PEMETAAN KEJADIAN KEBAKARAN DI SURAKARTA TAHUN 2008-2009 MAPPING OF FIRE INCIDENTS AT SURAKARTA DURING 2008-2009
TUGAS AKHIR Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Menempuh Ujian Sarjana Pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta
Disusun Oleh:
AGUNG SRIWINANTO NIM. I 0103020
JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010
i
LEMBAR PERSETUJUAN
PEMETAAN KEJADIAN KEBAKARAN DI KOTA SURAKARTA PADA TAHUN 2008-2009
MAPPING OF FIRE INCIDENTS AT SURAKARTA DURING 2008-2009
TUGAS AKHIR
Disusun oleh : AGUNG SRIWINANTO NIM. I 0103020
Telah disetujui untuk dipertahankan dihadapan Tim Penguji Pendadaran Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret
Persetujuan Dosen Pembimbing, Dosen Pembimbing I
Dosen Pembimbing II
Widi Hartono, ST, MT
Ir. Agus P. Saido, Msc
NIP 19730729 199903 1001
NIP 19550501 198601 1001 ii
LEMBAR PENGESAHAN
PEMETAAN KEJADIAN KEBAKARAN DI KOTA SURAKARTA PADA TAHUN 2008-2009
MAPPING OF FIRE INCIDENTS AT SURAKARTA DURING 2008-2009
TUGAS AKHIR Disusun Oleh:
AGUNG SRIWINANTO NIM. I 0103020
Telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Pendadaran Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta pada .......................... 2010 :
1. Widi Hartono, ST, MT
(
)
(
)
(
)
(
)
NIP 19730729 199903 1001 2. Ir. Agus Prijadi Saido, Msc NIP 19550501 198601 1001 3. Ir. Adi Yusuf M, MT NIP 19581127 198803 1 001 4. Ir.Suryoto, MT NIP 19580109 198601 1 001
Mengetahui, an. Dekan Pembantu Dekan I Fakultas Teknik UNS
Disahkan, Ketua Jurusan Teknik Sipil Fakultas teknik UNS
Ir. Noegroho Djarwanti, MT
Ir. Bambang Santosa, MT
NIP 19561112 198403 2 007
NIP 19590823 198601 1 001 iii
MOTTO
Kejujuran adalah tombak yang akan menjadi penentu bagi nilai hidup seorang manusia. Tiada manusia itu lebih baik atau lebih buruk dari manusia lainnya. Tetapi kita hanya berbeda dan itu yang membuat kita spesial Daripada memikirkan apa yang tidak kita miliki, lebih baik kita mensyukuri dan memanfaatkan apa yang kita miliki. Sesungguhnya hal itu akan lebih baik dan membuat kita maju walaupun hanya selangkah demi selangkah.
iv
PERSEMBAHAN Karya ini dipersembahkan kepada Allah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang Dan didedikasikan kepada orang-orang yang aku kasihi serta sayangi, yaitu :
1. Bapakku Karyadi dan ibuku Marmi yang telah membesarkan dan mendidikku serta mencurahkan segala kasih sayang yang tak mungkin dapat kubalas. 2. Bapak Wibowo selaku pembimbing akademis yang selalu sabar menghadapi nilainilaiku yang selalu buruk. 3. Bapak Widi Hartono dan bapak Agus P. Saido selaku pembimbing tugas akhir serta para dosen sekalian, terima kasih atas segala ilmu yang telah diberikan. 4.
Adikku Yudhi dan para paman serta bibi terutama bibi Surati dan Karyanti yang selalu menyempatkan diri untuk memantau dan membimbing pendidikanku selama ini.
5. Para sahabat, terima kasih banyak atas segala kemurahan hati dan bantuan kalian selama ini. Semoga persahabatan ini tak lekang oleh jarak dan waktu.
.
v
ABSTRAK Agung Sriwinanto, 2010, PEMETAAN KEJADIAN KEBAKARAN DI KOTA SURAKARTA TAHUN 2008-2009, Tugas Akhir, Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Infrastruktur kota seperti pada kota Surakarta tumbuh pesat seiring.dengan perkembangan kota. Hampir di setiap penjuru kota dapat ditemui bangunan seperti mall, pusat perbelanjaan, perkantoran, hotel, pasar, apartemen/rumah susun, rumah sakit, perguruan tinggi atau sekolah. Potensi infrastruktur yang besar tersebut akan meningkatkan potensi terjadinya kebakaran. Untuk itu perlu dilakukan kajian dalam rangka mengantisipasi bahaya kebakaran atau menangani kejadian kebakaran.
Salah satu langkah awal dalam kajian tersebut adalah membuat potret diri mengenai kejadian kebakaran yang ada di Kota Surakarta dalam wujud pembuatan peta kebakaran di Kota Surakarta. Data diperoleh melalui survei, wawancara dan pengambilan data dari dinas yang terkait seperti dinas pemadam kebakaran, kepolisian atau dinas pekerjaan umum. Koodinat lokasi kebakaran ditandai dengan alat bantu GPS. Dalam penelitian ini digunakan program SIG buatan ESRI, ArcMapArcInfo 9.2 untuk membantu mengelola data dan memvisualisasikan data-data dalam bentuk pemetaan.
Hasil kajian yang dilakukan menunjukkan bahwa bangunan perumahan dan non gedung merupakan sarana yang paling sering terbakar, penyebab terbesarnya adalah korsleting listrik. Akan tetapi tingkat potensi bahaya kebakaran tergolong kategori ringan. Dari hasil analisis diperoleh daerah yang memiliki tingkat kerawanan bahaya kebakaran di Kota Surakara. Daerah-daerah perdagangan dan bisnis merupakan daerah yang memiliki tingkat kerawanan bahaya kebakaran yang paling tinggi.
Keyword: kebakaran, pemetaan, SIG.
vi
ABSTRACT Agung Sriwinanto, 2010, MAPPING OF FIRE INCIDENTS AT SURAKARTA DURING 2008-2009, , Sebelas Maret University of Civil Engineering..
infrastructure of the city such as city of Surakarta grew rapidly in line with the growth of the city. Almost in every corner of the city can be found buildings like malls, shopping centers, office buildings, hotels, markets, apartments/flats, hospitals, universities, or school. The huge potential for infrastructure will increase the potential for fire. Therefore needed to study in order to anticipate the danger of fire or handling fire incidents.
One initial step in these studies is to create a portrait of fire occurrence in the city of Surakarta in the form of fires mapping at the city of Surakarta. Data obtained through surveys, interviews, and data’s retrieval from relevant agencies such as fire service, police or public works. Coordinates of the location of fire marked with GPS tools. This study used GIS’s software by ESRI, AcMap-ArcInfo 9.2 to help manage the data and visualize the data in the form of mapping.
The results of a study conducted shows that residential buildings and non-building is the most common means of fire and the biggest cause of fire was electrical short circuiting. However, potential fire hazard levels considered mild. Analysis results obtained from areas that have a sensitivity level of fire danger in the city of Surakarta. areas of trade and business is an area that has a high vulnerability of the most high fire danger
Keyword: fire, mapping, GIS.
vii
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT atas rahmat dan hidayah-NYA sehingga peneliti dapat menyelesaikan laporan tugas akhir dengan judul ”Pemetaan Kejadian Kebakaran di Kota Surakarta tahun 2008-2009” guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik di Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penyusunan tugas akhir ini dapat berjalan lancar tidak lepas dari bimbingan, dukungan, dan motivasi dari berbagai pihak. Dengan segala kerendahan hati, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada : 1. Segenap Pimpinan Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Segenap Pimpinan Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta. 3. Widi Hartono, ST, MT selaku dosen pembimbing I tugas akhir. 4. Ir. Agus P Saido, Msc selaku dosen pembimbing II tugas akhir. 5. Wibowo, ST, DEA selaku dosen pembimbing akademik. 6. Segenap bapak dan ibu dosen pengajar di Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta. 7. Semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan kepada penulis dengan tulus ikhlas.
Penulis menyadari tugas akhir ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun untuk perbaikan di masa mendatang dan semoga tugas akhir ini dapat memberikan manfaat bagi penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya.
Surakarta, Juni 2010
Penulis
viii
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL
i
HALAMAN PENGESAHAN
ii
HALAMAN MOTTO
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
v
ABSTRAK
vi
KATA PENGANTAR
viii
DAFTAR ISI
ix
DAFTAR TABEL
xii
DAFTAR GAMBAR
xiii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Masalah
1
1.2.
Perumusan Masalah
2
1.3.
Pembatasan Masalah
2
1.4.
Tujuan Penelitian
2
1.5.
Manfaat Penelitian
3
1.6.
Sistematika Pembahasan
4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
2.1.
Tinjauan Pustaka
5
2.2.
Landasan Teori
6
2.2.1. Kebakaran
6
2.2.2. Peta
13
2.2.3. Sistem Informasi Geografi
14
2.2.4. Penelitian Deskriptif.
18
2.2.5. Teknik Penarikan Sampel/Teknik Sampling
19
ix
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
3.1.
Uraian Umum
21
3.2.
Lokasi Penelitian
21
3.3.
Waktu Penelitian
21
3.4.
Teknik Pengumpulan Data
22
3.5.
Metode Pengumpulan Data
23
3.5.1
23
Metode Penentuan lokasi dengan GPS
3.5.2. Metode Wawancara
23
3.5.3. Metode Kepustakaan
24
Populasi Dan Sampel
25
3.6.1. Populasi
25
3.6.2. sampel
25
3.7.
Penentuan Ukuran Sampel
25
3.8.
Teknik Pemetaan Dan Analisis Data
26
3.9.
Sekilas Tentang ArcGIS 9.2.
26
3.10.
Tahapan Penelitian.
27
3.6.
BAB 4 ANALISIS dan PEMBAHASAN
4.1.
Deskripsi Wilayah Penelitian
28
4.1.1. Letak, Batas dan Luas daerah Penelitian
28
4.1.2. Kependudukan Kota Surakarta
30
4.2.
Potensi Wilayah Kota Surakarta
30
4.3.
Perhitungan Ukuran Sampel
32
4.4.
Survei Pengumpulan Data
32
4.4.1. Survei Data Spasial
32
4.4.2. Survei Data Non Spasial
33
4.4.3. Kendala-kendala Yang Dihadapi
33
Analisa Data
34
4.5.1. Input Data
34
4.5.
x
4.5.2. Editing Data
37
4.5.3. Klasifikasi Sebaran Kebakaran Di Kota Surakarta
37
4.5.4. Pembuatan Peta Rawan Kebakaran
39
4.5.5. Model Builder
41
4.5.6. Analisis Kinerja Pelayanan Pemadam Kebakaran Di Kota
4.6.
Surakarta
54
Hasil Dan Pembahasan
54
4.6.1. Peta Sebaran Kebakaran Di Kota Surakarta
54
4.6.2. Peta Klasifikasi Kebakaran Berdasarkan Peraturan Daerah Jakarta No 8 tahun 2008
4.7.
55
4.6.3. Peta Klasifikasi Penyebab Kebakaran
57
4.6.4. Peta Rawan Kebakaran
58
Pendapat Masyarakat Tentang Kinerja Pelayanan Pemadam Kebakaran Kota Surakarta
60
4.7.1. Daya Tanggap Pemadam Kebakaran Di Kota Surakarta Terhadap Laporan Kebakaran
62
4.7.2. Efisiensi Dan Efektifitas Pelayanan Pemadaman Kebakaran
64
4.7.3. Prosedur Permintaan Bantuan Pelayanan Pemadaman Kebakaran 66
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.
Kesimpulan
69
5.2.
Saran
70
DAFTAR PUSTAKA
71
LAMPIRAN
xv
xi
DAFTAR TABEL Tabel 4.1.
Luas Wilayah Kota Surakarta Menurut Jenis Penggunaan Lahan Per Kecamatan tahun 2008
Tabel 4.2.
Luas Wilayah Kota Surakarta Menurut Jenis Penggunaan Lahan Per Kecamatan tahun 2008 (lanjutan)
Tabel 4.3.
29
29
Luas Wilayah, Jumlah Penduduk dan Tingkat Kepadatan Penduduk Kota Surakarta Tahun 2008
30
Tabel 4.4.
Perhitungan Jumlah Sampel Per Kecamatan
32
Tabel 4.5.
Statistik Fungsi Sarana /Prasarana Terbakar
56
Tabel 4.6.
Statistik Tingkat Potensi Bahaya Kebakaran
56
Tabel 4.7.
Statistik Penyebab Kebakaran
58
Tabel 4.8.
Statistik Pendapat Warga Terhadap Daya Tanggap Kantor Pemadam Kebakaran
Tabel 4.9.
64
Statistik Pendapat Warga Terhadap Efisiensi dan Efektifitas Pemadam Kebakaran
Tabel 4.10.
66
Statistik Pendapat Warga Terhadap Prosedur Permintaan Bantuan Pemadaman Kebakaran
Tabel 4.11.
67
Matriks Kepuasan Warga Kota Surakarta Terhadap Kinerja Pelayanan Pemadaman Kebakaran
xii
68
DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1.
Diagram Proses Pemetaan Dalam SIG
18
Gambar 3.1
Bagan Tahapan Penelitian
27
Gambar 4.1.
Proses Pembuatan Shapefile
34
Gambar 4.2.
Jendela Pengisian Referensi Geografis Peta
35
Gambar 4.3.
Penambahan Shapefile Ke ArcMap
35
Gambar 4.4.
Penambahan Data Spasial
36
Gambar 4.5.
Masukan Data Lokasi_kebakaran Di Kota Surakarta
36
Gambar 4.6.
Editor Toolbar Dari ArcGIS 9.2.
37
Gambar 4.7.
Membuka ArcMap
38
Gambar 4.8.
Pengaturan Properties Klasifikasi Kebakaran
39
Gambar 4.9.
Penggabungan Titik_bantu.shp Dengan Lokasi_kebakaran.shp
40
Gambar 4.10. Hasil Analisis Kernel
40
Gambar 4.11. Hasil Ekstraksi Raster Kernel
41
Gambar 4.12. Jendela Model Builder Yang Masih Kosong
42
Gambar 4.13. Proses Pembuatan model
43
Gambar 4.14. Model Pemetaan Kebakaran Di Kota Surakarta
44
Gambar 4.15. Ilustrasi Analisis Tool Select
45
Gambar 4.16. Model Untuk Tool Select
45
Gambar 4.17. Jendela Tool Select
46
Gambar 4.18. Jendela Query Builder
46
Gambar 4.19. Model Untuk Tool Polygon To Raster
47
Gambar 4.20. Jendela Tool Polygon To Raster
48
Gambar 4.21. Model Untuk Tool Merge
49
Gambar 4.22. Jendela Tool Merge
49
Gambar 4.23. Model Untuk Tool Frequency
50
Gambar 4.24. Jendela Tool Frequency
50
Gambar 4.25. Model Untuk Tool Kernel Density
51
Gambar 4.26. Jendela Tool Kernel Density
52
xiii
Gambar 4.27. Ilustrasi Tool Extract By Mask
52
Gambar 4.28. Model Untuk Tool Extract By Mask
53
Gambar 4.29. Jendela Tool Extract By Mask
53
xiv
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Kebakaran merupakan salah satu jenis kejadian yang berbahaya karena mengakibatkan dampak negatif baik kehilangan harta maupun nyawa. Selama tahun 2008-2009 telah terjadi banyak kebakaran di kota Surakarta, Jawa Tengah dan telah mengakibatkan kerugian yang besar.
Pada tanggal 12 januari 2008, pasar mebel di gilingan kecamatan Banjarsari mengalami kebakaran besar menghanguskan puluhan kios dengan kerugian diperkirakan mencapai 2,7 miliar rupiah dan terakhir pada tanggal 5 oktober 2009 terjadi kebakaran di alun-alun keraton Hadiningrat yang menghancurkan sembilan kios cenderamata beserta isinya di blok F. Dampak yang diakibatkan oleh kebakaran-kebakaran ini cukup besar baik dari segi materi maupun imateri.
Kebakaran-kebakaran di kota Surakarta seharusnya dapat dicegah ataupun dikurangi. Salah satu tindakan yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan mitigasi kebakaran. Mitigasi kebakaran adalah istilah yang digunakan menunjuk pada semua tindakan yang dilakukan untuk mengurangi dampak kebakaran.
Penelitian ini adalah langkah awal dalam kegiatan mitigasi kebakaran karena peta memiliki kegunaan antara lain untuk kepentingan dokumentasi (recording), peragaan (displaying), analisis (analyzing), dan pemahaman dalam berinteraksi (interrelation)
dari
objek
atau
penampakan
secara
keruangan
(spatial
relationship). Sebagai alat bantu, peta mempunyai peranan penting dalam melakukan pengamatan lapangan atau mempelajari fenomena yang berkaitan dengan kehidupan manusia seperti fenomena kebakaran di kota Surakarta.
1
2
1.2.
Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan. Dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Dimana sajakah kebakaran di kota Surakarta yang terjadi pada tahun 20082009? 2. Karakteristik apa saja yang dapat ditampilkan dari pemetaan kebakaran di kota Surakarta pada periode tahun 2008-2009?. 3. Wilayah mana sajakah yang rawan terhadap kebakaran?. 4. Bagaimana pendapat warga kota Surakarta terhadap pelayanan DPU Subdin Pemadam kebakaran
1.3.
Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah diperlukan agar penelitian tidak melebar dan mudah dikerjakan. Penelitian yang dilakukan memiliki batasan-batasan sebagai berikut: 1. Wilayah kajian adalah wilayah kota Surakarta. 2. Objek kajian adalah kebakaran pada periode 1 januari 2008–30 september 2009. 3. Penelitian ini bersifat deskriptif. 4. Penelitian menggunakan program ArcGIS 9.2. 5. Penghuni pada tiap bangunan diasumsikan berjumlah lima jiwa.
3
1.4
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Memetakan lokasi kebakaran di kota Surakarta yang terjadi pada tahun 20082009. 2. Mengklasifikasikan kebakaran di kota Surakarta berdasarkan penyebab kebakaran, fungsi sarana/prasarana yang terbakar, dan tingkat potensi bahaya kebakaran . 3. Menentukan wilayah rawan kebakaran di kota Surakarta. 4. Mengetahui pendapat warga kota Surakarta terhadap pelayanan DPU Sub dinas Pemadam kebakaran
1.5.
Manfaat Penelitian
a.
Manfaat Teoritis
1. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar untuk melakukan mitigasi kebakaran. 2. Penelitian dapat digunakan untuk mengembangkan pengetahuan tentang kebakaran di suatu kota berbasis SIG
b.
Manfaat Praktis
1. Penelitian dapat memberikan informasi kebakaran yang terjadi di kota Surakarta pada periode 1 januari 2008 – 30 september 2009. 2. Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi pemerintah daerah Surakarta dalam rangka mencegah terjadinya kebakaran.
4
1.6.
Sistematika Penulisan
Sistematika pembahasan adalah urutan laporan penelitian yang digunakan untuk menerangkan hasil penelitian.
Laporan penelitian ini terdiri dari 5 bab, yaitu: 1. Bab satu pendahuluan yaitu: membahas tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, pembatasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, sistematika pembahasan dan bagan alir penelitian. 2. Bab dua tinjauan pustaka dan landasan teori, yaitu: membahas tentang berbagai landasan teori yang dapat dijadikan dasar penelitian. 3. Bab tiga metodologi penelitian, yaitu: membahas tentang metodologi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini. 4. Bab empat penyajian dan analisis data, yaitu: menjelaskan tentang penyajian dan analisis data hasil penelitian. 5. Bab lima kesimpulan dan saran yaitu: menjelaskan kesimpulan dari seluruh penelitian dan saran dari penulis terhadap penelitian yang dilakukan.
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
2.1.
Tinjauan Pustaka
Api atau kebakaran adalah pembakaran dari material-material dan merupakan proses oksidasi eksotermis dari bahan bakar. Elemen penting dari api adalah bahan bakar, materi pengoksidasi dan sumber pemicu api. Bahan bakar bisa berbentuk padat, cair ataupun gas. Pembakaran selalu terjadi pada fase gas, bahan bakar cair menguap dan bahan bakar padat terurai menjadi gas terlebih dahulu baru terjadi pembakaran (Fawas K Sweis, 2006).
Kebakaran sebenarnya adalah kondisi natural yang tidak dikehendaki. Kebakaran adalah kondisi natural akibat persentuhan bahan bakar (fuel), oksigen dan panas atau kalor yang tidak dikehendaki. Bedakan dengan api di tanur atau di pabrik peleburan baja, yang memang dikendalikan (Suprapto, 2007).
Kebakaran pada bangunan umumnya berawal dari kebakaran dalam suatu ruangan, yang sering disebut sebagai kebakaran dalam ruangan tertutup (compartment fire). Sifat kimia dan sifat fisika yang terjadi pada saat penyulutan, dilanjutkan dengan pembakaran (combustion) ditambah dengan tersedianya beban api (fire load) dengan kuantitas yang cukup termasuk perletakannya, dimensi ruangan serta faktor ventilasi yang menunjang, maka kebakaran meningkat intensitasnya, ditandai dengan kecepatan penjalaran dan panas yang tinggi dalam waktu yang relatif singkat (Suprapto, 2008)
A.M. Hasofer (2006), menyatakan bahwa faktor yang berkaitan dengan kebakaran yang dikriteriakan memiliki efek terbesar adalah: 1. Perluasan kerusakan dari kebakaran,
5
6
2. Luas area timbulnya kebakaran, 3. Jenis material yang terbakar dan faktor pemicunya.
Faktor personal yang paling signifikan adalah: 1. Kondisi yang menghambat dalam meloloskan diri dari kebakaran, 2. Kondisi sebelum terluka, 3. Kegiatan pada saat terluka, 4. Lokasi bermulanya api dan penyebab luka.
Terdapat beberapa pertanyaan fundamental dalam implementasi kegiatan pengurangan resiko bencana baik mitigasi maupun upaya penguatan kapasitas. Pertanyaan tersebut antara lain: di mana area yang resikonya tinggi?, akan diimplementasikan di mana kegiatan pengurangan resiko bencana?, mengapa resiko bencana di suatu tempat sangat tinggi?, dan sebagainya. Pertanyaanpertanyaan di atas merupakan pertanyaan yang harus dijawab sebelum implementasi kegiatan pengurangan resiko bencana dilakukan agar kegiatan yang dilakukan nantinya dapat tepat sasaran dan sesuai dengan yang dibutuhkan. Pertanyaan-pertanyaan di atas hanya bisa dijawab jika resiko bencana itu dipetakan (Tim DRR PPMU era BAPPENAS-BAPPEDA DIY-U, 2008)
2.2.
Landasan Teori
2.2.1. Kebakaran.
Berdasarkan Bakornas PBP (2002), kebakaran adalah situasi di mana suatu tempat/lahan/bangunan dilanda api serta hasilnya menimbulkan kerugian.
Menurut Agus Rachmad (2007), kebakaran adalah proses oksidasi yang terjadi pada kondisi tertentu diakibatkan dari bereaksinya bahan bakar dengan oksigen
7
karena suatu pemicu kemudian menghasilkan kalor dan nyala atau dinamakan api hingga berkembang diluar kendali manusia.
Menurut Fawas K Sweiz (2006), api atau kebakaran adalah pembakaran dari material-material dan merupakan proses oksidasi eksothermis dari bahan bakar.
Menurut Suprapto (2008), kebakaran adalah kondisi natural akibat persentuhan bahan bakar (fuel), oksigen dan panas atau kalor yang tidak dikehendaki.
a.
Uraian umum kebakaran
Selama ini, kebakaran di kawasan perkotaan kurang mendapat perhatian padahal kebakaran juga telah menyebabkan banyak kerugian baik dari segi sosial, ekonomi maupun budaya. Kebakaran yang terjadi pada bangunan umumnya dimulai dari satu ruangan dan kemudian menyebar ke ruangan lain. Kebakaran bermula dari api kecil dan kemudian berkembang hingga tingkat kebakaran dibatasi oleh jumlah bahan bakar atau oksigen yang tersedia.
Kebakaran dalam ruangan mengarah kepada terjadinya flashover dengan temperatur ruangan mencapai 500 derajat celcius di atas ambient dalam waktu kurang dari 5 menit, atau ledakan asap (backdraft) apabila ruangan yang minim ventilasi tetapi cukup tahan terhadap tekanan yang timbul akibat kebakaran. Menurut NFPA (USA), asap merupakan pembunuh terbesar. Sebanyak 72% korban kebakaran diakibatkan oleh asap. Kecepatan asap berkisar antara 1,0-1,4 meter per detik, maka dengan mudah asap bisa melampaui kecepatan jalan anakanak, wanita hamil dan orang-orang cacat saat dilakukan evakuasi.
Pada situasi kebakaran, panas yang ditimbulkan dari api bertindak sebagai faktor penting pada mekanisme kebakaran yang akan mengarahkan api kepada fenomena-fenomena kebakaran lainnya. Kebakaran akan menghasilkan energi panas, cahaya, dan residu hasil pembakaran. Panas dari api merupakan mekanisme
8
utama dalam pergerakan asap. Kebakaran bekerja seperti pompa yang menyedot oksigen dari bagian bawah dan karena pemanasan yang terjadi di udara, maka terjadi pengurangan kerapatan udara dan menghasilkan gas sebagai hasil dari pembakaran di atas api. Hasil dari kebakaran ini memiliki initial momentum yang bekerja untuk membuat aliran udara di atas api dan kemudian mennggalkan struktur kebakaran yang terjadi.
Parameter-parameter yang berkaitan dengan kekuatan/tingkat kebakaran adalah tinggi api, tingkat penyebaran api, pemicu kebakaran, lama waktu pengaktifan detektor kebakaran, dan tingkat penghamburan asap.
Kenyataannya, mencegah kebakaran dari penyebab awal munculnya api adalah sebuah tujuan proteksi yang penting. Walaupun pencegahan kebakaran tidak akan pernah terjamin seratus persen, kemungkinan untuk mencegah kebakaran meningkat dengan memastikan bahwa: 1. Desain dan konstruksi sesuai dengan peraturan pendirian bangunan 2. Pengerjaan bangunan mengikuti regulasi tentang proteksi kebakaran.
b.
Pemeriksaan kejadian kebakaran
Pemeriksaan kejadian kebakaran dapat dikatakan aman dan berhasil jika dilakukan dengan tata cara / tahapan yang beralasan dan sistematis mengikuti prosedur yang telah ditetapkan. Indikator keberhasilan dari pemeriksaan kejadian kebakaran adalah: 1. Menentukan lokasi titik mula api. 2. Menentukan penyebab / sumber pemicu kebakaran. 3. Menemukan,
mendokumentasikan,
dan
melindungi
bukti-bukti
yang
menunjukkan penyebab kebakaran atau keterkaitan dengan tindakan kriminal.
9
Tahap investigasi kejadian kebakaran yaitu: 1. Wawancara saksi mata 2. Pemeriksaan fisik bangunan 3. Analisis forensik atau analisis keteknikan.
Pemahaman mendasar akan sifat fisis dari fenomena kebakaran akan membantu penyelidik kebakaran untuk menginterpretasikan proses/mekanisme kebakaran. Ini penting mengingat kebakaran termasuk fenomena yang singkat. Kebakaran dapat berkembang, menyusut, dan bergerak. Selain itu, mekanisme kebakaran merupakan rekaman dari setiap fenomena dari kebakaran tersebut. Petunjuk dan indikator yang tertinggal setelah kebakaran secara langsung menunjukkan berapa lama kebakaran terjadi.
c.
Klasifikasi kebakaran
Peraturan Daerah DKI Jakarta No. 8 tahun 2008 tentang pencegahan dan penanggulangan bahaya kebakaran mengklasifikasikan kebakaran berdasarkan jenis sarana/prasarana yang terbakar dan tingkat potensi bahaya kebakaran.
Berdasarkan potensi bahayanya, kebakaran diklasifikasikan menjadi: 1. Bahaya kebakaran ringan adalah ancaman bahaya kebakaran yang mempunyai nilai dan kemudahan terbakar rendah, apabila kebakaran melepaskan panas rendah, sehingga penjalaran api lambat. 2. Bahaya kebakaran sedang 1 adalah ancaman bahaya Bangunan yang mempunyai jumlah dan kemudahan terbakar sedang ; penimbunan bahan yang mudah terbakar dengan tinggi tidak lebih dari 2,5 (dua koma lima) meter dan apabila terjadi, kebakaran melepaskan panas sedang, sehingga penjalaran api sedang. 3. Bahaya kebakaran sedang 2 adalah ancaman bahaya kebakaran yang mempunyai jemlah dan kemudahan terbakar sedang; penimbunan bahan yang
10
mudah terbakar dengan tinggi tidak lebih dari 4 (empat) meter dan apabila terjadi kebakaran melepaskan panas sedang, sehingga penjalaran api sedang. 4. Bahaya kebakaran sedang 3 adalah ancaman bahaya kebakaran yang mempunyai jumlah dan kemudahan terbakar agak tinggi, menimbulkan panas agak tinggi serta penjalaran api agak cepat apabila terjadi kebakaran. 5. Bahaya kebakaran berat 1 adalah ancaman bahaya kebakaran yang mempunyai jumlah dan kemudahan kebakaran terbakar tinggi, menimbulkan panas tinggi dan serta penjalaran api cepat apabila terjadi kebakaran. 6. Bahaya kebakaran berat 2 adalah ancaman bahaya kebakaran yang mempunyai jumlah dan kemudahan terbakar sangat tinggi, menimbulkan panas yang sangat tinggi serta penjalaran api sangat cepat apabila terjadi kebakaran. Sedangkan berdasarkan jenis sarana/prasarananya, kebakaran diklasifikasikan menjadi: 1. Bangunan gedung adalah wujud hasil fisik pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air, yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya, baik untuk hunian atau tempat tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaya, maupun kegiatan khusus. 2. Bangunan perumahan adalah bangunan gedung yang peruntukannya sebagai tempat tinggal orang dalam lingkungan permukiman baik yang tertata maupun yang tidak tertata. 3. Kendaraan bermotor umum adalah moda angkutan penumpang yang diperuntukan untuk melayani masyarakat umum. 4. Kendaraan bermotor khusus adalah moda angkutan yang khusus diperuntukan untuk mengangkut bahan berbahaya.
Peneliti menganggap klasifikasi jenis sarana/prasarana ini kurang mewakili untuk klasifikasi kebakaran di kota Surakarta. Maka peneliti membuat 2 tambahan
11
kriteria untuk membantu penelitian ini. Berdasar pada peraturan diatas, 2 kriteria tersebut adalah: 1. Bangunan non gedung : bangunan yang tidak dapat dikriteriakan sebagai bangunan gedung. 2. Kendaraan bermotor pribadi : moda angkutan penumpang selain kendaraan bermotor umum atau kendaraan bermotor khusus.
Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria klasifikasi kebakaran adalah sebagai berikut:
1. Bangunan perumahan di lingkungan permukiman yang tertata seperti: real estate dan kompleks perumahan, mempunyai potensi bahaya kebakaran ringan. 2. Bangunan perumahan di lingkungan yang tidak tertata seperti perkampungan padat hunian yang tidak ada akses mobil pemadam kebakaran mempunyai potensi kebakaran sedang 3. 3. Kendaraan umum seperti bis mempunyai potensi kebakaran sedang 1. 4. Kendaraan khusus yaitu kendaraan pengangkut bahan berbahaya mempunyai potensi kebakaran berat 2. 5. Bangunan gedung yang diklasifikasikan dalam bahaya kebakaran sedang 1 antara lain: tempat penjualan dan penampungan susu, restoran, pabrik gelas/ kaca, pabrik asbestos, pabrik balok beton, pabrik es, pabrik kaca/ cermin, pabrik garam, restoran/ kafe, penyepuhan, pabrik pengalengan ikan, daging, buah-buahan, dan tempat pembuatan perhiasan. 6. Bangunan gedung yang diklasifikasikan dalam bahaya kebakaran sedang 2 antara lain: penggilingan produk biji-bijian, pabrik roti/kue, pabrik minuman, pabrik permen, pabik destilasi/ penyulingan, minyak atsiri, pabrik makanan
12
ternak, pabrik pengolahan bahan kulit, pabrik mesin, pabrik baterai, pabrik bir, panrik susu kental manis, konveksi, pabrik bohlam dan neon, pabrik film/fotografi, pabrik kertas ampelas, laundry dan dry cleaning, penggilingan dan pemanggangan kopi, tempat parkir mobil dan motor, bengkel mobil, pabrik mobil dan motor, pabrik the, took bir/anggur dan spiritus, perdagangan retail, pelabuhan, kantor pos, penerbitan dan percetakan, pabrik ban, pabrik rokok, pabrik perakitan kayu, teater dan auditorium, tempat hiburan/diskotik, karaoke, sauna, klab malam. 7. Bangunan gedung yang diklasifikasikan dalam bahaya kebakaran sedang 3 antara lain: pabrik yang membuat barang dari karet, pabrik yang membuat barang dari plastik, pabrik karung, pabrik pesawat terbang, pabrik peleburan metal, pabrik sabun, pabrik gula, pabrik lilin, pabrik pakaian, took dengan pramuniaga lebih dari 50 orang, pabrik tepung terigu, pabrik kertas, pabrik semir sepatu , pabrik sepatu, pabrik karpet, pabrik minyak ikan, pabrik dan perakitan elektronik, pabrik kayu lapis dan papan partikel, tempat penggergajian kayu. 8. Bangunan gedung yang diklasifikasikan dalam bahaya kebakaran berat 1 antara lain: bangunan bawah tanah/ basement, subway, hangar pesawat terbang, pabrik korek api gas, pabrik pengelasan, pabrik foam plastik, pabrik foam karet, pabrik resin dan terpentin, kilang minyak, pabrik wool kayu, tempat yang menggunakan fluida hidrolik yang mudah terbakar, pabrik pengecoran logam, pabrik yang menggunakan bahan baku dengan titik nyala 37,9⁰ C (100⁰ F), pabrik tekstil, pabrik benang, pabrik yang menggunakan bahan pelapis dengan foam plastik. 9. Bangunan gedung yang diklasifikasikan dalam bahaya kebakaran berat 2 antara lain: pabrik selulosa nitrat, pabrik yang menggunakan dan/atau menyimpang bahan berbahaya.
13
2.2.2. Peta
a.
Pengertian peta
Peta adalah suatu gambaran dari unsur-unsur alam dan atau buatan manusia yang berada di atas maupun di bawah permukaan bumi yang digambarkan pada pada suatu bidang datar dengan skala tertentu (PP no 10, 2000).
b.
Jenis peta
Berdasarkan PP no 10 tahun 2000, peta dibedakan menjadi tiga jenis yaitu peta dasar dan peta wilayah, dan peta tematik wilayah: 1. Peta dasar adalah peta yang menyajikan unsur-unsur alam dan atau buatan manusia, yang berada di permukaan bumi, digambarkan pada suatu bidang datar dengan skala, penomoran, proyeksi dan georeferensi. Peta dasar digunakan sebagai dasar bagi pembuatan peta wilayah. 2. Peta wilayah adalah peta yang berdasarkan pada aspek administratif yang diturunkan dari peta dasar. Peta wilayah digunakan sebagai dasar bagi pembuatan peta tematik wilayah dan peta rencana tata-ruang wilayah. 3. Peta tematik wilayah adalah: peta wilayah yang menyajikan data dan informasi tematik. Peta tematik wilayah digambarkan berdasarkan pada kriteria, klasifikasi dan spesifikasi unsur-unsur tematik yang ditetapkan oleh instansi yang mengadakan peta tematik wilayah.
c.
Tingkat ketelitian peta rencana tata ruang wilayah
Tingkat ketelitian peta untuk penataan ruang wilayah ditentukan berdasarkan pada skala minimal yang diperlukan untuk merekonstruksi informasi pada peta di muka bumi. Peta rencana tata ruang wilayah meliputi tingkat ketelitian peta untuk:
14
1. Peta rencana tata ruang wilayah nasional yaitu menggunakan peta wilayah Negara Indonesia dan peta tematik wilayah dengan tingkat ketelitian minimal berskala 1:1.000.000 meliputi unsur-unsur berupa: garis pantai, hidrografi, permukiman, jaringan transportasi, batas administrasi, dan nama-nama unsur geografis. 2. Peta rencana tata ruang wilayah daerah provinsi, yaitu menggunakan peta wilayah daerah propinsi dan peta tematik wilayah dengan tingkat ketelitian minimal 1:250.000 meliputi unsur-unsur berupa: garis pantai, hidrografi, permukiman, jaringan transportasi, batas administrasi, garis kontur titik tinggi dan nama-nama unsur geografis. 3. Peta rencana tata ruang wilayah daerah kabupaten yaitu, menggunakan peta wilayah daerah kabupaten dan peta tematik wilayah dengan tingkat ketelitian minimal 1:100.000 meliputi unsur-unsur berupa: garis pantai, hidrografi, permukiman, jaringan transportasi, batas administrasi, garis kontur titik tinggi dan nama-nama unsur geografis. 4. Peta rencana tata ruang wilayah daerah kota, yaitu menggunakan peta wilayah daerah kota dan peta tematik wilayah dengan tingkat ketelitian minimal 1:50.000 meliputi unsur-unsur berupa: garis pantai, hidrografi, permukiman, jaringan transportasi, batas administrasi, garis kontur titik tinggi dan namanama unsur geografis.
2.2.3. Sistem Informasi Geografi.
a.
Pengertian sistem informasi geografi (SIG)
Pada dasarnya, istilah sistem informasi geografis merupakan gabungan dari tiga unsur pokok: sistem, informasi, dan geografis. Dengan demikian, pengertian terhadap ketiga unsur-unsur pokok ini akan sangat membantu dalam memahami SIG. Dengan melihat unsur-unsur pokoknya, maka jelas SIG merupakan salah satu sistem yang menekankan pada unsur “informasi geografis”.
15
Istilah “geografi” merupakan bagian dari spasial (keruangan). Kedua istilah ini sering digunakan secara bergantian atau tertukar hingga timbul istilah yang ketiga, geospasial. Ketiga istilah ini mengandung pengertian yang sama di dalam konteks SIG. Penggunaan kata “geografis” mengandung pengertian suatu persoalan mengenai bumi: permukaan dua atau tiga dimensi. Istilah “informasi geografi” mengandung pengertian informasi mengenai tempattempat yang terletak di permukaan bumi, pengetahuan, mengenai posisi dimana suatu objek terletak di permukaan bumi, dan informasi mengenai keteranganketerangan (atribut) yang terdapat di permukaan bumi yang posisinya diberikan atau diketahui.
Dengan memperhatikan pengertian sistem informasi, maka SIG merupakan suatu kesatuan formal yang terdiri dari sumber daya fisik dan logika yang berkenaan dengan objek-objek yang terdapat di permukaan bumi. Jadi, SIG juga merupakan sejenis perangkat lunak yang dapat digunakan untuk pemasukan, penyimpanan, manipulasi, menampilkan, dan keluaran informasi geografis berikut atributatributnya.
b.
Subsistem SIG
1. Data Input (Masukan data). Subsistem ini bertugas untuk mengumpulkan dan mempersiapkan data spasial dan atribut dari berbagai sumber. Subsistem ini pula yang bertanggung jawab dalam mengkonversi atau mentransformasikan format-format data aslinya kedalam format yang dapat digunakan oleh SIG.
2. Data Management (Pengelolaan data) Subsistem ini mengorganisasikan baik data spasial maupun data atribut ke dalam sebuah basis data sedemikian rupa sehingga mudah dipanggil, di-Update, dan di-
16
edit. Jadi subsistem ini dapat menimbun dan menarik kembali dari arsip data dasar, juga dapat melakukan perbaikan data dengan cara menambah, mengurangi atau memperbaharui.
3. Data Manipulation and Analysis (Manipulasi dan analisis data) Subsistem ini menentukan informasi-informasi yang dapat dihasilkan oleh SIG. Subsistem ini juga dapat melakukan manipulasi dan pemodelan data untuk menghasilkan informasi yang diharapkan.
4. Data Output Subsistem ini menampilkan atau menghasilkan keluaran seluruh atau sebagian basis data baik dalam bentuk softcopy maupun bentuk hardcopy seperti tabel, grafik, peta, dan lain-lain.
c.
Format data SIG
Dalam SIG, data spasial dapat direpresentasikan dalam dua format yaitu: 1. Data vector, bumi direpresentasikan sebagai suatu mosaik dari garis (arc/line), poligon (daerah yang dibatasi oleh garis yang berawal dan berakhir pada titik yang sama), titik/ point (node yang mempunya label), dan nodes (merupakan titik perpotongan antara dua garis). 2. Data raster (atau disebut juga dengan sel grid) adalah data yang dihasilkan dari
sistem
pengindraan
jauh.
Pada
data
raster,
objek
geografis
direpresentasikan sebagai strktur sel grid yang disebut pixel (picture element). Pada data raster, resolusi (definisi visual) tergantung pada ukuran pixelnya. Dengan kata lain, pixel menggambarkan ukuran sebenarnya di permukaan bumi yang diwakili oleh setiap pixel.
17
d.
Data spasial
Data spasial mempunyai dua bagian penting yang membuatnya berbeda dari data lain, yaitu: 1. Informasi lokasi atau informasi spasial. Contoh yang umum adalah informasi lintang dan bujur. Informasi lokasi ditentukan berdasarkan sistem koordinat , yang diantaranya mencakup datum dan data proyeksi peta. 2. Informasi deskriptif (atribut) atau data non spasial. Suatu lokalitas bisa mempunyai beberapa atribut atau properti yang berkaitan dengannya; contohnya: jenis vegetasi, populasi, pendapatan pertahun dan sebagainya.
e.
Sumber Data dan Pemasukan Data SIG
Sebagaimana telah diketahui, SIG membutuhkan masukan data yang bersifat spasial maupun deskriptif. Beberapa sumber data tersebut adalah: 1. Peta analog yaitu: peta dalam bentuk cetakan. 2. Data dari sistem penginderajaan jauh. 3. Data hasil pengukuran di lapangan. Pada sistem pemasukan data, ada beberapa teknik yang dapat digunakan; seperti: 1. Digitasi : cara kerjanya adalah mengkonversi fitur-fitur data spasial yang ada pada peta menjadi kumpulan koordinat (x,y) 2. Penggunaan Global Positioning sistem (GPS) 3. Konversi dari sistem lain
18
Survei lapangan
Peta dasar
Digitalisasi data eksisting
Scanner/ digital maps Komputer proses pemetaan
Penyimpanan data
Aplikasi SIG
plotter
Peta jadi
Gambar 2.1. Diagram proses pemetaan dalam SIG (ref. Hasanuddin Z.A,2007)
2.2.4. Penelitian Deskriptif
a.
Pengertian penelitian deskriptif
Menurut Sanapiah Faisal (2003), penelitian deskripsi adalah penelitian sosial untuk melukiskan atau menggambarkan sejumlah variabel yang berkenaan dengan masalah dan unit yang diteliti tanpa mempersoalkan hubungan antar variabel.
Menurut Jalaluddin Rakhmad (2001), penelitian deskripsi adalah penelitian yang hanya memaparkan situasi atau peritiwa. Penelitian ini mencari atau menjelaskan hubungan, tidak menguji hipotesis atau membuat prediksi.
b.
Uraian umum penelitian deskriptif
Penelitian ini bisa disebut penelitian taksonomik yaitu penelitian yang dimaksudkan untuk eksplorasi dan klarifikasi mengenai suatu fenomena atau
19
kenyataan sosial dengan jalan mendeskripsikan sejumlah variabel yang berkenaan dengan masalah dan unit yang akan diteliti. Jenis penelitian ini tidak sampai mempersoalkan jalinan hubungan antar variabel yang ada. Karenanya pada suatu penelitian deskriptif, tidak melakukan pengujian hipotesis seperti pada penelitian eksplanasi. Pada penelitian ini akan digunakan analisis statistik deskriptif untuk pengolahan / analisa data.
c.
Analisis statistik deskriptif
Menurut Sugiyono (2008), statistik deskriptif adalah statistik yang berfungsi untuk mendeskripsikan atau memberi gambaran terhadap objek yang diteliti melalui data sampel atau populasi sebagaimana adanya, tanpa melakukan analisis dan membuat kesimpulan.
Nugraha Setiawan (2005), menyatakan bahwa analisis statistik deskriptif lebih berhubungan dengan pengumpulan dan peringkasan data, serta penyajian hasil peringkasan tersebut. Data-data statistik yang diperoleh dari hasil sensus, survei, atau pengamatan lainnya umumnya masih acak, mentah, dan tidak terorganisir dengan baik. Data-data tersebut harus diringkas dengan baik dan teratur, baik dalam bentuk tabel atau grafik sebagai dasar untuk berbagai pengambilan keputusan.
2.2.5. Teknik Penarikan Sampel/Teknik Sampling.
a.
Pengertian teknik penarikan sampel/teknik sampling
Menurut Sumanto (1995), penarikan sampel adalah proses pemilihan sejumlah individu (objek penelitian) untuk suatu penelitian sedemikian rupa sehingga individu-individu tersebut merupakan perwakilan kelompok yang lebih besar di mana objek itu dipilih.
20
Menurut Nugraha Setiawan (2005), penarikan sampel adalah proses pengambilan atau pemilihan n buah elemen/objek/unsur dari N buah populasi.
Tujuan utama dari setiap rancangan sampling adalah memberikan pedoman untuk memilih sampel yang mewakili populasi dengan biaya minimum. Jika populasinya memiliki sisi-sisi yang seragam, hampir setiap sampel akan memberikan hasil yang dapat diterima.
b.
Klasifikasi teknik sampling
Menurut Nugraha Setiawan (2005), teknik sampling dapat dibedakan menjadi beberapa tipe:
Berdasarkan proses memilihnya, teknik sampling dibedakan menjadi: 1. Sampling dengan pengembalian: satuan sampling yang telah dipilih dikembalikan lagi ke dalam populasi (sebelum dilakukan pemilihan kembali) sehingga satuan sampling dapat terpilih lebih dari satu kali. 2. Sampling tanpa pengembalian: satuan sampling yang telah dipilih tidak dikembalikan lagi ke dalam populasi sehingga satuan sampling hanya bisa terpilih satu kali.
Sedangkan berdasarkan peluang pemilihannya, teknik sampling dibedakan menjadi: 1. Teknik sampling probabilitas: dikenal pula dengan nama random sampling. Pada saat memilih unit sampling sangat diperhatikan besarnya peluang satuan sampling untuk terpilih ke dalam sampel, dan peluang itu tidak boleh sama dengan nol. 2. Sampling non probabilitas: pada saat melakukan pemilihan satuan sampling tidak dilibatkan unsur peluang.
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
3.1.
Uraian Umum
Metode penelitian adalah cara atau teknik pengerjaan suatu penelitian yang dipersiapkan untuk mengumpulkan, menyusun, hingga menganalisa suatu objek penelitian untuk mendapatkan hasil yang sesuai dengan tujuan penelitian dan dapat dipertanggung-jawabkan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penentuan lokasi dengan GPS dan metode analisis statistik deskriptif.
Konsep penelitian ini adalah membuat database informasi tentang kebakaran yang terjadi di kota Surakarta selama tahun 2008-2009 dengan alat berupa GPS dan program ArcGIS 9.2. Selain itu, analisis statistik deskriptif juga digunakan untuk menganalisa pendapat warga. Data yang dihasilkan dari penelitian ini berupa peta klasifikasi dan matriks kepuasan pendapat warga akan kinerja pemadam sub dinas pemadam kebakaran.
3.2.
Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan di kawasan kota Surakarta yang berbatasan dengan kabupaten Sukoharjo, Karanganyar dan Boyolali.
3.3.
Waktu Penelitian
Waktu pengambilan data dilaksanakan pada tanggal 1 Oktober 2009- 31 Desember 2009.
21
22
3.4.
Teknik Pengumpulan Data.
Peneliti akan menggunakan data sekunder dari DPU Kota Surakarta, Sub Dinas Pemadam Kebakaran sebagai acuan awal dan kemudian dilakukan observasi lapangan dengan menggunakan metode GPS dan metode wawancara. Hasil dari observasi lapangan akan diolah untuk kemudian dipetakan dan dianalisis sesuai kebutuhan penelitian. Hasil akhir dari penelitian ini berupa peta tema dan tabel kebakaran.
Data yang digunakan adalah sebagai berikut:
a.
Data primer
Data primer yang digunakan pada penelitian ini adalah: 1. Data koordinat lokasi kejadian kebakaran. 2. Data keterangan deskripsi kebakaran. Bentuk data yang digunakan dapat dilihat pada lampiran A (panduan wawancara).
b.
Data sekunder
Data sekunder yang digunakan pada penelitian ini adalah: 1. Data populasi penduduk Surakarta. Data ini didapat dari badan pusat statistik kota Surakarta dan digunakan untuk penentuan ukuran sampel dan penarikan sampel responden. 2. Data kebakaran yang terjadi di kota Surakarta tahun 2008-2009. Data ini didapat dari DPU Kota Surakarta, Sub Dinas Kebakaran dan digunakan sebagai dasar pengumpulan data primer. 3. Data pendukung lainnya berupa data literatur, peta-peta dan data lain yang membantu tercapainya penelitian ini.
23
3.5.
Metode Pengumpulan Data
3.5.1. Metode Penentuan lokasi dengan GPS
Penelitian ini memerlukan data berupa titik lokasi, maka diperlukan survei penentuan koordinat dari lokasi kebakaran. Salah satu metode yang sekarang lazim digunakan adalah dengan penentuan lokasi dengan GPS. Global Positioning System (GPS) adalah suatu sistem radio navigasi penentuan posisi dengan menggunakan satelit. GPS dapat memberikan posisi suatu objek di muka bumi dengan akurat dan cepat (tiga dimensi koordinat x, y, z) dan memberikan informasi waktu serta kecepatan bergerak secara kontinyu di seluruh dunia. Satelit GPS mempunyai konstelasi 24 satelit dalam enam orbit yang mendekati lingkaran. Setiap orbit ditempati oleh 4 buah satelit dengan interval antara yang tidak sama. Orbit satelit GPS berinklinasi 550 terhadap bidang equator dengan ketinggian rata-rata dari permukaan bumi sekitar 20.200 km.
3.5.2. Metode Wawancara
Metode wawancara digunakan untuk mencari data primer tentang kondisi kebakaran menurut kesaksian masyarakat disekitar lokasi kejadian kebakaran secara lisan. Metode ini dipilih karena keluwesan metode ini dalam pengumpulan informasi.
wawancara akan berpedoman pada susunan pertanyaan-pertanyaan yang disebut dengan panduan wawancara. Secara garis besar daftar pertanyaan dibagi menjadi tiga bagian yaitu: data pribadi responden, data kondisi kebakaran, dan pendapat masyarakat tentang penanganan kebakaran.
24
a.
Data pribadi responden
Data ini berisi tentang data pribadi mengenai keberadaan responden secara umum. Responden diutamakan adalah korban dan saksi yang terlibat langsung dengan kejadian kebakaran. data pribadi yang dikumpulkan pada penelitian ini berupa: nama responden, alamat responden umur dan jenis kelamin.
b.
Data kondisi kebakaran
Data ini meliputi data tentang kondisi kebakaran untuk mengetahui kondisi kebakaran yang terjadi berdasarkan keterangan para saksi mata. Data yang dikumpulkan berupa: lokasi kebakaran, fungsi sarana/prasarana terbakar, waktu kebakaran, pemicu kebakaran, material yang terbakar, dan jumlah korban kebakaran
c.
Data penanganan kebakaran
Data ini adalah pendapat umum masyarakat dan personil pemadam kebakaran tentang kualitas penanganan kebakaran di kota Surakarta. data yang dikumpulkan adalah berupa pendapat warga tentang: daya tanggap pemadam kebakaran di kota surakarta terhadap laporan kebakaran, efisiensi dan efektifitas pelayanan pemadaman kebakaran, dan prosedur permintaan bantuan pelayanan pemadaman kebakaran
3.5.3. Metode Kepustakaan
Metode ini adalah dengan mempelajari kepustakaan baik literatur, buku, jurnal, maupun dokumentasi – dokumentasi yang berkaitan dengan penelitian ini.
25
3.6.
Populasi Dan Sampel
3.6.1. Populasi
Sugiyono (1994), menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan. Populasi pada penelitian ini adalah bangunan yang ada di kota Surakarta beserta penghuninya. Penentuan jumlah bangunan digunakan asumsi bahwa tiap bangunan dihuni oleh 5 jiwa.
3.6.2. Sampel
J.Supranto (1993), menyatakan bahwa sampel adalah kumpulan elemen yang merupakan bagian kecil dari populasi. Sedangkan Sugiyono (1994) menyatakan bahwa sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Sampel pada penelitian ini adalah bangunan di kota Surakarta yang pernah mengalami kebakaran beserta saksi/korban kebakaran.
3.7.
Penentuan Ukuran Sampel
Penentuan ukuran sampel akan menggunakan metode Purposive sampling karena sampel diharapkan memiliki pengetahuan akan data yang dibutuhkan, relevant dan reliable. Penentuan ukuran sampel ini akan menggunakan rumus Slovin – seperti yang digunakan dalam Sugiyono (1994), yaitu: (rumus i)
dengan: n : ukuran sampel N : ukuran populasi e : persen kelonggaran karena kesalahan pengambilan sampel.
26
3.8.
Teknik Pemetaan Dan Analisis Data
Untuk pemetaan data kebakaran dan analisa data, peneliti menggunakan bantuan program ArcGIS 9.2 dan program Microsoft Office. Pemetaan yang dilakukan adalah melakukan klasifikasi kebakaran berdasarkan penyebab terjadinya kebakaran, fungsi sarana/prasarana yang terbakar, dan tingkat potensi bahaya kebakaran. Klasifikasi ini dilakukan dengan bantuan tool yang tersedia dalam ArcGIS 9.2. Hasil klasifikasi kemudian akan dihtung frekuensi kejadian kebakaran yang terjadi untuk tiap kategorinya. Selain klasifikasi kebakaran, penelitian ini juga melakukan pemetaan daerah rawan kebakaran yaitu dengan tinjauan kerapatan titik lokasi kebakaran di kota Surakarta dan juga menganalisa keterkaitannya dengan potensi wilayah kota Surakarta secara deskriptif.
Analisis data lain yang dilakukan adalah analisis deskriptif terhadap pendapat warga kota Surakarta sebagai pengguna layanan mengenai kinerja layanan pemadam kota Surakarta. Analisis ini dilakukan dengan mengelompokkan hasil wawancara berdasarkan tingkat kepuasannya dan mengambil sampel serta menjabarkan sampel tersebut dalam suatu deskriptif agar mudah dipahami. Berdasarkan penjabaran pada penelitian ini maka akan diambil kesimpulan kepuasan warga kota Surakarta terhadap kinerja layanan selama tahun 2008-2009.
3.9.
Sekilas Tentang ArcGIS 9.2.
ArcGIS 9.2 buatan ESRI merupakan lingkungan terpadu aplikasi SIG tingkat lanjut terkini yang disiapkan untuk bekerja pada PC Desktop hingga ke aneka komputer dalam jaringan intranet dan internet.
ArcGIS Desktop merupakan versi ArcGIS pada PC Desktop yang umum digunakan oleh para professional SIG untuk menyusun , membuat, mengelola, berbagi pakai dan mempublikasikan informasi dan pengetahuan keruangan.
27
Komponen pembentuk ArcGIS Desktop meliputi : ArcMap, ArcCatalog, ArcToolbox, ArcGlobe dan ModelBuilder.
3.10.
Tahapan Penelitian Mulai Kerangka pemikiran
Penentuan Sampel
Pengumpulan data sekunder
Disain panduan wawancara
Persiapan survei lokasi
Pengumpulan data primer attribute kebakaran
Pengumpulan data primer lokasi kebakaran
Analisis Deskripsi
Pemetaan lokasi kebakaran
Pembahasan
kesimpulan Selesai Gambar 3.1. Bagan Tahapan Penelitian
BAB 4 PEMETAAN DAN ANALISIS DATA
4.1.
Deskripsi Wilayah Penelitian
4.1.1. Letak, Batas dan Luas Daerah Penelitian
a.
Letak Astronomis
Berdasarkan peta rupa bumi lembar Surakarta ( 1408-343), daerah penelitian secara astronomis terletak di antara 9168424 mU – 9160415 mU dan 485583 mT474430 mT atau 110° 45’ 15”dan 110° 45’ 35” Bujur Timur dan antara 7°36’ dan 7° 56’ Lintang Selatan.
b.
Letak dan batas administrasi
Secara administratif, daerah penelitian yaitu kabupaten Surakarta termasuk dalam propinsi Jawa Tengah. Batas administrasi Daerah penelitian adalah sebagai berikut: Batas- batas administrasi :
Sebelah Utara
: Boyolali
Sebelah Timur
: Karanganyar
Sebelah Selatan
: Sukoharjo
Sebelah Barat
: Boyolali
Kota Surakarta terbagi menjadi lima kecamatan, yaitu: Kecamatan Laweyan., Kecamatan Serengan, Kecamatan Pasar Kliwon., Kecamatan Jebres., Kecamatan BanjarSari. Untuk lebih jelasnya Peta Administrasi dapat dilihat pada lampiran B.
28
29
c.
Luas daerah penelitian
Luas daerah kota Surakarta pada tahun 2008 tercatat seluas 44,0406 KM2 atau 4404,06 Ha. Untuk lebih rinci dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 4.1: Luas wilayah kota Surakarta menurut jenis penggunaan lahan per kecamatan tahun 2008 (Ha). Kecamatan
Perumahan/
Jasa
perusahaan
Industri
pemukiman 1.
Laweyan
2.
Serengan
3.
Pasar kliwon
4.
Jebres
5.
Banjarsari
Total luas
Tanah
Tegalan
kosong
563,83
88,61
42,20
39,40
7,28
0,00
210,43
17,17
30,16
6,11
2,52
0,00
308,94
37,69
39,73
9,77
16,38
0,00
673,37
176,75
87,00
25,38
16,19
81,46
980,91
106,91
88,39
20,76
11,01
0,50
2737,48
427,13
287,48
101,42
53,38
81,96
Sumber: Surakarta dalam angka 2008
Tabel 4.2
Luas wilayah kota Surakarta menurut jenis penggunaan lahan per kecamatan tahun 2008 (Ha) (lanjutan).
Kecamatan
sawah
Lapangan
Taman
Lain-
Luas
olahraga
kota
lain
wilayah
6,05
12,24
0,15
63,20
863,86
1.
Laweyan
2.
Serengan
0,00
1,38
2,61
0,00
49,02
319,40
3.
Pasar kliwon
3,36
1,67
9,55
0,00
54,43
481,52
4.
Jebres
21,33
38,98
10,51
22,60
104,61
1258,18
5.
Banjarsari
80,58
24,78
30,23
8,85
128,18
1481,10
146,17
72,86
65,14
31,60
399,44
4404,06
Total luas
40,90
kuburan
Sumber: Surakarta dalam angka 2008
30
4.1.2. Kependudukan Kota Surakarta
Berdasarkan Badan Pusat Statistik kota Surakarta, penduduk daerah kota Surakarta pada tahun 2008 adalah 565.799 jiwa. Untuk lebih rinci dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 4.3
Luas wilayah, jumlah penduduk, dan tingkat kepadatan penduduk kota surakarta tahun 2008
Kecamatan
Luas
wilayah
(Ha)
Jumlah
penduduk
(jiwa)
Tingkat
kepadatan
penduduk (jiwa/Ha)
1. Laweyan
863,86
109876
127
2. Serengan
319,40
63558
199
3.Pasar Kliwon
481,52
87980
182
4. Jebres
1258,18
142292
113
5. BanjarSari
1480,10
162093
109
Total
4404,06
565799
128
Sumber: Surakarta dalam angka 2008
4.2.
Potensi Wilayah Kota Surakarta
Salah satu misi kota Surakarta adalah mengembangkan kota Surakarta menjadi kota budaya yang bertumpu pada perdagangan dan jasa, pendidikan, budaya, dan pariwisata. Berdasarkan kegiatan penyusunan rencana induk kebakaran yang dilakukan oleh Departemen Pekerjaan Umum Propinsi Jawa Tengah pada tahun 2007, dihasilkan peta tema potensi wilayah pada kota Surakarta yaitu sebagai berikut: 1. Terjadi peningkatan potensi perdagangan di kelurahan Nusukan 2. Perkembangan industri penggergajian kayu dan mebel di kelurahan kadipiro 3. Peningkatan potensi kegiatan perdagangan, jasa dan industri di kelurahan Sumber, Jajar dan Kerten
31
4. Peningkatan intensitas perdagangan dan jasa di kelurahan pajang 5. Berkembang pedagang kaki lima di kelurahan Manahan. 6. Berkembang Bank, mall, pertokoan, dan hotel berbintang di sepanjang jalan Slamet Riyadi. 7. Peningkatan intensitas perdagangan di kelurahan Serengan, Kratonan, Sudiroprajan, Kauman, dan setabelan 8. Berkembang kegiatan industri di kelurahan Gandekan. 9. Berkembang perumahan baru, pendidikan tinggi, dan perindustrian di kelurahan Kadipiro.
Pada umumnya peningkatan potensi kegiatan ekonomi berpusat pada jalan-jalan utama seperti jalan Kolonel Sugiyono, jalan Ki Mangun Sarkoro, jalan Adi Sucipto, Jalan Dr Radjiman, jalan Slamet Riyadi, dan jalan Veteran. Sedangkan peningkatan potensi perumahan baru, pasar dan pendidikan tinggi terjadi pada wilayah yang memiliki banyak lahan kosong seperti pada kelurahan kadipiro.
Peningkatan potensi kegiatan ini menuntut perkembangan infrastruktur baik berupa bangunan maupun berupa jaringan seperti aliran listrik, telepon, jalan dan lain-lain sehingga akan meningkatkan resiko kebakaran. Hal ini disebabkan oleh peningkatan unsur- unsur penyebab kebakaran.
Peningkatan potensi yang tidak sesuai perencanaan RUTRK akan memerlukan perhatian lebih seperti halnya pada peningkatan pedagang kaki lima di daerah stadion Manahan. Stadion Manahan direncanakan sebagai pusat olahraga tetapi sesuai hasil survei yang dilakukan DPU Jawa Tengah, daerah ini berkembang pedagang kaki lima sehingga perlu dilakukan kontrol
untuk meminimalisasi
resiko permasalahan yang mungkin timbul di masa yang akan datang.
Untuk lebih jelasnya, potensi kota Surakarta dapat dilihat pada lampiran B.
32
4.3.
Perhitungan Ukuran Sampel
Ukuran sampel yang digunakan yaitu:
(rumus i.a)
Nilai 113160 merupakan jumlah bangunan dari penduduk kota Surakarta yaitu 565799 jiwa dengan asumsi tiap bangunan dihuni oleh 5 jiwa. Ukuran sampel didapatkan sebesar 100 bangunan dan didistribusikan kelima kecamatan.dengan proporsi sesuai dengan
persentase jumlah kebakaran pada suatu kecamatan
terhadap total kejadian kebakaran di kota Surakarta.
Tabel 4.4. Perhitungan jumlah sampel per kecamatan Jumlah Kecamatan % proporsi Kebakaran
Jumlah Sampel
Laweyan
12
16,91
17
Serengan
7
9,86
10
Pasar Kliwon
6
8,45
8
Jebres
20
28,16
28
BanjarSari
26
36,62
37
Jumlah
71
100.00
100
Sumber: pengolahan data sendiri
4.4.
Survei Pengumpulan Data
4.4.1. Survei Data Spasial
Pengumpulan data spasial bertujuan untuk menentukan titik lokasi kejadian kebakaran. alat yang digunakan adalah GPS dengan ketelitian 7 meter sedangkan acuan dalam menentukan titik–titik lokasi kebakaran adalah data–data dari kantor pemadam kebakaran. data spasial dapat dilihat pada lampiran A.
33
4.4.2. Survei Data Non Spasial
Data non spasial berupa kesaksian warga tentang kebakaran yang terjadi. Pengumpulan data ini dilakukan dengan mendatangi alamat kebakaran yang tercatat pada data Subdin Pemadam Kebakaran lalu mencari korban dan saksi kebakaran dan menanyakan secara lisan perihal kebakaran yang terjadi pada alamat tersebut. Rekapitulasi hasil wawancara akan digunakan sebagai data atribut pada penelitian ini. rekapitulasi hasil wawancara dapat dilihat pada lampiran A.
4.4.3. Kendala – Kendala Yang Dihadapi
Pada pengumpulan data, peneliti mendapatkan beberapa kendala baik berupa kendala internal maupun kendala eksternal.
Kendala internal yang dihadapi berupa : kesulitan mendapatkan surveyor dan kelengkapan alat- alat penunjang survei. Jadual pengumpulan data yang direncanakan ternyata bertepatan dengan jadual tugas – tugas kampus sehingga para surveyor mengalami kesulitan dalam mengatur waktu survei. Selain itu, peneliti mengalami kesulitan dalam mendapatkan perekam dalam jumlah banyak. Kendala ini dapat diatasi dengan modifikasi teknik wawancara dan pengaturan ulang waktu survei.
Kendala eksternal yang dihadapi antara lain berupa: kesulitan mencari alamat dan keterangan seputar kebakaran dari korban dan saksi. ada beberapa alamat yang tidak dipetakan karena alamat tersebut tidak ditemukan ataupun tidak ada keterangan kebakaran yang didapatkan. Daftar alamat yang tidak dapat dipetakan dapat dilihat pada lampiran A.
34
Sedangkan Kesulitan mendapatkan keterangan dari korban dan saksi kebakaran bervariasi. Korban biasanya trauma dan tidak ingin mengingat kebakaran yang sudah terjadi. Sedangkan saksi–saksi kebakaran tidak mau memberikan keterangan karena takut terkena masalah. Kendala ini dapat diatasi dengan teknik wawancara tersembunyi, yaitu mewawancarai responden dengan obrolan tidak langsung agar responden merasa nyaman dan memberikan informasi tanpa disadari.
4.5.
Analisa Data
4.5.1. Input Data
Masukan data lokasi kebakaran berupa data spasial (lokasi titik kebakaran) dan data atribut (keterangan kebakaran). masukan ini dibentuk menjadi peta dijital format shapefile dengan langkah-langkah berikut : 1. Buat shapefile dengan ArcCatalog yaitu mengklik kanan pada folder penyimpanan data lalu klik shapefile.
Gambar 4.1. Proses Pembuatan Shapefile
35
2. Isi dialog box yang muncul, ganti nama shapefile menjadi lokasi_kebakaran, tentukan jenis shapefile yaitu point (titik), dan atur proyeksi petanya menggunakan WGS 1984 UTM Zone 49S. Setelah selesai maka pada folder penyimpanan data akan muncul sebuah shapefile yang siap digunakan.
Gambar 4.2. Jendela Pengisian Referensi Geografis Peta
3. Tahap selanjutnya adalah membuka ArcMap dan tambahkan shapefile lokasi_kebakaran dengan tool add data
Gambar 4.3. Penambahan Shapefile ke ArcMap
36
4. Tambahkan data lokasi titik dengan tool Add XY Data.
Gambar 4.4. Penambahan Data Spasial
5. Menambahkan keterangan atau data atribut pada data dilakukan dengan tool add field, untuk menambahkan kolom atribut dan isi kolom atribut dengan keterangan hasil wawancara yang sudah disederhanakan. Dengan cara yang sama buat shapefile titik_bantu.shp untuk membantu analisis kernel.
Gambar 4.5. Masukan Data Lokasi_Kebakaran Di Kota Surakarta
37
4.5.2. Editing Peta
Editing peta dilakukan untuk mempersiapkan peta dasar yang ada agar bisa digunakan dalam proses analisis. Gambar berikut memperlihatkan Editor Toolbar dar software ArcGIS 9.2 beserta keterangan mengenai fungsi masing-masing toolbar tersebut.
Gambar 4. 6. Editor Toolbar Dari ArcGIS 9.2
4.5.3. Klasifikasi Sebaran Kebakaran di Kota Surakarta Sebaran kebakaran di kota Surakarta diklasifikasikan berdasarkan Perda DKI Jakarta no 8 tahun 2008. Berdasarkan klasifikasi ini akan didapatkan frekuensi kebakaran di kota Surakarta. Klasifikasi kebakaran dilakukan dengan langkahlangkah sebagai berikut: 1. Buka ArcMap↵a new empty map.
38
Gambar 4.7. Membuka ArcMap 2. Masukkan shapefile lokasi_kebakaran dan data administrasi kota Surakarta sebagai acuan 3. Gunakan tool select dengan shapefile lokasi_kebakaran sebagai input feature class. Tool klik Arctoolbox – analyst tool – extract – select. Tool ini akan memisahkan shapefile menjadi beberapa bagian sesuai dengan kategori klasifikasi kebakaran. 4. Gunakan SQL untuk melakukan pemilihan sesuai atribut yang diinginkan. Isi query builder dengan ekspresi matematika untuk menentukan pemilihan attribut berdasarkan klasifikasi yang sudah direncanakan. 5. Setelah diklasifikasikan, lakukan perhitungan menggunakan tool frequency dengan cara klik Arctoolbox – Analyst tools – Statistics – frequency untuk menghitung frekuensi kebakaran tiap kategori kebakaran yang terjadi. Gunakan lokasi_kebakaran.shp sebagai masukan data. 6. Atur tampilan klasifikasi , klik kanan pada data klasifikasi ↵ properties ↵ symbology ↵ categories ↵ unique values. Kemudian pilih simbol yang diinginkan ↵ OK.
39
Gambar 4. 8. Pengaturan Properties Klasifikasi Kebakaran 7. Setelah selesai, simpan pekerjaan pada folder yang diinginkan. Peneliti menyimpan
file
pekerjaan
ini
dengan
nama
“peta
sebaran
kota
Surakarta.mxd”.
4.5.4. Pembuatan Peta Rawan Kebakaran
Peta rawan kebakaran dibuat berdasarkan jumlah kebakaran pada suatu wilayah. Pemetaan ini menggunakan metode Kernel. Langkah-langkah pembuatan peta rawan kebakaran adalah sebagai berikut: 1. Buka file “peta sebaran kota Surakarta.mxd”. 2. Masukan data titik_bantu.shp. Analisis ini akan menggunakan tool kernel density. Titik bantu diperlukan agar raster yang dihasilkan dapat menyelimuti seluruh kota Surakarta. 3. Gabungkan lokasi_kebakaran.shp dan titik_bantu.shp dengan tool merge yaitu: klik Arctoolbox – Data Management Tools – general – merge, sehingga
40
dihasilkan shapefile lokasi_kebakaran_merge. Penggabungan ini dimaksudkan untuk mendapatkan shapefile lokasi_kebakaran dengan titik bantu sebagai pembatas luas raster.
Gambar 4 9. Penggabungan Titik_Bantu.Shp Dengan Lokasi_Kebakaran.Shp 4. Lakukan
analisis
kernel
density
dengan
masukan
data
berupa
lokasi_kebakaran_merge.shp. Klik Arctoolbox – spatial analyst tools – density – kernel density. Analisis ini menggunakan radius pencarian sebesar 1000 meter.
Gambar 4.10. Hasil Analisis Kernel 5. Membuat media ekstraksi (mask) berupa raster dari poligon kota Surakarta dengan tool polygon to raster yang berada pada Arctoolbox – conversion tools – to raster – polygon to raster.
41
6. Ekstrak raster lokasi_kebakaran_merge menggunakan media ekstraksi yang sudah dibuat. Gunakan tool extract by mask pada Arctoolbox – spatial analyst tools – extraction – extract by mask.
Gambar 4.11. Hasil Ekstraksi Raster Kernel 7. Atur tampilan raster kernel , klik kanan pada raster kernel ↵ properties ↵ symbology ↵ categories ↵ unique values. Kemudian atur tampilan yang diinginkan ↵ apply. Untuk mengatur tingkat visualnya, klik display ↵ atur tingkat transparansinya ↵ OK. 8. Simpan file pekerjaan pada folder yang diinginkan
4.5.5. ModelBuilder
Modelbuilder merupakan suatu lingkungan (window) untuk membuat model pemrosesan data spasial menggunakan ArcGis. Pemodelan menggunakan modelbuilder pada dasarnya selalu input, proses, kemudian output.
Input maupun output bisa berupa tabel, peta, ataupun citra. Pemodelan menggunakan modelbuilder merupakan pemodelan grafis tingkat tinggi dimana
42
pemakai tidak perlu mengetahui rinci proses program, hanya perlu model abstrak tingkat tinggi.
Model proses data-data spasial yang dibangun menggunakan modelbuilder memberikan keuntungan dokumentasi proses dan otomasi proses. Bila salah satu komponen input berubah, maka proses dengan mudah diulang untuk melihat hasil dan pengaruhnya.
Gambar 4.12. Jendela Model Builder Yang Masih Kosong
Klasifikasi data dan analisis rawan kebakaran di Kota Surakarta menggunakan model builder, karena memudahkan analisis dengan input berupa shapefile lokasi_kebakaran beserta atributnya. Langkah-langkah pembuatan model builder untuk analisis kebakaran di Kota Surakarta adalah sebagai berikut: 1. Membuat toolbox baru dengan cara: buka Arctoolbox – klik kanan – klik new toolbox – ketik nama toolbox (fire analyst tool)
43
Gambar 4.13. Proses Pembuatan Model
2. Klik kanan pada fire analyst tool – new – model dan akan muncul jendela seperti gambar . 3. Jendela model builder ditutup terlebih dahulu, untuk memberi nama baru pada model yang ada, kemudian klik kanan pada model yang terdapat pada Arctoolbox, klik resume, tulis nama model yang diinginkan. 4. Model builder dibuka dengan cara klik kanan pada model builder dengan nama baru, klik edit, hingga muncul kembali jendela model builder. 5. Masukkan shapefile lokasi_kebakaran, titik_bantu.shp, dan kota_SKA.shp sebagai input dalm proses analisis ke dalam jendela model builder. 6. Masukkan satu persatu toolbox yang digunakan dalam proses analisis ke dalam jendela model builder. 7. Simpan model builder setiap kali selesai mengedit. Berikut keseluruhan analisis menggunakan model builder dengan ArcGIS 9.2.
44
Analisis rawan kebakaran Klasifikasi kebakaran
Gambar 4.14. Model Pemetaan Kebakaran Di Kota Surakarta
Tool-tool yang digunakan untuk pemetaan kebakaran di kota Surakarta antara lain sebagai berikut:.
a.
Select
Tool Select data merupakan tool untuk melakukan pemilihan data sesuai dengan kriteria yang diinginkan baik berdasarkan atribut maupun berdasarkan lokasi.
45
Gambar 4.15. Ilustrasi Analisis Select Langkah-langkah select data adalah sebagai berikut: 1. Aktifkan Arctoolbox – Analyst tools – extract – select dan drag ke model builder. 2. Masukkan lokasi_kebakaran.shp yang akan diselect dengan di drag dari ArcMap ke model builder. 3. Hubungkan masukan data dengan tool dengan toolbar connection.
Gambar 4.16. Model Untuk Tool select
46
4. Tentukan tujuan file hasil analisis akan disimpan pada jendela output feature class.
Gambar 4.17. Jendela Tool Select.
Gambar 4.18. Jendela Query Builder
47
5. Atur logika matematika menggunakan query builder dengan klik kiri tombol SQL pada kotak dialog select. Isi kotak perintah sesuai ekspresi yang diinginkan ↵ OK ↵ OK. 6. Lakukan select pada klasifikasi yang akan dilakukan yaitu: berdasarkan kelas tingkat potensi bahaya kebakaran, kelas sarana/prasarana yang terbakar, tahun kebakaran, penyebab kebakaran di kota Surakarta, dan berdasarkan kecamatan tempat terjadinya kebakaran. Simpan masing-masing pemilihan sesuai dengan kategorinya.
b.
Polygon to raster
Tool ini merupakan tool untuk mengkonversi shapefile dalam bentuk poligon menjadi raster. Langkah-langkah polygon to raster adalah sebagai berikut: 1. Aktifkan Arctoolbox – conversion tools – to raster – polygon to raster dan drag ke jendela model builder. 2. Masukkan poligon kota_SKA.shp dari ArcMap ke jendela model builder. 3. Hubungkan kota_SKA.shp dengan tool polygon to raster menggunakan toolbar connection.
Gambar 4.19. Model Untuk Tool Polygon To Raster
48
4. Tentukan tujuan file hasil analisis akan disimpan pada jendela output raster dataset. Simpan dengan nama kota_SKA_poly1.img
Gambar 4.20. Jendela Tool Polygon To Raster
c.
Merge
Tool merge merupakan tool yang dapat menggabungkan dua data sejenis menjadi satu data.
Langkah-langkah merge adalah sebagai berikut: 1. Aktifkan Arctoolbox – Data Management tools – general – merge dan drag ke model builder. 2. Masukkan titik_bantu.shp yang akan dimerge dengan lokasi_kebakaran.shp. dengan di drag dari ArcMap ke model builder. 3. Hubungkan lokasi_kebakaran.shp dan titik_bantu.shp dengan tool merge menggunakan toolbar connection. 4. Tentukan tujuan file hasil analisis akan disimpan pada jendela output dataset. Simpan dengan nama lokasi_kebakaran_merge.shp
49
Gambar 4.21. Model Untuk Tool Merge
Gambar 4.22. Jendela Tool Merge
5. Lakukan juga merge pada klasifikasi yang dilakukan, yaitu: berdasarkan kelas tingkat potensi bahaya kebakaran, kelas sarana/prasarana yang terbakar, tahun kebakaran, penyebab kebakaran di kota Surakarta, dan berdasarkan kecamatan tempat terjadinya kebakaran.. Simpan masing-masing merge dengan nama nama berikut: “klas potensi bahaya.shp”, “lokasi klas sarana.shp”, “lokasi klas tahun.shp”, “lokasi klas penyebab.shp”, dan “lokasi per kecamatan.shp”.
50
d.
Frequency
Frequency merupakan tool untuk menghitung statistik deskriptif dari klasifikasi atribut. Langkah-langkah frequency adalah sebagai berikut: 1. Aktifkan Arctoolbox – Analyst tools – statistics – frequency dan drag ke jendela model builder. 2. Hubungkan tiap merge dengan tool frequency menggunakan toolbar connection.
Gambar 4.23. Model Untuk Tool Frequency
Gambar 4.24. Jendela Tool Frequency
51
3. Pilih tabel yang akan dihitung dengan mengklik pada kotak yang ada, tentukan lokasi keluaran tabel ↵ OK
e.
Kernel density
Tool Kernel Density merupakan tool untuk mencari intensitas / kerapatan suatu kejadian pada suatu daerah. Tingkat kerawanan kebakaran ditinjau dari jumlah kebakaran yang terjadi dapat dibuat dengan tool ini.
Langkah-langkah kernel density adalah sebagai berikut: 1. Aktifkan Arctoolbox – spatial analyst tools – density – kernel density dan drag ke jendela model builder. 2. Hubungkan lokasi_kebakaran_merge.shp dengan analisis kernel density menggunakan toolbar connection. 3. Atur radius pencarian sejauh 1000 meter dan simpan output raster dengan nama kernelD_lokal.img 4. Tentukan tujuan file akan disimpan dan beri nama kernelD_lokal.img
Gambar 4.25. Model Untuk Tool Kernel Density
52
Gambar 4.26. Jendela Tool Kernel Density
f.
Extract by mask
Extract by mask merupakan tool untuk mengekstrak atau mengambil sebagian raster berdasarkan dengan topeng (mask) yang diinginkan. Mask dapat berupa raster maupun polygon. Sedangkan pada penelitian ini digunakan raster sebagai mask.
Gambar 4. 27. Ilustrasi Tool Extract By Mask Langkah-langkah extract by mask adalah sebagai berikut: 1. Aktifkan Arctoolbox – spatial analyst toolbox – extraction – extract by mask dan drag ke jendela model builder 2. Hubungkan kota_SKA_poly1.img dan kernelD.img dengan tool extract by mask menggunakan toolbar connection.
53
3. Atur kota_SKA_poly1.img sebagai mask dan kernelD.img sebagai masukan raster. 4. Tentukan tujuan file akan disimpan dan beri nama output raster.
Gambar 4.28. Model untuk Tool Extract By Mask
Gambar 4.29. Jendela Tool Ekstrak By Mask.
54
4.5.6. Analisis Kinerja Pelayanan Pemadam Kebakaran Di Kota Surakarta.
Analisis pendapat pengguna layanan dilakukan dengan menyimpulkan pendapat para warga yang dikumpulkan dengan metode wawancara dan menampilkan sebagian hasil wawancara sebagai dasar analisis. Hasil wawancara yang ditampilkan merupakan perwakilan beberapa hasil wawancara yang serupa. Penelitian ini menganalisa kinerja pelayanan pemadam kebakaran pada tiga kategori yaitu: 1.
Daya tanggap kantor pemadam kebakaran yaitu mengetahui cepat atau lambatnya pemadam kebakaran untuk datang ke lokasi kebakaran.
2.
Efisiensi dan efektifitas pelaksanaan pelayanan yaitu mengetahui baik tidaknya kinerja anggota pemadam kebakaran dalam memadamkan kebakaran.
3.
prosedur permintaan bantuan yaitu mengetahui apakah prosedur yang berlaku menyulitkan warga dalam meminta bantuan pemadaman kebakaran.
Hasil dari analisis ini berupa matriks pendapat pengguna layanan terhadap kinerja pelayanan pemadaman kebakaran.
4.6.
Hasil dan Pembahasan
4.6.1. Peta Sebaran Kebakaran Di Kota Surakarta
Peta sebaran kebakaran memunculkan lokasi kebakaran berdasarkan historis kebakaran per tahun. Peta ini memiliki atribut tentang lokasi kebakaran beserta keterangan- keterangan umum kebakaran yang terjadi berupa korban, alamat, tanggal dan waktu kejadian, pemicu kebakaran, material yang terbakar, luasan area kebakaran serta fungsi sarana / prasarana kebakaran.
55
Historis kebakaran dapat menjadi petunjuk untuk penelusuran pola kebakaran untuk menentukan daerah rawan kebakaran. Selain itu, historis kebakaran juga dapat menjadi tolak ukur penilaian keberhasilan pencegahan kebakaran. Peta sebaran kebakaran di kota Surakarta dapat dilihat pada lampiran B
4.6.2. Peta Klasifikasi Kebakaran Berdasarkan Peraturan Daerah Jakarta No 8 Tahun 2008.
Peraturan Daerah DKI Jakarta no 8 tahun 2008 tentang pencegahan dan penanggulangan kebakaran membagi kebakaran menjadi dua klasifikasi yaitu berdasarkan jenis sarana/ prasarana terbakar dan berdasarkan tingkat potensi bahayanya.
Berdasarkan jenis sarana/prasarana yang terbakar, kebakaran di kota Surakarta terklasifikasikan menjadi 4 kriteria yaitu: 1. Bangunan gedung, termasuk ke dalam kriteria ini berupa: ruko, usaha rumah tangga, mall, kantor, pasar, pabrik, rumah sakit, percetakan dan gereja. 2. Bangunan non gedung/bukan gedung, termasuk ke dalam kriteria ini berupa: warung hik, kios tambal ban semi permanen, tempat pembuangan sampah, trafo PLN, area parkir dan lahan tidur. 3. Bangunan perumahan berupa gedung dengan fungsi sebagai tempat tinggal. 4. Kendaraan bermotor pribadi
Sedangkan berdasarkan tingkat potensi bahayanya, kebakaran di kota Surakarta terklasifikasikan menjadi 4 kriteria yaitu: 1. Kebakaran ringan berupa kendaraan bermotor pribadi, perumahan tertata, bangunan non gedung, rumah sakit, kios, kantor 1 lantai dan gereja. 2. Kebakaran sedang 1 berupa ruko, rumah makan dan usaha rumah tangga. 3. Kebakaran sedang 2 berupa mall, area parkir, bengkel mobil dan percetakan.
56
4. Kebakaran sedang 3 berupa perumahan tidak tertata, pabrik, pasar mebel dan kantor 2 lantai.
Peta klasifikasi berdasarkan sarana/prasarana yang terbakar dan potensi bahaya kebakaran dapat dilihat pada lampiran B. Sedangkan statistik klasifikasi berdasarkan berdasarkan PerDa DKI Jakarta no 8 tahun 2008 dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.5.
Statistik fungsi sarana/ prasarana terbakar tahun 2008-2009
Jenis sarana /prasarana terbakar
Jumlah
Persentase
kejadian
(%)
1. Bangunan gedung
11
18.03
2. Bangunan perumahan
21
34.43
3. Bangunan non gedung
21
34.43
4. Kendaraan bermotor pribadi
8
13.11
5. Kendaraan bermotor umum
0
0
6. Kendaraan bermotor khusus
0
0
61
100
Total sarana/ prasarana terbakar Sumber: pengolahan data sendiri.
Tabel 4.6.
Statistik tingkat potensi bahaya kebakaran tahun 2008-2009.
Tingkat bahaya kebakaran
Jumlah kejadian
Persentase (%)
41
67.21
2. Sedang 1
4
6.56
3. Sedang 2
7
11.48
4. Sedang 3
9
14.75
5. Berat 1
0
0
6. Berat 2
0
0
61
100
1. Ringan
Total kebakaran Sumber: pengolahan data sendiri.
57
Klasifikasi ini menunjukkan bahwa sarana / prasarana terbakar paling banyak adalah perumahan dan bangunan non gedung sedangkan menurut tingkat potensi bahayanya, kebakaran di kota Surakarta umumnya berpotensi bahaya ringan.
4.6.3. Peta Klasifikasi Penyebab Kebakaran Penilaian klasifikasi Penyebab kebakaran dilakukan berdasarkan pemicu kebakaran yang terjadi. Penyebab kebakaran diklasifikasikan menjadi empat kelas yaitu : 1. Kelalaian : yang termasuk dalam kategori ini adalah kecerobohan, kebiasaan buruk dalam menggunakan api, meremehkan api kecil, kehilangan kendali atas penggunaan api. 2. Korsleting listrik : yang termasuk dalam kategori ini adalah kebakaran yang disebabkan oleh api yang berasal dari korsleting listrik baik pada bangunan, kendaraan, dan sarana / prasarana lain. 3. Unsur kesengajaan : yang termasuk dalam kategori ini adalah kebakaran yang sengaja dibuat oleh perorangan ataupun berkelompok. 4. Kecelakaan : yang termasuk dalam kategori ini adalah kebakaran karena kecelakaan kerja dan ketidak-sengajaan.
Penyebab kebakaran merupakan informasi penting dalam mitigasi bencana kebakaran. pada dasarnya tindakan pencegahan bencana adalah mengeliminasi hal-hal yang bisa menjadi penyebab kebakaran kebakaran tak akan terjadi jika tak ada pemicu/ penyebabnya.
Pemahaman akan penyebab kebakaran akan membantu peneliti untuk melakukan mitigasi bencana kebakaran.
Peta klasifikasi penyebab kebakaran dapat dilihat pada lampiran B.
58
Hasil klasifikasi kebakaran berdasarkan penyebabnya dapat dilihat pada tabel dibawah.
Tabel 4.7.
statistik penyebab kebakaran tahun 2008-2009
Jenis penyebab kebakaran
Jumlah kejadian
Persentase (%)
1. Kelalaian
20
32.79
2. Korsleting listrik
23
37.70
3. unsur kesengajaan
5
8.20
13
21.31
61
100.00
4. kecelakaan Total kejadian Sumber: pengolahan data sendiri.
Hasil analisa menunjukkan bahwa penyebab terbesar kebakaran di kota Surakarta adalah korsleting listrik.
4.6.4. Peta Rawan Kebakaran
Peta rawan kebakaran merupakan peta yang menunjukkan tingkat kerawanan suatu wilayah terhadap resiko kebakaran berdasarkan densitas kebakaran yang terjadi. Sedangkan densitas kebakaran adalah tingkat kerapatan kebakaran pada suatu wilayah. Densitas berbanding lurus dengan jumlah kejadian kebakaran pada suatu wilayah tertentu.
Prinsip pemetaan ini adalah membuat perimeter area pencarian sejauh radius 1000 meter mengitari lokasi kebakaran. tiap perimeter yang berpotongan akan meningkatkan tingkat kerawanan daerah tersebut maka Semakin banyak kejadian kebakaran pada suatu daerah/wilayah maka daerah / wilayah tersebut semakin rawan terhadap bencana kebakaran. Peta tingkat kerawanan kebakaran dapat dilihat pada lampiran B.
59
Berdasarkan hasil analisa, didapatkan sepuluh wilayah area paling rawan kebakaran, yaitu : 1.
Wilayah Karangasem
2.
Wilayah Bumi
3.
Wilayah Manahan, Purwosari dan Mangkubumen
4.
Wilayah Serengan
5.
Wilayah Jayengan dan Kratonan
6.
Wilayah Mangkubumen, Timuran dan Sriwedari
7.
Wilayah Kestalan dan Setabelan
8.
Wilayah Kampung Baru, Kedunglumbu dan Kauman
9.
Wilayah Gilingan, Tegalharjo, Kepatihan Wetan, Purwodinigratan dan Jebres
10.
Wilayah Jebres, Jagalan dan Pucang Sawit.
Pada umumnya, wilayah-wilayah kebakaran yang terjadi merupakan wilayah yang mengalami peningkatan / perkembangan potensi baik potensi perdagangan, jasa, perumahan maupun perindustrian.
Fenomena ini menunjukkan bahwa potensi kota Surakarta memiliki keterkaitan dengan peningkatan resiko kebakaran di kota Surakarta. sedangkan jika ditinjau dari segi historisnya, ada beberapa perbedaan pada pola kebakaran pada tahun 2008 dan 2009.
Kebakaran pada tahun 2008 dan tahun 2009 memiliki pola menyebar tetapi pola kebakaran pada tahun 2009 mengalami pergeseran mendekati tengah wilayah kota Surakarta.
Keterkaitan antara potensi kota Surakarta dengan perubahan pola kebakaran selama 2 tahun ini memperlihatkan bahwa ada beberapa kelurahan memiliki resiko terbesar yaitu: kelurahan Karangasem, Bumi, Purwosari, Kampung baru,
60
Kedunglumbu, Kauman, Purwodiningratan, Mangkubumen, Kestalan dan Setabelan.
4.7.
Pendapat
Masyarakat
Tentang
Kinerja
Pelayanan
Pemadam
Kebakaran Kota Surakarta.
Kinerja merupakan kemampuan kerja sumber daya dalam melakukan tugasnya. Kemampuan tiap anggota pemadam dalam menanggapi dan menangani kebakaran akan menentukan tingkat kepuasan masyarakat. Apabila sudah sesuai dengan harapan, maka masyarakat sebagai pengguna layanan akan merasa puas dan masyarakat akan menilai positif terhadap kualitas pelaksanaan pelayanan pemadam kebakaran.
Mengenai kinerja pelaksanaan pelayanan, salah satu kepala regu pemadam kebakaran Surakarta, bapak Artomo memberikan penjelasan sebagai berikut: Daya tanggap atau waktu respon pemadam terhadap laporan kebakaran, bapak Artomo menerangkan: “Dari awal kita punya komitmen apabila terjadi kebakaran itu minimal 7 menit kita sampai lokasi karena kita mesti ngecek segalanya. Karena bencana kebakaran itu yang pertama kita tolong itu nyawa manusia setelah itu harta benda. Maksudnya manusia ini kan bukan cuma korban kebakaran saja tetapi juga jiwa petugas pemadam kebakaran sendiri, dan juga warga sekitar”. (sumber: wawancara, 20 desember 2009)
Kemudian untuk prosedur pelaksanaan pelayanan, bapak Artomo menerangkan: “setiap ada kebakaran itu pada umumnya, setelah sampai lokasi kita memang gak langsung melakukan pemadaman tetapi nunggu perintah kepala regu. Kepala regu disini nantinya mengamati kondisi kebakaran baru mengambil tindakan. Seperti ada gak aliran listrik, atau ada gak bahan cair mudah terbakar seperti
61
bensin atau oli. Kalau ada aliran listrik kan harus dipadamkan pake busa, kalau pakai air nyetrum dong. Beda lagi kalau ada bensin, itu harus pakai powder kalau gak bisa mengalir merembet kemana-mana. kalau Tidak hanya di pemadaman saja tetapi kita juga mengisolir. Pada setiap kebakaran itu, kita punya strategi masing-masing. Ada yang langsung memadamkan, ada yang kita isolasi dulu baru kita padamkan, ada yang pendinginan dulu baru pemadaman. Pendinginan itu gini, kita menggunakan air itu targetnya bukan satu titik tetapi menyeluruh. Nah, disini kan kita ada spek. yang namanya spek itu ada yang variable dan ada yang jet. Kalau untuk pendinginan biasanya kita pakai variable kalau untuk langsung ke target / titik api kita pakainya yang jet sekalian kalau yang jet itu biasanya kita itu untuk mencari jalan keluar”. (sumber: wawancara, 20 desember 2009).
Bapak Artomo juga menyatakan kesiapan kantor pemadam pelayanan untuk memberikan pelayanan serta kemudahan prosedur permintaan bantuan seperti yang diutarakan berikut ini: “Salah satu upaya pelayanan dari pemadam kebakaran itu Kita dari pemadam kebakaran itu berupaya semaksimal mungkin, secepat mungkin, setepat mungkin dan seefisien mungkin. Kadang-kadang kita sendiri sebagai petugas itu tidak pernah memikirkan diri sendiri. Kita gak pernah memikirkan nanti kita ketemu api saya harus mempersiapkan ini dan ini, walaupun kita lagi tiduran, lagi kucek kucek mata itu begitu, „mas, ada kebakaran‟, kita langsung bangun, pake sepatu ambil jaket, ga tahu kita masih pake kaos singlet atau ngga kita langsung pake jaket pemadam tahan panas, ambil helm terus naik kendaraan. Itu sudah tertanam dari kita kita sebagai pemadam kebakaran. itupun tidak hanya di pos tetapi kapanpun dan dimanapun kita selalu siap berangkat. Kalau ada kebakaran juga mudah menghubungi kami, tinggal telepon ke 113 nanti kami minta nama alamat dan nomor telepon yang bisa dihubungi tapi nomor TELKOM. Kalau nomor TELKOM kan bisa langsung kami cek. Setelah itu, kita langsung siap-siap terus berangkat ke lokasi”. (sumber: wawancara, 20 desember 2009)
62
Kepuasan pengguna layanan akan kinerja pelaksanaan pelayanan menjadi salah satu parameter untuk mengukur kualitas suatu pelayanan. Teknik wawancara digunakan untuk mengumpulkan informasi dari para responden. Pemilihan responden berdasarkan kedekatan responden terhadap kebakaran dengan tujuan agar penilaian bisa objektif, maka penelitian ini memilih korban dan saksi kebakaran sebagai responden utama.
4.7.1. Daya Tanggap Pemadam Kebakaran Di Kota Surakarta Terhadap Laporan Kebakaran.
Daya tanggap adalah kemampuan dan kemauan dalam memberikan reaksi terhadap aksi yang diberikan. Pada pelayanan pemadam kebakaran, daya tanggap berarti kemampuan dan kemauan para petugas dalam menanggapi laporan kebakaran yang ada.
Pendapat masyarakat mengenai daya tanggap kantor pemadam kebakaran kota Surakarta terhadap munculnya laporan kebakaran dapat dilihat dari keterangan korban maupun saksi kebakaran.
Beberapa responden berpendapat bahwa kantor pemadam kebakaran memiliki daya tanggap yang cepat seperti diutarakan oleh bapak Hamp Tji Hump berikut ini: “cepet pak, cepet mboten nganti setengah jam sampun tekan lokasi. (cepat pak, cepat tidak sampai setengah jam sudah sampai lokasi kebakaran)” (sumber: wawancara, 25 desember 2009)
Pernyataan serupa juga diungkapkan oleh bapak Sumardi dan ibu Sihmanto:
63
Bapak Sumardi: “petugas datang sekitar setengah jam dari laporan salah satu warga . pemadamnya bergerak sigap langsung memadamkan sepeda motor yang masih terbakar” (sumber: wawancara, 26 desember 2009). Ibu Sihmanto: “itu dulu kan sini lapor ke PLN sama pemadam soalnya dari dalam kan ada asap, takut. Kalau pemadamnya cepet mas tapi PLNnya yang lambat. Telpon PLN sampai 4-5 kali tapi telpon pemadam Cuma sekali saja, sudah datang”. (sumber: wawancara, 13 desember 2009).
Pendapat berbeda muncul dari beberapa responden lain. seperti diutarakan oleh bapak Muhammad Amir Hasan berikut ini: “bisa dikatakan pemadam kurang tanggap padahal jarak dinas kebakaran ke lokasi hanya sekitar 1,5 kilometer. Pemadam sampai di lokasi waktu warung makan sudah habis dan rata dengan tanah”. (sumber: wawancara, 27 desember 2009).
Daya tanggap pemadam kebakaran juga dianggap kurang cepat seperti diutarakan oleh Ibu Parni: “kurang cepet mas, niku telat jarene goro-goro bingung nggoleki alamate kene. ( kurang cepat mas, itu telat katanya karena bingung mencari alamat sini)”.
Selain dua pendapat diatas, beberapa responden menyatakan tidak tahu bagaimana daya tanggap pemadam terhadap laporan kebakaran. Seperti dinyatakan oleh saudari Arum berikut ini: “wah mboten ngertos mas, soale pas kejadian niku kulo mboten ngertos sing nyeluk pemadame kapan. nek sing nyeluk niku bu RT tapi nyeluk‟e jam pinten nggih kulo mboten ngertos. (wah, tidak tahu mas, soalnya waktu kejadian itu saya tidak tahu kapan memanggil pemadamnya. Kalau yang memanggil itu bu RT tapi
64
memanggilnya jam berapa, saya tidak tahu)”. (sumber: wawancara,29 desember 2009).
Wawancara terhadap 102 responden menghasilkan pendapat sebagai berikut:
Tabel 4.8.
Statistik pendapat warga terhadap daya tanggap kantor pemadam kebakaran
Indikator
Jumlah
1. Responden berpendapat daya tanggap kantor pemadam kebakaran tergolong cepat.
82 warga
2. Responden berpendapat daya tanggap kantor pemadam kebakaran tergolong kurang cepat
11 warga
3. Responden menyatakan tidak tahu atau abstain
8 warga
Jumlah responden
102 warga
Sumber: pengolahan data sendiri.
4.7.2. Efisiensi Dan Efektifitas Pelayanan Pemadaman Kebakaran
Efisiensi merupakan kemampuan untuk menyelesaikan suatu permasalahan dengan sumber daya dan dampak negatif seminimum mungkin. Sedangkan efektifitas merupakan kemampuan untuk menyelesaikan suatu permasalahan hingga tercapainya tujuan yang telah ditentukan.
Efisiensi dan efektifitas kerja di lapangan merupakan dua hal yang berkaitan erat karena Efisiensi dan efektifitas kerja berjalan beriringan. keduanya akan bernilai imbang yaitu keduanya bernilai positif atau keduanya bernilai negatif.
Beberapa pengguna layanan memberikan tanggapan positif, Seperti dinyatakan oleh ibu wati berikut ini:
65
“Kinerjanya sudah baik. Sekitar seperempat jam api sudah mati. Masih ada api sedikit itu langsung disemprot supaya biar tuntas” (sumber: wawancara, 12 desember 2009).
Hal yang sama juga diungkapkan oleh bapak Hamp Tji Hump, sebagai berikut: “pemadamane cepet, itungane cepet. Teko niku langsung dipadamke nganggo sing pemadam gas niku (APAR). Sing teko niko tiga mobil tapi sing di nggo namung setunggal sampun mati”. (pemadamannya cepat, terhitungnya cepat. Setelah datang itu langsung dipadamkan pakai pemadam gas (APAR). Yang datang itu tiga mobil tapi yang digunakan hanya satu, api sudah padam).( sumber: wawancara, 25 desember 2009)
Efisiensi dan efektifitas pelaksanaan pelayanan pemadam kebakaran yang baik juga diungkapkan oleh ibu Fatiyah berikut ini: “petugas pemadamnya sangat sigap dan cekatan, kira-kira pemadam butuh waktu setengah jam untuk menjinakkan api dan petugas juga tidak meminta uang alias gratis”. (sumber: wawancara, 23 desember 2009)
Akan tetapi, pendapat berbeda muncul dari beberapa responden lain seperti yang diutarakan oleh bapak Harjo berikut ini: “niku mestine nggih api sampun reda jam semonten niku. Dadi pemadamane nggih lambat”. (sumber: wawancara, 15 desember 2009).
Hal serupa juga diungkapkan oleh bapak Aris berikut ini: “Pemadam itu datangnya cepat, paling sekitar 5 menitan sudah datang tapi pemadam kurang tanggap terhadap kebakaran sekitar karena air itu belum
66
tersedia jadi api pun sulit dipadamkan”. (sumber: wawancara, 28 desember 2009).
Wawancara terhadap 102 responden menghasilkan pendapat sebagai berikut:
Tabel 4.9.
Statistik pendapat warga pemadaman kebakaran
terhadap
Indikator
efektifitas
dan
Jumlah
1. Responden berpendapat efisiensi dan efektifitas pelaksanaan pelayanan pemadam kebakaran sudah baik.
93 warga
2. Responden berpendapat efisiensi dan efektifitas pelaksanaan pelayanan pemadam kebakaran kurang baik
4 warga
3. Responden menyatakan tidak tahu atau abstain
5 warga
Jumlah responden
efisiensi
102 warga
Sumber: pengolahan data sendiri.
4.7.3. Prosedur Permintaan Bantuan Pelayanan Pemadaman Kebakaran
Prosedur kerja merupakan pedoman yang berisi langkah-langkah kerja untuk mengatasi suatu permasalahan. Maka prosedur kerja penanganan kebakaran merupakan pedoman yang berisi langkah-langkah kerja untuk mengatasi kebakaran yang terjadi mulai dari penerimaan laporan adanya kebakaran hingga pemadaman dan pengamanan lingkungan dari bahaya kebakaran yang masih ada. Pembuatan prosedur kerja bertujuan untuk mempermudah pengguna layanan tetapi sering dianggap menyulitkan pengguna layanan dalam meminta bantuan penanganan kebakaran.
67
Pendapat masyarakat mengenai prosedur permintaan bantuan pemadam kebakaran diungkapkan oleh beberapa korban dan saksi langsung. Seperti dinyatakan oleh bapak David Nugroho berikut ini: “cukup mudah. Tanpa prosedur yang sulit, hanya member nama, alamat, dan nomor telepon saja”. (sumber: wawancara, 5 desember 2009)
Hal serupa juga diutarakan oleh bapak Yunus sebagai berikut: “tidak ada kesulitan mas. Saya Cuma menelepon saja”. (sumber: wawancara, 18 desember 2009).
Berdasarkan data yang didapatkan, tidak ada warga yang mengalami kesulitan ataupun memiliki keluhan terhadap prosedur permintaan bantuan pemadaman kebakaran yang berlaku.
Wawancara dilakukan terhadap 102 responden menghasilkan pendapat sebagai berikut:
Tabel 4.10. Statistik pendapat warga terhadap prosedur permintaan bantuan pemadaman kebakaran. Indikator
Hasil wawancara
1. Responden berpendapat bahwa prosedur permintaan bantuan pelayanan tergolong mudah
88 warga
2. Responden berpendapat bahwa prosedur permintaan bantuan pelayanan tergolong sulit
0 warga
3. Responden menyatakan tidak tahu atau abstain.
14 warga
Total responden Sumber: pengolahan data sendiri.
102 warga
68
Hasil wawancara secara ringkas dapat dilihat dari matriks berikut:
Tabel 4.11. Matriks pendapat warga kota Surakarta terhadap kinerja pelayanan pemadaman kebakaran Indikator
Hasil wawancara
1. Daya tanggap kantor Masyarakat berpendapat kantor pemadam sudah pemadam kebakaran memiliki daya tanggap yang cepat. 2. Efisiensi dan efektifitas masyarakat berpendapat efisiensi dan efektifitas pelaksanaan pelayanan. pelaksanaan pelayanan sudah baik 3. Prosedur permintaan Masyarakat berpendapat prosedur pemintaan bantuan pelayanan bantuan pelayanan yang mudah. Sumber: pengolahan data sendiri.
Matriks pendapat warga kota Surakarta terhadap kinerja pelayanan pemadaman kebakaran ini memberikan informasi bahwa masyarakat berpendapat bahwa kantor pemadam kebakaran memiliki kinerja yang baik.
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
1. Berdasarkan hasil pemetaan kejadian kebakaran di kota Surakarta tahun 20082009 diketahui bahwa kebakaran di Kota Surakarta memiliki pola menyebar tetapi memiliki kecenderungan berkumpul kearah tengah. 2. Klasifikasi pada titik-titik kejadian kebakaran menunjukkan bahwa bangunan perumahan dan non gedung merupakan sarana yang paling sering terbakar, penyebab terbesarnya adalah korsleting listrik, dan tingkat potensi bahaya kebakaran tergolong kategori ringan. 3. Wilayah paling rawan kebakaran di kota Surakarta adalah sebabagai berikut :
Wilayah Karangasem
Wilayah Bumi
Wilayah Manahan, Purwosari dan Mangkubumen
Wilayah Serengan
Wilayah Jayengan dan Kratonan
Wilayah Mangkubumen, Timuran dan Sriwedari
Wilayah Kestalan dan Setabelan
Wilayah Kampung Baru, Kedunglumbu dan Kauman
Wilayah Gilingan, Tegalharjo, Kepatihan Wetan, Purwodinigratan dan Jebres
Wilayah Jebres, Jagalan dan Pucang Sawit.
4. Masyarakat sebagai pengguna layanan berpendapat bahwa kantor pemadam kebakaran memiliki kinerja yang baik.
69
70
5.2. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas dan juga kendala-kendala yang dihadapi pada penelitian ini, maka peneliti menyarankan agar: 1. Peneliti berharap adanya kelanjutan penelitian yaitu dengan menganalisa keterkaitan kebakaran dengan faktor lain seperti: keterkaitan kebakaran berdasarkan historis kebakaran tiap bulannya, keterkaitan kebakaran dengan kepadatan penduduk, dan analisis karakeristik kebakaran secara mendalam. 2. Bagi mahasiswa jurusan Teknik Sipil, peneliti mengharapkan adanya penelitian yang mengarah kepada infrastuktur bangunan. 3. Tindakan
pencegahan/
mitigasi
kebakaran
lebih
difokuskan
kepada
karakteristik kebakaran yang banyak terjadi. Untuk mendapatkan hasil yang efektif dan efisien. 4. Sub Dinas pemadam kebakaran melakukan dokumentasi yang lengkap untuk memudahkan penelitian lain dalam rangka mitigasi bencana kebakaran.
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Hasanudin Z. 2007. Konsep dasar pemetaan, Bandung: kelompok keilmuan Geodesi ITB. BAKORNAS PBP. 2002. Arahan kebijakan mitigasi bencana perkotaan di Indonesia, Jakarta. BSI. 2007. PAS 79 Fire Risk assessment “Guidance and a Reccomended methodology”: BSI Britnish Standart. Faisal, Sanapiah. 2005. Ilmu-ilmu sosial penelitian. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Hasofer, A.M, I Thomas. 2006. Fire Safety Journal 41 (2006)2-14 “Analysis of fatalities and injuries in building fire statistic”.: www.elsevier.com. Niamh, Nic Daeid. 2004. Forensic science series “fire investigaion”. USA: CRC Press. Prahasta, Eddy. 2002. Konsep-konsep dasar sistem informasi geografis. Bandung: Informatika. Rachmad, Agus. 2006. Manajemen dan mitigasi bencana, Jawa Barat: BPLDH. Rakhmad, Jalaluddin,. 2001. Metode penelitian komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Setiawan, Nugroho. 2005. Diklat Metodologi Penelitian Sosial Parung Bogor, 2528 Mei 2005: “Teknik Sampling”. Bogor: UNPAD Sugiyono. 2008. Metode penelitian kuantitatif, kualitatif dan R dan D. Bandung: Alfabeta. Sumanto. 1995. Metodologi penelitian sosial dan pendidikan. Yogyakarta: Ani Offset. 71
72
Supranto. 1993. Metode riset aplikasinya dalam pemasaran. Jakarta: Lembaga Penerbit FE-UI. Suprapto. 2007. Jurnal pemukiman vol 2 no. 2 “Sistem proteksi kebakaran pasif kaitannya dengan aspek keselamatan jiwa”. Suprapto. 2008. Tinjauan ekstensi standar standar (SNI) proteksi kebakaran dan penerapannya dalam mendukung implementasi peraturan keselamatan gedung, prosiding PPIS 29 Juli 2008. Suprapto, Anjar. 2004. Catatan kuliah “peta dan kegunaannya dibidang teknik pertanian”. Jogjakarta. Sweis, Fawas K. 2006. Fire Safety Journal 41 (2006) 370-376 “Fires and incidents in Jordan (1996 - 2004)”. : www.elsevier.com. Tim DRR PPMU ERA BAPPENAS-BAPPEDA DIY-U. 2008. Metode pemetaan resiko bencana provinsi DIY. Jogjakarta: BAPPEDA DIY. ________. 2000. Peraturan Pemerintah no 10 tentang tingkat ketelitian peta untuk penataan ruang wilayah. ________. 2008. Peraturan daerah DKI Jakarta no 8 tentang pencegahan dan penanggulangan kebakaran. ________. 2010.www. Ristinet.com
LAMPIRAN LAMPIRAN A
A.1.
Data Spasial
Tabel A.1.1. id 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31
Koordinat lokasi kebakaran tahun 2008-2009 x 478238 475815 475625 476697 475771 480090 480730 479934 479885 479907 480235 481185 481797 481085 481880 482322 481458 483000 482937 482635 483294 484544 482199 481825 484906 483143 482933 483293 481575 479398 479237
y 9163108 9165710 9165484 9163136 9164486 9162392 9161572 9162368 9161300 9161414 9162836 9162228 9161144 9162998 9166380 9164364 9163448 9164398 9165732 9162932 9163802 9164196 9164394 9164404 9164622 9164908 9163444 9163802 9164716 9166590 9165928
id 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 xv
x 478795 480264 480009 480349 481079 480257 479127 479040 480885 0 479577 475696 478306 477652 477304 475458 479573 478988 481091 481765 482110 483415 482183 480759 479604 478795 479249 478556 481802 480604 477927
y 9164462 9165662 9167166 9164162 9166950 9165004 9165402 9166672 9164084 0 9163758 9165758 9163236 9164828 9164538 9165162 9162988 9162078 9163036 9162972 9164126 9166716 9166408 9164578 9164140 9164460 9163844 9164254 9164980 9164248 9165606
A.2.
Data non spasial (attribute) kebakaran di kota Surakarta tahun 2008-2009
Tabel A.2.1. id 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62
Attribut kebakaran di kota Surakarta tahun 2008-2009
pemicu korsleting kelistrikan pada mesin mobil korsleting listrik mengenai bensin eceran api pada bagian kiri belakang mobil pembakaran sampah tak terkendali pembakaran sampah tak terkendali api dari korsleting AC membakar multipleks obat nyamuk mengenai tumpahan bensin lampu minyak mengenai wax mebel bensin bocor mengenai kelistrikan motor api dari korsleting listrik membakar kertas banner kios mengalami korsleting listrik korsleting kelistrikan pada mesin mobil pembakaran sampah tak terkendali kain perca masuk ke silencer knalpot genset kompor oven kayu meledak korsleting listrik korsleting listrik korsleting listrik membakar kabel dan busa mesin blower kelebihan beban lampu minyak jatuh mengenai minyak dekat kompor kebocoran gas terkena percikan api dari mesin percikan api las mengenai bensin mobil tiba-tiba terbakar (diduga korsleting listri korsleting listrik menyulut bensin di tangki korsleting listrik di ruangan gudang pembuangan puntung rokok sembarangan api dari korsleting listrik mengenai thinner kain perca masuk ke mesin finishing api korsleting listrik mengenai bahan mebel kompor meledak korsleting listrik di dapur obat nyamuk mengenai tumpahan bensin lilin membakar jaket yang digantung didekatnya puntung rokok tertinggal dikasur api kompor meledak dan mengenai atap korsleting listrik korsleting accu truk pembuangan puntung rokok sembarangan pembakaran sampah tak terkendali pembuangan puntung rokok sembarangan kompor minyak meledak tabung asetilen bocor saat pengelasan api kompor mengenai minyak tanah didekatnya korsleting listrik lampu minyak jatuh dan membakar meja pembuangan puntung rokok sembarangan pembakaran sampah tak terkendali api membakar kayu (diduga ada faktor kesengajaan) percikan las membakar tumpukan kertas bekas sekering meledak dan kemudian api meluas dupa jatuh mengenai kasur bahan peledak (aksi terorisme) melempar api ke lahan kering korsleting listrik pada instalasi lampu kantor trafo baru dipasang, tiba-tiba meledak korsleting kelistrikan mengenai bensin di tangki orang bermain api di depan rumah CPU tiba-tiba mengeluarkan asap dan terbakar kaca kamar terbuka (diduga disengaja) percikan api genset mengenai solar kebocoran kompor gas
penyebab korsleting listrik korsleting listrik unsur kesengajaan kelalaian kelalaian korsleting listrik kelalaian kelalaian korsleting listrik korsleting listrik korsleting listrik korsleting listrik kelalaian kecelakaan kecelakaan korsleting listrik korsleting listrik korsleting listrik kecelakaan kelalaian kecelakaan kecelakaan korsleting listrik korsleting listrik korsleting listrik kelalaian korsleting listrik kecelakaan korsleting listrik kecelakaan korsleting listrik kelalaian kelalaian kelalaian kelalaian korsleting listrik korsleting listrik kelalaian kelalaian kelalaian kecelakaan kecelakaan kelalaian korsleting listrik kelalaian kelalaian kelalaian unsur kesengajaan kelalaian korsleting listrik kecelakaan unsur kesengajaan kelalaian korsleting listrik kecelakaan korsleting listrik unsur kesengajaan korsleting listrik unsur kesengajaan kecelakaan kecelakaan
xvi
korban Budi Djawanto bu jimah Drs Sri Wahono Bp. Kasum Bp. Parjoko Bp. Hartono Lulut Bp. Munir Bp. Walidi Bp. Parada Kurnia Bp. Henry dan Bp Andi Bp teguh basuki Bp. Sismadya Putra Bank Niaga Bp.Wagiatno,SH PLN Bank Buana Sony Arif Hariyadi Bp Cholik PT. kusuma mulya tekstil Bp Sri prasetya mobil dinas hiperkes mobil carry th 1985 RSJD Kentingan Bp. Marsuli Bp. Ham Tji Humg PT. Kusuma Mulia pasar mebel Danu Saputro Sumarno Bp yunus ibu Kun Wahyuti Bp Kasio Bp Hartono ibu parni bp Djoko utomo SMP/SMK Purnama 2 Bp. Berem (makam) Bp. Yuswito Ibu Rujuk Ibu Lusia Y Bp. Amir Hasan PT Solo Murni Ibu Tuginem ABA Pignateli Bp. Purnomo Ibu Mardi Bekas Bank BHS Bp. Sholeh Tik Ling Bp.Totok Bp. Sahid Kantor Satlantas PLN Bp. Qodri Bp. Kurnia Kasih Bp.David Nugroho Ny. Wati Gereja Pantekosta Bp. Hartono
tanggal_ke 3-Feb-08 7-May-08 7-Sep-08 9-Feb-08 28-Sep-08 1-Jan-08 24-Feb-08 9-Mar-08 10-Jan-08 10-Sep-08 11-Feb-08 6-Aug-08 9-Jan-08 16-Oct-08 1-Aug-08 30-Jan-08 2-May-08 3-Jan-08 3-Dec-08 5-Mar-08 5-Dec-08 6-Oct-08 21-Jun-08 23-Jul-08 8-Dec-08 20-Sep-08 22-Sep-08 12-Aug-08 1-Dec-08 2-Aug-08 4-Jul-08 28-Jun-08 7-Nov-08 23-Jul-08 31-Jul-08 8-Feb-08 23-Aug-08 24-Aug-08 9-Jul-08 26-Sep-08 25-Oct-08 20-Jan-09 14-Feb-09 26-Mar-09 16-Apr-09 19-Jul-09 19-Jul-09 24-Jun-09 1-Aug-09 7-Oct-09 28-Jan-09 17-Sep-09 19-Sep-09 27-Feb-09 4-Mar-09 4-Sep-09 28-Jun-09 29-Jun-09 21-Sep-09 27-Sep-09 28-Sep-09
Tabel A.2.2. id 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62
Attribut kebakaran di kota Surakarta tahun 2008-2009 (lanjutan)
tahun meninggal 2008 0 2008 0 2008 0 2008 0 2008 0 2008 0 2008 0 2008 0 2008 0 2008 0 2008 0 2008 0 2008 0 2008 0 2008 0 2008 0 2008 0 2008 0 2008 0 2008 1 2008 0 2008 0 2008 0 2008 0 2008 0 2008 0 2008 0 2008 0 2008 0 2008 0 2008 0 2008 0 2008 0 2008 0 2008 0 2008 0 2008 0 2008 0 2008 0 2008 0 2008 0 2009 0 2009 0 2009 0 2009 0 2009 0 2009 0 2009 0 2009 0 2009 0 2009 1 2009 0 2009 0 2009 0 2009 1 2009 0 2009 0 2009 0 2009 0 2009 0 2009 0
luka_berat 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
ringan 0 0 0 0 0 1 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
area_kbkrn garasi mobil warung 17,5 m2 dan meluas hingga 4 kios garasi mobil tempat pembuangan sampah tempat pembuangan sampah area rumah kios tambal ban 3x4 m2 gudang wax mebel, meluas hingga ke teras area jalan raya ruangan penyimpanan kertas counter blok c28 dan meluas ke blok c29 area parkir catering Sri ranti 2 tempat pembuangan sampah ruangan genset ruangan pembuatan shuttlekoq sebuah box trafo ruangan kantor sebuah box trafo ruang blower (4 m2) meluas ke ruangan mesin area rumah ruang tangki gas area bengkel mobil area jalan raya area jalan raya ruangan gudang lahan kosong ruangan percetakan seluas 200 m2 ruangan mesin sebuah kios dan meluas ke seluruh pasar mebel dapur rumah dan meluas hingga 6 kavling dapur rumah dan meluas hingga 1 rumah kios tambal ban 2x10 m2 ruangan kios dan meluas hingga ke rumah sebuah rumah ukuran 3x3 m2 dapur dan meluas hingga satu rumah kamar tidur (7,5m2) meluas hingga rumah (120 m2) area parkir gudang lahan kosong area makam lahan kosong dapur dan meluas membakar rumah dan kios teras rumah warung hik ruangan kantor di lantai 2 meluas ke lantai 3 warung 12 m2 lahan kosong tempat sampah (2 m2) dan meluas ke lahan jati tempat penyimpanan kayu seluas 2 m2 ruangan lantai 1 bekas Bank area rumah kamar tidur (12 m2),meluas hingga 1 rumah (60 m2) area rumah kebun pohon jati ruangan piket jaga box trafo PLN ruangan mobil lancer teras dan meluas hingga membakar satu rumah ruangan persewaan komputer ruangan kamar dan meluas hingga area rumah ruangan genset ukuran 3x4 m2 dapur dan meluas hingga satu rumah
xvii
sarana kendaraan warung kendaraan tempat pembuangan sampah tempat pembuangan sampah rumah tinggal kios tambal ban rumah usaha kendaraan ruko kios handphones kendaraan tempat pembuangan sampah rumah usaha rumah usaha trafo PLN kantor trafo pabrik rumah tinggal pabrik bengkel kendaraan kendaraan rumah sakit lahan tidur percetakan pabrik pasar rumah tinggal rumah tinggal kios tambal ban ruko rumah tinggal rumah tinggal rumah tinggal kendaraan lahan tidur tempat pembuangan sampah lahan tidur rumah tinggal rumah tinggal warung kantor warung lahan tidur tempat pembuangan sampah tempat penyimpanan kayu kantor rumah tinggal rumah tinggal rumah tinggal lahan tidur kantor trafo PLN kendaraan rumah tinggal rumah usaha rumah tinggal gereja rumah tinggal
Tabel A.2.3. id 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62
Attribut kebakaran di kota Surakarta tahun 2008-2009 (lanjutan)
kls_materi kebakaran kelas A kebakaran kelas A kebakaran kelas B kebakaran kelas A kebakaran kelas A kebakaran kelas A kebakaran kelas B kebakaran kelas B kebakaran kelas B kebakaran kelas A kebakaran kelas C kebakaran kelas B kebakaran kelas A kebakaran kelas B kebakaran kelas A kebakaran kelas C kebakaran kelas C kebakaran kelas C kebakaran kelas A kebakaran kelas A kebakaran kelas B kebakaran kelas B kebakaran kelas B kebakaran kelas B kebakaran kelas A kebakaran kelas A kebakaran kelas B kebakaran kelas C kebakaran kelas A kebakaran kelas A kebakaran kelas A kebakaran kelas A kebakaran kelas B kebakaran kelas A kebakaran kelas A kebakaran kelas A kebakaran kelas B kebakaran kelas A kebakaran kelas A kebakaran kelas B kebakaran kelas A kebakaran kelas D kebakaran kelas A kebakaran kelas C kebakaran kelas A kebakaran kelas A kebakaran kelas A kebakaran kelas A kebakaran kelas A kebakaran kelas A kebakaran kelas A kebakaran kelas A kebakaran kelas A kebakaran kelas C kebakaran kelas C kebakaran kelas B kebakaran kelas A kebakaran kelas A kebakaran kelas A kebakaran kelas B kebakaran kelas A
kls_fungsi kendaraan pribadi non gedung kendaraan pribadi non gedung non gedung perumahan non gedung perumahan kendaraan pribadi perumahan gedung kendaraan pribadi non gedung perumahan perumahan non gedung gedung non gedung gedung perumahan gedung kendaraan pribadi kendaraan pribadi kendaraan pribadi gedung non gedung gedung gedung non gedung perumahan perumahan non gedung perumahan perumahan perumahan perumahan kendaraan pribadi non gedung non gedung non gedung perumahan perumahan non gedung gedung non gedung non gedung non gedung non gedung gedung perumahan perumahan perumahan non gedung gedung non gedung non gedung perumahan perumahan perumahan gedung perumahan
kls_bahaya ringan ringan ringan ringan ringan ringan ringan sedang 1 ringan sedang 1 sedang 2 sedang 2 ringan ringan sedang 1 ringan ringan ringan sedang 2 sedang 3 sedang 3 sedang 2 ringan ringan ringan ringan sedang 2 sedang 2 sedang 3 sedang 3 ringan ringan sedang 1 ringan ringan sedang 3 sedang 2 ringan ringan ringan ringan ringan ringan sedang 3 ringan ringan ringan ringan ringan ringan sedang 3 ringan ringan ringan ringan ringan ringan ringan sedang 3 ringan sedang 3
xviii
kelurahan Bumi Karangasem Karangasem Pajang Pajang joyotakan Danukusuman Kratonan Dawung Dawung Kemlayan Baluwarti Semanggi Kampung Baru Mojosongo jebres kepatihan wetan jebres Mojosongo Kampung Sewu jebres jebres jebres tegal harjo jebres Jebres Kampung Sewu Jagalan Gilingan kadipiro nusukan manahan nusukan kadipiro ketelan kadipiro Gilingan Sumber Banyuanyar Setabelan Timuran Karangasem Bumi Kerten Kerten Karangasem Sriwedari Tipes Kampung Baru Kedunglumbu Purwodiningratan Mojosongo Mojosongo manahan punggawan kadipiro Mangkubumen Mangkubumen Gilingan Kestalan Sumber
kecamatan Laweyan Laweyan Laweyan Laweyan Laweyan Serengan Serengan Serengan Serengan Serengan Serengan Pasarkliwon Pasarkliwon Pasarkliwon Jebres Jebres Jebres Jebres Jebres Jebres Jebres Jebres Jebres Jebres Jebres Jebres Jebres Jebres Banjarsari Banjarsari Banjarsari Banjarsari Banjarsari Banjarsari Banjarsari Banjarsari Banjarsari Banjarsari Banjarsari Banjarsari Banjarsari Laweyan Laweyan Laweyan Laweyan Laweyan Laweyan Serengan Pasarkliwon Pasarkliwon Jebres Jebres Jebres Banjarsari Banjarsari Banjarsari Banjarsari Banjarsari Banjarsari Banjarsari Banjarsari
A.3.
Data alamat kebakaran di kota Surakarta tahun 2008-2009 yang tidak dapat dipetakan
Tabel A.3.1. No 1
Daftar alamat kebakaran yang tak terpetakan
Korban Bambang
Alamat jl sawo no 8 solo
Kelurahan karangasem
Kecamatan laweyan
2
Bp. Sucipto
Jl. Ir Sutami 102
jebres
jebres
3
Suharno
depan RSU Dr Oen
jebres
jebres
4
Hermanto Tri Agung Suryantoro
Jl sutoyo no 123 rt 02/08
gilingan
banjarsari
Jl. Ahmad Yani
Manahan
Banjarsari
Manahan
Banjarsari
5 6
Bp. Suraji / Herin
hunian liar bantaran kali pepe
7
PLN
Ledoksari RT 02 RW 07
8
Bp. R Soejoto
Jl. Sri Gading No. 2
Purwodiningrat an Mangkubumen
9
Bp Dul Rosyid
Jl. Adisucipto 196
manahan
A.4.
Jebres Banjarsari Banjarsari
Panduan wawancara
Tabel A.4.1. DATA WAWANCARA: Surveyor
Panduan Wawancara untuk data responden form 1 Nama: alamat
NIM tanda tangan
DATA RESPONDEN nama responden kelurahan kecamatan
alamat umur jenis kelamin pendidikan terakhir pekerjaan posisi responden saat kebakaran*:
korban saksi langsung saksi tidak langsung
Penjelasan kondisi responden saat terjadi kebakaran :
apakah ada orang lain yang bersama responden ? siapa saja orang yang bersama responden pada saat kejadian?
( * = beri tanda pada salah satu pilihan yang tersedia
xix
)
Tabel A.4.2.
Panduan wawancara untuk data kebakaran form 2
DATA KEBAKARAN Lokasi kebakaran:
kelurahan kecamatan
jenis kebakaran*: lokasi titik api waktu kebakaran luas area asli kebakaran
gedung
lingkungan
lahan
kendaraan ket :
perluasan area kebakaran material terbakar pemicu/ penyebab kebakaran DAMPAK NEGATIF: kerugian materi korban luka ringan korban luka berat korban meninggal deskripsi asap
Rp. jumlah : jumlah : jumlah :
penjelasan: jiwa jiwa jiwa
fungsi sarana /prasarana hal-hal mencurigakan deskripsi kebakaran
(
Tabel A.4.3.
)
Panduan wawancara untuk data pendapat warga tentang kinerja pelayanan pemadam kebakaran form 3
DATA PENANGANAN KEBAKARAN Jawab pertanyaan-pertanyaan dibawah ini dengan memberikan penilaian antara 1 hingga 9 1. berapa lama pemadam kebakaran sampai ke lokasi kebakaran setelah mendapat laporan kebakaran? 2. cepat atau lambatkah pemadam kebakaran untuk sampai ke lokasi kebakaran? 3. bagaimana kondisi jalan baik dari tingkat kemacetan, lebar jalan dan aksesibilitasnya ? 4. bagaimana kinerja pemadam kebakaran dalam menangani kebakaran yang terjadi? 5. cepat atau lambatkah pemadaman api yang dilakukan pemadam kebakaran? 6. masih adakah api kecil atau bara api saat lokasi kebakaran ditinggalkan oleh petugas pemadam ? 7. bagaimana tingkat kesulitan meminta bantuan pemadam kebakaran untuk mengatasi kebakaran? 8. apa saja yang harus dilakukan untuk mendapatkan bantuan dari kantor PMK ? 9. kendala apa saja yang terjadi pada saat meminta bantuan dari PMK ?
xx
A.5.
Kebakaran di kota Surakarta dalam grafik
Grafik A.1. Kebakaran tahun 2008 dalam grafik xxi
Grafik A.2. Kebakaran di kota Surakarta tahun 2009
xxii
23