24 Bab III
Pemodelan dan Desain Instrumen Penelitian
Kerangka berpikir dalam penelitian ini berawal dari pemahaman mengenai kesenjangan digital yang meliputi kesenjangan antara individu (warga negara) yang memiliki akses internet dengan yang tidak, dan yang mampu menggunakan teknologi informasi dan komunikasi dengan yang tidak.
Penelitian ini menggunakan instrumen yang dikembangkan oleh SIBIS sebagai acuan pengukuran kesenjangan digital yang penggunaannya disesuaikan di Indonesia. Pada bagian selanjutnya akan dibahas mengenai pemodelan pengukuran untuk mengurangi kesenjangan digital dengan menentukan variabelvariabel yang sesuai di Indonesia saat ini, yang diasumsikan mempengaruhi kesenjangan digital di Indonesia.
III.1. Pemodelan Pengukuran untuk Mengurangi Kesenjangan Digital yang Diusulkan
Berdasarkan pemahaman konsep kesenjangan digital pada sub bab II.2 maka pengurangan kesenjangan digital didefinisikan sebagai kesiapan internet, pemanfaatan TIK, usaha pencapaian kecakapan TIK, dan tingkat kecakapan TIK. Berdasarkan kondisi perkembangan TIK yang telah dijelaskan pada sub bab II.4, maka pemahaman konsep kesenjangan digital tersebutlah -- yang memuat keempat aspek yang mempengaruhi kesenjangan digital -- yang sesuai dengan kondisi perkembangan TIK di Indonesia saat ini, sehingga baru empat aspek yang dapat diteliti di Indonesia saat ini.
Berdasarkan pemaparan di atas maka dikembangkan kerangka berpikir yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu :
25 (1) Satuan penelitian perlu didefinisikan yaitu yang akan diteliti adalah individu (warga negara). (2) Variabel bebas perlu ditentukan yang mempengaruhi kesenjangan digital sebagai variabel dependen. Dalam penelitian ini ditentukan empat variabel bebas yang sesuai dengan kondisi TIK di Indonesia saat ini dan diasumsikan mempengaruhi kesenjangan digital di Indonesia, yaitu kesiapan internet, pemanfaatan TIK, upaya pencapaian kecakapan TIK, dan tingkat kecakapan TIK. Dari variabel bebas yang telah ditentukan, dirancang model pengukuran untuk mengurangi kesenjangan digital yang dapat dilihat pada Gambar III.1 di bawah ini.
Gambar III.1 Usulan model pengurangan kesenjangan digital Model yang digambarkan pada Gambar III.1 tersusun atas variabel terikat (dependen) yaitu pengurangan kesenjangan digital dan variabel bebas
26 (independen) yaitu kesiapan internet, pemanfaatan TIK, upaya pencapaian kecakapan TIK, dan tingkat kecakapan TIK. Dan diasumsikan keempat variabel bebas
tersebut
secara
bersama-sama
dapat
mempengaruhi
pengurangan
kesenjangan digital.
Model dalam Gambar III.1 menggambarkan keterkaitan antara kesiapan internet, pemanfaatan TIK, usaha pencapaian kecakapan TIK, dan tingkat kecakapan TIK terhadap pengurangan kesenjangan digital. Kesiapan internet tersusun atas ketersediaan akses TIK. Pemanfaatan TIK menggambarkan kondisi antara individu yang dapat on-line dan individu yang tidak dapat on-line, kemudian bagaimana pemanfaatan akses internet tersebut. Usaha pencapaian kecakapan TIK adalah usaha untuk melakukan pelatihan dan pembelajaran TIK karena TIK adalah bidang yang masih baru. Dan tingkat kecakapan TIK adalah tingkat kecakapan individu dalam hal TIK dasar.
Hipotesis yang dirumuskan untuk membuktikan model yang diusulkan adalah sebagai berikut : (1) Sejauh
mana
pengaruh
kesiapan
internet
terhadap
pengurangan
terhadap
pengurangan
kesenjangan digital? (2) Sejauh
mana
pengaruh
pemanfaatan
TIK
kesenjangan digital? (3) Sejauh mana pengaruh upaya pencapaian kecakapan TIK terhadap pengurangan kesenjangan digital? (4) Sejauh mana pengaruh tingkat kecakapan TIK terhadap pengurangan kesenjangan digital? (5) Sejauh mana pengaruh kesiapan internet, pemanfaatan TIK, usaha pencapaian kecakapan TIK, dan tingkat kecakapan TIK secara bersamasama terhadap pengurangan kesenjangan digital?
27 III.2. Metode Penelitian
Pendekatan penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu pendekatan penelitian survei. Data dikumpulkan dari responden dengan menggunakan kuesioner.
III.2.1. Populasi dan Sampel Penelitian
Jumlah populasi dinas pendidikan, diambil berdasarkan data Bandung Dalam Angka tahun 2005 adalah sekitar 14.688 orang. Teknik pengambilan sampel menggunakan rumus dari Taro Yamane sebagai berikut (15): n=
N
(III.1)
N.d2 + 1 Dimana : n = jumlah sampel N = jumlah populasi d = presisi yang ditetapkan Diketahui jumlah populasi dinas pendidikan sebesar N = 14.688 orang dan tingkat presisi yang ditetapkan sebesar 10%. Berdasarkan rumus di atas diperoleh jumlah sampel adalah 99,32 ≈ 100 responden. Maka, jumlah sampel sebesar 100 orang.
Guru-guru SMU Negeri akan menjadi sampel penelitian ini. Dari 27 SMU Negeri yang ada di Bandung (29dari site disdikkotabandung.com), sampel akan diambil dari 5 (lima) wilayah Kotamadya Bandung, masing-masing wilayah diteliti sebanyak 2 SMU Negeri.
SMU Negeri tersebut dipilih berdasarkan analisis perkembangan tiap SMU dari Dinas Pendidikan Kotamadya Bandung yang dianggap sudah mewakili kondisi SMU Negeri di kotamadya Bandung.
28 Jumlah sampel guru yang diambil pada masing-masing SMU adalah 10 responden, dengan kondisi guru SMU pada satu sekolah adalah sama. Bila sekolah tersebut tidak memiliki jaringan koneksi komputer, maka guru SMU yang bekerja di sekolah tersebut pun dapat dipastikan tidak memiliki akses jaringan koneksi komputer. Begitu pula dengan internet, bila 1 sekolah tersebut tidak memiliki akses internet, maka kondisi guru SMU di sekolah tersebut pun relatid sama, tidak dapat mengakses internet dalam pekerjaannya. Sehingga 1 responden guru SMU mewakili kondisi guru SMU lainnya di sekolah tersebut.
III.2.2. Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada 10 SMU Negeri di Kotamadya Bandung yang dibagi menjadi 5 wilayah (29) yaitu sebagai berikut : (1) Wilayah Bandung Utara
:
(a) SMUN 20, Jl.Citarum 23 (b) SMUN 14, Jl.Yudha Wastu Pramuka (2) Wilayah Bandung Selatan
:
(a) SMUN 11, Jl.H.Aksan (b) SMUN 7, Jl. Lengkong Kecil 53 (3) Wilayah Bandung Tengah
:
(a) SMUN 8 , Jl.Solontongan No. 3 (b) SMUN 22, Jl.Rajamantri Kulon No. 17 A (4) Wilayah Bandung Timur
:
(a) SMUN 23, Jl.Malangbong, Antapani (b) SMUN 16, Jl.Mekarsari No. 81-Kiara Condong (5) Wilayah Bandung Barat
:
(a) SMUN 4, Jl.Gardujati No.20 (b) SMUN 6, Jl.Pasirkaliki No.51
29 III.2.3. Teknik Pengambilan Data
Dalam penelitian ini, pengambilan data dilakukan melalui survei. Data yang digunakan untuk penelitian meliputi data awal yang berguna untuk merumuskan masalah, memodelkan kesenjangan digital, memodelkan pengukuran masyarakat informasi, dan data yang digunakan untuk membuktikan hipotesis. Data diambil dari berbagai sumber antara lain situs www.simdik.disdikkotabandung.com, wawancara dengan Kepala Seksi Pengembangan Tenaga Kependidikan dan Kesiswaan di Dinas Pendidikan Kotamadya Bandung, dan melalui penyebaran kuesioner. Proses pengambilan data, sumber data dan teknik pengambilan data dijelaskan dalam Tabel III.1. Tabel III.1 Kegiatan pengambilan data No. 1 2 3
Tujuan Studi awal Pendalaman masalah Pembuktian hipotesis
Teknik pengambilan data Wawancara Observasi
Sumber data Dinas Pendidikan Kotamadya Bandung www.simdik.disdikkotabandung.com
Kuesioner
Responden terdiri dari guru SMU
III.2.4. Prosedur Analisis Data
Prosedur yang digunakan untuk menganalisis data dijelaskan dalam Gambar III.2. Setiap tahapan dalam prosedur analisis data tersebut akan dilakukan pada bagian ini. Jika terdapat tahapan yang tidak lulus uji, maka prosedur langsung pada tahap analisis data tidak dapat dilanjutkan. Tetapi jika seluruh tahapan lulus uji semua, maka tahapan dilanjutkan hingga tahap akhir yaitu pengukuran untuk mengurangi kesenjangan digital.
30
Gambar III.2 Tahapan Prosedur Analisis Data
III.3. Desain Instrumen Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah dan tujuan penelitian, dalam penelitian ini digunakan instrumen penelitian dalam bentuk kuesioner untuk memperoleh data kesenjangan digital di kalangan guru SMU Negeri.
Kuesioner yang digunakan mengacu kepada SIBIS GPS, dengan indikatorindikator pilihan yang sudah sesuai digunakan di Indonesia (seperti yang sudah dijelaskan pada sub bab II.4) dan terdapat 2 tambahan indikator pada aspek kesenjangan digital, yang akan dijelaskan pada sub bab III.3.1. Konsep kuesioner ini adalah sebagai berikut : (1) Menggunakan item-item pilihan yang disesuaikan dengan kondisi di Indonesia dari instrumen kuesioner SIBIS GPS.
31 (2) Jawaban setiap item instrumen berupa tanda silang, dengan pilihan jawaban yang berbeda-beda, didesain menggunakan skala likert dan skala Guttman. (3) Setiap jawaban diberi skor untuk keperluan analisis. Masing-masing skor diberi skala 1 dan 2. Skor 1 adalah untuk pilihan jawaban : tidak/tidak setuju/tidak
ada/tidak
setuju/belum
pernah/tidak
memiliki/belum
menggunakan. Sedangkan skor 2 adalah untuk pilihan jawaban : ya/sudah pernah/lebih
dari
seper
empat/sangat
setuju/kurang
setuju/pernah
menggunakan. Struktur instrumen penelitian adalah sebagai berikut : (1) Bagian pertama : pernyataan pendahuluan mengenai deskripsi dan tujuan penelitian ini. (2) Bagian kedua : penjelasan mengenai struktur instrumen penelitian. (3) Bagian ketiga : identitas responden yang meliputi nama, usia, jenis kelamin, golongan, pendapatan, pendidikan, dan sebagainya. (4) Bagian keempat : instrumen kuesioner yang meliputi instrumen kesiapan internet, kesenjangan digital, pemanfaatan TIK, upaya pencapaian kecakapan TIK, dan tingkat kecakapan TIK.
Indikator-indikator yang terdapat dalam setiap aspek instrumen akan dijelaskan pada sub bab selanjutnya dan hasil kesimpulan indikator-indikator SIBIS yang dipilih karena sesuai dengan kondisi perkembangan TIK di Indonesia berserta usulan indikator baru yang dipakai di Indonesia dapat dilihat pada lampiran A. Indikator yang tidak dapat digunakan disebabkan oleh belum sesuai dengan kondisi di Indonesia saat ini, seperti yang telah dijelaskan pada sub bab II.4.
III.3.1. Instrumen Aspek Kesenjangan Digital
Indikator yang termasuk dalam kesenjangan digital menurut SIBIS adalah pengguna komputer, pengguna internet, dan akses internet dari rumah. Terdapat indikator kesenjangan digital SIBIS yang tidak sesuai dengan kondisi di
32 Indonesia, yaitu indikator akses internet dari rumah. Karena berdasarkan kondisi TIK di Indonesia, pengguna internet di Indonesia yaitu sekitar 25 juta, dan yang menjadi pelanggan internet hanya 2 juta, sedangkan pelanggan perumahan baru mencapai 4%, yakni berarti hanya 80 ribu (dari total hampir 250 juta orang). Dengan kondisi Indonesia seperti ini, maka indikator untuk mengukur akses internet dari rumah tidak sesuai digunakan di Indonesia.
Berdasarkan data dari ATSI, jumlah pengguna seluler saat ini mencapai angka 50 juta, sekitar 2 %-nya merupakan pengguna GPRS (General Packet Radio Service) yang aktif atau maksimal sekitar 1 juta pengguna, yang berarti kondisi ini lebih baik daripada pelanggan internet perumahan. Selain itu, berdasarkan data dari APJII bahwa penetrasi komputer berjumlah 6 juta, hal ini berarti di Indonesia, kondisi kepemilikan komputer sudah lebih baik pula dibandingkan pelanggan internet perumahan.
Atas pertimbangan kondisi di atas, maka indikator akses internet dari rumah diganti dengan menggunakan indikator kepemilikan komputer di rumah dan kepemilikan HP berfasilitas internet, karena jumlah pengguna di Indonesia jauh lebih banyak daripada jumlah pengguna akses internet dari rumah. Instrumen kesenjangan digital di Indonesia adalah sebagai berikut : Tabel III.2 Indikator instrumen kesenjangan digital Domain
Sub Domain
Kesenjangan Digital
Kesenjangan Akses Dasar
Indikator SIBIS Pengguna komputer Pengguna internet Kepemilikan komputer di rumah Kepemilikan HP berfasilitas internet
Sumber data SIBIS GPS, NTIA, Eurobarometer Indikator yang diusulkan
Desain dari instrumen aspek kesenjangan digital dapat dilihat pada lampiran B.
33 III.3.2. Instrumen Aspek Kesiapan Internet
Pengembangan instrumen aspek kesiapan internet mengacu pada SIBIS GPS yang dikembangkan oleh SIBIS (21). Instrumen kesiapan internet meliputi contoh indikator sebagai berikut : Tabel III.3 Indikator instrumen aspek kesiapan internet Domain
Sub Domain
Indikator Tingkat pengguna banyak perangkat Pengguna mengakses internet dari Indikator lokasi yang berbeda Kesiapan ketersediaan Internet Kepedulian akses internet akses TIK TIK yang dimiliki responden di rumah Sumber : SIBIS, New eEurope Indicator Handbook (2003)
Sumber data SIBIS GPS eEurope 2005 Indicator Eurobarometer, SIBIS GPS EITO
Desain dari instrumen aspek kesiapan internet dapat dilihat pada lampiran B.
III.3.3. Instrumen Aspek Pemanfaatan TIK
Berdasarkan pada SIBIS GPS yang dikembangkan oleh SIBIS (21), dilakukan pengembangan instrumen pemanfaatan TIK ini. Contoh indikator dari instrumen aspek pemanfaatan TIK adalah sebagai berikut : Tabel III.4 Indikator instrumen aspek pemanfaatan TIK Domain
Sub Domain Durasi dan intensitas penggunaan internet
Pemanfaatan TIK
Penggunaan e-mail
Indikator SIBIS Pengguna berdasarkan pemakai tetap online Prosentase pengguna internet dengan intensitas sering Mendukung kontak sosial yang ada melalui e-mail Potensial membuat content online
Potensial membuat content online Sumber : SIBIS, New eEurope Indicator Handbook (2003)
Detil instrumen aspek pemanfaatan TIK dapat dilihat pada lampiran B.
Sumber data SIBIS GPS, US GAO
SIBIS GPS
34 III.3.4. Instrumen Aspek Upaya Pencapaian Kecakapan TIK
Instrumen aspek upaya pencapaian kecakapan TIK dikembangkan berdasarkan pada SIBIS GPS yang dikembangkan oleh SIBIS (21). Instrumen aspek upaya pencapaian kecakapan TIK ini di antaranya meliputi indikator sebagai berikut : Tabel III.5 Indikator instrumen aspek upaya pencapaian kecakapan TIK Tema Domain
Sub Domain
Indikator SIBIS Partisipasi dalam pelatihan TIK Penggunaan alat e-learning untuk Upaya Pencapaian Kecakapan TIK pembelajaran yang berkaitan dengan pekerjaan Sumber : SIBIS, New eEurope Indicator Handbook (2003)
Sumber data Eurostat EB-F; NALS 2002
Pada lampiran B memuat detil desain instrumen aspek upaya pencapaian kecakapan TIK.
III.3.5. Instrumen Tingkat Kecakapan TIK
Aspek tingkat kecakapan TIK mengembangkan instrumen yang berdasarkan pada SIBIS GPS yang dikembangkan oleh SIBIS (21). Contoh indikator yang terdapat pada instrumen aspek tingkat kecakapan TIK adalah sebagai berikut: Tabel III.6 Indikator instrumen tingkat kecakapan TIK Domain
Sub Domain
Indikator SIBIS Pembagian populasi yang merasa sangat percaya diri berkomunikasi melalui internet Pembagian populasi yang merasa sangat percaya diri dalam Tingkat kecakapan TIK penginstallasian perangkat lunak komputer Pembagian populasi yang merasa sangat percaya diri dalam penggunaan mesin pencari internet Sumber : SIBIS, New eEurope Indicator Handbook (2003)
Sumber data
SIBIS GPS
Desain dari instrumen kesenjangan digital dapat dilihat pada lampiran B.
35 III.4. Pemodelan Tahapan Pengurangan Kesenjangan Digital
Analisis pemodelan tahapan pengurangan kesenjangan digital akan difokuskan pada keempat aspek yang mempengaruhi pengurangan kesenjangan digital yang sudah ditentukan dalam penelitian ini yaitu kesiapan internet, pemanfaatan TIK, upaya pencapaian kecakapan TIK, dan tingkat kecakapan TIK untuk mengetahui tingkat/tahapan pengurangan kesenjangan digital.
Tujuan dari perancangan model tahapan pengurangan kesenjangan digital adalah agar dapat dijadikan pedoman ukuran kondisi yang telah dicapai terkait dengan usaha mengurangi kesenjangan digital. Setiap tingkat kondisi menggambarkan tingkat kesiapan internet, pemanfaatan TIK, upaya pencapaian kecakapan TIK, dan tingkat kecakapan TIK yang terkait dengan pengurangan kesenjangan digital.
Konsep perancangan model tahapan pengurangan kesenjangan digital berdasarkan pada pengembangan instrumen penelitian sebagaimana dipaparkan dalam pengembangan instrumen dalam sub bab III.3.1 hingga III.3.5. Instrumen penelitian didesain berdasarkan konsep bahwa setiap item yang ditanyakan menunjukkan indikator kondisi pengurangan kesenjangan digital yang telah dicapai. Semakin tinggi nilai atau skor yang didapatkan maka semakin baik pengurangan kesenjangan digital yang telah dicapai.
Setiap tahap dalam model pengurangan kesenjangan digital berkaitan dengan aspek yang sudah dicapai oleh individu, yaitu aspek yang terdapat dalam instrumen penelitian yang terdiri dari aspek kesiapan internet, pemanfaatan TIK, upaya pencapaian kecakapan TIK, dan tingkat kecakapan TIK. Dari hasil analisis setiap indikator dalam instrumen tersebut, maka dirancanglah model tahapan pengurangan kesenjangan digital dikelompokkan dalam 4 (empat) tahap yaitu (1) Belum memiliki kesiapan, (2) kesiapan terbatas, (3) kesiapan terformalisasi, dan (4) kesiapan telah matang. Setiap tahapan memiliki rentang skor dari skor hasil
36 penelitian pengurangan kesenjangan digital, dengan detil skor seperti yang dijelaskan dalam Tabel III.7. Tabel III.7 Tahap pengurangan kesenjangan digital Tahap 1 2 3 4
Keterangan Belum memiliki kesiapan Kesiapan terbatas Kesiapan terformalisasi Kesiapan telah matang
Skor
0 ≤ skor ≤ 0,2 0,2 < skor ≤ 0,5 0,5 < skor ≤ 0,8 0,8 < skor ≤ 1
Setiap tahapan dalam model pengurangan kesenjangan digital dijelaskan detil dalam Tabel III.8 di bawah ini.
Di mana saja Internet Informasi pekerjaan
Pelatihan pekerjaan sekarang Pelatihan pekerjaan masa datang Pembelajaran sendiri pekerjaan sekarang Pembelajaran sendiri pekerjaan masa datang Menggunakan modul pembelajaran elektronik (seperti CD, dsb.) Pelatihan online
Percaya diri chatting Percaya diri membuat halaman web Percaya diri mendownload dan mengintalasi perangkat lunak
1 - - - - - - - - - - - - -
2 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
-
3 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
-
4 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
37
Percaya diri membaca web berbahasa inggris
Percaya diri menggunakan search engine
Upaya pencapaian kecakapan TIK
Percaya diri menggunakan email
Pemanfaatan TIK Percaya diri mencari informasi di internet
Tanpa HP kurang hiburan
Tanpa HP kurang komunikasi
Membeli produk finansial
Melakukan on-line banking
Memesan produk/jasa
Chatting
Banyak teman memiliki email
Menggunakan email
Kesiapan internet
Mencari pekerjaan
Informasi Kesehatan
Informasi produk/jasa
Di rumah
Tahap Di tempat kerja/sekolah
Tabel III.8 Model tahapan pengurangan kesenjangan digital Tingkat kecakapan TIK