Prosiding Seminar Nasional Perikanan Indonesia 13-14 November 2012 Sekolah Tinggi Perikanan, Jakarta
PERILAKU HARIAN LABI-LABI (Amyda cartilaginea Boddaert, 1770) DI DESA BELAWA, KABUPATEN CIREBON1 Agus Arifin Sentosa 2, Danu Wijaya2 dan Astri Suryandari2 ABSTRAK Labi-labi (Amyda cartilaginea Boddaert, 1770) merupakan kura-kura air tawar yang telah masuk dalam CITES Appendix II. Labi-labi yang terkenal dengan sebutan Kuya Belawa atau Kura Kura Belawa dikeramatkan oleh masyarakat Desa Belawa sehingga tidak ada aktivitas penangkapan dan perdagangan labi-labi di wilayah tersebut. Keberadaan labi-labi di Desa Belawa terpusat pada kolam utama di Obyek Wisata Belawa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui informasi dasar tentang perilaku harian labi-labi yang ditangkarkan di Desa Belawa. Metode yang digunakan adalah pengamatan langsung selama 24 jam di Obyek Wisata Belawa pada tanggal 11 – 12 April 2012 dengan pencatatan perilaku setiap 15 menit sekali menggunakan metode ad libitum sampling dan one zero sampling. Aspek perilaku yang diamati meliputi mengambil nafas bebas, berenang, masuk ke dalam lumpur, membersihkan lumpur, makan, menepi ke tepian kolam dan mengapung pada labi-labi berukuran besar (tua), sedang (dewasa) dan kecil (muda) yang telah ditandai. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa perilaku harian labi-labi di kolam utama Obyek Wisata Belawa didominasi oleh aktivitas mengambil nafas bebas, berenang, masuk ke dalam lumpur dan menepi mengingat A. cartilaginea bersifat semi akuatik. Berdasarkan perilaku harian labi-labi secara umum diketahui terdapat kesamaan perilaku antara labi-labi tua dan dewasa, sementara labi-labi muda cenderung lebih banyak berdiam di dalam lumpur. Kata kunci: Amyda cartilaginea, labi-labi, Belawa, perilaku harian
PENDAHULUAN Labi-labi (Amyda cartilaginea Boddaert, 1770) merupakan kura-kura air tawar dari famili Trionychidae, ordo Testudines yang memiliki distribusi yang luas di Asia Tenggara (Asian Turtle Conservation Network, 2006; Iskandar, 2000; van Dijk 2000). Hewan tersebut bersifat semi akuatik, sebagian hidupnya tinggal di air dan hanya pada masa-masa tertentu saja naik ke daratan ketika akan bertelur (Ditjenkan, 1999). Menurut Rahmi (2008), labi-labi termasuk salah satu komoditas perikanan. Status labilabi di alam adalah rawan dalam IUCN Tahun 2006, namun pada tahun 2008 spesies tersebut telah masuk dalam Apendix II CITES. Appendix II CITES menunjukkan bahwa jenis tersebut dapat terancam punah apabila peredaran internasionalnya tidak dikontrol. Penyebaran A. cartilaginea di Indonesia dijumpai di Kalimantan, Sumatera, Jawa, Bali, dan Lombok (Auliya, 2007; Iverson, 1992), salah satunya terdapat di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, tepatnya di Desa Belawa, Kecamatan Lemahabang (Insana, 1999; Rahmi, 2008; Mashar, 2009). Di lokasi tersebut, labi-labi dikenal sebagai ―Kuya Belawa‖ atau ―Kura-Kura Belawa‖ dengan ciri khas yaitu bentuk punggung yang cekung pada kura-kura dewasa (Mashar, 2009). Bagi masyarakat Belawa, kura-kura Belawa merupakan satwa ciri khas yang menjadi kebanggaan masyarakat Belawa. Pemerintah Daerah Kabupaten Cirebon telah mengeluarkan Surat Keputusan Bupati KDH Tingkat II Cirebon No.522.51/SK.29/PEREK/1993 yang menyatakan bahwa kurakura Belawa merupakan satwa khas daerah Cirebon (Kusrini & Tajalli, 2012). Keberadaan labi-labi di Desa Belawa memiliki keunikan dibandingkan di lokasi lainnya mengingat adanya mitos yang berkembang di masyarakat terkait Kuya Belawa sehingga labi-labi di Belawa tidak ditangkap dan diperdagangkan. Kearifan lokal tersebut merupakan salah satu hal yang mendukung konservasi A. cartilaginea di desa Belawa (Oktaviani et al., 2011). Kondisi tersebut ditunjang dengan adanya Peraturan 1 2
Makalah dipresentasikan pada Seminar Nasional Perikanan Indonesia, Sekolah Tinggi Perikanan, Jakarta 13-14 November 2012 Peneliti pada Balai Penelitian Pemulihan dan Konservasi Sumber Daya Ikan Jl. Cilalawi No.1, Jatiluhur, Purwakarta Jawa Barat
9
Prosiding Seminar Nasional Perikanan Indonesia 13-14 November 2012 Sekolah Tinggi Perikanan, Jakarta
Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Cirebon No. 13 tahun 1997 tentang pengelolaan kawasan lindung dimana Pasal 26 menyebutkan bahwa Desa Belawa merupakan daerah suaka bagi labi-labi atau kura-kura Belawa. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Desa Belawa merupakan sarana pelestarian labi-labi atau kura-kura Belawa yang dapat dijadikan sebagai laboratorium alam yang dimanfaatkan untuk tujuan pendidikan, penelitian dan rekreasi (Kusdinar, 1995). Penelitian terkait labi-labi di Desa Belawa, Cirebon sudah cukup banyak, antara lain tentang karakteristik morfologi, struktur populasi dan karakteristik telurnya (Mashar, 2009), pertumbuhan juvenil labi-labi dengan pakan berbeda (Wardiatno et al., 2009), aspek habitat dan bioekologinya (Kusrini et al., 2007; Insana, 1999; Kusdinar, 1995) serta kajian populasinya berdasarkan variasi mtDNA (Muliawati, 2009). Studi mengenai perilaku harian labi-labi Belawa masih belum ada sedangkan informasi mengenai hal tersebut penting bagi pengelolaan labi-labi di Desa Belawa. Apalagi, pada tahun 2010 terjadi kematian massal lebih dari 300 ekor labi-labi Belawa akibat penyakit (Kusrini & Tajalli, 2012) sehingga informasi dasar terkait labi-labi Belawa perlu dilengkapi. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui informasi dasar tentang perilaku harian labi-labi di Desa Belawa. BAHAN DAN METODE Penelitian dilaksanakan di kolam utama Obyek Wisata Belawa di Dusun CIkuya, Desa Belawa, Kecamatan Lemahabang, Kabupaten Cirebon pada tanggal 11 – 12 April 2012 (Gambar 1). Kolam utama tersebut merupakan tempat penangkaran labilabi Belawa dengan luas sekitar 20 m2 yang menyerupai terrarium berbentuk segi enam yang berupa taman di bagian tengan yang dikelilingi oleh parit berair.
Gambar 1. Lokasi Penelitian di Desa Belawa (Kusdinar, 1995)
10
Prosiding Seminar Nasional Perikanan Indonesia 13-14 November 2012 Sekolah Tinggi Perikanan, Jakarta
Obyek penelitian ini adalah labi-labi Belawa atau kuya Belawa (Amyda cartilaginea) yang terdapat pada kolam tersebut. Labi-labi yang diamati adalah sebanyak tiga ekor yang mewakili ukuran besar (kategori tua), sedang (dewasa) dan kecil (muda) yang masing-masing telah diberi tanda (marking) berupa cat tahan air pada bagian atas karapasnya (Tabel 1). Tabel 1. Ukuran labi-labi Belawa yang diamati Ukuran No. Kategori PLK (cm) 1 Tua 37,3 2 Dewasa 22,3 3 Muda 13,7
LLK (cm) 28,5 17,4 11,6
Ukuran Besar Sedang Kecil
Tingkah laku harian diamati dengan metode ad libitum sampling. Ad libitum sampling adalah metode pencatatan semua tingkah laku yang dilihat dan diperagakan pada waktu pengamatan. Pengamatan tingkah laku hewan dapat diarahkan pada siklus harian yaitu pengamatan dengan menggunakan metode ad libitum sampling dan metode pencatatan one-zero sampling. One-zero sampling ialah teknik pencatatan untuk mengetahui intensitas tingkah laku dalam bentuk jumlah kali suatu tingkahlaku yang dilakukan pada waktu tertentu (Altman, 1973).
Gambar 2. Beberapa perilaku harian labi-labi di kolam induk Obyek Wisata Belawa
11
Prosiding Seminar Nasional Perikanan Indonesia 13-14 November 2012 Sekolah Tinggi Perikanan, Jakarta
Pengamatan dilakukan selama 24 jam dengan selang waktu pengamatan setiap 15 menit dimana jika terdapat aktivitas diberi nilai satu dan jika tidak melakukan aktivitas diberi nilai nol. Aktivitas yang diamati meliputi perilaku mengambil nafas bebas, berenang, masuk ke dalam lumpur, membersihkan lumpur, makan, menepi ke tepian kolam dan mengapung. Setiap perilaku tersebut dicatat pada tabel pengamatan (tally sheet observation) (Gambar 2). Pengukuran beberapa paramater kualitas air di kolam utama secara in situ juga dilakukan selama pengamatan perilaku harian labi-labi menggunakan alat Water Quality Checker HORIBA U50. Data yang terkumpul dianalisis secara deskriptif. Analisis data mengenai perilaku laku harian dilakukan menggunakan persamaan sebagai berikut:
x P 100% y dimana P = persentasi tingkahlaku, x = jumlah kali kegiatan tingkahlaku yang diamati, dan y = jumlah kali seluruh tingkahlaku yang terjadi (Martin & Bateson, 1993). HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Kolam Utama di Obyek Wisata Belawa Labi-labi (Amyda cartilaginea) di Kabupaten Cirebon banyak ditemukan di kawasan perairan Desa Belawa, namun saat ini keberadaan labi-labi lebih banyak dijumpai pada kolam utama yang berbentuk segi enam (heksagonal) yang berada di kawasan Obyek Wisata Belawa (Gambar 3). Kolam tersebut terletak pada 6° 49' 55,7'' LS dan 108° 35' 07,9" BT merupakan kolam yang menjadi tempat penangkaran labilabi di Desa Belawa dengan sumber air yang berasal dari Sungai Cikuya dan beberapa mata air yang keluar dari pohon-pohon besar yang ada di sekitar kolam tersebut. Hasil pengamatan beberapa kualitas perairan secara in situ di kolam utama menunjukkan bahwa suhu udara berkisar antara 23 – 30,5°C (rerata 25,96°C) dan suhu air berkisar antara 25,38 – 28,36°C (rerata 26,76°C). Kadar oksigen terlarut berkisar antara 2,01 – 3,76 mg/L (rerata 2,91 mg/L) dan relatif tidak terlalu berfluktuasi mengingat kedalaman kolam yang relatif dangkal dan adanya pergerakan labi-labi seperti berenang berpotensi meningkatkan kadar DO melalui difusi O2 secara langsung dari udara. Fahri et al. (2002) menyatakan bahwa oksigen terlarut bukan merupakan faktor pembatas bagi labi-labi mengingat organisme tersebut bernafas dengan paruparu dan memliki kemampuan mengambil udara langsung. Kisaran pH perairan di kolam utama adalah 5,48 – 6,77 (rerata 5,97) sehingga cenderung bersifat asam. Nilai kekeruhan atau turbiditas berkisar antara 36,4 – 143 NTU (rerata 71,93 NTU) dengan nilai padatan total terlarut (Total Dissolved Solids/TDS) antara 0,13 – 0,191 g/L (rerata 0,18 g/L). Nilai turbiditas cenderung lebih fluktuatif mengingat setiap pergerakan labilabi cenderung bersifat mengaduk lumpur sehingga dapat meningkatkan kekeruhan. Secara umum, kondisi kualitas air di kolam utama tersebut tidak terlalu berpengaruh terhadap kehidupan labi-labi.
12
Prosiding Seminar Nasional Perikanan Indonesia 13-14 November 2012 Sekolah Tinggi Perikanan, Jakarta
Gambar 3. Kolam utama penangkaran labi-labi di Obyek WIsata Belawa Keberadaan labi-labi di air umumnya dilakukan dengan berendam dan melumpur. Keberadaan taman di tengah kolam dimaksudkan untuk aktivitas berjemur dan bertelur bagi labi-labi. Habitat di kolam utama tersebut mengalami ancaman karena adanya kemungkinan masuknya limbah dari aktivitas mandi dan cuci pada sumber air di bagian inlet kolam. Saluran pembuangan limbah tersebut oleh masyarakat telah dialihkan di bagian luar kolam agar tidak masuk dalam kolam utama. Dampak adanya pencemaran limbah cucian tersebut adalah menurunnya kualitas perairan dan menjadi pemicu adanya kontaminasi jamur jenis Saprolegnia sp. dan bakteri jenis Edwardsiella tarda (HPIK golongan II) serta Aeromonas veronii yang diduga menjadi penyebab utama kematian massal labi-labi Belawa pada tahun 2010 (Kusrini & Tajalli, 2012). Oleh karena itu, pengelolaan Obyek Wisata Belawa oleh masyarakat setempat dan instansi terkait perlu ditingkatkan kembali agar kelestarian labi-labi Belawa dapat tetap terpelihara. Perilaku Harian Labi-Labi di Obyek Wisata Belawa Hasil pengamatan perilaku harian labi-labi di kolam induk Obyek Wisata Belawa menunjukkan bahwa labi-labi berukuran besar (tua) cenderung mendominasi dari keseluruhan aktivitas yang diamati (Gambar 4). Perilaku harian labi-labi tua (ukuran besar) didominasi oleh aktivitas mengambil nafas (52,25%), kemudian diikuti oleh aktivitas berenang (29,53%), menepi ke tepian kolam (11,58%), masuk ke dalam lumpur (5,01%), makan (1,16%), mengapung (0,26%), dan membersihkan lumpur (0,13%). Aktivitas labi-labi dewasa (ukuran sedang) secara umum juga hampir sama dengan labi-labi dewasa dengan perilaku harian didominasi oleh mengambil nafas (40,26%), kemudian diikuti oleh aktivitas berenang (30,90%), masuk ke dalam lumpur (14,23%), menepi ke tepian kolam (13,67%), mengapung (0,56%), dan membersihkan lumpur (0,37%). Sementara aktivitas labi-labi muda (ukuran kecil) lebih banyak diam di dalam lumpur dengan persentase 47,37%, kemudian diikuti oleh kegiatan mengambil nafas (19,62%), berenang (0,66%), menepi (12,92%), mengapung (0,96%) dan makan (0,48%) (Gambar 4). 13
Prosiding Seminar Nasional Perikanan Indonesia 13-14 November 2012 Sekolah Tinggi Perikanan, Jakarta
Gambar 4. Persentase perilaku labi-labi di kolam induk Obyek Wisata Belawa Berdasarkan perilaku harian labi-labi secara umum diketahui terdapat kesamaan perilaku antara labi-labi tua dan dewasa, hanya pada labi-labi dewasa tidak terlihat aktivitas makan. Sementara labi-labi muda cenderung lebih banyak berdiam di dalam lumpur dan sesekali terlihat berenang dan mengambil udara bebas. Kondisi tersebut diduga terkait dengan adaptasi labi-labi muda untuk menghindar dari labi-labi tua dan dewasa yang lebih besar ukurannya mengingat labi-labi memiliki sifat agonistik yaitu perilaku yang meliputi sikap untuk berkelahi, melarikan diri, mengalah atau menyerang. Perilaku harian labi-labi selama 24 jam di kolam utama Obyek Wisata Belawa yang mencakup aktivitas mengambil nafas dari air, berenang, masuk ke dalam lumpur, membersihkan lumpur, makan, menepi ke tepian kolam dan mengapung setiap satu jam sekali disajikan pada Gambar 5, 6, 7, 8, 9, 10 dan 11. Berdasarkan Gambar 5 terlihat bahwa aktivitas mengambil nafas secara bebas atau langsung di udara banyak dilakukan baik oleh labi-labi ukuran besar, sedang dan kecil. Hal tersebut terkait dengan labi-labi yang bernafas dengan paru-paru (pulmo) sepanjang hidupnya dan tidak pernah mengalami perubahan alat pernapasan (Amri & Khairuman, 2002).
Gambar 5. Perilaku mengambil nafas secara bebas labi-labi Belawa Labi-labi Belawa secara umum terlihat mulai aktif berenang pada malam hari. Labi-labi ukuran besar banyak melakukan aktivitas berenang pada pukul 17.00 – 21.00 dan pukul 03.00 – 05.00, sementara pada siang hari cenderung beristirahat atau menepi. Aktivitas berenang labi-labi ukuran sedang secara umum hampir sama dengan labi-labi besar, sementara labi-labi kecil cenderung memiliki aktivitas renang yang sedikit karena banyak berada di dalam lumpur (Gambar 6).
14
Prosiding Seminar Nasional Perikanan Indonesia 13-14 November 2012 Sekolah Tinggi Perikanan, Jakarta
Gambar 6. Persentase perilaku berenang labi-labi Belawa Aktivitas masuk ke dalam lumpur atau melumpur merupakan salah satu aktivitas istirahat bagi labi-labi. Menurut Kusdinar (1995), aktivitas berlumpur dilakukan oleh labi-labi Belawa yang muda maupun yang dewasa, baik di selokan atau dikolam-kolam yang berlumpur. Hasil pengamatan perilaku harian labi-labi di kolam induk Obyek Wisata Belawa menunjukkan labi-labi tua (besar) cenderung melumpur pada pukul 06.00 – 11.00 dan pukul 17.00 – 21.00 (Gambar 7). Sementara labi-labi dewasa (sedang) dan muda (kecil) cenderung melumpur sepanjang hari dan hanya menampakkan diri saat mengambil nafas, berenang, menepi dan makan. Labi-labi kecil merupakan yang paling lama berada dalam lumpur untuk berlindung dari gangguan labi-labi yang berukuran lebih besar. Labi-labi memang menyukai habitat perairan yang tenang dengan dasar berlumpur (Iskandar, 2000).. Keberadaan dasar perairan yang berlumpur selain untuk bersembunyi juga sebagai media untuk menjaga suhu tubuhnya agar tetap stabil mengingat labi-labi merupakan hewan reptil yang bersifat poikilotermal yang dicirikan suhu tubuh tidak tetap tetapi berubah-ubah mengikuti suhu lingkungan (Ditjenkan, 1999).
Gambar 7 Persentase perilaku masuk ke dalam lumpur labi-labi Belawa Umumnya, setelah melumpur, labi-labi akan berenang berputar membalikbalikkan badan dengan tujuan untuk membersihkan lumpur yang ada di atas 15
Prosiding Seminar Nasional Perikanan Indonesia 13-14 November 2012 Sekolah Tinggi Perikanan, Jakarta
tempurung/karapasnya. Selama pengamatan perilaku harian, aktivitas membersihkan lumpur pada labi-labi berukuran besar terjadi pada siang hari (09.00 – 10.00) dan ukuran sedang pada periode pukul 07.00 – 08.00 dan 10.00 – 11.00, sementara labilabi kecil tidak terlihat aktivitas tersebut (Gambar 8).
Gambar 8. Persentase perilaku membersihkan lumpur labi-labi Belawa
Aktivitas makan labi-labi di kolam induk Obyek Wisata Belawa hanya bisa diamati dari makanan buatan yang diberikan oleh pengelola. Makanan tersebut berupa cacahan daging ayam, ikan asin dan potongan singkong. Pada saat pengamatan, makanan yang diberikan berupa potongan-potongan kecil daging ayam dan diberikan setiap pukul 17.00 setiap harinya. Nampaknya labi-labi di kolam tersebut telah terkondisikan atau terbiasa dengan jadwal pemberian makanan tersebut. Selama pengamatan terlihat aktivitas makan pada pukul 17.00 didominasi oleh labi-labi besar (Gambar 9). Labi-labi kecil nampak makan pada pukul 20.00 – 21.00 untuk menghindari kompetisi dengan labi-labi yang lebih besar dan terlihat memakan sisasisa daging yang masih tersisa. Selama pengamatan aktivitas makan, labi-labi di kolam induk tersebut tidak terlihat memakan jenis pakan lainnya selain yang diberikan oleh pengelola Obyek Wisata Belawa. Hal tersebut terlihat dari adanya ikan-ikan kecil berukuran larva yang tidak dimakan oleh labi-labi walaupun ikan-ikan tersebut berada di sekitarnya.
Gambar 9. Persentase perilaku makan labi-labi Belawa 16
Prosiding Seminar Nasional Perikanan Indonesia 13-14 November 2012 Sekolah Tinggi Perikanan, Jakarta
Aktivitas menepi banyak dilakukan oleh labi-labi dalam rangka berjemur atau beristirahat. Menepi yang dimaksud adalah labi-labi berada di tepi kolam yang dangkal namun tetap dalam kondisi berendam atau tidak mendarat. Hasil pengamatan di kolam utama ObyekWisata Belawa menunjukkan lab-labi besar cenderung lebih sering menepi diikuti oleh labi-labi ukuran sedang dan labi-labi kecil yang paling sedikit melakukan aktivitas menepi. Aktivitas tersebut umumnya terkait dengan aktivitas berenang dan mengambil nafas dan dilakukan sepanjang hari (Gambar 10).
Gambar 10. Persentase perilaku menepi labi-labi Belawa Perilaku labi-labi yang mengapung di permukaan perairan juga menunjukkan kondisi istirahat. Gambar 10 menunjukkan bahwa perilaku mengapung dilakukan pada malam hari dengan waktu yang bervariasi antar ukuran labi-labi. Selama siang hari, tidak terlihat labi-labi mengapung di perairan kolam utama Obyek Wisata Belawa.
Gambar 10. Persentase perilaku mengapung labi-labi Belawa Berdasarkan pengamatan perilaku harian selama 24 jam dapat diketahui bahwa labi-labi di kolam utama Obyek Wisata Belawa cenderung aktif sepanjang hari. Hal tersebut mendukung pernyataan Kusrini et al. (2007) bahwa labi-labi Belawa merupakan satwa yang tergolong cicardian atau crepuscular, yaitu aktif baik siang hari 17
Prosiding Seminar Nasional Perikanan Indonesia 13-14 November 2012 Sekolah Tinggi Perikanan, Jakarta
maupun malam hari, sehingga kegiatan yang mendukung kehidupannya dilakukan pada siang hari dan juga malam hari. Hasil pengamatan perilaku labi-labi tersebut tidak bersifat mutlak karena labi-labi sebagaimana makhluk hidup yang lainnya memiliki perilaku yang unik, sehingga perilaku harian tentu saja akan berbeda setiap harinya. Walaupun demikian, pengamatan perilaku harian labi-labi dapat menggambarkan pola umum yang sering dilakukan oleh hewan tersebut setiap harinya.
KESIMPULAN 1. Perilaku harian labi-labi di kolam utama Obyek Wisata Belawa didominasi oleh aktivitas mengambil nafas bebas, berenang, masuk ke dalam lumpur dan menepi serta cenderung aktif baik siang maupun malam hari. 2. Perilaku harian labi-labi tua dan dewasa cenderung dominan dibandingkan perilaku labi-labi muda cenderung lebih banyak berdiam di dalam lumpur menunjukkan adanya sifat agonistik populasi labi-labi di kolam utama Obyek Wisata Belawa. UCAPAN TERIMA KASIH Penelitian ini merupakan bagian dari kegiatan ―Penelitian Biologi, Populasi dan Habitat Labi-Labi (Amyda cartilaginea) untuk Mendukung Evaluasi Penetapan Status Perlindungannya di Jawa Barat dan Sumatera Selatan‖ oleh Balai Penelitian Pemulihan dan Konservasi Sumber Daya Ikan Tahun Anggaran 2012. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Sunyoto (Balai TN Karimunjawa), Bapak Dadan, Bapak Kuwu Belawa, dan masyarakat Desa Belawa yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian di Obyek Wisata Belawa.
DAFTAR PUSTAKA Altman, J. 1973. Observational Study of Behaviour: Sampling Methods. University of Chicago, Chicago, USA. Amri K dan Khairuman. 2002. Labi-Labi Komoditas Perikanan Multi Manfaat. PT Agro Media Pustaka, Jakarta. Asian Turtle Conservation Network. 2006. Species: Amyda cartilaginea. Retrieved on 27 January 2012 from http://www.asianturtlenetwork.org/field_guide/amyda_ cartilaginea.htm. Auliya, M. 2007. An Identification Guide to the Tortoise and Freshwater Turtles of Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Papua New Guinea, Philippines, Singapore and Timor Leste. TRAFFIC Southeast Asia. Petaling Jaya, Malaysia. Direktorat Jenderal Perikanan. 1999. Petunjuk Teknis Labi-Labi (Trionyx cartilagineous). Ditjenkan. Departemen Pertanian, Jakarta. Fahri, S., R. Jaya, dan Ardianor. 2002. Ekobiologi, Tingkah Laku dan Pertumbuhan Labi-Labi, Amyda cartilaginea Kalimantan Tengah. Prosiding Seminar Nasional Limnologi 2002. Pusat Penelitian Limnologi LIPI: 359 – 374. Insana, D.R.M. 1999. Studi Habitat dan Beberapa Aspek Biologi Kura-Kura Belawa (Amyda cartilaginea Boddaert) di Desa Belawa, Kecamatan Sedong, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Departemen Manajemen Sumbedaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor . Skripsi. 61p. Kusdinar A. 1995. Telaah Beberapa Aspek Bioekologi Kura-kura Belawa (Trionyx cartilaginous Boddaert) di Belawa, Cirebon, Jawa barat. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Skripsi.
18
Prosiding Seminar Nasional Perikanan Indonesia 13-14 November 2012 Sekolah Tinggi Perikanan, Jakarta
Insana, D.R.M. 1999. Studi Habitat dan Beberapa Aspek Biologi Kura-Kura Belawa (Amyda cartilaginea Boddaert) di Desa Belawa, Kecamatan Sedong, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Departemen Manajemen Sumbedaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor . Skripsi. 61p. Iskandar, D.T. 2000. Kura-Kura dan Buaya Indonesia dan Papua Nugini dengan Catatan Mengenai Jenis-Jenis di Asia Tenggara. PAL Media Citra, Bandung. 191p. Iverson, J.B. 1992. A Revised Checklist with Distribution Maps of the Turtles of the World. Richmond, Indiana: Privately Printed. 363p. Kusrini, M.D., Y. Wardiatno, A. Mashar dan N.Widagti. 2007. Upaya Konservasi Satwa Langka: Kura-Kura Belawa (Amyda cartilaginea, Boddaert 1770). Laporan Penelitian. Dinas Perikanan Provinsi Jawa Barat. Bandung. Kusrini, M.D. dan A. Tajalli. 2010. Nasib Kura-Kura Belawa Kini. Warta Herpetofauna Vol. V No.2 Juni 2012: 12 – 15. Martin, P. and P. Bateson. 1993. Measuring Behaviour: An Introductory Guide. Cambridge University Press, UK. Mashar, A. 2009. Karakteristik Morfologi, Struktur Populasi dan Karakteristik Telur Kura-Kura Belawa (Amyda cartilaginea Boddaert 1770). Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. Laporan Penelitian. 29p. Muliawati, B. 2009. Kajian Populasi Labi-Labi Belawa, Amyda cartilaginea (Testudinata; Trionychidae) Berdasarkan Variasi mtDNA. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. Skripsi. 52p. Oktaviani, D., Dharmadi, dan R. Puspasari. 2011. Upaya Konservasi Keanekaragaman Hayati Ikan Perairan Umum Daratan di Jawa. Jurnal Kebijakan Perikanan Indonesia Vol. 3 No. 1 Mei 2011: 27 – 36. Rahmi, N. 2008. Pertumbuhan Juvenil Labi-Labi, Amyda cartilaginea (Boddaert, 1770) (Reptilia: Testudinata: Trionychidae) Berdasarkan Pemberian Jenis Pakan yang Berbeda, dalam Upaya Domestikasi untuk Menunjang Konservasi di Desa Belawa, Kabupaten Cirebon. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. Skripsi. 65p. van Dijk, P.P. 2000. The Status of Turtles in Asia. Chelonian Research Monograph 2: 15 – 23. Wardiatno, Y., M.D. Kusrini, N. Rahmi dan A. Mashar. 2009. Pertumbuhan Juvenil Labi-Labi, Amyda cartilaginea (Boddaert, 1770) dengan Jenis Pakan Berbeda, di Desa Belawa, Kabupaten Cirebon. Journal of Tropical Fisheries 3(2): 1 – 14.
19