Jurnal Teknologi Pengelolaan Limbah (Journal of Waste Management Technology), Vol.13 No.1 2010
ISSN 1410-9565
PEMILIHAN WILAYAH POTENSIAL UNTUK DISPOSAL LIMBAH RADIOAKTIF DI PULAU JAWA DAN SEKITARNYA Sucipta, Budi Setiawan, Pratomo B. Sastrowardoyo, Dadang Suganda Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN Kawasan PUSPIPTEK, Serpong-Tangerang 15310 ABSTRAK PEMILIHAN WILAYAH POTENSIAL UNTUK DISPOSAL LIMBAH RADIOAKTIF DI PULAU JAWA DAN SEKITARNYA. Telah dilakukan kegiatan kajian, survey literatur dan checking lapangan dalam rangka pemilihan wilayah potensial untuk disposal limbah radioaktif. Studi wilayah mencakup aspek-aspek geomorfologi, litostratigrafi, seismotektonik, vulkanologi, hidrologi, hidrogeologi, cebakan tambang, demografi, kawasan penting dan situs bersejarah. Penelitian dilakukan dengan metode evaluasi deskriptif dari hasil pengkajian data sekunder (literatur dan hasil penelitian terdahulu) dan interpretasi data primer dari checking lapangan. Wilayah yang menjadi obyek kegiatan berada dalam wilayah Serang, Bogor, Karawang, Subang, Majalengka, Rembang, Tuban dan Madura. Dari evaluasi yang telah dilakukan berhasil diperoleh beberapa wilayah di daerah kabupaten Serang, Subang, Sumedang, Rembang dan Tuban memiliki kesesuaian sebagai wilayah potensial untuk disposal limbah radioaktif. Kata kunci : pemilihan, wilayah potensial, disposal, limbah radioaktif. ABSTRACT SELECTION OF POTENSIAL REGION FOR RADIOACTIVE WASTE DISPOSAL IN JAVA ISLAND AND THE SURROUNDING.. Research activity, literature survey and field checking to select the potential region for radioactive waste disposal have been done. Regional study includes geomorphology, lithostratigraphy, seismotectonic, volcanology, hydrology, hydrogeology, mineral resources, demography, important place and hystorical situs. Research was conducted by descriptive evaluation method based on the results of secondary data assessment and the interpretation of primary data obtained from field survey. The covering area of the study are Serang, Bogor, Karawang, Subang, Majalengka, Rembang, Tuban and Madura. Based on the evaluation, some part of the study area have suitability as potential region for radioactive waste disposal, such as Serang, Subang, Sumedang, Rembang and Tuban. Keywords : selection, potential region, radioactive waste, disposal PENDAHULUAN Penyiapan tapak disposal limbah radioaktif di Pulau Jawa dan sekitarnya dilatarbelakangi oleh kebutuhan akan tersedianya disposal untuk limbah radioaktif dari kegiatan aplikasi iptek nuklir di bidang industri, kesehatan dan riset, serta bidang energi yang masih dalam tahap perencanaan. Wilayah studi difokuskan di Pulau Jawa dan sekitarnya, dengan pertimbangan bahwa sebagian besar kegiatan yang berpotensi menimbulkan limbah radioaktif ada di Pulau Jawa. Hal tersebut sekaligus juga mempertimbangkan masalah transportasi dan keselamatan. Pemilihan wilayah potensial ini merupakan lanjutan dari tahap sebelumnya yang berupa pengembangan konsep dan rencana penyiapan tapak, yang kemudian akan dilanjutkan dengan pemilihan tapak potensial dan terpilih pada tahapan-tahapan berikutnya. Tahapan-tahapan tersebut mengacu pada sistematika pemilihan tapak disposal yang direkomendasikan oleh International Atomic Energy Agency (IAEA) [1]. Tujuan disposal limbah radioaktif ialah untuk mengisolasi limbah sehingga tidak ada akibat paparan radiasi terhadap manusia dan lingkungan. Tingkat pengisolasian yang diperlukan dapat diperoleh dengan mengimplementasikan berbagai metode penyimpanan, di antaranya dengan model near surface disposal (NSD) dan deep geological disposal (DGD) sebagai pilihan yang umum dan digunakan di beberapa negara[1]. Opsi near surface disposal telah diterapkan selama beberapa dekade dengan variasi yang luas dalam hal tapak, tipe dan kuantitas limbah, serta desain fasilitasnya. Pengalaman telah menunjukkan bahwa isolasi limbah yang efektif dan aman tergantung pada unjuk kerja sistem disposal secara keseluruhan, yaitu terbentuk dari tiga komponen atau penghalang (barrier) : tapak, fasilitas 30
Sucipta, Budi Setiawan, Pratomo B. Sastrowardoyo, Dadang Suganda : Pemilihan Wilayah Potensial untuk Disposal Limbah Radioaktif di Pulau Jawa dan Sekitarnya
disposal dan kemasan limbah. NSD perlu juga dilengkapi dengan kontrol institusional aktif secara kontinyu, seperti pemantauan dan pemeliharaan. Kesesuaian tapak terutama tergantung pada kapasitasnya untuk mengungkung limbah radioaktif dalam periode waktu yang dibutuhkan, dan untuk membatasi laju pelepasan radionuklida, dan kemampuannya untuk membatasi potensi penyebaran dampak dari sistem disposal terhadap manusia dan lingkungan [1]. Tujuan dari pemilihan tapak ialah untuk mencari suatu tapak, yang apabila dilengkapi dengan desain, bentuk limbah, tipe dan kuantitas kemasan limbah, penghalang rekayasa dan kontrol institusional yang memadai, akan menjamin proteksi radiasi terhadap persyaratan yang telah ditentukan oleh badan pengawas. Standard IAEA [2], dan rekomendasi serta petunjuk internasional yang telah ada dapat dipertimbangkan. Seperti pada umumnya kegiatan di dunia, seleksi tapak diawali dengan studi wilayah yang mempertimbangkan banyak aspek. Pada tahun 2008 dan 2009 telah dilaksanakan kegiatan seleksi wilayah berdasarkan aspek-aspek geomorfologi, litostratigrafi, seismotektonik, volkanologi, hidrologi, hidrogeologi, cebakan tambang, demografi, kawasan penting dan situs bersejarah. Berdasarkan tipe batuan (lempung dan batuan beku) wilayah-wilayah potensial telah dipilih untuk dilakukan studi lebih lanjut, yang meliputi Serang, Bogor, Krawang, Subang, Majalengka, Rembang, Tuban dan Madura. TATA KERJA Waktu dan Tempat Kegiatan penelitian ini dilakukan di Pusat Teknologi Limbah Radioaktif (PTLR), Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) pada tahun 2009, sebagai bagian dari kegiatan penelitian yang berjudul “Penyiapan Tapak Penyimpanan Lestari Limbah Radioaktif di Pulau Jawa dan Sekitarnya”. Bahan Daerah penelitian untuk pemilihan wilayah potensial disposal limbah radioaktif meliputi wilayah Serang, Bogor, Karawang, Subang, Majalengka, Rembang, Tuban dan Madura. Bahan penelitian berupa peta topografi, peta rupa bumi, peta geologi, peta hidrogeologi, peta seismotektonik, peta gunungapi, peta penggunaan lahan dan data terkait lainnya. Metode Dalam pemilihan tapak, idealnya perlu menerapkan prosedur sistematis yaitu dengan sistem penapisan dari wilayah yang luas ke tapak spesifik. Pemilihan tapak sistematis untuk fasilitas NSD meliputi empat tahapan yaitu : 1) tahap konsep dan perencanaan; 2) tahap survey daerah; 3) tahap karakterisasi tapak; dan 4) tahap konfirmasi tapak [3]. Pemilihan wilayah potensial dilakukan dengan metode deskriptif, pengharkatan (scoring) dan atau tumpang-susun (overlay), untuk mendapatkan wilayah potensial dari beberapa wilayah studi. Pemilihan wilayah potensial didasarkan pada kriteria tapak yang telah ditetapkan pada tahap penyusunan konsep dan rencana. Berbagai faktor penting yang wajib dipertimbangkan dalam pemilihan tapak disposal limbah radioaktif adalah sebagai berikut : - Geologi Tata geologi dari tapak harus mampu mengisolasi limbah dan membatasi lepasnya radionuklida ke biosfer. Tata geologi juga harus menunjang stabilitas sistem disposal, dan menjamin volume yang cukup serta sifat-sifat teknis yang memadai untuk implementasi disposal. - Hidrogeologi Tata hidrogeologi dari tapak harus dengan aliran air tanah yang rendah dan memiliki jalur pengaliran yang panjang untuk menghambat transportasi radionuklida. - Geokimia Aspek kimia air tanah dan media geologi menunjang pembatasan lepasnya radionuklida dari fasilitas disposal dan tidak mengurangi keawetan penghalang rekayasa (engineered barrier) secara nyata.
31
Jurnal Teknologi Pengelolaan Limbah (Journal of Waste Management Technology), Vol.13 No.1 2010
ISSN 1410-9565
- Tektonik dan kegempaan Tapak seharusnya ditempatkan dalam suatu daerah dengan aktivitas tektonik dan kegempaan yang rendah sehingga kemampuan mengisolasi sistem disposal tidak akan terancam bahaya. - Proses-proses permukaan Proses-proses permukaan seperti banjir, tanah longsor atau erosi pada daerah tapak seharusnya tidak terdapat dengan frekuensi dan intensitas yang dapat mempengaruhi kemampuan sistem disposal memenuhi standar/persyaratan keselamatan. - Meteorologi Meteorologi daerah tapak harus dikarakterisasi secara cukup memadai sehingga adanya pengaruh kondisi meteorologi ekstrim yang tidak diharapkan dapat dipertimbangkan secara seksama dalam desain dan perijinan fasilitas disposal. - Man-induced events Tapak harus terletak pada daerah dimana aktivitas generasi saat ini maupun yang akan datang, pada atau dekat dengan tapak, tidak akan mempengaruhi kemampuan isolasi sistem disposal. - Transportasi limbah Tapak seyogyanya terletak sedemikian rupa sehingga jalur akses akan memudahkan transportasi limbah dengan resiko minimal terhadap masyarakat. -Penggunaan lahan Penggunaan lahan dan kepemilikan lahan harus dipertimbangkan terhadap pengembangan masa depan dan perencanaan wilayah. - Distribusi penduduk Tapak seharusnya terletak pada lokasi tertentu sehingga potensi bahaya dari sistem disposal terhadap penduduk saat ini dan proyeksi masa depan masih dalam batas yang dapat diterima. - Proteksi lingkungan Tapak seyogyanya ditempatkan sedemikian rupa sehingga lingkungan akan terlindungi secara cukup memadai sepanjang umur fasilitas disposal, dan dampak penyebaran secara potensial dapat ditanggulangi ke dalam tingkat yang aman, dengan memperhitungkan aspek teknis, ekonomi dan lingkungan. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Geomorfologi Secara regional, menurut PANEKOEK, 1949 [6], daerah penelitian Serang termasuk dalam wilayah Karang-Merak yang merupakan bekas tubuh gunungapi Karang dan Gede. Daerah Bogor, Karawang, Subang dan Majalengka merupakan bagian dari wilayah Lipatan Utara Jawa Barat, yang memanjang dari selatan Rangkasbitung hingga Kuningan. Daerah Rembang merupakan bagian dari wilayah Pegunungan Kapur Pantai Utara, sedangkan daerah Tuban termasuk ke dalam wilayah Lipatan Utara dan sebagian merupakan dataran rendah Tuban. Daerah Madura termasuk dalam wilayah Lipatan Madura. Menurut Van BEMMELEN, 1949 [7], daerah penelitian Bogor, Karawang, Subang dan Majalengka berada pada jalur zona Antiklinorium Bogor yang termasuk zona utara dari Jawa Barat. Zona Bogor merupakan suatu antiklinorium akibat intensitas perlipatan yang sangat kuat dari perlapisan-perlapisan yang terbentuk pada subzaman Neogen, dengan beberapa intrusi hypabyssal volcanic necks, stocks dan bosses. Daerah Rembang dan Tuban termasuk dalam Antiklinorium Rembang. Selain daerah Serang (Bojonegara) yang merupakan daerah berbukit, secara umum daerah penelitian merupakan daerah dataran bergelombang dengan kemiringan lereng antara 0 – 13% dengan beda tinggi antara 0 – 50 m, yang dapat dikategorikan sebagai satuan dataran bergelombang (ZUIDAM, R.A., et al., 1979) [8].
32
Sucipta, Budi Setiawan, Pratomo B. Sastrowardoyo, Dadang Suganda : Pemilihan Wilayah Potensial untuk Disposal Limbah Radioaktif di Pulau Jawa dan Sekitarnya
Kondisi proses geomorfologi permukaan seperti erosi dan gerakan tanah relatif tidak intensif, karena kondisi topografi yang berupa dataran bergelombang. Secara morfogenesa daerah penelitian merupakan daerah yang dipengaruhi oleh struktur geologi berupa lipatan dan patahan. Oleh karena itu daerah penelitian (selain Serang) dapat diklasifikasikan sebagai satuan dataran bergelombang struktural berbatuan lempung/napal. Berdasarkan aspek geomorfologi, daerah penelitian memiliki kesesuaian sebagai wilayah potensial untuk fasilitas disposal limbah radioaktif. Untuk memperkuat kesimpulan maka diperlukan penelitian lebih lanjut dan wajib diintegrasikan dengan aspek-aspek lain seperti litostratigrafi, seismotektonik, hidrogeologi, hidrologi, volkanologi, cebakan tambang, kawasan penting, situs bersejarah, demografi, tata ruang dan penggunaan lahan. B. Litostratigrafi 1. Serang Batuan yang tersingkap di daerah penelitian meliputi (urut dari tua ke muda) hasil gunungapi Gede, tufa Banten, batugamping koral dan endapan aluvium (Gambar 1). Hasil gunungapi Gede berupa lava, lahar dan breksi termampatkan, yang berumur Plistosen. Penyebaran hasil gunungapi Gede paling luas di daerah penelitian meliputi luas lebih kurang 70%. Tufa Banten terdiri dari tufa, tufa batuapung dan batupasir tufaan, yang berumur sedikit lebih muda daripada hasil gunungapi Gede. Penyebaran tufa Banten mencakup luas kurang lebih 20% dari daerah penelitian. Batugamping koral terdiri dari koloni koral, pecahan cangkang dan moluska; dengan umur Holosen Awal, yang tersebar di P. Panjang dan pulau-pulau kecil di sekitarnya, yang mencakup luas sekitar 5%. Endapan aluvium berupa kerakal, pasir, lanau dan lumpur, yang tersebar di sepanjang pantai daerah penelitian dengan luas sebaran mencapai 5%. Stratigrafi daerah penelitian yang hanya terdiri dari dua satuan batuan dapat disimpulkan relatif sederhana. Batuan yang dapat dipilih sebagai batuan potensial adalah batuan beku andesit dari hasil gunungapi Gede. Ketebalan batuan tersebut 2 diduga mencapai lebih dari 500 m, dengan luas pelamparan mencapai 10x10 km . 2. Bogor Batuan yang tersingkap di daerah penelitian meliputi (urut dari tua ke muda) Formasi Jatiluhur, Formasi Klapanunggal, batuan terobosan andesit, breksi dan lava gunung Kancana dan gunung Limo (kelompok batuan gunungapi Gede), kipas aluvium dan endapan aluvium. Formasi Jatiluhur tersusun oleh napal dan serpih lempungan, dan sisipan batupasir kuarsa, bertambah pasiran ke arah timur. Bagian atas dari formasi ini menjemari dengan Formasi Klapanunggal.
U
Hasil Gunungapi Gede Hasil Gunungapi Gede
Tufa Banten Hasil Gunungapi Gede
0
10 km
Gambar 1. Peta geologi daerah gunung Gede, Serang, Banten [9] 33
Jurnal Teknologi Pengelolaan Limbah (Journal of Waste Management Technology), Vol.13 No.1 2010
ISSN 1410-9565
Penyebaran formasi ini di daerah penelitian meliputi luas sekitar 50%. Formasi Klapanunggal terutama tersusun oleh batugamping terumbu padat dengan foraminifera besar dan fosil-fosil lainnya. Penyebaran formasi ini di daerah penelitian meliputi luas sekitar 10%. Batuan terobosan andesit yang dijumpai di G. Pancar dan bukit kecil di timurlautnya, mengandung oligoklas-andesin, augit, hipersten dan hornblenda, membentuk sumbat dan retas. Breksi dan lava gunung Kancana dan gunung Limo tersusun dari bongkahan andesit dan breksi andesit dengan banyak sekali fenokris piroksen dan lava basal. Satuan batuan ini tersebar terutama di bagian selatan daerah penelitian seluas lebih kurang 20%. Kipas aluvium tersusun oleh lanau, batupasir, kerikil dan kerakal dari batuan gunungapi kuarter yang terendapkan kembali sebagai kipas aluvium. Endapan aluvium terdiri dari lempung, lanau, pasir, kerikil dan kerakal endapan sungai. Stratigrafi daerah penelitian dapat dikatakan relatif sederhana. Batuan potensial yang bisa dipilih sebagai hostrocks untuk pengungkung limbah radioaktif adalah napal dan serpih lempungan dari Formasi Jatiluhur. Berdasarkan penampang geologi regional, ketebalan formasi tersebut diperkirakan 2 mencapai > 2000 m, dengan luas singkapan di daerah penelitian sekitar 6x15 km . 3.Karawang Batuan yang tersingkap di daerah penelitian meliputi (urut dari tua ke muda) Formasi Jatiluhur, anggota Pasirgombong, Formasi Parigi, Formasi Subang dan anggota Tanjakan Pacol, Formasi Kaliwungu dan Formasi Cihoe. Endapan permukaan yang dijumpai berupa satuan batupasir konglomeratan dan batulanau, satuan batupasir tufan dan konglomeratan, endapan dataran banjir dan endapan sungai muda. Penyebaran Formasi Jatiluhur di daerah penelitian meliputi luas lebih kurang 5%. Anggota Pasirgombong mencakup luas kurang lebih 2% dari daerah penelitian. Formasi Parigi memiliki pelamparan hingga 5%, sedangkan anggota Tanjakan Pacol meliputi luas kurang lebih 5%. Formasi Subang tersingkap dalam luasan sekitar 40%, Formasi Kaliwungu dan Formasi Cihoe masing-masing 1% dan 10%. Endapan permukaan secara keseluruhan menutup area seluas 33% dari daerah penelitian. Stratigrafi daerah penelitian yang hanya terdiri dari 5 formasi dan endapan permukaan dapat disimpulkan relatif sederhana. Batuan yang dapat dipilih sebagai batuan potensial untuk hostrocks disposal limbah radioaktif adalah batulempung Formasi Subang. Ketebalan batuan tersebut diduga 2 2 mencapai lebih dari 1000 m, dengan luas pelamparan mencapai 9x13 km dan 6x6 km . 4.Subang Batuan yang tersingkap di daerah penelitian meliputi (urut dari tua ke muda) anggota batulempung Formasi Subang, anggota batupasir Formasi Subang, Formasi Kaliwungu, Formasi Citalang, batupasir tufan-lempung dan konglomerat, dan endapan sedimen dalam. Batuan gunungapi daerah Subang yang terbentuk pada jaman Kuarter meliputi hasil gunungapi lebih tua, dan hasil gunungapi lebih muda tak teruraikan. Sedangkan endapan permukaan terdiri dari aluvium. Dapat dilihat pada Gambar 2 dan 3. Anggota batulempung Formasi Subang tersusun oleh batulempung, beberapa mengandung batugamping napalan yang keras, napal dan batugamping abu-abu tua. Kadang-kadang juga dijumpai sisipan batupasir glaukonit hijau. Mengandung fosil foraminifera. Penyebaran formasi ini di daerah penelitian meliputi luas sekitar 40%. Anggota batupasir Formasi Subang terutama tersusun oleh batupasir andesit, batupasir konglomerat, breksi, lapisan batugamping dan batulempung. Ketebalan satuan ini 0-300 m. Penyebaran formasi ini di daerah penelitian meliputi luas sekitar 5%. Formasi Kaliwungu tersusun oleh batupasir tufan, konglomerat, batulempung dan kadangkadang lapisan-lapisan batupasir gampingan dan batugamping. Selain itu terdapat lapisan-lapisan tipis gambut dan lignit. Pada batupasir dan konglomerat banyak dijumpai fosil moluska. Ketebalan formasi ini sekitar 600 m, dengan pelamparan mencapai sekitar 10%. Formasi Citalang tersusun oleh lapisanlapisan napal tufan, diselingi batupasir tufan dan konglomerat. Ketebalan formasi ini berkisar antara 500-600 m, dengan pelamparan mencapai sekitar 5%. Batupasir tufan-lempung dan konglomerat secara rinci berupa batupasir tufan, kadang-kadang mengandung batuapung, lempung mengandung sisa-sisa tumbuhan, konglomerat, breksi dan pasir halus. Satuan batuan ini berlapis-lapis mendatar dan membentuk dataran (hampir datar) di bagian utara daerah penelitian seluas 40%. Endapan sedimen dalam tersusun oleh lempung tufan, batupasir, konglomerat dan breksi, dengan ketebalan 0-100 m. 34
Sucipta, Budi Setiawan, Pratomo B. Sastrowardoyo, Dadang Suganda : Pemilihan Wilayah Potensial untuk Disposal Limbah Radioaktif di Pulau Jawa dan Sekitarnya
Hasil gunungapi lebih tua (600 m) tersusun oleh breksi, lahar dan pasir tuff berlapis-lapis dengan kemiringan yang kecil. Sedangkan hasil gunungapi muda tak teruraikan tersusun oleh pasir tufan, lapili, breksi, lava, dan aglomerat. Sebagian berasal dari G. Tangkubanperahu dan sebagaian berasal dari G. Tampomas. Endapan aluvium terdiri dari lempung, lanau, pasir, kerikil dan kerakal endapan sungai sekarang. Stratigrafi daerah penelitian dapat dikatakan relatif sederhana. Batuan potensial yang bisa dipilih sebagai hostrocks untuk pengungkung limbah radioaktif adalah batulempung dari anggota batulempung Formasi Subang. Menurut TJIA (1963) [13] tebal dari anggota batulempung ini 2900 m., dengan luas singkapan di daerah hulu sungai Cilamaya sekitar 6x13 km2, di daerah selatan Jalupang 2 2 sekitar 6x3,5 km dan di daerah Wanareja-Nagrak lebih kurang 6x24 km .
U Formasi Citalang
Batulempung Formasi Subang
Formasi Kaliwungu
10 km
0
Gambar 2. Geologi daerah Jelupang dan sekitarnya, Subang, Jawa Barat [12]
U
Formasi Citalang
Batulempung Formasi Subang
Formasi Kaliwungu 0
10 km
Gambar 3. Peta geologi daerah Buahdua dan sekitarnya, Sumedang, Jawa Barat [12]
35
Jurnal Teknologi Pengelolaan Limbah (Journal of Waste Management Technology), Vol.13 No.1 2010
ISSN 1410-9565
5.Majalengka Batuan yang tersingkap di daerah penelitian meliputi (urut dari tua ke muda) anggota batulempung Formasi Subang, Formasi Kaliwungu, lensa batugamping Formasi Citalang, Formasi Citalang, batupasir tufan-lempung-konglomerat dan breksi terlipat. Batuan gunungapi yang tersingkap adalah hasil gunungapi muda tak teruraikan. Batuan terobosan yang tersingkap adalah andesit hornblenda. Endapan permukaan berupa aluvium. Anggota batulempung Formasi Subang tersusun oleh batulempung mengandung lapisan batugamping napalan abu-abu tua dan batugamping. Setempat juga dijumpai sisipan batupasir glaukonit hijau. Penyebaran formasi ini di daerah penelitian meliputi luas sekitar 30%. Formasi Kaliwungu tersusun oleh batulempung dengan sisipan batupasir tufan, konglomerat, setempat ditemukan lapisan-lapisan batupasir gampingan dan batugamping. Ketebalan formasi ini sekitar 600 m, dengan pelamparan mencapai sekitar 5%. Formasi Citalang tersusun oleh batupasir tufan, lempung tufan, konglomerat dan setempat-setempat ditemukan lensa-lensa batupasir gampingan yang keras. Ketebalan formasi ini berkisar antara 500-600 m, dengan pelamparan mencapai sekitar 10%. Batupasir tufan-lempung dan konglomerat secara rinci berupa batupasir tufan, pasir, lanau tufan, lempung, konglomerat, breksi tufan mengandung batuapung. Satuan batuan ini tersingkap sangat luas membentuk dataran bergelombang lemah di bagian utara daerah penelitian seluas 30%. Breksi terlipat tersusun oleh breksi gunungapi bersifat andesit, breksi tufan, batupasir kasar, lempung tufan, dan graywacke. Penyebaran breksi terlipat hanya meliputi luas ± 1% dari daerah penelitian. Hasil gunungapi muda tak teruraikan tersusun oleh breksi, lava bersifat andesit dan basal, pasir tufan dan lapili. Sebagian berasal dari G. Cerme dan sebagaian berasal dari G. Tampomas. Endapan aluvium terdiri dari lempung, lanau, pasir, kerikil dan kerakal endapan sungai Holosen. Stratigrafi daerah penelitian dapat dikatakan relatif sederhana. Batuan potensial yang bisa dipilih sebagai hostrocks untuk pengungkung limbah radioaktif adalah batulempung dari anggota batulempung Formasi Subang. Menurut TJIA (1963) [13] tebal dari anggota batulempung ini 2900 m., dengan luas singkapan di daerah hulu sungai Majalengka 2x4,5 km2, dan di daerah Sumedang lebih kurang 6-10x21 km2. 6.Rembang Batuan yang tersingkap di daerah penelitian meliputi (urut dari tua ke muda) Formasi Ngrayong, Formasi Bulu, Formasi Wonocolo, Formasi Ledok dan Formasi Mundu. Di atas formasiformasi tersebut ditumpangi secara takselaras oleh anggota Selorejo dan Formasi Lidah pada jaman Plistosen. Formasi-formasi tersebut diterobos dan ditumpangi oleh andesit dan breksi hasil dari gunungapi Lasem. Di atas formasi-formasi tersebut diendapkan aluvium (Gambar 4). Formasi Ngrayong tersusun oleh batupasir, serpih, batulempung, batulanau dengan sisipan batugamping, batubara dan lignit. Formasi Bulu tersusun oleh batugamping putih abu-abu, pasiran, kadang-kadang berlapis tipis, di bagian tengah terdapat sisipan tipis napal. Formasi Wonocolo tersusun oleh batu lempung dengan sisipan tipis batugamping, bagian bawah dicirikan oleh batupasir glaukonitan.
U Aluvium
Formasi Mundu
Formasi Lidah
0
10 km
Gambar 4. Peta geologi daerah selatan Rembang, Jawa Tengah [15] 36
Sucipta, Budi Setiawan, Pratomo B. Sastrowardoyo, Dadang Suganda : Pemilihan Wilayah Potensial untuk Disposal Limbah Radioaktif di Pulau Jawa dan Sekitarnya
Formasi Ledok secara rinci berupa batulempung abu-abu, napal dan batugamping (kalkarenit) berlapis tipis, kadang-kadang mengandung batupasir glaukonit. Formasi Mundu tersusun oleh napal masif, abu-abu keputihan, kaya akan foraminifera plankton. Anggota Selorejo terdiri dari perselingan batugamping dan batupasir, kaya akan fosil rombakan foraminifera plankton. Fosil berfungsi sebagai butiran pasir (kalkarenit). Breksi Gunungapi
U
Formasi Mundu Aluvium Formasi Wonocolo
Anggota Tawun
Anggota Ngrayong
Formasi Bulu Formasi Ledok 0
8 km
Gambar 5. Peta geologi daerah Sedan-Sale Rembang, Jawa Tengah [16] Formasi Lidah tersusun oleh batulempung abu-abu kehitaman bersisispan batupasir bermoluska. Batuan ini kadang-kadang mengandung horizon yang kaya akan moluska (Ostrea) dan lapisan tipis batubara. Andesit dari gunungapi Lasem berupa lava andesit, dan breksi hasil aktivitas Lasem berupa breksi, konglomerat dan batupasir tufan. Endapan aluvium terdiri dari lempung, lanau, pasir, kerikil dan kerakal endapan Holosen. Stratigrafi daerah penelitian dapat dikatakan relatif sederhana. Batuan potensial yang bisa dipilih sebagai hostrocks untuk pengungkung limbah radioaktif di wilayah Selatan Rembang adalah napal masif dari Formasi Mundu yang memiliki ketebalan 250-1500 m, dan batulempung dari Formasi Lidah dengan ketebalan > 200 m. Luas singkapan di daerah penelitian Selatan Rembang masing2 2 masing 12x24 km dan 6x15 km . Di sebelah utara dan timur Sedan, batuan potensial dari Formasi Mundu dan Formasi Wonocolo tersingkap secara blok-blok dengan tebal sekitar 200 m dan luas ± 2x5 km2. Di sebelah selatan Sale tersingkap Formasi Mundu dengan ketebalan ± 200 m luas sekitar 2,5x9 km2, sedangkan di sebelah utaranya tersingkap Formasi Wonocolo setebal 250 m dan luas pelamparan sekitar 5x10 km2. 7.Tuban Batuan yang tersingkap di daerah penelitian meliputi (urut dari tua ke muda) anggota Tawun Formasi Tuban, anggota Ngrayong Formasi Tuban, Formasi Bulu, Formasi Wonocolo, Formasi Ledok, Formasi Mundu dan Formasi Paciran. Di atas formasi-formasi tersebut ditumpangi secara takselaras oleh Formasi Lidah pada jaman Plistosen. Formasi-formasi tersebut diterobos dan ditumpangi oleh
37
Jurnal Teknologi Pengelolaan Limbah (Journal of Waste Management Technology), Vol.13 No.1 2010
ISSN 1410-9565
andesit dan breksi hasil dari gunungapi Lasem. Di atas formasi-formasi tersebut diendapkan aluvium (Gambar 5). Anggota Tawun Formasi Tuban tersusun oleh napal pasiran berselingan dengan batugamping bioklastik. Anggota Ngrayong tersusun oleh batupasir kuarsa berselingan dengan batugamping dan batulempung. Formasi Bulu tersusun oleh batugamping pasiran dan batunapal pasiran. Formasi Wonocolo tersusun oleh napal pasiran berselingan dengan batugamping pasiran. Formasi Ledok secara rinci berupa batupasir glaukonitan dengan sisipan batugamping pasiran. Formasi Mundu tersusun oleh batunapal, batulempung lanauan U dan batugamping napalan. Formasi Paciran tersusun oleh batugamping pejal dan batugamping dolomitan. Formasi Lidah tersusun oleh batulempung, lempung hitam dan batupasir. Andesit dari gunungapi Lasem berupa lava andesit, dan breksi hasil aktivitas Lasem berupa breksi, konglomerat dan batupasir tufan. Endapan aluvium terdiri dari lempung, lanau, pasir, dan kerikil.
Anggota Ngrayong
Anggota Tawun Formasi Wonocolo Formasi Mundu
Formasi Ledok 0
15 km
Gambar 6. Peta geologi daerah Jatirogo Tuban, Jawa Timur [16]
Stratigrafi daerah penelitian dapat dikatakan relatif sederhana. Batuan potensial yang bisa dipilih sebagai hostrocks untuk pengungkung limbah radioaktif di wilayah Tuban sebelah selatan Bancar adalah napal pasiran dari Formasi Wonocolo yang memiliki ketebalan sekitar 250 m luas sekitar 2 3x5 km . Batuan potensial lainnya adalah batunapal dan batulempung dari Formasi Mundu di daerah sebelah utara Jatirogo dengan ketebalan > 200 m dan luas singkapan kurang lebih 3x21 km2. 8.Madura a. Madura Barat Menurut SUKARDI (1992) [17], secara geologi regional daerah Madura Barat terdiri dari formasi-formasi yang secara urut dari tua ke muda adalah Formasi Tawun (umur Miosen Awal), Formasi Watukoceng (umur Miosen Tengah), Formasi Madura (umur Miosen-Pliosen), Formasi Pamekasan (umur Plistosen) dan aluvium. Formasi Tawun tersusun oleh batulempung gampingan di bagian bawah, dan napal pasiran bersisipan batugamping dan batupasir gampingan. Formasi Watukoceng tersusun oleh batupasir kuarsa berselingan dengan batugamping orbitoid dan batupasir berlapis tipis (di bagian bawah), serta selang-seling napal pasiran dengan batugamping (di bagian atas). Formasi Madura tersusun oleh batugamping kapuran dan batugamping terumbu. Formasi Pamekasan tersusun oleh batupasir, batulempung dan konglomerat berfragmen utama batugamping. Endapan aluvium terdiri dari lempung, lanau, pasir, kerikil dan kerakal, secara setempat dijumpai fragmen fosil. Stratigrafi daerah penelitian relatif sederhana. Batuan potensial yang bisa dipilih sebagai hostrocks untuk pengungkung limbah radioaktif di wilayah Madura Barat adalah selang-seling napal pasiran dengan batugamping dan batupasir kuarsa dari Formasi Watukoceng. Batuan potensial lainnya adalah dari Formasi Tawun yang berupa batulempung gampingan dan napal pasiran bersisipan batugamping dan batupasir gampingan.
38
Sucipta, Budi Setiawan, Pratomo B. Sastrowardoyo, Dadang Suganda : Pemilihan Wilayah Potensial untuk Disposal Limbah Radioaktif di Pulau Jawa dan Sekitarnya
Formasi Tawun dan Formasi Watukoceng bertumpangan secara selaras dan memiliki 2 ketebalan sekitar 200 m dan luas sekitar 15x18 km . b. Madura Tengah Menurut AZIS dkk (1992) [18], secara geologi regional daerah Madura Tengah terdiri dari formasi-formasi yang secara urut dari tua ke muda adalah Formasi Tawun (umur Miosen Awal), Formasi Ngrayong (umur Miosen Tengah), Formasi Bulu (umur Miosen Tengah), Formasi Pasean (umur Miosen Akhir), Formasi Madura (umur Mio-Pliosen), Formasi Pamekasan (umur Plistosen) dan aluvium. Formasi Tawun tersusun oleh batulempung bersisipan batupasir, batugamping dan konglomerat. Formasi Ngrayong tersusun oleh batupasir bersisipan batulempung, napal dan batugamping. Formasi Bulu merupakan perselingan antara batugamping dan napal, sedangkan Formasi Pasean merupakan perselingan antara napal pasiran dengan batugamping lempungan dan batugamping pasiran. Formasi Madura tersusun oleh batugamping pasiran dan batugamping terumbu pejal. Formasi Pamekasan tersusun oleh batulempung, batupasir kuarsa dan konglomerat. Endapan aluvium terdiri dari lempung, lanau, pasir, kerikil dan kerakal. Stratigrafi daerah penelitian relatif sederhana. Batuan potensial yang bisa dipilih sebagai hostrocks untuk pengungkung limbah radioaktif di wilayah Madura Tengah adalah batulempung bersisipan batupasir, batugamping dan konglomerat dari Formasi Tawun yang memiliki ketebalan 2 sekitar 500 m dan luas sekitar 4-11x43 km . c. Madura Timur Menurut SITUMORANG dkk (1992) [19], secara geologi regional daerah Madura Timur terdiri dari formasi-formasi yang secara urut dari tua ke muda adalah Formasi Tawun (umur Miosen Awal), Formasi Ngrayong (umur Miosen Tengah), Formasi Bulu (umur Miosen Tengah), Formasi Pasean (umur Miosen Akhir), Formasi Madura (umur Mio-Pliosen), Formasi Pamekasan (umur Plistosen) dan aluvium. Formasi Tawun tersusun oleh batulempung, napal, batugamping lempungan dengan sisipan batugamping orbitoid. Formasi Ngrayong tersusun oleh perselingan batupasir kuarsa dengan batugamping orbitoid dan batulempung. Formasi Bulu tersusun oleh batugamping pelat dengan sisipan napal pasiran, sedangkan Formasi Pasean merupakan perselingan antara napal pasiran dengan batugamping lempungan, batugamping pasiran dan batugamping oolitan. Formasi Madura tersusun oleh batugamping terumbu dan batugamping dolomitan. Formasi Pamekasan tersusun oleh konglomerat, batupasir, batulempung dan batugamping. Endapan aluvium terdiri dari pasir kuarsa, lempung, lumpur, kerikil dan kerakal. Stratigrafi daerah penelitian relatif sederhana. Batuan potensial yang bisa dipilih sebagai hostrocks untuk pengungkung limbah radioaktif di wilayah Madura Timur adalah batulempung, napal, batugamping lempungan dengan sisipan batugamping orbitoid dari Formasi Tawun, serta perselingan antara napal pasiran dengan batugamping lempungan, batugamping pasiran dan batugamping oolitan dari Formasi Pasean. Tebal formasi-formasi tersebut sekitar 200-250 m dan luas sekitar 2-4x35 km2. C. Seismotektonik Daerah penelitian Serang berada pada daerah dengan percepatan batuan dasar yang relatif rendah, yaitu sekitar 0,2 g [20]. Daerah penelitian Bogor, Karawang, Subang dan Majalengka berada pada daerah dengan percepatan batuan dasar relatif rendah, yaitu sekitar 0,15 g. Wilayah Rembang, Tuban dan Madura berada pada daerah dengan percepatan batuan dasar yang rendah, yaitu sekitar 0,1 g. Percepatan ini sangat dipengaruhi oleh kemasifan/kerapatan jenis batuan di daerah tersebut, selain dipengaruhi oleh struktur pelapisan dan ketebalannya. Kondisi-kondisi yang seperti ini sangat menguntungkan bagi suatu wilayah yang nantinya akan digunakan sebagai fasilitas disposal limbah radioaktif. Untuk aspek seismotektonik berdasarkan peta wilayah gempa Indonesia dengan percepatan puncak batuan dasar dengan periode ulang 500 tahun, peta zona sumber gempa bumi di Indonesia, dan peta sebaran lokasi kejadian tsunami di kawasan Asia Pasifik secara umum daerah penelitian berada pada wilayah dengan bahaya goncangan gempa bumi rendah sebesar 100-150 gal(<400gal), dan wilayah yang sangat kecil potensi terjadinya tsunami. Menurut peta wilayah rawan bencana gempa bumi Indonesia (KERTAPATI dkk, 2001) [21], daerah Serang masuk dalam kategori skala MMI IV-V dari maksimum skala XII, daerah Bogor masuk dalam skala MMI IV-VI, daerah Karawang dan Subang 39
Jurnal Teknologi Pengelolaan Limbah (Journal of Waste Management Technology), Vol.13 No.1 2010
ISSN 1410-9565
masuk skala MMI < IV, dan daerah Majalengka, Rembang, Tuban dan Madura berada dalam skala MMI IV-V.
D. Vulkanologi Dari aspek vulkanologi, gunungapi aktif terdekat dari daerah Serang adalah Gunung Krakatau (gunungapi tipe A) yang berjarak 70 km arah baratdaya. Lokasi penelitian daerah Bogor berjarak sekitar 25 km dari gunungapi terdekat yaitu G. Gede dan G. Salak (gunungapi tipe A). Daerah Karawang berjarak minimal 45 km dari gunungapi aktif terdekat yaitu G. Gede dan G. Tangkubanperahu (gunungapi tipe A). Daerah penelitian Subang berada pada jarak 30 km dari gunungapi aktif terdekat yaitu G. Tangkubanperahu. Daerah penelitian Majalengka berada pada jarak sekitar 22.5 km dari gunungapi terdekat yaitu G. Cerme (gunungapi tipe A). Daerah penelitian Rembang dan Tuban relatif jauh dari gunungapi terdekat G. Lawu dan G. Ungaran (gunungapi tipe B) yaitu > 100 km. Daerah penelitian Madura secara umum jauh dari gunungapi aktif yang ada di Pulau Jawa yaitu lebih dari 60 km terhadap G. Kelud, G. Arjuna-Welirang, G. Bromo, G. Lamongan dan G. Argopuro. Sebagai gambaran perlu disampaikan bahwa gunungapi tipe A adalah gunungapi yang pernah mengalami erupsi magmatik atau proses-proses lain yang berhubungan sekurang-kurangnya sekali setelah tahun 1.600 M [23]. Gunungapi tipe B merupakan gunungapi yang berada dalam tahap solfatara dan fumarola, dan tidak ada erupsi magmatik yang diketahui/tercatat sejak tahun 1.600 M. Berdasarkan aspek volkanologi, kiranya daerah penelitian Bogor dan Majalengka memiliki jarak terhadap gunungapi aktif hanya sekitar 22,5 – 25 km, dikhawatirkan akan terancam dari bahaya aktivitas dan letusan gunung-gunung Gede dan Cerme, sehingga tidak memenuhi syarat untuk disposal limbah radioaktif. E. Hidrogeologi Hidrogeologi mempelajari penye-baran, pergerakan air tanah dalam tanah dan batuan di kerak bumi (umumnya dalam akuifer) serta kondisi produktifitas aquifer/air tanah. Secara umum daerah penelitian Serang, Bogor, Karawang, Subang, Majalengka, Rembang, Tuban dan Madura termasuk dalam wilayah bukan cekungan air tanah. Daerah penelitian rata-rata batuannya tersusun dari batuan tua dan lempungan sehingga mempunyai kondisi akuifer langka dan batuannya memiliki kelulusan air sangat rendah [24-27]. F. Hidrologi Aspek hidrologi yang menjadi fokus penelitian dalam pemilihan wilayah potensial untuk PL-LR adalah adanya pola aliran sungai dan aliran air dengan debit yang terlalu besar akibat curah hujan yang tinggi yaitu banjir. Berdasarkan peta daerah rawan banjir dan longsor P. Jawa periode 2006 dan peta zona kerentanan gerakan tanah, daerah penelitian Serang, Bogor, Karawang, Subang, Majalengka, Rembang, Tuban dan Madura termasuk dalam daerah [28] : a. tingkat aman terhadap rawan banjir dan longsor, b. tingkat rendah terhadap kerentanan gerakan tanah. G. Demografi Berdasarkan laporan BPS masing-masing pemerintah kabupaten dari daerah penelitian 2 ditemukan fenomena kepadatan penduduk yang kurang dari 1000 jiwa/km di daerah Serang, Subang, Rembang, Tuban dan Madura. Daerah penelitian Bogor, Karawang dan Majalengka memiliki kepadatan penduduk yang relatif tinggi yaitu melebihi 1000 jiwa/km2. H. Cebakan Tambang Potensi cebakan tambang atau sumberdaya mineral dari suatu daerah merupakan aset yang sangat berharga bagi pemasukan daerah setempat. Potensi cebakan tambang tersebut tentunya juga sangat menentukan bagi kesejahteraan rakyat. Untuk itu daerah yang memiliki cadangan sumberdaya alam terutama yang bernilai strategis dan vital (golongan A dan B) perlu dihindari untuk tidak dipertimbangkan sebagai calon wilayah potensial disposal limbah radioaktif. I. Kawasan Penting dan Situs Bersejarah Yang dimaksud dengan kawasan penting dan situs bersejarah meliputi 1) kantor pemerintahan, 2) fasilitas kesehatan (rumah sakit dan puskesmas), 3) pangkalan militer, 4) tempat peribadatan, 5) fasilitas pendidikan (SD s/d PT), 6) prasarana transportasi dan telekomunikasi, 7) 40
Sucipta, Budi Setiawan, Pratomo B. Sastrowardoyo, Dadang Suganda : Pemilihan Wilayah Potensial untuk Disposal Limbah Radioaktif di Pulau Jawa dan Sekitarnya
pemakaman umum, 8) wisata dan hiburan, 9) kebudayaan, 10) sarana perekonomian dan industri, 11). situs bersejarah (meliputi: candi, pemakaman tokoh terkenal dan bangunan-bangunan bersejarah lain). Kawasan penting biasanya merupakan kawasan yang penggunaan lahannya telah diatur oleh pemerintah daerah setempat dan merupakan wilayah untuk kepentingan publik (umum). Situs bersejarah berupa suatu benda atau tapak yang merupakan peninggalan bersejarah yang harus dilindungi oleh undang-undang atau peraturan. Dalam pemilihan wilayah potensial untuk fasilitas disposal limbah radioaktif, maka wilayah yang terdapat kawasan penting dan situs bersejarah perlu dihindari.
KESIMPULAN Telah dilakukan studi dalam rangka penyiapan tapak untuk disposal limbah radioaktif di Pulau Jawa dan sekitarnya, yang dilakukan di daerah Serang, Bogor, Karawang, Subang, Majalengka, Rembang, Tuban dan Madura. Aspek-aspek yang dipertimbangkan sebagai dasar pemilihan wilayah potensial meliputi geomorfologi, litostratigrafi, seismotektonik, vulkanologi, hidrologi, hidrogeologi, cebakan tambang, demografi, kawasan penting dan situs bersejarah. Di sejumlah daerah penelitian terutama yang berbatuan lempung dan batuan beku, dari aspek geomorfologi memiliki kesesuaian yang cukup sebagai wilayah potensial disposal limbah radioaktif. Secara litostratigrafi menunjukkan bahwa daerah-daerah tersebut memiliki stratigrafi yang relatif sederhana, dan terutama tersusun dari batuan sedimen berupa batulempung dan asosiasinya, kecuali di daerah Serang yang tersusun oleh batuan beku (lava) andesit piroksen. Daerah penelitian Madura yang secara litologi sulit ditentukan sebagai wilayah potensial karena tidak ditemukan batuan lempungan atau batuan beku dengan homogenitas yang memadai. Berdasarkan peta wilayah gempa Indonesia dengan percepatan puncak batuan dasar dengan periode ulang 500 tahun, daerah Serang berada pada wilayah 4 dengan percepatan 0,2 g. Daerah Bogor, Karawang, Subang dan Majalengka berada pada wilayah 3 dengan percepatan gempa 0,15 g. Daerah Rembang, Tuban dan Madura berada pada wilayah 2 dengan percepatan 0,1 g. Untuk aspek seismotektonik ber dasarkan peta wilayah gempa Indonesia dengan percepatan puncak batuan dasar dengan periode ulang 500 tahun, peta zona sumber gempa bumi di Indonesia, dan peta sebaran lokasi kejadian tsunami di kawasan Asia Pasifik seluruh daerah studi berada pada wilayah dengan bahaya goncangan gempa bumi sebesar 100-150 gal(<400gal), dan merupakan daerah dengan potensi ancaman bahaya tsunami yang sangat kecil. Keberadaan struktur geologi yang kompleks juga menjadi bahan pertimbangan untuk tidak dipilihnya daerah Bogor, sebagian daerah Subang dan Madura, karena banyak dijumpai patahan dan lipatan. Dari studi data sekunder dan peninjauan ke lapangan menunjukkan bahwa pada umumnya daerah penelitian Serang, Karawang, Subang, Rembang, Tuban dan Madura berada jauh (>30 km) dari gunung api aktif tipe A atau tipe B. Hanya daerah Bogor dan Majalengka yang relatif dekat (jarak < 25 km) dengan gunungapi aktif tipe A. Dari aspek hidrogeologi/keterdapatan air tanah menunjukkan bahwa semua daerah penelitian termasuk daerah bukan cekungan air tanah dengan kelulusan batuan sangat rendah. Daerah penelitian pada umumnya berada pada daerah aman terhadap potensi banjir dan longsor (kerentanan gerakan tanah tingkat rendah). Daerah penelitian Serang, Subang, Rembang, Tuban dan Madura memiliki tingkat kepadatan 2 penduduk kurang dari 1000 jiwa/km , sedangkan daerah Bogor, Karawang dan Majalengka memiliki 2 tingkat kedapatan penduduk > 1000 jiwa/km . Berdasarkan pola tata guna lahan, sebagian wilayah studi yang merupakan daerah cebakan tambang maupun kawasan penting dan situs bersejarah, perlu dipertimbangkan dalam pemilihan wilayah potensial untuk disposal limbah radioaktif. Sehingga secara umum dapat disimpulkan bahwa berdasarkan aspek-aspek tersebut di atas daerah penelitian Serang, Subang, Sumedang (hasil ekstrapolasi Majalengka dan Subang), Rembang dan Tuban memiliki kesesuaian sebagai calon wilayah potensial untuk PL-LR di Pulau Jawa dan sekitarnya, sedangkan daerah penelitian Bogor, Karawang, Majalengka dan Madura kurang sesuai untuk dipertimbangkan sebagai wilayah potensial. DAFTAR PUSTAKA : [1] IAEA: Siting of Near Surface Disposal Facilities, Safety Series No. 111 G-3.1, IAEA-Vienna (1994). 41
Jurnal Teknologi Pengelolaan Limbah (Journal of Waste Management Technology), Vol.13 No.1 2010
[2] [3] [4] [5] [6] [7] [8] [9] [10] [11] [12] [13] [14] [15] [16] [17] [18] [19] [20] [21] [22] [23] [24] [25] [26] [27] [28]
42
ISSN 1410-9565
IAEA: Near Surface Disposal of Radioactive Wastes, Safety Series No. 111-S.3, IAEA-Vienna (1994). IAEA: Site Investigations for Repositories for Solid radioactive Wastes in Shallow Ground, Technical Reports Series No. 216, IAEA-Vienna (1982). IAEA: Criteria for Underground Disposal of Solid Radioactive Wastes, Sefety Series No. 60, IAEAVienna (1983). Squires, D.J.: Siting of Shallow Land Repositories, Regional Training Course on National Infrastructure for Radioactive Waste Management, Jakarta, Indonesia (1991). Panekoek: The Outline of Geomorphology, (1949) Bemmelen, R.W. Van: The Geology of Indonesia, Vol. 1A, Martinus Nijhoff, The Hague (1949). Zuidam, R.A., et al.: Terrain Analysis and Classification Using Aerial Photographs : A Geomorphological Approach, ITC, Netherland (1979). Rusmana, E., Suwitodirdjo, K. dan Suharsono: Peta Geologi Lembar Serang, P3G ESDM, Bandung, (1991). Effendi A.C., Kusnama dan B. Hermanto: Peta Geologi Lembar Bogor, P3G ESDM, Bandung, (1998). Achdan dan Sudana: Peta Geologi Lembar Karawang, P3G ESDM, Bandung (1992). Silitonga: Peta Geologi Lembar Bandung, P3G ESDM, Bandung (2003).. Tjia, H.D.: Peta Geologi Bersistem Djawa, lembar 35 Subang. Field Report 1, Field Report 2, Field Report 3, Field Report 4, Unpublished Report, Geological Survey of Indonesia (1963). Djuri: Peta Geologi Lembar Arjawinangun, P3G ESDM, Bandung (1995). Darwin, K. & Sudijono: Peta Geologi Lembar Rembang, P3G DESDM, Bandung (1993). Situmorang, R.L.: Peta Geologi Lembar Jatirogo – Jawa, Puslitbang Geologi, Dept. ESDM, Bandung (1992). Sukardi: Peta Geologi Lembar Surabaya dan Sapulu, P3G ESDM, Bandung (1992). Azis, S., Sutrisno, Noya, Y dan Brata, K.: Peta Geologi Lembar Tanjungbumi-Pamekasan, P3G DESDM, Bandung (1992). Situmorang, R.L., Agustiyanto, D.A dan Suparman, M.: Peta Geologi Lembar Waru-Sumenep, P3G ESDM, Bandung (1992). Kertapati, E.K., Setiawan, Y.B. & Ipranta: Peta Bahaya Goncangan Gempabumi Indonesia, P3G DESDM, Bandung (1999). Sebaran lokasi kejadian tsunami di kawasan Asia Pasifik http://ciptakarya.pu.go.id/peta/list-at.php, diunduh Desember 2008 Dir. Volkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Peta Sebaran Gunungapi Aktif di Indonesia, DVMBG DESDM, Bandung, 2001. Sukrisna, A., Murtianto, E. & Ruchijat, S.: Peta Cekungan Air Tanah Propinsi Banten, PLG ESDM Bandung (2008). Sukrisna, A., Murtianto, E., Ruchijat, S. & Setiadi, H.: Peta Cekungan Air Tanah Propinsi DKI dan Jawa Barat, PLG ESDM Bandung (2008). Setiadi, H.: Peta Cekungan Air Tanah Propinsi Jawa Tengah, PLG ESDM Bandung (2008). Arifin, M.B., Peta Cekungan Air Tanah Propinsi Jawa Timur, PLG ESDM Bandung, 2008. KEMENEG. LINGKUNGAN HIDUP, Peta daerah rawan banjir dan longsor P. Jawa, 2006.