Pemikiran Muhammad Natsir...h...99
Pemikiran Muhammad Natsir tentang Pendidikan Islam Oleh: Mislaini Abstrak Mohammad Natsir adalah tokoh yang menggagas pembaharuan pendidikan Islam yang berbasis al-Qurꞌan dan al-Sunnah. Dengan berbasis al-Qurꞌan dan al-Sunnah, maka pendidikan Islam harus bersifat integral, harmonis, dan universal, mengembangkan segenap potensi manusia agar menjadi manusia yang bebas, mandiri sehingga mampu melaksanakan fungsinya sebagai khalifah di muka bumi. Selanjutnya, konsep pendidikan integral, harmonis dan universal tersebut oleh Natsir dihubungkan dengan misi ajaran Islam sebagai agama yang bersifat universal. Menurut Natsir, bahwa Islam bukan sekedar agama dalam pengertian yang sempit yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhan saja, melainkan juga mengatur hubungan manusia dengan manusia. Oleh karena itu, untuk mencapai tujuan pendidikan Islam tersebut menurut pandangan Mohammad Natsir semestinya kurikulum pendidikan dapat disusun dan dikembangkan secara integral dengan mempertimbangkan kebutuhan umum dan kebutuhan khusus sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh peserta didik, sehingga akan tertanam sikap kemandirian bagi setiap peserta didik dalam menyikapi realitas kehidupannya. Dengan menggunakan kurikulum pendidikan yang integral maka proses transformasi ilmu pada peserta didik dapat ditempuh melalui tiga tingkatan yaitu: metode hikmah, mauidzah dan mujadalah. Ketiga metode tersebut bersifat landasan normatif dan diterapkan dalam tataran praktis yang dapat dikembangkan dalam berbagai model sesuai dengan kebutuhan yang dihadapi peserta didik. Dalam pandangan Natsir, dari beberapa metode yang diungkapkan di atas, terlihat metode hikmah lebih berorientasi pada kecerdasan dan keunggulan. Metode ini memiliki cakupan yangsangat luas, meliputi kemampuan memilih saat yang tepat untuk melangkah, mencari kontak dalam alam pemikiran guna dijadikan titik bertolak, kemampuan memilih kata dan cara yang tepat, sesuai dengan pokok persoalan, sepadan dengan suasana serta keadaan orang yang dihadapi. Natsir menambahkan bahwa implikasi metode hikmah ini akan menjelma dalam sikap dan tindakan. Kata Kunci: Muhammad Nasir
Pemikiran Muhammad Natsir...h...100 A. Pendahuluan Membicarakan mengenai pendidikan Islam, seakan tidak ada hentinya untuk selalu di perbincangkan, baik dalam ruang akademis, media masa, maupun kajian penilitian yang terkadang sebagian bertujuan untuk mengembangkan maupun hanya mengkaji. Pendidikan Islam dirasakan sudah mengalami pembaharuan, tetapi dalam kenyataanya masih terkesan stagnan dan lamban untuk bersaing dengan pendidikan-pendidikan yang lain (pendidikan umum). Ini yang selalu menarik minat kalangan pembelajar untuk mengkajinya lebih serius, karena sebagai sebuah bidang studi yang masih baru, tampaknya disiplin ilmu ini belumlah pesat perkembangannya dibandingkan dengan sejumlah bidang studi Islam lainnya.1 Di masa lalu ada anggapan bahwa ilmu agama dan ilmu umum merupakan dua hal yang dikotomis. Oleh karena itu, keduanya sulit untuk disatukan. Dengan begitu, sebagai implikasinya, lembaga pendidikan umum berdiri di mana-mana dengan gagahnya di negeri ini, sedangkan lembaga pendidikan Islam harus berjuang sedemikian rupa agar bisa eksis secara kualitatif. Sebab, lembaga pendidikan Islam belumlah dianggap sejajar dengan lembaga pendidikan umum. Disatu sisi, pendidikan Islam belum sepenuhnya bisa keluar dari idealisasi kejayaan pemikiran dan peradaban Islam masa lampau yang hegemonic, sementara disisi lain ia dipaksa untuk menerima tuntunantuntunan masa kini, khususnya yang datang dari barat.2 Akibatnya terjadi dualisme polarisasi sistem pendidikan Islam ditengah-tengah masyarakat muslim, sehingga agenda transformasi pendidikan Islam seakan berfungsi hanya sekedar tumbal sulam saja. Maka tidak mengherankan, apabila pendidkan Islam disatu sisi masih saja mendapati tampilan yang sangat tradisional deengan tetap memakai baju lama (the old fashion), dan disisi lain kita juga mendapati tampilan pendidikan Islam yang relatif modern, terkesan matrealistik dan sekularistik. Adanya dualisme corak pendidikan 1 Abuddin Nata, Tokoh-tokoh Pembaharuan Pendidikan Islam Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), h. vi 2 Muhammad Arif, Pendidikan Islam Transformatif, (Yogyakarta: LKIS, 2008), h. v
Pemikiran Muhammad Natsir...h...101 islam yang kemudian menyulitkan integrasi paradigma antara ilmu agama dan ilmu umum. B. Profil Muhammad Natsir
Muhammad Natsir lahir di Jembatan Berukir, Alahan Panjang Kabupaten Solok, Sumatera Barat, pada hari Jum’at, 17 Jumadil Akhir 1326 Hijriah, bertepatan dengan 17 Juli 1908 Masehi. Ibunya bernama Khadijah, sedangkan ayahnya bernama Muhammad Idris Sutan Saripado, seorang pegawai rendah yang pernah menjadi juru tulis pada kantor kontroler di Maninjau dan sipir penjara di Sulawesi Selatan. Ia memiliki tiga orang saudara kandung,
masing-masing bernama Yukinan, Rubiah dan
Yohanusun. Di desa kelahirannya itu, Natsir kecil melewati masa-masa sosialisasi keagamaan dan intelektualnya. 3 Riwayat pendidikan Muhammad Natsir dimulai dari Sekolah Rakyat (SR) di Maninjau Sumatera Barat hingga kelas dua.
Sekolah
ini
merupakan
sekolah
swasta
yang
mempergunakan bahasa Melaya sebagai bahasa pengantar. Ketika ayahnya dipindah-tugaskan ke Bekeru, Muhammad Natsir mendapat tawaran dari mamaknya, Ibrahim, untuk pindah ke Padang agar dapat menjadi siswa di Holland Inlandse School (HIS) Padang. Tawaran tersebut diterima oleh Muhammad Natsir dengan penuh antusias. Namun HIS Padang menolaknya, dengan pertimbangan Muhammad Natsir adalah seorang anak pegawai rendahan. Untungnya saat itu di Padang sudah ada HIS Adabiyah, sebuah sekolah swasta yang menyelenggarakan 3
Abuddin Nata, Tokoh-tokoh Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), h. 81
Pemikiran Muhammad Natsir...h...102
pendidikan bagi anak-anak negeri. Muhammad Natsir diterima sebagai murid di HIS Adabiyah itu. Selama lima bulan belajar di HIS Adabiyah Padang Panjang itu, Muhammad Natsir tinggal bersama dengan makciknya, Ibrahim. Selain belajar di HIS, pada pagi hari, Muhammad Natsir juga belajar di Sekolah Diniyah pada waktu sore dan belajar mengaji pada malam hari. Setelah lulus dari HIS, Muhammad Natsir mengajukan permohonan untuk mendapat beasiswa dari MULO (Meer Uitgebreid Lager Orderwijs) dan ternyata lamarannya itu diterima. Di MULO Padang inilah Muhammad Natsir mulai aktif dalam organisasi. Aktivitas Muhammad Natsir semakin berkembang ketika menjadi siswa di Algememe Midelbare School (AMS) di Bandung. Di kota ini ia mempelajari agama secara mendalam serta berkecimpungan dalam bidang politik, dakwah dan pendidikan. Di tempat ini pula Muhammad Natsir berjumpa dengan A. Hasan (1887-1958), seorang tokoh pemikir radikal dan pendiri Persatuan Islam (Persis). Natsir mengakui bahwa A. Hasanlah yang memengaruhi alam pikirannya.4 C. Pemikirannya Muhammad Natsir tentang Pendidikan Islam
Adapun pemikiran Muhammad Natsir tentang Pendidikan Islam ialah: 1. Asas/Pondasi Pendidikan Islam Aspek pendidikan merupakan pemikiran yang paling krusial dan paling utama dalam pandangan Mohammad Natsir. Hal itu terlihat secara eksplisit dalam pidatonya pada saat rapat
4
Ibid., h. 82
Pemikiran Muhammad Natsir...h...103
Persatuan Islam di Bogor bertepatan tanggal 17 Juni 1974. Dalam kesempatan itu ia mengatakan: “Tak ada bangsa jang terbelakang mendjadi madju, melainkan sesudahnja mengadakan dan memperbaiki didikan anakanak dan pemuda-pemuda mereka. Bangsa Djepang, satu bangsa Timur jang sekarang djadi buah mulut orang seluruh dunia lantaran madjunja, masih akan terus tinggal dalam kegelapan sekiranja mereka tidak mengatur pendidikan bangsa mereka; kalau sekiranja mereka tidak membukakan pintu negaranja jang selama ini tertutup rapat, untuk orangorang pintar dan ahli-ahli ilmu negeri lain jang akan memberi didikan dan pengetahuan kepada pemuda-pemuda mereka di samping mengirim pemuda-pemuda mereka ke luar negeri mentjari ilmu”.5 Beranjak dari kutipan di atas, terlihat secara jelas alur pemikiran Mohammad Natsir yang cukup ekspektatif. Kemajuan suatu bangsa menurut penggagas Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia6 ini adalah upaya yang paling ampuh dalam mengangkat kondisi umat yang terbenam dalam lumpur keterbelakangan. Oleh karena itulah barangkali, makanya ia lebih mnegutamakan jadi guru untuk mendidik umat ketimbang menjadi pegawai lainnya. Di samping itu, melalui teks pidatonya juga menggambarkan keluasan
wawasan
Mohammad
Natsir
dan
keterbukaan
pemikirannya tentang pendidikan. Pendidikan Islam diyakininya 5
Mohammad Natsir, Capita Selekta, jilid I & II, (Jakarta: Bulan Bintang, 1973), h.77 6 Sekalipun Mohammad Natsir di akhir hayatnya berkecimpung dalam bidang dakwah di bawah payung Dewan Islamiyah Indonesia (DDII), bukan berarti Mohammad Natsir itu hanya milik sekelompok umat saja. Ia adalah milik bangsa Indonesia. Oleh karena itu, berbagai organisasi muslim dan perguruan tinggi di tanah air mengadakan seminar yang membahas kontribusi pemikiran Mohammad Natsir terhadap kelangsungan Indonesia dan sekaligus merekomendasikan agar diakui secara resmi sebagai pahlawan nasional.
Pemikiran Muhammad Natsir...h...104
tidak akan maju-majunya selama masih bersifat inklusif konservatif seperti selama ini dan tidak membuka pintu untuk menerima pemikiran orang-orang pintar dari luar sekalipun itu berasal dari orang-orang Barat. Dalam analisa
Mohammad
Natsir,
kemunduran
dan
kemajuan suatu bangsa, tidak tergantung kepada ketimuran dan kebaratan, tidak tergantung kepada putih, kuning atau hitamnya warna kulit, akan tetapi bergantung kepada ada atau tidaknya sifatsifat atau bibit-bibit kesanggupan dalam salah satu umat.7 Dengan demikian, pendidikan Islam itu harus dinamis dan diselaraskan dengan ajaran Islam yang bersifat universal. Mencermati pidato dan dokumentasi tertulis Mohammad Natsir, dapat dianalisis pemikirannya tentang asas ataupun pondasi pendidikan Islam. Dalam salah satu ceramahnya ia berkata: “Memang, kalau kita buka al-Qurꞌan, kita tidak akan bertemu di dalamnya petunjuk-petunjuk untuk merancangkan Anggaran Belanja Negara....yang diatur oleh Islam ialah dasar-dasar dan pokok-pokok mengatur masyarakat, manusia yang tidak berubah-rubah kepentingan dan keperluannya selama manusia masih bersifat manusia, baik manusia di zaman onta ataupun manusia zaman kapal terbang...”.8 Mengamati cuplikan pidato yang disampaikan Mohammad Natsir itu, maka dapat dideskripsikan bahwa dasar atau pondasi pendidikan Islam adalah al-Qurꞌan. Al-Qurꞌan menurutnya adalah prinsip dasar yang berisikan pokok-pokok dalam mengatur 7
Ibid., h.78. Bandingkan dengan Ajip Rosidi, M.Natsir Sebuah Biografi, (Jakarta: PT. Gimukti Pasaka, 1990), h.174-175 8 Mohammad Natsir, Capita..... Op.Cit., h.447
Pemikiran Muhammad Natsir...h...105
kehidupan
masyarakat.
Sedangkan
yang
berkenaan
dengan
keduniaan yang selalu bertukar dan berubah-ubah sesuai dengan tempat dan keadaannya diserahkan kepada manusia. Dengan demikian, yang menjadi asas pendidikan itu adalah: al-Qurꞌan, Hadits Nabi SAW, dan juga pemikiran manusia itu sendiri (ijtihad).9 2. Tujuan Pendidikan Islam Tujuan pendidikan merupakan salah satu unsur terpenting dari komponen-komponen pendidikan. Dengan menetapkan tujuan yang dicapai, berarti sekaligus memberi arah terhadap langkahlangkah
strategi
untuk
mencapainya.
Penetapan
tujuan
pendidikan di samping jelasnya arah yang akan dituju, juga memberi isyarat tentang cara dan metode untuk sampai ke arah yang ditargetkan itu. Berangkat dari pengertian pendidikan Islam seperti yang dirumuskan Mohammad Natsir yaitu: suatu pimpinan jasmani dan ruhani yang menuju kepada kesempurnaan dan lengkapnya sifat-sifat kemanusiaan dalam diri manusia dengan arti yang sesungguhnya. Pimpinan semacam ini menurutnya sekurangkurangnya antara lain perlu kepada dua perkara; a. Satu tujuan yang tertentu tempat mengarahkan didikan itu, b. Satu asas tempat mendasarkannya,10 maka pendidikan Islam harus pula mengakumulasikan
9
kedua
hal
tersbut.
Ramayulis dan Samsul Nizar, Op.Cit., h. 310 Ibid., h.82
10
Artinya,
menurut
Pemikiran Muhammad Natsir...h...106
Mohammad Natsir ialah, tujuan didikan haruslah identik dengan tujuan hidup manusia itu sendiri.11 Tujuan hidup yang dijadikan sebagai tujuan akhir pendidikan Islam itu yang dikenal dengan istilah al-ahdaf al-nihaiyyah disarikan Mohammad Natsir dari ayat-ayat al-Qurꞌan yang berbunyi:
Artinya: Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku. (Q.S.al-Dzariyat [51]: 56). Mohammad Natsir menjadikan ayat itu sebagai sebuah
argumentasi tentang pentingnya manusia memiliki ideologi sebagai
persyaratan
untuk
menjadi
hamba
Allah
yang
sesungguhnya. Dengan itu, ia akan menjadi hamba Allah yang menikmati keselamatan hidup di dunia dan di akhirat kelak. Dalam hal ini, Mohammad Natsir mengatakan: “Seorang Islam hidup di atas dunia dengan cita-cita kehidupan supaya menjadi seorang hamba Allah dengan arti yang sepenuhnya, yakni hamba Allah yang mencapai kejayaan dan kemenangan akhirat. Dunia dan akhirat ini
11
Ibid. Pandangan Mohammad Natsir seperti yang dijelaskan di atas kelihatannya identik dengan pandangan Ibn Qayyim al-Jauziyyah. Menurut penggagas Tarbiyah Khuluqiyyah ini, manusia diciptakan agar mengetahui hakekat Rabb-nya, kemudian mentauhidkan-Nya, memurnikan ibadah kepadaNya, bertawakkal, menghambakan diri dengan cara menjalankan seluruh perintah-Nya, dan menjauhi larangan-Nya. Lihat, Hasan Bin ‘Ali al-Hijaziy, op.cit., h.29
Pemikiran Muhammad Natsir...h...107
sama sekali bagi kaum muslimin tidak mungkin dipisahkan dari ideologi mereka”.12 Lebih lanjut dijelaskan Mohammad Natsir bahwa, potongan ayat “liya’budun13(menyembah Aku) mempunyai arti yang sangat dalam dan luas sekali, lebih luas dan lebih dalam dari perkataan-perkataan itu yang biasa kita dengar dan kita pakai setiap hari, kepada semua perintah Illahi, yang membawa kepada kebesaran dunia dan kemenangan di akhirat, serta menjauhkan diri dari segala yang menghalangi tercapainya kemenangan dunia akhirat itu.14 Untuk menjadi ‘ibad Allah yang sebenarnya seperti yang digambarkan oleh Mohammad Natsir itu ternyata memiliki makna yang sangat dalam dan ditandai dengan beberapa kriteria. Kriteria tersebut seperti yang dirumuskan Majid Irsan yaitu: mampu memelihara lima hubungan dalam kehidupan ini yang akar tunggangnya adalah habl min Allah. Kelima hubungan itu adalah, pertama hubungan partikal dengan Allah yang direfleksikan melalui penyembahan secara sempurna dan tulus kepada-Nya15. Kedua, hubungan horizontal secara baik dengan sesama manusia yang diwujudkan dengan sikap ihsan dan perbuatan adil. Ketiga, adalah hubungan dengan 12 Mohammad Natsir, Agama dan Negara, dalam Muhammad Isa Anshary, Falsafah Perjuangan Islam, (Medan, t.p., 1951), h.261 13 Kata “li” pada ayat “li ya’budun” tidak saja bermakna”supaya atau agar”, namun juga dengan arti “tujuan akhir” dari seluruh aktivitas adalah semata-mata ibadah kepada Allah. Lihat, Sirajuddin, Filosofi Pendidikan Islam dalam Menghadapi Pasar Bebas, dalam Samsul Nizar (ed.), “Reformulasi Pendidikan Islam Menghadapi Pasar Bebas, (Jakarta: The Minangkabau Foundation, 2005), h.15 14 Ibid 15 Lihat, Q.S. al-Zumar [39]: 11
Pemikiran Muhammad Natsir...h...108
alam sekitar berupa perbuatan ishlah dan tidak berbuat kerusakan di muka Bumi.16 Berangkat dari kutipan di atas, maka materi pendidikan Islam yang sangat mendasar menurut pemikiran Mohammad Natsir adalah meliputi aspek-aspek berikut: 1) Aspek Akhidah (Tauhid) Sesuai dengan tujuan akhir pendidikan itu sendiri yaitu berupa penyerahan diri kepada Allah secara sempurna, berubudiah kepada Allah sesuai dengan tujuan penciptaannya, maka materi pendidikan Islam itu menurut pemikiran Mohammad Natsir haruslah berangkat dari konsep tauhid. Artinya adalah, pendidikan Islam itu haruslah berlandaskan tauhid, sebab dengan itulah keyakinan seseorang anak didik kepada Tuhannya akan terbentuk. Materi ajar dalam pendidikan Islam itu menurutnya memiliki sejumlah prinsip yang seharusnya dapat perhatian. Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut: Pertama, materi pendidikan Islam haruslah mengutamakan ajaran tauhid dan pengenalan terhadap Sang Pencipta. Ini sama artinya bahwa, materi pendidikan tidak hanya sebatas pengetahuan untuk mengisi otak berupa pengetahuan teoritis, tapi juga mengisi dada berupa keimanan kepada Allah bahkan juga keterampilan hidup.
16
Allah melarang manusia berjalan di muka Bumi yang diciptakan-Nya itu dalam keadaan sombong dan mengantuk keras orang-orang yang berbuat kerusakan di muka Bumi, di antaranya Surat al-Baqarah [2]: 11, Surat al-A’raf [7]: 55, dan 84, dan surat al-Qashash [28]: 77
Pemikiran Muhammad Natsir...h...109
Kedua, pendidikan Islam haruslah bisa mengantarkan anak didik menjadi manusia pengabdi kepada Allah. Dengan arti kata, seluruh materi pendidikan Islam itu haruslah berisikan petunjuk untuk menjadi manusia yang seluruh aspek kehidupan dan aktivitasnya hanya untuk beribadah kepada Allah. Ketiga,
anak
didik
adalah
amanah
Allah
yang
dipertaruhkan yang harus dididik dengan sepenuh hati dan penuh kasih sayang. Keempat, orang tua dan guru sama-sama bertanggung jawab dalam mendidik anak-anaknya. 2) Aspek Ibadah Salah satu materi pendidikan Islam yang cukup mendasar menurut pemikiran Mohammad Natsir adalah materi yang berkaitan dengan ibadat. Ibadat dalam pandangannya punya cakupan luas yang tidak hanya berkenaan dengan ibadat “mahdhah” beruapa amaliah rutinitas saja, akan tetapi ia merupakan pengejewantahan dari makna yang tersimpul dari kata”ibadat” itu sendiri. Ibadat yang dimaksudkan Mohammad Natsir itu mencakup mu’amalat sesama makhluk yang dimulai dari berbuat baik kepada orang tua, bahkan juga berbuat baik terhadap sesama makhluk Allah lainnya. Hal semacam ini dapat dimaknai bahwa Mohammad Natsir menginginkan materi pendidikan Islam itu tidak saja sebatas masalah ibadat dalam arti sempit semisal shalat, puasa, dan pelaksaaan rukun Islam lainnya yang nilai-nilai positifnya lebih tertuju kepada yang pribadi
Pemikiran Muhammad Natsir...h...110
yang bersangkutan, akan tetapi termasuk materi yang imbasnya menjalin komunikasi antara satu sama lain. Dalam
analisis
penulis,
Mohammad
Natsir
ingin
mengatakan bahwa, pengertian ibadah dalam Islam itu tidaklah seperti yang dipahami oleh sebagian orang yang melihat ajaran Islam itu hanya terkungkung di masjid-masjid atau rumah ibadah lainnya. Seorang ahli ibadah bukan berarti harus mengisolasikan dirinya dari khalayak ramai dan bertapa di hutan belantara.17 3) Aspek Pendidikan Keterampilan Materi pendidikan Islam haruslah bisa mengantarkan kepada kehidupan bermasyarakat yang lebih sempurna, menuntun ke berbagai aspek sosial baik yang sifatnya teoritis apalagi yang praktis berupa keterampilan hidup. Suatu hal yang rasanya perlu disterising dan digaris bawahi dari pandangan Mohammad Natsir yaitu, pemikirannya tentang output pendidikan Islam. Menurutnya, pendidikan Islam haruslah bisa menelorkan output yang mandiri yang tidak punya ketergantungan diri kepada orang lain apalagi kepada pemerintah semisal menjadi pegawai negeri. Ini berarti bahwa, pendidikan Islam harus bisa melahirkan output yang terampil/memiliki skil. Dengan demikian, pendidikan Islam harus
memasukkan
keterampilan
sebagai
salah
satu
materinya. Perlunya materi keterampilan masuk dalam kurikulum pendidikan Islam dalam pandangan Mohammad Natsir karena 17
Mohammad Natsir, Capita..... op.cit., Jilid 1, h.83
Pemikiran Muhammad Natsir...h...111
mengingat peserta didik kelak akan menjadi anggota masyarakat. Oleh karena itu, lembaga pendidikan Islam haruslah bisa menyahuti tuntutan masyarakat. 4) Aspek Sejarah Di smaping tiga materi yang krusial tersebut di atas, materi yang menjadi pedukung adalah sejarah/tarikh dari umat atau bangsa terdahulu. Perlunya memasukkan materi sejarah ke dalam pendidikan Islam karena mengingat cerita umat masa lalu itu, baik yang kondisinya mencapai puncak kejayaan dengan segala latar belakangnya maupun yang berakhir dengan kehancuran, agar menjadi sebuah i’tibar bagi peserta didik. Analisis penulis ini diilhami oleh buah pikiran Mohammad Natsir yang tergambar dalam ceramahnya pada tanggal 1 Januari 1940 di kota Bandung teksnya seperti dalam kutipan berikut: “Generasi kita yang akan timbul masih miskin dari bacaan yang baik-baik, yang munasabah dengan umur dan pengertiannya. Mereka amat suka kepada cerita-cerita yang penuh pengalaman. Kapankah pujangga-pujangga kita yang mempunyai talenta akan mengubahkan perjalanan Ibnu Bathutah umpamanya, supaya sedap dibaca anak-nak kita kaum muslimin? Anak-anak kita itu dan kaum guru pendidik kita, menanti-nanti. Ini sebagai umpama saja. Anak-anak muslim yang lebih besar sedikit, amat perlu kepada kisah pahlawan-pahlawan, tempat menggantungkan cinta dan simpatinya. Saudara-saudara maklum, bahwa kisah pahlawan-pahlawan itu adalah suatu alat yang penting untuk pembentukkan jiwa anak-anak kita, lebihlebih dalam umur “pancaroba” itu”.18
18
Ibid., h.72
Pemikiran Muhammad Natsir...h...112
Mengajarkan kisah atau sejarah umat terdahulu kepada peserta didik tentunya punya tujuan tersendiri yaitu agar dapat menjadi i’tibar dan sekaligus sebagai sugesti. Hal ini selaras dengan firman Allah SWT yang menegaskan tentang kisah umat terdahulu: Artinya: (175) Dan bacakanlah kepada mereka berita orang yang Telah kami berikan kepadanya ayat-ayat kami (pengetahuan tentang isi al-Kitab), Kemudian dia melepaskan diri dari pada ayat-ayat itu, lalu dia diikuti oleh syaitan (sampai dia tergoda), Maka jadilah dia termasuk orang-orang yang sesat.(176) Dan kalau kami menghendaki, Sesungguhnya kami tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, Maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga). demikian Itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat kami. Maka Ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir. (Q.S. al-A’raf [7]: 175-176)
Pemikiran Muhammad Natsir...h...113
Selanjutnya, muatan kurikulum pendidikan Islam yang diinginkan oleh Mohammad Natsir adalah materi akhlak. Hal ini dapat terlihat dengan jelas dalam ucapannya seperti yang termuat dalam karyanya itu, di mana ia sering memuji bentuk pendidikan al-Ghazali
yang mengutamakan pendidikan
akhlak.19 3. Metode Pendidikan Islam Pemikiran Mohammad Natsir dalam bidang pendidikan Islam seperti yang digambarkan sebelumnya tidak saja sebatas materi yang harus relevan dengan tuntutan kebutuhan umat yang berlandaskan tauhid dalam arti luas, akan tetapi juga termasuk dalam aspek metodologi pembelajaran. Aspek metodologis dalam pembelajaran pendidikan Islam, pemikiran Mohammad Natsir dilandasi isyarat firman Allah surat al-Nahl ayat 125 yang berbunyi:
19
Mohammad Natsir kelihatan begitu terobsesi dengan pemikiran alGhazaliy terutama tentang keutamaan akhlak, hal ini menunjukkan bahwa materi akhlak adalah sesuatu yang sangat fundamental dalam pandangan Mohammad Natsir. Lihat, Mohammad Natsir, Capita...Op.Cit., Jilid 2, h. 32
Pemikiran Muhammad Natsir...h...114
Artinya: Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah[845] dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (al-Nahl: 125). 4. Pendidik dan Peserta Didik Pendidik dan peserta didik adalah merupakan dua sisi mata uang yang saling terkait satu sama lain. Keduanya menurut pendidikan Islam haruslah memiliki hubungan yang sinergis dan harmonis untuk mencapai tujuan pendidikan. Perlunya menjalin hubungan yang baik antara pendidik dengan peserta didik juga terlihat dalam pemikiran Mohammad Natsir, bahkan tidak hanya sebatas pemikiran secara teoritis, malah ia wujud secara aplikatif. Dalam mendidik umat, Mohammad Natsir menampakkan hubungan yang harmonis dengan muridmuridnya. Mohammad Natsir sebagai pemimpin Pendidikan Islam cukup arif dan piawai dalam pembelajaran, ia sangat mementingkan hubungan akrab dengan murid-muridnya, begitu juga dengan orang tua mereka. Dengan itulah ia dapat memehami kejiwaan murid-muridnya. Dalam mendidik umat, Mohammad Natsir kelihatan punya kiat dan cara tersendiri sesuai dengan obsesinya, yaitu secara bertahap membersihkan jiwa umat Islam yang selama ini telah dirasuki oleh pemahaman yang sempit terhadap ajaran Islam.
Pemikiran Muhammad Natsir...h...115
Ia menyeru umat Islam ke jalan yang benar dengan penuh kebijaksanaan dan tidak pernah mengklaim dirinya sebagai seorang yang paling benar apalagi mengkafirkan orang lain. Bahkan dalam seruannya, ia sering memaparkan tentang Ikhwanus Shafa karena kekagumannya terhadap organisasi itu. 5. Evaluasi dalam Pendidikan Islam Pemikiran Mohammad Natsir tentang evaluasi pendidikan Islam sejalan dengan pemikiran Hasan al-Banna. Mohammad Natsir juga berpendapat bahwa evaluasi adalah upaya untuk mengetahui daya serap peserta didik. Hanya saja tidak ditemukan ucapannya yang eksplisit membicarakan tentang evaluasi
pendidikan
secara
mendetail
apalagi
secara
operasional. Namun secara implisit, ada ucapannya yang menggambarkan pemikirannya tentang evaluasi dengan prinsip, materi ujian harus selaras dengan materi yang diajarkan. Statement di atas didasari cuplikan pidato Mohammad Natsir sendiri pada rapat Persatuan Islam di Bogor tanggal 17 Juni 1934 yang teksnya sebagai berikut: “Kita tidak usah bermegah diri dengan apa yang telah dicapai oleh umat yang telah dahulu dari kita. Mereka menerima apa yang layak mereka terima yang sepadan dengan usaha dan amalan-amalan mereka. Kita akan menerima pula yang sepadan dengan usaha dan amalan kita. Kita tidak akan ditanya tentang apa-apa yang mereka ketahui dan yang mereka kerjakan”.20 20
Pandangan Mohammad Natsir itu ia legitimasi dengan firman Allah (Q.S. al-Baqarah [2]: 134) yang artinya: umat ini telah berlalu, mereka menerima
Pemikiran Muhammad Natsir...h...116
Kutipan di atas menurut hemat penulis, setidaknya menggambarkan
pemikiran
Mohammad
Natsir
tentang
pertanggung jawaban seseorang di muka Tuhan kelak. Ia hanya ditanya tentang apa-apa yang ia terima dan sekaligus mempertanggungjawabkan di muka Sang Pencipta. Hal ini dapat dimaknai bahwa,
yang akan dievaluasi dalam
pendidikan Islam adalah daya serap peserta didik tentang materi ajar yang pernah diterima ataupun yang telah diajarkannya kepadanya. D. Analisis
terhadap
pemikiran
Muhammad
Natsir
tentang
komponen-komponen Pendidikan Islam Munculnya undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No.20 tahun 2003 merupakan penyempurnaan dari sistem pendidikan tahun 1989 dan tindak lanjut dari tuntutan gerakan reformasi dalam berbagai bidang kehidupan berbangsa dan bernegara21. Pembaharuan sistem pendidikan nasional itu adalah dalam rangka menyahuti tuntutan UUD tahun 1945 terutama yang menyangkut upaya perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan bagi anak bangsa yang selama ini dirasakan belum menyentuh terhadap semua lapisan umat. Visi dan misi pendidikan nasional seperti ini sebenarnya telah sejak dulu ditawarkan oleh Muhammad Natsir. Pokok-pokok pikiran pendidikan Islam Muhammad Natsir seperti yang digambarkan apa yang patut mereka terima, dan kamu akan menerima apa yang patut kamu terima. Kamu tidak akan ditanya tentang apa-apa yang mereka kerjakan. Ibid. 21 Undang-undang Sistem Pendidkan Nasional (UU SISDIKNAS) tahun 2003 tidak terlepas dari tuntutan reformasi, dengan berlakunya UU Sisdiknas tersebut merupakan angin segar bagi perkembangan pendidikan nasional dan sekaligus sebagai paradikma baru pendidikan yang ditandai dengan adanya keseimbangan antara peningkatan iman dan takwa serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Anwar Arifin, Paradigma Baru Pendidikan Nasional dalam Undang-undang Sisdiknas, (Jakarta: Direktorat Jendral Kelembagaan Agama Islam, 2003), h.6-7
Pemikiran Muhammad Natsir...h...117 sebelumnya secara garis besarnya mencakup tentang ideologi pendidikan yaitu bertumpu kepada ajaran tauhid yang melahirkan pandangan terhadap pendidikan secara holistik non dikotomik, tujuan pendidikan, materi pendidikan, metode yang harus disesuaikan dengan materi dan tujuan yang akan dicapai, hubungan guru dengan murid dalam pendidikan Islam. E. Kesimpulan 1. Sebagai
tokoh
pembaruan
dan
intelektual
Muslim, Muhammad Natsir nampaknya menempuh cara dakwah dan pendidikan untuk memperbaiki pemahaman dan pengamalan agama masyarakat Islam di Indonesia. Seperti apa yang diungkap, kemajuan masyarakat Islam hanya dapat dicapai dengan memahami dan mengamalkan ajaran Islam secara murni. Muhammad Natsir mengemukakan tiga pilar kebangkitan umat Islam, yaitu Masjid, Pesantren dan Kampus. 2. Pada intinya, Pendidikan Islam seharusnya tidak perlu memandang (dikotomi) antara keilmuan agama dan umum. Semestinya pendidikan Islam harus bisa mengintegralkan dan mensejajarkan keilmuan tersebut, karena bagi Muhammad Natsir semua ilmu pengetahuan tidak ada yang berdiri sendiri, namun semua dari Tuhan. Selain itu, dalam proses pendidikan, pendidikan Tauhid dan Akhlak bagi anak merupakan sesuatu yang sangat fundamental untuk dikembangkan. Hidup merupakan suatu perjalanan untuk mendekatkan diri dan tunduk patuh terhadap perintah Allah SWT, maka itulah yang harus menjadi tujuan dasar dari pendidikan Islam. 3. Adapun pemikiran Muhammad Natsir dalam dunia pendidikan, yang membuktikan bahwa ia adalah seorang tokoh Islam yang memiliki pandangan luas tentang kemaslahatan umat Islam. Menurut beliau, pendidikan adalah aspek vital dari kehidupan
Pemikiran Muhammad Natsir...h...118 seseorang, maju atau mundurnnya suatu bangsa, salah satu faktor utamanya adalah peran pendidikan.
KEPUSTAKAAN Departemen Agama RI, al-Qurꞌan dan Terjemahnya, Bandung: CV. Diponegoro, 2006 Arif, Muhammad, Pendidikan Islam Transformatif, Yogyakarta: LKIS, 2008
Abdullah, M. Amin, Studi Agama; Normativitas Atau Historisitas, Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2004 Azra, Azyumardi, Integrasi Ilmu Agama dan Umum; Gagasan Solusi, Makalah, disampaikan pada acara Studium General IAIN Alauddin Makasar, 25 Agustus 2004 Arifin, Anwar , Paradigma Baru Pendidikan Nasional dalam Undang-undang Sisdiknas, Jakarta: Direktorat Jendral Kelembagaan Agama Islam, 2003 Departemen Agama RI, Tabloid Madrasah, No.3/Oktober 2005, h.3 Marimba, Ahmad D., Pengantar Islam, Bandung: al-ma’arif, 1980
Filsafat
Pendidikan
Mulyadi, Seto dalam “Guru Harus Bisa Menyenangkan Murid” Harian Haluan, Padang, 30 Mei 2009
Pemikiran Muhammad Natsir...h...119
Nata, Abuddin, Tokoh-tokoh Pembaharuan Pendidikan Islam Indonesia, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005 ____________, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Logos, 2001 Nawawi, Hadari, Pendidikan Islam, Surabaya: al-Ikhlas, 1993 Natsir, Mohammad, Capita Selekta, Jakarta: Bulan Bintang, 1973