1
PEMILIHAN ALTERNATIF SISTEM PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK KECAMATAN SOREANG Andi Ulya Witsqa B Chairan1 dan Dr-Ing.Marisa Handajani,ST,MT2 Program Studi Teknik Lingkungan fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung, Jl.Ganesha 10 Bandung 40132 1
[email protected] dan
[email protected]
Abstrak : Kecamatan Soreang merupakan ibukota Kabupaten Bandung dengan kebutuhan masyarakat yang masih akan terus berkembang. Kondisi pengolaan air limbah yang ada di Kecamatan Soreang saat ini sebagian besar masih menggunakan sistem setempat (on-site system) dengan kondisi sarana sanitasi yang masih sederhana, dan satu instalasi pengolahan air limbah dengan kapasitas kecil yang tidak lagi berfungsi. Pihak Kabupaten Bandung pun berencana melakukan revitalisasi IPAL Soreang dan memfasilitasi daerah-daerah lain dalam Kecamatan Soreang dalam hal penanganan air limbah, dengan merencanakan sistem perngolahan air limbah domestik terpusat. Penduduk Kecamatan Soreang pada Tahun 2010 adalah sebesar 103054 jiwa. Pembangunan instalasi pengolahan air limbah akan dilakukan dalam 2 tahap. Debit rata-rata air limbah yang dihasilkan adalah 12865759.17 liter.hari pada tahap 1 dan 35765608.67 liter/hari pada tahap 2. Pada tahap 1, daerah yang terlayani adalah sebesar 35,37%, dan pada tahap 2 sebesar 70,55%. Berdasarkan karakteristik air limbah domestik yang memiliki kadar BOD sebesar 260.5143473 mg/L dan TSs sebesar 314.6717464 mg/L, yang termasuk dalam tipe konsentrasi rendah, maka pengolahan yang cocok untuk keadaaan tersebut adalah pengolahan dengan sistem lumpur aktif. terdapat 2 alternatif sistem yang diajukan, yaitu Compelety Mixed Activated Sludge dan Aerated Lagoon. Hasil pembahasan menunjukkan bahwa Completely Mixed Activated Sludge memiliki biaya investasi, biaya operasi dan pemeliharaan, serta kebutuhan lahan yang lebih kecil, sehingga terpilihlah Completely Mixed Activated Sludge (CMAS). Kata Kunci : IPAL, Debit, Karakteristik Air Limbah, Lumpur Aktif, CMAS
Abstract: Soreang is the capital of Bandung regency with the needs of the community will continue to grow. Conditions of process waste water in the District Soreang today most still use the local system (onsite system) with the condition of sanitation facilities is still modest, and a wastewater treatment plant with a small capacity that is no longer functioning. Bandung regency party also plans to revitalize the WWTP Soreang and facilitate other areas in the District Soreang in terms of wastewater treatment, the planning system perngolahan centralized domestic wastewater. District residents Soreang the year 2010 amounted to 103 054 inhabitants. Construction of the wastewater treatment plant will be carried out in 2 stages. Average discharge of waste water generated is liter.hari 12865759.17 35765608.67 on stage 1 and liters / day in phase 2. In stage 1, the area that is underserved by 35.37%, and in stage 2 was 70.55%. Based on the characteristics of domestic wastewater at 260.5143473 BOD mg / L and TSS at 314.6717464 mg / L, which is included in the type of low concentrations, the treatment is suitable for the circumstances of treatment with activated sludge systems. There are 2 alternatives proposed system, namely Compelety Mixed Activated Sludge and Aerated Lagoon. Discussion of the results showed that the Completely Mixed Activated Sludge has investment costs, operating and maintenance costs, as well as the need for smaller land, so elected Completely Mixed Activated Sludge (CMAS). Keywords: WWTP, Debit, Characteristics of Wastewater, Activated sludge, CMAS
2 PENDAHULUAN Kecamatan Soreang merupakan ibukota Kabupaten Bandung dengan kebutuhan masyarakat yang masih akan terus berkembang. Kondisi pengolaan air limbah yang ada di Kecamatan Soreang saat ini sebagian besar masih menggunakan sistem setempat (on-site system) dengan kondisi sarana sanitasi yang masih sederhana, dan satu instalasi pengolahan air limbah dengan kapasitas 10,6 liter/detik, yang hanya mampu melayani satu desa. Saat ini, instalasi pengolahan tersebut tidak berfungsi sebagaimana yang telah direncanakan. Pihak Kabupaten Bandung pun berencana melakukan revitalisasi IPAL Soreang dan memfasilitasi daerah-daerah lain dalam Kecamatan Soreang dalam hal penanganan air limbah, dengan merencanakan sistem perngolahan air limbah domestik terpusat.
Gambaran Umum Kecamatan Soreang Jumlah penduduk Kecamatan Soreang selama sepuluh tahun terakhir yang terdata dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1.Jumlah Penduduk Kecamatan Soreang Tahun 2001-2010 Tahun
Jumlah Penduduk (jiwa)
2001
70555
2002
71043
2003
78197
2004
79026
2005
81757
2006
85757
2007
90989
2008
91832
2009
101860
2010
103054
(Sumber : Kabupaten Bandung dalam Angka 2002-2011) Sedangkan untuk jumlah sarana dan fasilitas perkotaan di Kecamatan Soreang dapat dilihat pada Tabel 2 sebagai berikut :
Tabel 2. Jumlah Sarana dan Fasilitas Perkotaan Kecamatan Soreang tahun 2010 Sarana Pendidikan Kesehatan Peribadatan
Jumlah 16280 25 354
Unit Jiwa Unit Unit
3 Sarana Perniagaan Industri Perkantoran Rekreasi Transportasi
Jumlah 797 13174 2197 1 1
Unit Unit Jiwa JIwa Unit Unit
(Sumber : Kabupaten Bandung Dalam Angka 2011; Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Bandung)
MAKSUD DAN TUJUAN Maksud dari perencanaan ini adalah untuk memberikan masukan dan alternatif sistem pengolahan air limbah domestik Kecamatan Soreang agar air buangan dari Kecamatan Soreang telah terlebih dahulu memenuhi baku mutu air limbah domestik sebelum dibuang ke badan air terdekat. Tujuan dari perencanaan ini adalah menyusun secara rinci pengolahan air limbah domestik yang paling tepat untuk diterapkan di Kecamatan Soreang.
METODOLOGI Metodologi yang digunakan dalam penyusunan laporan ini dapat dilihat pada Gambar 1.
HASIL DAN PEMBAHASAN Dasar-Dasar Perencanaan Sistem pengolahan air limbah domestik Kecamatan Soreang direncanakan menggunakan sistem terpusat (off site), yaitu sistem dimana air limbah dari seluruh daerah pelayanan dikumpulkan dalam saluran riol pengumpul, kemudian dialirkan ke dalam riol pusat menuju tempat pengolahan, kemudian akhirnya dibuang ke badan air penerima. Kecamatan Soreang direncanakan membangun sistem penyaluran air buangan terpisah, yaitu sistem penyaluran air buangan dimana air limbah domestik dan air hujan dialirkan secara terpisah melalui saluran atau riol yang terpisah. Sistem ini diterapkan karena kuantitas dan fluktuasi aliran air hujan dan air limbah domestik jauh berbeda. Selain itu, air hujan umumnya tidak membutuhkan pengolahan sebelum dibuang ke badan air, tidak seperti air limbah domestik. Sistem penyaluran yang digunakan adalah sistem penyaluran menggunakan jaringan pipa bawah tanah, dengan sistem gravitasi. Berdasarkan Masterplan Air Limbah kabupaten Bandung, pemakaian air bersih Kabupaten Bandung adalah 150 liter/orang/hari. Air bersih yang menjadi air limbah pada pemukiman adalah sebesar 80 %, angka ini diperoleh berdasarkan literatur. Untuk pemukiman, air limbah yang dihasilkan dari pemakaian air bersih berkisar antara 79 % - 81 % (Enri Damanhuri, 1996), 65 % - 85 % (Metcalf and
4 Eddy, 1991). Penetapan angka itu juga didasarkan atas penelitian yang pernah dilakukan pada salah satu daerah di Kecamatan Arcamanik, Kota Bandung.
Studi Literatur Terkait Pengumpulan Data Primer dan Data Sekunder Proyeksi Jumlah Penduduk dan Fasilitas Perkotaan pada Tiap Tahap Pelayanan
Perhitungan Kuantitas dan Kualitas Air Limbah
Perencanaan Alternatif Sistem Pengolahan
Perhitungan Detail Alternatif Sistem Pengolahan
Penentuan Sistem Pengolahan
Penentuan Anggaran Biaya yang Dibutuhkan Gambar 1. Metodologi penyusunan laporan tugas akhir
Penentuan jumlah penduduk pada masa pelayanan ditentukan dengan perhitungan proyeksi penduduk, dengan 5 alternatif metode seperti terlihat pada Tabel 3. Metode proyeksi penduduk yang terpilih adalah Metode Eksponensial, dengan nilai r2 paling mendekati angka 1, dan nilai Standar Deviasi terkecil. Jumlah penduduk pada tahun-tahun tahap pelayanan dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 3. Metode Proyeksi Penduduk Metode
r2
Aritmatika Geometrik Linear Eksponensial Logaritmik
0.947385668 0.969166772 0.999993714 0.999995172 0.794994731
Standar Deviasi Merode Terpilih 2277.086145 1763.683703 1828.616031 1602.637876 4261.711157
Eksponensial
5 Tabel 4. Jumlah Penduduk Pada Tahun-Tahun Tahap Pelayanan Tahap Jumlah Penduduk Tahun Pelayanan I
269298.0000
II
416620
Pada perencanaan ini, tidak seluruh daerah dalam kecamatan Soreang akan dilayani. Hal tersebut dilakukan berdasarkan pertimbangan berikut ini : 1. IPAL akan melayani daerah berpenduduk padat. Tingginya kepadatan penduduk memperbesar keungkinan bertambahnya beban pencemaran dari waktu ke waktu. 2. IPAL akan melayani daerah dengan topografi yang mampu mengalirkan air limbah dari wilayah tersebut ke IPAL, secara gravitasi. Pengaliran secara gravitasi akan lebih mudah dalam pembangunan, pengoperasian, maupun pemeliharaan, dibandingkan dengan pengaliran dengan bantuan pompa. 3. Keterbatasan dana dan sumber daya pemerintah setempat untuk pengolahan air limbah. Saat ini, pengolahan air limbah belum menjadi prioritas pemerintah setempat, sehingga sebaiknya dilakukan pengolahan air limbah dengan sistem sederhana. Pembangunan IPAL Kecamatan Soreang akan terdiri dari 2 tahap. Pada Tahap I, yang akan diselesaikan pada ahun 2032, daerah Kecamatan Soreang yang terlayani adalah sebesar 35,27%, sedangkan untuk tahap II, yang akan diselesaikan pada tahun 2042, pelayanan meningkat menjadi 70,55 % . Peningkatan daerah pelayanan dilakukan berdasarkan pertimbangan meningkatnya kebutuhan pengolahan air limbah domestik Kecamatan Soreang, dan meningkatnya kemampuan dana dan sumber daya untuk mengoperasikan instalasi pengolahan air limbah domestik Kecmaatan Soreang. Kuantitas air limbah yang dihasilkan pada setiap tahap perencanaan dapat dilihat pada Tabel 5 berikut ini.
Tabel 5. Debit Air Buangan Daerah Pelayanan Kecamatan Soreang Debit Air Buangan Daerah Pelayanan Kecamatan Soreang (Liter/Hari) Tahap Perumahan Fasilitas Perkotaan Infiltrasi Total I 9574185.6 2021479.1 1159566.47 12755231.17 II 29627740.8 2785968.9 3241370.97 35655080.67 Instalasi pengolahan yang akan dibangun harus mampu mengolah air buangan dalam kondisi ratarata, minimum, maupun maksimum. Untuk itulah dilakukan perhitungan debit maksimum dan minimum dari daerah pelayanan, seperti tertera pada Tabel 6. Air buangan yang akan diolah merupakan air buangan domestik yang memiliki karakteristik yang tipikal. Parameter-parameter utama yang ditinjau adalah
6 BOD5 dan TSS. Kualitas air limbah yang tercampur dari berbagai aktivitas domestik dapat dilihat pada Tabel 7 Tabel 6. Variasi Debit Daerah Pelayanan Variasi Debit Daerah Pelayanan (Liter/hari) Tahap Rata-Rata Maksimum Minimum I 12755231.17 19585962.8 5449105.479 II 35655080.67 54749229.88 18387573.42 Tabel 7. Karakteristik Air Buangan yang Akan Diolah Karakteristik Air Limbah Kecamatan Soreang Tahap BOD (mg/L) TSS (mg/L) I 199.5665595 270.2339718 II 261.3219217 315.6472045 Instalasi direncanakan akan dibangun di lahan pinggiran Sungai Citarum, Desa Pamekaran. Lokasi ini dipilih karena berada pada daerah rendah dibandingkan dengan daerah-daerah lain di Kecamatan Soreang, sedikit pemukiman penduduk, dan dekat dengan badan air pembuangan. Baku mutu acuan untuk hasil pengolahan yang digunakan adalah Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No 112 Tahun 2003 Tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik. Sungai Citarum, tempat pembuangan air hasil olahan IPAL, merupakan sungai dengan klasifikasi dan kriteria mutu air kelas 4, berdasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001. Berdasarkan baku mutu acuan dan beberapa pertimbangan maka ditetapkan rencana tingkat pengolahan air limbah seperti yang tercantum dalam Tabel 8.
Tabel 8. Rencana Tingkat Pengolahan Instalasi
Tahap I II
BOD Total (mg/L) 199.5665595 261.3219217
Rencana Tingkat Pengolahan Instalasi Efisiensi Dibutuhkan (%) Baku Mutu TSS Total (mg/L) Acuan (mg/L) BOD TSS 270.2339718 100 49.89140452 62.99503007 315.6472045 100 61.73302288 68.31906047
Alternatif Pengolahan Dalam perencanaan ini terdapat dua alternatif proses pengolahan biologi yang diajukan, yaitu Completely Mixed Activated Sludge (CMAS), dan Aerated Lagoon. Keduanya merupakan pengolahan dengan proses biologi yang ramah terhadap lingkungan dan memiliki harga yang terjangkau jika dibandingkan dengan pengolahan fisika dan kimia (Koupaie dkk, 2011)
7 Pengajuan kedua alternatif di atas berdasarkan pada kondisi air limbah yang akan diolah, yaitu air limbah dengan kategori low-middle concentration ( Metcalf&Eddy, 1991). Pada limbah kategori ini pengolahan yang efektif digunakan yaitu proses pengolahan yang menitikberatkan pada proses pengolahan dengan lumpur aktif. Proses pengolahan lumpur aktif ini bertujuan untuk menyisihkan partikel yang terlarut ataupun yang bersifat koloid yang memanfatkan proses alamiah mikroorganisme dalam mendegradasi partikel-partikel tersebut. Mikroorganisme akan mengkonversi partikel-partikel yang ada menjadi gas dan sel-sel baru. Lapisan sel baru tersebut mempunyai densitas yang lebih besar dari pada air sehingga dapat disisihkan dengan pengendapan secara gravitasi. Pihak Kabupaten Bandung sendiri pun mengajukan dua alternatif pengolahan ini di masterplan air limbah Kabupaten Bandung Diagram alir dari kedua alternatif tersebutdapat dilihat pada Gambar 2 dan Gambar 3. Kedua alternatif pengolahan yang diajukan di atas dianggap telah memenuhi pertimbangan lain, diantaranya: 1. Secara teknis telah teruji efisiensi pengolahannya pada beberapa instalasi yang telah ada saat ini. 2. Keberadaannya tidak memberikan pengaruh buruk terhadap lingkungan sekitarnya. 3. Ketersediaan lahan dan material pada saat pembangunan instalasi. 4. Tersedianya tenaga ahli, operator dan peralatan untuk pengoperasian dan pemeliharaan.
Gambar 2. Diagram Alir Alternatif 1 (CMAS)
8 Gambar 3. Diagram Alir Alternatif 2 (Aerated Lagoon) Pemilihan alternatif terpilih dimulai dari menghitung dimensi unit-unit pengolahan yang digunakan dalam tiap alternatif yang diajukan. Dari perhitungan ini akan diperoleh secara garis besar volume beton yang diperlukan, luas tanah yang akan digunakan, kebutuhan listrik, dan instrumentasi lainnya. Perhitungan terhadap dimensi unit pengolahan dilakukan berdasarkan kriteria desain yang terdapat pada literatur diantaranya yaitu (Metcalf, 1991) dan (Qasim,1985). Hasil perhitungan dari ketiga alternatif yang diajukan dapat dilihat pada Tabel 9 Analisis ekonomi dari tiap alternatif dilakukan dengan menggunakan metode Annual Cost. Metode ini akan membandingkan ketiga proses pengolahan yang diajukan berdasarkan besarnya investasi awal, biaya operasional dan pemeliharaan yang dibutuhkan. Parameter pembandingnya adalah besarnya equivalent annual cost yang dapat dihitung berdasarkan present value annual cost (biaya yang harus dikeluarkan pada tiap-tiap tahunnya berdasarkan nilai sekarang). Oleh karena investasi yang ditanam telah jatuh tempo pada masa yang akan datang, maka terlebih dahulu dikalikan dengan suatu laju diskonto (discount rate) yang sangat tergantung pada discount factor yang ditetapkan. Alternatif yang memiliki jumlah equivalent annual cost terkecil adalah proyek yang lebih ekonomis. Equivalent annual cost adalah penjumlahan dari depresiasi, investasi, ROI, dan variable cost. Dengan memperhitungkan faktorfaktor di atas berarti telah tercakup biaya yang diperlukan untuk konstruksi (fixed cost) dan biaya untuk operasional dan pemeliharaan (variable cost) dari masing-masing proses pengolahan yang diajukan, sehingga dapat dilakukan perbandingan biaya tahunan dari ketiganya. Proses pengolahan yang memiliki present value of annual cost terkecil yang akan dipilih sebagai proses pengolahan terpilih (Park, 1973).
Tabel 9. Rekapitulasi Perhitungan Tiap Alternatif No 1
2
Volume dan Luas Unit Pengolahan Tiap Alternatif Jenis CMAS Aerated Lagoon Pekerjaan Sipil Volume Bak Pengendap Pertama 2655.166 -
Satuan m3
Volume Bak Aerasi
6084.582
357656.0867
m3
Volume Clarifier/Sedimentasi
12677.36
35765.60867
m3
Volume Gravity Thickener
678.9903
-
m3
Volume Tangki Digester Anaerobic Digester
2153.514
-
m3
Volume Tangki Gas Anaerobic Digester
249.7971
-
m3
Volume Sludge Drying Bed
2520
8731.690373
m3
Volume Total Unit Pengolahan
27019.41
402153.3857
m3
Volume Beton Mekanikal dan Elektrikal Kebutuhan Daya Untuk Aerasi
5403.882
80430.67715
m3
596.5599
596.5598971
kWh
9 No 3
Jenis Kebutuhan Lahan Lahan Bak Pengendap Pertama
CMAS
Aerated Lagoon
Satuan
758.6187
Lahan Bak Aerasi
1014.097
71531.21734
m2
Lahan Clarifier/Sedimentasi
3169.341
17907.12
m2
Lahan Gravity Thickener
169.7476
-
m2
Lahan Tangki Digester Anaerobic Digester
269.1893
-
m2
Lahan Tangki Gas Anaerobic Digester
31.22464
-
m2
Lahan Sludge Drying Bed
7500
m2
Lahan Total Unit Pengolahan
2100 7512.218
96938.33734
m2
Lahan Perkantoran
3004.887
38775.33494
m2
Lahan Total
10517.1
135713.6723
m2
m2
Besarnya biaya investasi, operasi dan pemeliharaan dari masing-masing alternatif dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Biaya Investasi dan O & M Tiap Alternatif Biaya Investasi dan Operasional dan Pemeliharaan Tiap Alternatif Aerated Jenis CMAS Satuan Lagoon Investasi 23.616.112 266.092.506,9 Rupiah Operasional dan Pemeliharaan 4.098.094 4.009.398,524 Rupiah Berdasarkan biaya investasi, operasi dan pemeliharaan dari ketiga alternatif, maka dapat ditentukan present value of annual cost dari tiap alternatif yang dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Present Value of Annual Cost dari Tiap Alternatif Biaya Present Value Annual CostTiap Alternatif CMAS Aerated Lagoon Satuan 167.476.839
1.153.717.504
Rupiah
KESIMPULAN Hasil analisis menunjukkan bahwa alternatif pertama yang menggunakan proses Completely Mixed Activated Sludge merupakan alternatif yang memiliki present value of annual cost yang terkecil dan kebutuhan lahan yang juga lebih kecil, sehingga dipilih sebagai alternatif pengolahan air limbah domestik Kecamatan Soreang
DAFTAR PUSTAKA
10 Andika, R.D. & Kamil, I. M. (2010). Permodelan Sistem jaringan Distribusi Air Minum : Studi Kasus Distrik Majasem, Cirebon. Institut Teknologi Bandung Badan Pusat Statistik (2002-2013). Kabupaten Bandung Dalam Angka, Badan Pusat Statistik, Kabupaten Bandung. Dinas Pekerjaan Umum Cipta Karya (2009). Penyusunan Masterplan Air Limbah Bandung Raya Kabupaten Bandung, Dinas Pekerjaan Umum Cipta Karya Eddine, B.T. & Salah, M.M. Solid Waste As Renewable Source of Energy : Current And Future Possibility in Algeria. International Journal of Energy and Environmental Engineering (2012), doi :10.1186/22251-6832-3-17 Huboyo, H S & Zaman, B. Analisis Sebaran temperatur dan Salinitas Air Limbah PLTU PLTGU Berdasarkan Sistem Pemetaan Spasial (Studi Kasus : PLTU-PLTGU Tambak Lorong Semarang) Juliawan, H. K.. & Soewondo, P. (2004). Pemilihan Alternatif Pengolahan Biologis Air Limbah Domestik Kabupaten Buleleng. Institut Teknologi Bandung Ke, O & Junxin, L. Effect of Sludge Retention Time on Sludge Characteristics and Membrane Fouling of Membrane Bioreactor. Journal of Environmental Sciences 21 (2009) 1329-1335 Koupaie, E.H., Moghaddam, M.R.A. & Hashemi, H. COMPARISON OF OVERALL PERFORMANCE BETWEEN MOVING-BED AND CONVENTIONAL SEQUENCING BATCH REACTOR. Journal of Environmental Health Science, Vol. 8, No.3, pp.235-244 Kovoor, P.P., Idris, M.R., Hassan, M.H. & Yahya, T.F.T. A Study Conducted On The Impact Of Effluent Waste From Machining Process On The Environment By Water Analysis. International Jorunal of Energy and Environmental Engineering (2012), doi:10.1186/2251-6832-3-21 Metcalf & Eddy, Inc., 1991, Wastewater Engineering Treatment : Treatment, Disposal, and Reuse. pg 398-1593. McGraw-Hill, Inc., Singapore. Nganga, V.G., Kariuki, F.W. & Kotut, Kiplagat. A Comparison of The Psycho-Chemical and Bacteriological Quality of Greywater Deficient Households in Homabay Town and Githurai Estates in Kenya. The Open Environmental Engineering Journal (2012), 5, 110-110 Qasim, Syed R., 1985, Wastewater Treatment Plants and Operation, Planning, Design, CBS College Publishing, New York. Tobing, Rosaline (2010). Management Pattern Based on users Participation Towards the Condition Physical Environment and Building Qualities in Low Cost Flat, Parahyangan Cathoclic University