010) sebesar 0.0036. Kondisi batas untuk bagian hulu (upstream) menggunakan parameter Known W.S. (permukaan air diketahui). Muka air untuk masing-masing debit kala-ulang diperoleh dari hasil inversi rumus rating curve untuk aliran Sungai Code pada tahun 2009, yaitu : 𝐻 =
𝑦 8.22
1 2.05
− 0.05 𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟
(II.2)
Penggunaan rumus ini menggunakan asumsi berlakunya rumus rating curve pada tahun 2009 untuk diaplikasikan pada tahun ini. Kondisi ini merupakan penyederhanaan dari kondisi sebenarnya yang telah mengalami perubahan akibat adanya aliran lahar dingin pasca erupsi Merapi tahun 2010. Penggunaan asumsi ini disebabkan karena keterbatasan data rating curve terbaru pada lokasi penelitian di stasiun AWLR Pogung. Untuk memeriksa kebenaran asumsi ini, dilakukan survey lapangan pada lokasi pos AWLR Pogung untuk melihat ketebalan sedimen akibat adanya banjir lahar dingin pasca erupsi Merapi tahun 2010 yang dapat mempengaruhi penggunaan rating curve dari tahun 2009. Hasil survey menunjukkan bahwa ketebalan sedimen pada lokasi AWLR Pogung sangat sedikit, sehingga diperkirakan tidak akan banyak berpengaruh pada hitungan muka air dan dengan demikian dapat diasumsikan bahwa rating curve untuk tahun 2009 masih bisa digunakan saat ini. Foto-foto hasil survey dapat dilihat pada Lampiran L. 10. Mengaplikasikan simulasi dengan memilih menu Run Steady Flow Analysis... atau melalui ikon
. Pilihan rezim aliran sungai digunakan
Supercritical sesuai dengan karakteristik aliran Sungai Code. Perhitungan dimulai setelah menu Compute diaktifkan. 11. Hasil plotting dapat diperiksa menggunakan menu View X-Y-Z Perspective Plot... atau ikon disajikan pada Gambar II.9.
. Tampilan perspektif hasil hitungan
44
Gambar II.9. Tampilan perspektif hasil hitungan HEC-RAS
12. Visualisasi dan analisa daerah tergenang banjir dilakukan menggunakan ArcGIS, karena itu hasil hitungan pada HEC-RAS dieksport kembali ke format GIS menggunakan menu File Export GIS Data.... Pengaturan eksport ke format GIS terdapat pada jendela GIS Export sebagaimana Gambar II.10.
Gambar II.10. Jendela GIS Export pada HEC-RAS
45
II.2.5. Post-Processing daerah bahaya banjir Prosedurnya adalah sebagai berikut : 1. Membuka software ArcGIS 9.3. 2. Mengkonversi file SDF (hasil eksport dari HEC-RAS) menjadi XML menggunakan ikon
(Import RAS SDF File). Dari jendela yang
muncul (Gambar II.11) dipilih file SDF hasil pemrosesan di HEC-RAS.
Gambar II.11. Jendela konversi SDF to XML
3. Melakukan setting layer untuk menyimpan hasil konversi, menggunakan menu RAS Mapping Layer Setup. Baris RAS GIS Export File diisi dengan file XML hasil konversi pada langkah sebelumnya, Pada bagian terrain, diisikan TIN yang digunakan pada saat digitasi data geometrik sungai. Output directory diisi folder tempat penyimpanan database hasil konversi, dan Rasterization Cell Size diisikan unit spasial raster hasil konversi (untuk penelitian ini digunakan 1 meter). 4. Setelah terbentuk Group Layer baru pada Table of Content ArcGIS, dilakukan pembentukan bounding polygon sebagai batas daerah pemodelan, dengan cara memilih menu RAS Mapping Read RAS GIS Export File. 5. Untuk memperoleh muka air tergenang dilakukan dengan memilih menu RAS Mapping Inundation Mapping Water Surface Generation. Profil simulasi yang dipilih adalah ketiga profil yang sudah dibuat di HEC-RAS. Hasilnya akan berupa permukaan air tergenang dari ketiga skenario yang telah dibuat.
46
6. Permukaan air yang dihasilkan pada langkah sebelumnya tidak mempertimbangkan faktor pengaruh topografi, sehingga permukaan air yang telah diperoleh selanjutnya harus dikurangi dengan ketinggian dari terrain yang digunakan. Hal ini dilakukan melalui menu RAS Mapping Inundation Mapping Floodplain Delineation Using Rasters. Hasil akhirnya adalah daerah-daerah yang diprediksikan akan tergenang banjir dengan skenario debit sungai pada kala-ulang Q5, Q25, dan Q100 (Gambar II.12).
Gambar II.12. Overlay daerah rawan bahaya banjir pada ArcGIS
II.2.6. Digitasi footprint bangunan Prosedurnya adalah sebagai berikut : 1. Pada ArcCatalog, membuat shapefile tipe poligon baru untuk digunakan sebagai layer dengan nama „pemukiman.shp‟ 2. Pada layar utama software ArcGIS 9.3, menambahkan data baru (ikon ) berupa mosaik foto udara sepanjang Sungai Code dan shapefile „pemukiman.shp‟.
47
3. Melakukan digitasi rumah dan bangunan di sepanjang Sungai Code melalui menu Editor Start Editing, kemudian memulai digitasi dengan Sketch Tool (ikon
). Digitasi hanya dilakukan pada penggal tengah
Sungai Code dari kawasan Jembatan Gondolayu sampai Jembatan Sayidan (Gambar II.13). Hal ini dikarenakan adanya keterbatasan waktu dan kemampuan perangkat keras yang digunakan untuk visualisasi tiga dimensi terain sepanjang Sungai Code, sehingga tampilan dibatasi pada daerah tertentu saja (daerah Jembatan Gondolayu hingga Jembatan Sayidan).
Gambar II.13. Proses digitasi tapak bangunan (footprint) 4. Menyimpan hasil digitasi menggunakan menu Editor Save Edits, kemudian Stop Editing untuk menghentikan proses digitasi.
II.2.7. Visualisasi dua dimensi bahaya banjir Setelah diperoleh informasi mengenai daerah rawan banjir dalam beberapa skenario, data tapak bangunan dan data historis kerusakan akibat banjir, dilakukan visualisasi dalam dua dimensi untuk memeriksa hasil pembuatan peta bahaya banjir dan mengidentifikasi daerah yang terancam bahaya banjir berdasarkan skenario kalaulang yang sudah dibuat. Langkah-langkahnya adalah :
48
1. Menambahkan layer-layer yang berisi data daerah bahaya banjir (zona I, II, dan III), data digitasi tapak bangunan, mosaik foto udara, dan data historis kerusakan akibat banjir pada perangkat lunak ArcGIS 9.3. 2. Melakukan perbandingan secara visual dari daerah terdampak bahaya banjir hasil hitungan dengan data kerusakan akibat kejadian banjir sebelumnya. Perbandingan dilakukan untuk melihat kesesuaian hasil hitungan dengan rekaman kejadian banjir. 3. Melakukan analisa spasial untuk mengetahui rumah-rumah yang akan terkena dampak banjir dengan kala-ulang hasil hitungan. 4. Membuat layout dari peta dua dimensi yang menampilkan zonasi daerah bahaya banjir dan pemukiman yang memiliki kemungkinan akan terdampak oleh banjir.
II.2.8. Pembuatan model bangunan tiga dimensi Model tiga dimensi dari beberapa bangunan yang terdapat di sepanjang Sungai Code dibuat dalam beberapa tahap. Tahap awal adalah dengan menampilkan model tiga dimensi dari footprint/tapak bangunan pada ArcGlobe dengan menerapkan nilai extrude (ketinggian) tertentu dari dasar bangunan. Tahap selanjutnya adalah mengkonversi tampilan tiga dimensi semu tersebut menjadi multipatch, untuk kemudian dilakukan export ke dalam perangkat lunak Google SketchUp. Google SketchUp digunakan untuk memaksimalkan proses pembuatan model tiga dimensi agar tampak lebih realistis. Proses terakhir adalah melakukan import kembali model yang sudah dibuat ke dalam ArcGlobe melalui format Collada (*.dae). Penjelasan rincinya adalah sebagai berikut : 1. Membuka software ArcGlobe 10. 2. Pada ArcGlobe, menambahkan shapefile berisi tapak-tapak bangunan hasil digitasi ke dalam dokumen (Gambar II.14).
49
Gambar II.14. Tampilan footprint bangunan pada ArcGlobe
3. Memberikan nilai ketinggian pada tapak bangunan yang digunakan (extrude), dengan cara di klik kanan pada layer „pemukiman.shp‟ memilih properties Muncul jendela Layer Properties (Gambar II.15) pada tab Globe Extrusion, dicentang Extrude features in layer. Extrusion turns points into vertical lines, lines into walls, and polygon into blocks pada bagian Extrusion value or expresion, in meters: dimasukkan nilai ketinggian bangunan yang diinginkan. Untuk pemukiman digunakan nilai ketinggiannya = 8 meter.
50
Gambar II.15. Memberikan nilai ketinggian pada tapak bangunan (Extrusion)
4. Mengkonversi tampilan tiga dimensi menjadi multipatch, dengan menggunakan tool Layer 3D Feature to Feature Class. Pada ArcToolbox, dipilih 3D Analyst Tools Conversion Layer 3D Feature to Feature Class (Gambar II.16). Hasil konversi berupa multipatch disimpan dalam sebuah file geodatabase yang dibuat sebelumnya.
Gambar II.16. Kotak dialog konversi Layer 3D to Feature Class
51
5. Multipatch berisi bangunan tiga dimensi yang masih kasar kemudian di eksport ke dalam format Collada, dengan cara memilih menu Conversion pada ArcToolbox To Collada Multipatch to Collada. 6. Membuka software Google SketchUp 8, kemudian mengimport file Collada yang sudah dibuat sebelumnya. 7. Mencari informasi terkait bangunan yang dapat membantu dalam pembuatan model, misalnya foto atau informasi ketinggian bangunan. 8. Melakukan klik kanan pada objek, kemudian dipilih Explode agar objek tersebut dapat diedit. Selanjutnya adalah melakukan pengeditan pada model bangunan tersebut sesuai dengan data yang telah diperoleh mengenai bangunan tersebut.
Gambar II.17. Pembuatan model bangunan (Rusunawa Kali Code)
9. Setelah pengeditan selesai (Gambar II.17), objek tersebut disimpan dan dieksport kembali ke format Collada menggunakan menu File Export 3D Model. 10. Kembali ke jendela ArcGlobe, melakukan penggantian model dengan tipe multipatch dengan model dalam format Collada hasil pengeditan pada
52
Google SketchUp. Penggantian model dilakukan dengan mengaktifkan 3D Editor Toolbar, kemudian memilih 3D Editor Start Editing. Selanjutnya memilih objek yang akan di replace, lalu di klik pada 3D Editor Replace With Model (Gambar II.18).
Gambar II.18. Penggantian model tiga dimensi (replace) pada ArcGlobe
11. Objek lain seperti pohon atau kendaraan bermotor dapat ditambahkan dengan menggunakan 3D Symbology pada ArcGlobe.
II.2.9. Visualisasi dan animasi tiga dimensi Prosedurnya adalah sebagai berikut : 1. Pada ArcGlobe 10, menambahkan objek-objek yang akan ditampilkan pada animasi, seperti terrain, mosaik foto udara, daerah bahaya banjir, model tiga dimensi dari pemukiman, dan lainnya menggunakan menu add data atau ikon
)
2. Mengaktifkan Animation toolbar. 3. Memilih menu Animation Create Keyframe... (Gambar II.19).
53
4. Memilih tipe animasi Globe Camera, kemudian membuat destination track baru.
Gambar II.19. Membuat keyframe animasi 5. Memposisikan kamera pada lokasi yang akan dibuat keyframenya, kemudian menekan tombol Create untuk membuat keyframe baru pada lokasi tersebut. 6. Memindahkan kamera pada lokasi baru, kemudian memberi nama keyframe baru dan menekan tombol Create. 7. Demikian seterusnya sehingga seluruh keyframe selesai dibuat. 8. Mengeksport hasil animasi ke dalam format *.avi menggunakan menu Animation Export Animation... (Gambar II.20).
Gambar II.20. Eksport animasi dalam format *.avi 9. Hasil akhir berupa video animasi tampilan banjir dalam tiga dimensi.
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian ini adalah peta zona bahaya banjir dalam tampilan 2 dimensi dan 3 dimensi. Penjelasan untuk masing-masing bagian adalah sebagai berikut :
III.1. Hitungan Kala-Ulang Banjir
Hitungan kala-ulang dilakukan dalam beberapa tahapan, yaitu hitungan parameter statistik dasar untuk menentukan jenis distribusi yang digunakan, uji statistik untuk memeriksa tingkat kepercayaan data ukuran terhadap jenis distribusi terpilih, hitungan analisis frekuensi untuk menentukan besaran kala-ulang pada beberapa model simulasi. Data yang digunakan dalam hitungan ini dipilih menggunakan maximum annual method sebagai berikut :
Debit Maksimum (Q - m3/s) 140 120 100 80 60
Debit Maksimum (Q - m3/s)
40 20 2009 2008 2007 2006 2005 2004 2003 2002 2001 2000 1999 1998 1997 1996 1995 1994 1993
0
Gambar III.1. Grafik seri data debit maksimum tahunan Sungai Code pada tahun 1993-2009
54
55
Dari data ukuran tersebut kemudian dilakukan tes untuk mengetahui adanya nilai outlier pada data. Sebelum menghitung batas ambang untuk data awal, terlebih dahulu dihitung parameter-parameter statistik dasar dari data tersebut. Hitungan parameter statistik dasar dilakukan untuk memperoleh nilai rerata, simpangan baku, skewness, kurtosis dan koefisien variasi. Hitungan dilakukan menggunakan rumus (I.2) sampai (I.6) dengan hasil hitungan diperoleh sebagai berikut :
Tabel III.1. Hasil hitungan parameter statistik dasar dari data awal Parameter
Hasil Untuk X
Hasil untuk Y = Log X
Rerata
36.750
1.407
Simpangan Baku
30.151
0.451
Koefisien Kemencengan
1.996
-1.373
Kurtosis
5.817
2.953
Koefisien Variasi
0.820
0.321
Hitungan batas ambang outlier (outlier threshold) dilakukan menggunakan rumus (I.8) dan (I.9). Berdasarkan nilai skewness yang kurang dari -0.4, maka pada set data awal tersebut dicurigai adanya nilai outlier rendah. Nilai koefisien uji outlier, KN, diperoleh dari tabel dengan jumlah n = 17 adalah sebesar 2.309. Dari data awal yang berjumlah 17 buah, diperoleh nilai batas ambang bawah (XL) sebesar 0.3648, sedangkan batas ambang atas (XH) sebesar 2.4483. Pemeriksaan terhadap nilai logaritmik dari data ukuran menunjukkan adanya data outlier rendah, yaitu pada data debit maksimum tahun 1997, dengan nilai log(X) = 0.1461 atau kurang dari batas ambang terendah (XL). Untuk batas atas hitungan, tidak dijumpai adanya outlier karena nilai log(X) tertinggi adalah 2.1206 (tahun 2005) atau masih dalam toleransi batas ambang atas (XH). Hasil hitungan nilai logaritmik (Log(X)) untuk set data awal adalah sebagai berikut :
56
Tabel III.2. Hasil hitungan nilai logaritmik set data awal No
Debit Maksimum (Q – m3/s)
Log X
Return Period (Tr)
1 2 3 4 5 6 7 8
43.34 55.11 25.59 54.4 132 40.908 23.661 27.5
1.6369 1.7412 1.4081 1.7356 2.1206 1.6118 1.3740 1.4393
3.00 6.00 1.80 4.50 18.00 2.25 1.64 2.00
9
55.6
1.7451
9.00
10
50.01
1.6991
3.60
11 12 13 14 15 16 17
17.82 20.9 1.4 41.4 9.8 19.1 6.21
1.2509 1.3201 0.1461 1.6170 0.9912 1.2810 0.7931
1.29 1.50 1.06 2.57 1.20 1.38 1.13
Hitungan parameter statistik dilakukan kembali untuk set data baru dengan menghilangkan nilai outlier (data debit pada tahun 1997). Hasil hitungan parameter statistik untuk set data baru ini adalah :
Tabel III.3. Hasil hitungan parameter statistik dasar untuk set data baru Parameter
Hasil Untuk X
Hasil untuk Y = Log X
Rerata
38.9593
1.4853
Simpangan Baku
29.6851
0.3234
Koefisien Kemencengan
2.1228
-0.3520
Kurtosis
6.2468
0.6055
Koefisien Variasi
0.7620
0.2177
Berdasarkan nilai koefisien skewness yang menunjukkan nilai antara -0.4 dan +0.4, maka perlu dilakukan pengecekan batas ambang bawah dan batas ambang atas
57
sekaligus. Nilai koefisien KN yang diperoleh dari tabel untuk jumlah data n = 16 adalah sebesar 2.279. Hasil hitungan untuk batas ambang atas dan batas ambang bawah masing-masing adalah XH = 2.2224 dan XL = 0.7483. Hasil pemeriksaan terhadap nilai logaritmik dari set data baru menunjukkan tidak dijumpai lagi adanya outlier, karena nilai logaritmik pada keseluruhan data berada pada rentang batas ambang uji, baik batas atas maupun batas bawah. Hitungan nilai logaritmik untuk set data baru adalah sebagai berikut :
Tabel III.4. Hasil hitungan nilai logaritmik set data baru No
Debit Maksimum (Q - m3/s)
Log X
Return Period (Tr)
1 2 3 4 5 6 7 8
43.34 55.11 25.59 54.4 132 40.908 23.661 27.5
1.6369 1.7412 1.4081 1.7356 2.1206 1.6118 1.3740 1.4393
2.83 5.67 1.70 4.25 17.00 2.13 1.55 1.89
9
55.6
1.7451
8.50
10
50.01
1.6991
3.40
11 12 13 14 15 16
17.82 20.9 41.4 9.8 19.1 6.21
1.2509 1.3201 1.6170 0.9912 1.2810 0.7931
1.21 1.42 2.43 1.13 1.31 1.06
Dari hasil hitungan parameter statistik pada tabel III.3 dapat dianalisa bahwa jenis distribusinya adalah Distribusi Log-Pearson tipe III. Hal ini dikarenakan karakteristik dari parameter hasil hitungan tidak menunjukkan ciri tertentu yang khas seperti pada Distribusi Normal, Log-Normal, maupun Distribusi Gumbel (Sri Harto, 2000). Hasil ini didukung dengan fakta banyaknya sungai di Pulau Jawa yang memiliki karakteristik Distribusi Log-Pearson tipe III (Sri Harto, 1993) sebagaimana yang telah disebutkan pada bagian Landasan Teori.
58
Setelah didapatkan hasil distribusi frekuensi berdasarkan nilai parameter statistiknya, dilakukan uji statistik untuk memeriksa hipotesis yang diajukan, yaitu : H0 : Distribusi frekuensi hasil observasi/ukuran sesuai dengan distribusi teoretis yang diharapkan (Log-Pearson tipe III). Ha : Distribusi frekuensi hasil observasi/ukuran tidak sesuai dengan distribusi teoretis yang diharapkan (Log-Pearson tipe III). Pengujian dilakukan dengan menggunakan uji Chi-square dan Uji SmirnovKolmogorov. Hasil pengujian Chi-square adalah sebagai berikut :
Tabel III.5. Hitungan uji Chi-square No
Interval Kelas
1 2 3 4 5 6 7 8
0 < P ≤ 0.125 0.125 < P ≤ 0.375 0.375 < P ≤ 0.5 0.5 < P ≤ 0.625 0.625 < P ≤ 0.75 0.75 < P ≤ 0.875 0.75 < P ≤ 0.875 0.875 < P ≤ 1
Total :
Batas Interval (Q m3/s)
Frekuensi Pengamatan (Oi)
Frekuensi Harapan (Ei)
70.548 49.746 37.770 29.421 23.085 18.063 14.023 6.210
1 4 3 0 3 2 1 2 16
2 2 2 2 2 2 2 2 16
(OiEi) -1 2 1 -2 1 0 -1 0
χi = (OiEi)2/Ei 0.5 2 0.5 2 0.5 0 0.5 0 6
Dari hasil pengujian pada tabel III.5 didapatkan nilai Chi-square hitung sebesar 6,0. Nilai kritis uji Chi-square diperoleh dari tabel dengan derajat kebebasan 8 - (2 + 1) = 5 dan tingkat kesalahan α ditetapkan sebesar 5% adalah 11,070 (Lampiran I). Karena nilai kritis uji chi-square ≤ nilai chi-square hitungan, maka dapat disimpulkan bahwa berdasarkan uji chi-square, diperoleh hasil bahwa hipotesis nol diterima dan hipotesis alternatif ditolak, yaitu distribusi teoretis Log-Pearson tipe III dapat digunakan untuk mewakili sebaran populasi data ukuran. Pengujian dengan uji Smirnov-Kolmogorov didapatkan hasil sebagaimana Tabel III.6 berikut :
59
Tabel III.6. Hitungan uji Smirnov-Kolmogorov No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Maximum Annual Debit Q m3/s 132.000 55.600 55.110 54.4 50.010 43.340 41.400 40.908 27.500 25.590 23.661 20.900 19.100 17.820 9.800 6.21
Log X
Rank (m)
P (X) m/(N+1)
P(x>=X)
|ΔP|
2.1206 1.7451 1.7412 1.7356 1.6991 1.6369 1.6170 1.6118 1.4393 1.4081 1.3740 1.3201 1.2810 1.2509 0.9912 0.7931
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
0.059 0.118 0.176 0.235 0.294 0.353 0.412 0.471 0.529 0.588 0.647 0.706 0.765 0.824 0.882 0.941
0.033 0.204 0.207 0.212 0.244 0.303 0.324 0.330 0.534 0.573 0.615 0.680 0.725 0.758 0.949 0.992
0.025 0.087 0.031 0.023 0.051 0.050 0.088 0.141 0.004 0.015 0.032 0.026 0.040 0.066 0.066 0.051
Pengujian dengan menggunakan uji Smirnov-Kolmogorov dilakukan dengan membandingkan nilai maksimum |ΔP| dengan nilai kritis uji K-S dari tabel. Untuk jumlah data = 16 dan tingkat kesalahan α ditetapkan sebesar 5%, nilai kritis uji Smirnov-Kolmogorov didapatkan sebesar 0.262 (Lampiran H). Nilai maksimal |ΔP| dari tabel hitungan adalah sebesar 0,141. Karena nilai kritis uji Smirnov-Kolmogorov ≤ nilai maksimum |ΔP| hasil hitungan, maka dapat disimpulkan bahwa berdasarkan uji K-S, diperoleh hasil hipotesis nol diterima dan hipotesis alternatif ditolak, yaitu distribusi teoretis Log-Pearson tipe III dapat digunakan untuk mewakili sebaran populasi data ukuran. Plotting fungsi distribusi teoretis (Log-Pearson tipe III) terhadap sebaran data ukuran dan batas kepercayaan (confidence limit) 95% ditunjukkan oleh grafik pada Gambar III.2. Untuk menentukan besaran kala-ulang tertentu pada distribusi Log-Pearson tipe III, digunakan rumus (II.1). Kala-ulang yang ditetapkan adalah 2, 5, 10, 25, 50, 100, dan 200. Hitungan nilai K (faktor distribusi Log-Pearson tipe III) diambil dari tabel (Haan, 2011) sesuai dengan nilai skewness Log X (CSY). Nilai yang tidak tersedia di tabel diperoleh dengan cara interpolasi. Nilai rerata dan simpangan baku
60
dari logaritma data diperoleh dari hasil hitungan parameter statistik dasar. Hasil hitungan debit banjir untuk masing-masing kala-ulang ditunjukkan oleh Tabel III.7.
Analisis Frekuensi Data Debit Sungai Code Distribusi Log-Pearson Tipe III
100.00
Debit (m 3 /s)
Debit Hitungan Teoretis (LogPearson tipe III) Data Debit Terukur 10.00 Batas Ambang (95% confidency)
1.00 1
10
100
Kala-Ulang (Tahun)
Gambar III.2. Grafik plotting distribusi frekuensi teoretis terhadap data ukuran dan batas kepercayaan 95%
Tabel III.7. Hitungan debit banjir untuk berbagai nilai kala-ulang Tr (Tahun)
K(-0.3)
K(-0.4)
K(-0.352)
Q (m3/s)
2 5 10 25 50 100 200
0.05 0.853 1.245 1.643 1.89 2.104 2.294
0.066 0.855 1.231 1.606 1.834 2.029 2.201
0.0583 0.8540 1.2377 1.6237 1.8609 2.0650 2.2456
31.929 57.746 76.843 102.435 122.218 142.281 162.767
Muka Air Hit. (m) 1.889 2.538 2.925 3.373 3.681 3.968 4.241
61
Pada Tabel III.7, nilai debit kala-ulang (Q) dihitung dari anti-logaritma dari YT, sedangkan ketinggian muka air digunakan inversi dari rating curve untuk Sungai Code tahun 2009. Dari beberapa nilai yang diperoleh, dipilih tiga buah debit kala-ulang untuk ditampilkan sebagai peta daerah bahaya, yaitu Q5, Q25, Q100. Tidak ada ketentuan khusus mengenai pemilihan nilai-nilai debit kala-ulang ini, akan tetapi pemilihan ini mempertimbangkan besaran probabilitas yang dinilai mewakili karakteristik banjir tahunan, debit penuh (bankfull discharge) Sungai Code hasil penelitian sebelumnya (Widiyanto, 2005), dan besar banjir rancangan (design flood) untuk pembangunan talud pada beberapa bagian tebing Sungai Code (Widiyanto, 2005), serta kondisi terbaru berupa pendangkalan Sungai Code akibat endapan lahar dingin pasca erupsi Merapi tahun 2010 (Sulistiono, 2010).
III.2. Pre-Processing Data Geometrik Sungai Code
Pemrosesan data geometrik pada ArcGIS berfungsi sebagai penyedia data untuk pemrosesan selanjutnya menggunakan perangkat lunak HEC-RAS. Hasil dari proses ini berupa data jarak antar stasiun cross-section sepanjang Sungai Code, lebar daerah pengaliran air (river overbank) dan kondisi terrain di sekitar aliran utama Sungai Code. Penambahan objek-objek yang kemungkinan dapat menghalangi aliran air diperlukan karena ketersediaan sumber data yang berupa Model Permukaan Digital/Digital Surface Model yang masih memuat objek-objek di permukaan bumi sebagai garis kontur. Delineasi blocked observation object dilakukan pada objekobjek tinggi seperti gedung atau hotel yang terlihat menonjol dari permukaan tanah. Penampang melintang (cross-section) dari Sungai Code hasil digitasi didapatkan sejumlah 124 buah sepanjang daerah penelitian dari Ring-road utara hingga daerah Sorosutan dengan jarak antar cross-section sekitar 50-75 meter sesuai dengan kondisi topografi yang dinilai mewakili unsur geometrik Sungai Code.
62
Data koefisien Manning di sekitar bantaran Sungai Code yang diperoleh dari hasil penelitian Widiyanto (2005) dan Sulistiono (2010) diinputkan dalam bentuk data attribut pada ArcGIS untuk diproses oleh HEC-GeoRAS menjadi data attribut koefisien Manning pada HEC-RAS. Nilai koefisien Manning untuk daerah lain di sekitar Sungai Code diperoleh dengan cara mengidentifikasi penutup lahan pada mosaik foto udara untuk kemudian diberikan nilai koefisien Manning yang sesuai berdasarkan hasil klasifikasi koefisien Manning pada berbagai kelas penggunaan lahan (Lampiran D). Keseluruhan data geometrik tersebut kemudian disimpan dalam format SDF menggunakan ekstensi HEC-GeoRAS sehingga dapat dikenali oleh HEC-RAS untuk digunakan dalam pemrosesan lebih lanjut.
III.3. Pembuatan Simulasi Model Banjir
Simulasi aliran pada HEC-RAS disusun dengan memperhitungkan faktor geometrik dan hidrologis sungai. Dari hasil hitungan didapat tiga buah profil banjir untuk masing-masing besaran kala-ulang yang dipilih, yaitu Q5, Q25 dan Q100.
Gambar III.3. Tampilan perspektif profil hasil hitungan HEC-RAS
Hasil hitungan menunjukkan bahwa terdapat sejumlah ruas cross-section yang mengalami limpasan banjir. Dari hasil analisa visual terhadap profil banjir
63
menggunakan tampilan perspektif untuk masing-masing kala-ulang sebagaimana Gambar III.3, didapat bahwa perbedaan antara satu profil dengan profil lainnya hanya nampak signifikan pada beberapa daerah. Daerah lain yang memiliki tanggul tinggi tidak memiliki perbedaan yang signifikan antara satu skenario banjir dengan yang lainnya.
III.4. Analisis dan Verifikasi Hasil Pembuatan Prediksi Bahaya Banjir
Hasil hitungan profil banjir pada HEC-RAS belum memiliki arti spasial yang berarti, sehingga untuk melakukan analisa spasial dan visualisasi dalam bentuk peta dilakukan dengan menambahkan hasil hitungan HEC-RAS ke dalam ArcGIS. Dengan melakukan overlay antara hasil hitungan HEC-RAS dengan data spasial seperti foto udara atau peta topografi, maka informasi yang didapat akan lebih dapat digunakan dalam rangka pengambilan keputusan. Luas daerah terdampak untuk skenario kala-ulang 5 tahun memiliki luas yang paling kecil (Tabel III.8), meskipun demikian, nilai bahaya yang ditetapkan adalah yang paling tinggi, yaitu sebagai Zona Bahaya III. Zona Bahaya III memiliki tingkat bahaya yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan Zona II dan Zona I, dan Zona II ditetapkan memiliki tingkat bahaya yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan Zona Bahaya I. Hal ini disebabkan oleh nilai probabilitas kejadian pada nilai kalaulang 5 tahun yang paling besar dibandingkan yang lain sehingga lebih mungkin terjadi dibandingkan dengan skenario 25 tahun atau 100 tahun. Probabilitas tersebut ditentukan berdasarkan atas nilai Exceedance Probability (EP) yang menyatakan kemungkinan nilai debit tersebut akan terlampaui pada satu tahun tertentu. Analisa skenario banjir dilakukan dengan menumpang-tindihkan (overlay) peta bahaya banjir untuk masing-masing skenario dengan data batas wilayah sepanjang Sungai Code. Hasil analisa tersebut berupa perbandingan luas wilayah tergenang untuk masing-masing kelurahan yang berada di sekeliling Sungai Code. Tabel III.8 menunjukkan hasil operasi spasial overlay yang menunjukkan luas wilayah tergenang pada masing-masing skenario.
64
Tabel III.8. Perbandingan Luas Wilayah Terdampak Skenario Luas Area Terdampak (m2) Q100 Q25 Q5 9,283.59 13,948.79 17,974.06
No
Kelurahan
1
Brontokusuman
2
Caturtunggal
1,208.83
1,488.67
1,687.40
3
Cokrodiningratan
712.33
941.38
1,147.01
4
Gowongan
586.56
890.51
1,244.21
5
Jetisharjo
1,251.44
1,862.40
2,336.14
6
Keparakan
997.56
2,421.88
4,075.70
7
Kotabaru
3,311.28
3,689.64
3,931.84
8
Ngupasan
4,482.28
8,506.05
11,479.07
9
Prawirodirjan
1,037.09
2,914.28
5,725.92
10
Purwokinanti
2,598.48
4,818.25
6,183.19
11
Sinduadi
7,891.34
10,040.45
11,744.24
12
Sorosutan
7,974.51
10,208.26
12,005.35
13
Suryatmajan
3,552.30
4,689.52
5,635.86
14
Tegalpanggung
6,330.71
8,019.36
9,472.26
15
Terban
6,087.14
7,117.99
7,863.78
16
Wirogunan
35,109.18
43,907.45
50,629.40
92,414.63
125,464.87
153,135.43
Total
Dari tabel III.8. diperoleh bahwa daerah yang paling luas tergenang pada daerah bahaya I, II, dan III adalah Kelurahan Wirogunan. Dapat disimpulkan, apabila terjadi banjir dengan kala-ulang 5 tahun pada Sungai Code, maka berdasarkan penelitian ini daerah Kelurahan Wirogunan akan mengalami kerusakan yang paling parah, disusul dengan Kelurahan Brontokusuman. Dari tabel III.8. juga diperoleh informasi bahwa daerah yang relatif paling aman terhadap bahaya banjir hingga kalaulang 100 tahun adalah daerah Kelurahan Gowongan dan Cokrodiningratan yang memiliki nilai minimal pada daerah-daerah zonasi bahaya banjir. Kesimpulan ini bertentangan dengan data kerusakan yang diperoleh di lapangan. Data kerusakan pasca banjir lahar dingin 2010-2011 menunjukkan bahwa Kelurahan Gowongan
65
mengalami kerusakan yang cukup parah. Adanya perbedaan hasil ini diantaranya disebabkan karena kualitas data geometrik yang kurang memadai sehingga mengakibatkan kurangnya ketelitian dari hasil yang diperoleh.
Gambar III.4. Pemukiman Terdampak Banjir di Suryatmajan dan Tegalpanggung
Identifikasi daerah pemukiman yang digunakan dilakukan dengan melakukan overlay peta bahaya banjir dan mosaik foto udara daerah yang sama. Hasil analisa secara visual menunjukkan daerah pemukiman yang berpotensi mengalami kerusakan terbesar adalah daerah penggal tengah Sungai Code (Daerah Tegalpanggung dan Suryatmajan). Hal ini disebabkan oleh padatnya pemukiman di sekitar Sungai Code pada daerah ini ditambah dengan ketinggian talud yang lebih tinggi dari dasar perumahan. Pada Kelurahan Wirogunan (penggal selatan) yang berdasarkan hasil hitungan merupakan daerah dengan genangan terluas, hanya memiliki sedikit daerah pemukiman yang terdampak. Pada daerah ini banjir hasil hitungan melanda daerah persawahan atau lahan kosong, sehingga kurang berisiko dibandingkan daerah penggal tengah yang merupakan daerah padat pemukiman. Gambar III.4 menunjukkan daerah pemukiman di sekitar Sungai Code yang
66
berpotensi mengalami banjir (warna merah) di Kelurahan Suryatmajan dan Tegalpanggung. Adanya daerah yang terkena bahaya banjir pada zona III (kala-ulang 5 tahun) pada hasil penelitian ini menunjukkan perlunya pengerukan dasar sungai di daerah ini akibat adanya sedimentasi pasca banjir lahar dingin Merapi tahun 2010. Terjadinya banjir pada kala-ulang ini menunjukkan perlunya dilakukan tindakan segera untuk mengantisipasi banjir yang melanda kawasan pemukiman di sekitar Sungai Code, sebab berdasarkan keterangan dari Dinas PU (Widiyanto, 2005), 60% dari talud yang dibangun pada Sungai Code dibuat dengan kala-ulang 25 tahun. Hasil ini menunjukkan adanya daerah pemukiman yang sangat berpotensi mengalami genangan banjir sehingga berdasarkan penelitian ini merupakan daerah yang kurang layak untuk dijadikan kawasan pemukiman. Verifikasi antara daerah bahaya banjir hasil hitungan dengan data kerusakan dilakukan dengan melakukan analisa spasial untuk mengetahui daerah bahaya hasil hitungan yang bersesuaian lokasinya dengan titik dan area terdampak hasil survey lapangan pasca bencana banjir lahar dingin Merapi tahun 2010-2011. Bahaya banjir hasil hitungan yang dibandingkan adalah bahaya banjir dengan kala-ulang 100 tahun atau merupakan Zona I yang merupakan banjir hitungan dengan debit terbesar dan diperkirakan mendekati debit Sungai Code pada saat kejadian banjir lahar dingin. Hasil analisis menunjukkan bahwa dari 205 buah titik dan area yang terdampak langsung banjir sungai di daerah penelitian, terdapat 111 buah titik yang masuk dalam daerah prediksi bahaya banjir hasil hitungan atau sekitar 54.15% dari data kerusakan yang ada. Hasil ini menunjukkan bahwa banjir hasil hitungan belum sepenuhnya mewakili kondisi sebenarnya dari banjir Sungai Code. Faktor yang menyebabkan ketidaktelitian hasil ini diantaranya adalah data geometrik yang digunakan, sebagaimana dibahas pada Subbab III.6.
III.5. Visualisasi Tiga Dimensi Bahaya Banjir
Visualisasi tiga dimensi yang dihasilkan berupa video animasi yang menggambarkan flytrough pada sepanjang daerah visualisasi. Daerah yang diambil
67
untuk visualisasi tiga dimensi ini dibatasi pada penggal tertentu karena keterbatasan kemampuan perangkat keras yang digunakan. Penggunaan Google SketchUp dalam membuat model tiga dimensi bangunan sangat membantu dalam menyajikan tampilan yang lebih realistis. Dalam hal ini, penggunaan ArcGlobe 10 dan Google SketchUp saling melengkapi dalam menyajikan tampilan tiga dimensi yang realistis dan memiliki arti spasial. Google SketchUp memiliki keterbatasan dalam menampilkan informasi spasial, namun memiliki kelebihan dalam kemudahan membuat model tiga dimensi bangunan, sebaliknya, ArcGlobe mampu menyajikan informasi-informasi kebumian dalam kerangkan spasial yang baik, namun memiliki kekurangan dalam hal sulitnya membuat model bangunan tiga dimensi secara realistis. Tampilan tiga dimensi yang dihasilkan tampak sebagaimana Gambar III.5. berikut :
Gambar III.5. Visualisasi tiga dimensi bahaya banjir Hasil visualisasi dalam tiga dimensi ini akan lebih baik lagi apabila disajikan dalam bentuk tampilan interaktif yang dapat diakses secara interaktif oleh pengguna, misalnya masyarakat atau pemegang kebijakan (pemerintah). Hal ini dapat dilakukan
68
diantaranya adalah dengan membuat paket layer (layer package) dari layer-layer yang digunakan untuk membuat tampilan tiga dimensi, untuk kemudian dibuka dengan menggunakan ArcGIS Explorer secara online, namun karena keterbatasan waktu, maka penelitian ini dicukupkan pada pembuatan tampilan tiga dimensi tanpa melibatkan interaksi dengan pengguna.
III.6. Pengaruh Ketelitian Data Geometrik Terhadap Kualitas Prediksi Banjir
Ketelitian hasil zonasi bahaya banjir ini sangat dipengaruhi oleh data masukan yang dipergunakan. Perbandingan dengan data kerusakan yang diperoleh dari hasil wawancara dengan warga menunjukkan adanya perbedaan pada beberapa titik kerusakan dengan daerah yang tidak tergenang banjir menurut hasil hitungan. Hal ini disebabkan oleh karena data geometrik yang digunakan adalah data Model Permukaan Digital (Digital Surface Modelling/DSM). Dalam hal ini, perangkat lunak yang digunakan yakni ArcGIS dengan ekstensi HEC-GeoRAS menginterpretasi ketinggian pohon, bangunan rumah dan semisalnya sebagai titik-titik tinggi yang membentuk kontur, sehingga daerah yang seharusnya tergenang menjadi tidak tergenang, dan sebaliknya, terdapat sejumlah daerah yang seharusnya mengalami genangan banjir tidak terpetakan menjadi daerah bahaya banjir karena adanya kesalahan pada proses pembentukan DSM yang berasal dari foto udara. Hal ini dapat diketahui dengan membandingkan antara daerah genangan yang diperoleh dari hasil pemetaan bahaya dengan data historis kerusakan akibat banjir pasca erupsi Merapi yang diperoleh dari survey lapangan dan wawancara warga. Gambar III.6 dan III.7 menunjukkan beberapa contoh dari kesalahan zonasi banjir akibat adanya kesalahan sumber data yang digunakan.
69
Data historis kerusakan akibat banjir
Gambar III.6. Daerah yang seharusnya mengalami banjir (belakang Rusunawa Sungai Code)
Gambar III.7. Daerah yang seharusnya tidak mengalami banjir (Sekitar Rumah Sakit Sardjito)
70
Data geometrik (dalam hal ini data elevasi) merupakan salah satu faktor yang paling mempengaruhi hasil prediksi daerah rawan banjir dengan menggunakan metode ini. Data elevasi digunakan untuk menentukan bentuk tampang melintang dan memanjang sungai yang berperan dalam penentuan terjadinya luapan air sungai dari kapasitas tampung maksimumnya. Untuk keperluan ini, data elevasi yang digunakan harus memiliki ketelitian tinggi dan kualitas yang cukup baik, serta mewakili kondisi terbaru dari tampang sungai yang diteliti. Penelitian ini menggunakan data elevasi yang diperoleh dari hasil orthorektifikasi foto udara dari kamera non-metrik, sehingga selain hanya menghasilkan Model Permukaan Digital, ketelitian dan kualitas data elevasi yang diperoleh juga dinilai kurang untuk digunakan dalam pemodelan banjir dengan metode ini. Gambar III.8. menunjukkan mengenai kurangnya kualitas dari data elevasi hasil pemotretan udara untuk digunakan dalam pemodelan hidraulika. Dari gambar tersebut tampak bahwa pada penampang melintang sungai terlihat bahwa meskipun pada bagian sungai elevasi yang ada cukup baik, namun bangunan dan pepohonan pada dataran banjir sungai diinterpretasi menjadi nilai ketinggian sehingga mempengaruhi bentuk muka sungai, dan dengan demikian mempengaruhi pula hasil prediksi yang dibuat. Berdasarkan atas analisis di atas mengenai ketelitian data geometrik yang digunakan, maka dapat disimpulkan bahwa hasil penelitian ini berupa identifikasi daerah dan pemukiman yang tergenang belum dapat serta merta digunakan sebagai bahan pengambilan keputusan secara tegas. Hasil penelitian ini hanya dapat digunakan sebagai data sementara yang menggambarkan perkiraan daerah cakupan banjir pada Sungai Code pada berbagai nilai probabilitas. Hasil verifikasi dari banjir hasil hitungan dan data historis kerusakan akibat banjir menunjukkan beberapa titik kesamaan, meskipun pada daerah lain yang memiliki bangunan atau pepohonan tinggi hasil yang diperoleh berbeda dengan catatan kerusakan di daerah tersebut.
71
Tampak Atas
Tampak Samping
Gambar III.8. Tampak atas dan samping salah satu penampang melintang (crosssection) di Sungai Code
Penggunaan data geometrik hasil foto udara dalam penelitian ini semata-mata disebabkan oleh adanya keterbatasan waktu penelitian, biaya, serta ketersediaan data tinggi/elevasi yang cukup memuaskan yang dapat menggambarkan bentuk tampang Sungai Code hingga cukup detil. Namun demikian, penelitian ini berhasil membuktikan bahwa pemodelan daerah rawan banjir dapat dilakukan dengan mengkombinasikan antara analisa hidraulika dan Sistem Informasi Geografis (SIG),
72
untuk kemudian menyajikannya dalam bentuk visualisasi tiga dimensi sehingga diharapkan apabila tersedia data elevasi yang akurat, maka dapat dilakukan analisa yang lebih teliti menggunakan metode yang sama sehingga dihasilkan model yang cukup baik untuk keperluan pengambilan keputusan (decision making) oleh pihakpihak yang berwenang.
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
IV.1. Kesimpulan
1. Prediksi daerah tergenang banjir dapat dihasilkan dari pemodelan hidraulik sungai dengan data masukan yang diperoleh dari hasil hitungan analisis frekuensi untuk menentukan kala-ulang banjir tertentu. Besaran kala-ulang digunakan untuk zonasi daerah bahaya banjir sesuai dengan tingkat probabilitasnya sehingga diperoleh daerah-daerah yang rawan tergenang banjir sebagaimana tujuan penelitian ini. 2. Sejumlah pemukiman yang terdapat di sekitar daerah dataran banjir Sungai Code teridentifikasi sebagai pemukiman yang akan terdampak bahaya banjir dengan probabilitas yang tinggi, sehingga berdasarkan probabilitas kejadian bahaya banjir dapat dikategorikan sebagai kurang layak untuk dijadikan sebagai daerah pemukiman. 3. Teknologi Sistem Informasi Geografis dalam tiga dimensi dapat digunakan untuk membantu pembuatan tampilan daerah bahaya banjir sehingga dapat dihasilkan model tiga dimensi yang lebih realistis. Visualisasi banjir dalam tiga dimensi dapat digunakan sebagai sarana untuk mensosialisasikan daerah rawan banjir kepada masyarakat sehingga dapat memperkuat kapasitas komunitas dalam menghadapi banjir. 4. Model terrain yang diperoleh dari hasil foto udara dapat digunakan untuk menyediakan data geometris yang diperlukan dalam prediksi daerah bahaya banjir, namun hasil yang didapat kurang baik karena data yang tersedia berupa Model Permukaan Digital (Digital Surface Model). 5. Pasca erupsi Merapi, debit maksimum yang dapat tertampung oleh alur sungai (bankfull discharge) Kali Code berkurang akibat adanya sedimentasi. Hal ini ditunjukkan oleh adanya beberapa ruas yang terkena banjir pada kala ulang Q5 dan Q25 tahun.
73
74
6. Berdasarkan penelitian ini, terdapat beberapa pemukiman yang rawan terkena bencana banjir tiap tahunnya dengan probabilitas 20% (kala-ulang 5 tahun). Sehingga pada pemukiman di daerah ini perlu diwaspadai adanya banjir pada waktu hujan dengan intensitas tinggi. 7. Hasil penelitian ini belum dapat digunakan untuk menentukan daerah pemukiman yang rawan atau tidak rawan banjir, disebabkan oleh ketelitian data geometrik yang kurang memadai. Namun penelitian ini berhasil membuktikan bahwa analisa hidraulika yang dikombinasikan dengan teknologi Sistem Informasi Geografis dapat digunakan untuk melakukan pemodelan bahaya banjir yang kemudian dapat digunakan untuk keperluan pengambilan keputusan oleh pihak yang berwenang.
IV.2. Saran
1. Data geometris dengan ketelitian yang tinggi dan kualitas yang lebih baik diperlukan untuk menghasilkan prediksi daerah bahaya banjir yang akurat. Ketersediaan data DTM (Digital Terrain Model) dengan ketelitian tinggi dibandingkan
dengan
data
DSM
(Digital
Surface
Model)
akan
meningkatkan ketelitian hasil prediksi daerah bahaya banjir dengan metode ini. Teknologi LiDAR dapat digunakan untuk menyediakan data terrain dengan ketelitian yang cukup tinggi sebagai sumber data geometrik untuk analisa selanjutnya. 2. Hitungan analisis frekuensi terhadap data hidrologis akan semakin baik apabila diperoleh data debit sungai dengan selang waktu yang lebih lama dan digunakan metode Partial Series untuk pemilihan datanya. Ketelitian lebih baik juga dapat diperoleh apabila digunakan model aliran Unsteady Flow dengan menggunakan hidrograf aliran Sungai Code pada selang waktu yang cukup lama. 3. Model banjir yang lebih teliti dapat dibuat dengan memperoleh informasi yang lebih lengkap mengenai kondisi hidrologi dan hidraulika Sungai
75
Code, seperti adanya alur aliran cabang dari dan ke Sungai Code, kondisi batas aliran upstream dan downstream, dan yang lainnya. 4. Diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai kapasitas tampang Sungai Code untuk mengetahui daerah mana yang lebih membutuhkan pengerukan dan daerah mana saja yang akan terdampak oleh luapan air apabila tidak dilakukan pengerukan.
76
DAFTAR PUSTAKA
ACWI, Advisory Committee on Water Information. 2002. Bulletin 17-B Guidelines for Determining Flood Flow Frequency : Frequently Asked Question. Subcommittee on Hydrology, Hydrologic Frequency Analysis Work Group, http://acwi.gov/hydrology/Frequency/B17bFAQ.html (akses 10 Juli 2011). Anonim, 2011. Kamus Besar Bahasa Indonesia Dalam Jaringan. Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia. http://pusatbahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/ (Akses 2 Juni 2011) Anonim, 1991. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 1991 Tentang Sungai. Aronoff, Stan, 1989, Geographic Information System : A Management Perspective. WDL, Publicant, Ottawa, Kanada Arwin, 2009, “Tren Global Pembangunan Infrastruktur Sumber Daya Air yang Berkelanjutan”, Diskusi Pakar Perumusan Kebijakan Eco-efficient Water Infrastructure Indonesia. Direktorat Pengairan dan Irigasi - Bappenas, Jakarta Selatan. Buckley, David J., 1998, The GIS Primer : An Introduction to Geographic Information
Systems.
Basis
Press
Innovative
GIS
Solution
Inc.
http://www.innovativegis.com/basis/Primer/primer.html (Akses 17 Juni 2011) Bedient, Philip B., Huber, Wayne C., Baxter, Vieux E., 2008, Hydrology and Floodplain Analysis, Fourth Edition, Pearson International Edition, Pearson Hall, Upper Saddle River, NJ U.S.A. Berry, Joseph K., 2007, Beyond Mapping III : Compilation of Beyond Mapping columns appearing in GeoWorld magazine 1996 to 2009. Basis Press, Innovative GIS Solution Inc. http://www.innovativegis.com/basis/mapanalysis/Default.htm (Akses 17 Juni 2011) Chow, Ven Te, 1959, Open Channel Hydraulics. MacGraw Hill Kogakusha, Ltd., Tokyo Evans, Sun Yat., 2007, Use of GIS in Flood Risk Mapping. Mott MacDonald, Demeter House, Station Road, Cambridge, Inggris.
77
Federal Emergency Management Agency, 2011, Flood Zones, Federal Emergency Management Agency (FEMA), U.S. Department of Homeland Security. http://www.fema.gov/plan/prevent/floodplain/nfipkeywords/flood_zones.sht m (akses 23 Mei 2011) Gurer, Ibrahim, and Ucar, Ibrahim, 2010, “The Importance of Flood Zoning Using GIS – A Case Study from Macka, Trabzon, Northeasthern Turkey”. International Scientific Conference BALWOIS 2010, Balkan Institute for Water and Environment, 25-29 May 2010, Ohrid, Republic of Macedonia. Haan, 2011, Frequency Factors K for Gamma and log-Pearson Type III Distributions, Oregon State University - Streamflow Evaluation for Watershed Restoration Planning and Design. http://streamflow.engr.oregonstate.edu/analysis/floodfreq/skew.htm
(akses
tanggal 26 Mei 2011) Heitmuller, Franklin T., Malstaff, Greg., and Hudson, Paul F. 2011. “Fluvial Geomorphic Concepts and River Systems in Texas”. Texas Water Development Board. http://www.twdb.state.tx.us/instreamflows/Studies/Geomorphology/RiverStyl es/heitmuller.pdf (akses tanggal 2 Juni 2011) Isnugroho, 2002, “Tinjauan Penyebab Banjir dan Upaya Penanggulangannya”. Alami: Jurnal Air, Lahan, Lingkungan dan Mitigasi Bencana. Volume 7 Nomor 2 Tahun 2002. Kute, Abhijeet., and Stuart, Neil. 2011. Predicting GIS-Based Spatially Distributed Unit-Hydrograph
from
Urban
Development
http://www.ciwem.org/media/135760/Paper
3
Scenarios.
CIWEM.
Predicting GIS
Based
Spatially Distributed Unit Hydrograph from Urban Development ScenariosAhbijeet Kute.pdf (Akses 11 Juli 2011). MacCuen, Richard H., 2003, Modelling Hydrologic Change – Statistical Methods. Lewis Publishers, Boca Raton, Florida, U.S. Machairiyah, 2007, “Analisis Curah Hujan Untuk Pendugaan Debit Puncak Dengan Metode Rasional Pada DAS Percut Kabupaten Deli Serdang”. Skripsi. Departemen Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatra Utara.
78
Merwade, Venkatesh. 2010. Tutorial on Using HEC-GeoRAS With ArcGIS 9.3. School
of
Civil
Engineering,
Purdue
University,
web.ics.purdue.edu/~vmerwade/education/georastutorial.pdf
Indiana.
(akses
20
Januari 2011) Minnerly, Blake., 2006, River elevation modeling: an integrated HEC-RAS ArcGIS approach. PDF File, (akses 19 Februari 2011) National Water Management Center, 2011, Bankfull Regional Curve. Natural Resource Conservation Service, United States Department of Agriculture. http://wmc.ar.nrcs.usda.gov/technical/HHSWR/Sugarcreek/regionalcurve.htm l (akses 19 Juni 2011) NRCS, Natural Resources Conservation Service, 2007, Stream Restoration Design Handbook. United States Department of Agriculture. Washington, DC. Santosa, Purnama B., 2006, “The Role of GIS For Flood Disaster Management”. Makalah pada Pertemuan Ilmiah Tahunan III, Teknik Geomatika Institut Teknologi Sebelas Maret. Surabaya Smith, Gary., and Friedman, Joshua, 2004, “3D GIS : A Technology Whose Time Has Come”. ESRI Earth Observation Magazine, www.eomonline.com (akses 14 Maret 2011). Solaimani, Karim., 2011, “GIS-Based Multidate Flood Forecasting Using Hydraulic Model”. International Journal of The Physical Sciences, Vol 6(3), 4 Februari 2011, pp 577-582. Sri Harto. 2000. Hidrologi, Teori, Masalah, dan Penyelesaian. Penerbit Nafiri, Yogyakarta Sri Harto. 1993. Analisis Hidrologi. Penerbit Gramedia, Jakarta Sulistiono, Bambang. 2010. “Prediksi Tinggi Genangan Banjir Kali Code Di Kota Yogyakarta Pasca Erupsi Merapi Tahun 2010”. Seminar Nasional Pengembangan Kawasan Merapi : Aspek Kebencanaan dan Pengembangan Masyarakat Pasca Bencana. Yogyakarta. Suwarno. 1995. Hidrologi Aplikasi Metode Statistik untuk Analisa Data, Jilid I. Penerbit Nova, Bandung. U.S. Army Corps of Engineer. 1993. Hydrologic Frequency Analysis. U.S. Army Corps of Engineer, Department of The Army. Washington, D.C.
79
USGS, United States Department of The Interior Geological Survey, 1982, Guidelines for Determining Flood Flow Frequency, Bulletin #17B of Hydrology Subcommittee, Interagency Advisory Committee on Water Data. Reston, Virginia. Widiyanto, Cipto. 2005. “Kajian Hidrologi dan Hidraulika Banjir Sungai Code Kota Yogyakarta Tanggal 23 Februari 2005”. Thesis. Magister Pengelolaan Bencana Alam, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
80
LAMPIRAN A TRIANGULAR IRREGULAR NETWORK (TIN) DAERAH PENELITIAN
81
82
LAMPIRAN B MOSAIK FOTO UDARA DAERAH PENELITIAN
83
84
LAMPIRAN C DATA DEBIT TAHUNAN SUNGAI CODE STASIUN AWLR POGUNG TAHUN 1993-2009
No
Rank
Tahun
Debit Maksimum (Q - m3/s)
Log Q
Return Period (Tr)
1 2 3 4 5 6 7 8
6 3 10 4 1 8 11 9
2009 2008 2007 2006 2005 2004 2003 2002
43.34 55.11 25.59 54.4 132 40.908 23.661 27.5
1.6369 1.7412 1.4081 1.7356 2.1206 1.6118 1.3740 1.4393
3.00 6.00 1.80 4.50 18.00 2.25 1.64 2.00
9
2
2001
55.6
1.7451
9.00
10
5
2000
50.01
1.6991
3.60
11 12 13 14 15 16 17
14 12 17 7 15 13 16
1999 1998 1997 1996 1995 1994 1993
17.82 20.9 1.4 41.4 9.8 19.1 6.21
1.2509 1.3201 0.1461 1.6170 0.9912 1.2810 0.7931
1.29 1.50 1.06 2.57 1.20 1.38 1.13
85
LAMPIRAN D DATA KOEFISIEN MANNING SUNGAI CODE
86
87
LAMPIRAN E DATA KERUSAKAN SUNGAI CODE PASCA BANJIR LAHAR DINGIN 2010-2011
No
Lintang/Easting Bujur/Northing
Tempat
Kerusakan
Kelurahan
Kecamatan
1
-7.811098
110.374428
RT 43
tergenang
keparakan
mergangsan
2
-7.802266
110.371317
kios RT 13
tergenang air
PRAWIRODIRJAN
gondomanan
3
-7.801781
110.371169
kios RT 13
tergenang
PRAWIRODIRJAN
gondomanan
Terban
Gondokusuman
Terban
Gondokusuman
Terban
Gondokusuman
Sari Harjo
Ngaglik
Cokrodiningratan
Jetis
Jetis Harjo
Jetis
Terban
Gondokusuman
4
-7.782229
110.3714
RT 26 RW 06
5
-7.78281
110.370999
RT 28 RW 06
6
-7.779192
110.370406
RT 18 RW 04
7
-7.746363
110.37678
RT 02 RW 24
8
-7.77978
110.370082
RT 45 RW 09
jembatan terendam pasir saat banjir warung sudah tidak berfungsi terdapat 3 warung terdampak jembatan retak (lalu lintas padat) Hilang
9
-7.772513
110.369131
RT 31 RW 08 Petinggen
10
-7.779852
110.370226
RT 19 RW 04
jembatan tergenang sedimen dan saat banjir tertutup total ( penghubung 2 dusun) Rusak Total dan Putus
11
-7.78226
110.371337
RT 27 RW 06
Terendam Pasir
Terban
Gondokusuman
12
-7.802266
110.371317
kios RT 13
tergenang air
PRAWIRODIRJAN
Gondomanan
13
-7.801781
110.371169
kios RT 13
tergenang
PRAWIRODIRJAN
Gondomanan
Prawirodirjan
Gondomanan
Wirogunan
Mergangsan
14
-7.804001
110.3719
RT 16
15
-7.803909
110.372014
jembatan RW 02
keropos dan amblas, air meluap saat banjir pondasi jembatan rusak
88
16
-7.822188
110.375344
17
-7.81707
110.374247
18
-7.805617
110.374692
masjid Al Anshar Catering Wijaya Boga Balai RW 04
lingkungan masjid tergenang tergenang setiap hijan lebat Rusak ringan jembatan terendam pasir saat banjir warung sudah tidak berfungsi terdapat 3 warung terdampak
Brontokusuman
Mergangsan
Brontokusuman
Mergangsan
Wirogunan
Mergangsan
Terban
Gondokusuman
Terban
Gondokusuman
Terban
Gondokusuman
19
-7.782229
110.3714
RT 26 RW 06
20
-7.78281
110.370999
RT 28 RW 06
21
-7.779192
110.370406
RT 18 RW 04
22
-7.802266
110.371317
kios RT 13
tergenang air
PRAWIRODIRJAN
gondomanan
23
-7.801781
110.371169
kios RT 13
tergenang
PRAWIRODIRJAN
gondomanan
24
-7.77978
110.370082
RT 45 RW 09
Hilang
Cokrodiningratan
Jetis
25
-7.78226
110.371337
RT 27 RW 06
Terendam Pasir
Terban
Gondokusuman
26
-7.806317
110.373955
Asana RT 59
Prawirodirjan
Gondomanan
27
-7.769853
110.36984
RT 09 RW 33
Sinduadi
Mlati
28
-7.77055
110.369225
RT 09 RW 56
retak dan ambles Saat banjir, jembatan terendam air Jembatan Retak karena Talud retak
Sinduadi
Mlati
29
-7.814835
110.374616
keparakan
1 kios
keparakan
mergangsan
30
-7.813293
110.375115
RT 55
1 kios
keparakan
mergangsan
Data Kerusakan selengkapnya dilampirkan dalam CD
89
LAMPIRAN F TABEL FAKTOR FREKUENSI KN NILAI UJI OUTLIER
Sumber : NRCS, Natural Resources Conservation Service, 2007, Stream Restoration Design Handbook. United States Department of Agriculture. Washington, DC.
90
LAMPIRAN G TABEL FAKTOR FREKUENSI K DISTRIBUSI LOG-PEARSON TIPE III
Recurrence Interval In Years 1.0101
2
SKEW COEFFICIENT
5
10
25
50
100
200
Percent Chance (>=) = 1-F 99
50
20
10
4
2
1
0.5
3
-0.667
-0.396
0.420
1.180
2.278
3.152
4.051
4.970
2.9
-0.690
-0.390
0.440
1.195
2.277
3.134
4.013
4.904
2.8
-0.714
-0.384
0.460
1.210
2.275
3.114
3.973
4.847
2.7
-0.740
-0.376
0.479
1.224
2.272
3.093
3.932
4.783
2.6
-0.769
-0.368
0.499
1.238
2.267
3.071
3.889
4.718
2.5
-0.799
-0.360
0.518
1.250
2.262
3.048
3.845
4.652
2.4
-0.832
-0.351
0.537
1.262
2.256
3.023
3.800
4.584
2.3
-0.867
-0.341
0.555
1.274
2.248
2.997
3.753
4.515
2.2
-0.905
-0.330
0.574
1.284
2.240
2.970
3.705
4.444
2.1
-0.946
-0.319
0.592
1.294
2.230
2.942
3.656
4.372
2
-0.990
-0.307
0.609
1.302
2.219
2.912
3.605
4.298
1.9
-1.037
-0.294
0.627
1.310
2.207
2.881
3.553
4.223
1.8
-1.087
-0.282
0.643
1.318
2.193
2.848
3.499
4.147
1.7
-1.140
-0.268
0.660
1.324
2.179
2.815
3.444
4.069
1.6
-1.197
-0.254
0.675
1.329
2.163
2.780
3.388
3.990
1.5
-1.256
-0.240
0.690
1.333
2.146
2.743
3.330
3.910
1.4
-1.318
-0.225
0.705
1.337
2.128
2.706
3.271
3.828
1.3
-1.383
-0.210
0.719
1.339
2.108
2.666
3.211
3.745
1.2
-1.449
-0.195
0.732
1.340
2.087
2.626
3.149
3.661
1.1
-1.518
-0.180
0.745
1.341
2.066
2.585
3.087
3.575
1
-1.588
-0.164
0.758
1.340
2.043
2.542
3.022
3.489
0.9
-1.660
-0.148
0.769
1.339
2.018
2.498
2.957
3.401
0.8
-1.733
-0.132
0.780
1.336
1.993
2.453
2.891
3.312
0.7
-1.806
-0.116
0.790
1.333
1.967
2.407
2.824
3.223
0.6
-1.880
-0.099
0.800
1.328
1.939
2.359
2.755
3.132
0.5
-1.955
-0.083
0.808
1.323
1.910
2.311
2.686
3.041
0.4
-2.029
-0.066
0.816
1.317
1.880
2.261
2.615
2.949
0.3
-2.104
-0.050
0.824
1.309
1.849
2.211
2.544
2.856
0.2
-2.178
-0.033
0.830
1.301
1.818
2.159
2.472
2.763
0.1
-2.252
-0.017
0.836
1.292
1.785
2.107
2.400
2.67
Cs
91
0
-2.326
0.000
0.842
1.282
1.751
2.054
2.326
2.576
-0.1
-2.4
0.017
0.846
1.27
1.716
2.000
2.252
2.482
-0.2
-2.472
0.033
0.850
1.258
1.680
1.945
2.178
2.388
-0.3
-2.544
0.050
0.853
1.245
1.643
1.890
2.104
2.294
-0.4
-2.615
0.066
0.855
1.231
1.606
1.834
2.029
2.201
-0.5
-2.686
0.083
0.856
1.216
1.567
1.777
1.955
2.108
-0.6
-2.755
0.099
0.857
1.200
1.528
1.720
1.880
2.016
-0.7
-2.824
0.116
0.857
1.183
1.488
1.663
1.806
1.926
-0.8
-2.891
0.132
0.856
1.166
1.448
1.606
1.733
1.837
-0.9
-2.957
0.148
0.854
1.147
1.407
1.549
1.660
1.749
-1
-3.022
0.164
0.852
1.128
1.366
1.492
1.588
1.664
-1.1
-3.087
0.180
0.848
1.107
1.324
1.435
1.518
1.581
-1.2
-3.149
0.195
0.844
1.086
1.282
1.379
1.449
1.501
-1.3
-3.211
0.210
0.838
1.064
1.240
1.324
1.383
1.424
-1.4
-3.271
0.225
0.832
1.041
1.198
1.270
1.318
1.351
-1.5
-3.33
0.240
0.825
1.018
1.157
1.217
1.256
1.282
-1.6
-3.880
0.254
0.817
0.994
1.116
1.166
1.197
1.216
-1.7
-3.444
0.268
0.808
0.970
1.075
1.116
1.140
1.155
-1.8
-3.499
0.282
0.799
0.945
1.035
1.069
1.087
1.097
-1.9
-3.553
0.294
0.788
0.920
0.996
1.023
1.037
1.044
-2
-3.605
0.307
0.777
0.895
0.959
0.980
0.990
0.995
-2.1
-3.656
0.319
0.765
0.869
0.923
0.939
0.946
0.949
-2.2
-3.705
0.330
0.752
0.844
0.888
0.900
0.905
0.907
-2.3
-3.753
0.341
0.739
0.819
0.855
0.864
0.867
0.869
-2.4
-3.800
0.351
0.725
0.795
0.823
0.830
0.832
0.833
-2.5
-3.845
0.360
0.711
0.711
0.793
0.798
0.799
0.800
-2.6
-3.899
0.368
0.696
0.747
0.764
0.768
0.769
0.769
-2.7
-3.932
0.376
0.681
0.724
0.738
0.740
0.740
0.741
-2.8
-3.973
0.384
0.666
0.702
0.712
0.714
0.714
0.714
-2.9
-4.013
0.390
0.651
0.681
0.683
0.689
0.690
0.690
-3
-4.051
0.396
0.636
0.660
0.666
0.666
0.667
0.667
Sumber : Haan, 2011. Frequency Factors K for Gamma and log-Pearson Type III Distributions, Oregon State University - Streamflow Evaluation for Watershed
Restoration
Planning
http://streamflow.engr.oregonstate.edu/analysis /floodfreq/skew.htm (akses tanggal 26 Mei 2011)
and
Design.
92
LAMPIRAN H TABEL NILAI KRITIS UJI SMORNOV-KOLMOGOROV
Sumber : MacCuen, Richard H., 2003. Modelling Hydrologic Change – Statistical Methods. Lewis Publishers, Boca Raton, Florida, U.S.
93
LAMPIRAN I TABEL NILAI KRITIS UJI CHI-SQUARE
dk
α Derajat Kepercayaan 0.95 0.05
0.99
0.975
1 2 3 4 5
0.995 0.000039 3 0.0100 0.0717 0.207 0.412
0.025
0.01
0.005
0.000157 0.0201 0.115 0.297 0.554
0.000982 0.0506 0.216 0.484 0.831
0.00393 0.103 0.352 0.711 1.145
3.841 5.991 7.815 9.488 11.070
5.024 7.378 9.348 11.143 12.832
6.635 9.210 11.345 13.277 15.086
7.879 10.597 12.838 14.86 16.75
6 7 8 9 10
0.676 0.989 1.344 1.735 2.156
0.872 1.239 1.646 2.088 2.558
1.237 1.690 2.18 2.700 3.247
1.635 2.167 2.733 3.325 3.940
12.592 14.067 15.507 16.919 18.307
14.449 16.013 17.535 19.023 20.483
16.812 18.475 20.09 21.666 23.209
18.548 20.278 21.955 23.589 25.188
11 12 13 14 15
2.603 3.074 3.565 4.075 4.601
3.053 3.571 4.107 4.660 5.229
3.816 4.404 5.009 5.629 6.262
4.575 5.226 5.892 6.571 7.261
19.675 21.026 22.362 23.685 24.996
21.92 23.337 24.736 26.119 27.488
24.725 26.217 27.688 29.141 30.578
26.757 28.300 29.819 31.319 32.801
16 17
5.142 5.697
5.812 6.408
6.908 7.564
7.962 8.672
26.296 27.587
28.845 30.191
32.000 33.409
34.267 35.718
18 19 20
6.265 6.844 7.434
7.015 7.633 8.260
8.231 8.907 9.591
9.390 10.117 10.851
28.869 30.144 31.410
31.526 32.852 34.170
34.805 36.191 37.566
37.156 38.582 39.997
21 22 23 24 25
8.034 8.643 9.260 9.886 10.520
8.897 9.542 10.196 10.856 11.524
10.283 10.982 11.689 12.401 13.120
11.591 12.338 13.091 13.848 14.611
32.671 33.924 36.172 36.415 37.652
35.479 36.781 38.076 39.364 40.646
38.932 40.289 41.638 42.980 44.314
41.401 42.796 44.181 45.558 46.928
26 27 28 29 30
11.160 11.808 12.461 13.121 13.787
12.198 12.879 13.565 14.256 14.953
13.844 14.573 15.308 16.047 16.791
15.379 16.151 16.928 17.708 18.493
38.885 40.113 41.337 42.557 43.773
41.923 43.194 44.461 45.722 46.979
45.642 46.963 48.278 49.588 50.892
48.290 49.645 50.993 52.336 53.672
Sumber : Suwarno. 1995. Hidrologi Aplikasi Metode Statistik untuk Analisa Data, Jilid I. Penerbit Nova, Bandung.
94
LAMPIRAN J PETA ZONA BAHAYA BANJIR DUA DIMENSI
95
96
97
98
LAMPIRAN K SCREENSHOOT HASIL PEMODELAN TIGA DIMENSI BAHAYA BANJIR
Model 3D Bangunan Rusunanwa dan Banjir kala-ulang 100 Tahun di Kali Code
99
Banjir kala ulang 100 tahun di daerah Purwokinanthi. Model 3 Dimensi Hotel Melia Purosani di sebelah kiri
Visualisasi daerah sekitar Jembatan Juminahan
100
Banjir kala-ulang 100 tahun di daerah Purwokinanthi. Warna merah menunjukkan pemukiman terdampak
Flytrough di sekitar Rusunawa Kali Code (Daerah Tegalpanggung)
101
Model tiga dimensi alat berat hasil 3D Symbology dengan bantuan Google SketchUp
102
LAMPIRAN L FOTO-FOTO KONDISI STASIUN AWLR POGUNG (JULI 2011)
Papan keterangan Pos AWLR Pogung yang dibangun tahun 1968
Pos AWLR Pogung dilihat dari kejauhan
103
Bagian pos yang menjulur ke sungai. Tampak tabung pencatat muka air otomatis
Bagian sungai tempat pos berada. Tidak dijumpai adanya sedimen sisa letusan Merapi yang cukup signifikan
104
Bagian bawah pos pengamat muka air Pogung, Tampak skala ukur manual
Tabung instrumen pencatat muka air otomatis