Pemilunya Para Idola: Dinamika Interaksi Pengguna Twitter pada kasus X-Factor Indonesia
Ardian Maulana
[email protected] Departemen Sosiologi Komputasi Bandung Fe Institute
Abstrak Dalam makalah ini kita mempresentasikan sejumlah analisa kuantitatif dari perbincangan publik media sosial, dalam hal ini twitter, tentang kontes musik X-Factor Indonesia, sebuah program televisi yang cukup mendapat perhatian pemirsa televisi di Indonesia. Dengan menggunakan pendekatan teori jaringan kita menunjukan bahwa jaringan komunikasi yang terbentuk memiliki karakteristik jaringan kompleks. Lebih jauh, karakterisasi pada sejumlah aspek struktural jaringan menunjukan kebrojolan struktur hirarki dan juga polarisasi jaringan berdasarkan kontestan yang dominan diperbincangkan oleh publik media sosial. Kedua aspek ini diketahui memiliki konsekuensi sosiologis yang penting dalam kaitannya dengan dinamika informasi dan pembentukan opini. Dalam studi ini kita juga mengkonstruksi sejumlah indikator sederhana untuk mengukur dan membandingkan performa kontestan berdasarkan perbincangan di media sosial. Hal ini menarik dalam kaitannya dengan bagaimana twitter dapat dimanfaatkan sebagai proksi untuk mengamati secara real-time dinamika peristiwa-peristiwa sosial yang terjadi. Keyword: X-Factor Indonesia, jaringan kompleks, twitter, fragmentasi, struktur komunitas, hirarki
A. Pendahuluan Hadirnya berbagai macam aplikasi dan platform komunikasi baru seperti blog, twitter, youtube, facebook telah mengubah secara fundamental cara kita berinteraksi dan berkomunikasi satu sama lain. Di satu sisi, ragam medium komunikasi baru ini semakin mempermudah proses mencari dan berbagi informasi sekaligus mempercepat proses difusi informasi di dalam masyarakat. Ini terlihat dari bagaimana media dan jejaring sosial online memainkan peran yang kritikal dalam sejumlah peristiwa sosial, ekonomi maupun politik dewasa ini. Sebut saja “twiter revolution” di Iran tahun 2009 [1] maupun pemanfaatan media sosial dalam pemilu seperti yang dilakukan oleh Obama tahun 2008 [2]. Namun di sisi lain, media sosial juga dapat dimanfaatkan sebagai proksi untuk mengobservasi dan mempelajari fenomena sosial dan dinamika penyebaran informasi secara detail dan dalam skala yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya. Kuantitas data yang besar, detail dan dapat diakses secara terbuka telah memungkinkan dan mendorong sejumlah upaya saintifik untuk memeriksa berbagai karakteristik struktural yang membrojol dari interaksi pengguna media sosial, memahami proses difusi informasi sekaligus menguji berbagai model dinamika sosial. Twitter merupakan ruang maya yang menarik untuk mengamati bagaimana publik merespon berbagai peristiwa sosial yang terjadi. Dalam makalah ini kita akan melaporkan karakteristik jaringan informasi yang terbentuk oleh percakapan pengguna twitter tentang program televisi bernama X-Factor Indonesia. Acara yang berupa kontes pemilihan penyanyi idola ini cukup populer dan menarik perhatian pemirsa televisi di Indonesia. Dari statistik tahunan twitter diketahui bahwa 10 besar trend percakapan pengguna twitter umumnya didominasi oleh peristiwa yang terkait dengan acara televisi [5]. Dalam konteks seperti ini twitter menjadi sebuah medium yang memfasilitasi interaksi yang efektif baik antara penyelenggara acara dan penontonnya maupun antara kontestan dan pendukungnya [4]. Di satu sisi, melalui twitter, informasi terkait acara dan kontestan yang berkompetisi dapat tersebar dan menjangkau publik secara cepat dan luas. Di sisi lain, publik memanfaatkan twitter untuk berbagi informasi dan opini terkait apa yang disaksikannya di layar kaca. Melalui fitur komunikasi yang tersedia seperti reply, retweet dan hashtag, twitter memfasilitasi terjadinya perbincangan antar pengguna yang kemudian secara organis memunculkan komunitas-komunitas pengguna yang memperbincangkan satu atau lebih kontestan secara intensif. Aturan pemilihan pemenang dalam kompetisi musik X-Factor mirip seperti aturan pemilu. Publik menentukan siapa kontestan yang berhak untuk maju ke babak berikutnya dan keluar sebagai pemenang berdasarkan suara terbanyak pilihan pemirsa. Dalam banyak hal program televisi seperti ini memiliki kemiripan karakteristik dengan proses pemilu politik yang sesungguhnya, dan oleh karena itu dapat menjadi studi kasus yang menarik terkait upaya memahami proses formasi opini dalam studi elektoral [23]. Sejumlah studi telah menunjukan bahwa struktur komunikasi pengguna media online dalam konteks peristiwa politik seperti pemilu memperlihatkan fenomena balkanisasi dimana pengguna mengelompok berdasarkan preferensi-nya terhadap kandidat yang berkompetisi [6,7,8]. Untuk itu kita akan memeriksa apakah fenomena tersebut juga muncul dalam percakapan publik media sosial tentang acara hiburan seperti X-Factor. Lebih jauh kita juga akan kita akan melihat apakah trend aktivitas perbincangan tentang kontestan memiliki korelasi dengan hasil akhir dari kompetisi.
B. Data dan Metode 1. Data X-Factor Indonesia merupakan program televisi berupa kontes musik untuk mencari bakat baru dalam dunia tarik suara [3]. Acara ini terdiri atas 5 tahapan kompetisi yang ditayangkan dalam 22 episode penayangan sejak proses audisi pada tanggal 24 Desember 2012 sampai malam final pada tanggal 24 Mei 2013. Baik proses eliminasi kontestan maupun penentuan pemenang ditentukan berdasarkan jumlah dukungan pemirsa. Sementara dewan juri hanya berperan menentukan siapa di antara 2 kontestan dengan jumlah dukungan terendah yang akan terliminasi dari kompetisi. Proses voting sendiri berlangsung pada saat acara ini ditayangkan dimana pemirsa dapat memberikan suaranya melalui pesan pendek (short messaging service) maupun saluran telepon. Respon publik atas acara ini dievaluasi berdasarkan percakapan yang terjadi di twitter. Data tweet tentang acara ini diseleksi menggunakan sejumlah kata kunci yang terkait dengan kontestan. Dalam rentang waktu 5-24 Mei 2013 berhasil dikumpulkan 221316 tweet yang melibatkan 80936 akun pengguna. Sekitar 46,2 % berupa pesan retweet oleh 44042 akun pengguna dan 88,2 persen dari total tweet tersebut mengandung minimal 1 akun acuan (mention). Dalam analisa hanya akan digunakan data dalam interval 6 sampai 17 Mei 2013, yakni meliputi 2 episode babak road to grand final yang mempertandingkan 3 kontestan yaitu Fatin Shidqia (penyanyi solo), Novita Dewi (penyanyi solo), Nu Dimension1 (grup) . Hal ini karena, berbeda dengan episode sebelumnya, eliminasi kontestan di babak tersebut murni berdasarkan pilihan publik. Selain itu, proses voting pada tahap tersebut berlangsung lebih lama, yaitu selama 2 episode untuk memilih 2 kontestan yang berhak maju ke babak final. 2. Metode Percakapan antar pengguna twitter dapat direpresentasikan sebagai jaringan komunikasi G(V,E), dimana eij (eij ϵ E) merepresentasikan hubungan berarah antara akun vi yang menjadi sumber pesan terhadap akun vj yang menjadi target dari pesan tersebut, vi,vj ϵ V. Berdasarkan tipe tweet-nya kita dapat membedakan antara jaringan mention sebagai representasi interaksi antar akun pengguna yang menjadi pemirsa maya X-Factor Indonesia, jaringan retweet sebagai representasi proses difusi informasi dan jaringan reply sebagai representasi proses komunikasi antar pemirsa . Lebih jauh, kita hanya fokus pada komponen terbesar dari jaringan mengingat ukurannya yang sangat dominan (Tabel 1). Tabel 1: Data jaringan yang dianalisa Network
Mention RT Reply
1
Jumlah connected component 5775 5568 3195
1st component Node Edge 40598 108836 20519 19764
34868 41920
2st component Node 20 21 13
Nu Dimension merupakan peserta X-Factor Indonesia dalam kategori Grup, tediri atas 4 orang personil yaitu Ryan Hartanto, Joel Matulessy, Bagus Cahya dan Romy Syalasa Putra.
C. Analisa 1. Karakteristik kompleks Jaringan x-factor Seperti yang diduga bahwa jaringan X-Factor Indonesia memiliki fitur-fitur universal jaringan kompleks [13]. Tabel 1 menunjukan bahwa jaringan ini memiliki sifat small-world dimana jarak antar node dalam jaringan hampir menyerupai random graph tetapi dengan derajat pengelompokan node (clustering coefficient [22]) yang lebih tinggi seperti pada regular graph. Lebih jauh, distribusi derajat node yang merepresentasikan aktivitas interaksi antar node mengikuti pola hukum pangkat 𝑃(𝑋 ≥ 𝑥)~𝑥 −(𝑎−1) dengan eksponen yang berbeda untuk indegree dan outdegree (tabel 1). Hal ini mengindikasikan bahwa jaringan ini memiliki karakteristik scale-free dimana aktivitas node terdistribusi secara heterogen. Table 2: Informasi sifat struktural jaringan mention Node
Edge
ain
aout
cc
ccrand
Apl
apl rand
45920
128134
2.89
3.81
2.79
0.262
0.137
4.94
4.429
a=koefisien hukum pangkat,=rata-rata degree node,CC= clustering coefficient, apl =average path length
Dengan karakteristik demikian maka kita dapat membayangkan bahwa struktur jaringan X-Factor akan cenderung, di satu sisi, segregratif namun juga, di sisi lain, terintegrasi secara global oleh hadirnya sejumlah node dengan konektivitas tinggi. Hal ini mengindikasikan adanya tendensi user untuk menjalin interaksi yang intensif dalam kelompoknya, namun pada saat yang juga mengikuti informasi dari sejumlah node yang memiliki otoritas seperti kontestan, juri maupun media. Karakteristik topologi demikian menjamin proses difusi dan propagasi informasi berlangsung dengan efisien oleh karena sejumlah node berperan sebagai hub informasi yang menghubungkan kluster-kluster node [14]. Konsekuensi lain yang ingin ditunjukan di sini adalah sifat robustness dari struktur jaringan dimana pertambahan maupun penyusutan ukuran jaringan tidak mengubah pola struktural-nya. Hal ini ditunjukan pada Gambar 2a dimana terlihat pola distribusional dari jaringan tidak berubah untuk waktu yang berbeda. Dari Gambar 2a juga terlihat bahwa level aktivitas node dalam menerima dan mengirim informasi sangat berbeda. Hal ini merupakan konsekuensi logis dari sejumlah hal, baik kognitif maupun fisik, yang secara natural membatasi pengguna untuk mengirimkan pesan (retweet dan reply) dalam jumlah yang ekstrim. Namun ketidaksimetrian ini juga memberikan gambaran lebih jauh tentang peran node dalam jaringan. Hal ini mengindikasi bahwa adanya kebrojolan struktur hirarki dalam jaringan dimana sejumlah kecil pengguna menjadi pusat perhatian permirsa maya acara X-Factor Indonesia, baik sebagai sumber informasi maupun sasaran dari pesan yang ingin disampaikan oleh publik. Jika ditelisik lebih jauh atribut dari node-node tersebut maka dapat diketahui bahwa node yang menerima pesan dalam jumlah sangat besar (indegree tinggi) didominasi oleh akun kontestan, juri X-Factor, selebritis, media maupun sejumlah akun yang merepresentasikan fans club (resmi maupun tidak) dari kontestan. Akun fans club sendiri cukup berbeda dengan node-node sentral lainnya karena konektivitas indegree maupun outdegree yang cukup tinggi namun tidak berbeda terlalu jauh. Ini mengindikasikan akun ini tidak hanya berperan sebagai sumber informasi tapi juga sebagai dinamisator jaringan yang mana secara aktif berkomunikasi
dengan akun-akun publik lainnya. Peran unik dari tipe akun ini akan dibahas lebih jauh pada bagian selanjutnya.
a.
b.
Gambar 2: a. DIstribusi kumulatif derajat node, untuk t= 5 (episode 11) dan t=12 (episode 12); b. Nilai clustering coefficient sebagai fungsi dari indegree node, α = 0.92 . (inset: cc vs outdegree k; α = 0.62)
Struktur hirarki juga teridentifikasi melalui pola organisasi node dalam jaringan. Gambar 2.b menunjukan bahwa semakin besar derajat node maka clustering coefficient makin kecil. Artinya node berinteraksi dalam modul-modul yang makin lama membesar dengan interaksi yang makin jarang. Sejumlah riset menunjukan bahwa adanya hubungan skala 𝐶(𝑘)~𝑘 −1 mengindikasikan pola organisasi node dalam jaringan bersifat modular dan hirarki [15]. Pada bagian selanjutnya kita mengelaborasi pola struktural dan fungsional dari kluster-kluster node yang terbentuk.
2. Struktur komunitas Gambar 3 memvisualisasikan adanya tendensi fragmentatif dalam struktur jaringan X-Factor Indonesia. Terlihat bahwa node mengelompok dan berkomunikasi secara intensif dalam 3 kluster besar. Di sini kita memperkenalkan atribut “afiliasi politik” yang secara sederhana mengacu pada kontestan yang paling banyak dibicarakan oleh seorang pengguna. Pewarnaan node pengguna berdasarkan atribut ini mampu memvisualkan dengan baik aspek fungsional dari kluster node yang terbentuk. Hal ini mengindikasikan bahwa, sebagaimana yang ditemukan di berbagai struktur meso jaringan [16,17], komunitas yang terbentuk tidak hanya bersifat struktural tapi juga bersifat fungsional terkait dengan atribut dari nodenode di dalamnya. Lebih jauh kita akan memeriksa sejauh mana pengguna cenderung untuk berinteraksi, melalui retweet maupun reply, dengan pengguna lain yang memiliki atribut yang sama. Tendensi ini dievaluasi menggunakan nilai koefisien asortatif jaringan untuk tipe data kategorikal, sebagai berikut [18]:
𝑟=
𝑡𝑟(𝑒) − ‖𝑒 2 ‖ , 𝑟 ∈ [−1,1] 1 − ‖𝑒 2 ‖
𝐸
Dimana 𝑒 = ‖𝐸‖, dimana E adalah matriks yang elemen-nya menunjukan jumlah relasi dalam network yang menghubungkan node dengan atribut sama/berbeda (tabel 3 ). Nilai r yang positif, baik untuk jaringan retweet (r=0.59) maupun reply (r=0.45) menunjukan kecenderungan yang kuat dari node dengan atribut yang sama untuk saling me-retwet informasi yang disebarkan atau sekedar untuk saling berkomunikasi. Dengan kata lain pengguna yang sering memperbincangkan salah satu kontestan akan cenderung saling berkomunikasi satu sama lain. Dari tabel 3 juga terlihat bahwa komunikasi antara pengguna yang memiliki atribut “Fatin” dan pengguna yang beratribut “Nu Dimension” lebih sering terjadi dibandingkan terhadap pengguna dengan atribut “Novita Dewi”.
Gambar 3: Visualisasi jaringan mention X-Factor Indonesia (merah: Fatin,Biru: Novita,Hijau: Nu Dimension) [19]
Table 3: Interaksi antar pendukung kontestan
RT Fatin Novita Nudi Abstain
Fatin 0.80 0.08 0.05 0.20
Novita 0.02 0.71 0.02 0.08
Nudi 0.09 0.08 0.89 0.43
Abstain 0.02 0.06 0.02 0.13
Fatin 0.63 0.02 0.02 0.07
Reply Novita Nudi 0.02 0.20 0.76 0.07 0.03 0.87 0.24 0.53
Abstain 0.01 0.02 0.01 0.03
Lebih jauh kita mengidentifikasi komunitas pengguna dalam jaringan untuk melihat sejauh mana tendensi pengguna di level mikro ini terefleksi secara struktural. Dalam studi ini kita menggunakan model optimasi modularitas berdasarkan algoritma yang diajukan oleh Louvain [8]. Secara umum konsistensi dari kluster yang dihasilkan oleh algoritma ini cukup baik dimana nilai rata-rata Adjusted Rand Index-nya adalah 0.63 dan 0.85, masing-masing untuk jaringan RT dan reply [21]. Kita mengidentifikasi 87 komunitas dengan nilai modularitas 0.724 untuk jaringan RT dan 62 komunitas untuk jaringan reply dengan nilai modularitas 0.625. Nilai modularitas yang tinggi mengindikasikan seberapa jauh jaringan terfragmentasi dalam kluster-kluster node dibandingkan bentuk random-nya.
Gambar 4: Kartografi jaringan X-Factor Indonesia: jaringan retweet (kanan) dan jaringan reply (kiri)
Struktur meso jaringan ditunjukan pada gambar 4. Mayoritas komunitas yang terbentuk memiliki ukuran yang jauh lebih kecil dari komunitas yang terbesar. Misalnya pada jaringan reply, 96 persen node berada di 15 komunitas terbesar. Pada gambar tersebut node komunitas diwarnai berdasarkan indeks diversitas informasi (𝐻 = − ∑𝐾 𝑘=1 𝑝𝑘 𝐿𝑜𝑔𝑝𝑘 , pk adalah proporsi pengguna yang beratribut kontestan k) untuk menunjukan seberapa beragam dan intensif perbincangan tentang kontestan di tiap komunitas
pengguna. Secara visual terlihat bahwa mayoritas pengguna di dalam mayoritas modul komunitas cenderung membicarakan kontestan yang sama. Artinya sebuah komunitas dapat dikarakterisasi berdasarkan kontestan yang dominan dibicarakan oleh anggota komunitas tersebut. Untuk mendapatkan gambaran yang kuantitatif tentang hal ini, kita mengikuti apa yang dilakukan di [17] dengan mengkalkulasi koefisien similaritas antara aspek struktural dan fungsional dari struktur komunitas yang diperoleh. Nilai z-score dari Rand index yang sangat tinggi mengindikasikan komunitaskomunitas tersebut tersusun atas node-node yang memiliki atribut “afiliasi politik” yang sama (zrand jaringan RT = 259.794, zrand jaringan reply = 1252.35) relatif terhadap bentuk randomnya. Kelompok pengguna yang berasosiasi dengan kontestan tertentu terdiri atas sejumlah modul komunitas yang terpisah namun tetap terkoneksi satu sama lain. Hal ini umumnya terjadi pada jaringan retweet. Diketahui bahwa tipe jaringan ini merepresentasikan proses difusi informasi yang umumnya bersifat satu arah. Ini berbeda dengan jaringan reply yang lebih kohesif karena komunikasi cenderung terjadi dua arah. Menariknya, nilai sentralitas node di setiap komunitas menunjukan bahwa node yang secara global menjadi sentral informasi tersebar dan menjadi tokoh sentral di setiap komunitas pengguna (Tabel 4). Ini menunjukan bahwa pengguna mengelompok di sekitar node yang menjadi referensinya. Terkait dengan hal ini maka kita dapat menjelaskan sejumlah komunitas yang memiliki indeks diversitas informasi yang rendah mengacu pada kontestan-kontestan yang tereliminasi pada tahapan sebelumnya (contoh: komunitas 2 pada jaringan retweet). Table 4: Node Sentral (indegree) dan komunitas dimana node tersebut berada
Jaringan retweet Rangking Indegree
Keterangan
komunitas
Rangking In degree
Keterangan
komunitas
2
NovitaDewiXF
kontestan
1
3
FatinSL
kontestan
3
FatinSL
Kontestan (tereliminasi) Kontestan (Nu Dimension) Kontestan
6
ItsNuDimension
4
ItsNuDimension
Kontestan
7
RyanHTOfficial
afgansyah_reza AHMADDHANIPRAST
Artis Juri
8 12
Fatinistic Romy_Syalasa
Fatinistic
fans club
9
joelmatulessy
Batak_Com
publik
10
baguscahya11
mynameisrossa
juri
6
Angelo_Mikha
NovitaDewiXF
kontestan
5
Support_Fatin
Kontestan (Nu Dimension) Kontestan (Nu Dimension) fans club Kontestan (Nu Dimension) Kontestan (Nu Dimension) Kontestan (Nu Dimension) Kontestan (tereliminasi) fans club
2
Angelo_Mikha
RyanHTOfficial
2
Jaringan reply
2 3 2 2 2 2 5
Akun ini dimiliki oleh Mikha Angelo yang merupakan salah seorang kontestan yang tereliminasi pada babak sebelum babak Road to Grand Final
Meskipun akun fans club tidak terlalu dominan secara global sebagai sumber informasi, namun interaksi yang intensif antar sesama akun fans club mampu membrojolkan komunitas yang kohesif secara internal. Secara visual terlihat pada gambar 4 bahwa komunitas dimana akun fans club menjadi sentral informasi menempati posisi yang strategis dalam struktur meso jaringan. Dalam kartografi meso struktur jaringan, akun-akun ini mengelompok dalam komunitas 1 (akun fans club Fatin) dan 4 (akun fans club Nu Dimension) untuk jaringan RT dan komunitas 5 (akun fans club Fatin) untuk jaringan reply. Hal ini semakin menegaskan peran penting dari akun-akun fans club sebagai dinamisator dari jaringan interaksi pemirsa X-Factor Indonesia di twitter.
3. Analisa Voting Preferensi merupakan atribut mikro aktor sosial yang sangat penting dalam dinamika formasi opini dan kebrojolan berbagai aspek yang teramati secara makro. Pada bagian sebelumnya kita telah menggunakan atribut “afiliasi politik” dan secara luas mengasosiasikannya dengan preferensi pengguna. Dengan kata lain preferensi seorang pengguna diasumsikan tergambar melalui seberapa sering pengguna tersebut menyebut nama kontestan dalam tweet-nya. Mengingat bahwa seorang pengguna dapat membicarakan lebih dari satu kontestan maka kontestan yang dominan dalam percakapan penggunalah yang menjadi preferensi-nya. Untuk memvalidasi hal ini maka kita melakukan pengecekan manual terhadap sejumlah pengguna (n=550) yang dipilih secara random dari himpunan pengguna yang menjadi anggota dari jaringan retweet dan reply. Berdasarkan perbandingan hasil klasifikasi manual dan hasil prediksi dapat diketahui bahwa akurasi indikator preferensi ini cukup memuaskan mencapai nilai 0.84 [cf. 7,9]. Dalam analisis selanjutnya kita akan memanfaatkan informasi ini untuk memeriksa sejauh mana kompetisi antar kontestan terefleksi dalam lanskap media sosial. Perbincangan tentang acara X-Factor Indonesia di Twitter tergambar melalui grafik deret waktu volume tweet dan jumlah pengguna yang aktif. Dari gambar 1a. diketahui bahwa puncak dari perhatian publik twitter selalu terjadi bersamaan dengan waktu tayang dari acara ini. Pola ini berulang setiap minggu dengan tren yang semakin tinggi. Sehingga patut diduga bahwa peak aktivitas tertinggi akan terjadi pada malam grand final. Tren peningkatan atensi publik ini dikonfirmasi oleh statistik rating dan share dari program televisi ini [3]. Hal ini menunjukan bagaimana publik media sosial memberikan respon atas penayangan acara dan “membagi” apa yang disaksikannya di televisi melalui media sosial. Popularitas dan jumlah pendukung adalah dua aspek yang penting untuk mendeskripsikan performa kontestan dari suatu kompetisi. Dalam studi ini kedua hal tersebut dapat direpresentasikan masingmasing melalui proporsi tweet yang menyebut nama kontestan k dan jumlah pengguna yang memiliki preferensi terhadap kontestan k. Dengan demikian, semakin banyak tweet yang mengandung nama seorang kontestan maka semakin populer kontestan tersebut. Sementara berbeda dengan indikator popularitas, indikator jumlah dukungan meminimalisasi efek over-aktivitas dari pengguna.
a.
c.
b.
d.
Gambar 1: a.Ukuran sistem berdasarkan jumlah tweet yang diproduksi dan jumlah user yang terlibat per-hari; b. Popularitas kontestan; c. Jumlah user pendukung kontestan; d. Aktivitas user per-kandidat
Gambar 1b menunjukan tren akumulasi popularitas dan dukungan publik Twitter pada kontestan XFactor Indonesia. Terlihat ketiga kontestan sama-sama menikmati lonjakan popularitas dan dukungan yang signifikan setiap kali acara ini ditayangkan. Namun berbeda dengan 2 kandidat lainnya, popularitas Fatin terus meningkat setiap harinya dengan kurva pertumbuhan yang cenderung linear. Di akhir periode pengamatan terlihat popularitas Fatin mencapai lebih dari 3 kali popularitas Nu Dimension. Menariknya, dua kandidat lainnya seperti memiliki popularitas yang tidak jauh berbeda. Namun dari gambar 1c dapat terlihat bahwa jumlah pengguna yang membicarakan Novita Dewi lebih besar dari pada Nu Dimension. Hal ini kemudian dapat dipahami dengan melihat level aktivitas pengguna di gambar 1.d. Terlihat bahwa level aktivitas pengguna mengikuti pola hukum pangkat dengan nilai koefisien, αFatin =2.99, αNudi =3.24, αNovitaDewi =3.76. Dengan kata lain, pengguna Twitter yang membicarakan Nu Dimension jauh lebih aktif memproduksi tweet dari pada pendukung Novita Dewi. Diketahui bahwa kontes X-Factor musim ini dimenangkan oleh Fatin Shidqia yang mengalahkan Novita Dewi pada babak final (episode ke-13) sementara Nu dimension tereliminasi dari kompetisi di episode ke-12. Gambar 1b dan 1c menunjukan, baik dari segi popularitas maupun jumlah pendukung, Nu Dimension selalu berada di bawah dua kandidat lainnya. Lebih jauh, meskipun data yang dianalisis tidak meliputi tahap Grand Final, dengan melihat tren dukungan terhadap kontestan maka pantas untuk diduga bahwa Fatin akan keluar sebagai pemenang. Hal ini menunjukan adanya kesesuaian antara hasil kompetisi dengan indikator kontestasi yang diekstrak dari aktivitas pengguna Twitter.
Telah banyak studi yang memanfaatkan data media sosial sebagai proksi untuk memahami dan bahkan memprediksi apa yang terjadi di dunia nyata [10,11]. Meskipun demikian banyak catatan yang harus diberikan terkait upaya-upaya tersebut [12]. Apa yang ingin digarisbawahi pada bagian ini adalah bahwa dinamika interaksi publik di dunia maya, khususnya twitter, terkait erat dan merefleksikan respon publik atas fenomesa sosial yang sedang terjadi di dunia nyata. Kuantitas yang besar dan akses yang terbuka terhadap data interaksi publik di media sosial saat ini telah memungkinkan kita untuk mengkonstruksi indikator yang dapat digunakan untuk mengobservasi fenomena sosial secara real time sekaligus membangun dugaan-dugaan yang terukur atas atas hal tersebut.
D. Kesimpulan Dalam makalah ini kita membahas perbincangan publik di media sosial tentang X-Factor Indonesia, yakni sebuah program televisi yang cukup populer di Indonesia. Pendekatan jaringan untuk memodelkan interaksi antar pemirsa acara ini memberikan banyak pemahaman baru terkait karakteristik struktural maupun fungsional dari sebuah sistem yang dibrojolkan oleh interaksi individu penyusunnya. Karakteristik struktural jaringan yang bersifat small world dan scale free menjadi penanda sifat kompleks dari jaringan komunikasi yang terbentuk secara organis ini. Tentu saja kehadiran fitur-fitur dari sistem kompleks ini memiliki sejumlah konsekuensi dalam kaitannya dengan sejumlah isu mulai dari pola pertumbuhan dan organisasi node di dalamnya sampai dengan dinamika penyebaran informasi dan formasi opini. Elaborasi lebih jauh diarahkan pada aspek hirarki yang membrojol baik pada level node maupun pada arsitektur organisasi node dalam jaringan. Kebrojolan hirarki otoritas informasi ditunjukan oleh ketidaksimetrian antara aktivitas node dalam memproduksi dan menerima informasi. Sejumlah kecil akun pengguna menjadi referensi informasi bagi pengguna twitter lainnya. Sementara itu secara global, node-node mengatur dirinya dalam pola organisasi yang modular dimana node berinteraksi dalam modul-modul yang makin lama membesar dengan interaksi yang makin jarang. Otoritas informasi umumnya berada dimiliki oleh akun kontestan, juri X-Factor maupun kalangan selebritis. Namun dari analisa juga ditunjukan adanya tipe akun pengguna “fans club” yang tidak hanya menjadi referensi informasi tapi juga berperan mendinamisasi proses difusi informasi dengan menjadi hub antar kluster node yang terbentuk. Analisa struktur komunitas di level meso jaringan menunjukan adanya tendensi fragmentasi pada struktur jaringan yang terbentuk oleh interaksi antar pengguna twitter. Lebih jauh ditunjukan bahwa fenomena ini terkait secara fungsional dengan atribut pengguna yang tergabung di dalam komunitas. Dengan menggunakan atribut kontestan yang dominan dalam pembicaraan seorang pengguna kita menunjukan bahwa: (1) pengguna yang memiliki atribut yang sama cenderung untuk saling berkomunikasi satu sama lain; (2) komunitas node merefleksikan pengelompokan pengguna berdasarkan kontestan yang paling sering diperbincangkan; (3) node mengelompok di sekitar node yang menjadi referensi informasi-nya.
Kebrojolan struktur hirarki maupun fragmentasi pengguna dalam komunitas-komunitas merupakan dua 2 pola struktural jaringan yang memiliki konsekuensi sosiologis. Terlebih lagi ketika kedua hal ini ditemukan dalam jaringan yang terbentuk secara organis oleh aktivitas publik di media sosial seperti twitter. Di twitter pengguna bebas untuk menjalin komunikasi dengan siapa saja tanpa ada hambatan geografis maupun posisi sosial. Namun demikian secara natural membludaknya informasi diantisipasi melalui kemunculan secara spontan sejumlah elemen yang memiliki otoritas informasi dan menjadi referensi dari elemen-elemen lainnya. Proses terbentuknya arsitektur jaringan dan formasi opini tentu saja menarik untuk ditelaah lebih jauh dan menjadi proksi untuk memahami bagaimana dinamika sosial bekerja. Dalam studi ini kita juga mengkonstruksi sejumlah indikator yang menunjukan bagaimana publik yang menjadi pemirsa dari program televisi X-Factor Indonesia memberikan respon atas apa yang yang disaksikannya di layar kaca melalui media sosial seperti twitter. Secara umum terlihat keterkaitan antara dinamika perbincangan yang terjadi di twitter dengan apa yang terjadi di dunia nyata. Lebih jauh, terlepas dari kesederhanaan indikator yang digunakan, kita mengkuantifikasi popularitas dan dukungan publik terhadap kontestan secara langsung dari data dan memiliki kesesuaian dengan hasil sesungguhnya dari kompetisi tersebut. Apa yang ingin kita garisbawahi di sini bahwa dinamika interaksi antar pengguna media sosial bisa dijadikan proksi untuk mengobservasi dinamika sosial secara real time maupun membangun dugaan-dugaan yang terukur atas atas hal tersebut.
E. Pengakuan Penulis berterima kasih pada rekan-rekan di Bandung Fe Institute atas dorongan dan bantuan pada penulisan makalah ini. Semua kesalahan merupakan tanggung jawab penulis.
1. 2. 3. 4.
5. 6.
7. 8.
F. Referensi Morozov, E. Iran: Downside to the "Twitter Revolution".Dissent 56, 10–14 (2009). Hendricks, J.A., and R.E. Denton. 2010. Communicator-in-Chief: How Barack Obama Used New Media Technology to Win the White House . Lanham: Lexington Books http://en.wikipedia.org/wiki/X_Factor_Indonesia_(season_1) Highfield, T., Harrington, S. and Bruns, A. (2013) Twitter as a technology for audiencing and fandom: The #Eurovision phenomenon. Information, Communication & Society, 16 (3), 315-339 http://www.socialmediadd.com/Articles.asp?ID=248 Conover, M., Ratkiewicz, J., Francisco, M., Goncalves, B.,Flammini, A., and Menczer, F. (2011). Political polarization on twitter. InProc. 5th International AAAI Conference on Weblogs and Social Media (ICWSM). Boutet, A. ,Hyoungshick Kim.,Yoneki, E. (2013) What's in Twitter: I Know What Parties are Popular and Who You are Supporting Now!. Social Network Analysis and Mining.July 2013 Adamic,L. Glance, N. (2005). The political blogosphere and the 2004 U.S. election: Divided they blog. InProc. 3rd Intl. Workshop on Link Discovery (LinkKDD), pages 36–43, 2005.
9. Conover, M., Ratkiewicz, J., Francisco, M., Goncalves, B.,Flammini, A., and Menczer, F. (2011) Predicting the political alignment of twitter users. In Proceedings of 3rd IEEE Conference on Social Computing (SocialCom), 2011b 10. Tumasjan, A. and Sprenger, T.O. and Sandner, P.G. and Welpe, I.M.: Predicting elections with twitter: What 140 characters reveal about political sentiment. In: Proceedings of the 4th International AAAI Conference on Weblogs and Social Media, pp. 178--185 (2010) 11. Sang, E.T.K. and Bos, J.: Predicting the 2011 Dutch Senate Election Results with Twitter. In: Proceedings of SASN 2012, the EACL 2012 Workshop on Semantic Analysis in Social Networks, pp. 53--60 (2012) 12. Metaxas, P.T., Mustafaraj, E. and Gayo-Avello, D.: How (Not) to predict elections. In: Proceedings of the IEEE 3rd International Confernece on Social Computing, pp. 165--171 (2011) 13. Boccaletti S, Latora V, Moreno Y, Chavez M, Hwang D (2006) Complex networks: structure and dynamics. Phys Rep 424: 175–308 14. Moreno Y, Nekovee M, Vespignani A (2004) Efficiency and reliability of epidemic data dissemination in complex networks. Phys Rev E 69: 055101(R). 15. A Barabási, E Ravasz, Z Oltvai (2003) Hierarchical Organization of Modularity in Complex Networks. Statistical Mechanics of Complex Networks, volume 625
16. He, Yong; Wang, Jinhui; Wang, Liang; Chen, Zhang J.; Yan, Chaogan; Yang, Hong; Tang, Hehan; Zhu, Chaozhe; Gong, Qiyong; Zang, Yufeng; Evans, Alan C.(2009), Uncovering Intrinsic Modular Organization of Spontaneous Brain Activity in Humans PLoS ONE, vol. 4, issue 4, p. e5226 17. Amanda L. Traud, Peter J. Mucha, Mason A. Porter (2012. ) Social Structure of Facebook Networks. Physica A 18. M.E.J. Newman, Mixing patterns in networks, Physical Review E 67 (2) (2003) 026126. 19. Jaringan divisualisasikan menggunakan algoritma Force Atlas 2 Gephi http://gephi.org 20. V.D. Blondel, J.-L. Guillaume, R. Lambiotte, E. Lefebvre, Fast unfolding of communities in large networks, Journal of Statistical Mechanics 2008 21. Hubert, L., and Arabie, P. 1985. Comparing partitions.Jour-nal of Classification2(1):193–218. 22. Barrat,A. Barthélemy,M., Pastor-Satorras, R., Vespignani,A. (2004)The architecture of complex weighted networks.Proc. Natl. Acad. Sci. USA 101 (2004) 3747. 23. F. Ciulla, D. Mocanu, A. Baronchelli, B. Gonçalves, N. Perra, A. Vespignani Beating the news using Social Media: the case study of American Idol EPJ Data Science 1, 8 (2012) arXiv: 1205.4467