i
PEMELIHARAAN LABI-LABI (Amyda cartilaginea Boddaert, 1770) DAN UJI COBA PREFERENSI PAKAN ANAKAN DI PENANGKARAN PT. EKANINDYA KARSA, KABUPATEN SERANG
FATWA NIRZA SUSANTI
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013
i
RINGKASAN FATWA NIRZA SUSANTI. Pemeliharaan Labi-labi (Amyda cartilaginea Boddaert, 1770) dan Uji Coba Preferensi Pakan Anakan di Penangkaran PT. Ekanindya Karsa, Kabupaten Serang. Dibimbing oleh ACHMAD MACHMUD THOHARI dan MIRZA DIKARI KUSRINI. Labi-labi (Amyda cartilaginea Boddaert, 1770) merupakan satwa yang telah dikategorikan dalam Appendix II CITES dan vulnerable atau rentan dalam Red List Data Book IUCN. Upaya budidaya melalui kegiatan penangkaran dinilai penting untuk dilakukan agar tetap dapat memanfaatkan satwa ini secara berkelanjutan. PT. Ekanindya Karsa adalah salah satu perusahaan di Indonesia yang telah merintis usaha untuk mengembangbiakan labi-labi sejak tahun 2008. Hingga saat ini, belum banyak data dan acuan terkait bentuk pengelolaan dan teknik pemeliharaan labi-labi dalam penangkaran. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik labi-labi, bentuk pengelolaan serta teknik pemeliharaan dan preferensi pakan labi-labi khususnya anakan. Diharapkan hasil penelitian ini akan membantu dan meningkatkan usaha konservasi satwa ini untuk masa yang akan datang. Penelitian ini dilaksanakan di PT. Ekanindya Karsa pada bulan Juli hingga Oktober 2012. Data yang diambil meliputi karakteristik labi-labi yang terdiri dari morfometri dan morfologis labi-labi, bentuk umum pemeliharaan labi-labi di penangkaran dan tingkat preferensi pakan anakan labi-labi terhadap beberapa jenis pakan uji yang diberikan. Objek yang diamati yaitu sembilan induk labi-labi dewasa (3 jantan dan 6 betina), 25 telur labi-labi, serta 45 ekor anakan labi-labi umur 1 - 3 bulan (anakan non uji dan juvenil uji tingkat preferensi pakan). Pakan yang diujikan dalam uji preferensi pakan yaitu ikan tongkol, udang, bayam dan ubi jalar yang diberikan pada 15 ekor anakan uji dan diukur tingkat konsumsi pakan, pertumbuhan, efisiensi biaya serta aktivitas anakan uji untuk mengatahui waktu ideal pemberian pakan dengan metode focal animal sampling. Karakteristik dewasa yaitu rataan panjang lengkung karapas (PLK) 43.33 cm, lebar lengkung karapas (LLK) 35.33 cm dan rataan bobot tubuh yaitu 10.11 kg. Anakan non uji terdiri atas tiga kelompok penetasan yang berbeda dengan kisaran rataan PLK 4.21 – 4.68 cm; LLK 3.68 – 4.24 cm dan bobot tubuh 9.95 – 12.59 gram pada saat awal penetasan. Telur labi-labi memiliki kisaran diameter 2.84 – 3.95 cm dan kisaran bobot telur yaitu 12.00 – 24.00 gram. Pemeliharaan yang dilakukan telah cukup baik karena mencakup aspek pemeliharaan habitat, pengelolaan pakan dan penanganan terhadap telur. Aspek penanganan terhadap penyakit belum dilakukan oleh pihak penangkaran karena masih ditemui beberapa individu dewasa yang mengalami penyakit namun tidak ditangani secara tepat. Jenis pakan yang paling disukai adalah ubi jalar kuning dan ikan tongkol. Aktifitas makan terlihat pada waktu pengamatan pagi (07.00 – 10.00 WIB) dan malam hari (19.00 – 22.00 WIB). Kata kunci : Labi-labi, karakteristik, pemeliharaan, pakan, PT. Ekanindya Karsa.
ii
SUMMARY FATWA NIRZA SUSANTI. Maintenance of Softshell turtle (Amyda cartilaginea Boddaert, 1770) and Feed Preference Trial of Juveniles in PT. Ekanindya Karsa Captivity, District of Serang. Under Supervision of ACHMAD MACHMUD THOHARI and MIRZA DIKARI KUSRINI. Softshell turtle (Amyda cartilaginea Boddaert, 1770) is categorized as Appendix II CITES and vulnerable in IUCN Red List Data Book. Captive breeding of this turtle is important to continue their sustainable utilization. PT Ekanindya Karsa was one of the pioneer in captive breeding of this species since 2008. Until now, there reference related to management and maintenance techniques of softshell turtle in captivity are few. This research aims to asess the characteristics of softshell turtle in captivity, document the management and maintenance techniques and analyse feeding preferences especially juveniles. The results will assist wildlife conservation efforts and improve it for the future. Research was carried out at PT. Ekanindya Karsa from July to October 2012. Data collected includes characteristics of shoftshell turtle, which consists morphometry and morphological of shoftshell turtle, maintenance of turtle in captivity and foods preference of juveniles. Nine adult shoftshell turtle (3 males and 6 females), 25 shoftshell turtle eggs, and 45 juveniles between 1 - 3 months were observed. Food tested comprises of tuna, shrimp, spinach and sweet potatoes which are given to 15 juveniles. Level of food intake, growth, cost efficiency and activity of juveniles were measured to assess ideal feeding time with focal animal sampling methods. Mean curved-carapace length of an adults (CCL) is 43.33 cm, curvedcarapace wide (CCW) 35.33 cm and body weight 10.11 kg. Juvenil non test consists of three clutches with range of CCL is 4.21 - 4.68 cm; CCM is 3.68 4.24 cm and body weights of 9.95 – 12.59 g during hatching. Softshell turtle’s eggs had range of diameter of 2.84 - 3.95 cm and weight of 12.00 - 24.00 grams. Maintenance of turtle in captivity is quite well includes aspects of habitat maintenance, management of food and handling of eggs. However, diseases management has not been handled correctly in the captivity as shown by some untreated diseased adult. Preferred food of 15 juveniles were sweet potato and tuna. Feeding activities were visible in the morning (7.00 – 10.00 am) and evening (7.00 – 10.00 pm). Key words : Softshell turtle, characteristic, captivity maintenance, feed, PT. Ekanindya Karsa.
iii
PEMELIHARAAN LABI-LABI (Amyda cartilaginea Boddaert, 1770) DAN UJI COBA PREFERENSI PAKAN ANAKAN DI PENANGKARAN PT. EKANINDYA KARSA, KABUPATEN SERANG
FATWA NIRZA SUSANTI
Skripsi Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013
iv
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Pemeliharaan Labi-labi (Amyda cartilaginea Boddaert, 1770) dan Uji Coba Preferensi Pakan Anakan di Penangkaran PT. Ekanindya Karsa, Kabupaten Serang” adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dibawah bimbingan Dr. Ir. Achmad Machmud Thohari, DEA dan Dr. Ir. Mirza Dikari Kusrini, M.Si. Skripsi ini belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah perguruan tinggi atau lembaga manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan di dalam teks tulisan ilmiah ini dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Maret 2013
Fatwa Nirza Susanti E34080055
v
Judul Skripsi : Pemeliharaan Labi-labi (Amyda cartilagínea Boddaert, 1770) dan Uji Coba Preferensi Pakan Anakan di Penangkaran PT. Ekanindya Karsa, Kabupaten Serang Nama : Fatwa Nirza Susanti NIM : E34080055
Menyetujui : Pembimbing I
Pembimbing II
Dr. Ir. Achmad Machmud Thohari, DEA NIP. 19480208 198001 1 001
Dr. Ir. Mirza Dikari Kusrini, M.Si NIP. 19651114 199002 2 001
Mengetahui : Ketua Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, MS NIP. 19580915 198403 1 003
Tanggal Lulus :
vi
RIWAYAT HIDUP Fatwa Nirza Susanti dilahirkan di Mataram pada tanggal 8 Januari 1990 sebagai anak pertama dari pasangan Bapak Ir. Joko Susanto
dan
Ibu
Ir.
Zarnigusti.
Penulis
menyelesaikan
pendidikan formal di SDN 21 Lubuk Lintah (2002), SLTPN 8 Bogor (2005), dan SMAN 3 Bogor (2008). Tahun 2008 penulis diterima sebagai mahasiswa di Institut Pertanian Bogor melalui jalur PMDK. Penulis mulai aktif belajar di Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, IPB pada tahun 2009. Selama menjadi mahasiswa IPB, penulis aktif di organisasi kemahasiswaan Himpunan
Mahasiswa
Konservasi
Sumberdaya
Hutan
dan
Ekowisata
(HIMAKOVA) sebagai ketua Biro Informasi dan Komunikasi serta anggota Kelompok Pemerhati Herpetofauna pada organisasi HIMAKOVA periode 20092011. Penulis pernah melaksanakan praktek dan kegiatan lapangan antara lain: Eksplorasi Fauna, Flora dan Ekowisata Indonesia (RAFFLESIA) di Cagar Alam Gunung Burangrang Jawa Barat (2010) dan Taman Nasional Gunung Halimun Salak II Jawa Barat (2011), Studi Konservasi Lingkungan (SURILI) di Taman Nasional Sebangau, Kalimanan Tengah (2010), Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Cagar Alam Gunung Sawal dan Pangandaran (2010), Praktek Pengelolaan Hutan (P2H) di Hutan Pendidikan Gunung Walat (2011), serta Praktek Kerja Lapang Profesi (PKLP) di Taman Nasional Gunung Bromo Tengger Semeru (2012). Sebagai usaha memenuhi syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan IPB, penulis menyusun skripsi berjudul “Pemeliharaan Labi-labi (Amyda cartilaginea Boddaert 1770) dan Uji Coba Preferensi Pakan Anakan di Penangkaran PT. Ekanindya Karsa, Kabupaten Serang” yang dibimbing oleh Dr. Ir. Achmad Machmud Thohari, DEA dan Dr. Ir. Mirza Dikari Kusrini, M.Si.
vii
UCAPAN TERIMA KASIH Alhamdulillahirabbil`aalamiin. Puji dan syukur dipanjatkan ke-Hadirat Allah SWT yang telah memberikan Rahmat dan Hidayah-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana. Salawat dan salam penulis sampaikan kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW, kepada keluarga dan para sahabatnya serta para pengikutnya. Ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya penulis ucapkan kepada : 1. Ibunda Ir. Zarnigusti dan Ayahanda Ir. Joko Susanto (Alm), guru terbaik dalam hidup. Terima kasih atas semua nasehat kehidupan dan semangatnya. Semoga Allah SWT memberikan balasan yang lebih baik, Allohummaghfirlii waliwaalidaiya warhamhuma kamaa robbayaanii soghiroo. Adikku tersayang Fadil Erlangga atas doa, dukungan dan semangat hingga skripsi ini selesai. 2. Dr. Ir. Achmad Machmud Thohari, DEA dan Dr. Ir. Mirza Dikari Kusrini, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bantuan, arahan, kasih sayang, pengertian dan kesabaranya selama membimbing. Allohumma nawwir qolbii bi nuuri hidaayatika kamaa nawwartal ardho bi nuuri syamsyika wa qomarika abadan abadaa. 3. Ir. Lin Nuriah Ginoga, M.Si selaku ketua sidang dan Ir. Edje Djamhuri selaku dosen penguji yang telah bersedia menguji, memberikan masukan dan saran dalam penyempurnaan skripsi ini. 4. Dr. Ir. Yeni A. Mulyani, M.Sc selaku moderator seminar hasil penelitian dan telah bersedia mengoreksi, memberi masukan dan saran untuk penyempurnaan skripsi ini. 5. Seluruh dosen dan staf Departemen KSHE dan Fakultas Kehutanan IPB yang telah membantu selama proses belajar khususnya bu Evan dan bu Titin. 6. Segenap jajaran Crocodile Farm PT. Ekanindya Karsa, Bapak Rachmat, Bapak Eric, Bapak Yana atas ijin dan bantuannya dalam penyelesaian skripsi ini. 7. Bapak Herman yang telah membantu, menemani dan memberikan segala bantuan kepada penulis selama melakukan penelitian.
viii
8. Bapak Ir. Maraden Purba yang
bersedia membantu dan memberikan
dukungan selama penelitian berlangsung. 9. Keluarga besar Ibu Ujen yang telah memberikan bantuan, dukungan semangat, tempat tinggal yang nyaman, dan atmosfer kekeluargaan yang hangat selama penulis melakukan penelitian. 10. Luthfia Nuraini Rahman, S.Hut, M.Si, Arief Tajalli, S.Hut, Adininggar Ulfah Ul-Hasanah, S.Hut atas kesediannya menjadi pembimbing skripsi ke-3 penulis yang telah memberikan saran dan masukan serta teman-teman Laboratorium Katak Afnelasari Eka Lestari, S.Hut, Raden Tirtayasa, S.Hut dan Faith Fitrian, S.Hut. 11. Fiqh Chairunnisa, S.Hut, Intan Handayani, S.Hut, Rika Sri Wahyuni S.Hut, Insani Widya Astuti, S.Hut, Mega Haditia, S.Hut, Meyladona Paramitha S.Hut dan Rian Ristia Wulandari, S.Hut yang telah mengajarkan arti persahabatan dan kekeluargaan. 12. Teman-teman
KSHE
45
“Edelweis”
tanpa
terkecuali,
atas
segala
kebersamaan, kekompakan, kekeluargaan, persaudaraan, persahabatan, suka duka, serta semua hal yang telah dilakukan bersama. Salam hangat dan sukses untuk kita semua. 13. Rekan-rekan HIMAKOVA khususnya Kelompok Pemerhati Herpetofauna (KPH) “Python” HIMAKOVA. 14. Rahmi Fitria, S.Pi, Hellyta Haska, S.Gz, Hellya Haska, S.Hut, M.Si, Hilhamsyah Putra Haska, S.Hut dan Dwi Puji Lestari, S.Hut yang telah mengajarkan arti kekeluargaan. 15. Rekan seperjuangan Ririn Rihatni, S.Hut, atas segala bantuan, motivasi dan saran yang diberikan selama penulisan skripsi ini. Sukses untuk kita berdua, Rin. 16. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah memberikan segala bentuk bantuan dan dukungan dalam penyelesaian skripsi ini.
i
KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum wr. wb. Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat, taufik serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat melaksanakan penelitian dan berhasil menyelesaikan skripsi ini. Judul skripsi ini adalah “Pemeliharaan Labi-labi (Amyda cartilaginea Boddaert, 1770) dan Uji Coba Preferensi Pakan Anakan di Penangkaran PT. Ekanindya Karsa, Kabupaten Serang”. Skripsi ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan ini terdapat kekurangan baik pada isi maupun teknis penulisan skripsi ini. Oleh karena itu penulis menerima kritik dan saran yang bersifat membangun dari berbagai pihak yang membaca untuk perbaikan dan penyempurnaan di masa yang akan datang. Akhir kata penulis ucapkan syukur kepada Allah SWT semoga ilmu dan tulisan yang didapatkan mendatangkan makna dan manfaat dalam kehidupan, terima kasih. Wassalamuaikum wr.wb.
Bogor, Maret 2013
Penulis
ii
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ..............................................................................
i
DAFTAR ISI. ............................................................................................
ii
DAFTAR TABEL ....................................................................................
iv
DAFTAR GAMBAR ................................................................................
v
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................
vi
BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang ........................................................................
1
1.2
Tujuan .....................................................................................
2
1.3
Manfaat ....................................................................................
2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Bio-Ekologi Labi-labi ............................................................... 2.1.1 Klasifikasi dan taksonomi ................................................ 2.1.2 Morfologis ........................................................................ 2.1.3 Populasi dan penyebaran .................................................. 2.1.4 Habitat dan pakan ............................................................. 2.1.5 Status perlindungan ..........................................................
3 3 3 6 6 7
2.2
Penangkaran labi-labi ..............................................................
7
BAB III METODE PENELITIAN 3.1
Waktu dan Lokasi Penelitian ...................................................
10
3.2
Jenis dan Teknik Pengambilan Data ......................................... 3.2.1 Karakteristik dan pemeliharaan labi-labi ......................... 3.2.1.1 Pengukuran karakteristik morfometri dan identifikasi karakteristik morfologis labi-labi ............................... 3.2.1.2 Pemeliharaan di penangkaran .................................... 3.2.2 Uji coba preferensi pakan.................................................
10 10
Analisis Data ............................................................................. 3.4.1 Pemeliharaan labi-labi ...................................................... 3.4.2 Karakteristik labi-labi ...................................................... 3.4.3 Uji coba preferensi pakan................................................
15 15 15 16
3.4
10 11 12
BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Sejarah Penangkaran PT.Ekanindya Karsa ...............................
19
4.2. Kondisi Fisik Lingkungan .........................................................
19
4.3. Jenis-jenis Satwa Lain yang Ditangkarkan ...............................
19
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1
Hasil ..........................................................................................
21
iii
5.2
5.1.1 Karakteristik Labi-labi di Penangkaran ........................... 5.1.2 Pengelolaan dan pemeliharaan labi-labi........................... 5.1.2.1 Pengelolaan tempat pemeliharaan .............................. 5.1.2.2 Pengelolaan dan pemberian pakan ............................. 5.1.2.3 Pemeliharaan kesehatan dan penanganan terhadap penyakit .................................................................... 5.1.2.4 Pemeliharaan dan pengelolaan telur labi-labi ............ 5.1.2.5 Suhu, kelembaban dan pH kolam pemeliharaan labi-labi ..................................................................... 5.1.3 Uji coba preferensi pakan anakan uji ............................... 5.1.3.1 Tingkat konsumsi, preferensi dan palatabilitas pakan ......................................................................... 5.1.3.2 Pertumbuhan anakan uji ............................................. 5.1.3.5 Efisiensi biaya pakan.................................................. 5.1.3.6 Aktivitas harian anakan uji.........................................
21 24 24 28
Pembahasan ............................................................................... 5.2.1 Pengadaan bibit dan karakteristik labi-labi ...................... 5.2.2 Pengelolaan dan pemeliharaan labi-labi........................... 5.2.3 Preferensi pakan anakan uji .............................................
43 43 48 60
30 31 35 35 35 38 40 41
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ..................................................................................
68
6.2 Saran ...........................................................................................
68
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................
70
LAMPIRAN ...............................................................................................
75
iv
DAFTAR TABEL No.
Halaman
1 Kriteria Indeks Neu ..................................................................................
17
2 Analisis efisiensi biaya pakan anakan/ekor/hari ......................................
18
3 Karakteristik morfometri labi-labi dewasa ..............................................
22
4 Data jumlah telur dan anakan yang berhasil menetas dalam inkubator ...
22
5 Karakteristik morfometri dan kondisi umum telur labi-labi ....................
23
6 Karakteristik morfometri anakan non uji .................................................
24
7 Rataan pakan yang dikonsumsi anakan (g/ekor/hari)...............................
36
8 Tingkat kesukaan anakan terhadap pakan dengan metode Indeks Neu ...
37
9 Rataan pertumbuhan anakan uji per minggu pengamatan ........................
38
10 Laju pertumbuhan tiap individu anakan uji ..............................................
39
11 Perbandingan biaya pakan/ekor/hari ........................................................
40
v
DAFTAR GAMBAR No.
Halaman
1 Perbandingan morfologis karapas labi-labi ...............................................
4
2 Perbandingan morfologis plastron dan warna ekor labi-labi ....................
4
3 Bentuk kepala labi-labi .............................................................................
5
4 Gigi dan bibir anakan labi-labi..................................................................
5
5 Morfologis cakar dan selaput renang labi-labi ..........................................
6
6 Perbedaan kelamin individu jantan dan betina dewasa labi-labi dengan memperhatikan ciri ekor ............................................................................
11
7 Jenis pakan uji ..........................................................................................
13
8 Peletakan pakan untuk anakan uji .............................................................
13
9 Tempat pemeliharaan anakan uji . ............................................................
14
10 Kolam dan kandang awal labi-labi dewasa ...............................................
25
11 Komposisi kandang dan kolam baru labi-labi dewasa ..............................
26
12 Bak pemeliharaan anakan .........................................................................
26
13 Pengurasan air kolam labi-labi dewasa dengan pompa ............................
27
14 Cara pemberian pakan untuk labi-labi ......................................................
29
15 Jenis-jenis penyakit yang ditemukan pada labi-labi dewasa ....................
30
16 Proses pengkoleksian telur labi-labi..........................................................
31
17 Inkubator telur labi-labi ............................................................................
32
18 Tempat kotak pasir dan rak peletakan telur labi-labi di dalam inkubator ..................................................................................................
33
19 Telur normal dan telur yang busuk serta berlumut. ..................................
33
20 Proses menetasnya anakan labi-labi di dalam inkubator...........................
34
21 Tempat dan kotak pemeliharaan anakan sementara. .................................
35
22 Rataan konsumsi pakan anakan per jenis pakan yang diberikan selama penelitian (g/ekor/hari).................................................................
36
23 Persen palatabilitas keseluruhan anakan per jenis pakan yang diberikan...................................................................................................
38
24 Aktivitas harian anakan uji pada rentang waktu pengamatan pagi, siang dan malam hari. ...............................................................................
41
25 Bentuk dan ukuran feses anakan labi-labi uji ...........................................
42
vi
DAFTAR LAMPIRAN No.
Halaman
1 Karakteristik labi-labi dewasa ......................................................................
75
2 Karakteristik telur labi-labi ....................................................................
75
3 Karakteristik anakan labi-labi non uji saat menetas ..................................
76
4 Suhu kandang labi-labi dewasa ...............................................................
77
5 Kelembaban kandang labi-labi dewasa .......................................................
77
6 Fluktuasi pH air kolam labi-labi dewasa ....................................................
78
7 Pertumbuhan panjang lengkung karapas (PLK) anakan uji setiap minggu pengamatan ................................................................................
79
8 Pertumbuhan lebar lengkung karapas (LLK) anakan uji setiap minggu pengamatan ................................................................................
79
9 Pertumbuhan bobot tubuh anakan uji setiap minggu pengamatan ..........
80
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Suku kura-kura air tawar bertempurung lunak merupakan kelompok kura-
kura yang mempunyai penyebaran paling luas di dunia (Iskandar 2000). Labi-labi (Amyda cartilaginea Boddaert, 1770) atau yang lebih umum dikenal oleh masyarakat dengan sebutan bulus merupakan satu-satunya spesies dari marga Amyda. Sampai saat ini, labi-labi belum dilindungi oleh undang-undang Republik Indonesia, namun secara internasional labi-labi termasuk spesies yang terancam kelestariannya lalu digolongkan ke dalam kategori Appendix II CITES (CITES 2010) dan digolongkan pula dalam kategori vulnerable (rentan) pada Red Data Book (IUCN 2010). Kategori yang ditetapkan oleh CITES dan IUCN tersebut dilandasi atas tingginya eksploitasi labi-labi di alam untuk memenuhi permintaan bagi kepentingan komersil, baik untuk peliharaan maupun konsumsi yang ditunjukan dengan kuota 75.822 ekor dalam kurun tahun 2006 - 2008 untuk dalam negeri dan 25.200 ekor untuk kuota ekspor (Ditjen PHKA 2006, 2007, 2008). Selain dimanfaatkan untuk keperluan konsumsi, tingginya permintaan daging labi-labi juga disebabkan oleh kepercayaan sebagian besar masyarakat terutama dari etnis Cina, Jepang, Singapura dan Hongkong yang mempercayai bahwa daging labilabi dapat menyembuhkan bermacam jenis penyakit (Amri & Khairumman 2002). Eksploitasi yang dilakukan terus menerus tentunya dapat mengakibatkan kepunahan terhadap spesies ini apabila tidak segera dilakukan kegiatan budidaya dan pengembangbiakan intensif di luar habitat aslinya. Salah satu tindakan konservasi yang tepat untuk memenuhi kebutuhan manusia akan ketersediaan labi-labi tanpa mengabaikan sisi konservasi adalah dengan melakukan upaya pembudidayaan melalui kegiatan penangkaran. Penangkaran labi-labi di Indonesia sendiri tergolong baru sehingga belum banyak terdapat acuan pustaka terkait bentuk pengelolaan dan pemeliharaan satwa ini di luar habitat aslinya (ekssitu). PT. Ekanindya Karsa adalah salah satu perusahaan di Indonesia yang telah merintis usaha untuk mengembangbiakan labi-labi sejak tahun 2008 hingga kini.
2
Hingga saat ini, belum banyak data dan acuan terkait bentuk pengelolaan dan teknik pemeliharaan labi-labi dalam penangkaran. Penelitian mengenai bentuk pengelolaan serta teknik pemeliharaan mengenai labi-labi dan preferensi pakan anakan labi-labi diharapkan akan membantu dan meningkatkan usaha konservasi satwa ini. 1.2
Tujuan Labi-labi merupakan spesies yang masih jarang untuk dibudidayakan
dalam penangkaran, maka tujuan yang dicapai dengan adanya penelitian ini adalah : 1. Mengukur karakteristik labi-labi yang berada di penangkaran PT. Ekanindya Karsa 2. Mendokumentasikan bentuk pemeliharaan labi-labi yang dilakukan oleh PT. Ekanindya Karsa 3. Mengukur tingkat konsumsi dan preferensi pakan anakan uji terhadap beberapa jenis pakan yang diberikan 1.3
Manfaat Manfaat dari adanya penelitian ini adalah menghasilkan informasi dan
data mengenai keseluruhan bentuk pemeliharaan labi-labi secara umum agar dapat menjadi masukan untuk kelangsungan dan keberhasilan pemeliharan labilabi di penangkaran. Selain itu penelitian ini juga diharapkan dapat menghasilkan informasi mengenai tingkat konsumsi dan preferensi pakan anakan melalui uji coba pemberian berbagai jenis pakan agar terjaminnya kelangsungan hidup labilabi, khususnya anakan yang tergolong masih rentan untuk dapat bertahan hidup di luar habitat alaminya.
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Bio-Ekologi Labi-labi (Amyda cartilaginea)
2.1.1 Klasifikasi dan taksonomi Kura-kura bertempurung lunak sering dideskripsikan seperti kue panekuk dikarenakan cangkangnya yang datar dan lembut (Lim & Lim 1992). Menurut Ernst dan Barbour (1989), klasifikasi ilmiah labi-labi (Amyda cartilaginea) adalah termasuk ordo Testudinata, family Trionychidae, genus Amyda dan spesies Amyda cartilaginea (Boddaert 1770). Selain dikenal dengan nama ilmiah Amyda`cartilaginea, nama ilmiah lain labi-labi adalah Trionyx cartilagineous (Amri & Khairumman 2002). Amyda cartilaginea dikenal juga dengan nama umum Asiatic shoftshell turtle atau Black-rayed shoftshell turtle (Inggris), Trionyx cartilagineux (Perancis), Knorpel weichschildkröte (Belanda) (Ernst & Barbour 1989). Untuk nama daerah labi-labi menurut Amri dan Khairumman (2002) cukup banyak, misalnya masyarakat Pasundan (Jawa Barat) menyebut kuya dan masyarakat Minangkabau (Sumatera Barat) menamakannya labi. Masyarakat yang bermukim di Pulau Kalimantan menyebutnya bidawang. Meskipun demikian, secara luas masyarakat Indonesia lebih mengenalnya dengan sebutan labi-labi atau bulus. 2.1.2 Morfologis Labi-labi memiliki theca yaitu bagian tubuh labi-labi yang berbentuk bulat oval. Theca dapat dibedakan menjadi dua bagian besar yaitu karapas pada bagian dorsal dan plastron pada bagian ventral (Amri & Khairumman 2002). Menurut Lim dan Das (1999), labi-labi memiliki karapas yang lonjong cenderung bulat dengan sisi terluas ke arah posterior. Labi-labi memiliki tuberkel yang berbeda di pinggiran karapas, ada yang berbentuk baris tunggal maupun ganda. Karapas anakan labi-labi memiliki tuberkel yang kecil dan permukaan karapasnya bertekstur kasar, sedangkan labi-labi dewasa sudah tergolong memiliki karapas yang halus. Bagian karapas pada labi-labi memiliki banyak variasi warna, diantaranya berwarna coklat, hitam kecoklatan dan terkadang hitam kotor.
4
Karapas labi-labi terkadang memiliki bintik atau tanda gelap, terutama bagi individu anakan (De Rooij 1915) (Gambar 2).
Gambar 1 Perbandingan morfologis karapas (a) labi-labi dewasa dan (b) anakan labi-labi. Pada labi-labi plastron umumnya berwarna putih kekuningan. Perbedaan bagian plastron antara labi-labi dewasa dan anakan adalah pada bagian ekor. Ekor labi-labi dewasa berwarna putih, senada dengan warna plastron dan bertekstur keriput. Sedangkan pada individu anakan, ekor tampak berwarna kekuningan (Gambar 2).
Gambar 2 Perbandingan morfologis plastron dan warna ekor pada (a) labi-labi dewasa dan (b) anakan labi-labi. Perisai dan kepala labi-labi berbentuk bulat, perisai dengan lipatan memanjang yang halus dan terputus-putus, kepala biasanya dengan bintik-bintik kuning dan hitam (Iskandar 2000). Menurut Lim dan Das (1999), kepala dan leher labi-labi memiliki bintik-bintik berwarna kuning dan 2-3 garis membentuk tanda berbentuk V atau panah di kepala. (Gambar 3). Leher labi-labi dapat dipanjang-pendekan,
sehingga
apabila
merasa
terancam
labi-labi
akan
memasukan leher dan tungkai-tungainya ke dalam theca (Amri & Khairumman 2002). Iskandar (2000) juga menyebutkan bahwa satwa ini termasuk spesies yang memiliki leher yang cukup panjang karena dapat mencapai paling sedikit pertengahan dari perisainya.
5
. Gambar 3 Bentuk kepala (a) labi-labi dewasa dan (b) anakan labi-labi. Salah satu ciri labi-labi yaitu mata tidak terletak dekat dengan ujung moncong. Matanya berukuran kecil dan lubang hidungnya terletak di ujung belalai yang kecil dan pendek. Mulutnya mempunyai bibir yang relatif tebal (Iskandar 2000). Ciri umum labi-labi yang termasuk dalam Ordo Testudinata, adalah ketiadaan gigi, sebagai gantinya tepi rahangnya tertutup zat tanduk yang tajam (Hoeve 2003). Menurut Morris (1959), bagian ini sangat baik untuk memotong dan menyobek makanannya sampai ukuran kecil hingga mudah untuk ditelan. Labi-labi tidak bergigi namun memiliki rahang yang sangat kuat dan tajam, juga memiliki lidah yang tebal, pendek, lebar dan melekat di dasar mulut (Gambar 4).
Gambar 4 Gigi dan bibir anakan labi-labi. Labi-labi dapat mencapai ukuran 100 cm, walaupun pada umumnya hanya sekitar 60 cm saja (Iskandar 2000). Labi-labi memiliki sepasang tungkai kaki depan masing-masing berkuku tiga buah dan berselaput renang, demikian pula sepasang kaki belakangnya. Dengan dua pasang tungkai tersebut, labi-labi dapat berenang dengan cepat karena selaput renangnya cukup besar dan bisa berlari di daratan (Iskandar 2000, Amri & Khairumman 2002) (Gambar 5).
6
Gambar 5 Morfologis cakar dan selaput renang (a) kaki depan labi-labi dan (b) kaki belakang labi-labi. 2.1.3
Populasi dan penyebaran Populasi labi-labi terutama di Indonesia belum diketahui pasti jumlahnya
dikarenakan minimnya penelitian populasi terhadap satwa ini. Salah satu survey penelitian mengenai jumlah populasi satwa ini adalah survey di Berau Propinsi Kalimantan Timur yang dilakukan oleh Kusrini et al. (2009) yang berhasil menghimpun data penangkapan labi-labi selama 3 bulan yaitu bulan April – Juni 2009 sebanyak 612 ekor. Distribusi labi-labi meliputi wilayah timur dan selatan Myanmar, bagian selatan Thailand, Kamboja, Laos, Vietnam, bagian barat Malaysia dan sebagian wilayah Indonesia. Penyebaran labi-labi di Indonesia meliputi pulau Sumatera, Kalimantan, Jawa, Lombok dan beberapa pulau kecil di sekitarnya (Lim & Das 1999). Iskandar (2000) menyebutkan pula bahwa labi-labi juga tersebar di sebagian kecil wilayah pulau Sulawesi. 2.1.4
Habitat dan pakan Menurut Lim dan Das (1999), Iskandar (2000), Win dan Win (2002) Amri
dan Khairumman (2002), labi-labi dapat ditemukan di perairan tergenang dengan dasar perairan lumpur berpasir yang terdapat batu-batuan dan tidak terlalu dalam serta di berbagai tipe habitat air tawar lainnya seperti sungai berlumpur, kolam dan kanal-kanal irigasi, baik yang terletak di ketinggian maupun daerah dengan elevasi rendah dengan suhu air sekitar 25 – 30%. Pada habitat alaminya, labi-labi mengonsumsi beberapa jenis serangga air, kepiting, udang-udangan, ikan, bangkai dan terkadang buah-buahan dan rerumputan (Lim & Das 1999). Disebutkan pula dalam Ernst dan Barbour (1989), labi-labi merupakan satwa karnivora yakni berupa ikan, beberapa jenis amfibi, krustasea, serangga air dan
7
invertebrata air lainnya. Namun, menurut penelitian Jensen dan Das (2008) terlihat bahwa labi-labi adalah omnivora. 2.1.5
Status perlindungan Menurut Lim dan Das (1999), labi-labi biasanya dieksploitasi secara
berlebihan untuk dimanfaatkan dagingnya dan dipercayai oleh etnis Cina bahwa daging dan karapasnya dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pengobatan tradisional. Berdasarkan Undang-undang RI No. 9 Tahun 1985 tentang Perikanan disebutkan bahwa labi-labi, bulus atau kura-kura air tawar merupakan salah satu sumber daya ikan (Amri & Khairumman 2002). Labi-labi merupakan satwa yang belum dilindungi oleh perundang-undangan RI, namun telah masuk dalam dalam daftar CITES pada tahun 2005 (Kusrini et al. 2009). Labi-labi digolongkan oleh ke dalam kategori Appendix II CITES (CITES 2010) dan digolongkan pula dalam kategori vulnerable (rentan) pada Red List Data Book (IUCN 2010) yang berarti rawan atau tidak kritis berbahaya atau berbahaya tetapi beresiko tinggi terhadap kepunahan di alam liar di masa yang akan datang. 2.2
Penangkaran Labi-labi Berdasarkan PP No. 8 Tahun 1999 tentang pemanfaatan tumbuhan dan
satwaliar (Ditjen PHKA 2004), penangkaran adalah upaya perbanyakan melalui pengembangbiakan dan pembesaran tumbuhan dan satwaliar dengan tetap mempertahankan kemurnian jenisnya. PP No. 8 Tahun 1999 juga menyebutkan penangkaran untuk tujuan pemanfaatan jenis dilakukan melalui kegiatan: (a) pengembangbiakan satwa atau perbanyakan tumbuhan secara buatan dalam lingkungan yang terkontrol; (b) penetasan telur dan atau pembesaran anakan yang diambil dari alam. Seperti yang telah diatur dalam Peraturan Pemerintah diatas, perkembangbiakan jenis di luar habitat aslinya wajib memenuhi syarat menjaga kemurnian jenis, menjaga keanekaragaman genetik, melakukan penandaan dan sertifikasi serta laporan berupa pencatatan secara terstruktur. Pemeliharaan diluar habitat alaminya wajib memenuhi syarat standar kesehatan satwa, menyediakan tempat yang memadai, aman dan nyaman, memiliki tenaga ahli dalam bidang medis dan pemeliharaan satwa dan selalu memperhatikan kesejahteraan satwa. Kesejahteraan satwa berhubungan dengan
8
kualitas hidup kondisi dan perlakuan terhadap satwa tersebut (Dallas 2006) dan mencakup antara lain bebas dari rasa haus, lapar dan kekurangan nutrisi; perlengkapan yang tepat untuk kenyamanan dan ketersediaan shelter; pencegahan atau diagnosa yang cepat dan bebas luka, penyakit dan parasit; bebas dari rasa tertekan dan stress; dan mampu menunjukan pola perilaku alami seperti di habitat aslinya (Gregory 1998). Menurut Amri dan Khairumman (2002), dalam budidaya labi-labi idealnya dikenal empat tempat yang harus disediakan pihak penangkaran, diantaranya adalah kolam pemeliharaan dan pemijahan, tempat penetasan telur (inkubator), tempat pemeliharaan larva (pendederan) dan tempat pembesaran. Ukuran kolam bervariasi tergantung tujuan pembuatan kolam. Pemberian pakan di penangkaran dapat mengacu kepada pakan asli labilabi di alam yaitu ikan kecil, krustasea kecil, kepiting, udang-udangan lumpur dan satwa air lainnya. Menurut Amri dan Khairumman (2002), pakan yang cocok dan disenangi labi-labi adalah ikan rucah atau ikan yang tidak layak konsumsi untuk manusia. Cara pemberian pakan adalah dengan cara meletakan pakan di beberapa tempat di tepi kolam atau daratan yang mudah dijangkau oleh labi-labi. Pada
kegiatan
reproduksi
dalam
penangkaran,
harus
ditentukan
perbandingan ideal antara induk jantan dan betina agar reproduksi dapat optimal. Ujicoba perkembangbiakan di kolam oleh pihak pengusaha labi-labi di Kalimantan dan Sumatra dilakukan dengan perbandingan jantan dan betina sebesar 1 : 4, dan menunjukan jumlah telur yang dihasilkan rendah (berkisar antara 5% sampai 15%) (BBAT 1998). Labi-labi dewasa dapat bertelur lebih dari satu kali dalam setahun. Hama yang merugikan labi-labi adalah hewan yang termasuk predator, yang mengancam labi-labi baik dari tahap telur, larva anakan maupun labi-labi dewasa (Amri & Khairumman 2002). Lebih lanjut dikatakan dalam Amri dan Khairumman (2002) bahwa hewan yang tergolong hama adalah pacet, linsang, biawak dan ular. Selain hama, penyakit juga adalah salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kondisi dan pertumbuhan labi-labi. Menurut Amri dan Khairumman (2002), ciri-ciri labi-labi yang terkena penyakit adalah gerakannya lemah, hilang keseimbangan, nafsu makan berkurang, menggosok-gosokkan
9
tubuhnya pada benda yang keras, kulit dan bagian badannya rusak sehingga berwarna pucat, dan terlihat bintik-bintik pucat pada permukaan tubuhnya. Berdasarkan Amri dan Khairumman (2002), penyakit yang sering menyerang labi-labi
diantaranya
adalah
parasit
(Ichthyopthyrius
multifilis)
yang
menyebabkan penyakit bintik putih dan penyakit bercak merah yang disebabkan oleh jamur, parasit dan kutu air.
10
BAB III METODE PENELITIAN
3.1
Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan selama tiga bulan yakni dimulai pada tanggal 3
Juli 2012 sampai dengan 3 Oktober 2012 di Penangkaran PT. Ekanindya Karsa di Cikende Kabupaten Serang, Jawa Barat. Perusahaan ini terletak pada areal seluas 14.000 m²/1,4 Ha, yang tepatnya terletak di Jl. Raya Serang km 62 Desa Parigi Kecamatan Cikende, Kabupaten Serang Provinsi Serang. 3.2
Jenis dan Teknik Pengambilan Data Objek yang diamati selama penelitian adalah berupa sembilan induk labi-
labi dewasa, 25 telur labi-labi hasil peneluran labi-labi dewasa serta 45 ekor anakan labi-labi (15 anakan uji untuk preferensi pakan dan 30 anakan non uji untuk melihat bentuk pemeliharaan yang dilakukan pihak penangkaran) yang berumur kurang lebih 1-2 bulan. 3.2.1
Karakteristik dan pemeliharaan labi-labi
3.2.1.1Pengukuran karakteristik morfometri dan identifikasi karakteristik morfologis labi-labi Pengukuran karakteristik morfometri telur dilakukan dengan mengukur diameter (cm) dengan menggunakan kaliper dan bobot telur (gram) dengan mengggunakan timbangan digital. Pengukuran karakteristik morfometri labi-labi dilakukan dengan pengukuran panjang lengkung karapas (cm), lebar lengkung karapas (cm) serta pengukuran bobot tubuh (gram untuk anakan dan kilogram untuk dewasa) pada setiap individu. Pengukuran panjang dan lebar lengkung karapas dilakukan menggunakan meteran jahit. Pengukuran berat badan dilakukan menggunakan timbangan digital untuk anakan labi-labi sedangkan timbangan gantung untuk individu dewasa. Pengukuran terhadap telur dan individu dewasa dilakukan sekali selama penelitian. Identifikasi karakteristik morfologis kualitatif dilakukan dengan pengamatan langsung dan pengambilan gambar terhadap individu labi-labi. Karakteristik morfologis kualitatif yang diamati meliputi bentuk tubuh dan jenis kelamin dewasa dengan melihat ciri ekor (Gambar 6).
11
Gambar 6 Perbedaan jenis kelamin labi-labi (a) jantan dan (b) betina dewasa dengan melihat ciri ekor. 3.2.1.2 Pemeliharaan di penangkaran Dokumentasi dan penjelasan mengenai kandang diantaranya bentuk, jumlah, ukuran, konstruksi, fasilitas, daya tampung dan suhu kandang. Data diambil dengan metode pengamatan langsung dan pengukuran secara deskriptif. Pengukuran suhu dan kelembaban kandang menggunakan termometer dry-wet yang diletakan dalam kandang. Pengamatan dilakukan selama satu bulan dengan pengulangan waktu 4 kali dalam sehari yaitu pagi (07.00 WIB), siang (12.00 WIB), sore (16.00 WIB) dan malam hari (20.00 WIB). Aspek pakan yang diamati dan diukur meliputi jenis pakan, waktu pemberian pakan, pengukuran jumlah pakan dan cara pemberian pakan pada labilabi. Data mengenai aspek pakan ini diambil dengan metode pengamatan langsung di lapang dan wawancara dengan animal keeper. Pengamatan pemeliharaan kesehatan satwa di dalam kandang dilakukan dengan studi pustaka, pengamatan langsung dan wawancara terhadap animal keeper. Data yang diambil meliputi jenis penyakit, upaya pencegahan dan penanggulangan, jenis obat atau desinfektan dan waktu pemberian obat atau desinfektan. Aspek pemeliharaan dan pengelolaan telur labi-labi meliputi kegiatan identifikasi dan pengkoleksian telur dari sarang, peletakan telur dalam inkubator, pemeliharaan telur dalam inkubator dan penanganan anakan labi-labi pasca menetas. Data tersebut diambil dengan menggunakan metode pengamatan langsung dan wawancara terhadap animal keeper, Data menajemen pengelolaan penangkaran dilakukan dengan melakukan pengamatan langsung di lokasi serta wawancara yang dilakukan kepada manager teknis perusahaan serta satu orang animal keeper labi-labi PT. Ekanindya Karsa
12
dalam kurun waktu selama penelitian berlangsung. Wawancara ini dilakukan untuk mengetahui
bentuk pengelolaan dan pemeliharaan labi-labi dalam
penangkaran, dimulai dari perlakuan terhadap individu baru yang datang, koleksi dan inkubasi telur, perlakuan penetasan dan penangangan anakan pasca tetas, bentuk pemeliharaan secara umum dan hal-hal lain yang terkait akan pengelolaan penangkaran labi-labi. 3.2.2 Uji coba preferensi pakan Penelitian uji coba pakan terhadap anakan labi-labi menggunakan cara pemberian pakan dengan sistem cafeteria. Sistem ini membebaskan anakan memilih pakan yang telah disediakan sebagai berbagai pilihan konsumsinya. Pakan yang diujikan terdiri dari 4 jenis pakan yang terbagi atas dua kelompok, yaitu kelompok daging dan tumbuhan. Kelompok daging terdiri atas halusan daging ikan tongkol dan halusan daging udang, sedangkan kelompok tumbuhan terdiri atas tumbukan bayam dan parutan ubi jalar kuning. Alur prosedur penelitian uji coba preferensi pakan ini adalah dengan memberikan 4 macam pakan sekaligus terhadap masing-masing 15 ekor anakan lalu dilakukan pengukuran terhadap preferensi dan konsumsi pakan; pertumbuhan panjang, lebar lengkung karapas; dan bobot tubuh serta data pendukung lainnya seperti suhu, kelembaban dan pH air. Sebelum dilakukan penelitian dan pemisahan di kotak, setiap sampel anakan diberikan pakan yang biasa diberikan oleh pihak pengelola pada waktu yang bersamaan. Kemudian setiap anakan diukur panjang lengkung karapas (PLK), lebar lengkung
karapas (LLK) dan bobotnya serta dilihat kondisi
kesehatannyan pada awal kegiatan. Kemudian masing-masing anakan diletakkan pada kotak plastik yang berukuran (33 x 25 x 11) cm yang telah terisi pasir setinggi 5 cm, air setinggi 4 cm dan telah dilengkapi oleh tempat berjemur dan pakan berupa batu bata merah yang berukuran (22 x 11 x 5) cm. Setiap kotak diberikan nomor agar tidak terjadi kesalahan pencatatan dan pengukuran. Keseluruhan anakan dipuasakan 1 hari terlebih dahulu agar memiliki tingkat kelaparan yang sama pada saat hari percobaan pertama.
13
Sebelum diberikan kepada anakan, semua bahan pakan yang telah disiapkan dipastikan untuk dicuci bersih dan kemudian dihaluskan. Daging ikan tongkol dan udang dipotong-potong dengan ukuran kecil terlebih dahulu dengan pisau lalu dihaluskan manual dengan menggunakan tangan agar lebih halus. Untuk jenis pakan bayam, bayam dipotong-potong terlebih dahulu lalu di tumbuk sampai halus dengan menggunakan ulekan tradisional, sedangkan ubi jalar kuning diparut dengan parutan sampai halus (Gambar 7).
Gambar 7 Jenis pakan uji (a) daging ikan tongkol, (b) daging udang, (c) bayam dan (d) ubi jalar kuning. Pakan yang diberikan kepada anakan memiliki berat masing-masing 20% (Rahmi 2008) dari rata-rata berat keseluruhan anakan untuk menyamaratakan dan mempermudah penimbangan pakan. Pakan diberikan satu kali sehari untuk satu hari pada sore hari yaitu pada pukul 15.00 WIB. Pakan diletakan masing-masing terpisah dalam tempat pakan yang diletakan di balok kayu (Gambar 8). Pakan yang disediakan harus segar dan bebas dari kotoran. Anakan yang telah diberikan 4 jenis pakan lalu diukur panjang lengkung karapas (cm), lebar lengkung karapas (cm) dan bobot tubuh (gram) setiap 1 minggu sekali selama kegiatan penelitian (9 minggu). Kotak pemeliharaan anakan labi-labi dibersihkan seminggu sekali dengan dilakukan pergantian air dan pencucian pasir agar kotoran anakan dan lumut yang mulai tumbuh dapat hilang.
Gambar 8 Peletakan pakan untuk anakan uji (dari kiri kekanan : daging ikan tongkol, daging udang, bayam dan parutan ubi).
14
Kotak uji yang berjumlah 15 buah tersebut disatukan dan dimasukan ke dalam bak pemeliharaan yang lebih besar untuk memudahkan kegiatan pemberian pakan pemeliharaan serta terlindungi dari predator seperti anjing dan tikus yang banyak terdapat di penangkaran. Bak tersebut berukuran (112 x 95 x 50) cm dan terbuat dari plastik tebal yang dilengkapi dengan rangka besi agar lebih kokoh (Gambar 9).
Gambar 9 Tempat pemeliharaan anakan uji (a) susunan kotak uji di dalam bak plastik dan (b) bak plastik yang dilengkapi dengan rangka besi serta ditutupi anyaman daun kelapa agar anakan terlindungi oleh panas. Selain dilakukan kegiatan pembersihan kotak pemeliharaan secara rutin, juga dilakukan pemeliharaan kebersihan dan kesehatan anakan labi-labi uji selama penelitian. Anakan uji di bersihkan karapasnya apabila ada kotoran atau lumut yang menempel di karapasnya untuk mencegah penyakit. Pembersihan karapas anakan uji dilakukan dengan menyikat dengan lembut karapas anakan dengan menggunakan sikat gigi, lalu karapas anakan dikeringkan dengan menggunakan lap kering. Parameter yang diukur dan diamati meliputi pertumbuhan panjang lengkung karapas, lebar lengkung karapas, bobot tubuh, konsumsi pakan dan konversi pakan. Selain itu, juga dilakukan pengamatan terhadap kondisi dan aktivitas anakan selama penelitian, suhu dan kelembapan selama di lokasi penelitian sebagai data pendukung. Pengukuran untuk masing-masing parameter dilakukan dengan cara sebagai berikut : 1. Data pertambahan panjang lengkung karapas, lebar lengkung karapas dan bobot tubuh, diperoleh dari hasil pengukuran parameter pertumbuhan setiap seminggu sekali selama 9 minggu percobaan yang meliputi: panjang, lebar lengkung karapas dan bobot tubuh anakan labi-labi percobaan.
15
2. Data konsumsi pakan, diperoleh dengan menghitung selisih bobot pakan yang diberikan dan sisa yang tidak termakan. Perhitungan dilakukan setiap sehari satu kali setelah pemberian pakan sehari sebelumnya selesai. Jumlah konsumsi akan dianalisis dengan menggunakan pendekatan Metode Neu. Pengukuran nilai gizi masing-masing pakan dengan mencari literature mengenai analisis proksimat tiap bahan pakan. 3. Kondisi dan aktivitas anakan labi-labi selama penelitian. Studi pustaka dan penelusuran dokumen yang terdapat di PT. Ekanindya Karsa. Observasi lapang meliputi jenis perlengkapan perawatan dan pengelolaan
labi-labi.
Wawancara dilakukan terhadap animal keeper dan pihak pengelola PT. Ekanindya Karsa . Untuk mengetahui waktu pemberian pakan ideal bagi anakan, maka dilakukan pengamatan aktivitas harian anakan labi-labi. Pengambilan data ini aktivitas harian anakan labi-labi di penangkaran dilakukan dengan metode ad libitum sampling, yaitu mencatat perilaku yang terlihat sebanyak-banyaknya pada waktu-waktu yang telah ditentukan. Pengamatan dilakukan per 5 menit selama 5 hari untuk masing-masing anakan uji. Total anakan yang di amati adalah keseluruhan anakan uji yaitu 15 ekor anakan. Pengamatan dilakukan pada 3 waktu yaitu pagi (07.00 – 10.00 WIB), siang (12.00 – 15.00 WIB) dan malam (19.00 – 22.00 WIB). Seluruh anakan uji yang ada di dalam setiap kotak pemeliharaan dapat teramati pada waktu tersebut. 3.3
Analisis Data
3.3.1
Pemeliharaan labi-labi Data yang telah diperoleh melalui pengamatan dan observasi langsung di
lokasi serta wawancara yang dilakukan selama penelitian berlangsung akan dianalisis secara deskriptif. 3.3.2
Karakteristik labi-labi Perhitungan nilai tengah dari parameter yang meliputi diameter telur,
bobot telur dan badan, panjang lengkung karapas anakan dan induk serta lengkung karapas anakan dan induk badan dengan menggunakan persamaan statistik sebagai berikut (Walpole 1993).
16
x
x n
Keterangan : x : nilai tengah setiap parameter 𝛴x : jumlah data setiap parameter n : jumlah individu
Rumus yang digunakan dalam perhitungan nilai standar deviasi (Walpole 1993), karena data yang dianalisis merupakan data sampel serta dikelompokkan, sehingga persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut :
s
n i 1
( x1 x2 )2 n
Keterangan : S : standar deviasi xi : nilai ke-i x : nilai rata-rata n : jumlah populasi
Data-data yang diperoleh tersebut akan di analisis secara deskriptif dan membandingkannya dengan literatur yang tersedia. 3.3.3
Uji coba preferensi pakan anakan Data dan informasi yang diperoleh berdasarkan hasil observasi dianalisis
berdasarkan jenis dan klasifikasi data yang duikumpulkan. Penelitian preferensi pakan ini terbagi atas data tingkat konsumsi pakan dan preferensi pakan yang selanjutnya akan dilakukan analisis secara kuantitatif. 1.
Analisis tingkat konsumsi dan preferensi pakan Untuk mendapatkan besaran konsumsi, data dilakukan secara analisis
secara kuantitatif. Banyaknya pakan yang dikunsumsi oleh masing-masing anakan labi-labi per hari dihitung selisih antara sebelum dan sesudah pemberian pakan. Besaran konsumsi setiap jenis pakan dihitung dengan cara sebagai berikut (Novriyanti 2011): Keterangan : K : konsumsi pakan BP0 : berat pakan mula-mula BP1 : berat pakan sisa
K = BP0 - BP1
Selain menghitung tingkat konsumsi, analisis kuantitatif yang digunakan yaitu menggunakan pengujian dengan pendekatan Metode Neu (Indeks Preferensi). Menurut Neu et al. (1974), jika nilai w ≥ 1 maka jenis pakan tersebut
17
disukai. Nilai w yang didapat dari hasil perhitungan merupakan Indeks Preferensi, maka nilai Indeks Preferensi dari jenis pakan dibagi dalam dua kriteria, yaitu : a. W ≥ 1 : disukai b. W ≤ 1 : tidak disukai Penentuan Metode Neu (Indeks Preferensi) menurut Neu et al. (1974) dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Kriteria Indeks Neu Jenis pakan
Ketersediaan A P a.1 p.1 a.2 p.2 a.3 p.3 a.4 p.4
Penggunaan N U n.1 u.1 n.2 u.2 n.3 u.3 n.4 u.4
E e.1 e.2 e.3 e.4
Ikan Tongkol Udang Bayam Ubi Jalar Kuning Jumlah Keterangan : a : jumlah pakan yang teramati p : proporsi jumlah pakan yang teramati n : jumlah masing-masing jenis pakan yang teramati dimakan u : proporsi jumlah masing-masing pakan yang teramati dimakan ( /⅀n) e : nilai harapan w : indeks preferensi ( / ) b : indeks seleksi yang distandarkan ( / ⅀w)
Indeks Preferensi W B w.1 b.1 w.2 b.2 w.3 b.3 w.4 b.4
2. Analisis palatabilitas pakan Palatabilitas setiap jenis pakan dihitung dengan membandingkan jumlah total konsumsi pakan keseluruhan anakan (gram) per jenis pakan dengan jumlah bobot total pakan awal (gram) per jenis pakan, lalu di persentasekan untuk mendapartkan persentase palatabilitas pakan anakan (Novriyanti 2010).
%P
BKP 100% BTP
Keterangan : P : palatabilitas BKP : bobot konsumsi pakan BTP : bobot total pakan yang diberikan
3. Analisis pertumbuhan dan laju pertumbuhan anakan uji Data pertumbuhan anakan labi-labi disajikan dalam bentuk tabel dan gambar hingga dapat ditarik kesimpulan. Analisis data juga dilakukan dengan menggambaran keterkaitan pertumbuhan dengan pemberian pakan. Hasil pengukuran panjang lengkung karapas, lebar lengkung karapas dan bobot tubuh dianalisis dengan persamaan berikut :
18
Rumus laju pertumbuhan (Effendie 1997)
v
w t
Keterangan : v : laju pertumbuhan : selisih variabel pengukuran (bobot tubuh, panjang lengkung karapas dan lebar lengkung karapas) : selisih waktu
4. Analisis efisiensi biaya pakan anakan labi-labi Dari data rataan jumlah pakan yang dikonsumsi keseluruhan anakan perharinya dan harga satuan bahan pakan anakan yang digunakan, akan dilihat keefektifan biaya pembelian bahan pakan dan waktu pertumbuhan anakan berdasarkan penentuan bobot optimal bahan pakan yang digunakan (Tabel 2). Hasil analisis ini diharapkan akan membantu pihak pengelola PT. Ekanindya Karsa dalam menentukan bobot optimal pakan yang paling efisien secara waktu dari bahan pakan yang dianggap paling di sukai oleh anakan labi-labi dari hasil penelitian ini. Tabel 2 Analisis biaya pakan anakan/ekor/hari Jenis pakan
Jumlah konsumsi (g/ekor/hari)
Harga/kg (Rp)
Biaya pakan/ekor /hari (Rp)
Daging ikan tongkol Daging udang Bayam Ubi jalar kuning
5. Aktivitas harian anakan labi-labi uji Data hasil pengamatan aktivitas harian anakan labi-labi uji di analisis secara naratif deskriptif dalam bentuk persentase untuk menjelaskan secara rinci mengenai
aktivitas
yang
dilakukan.
Untuk
mempermudah
dalam
penginterpretasian data maka data yang disajikan dalam bentuk gambar dan grafik.
19
BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1
Sejarah Penangkaran PT. Ekanindya Karsa PT. Ekanindya Karsa semula merupakan perusahaan penyamakan kulit
yang didirikan pada tahun 1990. Perusahaan ini berkecimpung dalam usaha perdagangan jenis reptil yaitu buaya. Perusahaan ini terletak pada areal seluas 14.000 m²/1,4 Ha, yang tepatnya terletak di Jl. Raya Serang km 62 Desa Parigi Kecamatan Cikende, Kabupaten Serang Provinsi Serang. Pada tahun 1999 Direktur PT. Ekanindya Karsa mengajukan surat permohonan untuk melakukan usaha pemeliharaan dan perkembangbiakan buaya dalam bentuk penangkaran. Pada tahun 2000 surat ijin tersebut dikeluarkan oleh Menteri Kehutanan untuk dimulainya mendirikan penangkaran buaya. Perusahaan ini membuat barang jadi berupa tas, dompet, ikat pinggang, serta aksesoris pria dan wanita yang berasal dari kulit buaya, biawak dan ular sanca. Pada tahun 1995 produk yang telah dibuat lalu diekspor ke luar negeri antara lain ke Jepang dan sekarang sedang diperjuangkan untuk bisa menembus pasar di Paris dan Italia dengan nama produk “Raflo” (Ratnani 2007). 4.2
Kondisi Fisik Lingkungan Perusahaan ini terletak pada areal bekas rawa dengan topografi dataran
rendah yaitu 500 m dari permukaan laut. Temperatur lingkungan di penangkaran berkisar antara 28 - 34º C dan kelembapan berkisar antara 74 – 77 % (Profil perusahaan PT. Ekanindya Karsa). 4.3
Jenis-jenis Satwa Lain yang Ditangkarkan Labi-labi merupakan satwa yang baru saja diujicobakan dalam
pengembangan melalui kegiatan penangkaran di PT. Ekanindya Karsa. Satwa yang menjadi priorotas utama pengembangan pada perusahaan penangkaran ini adalah buaya. Ada 4 jenis satwa yang sekarang ditangkarkan oleh PT. Ekanindya Karsa selain labi-labi, diantaranya adalah buaya Muara (Crocodylus porosus), buaya Air Tawar Irian (Crocodylus novaeguinea), buaya Senyulong (Tomistoma schlegelii) dan kura-kura Moncong Babi (Carettochelys insculpta). Jenis yang
20
telah berhasil dikembangkan dengan baik adalah buaya Muara (Crocodylus porosus), untuk dua jenis buaya lainnya belum berhasil dikembangkanbiakan. Kura-kura moncong babi adalah jenis terbaru yang ditangkarkan di penangkaran ini dengan jumlah sebanyak 1 jantan dan 1 betina. Pihak penangkar menyediakan satu kolam untuk individu dewasa, dikarenakan jumlah labi-labi yang ditangkarkan belum sebanyak buaya. Kolam induk ini berisikan 9 induk labi-labi dewasa yang memang disiapkan untuk pembesaran dan berkembangbiak. Pada kandang ini terdapat satu kolam yang terisi air dan dilengkapi dengan daratan berupa pasir untuk tempat bertelur induk labi-labi. Selain kolam induk, juga disediakan bak-bak pemeliharaan bagi anakan yang baru menetas dan dalam masa pembesaran.
21
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1
Hasil
5.1.1
Karakteristik labi-labi di penangkaran Pada tahun 2008, perusahaan ini mendapatkan satwa titipan BKSDA yang
berasal dari Pontianak, Kalimantan Barat berupa 14 ekor labi-labi untuk diujicobakan kegiatan budidaya dan perkembangannya secara intensif di luar habitat aslinya (eks-situ). Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak pengelola penangkaran, labi-labi dewasa berasal dari tangkapan langsung di alam dan didatangkan dalam dua tahap, yaitu tahap pertama sebanyak 10 ekor dan tahap kedua sebanyak 4 ekor. Wadah pengangkutan dan pengiriman bibit labi-labi menggunakan kotak kayu dan dikirimkan melalui jalur udara. Selama kurun waktu empat tahun yaitu terhitung dari tahun 2008 jumlah labi-labi dewasa berkurang akibat kematian sehingga menjadi 9 ekor yang terdiri atas 3 jantan dan 6 betina. Sebelum dilakukan kegiatan penelitian, pihak penangkaran tidak memiliki data mengenai karakteristik morfometri labi-labi dewasa sehingga tidak diketahuinya pertumbuhan dan perkembangaannya sejak didatangkan pertama kali pada 4 tahun yang lalu. Berdasarkan hasil pengukuran terhadap labi-labi dewasa yang dilakukan pada saat penelitian berlangsung, didapatkan rataan panjang lengkung karapas (PLK) yaitu 43,33 cm dengan standar deviasi sebesar 0,59 cm, lebar lengkung karapas (LLK) yaitu 35,33 cm dengan standar deviasi sebesar 0,41 cm dan rataan bobot tubuh yaitu 10,11 kg dengan standar deviasi sebesar 3,42 kg. Berdasarkan hasil pengukuran dan identifikasi kelamin tersebut juga dapat diketahui bahwa individu terbesar yaitu individu jantan dengan urutan pengukuran nomer 4 dengan ukuran PLK sebesar 54 cm, LLK sebesar 46 cm dan bobot tubuh seberat 17,5 kg (Tabel 3).
22
Tabel 3 Karakteristik morfometri labi-labi dewasa Individu
Jenis Kelamin
PLK (cm)
LLK (cm)
Bobot Tubuh (kg)
Induk 1
Betina
42,00
34,00
8,50
Induk 2
Jantan
44,00
33,00
9,50
Induk 3
Betina
42,00
34,00
10,00
Induk 4
Jantan
54,00
46,00
17,50
Induk 5
Betina
50,00
41,00
14,00
Induk 6
Jantan
40,00
32,00
8,00
Induk 7
Betina
40,00
34,00
8,50
Induk 8
Betina
39,00
31,00
7,50
Induk 9
Betina
39,00
33,00
7,50
43,33 ± 0,59
35,33 ± 0,41
10,11 ± 3,42
Rataan (SD)
Terhitung sejak datang dari Kalimantan 4 tahun yang lalu, labi-labi dewasa telah berhasil melakukan kegiatan reproduksi dan menghasilkan telur pada akhir tahun 2011. Telur yang dihasilkan labi-labi berbetuk bulat, berwarna putih dengan permukaan yang halus dan bercangkang keras. Ukuran telur labilabi yang berbeda-beda, diduga karena dihasilkan oleh induk yang berbeda (Tabel 3). Pencatatan telur labi-labi yang dilakukan pihak penangkaran masih sebatas jumlah telur total dan jumlah telur yang dibuahi maupun tidak. Selama kurun waktu 4 tahun sejak induk labi-labi didatangkan pada tahun 2008, labi-labi dewasa telah menghasilkan telur sebanyak 120 telur dengan rincian tanggal peneluran, jumlah telur baik yang dibuahi dan tidak serta jumlah anakan yang berhasil menetas sebagai berikut (Tabel 4). Tabel 4 Data jumlah telur dan anakan yang berhasil menetas dalam inkubator Jumlah telur
Telur dibuahi
Telur tidak dibuahi
Telur menetas
Anakan mati
19 Oktober 2011
13
8
5
0
0
20 Nopember 2011
14
7
7
0
0
13 Desember 2011
17
12
5
0
0
24 Januari 2012
15
6
9
0
0
5 Maret 2012
19
17
2
15
0
2 April 2012
17
17
0
17
5
19 April 2012
11
8
3
8
0
21 Mei 2012 Jumlah
14 120
12 87
2 33
10 50
0 5
Tanggal koleksi telur
23
Persentase telur yang menetas dari keseluruhan telur yang dihasilkan oleh labi-labi dewasa adalah sebesar 41,67 % dan persentase telur yang gagal menetas (baik yang dibuahi maupun tidak dibuahi tetapi gagal menetas) dari keseluruhan telur yang dihasilkan oleh labi-labi dewasa adalah sebesar 58,33 %. Sedangkan persentase anakan yang mati dari keseluruhan anakan yang berhasil menetas di dalam inkubator adalah sebesar 10 %, dimana keseluruhan anakan yang mati tersebut berasal dari koleksi telur tanggal 2 April 2012. Berdasarkan hasil wawancara dengan animal keeper, telur labi-labi yang dibuahi atau tidak sudah dapat dibedakan pada saat di koleksi. Telur labi-labi yang dibuahi akan terlihat “cincin” putih transparan yang mengelilingi pada bagian atas telur, sedangkan yang tidak dibuahi pada umumnya tidak tampak. Guna menghindari kesalahan identifikasi telur, animal keeper akan tetap meletakkan telur yang dicurigai tidak dibuahi ke dalam inkubator. Apabila telur telah mulai berlumut maka telur tersebut sudah dipastikan tidak akan menetas dan akan segera dibuang. Pada saat penelitian berlangsung, terdapat 4 kelompok telur (egg clutch) yang belum menetas (Tabel 5). Berdasarkan hasil pengamatan, terdapat dua kelompok telur yang berlumut dan membusuk sehingga tidak dilakukan pengukuran morfometri. Pengukuran morfometri hanya dilakukan pada 2 kelompok telur yang sehat. Telur-telur yang berlumut dan membusuk ini tidak menetas sampai akhir penelitian dan telur-telur ini kemudian dibuang oleh animal keeper karena dikhawatirkan akan mengkontaminasi telur lain. Tabel 5 Karakteristik morfometri dan kondisi umum telur labi-labi Tanggal koleksi telur 19 April 2012 21 Mei 2012
N 11 14
Rataan diameter (cm) 3,40 ± 0,10 3,01 ± 0,11
Rataan bobot (g) 22,40 ± 1,02 17,00 ± 1,74
Kondisi telur Baik dan tidak berlumut Baik dan tidak berlumut
Anakan yang berada di dalam penangkaran merupakan hasil tetasan langsung dari telur yang dihasilkan oleh labi-labi dewasa. Terhitung sejak telur pertama yang menetas pada bulan Maret 2012, telah terdapat 45 ekor anakan labilabi yang berhasil bertahan hidup dari total 50 ekor yang berhasil ditetaskan. Anakan tidak diberikan makanan oleh animal keeper selama kurang lebih 4 hari sejak telur menetas, dikarenakan masih memiliki cadangan kuning telur. Setelah 4 – 5 hari anakan lalu diberikan makan berupa cacahan halus udang atau cacing
24
darah yang telah ditumbuk terlebih dahulu. Anakan yang berhasil menetas tersebut berasal dari 4 kelompok telur (egg clutch) yang berbeda lalu diukur beberapa variabel pertumbuhannya (PLK, LLK dan bobot tubuhnya) (Tabel 6), sedangkan untuk karakteristik morfometri anakan yang menjadi uji coba preferensi pakan disajikan pada tabel lain. Tabel 6 Karakteristik morfometri anakan non uji Nomor dan tanggal koleksi kelompok telur 1 (2 April 2012) 2 (19 April 2012) 3 (21 Mei 2012)
Rataan PLK (cm) N
12 8 10
Awal 4,35 ± 0,14 4,68 ± 0,38 4,21 ± 0,12
Rataan LLK (cm)
Akhir 6,02 ± 0,31 6,21 ± 0,39 4,94 ± 0,24
Awal 3,99 ± 0,16 4,24 ± 0,17 3,68 ± 0,11
Akhir 5,32 ± 0,25 5,40 ± 0,32 4,28 ± 0,19
Rataan bobot (g) Awal 12,59 ± 0,40 15,50 ± 1,04 9,95 ± 0,69
Akhir 29,79 ± 3,54 32,63 ± 3,54 17,50 ± 2,37
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap karakteristik morfologis, dewasa dan anakan labi-labi memiliki beberapa perbedaan ciri tubuh. Perbedaan yang paling terlihat adalah pada bagian kepala, karapas dan ekor. Pada bagian kepala, anakan labi-labi memiliki pola berbintik putih kekuningan yang sangat jelas pada bagian kepala dan leher sedangkan pada dewasa tidak terlihat begitu jelas. Pada bagian karapas, anakan labi-labi memiliki pola bulat berwarna hitam kecoklatan yang tersebar teratur pada karapasnya, sedangkan induk labi-labi umumnya tidak terlihat pola apapun pada karapasnya. Perbedaan karakteristik morfologis yang terlihat jelas lainnya adalah bagian ekor. Bagian ekor anakan labi-labi terlihat sangat pendek dan berwarna kekuningan, sedangkan pada labi-labi dewasa ekor terlihat berwarna putih dan memiliki tekstur kulit yang berlipat. Berbeda dengan individu dewasa, ekor yang terdapat pada anakan labi-labi ini belum bisa dijadikan indikator pembeda jantan dan betina. 5.1.2
Pengelolaan dan pemeliharaan labi-labi
5.1.2.1 Pengelolaan tempat pemeliharaan Habitat labi-labi yang berada di penangkaran PT. Ekanindya Karsa disesuaikan semirip mungkin dengan kondisi habitatnya di alam. Labi-labi dewasa menempati dua kandang dan kolam yang berbeda namun terletak
25
bersebelahan. Kandang dan kolam yang pertama telah dihuni oleh labi-labi dewasa selama kurang lebih 4 tahun, yakni dimulai saat pertama kali datang ke penangkaran (awal tahun 2008) sampai dengan akhir bulan Agustus 2012. Kolam awal pemeliharaan berukuran 8 meter x 8 meter yang terdiri atas daratan pasir dan air. Luas daratan berpasir yaitu 13,75 m² dengan kedalaman pasir 30 cm, sedangkan luas kolam dewasa yaitu 50,25 m². Kedalaman air kolam dewasa sedalam 60 cm dengan 30 cm berupa lapisan lumpur dan 30 cm merupakan air. Dinding pembatas kolam dan kandang berupa tembok beton dengan tinggi 1,15 m dan dilengkapi pintu yang terbuat dari besi. Guna mencapai daratan berpasir pada saat bertelur, pihak penangkar telah membuatkan sisi landai dari kolam menuju daratan. Selain kolam dan daratan, terdapat pula inkubator untuk tempat peletakan telur labi-labi yang terdapat di dalam kompleks kandang labi-labi dewasa (Gambar 10).
Gambar 10 Kolam dan kandang awal labi-labi dewasa. Pada akhir bulan Agustus 2012, semua labi-labi dewasa dipindahkan ke kolam baru karena kolam lama digunakan untuk 2 ekor kura-kura moncong babi (Carettochelys insculpta) titipan. Kolam baru ini berbentuk persegi panjang berlapis semen dengan ukuran 1600 x 300 cm dengan kedalaman air 90 cm dan didalamnya terdapat lapisan lumpur setebal 30 cm. Kandang dikelilingi tembok beton dengan tinggi 42 – 59 cm dan ditambah dengan pembatas berupa bingkai bambu yang dilapisi terpal setinggi 71 cm. Sebagai peneduh, pihak pengelola penangkaran juga menanam pepohonan seperti palem dan pohon mangga (Gambar 10).
26
Gambar 11 Komposisi kandang dan kolam baru labi-labi dewasa. Anakan labi-labi yang telah menetas dan berumur seminggu dipelihara di dalam bak pemeliharaan secara masal. Bak pemeliharaan anakan berwarna putih dan terbuat dari plastik tebal yang di lindungi dengan rangka luar yang terbuat dari besi. Bak pemeliharaan anakan ini merupakan bak bekas tempat pemeliharaan buaya yang baru menetas. Bak pemeliharaan anakan ini berukuran (112 x 95 x 50) cm untuk menampung satu kelompok anakan yang menetas dalam satu kelompok telur (clutch egg) yang sama (Gambar 12).
Gambar 12 Bak pemeliharaan anakan. Bak pemeliharaan dilengkapi dengan lapisan pasir setebal 6 cm dan air yang dibatasi oleh susunan batu bata untuk peletakan pakan dan tempat untuk berjemur. Bak pemeliharaan dibersihkan satu minggu sekali dari lumut dan kotoran lainnya serta dilakukan penggantian air kotor dengan air bersih. Letak dan lokasi bak pemeliharaan anakan berada cukup jauh dari lokasi kandang dan kolam labi-labi dewasa. Bak pemeliharaan anakan berada di lokasi karantina anakan buaya yang mengalami gangguan dan penyakit. Kondisi anakan yang masih lemah dan memerlukan perhatian lebih menjadi salah satu pertimbangan peletakan bak pemeliharaan anakan di lokasi ini. Hal lain yang menjadi pertimbangkan karena lokasi tersebut dapat dikatakan cukup steril karena tidak
27
boleh sembarangan petugas atau animal keeper yang memasuki area tersebut. Sehingga ketenangan dan kebersihan lokasi tersebut terjamin untuk tempat hidup anakan labi-labi. Perawatan kandang dan kolam labi-labi umumnya dilakukan secara berkala satu kali dalam seminggu. Kegiatan perawatan ini umumnya dilakukan dengan membersihkan pasir, membersihkan sampah-sampah daun yang bertebaran diatas pasir, mengambil kotoran-kotoran yang berada di permukaan air kolam serta menyiram pasir yang kering akibat terpaan matahari dengan air agar debu berkurang serta kelembapan meningkat. Perawatan bak pemeliharaan labilabi dilakukan dengan membersihkan bak pemeliharaan tersebut dari lumut-lumut yang menempel pada dinding bak, mencuci pasir dan batu bata serta mengganti air setiap seminggu sekali. Pengurasan air dari kolam labi-labi dewasa menggunakan pipa-pipa yang tersambung dengan pompa lalu di alirkan ke kolam penampungan di sisi luar kolam labi-labi dewasa (Gambar 13). Air kolam labi-labi ini di kuras sekitar 2/3 dari total debit air. Setelah itu kolam dewasa diisi kembali dengan air bersih. Air kolam yang kotor dan telah tertampung di kolam tampungan akan diproses menjadi air bersih kembali dengan teknik penyaringan.
Gambar 13 Pengurasan air kolam labi-labi dewasa dengan pompa. Bentuk kegiatan sanitasi kolam labi-labi adalah dengan mengambil sampah berupa daun-daunan yang jatuh ke permukaan air serta sisa pakan yang mulai membusuk di dalam air. Pengambilan sampah dan sisa pakan ini menggunakan bantuan jaring dan dilakukan dengan intensitas 1 – 2 kali seminggu. Menurut hasil wawancara, untuk kegiatan penggantian dan pembersihan lumpur yang mengendap di bawah kolam, pihak pengelola melakukan kegiatan penggantian lumpur dengan intensitas kurang lebih dua kali
28
setahun. Lumpur yang dibiarkan terlalu lama akan berwarna hitam akibat bercampurnya lumpur dengan sedimentasi kotoran labi-labi. Sedangkan untuk bak pemeliharaan anakan labi-labi, pihak pengelola penangkaran
lebih
berhati-hati
dan
memperhatikan
kebersihan
tempat
pemeliharaan. Pembersihan bak labi-labi dilakukan dengan membersihkan bak dan komponen yang ada di dalam bak secara menyeluruh. Lumut-lumut yang menempel pada dinding bak dan batu bata tempat pakan dibersihkan dengan cara disikat. Pasir dibersihkan dengan cara dicuci dengan air berungkali hingga bersih dan diganti apabila pasir telah berwarna hitam. Sisa-sisa pakan anakan yang tidak habis dimakan dibersihkan dan diangkat dari dalam bak untuk mencegah timbulnya belatung akibat sisa pakan yang membusuk tersebut. 5.1.2.2 Pengelolaan dan pemberian pakan Pakan induk dan anakan labi-labi berbeda disesuaikan dengan ketersediaan pakan yang terdapat di penangkaran. Induk labi-labi diberikan kepala ayam yang sudah dicuci terlebih dahulu dan dibelah menjadi dua bagian. Pemilihan jenis pakan kepala ayam ini disamakan dengan pakan buaya karena untuk mempermudah proses pembersihan dan pemberian pakan juga menghemat biaya pakan. Kepala ayam merupakan makanan utama dan tetap yang diberikan pihak penangkaran kepada induk labi-labi. Pemberian pakan untuk labi-labi dewasa ini diberikan satu minggu dua kali. Berbeda dengan dewasa, anakan labi-labi non uji diberikan pakan yang beraneka macam oleh pihak pengelola penangkaran dikarenakan belum diketahui pakan yang baik bagi pertumbuhan dan disukai oleh anakan labi-labi. Selama penelitian selama dua bulan dapat diketahui pakan yang diberikan adalah antara lain cacing darah, cacahan siput, cacahan daging sapi dan cacahan udang. Jenis pakan yang paling sering diberikan kepada anakan non uji adalah cacahan udang sebanyak 25 kali (45%) sedangkan yang terendah adalah cacahan siput yaitu sebanyak 1 kali (2%) dari keseluruhan total 55 kali pemberian pakan selama penelitian berlangsung. Hal ini dilatarbelakangi ketersediaan pakan di penangkaran yang tidak pasti dan seringkali berubah-ubah disesuaikan dengan kesukaan anakan.
29
Pemberian pakan untuk anakan labi-labi diberikan oleh para animal keeper pada sore hari sekitar pukul 15.00 - 16.00 WIB. Waktu pemberian pakan ini disamakan dengan waktu pemberian pakan buaya yaitu pada sore hari agar pekerjaan pembersihan dan pemotongan kepala ayam dapat dilakukan bersamaan dan lebih ringan. Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan langsung, jumlah pakan yang diberikan untuk dewasa dan anakan labi-labi bervariasi setiap kalinya. Untuk labi-labi dewasa animal keeper memberikan pakan berupa potongan kepala ayam dengan berat pakan sekitar 3 - 5 kilogram sedangkan untuk anakan biasa diberikan 4-5 gram perhari untuk satu ekor anakannya. Pemberian pakan dilakukan dengan cara memberikan pakan langsung kepada labi-labi dengan meletakkan pakan tersebut di dekat tempat hidupnya. Selain itu, terkadang animal keeper melepaskan beberapa kilogram ikan mujair hidup ke dalam kolam labi-labi untuk sebagai cadangan makanan. Untuk labi-labi dewasa, pakan utama yang diberikan berupa kepala ayam di tebarkan di kolam dan membiarkan kepala ayam tersebut sampai habis dimakan. Sedangkan untuk anakan labi-labi, pakan terlebih dicuci bersih dihaluskan sampai benar-benar halus lalu di letakan di tempat yang tidak digenangi air (Gambar 14).
Gambar 14 Cara pemberian pakan (a) labi-labi dewasa dan (b) anakan labi-labi. Pakan yang diberikan kepada induk dan anakan labi-labi biasanya hanya terdiri atas satu jenis pakan saja (tidak dicampurkan dengan jenis pakan lain). Menurut wawancara hal ini dilakukan karena animal keeper belum mengetahui komposisi pakan apa yang paling baik untuk pertumbuhan dan kondisi tubuhnya. Selain itu pemberian satu jenis komposisi pakan ini juga dikarenakan terbatasnya ketersediaan pakan yang tersedia, sehingga pihak penangkaran menyamakan saja jenis pakan labi-labi dewasa dengan jenis pakan buaya.
30
5.1.2.3 Pemeliharaan kesehatan dan penanganan terhadap penyakit Kegiatan pemeliharaan kesehatan dalam penangkaran sangat penting untuk dilakukan untuk mencegah dan mengobati satwa yang terkena gangguan penyakit. dan pencegahan penyakit pada labi-labi meliputi pembersihan lingkungan kandang secara keseluruhan yaitu diantaranya mengganti air kolam seminggu sekali agar labi-labi terhindar dari penyakit dari kotoran yang terdapat di dalam air. Pemantauan kesehatan labi-labi yang dilakukan pihak penangkaran dapat dikatakan sangat minim, hal ini dikarenakan pengetahuan akan pemeliharaan kesehatan labi-labi yang dimiliki masih sangat terbatas. Berdasarkan hasil wawancara dengan animal keeper labi-labi, labi-labi tidak secara rutin di amati langsung kondisi tubuh dan kesehatannya dikarenakan aktivitas labi-labi yang terus menerus menyelam di dalam air sehingga sulit untuk dipantau kesehatannya. Diakui lagi bahwa pemberian obat, vitamin dan desinfektan tidak pernah dilakukan dikarenakan minimnya pengetahuan akan hal ini. Menurut hasil wawancara, labi-labi yang mati tidak diketahui oleh animal keeper dikarenakan individu yang mati tersebut tenggelam di dalam air, dan kemudian diketahui kematiannya setelah karapas atau bangkai labi-labi tersebut mengapung di permukaan air. Jenis-jenis penyakit yang ditemui pada induk labilabi selama pengamatan langsung saat penelitian diantara lain adalah infeksi jamur putih berupa bercak-bercak keputihan pada karapas (white spot), kulit karapas yang terkelupas, adanya kutil (daging tumbuh) pada karapas dan bagian plastron labi-labi serta luka-luka akibat perkelahian atau gigitan individu labi-labi lainnya (Gambar 15).
Gambar 15 Jenis-jenis penyakit yang ditemukan pada labi-labi dewasa (a) bercak jamur putih (white spot), (b) kulit karapas terkelupas, (c) kutil (daging tumbuh) pada bagian plastron dan (d) bagian karapas yang terkoyak.
31
Pada anakan labi-labi belum ditemukan adanya gangguan terhadap penyakit. Anakan yang ditemukan mati di bak penangkaran diduga diakibatkan oleh terjepit dan terjebaknya anakan diantara celah batu bata dan terkubur di dalam pasir tanpa bisa menghirup udara. Meski telah diketahui penyakit yang menyerang labi-labi dewasa dengan melakukan observasi awal, pihak pengelola belum melakukan kegiatan pengobatan dan pencegahan menggunakan obat atau bahan kimia apapun bagi individu labi-labi yang terserang penyakit. 5.1.2.4 Pemeliharaan dan pengelolaan telur labi-labi Induk labi-labi yang akan bertelur segera naik ke daratan dan menggali lubang lalu mengubur telurnya di dalam tanah atau pasir yang tersedia di habitat sekitarnya. Oleh karena itu, pihak penangkaran menyediakan hamparan pasir di sekitar kandang labi-labi agar induk labi-labi memungkinkan untuk bertelur. Sarang labi-labi berbentuk lubang dengan kedalaman 15 – 20 cm dari permukaan pasir. Proses pengumpulan telur diawali dengan mengidentifikasi letak sarang telur labi-labi. Menurut hasil wawancara, agar lebih mudah di ketahui letak sarangnya, animal keeper meratakan terlebih dahulu hamparan pasir yang berada di sekitar kolam labi-labi dewasa. Apabila induk telah bertelur, maka akan terlihat permukaan pasir yang telah diratakan sebelumnya akan tampak lebih menumpuk. Animal keeper lalu segera menggali sarang tersebut lalu mengumpulkan telurtelur tersebut dengan memindahkannya ke kotak pasir dengan hati-hati dan meletakannya sama persis dengan posisi alami telur di dalam sarang (Gambar 16).
Gambar 16 Proses pengoleksian telur labi-labi (a) mengidentifikasi letak sarang, (b) menggali sarang dengan hati-hati lalu mengambil telur, (c) meletakan telur di kotak pemindahan yang telah terisi pasir dan (d) memastikan peletakan telur sesuai dengan peletakan alami di sarang.
32
Telur yang telah dikumpulkan lalu dicatat jumlah totalnya, jumlah telur yang dibuahi (ditandai dengan adanya bintik embrio telur dan terdapat garis transparan pada sekeliling telur) serta jumlah telur yang tidak dibuahi. Telur yang diperkirakan tidak dibuahi tersebut tetap di masukan ke dalam inkubator lalu ditandai oleh keeper dengan meletakan telur agak terpisah dengan telur yang dibuahi agar tidak terjadi kesalahan. Telur yang telah dikoleksi lalu segera dipindahkan ke dalam inkubator telur. Penggunaan inkubator ini telah berhasil menetaskan telur dibandingkan dengan membiarkan penetasan telur di sarang secara alami. Inkubator terletak di dalam kompeks kandang labi-labi dewasa awal. Inkubator terletak di luar ruangan tetapi dilindungi teralis besi dan atap rumbia yang telah dibuatkan oleh pihak pengelola sebelumnya. Inkubator terbuat dari plastik keras tebal dengan ukuran panjang, lebar dan tinggi berturut-turut adalah 1,13 x 0,92 x 0.98 meter (Gambar 17). Pada bagian dalam inkubator terdapat rak peletakan bak telur yang terbuat dari besi berbentuk persegi panjang dengan ukuran 0,68 x 0,67 meter.
Gambar 17 Inkubator telur labi-labi. Telur yang telah dikoleksi dipindahkan ke dalam kotak berpasir lalu diberikan label berupa tanggal koleksi telur dan jumlah telur koleksi dengan menggunakan lempengan plastik yang ditancapkan di permukaan pasir. Kotak telur di letakan secara rapi di atas rak besi di dalam inkubator (Gambar 18). Agar telur labi-labi dapat menetas dengan maksimal, suhu di dalam inkubator tetap dijaga kestabilannya yaitu sekitar 29 – 30 °C. Dibawah rak besi ini terdapat air yang dilengkapi dengan selang-selang udara untuk menjaga kelembapan dalam inkubator serta untuk tempat berenangnya anakan apabila anakan keluar dari kotak telurnya. Selain itu, untuk menjaga suhu di dalam inkubator telah
33
disediakan thermostat (pengatur suhu), lampu serta thermometer (pengukur suhu) untuk memastikan suhu inkubator.
Gambar 18 Tempat kotak pasir dan rak peletakan telur labi-labi di dalam inkubator. Suhu dan kelembapan di dalam inkubator harus selalu terjaga dan stabil. Walaupun telah dibuahi, terkadang telur labi-labi yang diletakan di inkubator tidak berkembang. Telur yang tidak menetas dan tidak berkembang lama kelamaan akan berlumut dan membusuk (Gambar 19). Telur ini harus dibuang oleh animal keeper karena apabila sudah terlalu busuk, telur akan “meledak” dan pecah dengan sendirinya lalu dikhawatirkan akan mengkontaminasi telur yang lain.
Gambar 19 Telur (b) normal dan diperkirakan akan menetas dan (b) berlumut dan diperkirakan akan membusuk dan tidak menetas. Berdasarkan hasil pengamatan dan observasi di lapang, telur labi-labi memerlukan waktu kurang lebih dua bulan lamanya untuk menetas. Telur anakan yang berada di dalam inkubator diawasi dan diperiksa setiap hari oleh animal keeper untuk memastikan suhu yang berada di dalam inkubator cukup dan stabil. Selain mengecek suhu di dalam inkubator, animal keeper juga memastikan kondisi telur yang berada di dalam inkubator. Proses menetasnya telur menjadi anakan dimulai dengan dipecahkannya telur dengan dorongan kepala anakan. Setelah itu, anakan mulai “berputar” untuk memecahkan sisi telur yang lain
34
dengan dorongan kepalanya. Setelah berhasil mengeluarkan dirinya dengan sempurna dari cangkang telur, anakan lalu segera berkeliling bak pasir untuk mencari air (Gambar 20). Waktu total menetasnya anakan ini membutuhkan waktu 2 – 4 jam dari awal hingga berhasil menetas dengan sempurna.
Gambar 20 Proses menetasnya anakan labi-labi di dalam inkubator (a) memecahkan cangkang telur pertama kali dengan menggunakan dorongan kepala, (b) kepala dan tangan menjulur keluar cangkang telur, (c) badan sudah sebagian besar keluar cangkang dan (d) berjalan berkeliling kotak pasir. Individu anakan yang lemah dan tidak dapat membuka cangkang telurnya sendiri terkadang dibantu penetasan telurnya oleh animal keeper. Telur tersebut dibuatkan lubang penetasan awal lalu membiarkan anakan tersebut keluar dari telurnya secara alami. Penetasan dengan bantuan manusia ini dihindari oleh animal keeper dikarenakan menurutnya anakan yang proses penetasannya dibantu oleh tangan manusia akan tidak kuat bertahan dan mudah mati. Anakan yang telah menetas langsung di pindahkan ke dalam kotak pemeliharaan sementara. Kotak pemeliharaan ini terbuat dari plastik dengan ukuran (38 x 30 x 12) cm. Kotak pemeliharaan ini biasanya diisi dengan anakan sebanyak 2 – 4 ekor dan dilengkapi dengan lapisan pasir sebagai tempat bersembunyi anakan sedalam kurang lebih 4 cm dan air yang dibatasi oleh batu bata untuk tempat peletakan pakan (Gambar 21). Dalam kotak pemeliharaan sementara ini, anakan akan dipantau kesehatan tubuhnya dan kekuatan tubuhnya untuk bisa nantinya dipindahkan ke dalam bak besar pemeliharaan anakan.
35
Gambar 21 Tempat dan kotak pemeliharaan anakan sementara. 5.1.2.5 Suhu, kelembaban dan pH kolam pemeliharaan labi-labi Hasil pengukuran suhu di kandang labi-labi dewasa menunjukkan kondisi suhu kandang yang relatif stabil. Naik dan turunnya suhu disebabkan oleh pengaruh cuaca dan angin. Fluktuasi terjadi karena cuaca yang cenderung berubah-ubah selama waktu pengukuran. Suhu kandang pada pagi hari berkisar antara 28°C – 30°C dengan rataan suhu sebesar 29,68°C, siang hari berkisar antara 32°C - 35°C dengan rataan suhu 32,91°C,sore hari berkisar antara 29°C 32°C dengan rataan sebesar 30,11°C dan pada malam hari berkisar antara 28°C 30°C dengan rataan sebesar 29,08°C. Kelembaban pada pagi hari berkisar antara 54%-78%, siang hari berkisar antara 55%-73%, sore hari berkisar antara 61%78% dan pada malam hari berkisar antara 64%-85%. Labi-labi menghabiskan sebagian besar hidupnya di dalam air. pH air merupakan ukuran toleransi yang penting dimana ukuran suatu nilai pH air tersebut dapat menentukan kemampuan labi-labi dapat menyesuaikan diri dengan nilai pH tersebut atau tidak. Pengukuran pH air dilakukan seminggu sekali selama delapan minggu dengan mencelupkan kertas indikator pH lalu mencocokannya dengan indikator nilai pH. Berdasarkan hasil pengukuran, nilai pH air kolam labilabi dewasa berkisar antara 7 - 8. 5.1.3
Uji coba preferensi pakan anakan labi-labi
5.1.3.1 Tingkat konsumsi, preferensi dan palatabilitas pakan Rataan pakan yang dikonsumsi oleh anakan labi-labi selama sembilan minggu adalah 2,54 g/ekor/hari untuk keseluruhan jenis pakan yang diberikan, dan jenis pakan yang paling besar jumlah konsumsinya adalah ubi jalar kuning dengan rataan konsumsi sebesar 3,65 g/ekor/hari (Tabel 7).
36
Tabel 7 Rataan pakan yang dikonsumsi anakan (g/ekor/hari)
Ikan tongkol
Udang
Bayam
Ubi jalar kuning
Minggu 1
1,84
1,26
1,21
1,35
Jumlah konsumsi keseluruhan pakan 5,65
Minggu 2
2,03
1,97
1,36
2,93
8,29
Minggu 3
2,31
2,07
0,97
3,28
8,63
Minggu 4
2,44
1,98
1,08
3,47
8,97
Minggu 5
2,99
2,71
1,15
3,79
10,64
Minggu 6
2,11
2,72
1,05
3,93
9,81
Minggu 7
3,61
1,88
1,08
4,08
10,65
Minggu 8
4,59
2,36
1,73
4,86
13,54
Minggu 9
4,79
3,32
1,86
5,14
26,70 2,97 ± 1,12
20,28 2,25 ±0,60
11,49 1,28 ± 0,32
32,83 3,65 ± 1,11
15,11 91,30
Jenis Pakan Minggu ke-
Jumlah Rataan (SD)
10,14 ± 2,83
Jenis pakan ubi jalar kuning merupakan jenis pakan yang tingkat konsumsinya per hari selama 9 minggu terus meningkat. Sedangkan untuk konsumsi jenis pakan ikan tongkol sempat mengalami penurunan dari minggu ke5 hingga minggu ke-6, namun kembali naik pada minggu sampai penelitian penelitian berakhir. Sama halnya dengan jenis konsumsi pakan ikan tongkol, konsumsi jenis pakan udang sempat menurun pada minggu ke-6 hingga minggu ke-8 kemudian kembali naik sampai akhir penelitian pada minggu ke-9. Sedangkan untuk jenis pakan bayam yang merupakan jenis pakan dengan tingkat konsumsi terendah, konsumsi sempat menurun dan stabil pada minggu ke-2 hingga minggu ke-8, lalu meningkat kembali sampai akhir penelitian (Gambar
Konsumsi pakan (g/ekor/har)
22). 6.00 5.00 4.00
Pakan ikan tongkol
3.00
Pakan udang
2.00
Pakan bayam
1.00
Pakan ubi
0.00 0
2
4 6 8 Waktu pengamatan
10
Gambar 22 Rataan konsumsi pakan anakan per jenis pakan yang diberikan selama penelitian (g/ekor/hari).
37
Selain menghitung besarnya jumlah peningkatan konsumsi pakan per minggu selama penelitian, dilakukan juga perhitungan keseluruhan total konsumsi ke-15 anakan uji untuk mengetahui jenis pakan yang paling disukai dan yang paling tidak disukai oleh anakan. Berdasarkan perhitungan, jenis pakan yang paling banyak dan paling disukai anakan adalah ubi dengan jumlah rataan konsumsi mencapai 229,80 g/ekor, selanjutnya adalah cacahan ikan tongkol sebesar 186,92 g/ekor, cacahan udang 141,96 g/ekor dan pakan yang paling rendah konsumsinya adalah cacahan bayam dengan rataan konsumsi sebesar 80,40 g/ekor selama penelitian berlangsung. Berdasarkan data preferensi pakan tersebut, dilakukan analisis preferensi pakan dengan menggunakan pendekatan Metode Neu (Indeks preferensi). Berdasarkan hasil analisis, terlihat bahwa jenis pakan yang paling disukai oleh anakan labi-labi adalah jenis pakan ubi jalar kuning dan diikuti oleh jenis pakan ikan tongkol dengan nilai indeks preferensi w > 1 yaitu nilai indeks preferensi ubi jalar kuning 1,44 dan ikan tongkol 1,17. Kriteria kesukaan ini disesuaikan berdasarkan dengan metode pendekatan Neu et al. (1947) yaitu setelah apabila nilai w ≥ 1 maka pakan tersebut disukai oleh anakan dan apabila nilai w ≤ 1 maka jenis pakan tersebut tidak disukai oleh anakan (Tabel 8). Tabel 8 Tingkat kesukaan anakan terhadap pakan dengan metode Indeks Neu Jenis pakan
Ketersediaan
Penggunaan
Indeks Preferensi W B
A P N U E Ikan 3685,50 0,25 186,92 0,29 159,77 1,17 Tongkol Udang 3685,50 0,25 141,96 0,22 159,77 0,89 Bayam 3685,50 0,25 80,40 0,13 159,77 0,50 Ubi Jalar 3685.50 0,25 229,80 0,36 159,77 1,44 Kuning Jumlah 14742,00 1,00 639,08 1,00 639,08 4,00 Keterangan : a : jumlah pakan yang teramati p : proporsi jumlah pakan yang teramati n : jumlah masing-masing jenis pakan yang teramati dimakan u : proporsi jumlah masing-masing pakan yang teramati dimakan ( /⅀n) e : nilai harapan w : indeks preferensi ( / ) b : indeks seleksi yang distandarkan ( / ⅀w)
Tingkat kesukaan
0,29
2
0,22 0,13
3 4
0,36
1
1,00
Berdasarkan pengamatan preferensi dan palatabilitas jenis pakan, jumlah rata-rata konsumsi ubi jalar kuning dikonsumsi lebih besar daripada rata-rata
38
pakan lain. Jumlah konsumsi ubi jalar kuning yaitu sebesar 3,65 g/ekor/hari selama penelitian berlangsung dengan tingkat palatabilitas sebesar 87,24 %. Sedangkan untuk jenis pakan yang lain yaitu pakan ikan tongkol dengan tingkat palatabilitas 76,08%, pakan udang dengan tingkat palatabilitas 57,78% dan yang jenis pakan yang memiliki tingkat palatabilitas terendah yaitu halusan tumbukan bayam dengan nilai palatabilitas sebesar 32,73% (Gambar 23) Ikan tongkol
76.08
Udang
57.78
Bayam
32.73
% palatabilitas pakan
Ubi kuning
87.24
-
20.00
40.00
60.00
80.00 100.00
Gambar 23 Persentase palatabilitas keseluruhan anakan per jenis pakan yang diberikan. 5.1.3.2 Pertumbuhan anakan uji Pertumbuhan merupakan salah satu ciri makhluk hidup. Pertumbuhan satwa yang baik ditandai dengan bertambahnya parameter ukur anakan uji secara terus
menerus (kontinyu) tanpa adanya
pengurangan
atau penyusutan
pertumbuhan. Pertumbuhan anakan uji dapat dilihat dengan cara mengukur beberapa parameter ukur yang dapat menunjukan terjadinya pertumbuhan, parameter yang diambil untuk mengetahui pertumbuhan anakan adalah dengan mengukur panjang lengkung karapas (PLK), lebar lengkung karapas (LLK) dan bobot anakan uji sekali dalam rentang waktu seminggu sekali selama semb1ilan minggu percobaan (Tabel 9). Tabel 9 Rataan pertumbuhan anakan uji per minggu pengamatan Rataan pertumbuhan
Minggu pengamatan 0
1
2
3
4
5
6
7
PLK (cm)
4,64
4,73
4,83
4,89
LLK (cm)
4,10
4,20
4,27
4,36
Bobot (g)
14,73
15,27
16,43
17,33
8
9
5,06
5,1
5,27
4,47
4,57
4,65
5,48
5,6
5,85
4,82
4,95
5,05
18,87
19,80
20,93
24,40
26,03
27,10
Rataan pertumbuhan panjang lengkung karapas (PLK) dan lebar lengkung karapas (LLK) dan bobot tubuh keseluruhan anakan uji dalam satuan cm selama 9 minggu pemberian secara umum konstan naik, tidak terlihat adanya pertumbuhan yang terhenti atau berkurang. Hal ini ditunjukkan dengan grafik pertumbuhan
39
panjang lengkung karapas, lebar lengkung karapas dan bobot tubuh yang terus meningkat setiap minggunya. Pada grafik rataan pertumbuhan panjang lengkung karapas dan lebar lengkung karapas terlihat pertumbuhan meningkat secara konstan setiap minggunya, tidak terjadi pelonjakan secara signifikan pada minguminggu tertentu. Sedangkan untuk rataan pertumbuhan bobot tubuh keseluruhan anakan terlihat meningkat pada minggu ke 6 menuju minggu ke 7. Berdasarkan data rataan laju pertumbuhan panjang lengkung karapas anakan dalam 63 hari (9 minggu penelitian dapat dihitung laju pertumbuhan panjang lengkung karapas anakan uji adalah sebesar 0,02 cm/ekor/ekor, lebar lengkung karapas anakan uji adalah sebesar 0,02 cm/ekor/hari dan laju pertumbuhan bobot tubuh anakan adalah sebesar 0,20 g/ekor/hari (Tabel 10). Tabel 10 Laju pertumbuhan tiap individu anakan uji Individu
Parameter pertumbuhan PLK (cm/hari)
LLK (cm/hari)
Bobot (g/hari)
Anakan 1
0,02
0,01
0,19
Anakan 2
0,02
0,02
0,33
Anakan 3
0,03
0,02
0,33
Anakan 4
0,03
0,03
0,37
Anakan 5
0,04
0,03
0,47
Anakan 6
0,02
0,01
0,13
Anakan 7
0,02
0,02
0,21
Anakan 8
0,01
0,01
0,12
Anakan 9
0,01
0,01
0,13
Anakan 10
0,02
0,01
0,21
Anakan 11
0,02
0,01
0,12
Anakan 12
0,02
0,01
0,1
Anakan 13
0,01
0,01
0,1
Anakan 14
0,01
0,01
0,05
0,01 0,02 cm/ekor/hari
0,01 0,02 cm/ekor/hari
0,1 0,2 g/ekor/hari
Anakan 15 Rataan LP*
*keterangan : LP (laju pertumbuhan)
Laju pertumbuhan panjang lengkung karapas (PLK) tertinggi ditunjukan oleh individu anakan uji 5 dengan 0,04 cm/hari, hampir 2 kali lipat apabila dibandingkan dengan laju pertumbuhan PLK keseluruhan anakan uji. Sedangkan laju pertumbuhan lebar lengkung karapas tertinggi ditunjukan oleh individu anakan 4 dan 5 dengan 0,03 cm/hari, lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata
40
laju pertumbuhan total keseluruhan anakan yang hanya sebesar 0.02 cm/hari yaitu. Untuk pertambahan laju bobot tubuh anakan tertinggi ditunjukan oleh anakan uji 5 dengan laju pertumbuhan bobot sebesar 0,43 gram/hari, hampir 2 kali lipat dibandingkan dengan laju pertambahan bobot keseluruhan anakan yaitu 0,2 gram/hari. 5.1.3.3 Efisiensi biaya pakan anakan uji Perhitungan biaya pakan untuk anakan labi-labi berumur 1-3 bulan dilakukan dengan menghitung efisiensi pemberian pakan berdasarkan jumlah konsumsi anakan perharinya. Harga ubi kuning sebagai bahan pakan yang paling tinggi tingkat konsumsinya merupakan jenis pakan yang paling murah harganya yaitu Rp 3000/kg, sedangkan ikan tongkol yang menempati urutan kedua jenis pakan yang paling banyak dikonsumsi memiliki harga yang cukup mahal yakni Rp 15.000/kg. Jumlah konsumsi anakan (gram/ekor/anakan) yang telah diketahui lalu dikalkulasikan dengan harga pakan perkilogramnya dalam rupiah. Maka akan didapatkan biaya pakan per ekor perharinya dalam rupiah (Tabel 11). Tabel 11 Perbandingan biaya pakan/ekor/hari Jumlah konsumsi (gram/anakan/hari)
Harga/kg (Rp)
Biaya pakan per ekor per hari (Rp)
Pakan ikan tongkol
2,97
15.000
44,51
Pakan udang
2,25
30.000
67,60
Pakan bayam
1,28
5.000
6,38
Pakan ubi
3,65
3.000
10,94
Jenis pakan
Harga pakan yang digunakan pada penelitian ini per kilogram rata-rata adalah ikan tongkol Rp 15.000/kg, udang Rp 30.000/kg, bayam Rp 5.000/kg dan ubi kuning Rp 3.000/kg. Berdasarkan hasil perhitungan, biaya pakan yang harus dikeluarkan adalah cacahan ikan tongkol sebesar Rp 44,51/ekor/hari, cacahan udang sebesar Rp 67,60/ekor/hari, cacahan bayam sebesar Rp 6,38/ekor/hari dan parutan ubi sebesar Rp 10,94/ekor/hari. Hasil perhitungan biaya pakan terendah untuk pemberian pakan anakan anakan yang berumur 1-3 bulan adalah Rp 6,38/ekor/hari untuk jenis pakan bayam. Namun, perlu diperhatikan bahwa, jenis pakan bayam ini merupakan jenis pakan yang paling tidak disukai oleh anakan uji. Oleh karena itu pihak pengelola lebih baik mempertimbangkan jenis pakan
41
yang paling disukai dan yang paling baik bagi pertumbuhan anakan yaitu jenis pakan ubi kuning dan cacahan ikan tongkol. 5.1.3.4 Aktivitas harian anakan labi-labi uji Hasil pengamatan menunjukan terdapat enam aktivitas umum yang dilakukan oleh anakan labi-labi uji secara umum setiap hari. Keenam aktivitas harian yang terlihat saat pengamatan antara lain adalah aktivitas bersembnyi dalam pasir, mengambil napas, diam, bergerak berpindah (berjalan, berenang dan aktivitas bergerak lainnya yang melebihi panjang tubuh labi-labi), menyelam dan makan. Pengamatan aktivitas anakan uji ini dilakukan pada pagi, siang dan malam hari (Gambar 24).
Aktivitas terlihat (%)
60.00 50.00 Bersembunyi dalam pasir
40.00
Mengambil napas
30.00
Diam Bergerak berpindah
20.00
Menyelam dalam air
10.00
Makan
Pagi
Siang Malam Waktu pengamatan
Gambar 24 Aktivitas harian anakan uji pada rentang waktu pengamatan pagi, siang dan malam hari. Pada pengamatan pagi hari yang dilakukan pada rentang pukul 07.00 – 10.00 WIB, diketahui aktivitas yang paling dominan dilakukan anakan labi-labi adalah bersembunyi dalam pasir sebesar 45%. Selain aktivitas bersembunyi dalam pasir, anakan uji juga seringkali diam (29%) dan mengambil nafas dengan cara menyembulkan kepala atau hidung saja di permukaan pasir atau di permukaan air (21%). Untuk aktivitas makan, anakan labi-labi menghabiskan 1% dari seluruh waktu pengamatan. Pengamatan aktivitas yang dilakukan pada siang hari menunjukan bahwa aktivitas yang paling dominan dilakukan oleh anakan labi-labi uji pada siang hari adalah bersembunyi dalam pasir dengan persentase
42
sebesar 50%. Selain aktivitas bersembunyi dalam pasir, aktivitas yang terlihat adalah diam (33%) dan mengambil nafas dipermukaan pasir (17%). Sedangkan untuk aktivitas bergerak berpindah, menyelam dan makan tidak terlihat sama sekali pada saat pengamatan berlangsung. Pengamatan aktivitas harian pada malam hari menunjukan bahwa aktivitas dominan adalah bersembunyi dalam pasir sebesar 48%. Selain bersembunyi dalam pasir, anakan uji juga seringkali terlihat diam (25%) dan mengambil nafas dari permukaan pasir atau dari dalam air (23%). Sama seperti pada waktu pengamatan pada pagi hari, aktivitas makan hanya terlihat sebesar 1% saja dari keseluruhan waktu pengamatan. Aktivitas makan yang berkaitan dengan uji coba pemberian pakan terhadap anakan uji hanya terlihat pada waktu pengamatan pagi dan malam hari saja. Berdasarkan persentase aktivitas per waktu pengamatan, persentase aktivitas yang paling rendah terlihat pada siang hari. Pada siang hari, hanya tiga aktivitas saja yang teramati yaitu bersembunyi dalam pasir, diam dan mengambil nafas, sedangkan untuk aktivitas bergerak berpindah, menyelam dan makan tidak terlihat. Untuk hasil pengamatan aktivitas pada pagi hari dan malam hari, komposisi aktivitas cukup berimbang. Hal ini dibuktikan dengan terlihatnya enam aktivitas umum labi-labi yang mencakup bersembunyi dalam pasir, diam, mengambil nafas, bergerak berpindah, menyelam dan makan dengan komposisi nilai persentase di kedua waktu pengamatan yang berdekatan. Aktivitas ekskresi yaitu pembuangan kotoran (feses) dan pembuangan urin tidak teramati selama waktu pengamatan. Akan tetapi feses atau kotoran anakan uji terlihat berada di dalam masing-masing kotak pemeliharaan. Pembuangan kotoran ini diduga dilakukan anakan uji ketika pengamat tidak mengamati anakan. Kotoran anakan berbentuk lonjong seperti butiran beras dengan ukuran panjang kotoran mencapai kurang lebih 1 cm (Gambar 25). Tiap anakan mengeluarkan kotoran sekitar 2 sampai 5 butir setiap harinya.
Gambar 25 Bentuk dan ukuran feses anakan labi-labi uji.
43
5.2
Pembahasan
5.2.1
Pengadaan bibit dan karakteristik labi-labi Labi-labi banyak dimanfaatkan di Indonesia untuk kepentingan komersil
seperti konsumsi dan binatang peliharaan. Labi-labi lebih banyak dimanfaatkan untuk keperluan konsumsi dibandingkan dengan binatang peliharaan dikarenakan labi-labi termasuk satwa agresif dan tidak cocok bagi para pemula (Flank 1997). Labi-labi popular di kalangan masyarakat yang berasal dari etnis Cina untuk dijadikan sup yang bernama pi-oh. Sup pi-oh banyak ditemukan di daerah yang terdapat banyak etnis Cina yaitu Jakarta, Balikpapan, Pontianak, Medan dan Bali (Ditjen PHKA 2008). Mereka mempercayai bahwa dengan mengkonsumsi sup pioh ini dapat meningkatkan stamina (obat kuat untuk meningkatkan birahi). Adanya kepercayaan ini menyebabkan banyaknya permintaan terhadap labi-labi sehingga perlu dilakukan kegiatan budidaya untuk meminimalisir penangkapan labi-labi di alam yang dapat mengakibatkan ancaman kepunahan terhadap satwa ini. Penangkaran labi-labi di PT. Ekanindya Karsa tergolong masih dalam kegiatan uji coba pemeliharaan dan pembudidayaan seperti yang telah diatur di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1999 mengenai pengadaan bibit satwa dalam rangka usaha pelestarian dan pembudidayaan di luar habitat aslinya (eks-situ). Sumber bibit satwa untuk kegiatan ini berasal dari dua sumber yaitu yang berasal dari alam dan hasil pembiakan dari penangkaran. Sumber bibit labilabi dewasa yang berada di penangkaran ini berasal dari tangkapan langsung dari alam. Bibit labi-labi didatangkan dari Pontianak, Kalimantan Barat dengan menggunakan jalur udara. Terhitung sejak didatangkan pertama kali, jumlah labi-labi dewasa yang berada di penangkaran berkurang akibat kematian. Jumlah awal labi-labi sebanyak 14 ekor terus menurun hingga menjadi 9 ekor pada tahun awal kegiatan budidaya ini, diduga akibat gagalnya individu labi-labi beradaptasi dengan lingkungan dan habitatnya yang baru. Belum adanya syarat dan kriteria pengadaan labi-labi sebagai bibit menjadikan labi-labi yang berada di penangkaran ini berkualitas rendah. Mengingat populasinya yang hanya berjumlah 9 ekor dengan komposisi 3 ekor jantan dan 6 ekor betina dapat
44
diperkirakan bahwa bibit ini memiliki tingkat variabilitas genetik yang rendah dan dapat mengakibatkan menurunnya kualitas genetik pada turunannya (Novriyanti 2011). Permasalahan mengenai variasi genetik ini juga diungkapkan oleh Thohari (1988) yang menyebutkan bahwa kualitas bibit dalam usaha penangkaran penting untuk diperhatikan khususnya dalam hal perolehan bibit dan variasi genetiknya karena sangat mempengaruhi kualitas genetik turunannya. Adanya penambahan bibit dewasa yang berasal dari sumber dan habitat yang berbeda di penangkaran ini dapat menjadi salah satu solusi untuk mengurangi rendahnya variasi genetik pada dewasa dan anakan labi-labi yang akan dihasilkan. Bibit yang berasal dari alam hendaknya dikurangi jumlahnya karena bibit tersebut harus ditangkap secara paksa dan berpotensi melukai serta mengurangi kualitas dan daya tahan hidup individu tersebut. Oleh karena itu, untuk persediaan bibit di dalam penangkaran dalam jangka waktu yang panjang, sebaiknya bibit merupakan hasil dari perkembangbiakan dari penangkaran karena dianggap telah memiliki kemampuan adaptasi yang lebih baik di luar habitat aslinya dibandingkan dengan individu yang berasal dari tangkapan langsung secara liar di alam. Bibit labi-labi yang telah datang hendaknya melalui masa percobaan adaptasi terlebih dahulu yaitu memperhatikan perkembangan tubuh, tingkah laku alami dan konsumsi pakan dengan cara menyesuaikan habitat dan jenis pakannya semirip mungkin ketika berada di alam. Apabila bibit telah mampu menunjukkan ciri-ciri alaminya maka kegiatan budidaya dapat dilanjutkan. Pengukuran dan penimbangan dilakukan untuk mengetahui karakteristik morfometri labi-labi. Pengukuran dan penimbangan dilakukan pada seluruh labilabi dewasa yang berjumlah 9 ekor, telur labi-labi yang dihasilkan berjumlah 25 butir yang terbagi atas 2 kelompok telur yang berbeda dan anakan hasil tetasan telur tersebut yang berjumlah 30 ekor. Data karakteristik morfometri labi-labi ini dapat dijadikan acuan untuk memelihara dan mengelola labi-labi di penangkaran PT. Ekanindya Karsa baik dari segi estimasi pakan yang akan diberikan, pengaturan nisbah jumlah induk untuk kepentingan reproduksi maupun pengaturan penetasan telur labi-labi.
45
Proses pengukuran karakteristik morfometri labi-labi dewasa diawali dengan memindahkan seluruh labi-labi dewasa ke daratan untuk mempermudah proses pengukuran. Berdasarkan hasil pengukuran terhadap 9 ekor individu dewasa didapatkan rataan panjang lengkung karapas sebesar 43,33 cm, lebar lengkung karapas 35,33 cm dan bobot tubuh 10,11 kg (Tabel 3). Berdasarkan hasil identifikasi terhadap jenis kelamin, terdapat 3 jantan dan 6 betina. Berdasarkan pengukuran panjang dan lengkung karapas serta penimbangan bobot tubuh labi-labi dewasa terlihat bahwa individu betina memiliki ukuran morfometrik yang lebih kecil dibandingkan individu jantan. Panjang lengkung karapas labi-labi dewasa jantan setelah dirata-ratakan terlihat lebih panjang dibandingkan betina. Rataan panjang lengkung karapas betina adalah 42 cm, sedangkan rataan panjang lengkung karapas jantan adalah 46 cm. Rata-rata lebar lengkung karapas labi-labi dewasa betina lebih pendek dibandingkan jantan. Rataan lebar lengkung karapas betina adalah 34,5 cm, sedangkan rataan lebar lengkung karapas jantan adalah 37 cm. Sama seperti dua parameter ukur sebelumnya, bobot tubuh labi-labi dewasa betina setelah dirataratakan lebih ringan dibandingkan dengan individu jantan. Rataan bobot tubuh labi-labi dewasa betina adalah 9,3 kg sedangkan rataan bobot tubuh individu jantan adalah 11,67 kg. Rataan panjang lengkung karapas, lebar lengkung karapas dan bobot tubuh labi-labi dewasa jantan secara umum lebih besar dibandingkan dengan individu betina. Terjadinya perbedaan rataan ukuran antara individu jantan dan betina ini disebabkan oleh adanya perbedaan ukuran dan bentuk tubuh berdasarkan jenis kelamin. Menurut Amri dan Khairumman (2002), induk jantan memiliki ukuran tubuh yang lebih besar dibandingkan dengan individu betina, walaupun kedua individu tersebut memiliki umur yang sama. Perbedaan ukuran labi-labi jantan dan betina ini juga akan mengakibatkan berbedanya ukuran panjang lengkung karapas, lebar lengkung karapas dan bobot tubuh labi-labi yang diukur. Selanjutnya disebutkan dalam Amri dan Khairumman (2002), bentuk cangkang labi-labi jantan lebih oval (lonjong) dibandingkan cangkang betina, hal ini juga akan menyebabkan panjang lengkung karapas labi-labi jantan akan lebih panjang dibandingkan dengan betina.
46
Setiap kali bertelur, labi-labi dewasa menghasilkan jumlah telur yang berbeda dalam setiap kelompok telurnya (clutch eggs). Pada umumnya jumlah telur dalam setiap kelompok berjumlah sekitar 11 sampai 19 butir (Tabel 4). Menurut Lim dan Das (1999), dalam satu tahun labi-labi dewasa dapat menghasilkan 3 sampai 4 sarang yang berisi 5 sampai 30 butir telur. Sedangkan menurut Iskandar (2000), labi-labi dapat menghasilkan sekitar 40 butir telur dalam satu kali bertelur dan dapat bertelur sampai empat kali dalam setahun. Pengukuran karakteristik morfometri telur labi-labi dilakukan untuk mengetahui ukuran rataan diameter dan bobot telur setiap kelompok telur yang diukur. Data diameter dan bobot telur ini dapat dijadikan acuan ada atau tidaknya perkembangan embrio di dalam cangkang telur. Pengukuran dan penimbangan telur (Tabel 5) yang telah dilakukan terhadap rataan telur berdasarkan kelompok telur yang berada di PT. Ekanindya Karsa, rataan diameter telur memiliki ukuran dengan kisaran 3,01 – 3,40 cm. Lim dan Das (1999) mengatakan diameter telur labi-labi berkisar antara 1,5 – 3,0 cm. Diameter telur labi-labi yang berada PT. Ekanindya Karsa secara umum tergolong besar dan melebihi rataan diameter telur. Rataan bobot telur yang berada di PT. Ekanindya Karsa adalah berkisar 17,00 – 22,40 gram. Rataan bobot telur yang berada di PT. Ekanindya Karsa ini sesuai dengan bobot telur labi-labi umum yang diungkapkan oleh Maswardi et al. (1996) yaitu antara 18 – 35 gram/butir telurnya. Anakan labi-labi berjumlah 45 ekor berasal dari kelompok telur yang berbeda (Tabel 6). Berdasarkan hasil pengukuran, ukuran anakan yang baru menetas diperoleh rataan panjang anakan berkisar antara 4,21 – 4,68 cm, rataan lebar lengkung karapas sekitar 3,68 – 4,24 cm dan rataan bobot tubuh berkisar antara 9,95 – 12,59 gram. Ukuran karapas anakan pada saat baru menetas berkisar antara 3,7 – 4,9 cm secara umum (Maswardi et al. 1996). Apabila dilakukan perbandingan dengan literatur yang ada, maka ukuran panjang anakan labi-labi di PT. Ekanindya Karsa termasuk normal. Karakteristik morfologis labi-labi dilakukan dengan mengamati dan mengobservasi langsung seluruh labi-labi baik dewasa, anakan serta telur yang ada di PT. Ekanindya Karsa. Setelah dilakukan obeservasi dan pengamatan
47
langsung terhadap individu dewasa dan anakan, ternyata diperoleh beberapa perbedaan morfologis, diantaranya adalah kepala, karapas dan ekor. Secara umum, kepala labi-labi dewasa akan terlihat lebih polos dibandingkan dengan anakan labi-labi. Anakan labi-labi memiliki pola berbintik berwarna krem yang hampir memenuhi kepala hingga leher anakan. Hal ini serupa seperti yang diungkapkan Iskandar (2000) yang menyatakan bahwa kepala labi-labi biasanya ditutupi oleh bintik-bintik kuning dan hitam terutama individu muda. Bagian pelindung badan labi-labi terdiri atas bagian dorsal (punggung) yang disebut karapas dan bagian ventral (dada) yang disebut plastron. Induk memiliki karapas yang kokoh, tonjolan tulang karapas dan tidak terdapat pola berbintik berwarna hitam. Sedangkan pada anakan memiliki karapas yang sangat lembut dan memiliki pola berwarna hitam kecoklatan yang tersebar teratur di bagian karapasnya. Bentuk perisai karapas dewasa dan anakan labi-labi bervariasi yaitu lonjong (oval) dan membulat. Pernyataan ini diperkuat oleh Lim dan Das (1999) yang menyatakan bahwa labi-labi memiliki karapas yang lonjong cenderung membulat. Hal serupa dijelaskan pula oleh Iskandar (2000) yaitu perisai labi-labi berbentuk bulat dengan lipatan memanjang yang halus dan terputus-putus. Pola lipatan dan garis terputu-putuss ini lebih terlihat pada individu anakan dibandingkan dengan individu labi-labi dewasa. Perbedaan yang paling nyata antara dewasa dan anakan labi-labi terlihat pada ekor. Labi-labi dewasa memiliki ekor yang berwarna putih yang kuat serta memiliki struktur kulit ekor yang berlipat-lipat (keriput) dan bisa dijadikan indikator pembeda antara individu dewasa jantan dan dewasa betina. Sedangkan anakan labi-labi memiliki ekor yang pendek dan berwarna kuning pada ujungnya dan ekor pada anakan belum dapat dijadikan indikator pembeda antara individu labi-labi jantan dan betina. Secara umum dewasa dan anakan labi-labi memiliki perbedaan ciri morfologis yang tidak terlalu signifikan. Hasil pengamatan telur labi-labi berbentuk bulat dan memiliki kulit cangkang telur yang keras, tidak seperti telur penyu yang memiliki kulit cangkang yang lunak, hal ini sesuai dengan pernyataan Maswardi et al. (1996) yang menyatakan bahwa tekstur bagian luar telur labi-labi relatif keras. Menurut hasil wawancara dengan animal keeper terdapat perbedaan antara telur yang dibuahi
48
dan telur yang tidak dibuahi oleh induk. Telur yang dibuahi oleh induk akan tampak ban (pita) putih yang mengelilingi telur, apabila diterangi dengan cahaya lampu bohlam akan tampak titik embrio janin serta telur yang dibuahi akan tampak lebih gelap warnanya. Sedangkan untuk telur labi-labi yang tidak dibuahi warna telur akan tempak lebih tranparan, tidak ada ban (pita) putih yang mengelilingi telur sesekali akan muncul noda-noda putih. Telur yang tidak dibuahi ini lama kelamaan akan berjamur dan membusuk. Hasil wawancara dengan animal keeper ini sesuai dengan pernyataan Maswardi et al. (1996) yaitu telur yang dibuahi akan berwarna coklat keabu-abuan dan telur yang tidak dibuahi ditandai dengan adanya bercak-bercak putih yang besar pada telur. 5.2.2 Pengelolaan dan pemeliharaan labi-labi Kegiatan pemeliharaan yang dilakukan oleh pihak pengelola penangkaran menentukan kualitas hidup dan kesejahteraan satwa dalam penangkaran. Aspek pemeliharaan
seperti
pemeliharaan
habitat
buatan,
pengelolaan
pakan,
pencegahan dan pemeliharaan terhadap penyakit serta pengelolaan reproduksi baik dewasa dan pemeliharaan terhadap hasil reproduksi merupakan aspek utama dalam penangkaran yang harus diperhatikan secara seksama oleh pihak pengelola penangkaran. Tingginya tingkat kesejahteraan dan kualitas hidup satwa di dalam penangkaran harus diprioritaskan oleh pihak penangkaran. Terjaminnya kesejahteraan satwa serta kualitas hidupnya selama di penangkaran, maka satwa tersebut akan hidup secara alami seperti habitat aslinya di alam. Kandang merupakan habitat buatan yang umum dipakai di dalam penangkaran dan harus memenuhi semua kebutuhan hidup dan perkembangan satwa. Kandang dan tempat pemeliharaan yang baik harus memenuhi kebutuhan akan luas untuk pergerakan satwa, suhu dan kelembapan serta sirkulasi udara yang cukup. Sebagai satwa yang menghabiskan hidupnya lebih banyak di air, labi-labi memerlukan air yang cukup dan sesuai sebagai media hidupnya. Selain tersedianya kandang beserta komponen pelengkapnya secara lengkap seperti pasir untuk bertelur dan tempat naik ke permukaan air, ketersediaan kolam dan pengelolaan pengairan dan sanitasi air di kolam tersebut juga harus selalu diperhatikan.
49
Kandang labi-labi dewasa yang terletak di penangkaran PT. Ekanindya Karsa secara umum telah memenuhi syarat kandang yang baik. Hal ini dapat disimpulkan karena kandang yang tersedia telah dianggap mampu memenuhi kebutuhan hidup labi-labi. Komponen umum yang telah ada di dalam kandang ini adalah kolam sebagai tempat hidup dan berlindung, dan daratan berpasir sebagai tempat bertelur. Labi-labi yang berjumlah 9 ekor ditempatkan di kandang yang cukup luas yaitu kurang lebih seluas total 136 m² yang terbagi atas daratan berpasir dan kolam. Daratan berpasir kurang lebih seluas 88 m² dan kolam air seluas 48 m². Luasan kandang dan kolam ini dinilai telah memadai untuk pergerakan dan pertumbuhan labi-labi dewasa yang diperkirakan memerlukan luas minimum untuk bergerak sebesar 10 m² (Amri & Khairumman 2002). Luasan kandang dan kolam ini memungkinkan untuk ditambahnya bibit labi-labi untuk memaksimalkan kegiatan reproduksi. Berbeda
dengan
dewasa,
anakan
labi-labi
ditempatkan
di
bak
pemeliharaan sesuai dengan kelompok telur dan waktu menetasnya. Anakan tidak disatukan dengan alasan untuk memaksimalkan aspek
perawatan dan
pemantauan terhadap perkembangan tubuhnya. Anakan labi-labi ditempatkan dalam bak pemeliharaan seluas 1,064 m² yang diisi sebanyak 8 – 15 anakan sesuai dengan kelompok dan waktu penetasan yang sama. Bak pemeliharaan ini digunakan pihak penangkaran untuk menggantikan tempat pendederan dan pembesaran anakan, karena tempat pemeliharaan yang permanen belum tersedia. Bak pemeliharaan ini dianggap telah memenuhi syarat tempat pemeliharaan dan pendederan yang menurut Amri dan Khairumman (2002) setidaknya harus seluas 6 m² untuk menampung kurang lebih 400 larva anakan. Anakan labi-labi yang berada di penangkaran tidak dipelihara dengan dewasa karena dikhawatirkan terjadi kanibalisme dan intimidasi dari individu dewasa. Pemisahan ini juga dilakukan untuk memaksimalkan pemeliharaan anakan dikarenakan jenis pakan dan cara pemberian pakan dewasa dan anakan berbeda. Habitat yang mamadai dan memenuhi kriteria pemeliharaan tentunya harus didukung dengan pemeliharaan serta pengelolaan habitat, baik itu perawatan kandang dan kolam, sanitasi, pengolahan limbah serta bentuk sistem pengairan air yang baik. Lokasi penelitian yang terletak diperbatasan Tanggerang
50
dan Serang telah banyak dipadati oleh industri skala besar (pabrik). Setiap kegiatan produksi tentunya menghasilkan limbah yang dapat mencemari lingkungan sekitar dan menurunkan kualitas kehidupan masyarakat sekitar. PT. Ekanindya Karsa merupakan salah satu perusahaan yang telah memperhatikan dampak limbah air bagi kondisi lingkungan sekitar. Oleh karena itu dibuatlah sistem “daur ulang” air limbah sehingga tidak ada air limbah yang dihasilkan (zero waste system). Zero waste system adalah sebuah sistem daur ulang air yang bertujuan untuk meminimalisir penggunaan air dan jumlah air limbah yang dihasilkan dengan menggunakan sistem saring. Sistem ini baik digunakan terutama untuk lokasi penangkaran yang memiliki akses sumber air yang terbatas dan penangkaran skala besar yang menghasilkan limbah air kotoran dalam jumlah banyak. Sebagai penangkaran yang berlokasi di perbatasan Tanggerang dan Serang yang cukup sulit air dan menghasilkan limbah air kotoran yang banyak, zero waste system ini dinilai sudah sesuai dengan kondisi penangkaran PT. Ekanindya Karsa. Setelah melalui setiap tahap, untuk memastikan air telah aman dan memiliki pH air yang normal, sampel air hasil saringan tersebut dialirkan terlebih dahulu ke kolam ikan. Apabila ikan tetap hidup maka air bersih hasil saringan tersebut telah dianggap aman dan dapat didistribusikan kembali ke kolam-kolam satwa. Limbah hasil endapan dan saringan tersebut dikeringkan dan dicetak menjadi batu bata. Lokasi kandang dan kolam labi-labi dewasa berada di belakang lokasi penangkaran yang agak jauh dari aktivitas pabrik produksi kulit buaya sehingga dianggap telah ideal untuk habitat labi-labi. Sama halnya dengan labi-labi dewasa, lokasi pemeliharaan anakan labi-labi juga dibuat setenang mungkin dan terisolasi dari kegiatan manusia di penangkaran . Tempat bak pemeliharaan labilabi terletak di wilayah anakan buaya dan tempat rehabilitasi anakan buaya yang sakit atau tidak mau makan. Dalam wilayah rehabilitasi ini telah ada aturan jelas mengenai keluar-masuknya pegawai atau animal keeper. Pakan merupakan aspek penting dan esensial dalam kegiatan penangkaran satwa. Pemilihan jenis pakan untuk satwa yang berada di dalam penangkaran hendaknya disesuaikan dengan jenis pakan alami satwa di alam. Selain itu, pakan
51
yang diberikan harus memiliki komposisi dan kecukupan gizi yang baik bagi pertumbuhan dan kesehatan satwa. Berdasarkan hasil penelusuran literatur, labilabi tergolong satwa omnivora yang lebih cenderung menyenangi daging (dominan karnivora) sebagai pilihan pakannya. Oleh karena itu PT. Ekanindya Karsa memberikan pakan berupa kepala ayam. Pemilihan jenis pakan ini awalnya dilatarbelakangi oleh ketersediaan jenis pakan di dalam penangkaran, yaitu jenis pakan kepala ayam merupakan pakan yang diberikan kepada buaya. Oleh karena itu penangkaran menyamakan jenis pakan buaya dan labi labi dengan alasan efisiensi biaya dan kemudahan dalam pengelolaan serta proses pemberian pakan. Pemberian kepala ayam sebagai pakan ini terkadang diselingi dengan pemberian ikan hidup yang dilepaskan di dalam kolam oleh animal keeper. Hal ini dilakukan untuk variasi makanan agar labi-labi tidak bosan dengan jenis pakan kepala ayam. Pemberian jenis pakan kepala ayam dan ikan ini sejatinya telah sesuai dengan jenis pakan labi-labi di alam seperti yang diungkapkan oleh Ernst dan Barbour (1989) yang menyebutkan bahwa labi-labi merupakan dominan satwa karnivora dengan pakan utama ikan. Selain pakan ini, sebaiknya pihak penangkaran
memberikan
pakan
lain
berupa
pakan
tambahan
untuk
memaksimalkan pertumbuhan dan menjamin kondisi tubuh labi-labi.
Pakan
tambahan yang baiknya diberikan adalah campuran antara tumbuhan, daging dan ikan yang sudah tak layak konsumsi untuk manusia serta pelet untuk memaksimalkan asupan gizi yang diperoleh oleh labi-labi. Pemberian pelet sebagai pakan tambahan bagi labi-labi ini juga baik untuk dilakukan untuk mempercepat pertumbuhan labi-labi sebagaimana yang diungkapkan oleh Amri dan Khairumman (2002). Jumlah pakan yang diberikan kepada labi-labi dewasa ini berkisar antara 3 - 5 kg dengan frekuensi pemberian pakan dua kali seminggu. Pemberian pakan kepada labi-labi dewasa ini dinilai masih kurang dikarenakan menurut Amri dan Khairumman (2002), pemberian pakan seharusnya dilakukan sebanyak dua kali sehari dengan jumlah pakan 1/10 hingga 1/5 dari berat badan rataan individu. Sesuai perhitungan rataan bobot tubuh labi-labi dewasa yaitu 10,11 kg (Tabel 3), maka pemberian pakan yang sesuai yaitu antara 1,01 – 2,022 kg untuk setiap ekor dengan frekuensi pemberian pakan dua kali sehari yaitu pada pagi dan sore.
52
Berdasarkan wawancara dan pengamatan langsung di lapangan, sisa pakan yang diberikan tidak diambil dan dibiarkan sampai habis dengan sendirinya. Hal ini sudah sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa labi-labi juga menyenangi bangkai sebagai pakannnya (Lim & Das 1999). Namun dengan membiarkan bangkai kepala ayam di dalam kolam hingga habis dengan sendirinya diduga dapat mencemari air kolam apabila tidak dilakukan pembersihan secara teratur. Berbeda halnya dengan labi-labi dewasa, pakan yang diberikan untuk anakan lebih variatif dan tergolong masih dalam tahap percobaan pemberian pakan. Selama penelitian berlangsung, pemberian pakan dilakukan sebanyak 55 kali dengan pemberian 4 jenis pakan yang berbeda yaitu cacahan siput sebanyak 1 kali pemberian, cacahan daging sapi sebanyak 19 kali pemberian, cacing darah sebanyak 10 kali pemberian dan cacahan udang sebanyak 25 kali pemberian. Persen frekuensi dan intensitas pemberian terbanyak adalah pemberian cacahan udang halus sebesar 45 persen. Intensitas pemberian udang ini besar dikarenakan selama 55 kali pemberian pakan, jenis pakan udang merupakan jenis pakan yang disukai oleh anakan. Selain disukai anakan, pemberian pakan dengan cacahan udang ini juga dilatarbelakangi efisiensi biaya pemberian pakan karena cacahan udang juga diberikan kepada hatchling (anakan) buaya yang baru menetas. Udang merupakan jenis pakan pengganti daging sapi yang dahulu diberikan oleh pengelola penangkaran kepada anakan buaya dan anakan labi-labi. Hal ini karena harga daging sapi yang mahal. Pengelolaan dan pemberian pakan kepada labi-labi dilakukan terlebih dahulu dengan mencuci dan membersihkan bahan pakan yang akan diberikan kepada labi-labi. Pakan yang telah dibersihkan lalu dihancurkan dengan menggunakan cara menual untuk memudahkan anakan memakan pakannya. Tidak seperti anakan, pemberian pakan kepada labi-labi dewasa lebih sederhana yaitu dengan memberikan kepala ayam secara utuh dan hanya dibelah dua. Cara pemberian pakan kepada dewasa dan anakan labi-labi ini dilakukan secara langsung ke dalam kolam dan bak pemeliharaan labi-labi secara bersama-sama, yaitu tidak memisahkan pakan untuk tiap individu labi-labi. Hal ini dianggap dapat merangsang keinginan labi-labi untuk bersaing dan aktif dalam meraih pakannya. Namun, sistem pemberian pakan secara bersama-sama ini dapat
53
menimbulkan persaingan yang tidak sehat antara individu yang dominan dan yang tidak. Kesehatan merupakan salah satu faktor penentu seberapa besar tingkat kesejahteraan satwa dalam penangkaran. Labi-labi merupakan satwa yang lebih banyak menghabiskan waktu hidupnya di dalam air dibandingkan dengan di daratan. Pemantauan kesehatan pada satwa ini hendaknya dilakukan dengan pengangkatan dan penegecekan secara berkala melalui kegiatan pengangkatan satwa ke daratan. Hal ini tidak dilakukan penangkaran PT. Ekanindya Karsa dikarenakan belum cukupnya pengetahuan mengenai hal ini serta kurangnya tenaga pekerja. Menurut hasil wawancara dengan animal keeper, pemantauan kesehatan terhadap labi-labi tidak pernah dilakukan secara khusus sehingga labi-labi yang sakit atau terluka tidak diketahui secara pasti. Kematian lima ekor labi-labi pada tahun-tahun pertama kegiatan pemeliharaan di penangkaran ini tidak diketahui sebabnya. Diketahuinya kematian kelima ekor labi-labi ini mati oleh pihak penangkaran ketika bangkai tubuh labi-labi tersebut sudah mengapung di permukaan kolam. Air keruh dan berwarna hijau pekat juga menjadi permasalahan dalam pengelolaan pemeliharaan kesehatan labi-labi di dalam penangkaran. Air yang keruh ini mengakibatkan terbatasnya upaya pengamatan dan observasi terhadap kesehatan labi-labi yang dilakukan dari permukaan air. Jalan satu-satunya adalah menguras dan membersihkan air dan kolam labi-labi serta mengganti lumpur secara berkala serta mengangkat labi-labi dewasa ke darat untuk diamati kondisi kesehatan dan tubuhnya. Umumnya yang terserang penyakit adalah labi-labi dewasa. Penyakit yang ditemukan selama penelitian adalah bercak jamur putih (white spot), terkelupasnya kulit karapas, daging tumbuh (kutil) yang umunya ditemukan pada bagian plastron, luka akibat perkelahian atau gigitan individu labi-labi lainnya serta kematian yang tidak diketahui sebabnya. Ciri-ciri labi-labi yang terkena penyakit adalah gerakannya yang lemah, hilang keseimbangan, nafsu makan berkurang serta seringkali terlihat menggosok-gosokan bagian tubuhnya pada benda yang keras. Kegiatan menggosok-gosokkan tubuhnya ini dapat
54
mengakibatkan kulit dan bagian badannya yang digosokan terlihat berwarna pucat dan berbintik putih (Amri & Khairumman 2002). Salah satu penyakit yang terlihat ditemui pada beberapa dewasa labi labi adalah infeksi jamur. Jamur putih (white spot) umumnya ditemukan di daerah bagian karapas labi-labi. Jamur ini berbentuk bercak-bercak putih menyerupai bulatan-bulatan yang menyebar atu terlihat mengelompok di salah satu sisi karapas. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Amri dan Khiarumman (2002), jamur ini disebabkan oleh parasit Ichiyopthrius multifis. Sejauh ini, labi-labi yang terinfeksi penyakit bercak jamur putih ini tidak dipisahkan dari komunitas labilabi lain. Penyatuan individu yang terinfeksi dengan individu lainnya yang sehat tidak dibenarkan karena infeksi jamur putih ini dapat menular dengan cepat kepada individu labi-labi lainnya. Berdasarkan penelitian Sunyoto (2012) yaitu melalui pengujian laboratorium yang dilakukan di Stasiun Karantina Ikan, Pengendali Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Cirebon, jenis jamur yang biasanya menyerang labilabi di Desa Belawa Kabupaten Cirebon adalah serangan jamur Saprolegniaceae serta bakteri Citrobacter freundii dan Aeromonas hydrophila. Gejala terhadap infeksi jamur ini adalah adanya luka-luka di tubuhnya, luka berlendir dengan luka warna putih dan kemerahan, aktivitas lemah dan sering berada di darat. Jenis jamur ini sepertinya tidak menginfeksi induk labi-labi di penangkaran PT. Ekanindya Karsa dikarenakan tidak samanya gejala yang timbul. Upaya penyembuhan dan penanggulangan yang dapat dilakukan dari gangguan jamur ini adalah dengan cara membersihkan kolam dengan teratur serta kolam dikeringkan hingga lumpur dan tanah yang berada di dasar kolam labi-labi kering sehingga hama dan jamur di dalam kolam tersebut mati. Apabila individu labi-labi telah terinfeksi jamur ini maka menurut Amri dan Khairumman (2002), pengobatan yang sesuai adalah dengan cara mengangkat labi-labi dari kolam dan merendam labi-labi tersebut (diusahakan bagian yang terkena jamur terkena dengan sempurna) ke dalam larutan Malachite Green sebanyak 0,1 miligram yang telah diencerkan sebanyak 1 liter air selama kurang lebih 24 jam. Selanjutnya apabila labi-labi telah sembuh, labi-labi tersebut tidak boleh langsung dikembalikan dulu ke dalam kolam bersama labi-labi lainnya. Labi-labi ini harus
55
dikarantina dulu beberapa minggu dalam kolam atau tempat pemeliharaan yang berbeda agar sisa-sisa infeksi jamur tidak menyebar ke individu lain. Daging tumbuh atau kutil pada labi-labi ditemukan umumnya pada bagian plastron. Keberadaan daging tumbuh ini diduga disebabkan oleh faktor dalam tubuh labi-labi sendiri. Selama tidak mengganggu aktivitas dan pergerakan harian labi-labi, keberadaan daging tumbuh atau kutil ini masih dapat di toleransi. Apabila daging tumbuh ini mempengaruhi pergerakan labi-labi, maka sepertinya harus diambil tindakan medis seperti operasi ringan yaitu pembedahan penghilangan daging tumbuh. Hal ini tampaknya sulit dilakukan karena terbatasnya biaya dan tenaga medis untuk satwa seperti labi-labi di sekitar wilayah penangkaran. Guna mencegah timbulnya daging tumbuh ini pengelola penangkaan seharusnya memperhatikan asupan gizi yang diberikan kepada labilabi dan kebersihan kolam serta airnya dengan seksama. Gangguan kesehatan lainnya yang terlihat adalah adanya luka yang terdapat pada bagian karapas labi-labi. Luka ini harus diobati karena dapat menyebabkan infeksi dan jalan masuknya bakteri, virus atau jamur yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan yang lebih parah. Luka yang terdapat pada tubuh labi-labi ini diduga akibat gigitan individu lain dan akibat terkena benda tajam saat di dalam kolam. Pada salah satu individu terlihat luka robekan yang cukup besar pada bagian plastron bagian bawah dekat ekor. Diduga luka ini diakibatkan
tersangkutnya
tagger
yang
dahulu
dimiliki
labi-labi
dan
menyebabkan daging karapas terkoyak. Untuk penyebab luka lainnya selain akibat perkelahian dan gigitan individu lain, diduga luka diakibatkan adanya batu atau bagian dasar kolam yang tajam dan melukai labi-labi. Luka-luka yang terdapat pada labi-labi ini hendaknya diobati terlebih dahulu oleh pihak penangkaran dengan cara mengangkat labi-labi kedarat, membersihkan luka labi-labi dengan atntiseptik atau dicuci dengan bersih dan segera memberikan obat penyembuh luka luar seperti betadine atau obat merah untuk mencegah infeksi lebih buruk. Selain itu juga dapat dilakukan pergantian air kolam dengan air yang lebih bersih dan lebih jernih, karena air yang kotor dan keruh akan memperburuk keadaan luka yang dimiliki oleh labi-labi.
56
Kematian yang terjadi terhadap lima individu bibit labi-labi dewasa pada tahun-tahun pertama pemeliharaan di penangkaran disebabkan oleh gagalnya labi-labi beradaptasi dengan lingkungan yang baru. Selain itu menurut hasil wawancara pula, kematian juga disebabkan oleh terinfeksinya labi-labi oleh jamur merah (red spot) yang ditemukan animal keeper pada satu atau dua bangkai labi-labi pada bagian plastronnya. Menurut Amri dan Kahirumman (2002), bintik merah ini seringkali menyerang labi-labi pada bagian ventral (plastron) yang disebabkan oleh jamur, kutu air dan penangkapan labi-labi menggunakan setrum listrik. Penggunaan setrum listrik pada penangkapan labi-labi ini cukup berbahaya da dapat menyakiti labi-labi, disarankan penangkapan satwa ini dilakukan dengan penangkapan secara manual. Animal keeper yang akan menangkap labi-labi disarankan memakai pengaman seperti sarung tangan kulit tebal dan sepatu boot agar terhindar dari gigitan serta cakaran kuku labi-labi yang tajam dikarenakan labi-labi tergolong satwa yang agresif menyerang apabila terganggu (Cox et al. 1998) Kesehatan dan penyakit berhubungan dengan dua faktor utama yaitu kondisi kebersihan habitat (kolam dan kandang) serta kondisi fisiologis satwa itu sendiri (Novriyanti 2011). Maka apabila memperhatikan dari dua faktor tersebut perlu dilakukan kegiatan pencegahan penyakit secara teratur dan konsisten sedini mungkin. Seperti yang telah disebutkan dalam Gregory (1998), kesejahteraan satwa terkait akan pencegahan atau diagnosa yang cepat terhadap penyakit dan terbebasnya satwa dari luka, penyakit atau parasit. Keberhasilan reproduksi merupakan salah satu indikator keberhasilan budidaya satwa dalam penangkaran. Pengaturan dan pengeloaan reproduksi labilabi sangat penting untuk dilakukan demi meningkatkan besarnya potensi kawin dan bertelurnya labi-labi. Sejauh ini, penangkaran PT. Ekanindya Karsa belum mengatur reproduksi labi-labi secara khusus, semua labi-labi jantan dan betina yang ada di penangkaran di satukan tempat pemeliharaannya. Penyatuan kandang dan kolam ini telah berlangsung sejak labi-labi didatangkan dari Kalimantan sampai saat ini. Pengelolaan reproduksi labi-labi di dalam penangkaran yang ideal meliputi pembentukan pasangan sekaligus teknik mengawinkan labi-labi,
57
pemantauan perkembangan reproduksi, pengkoleksian telur labi-labi, upaya penetasan telur labi-labi dan pemeliharaan anakan paska menetas. Pengelolaan reproduksi labi-labi di PT. Ekanindya Karsa ini dirasa belum optimal dikarenakan belum adanya kegiatan pengaturan reproduksi induk yang meliputi pembentukan pasangan serta teknik mengawinkan labi-labi. Setelah dilakukan observasi terhadap jenis kelamin labi-labi dewasa yang berada di penangkaran, labi-labi yang berada di penangkaran memiliki nisbah kelamin sebesar 1 : 2 yaitu terdapat 3 induk jantan dan 6 induk betina. Hal ini kebetulan sudah sesuai dikarenakan jumlah betina lebih banyak daripada jantan untuk meningkatkan potensi memperoleh keturunan yang dihasilkan oleh individu betina. Berdasarkan data hasil peneluran (Tabel 4), labi-labi dewasa bertelur dalam rentang bulan Oktober hingga Mei. Hal ini dapat terjadi dikarenakan labi-labi betina memiliki mekanisme untuk menyimpan sel sperma dalam saluran perkembangbiakannya. Sel sperma di dalam tersebut dapat bertahan hingga satu tahun dalam kondisi yang fertil (Iskandar 2000). Disimpannya sperma ini memungkinnya labi-labi untuk bertelur lebih dari satu kali dalam setahun. Penetasan telur di PT. Ekanindya Karsa menggunakan media penetasan dengan menggunakan inkubator. Suhu inkubator sangat menentukan jenis kelamin anakan yang ditetaskan. Penetasan telur dilakukan dengan suhu diatas 29°C maka jenis kelamin anakan yang ditetaskan adalah betina. Menurut Iskandar (2000), suhu pengeraman sebagian besar ordo Testudinata dibawah 25°C akan menghasilkan anakan jantan dan diatas 30°C akan menghasilkan betina dan suhu diantara 25 - 30°C akan menghasilkan kedua jenis kelamin dengan perbandingan tertentu. Suhu inkubator di PT. Ekanindya Karsa dijaga suhunya yaitu berkisar 29 - 30°C dengan menggunakan pengatur suhu yaitu thermostat. Melihat kisaran suhu di dalam inkubator ini maka jenis kelamin anakan hasil tetasan dominan jantan dan campuran betina dengan komposisi tertentu. Menurut hasil wawancara dengan animal keeper, labi-labi dewasa bertelur pada saat dini hari yaitu pukul 02.00 – 04.00 WIB. Labi-labi dewasa ini akan menggali tanah dengan kaki belakangnya dan membentuk lubang sedalam kurang lebih 20 cm untuk meletakaan telurnya. Pada saat proses ini, labi-labi dewasa tidak boleh diganggu atau menimbulkan suara gaduh karena akan dapat
58
menganggu proses bertelurnya. Setelah bertelur induk labi-labi akan kembali lagi ke dalam kolam. Cara mengidentifikasi pasir yang berisi telur adalah dengan mengamati hamparan pasir yang telah diratakan terlebih dahulu oleh animal keeper. Hamparan pasir yang berisi telur akan terlihat berbeda karena ada gundukan bekas penguburan telur oleh labi-labi betina. Pada saat masa awal pemeliharaan telur, telur dibiarkan berada di sarang asalnya untuk dibiarkan menetas secara alami. Telur yang dibiarkan tetap di dalam sarang alami ini tidak menetas sebagai mestinya, telur malah busuk dan berlumut. Kelompok-kelompok telur yang dibiarkan berada di sarang alaminya berjumlah empat kelompok telur yaitu telur bulan Oktober 2011, Nopember 2011, Desember 2011 dan Januari 2012 (Tabel 5). Melihat tidak menetasnya telur-telur ini, pihak penangkaran membuatkan inkubator khusus telur labi-labi. Telur bulan Desember 2011dan Januari 2012 ini segera dipindahkan dari sarang alami ke dalam inkubator, akan tetapi telur sudah terlanjur berlumut dan akhirnya membusuk. Belajar akan situasi ini, animal keeper kemudian akan langsung memindahkan telur yang telah ditelurkan oleh induk ke dalam inkubator. Telur yang langsung dipindahkan ke dalam inkubator ini ternyata berhasil menetas dengan baik sesuai dengan harapan. Telur berhasil menetas diduga dikarenakan suhu inkubator yang stabil serta kelembapan inkubator yang selalu dijaga. Suhu dan kelembapan yang terjaga dengan baik di dalam inkubator diduga menjadi faktor utama keberhasilan inkubasi telur. Hal ini tentunya berbeda dengan kondisi telur ketika berada di dalam sarang alaminya yang tentunya memiliki fluktuasi suhu dan kelembapan yang terkadang tidak stabil. Pada pengukuran rataan suhu dan kelembapan didapatkan suhu kandang labi-labi yang tergolong tidak stabil antara pagi hari (suhu 29,86 °C dan kelembapan 69,88), siang hari (suhu 32,91 °C dan kelembapan 58,86), sore hari (30,11 °C dan kelembapan 99,16) dan malam hari (29,08 °C dan kelembapan 72,11), hal ini di duga mempengaruhi perkembangan embrio telur dan berakibat kepada gagalnya telur menetas. Suhu dalam inkubator dijaga suhunya antara 29 – 30 °C dengan kelembapan 70 – 80% selama 24 jam penuh, sehingga kondisi telur stabil dan meningkatkan persentase keberhasil penetasan telur.
59
Penetasan telur di dalam inkubator PT. Ekanindya Karsa terbagi atas dua cara yaitu penetasan secara alami tanpa bantuan animal keeper dan telur yang penetasannya dibantu oleh animal keeper. Telur yang menetas secara alami di dalam inkubator ini umumnya memerlukan waktu kurang lebih dua bulan untuk menetas. Berdasarkan Iskandar (2000), lama penetasan telur membutuhkan waktu sekitar 135 – 140 hari, dan umumnya telur menetas pada saat hujan turun. Telur yang menetas tanpa bantuan animal keeper ini merupakan individu anakan yang tergolong sehat karena dapat mengeluarkan dirinya sendiri dari dalam cangkang telur. Bantuan penetasan telur diberikan oleh animal keeper untuk individu anakan yang lemah dan tidak dapat memecahkan cangkang telurnya sendiri. Bantuan ini diberikan dengan alasan apabila anakan tidak segera ditetaskan dengan bantuan, maka anakan tersebut akan mati di dalam cangkang telur. Akan tetapi bantuan yang diberikan ini rupanya memiliki dampak negatif kepada daya tahan hidup anakan. Anakan yang dibantu penetasannya tergolong memiliki daya tahan tubuh lemah dan rentan terhadap kematian. Hal ini dibuktikan dengan matinya lima ekor anakan yang seluruhnya dibantu proses penetasannya dan seluruh anakan yang mati tersebut berasal dari telur tanggal 2 April 2012 (Tabel 4). Anakan yang lemah dan tidak bisa menetas secara alami sebaiknya tetap dibantu penetasannya oleh animal keeper dengan membuatkan lubang penetasan awal dan membiarkan anakan tersebut berusaha mengeluarkan dirinya sendiri dari dalam telur. Anakan hasil tetasan ini sebaiknya dipantau kondisi tubuhnya secara intensif. Anakan yang telah menetas terlihat langsung mengitari kotak pasir. Perilaku mengitari kotak penetasan ini diduga untuk mencari sumber air untuk langsung berendam. Pada inkubator PT. Ekanindya Karsa tidak disediakan air di dalam kotak penetasan sehingga anakan tidak dapat langsung berendam. Menurut Amri dan Khairumman (2002) anakan labi-labi yang baru menetasa akan otomatis mencari sumber air di dekat bak penetasannya. Oleh karena itu di dalam bak pasir penetasan tersebut seharusnya disediakan atau dibuatkan bak air untuk menampung anakan labi-labi yang telah menetas. Anakan yang telah menetas dipindahkan langsung oleh animal keeper ke dalam bak pemeliharaan sementara untuk melihat kondisi kesehatan dan penyesuaian terhadap habitatnya (adaptasi).
60
Anakan yang baru menetas tidak diberikan pakan selama kurang lebih tiga hari sejak menetas. Hal ini dikarenakan labi-labi masih memiliki cadangan makanan (yolk sack) di dalam tubuhnya (Amri & Khairumman 2002). Setelah berusia sekitar tiga hari, anakan ini lalu di berikan pakan berupa halusan udang atau cacing darah. Anakan ini dipelihara dalam kotak pemeliharaan sekitar satu minggu, selanjutnya anakan dipindahkan ke dalam tempat pemeliharaan yang lebih besar dan sekaligus tempat pendederan (pembesaran). Pada tempat pembesaran anakan ini harus disediakan atap atau peneduh mengingat suhu udara di Serang cukup tinggi. Pelindung tempat pemeliharaan labi-labi di PT. Ekanindya Karsa ini berupa atap rumbia yang diletakkan diatas bak pemeliharaan dengan menyisakan sedikit ruang untuk sirkulasi udara. Kondisi ini didukung oleh pernyataan Amri dan Khairumman (2002) yaitu bak pemeliharaan anakan harus diberi pelindung atau atap untuk menghindari sinar matahari langsung dan terpaan air hujan dan atap/pelindung tersebut bagian sisinya agak dibuka sehingga sirkulasi udara lancar. Secara umum, pemeliharaan dan pengelolaan penangkaran yang baik adalah melihat atas asas kesejahteraan satwa (animal welfare) menurut Gregory (1998) yang menyatakan bahwa, satwa yang dipelihara harus bebas dari rasa haus, lapar dan kekurangan nutrisi; perlengkapan yang tepat untuk kenyamanan dan ketersediaan shelter; pencegahan atau diagnosa yang cepat dan bebas luka, penyakit dan parasit; bebas dari rasa tertekan dan stress; dan mampu menunjukan pola perilaku alami seperti di habitat aslinya. Pemeliharaan yang dilakukan oleh PT. Ekanindya Karsa secara umum kurang memenuhi kelima prinsip kesejahteraan satwa tersebut dikarenakan ditemukan beberapa individu labi-labi dewasa yang menderita beberapa macam penyakit dan belum ditangani dengan baik. 5.2.3 Preferensi pakan anakan labi-labi Pakan merupakan aspek penting dalam setiap kehidupan makhluk hidup. Anakan labi-labi uji diberikan beberapa macam pakan yaitu ikan tongkol, udang, bayam dan ubi jalar kuning untuk mengetahui kesukaan dan preferensi pakan anakan labi-labi. Pemberian pakan yang terdiri atas kelompok daging ini (ikan
61
tongkol dan udang) dilandasi atas pernyataan Goin et al. (1978) yang menyatakan bahwa kura-kura dari family Trionychidae (kura-kura berpunggung lunak) merupakan satwa yang tergolong karnivora. Adanya pemberian pakan berupa kelompok tumbuhan dilandasi atas pernyataan Jensen dan Das (2008) yang menyatakan bahwa berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya mengenai komposisi isi perut labi-labi Serawak, menunjukan bahwa labi-labi adalah satwa omnivora. Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan jenis pakan ubi jalar kuning merupakan jenis pakan yang memiliki tingkat konsumsi yang paling tinggi. Rataan tingkat konsumsi ubi jalar kuning adalah 3,65 g/ekor/hari (Tabel 7) selama penelitian dengan nilai persentase palatabilitas pakan tertinggi pula yaitu sebesar 87,24% (Gambar 23). Sedangkan jenis pakan kedua yang disukai anakan labi-labi adalah pakan ikan tongkol dengan rataan 2,97 g/ekor/hari (Tabel 7) dengan nilai persen palatabilitas pakan sebesar 76,08% (gambar 23). Hasil penelitian ini menunjukan bahwa anakan lebih senang untuk mengkonsumsi jenis pakan ubi jalar kuning (kelompok tumbuhan) dibandingkan dengan jenis pakan ikan tongkol (kelompok daging). Hal ini tidak sesuai dengan pernyataan Goin et al. (1978) dan Ernst dan Barbour (1989) yang menyatakan bahwa labi-labi merupakan satwa karnivora. Penelitian ini menunjukan bahwa pakan yang dimakan labi-labi beranekaragam yang terdiri atas daging dan tumbuhan. Hal ini membuktikan bahwa labi-labi bukan merupakan satwa karnivora akan tetapi termasuk satwa omnivora. Pernyataan ini sesuai dengan sumber penelitian lain mengenai komposisi isi perut labi-labi Serawak yang menyebutkan bahwa material isi perut labi-labi yaitu terdiri dari tumbuhan yaitu sebesar 77% dan bagian-bagian tubuh vertebrata yaitu sebesar 55% (Jensen & Das 2008). Perhitungan indeks preferensi dengan menggunakan pendekatan Neu et al. (1974) juga dilakukan untuk memastikan jenis pakan yang paling disukai oleh anakan labi-labi uji. Berdasarkan hasil perhitungan indeks preferensi, didapatkan nilai indeks prefrensi (w) pakan ikan tongkol sebesar 1,17; pakan udang sebesar 0,89; pakan bayam sebesar 0,50 dan pakan ubi jalar kuning yaitu sebesar 1,44 (Tabel 8). Hasil perhitungan indeks preferensi tersebut lalu di cocokan dengan nilai kriteria kesukaan berdasarkan Neu et al. (1974) yaitu apabila nilai w ≥ 1
62
maka pakan tersebut disukai oleh anakan dan apabila nilai w ≤ 1 maka jenis pakan tersebut tidak disukai oleh anakan. Berdasarkan kriteria tersebut dapat disimpulkan bahwa ubi jalar kuning dan ikan tongkol merupakan kedua jenis pakan yang disukai anakan labi-labi uji, sedangkan jenis pakan udang dan bayam merupakan jenis pakan yang tidak disukai oleh anakan. Tingkat kesukaan anakan labi-labi uji terhadap empat jenis pakan yang diujicobakan dapat diurutkan berdasarkan besarnya nilai indeks preferensi pakan, yaitu urutan pertama ditempati oleh jenis pakan parutan ubi jalar kuning, urutan kedua yaitu halusan ikan tongkol, urutan ketiga yaitu halusan udang dan urutan keempat yaitu cacahan daun bayam. Selama masa percobaan pemberian pakan, dilakukan pula pengukuran terhadap beberapa parameter pertumbuhan anakan labi-labi yaitu panjang lengkung karapas (PLK), lebar lengkung karapas (LLK) dan bobot tubuh anakan untuk mengetahui pertumbuhan dan laju pertumbuhan anakan selama sembilan minggu percobaan. Selama percobaan dilakukan, pertambahan pertumbuhan panjang lengkung karapas dan lebar lengkung karapas seluruh anakan uji terlihat konstan dan terus menerus mengalami pertumbuhan dari minggu 0 sampai minggu ke 9 pada akhir penelitian. Hal ini dikarenakan, rataan pertumbuhan panjang lengkung karapas dan lebar lengkung karapas seluruh anakan uji mengalami pertambahan yang tidak jauh berbeda setiap minggunya. Pertambahan rataan pertumbuhan panjang lengkung karapas bertambah antara 0,04 cm – 0,25 cm per minggunya dengan pertambahan rataan terbesar terjadi pada minggu ke-8 menuju minggu ke-9 yaitu sebesar 0,25 cm sedangkan pertambahan rataan terkecil terjadi pada minggu ke-2 menuju minggu ke-3 yaitu sebesar 0,04 cm saja (Tabel 9). Pertambahan rataan pertumbuhan lebar lengkung karapas bertambah antara 0,07 – 0,17 cm per minggunya dengan pertambahan rataan terbesar pada minggu ke-6 menuju minggu ke-7 yaitu sebesar 0,17 cm sedangkan pertambahan rataan terkecil terjadi pada minggu ke-1 menuju minggu ke-2 yaitu sebesar 0,07 cm saja (Tabel 9). Jika dilihat dari pertambahan rataan pertumbuhan panjang lengkung karapas dan lebar lengkung karapas dari minggu ke minggu, tidak terjadi pelonjakan rataan yang terlalu signifikan. Hal ini dikarenakan, pertumbuhan panjang lengkung karapas dan lebar lengkung karapas
63
pada labi-labi tergolong lambat dan konstan. Pertambahan rataan bobot tubuh anakan labi-labi uji bertambah antara 0,9 gram – 3,47 gram (Tabel 9) dengan pertambahan rataan bobot terbesar terjadi pada minggu ke-6 menuju minggu ke-7 yaitu sebesar 3,47 gram dan pertambahan rataan bobot terkecil terjadi pada minggu ke-2 menuju minggu ke-3 yaitu sebesar 0,9 gram saja. Adanya perbedaan pertambahan rataan pertumbuhan setiap minggunya ini diduga dikarenakan terjadinya proses adaptasi terhadap lingkungan kotak pemeliharaan, fluktuasi jumlah konsumsi pakan anakan uji serta intensitas aktivitas harian yang dilakukan. Secara umum, semakin banyak jumlah pakan yang dikonsumsi maka akan semakin besar dan cepat pertumbuhan yang terjadi pada individu tersebut. Apabila dilihat dari besarnya rataan pertumbuhan panjang lengkung karapas, lebar lengkung karapas serta bobot tubuh diatas, terlihat bahwa pertambahan rataan pertumbuhan tersebut tergolong kecil pada saat awal-awal minggu penelitian (minggu ke-1, minggu ke-2 dan minggu ke-3). Hal ini dikarenakan pada saat awal penelitian tersebut anakan uji masih berada di dalam tahap adaptasi dengan tempat kotak pemeliharaan serta pakan yang diberikan, sehingga jumlah konsumsi anakan labi-labi terhadap pakan tergolong lebih sedikit dibandingkan dengan minggu-minggu selanjutnya. Rendahnya konsumsi anakan uji dan adanya proses penyesuaian diri akan kondisi lingkungan yang baru ini diduga menjadi penyebab rendahnya pertambahan rataan pertumbuhan pada setiap parameter pertumbuhan yang diukur. Pada minggu-minggu pertengahan dan akhir penelitian (minggu ke-5, minggu ke-6, minggu ke-7 dan minggu ke-9) terlihat bahwa anakan labi-labi telah dianggap sudah dapat beradaptasi dengan kondisi kotak pemeliharaan dan pakan yang diberikan dengan baik. Hal ini mengakibatkan meningkatnya konsumsi pakan yang diberikan terutama pada minggu ke-7 menuju minggu ke-8 pada keseluruhan anakan uji (Tabel 7). Meningkatnya jumlah konsumsi pakan dan telah terbiasanya anakan labi-labi terhadap kondisi kotak pemeliharaan diduga menjadikan rataan pertumbuhan akan tiga parameter ukur tersebut menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan minggu-minggu awal penelitian. Selain diukur rataan pertambahan keseluruhan anakan uji berdasarkan panjang lengkung karapas, lebar lengkung karapas dan bobot tubuh, dilakukan
64
juga penghitungan laju pertumbuhan tiap individu anakan uji untuk mengetahui pertumbuhan individu anakan uji berdasarkan perbedaan ukuran tubuh (PLK, LLK dan bobot tubuh) serta jumlah pakan yang dikonsumsi. Secara umum, rataan laju pertumbuhan panjang lengkung karapas seluruh anakan uji selama penelitian adalah 0,02 cm/ekor/hari, rataan laju pertumbuhan panjang lengkung karapas ini memiliki nilai rataan laju pertumbuhan yang sama dengan laju pertumbuhan lebar lengkung karapas anakan yaitu 0,02 cm/ekor/hari. Samanya nilai rataan laju pertumbuhan dua parameter ukur ini diduga dikarenakan pertumbuhan panjang lengkung karapas dan lebar lengkung karapas berbanding lurus pada setiap pengukuran per individunya. Nilai rataan bobot tubuh anakan uji yaitu sebesar 0,2 g/ekor/hari (Tabel 12). Ketiga parameter ukur ini diduga memiliki hubungan yang berbanding lurus, artinya jika semakin tinggi nilai laju pertumbuhan pada salah satu parameter ukur maka dua parameter ukur lainnya juga akan ikut meningkat. Selain dilakukan penghitungan rataan laju pertumbuhan secara umum yaitu pada keseluruhan anakan uji, dilakukan juga perhitungan rataan laju pertumbuhan pada setiap individu anakan uji (Tabel 10). Pada tabel terlihat bahwa individu anakan nomor 5 memiliki laju pertumbuhan yang paling tinggi dibandingkan nilai rataan laju pertumbuhan keluruhan anakan uji, yaitu dengan nilai laju pertumbuhan PLK sebesar 0,04 cm/hari, laju pertumbuhan LLK sebesar 0,03 cm/hari dan laju pertumbuhan bobot tubuh sebesar 0,47 cm/hari. Pesatnya pertumbuhan individu ini diduga akibat besarnya konsumsi pakan yang diberikan dan tentunya faktor internal tubuh individu tersebut. Besar konsumsi anakan nomor 5 tergolong tinggi dibandingkan dengan rataan jumlah konsumsi pakan keseluruhan anakan uji yaitu dengan jumlah konsumsi sebesar 191,1 gram untuk jenis pakan ikan tongkol; 167,4 gram untuk jenis pakan udang dan 233,8 gram untuk jenis pakan ubi jalar kuning. Jumlah pakan bayam tidak lebih tinggi dengan rataan konsumsi keseluruhan anakan yaitu hanya sebesar 77,4 gram. Selain tingginya jumlah konsumsi pakan, faktor lain yang menyebabkan tingginya laju pertumbuhan anakan nomor 5 ini diduga disebabkan oleh faktor internal tubuh seperti kemampuan menyerap sari-sari makanan, kemampuan mencerna pakan dan sebagainya. Adanya faktor kesalahan pengamat dalam melakukan
65
pengukuran serta penimbangan anakan uji serta jumlah konsumsi pakan juga dapat menjadikan adanya kesalahan terhadap data hasil yang didapatkan. Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan jenis pakan ubi jalar kuning dan ikan tongkol yang paling disukai oleh anakan. Jenis pakan yang disukai labi-labi ini tergolong memiliki nilai gizi yang baik untuk pertumbuhan anakan. Menurut Suzuki (1981), kandungan protein kasar di dalam ikan tongkol tergolong tinggi yaitu bagian daging merahnya memiliki 15,9 % protein kasar dan bagian daging putihnya memiliki 23,1 % protein kasar dari 100 % keseluruhan kandungan yang berada dalam ikan tongkol, nilai protein yang dimiliki ikan tongkol ini tentunya berbeda jauh dengan kandungan protein yang dimiliki oleh ubi jalar kuning yang hanya mengandung 0,5 % dari 100 gram ubi yang dapat dimakan (Atmawikarta 2001). Kandungan protein ini sangat diperlukan untuk pertumbuhan tubuh, hal ini sesuai dengan pernyataan Sutardi (1980) yaitu protein mempunyai peranan sebagai bahan pembangun tubuh dan pengganti jaringan tubuh yang rusak, bahan baku bagi pembentukan enzim, antibodi serta mengatir peredaran cairan tubuh. Berbeda dengan kandungan gizi ikan tongkol, ubi jalar kuning memiliki kandungan karbohidrat yang cukup tinggi yaitu 25,1 % dari 100 gram ubi yang dapat dimakan (Atmawikarta 2001). Kandungan karbohidrat ini juga penting bagi pertumbuhan karena sebagai sumber energi, pembakar lemak dan memelihara fungsi normal alat pencernaan makanan (Sutardi 1980). Kombinasi antara karbohidrat dan protein diantara dua jenis pakan ini dapat menjadi fasilitas terbaik anakan labi-labi untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan pernyataan Mudjiman (1985) yaitu kandungan gizi utama yang ada dalam pakan adalah protein, lemak dan karbohidrat. Oleh sebab itu PT. Ekanindya Karsa sebaiknya memberikan kedua jenis pakan ini sebagai pakan utama kepada anakan labi-labi untuk memaksimalkan pertumbuhan dan perkembangan tubuhnya. Guna membantu pihak penangkaran dalam mengestimasi anggaran pemberian pakan khususnya untuk anakan, dilakukan pula analisis efesiensi biaya berdasarkan jumlah konsumsi anakan per jenis pakan yang diberikan. Perhitungan biaya pakan ini untuk anakan labi-labi yang berumur 1 - 3 bulan. Harga pakan yang digunakan pada penelitian ini perkilogram rata-rata adalah ikan tongkol yaitu Rp 15.000/kg, udang Rp 30.000/kg, bayam Rp 5.000/kg dan ubi kuning Rp
66
3.000/kg. Berdasarkan hasil perhitungan, biaya pakan yang harus dikeluarkan adalah (Tabel 11). Hasil perhitungan biaya pakan terendah untuk pemberian pakan anakan anakan yang berumur 1 - 3 bulan adalah Rp 6,38/ekor/hari untuk jenis pakan bayam. Namun, perlu diperhatikan bahwa, jenis pakan bayam ini merupakan jenis pakan yang paling tidak disukai oleh anakan uji. Oleh karena itu pihak pengelola lebih baik mempertimbangkan jenis pakan yang paling bagi pertumbuhan anakan dan jenis pakan yang paling disukai yaitu jenis pakan ikan tongkol dan ubi jalar kuning yang sebelumnya telah diketahui memiliki nilai gizi yang baik. Waktu pemberian pakan yang tepat juga mempengaruhi tingkat konsumsi anakan labi-labi. Pengamatan terhadap aktivitas harian yang dilakukan oleh anakan labi-labi untuk mengetahui waktu aktif dan waktu makan anakan labi-labi. Pengamatan yang dilakukan dalam waktu lima hari ini dibagi atas 3 waktu pengamatan yaitu pagi (pukul 07.00 – 10.00 WIB), siang (12.00 – 15.00 WIB) dan malam (19.00 – 22.00 WIB). Pengambilan sampel rentang waktu ini dikarenakan waktu-waktu tersebut telah dianggap representatif untuk mengetahui kapan waktu terbaik untuk dilakukannya pemberian pakan terhadap anakan labilabi. Animal keeper PT. Ekanindya Karsa memberikan pakan terhadap labi-labi baik dewasa maupun anakan labi-labi serentak sekitar pukul 15.00 – 16.00 WIB. Melalui pengamatan aktivitas harian anakan labi-labi ini sekiranya dapat mengetahui waktu aktif dan waktu makan anakan yang berguna bagi pihak penangkaran sebagai acuan untuk waktu pemberian pakan yang paling baik. Berdasarkan pengamatan aktivitas harian, anakan labi-labi uji sebagian besar menghabiskan waktunya untuk bersembunyi dalam pasir dan mengambil nafas dengan menyembulkan kepala atau hidung ke permukaan pasir dan air. Hasil pengamatan ini sesuai dengan hasil penelitian serupa mengenai aktivitas harian anakan labi-labi Belawa yang dilakukan oleh Sunyoto (2012), yaitu pada pukul 05.00 – 18.00 WIB anakan tampak menghabiskan waktu berdiam dalam lumpur, lalu pada pukul 19.00 – 21.00 WIB anakan tampak mengambil nafas, lalu pada pukul 22.00 WIB anakan labi-labi terlihat kembali berdiam diri dalam pasir kembali, selanjutnya pada pukul 00.00 WIB anakan labi-labi terlihat mengambil nafas kembali dan terakhir pada pukul 01.00 – 05.00 WIB anakan labi-labi
67
tampak berdiam diri dalam lumpur kembali. Komposisi waktu yang dihabiskan anakan ini untuk berlumpur dan mengambil nafas
berbeda, komposisi lama
perilaku anakan menghabiskan waktu untuk berlumpur yaitu 56729 detik dan aktivitas mengambil nafas menghabiskan waktu 29671 detik. Berdasarkan hasil pengamatan aktivitas yang dilakukan kepada anakan labi-labi, terlihat aktivitas makan yang dilakukan labi-labi terjadi pada saat pagi hari dan malam hari (Gambar 24). Sedangkan pada penelititian yang telah dilakukan oleh Sunyoto (2012) mengenai aktivitas harian anakan labi-labi Belawa, aktivitas makan tidak teramati dan makanan yang diberikan masih bersisa banyak hingga pengamatan berakhir. Berdasarkan Kusnidar (1995), labilabi umumnya akan muncul mencari makan pada pagi hari sekitar pukul 06.00 – 10.00 WIB dan sore hari sampai malam hari sekitar pukul 16.00 – 23.00 WIB. Apabila mengacu kepada hasil penelitian dan literatur yang ada, waktu pemberian dan pengambilan pakan yang terbaik bagi anakan labi-labi terbagi atas dua waktu. Waktu pemberian pakan yang pertama disarankan adalah pada saat pagi hari yaitu pada pukul 06.00 – 07.00 WIB, kemudian waktu pengambilan pakan dapat dilakukan pada siang hari sekitar pukul 12.00 – 14.00 WIB dimana anakan labi-labi terlihat tidak lagi melakukan aktivitas makan dan menghabiskan sebagian besar waktu untuk bersembunyi dalam pasir. Waktu pemberian pakan yang kedua adalah pada saat sore hari yaitu pada pukul 16.00 – 17.00 WIB, kemudian pengambilan pakan dapat dilakukan pada pagi hari esoknya yaitu sekitar pukul 06.00 WIB dan memberikannya pakan baru pada waktu pemberian pakan pada pagi hari. Pemberian pakan pada dua waktu ini sesuai dengan pernyataan Amri dan Khairumman (2002) yaitu pakan lebih baik diberikan sebanyak dua kali sehari yaitu pada pagi dan sore hari.
68
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1
Kesimpulan Kesimpulan yang didapat dari penelitian ini adalah :
1. Rataan panjang lengkung karapas, lebar lengkung karapas dan bobot tubuh labi-labi jantan dewasa lebih besar dibandingkan dengan betina dewasa. Ukuran morfometri telur berbanding lurus dengan ukuran morfometri anakan yang akan ditetaskan nantinya. Terdapat beberapa perbedaan antara labi-labi anakan dan dewasa yaitu pada bagian kepala, karapas dan ekor. Telur yang sehat akan terlihat putih bersih dan terdapat bercak pita putih, sedangkan telur yang busuk akan tampak ditumbuhi lumut serta cangkang telur akan tampak kotor. 2. Secara umum, pengelolaan dan teknik pemeliharaan labi-labi di PT. Ekanindya Karsa telah cukup baik karena telah mencakup beberapa aspek kesejahteraan satwa baik tempat pemeliharaan, pakan dan penetasan telur. Aspek yang perlu ditingkatkan adalah aspek pengaturan reproduksi dan aspek pemeliharaan serta penanganan kesehatan khususnya untuk individu dewasa, karena banyak ditemukan penyakit pada labi-labi dewasa. 3. Jenis pakan yang paling disukai anakan adalah ubi jalar kuning dan ikan tongkol serta aktivitas pakan anakan terlihat pada rentang pagi hari (07.00 – 10.00 WIB) dan malam hari (19.00 – 22.00 WIB)
6.2
Saran Saran yang dapat diberikan penulis untuk meningkatkan keberhasilan
akan perkembangan budidaya labi-labi di PT. Ekanindya Karsa adalah : 1. Perlu adanya pencatatan data terhadap karakteristik morfometri labi-labi baik dewasa, anakan dan telur secara berkala untuk mengetahui pertumbuhan dan perkembangannya. Serta perlu dilakukan monitoring terhadap labi-labi secara berkala oleh pihak penangkar untuk memastikan kesejahteraan hidupnya terjamin
69
2. Pemeliharaan kesehatan terhadap labi-labi dewasa harus lebih diperhatikan oleh pihak penangkar, yaitu terutama dalam hal menjaga kebersihan sanitasi air kolam serta segera dilakukan kegiatan penanganan penyakit yang ditemukan pada tubuh labi-labi dewasa. 3. Berdasarkan hasil penelitian, pakan yang diberikan kepada anakan dan labilabi dewasa sebaiknya mencukupi kebutuhan labi-labi baik dari segi kecukupan karbohidrat (ubi jalar kuning) dan protein (ikan tongkol) secara berimbang. dan pakan sebaiknya diberikan dua kali sehari sebelum waktu aktif makan yaitu pada pagi (06.00 – 07.00 WIB) dan sore hari (16.00 – 17.00 WIB).
70
DAFTAR PUSTAKA Amri K, Khairumman. 2002. Labi-labi Komunitas Perikanan Multi Manfaat. Jakarta (ID) : Agro Media Pustaka. Atmawikarta A. 2001. Komposisi Zat Gizi Makanan Indonesia. Bogor (ID) : Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi. [BBAT] Balai Budidaya Air Tawar. 1998. Budidaya labi-labi di Balai Budidaya Air Tawar. http://bbat-sukabumi.tripod.com/labi.html. [29 Mei 2012] [CITES] Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora. 2010. http://www.cites.org/eng/resources/species.html [21 Mei 2012] Cox MJ, Van Dijk PP, Nabhitabhata J, Thirakupt K. 1998. A Photographic Guide of Snakes and Other Reptiles oF Peninsular Malaysia, Singapore and Thailand. New. United Kingdom (GB) : Holland Publisher. Dallas S. 2006. Animal Biology and Care Second Edition. British (GB) : Blackwell Publishing Ltd. Davies R, Davies V. 2007. The Questions and Answer Manual of Reptiles and Amphibian. London (GB) : Salamander Books Limeted Publication. De Rooij N. 1915. The Reptiles of Indo – Australian Archipelago. Leiden (GB) : E.J. Brill Ltd. [Ditjenkan] Direktorat Jenderal Perikanan. 1999. Petunjuk Teknis Labi-labi (Trionyx cartilagineous). Ditjenkan. Jakarta (ID) : Departemen Pertanian. [Ditjen PHKA] Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam. 2004. Peraturan Perundang-Undangan Bidang Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam. Jakarta (ID) : Departemen Kehutanan. [Ditjen PHKA] Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam. 2006. Keputusan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Nomor : SK.33/IV-KKH/2007 tentang Kuota Pengambilan Tumbuhan Alam dan Penangkapan Satwa Liar untuk Periode tahun 2007. Ditjen PHKA. Jakarta (ID) : Departemen Kehutanan. [Ditjen PHKA] Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam. 2007. Keputusan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Nomor : SK.06/IV-KKH/2008 tentang Kuota Pengambilan Tumbuhan Alam dan Penangkapan Satwa Liar untuk Periode tahun 2007. Ditjen PHKA. Jakarta (ID) : Departemen Kehutanan.
71
[Ditjen PHKA] Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam. 2008. Keputusan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Nomor : SK.148/IV-KKH/2009 tentang Kuota Pengambilan Tumbuhan Alam dan Penangkapan Satwa Liar untuk Periode tahun 2009. Ditjen PHKA. Jakarta (ID) : Departemen Kehutanan. [Ditjen PHKA] Director General of Forest Protection and Nature Conservation Republic of Indonesia as CITES Management Authority Indonesia. 2008. Harvest Sustainability of Asiatic Softshell Turtle Amyda cartilaginea in Indonesia. Ditjen PHKA. Jakarta (ID) : Department of Forestry. Effendie MI. 1997. Biologi Perikanan. Jakarta (ID) : Yayasan Pustaka Nusantara. Ekanindya Karsa. Tanpa Tahun. Profil Perusahaan. Serang (ID) : PT. Ekanindya Karsa. Ernst CH, Barbour RW. 1989. Turtles of The World. Washington DC (US) : Smithsonian Institution Press. Flank L. 1997. The Turtle : An owner’s Guide to Happy Healthy Pet. New York (US) : Howell Book House. Goin CJ, Goin OB, Zug GR. 1978. Introduction to Herpetology Third Edition. San Fransisco (US) : W.H Freeman and Company. Gregory NG. 1998. Animal Walfare and Meat Science. Wallingford (US) : CABI. Hoeve W van. 2003. Ensiklopedia Indonesia Fauna Reptilia dan Amphibia. Jakarta (ID) : PT. Ikrar Mandiri Abadi. Iskandar DT. 2000. Turtles and Crocodiles of Indonesia and Papua Nugini With Notes on Other Species in Southest Asia. Bandung (ID) : PAL Media Citra. [IUCN] International Union for Concervation of Nature and Natural Resources. 2010. IUCN Red List of Threatened Spesies. www.iucnredlist.org [21 Mei 2012] Jensen KA, Das I. 2008. Dietary observations on the Asian Softshell Turtle (Amyda cartilaginea) from Sarawak, Malaysian Borneo. Chelonian Conservation and Biology 7(1): 136–141. Abstract Only. Kusdinar A. 1995. Telaah Beberapa Aspek Bioekologi Kura-kura Belawa (Trionyx cartilaginous Boddaert) di Belawa, Cirebon, Jawa Barat. [skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor. Kusrini MD, A Mardiastuti, B Darmawan, Mediyansyah, A Muin. 2009. Laporan Sementara Survei Pemanenan dan Perdagangan Labi-Labi di Kalimantan Timur. Bogor (ID) : NATURE Harmony. 43 pp.
72
Lim BL, Das I. 1999. Turtles of Borneo and Peninsular Malaysia. Kota Kinabalu (MY) : Natural History Publication (Borneo). Lim KK, Lim FL. 1992. The Amphibians and Reptiles of Singapore. Singapore (SG) : Singapore Science Centre. Maswardi A, Adi CH, Hanif S, Pamungkas AJ. 1996. Budidaya Labi-labi. Sukabumi (ID) : Balai Budidaya Air Tawar. Morris PA. 1959. Boy’s Book of Turtles and Lizard. New York (US) : The Ronald Press Company. Mudjiman A. 1985. Makanan Ikan. Jakarta (ID) : Penerbit Swadaya. Neu CW, Randall CB, James MP. 1974. A Technique For Analysis Of Ultilization-Availability Data. Journal of Wildlife Management 38 : 541 – 545. Novriyanti. 2011. Kajian Manajemen Penangkaran, Tingkat Konsumsi, Palatabilitas Pakan dan Aktivitas Harian Trenggiling (Manis javanica Desmarest, 1822) di Penangkaran UD. Multi Jaya Abadi Sumatera Utara [skripsi]. Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata. Fakultas Kehutanan. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor. Rahmi N. 2008. Pertumbuhan Juvenil Labi-labi, Amyda cartilaginea (Boddaert, 1770) (Reptilia : Testudinata : Trionychidae) Berdasarkan Pemberian Jenis Pakan yang Berbeda, Dalam Upaya Domestikasi Untuk Menunjang Konservasi di Desa Belawa, Kabupaten Cirebon [skripsi]. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor. Ratnani B. 2007. Analisis Manajemen Penangkaran Buaya Pada PT. Ekanindya Karsa Cikende, Kabupaten Serang [skripsi]. Departemen Manajemen dan Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor. Sunyoto. 2012. Konservasi Labi-labi Amyda cartilaginea (Boddaert, 1770) di Desa Belawa , Kecamatan Lemah Abang, Kabupaten Cirebon, Provinsi Jawa Barat. [Tesis] Sekolah Pasca Sarjana. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor. Sutardi T. 1980. Landasan Ilmu Nutrisi Jilid 1. Fakultas Peternakan. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor. Suzuki T. 1981. Fish and Krill Protein : Processing Technology. Lonson (GB) : Applied Science Publishers Ltd. Thohari AM. 1988. Upaya Penangkaran Satwaliar. Media Konservasi I(3) : 21-26
73
Walpole RE. 1993. Pengantar Statistika (Edisi ke-3). Jakarta (ID) : PT. Gramedia Pustaka Utama. Win M, Win KK. 2002. Turtles and Turtoises of Myanmar. Myanmar (MM) : Wildlife Conservation Society.
74
LAMPIRAN
75
Lampiran 1 Karakteristik labi-labi dewasa
Induk 1
Jenis Kelamin Betina
Induk 2
Jantan
44
33
9,5
Kutil pada plastron
Induk 3
Betina
42
34
10
Sehat
Induk 4
Jantan
54
46
17,5
Kutil pada plastron
Induk 5
Betina
50
41
14
Karapas terkelupas
Induk 6
Jantan
40
32
8
Infeksi jamur putih
Induk 7
Betina
40
34
8,5
Infeksi jamur putih
Induk 8
Betina
39
31
7,5
Karapas terkoyak
Induk 9
Betina
39
33
7,5
Sehat
43.33 ± 5,27
35.33 ± 4,90
10.11 ± 3,42
Individu
Rataan (SD)
PLK (cm)
LLK (cm)
Bobot Tubuh (kg)
Kondisi Tubuh
42
34
8,5
Karapas terkelupas
Lampiran 2 Karakteristik telur labi-labi Tanggal koleksi telur 19 Aprill 2012 (n = 11 butir)
Diameter (cm)
Bobot (gram)
Kondisi telur
3,46
21
Baik dan tidak berlumut
3,32
21
Baik dan tidak berlumut
3,34
23
Baik dan tidak berlumut
3,47
23
Baik dan tidak berlumut
3,48
23
Baik dan tidak berlumut
3,59
24
Baik dan tidak berlumut
3,32
22
Baik dan tidak berlumut
3,33
23
Baik dan tidak berlumut
3,39
23
Baik dan tidak berlumut
3,23
22
Baik dan tidak berlumut
3,43
24
Baik dan tidak berlumut
Rataan (SD)
3,40 ± 0,10
22,64 ± 1,02
21 Mei 2012 (n = 14 butir)
2,96
16
Baik dan tidak berlumut
2,84
16
Baik dan tidak berlumut
2,96
17
Baik dan tidak berlumut
3,16
17
Baik dan tidak berlumut
2,94
16
Baik dan tidak berlumut
3,04
17
Baik dan tidak berlumut
2,93
18
Baik dan tidak berlumut
3,03
18
Baik dan tidak berlumut
3.02
18
Baik dan tidak berlumut
3,24
18
Baik dan tidak berlumut
2,91
19
Baik dan tidak berlumut
3,12
19
Baik dan tidak berlumut
2,99
12
Baik dan tidak berlumut
2,95
17
Baik dan tidak berlumut
3,01 ± 0,11
17,00 ± 1,75
Rataan (SD)
76
Lampiran 3 Karakteristik anakan labi-labi non uji saat menetas
Kelompok anakan I (Kelompok telur tanggal 2 April 2012)
4,2
LLK (cm) 4,1
Bobot (kg) 12,0
Kondisi Tubuh Sehat
29 Mei 2012
4,4
4,1
13,0
Sehat
29 Mei 2012
4,6
4,0
14,0
Sehat
4
29 Mei 2012
4,6
4,2
14,0
Sehat
5
29 Mei 2012
4,5
4,3
13,0
Sehat
6
29 Mei 2012
4,3
3,8
12,0
Sehat
7
30 Mei 2012
4,3
3,8
11,0
Sehat
8
30 Mei 2012
4,2
3,8
12,0
Sehat
9
31 Mei 2012
4,4
4,1
13,0
Sehat
10
31 Mei 2012
4,2
4,0
13,0
Sehat
11
31 Mei 2012
4,3
3,9
13,0
Sehat
12
31 Mei 2012
4,4
4,1
14,0
Sehat
13
31 Mei 2012
4,2
4,1
13,0
Sehat
14
2 Juli 2012
4,3
3,7
12,0
Sehat
15
2 Juli 2012
4,5
3,9
11,0
Sehat
16
3 Juli 2012
4,2
4,0
12,0
Sehat
17
5 Juli 2012
3,9 3,99 ± 0,16 4,5
12,0 12,59 ± 0,94 17,0
Sehat
Individu
Tanggal Menetas
PLK (cm)
1
29 Mei 2012
2 3
1
24 Juli 2012
4,3 4,35 ± 0,14 5,1
2
27 Juli 2012
5,0
4,3
16,5
Sehat
3
27 Juli 2012
4,3
4,0
14,5
Sehat
4
27 Juli 2012
5,0
4,3
15,5
Sehat
5
27 Juli 2012
5,0
4,4
16,5
Sehat
6
30 Juli 2012
4,3
4,1
14,5
Sehat
7
30 Juli 2012
4,4
4,2
15,0
Sehat
8
30 Juli 2012
4,1 4,24 ± 0,17 3,6
14,5 15,50 ± 1,04 10,5
Sehat
Rataan (SD)
Kelompok anakan II (Kelompok telur tanggal 19 April 2012)
1
22 Agustus 2012
4,3 4,68 ± 0,38 4,2
2
22 Agustus 2012
4,0
3,5
10,0
Sehat
3
24 Agustus 2012
4,3
3,7
10,0
Sehat
4
24 Agustus 2012
4,1
3,6
9,0
Sehat
5
24 Agustus 2012
4,2
3,7
9,5
Sehat
6
24 Agustus 2012
4,1
3,7
9,0
Sehat
7
24 Agustus 2012
4,3
3,7
10,5
Sehat
8
24 Agustus 2012
4,3
3,8
10,5
Sehat
9
29 Agustus 2012
4,2
3,6
9,5
Sehat
10
31 Agustus 2012
4,4 4,21 ± 0,12
3,9 3,68 ± 0,11
11,0 9,95 ± 0,69
Sehat
Rataan (SD)
Kelompok anakan III (Kelompok telur tanggal 21 Mei 2012)
Sehat
Rataan (SD)
Sehat
78
Lampiran 4 Suhu kandang labi-labi dewasa Waktu Pagi Siang Sore Malam
9 29 33 30 29
11 30 33 29 28.5
12 30 33 29 29
13 28 32 30 29
14 29 33 29 28
15 30 32 29 29
16 29 33 29 28
23 30 33 29 29
24 29 33 31 29
25 30 32 30 29
26 29 33 32 30
27 30 32 30 29
28 30 33 31 30
29 30 33 30 29
30 29 32 32 30
31 30 33 31 30
Tanggal pengukuran suhu (Agustus 2012)
Waktu Pagi Siang Sore Malam
10 30 32 30 28
Tanggal pengukuran suhu (Juli 2012) 17 18 19 20 21 22 29 30 29 30 29 30 33 32 33 33 32 33 29 29 30 29 30 29 29 29 29 28 29 28
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
30
29
29
30
30
29
29
30
30
30
30
30
30
31
30
30
29
30
30
29
30
29
30
30
30
30
29
30
30
30
30
33
32
32
33
33
33
33
32
33
34
34
33
34
34
34
32
32
32
33
32
34
33
34
33
32
34
32
33
33
35
34
30
30
30
30
30
30
30
30
29
31
31
31
30
31
31
30
30
30
29
29
32
30
31
29
30
30
29
30
30
33
31
29
29
29
29
29
29
30
29
28
30
30
29
29
30
30
29
29
28
29
28
30
29
30
28
29
30
28
29
28
30
30
23 78 61 64 64
24 71 56 66 71
Lampiran 5 Kelembaban kandang labi-labi dewasa Waktu Pagi Siang Sore Malam
9 54 73 78 78
10 78 61 72 77
11 65 61 78 85
12 78 56 64 71
13 64 73 72 78
14 78 61 71 70
15 65 61 71 78
Tanggal pengukuran kelembaban (Juli 2012) 16 17 18 19 20 21 22 71 64 72 71 72 64 65 56 56 61 56 56 61 56 78 71 71 72 71 78 71 85 71 78 78 77 71 85
25 65 61 72 71
26 78 61 61 72
27 72 61 72 71
28 72 56 66 71
29 65 56 72 71
30 54 55 61 72
31 65 56 60 65
77
79
Lampiran 5 Kelembaban kandang labi-labi dewasa (Lanjutan) Waktu Pagi Siang Sore Malam
Tanggal pengukuran kelembaban (Agustus 2012) 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
72
71
71
65
72
71
78
65
72
72
72
65
65
66
65
72
78
65
72
78
72
71
72
71
65
72
78
65
72
78
72
56
61
55
56
61
56
56
61
56
56
56
56
56
56
56
61
61
61
56
61
62
61
56
56
61
56
61
61
61
63
56
72
65
65
65
65
72
72
65
71
66
66
66
72
66
60
65
65
72
78
78
61
72
66
71
72
72
78
72
72
61
66
78
71
64
71
71
78
65
78
77
65
65
71
78
65
65
64
71
77
71
77
65
71
65
70
71
65
77
71
77
72
65
Lampiran 6 Fluktuasi pH air kolam labi-labi dewasa Minggu pengukuran Juli minggu 2 Juli minggu 3 Juli minggu 4 Agustus minggu 1 Agustus minggu 2 Agustus minggu 3 Agustus minggu 4 September minggu 1
PH 8 8 7 7 8 7 7 7
Kondisi Air Keruh kehijauan Keruh kehijauan Keruh kehijauan Keruh kehijauan Keruh kehijauan Keruh kehijauan Keruh kehijauan Keruh
78
79
Lampiran 7 Pertumbuhan panjang lengkung karapas (PLK) anakan uji setiap minggu pengamatan Minggu Pengukuran
Individu
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Tukik 1
4,5
4,5
4,8
4,9
5,0
5,0
5,1
5,2
5,5
5,6
Tukik 2
5,2
5,2
5,4
5,5
5,7
5,7
6,0
6,3
6,6
6,7
Tukik 3
4,7
5,0
5,0
5,0
5,5
5,6
5,7
6,0
6,1
6,4
Tukik 4
5,3
5,5
5,5
5,6
6,1
6,1
6,4
6,9
7,0
7,4
Tukik 5
5,0
5,2
5,3
5,5
5,7
5,9
6,2
6,9
7,2
7,4
Tukik 6
4,3
4,4
4,7
4,7
4,8
4,8
5,2
5,2
5,2
5,5
Tukik 7
4,5
4,7
4,9
4,9
5,0
5,1
5,2
5,5
5,6
6,0
Tukik 8
4,7
4,7
4,7
4,7
4,8
4,9
5,1
5,3
5,3
5,5
Tukik 9
4,5
4,5
4,5
4,5
4,6
4,6
4,7
4,9
5,1
5,3
Tukik 10
4,5
4,5
4,5
4,6
4,9
5,0
5,1
5,4
5,4
5,7
Tukik 11
4,6
4,7
4,9
5,0
5,1
5,1
5,3
5,4
5,4
5,8
Tukik 12
4,3
4,3
4,4
4,4
4,6
4,6
4,7
5,0
5,0
5,3
Tukik 13
4,5
4,6
4,7
4,7
4,7
4,7
4,8
4,7
4,9
5,2
Tukik 14
4,3
4,4
4,4
4,5
4,5
4,5
4,5
4,5
4,6
4,8
Tukik 15
4,7
4,7
4,7
4,8
4,9
4,9
5,0
5,0
5,1
5,2
Jumlah
69,6
70,9
72,4
73,3
75,9
76,5
79,0
82,2
84,0
87,8
Rataan
4,64
4,73
4,83
4,89
5,06
5,10
5,27
5,48
5,60
5,85
Lampiran 8 Pertumbuhan lebar lengkung karapas (LLK) anakan uji setiap minggu pengamatan Individu
Minggu Pengukuran 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Tukik 1
4,0
4,1
4,3
4,5
4,5
4,6
4,7
4,8
4,8
4,9
Tukik 2
4,6
4,7
4,8
4,9
5,0
5,2
5,4
5,7
5,7
5,7
Tukik 3
4,0
4,3
4,3
4,5
4,8
4,9
5,1
5,5
5,5
5,5
Tukik 4
4,4
4,7
4,9
5,0
5,3
5,5
5,5
5,9
6,0
6,1
Tukik 5
4,4
4,8
4,8
4,9
5,0
5,3
5,5
5,8
6,2
6,5
Tukik 6
3,7
3,7
4,0
4,1
4,1
4,1
4,1
4,3
4,5
4,5
Tukik 7
4,0
4,1
4,2
4,3
4,5
4,6
4,7
4,8
5,0
5,1
Tukik 8
4,2
4,2
4,3
4,3
4,4
4,4
4,5
4,5
4,7
4,7
Tukik 9
4,1
4,2
4,2
4,2
4,3
4,3
4,3
4,4
4,5
4,7
Tukik 10
4,1
4,0
4,0
4,0
4,2
4,3
4,4
4,7
4,8
4,9
Tukik 11
4,2
4,2
4,2
4,3
4,4
4,4
4,4
4,5
4,5
4,8
Tukik 12
3,9
3,9
3,9
4,0
4,1
4,2
4,2
4,4
4,8
4,8
Tukik 13
4,0
4,2
4,.2
4,2
4,3
4,4
4,5
4,3
4,5
4,7
Tukik 14
3,9
3,9
3,9
4,0
4,0
4,1
4,2
4,2
4,2
4,2
Tukik 15 Jumlah
4,0 61,.5
4,0 63,0
4,1 64,1
4,2 65,4
4,2 67,1
4.2 68,5
4,3 69,8
4,5 72,3
4,5 74,2
4,6 75,7
Rerata
4,10
4,20
4,27
4,36
4,47
4,57
4,65
4,82
4,95
5,05
80
Lampiran 9 Pertumbuhan bobot tubuh anakan uji setiap minggu pengamatan Individu
Minggu Pengukuran 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Tukik 1
14
15
16
17
18,5
21
22,5
23,5
25,5
26
Tukik 2
20,5
21
25
26,5
28
30
34
38
41
41
Tukik 3
15,5
16
18
21
24
26
28,5
32
34
36
Tukik 4
22
23
26
29
33
35
39
41
42
45
Tukik 5
17,5
19
23
25
27,5
29
34
40
46
47
Tukik 6
11,5
12
12
13
14
14,5
16
18,5
19,5
20
Tukik 7
13,5
14
16
16
17,5
18,5
20,5
23,5
25,5
26.5
Tukik 8
14
14
14
14
15,5
16
18,5
20
21,5
21,5
Tukik 9
13
13,5
14
14
15
15
16,5
17,5
20,5
21,5
Tukik 10
14
14,5
15
15
17,5
18,5
20,5
24
26
27
Tukik 11
14
14,5
15
15,5
16,5
16,5
19
20
20
21,5
Tukik 12
12,5
12,5
12,5
12,5
13
13,5
14,5
17,5
18
19
Tukik 13
13
13
13
13
13,5
13,5
15,5
16,5
17
19,5
Tukik 14
12
12
12
13
13
13,5
14,5
14,5
14,5
15
Tukik 15
14
15
15
15,5
16,5
16,5
19
19,5
195
20
Jumlah
221
229
246,5
260
283
297
314
366
390,5
406,5
Rataan
14,73
15,27
16,43
17,33
18,87
19,80
20,93
24,40
26,03
27,10