PEMETAAN TINGKAT KEBISINGAN AKIBAT AKTIVITAS TRANSPORTASI DIKAITKAN DENGAN TATA GUNA LAHAN DI JL. ARIF RACHMAN HAKIM SURABAYA NOISE DISTRIBUTION MAPPING DUE TRANSPORTATION ACTIVITIES ASSOCIATED WITH LAND USE AT JL. ARIF RACHMAN HAKIM SURABAYA Bagus Widyantoro* dan Mohammad Razif Jurusan Teknik Lingkungan FTSP-ITS Kampus ITS Sukolilo, Jl. Arif Rachman Hakim Surabaya 60111 Abstrak Penelitian mengenai tingkat kebisingan akibat aktivitas transportasi di Jl. Arif Rachman Hakim perlu dilakukan untuk menentukan tingkat kebisingan yang terjadi pada wilayah studi. Penelitian dilakukan dalam tujuh interval waktu dan dilakukan pada sepuluh titik sampling. Data kemudian diolah menggunakan metode sesuai dengan KepMenLH 48/1996. Selanjutnya dilakukan pemetaan tingkat kebisingan di sepanjang Jl. Arif Rachman Hakim dengan bantuan software Surfer. Peta tingkat kebisingan yang ada dapat digunakan untuk menentukan korelasi tingkat kebisingan dengan tata guna lahan pada wilayah studi. Pada penelitian ini juga dilakukan pengkorelasian antara tingkat kebisingan yang terjadi dengan jumlah kendaraan yang melintas di wilayah studi. Dari penelitian yang dilakukan, dapat ditarik kesimpulan bahwa tepat di pinggir jalan pada wilayah studi, tingkat kebisingannya berkisar antara 61 dBA – 73 dBA. Jika dikaitkan dengan kondisi tata guna lahan yang ada, tingkat ketidak sesuaian antara tata guna lahan dengan tingkat kebisingan yang terjadi mencapai 56%. Kebisingan yang terjadi memiliki korelasi yang kuat dengan jumlah kendaraan yang melintas dengan persamaan korelasi y = 3,09 × ln(x) + 55,46. Kata kunci: kebisingan, pemetaan,tata guna lahan, jumlah kendaraan Abstract The research about noise level due to transportation activity on Jalan Arif Rachman Hakim (Arif Rachman Hakim Street) needs to be conducted in order to determine the noise level in the area of study. This research consists of seven time intervals and conducted in ten sampling points. The data were analyzed using method based on KepMenLH 48/1996. Then, the noise level was mapped along the Arif Rachman Hakim Street using Surfer software. The noise level map was could be used to determine the correlation between the noise level and land use in the area of study. The correlation between noise level and the volume of vehicle passing the area of study is also determined in this research. Based on the research, it could be concluded that the noise level in the area of study is around 61 dBA – 73 dBA. Associated with the existing land use, degree of mismatches between land use and noise level is 56%. The noise level has a strong correlation with the volume of vehicle with the formula of correlation y = 3.09 x ln (x) + 55.46. Keywords: noise, mapping, land use, volume of vehicle
PENDAHULUAN Seiring dengan perkembangan ekonomi suatu wilayah, mobilisasi penduduk akan mengalami peningkatan. Peningkatan ini akan berakibat pada peningkatan jumlah kendaraan bermotor yang beroperasi. Jika peningkatan jumlah kendaraan bermotor ini tidak diimbangi dengan perkembangan jalan sebagai penampung mobilitas kendaraan bermotor, maka akan menyebabkan padatnya jalanjalan poros yang ada serta mengakibatkan dampak kebisingan akibat aktivitas transportasi. Jalan Arif Rachman Hakim Surabaya merupakan salah satu jalan poros yang berada di wilayah Surabaya Timur. Pemanfaatan lahan yang ada di sepanjang jalan Arif Rachman Hakim telah mengalami peningkatan seiring dengan perkembangan ekonomi. Banyak lokasi yang mengalami perubahan pola pemanfaatan lahan dari kawasan permukiman menjadi kawasan perdagangan dan jasa. Pada beberapa lokasi, tata guna lahan yang ada sudah tidak sesuai dengan peta RTRW Surabaya 2013. Di samping itu, keberadaan Jl. Arif Rachman Hakim sebagai penghubung daerahdaerah yang berada di Surabaya Timur akan berdampak pada banyaknya jumlah kendaraan yang melintasi jalan ini. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup KEP48/MENLH/11/1996 Tentang Baku Tingkat Kebisingan, telah diatur mengenai kebisingan yang dianjurkan pada masing-masing daerah sesuai peruntukannya. Dari data survey pendahuluan yang telah dilakukan, tingkat kebisingan di Jl. Arif Rachman Hakim sudah melampaui baku mutu yang telah ditetapkan, yaitu untuk sekolah baku mutunya adalah 55dB(A) dan untuk rumah sakit memiliki baku mutu 55 dB(A). Dengan demikian perlu adanya upaya untuk melakukan pengukuran tingkat kebisingan secara detail pada daerah studi, yaitu sepanjang Jalan Arif Rachman Hakim Surabaya. Dengan dilakukannya studi ini, diharapkan dapat diperoleh peta sebaran kebisingan sehingga bisa disusun usulan atau rekomendasi untuk mengatasi kebisingan yang ada pada wilayah studi.Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memperoleh sebaran tingkat kebisingan dari hasil pemetaan di Jl. AR Hakim Surabaya, menentukan kesesuaian tingkat kebisingan dengan tata guna lahan eksisting dari peta sebaran tingkat kebisingan Jl. AR Hakim Surabaya, dan menentukan korelasi tingkat kebisingan dengan aktivitas transportasi (jumlah kendaraan) di Jl. AR Hakim Surabaya. Tingkat intensitas bunyi dinyatakan dalam satuan bel atau decibel (dB) (Sears and Zemansky, 1962). Polusi suara atau kebisingan dapat didefinisikan sebagai suara yang tidak dikehendaki dan mengganggu manusia (Lord,2001). Sehingga seberapa kecil atau lembut suara yang terdengar, jika hal tersebut tidak diinginkan maka akan disebut kebisingan (Santoso dan Prayitno, 1986). Pemerintah Indonesia juga telah memberikan landasan atau acuan mengenai kebisingan. Dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. KEP-48/MENLH/11/1996 yang dimaksud dengan kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan.
Tabel 1 Kriteria Batas Kebisingan Menurut Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. KEP 48 / MENLH /11/ 1996. Peruntukan Kawasan Lingkungan Kegiatan a. peruntukan kawasan 1. perumahan dan pemukiman 2. Perdagangan 3. Perkantoran 4. Ruang terbuka hijau 5. Industri 6. Pemerintah dan fasilitas umum 7. Rekreasi b. khusus 1. Bandar udara 2. Stasiun Kereta Api 3. Pelabuhan Laut 4. Cagar Budaya c. Lingkungan Kegiatan 1. Rumah sakit dan sejenisnya 2. Sekolah dan sejenisnya 3. Tempat ibadah dan sejenisnya
Tingkat Kebisingan (dBA) 55 70 65 50 70 60 70 (disesuaikan dengan ketentuan Menteri Perhubungan) 70 60 55 55 55
Sumber: Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup, 1996 Lalu-lintas adalah kegiatan lalu-lalang atau gerak kendaraan, orang dan/atau hewan di jalan (Warpani, 2002). Dampak yang dihadapi dalam perlalulintasan pada saat terdapat suatu kegiatan/usaha adalah berubahnya keseimbangan antara kapasitas jaringan jalan dengan banyaknya kendaraan dan orang yang berlalu-lalang. Jika kapasitas jaringan jalan sudah hampir jenuh atau terlampaui maka yang terjadi adalah kemacetan lalu-lintas. Aktivitas transportasi yang memiliki pengaruh besar terhadap kebisingan adalah keberadaan kendaraan bermotor. Kendaraan bermotor memberikan pengaruhnya melalui suara yang dihasilkan kendaraan tersebut dari knalpotnya. Pada saat tertentu, motor yang memiliki knalpot yang sudah tidak standar menghasilkan kebisingan yang sangat besar. Suara knalpot dari sepeda motor yang telah di modifikasi yang dapat mencapai 80 – 90 dBA (Krisindarto,1996) Pada penelitian yang telah dilakukan, kecepatan tidak memiliki pengaruh yang terlalu signifikan, hal ini sesuai dengan penelitian terdahulu. Kecepatan memberikan pengaruh yang kecil terhadap kebisingan. Kebisingan yang terjadi hanya dipengaruhi oleh volume lalu lintas saja (Rao,1988). Bunyi yang ditimbulkan oleh lalu lintas adalah bunyi yang tidak konstan tingkat suaranya. Tingkat gangguan kebisingan yang berasal dari bunyi lalu lintas dipengaruhi oleh tingkat suaranya, seberapa sering terjadi dalam satu satuan waktu, serta frekuensi bunyi yang dihasilkannya (Magrab,1982) Kebisingan lalu lintas berasal dari suara yang dihasilkan dari kendaraan bermotor,terutama dari mesin kendaraan, knalpot, serta akibat interaksi antara roda dengan jalan.
Kendaraan berat (truk, bus) dan mobil penumpang merupakan sumber kebisingan utama di jalan raya (AASHTO,1993). Lalu lintas pada saat ini merupakan sumber bising yang paling dominan. Penyebab kebisingan dari kendaraan bermotor, jika ditinjau secara teliti akan ditentukan faktor - faktor sebagai berikut: • Mesin Kendaraan • Jenis motor bakar • Jenis kipas angin pendinginan • System pembuangan gas sisa • Hisapan dari karburator • Jenis ban (standart atau radial) • Bentuk Kedaraan Untuk kendaraan dengan kecepatan rendah, 4 faktor pertama akan dominan, sedangkan untuk kecepatan tinggi 3 faktor terakhir yang dominan pengaruhnya Kebisingan kendaraan meningkat dengan peningkatan ukuran, tenaga dan kecepatan kendaraan dan dipengaruhi oleh kondisi-kondisi pengoperasian seperti kemiringan jalan, permukaan jalan dan gerakan. Ada beberapa parameter yang mempengaruhi tingkat kebisingan sepeda motor: a) Parameter lalu lintas. Yang dimaksud parameter lalu lintas, adalah keadaan yang terjadi dijalur lalu lintas, tanpa adanya ketergantungan dari parameter keadaan yang bersangkutan diantaranya: • Kecepatan dan kepadatan kendaraan, • Komposisi kendaraan, • Kelakuan / tabiat pengemudi, • Ketidak stabilan lalu lintas (lalu lintas sepi, jalan satu arah, jalan bebas becek, jalan bebas hambatan dan lain-lain). b) Parameter jalan. Parameter jalan disini adalah kondisi yang membentuk fisik jalan, diantaranya adalah: • Bentuk jalan (terowongan, potongan atau datar), • Kemiringan dan derajat kelengkungan, • Dasar permukaan jalan (halus, kasar), • Bahan jalan (aspal atau cor), • Lebar jalan. Kebisingan kendaraan meningkat dengan peningkatan ukuran, tenaga dan kecepatan kendaraan dan dipengaruhi oleh kondisi-kondisi pengopersian seperti kemiringan jalan, permukaan jalan dan gerakan (Hoobs, 1995). Walaupun kebisingan yang terjadi mendominir sampai kecepatan 40 Km/jam, bila kecepatan bertambah maka proporsi kebisingan aerodinamik dan ban lebih besar. Volume komposisi dan konsistensi arus lalu lintas merupakan faktor yang menonjol dalam suasana kebisingan umum. Kebisingan akibat transportasi kendaraan bermotor (kebisingan lalu lintas) adalah salah satu dari bunyi yang mutlak tidak dapat dihindari dari kehidupan modern dan juga salah satu dari bunyi yang tidak dikehendaki. Kontribusi utama kebisingan kendaraan bermotor adalah dari buangan mesin (knalpot) dan pemasukan udara, radiasi mesin, kipas, peralatan tambahan lain dan roda. Sumber kebisingan lainnya adalah transmisi dan kebisingan aerodinamis dari badan kendaraan. Dari semua komponen
diatas tergantung juga pada tipe dan kondisi kendaraaan, beban kendaraan, kecepatan, akselerasi dan tingkatan serta kondisi permukaan jalan (Wilson, 1989). Telah dilakukan penelitian tentang tingkat bising maksimum pada lalu lintas perkotaan di Swedia. Tingkat bising dari beberapa kendaraan yang dikemudikan pada jalan pusat lalu lintas perkotaan telah diukur dan hasilnya menujukkan bahwa komposisi kendaraan yang paling penting berperan dalam tingkat bising maksimum tersebut adalah truk dengan beban sedang (truk barang tipe kendaraan inilah yang paling dominan). Survey yang dilakukan oleh Australian and New Zealand Environmental Council, menemukan bahwa kebisingan lalu lintas adalah bunyi yang paling tidak disukai dibandingkan dengan bunyi lainnya (Moore, dalam Wicaksono 2004). Di New South Wales, 85% dari penduduk yang bermukim dekat jalan raya juga mengindikasikan bahwa mereka mempunyai masalah dengan kebisingan lalu lintas. Beberapa penelitian yang telah dilakukan mengenai kebisingan lalu lintas (kendaraan bermotor) antara lain: a) Hubungan antara gangguan dan paparan kebisingan lalu lintas diteliti pada area dalam tingkat bising lalu lintas perkotaan yang berada di Swedia (Sorensen dalam Wicaksono 2004). Metode survey sosial digunakan dan gangguan dievaluasi sebagai perentase yang sangat terganggu pada sampel populasi, ketika level bunyi dalam satuan dBA atau jumlah kendaraan dihubungkan dengan tingkat gangguan (annoyance) didapatkan korelasi yang tinggi untuk data dari kendaraan berat. b) Penelitian tentang pola tingkah laku pada pemukiman yang terpapar kebisingan lalu lintas jalan raya di Lyon dan Marselles, Prancis. Dengan mempertimbangkan kuesioner secara lengkap didapatkan korelasi antara perjalanan gangguan sepanjang hari dengan level bising yang terukur (Lambert dalam Wicaksono 2004). Pada nilai Leq lebih dari 65 dBA menimbulkan tingkatan respon tingkah laku yang secara signifikan berubah pada kehidupan normal masyarakat. Secara garis besar strategi pengendalian bising dibagi menjadi tiga elemen yaitu pengendalian terhadap sumber bising, pengendalian terhadap jalur bising dan pengendalian terhadap penerima bising (Papacostas, 1993). Tingkat kebisingan lalu lintas di suatu lokasi merupakan fungsi dari volume lalu lintas,kecepatan kendaraan, lebar jalan dan adanya benda yang dapat memantulkan atau meredam bunyi di kiri kanan jalan (Purnomowati, 1997). Namun, beberapa penelitian menyatakan bahwa kecepatan kendaraan kecil pengaruhnya sehingga tingkat kebisingan sangat dipengaruhi oleh volume lalu lintas saja (Rao,1988). Dengan demikian,jumlah kendaraan yang melintas merupakan faktor utama yang mempengaruhi kebisingan yang terjadi. Dari data jumlah kendaraan yang ada, disusun persamaan matematis untuk memprediksi tingkat kebisingan yang terjadi ketika diketahui jumlah kendaraan yang melintas pada suatu wilayah. Penyusunan persamaan matematis didahului dengan melakukan penelitian tingkat kebisingan serta pencatatan jumlah kendaraan yang melintas. Selain itu, untuk penyusunan model matematis,juga digunakan bantuan tabel prakiraan kebisingan yang dihasilkan masing – masing jenis kendaraan. Tabel prakiraan kebisingan yang dihasilkan masing – masing jenis kendaraan dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Tingkat Kebisingan Yang Dihasilkan Kendaraan
Sumber : Subagio, 1997 METODOLOGI Pengambilan sampel dilakukan sesuai dengan arahan pada Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup KEP-48/MENLH/11/1996 Tentang Baku Tingkat Kebisingan. Pengukuran ini dilakukan untuk mengetahui tingkat kebisingan yang terjadi di Jl. AR Hakim Surabaya. Pengambilan data dilakukan pada beberapa titik sampling. Titik sampling tersebar merata di sepanjang JL. AR Hakim Surabaya. Pada penelitian kali ini terdapat 10 titik sampling, yaitu Pertigaan AR Hakim-Keputih Tegal-Keputih Utara, Depan Pos SKK (Pertigaan AR Hakim - ITS), Depan Universitas Hang Tuah, Depan Vita School, Depan SDN Keputih, Depan RS Putri, Depan Disperindag, Depan Supermarket Alfa Express, Depan Pertokoan, Depan Ruko Klampis 21. Pengambilan sampling dilakukan dalam 4 hari, yaitu hari Senin, Jumat, Sabtu, dan Minggu. Hari Senin dianggap telah mewakili keadaan di Hari Selasa, Rabu, dan Kamis. Dengan demikian, penelitian ini merupakan pengukuran tingkat kebisingan dalam satu minggu. Dalam setiap harinya, pengukuran dilakukan sebanyak tujuh kali. Hal ini dilakukan sesuai dengan arahan pada KEP48/MENLH/11/1996. Pengukuran dilakukan pada jam - jam berikut: antara 06.00-10.00, antara jam 10.00-14.00, antara jam 14.00-18.00, antara jam 18.00-22.00, antara jam 22.00-24.00, antara jam 24.00-03.00, antara jam 03.00-06.00. Dari pengambilan sampling selama 4 hari dengan masing-masing hari dilakukan sebanyak 7 kali, didapatkan data. Data tersebut harus diolah untuk dapat digunakan sebagai data pemetaan. Pengolahan data menggunakan rumus ekuivalen. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut :
1 n Leq = 10 Log ∑ 10 0,1Li ti T i =1 Dimana : T = 600 (berasal dari lamanya waktu sampling, yaitu selama 10 menit/ 600 detik) Li= Level kebisingan hasil pembacaan ti= 5 (berasal dari interval pembacaan, yaitu tiap 5 detik) Perhitungan Leq dilakukan pada seluruh data untuk masing-masing interval pada tiap titik. Setelah didapatkan 1 data untuk masing-masing interval maka dilanjutkan dengan perhitungan level bunyi untuk siang (Ls) dan malam (Lm). Setelah didapatkan level bunyi untuk siang dan malam, dicari level bunyi siang malam (Lsm). Untuk itu, perlu pengolahan data dengan menggunakan rumus :
1 4 Ls = 10 Log ∑10 0,1Li ti T i =1 Dimana : T = 16 (berasal dari lamanya waktu sampling, yaitu selama 16 jam/waktu siang hari) Li= Level kebisingan hasil pembacaan pada masing-masing interval (data yang diinputkan adalah L3 , L4 , L5 , L6 ) ti= 4 (berasal dari interval pengambilan sampling, yaitu tiap 4 jam)
1 3 Lm = 10 Log ∑10 0,1Li ti T i =1 Dimana : T = 8 (berasal dari lamanya waktu sampling, yaitu selama 8 jam/waktu malam hari) Li= Level kebisingan hasil pembacaan pada masing-masing interval (data yang diinputkan adalah L1 , L2 , dan L7 ) ti= interval pengambilan sampling (untuk pukul 22.00 – 24.00 ti = 2, untuk pukul 24.00 – 03.00 dan 03.00 – 06.00 ti = 3)
Lsm = 10 Log
]
1 [10 0,1Ls × 16 + 10 0,1Lm +5 × 8 24
Perhitungan LSM dilakukan pada seluruh data untuk masing – masing hari. Setelah didapatkan nilai LSM titik utama, guna mendapatkan peta tingkat kebisingan yang sesuai, perlu dilakukan penambahan data yang akan diinput ke dalam program Surfer. Penambahan data ini bertujuan untuk menghitung tingkat kebisingan pada titik tambahan yang letaknya dihitung dari titik utama dengan arah menjauhi jalan raya. Data-data yang sudah ada, dihitung pengurangannya, kemudian diolah dengan menggunakan rumus: Pengurangan Tingkat kebisingan karena jarak LP2 = LP1 − 10 log(
r2 ) r1
Dimana: LP 1 = Tingkat kebisingan pada jarak r 1 (dBA) LP 2 = Tingkat kebisingan pada jarak r 2 (dBA) r1
= Jarak titik 1 dari sumber kebisingan
r 2 = Jarak titik 2 dari sumber kebisingan Untuk nilai r 2 ditentukan dengan disesuaikan pada keadaan wilayah studi. Pada penelitian kali ini digunakan r 2 yaitu 200 m, 400 m, 600m. Setelah dilakukan perhitungan dengan menggunakan rumus untuk titik utama dan titik tambahan, hasil yang didaptkan kemudian diinputkan ke dalam program surfer, untuk mendapatkan peta sebaran kebisingan pada lokasi studi.
HASIL DAN PEMBAHASAN Dari hasil perhitungan, didapatkan tingkat kebisingan pada masing-masing hari. Tingkat kebisingan pada masing-masing hari dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 3 Tingkat Kebisingan Pada Masing-Masing Titik Titik
Senin
Jumat
Sabtu
Minggu
1
73,0
74,6
73,8
72,8
2
74,5
75,7
74,0
73,5
3
75,6
75,4
73,9
72,6
4
73,4
74,5
73,9
72,8
5
74,4
75,6
74,7
74,3
6
74,7
74,7
77,0
75,6
7
73,9
73,4
73,8
72,4
8
73,9
73,0
74,0
72,7
9
72,3
73,5
72,1
71,8
10
73,5
73,2
72,9
71,0
Tingkat kebisingan pada masing-masing hari hampir sama, untuk memetakan digunakan kebisingan ekuivalen dari keempat hari tersebut. Hasil perhitungan tingkat kebisingan ekuivalen adalah sebagai berikut : Tabel 4. Kebisingan Ekuivalen Pada Lokasi Studi Titik
Ekuivalen
1
73,6
2
74,5
3
74,6
4
73,7
5
74,8
6
75,6
7
73,4
8
73,4
9
72,5
10
72,8
Tingkat kebisingan ekuivalen diatas merupakan tingkat kebisingan pada titik utama. Untuk mendapatkan peta dengan sebaran yang baik, maka dilakukan perhitungan pada titik-titik tambahan. Perhitungan titik tambahan dilakukan dengan menggunakan rumus pengurangan kebisingan akibat jarak. Sebenarnya pada lokasi studi terdapat penghalang, namun karena letak titik tambahan yang sangat jauh dari penghalang/ barrier, maka pengaruh barrier sudah hilang, dengan demikian hanya digunakan perhitungan karena pengurangan jarak. Hasil perhitungan tingkat kebisingan pada titik tambahan dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 5. Kebisingan Pada Titik Tambahan Reduksi Tk. Kebisingan krn jarak 1 m* 200 m 400 m 600 m 1 73.6 57.6 54.6 52.8 2 74.5 58.5 55.5 53.7 3 74.6 58.5 55.5 53.8 4 73.7 57.7 54.7 52.9 5 74.8 58.8 55.8 54.0 6 75.6 59.6 56.6 54.8 7 73.4 57.4 54.4 52.6 8 73.4 57.4 54.4 52.6 9 72.5 56.5 53.4 51.7 10 72.8 56.7 53.7 52.0 Keterangan: *=hasil pengukuran pada lapangan Titik
Dari hasil perhitungan pada Tabel 3, kemudian dilakukan plotting pada program Surfer. Pada program Surfer akan dilakukan overlay antara peta dasar dan peta kontur kebisingan. Hasil plotting peta pada program Surfer adalah sebagai berikut :
Dari peta kebisingan yang telah dibuat, dapat dilihat bahwa pada lokasi studi, kebisingan yang terjadi di sepanjang jalan bernilai kurang lebih 70 dBA. Pada titik titik tertentu kebisingan cenderung lebih tinggi. Pada peta dapat dilihat bahwa terdapat 7 titik yang memiliki tingkat kebisingan yang tinggi. Titik-titik ini terletak pada daerah dimana terjadi penumpukan kendaraan. Titik-titik yang memiliki tingkat kebisingan yang lebih tinggi ini posisinya berada pada petigaan, maupun perempatan. Hal ini dikarenakan pada pertigaan maupun perempatan kendaraan akan banyak berkumpul, sehingga tingkat kebisingannya pun akan cenderung lebih tinggi. Tingkat kebisingan yang tertinggi di dalam peta adalah sebesar 73 dBA. Titik-titik yang memiliki kebisingan yang tinggi ini merupakan titik yang biasa terjadi penumpukan kendaraan bermotor. Pada peta dapat dilihat bahwa tingkat kebisingan akan menurun seiring bertambahnya jarak dari lokasi tersebut ke jalan raya. Pada 200 meter dari pinggir jalan, tingkat kebisingan berada pada level 56-58 dBA, semakin jauh dari jalan, tingkat kebisingan akan menurun seiring pertambahan jarak. Di samping jarak, penurunan tingkat kebisingan juga dipengaruhi oleh keberadaan barrier atau penghalang. Di wilayah studi, barrier yang ada merupakan bangunan rumah, pertokoan, serta bangunan sekolah. Daerah yang tingkat kebisingannya berkurang karena adanya barrier hanya beberapa meter dari barrier. Karena jarak antara sumber bunyi dengan barrier adalah sekitar 8,5 meter, maka daerah yang tingkat kebisingannya berkurang karena adanya barrier hanya ± 8,5 m dari barrier. Untuk pemetaan kali ini, tidak dilakukan perhitungan karena adanya barrier, meskipun dalam keadaan sebenarnya, daerah yang berada tepat di belakang barrier memiliki tingkat kebisingan yang sangat rendah. Perhitungan karena adanya barrier tidak dilakukan karena pemetaan kali ini memfokuskan untuk membuat sebaran peta yang luas, sehingga ditetapkan titik tambahan yang letaknya 200 m. Dari tingkat kebisingan yang terjadi, dapat dilihat bahwa di samping kanan kiri jalan memiliki tingkat kebisingan sebesar 68 dBA. Setelah mengalami reduksi karena jarak, kebisingan di 200 meter di samping atau kanan kiri jalan kebisingannya bisa menurun hingga mencapai 56 dBA. Untuk jarak 400 meter di kanan dan kiri jalan, kebisingan mencapai 54 dBA, dan untuk lokasi yang berjarak 600 m di samping kanan kiri jalan, bisa mencapai 51 dBA. Setelah didapatkan peta tingkat kebisingan, selanjutnya dilakukan plotting untuk pengkorelasian antara peta tingkat kebisingan dengan peta eksisting wilayah studi. Hal ini dilakukan untuk menentukan apakah tingkat kebisingan wilayah studi masih sesuai dengan kondisi tata guna lahannya. Acuan yang dipakai adalah Keputusan Menteri Lingkungan Hidup, KEP-48 /MENLH /11/1996. Dalam Lampiran 1 KEP-48 /MENLH /11/1996, telah diatur baku mutu untuk masing – masing kawasan. Pengkorelasian dilakukan dengan melakukan penumpukan/ underlay peta tingkat kebisingan dengan peta eksisting. Selanjutnya dilakukan analisis pada seluruh lokasi yang letaknya di samping kanan kiri jalan. Evaluasi hanya dilakukan pada satu baris daerah yang letaknya tepat di samping kanan dan kiri jalan. Untuk mempermudah evaluasi, maka peta tingkat kebisingan yang ada akan diperbesar/ dilakukan zooming. Untuk evaluasi, daerah samping kanan kiri jalan dibuat blok-blok dengan warna sesuai peruntukan eksisting lahan. Lebih lengkapnya dapat dilihat pada Gambar 5.6
Dari hasil plotting, dapat dilakukan evaluasi tingkat kebisingan pada masing – masing kawasan di wilayah studi. Nilai baku mutu yang digunakan untuk evaluasi mengacu pada Lampiran I KepMenLH No. 48 Tahun 1996. Evaluasi dilakukan pada tiap potongan peta. Pada Peta terdapat blok – blok yang menggambarkan peruntukan kawasan tersebut. Antar satu blok dengan blok yang lain dibatasi oleh jalan atau blok lainnya yang berbeda peruntukan. Nomor blok pada peta ditandai dengan angka berwarna merah. Interpretasi peta dilakukan pada setiap blok. Dimungkinkan sebuah blok dilewati oleh beberapa garis kontur isokonsentrasi kebisingan. Dalam kasus seperti ini, maka pemilihan tingkat kebisingannya adalah tingkat kebisingan tertinggi yang melewati blok tersebut. Dalam pembacaan tingkat kebisingan pada peta digunakan bantuan program surfer. Hasil interpretasi peta ditabulasi dalam bentuk tabel dengan pemaparan sesuai dengan nomor blok pada peta. Selanjutnya dibuat grafik untuk mempermudah evaluasi. Hasil interpretasi peta dapat dilihat pada tabel 6, 7, dan 8. Tabel 6 Hasil Interpretasi Peta Tingkat Kebisingan untuk Potongan A (Pot.A) peruntukan kawasan
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
perdagangan & jasa perdagangan & jasa perdagangan & jasa perdagangan & jasa perdagangan & jasa sekolah / sejenisnya sekolah / sejenisnya sekolah / sejenisnya Tempat Ibadah
kebisingan baku mutu eksisting kebisingan (dBA) (dBA) 70 73 69 73 69 73 73 73 70 73 70 58 70 58 73 58 67 58
Sumber : Hasil Perhitungan Dari Tabel 4, dapat dibuat grafik perbandingan kondisi eksisting dengan baku mutu. Grafik dapat dilihat pada Gambar 4
Tempat Ibadah
sekolah / sejenisnya
sekolah / sejenisnya
sekolah / sejenisnya
perdagangan & jasa
perdagangan & jasa
perdagangan & jasa
Baku Mutu
perdagangan & jasa
Kondisi Eksisting
perdagangan & jasa
Tingkat Kebisingan (dBA)
80 70 60 50 40 30 20 10 0
Gambar 4 Perbandingan Tingkat Kebisingan Dengan Baku Mutu (potongan A)
Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa kebisingan yang terjadi pada daerah potongan A berkisar antara 67 dBA – 73 dBA. Jika dibandingkan dengan baku mutu, hasilnya beragam. Dari sembilan blok yang ada, lima blok kebisingannya masih memenuhi baku mutu, namun empat blok yang lain kebisingannya telah melampaui baku mutu. Lima blok yang kebisingannya masih memenuhi adalah blok yang peruntukan lahannya adalah perdagangan dan jasa. Nilai kebisingan yang terjadi, jika dibandingkan dengan baku mutu untuk perdagangan dan jasa masih memenuhi karena untuk perdagangan dan jasa memiliki baku mutu yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan peruntukan kawasan yang lainnya. Namun jika dibandingkan dengan baku mutu untuk perumahan, sepanjang jalan pada potongan A ini nilainya sudah tidak memenuhi. Nilai baku mutu untuk kebisingan adalah 55 +3 dBA, sedangkan nilai kebisingan di sepanjang jalan pada potongan A ini adalah 67 dBA – 73 dBA. Antar blok dengan peruntukan yang berbeda, tingkat kebisingan yang terjadi tetap berkisar antara 67 dBA -73 dBA. Hal ini berarti peruntukan kawasan tidak memiliki pengaruh terhadap kebisingan pada daerah itu. Kebisingan yang terjadi di depan sekolah, jika dibandingkan dengan kebisingan yang terjadi di depan kawasan perdagangan dan jasa tidak memiliki perbedaan, demikian juga dengan peruntukan yang lainnya. Pada peta, terdapat beberapa titik yang memiliki kebisingan yang sangat tinggi. Hal ini dimungkinkan karena letak titik tersebut yang dekat dengan persimpangan jalan. Persimpangan jalan yang dimaksud ialah seperti pertigaan atau perempatan atau pertigaan. Seperti pada blok 4 dan 8, kebisingan yang terjadi mencapai 73 dBA. Kedua blok terletak pada persimpangan, yaitu daerah pertigan. Hal ini berarti pada daerah persimpangan, kebisingan yang terjadi akan lebih tinggi jika dibandingkan dengan daerah lainnya. Hal ini dapat terjadi karena pada persimpangan, akan terjadi penumpukan jumlah kendaraan. Dari evaluasi yang dilakukan, kebisingan pada daerah ini telah melampaui baku mutu untuk kawasan yang diperuntukkan sebagai sekolah, tempat ibadah ataupun kawasan lain yang mensyaratkan kebisingan kurang dari 55 dBA. Jika dilihat dari sisi tingkat kebisingan, kawasan yang cocok pada lokasi ini adalah kawasan perdagangan dan jasa. Tabel 7 Hasil Interpretasi Peta Tingkat Kebisingan untuk Potongan B (Pot.B) No
peruntukan kawasan
sekolah/ sejenisnya sekolah/ sejenisnya sekolah/ sejenisnya sekolah/ sejenisnya sekolah/ sejenisnya perdagangan & jasa perdagangan & jasa perdagangan & jasa perdagangan & jasa perdagangan & jasa permukiman permukiman permukiman permukiman pemerintahan/ 15 fasilitas umum 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
kebisingan baku mutu eksisting kebisingan (dBA) (dBA) 69 58 69 58 73 58 73 58 68 58 70 73 70 73 70 73 69 73 68 73 68 58 68 58 68 58 68 58 69
63
7
8
pemerintahan/ fasilitas…
6
permukiman
5
permukiman
perdagangan & jasa
4
permukiman
perdagangan & jasa
3
permukiman
perdagangan & jasa
2
perdagangan & jasa
sekolah/ sejenisnya
1
perdagangan & jasa
sekolah/ sejenisnya
Baku Mutu
sekolah/ sejenisnya
Kondisi Eksisting
sekolah/ sejenisnya
80 70 60 50 40 30 20 10 0 sekolah/ sejenisnya
Tingkat Kebisingan (dBA)
Dari Tabel 7, dapat dibuat grafik perbandingan antara kebisingan lahan eksisting dengan kebisingan menurut baku mutu. Grafik perbandingan antara kebisingan eksisting dengan kebisingan menurut baku mutu dapat dilihat pada Gambar 5.
9 10 11 12 13 14 15
Gambar 5 Perbandingan Tingkat Kebisingan Dengan Baku Mutu (potongan B) Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa kebisingan yang terjadi pada daerah potongan B berkisar antara 68 dBA – 73 dBA. Jika dibandingkan dengan baku mutu, hasilnya beragam. Dari lima belas blok yang ada, lima blok kebisingannya masih memenuhi baku mutu, namun sepuluh blok yang lain kebisingannya telah melampaui baku mutu. Lima blok yang kebisingannya masih memenuhi adalah blok yang peruntukan lahannya adalah perdagangan dan jasa. Nilai kebisingan yang terjadi, jika dibandingkan dengan baku mutu untuk perumahan, sepanjang jalan pada potongan B ini nilainya sudah tidak memenuhi. Nilai baku mutu untuk perumahan adalah 55 +3 dBA, sedangkan nilai kebisingan di sepanjang jalan pada potongan A ini adalah 68 dBA – 73 dBA. Namun jika dibandingkan dengan baku mutu untuk perdagangan dan jasa masih memenuhi karena untuk perdagangan dan jasa memiliki baku mutu yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan peruntukan kawasan yang lainnya. Peruntukan kawasan yang berbeda di sepanjang jalan pada potongan B ini tidak memberikan pengaruh pada tingkat kebisingan yang terjadi. Di sepanjang jalan, kebisingan tetap berkisar antara 68 dBA -73 dBA. Hal ini berarti peruntukan kawasan tidak memiliki pengaruh terhadap kebisingan pada daerah itu. Kebisingan akan homogen sepanjang jalan pada potongan B ini. Pada peta, terdapat beberapa titik yang memiliki kebisingan yang sangat tinggi, ditandai dengan adanya garis yang melingkar pada sebuah titik. Seperti pada blok 3, 4, dan 6 kebisingan mencapai 73 dBA. Dari peta dapat terlihat bahwa blok-blok tersebut terletak di dekat persimpangan. Kondisi persimpangan yang sering terjadi penumpukan kendaraan akan memungkinkan peningkatan tingkat kebisingan. Banyaknya kendaraan dalam suatu waktu akan menghasilkan tingkat kebisingan yang tinggi. Hal inilah yang mengakibatkan pada daerah persimpanganmemiliki tingkat kebisingan yang tinggi.
Dari evaluasi yang dilakukan, daerah ini tidak cocok untuk kawasan sekolah, permukiman ataupun kawasan lain yang mensyaratkan kebisingan berkisar antara 50-55 dBA. Hal ini dkarenakan dari grafik dapat dilihat bahwa kebisingan yang ada saat ini berkisar antara 68 - 73 dBA dan telah jauh melampaui baku mutu untuk kawasan sekolah ataupun tempat ibadah. Jika dilihat dari sisi tingkat kebisingan, kawasan ini cocok diperuntukkan untuk kawasan perdagangan dan jasa. Tabel 8 Hasil Interpretasi Peta Tingkat Kebisingan untuk Potongan C
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
kebisingan baku mutu eksisting kebisingan (dBA) (dBA) 70 58 61 58 68 73 73 73 70 73 69 73 70 73 70 73 70 73 69 58 70 68 68 68
peruntukan kawasan
No
sekolah/ sejenisnya sekolah/ sejenisnya perdagangan & jasa perdagangan & jasa perdagangan & jasa perdagangan & jasa perdagangan & jasa perdagangan & jasa perdagangan & jasa rumah sakit Perkantoran Perkantoran
13 pemerintahan/ fasum 14 permukiman 15 permukiman
70 68 66
63 58 58
Sumber : Hasil Perhitungan Dari Tabel 8, dapat dibuat grafik perbandingan antara kebisingan lahan eksisting dengan kebisingan menurut baku mutu. Grafik perbandingan antara kebisingan eksisting dengan kebisingan menurut baku mutu dapat dilihat pada Gambar 6. 70 60 50 40 30 20
permukiman
Perkantoran
Perkantoran
rumah sakit
perdagangan & jasa
perdagangan & jasa
perdagangan & jasa
perdagangan & jasa
perdagangan & jasa
perdagangan & jasa
perdagangan & jasa
Baku Mutu
sekolah/ sejenisnya
Kondisi Eksisting
sekolah/ sejenisnya
0
permukiman
10 pemerintahan/…
Tingkat Kebisingan (dBA)
80
Gambar 6 Perbandingan Tingkat Kebisingan Dengan Baku Mutu (potongan C)
Dari grafik diatas, dapat dilihat bahwa tingkat kebisingan yang terjadi di daerah Potongan C sebagian sudah tidak memenuhi baku mutu. Dari lima belas blok yang ada, tujuh blok kebisingannya masih memenuhi baku mutu, namun delapan blok yang lain kebisingannya telah melampaui baku mutu. Tujuh blok yang kebisingannya masih memenuhi adalah blok yang peruntukan lahannya adalah perdagangan dan jasa. Untuk daerah dengan peruntukan kawasan sekolah, permukiman, perkantoran, tingkat kebisingannya sudah tidak memenuhi baku mutu lagi. Kebisingan yang terjadi di sepanjang jalan ini tidak dipengaruhi oleh peruntukan kawasan. Di sepanjang jalan, kebisingan tetap berkisar antara 66 dBA -73 dBA. Kebisingan akan homogen sepanjang jalan pada potongan C ini. Dari data untuk tiga potongan peta kebisingan yang sudah diinterpretasikan, dapat diperoleh data bahwa hanya terdapat 17 blok (44%) yang tingkat kebisingannya masih memenuhi baku mutu yang ada. Di sisi lain, terdapat 22 blok (56%) yang tingkat kebisingannya telah melampaui baku mutu. Dari tujuh belas blok yang tingkat kebisingannya masih memenuhi baku mutu, semuanya adalah kawasan yang peruntukannya sebagai kawasan perdagangan dan jasa. Jika dilihat dari kebisingan yang ada, hanya kawasan perdagangan dan jasa yang masih sesuai. Selanjutnya akan dibahas mengenai korelasi antara tingkat kebisingan dengan jumlah kendaraan yang melintas ketika dilakukan pengukuran tingkat kebisingan. Jumlah kendaraan yang lewat hanya dibedakan menjadi dua macam, yaitu kendaraan roda 2 dan kendaraan dengan roda > 2. Untuk mengetahui korelasi antara tingkat kebisingan dengan jumlah kendaraan yang melintas, maka dilakukan pengkorelasian data jumlah kendaraan dan tingkat kebisingan tiap titik dengan jumlah kendaraan yang melintas. Untuk mempermudah proses pengkorelasian, dapat dipakai bantuan grafik. Data antara jumlah kendaraan dan kebisingan yang terjadi diplotkan dalam sebuah grafik. Selanjutnya dapat dilihat rentang kepercayaan (nilai R2) dari hasil plotting. Untuk data jumlah kendaraan, digunakan data jumlah kendaraan tiap 5 detik. Karena pada penelitian hanya melakukan pencatatan jumlah kendaraan selama 10 menit sekali, maka data jumlah kendaraan selama 10 menit (600 detik) akan dibagi dengan 120 untuk mendapatkan data jumlah kendaraan tiap 5 detik (600:120). Selanjutnya jumlah kendaraan roda 2 dan roda>2 yang ada dijumlahkan. Sebelum dijumlahkan, jumlah kendaraan dengan roda>2 dijadikan jumlah kendaraan Ekuivalen terhadap roda 2. Caranya adalah dengan mengalikan jumlah kendaraan dengan roda >2 dengan bilangan Ekuivalen terhadap roda 2. Bilangan yang digunakan menurut tabel jumlah Ekuivalen yang dinyatakan oleh Subagio, 1997 dalam Forum Teknik. Perhitungan kali ini menggunakan nilai 1,2 sebagai bilangan Ekuivalen terhadap kendaraan roda 2. Dengan demikian dapat dihitung jumlah kendaraan Ekuivalen seperti pada tabel 5.11 berikut ini. Tingkat kebisingan beserta jumlah kendaraan dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9 Tingkat Kebisingan dan Jumlah Kendaraan Ekuivalen 10 menit Pada Hari Senin Tingkat jumlah kendaraan No Kebisinga roda 2 >roda2 Total n 1 63,5 20 6 26 2 71,3 57 28 85 3 72,3 218 52 270 4 73,0 299 80 379 5 73,0 180 80 260 6 73,3 273 55 328 7 64,9 44 4 48 8 66,0 29 12 41 9 69,2 98 28 126 10 75,2 493 76 569 11 73,3 409 106 515 12 74,2 415 98 513 13 74,8 399 56 455 14 67,1 76 12 88 15 68,5 28 1 29 16 69,6 73 20 93 17 76,8 469 67 536 18 74,8 347 104 451 19 75,8 444 114 558 20 74,1 339 62 401 21 73,7 80 8 88 22 64,3 20 6 26 23 68,2 57 17 74 24 73,9 604 191 795 25 73,5 383 132 515 26 76,8 551 52 603 27 73,5 310 49 359 28 68,8 109 16 125 29 62,6 30 5 35 30 68,9 65 20 85 31 74,3 506 371 877 32 72,9 387 360 747 33 75,5 434 241 675 34 73,1 277 119 396 35 74,2 126 30 156 36 63,9 14 8 22 37 68,8 32 16 48
Lanjutan Tabel 9 Tingkat Kebisingan dan Jumlah Kendaraan Ekuivalen 10 menit Pada Hari Senin 38 75,0 575 355 930 39 73,6 420 329 749 40 75,5 338 211 549 41 75,0 302 126 428 42 71,9 107 31 138 43 60,0 27 16 43 44 70,2 42 36 78 45 73,6 499 186 685 46 73,4 646 199 845 47 76,4 716 230 946 48 72,6 496 167 663 49 71,2 244 109 353 50 65,0 13 7 20 51 65,7 12 10 22 52 72,5 356 143 499 53 75,8 334 277 611 54 75,7 301 130 431 55 73,0 184 96 280 56 70,6 106 48 154 57 62,9 16 4 20 58 62,6 8 2 10 59 72,5 308 144 452 60 75,0 230 402 632 61 73,0 203 97 300 62 69,5 121 41 162 63 69,4 127 53 180 64 62,0 7 4 11 65 65,0 7 5 12 66 74,1 305 86 391 67 77,0 214 169 383 68 73,5 231 106 337 69 68,7 92 42 134 70 70,6 86 36 122 Sumber : Hasil Perhitungan Dengan cara yang sama, dapat dihitung jumlah kendaraan Ekuivalen untuk hari Jumat, Sabtu, dan Minggu. Dari perhitungan jumlah kendaraan Ekuivalen yang dilakukan, dapat dilakukan plotting data untuk semua hari, untuk mencari persamaan yang mewakili keadaan pada seluruh hari. Data tingkat kebisingan dan jumlah kendaraan pada hari Senin, Jumat, Sabtu, dan Minggu diplotkan dalam satu grafik. Selanjutnya dapat dibuat grafik persamaan regresi yang dapat dilihat Gambar 7.
82.0 77.0 72.0 y = 3.091ln(x) + 55.46 R² = 0.779
67.0 62.0 57.0 0
200
400
600
800
1000
1200
Gambar 7 Grafik Regresi Korelasi Tingkat Kebisingan Dengan Jumlah Kendaraan Dari Gambar 7 dapat diartikan bahwa, antara tingkat kebisingan dan jumlah kendaraan ternyata memiliki korelasi dengan pola data logaritmik, ditandai dengan persamaan yang ada. Korelasi antara tingkat kebisingan (y) dan jumlah kendaraan (x) dapat dinyatakan hubungannya dengan persamaan y= 3,09 × ln(x) + 55,46. Karena persamaan merupakan persamaan logaritmik, maka nilai x harus ≥ 0. Jika jumlah kendaraan (x) adalah 0, maka dapat dinyatakan tanpa melihat persamaan bahwa tingkat kebisingannya pun 0, karena pada persamaan ini kita tidak bisa mengetahui nilai background noise pada wilayah tersebut. Dari persamaan diatas, didapatkan nilai R2 sebesar 0,779. Hal ini berarti jumlah kendaraan memiliki pengaruh yang kuat terhadap kebisingan yang terjadi. Dengan nilai R2 sebesar 0,779, maka kebisingan yang terjadi dapat dijelaskan dengan jumlah kendaraan yang melintas dengan kebenaran mencapai 0,779 atau 77,9 %. Dengan demikian kebisingan yang terjadi tidak hanya dipengaruhi oleh jumlah kendaraan saja, namun terdapat faktor lain yang berpengaruh terhadap kebisingan yang terjadi. Pengaruh faktor lain tersebut mencapai 22,1 %. Faktor kemungkinan memberikan pengaruh adalah background noise pada masing-masing titik. Hal ini dikarenakan, pada suatu wilayah, kebisingan yang terjadi juga bisa diakibatkan oleh aktivitas manusia yang ada pada daerah tersebut. Dari hasil pengkorelasian dengan tata guna lahan maupun jumlah kendaraan, didapatkan hasil bahwa tingkat kebisingan pada lokasi studi banyak yang telah melampaui baku mutu dikarenakan jumlah kendaraan yang tinggi pada wilayah studi. Untuk itu diperlukan alternatif guna mencegah hal tersebut. Alternatif yang bisa dilaksanakan adalah membuat kebijakan pembatasan umur kendaraan bermotor yang bisa beroperasi di jalan raya. Hal ini juga efektif untuk mengurangi polusi udara yang terjadi di daerah tersebut. Dengan membatasi umur kendaraan, warga yang tidak memiliki kendaraan yang baru, akan lebih memilih menggunakan fasilitas umum. Namun hal ini masih perlu kajian karena untuk saat ini terdapat kecenderungan dealer/ penyedia jasa pinjaman memberikan kemudahan kepada warga untuk membeli motor keluaran baru. Disinilah peran pemerintah sangat diperlukan. Pemerintah perlu mengeluarkan kebijakan untuk mengatur mengenai perdagangan kendaraan bermotor. Ketika pembatasan jumlah kendaraan bermotor sangat sulit dilakukan, reduksi kebisingan dari sumber akan menjadi alternatif pilihan selanjutnya. Cara yang dapat digunakan antara lain penggunaan catalytic converter pada knalpot mobil baik yang memakai solar maupun bensin, penggantian knalpot, uji emisi tingkat bising yang dilakukan secara berkala dan gratis. Selain itu, secara bertahap dilakukan konversi bahan bakar misalnya penggunaan Bahan Bakar Gas (BBG). Alternatif penanganan ini diharapkan mampu menjadi solusi yang paling tepat mengingat tingkat
kebisingan yang dihasilkan di wilayah studi telah melebihi baku mutu yang ditetapkan meskipun rentang kebisingan yang terukur dengan yang diizinkan tidak terlalu besar. Alternatif lain adalah maksimalisasi penggunaan moda transportasi umum. Namun, untuk mendukung program ini, kesiapan alat transportasi sangatlah penting. Agar masyarakat mau menggunakan transportasi umum, maka alat transportasi yang digunakan haruslah nyaman, dan menjangkau berbagai tempat. Dengan adanya moda transportasi umum, maka akan terjadi pengurangan jumlah kendaraan pribadiyang beroperasi di jalan. Selain itu, alternatif lain yang bisa dilakukan untuk mengurangi dampak kebisingan adalah dengan membuat barrier pada bangunan yang ada di sepanjang Jl. AR Hakim. Barrier juga dapat berupa kaca yang tebal yang biasa dipakai pada ruko – ruko, yang dapat pula dikombinasikan dengan penanaman pohon yang sekaligus berfungsi menyerap polutan emisi dari kendaraan bermotor. KESIMPULAN Dari hasil dan pembahasan pengelolan limbah padat B3 RSUD Dr. Soetomo didapatkan kesimpulan sebagai berikut: 1. Dari hasil pemetaan sebaran tingkat kebisingan menunjukkan bahwa tingkat kebisingan yang terjadi tepat di pinggir jalan pada wilayah studi berkisar antara 61 dBA hingga 73 dBA dan semakin jauh dari jalan raya, tingkat kebisingan semakin menurun. 2. Tingkat kebisingan yang terjadi di wilayah studi telah melampaui baku mutu sesuai peruntukan kawasan yang ada dengan angka ketidaksesuaian mencapai 56%. 3. Kebisingan yang terjadi pada wilayah studi berkorelasi kuat dengan jumlah kendaraan yang melintas, dengan persamaan korelasi y= 3,09 × ln(x) + 55,46. Daftar Pustaka AASHTO. 1993. Guide on Evaluation and Abatement of Traffic Noise. American Association of State Highway and Transportation Officials Highway Subcommitee, USA. Hobbs, F. D. 1995. Perencanaan Dan Teknik Lalu Lintas. Edisi Kedua. Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Krisindarto, A. 1996. Pemetaan Tingkat Kebisingan Akibat Aktivitas Transportasi dan Alternatif Pemilihan Barrier Surabaya Pusat. Tugas Akhir Jurusan Teknik Lingkungan FTSP-ITS, Surabaya. Lord, P., and Templeton, D. 2001. Detail Akustik edisi 3. Erlangga. Jakarta Magrab, E.D.. 1982. Environmental Noise Control. McGraw-Hill, Inc., New York. Mustofa, A. 2000. Kamus Lingkungan. Gelora Aksara Pramana, Jakarta Papacostas, C.S. 1993. Transportation Engineering And Planning. Prentice-Hall, Inc., New Jersey. Purnomowati, E R. 1997. Mencari Korelasi Tingkat Kebisingan Lalu Lintas Dengan Jumlah Kendaraan Yang Lewat Di Jalan Kaliurang. Media Teknik 1997, XIX(4). Rao, S., et. al. 1988. Study of Noise Leves Emitted by individual Motor Vehicle on Road of Visak Hapatnam City. Santoso dan Prayitno, 1986, Analisa Tingkat Kebisingan Lalu Lintas di Surabaya, Tugas Akhir Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil, No. 229-S, Universitas Kristen Petra,Surabaya. Sears and Zemansky. 1962. Physics. Addison Wesley Pub. Co, Inc, Reading,Massachusetts.
Sekretariat Negara. 1996. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup RI No. 48 Tahun 1996 tentang Baku Tingkat Kebisingan. Kementrian Lingkungan Hidup Republik Indonesia, Jakarta. Siswanto, A. 1998. Kebisingan. Balai Hiperkes dan Keselamatan Kerja Jawa Timur, Surabaya. Tamin, O. Z. 2000. Perencanaan Dan Pemodelan Transportasi. Institut Teknologi Bandung, Bandung. Warpani, S. P. 2002. Pengelolaan Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan. Institut Teknologi Bandung, Bandung. Wicaksono, M. 2004. Alternatif Pemilihan Barrier Untuk Mereduksi Kebisingan Akibat Aktivitas Di Jalan Tol Studi Kasus: Kawasan Taman Aloha. Tugas Akhir Jurusan Teknik Lingkungan FTSP-ITS. Surabaya Wilson, C. E. 1989. Noise Control : Measurement, Analysis and Control of Sound and vibration. Harper and Row Publisher, Chambridge.