perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id TUGAS AKHIR
PEMETAAN POTENSI DAN RESIKO KEBAKARAN DI KOTA SURAKARTA
Oleh : HANGGA ANDRIYANTO I0607008
Diajukan Sebagai Syarat Untuk Mencapai Jenjang Strata-1 Perencanaan Wilayah dan Kota
PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA JURUSAN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET commit to user SURAKARTA 2013
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id PENGESAHAN
PEMETAAI\T POTENSI DAIY RESIKO KEBAKARAN
DI KOTA ST'RAKARTA
}IANGGA ANDRIYANTO I0607008
Menyetujui, Januari2013
Surat<arta Pembimbing
I
Pembimbing
II
I
lrv*zra,,^4i: k. Widharyatno. MSI NIP. 19490t23 1987021 001
Mengesatrkan,
Arsitektur
-t'ffi l-- J-rr -]" -{
H
-\
$'s/,i;/.1,*.\
Ketua Prograrn Studi Perencanaan Wilayah dan Kota
-ri: 1,',r
?ig-tsiffi, 10 199103
I
001
k' Galing Yudana MT NrP. 19620129 198703 I 002
PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAI\I KOTA
JURUS$I ARSITEIffT'R FAKT'LTAS TEKNIK UMVERSITAS SEBELAS MARET commit to user SURAKARTA
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id ABSTRAKSI
Kota Surakarta merupakan kota yang mengalami perkembangan yang cukup pesat dimana dalam arahan tata ruangnya diarahkan pada pelayanan jasa dan permukiman. Perkembangan kota yang cukup pesat ini menajadikan Kota Surakarta sebagai magnet bagi masyarakat sekitar untuk beraktivitas serta berdiam pada wilayah Kota Surakarta. Sebagai magnet, Kota Surakarta mengalami peningkatan diantaranya aktivitas masyarakat baik jumlah penduduk maupun bangunan yang terdapat di Kota Surakarta. Peningkatan ini juga seimbang dengan munculnya fenomena kebakaran di Kota Surakarta yang semakin meningkat dalam kurun waktu 3 tahun belakangan, yaitu 28 kejadian pada tahun 2010, 37 kejadian pada tahun 2011, dan 46 kejadian sampai bulan agustus tahun 2012, serta menempatkan Kota Surakarta pada rangking 26 nasional berdasarkan Indeks rawan Bencana Indonesia tahun 2011 oleh BNPB. Hal ini menunjukkan bahwa kebakaran merupakan salah satu ancaman bencana yang berpotensi terjadi di Kota Surakarta. Munculnya potensi terjadinya kebakaran di Kota Surakarta haruslah dilakukan pemantauan dengan melihat sebaran wilayah berpotensi kebakaran yang biasa terdapat pada Rencana Induk Kebakaran (RIK), sedangkan Kota Surakarta belum memilikinya. Ketiadaan sebaran wilayah dalam memantau munculnya kejadian kebakaran inilah yang kemudian mendorong pemikiran bahwa dibutuhkannya usaha dalam mengetahui sebaran wilayah berpotensi dan resiko kebakaran di Kota Surakarta berdasarkan 6 faktor pemicu terjadinya kebakaran yaitu pertumbuhan kebakaran, penggunaan lahan, penduduk, bangunan, proteksi terpasang, dan kesiapan masyarakat. Mengacu pada tujuan tersebut, dalam mengetahui sebaran potensi dan resiko kebakaran di Kota Surakarta dilakukan dengan metode deskriptif yang ditunjang dengan kuantitatif dengan pembobotan. Metode deskriptif ini untuk mengetahui faktor pemicu yang berpotensi dalam terjadinya kebakaran di Kota Surakarta, sedangkan metode kuantitaf dengan pembobotan untuk mengetahui tingkatan resiko kebakaran pada setiap wilayah di Kota Surakarta. Potensi terjadinya kebakaran di Kota Surakarta berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa faktor pemicu yang menjadi potensi terjadinya kebakaran di Kota Surakarta adalah faktor kepadatan penduduk, faktor proteksi terpasang dengan variabel keberadaan sarana proteksi dan variabel jumlah sarana proteksi, dan faktor kesiapan masyarakat dengan variabel program pencegahan kebakaran. sedangkan penilaian wilayah terhadap tingkatan resiko kebakaran di Kota Surakarta terdapat 7 kelurahan yang memiliki tingkat resiko kebakaran tinggi, 25 kelurahan dengan tingkat resiko kebakaran sedang, dan 19 kelurahan dengan tingkat resiko kebakaran rendah.
Kata kunci : Kota Surakarta, kebakaran, potensi, resiko kebakaran
commit to user
i
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id ABSTRACT
Surakarta is a developed city which is directed to service and housing. An activity citizen and population
in this city are both increasing as long as its development. It
influences to increasing fire incident in last 3 years, such as 28 incidents in 2010, 37 incidents in 2011 and 46 incidents in 2012 and it placed Surakarta as 26th national rank by Index Disaster Proned Indonesia in 2011 by BNPB. It presents that fire incidents as one of potential disaster in Surakarta. By viewing at the distribution area of potential fire in Fire Master Plan (RIK), potential fire incident can be monitored but Surakarta does not have it. It means that Surakarta needs to know the distribution of potential areas and fire risk in Surakarta based on 6 factors fires trigger the fire history, land-use, population, building, protection installed, and community preparedness. The descriptive method supported by quantitative weighting is used to find out the distribution of the potential and risk of fire incident in Surakarta. This descriptive method to determine the potential trigger factors in fire incidents in the city, while quantitatif methods with weighting to determine the level of risk in every area. Based on analysis result known that triggers factor for fire incidents in Surakarta are factor of population density, protection factor attached to the variable being the means of protection and a variable being the means of protection and a variable number of means of protection and community readiness factors with variable fire prevention program. In Surakarta, there are 7 villages whict have a high level of fire risk, 25 villages with a moderate level of risk of fire, and 19 villages with a low level of fire risk. This is the result of fire risk in Surakarta City.
Keyword : Surakarta City, fire, potential, fire risk
commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas berkah, rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan tugas akhir ini. Tiada nikmat terbaik dari Allah SWT selain karunia sehat, ketabahan, kesabaran dan kerja keras, sehingga laporan ini dapat terselesaikan. Tak lupa kepada Rasulullah Muhammad SAW yang telah menjadi penuntun dan suri tauladan kepada kita semua. Adapun tugas akhir ini diselesaikan dan diajukan sebagai syarat untuk mencapai jenjang Strata-1 Perencanaan Wilayah dan Kota di Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret Surakarta. Dalam laporan ini, penulis mencob utuk mengetahui potensi dan resiko kebakaran di Kota Surakarta berdasarkan faktor pemicu terjadinya kebakaran. Penelitian ini dilakukan sebagai langkah dalam memetakan potensi dan resiko kebakaran di Kota Surakarta, serta sebagai upaya didalam melakukan pencegahan awal dan penanggulangan terhadap bencana kebakaran di Kota Surakarta. Penyelesaian tugas akhir ini tidak dapat terlepas dari dukungan berbagai pihak. Orang – orang luar biasa yang sedikit banyak telah memberikan warna didalam penyusunan laporan akhir ini. Melalui inilah penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya atas segala perhatian dan bantuan yang diberikan. Adapun ucapan terimakasih penulis tujukan kepada : 1. Prof. Dr. Kuncoro Diharjo, ST, MT selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Dr.Ir.Mohamad Muqoffa, MT selaku Ketua Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta. 3. Ir. Galing Yudana, MT selaku Ketua Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta dan selaku pembimbing akademik atas bimbingan dan saran yang diberikan selama proses perkuliahan sampai pada penyusunan saat ini. 4. Ir. Kuswanto Nurhadi, MSP dan Ir. Widharyatmo, MSI selaku dosen pembimbing tugas akhir, terima kasih atas semua masukan, kritik, saran, support dan kesabaran dalam membimbing penyusunan tugas akhir sampai selesai. Terima kasih banyak bapak. 5. Ir.Soedwiwahjono, MT dan Ana Hardiana, MT selaku dosen penguji, atas setiap kritik commit to user dan saran yang membangun dalam penyempurnaan tugas akhir ini. iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
6. Kedua orangtuaku, Papa Warsiyanto S.Sos dan Mama Ainul Suhariani yang telah memberikan restu dan dukungan baik secara moril maupun materiil serta doa yang tak habis-habisnya dalam menyelesaikan tugas akhir ini. Kalian adalah motivator terbesar dalam hidupku. Terima kasih atas segala dukungan juga kesabarannya. Ini untuk mama juga papa. 7. Adekku yang amat kusayang dan kucinta,Rindha Dwi Pradita dan Diva Ananda Asri “Ndoo”. Kalian berdua adalah inspirasi dan semangat hidupku. Setiap senyum dan tawa kalian itu adalah udara segar didalam semangatku menyelesaikan laporan ini. 8. Temanku,
sahabatku,
dan
partner
hidupku
yang
selalu
mendorong
dan
menyemangatiku sampai saat ini, Senny Pratiwi ST. Terima kasih banyak untuk senyum, tawa, canda,dan bahagia yang telah mewarnai setiap hariku. Ini adalah langkah awalku untuk menyusulmu. Buat aku untuk cepat memulai dan terus berlari untuk meraih mimpi dan masa depan kita bersama. 9. Teman-teman seperjuangan mahasiswa Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas Sebelas Maret Surakarta Angkatan 2007 yang telah memberikan dukungan dan bantuan sampai terselesaikannya tugas akhir ini. Ayoo kita ramaikan dunia ini bersama - sama!! 10. Teman-teman PWK yang telah membantu dalam pengumpulan data Iqbal,dkk terima kasih sudah dibantu, keberadaan kalian sangat membantu. 11. Teman – teman kosan yang telah menemani dalam begadang (Jeken, mas Bayu, Ucok) dan spesial buat duo teman baikku Wisnu dan Petty. Makasih banyak teman.... 12. Semua pihak yang telah membantu baik langsung maupun tidak langsung, yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Penulis berharap penelitian ini dapat memberikan kontribusi positif bagi kepentingan praktis maupun akademis.Penulis menyadari masih banyak sekali kekurangan dalam tulisan ini.Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan dan penyempurnaan tulisan dan penelitian berikutnya.Semoga tugas akhir ini bermanfaat. Akhir kata, Penulis mengucapkan terima kasih banyak.
Surakarta,
commit to user
iv
Januari 2013
Hangga Andriyanto
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id MOTTO
“Pahlawan bukanlah orang yang berani menetakkan pedangnya ke pundak lawan, tetapi pahlawan sebenarnya ialah orang yang sanggup menguasai dirinya dikala ia marah.” (Nabi Muhammad Saw) “Raihlah ilmu, dan untuk meraih ilmu belajarlah untuk tenang dan sabar” (Khalifah Umar) “Banyak kegagalan dalam hidup ini dikarenakan orang – orang tidak menyadari betapa dekatnya mereka dengan keberhasilan saat mereka menyerah” (Thomas Alva Edisson) “Tiadanya keyakinanlah yang membuat orang takut menghadapi tantangan dan saya percaya pada diri saya sendiri.” ( Muhammad Ali) “Our greatest glory is not in never falling, but in rising every time we fall!!” (Cuficius) “Jika terlalu susah untuk difikirkan, maka lakukanlah” (Penulis) “Baik atau buruk adalah sebuah penilaian, jangan berhenti untuk terus melangkah karena Setiap langkah adalah cara kita untuk membuat cerita dalam hidup” (Penulis) “Selalu dengar, ingat, dan lakukan nasehat orang tua. Karena mereka tau yang terbaik untuk kita” “Antara mimpi dan kenyataan, ada yang namanya Kerja Keras”
commit to user
v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ............................................................................................ B. Rumusan Masalah ...................................................................................... C. Tujuan, Sasaran dan Manfaat Penelitian .................................................... 1. Tujuan ................................................................................................... 2. Sasaran .................................................................................................. 3. Manfaat ................................................................................................. D. Ruang Lingkup ........................................................................................... 1. Ruang Lingkup Wilayah ....................................................................... 2. Ruang Lingkup Materi ......................................................................... E. Sistematika Pembahasan ............................................................................ F. Kerangka Fikir ............................................................................................
1 3 3 3 3 3 4 4 4 6 7
BAB II TINJAUAN TEORI A. Pemetaan ..................................................................................................... 1. Pengertian .............................................................................................. 2. Fungsi dan Jenis ..................................................................................... B. Potensi ........................................................................................................ C. Kota ............................................................................................................ D. Bencana ...................................................................................................... 1. Pengertian ............................................................................................. 2. Jenis Bencana ....................................................................................... E. Kebakaran ................................................................................................... 1. Definisi Kebakaran ............................................................................... 2. Fenomena kebakaran ............................................................................ 3. Klasifikasi Kebakaran........................................................................... 4. Faktor Kebakaran ................................................................................. a. Pemicu Kebakaran ............................................................................. b. Resiko Kebakaran .............................................................................. 5. Suatau Ancaman (Hazard) ................................................................... 6. Kerentanan ............................................................................................ 7. Kemampuan .......................................................................................... F. Pemadaman Kebakaran .............................................................................. 1. Teknik Pemadaman Kebakaran ............................................................ 2. Keberhasilan Pemadaman..................................................................... G. Perumusan Variabel .................................................................................... H. Kerangka Teori ...........................................................................................
8 8 8 8 9 9 9 10 10 10 11 11 12 12 18 19 19 21 21 21 22 23 25
BAB III RANCANGAN PENELITIAN A. Pendekaan Penelitian .................................................................................. 1. Deskriptif .............................................................................................. 2. Spasial................................................................................................... B. Metode Penelitian ....................................................................................... 1. Persiapan ............................................................................................... 2. Teknik pengumpulan data .................................................................... 3. Teknik Pengolahan dan Penyajian data ................................................ commit to user 4. Teknik Analisis Data ............................................................................ a. Analisis Deskriptif Kualitatif Faktor Pemicu Kebakaran ..................
26 26 26 26 27 27 30 30 30
vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
b. Analisis Skoring/Pembobotan untuk Menilai Kawasan Rawan Bencana Kebakaran ............................................................... 31 5. Tahap Sintesis ....................................................................................... 35 BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN A. Profil Wilayah Kota Surakarta ................................................................... 1. Kondisi Fisik ........................................................................................ 2. Pemadam Kebakaran ............................................................................ a. Sumber Daya Manusia ...................................................................... b. Sarana Pemadam Kebakaran ............................................................. c. Kejadian Kebakaran .......................................................................... 3. Penggunaan Lahan ................................................................................ 4. Kondisi Sosial dan Bangunan ............................................................... 5. Sarana Proteksi Kebakaran ................................................................... a. Hidran ................................................................................................ b. Satuan Relawan Kebakaran (SATLAKAR) ...................................... 6. Jaringan Jalan ....................................................................................... a. Jenis Permukaan ................................................................................ b. Kondisi Jalan ..................................................................................... c. Jalur Evakusi .....................................................................................
36 36 39 39 39 39 44 47 55 55 57 59 59 60 61
BAB V PEMBAHASAN A. Identifikasi Potensi terjadinya Kebakaran Berdasarkan faktor Pemicu di kota Surakarta ................................................................. 1. Kejadian Kebakaran ............................................................................. 2. Penggunaan Lahan ................................................................................ a. Permukiman ....................................................................................... b. Perkantoran ........................................................................................ c. Jasa .................................................................................................... d. Perdagangan....................................................................................... e. Industri ............................................................................................... 3. Penduduk .............................................................................................. a. Kepadatan Penduduk ......................................................................... b. Penduduk Usia Rentan ...................................................................... 4. Kepadatan Bangunan ............................................................................ 5. Proteksi Terpasang ............................................................................... a. Keberadaan Sarana Proteksi .............................................................. b. Jumlah Sarana Proteksi ...................................................................... c. Keterjangkauan Pos Pemadam .......................................................... 6. Kesiapan Masyarakat ............................................................................ B. Penilaian tingkat resiko kebakaran Di Kota Surakarta ...............................
64 64 68 68 69 70 70 71 78 78 81 85 88 88 90 92 97 99
BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan ................................................................................................. 110 B. Rekomendasi .............................................................................................. 111 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
commit to user
vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Kerangka Pikir .......................................................................................... Gambar 2 Kerangka Teori ......................................................................................... Gambar 3 Kerangka Analisis ..................................................................................... Gambar 4 Mobil Pemadam Kebakaran ..................................................................... Gambar 5 Bangunan bekas kebakaran....................................................................... Gambar 6 Diagram Piramida Jumlah Penduduk Kota Surakarta Tahun 2010 .......... Gambar 7 Fire Hydrant Pilar dan Tanam Kota Surakarta .........................................
commit to user
viii
7 25 35 39 41 50 56
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id DAFTAR TABEL
Tabel 1 Klasifikasi Kebakaran Menurut NFPA ........................................................ Tabel 2 Klasifikasi Kepadatan Penduduk .................................................................. Tabel 3 Variabel Penelitian ....................................................................................... Tabel 4 Kebutuhan Data ............................................................................................ Tabel 5 Perumusan Indikator dan Bobot Rawan Bencana Kebakaran ...................... Tabel 6 Perhitungan Analisis Resiko Kebakaran ...................................................... Tabel 7 Pembagian Administrasi Kota Surakarta...................................................... Tabel 8 Pembagian Tugas Bidang Pemadam Kebakaran Di Kota Surakarta ............ Tabel 9 Kejadian Kebakaran di Kota Surakarta Berdasarkan Bulan Kejadian tahun 2007-2011 ............................................. Tabel 10 Kejadian Kebakaran di Kota Surakarta Dirinci Berdasarkan Kelurahan tahun 2011 – 2012 .................................... Tabel 11 Penggunaan Lahan Kota Surakarta 2012 (ha) ............................................ Tabel 12 Jumlah Penduduk laki – laki dan Perempuan Kota Surakarta th. 2003 – 2010 .................................................................... Tabel 13 Kepadatan Penduduk Kota Surakarta dirinci berdasarkan kelurahan 2010 Tabel 14 Jumlah Penduduk Menurut Usia dan Jenis Kelamin Kota Surakarta Tahun 2010 .......................................................................... Tabel 15 Kepadatan Bangunan .................................................................................. Tabel 16 Jumlah dan Sebaran Fire Hydrant Kota Surakarta dirinci per Kelurahan 2011 .................................................. Tabel 17 Kondisi Hidran ........................................................................................... Tabel 18 Jenis Permukaan Jalan Negara di Kota Surakarta tahun 2009-2010 .......... Tabel 19 Jenis Permukaan Jalan Provinsi di Kota Surakarta tahun 2009-2010 ........ Tabel 20 Jenis Permukaan Jalan Kota di Kota Surakarta tahun 2009-2010.............. Tabel 21 Kondisi Jalan Negara di Kota Surakarta tahun 2009-2010 ........................ Tabel 22 Kondisi Jalan Provinsi di Kota Surakarta tahun 2009-2010 ...................... Tabel 23 Kondisi Jalan Provinsi di Kota Surakarta tahun 2009-2010 ...................... Tabel 24 Jalur Evakuasi ............................................................................................. Tabel 25 Analisis Kejadian Kebakaran di Kota Surakarta ........................................ Tabel 26 Analisis Penggunaan Lahan Terbangun Kota Surakarta ............................ Tabel 27 Analisis Kepadatan Penduduk Kota Surakarta tahun 2010 ........................ Tabel 28 Analsis Penduduk Usia Rentan 2010 ......................................................... Tabel 29 Analisis Kepadatan Bangunan Kota Surakarta........................................... Tabel 30 Analisis Keberadaan Proteksi Terpasang di Kota Surakarta ...................... Tabel 31 Analisis Jumlah Proteksi Terpasang di Kota Surakarta ............................. Tabel 32 Analisis Kelas Jangkauan Pos Pemadam Kebakaran di Kota Surakarta .... Tabel 33 Analisis Keberadaan Faktor Kesiapan Masyarakat .................................... Tabel 34 Analisis Resiko Kebakaran di Kecamatan Laweyan .................................. Tabel 35 Analisis Resiko Kebakaran di Kecamatan Serengan.................................. Tabel 36 Analisis Resiko Kebakaran di Kecamatan Pasar Kliwon ........................... Tabel 37 Analisis Resiko Kebakaran di Kecamatan Jebres ...................................... Tabel 38 Analisis Resiko Kebakaran di Kecamatan Banjarsari ................................ Tabel 39 Hasil Analisis Resiko Kebakaran di Kota Surakarta ..................................
commit to user
ix
12 15 23 29 32 34 37 39 40 40 44 47 48 49 52 55 56 59 59 60 60 61 61 61 65 71 79 82 86 89 91 92 97 101 102 103 104 105 107
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id DAFTAR PETA
Peta Ruang Lingkup Penelitian ................................................................................. Peta Administrasi Kota Surakarta ............................................................................. Peta Kejadian Kebakaran Kota Surakarta 2010 – 2012 ............................................ Peta Pos Pemadam Kebakaran Kota Surakarta ......................................................... Peta Eksisting Penggunaan Lahan Terbangun di Kota Surakarta 2012 .................... Peta Kepadatan Penduduk jiwa/ha di Kota Surakarta 2012 ...................................... Peta Kepadatan Bangunan (%) di Kota Surakarta 2012 ............................................ Peta Persebaran Fire Hydran di Kota Surakarta 2012 .............................................. Peta Jaringan Jalan dan Jalur Evakuasi di Kota Surakarta 2012 ............................... Peta Analisis Kejadian Kebakaran di Kota Surakarta ............................................... Peta Analisis Penggunaan Lahan Permukiman di Kota Surakarta 2012 ................... Peta Analisis Penggunaan Lahan Perkantoran di Kota Surakarta 2012 .................... Peta Analisis Penggunaan Lahan Jasa di Kota Surakarta 2012 ................................. Peta Analisis Penggunaan Lahan Perdagangan di Kota Surakarta 2012 ................... Peta Analisis Penggunaan Lahan Industri di Kota Surakarta 2012 ........................... Peta Analisis Kepadatan Penduduk di Kota Surakarta 2012 ..................................... Peta Analisis Penduduk Usia Rentan di Kota Surakarta 2012 .................................. Peta Analisis Kepadatan Bangunan Kota Surakarta di Kota Surakarta 2012 ........... Peta Analisis Keberadaan Sarana Proteksi di Kota Surakarta 2012 .......................... Peta Analisis Jumlah Sarana Proteksi di Kota Surakarta 2012 ................................. Peta Analisis Jangkauan Pos Pemadam Kebakaran di Kota Surakarta 2012 ............ Peta Resiko Kebakaran di Kota Surakarta .................................................................
commit to user
x
5 38 42 43 46 51 54 58 63 67 73 74 75 76 77 80 84 87 94 95 96 109
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Kerangka Pikir .......................................................................................... Gambar 2 Kerangka Teori ......................................................................................... Gambar 3 Kerangka Analisis ..................................................................................... Gambar 4 Mobil Pemadam Kebakaran ..................................................................... Gambar 5 Bangunan bekas kebakaran....................................................................... Gambar 6 Diagram Piramida Jumlah Penduduk Kota Surakarta Tahun 2010 .......... Gambar 7 Fire Hydrant Pilar dan Tanam Kota Surakarta .........................................
commit to user
viii
7 25 35 39 41 50 56
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id DAFTAR TABEL
Tabel 1 Klasifikasi Kebakaran Menurut NFPA ........................................................ Tabel 2 Klasifikasi Kepadatan Penduduk .................................................................. Tabel 3 Variabel Penelitian ....................................................................................... Tabel 4 Kebutuhan Data ............................................................................................ Tabel 5 Perumusan Indikator dan Bobot Rawan Bencana Kebakaran ...................... Tabel 6 Perhitungan Analisis Resiko Kebakaran ...................................................... Tabel 7 Pembagian Administrasi Kota Surakarta...................................................... Tabel 8 Pembagian Tugas Bidang Pemadam Kebakaran Di Kota Surakarta ............ Tabel 9 Kejadian Kebakaran di Kota Surakarta Berdasarkan Bulan Kejadian tahun 2007-2011 ............................................. Tabel 10 Kejadian Kebakaran di Kota Surakarta Dirinci Berdasarkan Kelurahan tahun 2011 – 2012 .................................... Tabel 11 Penggunaan Lahan Kota Surakarta 2012 (ha) ............................................ Tabel 12 Jumlah Penduduk laki – laki dan Perempuan Kota Surakarta th. 2003 – 2010 .................................................................... Tabel 13 Kepadatan Penduduk Kota Surakarta dirinci berdasarkan kelurahan 2010 Tabel 14 Jumlah Penduduk Menurut Usia dan Jenis Kelamin Kota Surakarta Tahun 2010 .......................................................................... Tabel 15 Kepadatan Bangunan .................................................................................. Tabel 16 Jumlah dan Sebaran Fire Hydrant Kota Surakarta dirinci per Kelurahan 2011 .................................................. Tabel 17 Kondisi Hidran ........................................................................................... Tabel 18 Jenis Permukaan Jalan Negara di Kota Surakarta tahun 2009-2010 .......... Tabel 19 Jenis Permukaan Jalan Provinsi di Kota Surakarta tahun 2009-2010 ........ Tabel 20 Jenis Permukaan Jalan Kota di Kota Surakarta tahun 2009-2010.............. Tabel 21 Kondisi Jalan Negara di Kota Surakarta tahun 2009-2010 ........................ Tabel 22 Kondisi Jalan Provinsi di Kota Surakarta tahun 2009-2010 ...................... Tabel 23 Kondisi Jalan Provinsi di Kota Surakarta tahun 2009-2010 ...................... Tabel 24 Jalur Evakuasi ............................................................................................. Tabel 25 Analisis Kejadian Kebakaran di Kota Surakarta ........................................ Tabel 26 Analisis Penggunaan Lahan Terbangun Kota Surakarta ............................ Tabel 27 Analisis Kepadatan Penduduk Kota Surakarta tahun 2010 ........................ Tabel 28 Analsis Penduduk Usia Rentan 2010 ......................................................... Tabel 29 Analisis Kepadatan Bangunan Kota Surakarta........................................... Tabel 30 Analisis Keberadaan Proteksi Terpasang di Kota Surakarta ...................... Tabel 31 Analisis Jumlah Proteksi Terpasang di Kota Surakarta ............................. Tabel 32 Analisis Kelas Jangkauan Pos Pemadam Kebakaran di Kota Surakarta .... Tabel 33 Analisis Keberadaan Faktor Kesiapan Masyarakat .................................... Tabel 34 Analisis Resiko Kebakaran di Kecamatan Laweyan .................................. Tabel 35 Analisis Resiko Kebakaran di Kecamatan Serengan.................................. Tabel 36 Analisis Resiko Kebakaran di Kecamatan Pasar Kliwon ........................... Tabel 37 Analisis Resiko Kebakaran di Kecamatan Jebres ...................................... Tabel 38 Analisis Resiko Kebakaran di Kecamatan Banjarsari ................................ Tabel 39 Hasil Analisis Resiko Kebakaran di Kota Surakarta ..................................
commit to user
ix
12 15 23 29 32 34 37 39 40 40 44 47 48 49 52 55 56 59 59 60 60 61 61 61 65 71 79 82 86 89 91 92 97 101 102 103 104 105 107
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id DAFTAR PETA
Peta Ruang Lingkup Penelitian ................................................................................. Peta Administrasi Kota Surakarta ............................................................................. Peta Kejadian Kebakaran Kota Surakarta 2010 – 2012 ............................................ Peta Pos Pemadam Kebakaran Kota Surakarta ......................................................... Peta Eksisting Penggunaan Lahan Terbangun di Kota Surakarta 2012 .................... Peta Kepadatan Penduduk jiwa/ha di Kota Surakarta 2012 ...................................... Peta Kepadatan Bangunan (%) di Kota Surakarta 2012 ............................................ Peta Persebaran Fire Hydran di Kota Surakarta 2012 .............................................. Peta Jaringan Jalan dan Jalur Evakuasi di Kota Surakarta 2012 ............................... Peta Analisis Kejadian Kebakaran di Kota Surakarta ............................................... Peta Analisis Penggunaan Lahan Permukiman di Kota Surakarta 2012 ................... Peta Analisis Penggunaan Lahan Perkantoran di Kota Surakarta 2012 .................... Peta Analisis Penggunaan Lahan Jasa di Kota Surakarta 2012 ................................. Peta Analisis Penggunaan Lahan Perdagangan di Kota Surakarta 2012 ................... Peta Analisis Penggunaan Lahan Industri di Kota Surakarta 2012 ........................... Peta Analisis Kepadatan Penduduk di Kota Surakarta 2012 ..................................... Peta Analisis Penduduk Usia Rentan di Kota Surakarta 2012 .................................. Peta Analisis Kepadatan Bangunan Kota Surakarta di Kota Surakarta 2012 ........... Peta Analisis Keberadaan Sarana Proteksi di Kota Surakarta 2012 .......................... Peta Analisis Jumlah Sarana Proteksi di Kota Surakarta 2012 ................................. Peta Analisis Jangkauan Pos Pemadam Kebakaran di Kota Surakarta 2012 ............ Peta Resiko Kebakaran di Kota Surakarta .................................................................
commit to user
x
5 38 42 43 46 51 54 58 63 67 73 74 75 76 77 80 84 87 94 95 96 109
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Kota adalah suatu permukiman yang padat dan permanen terdiri dari masyarakat yang heterogen dari segi sosial namun mampu menciptakan ruang - ruang yang efektif melalui pengorganisasian ruang dan hirarki tertentu (Amos Rapoport). Menurut Marbun, kota merupakan kawasan hunian dengan jumlah penduduk tinggi, tempat bekerja penduduk yang intensitasnya tinggi, dan merupakan kawasan pelayanan umum. Oleh karena itu keberadaan sebuah kota sangat menarik masyarakat untuk mendatanginya, selain itu terciptanya kegiatan ekonomi sangat penting dalam sebuah kota karena merupakan dasar agar kota tersebut dapat bertahan dan berkembang. Perkembangan kota (urban development) menurut Hendarto adalah : perubahan secara menyeluruh pada sebuah kota, baik meliputi fisik, sosial ekonomi, atau sosial budaya (Kurokawa, 2010) Perkembangan suatu kota selain memberikan dampak positif terutama dalam hal peningkatan pendapatan daerah, mempunyai dampak negatif pula bagi kota itu sendiri. Adapun dampak negatif dari perkembangan kota seperti peningkatan jumlah penduduk dan bangunan, bertambahnya permukiman padat dan kumuh, serta meningkatnya kepadatan lalu lintas. Dampak negatif yang ditimbulkan dari perkembangan kota ini erat kaitannya dengan bahaya kebakaran yang pada saat ini sedang terjadi peningkatan terutama di kota – kota besar. Menurut NFPA dalam building and plant institute dan Ditjen Binawas Depnaker 2005, kebakaran merupakan peristiwa oksidasi dimana bertemunya tiga unsur yaitu bahan yang dapat terbakar, oksigen yang terdapat di udara, dan panas yang dapat berakibat menimbulkan kerugian harta benda atau cidera bahkan kematian manusia. Kota Surakarta mengalami perkembangan yang cukup pesat, dimana hal ini dapat terlihat dari mulai tumbuhnya pusat – pusat kegiatan lain dan meningkatnya aktivitas masyarakat. Menurut RTRW Kota Surakarta Tahun 2011- 2031, pengembangan kota Surakarta lebih diarahkan pada pelayanan jasa sedangkan dari segi spasial lebih diarahkan pada permukiman yang mencapai 75% dari luas rencana penggunaan lahannya. Sebagai pusat pelayanan, Kota Surakarta memiliki magnet yang menarik masyarakat sekitarnya untuk beraktivitas dan berdiam pada wilayah Kota Surakarta. Meskipun sebagai magnet commit to user aktivitas, kepadatan penduduk berdasarkan data BPS pada tahun 2011 tercatat jumlah penduduk Kota Surakarta adalah 586.019 jiwa dengan tingkat kepadatan rata-rata yang 1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
masih rendah yaitu 133 jiwa/ha (menurut SNI 03-2004 tentang rencana permukiman perkotaan). Fenomena kebakaran di Kota Surakarta mengalami peningkatan dalam kurun waktu 3 tahun terakhir. Terjadi 28 kejadian kebakaran pada tahun 2010, 37 kejadian di tahun 2011, dan 46 kejadian sepanjang bulan januari-agustus tahun 2012 (sumber : dinas pemadam kebakaran Kota Surakarta, Agustus 2012). Kota Surakarta berdasarkan Indeks Rawan Bencana Indonesia tahun 2011 yang diterbitkan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nasional berada pada rangking 26 nasional dalam rawan bencana kebakaran. Adanya peningkatan kejadian kebakaran dan rangking yang cukup tinggi secara nasional ini menunjukan bahwa kebakaran merupakan salah satu ancaman bencana yang berpotensi terjadi untuk Kota Surakarta. Pemantauan perkembangan wilayah perkotaan terhadap bencana kebakaran dapat dilakukan melalui pemetaan kawasan potensi kebakaran menurut kriteria pemicu kebakaran. Menurut Prof. Dr. Ir. Suprapto, MSc. FPE. IPM, dalam konsep dan pendekatan penyusunan rencana induk kebakaran untuk Kota / Kabupaten di Indonesia, setidaknya terdapat 6 faktor pemicu terjadinya bencana kebakaran, yaitu pertumbuhan kebakaran, penggunaan lahan, kepadatan penduduk, kerapatan bangunan, proteksi terpasang, dan kesiapan masyarakat. Sebaran kawasan potensi kebakaran menurut pemicu kebakaran ini biasanya terdapat pada Rencana Induk Kebakaran (RIK), sedangakan Kota Surakarta sendiri belum memilikinya. Untuk rencana rawan bencana sendiri, Kota Surakarta masih menggunakan RTRW sebagai acuannya sehingga dimungkinkan belum rincinya pembahasan yang dilakukan sedangkan menurut Kepmen PU No 20 tahun 2009 tentang pedoman teknis manajemen penanggulangan kebakaran di perkotaan, diperlukan suatu pengaturan manajemen penanggulangan kebakaran di perkotaan untuk mewujudkan bangunan gedung, lingkungan, dan kota secara umum yang aman terhadap bahaya kebakaran melalui penerapan manajemen penanggulangan bahaya kebakaran yang efektif dan efisien. Sedangkan dalam Permen PU no 25 tahun 2008 tentang Pedoman Teknis Penyusunan Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran (RISPK), terdapat dua manajemen penanganan kebakaran yang ada di sebuah perkotaan yaitu manajemen pencegahan kebakaran (RSCK) dan manajemen penanggulangan (RISPK). Menurut Permen ini pun dijelaskan bahwa diperlukannya sebuah analisis resiko kebakaran untuk mewujudkan keselamatan dan commit to user keamanan terhadap bahaya kebakaran dan keamanan di perkotaan. 2
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Dengan berdasar pada kondisi Kota Surakarta yang seperti ini, dan belum adanya kajian rinci mengenai kawasan potensi kebakaran maka diperlukan suatu kajian mengenai kebakaran dan sebaran kawasan berpotensi kebakaran. Penelitian ini sangat dibutuhkan dalam usaha mengetahui sebaran wilayah di Kota Surakarta yang berpotensi terjadinya bencana kebakaran. Hal ini yang menjadikan penelitian tentang pemetaan potensi resiko bencana kebakaran di Kota Surakarta penting. Agar wilayah yang berpotensi dan memiliki resiko kebakaran dapat terpetakan
dan
sebagai langkah dalam upaya pencegahan dan penanggulangan bencana kebakaran di Kota Surakarta.
B. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan uraian diatas, perumusan masalah yang dapat ditarik adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana sebaran potensi dan resiko bencana kebakaran di Kota Surakarta yang ditinjau dari pemicu terjadinya kebakaran?
C. TUJUAN, SASARAN, DAN MANFAAT PENELITIAN 1. Tujuan Adapun tujuan dari penelitian ini adalah : a. Untuk mengetahui sebaran wilayah berpotensi kebakaran di Kota Surakarta. b. Untuk memberikan rekomendasi pencegahan dan penanggulangan terhadap bencana kebakaran di Kota Surakarta.
2. Sasaran a. Teridentifikasinya faktor – faktor pemicu terjadinya bencana kebakaran di wilayah Kota Surakarta b. Teridentifikasinya kawasan berpotensi bencana kebakaran di Kota Surakarta c. Terpetakannya kawasan rawan kebakaran di Kota Surakarta d. Teridentifikasinya tindakan pencegahan dan penanggulangan bencana kebakaran di Kota Surakarta 3. Manfaat a. Mengetahui tingkatan wilayah berpotensi bencana rawan kebakaran di Kota Surakarta. b. Sebagai bahan masukan terhadap perumusan kebijkan teknis pada bidang pemadam commit to user kebakaran Kota Surakarta. c. Memberikan rekomendasi dalam pencegahan dan penanggulangan bencana kebakaran. 3
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
D. RUANG LINGKUP 1. Ruang Lingkup Wilayah Ruang lingkup wilayah pada penelitian kali ini dibatasi pada tingkat kelurahan di Kota Surakarta, yaitu sebanyak 51 Kelurahan yang tersebar dalam 5 Kecamatan diantaranya Kecamatan Banjar Sari, Kecamatan Pasar Kliwon, Kecamatan Laweyan, Kecamatan Serengan, dan Kecamatan Jebres. 2. Ruang Lingkup Materi Ruang lingkup materi kajian yang akan dibahas pada penelitian ini dibatasi pada faktor pemicu kebakaran berupa pertumbuhan kebakaran, penggunaan lahan, kepadatan penduduk, kerapatan bangunan, proteksi terpasang, dan kesiapan masyarakat yang akan menentukan sebaran kawasan potensi resiko bencana kebakaran.
commit to user
4
Peta Ruang Lingkup Penelitian
5
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
E. SISTEMATIKA PEMBAHASAN BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisikan latar belakang studi, perumusan masalah, tujuan, sasaran dan manfaat penelitian, ruang lingkup wilayah dan ruang lingkup materi, sistematika pembahasan dan kerangka pikir. BAB II TINJAUAN TEORI Bab ini berisikan mengenai teori dan pustaka apa saja yang digunakan guna mendukung topik penelitian terutama mengenai kebakaran serta faktor pemicu terjadinya kebakaran. BAB III RANCANGAN PENELITIAN Bab ini berisikan mengenai rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian yang meliputi tahapan pencarian data, pembahasan dan analisis data, serta sintesis data. BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH Bab ini berisikan gambaran wilayah studi, yaitu Kota Surakarta. Dimana dijelaskan data-data terkait kebakaran yang telah disesuaikan dengan analisis yang akan dilakukan dalam mencapai sasaran penelitian. BAB V PEMBAHASAN Bab ini berisikan analisis dan pembahasan terhadap upaya pencapaian sasaran penelitian. Melakukan analisis identifikasi pemicu terjadinya kebakaran dan analisis pembobotan potensi resiko kebakaran dalam upaya mengetahui tingkatan potensi resiko bencana dan diwujudkan dalam pemetaan potensi resiko bencana kebakaran. BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Dalam bab ini terdapat beberapa kesimpulan dan rekomendasi.
commit to user
6
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
F. KERANGKA PIKIR
Kota dan perkembangan Kota
Perkembangan Kota Surakarta
Kebakaran sebagai dampak negatif perkembangan Kota
Fenomena Kebakaran di Kota Surakarta
Belum terdapatnya dokumen terkait yang mengacu pada Permen Pu no 20 tahun 2009 tentang pedoman teknis manajemen proteksi kebakaran di perkotaan
Bagaimana sebaran potensi dan resiko kebakaran di Kota Surakarta yang ditinjau dari pemicu terjadinya kebakaran?
Identifikasi Kejadian Kebakaran
Identifikasi Penggunan Lahan
Identifikasi Kependuduk an
Identifikasi Bangunan
Teridentifikasinya faktor – faktor pemicu yang berpotensi terjadinya bencana kebakaran di Kota Surakarta
Identifikasi Proteksi Terpasang
Identifikasi Kesiapan Masyarakat
Teori, standar, dan peraturan
Teridentifikasinya kawasan berpotensi bencana kebakaran di Kota Surakarta
Terpetakannya kawasan resiko kebakaran di Kota Surakarta
Kesimpulan dan Rekomendasi
Gambar 1 Kerangka Pikir
commit to user
7
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. PEMETAAN 1. Pengertian
Suatu proses atau sebuah cara dalam membuat peta, juga dapat diartikan sebagai kegiatan pemotretan yang dilakukan melalui udara yang didalam kegiatan tersebut bertujuan dalam meningkatkan hasil pencitraan yang lebih baik tentang penggambaran suatu daerah. (Kamus Besar Bahasa Indonesia) Pemetaan juga memiliki pengertian lain yang mengartikan pemetaan adalah kegiatan dalam pengelompokan suatu letak atau wilayah yang berkaitan atau berhubungan dengan letak geografis wilayah yang meliputi dataran tinggi, pegunungan, sumber daya dan potensi penduduk yang berpengaruh terhadap sosial kultural dimana memilki ciri khas khusus dalam penggunaan skala yang tepat. (Soekidjo,1994).
2. Fungsi dan Jenis
Secara umum fungsi peta dapat dikaitkan dengan berbagai macam kepentingan antara lain: bidang pemerintahan, bidanghankam, politik, ekonomi, sosial, budaya dan lainlain.Adapun beberapa maksud dari kepemetaan, antara lain: a. Menunjukkan posisi atau lokasi relatif yang hubungannya dengan lokasi asli dipermukaan bumi. b. Memperlihatkan ukuran. c. Menyajikan dan memperlihatkan bentuk. d. Mengumpulkan dan menyeleksi data dari suatu daerah dan menyajikan diatas peta dengan simbolisasi. Sedangkan tujuan pembuatan peta yaitu: a. Untuk komunikasi informasi ruang. b. Media menyimpan informasi. c. Membantu pekerjaan. d. Membantu dalam desain. e. Analisis data spatial
B. POTENSI
commit to user Potensi adalah bahan atau sumber yang akan dikelola baik melalui usaha yang
dilakukan manusia. Usaha tersebut juga berkaitan dengan usaha manusia yang dilakukan 8
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
melalui tenaga mesin dimana dalam pengerjaannya, suatu potensi dapat juga diartikan sebagai sumber daya yang ada disekeliling kita atau disekitar kita. (Kartasapoetra, 1987 : 56). Potensi dalam penelitian ini adalah kemampuan wilayah dalam menimbulkan bencana kebakaran sehingga diperlukan suatu antisipasi untuk pencegahan. Inilah yang merupakan potensi berdasarkan penulis dalam penelitian ini. Potensi yang ada tersebut akan diukur melalui kriteria mengenai kawasan rawan bencana. C. KOTA Kota secara umum dapat mengandung pengertian akan sifat fisik, sosial, ekonomi, budaya yang melekat sebagai perwuudan kehidupan modern dan menjadi wewenang pemerintah kota. Menurut Undang-Undang nomor 22 tahun 1999 tentang otonomi daerah mengartikan sebuah kota sebagai kawasan yang memiliki kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi. Kota juga dapat diartikan sebagai suatu sistem jaringan yang ditandai dengan kepadatan penduduk tinggi dan terdapatnya strata ekonomi yang heterogen. Sedangkan kota menurut Max Weber memiliki arti suatu tempat dimana penghuninya dapat memenuhi sebagian besar kebutuhannya di pasar lokal. (radonkey) Beberapa pengertian kota menurut para ahli dan peraturan yang ada tersebut, terdapat adanya kesamaan pernyataan tentang bagaimana suatu daerah tersebut dikatakan sebuah kota. Kesamaan tersebut dapat dilihat bahwa dari pembahasan pengertian kota pasti mencakup adanya suatu bentuk kehidupan manusia yang beragam dan berada pada suatu wilayah tertentu. Dapat disimpulkan menurut pengertian para ahli dan ditambah dengan kenyataan yang tampak pada saat ini dalam sudut pandang geografi, kota merupakan suatu daerah yang memiliki wilayah batas administrasi dan bentang lahan luas, penduduk relatif banyak, adanya heterogenitas penduduk, sektor agraris sedikit atau bahkan tidak ada, dan adanya suatu sistem pemerintahan.
D. BENCANA 1. Pengertian Menurut Undang – undang Nomor 24 Tahun 2007, bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan commit to user masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau non-alam maupun faktor
9
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Sedangakan menurut Sekretariat Strategi Internasional untuk Pengurangan Bencana atau International for Disaster Reduction (ISDR) Perserikatan Bangsa – Bangsa, bencana adalah suatu gangguan serius terhadap keberfungsian suatu masyarakat, sehingga menyebabkan kerugian yang meluas pada kehidupan manusia dari segi materi, ekonomi atau lingkungan dan yang melampaui kemampuan masyarakat yang bersangkutan untuk mengatasi dengan menggunakan sumberdaya mereka sendiri. (Siregar, 2011) Rawan bencana juga memiliki pengertian suatu kondisi atau karakteristik geologis, biologis, hidrologis, klimatologis, geografis, sosial, budaya, politik, ekonomi, dan teknologi pasa satu wilayah untuk jangka waktu tertentu yang mengurangi kemampuan mencegah, merendam, mencapai kesiapan, dan mengurangi kemapuan untuk mengagapi dampak buruk bahaya tertentu.
2. Jenis Bencana Jika ditinjau dari prosesnya, menurut UU Nomor 24 Tahun 2007 bencana dibagi menjadi 3 (tiga) jenis yaitu bencana alam, bencana non alam, dan bencana sosial. a. Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempabumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor b. Bencana non – alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa nonalam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit c. Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antarkelompok atau antarkomunitas masyarakat, dan teror.
E. KEBAKARAN 1. Definisi Kebakaran Terjadinya api yang tidak dikehendaki, tidak terkendali, dan merugikan dapat didefinisikan sebagai kebakaran. Dari adanya definisi tersebut, maka terjadinya kebakaran tidaklah selalu identik dengan muculnya suatu api yang besar. Kebakaran juga dapat didefinisikan sebagai suatu peristiwa munculnya suatu api oleh proses kimia yang commit to user menimbulkan kerugian baik berupa harta benda ataupun cidera yang berujung kematian. (Rijanto, B. Boedi. 2010) 10
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2. Fenomena Kebakaran Fenomena kebakaran atau gejala pada setiap tahapan mulai awalterjadinya penyalaan sampai kebakaran padam, dapat diamati beberapafase tertentu seperti source energy, initiation, growth, flashover, full firedan bahaya-bahaya spesifik pada peristiwa kebakaran seperti : back draft,penyebaran asap panas dan gas dll. Tahapan - tahapan tersebut antara lain: a. Tidak diketahui kapan dan dimana awal terjadinya api/kebakaran, tetapi yang pasti ada sumber awal pencetusnya (source energy), yaitu adanya potensi energi yang tidak terkendali. b. Apabila energi yang tidak terkendali kontak dengan zat yang dapat terbakar, maka akan terjadi penyalaan tahap awal (initiation) bermula dari sumber api/nyala yang relatif kecil c. Apabila pada periode awal lebakaran tidak terdeteksi, maka nyala api akan berkembang lebih besar sehingga api akan menjalar bila ada media disekelilingnya d. Intensitas nyala api meningkat dan akan menyebarkan panas kesemua arah secara konduksi, konveksi dan radiasi, hingga pada suatu saat kurang lebih sekitar setelah 310 menit atau setelah temperatur mencapai 300ºC akan terjadi penyalaan api serentak yang disebut Flashover, yang biasanya ditandai pecahnya kaca e. Setelah flashover, nyala api akan membara yang disebut periode kebakaran mantap (Steady/full development fire). Temperatur pada saat kebakaran penuh dapat mencapai 600-1000ºC. Bangunan dengan struktur konstruksi baja akan runtuh pada temperatur 700ºC. Bangunan dengan konstruksi beton bertulang setelah terbakar lebih dari 7 jam dianggap tidak layak lagi untuk digunakan f. Setelah melampaui puncak pembakaran, intensitas nyala akan berkurang/surut berangsur-angsur akan padam yang disebutperiode surut.
3. Klasifikasi Kebakaran Terdapat beberapa klasifikasi kebakaran diantaranya aitu : a. Klasifikasi kebakaran sebelum tahun 1970 (Eropa), sekarang diakui oleh Amerika Utara, Australia, dan Afrika Selatan. commit to user b. Klasifikasi kebakaran setelah tahun 1970 (Eropa), sekarang diakui oleh negara-negara Eropa. 11
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
c. Klasifikasi kebakaran menurut NFPA (USA), dan d. Klasifikasi kebakaran menurut U.S. Coast-Guard (USA) Klasifikasi di Negara Indonesia menggunakan klasifikasi standar dari NFPA (Nation Protection Fire Association). Hal ini terlihat dari ditetapkannya Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 04/MEN/1980 tentang syarat-syarat pemasangan dan pemeliharaan alat pemadam api ringan dengan klasifikasi sebagai berikut. Tabel 1 Klasifikasi Kebakaran Menurut NFPA Kelas Klasifikasi Kebakaran Kelas A Kebakaran yang terjadi pada benda-benda padat, kecuali logam. kebakaran ini paling sering terjadi dikarenakan benda padat yang mudah terbakar yang menimbulkanarang/karbon (contoh : Kayu, kertas,karton/kardus, kain, kulit,plastik) Kelas B Kebakaran pada benda cair dan gas yang mudah terbakar (contoh :Bahan bakar, bensin, lilin, gemuk, minyak tanah, thinner) Kelas C Kebakaran pada benda yang menghasilkan listrik atau yangmengandung unsur listrik Kelas D Kebakaran pada logam mudah terbakar (contoh : Sodium, lithium, potassium, seng, titanium, radium, uranium) Sumber : NFPA 10 Tahun 1998 dalam Rijanto, B. Boedi. 2010 4. Faktor Kebakaran a. Pemicu Kebakaran Prof. Dr. Ir. Suprapto, MSc. FPE. IPM dalam Konsep dan Pendekatan dalam Penyusunan Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran untuk Kabupaten/Kota di Indonesia. Pemicu kebakaran adalah suatu kecenderungan terjadinya kebakaran, dimana ketika terdapatnya suatu kecenderungan akan mengakibatkan munculnya suatu konsekuensi lanjutan berupa terjadinya bencana kebakaran. Potensi atau pemicu terjadinya kebakaran ini dipengaruhi oleh faktor : 1) Pertumbuhan Kebakaran (fire history) Pertumbuhan Kebakaran merupakan suatu fenomena atau kejadian kebakaran yang terdapat pada suatu wilayah berupa pertambahan atau peningkatan intensitas kejadian. Kejadian kebakaran yang terjadi pada suatu wilayah akan dapat dilihat kecenderungan akan kejadian kebakaran yang terjadi berdasarkan frekuensi kejadian kebakaran. Tidak terdapat teori atau standar yang menyebutkan secara pasti berapa frekuensi kejadian dikatakan rendah, sedang ataupun tinggi. Akan tetapi berdasarkan Indeks Rawan Bencana Indonesia dapat menggambarkan berapa frekuensi yang dapat dikatakan sebagai kejadian yangcommit dikatakan rendah, sedang, maupun tinggi berdasarkan to user
12
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pembagian kelasnya. Jadi dari intensitas atau frekuensi kejadian akan dapat menggambarkan suatu wilayah dalam kecenderungan terjadinya bencana kebakaran. Peraturan Kepala BNPB Nomor 2 tahun 2012 tentang Pedoman Umum pengkajian risiko Bencana menetapkan klasifikasi kejadian kebakaran dalam 3 (tiga) kelas yaitu rendah (<2%), sedang (2-5%), tinggi (>5%). 2) Penggunaan Lahan (Land use) Penggunaan Lahan merupakan faktor kedua dimana setiap adanya penggunaan lahan memiliki tingkat atau dapat menimbulkan adanya suatu bahaya terjadinya bencana kebakaran. Hal seperti ini terjadi dikarenakan setiap penggunaan lahan memiliki angka klasifikasi terhadap potensi terhadap resiko kebakaran yang ditimbulkan. Penggunaan Lahan merupakan rancangan atau denah peruntukan lahan sebuah kota yang berbentuk dua dimensi, dimana ruang tiga dimensi (bangunan) akan dibangun di tempat – tempat sesuai fungsi bangunan tersebut. sebagai contoh, sebuah penggunaan lahan industri akan terdapat berbagai bangunan industri (pabrik) atau dalam penggunaan lahan perkantoran juga akan memiliki bangunan perkantoran. (Hafid Shirvani dalam fariable, 2011). Berdasarkan definisi tersebut, penggunaan lahan didefinisikan sebagai sekumpulan bangunan dengan fungsi yang sama yang berada pada guna lahan dengan fungsi yang sama pula. Klasifikasi Daerah Resiko Kebakaran Berdasarkan Penggunaan Lahan daerah rawan kebakaran dapat dikenali menurut penggunaan lahan berupa bangunannya, yaitu penggunaan lahan untuk industri, perdagangan, jasa, perkantoran dan permukiman. (Permen PU No. 20 tahun 2009 tentang Pedoman Teknis Manajemen Proteksi Kebakaran di Perkotaan). Adapun definisi masing – masing penggunaan lahan adalah sebagai berikut.
Kawasan industri adalah lahan yang dipetak – petak sedemikian rupa yang diperuntukkan bagi industri yang dirancang secara menyeluruh, dilengkapi dengan jalan, kemudahan – kemudahan umum dengan atau tanpa bangunan pabrik. (Unido, 1978 dalam Martopo, Aris, 2003). Kawasan Industri juga memiliki arti sebagai kawasan tempat pemusatan kegiatan industri yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana penunjang yang dikembangkan dan dikelola. Berdasarkan definisi penggunaan lahan yang telah dijelaskan sebelumnya, maka commit to user kawasan Industri merupakan sekumpulan bangunan yang memiliki fungsi berupa 13
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
bangunan Industri. Hal ini berarti penggunaan lahan kawasan Industri merupakan penggunaan lahan dengan bahaya kebakaran sangat tinggi, sehingga penggunaan lahan haruslah diperhatikan pada penggunaan lahan ini. (Peraturan Menteri PU No. 20 tahun 2009).
Kawasan perdagangan memiliki definisi sebagai kawasan yang terdiri dari berbagai aktivitas bisnis yang menyatu untuk melayani masyarakat sesuai dengan keinginan dan kebutuhannya. Berdasarkan definisi penggunaan lahan yang telah dijelaskan sebelumnya, maka Kawasan perdagangan adalah kawasan yang diperuntukan untuk kegiatan perdagangan. Hal ini berarti penggunaan lahan kawasan perdagangan merupakan penggunaan lahan dengan resiko kebakaran tinggi. Angka klasifikasi ini termasuk hunian dengan fungsi sebagai perdagangan bisa berupa pertokoan dan pasar. (Peraturan Menteri PU No. 20 tahun 2009).
Jasa adalah sesuatu yang diartikan sebagai hal yang dihasilkan berupa benda – benda berwujud ataupun tidak yang ditawarkan untuk memenuhi kebutuhan. (William J Stanton, 2004) Berdasarkan definisi penggunaan lahan yang telah dijelaskan sebelumnya, maka Kawasan Jasa adalah kawasan yang diperuntukan untuk kegiatan perdagangan yang bersifat pelayanan. Hal ini berarti penggunaan lahan kawasan jasa memiliki resiko sedang, dikarenakan dalam penggunaan lahan jenis ini memiliki kuantitas atau bahan mudah terbakar sedang. Yang termasuk dalam klasifikasi ini bisa berupa warung makan, bengkel, dan pergudangan. (Peraturan Menteri PU No. 20 tahun 2009).
Kantor adalah bangunan yang digunakan sebagai tempat bekerja yang berkenaan dengan kegiatan atau urusan administrasi. ( Drs. Kamisa, 1997). Dimana didalam bangunan perkatoran memiliki pekerjaan utama berupa kegiatan penanganan informasi dan kegiatan pembuatan maupun pengambilan keputusan berdasarkan informasi yang telah terhimpun tersebut. (Erns Neufert, 1989). Dalam kata lain, perkantoran dapat didefinisikan sebagai bangunan yang digunakan untuk pekerjaan admnistrasi dan manajerial. Berdasarkan definisi penggunaan lahan yang telah dijelaskan sebelumnya, maka Kawasan perkantoran adalah kawasan yang diperuntukan untuk kegiatan kantor, seperti pemerintahan, dan lain sebagainya. Hal ini berarti penggunaan lahan commit to user kawasan perkantoran memiliki resiko rendah dimana penggunaan lahan jenis ini 14
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
merupakan penggunaan lahan yang mirip untuk permukiman, yaitu perkantoran. (Peraturan Menteri PU No. 20 tahun 2009).
Kawasan permukiman adalah kawasan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang merupakan bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung. (UU No. 1 tahun 2011 tentang perumahan dan kawasan permukiman). Berdasarkan definisi penggunaan lahan yang telah dijelaskan sebelumnya, maka Kawasan permukiman adalah kawasan yang diperuntukan untuk kegiatan bermukim / tempat tinggal beserta kelengkapan sarana dan prasarana. Hal ini berarti penggunaan lahan kawasan permukiman memiliki resiko kebakaran relatif rendah dimana penggunaan lahan jenis ini bisa merupakan permukiman, kesehatan, pendidikan, peribadatan. (Peraturan Menteri PU No. 20 tahun 2009).
3) Kepadatan Penduduk Kepadatan Penduduk pada suatu wilayah membawa kecenderungan akan kerentanan kebakaran dan resiko dampak kebakaran. Semakin tinggi kepadatan penduduk dalam suatu wilayah akan membawa potensi terjadinya kebakaran pada suatu wilayah, begitu juga semakin rendah kepadatan penduduk suatu wilayah, semakin rendah pula potensi kebakaran yang dimiliki. Dalam SNI No. 3 tahun 2004 tentang perencanaan lingkungan di perkotaan terdapat standar kepadatan penduduk dalam suatu wilayah. Tabel 2 Klasifikasi kepadatan penduduk Klasifikasi Kawasan Kepadatan penduduk rendah kepadatan penduduk sedang kepadatan penduduk tinggi Sumber : SNI nomor 3 tahun 2004
<150jiwa/ha 151-200jiwa/ha >200jiwa/ha
tentang perencanaan lingkungan di perkotaan
4) Kepadatan Bangunan Kepadatan bangunan akan membawa dampak lanjutan dari adanya kejadian kebakaran dalam suatu wilayah. Kepadatan Bangunan dapat dilihat berdasarkan Koefisien Dasar Bangunan pada suatu wilayah yang selanjutnya disebut sebagai KDB atau melihat luas terbangun. commit to user Kepadatan bangunan merupakan faktor pemicu terjadinya kebakaran dikarenakan resiko kebakaran yang ditimbulkannya. Hal ini dikarenakan dalam suatu wilayah yang 15
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
memiliki kepadatan bangunan yang tinggi atau KDB tinggi terjadi kebakaran, kejadian kebakaran ini akan lebih cepat menyebar karena kondisi akan kepadatan bangunan yang tinggi yang berdampak semakin meluasnya wilayah yang terkena dampak. Jadi, semakin rendah kepadatan bangunan potensi penyebaran atau resiko kebakaran juga akan semakin rendah. PP Nomor 36 tahun 2005 tentang peraturan pelaksanan UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan dalam pasal 20 ayat 2 menetapkan KDB dalaam tingkatan rendah (kurang dari 30%), sedang (30% sampai dengan 60%), dan tinggi (lebih dari 60%). Perhitungan mengenai kepadatan bangunan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah melalui :
𝐾𝑒𝑝𝑎𝑑𝑎𝑡𝑎𝑛 𝐵𝑎𝑛𝑔𝑢𝑛𝑎𝑛 =
𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑤𝑖𝑙𝑎𝑦𝑎ℎ 𝑡𝑒𝑟𝑏𝑎𝑛𝑔𝑢𝑛 𝑥 100% 𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑤𝑖𝑙𝑎𝑦𝑎ℎ 𝑘𝑒𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ𝑎𝑛
5) Proteksi Terpasang Proteksi terpasang merupakan suatu usaha atau potensi yang dimiliki oleh suatu wilayah didalam upaya mencegah terjadinya suatu bencana kebakaran. Potensi yang dimiliki bisa berupa sarana ataupun prasarana pencegahan kebakaran. Dalam hal ini didasarkan pada sarana pencegahan kebakaran dimana dapat melihat proteksi yang terpasang pada suatu wilayah dalam mencegah terjadinya kebakaran. Sarana tersebut berupa hidran, pos pemadam kebakaran, dan jalur evakuasi. a. Hydran Salah satu unsur terpenting dalam pemadaman adalah tersedianya pasokan air dengan debit yang mencukupi. Pasokan air untuk keperluan pemadam kebakaran diperoleh dari sumber alam seperti kolam air, danau, sungai, jeram, sumur dalam dan saluran irigasi. Selain itu, pasokan air juga dapat diperoleh dari sumber buatan seperti tangki air, tangki gravitasi, kolam renang, air mancur, reservoir, mobil tangki serta yang lebih penting adalah Fire hydrant. Berdasarkan NFPA®1141 Standar for Fire Protection Infrastructure for Land Development in Suburban and Rural Areas, 2008:22 Dimana hydran memiliki jangkauan pelayanan 152 meter. b. Pos Pemadam Kebakaran Ketentuan berdasarkan Permen PU No 20 tahun 2009 tentang Pedoman Teknis commit to user Manajemen Proteksi Kebakaran di Perkotaan, terdapat ketentuan akan jangkauan
16
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
wilayah layanan pos pemadam kebakaran. Yaitu setiap pos pemadam kebakaran memiliki jangkauan wilayah layanan dalam radius maksimal 2,5 km. Jangkauan pos pemadam kebakaran ini menggambarkan seberapa cepat kejadian ditangani oleh pos pemadam kebakaran dilihat dari jarak terdekatnya. Semakin dekat dengan pos pemadam kebakaran, maka akan semakin cepat penanganannya. Jadi ketidakterjangkauan wilayah terhadap pos pemadam kebakaran akan menjadikan wilayah tersebut menjadi wilayah yang berpotensi terjadi kebakaran. sehingga jangkauan pos pemadam merupakan pemicu terjadinya kebakaran karena akan berpotensi terhadap resiko kebakaran yang besar pula. c. Jalur Evakuasi Jalur evakuasi merupakan prasarana proteksi yang ada didalam membantu masyarakat dalam mencapai lokasi yang aman terhadap kejadian bencana. Jalur evakuasi juga merupakan jalur yang digunakan oleh petugas didalam upaya pencapaian lokasi. Jalur ini dipilih dikarenakan jalur evakuasi merupakan jalur yang baik dan cepat serta merupakan jalur dengan jarak terdekat dalam menuju lokasi kejadian. Jadi wilayah yang didalamnya terdapat jalur evakuasi dapat dikatakan sebagai wilayah yang memiliki proteksi terhadap bencana atau dapat dikatakan sebagai kemampuan yang dimiliki oleh wilayah tersebut dalam mengurangi resiko bencana yang terjadi, begitu juga sebaliknya, sehingga ketiadaan jalur evakuasi akan menjadi pemicu kebakaran dan resiko kebakaran yang lebih besar. Tidak terdapat ketentuan secara umum terhadap jalur evakuasi. Akan tetapi dapat didasarkan pada diberlakukannya jalur pada suatu daerah oleh peraturan terkait. (dalam dokumen tata ruang RTRW Kota Surakarta 2011-2031)
6) Kesiapan Masyarakat Kesiapan Masyarakat adalah bagaimana suatu masyarakat pada suatu wilayah didalam upaya mencegah terjadinya kebakaran, mengatasi terjadinya kebakaran, serta tanggap terhadap situasi kebakaran. kesiapan masyarakat ini didasarkan pada fungsi penyelamatan (rescue) pada suatu wilayah. Upaya ini merupakan upaya penyelamatan guna memperkecil resiko bencana kebakaran dalam bentuk pelayanan atau pertolongan pertama terhadap kejadian kebakaran, serta sebagai upaya pencegahan dengan melakukan kerjasama terhadap instansi terkait. Kesiapan Masyarakat dapat dilihat dari dari keberadaan SATLAKAR serta upaya commit to user pencegahan dari adanya program pencegahan kebakaran yang ada dalam suatu 17
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
wilayah, dalam upaya menciptakan kemampuan dari adanya suatu pelatihan akan tanggap bencana. (Undang Nomor 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana)
b. Resiko Kebakaran Dalam konteks kebakaran, resiko diartikan sebagai suatu kecenderungan akan terjadinya kebakaran dari adanya konsekwensi atas potensi yang ditimbulkan dimana merupakan pemicu atas penyebab terjadinya kebakaran. Sehingga kecenderungan ini diartikan sebagai potensi terjadinya kebakaran atau kerawanan bencana. Undang-undang nomor 24 tahun 2007 tentang penanggulangan bencana mengartikan rawan bencana adalah suatu kondisi atau keadaan atau karakteristik pada suatu wilayah baik berupa keadaan geologis, biologis, hidrologis, klimatologis, geografis, sosial, budaya, dsb yang dalam jangka waktu tertentu dapat mengurangi kemampuan wilayah dalam menghadapi bahaya atau dampak buruk tertentu. Resiko Bencana ini merupakan potensi kerugian yang akan terjadi yang ditimbulkan dari adanya suatu bencana, atau merupakan suatu akibat dari adanya bencana pada suatu wilayah. Dimana dalam kurun waktu tertentu jika tidak segera dilakukan upaya penanganan terhadap wilayah yang memiliki potensi resiko bencana dala kurun waktu tertentu dapat membawa akibat berupa luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, kerusakan, gangguan kegiatan masyarakat, serta kematian. Suatu kerawanan pada suatu wilayah dapat dilihat dari tinggi atau rendahnya suatu bencana. Adanya kemampuan suatu wilayah dalam menghadapi resiko bencana akan diuji oleh adanya ancaman dan kerentanan bencana. Semakin besar suatu ancaman dan kerentanan wilayah terhadap suatu bencana tanpa diimbangi oleh kemampuan wilayah dalam menghadapi bencana, maka semakin tinggi resiko bencana pada wilayah tersebut, begitu juga sebaliknya. Jadi dengan tidak terdapatnya suatu ancaman dan juga kerentanan bencana pada suatu daerah, maka resiko wilayah tersebut dapat dikatakan rendah. Sedangkan sebaliknya, jika suatu wilayah memiliki ancaman dan kerentanan yang tinggi tanpa danya kemampuan, maka wilayah tersebut merupakan wilayah yang memiliki resiko bencana tinggi.
𝑅𝑒𝑠𝑖𝑘𝑜 𝐵𝑒𝑛𝑐𝑎𝑛𝑎 (𝑅) =
𝐴𝑛𝑐𝑎𝑚𝑎𝑛 (𝐴)𝑥 𝐾𝑒𝑟𝑒𝑛𝑡𝑎𝑛𝑎𝑛 (𝐾) 𝐾𝑒𝑚𝑎𝑚𝑝𝑢𝑎𝑛 (𝑀)
commit to user Sedangkan berdasarkan penyebab terjadinya bencana oleh Undang – Undang No. 24 tahun 2007 dijelaskan menjadi 3 (tiga) yaitu : 18
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
a. Bencana yang diakibatkan oleh peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain gempa bumi, gunung meletus, tsunami, dll selanjutnya disebut bencana alam. b. Bencana yang diakibatkan oleh adanya suatu peristiwa berupa gagal nya suatu teknologi, modernisasi, epidemic dan wabah penyakit selanjutnya disebut bencana non-alam. c. Bencana yang diakibatkan oleh adanya suatu peristiwa yang diakibatkan oleh manusia bisa meliputi konflik sosial, teror yang selanjutnya disebut bencana sosial.
5. Suatu Ancaman (hazard) Secara umum, bahaya diartikan sebagai suatu peristiwa atau kejadian yang dapat menimbulkan dampak buruk atau suatu kejadian yang dapat mengarah pada kehilangan maupun kesakitan. Berdasarkan Undang – Undang nomor 24 tahun 2007
tentang
penanggulangan bencana, Ancaman adalah suatu kejadian atau peristiwa yang dapat memicu terjadinya bencana. Sedangkan dalam Peraturan Kepala BNPB nomor 4 tahun 2008 tentang pedoman penyusunan rencana penangulangan bencana, menjelaskan akan suatu ancaman dapat diartikan sebagai kejadian baik dari alam maupun ulah manusia yang dapat menimbulkan ancaman akan dampak yang merugikan. Sumber ancaman (dalam Putra, 2011) dapat diklasifikasikan sebagai berikut: a. Bahaya yang disebabkan oleh kejadian alam seperti gempa bumi, tsunami, gunung meletus dan bencana lainnya disebut Natural Hazard. b. Bahaya yang disebabkan oleh manusia baik secara langsung maupun tak langsung disebut Man-made hazard. c. Bahaya yang disebabkan oleh reaksi rekayasa teknologi disebut Technology Hazard. Dengan melihat definisi dan klasifikasi yang disebutkan sebelumnya, penelitian ini memiliki fokus pada bahaya yang disebabkan oleh ulah manusia baik secara langsung maupun tidak langsung, yaitu dengan melihat fire history dan penggunaan lahan yang terdapat pada tata ruang wilayah Kota Surakarta dilihat dari faktor pemicu kebakaran.
6. Kerentanan Kerentanan dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan atau kondisi yang dapat mengurangi kemampuan masyarakat untuk mempersiapkan diri untuk menghadapi bahaya atau ancaman bencana. Kerentanan dapat berupa kerentanan fisik, lingkungan sosial, dan ekonomi. Beberapa hal yang dapat diartikan sebagai kerentanan diantaranya dapat berupa: commit to user a. Ekonomi seperti penghasilan yang tidak mapan serta tidak ada fasilitas pinjaman atau tabungan. 19
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
b. Alam seperti ketergantungan pada sumberdaya alam yang terbatas. c. Bangunan seperti rancang bangun gedung-gedung, lokasi rumah penduduk di tanah yang miring. d. Individu seperti terbatasnya keterampilan atau pengetahuan, kurang mendapat kesempatan karena masalah gender, lanjut usia atau masih terlalu muda. e. Sosial seperti komunitas yang terorganisir, terbagi-bagi atau kepemimpinan yang kurang baik. Davidson (dalam Putra,2011) berpendapat bahwa kerentanan dapat meliputi: a. Bangunan yang terbuat dari bahan yang mudah terbakar yang dapat dinyatakan dalam persentase bangunan. b. Kepadatan penduduk dimana akan menggambarkan tentang kemudahan tindakan evakuasi. c. Persentase penduduk berusia 0-4 dan 65+, penduduk sakit, cacat dan hamil. Badan koordinasi nasional penanggulangan bencana dalam arahan kebijakan mitigasi bencana perkotaan di Indonesia tahun 2002 menyebutkan bahwa kerentanan bencana suatu wilayah dipengaruhi oleh : a. Kerentanaan fisik suatu wilayah yang menggambarkan perkiraan tingkat kerusakan terhadap fisik dari adanya bahaya tertentu. b. Kerentanan sosial suatu wilayah dengan melihat perkiraan kerentanan sosial yang mnyengkut keselamatan jiwa penduduk terhadap bahaya. c. Kerentanan ekonomi suatu wilayah untuk melihat besarnya kerugian atas rusaknya kegiatan perekonomian dari adanya bahaya. Badan Pusat Statistik dalam arahan pengelompokan usia rentan sebagai nilai ketergantungan (Dependency Ratio). Dimana nilai ketergantungan memiliki arti bahwa setiap jiwa produktif akan menanggung beban usia tidak produktif (0-14 dan 60+).Kemudian nilai tersebut terbagi dalam tiga tingkatan. Ketiga tingkatan tersebut yaitu : a. Kelompok usia rentan (dependency ratio) rendah ≤50 b. Kelompok usia rentan (dependency ratio) sedang 51-69 c. Kelompok usia rentan (dependency ratio) tinggi ≥70 𝑑𝑒𝑝𝑒𝑛𝑑𝑒𝑛𝑐𝑦 𝑟𝑎𝑡𝑖𝑜 =
jumlah kelompok usia 𝑛𝑜𝑛𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑡𝑖𝑓 (0 − 14 &60 +) x100% jumlah usia produktif (15 − 60) commit to user
20
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Penelitian ini mengacu pada variabel yang ditentukan oleh suprapto seperti yang telah disampaikan sebelumnya, sehingga dengan melihat beberapa uraian diatas dan dibawa ke dalam faktor pemicu kebakaran penelitian memiliki fokus pada kepadatan pendudukan dan kepadatan bangunan. Kepadatan penduduk ini diukur dengan indikator yang telah ditetapkan oleh SNI nomor 3 tahun 2004, usia rentan dengan indikator yang diarahkan oleh Badan Pusat Statistik dan kepadatan bangunan dengan indikator sesuai PP Nomor 36 tahun 2005 tentang peraturan pelaksanan UU No. 28 Tahun 2002.
7. Kemampuan Dalam Undang – Undang nomor 24 tahun 2007 tentang penanggulangan bencana dikatakan bahwa kemampuan adalah serangkaian kegiatan yang dapat mengurangi atau menghilangkan suatu resiko terjadinya bencana dengan mengurangi adanya ancaman bencana maupun adanya kerentanan yang kemudian disebut sebagai pencegahan bencana. Kemampuan yang terdapat pada suatu wilayah tidak terlepas dari keberadaan kekuatan yang dimiliki oleh pihak-pihak dan sarana yang ada didalamnya. Adanya suatu kemampuan yang dimiliki oleh suatu daerah dapat menjadi alat yang dapat mengurangi terjadinya suatu bencana. Dengan maksud bahwa suatu kemampuan merupakan potensi yang dimiliki suatu wilayah untuk mencegah terjadinya bencana. Dalam penelitian ini, kemampuan suatu wilayah dilihat dari adanya proteksi terpasang yang dilihat berdasarkan indikator keberadaa hidran, pos pemadam kebakaran, jalur evakuasi, serta kesiapan masyarakat dengan melihat keberadaan satlakar serta program pencegahan yang terdapat pada suatu wilayah.
F. PEMADAMAN KEBAKARAN 1. Teknik pemadaman kebakaran Kemampuan untuk mempergunakan alat dan perlengkapan kebakaran dengan sebaik – baiknya disebut sebagai teknik pemadaman kebakaran.Taktik pemadaman kebakaran adalah kemampuan untuk menganalisa situasi sehingga dapat melakukan tindakan dengan cepat dan tepat tanpa menimbulkan korban maupun kerugian besar. Berikut ini adalah 5 teori pemadaman api: a. Cara pendinginan (cooling) Salah satu cara dengan menurunkan temperatur bahan bakar sampai tidak menimbulkan uap / gas kebakaran. Air adalah salah satu bahan pemadam yang commit to user baik dalam menyerap panas. Pendinginan biasanya tidak efektif pada produk gas dan cairan mudah terbakar yang memiliki flash poin dibawah suhu air. Oleh 21
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
karena itu media air tidak dianjurkan. Membasahi bahan – bahan yg mudah terbakar merupakan cara efektifdalam mencegah terjadinya kebakaran pada bahan yg belum terbakar. Akan memerlukan waktu cukup lama untuk bisa terbakar karena air harus diuapkan terlebih dahulu. b. Cara reduksi oksigen (smothering) Dengan membatasi oksigen dalam proses kebakaran, api dapat padam. Proses ini biasanya dengan menutup sumber api dengan karug goni basah (pemadaman tradisional) ataupun dengan penyemprotan karbon dioksida yg dapat mengurangi oksigen dalam kebakaran tersebut. c. Pemindahan bahan bakar (starvation) Ini cukup efektif tapi dalam prakteknya mungkin sulit. Sebagai contoh, pemindahan bahan bakar yaitu dengan menutup / membuka kerangan, memompa minyak ke tempat lain, memindahkan bahan yg mudah terbakar dll. Cara lain dengan menyiram bahan bakar yang terbakar dengan air atau membuat busa yg dapat menghentikan / memisahkan minyak dengan pembakaran. d. Pemutusan rantai reaksi (Break Chain Reaction) Pertama kali, para ahli menemukan bahwa reaki rantai bisa menghasilkan nyala api. Pada beberapa zat kimia mempunyai sifat memecah sehingga terjadi reaksi rantai oleh atom – atom yang dibutuhkan oleh nyala api untuk tetap terbakar. Dengan tidak terjadinya reaksi atom – atom ini, maka nyala api lama kelamaan padam. e. Melemahkan (Dillution) Cara ini sama halnya dengan smothering, hanya saja pada cara ini seperti mengurangi konsentrasi dari setiap unsur pembentuk api (Heat, fuel, oxygen) dengan memadukan keempat teori diatas.
2. Keberhasilan Pemadaman Proses pemadaman dilakukan pada awal mula kehadian kebakaran, artinya sebelum kebakaran menjadi besar. Hal ini dilakukan sebagai upaya dalam proses pemadaman kebakaran. Karena pada umumnya, kejadian kebakaran besar selalu dimulai dari adanya kebakaran kecil, sedang kebakaran kecil sekalipun pasti ada penyebabnya. (Rijanto, B. Boedi. 2010) Keberhasilan didalam upaya pemadaman kebakaran ditujukan sebagai usaha/kemampuan commit to user didalam pencegahan dan penanggulangan kebakaran. Hal ini dapat dilihat dari : 22
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
a. Kecepatan dalam melakukan tindakan. b. Peralatan yang digunakan. c. Tipologi bangunan yang terbakar. d. Kehandalan personel pemadam/masyarakat. e. Kondisi lingkungan yang terbakar. f. Komunikasi dan koordinasi. G. PERUMUSAN VARIABEL Tabel 3 Variabel Penelitian No 1
Faktor Kejadian Kebakaran
Variabel Frekuensi Kejadian
Definisi Operasional Semua kejadian kebakaran yang pernah terjadi pada suatu wilayah. Dimana kejadian kebakaran akan dapat terjadi kembali pada wilayah tersebut (Prof. Dr. Ir. Suprapto, MSc. FPE. IPM dalam Konsep dan Pendekatan dalam Penyusunan Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran untuk Kabupaten/Kota di Indonesia)
2
Penggunaa n Lahan
Permukiman Perkantoran Jasa Perdagangan Industri
3
Kepadatan Penduduk
Jumlah Kepadatan Penduduk
Penggunaan Lahan merupakan adanya penggunaan lahan yang kurang sesuai akan dapat menimbulkan adanya suatu bahaya terjadinya bencana kebakaran. (Prof. Dr. Ir. Suprapto, MSc. FPE. IPM dalam Konsep dan Pendekatan dalam Penyusunan Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran untuk Kabupaten/Kota di Indonesia) Kepadatan Penduduk pada suatu wilayah membawa kecenderungan akan kerentanan kebakaran dan resiko dampak kebakaran. (Prof. Dr. Ir. Suprapto, MSc. FPE. IPM dalam Konsep dan Pendekatan dalam Penyusunan Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran untuk Kabupaten/Kota di Indonesia)
Penduduk Usia Rentan
4
Kepadatan Bangunan
Kepadatan Bangunan
Kepadatan bangunan suatu wilayah membawa pengaruh terhadap potensi rawan bencana kebakaran. Semakin rendah kepadatan bangunan potensi penyebaran atau kerentanan kejadian kebakaran juga akan semakin rendah. (Prof. Dr. Ir. Suprapto, MSc. FPE. IPM dalam commit to user Konsep dan Pendekatan dalam Penyusunan Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran untuk Kabupaten/Kota di Indonesia)
Indikator Terjadinya kejadian kebakaran atau tidak.Serta seberapa sering kejadian kebakaran tersebut Peraturan Kepala BNPB Nomor 2 tahun 2012 tentang Pedoman Umum pengkajian risiko Bencana menetapkan klasifikasi kejadian kebakaran dalam 3 (tiga) kelas yaitu rendah (<2%), sedang (25%), tinggi (>5%). Klasifikasi penggunaan lahan dengan mengasumsikan berdasarkan Permen PU nomor 20 tahun 2009. Permukiman, Perkantoran, Jasa, Perdagangan, Industri Bagaimana Tingkat kepadatan penduduk serta turunannya berupa usia rentan peduduk. SNI nomor 3 tahun 2004 SNI nomor 3 tahun 2004 tentang perencanaan lingkungan di perkotaan <150jiwa/ha rendah 150 – 200jiwa/ha sedang >200 jiwa/ha tinggi Usia rentan (dependency ratio) Berdasaarkan arahan BPS. ≤50 rendah 51 – 69 sedang ≥70 tinggi Tingkat kepadatan bangunan >30 rendah 30 – 60 sedang >60 tinggi Sumber : PP Nomor 36 tahun 2005 tentang peraturan pelaksanan UU No. 28 Tahun 2002
23
perpustakaan.uns.ac.id No 5
Faktor Proteksi Terpasang
Variabel Sarana Terpasang Jumlah sarana Proteksi
Ketejangkau an pos Pemadam kebakaran
6
Kesiapan Masyaraka t
Satlakar
Program Pencegahan Kebakaran
digilib.uns.ac.id Definisi Operasional Merupakan sarana proteksi terhadap bencana kebakaran yang terdapat pada suatu wilayah. (Prof. Dr. Ir. Suprapto, MSc. FPE. IPM dalam Konsep dan Pendekatan dalam Penyusunan Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran untuk Kabupaten/Kota di Indonesia) Fire hydrant, pos pemadam kebakaran, serta jalur evakuasi dipilih dengan alasan untuk mengukur tingkat proteksi yang dimiliki oleh wilayah terutama Kota Surakarta didalam kejadian mengandalkan pada sarana dan prasrana tersebut.
Masyarakat pada suatu wilayah didalam upaya mencegah terjadinya kebakaran, mengatasi terjadinya kebakaran, serta tanggap terhadap situasi kebakaran. Dilihat berdasarkan keberadaan SATLAKAR pada suatu wilayah. SATLAKAR dipilih karena keberadaannya dalam masyarakat akan dapat membantu ketika terjadi kebakaran serta program pencegahan kebakaran dimana dapat mengurangi dampak meluasnya kebakaran. karena satlakar dan program pencegahan kebakaran merupakan sarana untuk pelatihan bencana.(Prof. Dr. Ir. Suprapto, MSc. FPE. IPM dalam Konsep dan Pendekatan dalam Penyusunan Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran untuk Kabupaten/Kota di Indonesia)
Indikator Jangkauan dari keberadaan fire hydrant (NFPA®1141 Standar for Fire Protection Infrastructure for Land Development in Suburban and Rural Areas, 2008:22) Keberadaan berdasarkan Jangkauan Pelayanan Pos Pemadam Kebakaran (Kepmen PU No 20 tahun 2009) Keberadaan Jalur evakuasi berdasarkan RTRW Kota Surakarta tahun 2011 - 2031 Keberadaan Satlakar dan program pencegahan bencana Undang – Undang nomor 24 tahun 2007 tentang penanggulangan bencana
Sumber : Analisis Penulis, 2012
commit to user
24
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
H. KERANGKA TEORI
Pemetaan Potensi Rawan Bencana Kebakaran di Kota Surakarta Pemetaan
Kota
Kebakaran
Rawan Bencana
Definisi Kebakaran
Ancaman
Teknik Pemadaman
Fenomena Kebakaran
Kerentanan
Klasifikasi Kebakaran
Keberhasilan Pemadaman
Kemampuan
Pemadaman Kebakaran
Faktor Kebakaran Pemicu Kebakaran Resiko Kebakaran Kebakaran Pemicu terjadinya Kebakaran
Pemataan Potensi Kebakaran (Resiko Rawan Bencana)
Gambar 2 Kerangka Teori
commit to user
25
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id BAB III RANCANGAN PENELITIAN
A. PENDEKATAN PENELITIAN Pendekatan
yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dan
ditunjang oleh pendekatan kuantitatif. Pendekatan dengan mengunakan kualitatif pada penelitian ini untuk mengetahui kondisi terhadap suatu lokasi yang ada yaitu Kota Surakarta, sehingga dengan pendekatan kualitatif didapatkan penilaian suatu wilayah terhadap kawasan potensi kebakaran, penjelas dari adanya pendekatan kuantitatif yang dilakukan, serta kesimpulan dari analisis. Pendekatan kualitatif dilakukan dengan cara : 1. Deskriptif, yaitu penelitian dengan cara melihat keadaan objek penelitian melalui uraian, pengertian atau penjelasan terhadap analisis yang bersifat terukur ataupun tidak terukur. Penjelasan secara deskriptif tidak hanya dilakukan dengan pengkajian melalui pengamatan terhadap data , akan tetapi juga dilakukan pengkajian dengan menggunakan teori. Hal ini digunakan agar dicapai hasil sintesa yang bersifat empiris. Dalam penelitian ini, pendekatan secara deskriptif digunakan untuk mengetahui kondisi pada setiap kelurahan di Kota Surakarta sesuai dengan topik yang diangkat pada penelitian ini yaitu terkait kebakaran berdasarkan faktor pemicu yang telah ditetapkan. 2. Spasial, yaitu pendekatan yang dilakukan dengan metode interaksi keruangan yang dilihat secara spasial. Pendekatan kualitatif dengan cara spasial dapat dilihat dengan penggambaran suatu lokasi berdasarkan gambaran maupun peta. Dalam penelitian ini, pendekatan secara spasial dilakukan sebagai kegiatan dalam mengidentifikasi keberadaan faktor pemicu terjadinya kebakaran di Kota Surakarta seperti yang telah ditetapkan sebelumnya. Analisis dengan pendekatan kuantitatif dilakukan dengan cara pembobotan dan penilaian terhadap variabel yang sesuai dalam metode analisis. Metode ini menggunakan data numerik sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan berupa Kelurahan yang menjadi hasil output perhitungan dari analisis berdasarkan metode analisis yang dilakukan.
B. METODE PENELITIAN Metode penelitiian dengan menggunakan metode kualitatif dan kuantitatif dalam penelitian ini berdasarkan pada makna penalaran atasdefinisi terhadap suatu situasi dalam konteks ruang lingkup penelitian pada pendekatan kualitatif, sedangkan pada kuantitatif commit to user dengan menggunakan data angka/numerik sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan berupa 26
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
nilai output yang terangkum dalam gambaran wilayah. Adapun tahapan dalam metode penelitian yang digunakan yaitu : 1. Persiapan Tahapan persiapan dilakukan untuk mencapai suatu tujuan berupa data yang dibutuhkan. Data yang lengkap dan akurat merupakan harapan yang ingin dicapai agar didapatkan hasil penelitian yang diinginkan. Dalam mendapatkan data-data yang akurat tersebut dilakukan persiapan antara lain : a. Perumusan masalah, tujuan, dan sasaran studi Perumusan masalah studi diangkat berkaitan dengan kejadian kebakaran di Kota Surakarta terkait potensi terhadap faktor pemicu terjadinya kebakaran dan Resiko Kebakaran di Kota Surakarta. b. Penetapan lokasi studi Lokasi studi yang diambil dalam penelitian ini dilakukan di Kota Surakarta Provinsi Jawa Tengah. Adapun alasan pengambilan lokasi tersebut adalah dengan adanya kondisi dimana Kota surakarta merupakan Kota yang memiliki indeks kebakaran yang tinggi berada pada rangking 26 Nasional pada 2011, serta belum terdapatnya pemetaan potensi rawan kebakaran pada Kota Surakarta. Hal ini berkaitan dengan suatu wilayah yang dipandang memiliki prospek pertumbuhan yang besar berikut kerawanan kebakaran, sehingga memerlukan adanya pembahasan terkait sebaran faktor yang berpotensi dan wilayah beresiko kebakaran di Kota Surakarta. c. Inventaris data-data yang ada, yaitu berupa data – data terkait kebakaran yang disesuaikan dengan faktor pemicu terjadinya kebakaran sesuai topik yang dibutuhkan dalam penelitian yang dilakukan. d. Pengumpulan studi pustaka yang berkaitan dengan penelitian ini untuk mempermudah dalam pembuatan metodologi serta pemahaman terhadap permasalahan yang diambil. e. Penyusunan teknis pelaksanaan survei Kegiatan ini meliputi perumusan teknis pengumpulan data dan pelaksanaan observasi.
2. Teknik Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data yang diambil dengan triangulasi data/gabungan. Dimana teknik ini menggabungkan data dari berbagai teknik pengumpulan data dan berbagai sumber data. commit to user 27
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Data yang dipakai merupakan data primer dan sekunder yang diambil dari Kota Surakarta yang merupakan lokasi studi. Data primer diambil dengan menyiapkan wawancara yang digunakan sebagai panduan dan notulensi sebagai dokumentasi data. Sedangkan data sekunder diambil dari instansi yang terkait seperti Kantor Dinas Pekerjaan Umum bidang Pemadam Kebakaran Kota Surakarta, Biro Pusat Statistik, Badan Perencana Pembangunan Daerah, PDAM, 51 (lima puluh satu) Kantor Kelurahan dan instansi terkait lainnya. Data pendukung dari internet, buku, majalah, surat kabar, dan lain sebagainya. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data fisik dasar lingkungan yang diantaranya meliputi topografi, iklim, curah hujan, dan sarana-prasarana wilayah, data kependudukan, serta data berupa kebijakan pemerintah. Teknik pengumpulan data yang digunakan secara umum adalah : a. Observasi, dimana perlu adanya pengamatan baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap objek penelitian. Observasi dilakukan sebagai usaha penunjang dengan melakukan pengamatan terhadap Kelurahan, sehingga dapat melihat gambaran penggunaan lahan pada setiap kelurahan yang merupakan ruang lingkup penelitian ini. Selain itu, kepadatan bangunan, penggunaan lahan, serta kesiapan masyarakat juga dilakukan upaya observasi dimana hal ini memiliki tujuan sebagai penunjang terhadap analisis yang telah dilakukan. b. Wawancara, adalah pengumpulan data sebagai penunjang dengan melalui cara memberikan daftar pertanyaan terhadap responden. Wawancara ini digunakan untuk mengetahui pandangan masyarakat mengenai kesiapan masyarakat, partisipasi masyarakat pada saat kejadian kebakaran. Dalam wawancara dilakukan dengan tidak terstruktur dan sebagai upaya didalam pengumpulan data terkait usaha-usaha yang dilakukan masyarakat ketika terjadi bencana kebakaran. c. Studi literatur, adalah teknik pengumpulan data dengan cara menyalin, menyadur, atau mengopi data dari literatur berupa teori dari para pakar untuk membandingkan dengan data yang terdapat dilapangan. Literatur yang akan digunakan dalam penelitian ini terkait dengan faktor-faktor pemicu kebakaran. Untuk memudahkan dalam pengumpulan data maka dibuat suatu instrumen mengenai data yang dibutuhkan. Berikut tabel yang menjelaskan mengenai data-data yang dibutuhkan dalam penelitian ini. commit to user 28
Tabel 4 Kebutuhan Data Faktor
Data
Sumber Data
Bentuk Data
Jenis Survey W O I √ √
1
Kejadian Kebakaran
Kejadian Kebakaran (bulan, jenis, lokasi)
Dokumen DPU bid. Pemadam Kebakaran Kejadian kebakaran, Kelurahan
Sekunder
2
Penggunaan Lahan
Luas wilayah Penggunaan Lahan - Luas Industri - Luas Perdagangan - Luas Jasa - Luas Perkantoran - Luas Permukiman
RTRW Kota Surakarta Kelurahan
Sekunder didukung primer
Jumlah penduduk dan Luas Wilayah Penduduk berdasarkan usia Luas wilayah yang terbangun (bangunan)
Surakarta Dalam Angka, Monografi kelurahan
Sekunder
RTRW Kota Surakarta, Kelurahan
Sekunder ditunjang primer
√
√
Data Hidran Data Pos pemadam kebakaran Sarana Evakuasi Jalur Evakuasi
Data persebaran hidran & pos pemadam kebakaran Data sarana dan Jalur Evakuasi Kota Surakarta
Sekunder ditunjang primer
√
√ √ √
SATLAKAR Program Pencegahan Kebakaran
Kelurahan
Primer
3
.Kepadatan Penduduk
4
Kepadatan Bangunan
5
Proteksi terpasang
6
Kesiapan Masyarakat
√
√ √
√
√
Alat yang dibutuhkan Kamera, alat tulis, penyimpanan dokumen
alat
Lokasi Keberadaan Data DPU bid PMK, BPS, Kelurahan.
Kamera, alat tulis, alat penyimpanan dokumen
Bappeda Kota Surakarta, BPS, Kelurahan.
alat penyimpanan dokumen
BPS
alat penyimpanan dokumen, alat tulis
Bappeda, BPS, Kelurahan
alat penyimpanan dokumen, kamera, alat tulis
PDAM bid. aset, DPU bid. Pemadam Kebakaran, Kecamatan, Kelurahan Kelurahan
√ √
√
√
alat penyimpanan dokumen, alat tulis
Sumber : Penulis, 2012
29
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3. Teknik Pengolahan dan Penyajian Data Setelah data yang dibutuhkan diperoleh, maka tahapan selanjutnya adalah pengolahan dan penyajian data, dengan langkah-langkah sebagai berikut : a. Verifikasi, yaitu pemeriksaan data secara umum dengan mengacu kepada daftar yang telah disusun. b. Klasifikasi, yaitu pengelompokan data berdasarkan kepentingan/tujuan yang ingin dicapai atau berdasarkan kesamaan dalam aspek tertentu. c. Tabulasi, proses akhir dalam penyusunan data agar mudah dibaca, dimengerti, dan digunakan sesuai tujuan penelitian. Dari sasaran penelitian tersebut, penjelasan dilakukan dengan cara : a. Secara deskriptif b. Gambaran tabel, peta-peta secara diagmatis dan sketsa-sketsa gambar c. Tampilan foto-foto dan sketsa gambar kawasan studi sesuai dengan keperluan data dan analisis kualitatif dari segi visual berdasarkan teori pendukungnya.
4. Teknik Analisis Data Setelah dilakukan tahapan pengumpulan data, tahap selanjutnya adalah melakukan analisis data yang akan dilakukan dengan beberapa analisis. Analisis yang dipakai sebagai upaya dalam pencapaian tujuan penelitian ini adalah analisis dekriptif kualitatif dan kuantitatif, yaitu : a. Analisis Deskriptif Kualitatif Faktor Pemicu Kebakaran. Analisis Deskriptif kualitatif terhadap data dengan teori dan pedoman standar. Data yang digunakan merupakan data Kota Surakarta secara umumyang berkaitan dengan Kebakaran melihat dari faktor pemicu terjadinya kebakaran agar dapat diketahui pemicu kebakaran. Analisis ini terkait dengan penilaian terhadap 6 faktor pemicu kebakaran, yaitu kejadian kebakaran, penggunaan lahan, kepadatan penduduk, kepadatan bangunan, sistem proteksi aktif terpasang, dan kesiapan
masyarakat. Faktor pemicu ini akan
disinkronisasikan dengan standar, indikator,dan teori melalui analisis deskriptif yang kemudian dapat diketahui mengenai faktor yang menjadi potensi terjadinya kebakaran di Kota Surakarta. Identifikasi terhadap faktor pemicu terjadinya kebakaran dilakukan tidak hanya untuk menganalisis secara deskriptif terhadap 6 (enam) faktor pemicu terjadinya kebakaran commit to user dengan indikator masing – masing, tetapi juga dengan tujuan untuk mengetahui faktor 30
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pemicu yang muncul sebagai pemicu kebakaran di Kota Surakarta. Secara sederhana, semakin banyak kelurahan yang memiliki penilaian terhadap faktor pemicu terhadap indikatornya, maka wilayah tersebut memiliki kemungkinan besar terhadap terjadinya kebakaran dari faktor pemicu yang ada.dalam kata lain dapat dikatakan bahwa faktor pemicu tersebut memiliki potensi yang tinggi dalam memicu terjadinya kebakaran, Sehingga nantinya juga didapatkan hasil berupa identifikasi faktor pemicu yang paling berpotensi dalam memicu kebakaran berdasarkan analisis deskriptif untuk dapat menjadikan rekomendasi penelitian.
b. Analisis Skoring/Pembobotan untuk Menilai Kawasan Rawan Bencana Kebakaran Analisis kuantitatif yang digunakan dalam penelitian ini adalah Analisis Pembobotan atau skoring digunakan terhadap faktor-faktor yang menjadi pemicu terjadinya didalam menilai tingkat potensi kebakaran. Dari hasil analisis deskriptif kualitatif sebelumnya, akan dilakukan analisis lanjutan berupa analisis dengan pembobotan. Tahapan ini bertujuan untuk mengetahui hasil kuantitatif berupa nilai potensi resiko kebakaran di Kota Surakarta dengan membobot 6 faktor pemicu kebakaran berdasarkan variabelnya. Analisis pembobotan ini dilakukan dengan cara mengambil hasil identifikasi deskriptif kualitatif dari faktor-faktor yang menjadi pemicu kebakaran yaitu gambaran wilayah kebakaran untuk dibobot sesuai variabel dan indikator dengan nilai bobotnya. Pemberian bobot ditentukan berdasarkan bobot yang telah ditentukan oleh Peraturan Menteri PU no 20 tahun 2009 dan Badan Penanggulangan Bencana Kebakaran Nasional dalam Indeks Rawan Bencana Indonesia. Masing – masing indikator kemudian dikelompokan menjadi 3 kelas. Pengelompokan pada 3 kelas ini didasarkan untuk memudahkan peneliti didalam melakukan pengklasifikasian dalam analisis perhitungan yang dilakukan. Sedang penentuan interval masing – masing kelas didasarkan pada perhitungan yang ditetapkan berdasarkan indikator masing – masing variabel. Dimana penggunaan kelas ini juga didasarkan pada penggunaan data yang variatif. Artinya, terdapat data yang memiliki skala yang tidak sama sehingga memberikan perbedaan, antara lain data tentang keberadaan sarana proteksi,keberadaan satlakar, dan keberadaan program pencegahan kebakaran.
commit to user 31
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 5 Perumusan Indikator dan Bobot Rawan Bencana Kebakaran No 1
Faktor Kejadian Kebakaran
Variabel Frekuensi Kejadian
Indikator Rendah (<2%), Sedang (2–5%), Tinggi (>5%). * PerKa BNPB Nomor 2 tahun 2012.
2
Penggunaan Lahan
Permukiman
Perkantoran
Jasa
Perdagangan
Industri
3
Penduduk
Jumlah Kepadatan Penduduk
Penduduk Usia Rentan
4
Bangunan
Kepadatan Bangunan
Rendah (<59%), Sedang (59% - 75%), Tinggi (>75%) Rendah (<9%), Sedang (9% - 18%), Tinggi (>18%). Rendah (<2%), Sedang (2% - 6%), Tinggi (>6%). Rendah (<12%), Sedang (12% - 26%), Tinggi (>26%). Rendah (<2%), Sedang (2% - 5%), Tinggi (>5%). * penggunaan lahan didapat dengan mengasumsikan terhadap Permen PU No 20 tahun 2009, serta melakukan perhitungan dengan formula Sturgess.
Rendah (<150), Sedang (150-200), Tinggi (>200). *Standar Nasional Indonesia nomor 3 tahun 2004 ttg tata cara perencanaan lingkungan perkotaan Rendah (≤50), Sedang (51-69), Tinggi (≥70). * Arahan dari Badan statistik terhadap tingkatan usia rentan pada suatu wilayah Rendah (< 30%), Sedang (30% - 60%), Tinggi (>60%). *PP Nomor 36 tahun 2005 ttg peraturan pelaksanan UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan commit todalam user pasal 20 ayat 2 menetapkan
Bobot 3
*bobot didapat dari asumsi terhadap Indeks Rawan Bencana Indonesia 3
4
5
6
7 *bobot didapat dari asumsi dimana angka klasifikasi 3-7 yang berarti (tinggirendah) pada Permen PU No. 20 tahun 2009 dibalik jadi (rendahtinggi) agar sesuai dengan perhitungan 5 *bobot didapat dari asumsi berdasarkan Indeks Rawan Bencana Indonesia 5 *bobot didapat dari asumsi berdasarkan Indeks Rawan Bencana Indonesia 6 *bobot didapat dari asumsi berdasarkan Indeks Rawan Bencana Indonesia
32
perpustakaan.uns.ac.id No 5
Faktor Proteksi Terpasang
digilib.uns.ac.id Variabel Sarana Proteksi
Jumlah Sarana Proteksi
Keterjangkauan Pos Pemadam
Kepadatan Bangunan Indikator Rendah (<34), Sedang (34-67), Tinggi (>67). Rendah (<2%), Sedang (2%-4%), Tinggi (>4%). *didapatkan berdasarkan perhitungan dengan menggunakan formula Sturgess. Rendah (Jangkauan III), Sedang (Jangkauan II), Tinggi (Jangkauan I). *Permen Pu Nomor 20 tahun 2009, asumsi dengan memasukkan jangkauan maksimal 2,5km kedalam 3 kelas
6
Kesiapan Masyarakat
Bobot 5
5
5
Satlakar
Ada & tidak
*bobot didapatkan dari asumsi berdasarkan Indeks Rawan Bencana Indonesia bahwa Keberadaan masing – masing variabel membawa dampak langsung terhadap manusia 5
Program Pencegahan Kebakaran
Ada & Tidak
5
*didapat dengan mengasumsikan Undang – Undang Nomor 24 tahun 2007, bahwa keberadaan pihak – pihak serta program merupakan alat dalam mengurangi resiko bencana (kebakaran).
*bobot didapatkan dari asumsi berdasarkan Indeks Rawan Bencana Indonesia bahwa keberadaan masing masing variabel membawa dampak langsung terhadap manusia
Sumber : - Arahan Badan Statistik terhadap tingkatan usia rentan - Indeks Rawan Bencana Indonesia 2011 oleh BNPB - Undang – Undang nomor 24 tahun 2007 tentang penanggulangan bencana - Peraturan Menteri Pekerjaan Umum nomor 20 tahun 2009 tentang Pedoman Teknis Manajemen Proteksi Kebakaran Di Perkotaan - PP Nomor 36 tahun 2005 tentang peraturan pelaksanan UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan dalam pasal 20 ayat 2 - Peraturan Kepala BNPB Nomor 2 tahun 2012 tentang Pedoman Umum pengkajian risiko Bencana - Standar Nasional Indonesia nomor 3 tahun 2004 tentang tata cara perencanaan lingkungan perkotaan
Dalam melakukan penentuan skor, dilakukan dengan metode pengkalian antara kelas (1,2, dan 3) yang merupakan indikator dengan bobot yang telah menjadi ketentuan. Skor masing – masing variabel kemudian dijumlahkan untuk memperoleh total skor. Dimana kemudian masing – masing skor variabel dimasukkan dalam rumus Resiko Bencana commit to user 33
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
untuk kemudian dilakukan perhitungan dengan metode matematika untuk mendapat skor resiko kebakaran. Ada pun rumus resiko bencana adalah :
𝑅𝑒𝑠𝑖𝑘𝑜 𝐵𝑒𝑛𝑐𝑎𝑛𝑎 (𝑅) =
𝐴𝑛𝑐𝑎𝑚𝑎𝑛 (𝐴)𝑥 𝐾𝑒𝑟𝑒𝑛𝑡𝑎𝑛𝑎𝑛 (𝐾) 𝐾𝑒𝑚𝑎𝑚𝑝𝑢𝑎𝑛 (𝑀)
Hal ini dilakukan agar didapatkan hasil kuantitatif akan tingkatan wilayah berpotensi bencana kebakaran berupa nilai, tingkat resiko bencana kebakaran pada masing – masing wilayah kelurahan di Kota Surakarta dan pemetaan tingkat potensi resiko bencana Kebakaran di Kota Surakarta. Tabel 6 Perhitungan Analisis Resiko Kebakaran NO
FAKTOR
1
Kejadian Kebakaran
VARIABEL Frekuensi Kejadian
KELAS
BOBOT
1
3
NILAI KELURAHAN
2 3
2
Penggunaan Lahan
Permukiman
1
3
2 3 1
4
2 3 Jasa
1
5
2 3 Perdagangan
1
KELAS x BOBOT
Perkantoran
6
2 3 Industri
1
7
2 3 JUMLAH SKOR ANCAMAN (A) 3
Penduduk
1
Penduduk Usia Rentan
1
5
2 3 5
2 3
4
Bangunan
commit to user
Kepadatan
1
KELAS x BOBOT
Jumlah Kepadatan Penduduk
6
34
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id Bangunan
2 3
JUMLAH SKOR KERENTANAN (K) 5
Proteksi terpasang
Sarana Proteksi
1
5
2 3 1
5
2
KELAS x BOBOT
Jumlah Sarana Proteksi
3 Keterjangkauan Pos Pemadam
1
5
2 3
6
Kesiapan Masyarakat
Satlakar
0
5
1
Program 0 5 Pencegahan 1 Kebakaran JUMLAH SKOR KEMAMPUAN (M) SKOR RESIKO BENCANA KEBAKARAN (R)
Sumber : Analisis,2012
5. Tahap Sintesis Merupakan hasil akhir dari penelitian yang berupa kesimpulan dan rekomendasi mengenai kegiatan penelitian. Hasil sintesis ini diharapkan dapat menjadi gambaran tentang wilayah yang berpotensi rawan kebakaran di Kota Surakarta saat ini. Sehingga dapat dilakukan upaya pencegahan dan penanggulangan bahaya kebakaran. Data Deskriptif Kualitatif
Teori, UU, peraturan, dan standar
Ancaman terhadap kebakaran
Teridentifikasinya wilayah yang memiliki potensi rawan kebakaran di Kota Surakarta berdasarkan faktor pemicu kebakaran
Scoringatau Pembobotan Variabel
Perhitungan Resiko Kebakaran
Kerentanan terhadap kebakaran
Kemampuan terhadap kebakaran
Terpetakannya kawasan dengan tingkat Resiko Kebakaran di Kota Surakarta
Gambar 3 Kerangka Analisis
Teridentifikasinya nilai wilayah resiko bencana Kebakaran di Kota Surakarta
commit to user Upaya pencehagan dan penanggulangan kebakaran (Rekomendasi) 35
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN
A. PROFIL WILAYAH KOTA SURAKARTA 1. Kondisi Fisik Letak Wilayah ditinjau berdasrkan kedudukan Secara geografis kota Surakarta dan sekitarnya terletak pada posisi 110°45’15” - 110°45’35” Bujur Timur dan 7°36’00” 7°56’00” LS Lintang Selatan. Kota Surakarta merupakan salah satu kota besar di Jawa Tengah yang menunjang kota-kota lainnya seperti Semarang serta Daerah Istimewa Yogyakarta. Batas-batas administrasi kota Surakarta yaitu:
Sebelah Utara
: Kabupaten Karanganyar, Kabupaten Boyolali
Sebelah Timur
: Kabupaten Karanganyar, Kabupaten Sukoharjo
Sebelah Selatan
: Kabupaten Sukoharjo
Sebelah Barat
: Kabupaten Karanganyar, Kabupaten Sukoharjo
Luas daerah administrasi kurang lebih 4.404,06 ha yang terdiri dari lima wilayah kecamatan yaitu Kecamatan Banjarsari, Jebres, Laweyan, Pasar Kliwon, dan Serengan. Kelima kecamatan tersebut terbagi dalam beberapa kelurahan, yaitu :
Kecamatan Laweyan, yang terdiri dari 11 Kelurahan
Kecamatan Serengan, yang terdiri dari 7 Kelurahan
Kecamatan Jebres, yang terdiri dari 11 Kelurahan
Kecamatan Pasar Kliwon, yang terdiri dari 9 Kelurahan
Kecamatan Banjarsari, yang terdiri dari 13 Kelurahan
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
commit to user 36
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id Tabel 7 Pembagian Administrasi Kota Surakarta
No
Kecamatan
1
Laweyan
2
Serengan
3
Pasar Kliwon
4
Jebres
5
Banjarsari
Kelurahan
Luas
RW
RT
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Pajang Laweyan Bumi Panularan Sriwedari Penumping Purwosari Sondakan Kerten Jajar Karangasem Joyotakan Danukusuman Serengan Tipes Kratonan Jayengan Kemlayan Joyosuran Semanggi Pasar Kliwon Baluwarti Gajahan Kauman Kampung Baru Kedung Lumbu Sangkrah Kepatihan Kulon Kepatihan Wetan Sudiroprajan Gandekan Sewu Pucang Sawit Jagalan Purwodiningratan
155,20 24,83 37,30 54,40 51,30 50,33 84,40 78,50 92,10 105,50 130,00 45,90 50,80 64,00 64,00 32,40 29,30 33,00 54,00 166,82 36,00 40,70 33,90 19,20 30,60 55,10 45,20 17,50 22,50 23,00 35,00 48,50 127,00 65,00 37,30
16 3 7 8 6 6 14 15 13 8 9 6 15 15 15 6 9 6 12 23 12 12 9 6 6 7 13 3 2 9 9 9 15 15 10
87 10 28 48 25 28 51 52 48 45 36 32 58 64 69 35 30 24 55 131 36 38 32 22 22 30 58 20 18 35 36 35 56 63 35
9. 10. 11. 1.
Tegalharjo Jebres Mojosongo Mangkubumen
32,50 317,00 532,88 79,70
6 36 35 14
33 128 172 58
2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.
Timuran Keprabon Ketelan Punggawan Kestalan Setabelan Gilingan Manahan Sumber Nusukan Kadipiro
31,50 31,80 25,00 36,00 20,80 27,70 127,20 128,00 133,30 206,30 508,80
5 6 9 6 6 9 21 13 17 24 33
22 26 31 31 20 31 112 61 75 143 216
13. Banyuanyar
125,00 4.404,06
12 61
48 2.708
KOTA SURAKARTA
Sumber : Kompilasi Kelurahan Dalam Angka Surakarta 2010, diolah 2012
commit to user 37
Peta Administrasi Kota Surakarta
38
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2. Pemadam Kebakaran a. Sumber Daya Manusia Pemadam Kebakaran Kota Surakarta memiliki 68 petugas kebakaran. Dari 68 petugas kebakaran terbagi ke dalam beberapa jabatan, diantaranya Kepada Bidang Pemadam Kebakaran, Kepala Sie perlengkapan, Kepala Sie Manajemen Pemadaman, administrasi, Petugas pemadam dan Pengemudi. Tabel 8 Pembagian Tugas Bidang Pemadam Kebakaran Di Kota Surakarta Tugas Jumlah 1 orang Kepala Bidang PMK 2 orang Kepala Sie 5 orang Admnistrasi 40 orang Petugas Pemadam 20 orang Pengemudi Sumber : Profil DPU bidang Pemadam Kebakaran
b. Sarana Pemadam Kebakaran Sarana Pemadam Kebakaran berupa pos pemadam kebakaran. Pos pemadam kebakaran di Kota Surakarta terdiri dari 3(tiga) pos yang tersebar di 3(tiga) kecamatan. Ketiga pos yaitu Pos Pedaringan, Pos Kota Barat, dan Pos Gading. Mobil pemadam Kebakaran berjumlah 12 unit kendaraan. Yang terdiri dari 3 mobil tangki, 8 mobil Fire Truck, dan 1 mobil tangga 22meter plus 1 mobil dan 2 unit sepeda motor sebagai operasional.
Gambar 4 Mobil Pemadam Kebakaran c. Kejadian Kebakaran Kejadian bencana kebakaran di Kota Surakarta mengalami peningkatan pada setiap tahunnya. Pada tahun 2010 daritosemula commit user 28 kejadian menjadi 37 kejadian di 39
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
tahun 2011. Bahkan pada tahun 2012 telah terjadi 46 kejadian kebakaran sampai bulan agustus saja. Jika dilihat dari bulan terjadinya kebakaran, maka bulan Juli, Agustus, September, dan Oktober merupakan bulan yang paling sering terjadi Kebakaran. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel 9 Kejadian Kebakaran di Kota Surakarta Berdasarkan Bulan Kejadian tahun 2007-2011 Bulan 2010 2011 2012 4 2 3 Januari 1 2 6 Februari 2 2 5 Maret 0 3 2 April 3 3 6 Mei 2 1 8 Juni 1 10 7 Juli 1 6 9 Agustus 6 3 belum terdata September 0 8 belum terdata Oktober 3 3 belum terdata November 5 4 belum terdata Desember Jumlah Kejadian 28 37 46 ( sementara) Kebakaran Sumber : Surakarta Dalam Angka 2011, diolah 2012
Data kejadian kebakaran dari dinas pekerjaan umum bidang pemadam kebakaran menyebutkan jumlah kejadian kebakaran pada masing-masing kecamatan di Kota Surakarta. Dari data yang terkumpul, Kelurahan yang mengalami jumlah kejadian paling tinggi selama kurun waktu 2010 – 2012 adalah Kelurahan Jebres Kecamatan Jebres dengan jumlah 9 kejadian. Disusul oleh Kelurahan Gilingan Kecamatan Banjarsari dengan jumlah 7 kejadian, serta Kelurahan Pajang, Kelurahan Karangasem Kecamatan Laweyan, Kelurahan Semanggi Kecamatan Pasar Kliwon, Kelurahan Kadipiro Kecamatan Banjarsai dengan masing – masing jumlah kejadian 6 kejadian. Sedangkan kelurahan selain yang telah disebutkan memiliki jumlah kejadian dibawahnya. Secara lebih rinci kejadian kebakaran di Kota Surakarta dalam kurun waktu 2010 – 2012 dapat dilihat pada tabel 10 dibawah ini. Tabel 10 Kejadian Kebakaran di Kota Surakarta Dirinci Berdasarkan Kelurahan tahun 2011-2012 No
Kecamatan
1
Laweyan
Kelurahan 1. Pajang 2. Laweyan 3. Bumi 4. commit Panularan to 5. Sriwedari
user
2010 1 1 1 -
2011
2012
3 1 -
2 1 1 2
40
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2
Serengan
3
Pasar Kliwon
4
Jebres
5
Banjarsari
6. 7. 8. 9. 10. 11. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.
Penumping Purwosari Sondakan Kerten Jajar Karangasem Joyotakan Danukusuman Serengan Tipes Kratonan Jayengan Kemlayan Joyosuran Semanggi Pasar Kliwon Baluwarti Gajahan Kauman Kampung Baru Kedung Lumbu Sangkrah Kepatihan Kulon Kepatihan Wetan Sudiroprajan Gandekan Sewu Pucang Sawit Jagalan Purwodiningratan Tegalharjo Jebres Mojosongo Mangkubumen Timuran Keprabon Ketelan Punggawan Kestalan Setabelan Gilingan Manahan Sumber Nusukan Kadipiro
13. Banyuanyar KOTA SURAKARTA
1 2 1 1 1 3 1 1 1 3 1 1 3 1 1 3 28
1 2 1 2 1 2 1 1 3 1 1 1 1 1 1 3 1 1 1 3 1 1 1 1
1 3 1 1 1 2 1 3 1 1 1 2 2 7 2 2 1 1 1 1 1 2
37
2 46
Sumber : DPU Bidang Pemadam Kebakaran, 2010 - 2012
Gambar 5 Bangunan kebakaran commitbekas to user 41
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Peta Kejadian Kebakaran
commit to user 42
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Peta Pos pemadan Kebakaran
commit to user 43
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3. Penggunaan Lahan Penggunaan lahan budidaya Kota Surakarta dibedakan menjadi beberapa jenis, diantaranya perumahan/permukiman, perkantoran, jasa, perdagangan, industri. Sebagian besar penggunaan lahan Kota Surakarta berupa perumahan/permukiman yang mencapai 3.142,29 ha dari luas wilayah total 4.406,06 ha. Diantara penggunaan lahan budidaya di Kota Surakarta yang paling kecil yaitu lahan untuk industri sebesar 121,90 ha. Dari penggunaan lahan budidaya eksisting Kota Surakarta pada tahun 2012, total penggunaan lahan mencapai luas 3.781,71 ha dari luas wilayah 4.404,06 ha Kota Surakarta atau sebesar 85% total luas wilayah. Penggunaan lahan yang disajikan dalam data merupakan penggunaan lahan yang menggambarkan funsi kekotaan. Secara lebih rinci, luas penggunaan lahan eksisisting Kota Surakarta akan dijabarkan melalui tabel berikut ini.
Tabel 11 Penggunaan Lahan Kota Surakarta 2012 (ha) No
Keca matan
1
Lawey an
2
Seren gan
3
Pasar Kliwo n
Kelurahan 1.Pajang 2. Laweyan 3. Bumi 4. Panularan 5. Sriwedari 6. Penumping 7. Purwosari 8. Sondakan 9. Kerten 10. Jajar 11. Karangasem 1. Joyotakan 2. Danukusuman 3. Serengan 4. Tipes 5. Kratonan 6. Jayengan 7. Kemlayan 1. Joyosuran 2. Semanggi 3. Pasar Kliwon 4. Baluwarti 5. Gajahan 6. Kauman 7. Kampung Baru 8. Kampung Lumbu 9. Sangkrah
Permuki man 130,65 15,88 28,14 45,35 38,44 41,18 69,84 68,52 64,75 87,77 98,13 31,27 34,02 56,57 46,12 24,62 18,48 21,22 47,99 125,85 27,17 37,37 19,88 14,68 20,46 31,21 33,72
Perdag angan
Industri
3,19 0,99 1,88 1,17 1,93 2,77 4,67 1,29 3,45 5,66 0,75 0,43 1,15 0,97 1,75 1,96 1,39 1,78 0,44 4,03 2,17 0,51 0,84 0,52 0,03
9,11 1,86 1,61 2,05 6,15 2,08 0,75 1,27 1,11 0,04 0,15 2,89 3,37 3,26 6,98 4,89 6,71 8,59 1,65 9,96 4,1 0,62 3,45 2,53 1,43
1,48 0,61 0,21 1,52 1,45 0,76 0,32 0,52 8,52 3,59 4,12 1,05 1,35 0,79 1,43 0,44 2,11 0,18 2,83 3,54 1,71 0 0 0,24 0
Luas Penggunaan Lahan 147,77 19,45 32,11 52,20 51,11 47,76 76,29 73,13 84,53 103,22 105,68 35,82 40,69 62,41 56,87 32,13 29,39 32,40 53,65 144,41 35,30 39,12 24,49 18,59 30,61
2,25 to user 3,12 commit
6,55
1,41
44,54
55,10
0,9
0
35,71
45,20
Perkant oran 3,34 0,11 0,27 2,11 3,14 0,97 0,71 1,53 6,70 6,16 2,53 0,18 0,8 0,82 0,59 0,22 0,7 0,63 0,74 1,03 0,15 0,62 0,32 0,62 8,69
0,55
Jasa
0,54
Luas wilayah 155,20 24,83 37,30 54,40 51,30 50,33 84,40 78,50 92,10 105,50 130,00 45,90 50,80 64,00 64,00 32,40 29,30 33,00 54,00 166,82 36,00 40,70 33,90 19,20 30,60
44
perpustakaan.uns.ac.id No
Keca matan
4
Jebres
5
Banjar sari
Kelurahan 1. Kepatihan Kulon 2. Kepatihan Wetan 3. Sudiroprajan 4. Gandekan 5. Sewu 6. Pucang Sawit 7. Jagalan 8. Purwodiningrat an 9. Tegalharjo 10. Jebres 11. Mojosongo 1. Mangkubumen 2. Timuran 3. Keprabon 4. Ketelan 5. Punggawan 6. Kestalan 7. Setabelan 8. Gilingan 9. Manahan 10. Sumber 11. Nusukan 12. Kadipiro 13. Banyuanyar
Kota Surakarta
digilib.uns.ac.id Permuki man
Perkant oran
Jasa
Perdag angan
Industri
Luas Penggunaan Lahan
Luas wilayah
9,07
1,52
1,52
2,51
0
14,62
17,50
10,15
2,1
2,1
5,24
0
19,59
22,50
11,97 28,56 31,9 64,5 51,64
0,78 1,19 1,44 4,35 0,75
0,78 1,19 1,44 4,35 0,75
9,44 3 2,72 1,86 4,73
0 0,92 3,55 8,79 3,81
22,97 34,86 41,05 83,85 61,68
23,00 35,00 48,50 127,00 65,00
22,34
3,02
3,02
9,06
0
37,44
37,30
24,4 226,98 320,26 53,08 21,02 20 15,9 26,65 15,29 16,69 97,65 95,89 106,83 164,71 342,62 83,23
1,53 19,13 6,59 8,93 3,08 0,97 2,53 2,56 1,41 0,63 8,44 6,91 1,79 2,27 9,16 5,77
1,53 19,13 6,59 8,93 3,08 0,97 2,53 2,56 1,41 0,63 8,44 6,91 1,79 2,27 9,16 5,77
0,79 12,38 10,7 8,07 3,96 6,6 1,56 4,34 1,59 9,07 6,26 2,54 4,83 8,77 5,16 5,72
0 17,98 8,12 0,28 0,07 0 0 0 0,36 0 3,97 1,95 0 1,67 28,9 1,35
28,25 295,60 352,26 79,29 31,21 28,54 22,52 36,11 20,06 27,02 124,76 114,20 115,24 179,69 395,00 101,84
32,50 317,00 532,88 79,70 31,50 31,80 25,00 36,00 20,80 27,70 127,20 128,00 133,30 206,30 508,80 125,00
3142,29
143,33
146,23
227,96
121,90
3781,71
4404,06
Sumber : Hasil survey, 2012
commit to user 45
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Peta Penggunaan Lahan
commit to user 46
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4. Kondisi Sosial dan Bangunan Data mengenai kependudukan digunakan sabagai dasar untuk perencanaan pada berbagai bidang pembangunan dan untuk melakukan evaluasi dari hasil pembangunan. Jumlah penduduk Kota Surakarta pada tahun 2010 sebanyak 586.019 jiwa. Tabel 12 Jumlah Penduduk Laki – laki dan Perempuan Kota Surakarta Tahun 2003-2010 Tahun Laki-laki Perempuan Jumlah 242.591 254.643 497.234 2003 249.279 261.433 510.711 2004 250.868 283.672 534.540 2005 254.259 258.639 512.898 2006 246.132 269.240 515.372 2007 247.245 275.690 522.935 2008 249.287 278.915 528.202 2009 243.296 256.041 586.019 2010 Sumber : Surakarta Dalam Angka 2010, diolah 2012
Sex Ratio 95,27 95,35 88,44 98,31 91,42 89,68 89,38 95,02
Dengan melihat perbandingan jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin, dapat disimpulkan bahwa jumlah penduduk perempuan lebih banyak dibandingkan dengan penduduk laki – laki. Rasio jenis kelamin sebesar 95,02. Artinya setiap 100 penduduk perempuan terdapat 95 penduduk laki-laki. Kepadatan penduduk Kota Surakarta pada Tahun 2010 rata-rata yaitu 133 jiwa/ha. Kepadatan penduduk paling tinggi adalah di Kelurahan Sangkrah Kecamatan Pasar Kliwon dengan kepadatan 257 jiwa/ha. Sedangkan kepadatan penduduk paling rendah terletak di Kelurahan Karangasem dengan 76 jiwa/ha. Semakin padatnya suatu wilayah akan membawa dampak pada semakin tingginya suatu wilayah terhadap potensi terjadinya kebakaran. Adapun data kepadatan penduduk selengkapnya dapat dilihat pada tabel 13 dibawah ini.
commit to user 47
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id Tabel 13 Kepadatan Penduduk Kota Surakarta Dirinci Berdasarkan Kelurahan 2010
No
Kecamatan
1
Laweyan
2
Serengan
3
Pasar Kliwon
4
Jebres
5
Banjarsari
Kelurahan
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.
155,20 24,83 37,30 54,40 51,30 50,33 84,40 78,50 92,10 105,50 130,00 45,90 50,80 64,00 64,00 32,40 29,30 33,00 54,00 166,82 36,00 40,70 33,90 19,20 30,60 55,10 45,20 17,50 22,50 23,00 35,00 48,50 127,00 65,00 37,30 32,50 317,00 532,88 79,70 31,50 31,80 25,00 36,00 20,80 27,70 127,20 128,00 133,30 206,30 508,80
Jumlah Penduduk (jiwa) 24.612 2.580 7.239 9.752 4.772 5.629 13.057 11.973 11.939 9.733 9.827 8.921 11.657 12.976 13.855 6.182 5.817 4.873 11.653 33.977 7.174 7.286 5.269 3.524 3.687 4.857 11.597 2.930 3.050 5.037 9.529 7.663 13.903 12.382 5.453 6.078 32.112 46.256 10.013 4.371 3.737 4.284 5.243 3.030 4.382 21.823 13.432 16.864 28.529 49.614
Kepadatan Penduduk (Jiwa/ha) 159 104 194 179 93 112 155 153 130 92 76 194 229 203 216 191 199 148 216 204 199 179 155 184 120 88 257 167 136 219 272 158 109 190 146 187 101 87 126 139 118 171 146 146 158 172 105 127 138 98
125,00 4.404,06
11.886 586.019
95 133
Pajang Laweyan Bumi Panularan Sriwedari Penumping Purwosari Sondakan Kerten Jajar Karangasem Joyotakan Danukusuman Serengan Tipes Kratonan Jayengan Kemlayan Joyosuran Semanggi Pasar Kliwon Baluwarti Gajahan Kauman Kampung Baru Kedung Lumbu Sangkrah Kepatihan Kulon Kepatihan Wetan Sudiroprajan Gandekan Sewu Pucang Sawit Jagalan Purwodiningratan Tegalharjo Jebres Mojosongo Mangkubumen Timuran Keprabon Ketelan Punggawan Kestalan Setabelan Gilingan Manahan Sumber Nusukan Kadipiro
13. Banyuanyar KOTA SURAKARTA
Luas (ha)
Sumber : Kompilasi Kecamatan Dalam Angka 2010, diolah 2012
commit to user 48
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Jumlah penduduk Kota Surakarta berdasarkan kelompok usia 20 sampai 24 tahun memiliki jumlah yang paling besar dibandingkan kelompok umur lainnya di Kota Surakarta, yaitu sebesar 48.073 jiwa. Kelompok ini merupakan kelompok usia muda atau kelompok usia produktif. Sedangkan penduduk Kota Surakarta pada kelompok usia 60-64 tahun merupakan kelompok usia yang paling rendah yaitu sebesar 14.633 jiwa. Untuk lebih jelasnya, penduduk Kota Surakarta berdasarkan kelompok usia dan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel 14 Jumlah Penduduk Menurut Usia dan Jenis Kelamin Kota Surakarta Tahun 2010 Kelompok Usia Laki-laki Perempuan Jumlah 0-4 5-9 10-14 15-19 20-24 25-29 30-34 35-39 40-44 45-49 50-54 55-59 60-64 65+ Jumlah
18.662 19.206 19.389 22.366 23.010 22.138 20.577 18.394 17.884 15.989 14.591 11.757 6.838 12.495 243.296
17.725 18.353 18.645 24.394 25.063 22.020 20.511 19.218 19.333 18.189 15.644 11.508 7.795 17.643 256.041
36.387 37.559 38.034 46.760 48.073 44.158 41.088 37.612 37.217 34.178 30.235 23.265 14.633 30.138 586.019
Sumber : Surakarta Dalam Angka 2010, diolah 2012
commit to user 49
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 6 Diagram Piramida Jumlah Penduduk Kota Surakarta Tahun 2010 65+ 60-64 55-59 50-54 45-49 40-44 35-39 30-34 25-29 20-24 15-19 10-14 5-9 0-4 30.000
20.000
10.000
00
Perempuan
10.000
20.000
30.000
Laki-laki
Sumber : Analisis, 2012
Gambar piramida penduduk Kota Surakarta secara umum di atas dapat terlihat usia muda yaitu usia 20 – 24 tahun merupakan penduduk yang mendominasi penduduk Kota Surakarta. Akan tetapi, jumlah penduduk usia rentan (usia ketergantungan) yang besar akan memiliki potensi resiko kebakaran yang lebih tinggi. Hal ini dikarenakan ketika terjadi kebakaran, pada usia rentan akan sulit didalam upaya penyelamatan diri, usia tersebut membutuhkan bantuan orang lain didalam upaya penyelamatan diri. Lain halnya dengan penduduk diluar usia rentan, dimana pada usia tersebut dapat melakukan kegiatan evakuasi secara lebih mandiri.
commit to user 50
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Peta Kepadatan Penduduk (NILAI KEPADATAN)
commit to user 51
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Bangunan dan penduduk merupakan bagian yang tak terpisahkan. Hal ini dikarenakan setiap penduduk akan membutuhkan tempat untuk berteduh, berlindung dan tempat tinggal. Kepadatan bangunan biasanya muncul dari adanya kepadatan penduduk pada suatu wilayah. Semakin tinggi kepadatan penduduk biasanya berdampak pada semakin padatnya bangunan disekitarnya. Semakin padat bangunan pada suatu wilayah dapat menimbulkan potensi terjadinya rawan bencana kebakaran pada suatu daerah. Hal ini dikarenakan Kebakaran sering terjadi pada suatu wilayah yang memiliki kepadatan bangunan yang tinggi. Karena pada wilayah yang memiliki bangunan dengan kepadatan tinggi jika terjadi bencana kebakaran, api akan cepat menyebar pada wilayah atau bangunan yang berada disekitarnya. Adapun kepadatan bangunan didapatkan dengan perhitungan luas bangunan dibagi dengan luas wilayah pada wilayah tersebut. Berikut tabel kepadatan bangunan di Kota Surakarta. Tabel 15 Kepadatan Bangunan No
Kecamatan
1
Laweyan
2
Serengan
3
Pasar Kliwon
Kelurahan
Luas Wilayah (ha) 1. Pajang 155,2 2. Laweyan 24,83 3. Bumi 37,3 4. Panularan 54,4 5. Sriwedari 51,3 6. Penumping 50,33 7. Purwosari 84,4 8. Sondakan 78,5 9. Kerten 92,1 10. Jajar 105,5 11. Karangasem 130 1. Joyotakan 45,9 2. Danukusuman 50,8 3. Serengan 64 4. Tipes 64 5. Kratonan 32,4 6. Jayengan 29,3 7. Kemlayan 33 1. Joyosuran 54 2. Semanggi 166,82 3. Pasar Kliwon 36 4. Baluwarti 40,7 5. Gajahan 33,9 6. Kauman 19,2 7. Kampung Baru 30,6 8. Kedung Lumbu 55,1 commit to user 9. Sangkrah 45,2
Luas Bangunan (ha) 136,74 17,87 23,45 45,90 44,99 36,11 64,03 61,67 50,97 77,47 70,13 35,20 39,10 59,70 50,47 30,73 19,65 29,71 32,32 138,88 22,61 34,91 21,90 12,98 14,26 35,28 34,61
KDB
88 72 63 84 88 72 76 79 55 73 54 77 77 93 79 95 67 90 60 83 63 86 65 68 47 64 77
52
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
No
Kecamatan
4
Jebres
5
Banjarsari
Kelurahan
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.
Kepatihan Kulon Kepatihan Wetan Sudiroprajan Gandekan Sewu Pucang Sawit Jagalan Purwodiningratan Tegalharjo Jebres Mojosongo Mangkubumen Timuran Keprabon Ketelan Punggawan Kestalan Setabelan Gilingan Manahan Sumber Nusukan Kadipiro Banyuanyar
KOTA SURAKARTA
Luas Wilayah (ha) 17,5 22,5 23 35 48,5 127 65 37,3 32,5 317 532,88 79,7 31,5 31,8 25 36 20,8 27,7 127,2 128 133,3 206,3 508,8 125 4.404,06
Luas Bangunan (ha) 11,46 10,31 19,84 30,97 33,83 71,97 52,69 26,36 22,32 129,53 328,17 63,11 21,03 20,95 15,48 30,04 11,9 20,01 86,91 61,85 99,36 149,47 384,47 72,58 3.016,257
KDB
65 46 86 88 70 57 81 71 69 41 62 79 67 66 62 83 57 72 68 48 75 72 76 58
Sumber : hasil survey,2012 Berdasarkan tabel kepadatan bangunan diatas terlihat bahwa kelurahan seluruh kelurahan di Kota Surakarta memiliki luas kepadatan bangunan lebih dari 30% dari luas wilayahnya. Tidak ada satupun kelurahan yang memiliki luas wilayah dibawah 30%. Kepadatan bangunan paling tinggi terdapat pada Kelurahan Kratonan dan Kelurahan Serengan Kecamatan Serengan dengan masing – masing kepadatan bangunan 95% dan 93%. Sedangkan untuk wilayah dengan kepadatan bangunan kurang dari 60% terdapat di 9 (sembilan) kelurahan yang tersebar hampir pada masing – masing Kecamatan di Kota Surakarta. Kelurahan yang memiliki kepadatan bangunan di bawah 60% di Kota Surakarta diantaranya yaitu Kelurahan Kerten, Kelurahan Karangasem Kecamatan Laweyan, Kelurahan Kedung Lumbu Kecamatan Pasar Kliwon, Kelurahan Kepatihan Wetan, Kelurahan Pucang Sawit, Kelurahan Jebres Kecamatan Jebres, Kelurahan Kestalan, Kelurahan Manahan, dan Kelurahan Banyuanyar Kecamatan Banjarsari.
commit to user 53
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Peta Kepadatan Bangunan (nilai)
commit to user 54
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
5. Sarana Proteksi Kebakaran a. Hidran Dalam kaitannya penyediaan air untuk bencana kebakaran, Kota Surakarta memiliki Fire Hydrant. Fasilitas ini merupakan fasilitas yang disediakan oleh PDAM untuk sumber air bagi pemadam kebakaran Kota Surakarta. Kota Surakarta memiliki fire hydrant berjumlah 100 unit dan keberadaan fire hydrant sudah tersebar di setiap kecamatan di Kota Surakarta dalam jenis pilar maupun tanam. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel 16 Jumlah dan Sebaran Fire Hydrant Kota Surakarta dirinci per Kelurahan 2011 No
Kecamatan
1
Laweyan
2
Serengan
3
Pasar Kliwon
4
Jebres
5
Banjarsari
Kelurahan 1. Pajang 2. Laweyan 3. Bumi 4. Panularan 5. Sriwedari 6. Penumping 7. Purwosari 8. Sondakan 9. Kerten 10. Jajar 11. Karangasem 1. Joyotakan 2. Danukusuman 3. Serengan 4. Tipes 5. Kratonan 6. Jayengan 7. Kemlayan 1. Joyosuran 2. Semanggi 3. Pasar Kliwon 4. Baluwarti 5. Gajahan 6. Kauman 7. Kampung Baru 8. Kedung Lumbu 9. Sangkrah 1. Kepatihan Kulon 2. Kepatihan Wetan 3. Sudiroprajan 4. Gandekan 5. Sewu 6. Pucang Sawit 7. Jagalan 8. Purwodiningratan 9. Tegalharjo 10. Jebres 11. Mojosongo 1. Mangkubumen 2. Timuran 3. Keprabon 4. Ketelan 5. commit Punggawan to user 6. Kestalan
Pilar
Tanam
1 1 2 1 2 2 1 1 1 3 2 3 1 2 2 2 1 1 1 4 8 1 2 2 1 1
1 1 1 1 3 2 1 1 2 1 1 2 1 1 1 1 2 2 -
55
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.
Setabelan Gilingan Manahan Sumber Nusukan Kadipiro Banyuanyar
2 3 7 2 3 2 68
KOTA SURAKARTA
1 1 3 1 1 32
Sumber : Data Fire Hydrant 2011 dan wawancara
Tabel 17 Kondisi Hidran No 1 2
Kecamatan Laweyan Serengan
Jumlah (unit) 16 8
Kondisi 5 Rusak 1 Rusak
3
Pasar Kliwon
18
9 Rusak
4
Jebres
23
11 Rusak
5
Banjarsari
35
19 Rusak
Keterangan Air tidak lancar Tidak ditemukan Rusak, terhalang tanaman ato pagar, tertutup aspal Rusak, air tidak lancar, tertutup pedagang, tertutup aspal Rusak Ada yang tertutup aspal dan pedagang
Sumber : Observasi dan wawancara
Gambar 7 Fire Hydrant Pilar dan Tanam Kota Surakarta
commit to user 56
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
b. Satuan Relawan Kebakaran (SATLAKAR) Satuan relawan kebakaran (satlakar) lazimnya merupakan suatu kumpulan masyarakat yang perduli dan tanggap terhadap peristiwa atau bencana kebakaran. Satlakar memiliki peran didalam memadamkan api pertama kali pada suatu wilayah sebelum petugas kebakaran datang pada tempat kejadian perkara. Selain itu, satlakar memiliki tugas dalam pelaporan kejadian kebakaran pada suatu wilayah dan mencegah terjadinya perluasan dampak kebakaran dengan melakukan upaya pencegahan serta evakuasi. Sebelum tahun 2010, setiap kelurahan di Kota Surakarta wajib mengirimkan 2 (dua) perwakilannya untuk mengikuti pelatihan untuk menjadi bantuan relawan kebakaran (BALAKAR) pada setiap tahunnya. Dan harus diikuti oleh orang yang berbeda. Pelatihan ini bertujuan untuk memberikan bekal dan pelatihan kepada masyarakat dikala menghadapi bencana kebakaran. Personil yang terlatih pada masing-masing kelurahan jika kegiatan telah berjalan lebih dari 5 (lima) tahun, artinya setiap kelurahan memiliki sejumlah personil sukarelawan kebakaran lebih dari 10 orang. Sehingga diharapkan perwakilan-perwakilan tersebut dapat menjadi penggerak didalam upaya pengurangan terhadap resiko bencana kebakaran di kelurahan masingmasing sebagai bentuk perwujudan keamanan dan kemampuan lingkungan terhadap kejadian kebakaran.
commit to user 57
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id Peta Hidran
commit to user 58
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
6. Jaringan Jalan Jaringan jalan di Kota Surakarta terdiri dari jaringan jalan negara, jalan provinsi dan jalan Kota. Jalan tersebut kemudian diklasifikasikan berdasarkan jenis permukaan dan kondisi jalan. a. Jenis Permukaan Sepanjang tahun 2009 dan 2010, seluruh jalan negara di Kota Surakarta merupakan jalan dengan permukaan aspal. Panjang jalan negara pada tahun 2010 tidak mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya. Begitu juga dengan jalan propinsi. Untuk jalan Kota mengalami peningkatan dari 468,73 km di tahun 2009 menjadi 469,73 km pada tahun 2010. Sedangkan jenis permukaan yang tidak diperinci permukaannya pada jalan Kota mengalami penurunan dari 109,01 km menjadi 108,21 km. Jalan Kota memiliki variasi jenis permukaan dengan jenis aspal, kerikil, tanah, dan tidak terperinci. Jalan kota lebih didominasi oleh permukaan dengan jenis aspal. Dan jalan kota pada tahun 2010 memiliki total 676,56 km. Berikut rincian jalan berdasarkan jenis permukaannya dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel 18 Jenis Permukaan Jalan Negara di Kota Surakarta tahun 2009-2010 Jenis Permukaan
Jalan Negara 2009
2010
Aspal
13,15
13,15
Kerikil
-
-
Tanah
-
-
Tidak Dirinci
-
-
13,15
13,15
Jumlah
Sumber : Surakarta Dalam Angka 2010
Tabel 19 Jenis Permukaan Jalan Provinsi di Kota Surakarta tahun 2009-2010 Jenis Permukaan
Jalan Provini 2009
2010
Aspal
15,48
15,48
Kerikil
-
-
Tanah
-
-
Tidak Dirinci
-
-
15,48
15,48
Jumlah
Sumber : Surakarta Dalam Angka 2010
Tabel 20 Jenis Permukaan Jalan Kota di Kota Surakarta commit to user tahun 2009-2010 59
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id Jenis Permukaan
Jalan Kota 2009
2010
Aspal
468,73
469,73
Kerikil
97,55
97,55
Tanah
0,57
1,07
109,01
108,21
675,86
676,56
Tidak Dirinci Jumlah
Sumber : Surakarta Dalam Angka 2010
b. Kondisi Jalan Terkait dengan kondisi jalan, berdasarkan data Kota Surakarta dalam angka, kondisi jalan negara di kota surakarta perbandingan jalan baik dan rusak lebih banyak yang rusak dibandingkan yang baik kondisinya yaitu 4,45 km jalan rusak dan 2,65 km jalan baik. Sedangkan lainnya memiliki kondisi jalan sedang yaitu 6,05 km. Begitu juga dengan jalan provinsi dimana jalan rusak mencapai 10,99 km dan 4,49 km jalan baik dan tidak memiliki kondisi jalan yang baik. Akan tetapi tidak mengalami perubahan kondisi jalan baik untuk jalan negara maupun jalan provinsi. Jalan Kota juga mengalami penambahan serta pengurangan pada kondisi jalannya. Padatahun 2009 kondisi jalan baik di kota sepanjang 447,78 km dan mengalami penurunan pada tahun 2010 menjadi 402,34 km. Serta terdapat jalan dengan kondisi sedang berjumlah 206,92 km pada tahun 2009 dan 232,54 km pada tahun 2010. Begitu juga dengan jalan yang mengalami kerusakan terus bertambah. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel 21 Kondisi Jalan Negara di Kota Surakarta tahun 2009-2010 Kondisi Jalan
Jalan Negara 2009
2010
Baik
2,65
2,65
Sedang
6,05
6,05
Rusak
4,45
4,45
-
-
13,15
13,15
Rusak Berat Jumlah
Sumber : Surakarta Dalam Angka 2010
commit to user 60
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id Tabel 22 Kondisi Jalan Provinsi di Kota Surakarta tahun 2009-2010 Kondisi Jalan
Jalan Negara 2009
2010
-
-
Sedang
4,49
4,49
Rusak
10,99
10,99
-
-
16,33
16,33
Baik
Rusak Berat Jumlah
Sumber : Surakarta Dalam Angka 2010
Tabel 23 Kondisi Jalan Provinsi di Kota Surakarta tahun 2009-2010 Kondisi Jalan
Jalan Negara 2009
2010
Baik
447,78
402,34
Sedang
206,92
232,54
Rusak
18,29
37,56
Rusak Berat
2,87
4,12
675,86
676,56
Jumlah
Sumber : Surakarta Dalam Angka 2010
c. Jalur Evakuasi Jalur evakuasi merupakan prasarana yang digunakan selama terjadinya bencana. Prasarana ini berupa jalur evakuasi yang dapat digunakan oleh masyarakat ketika terjadi bencana. Jalur evakuasi ini juga merupakan jalur yang digunakan oleh petugas didalam menuju lokasi terjadinya bencana. Hal ini dikarenakan jalur evakuasi merupakan jalur yang memiliki kondisi yang baik, sehingga memungkinkan didalam percepatan pencapaian lokasi bencana. Nama – nama jalan yang merupakan jalur evakuasi di Kota Surakarta telah disebutkan dalam RTRW Kota Surakarta 2011 – 2031. Berikut jalur evakuasi yang dimiliki oleh Kota Surakarta. Tabel 24 Jalur Evakuasi No
Nama Jalan
1 2 3 4 5 6 7 8
Jl. Veteran Jl. Bhayangkara Jl. Rajiman Jl. Dr. Wahidin Jl. Dr. Muwardi Jl. Kapt. Mulyadi Jl. Urip Sumoharjo Jl. A. Yani
Lebar Panjang (m) (km) 7 2,31 9 1,38 8 4,95 7 0,63 12 0,75 8 2,60 14 commit to0,85 user 9 5,44
Kondisi Baik Rusak Ringan Baik Baik Baik Baik Baik Baik
Kelas Jalan
I
61
perpustakaan.uns.ac.id No
Nama Jalan
9 10 11 12 13
Jl. Ir. Sutami Jl. Sutarto Jl. Mangunsarkoro Jl. Tendean Jl. Sumarmo
digilib.uns.ac.id Lebar (m) 12 14 7 8 7
Panjang (km) 1,60 1,16 1,78 1,19 2,63
Kondisi Baik Baik Rusak Sedang Rusak Sedang Rusak Sedang
Kelas Jalan
I
Sumber : hasil survey 2012
commit to user 62
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Peta Jaringan Jalan
commit to user 63
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id BAB V PEMBAHASAN
A. IDENTIFIKASI POTENSI TERJADINYA KEBAKARAN BERDASARKAN FAKTOR PEMICU KEBAKARAN DI KOTA SURAKARTA Dalam mengetahui potensi terjadinya kebakaran di Kota Surakarta didasarkan pada faktor pemicu terjadinya kebakaran. Faktor pemicu kebakaran sesuai yang telah dirumuskan yaitu Fire History, Penggunaan Lahan, Kepadatan Bangunan, Kepadatan Penduduk, Proteksi Terpasang, dan Kesiapan Masyarakat. Identifikasi terhadap faktor pemicu terjadinya kebakaran dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui faktor pemicu yang muncul dalam memicu kebakaran di Kota Surakarta. Secara sederhana, semakin banyak kelurahan yang memiliki penilaian terhadap faktor pemicu terhadap indikatornya, maka wilayah tersebut memiliki kemungkinan besar terhadap terjadinya kebakaran dari faktor pemicu yang ada. Dalam kata lain dapat dikatakan bahwa faktor pemicu tersebut memiliki potensi yang tinggi dalam memicu terjadinya kebakaran. Sehingga didapatkan hasil berupa identifikasi faktor pemicu yang paling berperan dalam memicu kebakaran berdasarkan analisis deskriptif. 1. Kejadian Kebakaran Kota Surakarta merupakan Kota yang rawan terjadi Kebakaran, dimana berdasarkan Indeks Rawan Bencana Nasional tahun 2011 berada pada rangking 26 nasional. Kejadian Kebakaran atau fire history merupakan faktor pemicu terjadinya kebakaran. dalam faktor ini semakin sering atau semakin tingi kejadian dalam suatu kelurahan, maka semakin tingi pula terjadinya kebakaran dimasa yang akan datang. Sehingga kelurahan yang sering terjadi kebakaran, dapat dikatakan sebagai kelurahan yang rawan berdasarkan faktor pemicu kejadian kebakaran atau fire history. Berdasarkan data kejadian kebakaran di Kota Surakarta dalam 3 (tiga) tahun terakhir terjadi 111 kejadian kebakaran. Kelurahan Jebres Kecamatan Jebres, merupakan kelurahan yang paling sering terjadi kebakaran. Kelurahan Jebres terjadi kebakaran dengan jumlah kejadian mencapai 9 kejadian dalam kurun waktu 3 (tiga) tahun. Jumlah kejadian kebakaran yang dimiliki oleh Kelurahan Jebres mencapai angka 8% dari total kejadian Kebakaran di Kota Surakarta. Kelurahan Gilingan Kecamatan Banjarsari merupakan kelurahan dengan kejadian commit to user terbesar kedua dengan 7 kejadian kebakaran dengan presentasi kejadian kebakaran 6%. Sedangkan Kelurahan Pajang, Kelurahan Karangasem Kecamatan Laweyan, Kelurahan 64
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Semanggi Kecamatan Pasar Kliwon, Kelurahan Mangkubumen, dan Kelurahan Kadipiro Kecamatan Banjarsari memiliki presentasi kejadian masing – masing 5% kejadian. Sedangkan Kelurahan lain yag tidak disebutkan memiliki presentasi kejadian yang kecil dengan nilai presentasi dibawah 5%. Berdasarkan PerKa BNPB Nomor 2 tahun 2012 yang merupakan indikator terhadap jumlah kejadian, menetapkan klasifikasi kejadian kebakaran dalam 3 (tiga) kelas yaitu rendah (<2%), sedang (2-5%), tinggi (>5%). Jadi presentasi kejadian kebakaran yang terjadi di Kota Surakarta dapat dikatakan bukan merupakan faktor pemicu yang berpotensi terhadap terjadinya kebakaran dengan variabel frekuensi kejadian di Kota Surakarta berdasarkan analisis deskriptif. Hal ini dikarenakan terdapat total 2 kelurahan yang memiliki tingkat bahaya tinggi (2 kelurahan) dan sedang (25 kelurahan) dari total 51 kelurahan. Sedangkan berdasarkan Indeks Rawan Bencana Indonesia yang diterbitkan oleh BNPB kejadian kebakaran memiliki angka potensi bahaya (3). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 25 Analisis Kejadian Kebakaran di Kota Surakarta No 1
Kecamatan Laweyan
2
Serengan
3
Pasar Kliwon
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Kelurahan 2010 2011 Pajang 1 3 Laweyan 1 1 Bumi Panularan 1 Sriwedari Penumping 1 1 Purwosari 2 Sondakan 2 Kerten 1 Jajar 1 Karangasem 1 2 Joyotakan Danukusuman 1 Serengan 2 Tipes Kratonan 1 Jayengan Kemlayan 1 Joyosuran 1 Semanggi 3 3 Pasar Kliwon 1 Baluwarti Gajahan 1 Kauman 1 Kampung Baru Kedung Lumbu 1 1 commit to user Sangkrah -
2012 2 1 1 2 1 3 1 1 1 2 1 3 1 1
Jumlah 6 3 0 2 2 3 2 2 1 1 6 1 1 3 1 3 0 1 1 6 2 0 4 2 0 2 1
% 5 3 0 2 2 3 2 2 1 1 5 1 1 3 1 3 0 1 1 5 2 0 4 2 0 2 1
65
perpustakaan.uns.ac.id No
Kecamatan
4
Jebres
5
Banjarsari
digilib.uns.ac.id Kelurahan 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.
Kepatihan Kulon Kepatihan Wetan Sudiroprajan Gandekan Sewu Pucang Sawit Jagalan Purwodiningratan Tegalharjo Jebres Mojosongo Mangkubumen Timuran Keprabon Ketelan Punggawan Kestalan Setabelan Gilingan Manahan Sumber Nusukan Kadipiro Banyuanyar
KOTA SURAKARTA Sumber : hasil analisis, 2012
2010
2011
1 3 1 1 3 1 1 3 28
1 1 1 3 1 1 1 3 1 1 1 1 37
2012 JJumlah 1 2 2 7 2 2 1 1 1 1 1 2 2 46
0 1 0 1 0 2 3 3 0 9 3 5 2 2 0 0 2 2 7 2 1 2 6 2 111
% 0 1 0 1 0 2 3 3 0 8 3 5 2 2 0 0 2 2 6 2 1 2 5 2 100
commit to user
66
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PETA KEJADIAN KEBAKARAN
commit to user
67
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2. Pengunaan Lahan Penggunaan lahan merupakan faktor pemicu terjadinya kebakaran. Hal ini dikarenakan setiap penggunaan lahan memiliki klasifikasi resiko terhadap potensi terjadinya kebakaran. Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum nomor 20 tahun 2009 tentang Pedoman Teknis Manajemen Proteksi Kebakaran Di Perkotaan, setiap penggunaan lahan memiliki klasifikasi angka potensi kebakaran. Penggunaan lahan dan angka klasifikasi yang dimaksud dalam penggunaan lahan dengan fungsi berupa Permukiman (3), Perkantoran (4), Jasa (5), Perdagangan (6), dan Industri (7). Berdasarkan teori sturgess, dalam mengklasifikasikan penilaian berdasasrkan kategori rendah, sedang, dan tinggi dalam 3 kelas dilakukan dengan formula Sturgess yaitu : a. Menghitung ambang interval dengan cara mengurangkan Nilai tertinggi (hasil penilaian tertinggi) dari hasil penilaian dengan nilai terendah (hasil penilaian terendah) dari jumlah penilaian untuk kemudian dibagi 3 (tiga) sesuai dengan interval kelas yag diinginkan. b. Nilai ambang interval yang telah didapat dari hasil perhitungan sebelumnya (a), digunakan sebagai pengurang dari nilai tertinggi, sehingga akan menghasilkan batas nilai paling bawah dari kategori tertinggi. c. Selanjutnya dilakukan pengurangan 1 angka terhadap batas terendah, sehingga akan menghasilkan batas tertinggi untuk kategori sedang, dan seterusnya.
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑅𝑒𝑛𝑡𝑎𝑛𝑔 (𝑁𝑅) =
(Nilai Tertinggi − Nilai Terendah) Kelas
a. Permukiman Penggunaan lahan di Kota Surakarta didominasi oleh penggunaan lahan berupa Permukiman dengan 3.140,61 ha dari luas wilayah Kota Surakarta sebesar 4.404,06 ha atau sebesar 71% luas wilayah. Penggunaan Lahan permukiman paling tinggi berada pada Kelurahan Baluwarti Kecamatan Pasar Kliwon sebesar 92% dari luas wilayah kelurahan. Hal ini berarti pada kelurahan tersebut memiliki penggunaan lahan sebagai permukiman yang tinggi. Sedangkan penggunaan lahan permukiman paling rendah yaitu Kelurahan Kepatihan Wetan dengan 45% penggunan lahan untuk permukiman. Akan tetapi berdasarkan perhitungan dengan formula Sturgess, penggunaan lahan permukiman rendah (<59%), sedang (59% - 75%), dan tinggi (>75%). Sehingga, penggunaan to user lahan untuk permukiman didapatkan commit kelurahan yang berada pada kriteria penggunaan permukiman rendah sejumlah 5 (lima) kelurahan diantaranya 4 (empat) kelurahan di 68
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
kecamatan Jebres dan 1 (satu) kelurahan di Kecamatan Pasar Kliwon. Kelurahan tersebut adalah Kelurahan Kedung Lumbu Kecamatan Pasar Kliwon, Kelurahan Kepatihan Kulon, Kelurahan Kepatihan Wetan, Kelurahan Sudiroprajan, dan Kecamatan Pucangsawit Kecamatan Jebres. Hal ini berarti 46 kelurahan selain kelurahan yang memiliki kriteria pengunaan lahan rendah, merupakan Kelurahan dengan penggunaan lahan sedang dan tinggi. Kelurahan dengan penggunaan lahan permukiman tinggi di Kota Surakarta sebanyak 14 kelurahan dari 51 kelurahan. Atau kurang dari sepertiga dari jumlah kelurahan. Jadi berdasarkan analisis deskriptif faktor penggunaan lahan dengan variabel penggunaan lahan permukiman dapat dikatakan bukan merupakan faktor pemicu yang berpotensi terhadap terjadinya kebakaran di Kota Surakarta. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 23 dibawah ini. Sedang berdasarkan Permen Nomor 20 tahun 2009 penggunaan lahan permukiman memiliki klasifikasi angka potensi bahaya (3). b. Perkantoran Penggunaan lahan perkantoran di Kota Surakarta sebesar 143,33 ha dari total luas wilayah 4.404,06 ha Kota Surakarta. Penggunaan lahan perkantoran paling tinggi berada pada Kelurahan Kampung Baru Kecamatan Pasar Kliwon sebesar 28% dari luas wilayah kelurahan. Hal ini dikarenakan Kelurahan Kampung Baru merupakan letak dari lokasi pusat pemerintahan Kota Surakarta, sehingga kelurahan ini memiliki pernggunaan lahan perkantoran paling besar diantara 51 kelurahan lainnya. Berdasarkan perhitungan dengan formula Sturgess, penggunaan lahan perkantoran rendah (<9%), sedang (9% - 18%), dan tinggi (>18%). Penggunaan lahan perkantoran sedang terdapat pada kelurahan Kepatihan Kulon, Kepatihan Wetan Kecamatan Jebres, Kelurahan Mangkubumen, Kelurahan timuran, dan Kelurahan Ketelan Kecamatan Banjarsari. Sedangkan kelurahan selain yang telah disebutkan memiliki penggunaan lahan perkantoran rendah. Jadi berdasarkan analisis deskriptif faktor penggunaan lahan dengan variabel penggunaan lahan perkantoran bukan merupakan faktor pemicu yang berpotensi terhadap terjadinya kebakaran di Kota Surakarta. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 23 dibawah ini. Sedangkan berdasarkan Permen Nomor 20 tahun 2009 penggunaan lahan perkantoran memiliki klasifikasi angka potensi bahaya (4).
commit to user
69
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
c. Jasa Penggunaan lahan Jasa di Kota Surakarta sebesar 146,23 ha dari total luas wilayah 4.404,06 ha Kota Surakarta. Penggunaan lahan Jasa paling tinggi berada pada Kelurahan Mangkubumen Kecamatan Banjarsari sebesar 11% dari luas wilayah kelurahan. Sedangkan penggunaan lahan jasa paling rendah berada pada Kelurahan Kampung Baru Kecamatan Pasar Kliwon sebesar 0% dari luas wilayah atau hanya sebesar 0,03 ha. Berdasarkan perhitungan dengan formula Sturgess, penggunaan lahan Jasa rendah (<2%), sedang (2% - 6%), dan tinggi (>6%). Penggunaan lahan Jasa sedang terdapat pada kelurahan 32 Kelurahan yang tersebar di masing – masing Kecamatan. Sedangkan untuk penggunaan lahan jasa rendah sejumlah 10 Kelurahan. Jadi berdasarkan analisis deskriptif faktor penggunaan lahan dengan variabel penggunaan lahan jasa bukan merupakan faktor pemicu yang berpotensi terhadap terjadinya kebakaran di Kota Surakarta hal ini dikarenakan hanya terdapat 9 Kelurahan dari 51 kelurahan yang ada. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 23 dibawah ini. Sedangkan berdasarkan Permen Nomor 20 tahun 2009 penggunaan lahan jasa memiliki klasifikasi angka potensi bahaya (5). d. Perdagangan Penggunaan lahan perdagangan di Kota Surakarta sebesar 224,96 ha dari total luas wilayah 4.404,06 ha Kota Surakarta. Penggunaan lahan perdagangan paling tinggi berada pada Kelurahan Sudiroprajan Kecamatan Jebres sebesar 41% dari luas wilayah kelurahan. Sedangkan penggunaan lahan perdagangan paling rendah berada pada Kelurahan Jajar dan Karangasem Kecamatan Laweyan dengan masing – masing 0% terhadap luas wilayahnya atau sebesar 0,04 ha dan 0,15 ha. Berdasarkan perhitungan dengan formula Sturgess, penggunaan lahan perdagangan rendah (<12%), sedang (12% - 26%), dan tinggi (>26%). Penggunaan lahan perdagangan sedang terdapat pada kelurahan 11 Kelurahan yang tersebar di masing – masing Kecamatan. Sedangkan untuk penggunaan lahan Perdagangan rendah sejumlah 38 Kelurahan. Jadi berdasarkan analisis deskriptif faktor penggunaan lahan dengan variabel penggunaan lahan Perdagangan bukan merupakan faktor pemicu yang berpotensi terhadap terjadinya kebakaran di Kota Surakarta hal ini dikarenakan hanya terdapat 2 Kelurahan dengan kriteria resiko tinggi dari 51 kelurahan yang ada. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 23 dibawah ini. commit to user Sedangkan berdasarkan Permen Nomor 20 tahun 2009 penggunaan lahan Perdagangan memiliki klasifikasi angka potensi bahaya (6). 70
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
e. Industri Penggunaan lahan industri di Kota Surakarta sebesar 121,90 ha dari total luas wilayah 4.404,06 ha Kota Surakarta. Penggunaan lahan industri paling tinggi berada pada Kelurahan Kerten Kecamatan Laweyan sebesar 9% dari luas wilayah kelurahan. Sedangkan penggunaan lahan industri paling rendah terdapat di 14 Kelurahan yang tersebar pada masing – masing Kecamatan kecuali Kecamatan Serengan yang tidak memiliki kelurahan dengan penggunaan lahan industri 0 ha. Berdasarkan perhitungan dengan formula Sturgess, penggunaan lahan industri rendah (<2%), sedang (2% - 5%), dan tinggi (>5%). Penggunaan lahan industri dengan kategori rendah sejumlah 28 kelurahan dan kategori sedang terdapat pada 16 Kelurahan. Jadi berdasarkan analisis deskriptif faktor penggunaan lahan dengan variabel penggunaan lahan Industri bukan merupakan faktor pemicu yang berpotensi terhadap terjadinya kebakaran di Kota Surakarta hal ini dikarenakan hanya terdapat 7 Kelurahan dengan kriteria resiko tinggi dari 51 kelurahan yang ada. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 23 dibawah ini. Sedangkan berdasarkan Permen Nomor 20 tahun 2009 penggunaan lahan Industri memiliki klasifikasi angka potensi bahaya (7). Tabel 26 Analisis Penggunaan Lahan Terbangun Kota Surakarta No
Kec
1
Law eyan
2
Sere ngan
130,65
84
3,34
2
3,19
2
9,11
6
1,48
1
Luas Penggu naan Lahan 147,77
2. Laweyan
15,88
64
0,11
0
0,99
4
1,86
7
0,61
2
19,45
24,83
3. Bumi
28,14
75
0,27
1
1,88
5
1,61
4
0,21
1
32,11
37,30
4. Panularan
45,35
83
2,11
4
1,17
2
2,05
4
1,52
3
52,20
54,40
5. Sriwedari
38,44
75
3,14
6
1,93
4
6,15
12
1,45
3
51,11
51,30
6. Penumping
41,18
82
0,97
2
2,77
6
2,08
4
0,76
2
47,76
50,33
7. Purwosari
69,84
83
0,71
1
4,67
6
0,75
1
0,32
0
76,29
84,40
8. Sondakan
68,52
87
1,53
2
1,29
2
1,27
2
0,52
1
73,13
78,50
9. Kerten
64,75
70
6,70
7
3,45
4
1,11
1
8,52
9
84,53
92,10
10. Jajar
87,77
83
6,16
6
5,66
5
0,04
0
3,59
3
103,22
105,50
11. Karangasem
98,13
75
2,53
2
0,75
1
0,15
0
4,12
3
105,68
130,00
1. Joyotakan
31,27
68
0,18
0
0,43
1
2,89
6
1,05
2
35,82
45,90
2. Danukusuman
34,02
67
0,8
2
1,15
2
3,37
7
1,35
3
40,69
50,80
3. Serengan
56,57
88
0,82
1
0,97
2
3,26
5
0,79
1
62,41
64,00
4. Tipes
46,12
72
0,59
1
1,75
3
6,98
11
1,43
2
56,87
64,00
5. Kratonan
24,62
76
0,22 commit 1
to1,96 user
6
4,89
15
0,44
1
32,13
32,40
6. Jayengan
18,48
63
0,7
2
1,39
5
6,71
23
2,11
7
29,39
29,30
7. Kemlayan
21,22
64
0,63
2
1,78
5
8,59
26
0,18
1
32,40
33,00
Kelurahan 1.Pajang
Permuki man
%
Perkant oran
%
Jasa
%
Perdag angan
%
Indstri
%
Luas Wilay ah 155,20
71
perpustakaan.uns.ac.id No 3
4
Kec
Kelurahan
Pasar 1. Joyosuran Kliw 2. Semanggi on 3. Pasar Kliwon
Permuki man
Perkant % oran
%
Jasa
%
Perdag angan
%
Indstri
%
3
2,83
5
Luas Penggu naan Lahan 53,65
Luas Wilay ah
47,99
89
0,74
1
0,44
1
1,65
125,85
75
1,03
1
4,03
2
9,96
6
3,54
2
144,41
166,82
27,17
75
0,15
0
2,17
6
4,1
11
1,71
5
35,30
36,00
4. Baluwarti
37,37
92
0,62
2
0,51
1
0,62
2
0
0
39,12
40,70
5. Gajahan
19,88
59
0,32
1
0,84
2
3,45
10
0
0
24,49
33,90
6. Kauman
14,68
76
0,62
3
0,52
3
2,53
13
0,24
1
18,59
19,20
7. Kampung Baru
20,46
67
8,69
28
0,03
0
1,43
5
0
0
30,61
30,60
8. Kampung Lumbu
31,21
57
2,25
4
3,12
6
6,55
12
1,41
3
44,54
55,10
9. Sangkrah
33,72
75
0,55
1
0,54
1
0,9
2
0
0
35,71
45,20
Jebre 1. Kepatihan Kulon s 2. Kepatihan Wetan
9,07
52
1,52
9
1,52
9
2,51
14
0
0
14,62
17,50
Banj arsar i
54,00
10,15
45
2,1
9
2,1
9
5,24
23
0
0
19,59
22,50
3. Sudiroprajan
11,97
52
0,78
3
0,78
3
9,44
41
0
0
22,97
23,00
4. Gandekan
28,56
82
1,19
3
1,19
3
3
9
0,92
3
34,86
35,00
5. Sewu
31,9
66
1,44
3
1,44
3
2,72
6
3,55
7
41,05
48,50
6. Pucang Sawit
1
8,79
7
83,85
127,00
64,5
51
4,35
3
4,35
3
1,86
7. Jagalan
51,64
79
0,75
1
0,75
1
4,73
7
3,81
6
61,68
65,00
8. Purwodiningratan
22,34
60
3,02
8
3,02
8
9,06
24
0
0
37,44
37,30
9. Tegalharjo
5
digilib.uns.ac.id
24,4
75
1,53
5
1,53
5
0,79
2
0
0
28,25
32,50
10. Jebres
226,98
72
19,13
6
19,13
6
12,38
4
17,98
6
295,60
317,00
11. Mojosongo
320,26
60
6,59
1
6,59
1
10,7
2
8,12
2
352,26
532,88
1. Mangkubumen
53,08
67
8,93
11
8,93
11
8,07
10
0,28
0
79,29
79,70
2. Timuran
21,02
67
3,08
10
3,08
10
3,96
13
0,07
0
31,21
31,50
20
63
0,97
3
0,97
3
6,6
21
0
0
28,54
31,80
0
0
22,52
25,00
3. Keprabon 4. Ketelan
15,9
64
2,53
10
2,53
10
1,56
6
5. Punggawan
26,65
74
2,56
7
2,56
7
4,34
12
0
0
36,11
36,00
6. Kestalan
15,29
74
1,41
7
1,41
7
1,59
8
0,36
2
20,06
20,80
7. Setabelan
16,69
60
0,63
2
0,63
2
9,07
33
0
0
27,02
27,70
8. Gilingan
97,65
77
8,44
7
8,44
7
6,26
5
3,97
3
124,76
127,20
9. Manahan
95,89
75
6,91
5
6,91
5
2,54
2
1,95
2
114,20
128,00
10. Sumber
106,83
80
1,79
1
1,79
1
4,83
4
0
0
115,24
133,30
11. Nusukan
164,71
80
2,27
1
2,27
1
8,77
4
1,67
1
179,69
206,30
12. Kadipiro
342,62
67
9,16
2
9,16
2
5,16
1
28,9
6
395,00
508,80
83,23
67
5,77
5
5,77
5
5,72
5
1,35
1
101,84
125,00
3777,03
4404,0 6
13. Banyuanyar Kota Surakarta
3.140,61
143,33
146,23
224,96
121,90
Sumber : Hasil analisis, 2012
commit to user
72
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PETA PENGGUNAAN LAHAN
commit to user
73
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
74
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
75
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
76
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
77
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3. Penduduk a. Kepadatan Penduduk Kepadatan Penduduk Kota Surakarta dapat menggambarkan akan adanya kecenderungan akan kerentanan terhadap pemicu terjadinya kebakaran. Semakin tinggi kepadatan penduduk maka akan semakin tinggi pula kerentanan terjadinya kebakaran di Kota Surakarta. Tingginya kepadatan penduduk dalam suatu wilayah dapat menjadikan suatu indikasi akan tingginya aktivitas yang ada didalamnya. Tingginya aktivitas penduduk akan suatu wilayah akan berpotensi dalam pemicu terjadinya kebakaran yang semakin tinggi pula. Dapat dikatakan bahwa kepadatan penduduk menimbulkan kecenderungan yang berbanding lurus dengan munculnya kejadian kebakaran dimana kejadian kebakaran dapat disebabkan oleh kelalaian manusia. Standar Nasional Indonesia nomor 3 tahun 2004 tentang tata cara perencanaan lingkungan perkotaan memberikan gambaran standar pedoman akan kepadatan penduduk. Baik penduduk kepadatan rendah (<150), penduduk kepadatan sedang (150-200), dan penduduk kepadatan tinggi (>200). Kota Surakarta memiliki total kepadatan penduduk sebesar 7940 jiwa/ha. Kepadatan penduduk tinggi di Kota Surakarta mencapai 8 (delapan). Kelurahan tersebut yaitu Kelurahan Danukusuman, Kelurahan Serengan, Kelurahan Tipes Kecamatan Serengan, kelurahan Joyosuran, Kelurahan Semanggi, Kelurahan Sangkrah Kecamatan Pasar Kliwon, Kelurahan Sudiroprajan, dan Kelurahan Gandekan Kecamatan Jebres. Kelurahan dengan kepadatan penduduk rendah masih banyak tersebar di Kota Surakarta mencapai 24 (dua puluh empat) kelurahan dari total 51 kelurahan di kota Surakarta. Sedangkan kelurahan sisanya memiliki kepadatan penduduk sedang yaitu sebanyak 19 (sembilan belas) kelurahan. Jadi berdasarkan analisis deskriptif faktor Kepadatan Penduduk dengan variabel Kepadatan Penduduk bukan merupakan faktor pemicu yang berpotensi terhadap terjadinya kebakaran di Kota Surakarta hal ini dikarenakan hanya terdapat 8 Kelurahan dengan kriteria resiko tinggi dari 51 kelurahan yang ada.
commit to user
78
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 27 Analisis Kepadatan Penduduk Kota Surakarta Tahun 2010 No
Kecamatan
1. Pajang 2. Laweyan 3. Bumi 4. Panularan 5. Sriwedari 6. Penumping 7. Purwosari 8. Sondakan 9. Kerten 10. Jajar 11. Karangasem Serengan 1. Joyotakan 2 2. Danukusuman 3. Serengan 4. Tipes 5. Kratonan 6. Jayengan 7. Kemlayan Pasar 1. Joyosuran 3 Kliwon 2. Semanggi 3. Pasar Kliwon 4. Baluwarti 5. Gajahan 6. Kauman 7. Kampung Baru 8. Kedung Lumbu 9. Sangkrah Jebres 1. Kepatihan Kulon 4 2. Kepatihan Wetan 3. Sudiroprajan 4. Gandekan 5. Sewu 6. Pucang Sawit 7. Jagalan 8. Purwodiningratan 9. Tegalharjo 10. Jebres 11. Mojosongo Banjarsari 1. Mangkubumen 5 2. Timuran 3. Keprabon 4. Ketelan 5. Punggawan 6. Kestalan 7. Setabelan 8. Gilingan 9. Manahan 10. Sumber 11. Nusukan 12. Kadipiro 13. Banyuanyar KOTA SURAKARTA Sumber : Hasil analisis, 2012 1
Laweyan
Kelurahan
Luas (ha) 155,20 24,83 37,30 54,40 51,30 50,33 84,40 78,50 92,10 105,50 130,00 45,90 50,80 64,00 64,00 32,40 29,30 33,00 54,00 166,82 36,00 40,70 33,90 19,20 30,60 55,10 45,20 17,50 22,50 23,00 35,00 48,50 127,00 65,00 37,30 32,50 317,00 532,88 79,70 31,50 31,80 25,00 36,00 20,80 27,70 127,20 128,00 133,30 206,30 508,80 125,00 4.404,06
Jumlah Penduduk (jiwa) 24.612 2.580 7.239 9.752 4.772 5.629 13.057 11.973 11.939 9.733 9.827 8.921 11.657 12.976 13.855 6.182 5.817 4.873 11.653 33.977 7.174 7.286 5.269 3.524 3.687 4.857 11.597 2.930 3.050 5.037 9.529 7.663 13.903 12.382 5.453 6.078 32.112 46.256 10.013 4.371 3.737 4.284 5.243 3.030 4.382 21.823 13.432 16.864 28.529 49.614 11.886 586.019
Kepadatan Penduduk (Jiwa/ha) 159 104 194 179 93 112 155 153 130 92 76 194 229 203 216 191 199 148 216 204 199 179 155 184 120 88 257 167 136 219 272 158 109 190 146 187 101 87 126 139 118 171 146 146 158 172 105 127 138 98 95 7940
%
Kepadatan
2 1 2 2 1 1 2 2 2 1 1 2 3 3 3 2 3 2 3 3 3 2 2 2 2 1 3 2 2 3 3 2 1 2 2 2 1 1 2 2 1 2 2 2 2 2 1 2 2 1 1 100
SEDANG RENDAH SEDANG SEDANG RENDAH RENDAH SEDANG SEDANG RENDAH RENDAH RENDAH SEDANG TINGGI TINGGI TINGGI SEDANG SEDANG RENDAH TINGGI TINGGI SEDANG SEDANG SEDANG SEDANG RENDAH RENDAH TINGGI SEDANG RENDAH TINGGI TINGGI SEDANG RENDAH SEDANG RENDAH SEDANG RENDAH RENDAH RENDAH RENDAH RENDAH SEDANG RENDAH RENDAH SEDANG SEDANG RENDAH RENDAH RENDAH RENDAH RENDAH
commit to user
79
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PETA ANALISIS KEPADATAN PENDUDUK
commit to user
80
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
b. Penduduk Usia Rentan Penduduk Usia rentan merupakan penduduk dengan kelompok usia 0-14 tahun dan usia 60+ tahun. Penduduk dengan kelompok ini dikatakan sebagai penduduk usia rentan dikarenakan penduduk dalam kelompok ini merupakan penduduk yang paling rentan dalam menghadapi suatu ancaman yaitu kebakaran. Kerentanan yang dimiliki oleh penduduk usia rentan ini disebabkan dari kurangnya kemampuan atau daya tahan yang dimiliki oleh penduduk dalam kelompok usia ini didalam menghadapi kebakaran. dan keberadaan kelompok usia rentan ini bisa menggambarkan akan adanya jumlah korban ataupun sulitnya upaya evakuasi jika terjadi kebakaran. Sama halnya dengan keberadaan jumlah penduduk, semakin besar jumlah penduduk usia rentan, maka semakin besar pula kerentanan yang dimiliki oleh suatu wilayah yakni Kota Surakarta. Sehingga keberadaan penduduk usia rentan dapat juga dijadikan sebagai ukuran dalam menganalisis wilayah terhadap adanya bahaya kebakaran. Badan statistik memberikan arahan terhadap tingkatan usia rentan pada suatu wilayah, dimana tingkatan usia rentan terbagi dalam 3 tingkatan yaitu usia rentan rendah (≤50), sedang (51-69), dan tinggi (≥70). Perhitungan terhadap dependency ratio yang seterusnya disebut usia rentan didasarkan pada arahan dari badan statistik dengan rumus :
𝑑𝑒𝑝𝑒𝑛𝑑𝑒𝑛𝑐𝑦 𝑟𝑎𝑡𝑖𝑜 =
jumlah kelompok usia 𝑛𝑜𝑛𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑡𝑖𝑓 (0 − 14 &60 +) x100% jumlah usia produktif (15 − 60)
Penduduk usia rentan di Kota Surakarta berjumlah 206.660 jiwa yang terdiri dari 169.385 jiwa penduduk usia 0-14 tahun dan 37.275 jiwa penduduk usia >60 tahun. Jumlah penduduk rentan di Kota Surakarta ini memiliki rata – rata 54 yang artinya pada setiap 100 jiwa penduduk usia produktif menanggung beban 54 jiwa penduduk yang tidak produktif dan termasuk dalam tingkat sedang. Kelurahan Kemlayan Kecamatan Serengan merupakan Kelurahan dengan jumlah penduduk dengan ratio usia rentan yang paling besar yaitu mencapai 125%. Hal ini berati dalam 100 jiwa penduduk produktif menanggung beban 125 jiwa penduduk rentan. Sedangkan Kelurahan Stabelan merupakan kelurahan dengan ratio ketergantungan akan usia rentan paling rendah yaitu 26%. Tingkatan usia rentan tinggi terdapat pada 11 Kelurahan, tingkatan sedang pada 16 commit to user Kelurahan, dan 24 kelurahan dengan tingkat rendah.
81
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Jadi berdasarkan analisis deskriptif faktor Kepadatan penduduk dengan variabel penduduk usia rentan bukan merupakan faktor pemicu yang berpotensi terhadap terjadinya kebakaran di Kota Surakarta hal ini dikarenakan hanya terdapat 11 Kelurahan dengan kriteria resiko tinggi dari 51 kelurahan yang ada. Tabel 28 Analisis Penduduk Usia Rentan 2010 N o
Kecamatan
1
Laweyan
2
3
Serengan
Pasar Kliwon
Kelurahan 1.Pajang
Usia 10-14 th
Usia >60 th
Jumlah Penduduk
Ratio
2531
2203
1774
24.612
65
2. Laweyan 3. Bumi
107 717
153 502
319 627
155 634
2.580 7.239
40 52
4. Panularan
2398
924
834
221
9.752
81
5. Sriwedari
625
703
471
41
4.772
63
6. Penumping
304
483
711
174
5.629
42
7. Purwosari
670
1461
1564
544
13.057
48
8. Sondakan
269
857
887
1255
11.973
38
9. Kerten
482
1138
1130
497
11.939
37
10. Jajar
570
613
807
1381
9.733
53
11. Karangasem
282
597
824
892
9.827
36
1. Joyotakan
1154
777
839
46
8.921
46
2. Danukusuman
574
1195
1458
505
11.657
47
3. Serengan
668
1102
1633
906
12.976
50
4. Tipes
730
701
1008
1037
13.855
33
5. Kratonan
1106
909
674
33
6.182
79
6. Jayengan
437
449
584
347
5.817
45
7. Kemlayan
976
1013
375
340
4.873
125
1. Joyosuran
745
893
730
210
11.653
28
2. Semanggi
3912
3085
3025
3400
33.977
65
390
524
571
425
7.174
36
1026
559
626
510
7.286
60
5. Gajahan
225
297
341
612
5.269
39
6. Kauman
354
228
295
44
3.524
35
7. Kampung Baru
402
255
348
99
3.687
43
8. Kampung Lumbu
617
627
594
123
4.857
68
9. Sangkrah
583
872
893
932
11.597
39
1. Kepatihan Kulon
184
168
178
350
2.930
43
2. Kepatihan Wetan
448
292
346
68
3.050
61
4. Baluwarti
Jebres
Usia 5–9 th
3224
3. Pasar Kliwon
4
Usia 0-4 th
3. Sudiroprajan
287
408
371
647
5.037
52
4. Gandekan
1059
794
822
721
9.529
55
5. Sewu
1064
599
558
580
7.663
58
6. Pucang Sawit
2745
1356
1386
461
13.903
75
7. Jagalan
1388
1521
1528
290
12.382
62
8. Purwodiningratan
742
679
507
449
5.453
77
9. Tegalharjo
442
657
653
532
6.078
60
10. Jebres
2045
2382
2530
3031
32.112
45
11. Mojosongo
9950commit4366 to user 3922
2281
46.256
80
82
perpustakaan.uns.ac.id N o 5
Kecamatan Banjarsari
Kelurahan
digilib.uns.ac.id Usia 0-4 th 890
Usia 5–9 th 797
Usia 10-14 th 1049
2. Timuran
805
478
3. Keprabon
456
502
4. Ketelan
222
5. Punggawan
676
6. Kestalan
207
7. Setabelan
150
158
264
8. Gilingan
941
1848
2259
9. Manahan
2563
1163
1599
10. Sumber
1079
1343
1261
11. Nusukan
5928
2584
4010
12. Kadipiro
1883
4195
4370
13. Banyuanyar
1852
1347
1200
61.553
52.406
55.426
1. Mangkubumen
KOTA SURAKARTA
Usia >60 th 746
Jumlah Penduduk 10.013
Ratio
443
35
4.371
67
462
206
3.737
77
399
401
229
4.284
41
683
718
85
5.243
70
239
218
325
3.030
48
331
4.382
26
2418
21.823
52
198
13.432
70
1346
16.864
42
194
28.529
80
4049
49.614
41
566
11.886
72
37.275
586.019
53
Sumber : Hasil analisis, 2012
Sedangkan berdasarkan Indeks Rawan Bencana Indonesia 2011 yang dikeluarkan oleh BNPB faktor penduduk dengan variabel kepadatan penduduk dan penduduk usia rentan memiliki klasifikasi angka potensi bahaya (5).
commit to user
83
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PETA PENDUDUK USIA RENTAN
commit to user
84
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4. Kepadatan Bangunan Kepadatan bangunan pada suatu wilayah dapat menggambarkan bagaimana kerentanan suatu wilayah didalam memicu terjadinya suatu bencana kebakaran. Semakin tinggi atau semakin padat bangunan maka akan semakin besar pula potensi terjadinya kebakaran. Sebaliknya, semakin rendah kepadatan bangunan pada suatu wilayah, maka semakin rendah pula potensi terjadinya kebakaran. Penetapan kepadatan bangunan didasarkan pada PP Nomor 36 tahun 2005 tentang peraturan pelaksanan UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan dalam pasal 20 ayat 2 menetapkan Kepadatan Bangunan dalam tingkatan rendah (kurang dari 30%), sedang (30% sampai dengan 60%), dan tinggi (lebih dari 60%). Perhitungan mengenai kepadatan bangunan yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui rumus : 𝐾𝑒𝑝𝑎𝑑𝑎𝑡𝑎𝑛 𝐵𝑎𝑛𝑔𝑢𝑛𝑎𝑛 =
𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑤𝑖𝑙𝑎𝑦𝑎ℎ 𝑡𝑒𝑟𝑏𝑎𝑛𝑔𝑢𝑛 𝑥 100% 𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑤𝑖𝑙𝑎𝑦𝑎ℎ 𝑘𝑒𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ𝑎𝑛
Berdasarkan rumus diatas, dilakukan analisis terhadap faktor bangunan dengan variabel kepadatan bangunan. Kota Surakarta memiliki kepadatan bangunan rata – rata 71%. Ini mengandung arti bahwa Kota Surakarta memiliki kepadatan bangunan tinggi. Sedangkan berdasarkan kelurahan, Kelurahan yang memiliki kepadatan bangunan paling tinggi adalah Kelurahan Kratonan dan Kelurahan Serengan Kecamatan Serengan dengan masing – masing memiliki kepadatan bangunan 95% dan 93%. Kelurahan yang memiliki kepadatan tinggi mencapai 41 kelurahan. Sedangkan kelurahan yang lain memiliki kepadatan bangunan sedang mencapai 10 kelurahan. Dalam kata lain, berarti Kota Surakarta memiliki Kepadatan Bangunan yang tinggi. Hal ini dikarenakan tidak terdapat 1 (satu) pun kelurahan yang memiliki kepadatan bangunan rendah. Kondisi yang demikian dapat menjelaskan bahwa kepadatan bengunan di Kota Surakarta, khusunya pada setiap kelurahan memiliki kepadatan bangunan yang padat. Kepadatan bangunan ini dapat memicu terjadinya bencana kebakaran pada kota Surakarta khusunya pada masing – masing kelurahan yang padat oleh bangunan. Jadi berdasarkan analisis deskriptif faktor Bangunan
dengan variabel kepadatan
bangunan merupakan faktor pemicu yang berpotensi terhadap terjadinya kebakaran di Kota Surakarta hal ini dikarenakan hanya terdapat 41 Kelurahan dengan kriteria resiko tinggi dari 51 kelurahan yang ada. Sedangkan berdasarkan Indeks Rawan Bencana Indonesia 2011 yang dikeluarkan oleh BNPB faktor Bangunan dengan variabel kepadatan bangunan memiliki commit to user klasifikasi angka potensi bahaya (6).
85
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id Tabel 29 Analisis Kepadatan Bangunan di Kota Surakarta
No Kecamatan
1
Laweyan
2
Serengan
3
Pasar Kliwon
4
Jebres
5
Banjarsari
Kelurahan
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.
Pajang Laweyan Bumi Panularan Sriwedari Penumping Purwosari Sondakan Kerten Jajar Karangasem Joyotakan Danukusuman Serengan Tipes Kratonan Jayengan Kemlayan Joyosuran Semanggi Pasar Kliwon Baluwarti Gajahan Kauman Kampung Baru Kedung Lumbu Sangkrah Kepatihan Kulon Kepatihan Wetan Sudiroprajan Gandekan Sewu Pucang Sawit Jagalan Purwodiningratan Tegalharjo Jebres Mojosongo Mangkubumen Timuran Keprabon Ketelan Punggawan Kestalan Setabelan Gilingan Manahan Sumber Nusukan Kadipiro
13. Banyuanyar KOTA SURAKARTA
Kepadatan Bangunan (ha) 136,74 17,87 23,45 45,9 44,99 36,11 64,03 61,67 50,97 77,47 70,13 35,2 39,1 59,7 50,47 30,73 19,65 29,71 32,32 138,88 22,61 34,91 21,9 12,98 14,26 35,28 34,61 11,46 10,31 19,84 30,97 33,83 71,97 52,69 26,36 22,32 129,53 328,17 63,11 21,03 20,95 15,48 30,04 11,9 20,01 86,91 61,85 99,36 149,47 384,47
Luas Wilayah (ha) 155,20 24,83 37,30 54,40 51,30 50,33 84,40 78,50 92,10 105,50 130,00 45,90 50,80 64,00 64,00 32,40 29,30 33,00 54,00 166,82 36,00 40,70 33,90 19,20 30,60 55,10 45,20 17,50 22,50 23,00 35,00 48,50 127,00 65,00 37,30 32,50 317,00 532,88 79,70 31,50 31,80 25,00 36,00 20,80 27,70 127,20 128,00 133,30 206,30 508,80
72,58 3.016,25
125,00 4.404,06
KDB % 88 72 63 84 88 72 76 79 55 73 54 77 77 93 79 95 67 90 60 83 63 86 65 68 47 64 77 65 46 86 88 70 57 81 71 69 41 62 79 67 66 62 83 57 72 68 48 75 72 76 58 71
Sumber : hasil analisis, 2012
commit to user
86
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PETA KEPADATAN BANGUNAN
commit to user
87
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
5. Proteksi Terpasang a. Keberadaan Sarana Proteksi Proteksi terpasang merupakan usaha atau potensi yang dimiliki oleh suatu wilayah didalam upaya mencegah terjadinya suatu bencana kebakaran. Potensi yang dimiliki oleh suatu wilayah dapat dikatakan sebagai kemampuan suatu wilayah didalam upaya meredam kejadian kebakaran. Didalam melakukan analisis deskriptif pada proteksi terpasang ini melihat pada tiga variabel yaitu variabel keberadaan proteksi, variabel jumlah proteksi, serta variabel jangkauan sarana pos pemadam kebakaran. Variabel keberadaan sarana dan prasarana proteksi dilakukan dengan melihat pada keberadaan sarana dan prasarana tersebut pada masing – masing kelurahan. Dimana kelurahan yang memiliki atau terdapat dari keseluruhan sarana prasarana proteksi dapat dikatakan sebagai kelurahan yang memiliki kemampuan dalam proteksi wilayahnya terhadap potensi bencana kebakaran. sarana dan prasarana proteksi tersebut diantaranya adalah hidran, pos pemadam kebakaran, sarana evakuasi, dan jalur evakuasi. Untuk memudahkan dalam menganalisis, setiap item yang dimiliki berapapun jumlahnya dianggap 1, sedang jika tidak terdapat dianggap 0. Sedangkan berdasarkan Indeks Rawan Bencana Indonesia 2011 yang dikeluarkan oleh BNPB Proteksi terpasang memiliki angka klasifikasi (5). Hal ini didasarkan pada asumsi yang ada bahwa keberadaan masing – masing variabel membawa dampak langsung terhadap manusia. Dengan kata lain keberadaan faktor ini membawa pengaruh langsung terhadap dampak yang lebih besar jika keberadaannya tidak ada. Berdasarkan keberadaannya, kelurahan yang memiliki keberadaan paling tinggi dari proteksi yang terpasang yaitu Kelurahan Jebres Kecamatan Jebres dan Kelurahan Mangkubumen Kecamatan Banjarsari. Kelurahan tersebut masing-masing memiliki 75% proteksi terpasang yang terdapat dalam kelurahan. Sebaliknya, Kelurahan Joyotakan Kecamatan Serengan, Kelurahan Kepatihan Kulon, Kelurahan Gandekan, Kelurahan Jagalan, Kelurahan Tegalharjo, Kelurahan Mojosongo Kecamatan Jebres, dan Kelurahan Ketelan Kecamatan Banjarsari dapat dikatakan tidak memiliki sama sekali atau 0% dalam proteksi terpasang. Sedangkan kelurahan lain berada pada angka 25% dan 50%. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Dengan melakukan perhitungan menggunakan rumus sturgess, didapatkan tingkatan variabel keberadaan sarana proteksi rendah (<34), sedang (34-67), dan tinggi (>67). commit to user
88
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 30 Analisis Keberadaan Proteksi Terpasang di Kota Surakarta No Kecamatan
1. Pajang 2. Laweyan 3. Bumi 4. Panularan 5. Sriwedari 6. Penumping 7. Purwosari 8. Sondakan 9. Kerten 10. Jajar 11. Karangasem Serengan 1. Joyotakan 2 2. Danukusuman 3. Serengan 4. Tipes 5. Kratonan 6. Jayengan 7. Kemlayan Pasar 1. Joyosuran 3 Kliwon 2. Semanggi 3. Pasar Kliwon 4. Baluwarti 5. Gajahan 6. Kauman 7. Kampung Baru 8. Kedung Lumbu 9. Sangkrah Jebres 1. Kepatihan Kulon 4 2. Kepatihan Wetan 3. Sudiroprajan 4. Gandekan 5. Sewu 6. Pucang Sawit 7. Jagalan 8. Purwodiningratan 9. Tegalharjo 10. Jebres 11. Mojosongo Banjarsari 1. Mangkubumen 5 2. Timuran 3. Keprabon 4. Ketelan 5. Punggawan 6. Kestalan 7. Setabelan 8. Gilingan 9. Manahan 10. Sumber 11. Nusukan 12. Kadipiro 13. Banyuanyar Sumber : Hasil analisis, 2012 1
Laweyan
Kelurahan
Hidran 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 -
Pos PMK 1 1 1 -
Sarana Evakuasi -
Jalur Evakuasi 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Jumlah 2 2 1 2 2 2 2 2 2 1 1 0 2 1 2 2 2 1 2 1 2 2 2 2 1 2 1 0 2 2 0 1 2 0 2 0 3 0 3 1 1 0 1 1 1 2 2 2 2 1 1
% 50 50 25 50 50 50 50 50 50 25 25 0 50 25 50 50 50 25 50 25 50 50 50 50 25 50 25 0 50 50 0 25 50 0 50 0 75 0 75 25 25 0 25 25 25 50 50 50 50 25 25
commit to user
89
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Jadi berdasarkan analisis deskriptif faktor proteksi terpasang dengan variabel keberadaan sarana proteksi merupakan faktor pemicu yang berpotensi terhadap terjadinya kebakaran di Kota Surakarta hal ini dikarenakan hanya terdapat 2 Kelurahan dengan kriteria keberadaan sarana proteksi tinggi dari 51 kelurahan yang ada.
b. Jumlah Sarana Proteksi Jumlah proteksi merupakan variabel yang melihat kemampuan suatu wilayah berdasarkan jumlah proteksi yang terdapat dalam wilayah penelitian dalam hal ini yaitu wilayah kelurahan di Kota Surakarta. Sarana hidran, pos pemadam kebakaran, dan evakuasi dilihat berdasarkan presentase terhadap jumlah yang dimiliki oleh masing – masing kelurahan. Sedangkan untuk jalur evakuasi didasarkan pada berapa banyak jalur evakuasi yang melintas pada setiap kelurahan di Kota Surakarta. Dengan melakukan perhitungan menggunakan rumus sturgess, didapatkan tingkatan variabel jumlah sarana proteksi rendah (<2%), sedang (2%-4%), dan tinggi (>4%). Berdasarkan hasil analisis didapatkan 4 (empat) kelurahan yang memiliki jumlah sarana proteksi paling banyak dari jumlah sarana proteksi yang terdapat di Kota Surakarta, yaitu Kelurahan Manahan, Kelurahan Nusukan, Kelurahan Sumber Kecamatan Banjarsari dan Kelurahan Jebres Kecamatan Jebres memiliki jumlah sarana proteksi paling tinggi di Kota Surakarta dengan 5% dari jumlah sarana proteksi yang dimiliki oleh Kota Surakarta yang masing – masing memiliki jumlah 6 (enam) sarana untuk Kelurahan Manahan dan Kelurahan Nusukan. Serta 5 (lima) sarana untuk Kelurahan Sumber dan Kelurahan Jebres. 17 Kelurahan di Kota Surakarta memiliki jumlah sarana proteksi terpasang rendah, sedangkan lainnya memiliki jumlah sarana proteksi sedang. Jadi berdasarkan analisis deskriptif faktor proteksi terpasang dengan variabel jumlah sarana proteksi terpasang merupakan faktor pemicu yang berpotensi terhadap terjadinya kebakaran di Kota Surakarta hal ini dikarenakan hanya terdapat 4 Kelurahan dengan kriteria jumlah sarana proteksi terpasang tinggi dari 51 Kelurahan yang ada Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
commit to user
90
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id Tabel 31 Analisis Jumlah Proteksi Terpasang di Kota Surakarta
No Kecamatan 1
Laweyan
2
Serengan
3
Pasar Kliwon
4
Jebres
5
Banjarsari
Kelurahan 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.
Pajang Laweyan Bumi Panularan Sriwedari Penumping Purwosari Sondakan Kerten Jajar Karangasem Joyotakan Danukusuman Serengan Tipes Kratonan Jayengan Kemlayan Joyosuran Semanggi Pasar Kliwon Baluwarti Gajahan Kauman Kampung Baru Kedung Lumbu Sangkrah Kepatihan Kulon Kepatihan Wetan Sudiroprajan Gandekan Sewu Pucang Sawit Jagalan Purwodiningratan Tegalharjo Jebres Mojosongo Mangkubumen Timuran Keprabon Ketelan Punggawan Kestalan Setabelan Gilingan Manahan Sumber Nusukan Kadipiro
13. Banyuanyar KOTA SURAKARTA
Hidran
Pos PMK 1 1 1 1 1 1 2 3 2 1 2 2 1 1 2 1 1 1 2 2 1 1 1 3 3 2 2 1 1 1 5 3 3
1 1 1 -
Sarana Evakuasi -
1 57
3
0
Jalur Evakuasi
Jumlah
%
1 1 2 2 2 3 1 1 1 1 1 2 1 1 1 2 1 2 2 1 1 1 2 1 1 1 2 1 1 1 1 2 3
1 2 2 3 3 4 2 2 1 2 3 0 3 1 3 3 3 1 3 1 3 3 3 2 1 3 0 0 3 2 1 1 2 0 2 2 5 3 4 2 1 0 0 0 1 2 6 5 6
1 2 2 3 3 4 2 2 1 2 3 0 3 1 3 3 3 1 3 1 3 3 3 2 1 3 0 0 3 2 1 1 2 0 2 2 5 3 4 2 1 0 0 0 1 2 5 5 5
2 2 51
3 2
3 2
Sumber : Hasil analisi, 2012
commit to user
91
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
c. Keterjangkauan Pos Pemadam Pos Pemadam Kebakaran merupakan sarana proteksi terhadap kejadian kebakaran pada suatu wilayah. Keberadaan pos pemadam ini berkaitan dengan jangkauan atau radius pelayanan yang dapat dijangkau oleh setiap pos pemadam kebakaran. Peraturan Menteri Pekerjaan umum nomor 20 tahun 2009 tentang Pedoman teknis Manajemen Proteksi Kebakaran di Perkotaan terdapat ketentuan akan jangkauan atau radius pelayanan pos pemadam kebakaran. Radius pos pemadam kebakaran memiliki jangkauan radius sejauh maksimal 2,5 km didalam menangani daerah pelayanannya ketika terjadi bencana kebakaran. Kota Surakarta memiliki 3 (tiga) lokasi pos pemadam kebakaran di dalam menangani kejadian kebakaran di wilayahnya. Ketiga lokasi tersebut tersebar di lokasi yang berbeda, yaitu pada Kelurahan Baluwarti Kecamatan Pasar Kliwon, Kelurahan Jebres Kecamatan Jebres dan Kelurahan Mangkubumen Kecamatan Banjarsari. Pos pemadam kebakaran yang dimiliki oleh Kota Surakarta dengan radius pelayanannya sudah dapat menjangkau hampir seluruh Kelurahan di Kota Surakarta. Sehingga dari 51 kelurahan yang telah terjangkau seluruhnya telah terjangkau oleh radius pelayanan pos pemadam. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Jadi berdasarkan analisis deskriptif
faktor proteksi terpasang dengan variabel
jangkauan pos pemadam bukan merupakan faktor pemicu yang berpotensi terhadap terjadinya kebakaran di Kota Surakarta hal ini dikarenakan seluruh Kelurahan di Kota Surakarta dapat masih terjangkau radius pelayanan pos pemadam kebakaran.
Tabel 32 Analisis Kelas Jangkauan Pos Pemadam Kebakaran di Kota Surakarta No
Kecamatan
Kelurahan
Kelas jangkauan I
1
2
Laweyan
Serengan
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Pajang Laweyan Bumi Panularan Sriwedari Penumping Purwosari Sondakan Kerten Jajar Karangasem Joyotakan Danukusuman Serengan Tipes Kratonan Jayengan Kemlayan
II
III √ √
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
commit to user
√ √ √ √ √
92
perpustakaan.uns.ac.id No 3
4
5
Kecamatan Pasar Kliwon
Jebres
Banjarsari
digilib.uns.ac.id Kelurahan
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.
Joyosuran Semanggi Pasar Kliwon Baluwarti Gajahan Kauman Kampung Baru Kedung Lumbu Sangkrah Kepatihan Kulon Kepatihan Wetan Sudiroprajan Gandekan Sewu Pucang Sawit Jagalan Purwodiningratan Tegalharjo Jebres Mojosongo Mangkubumen Timuran Keprabon Ketelan Punggawan Kestalan Setabelan Gilingan Manahan Sumber Nusukan Kadipiro
I √
Kelas jangkauan II
III
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
13. Banyuanyar
Sumber : Hasil analisis, 2012 Ket : I = jangkauan pertama II = jangkauan kedua III = jangkauan ketiga
commit to user
93
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
94
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
95
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PETA JANGKAUAN POS PEMADAM
commit to user
96
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
6. Kesiapan Masyarakat Kesiapan Masyarakat adalah bagaimana suatu masyarakat pada suatu wilayah didalam upaya mencegah terjadinya kebakaran, mengatasi terjadinya kebakaran, serta tanggap terhadap situasi kebakaran. kesiapan masyarakat ini didasarkan pada fungsi penyelamatan (rescue) pada suatu wilayah. Untuk memudahkan dalam menganalisis tentang variabel keberadaan Satlakar dan Program pencegahan Kebakaran dilakukan dengan mengasumsikan setiap keberadaan dari setiap variabel dianggap 1, sedang jika tidak terdapat dianggap 0. Hal ini dikarenakan berdasarkan Undang – Undang nomor 24 tahun 2007 tentang penanggulangan bencana secara tersirat mengatakan suatu kemampuan merupakan kegiatan yang dapat mencegah atau mengurangi resiko terhadap suatu bencana, sehingga keberadaan akan kekuatan oleh suatu pihak – pihak serta program yang ada didalamnya mutlak merupakan suatu kemampuan yang dimiliki oleh suatu daerah yang dapat menjadi alat dalam mengurangi resiko bencana. Begitu halnya dengan BNPB dimana berdasarkan Indeks Rawan Bencana Indonesia 2011 yang dikeluarkan kesiapan masyarakat memiliki angka klasifikasi (5). Hal ini didasarkan pada asumsi yang ada bahwa keberadaan masing – masing variabel membawa dampak langsung terhadap manusia. Dengan kata lain keberadaan faktor ini membawa pengaruh langsung terhadap dampak yang lebih besar jika keberadaannya tidak ada, Sehingga dengan asumsi tersebut, maka keberadaan terkait satlakar dan program pencegahan bencana dilihat berdasarkan keberadaannya. Jadi berdasarkan analisis deskriptif terhadap hasil survey faktor kesiapan masyarakat dengan variabel keberadaan SATLAKAR bukan merupakan faktor pemicu yang berpotensi terhadap terjadinya kebakaran di Kota Surakarta hal ini dikarenakan seluruh Kelurahan di Kota Surakarta dapat masih terjangkau radius pelayanan pos pemadam kebakaran. Sedangkan sebaliknya, berdasarkan analisis deskriptif hasil survey terhadap variabel keberadaan program pencegah kebakaran merupakan faktor pemicu terhadap terjadinya kebakaran di Kota Surakarta hal ini dikarenakan seluruh Kelurahan di Kota Surakarta tidak terdapat. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 33 dibawah ini. Tabel 33 Analisis Keberadaan Faktor Kesiapan Masyarakat No
Kecamatan
1
Laweyan
Keberadaan SATLAKAR
Kelurahan 1.Pajang 2. Laweyan 3. Bumicommit 4. Panularan 5. Sriwedari
to
ADA ADA ADA user ADA ADA
Keberadaan Program Pencegahan Bencana -
97
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
6. Penumping ADA 7. Purwosari ADA 8. Sondakan ADA 9. Kerten ADA 10. Jajar ADA 11. Karangasem ADA Serengan 1. Joyotakan ADA 2 2. Danukusuman ADA 3. Serengan ADA 4. Tipes ADA 5. Kratonan ADA 6. Jayengan ADA 7. Kemlayan ADA Pasar 1. Joyosuran ADA 3 Kliwon 2. Semanggi ADA 3. Pasar Kliwon ADA 4. Baluwarti ADA 5. Gajahan ADA 6. Kauman ADA 7. Kampung Baru ADA 8. Kedung Lumbu ADA 9. Sangkrah ADA Jebres 1. Kepatihan Kulon ADA 4 2. Kepatihan Wetan ADA 3. Sudiroprajan ADA 4. Gandekan ADA 5. Sewu ADA 6. Pucang Sawit ADA 7. Jagalan ADA 8. Purwodiningratan ADA 9. Tegalharjo ADA 10. Jebres ADA 11. Mojosongo ADA Banjarsari 1. Mangkubumen ADA 5 2. Timuran ADA 3. Keprabon ADA 4. Ketelan ADA 5. Punggawan ADA 6. Kestalan ADA 7. Setabelan ADA 8. Gilingan ADA 9. Manahan ADA 10. Sumber ADA 11. Nusukan ADA 12. Kadipiro ADA 13. Banyuanyar ADA Sumber : Hasil Survey, 2012 Ket : 1 = Ada; 0 = tidak ada
Jadi berdasarkan analisis deskriptif didapatkan hasil bahwa faktor yang menjadi pemicu yang berpotensi terjadinya kebakaran di Kota Surakarta adalah Faktor Bangunan, Faktor Proteksi Terpasang dengan variabel Keberadaan sarana proteksi dan variabel jumlah sarana proteksi, dan Faktor Kesiapan Masyarakat denagn variabel Program Pencegahan Kebakaran.
commit to user
98
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
B. PENILAIAN TINGKAT RESIKO KEBAKARAN KEBAKARAN DI KOTA SURAKARTA Penilaian kawasan berpotensi resiko kebakaran di Kota Surakarta ini merupakan lanjutan dari identifikasi potensi terjadinya kebakaran berdasarkan faktor pemicu kebakaran di Kota Surakarta yang telah dilakukan sebelumnya. Dalam analisis ini, hasil dari analisis sebelumnya yang berupa penilaian terhadap faktor pemicu kebakaran dari hasil analisis deskriptif akan dilakukan analisis dengan pembobotan untuk mengetahui tingkat resiko bencana Kebakaran pada setiap wilayah Kelurahan di Kota Surakarta. Resiko Bencana ini merupakan potensi kerugian yang akan terjadi yang ditimbulkan dari adanya suatu bencana, atau merupakan suatu akibat dari adanya bencana pada suatu wilayah. Dimana dalam kurun waktu tertentu jika tidak segera dilakukan upaya penanganan terhadap wilayah yang memiliki potensi resiko bencana dala kurun waktu tertentu dapat membawa akibat berupa luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, kerusakan, gangguan kegiatan masyarakat, serta kematian. Suatu kerawanan pada suatu wilayah dapat dilihat dari tinggi atau rendahnya suatu bencana. Adanya kemampuan suatu wilayah dalam menghadapi resiko bencana akan diuji oleh adanya ancaman dan kerentanan bencana. Semakin besar suatu ancaman dan kerentanan wilayah terhadap suatu bencana tanpa diimbangi oleh kemampuan wilayah dalam menghadapi bencana, maka semakin tinggi resiko bencana pada wilayah tersebut, begitu juga sebaliknya.
𝑅𝑒𝑠𝑖𝑘𝑜 𝐵𝑒𝑛𝑐𝑎𝑛𝑎 (𝑅) =
𝐴𝑛𝑐𝑎𝑚𝑎𝑛 (𝐴)𝑥 𝐾𝑒𝑟𝑒𝑛𝑡𝑎𝑛𝑎𝑛 (𝐾) 𝐾𝑒𝑚𝑎𝑚𝑝𝑢𝑎𝑛 (𝑀)
Dengan melihat definisi dan klasifikasi yang disebutkan sebelumnya pada bab tinjauan pustaka, penelitian ini memiliki fokus pada bahaya yang disebabkan oleh ulah manusia baik secara langsung maupun tidak langsung, yang berarti faktor pemicu kebakaran yang telah dirumuskan sebelumnya memiliki arti bahwa faktor kejadian kebakaran (fire history) dan faktor penggunaan lahan yang terdapat pada tata ruang wilayah Kota Surakarta sebagai Sumber Ancaman. Skor Ancaman didapatkan dari pengkalian kelas terhadap bobot dari masing – masing variabel pada faktor Kejadian Kebakaran dan faktor Penggunaan Lahan yang dimiliki oleh setiap kelurahan.
commit to user
99
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Kerentanan dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan atau kondisi yang dapat mengurangi kemampuan masyarakat untuk mempersiapkan diri untuk menghadapi bahaya atau ancaman bencana. Berdasarkan uraian definisi yang telah disebutkan sebelumnya pada tinjauan pustaka, faktor pemicu yang masuk dalam kerentanan yaitu faktor Penduduk dan faktor Bangunan. Skor Kerentanan didapatkan dari pengkalian kelas terhadap bobot dari masing – masing variabel pada faktor Penduduk dan faktor Bangunan. Sedangkan kemampuan adalah serangkaian kegiatan yang dapat mengurangi atau menghilangkan suatu resiko terjadinya bencana dengan mengurangi adanya ancaman bencana maupun adanya kerentanan yang kemudian disebut sebagai pencegahan bencana. Kemampuan yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu faktor Proteksi terpasang dan Kesiapan Masyarakat. Skor Kemampuan didapatkan dari pengkalian kelas terhadap bobot dari masing – masing variabel pada faktor Proteksi Terpasang dan faktor Kesiapan Masyarakat. Hasil pembobotan dapat dilihat dalam tabel berikut ini :
commit to user
100
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
101
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
102
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
103
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
104
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
105
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Berdasarkan hasil pembobotan terhadap skor ancaman, kerentanan, dan kemampuan pada masing - masing kelurahan didapatkan seperti yang telah dilakukan pada perhitungan seperti yang telah disajikan diatas, didapatkan beberapa hasil diantaranya : 1. Kelurahan dengan nilai Ancaman tertinggi adalah kelurahan Gilingan dengan nilai 57. 2. Kelurahan dengan nilai Kerentanan Tertinggi adalah Kelurahan Sudiroprajan, Kelurahan Gandekan, Kelurahan Semanggi, Kelurahan Kratonan, Kelurahan Panularan dengan nilai 43. 3. Kelurahan dengan nilai Kemampuan Tinggi adalah Kelurahan Penumping, Kelurahan Pasar Kliwon, Kelurahan Baluwarti, Kelurahan Jebres, Kelurahan Mangkubumen, Kelurahan Manahan, dan Kelurahan Sumber dengan nilai 40.
Berdasarkan hasil analisis Resiko Kebakaran didapatkan hasil skor / tingkatan kelurahan yang berbeda – beda di Kota Surakarta. Tingkatan yang dihasilkan ini kemudian didasarkan pada perhitungan yang dilakukan, didapatkan dari Undang – Undang Penanggulangan Bencana Nomor 24 tahun 2007 dan arahan berdasarkan BNPB didapatkan skor tingkat resiko bencana kebakaran dalam 3 tingkat yaitu : a. Tingkat nilai resiko bencana kebakaran rendah <48 b. Tingkat nilai resiko bencana kebakaran sedang 48 - 72 c. Tingkat nilai resiko bencana kebakaran tinggi >72
Jadi tingkat potensi bencana kebakaran di Kota Surakarta memiliki tingkat rendah, sedang, dan tinggi. Dengan masing – masing 7 Kelurahan dengan tingkat resiko bencana tinggi, 25 kelurahan dengan tingkat resiko bencana sedang, dan 19 kelurahan dengan tingkat resiko bencana rendah. Dan masing – masing kelurahan tersebut untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dan peta dibawah ini.
commit to user
106
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 39 Hasil Analisis Resiko Kebakaran di Kota Surakarta No
Kecamatan
Kelurahan
1
Laweyan
2
Serengan
3
Pasar Kliwon
4
Jebres
5
Banjarsari
1.Pajang 2. Laweyan 3. Bumi 4. Panularan 5. Sriwedari 6. Penumping 7. Purwosari 8. Sondakan 9. Kerten 10. Jajar 11. Karangasem 1. Joyotakan 2. Danukusuman 3. Serengan 4. Tipes 5. Kratonan 6. Jayengan 7. Kemlayan 1. Joyosuran 2. Semanggi 3. Pasar Kliwon 4. Baluwarti 5. Gajahan 6. Kauman 7. Kampung Baru 8. Kedung Lumbu 9. Sangkrah 1. Kepatihan Kulon 2. Kepatihan Wetan 3. Sudiroprajan 4. Gandekan 5. Sewu 6. Pucang Sawit 7. Jagalan 8. Purwodiningratan 9. Tegalharjo 10. Jebres 11. Mojosongo 1. Mangkubumen 2. Timuran 3. Keprabon 4. Ketelan 5. Punggawan 6. Kestalan 7. Setabelan 8. Gilingan 9. Manahan 10. Sumber 11. Nusukan 12. Kadipiro 13. Banyuanyar
Jumlah Skor Ancaman (A) 42 46 36 49 52 49 42 39 50 46 41 38 43 42 43 48 56 42 41 39 46 34 39 48 39 49 31 48 48 45 39 50 50 51 50 36 56 41 48 54 45 45 47 51 51 57 46 34 37 53 39
Jumlah Skor Kerentanan (K) 38 28 38 43 33 28 33 33 22 33 22 33 38 38 38 43 33 38 32 43 33 38 33 33 28 33 38 33 27 43 43 38 32 38 38 38 22 38 33 33 38 33 38 22 33 38 32 28 38 28 32
Jumlah Skor Kemempuan (M) 25 25 25 30 35 40 35 30 30 20 25 30 35 30 25 30 30 25 35 25 40 40 35 35 20 30 20 23 26 35 23 20 34 26 30 25 40 35 40 20 20 25 25 20 20 30 40 40 30 25 20
Skor Resiko Bencana Kebakaran 64 52 55 70 49 34 40 43 37 76 36 42 47 53 65 69 62 64 37 67 38 32 37 45 55 54 59 70 49 55 74 95 47 74 63 55 31 45 40 89 86 59 71 56 84 72 37 24 47 59 62
Kriteri Kebakaran Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Rendah Rendah Rendah Rendah Tinggi Rendah Rendah Rendah Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Rendah Sedang Rendah Rendah Rendah Rendah Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Tinggi Tinggi Rendah Tinggi Sedang Sedang Rendah Rendah Rendah Tinggi Tinggi Sedang Sedang Sedang Tinggi Sedang Rendah Rendah Rendah Sedang Sedang
Sumber : Hasil analisis, 2012
commit to user
107
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Kelurahan yang memiliki tingkat resiko Kebakaran tinggi yaitu : 1. Kelurahan Jajar 2. Kelurahan Gandekan 3. Kelurahan Sewu 4. Kelurahan Jagalan 5. Kelurahan Timuran 6. Kelurahan Keprabon 7. Kelurahan Stabelan Hasil ini merupakan hasil secara menyeluruh terhadap faktor pemicu terjadinya kebakaran, dimana dalam analisis sebelumnya Kelurahan diatas memiliki nilai ancaman dan kerentanan tinggi akan tetapi tidak memiliki kemampuan yang tinggi pula, sehingga nilai resiko Bencana Kebakaran pada kelurahan diatas masuk dalam kriteria tinggi. Hasil dari analisis pembobotan ini merupakan hasil penilaian secara menyeluruh dari analisis terhadap masing – masing faktor yang telah dianalisis satu persatu dalam analisis deskriptif sebelumnya, untuk kemudian dianalisis secara menyeluruh, sehingga analisis yang sebelumnya dengan menggunakan deskriptif dalam menggambarkan resiko bencana kebakaran terhadap masing – masing faktor, didapatkan wilayah yang memiliki tingkat Resiko Bencana Rawan Kebakaran di Kota Surakarta secara merata dengan melihat ancaman yang dimiliki, kerentanan, serta kemampuan yang dimiliki oleh setiap Kelurahan Kota Surakarta. Yang kemudian dapat diwujudkan dalam bentuk pemetaan di bawah ini.
commit to user
108
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PetaPotensi Resiko Bencana Kebakaran
commit to user
109
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. KESIMPULAN Identifikasi deskriptif terhadap faktor pemicu terjadinya kebakaran yang telah dilakukan bertujuan untuk mengetahui faktor pemicu yang muncul sebagai faktor pemicu yang berpotensi terjadi kebakaran di Kota surakarta. Analisis deskriptif terhadap faktor kejadian kebakaran, Penggunaan lahan, Penduduk, Bangunan, Proteksi terpasang, dan kesiapan Masyarakat didapatkan hasil berupa kelurahan yang memiliki tingkat resiko kebakaran tinggi berdasarkan faktor pemicu yang diujikan. Makan jika ditarik kesimpulan terhadap hasil analisisdeskriptif secara keseluruhan, didapatkan Faktor pemicu yang paling menjadi potensi terjadinya kebakaran di Kota Surakarta adalah faktor Faktor Kepadatan Bangunan, faktor Proteksi Terpasang dengan variabel Keberadaan Sarana Proteksi dan variabel Jumlah Sarana Proteksi, dan Faktor Kesiapan Masyarakat dengan variabel Program Pencegahan Kebakaran. Analisis kuantitatif didapatkan wilayah kelurahan dengan tingkat resiko kebakaran rendah, sedang tinggi. Dimana Kota Surakarta memiliki 7 Kelurahan yang berada pada tingkat resiko kebakaran tinggi. Didapatkannya faktor yang berpotensi terhadap terjadinya kebakaran dan diketahuinya tingkat resiko kebakaran pada masing – masing wilayah kelurahan, maka Hal inilah yang dapat menjadi dasar pertimbangan untuk mencegah terjadinya kebakaran di Kota Surakarta, khususnya masukan untuk Pemerintah terkait, dan masyarakat secara umum. Kota Surakarta masih memiliki ancaman terhadap kebakaran dimana masih terdapat wilayah dengan skor ancaman tinggi, kerentanan tinggi, serta kemampuan yang rendah. Hal ini bisa saja terjadi dikarenakan Kota Surakarta didalam menghadapi potensi dan resiko kebakaran dirasa kurang dalam penyediaan, pengawasan dan pengaturan terkait hal – hal yang berpotensi terjadinya kebakaran dan resiko kebakaran yang besar diantaranya : 1. Kurangnya Pengawasan terhadap bangunan, sehingga terdapat banyak wilayah kelurahan yang memiliki kepadatan bangunan tinggi yang berpotensi terhadap terjadinya kebakaran dan resiko kebakaran yang tinggi. 2. Penyediaan sarana dan jumlah proteksi terhadap kebakaran kurang diperhatikan, diantaranya keberadaan, kondisi dan jumlah hidran, serta sarana dan jalur evakuasi yang belum dan kurang terdapat di masing – masing wilayah Kelurahan di Kota Surakarta 3. Belum terdapatnya program atau kegiatan dalam upaya pencegahan kejadian kebakaran commit to user terhadap Masyarakat Kota Surakarta, sehingga masyarakat belum mengerti akan bahaya dan resiko kebakaran yang bisa terjadi. 110
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
B. REKOMENDASI Manfaat dari penelitian ini didapatkan hasil berupa faktor – faktor yang memiliki tingkat pemicu terjadinya resiko kebakaran pada masing – masing kelurahan secara khusus, serta didapatkan hasil berupa faktor yang merupakan faktor pemicu dominan yang menjadi potensi terhadap terjadinya kebakaran di Kota Surakarta. Selain itu juga dapat diketahuinya tingkatan wilayah berpotensi bencana rawan kebakaran di Kota Surakarta. Hasil yang didapatkan ini kemudian oleh penulis memberikan rekomendasi kepada : 1. Pemerintah a. Diadakannya penyuluhan dan penertiban akan aturan terkait penetapan kepadatan bangunan agar timbul pemahaman akan bahaya kebakaran. b. Meningkatkan Nilai Kemampuan pada kelurahan yang memiliki resiko kebakaran tinggi dengan melakukan pengadaan sarana proteksi kebakaran dengan menambah keberadaan sarana jalur dan sarana evakuasi, perbaikan dan atau penambahan jumlah hidran, serta diadakannya kegiatan pencegahan kebakaran di masyarakat c. Dinas tata ruang harus ikut turun dalam merencana sampai monitoring wilayah dalam upaya pencegahan, khususnya pada wilayah dengan ancaman tinggi diadakannya pengawasan terhadap penggunaan lahan yang digunakan, dan pengaturan bangunan, sehingga pencegahan dan pemadaman kejadian kebakaran bisa teratasi sebelum, saat, dan sesudah kejadian. d. Melakukan kegiatan penyuluhan dan pencatatan akan kejadian dan bahaya kebakaran, sehingga didapatkan update data
dan masyarakat memiliki
kesiapan serta ilmu pengetahuan terhadap bahaya kebakaran. 2. Masyarakat a. Melakukan kegiatan dan mengikuti pelatihan sebagai upaya mencegah terjadinya kebakaran, serta dapat membentuk kelompok sadar bahaya kebakaran. b. Meningkatkan pengawasan sebagai kegiatan pencegah dan pengurangan resiko bahaya kebakaran dengan melakukan kegiatan siskamling secara berkala. 3. Peneliti Untuk dapat melengkapi dengan melakukan studi lanjutan dengan menggunakan faktor maupun variabel yang berbeda dan atau melakukan pengkajian terhadap commit to user kelurahan yang memiliki tingkat resiko kebakaran tinggi sebagai hasil penelitian ini agar dapat melengkapi penelititan dan dapat berguna bagi ilmu pengetahuan. 111