http://www.mb.ipb.ac.id
1.
A.
PENDAHULUAN
Latar Belakang Pemerintah Indonesia saat ini sedang berusaha meningkatkan
perolehan devisa, baik dari sektor migas maupun dari sektor non migas. Namun dengan semakin menipisnya sumber devisa migas yang secara langsung berpengaruh terhadap berkurangnya perolehan devisa dari sektor tersebut maka orientasi pemerintah mulai beralih dengan menitikberatkan perolehan dari sektor non migas. Salah satu sektor yang saat ini dijadikan sektor andalan dalam perolehan devisa adalah sektor pertanian. Hal ini disebabkan sektor tersebut berperan sangat vital dalam mendorong berkembangnya subsistem lain yaitu agroindustri (pengolahan hasil pertanian), pemasaran serta jasa penunjang lainnya. Salah satu subsistem pertanian yang terkait langsung dengan peningkatan devisa yaitu subsistem pengolahan hasil pertanian berupa tembakau yang diolah beserta dengan komponen lainnya seperti cengkeh yang secara umum dikenal sebagai industri rokok. lndustri rokok merupakan agrobased indusfw (industri yang berbasis pertanian) yang mandiri dengan bahan baku lokal yang memiliki keterkaitan erat dengan sektor hulu, petani tembakau, cengkeh sampai hilir. lndustri ini memiliki tingkat ketergantungan yang rendah terhadap impor bahan baku. Rokok kretek yang memiliki pangsa pasar terbesar, 'bahan bakunya adalah tembakau dan cengkeh yang dipasok dari perkebunan rakyat dan BUMN. Meski ada impor tembakau namun
http://www.mb.ipb.ac.id
volumenya tidak terlalu besar. Tembakau yang diimpor sebagian besar adalah tembakau Virginia untuk rokok putih yang pangsa pasarnya jauh dibawah rokok kretek. Berbicara mengenai rokok menimbulkan suatu kenyataan yang cukup dilematis. Disatu sisi rokok dianggap dapat mengganggu kesehatan pengkonsumsinya beserta orang yang berada di sekitarnya. Hal ini dikarenakan rokok mengandung zat yang sangat berbahaya bagi tubuh. Tar yang dikandungnya dapat mengendap pada lapisan paru sehingga menyebabkan sesak nafas dan terjadinya kanker paru-paru. Nikotin yang terdapat di dalamnya merupakan zat beracun yang membuat orang ketagihan. Hal lain yang tidak dapat diabaikan adalah bahaya dari lingkungan asap rokok (environmental tobacco smokelETS). ETS dapat memperburuk kondisi penderita asma, melemahkan
dan merusak
sirkulasi darah serta pneumonia. Namun disisi lain industri rokok berperan yang sangat penting sebagi penyumbang devisa bagi negara yang cukup tinggi.
Peranan industri rokok sebagai salah satu penyumbang
pendapatan dapat dilihat dari kontribusinya dalam penyerapan tenaga kerja baik yang terlibat langsung dengan industri rokok maupun tenaga kerja yang bekerja di sektor lain yang terkait dengan industri rokok. Fakta menunjukkan selain menyumbang cukai, industri rokok juga mendorong kegiatan ekonomi lainnya seperti periklanan, transportasi, perdagangan dan percetakan, sedangkan di sekitar pabrik biasanya terdapat jasa penitipan sepeda, warung makan dan pondokan bagi buruh. lndustri ini menyerap tenaga kerja (langsung dan tidak langsung) sekitar 5,6 juta
http://www.mb.ipb.ac.id
orang termasuk di dalamnya adalah petani tembakau, buruh pabrik rokok, buruh pabrik pemasok dan penjual. Keberadaan industri
rokok juga
banyak memberikan manfaat sosial bagi daerah di sekitarnya (lka, 2001). Artinya banyak orang yang hidupnya tergantung pada industri ini. Berdasarkan tingkat pendidikan, industri rokok menyerap tenaga kerja yang merata dihampir semua tingkat pendidikan.
Berdasarkan tingkat
pendidikan dari tenaga kerja tahun 1997 yang ada pada industri rokok kretek terlihat bahwa tingkat pendidikan yang dimiliki oleh industri rokok kretek dapat dikatakan cenderung rendah. Hal ini terlihat bahwa dari sejumlah 171.977 orang tenaga kerja yang ada di industri rokok kretek sebanyak 68,2 % (117320 orang) memiliki tingkat pendidikan rendah (tidak tamat SD dan tamatan SD) (BPS, 1998). Kondisi ini memerlukan penanganan secara khusus dalam bisnis rokok karena apabila industri rokok kretek mengalami salah dalam penanganan maka bukan mustahil akan timbul masalah sosial dan ekonomi Demikian pula
berdasarkan jenis kelamin terlihat adan$a
kecenderungan dominasi tenaga kerja perempuan dalam industri rokok. Berdasarkan data tahun 1998 diketahui bahwa sebanyak 83,9 % tenaga kerja dalam industri rokok kretek merupakan tenaga kerja perempuan sedangkan sisanya 16,l % laki-laki (BPS, 1998). Hal ini dimungkinkan terjadi mengingat sifat fisik dari pekerjaan dalam industri rokok kretek memerlukan penanganan ekstra khususnya dalam industri sigaret kretek tangan.
http://www.mb.ipb.ac.id
lndustri rokok di lndonesia berkembang pesat dari tahun ke tahun. Hal ini dapat dilihat dari jumlah perkembangan produksi maupun konsumsinya. Jika dipilah berdasarkan produknya maka industri rokok lndonesia memiliki keunikan karena jumlah produksi rokok kreteknya jauh lebih
besar
dibandingkan
dengan
rokok
putih
dengan jumlah
perbandingan 90 % berupa rokok kretek dalam bentuk sigaret kretek tangan (SKT) maupun sigaret kretek mesin (SKM) sedangkan sisanya (10 %) berupa sigaret putih mesin (SPM) (Dirjen Bea & Cukai, 1999). Data lebih lengkap mengenai produksi rokok kretek lndonesia dapat dilihat pada Gambar 1.
Produksi Rokok Kretek
1994
1995
1996
1997
1998
Tahun I
I
Sumber : Dirjen Bea & Cukai, 1998 (Data Diolah)
-
Gambar 1. Produksi Rokok Kretek lndonesia Tahun 1994 1998
Perkembangan produksi rokok khususnya rokok kretek banyak dipengaruhi oleh berbagai ha1 seperti tingkat permintaan konsumen (pemasaran), ketersediaan bahan baku (tembakau, cengkeh serta bahan lain) akan mendukung industri rokok kretek berkembang dengan cepat.
http://www.mb.ipb.ac.id
Produksi rokok nasional di dalam negeri dari tahun ke tahun cenderung meningkat dimana tahun 1994 produksinya mencapai 156,3 milyar batang meningkat menjadi 196,5 milyar batang pada tahun 1998 walaupun dibandingkan pada tahun sebelumnya mengalami penurunan. Pada tahun 1998 dari total produksi nasional rokok kretek sebanyak 196,5 milyar batang, sebanyak 63,7 % merupakan produksi rokok SKM sedangkan sigaret kretek tangan (SKT) hanya berkisar 26,3 % (70,677 milyar batang) (Dirjen Bea & Cukai, 1999). Seiring dengan peningkatan produksi rokok kretek di Indonesia dalam kurun waktu 1994
-
1998, penerimaan negara dari sektor ini
berupa cukai pabrik rokok juga mengalami peningkatan. Hal ini terlihat dengan adanya peningkatan jumlah cukai yang diterima dari pabrik rokok dimana pada tahun 1994 sejumlah Rp 2,69 triliun meningkat menjadi Rp 6,69 triliun pada tahun 1998 (Dijen Bea & Cukai, 1999); dan bahkan dalam RAPBN tahun 2002 tercantum bahwa target penerimaan negara dari sektor cukai ditingkatkan dari 17,6 triliun pada APBN 2001 lalu menjadi Rp 22,3 triliun pada APBN tahun 2002 (Ika, 2001); sehingga dengan demikian tidak salah
dalam kebijakan pemerintah dalam
penggalian sumber-sumber devisa tetap memfokuskan industri rokok sebagai sektor andalan di luar minyak dan gas.
http://www.mb.ipb.ac.id
Dari sisi jumlah konsumsi rokok kretek terlihat adanya peningkatan rata-rata 6,6 %/tahun seperti yang dilukiskan pada Gambar 2. Berdasarkan proyeksi data tahun 2001 terlihat bahwa konsumsi rokok kretek diperkirakan sebanyak 229 milyar batang (Indonesian Bussiness Trend, 1999). Namun perkiraan konsumsi rokok kretek yang demikian perlu diamati secara seksama mengingat adanya kecenderungan peningkatan jumlah konsumsi rokok putih yang cukup signifikan. Hal lain yang perlu mendapat perhatian yaitu adanya kebijakan pemerintah mengenai pembatasan jumlah kandungan tar yang dimiliki rokok. Selain itu dari sisi jumlah produsen akan berpengaruh terhadap tingkat persaingan di industri rokok kretek.
Proyeksi Konsumsi Rokok
1888
2000
2001
2002
2003
Tahun
Surnber : Indonesian Bussiness Trend (1999) (Data Diolah)
-
Gambar 2. Proyeksi Konsumsi Rokok Kretek Tahun 1998 20001
Perkembangan jumlah pabrik rokok kretek di Indonesia mengalami pasang surut daci waktu ke waktu. Hal ini disebabkan kerasnya
http://www.mb.ipb.ac.id
persaingan antar produsen rokok kretek. Berdasarkan bentuk status permodalan dalam perusahaan rokok kretek menunjukkan penanaman modal dalam negeri dan lainnya lebih dominan dibanding PMA. Dalam kurun waktu 1996
- 1997 terlihat jumlah perusahaan rokok kretek berubah
dimana perusahaan berskala besar berjumlah 125 buah atau sekitar 66 %. Dengan jumlah produsen yang demikian besar maka akan berdampak
tingginya tingkat persaingan diantara produsen rokok kretek. (BPS, 1998). Walaupun prospek industri rokok cukup baik ditandai dengan adanya peningkatan jumlah konsumsi, namun ha1 ini pula yang menyebabkan tumbuh suburnya produsen-produsen baru dalam industri rokok kretek ataupun
perusahaan-perusahaan
rokok
non
kretek
ikut
serta
memproduksi rokok kretek. Adanya perusahaan-perusahaan yang bergerak dalam usaha rokok kretek baik itu yang sudah lama berdiri maupun yang baru perlu dicermati karena bukan ha1 yang mustahil akan
mempengaruhi
bisnis
rokok
yang
digeluti
termasuk
PT HM Sampoerna Tbk. PT HM Sampoerna Tbk memulai produksi rokok kretek lintingan di tahun 1913 dan saat ini merupakan produsen rokok kretek kedua terbesar setelah Gudang Garam dari segi volume penjualan di Indonesia. Dengan penjualan di tahun 1999 sebanyak 29,7 milyar batang, PT HMS menguasai pangsa pasar sebesar 15,2 %. Dalam kuartal pertama tahun 2001 nilai penjualan PT HMS Tbk menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan sebesar 59 % atau sebesar Rp 2,7 triliun. Produk rokoknya dipaparkan di bawah ini :
http://www.mb.ipb.ac.id
Sigaret kretek tangan (SKT) seperti: Dji Sam Soe (234), Sampoerna Hijau, Panamas Kuning, Panamas Special, dan Tegar. Sigaret kretek mesin (SKM) seperti: Sampoerna A-Mild, Sampoerna A-Exclusive,
Sampoerna
A-International,
Sampoerna
X-tra,
Sampoerna Patma, dan Sampoerna Hitam & Mas. Rokok putih untuk tujuan ekspor seperti: Crown, Dolce Ultra Slim, Dolce King Size, Eagle Virginia Filter Deluxe, Eagle King Size, Hawk King Size, Rave, Rave International, Sokot King Size, Texas, dan Tiger Special Blend Filter King dan St Dupont untuk pasar domestik. Produk yang paling laku terjual di pasaran untuk kategori rokok lintingan adalah Dji Sam Soe. Tercatat dalam kategori rokok lintingan, volume penjualannya mencapai 60% dan dari segi pendapatan, pemasukan dari
Dji Sam Soe adalah 75%. Disamping itu perusahaan
juga memproduksi rokok merk Winston, Camel dan Salem untuk dijual di pasar domestik di bawah lisensi R.J. Reynold Tobacco Company, USA.. Sampoerna Hijau saat ini dijadikan andalan sebagai kontributor pertumbuhan oleh PT HMS. Pemasaran produk ini sudah dilakukan sejak awal tahun 2000 dengan hasil yang diperoleh pada awal volumenya hanya sekitar 13 % dari Dji Sam Soe. Namun dalam setahun melonjak secara fantastis menjadi 36 % dari Dji Sam Soe. Dari sisi nilai penjualan total Sampoerna Hijau menempati urutan ketiga (12 %) setelah Dji Sam Soe (53 Oh) dan A Mild (30 %). Tingkat pertumbuhan Sampoerna Hijau berdasarkan perbandingan dengan tahun kebelumnya maupun kuartal
http://www.mb.ipb.ac.id
per kuartal menempati urutan yang tertinggi dari seluruh merek rokok yang dimiliki PT HMS. Keberhasilan
ini
disebabkan
strategi
yang
tepat
dengan
memposisikan rokok Sampoerna Hijau untuk anak muda dengan target pasar yaitu perokok yang baru cukup potensial dari sisi kuantitas. Hasil ini bukan mustahil menyebabkan ikut masuknya pendatang baru serta efek kepopuleran Sampoerna Hijau memunculkan tingginya peta persaingan khususnya dalam ha1 harga dengan merek
kompetitor yakni produk
Jarum seperti Jarum Coklat, Jarum 76 serta produk Gudang Garam seperti Gudang Garam Merah dan Gudang Garam Filter Internasional. Oleh sebab itu kajian tentang harga produk serta posifioning sangat penting artinya dalam mendukung strategi pemasaran Sampoerna Hijau. Demikian pula halnya dengan keluarnya kebijakan pemerintah tentang penetapan harga jual eceran (HJE) tahun 2001 yang telah mencapai 3 (tiga) kali dalam kurun waktu setahun terakhir secara langsung akan berpengaruh terhadap tingkat persaingan, karena bukan mustahil dengan kebijakan harga yang saat ini diterapkan akan menyebabkan terjadinya pergeseran ataupun berkurangnya "gap harga" dengan harga produk rokok yang berada di atas segmennya. Artinya
PT HMS yang pada dasarnya memilih segmen pasar yang dituju yaitu menengah ke bawah dan memposisikan harganya sebagai harga menengah bagi produk Sampoerna Hijau, dengan pergeseran tingkat harga akah mengurangi gap harga dengan harga produk segmen yang di atasnya. Apabila ha1 ini terjadi akan mengakibatkan konsumen yang dituju
http://www.mb.ipb.ac.id
tidak dapat lagi menjangkau harga yang semakin meninggi dan bahkan mendekati harga segmen yang berada di atasnya, sedangkan konsumen segmen atas tidak berkeinginan membeli Sampoerna Hijau mengingat produk tersebut ditujukan bagi perokok segmen menengah ke bawah. Apabila ha1 ini terjadi akan berdampak yang sangat fatal bagi produsen karena
produknya tidak laku terjual sehingga perusahaan akan rugi
(loss). Dengan mempertimbangkan ha1 tersebut maka dirasa sangat penting dilakukan kajian mengenai strategi harga rokok kretek Sampoerna Hijau serta hubungannya dengan positioning produk tersebut.
B.
Perurnusan Masalah 1. Bagaimana tingkat persaingan harga rokok kretek Sampoerna Hijau dibanding merek rokok pesaing dalam industri rokok kretek 2. Bagaimana tingkat positioning produk rokok kretek Sampoerna
Hijau pada konsumen 3. Bagaimana tingkat sensitivitas harga konsumen rokok kretek
Sampoerna Hijau 4. Bagaimana strategi harga yang ditetapkan produsen Sampoerna
Hijau serta sejauhmana keefektifan strategi harga tersebut dalam kaitannya dengan positioning produk.
http://www.mb.ipb.ac.id
Tujuan Penelitian
C.
1. Menganalisa tingkat persaingan harga rokok kretek Sampoerna Hijau dibanding merek pesaing dalam industri rokok kretek 2. Menganalisa sejauhmana positioning rokok kretek Sampoerna
Hijau dapat melekat di benak konsumen 3. Menganalisa sensitivitas harga konsumen rokok kretek Sampoerna
Hijau 4. Mengkaji strategi harga yang telah dijalankan dan bagimana
hubungannya serta dampaknya terhadap positioning produk rokok kretek Sampoerna Hijau. 5
Memberikan rekomendasi strategi pemasaran khususnya strategi harga
D.
Manfaat Penelitian
1. Merupakan kesempatan untuk
menghayati dan menerapkan
konsep-konsep serta keterampilan yang diperoleh selama proses belajar mengajar. Selain itu dapat menjadi ajang latihan guna menganalisis permasalahan bisnis di dunia nyata. 2. Dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan khususnya dalam manajemen pemasaran. 3. Bagi perusahaan diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan
masukan dalam pelaksanaan aktivitas pemasaran.
http://www.mb.ipb.ac.id
E.
Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian manajemen pemasaran ini difokuskan pada
tahap analisa mengenai harga produk rokok kretek Sampoerna
Hijau
yang telah ditetapkan sebelumnya serta hubungannya dengan positioning produk tersebut dibandingkan dengan empat merek pesaing yaitu Jarum Coklat, Jarum 76, Gudang Garam Merah, Gudang Garam Filter International dan terbatas hanya di wilayah Tangerang dan Bogor. Dari sisi konsumen, harga yang dimaksud berupa persepsi konsumen tentang nilai produk yang diperoleh berdasarkan atribut yang dimiliki
rokok
Sampoerna Hijau dan merek pesaing. Penelitian ini hanya sampai pada tahap berupa
pengajuan
alternatif
implementasi
PT HM Sampoerna Tbk.
sedangkan
merupakan
tahap
selanjutnya
kewenangan
manajemen