Jamaran Kaban, Hakim Bangun, Meriaty, Hemat R. Brahmana
Jurnal KOMUNIKASI PENELITIAN Volume 17 (5) 2005
PEMBUATAN SERTA KARAKTERISASI MEMBRAN HAEMODIALISA MELALUI REAKSI ANTARA ALGINAT DENGAN KALSIUM KLORIDA DAN MAGNESIUM KLORIDA Jamaran Kaban Hakim Bangun Meriaty Hemat R. Brahmana Program Studi Ilmu Kimia Sekolah Pascasarjana-USU Abstract Magnesium and sodium have nearly same properties due to nearly place in the third period of elements of periodic table. Eventhough magnesium has d orbital, but ionization potential still high compare to calcium. Therefore, magnesium frequently makes interaction with water than forms n bond with oxygen of guluronate. Consequently, magnesium alginate dissolves in water and it can not form chelate complex. Also it can not be used as haemodialysis membrane. Calsium, which has lower ionization potential than magnesium, has tendency to form Ca2+ cation and also d orbital back donation makes chelate with oxygen n bond of guluronate. Interestingly, calsium alginate membrane 1% formed lower chelate complex compare to 2% and 3%. Consequently, calsium alginate membrane 1% has greater porosity than 2% and 3%. Therefore, urea and sodium salisylate can became easier difusan in membrane 1%. These things still happen on membranes 2% and 3%. Albumin did not diffuse through calsium alginate membrane due to high molecular weight. Actually, calsium alginate 1% was the most potential as haemodyalisis membrane. Key words: Alginate, Complex chelate, Guluronate, d-orbital back donation, Mannuronate, Polyelectrolite, Haemodyalisis membrane
A. PENDAHULUAN Turunan polisakarida alami seperti selulosa, alginat, dan khitosan telah dikembangkan sebagai material baru baik sebagai pembuatan gigi palsu (Inoue, dkk., 1978, Cook, 1986, dan Lee dkk., 2004), kapsul bahan obat (Heng, dkk, 2003 dan Bangun, dkk., 2005), membran hemodialisa (Candenas, dkk., 2003), pengolahan limbah (Hamdy, 2000, dan Klimmck, dkk., 2001). dan lainnya. Selulosa yang digunakan secara luas dalam hal ini adalah yang berasal dari dissolving pulp yang kaya αselulosa, bukannya pulp kertas yang masih mengandung β- dan γ-selulosa. Turunan selulosa yang digunakan sebagai membran hemodialisa adalah selulosa asetat (MacLeod, dkk., 2005). Sedangkan khitosan yang merupakan polisakarida amina dengan adanya gugus amina pengganti hidroksil pada C2, yang merupakan hasil deasetilasi asetamida khitin yang tersebar pada kulit crustacea termasuk sotong (Young, dkk.,1985). Khitosan juga
89
dimanfaatkan dalam bentuk hasil interaksi dalam kondisi pH 9 dengan alginat untuk menghasilkan material baru, termasuk dalam pembuatan pembalut luka (Knill, dkk., 2004). Alginat yang berasal dari tanaman rumput laut alga coklat merupakan asam organik dari polisakarida, di mana pada posisi C6 terdapat gugus karbosilat. Hanya saja alginat memiliki konfirmasi struktur ruang rantai polisakarida tidak saja ekutorial pada linkage eter C1-C4 seperti terdapat pada α-selulosa maupun khitosan, tetapi juga aksial. Alginat pada dasarnya mengandung homopolimer asam mannuronat yang disebut sebagai blok M serta blok guluronat yang disebut blok G dan heteropolimer MG (UNDP dan FAO,1990 ). Kekhasan struktur tersebut membuat alginat menarik untuk dikembangkan sebagai membran, karena adanya kemampuan untuk membentuk khelat dengan unsur logam yang memiliki dorbital back donation seperti kalsium, magnesium, dan barium, serta sekaligus adanya ether linkage C1 –C4 yang
Jamaran Kaban, Hakim Bangun, Meriaty, Hemat R. Brahmana ekutorail-ekutorial di samping aksial-aksial memberi peluang terbentuknya polielektrolit yang sangat bermanfaat untuk digunakan sebagai membran hemodialisa. Konsep pembentukan khelat ini mungkin jadi dasar pemikiran dalam pembuatan gigi palsu kalsium alginat (Inoue, dkk.,1978, Cook,1986, dan Lee dkk., 2004), termasuk sebagai perekat pada pesawat gigi (Leung, dkk.,1998). Demikian juga pembuatan kapsul kalsium alginat yang tahan hidrolisa pada kondisi asam lambung untuk meningkatkan efektivitas penggunaan obat (Heng, dkk., 2003 dan Bangun, dkk., 2005). Konsep terbentuknya khelat ini juga yang dapat digunakan untuk menjelaskan terjadinya biosorpsi terhadap logam berat seperti khrom, kobalt, nikel, seng, kadnium dan tembaga oleh alga, sehingga dapat
Jurnal KOMUNIKASI PENELITIAN Volume 17 (5) 2005 digunakan dalam teknologi pengolahan limbah cair (Hamdy, 2000, dan Klimmck, dkk., 2001). Sejauh ini hasil penelitian yang menekankan adanya peran d-orbital back donation dari logam-logam tersebut dalam pembentukan khelat termasuk pengaruh struktur kimia dalam pembentukan polielektrolit pada alginat belum dibahas. Pada penelitian yang dilakukan diharapkan terjadinya pembentukan khelat oleh logam alkali tanah magnesium, kalium, dan barium yang tidak beracun bagi tubuh dengan alginat akan memberikan suatu hasil porositas serta sekaligus pengaruh struktur kimia mannuronat dari alginat dalam pembentukan polielektrolit dari membran hemodialisa yang sangat dibutuhkan pasien gagal ginjal.
Struktur Kimia Alginat ( M = Mannuronat dengan C1-C4 Ekutorial-ekutorial : G = Guluronat dengan C1-C4 Aksial, Aksial).
90
Jamaran Kaban, Hakim Bangun, Meriaty, Hemat R. Brahmana
B. BAHAN DAN METODE Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah natrium alginat buatan Wako Pure Chemical Industries, Ltd, Jepang. Urea, albumin bovin, natrium salisilat, kalsium klorida dan magnesium klorida buatan merck. Natrium alginat sebanyak 1, 2, dan 3 gram dilarutkan dalam 100 ml akuades sambil diaduk hingga merata, kemudian didiamkan selama 1 (satu) malam. Larutan natrium alginat ini kemudian dituangkan ke dalam plat kaca yang mempunyai penyangga dan didiamkan selama 60 menit. Plat kaca yang mengandung larutan alginat diimersikan ke dalam larutan kalsium klorida 0,1 M selama 24 jam hingga larutan alginat tersebut terkoagulasi. Kemudian koagulan yang terbentuk diimersikan ke dalam air dan dikeringkan pada suhu kamar sehingga terbentuk lapisan tipis transparan pada permukaan kaca. Hal yang sama dilakukan terhadap magnesium klorida dalam pembentukan khelat magnesium alginat. Dalam pembuatan larutan urea, natrium salisilat dan albumin, masing-masing urea, natrium salisilat, dan albumin sebanyak 250 gram dimasukkan ke dalam labu ukur 250 ml, ditambahkan air suling sampai batas tanda untuk memperoleh larutan baku 1000 mcg/ml. Selanjutnya ditentukan panjang gelombang maksimum dari urea, natrium salisilat, dan albumin dengan cara memasukkan masingmasing 50 ml dari larutan baku tersebut ke dalam labu ukur 100 ml dan ditambahkan pereaksi nesler serta diberi air (sebagai catatan pada natrium salisilat ditambahkan asam sulfat 0,1 N) sampai batas tanda untuk memperoleh konsentrasi 500 mcg/ml. Larutan urea diukur pada panjang gelombang 400-430 nm , natrium salisilat pada 230-250 nm dan albumin pada 250-300 nm dengan spektrometer.
91
Jurnal KOMUNIKASI PENELITIAN Volume 17 (5) 2005
Penentuan kurva kalibrasi terhadap urea dengan membuat konsentrasi urea berturutturut 1, 5,10, 20, 30, 40, 50 dan 60 mcg/ml dengan cara mengambil 0,1, 0,5, 1, 2, 3, 4, 5 dan 6 ml urea dari larutan induk yang dipindahkan ke labu ukur 100 ml yang diberi pereaksi nesler serta ditambahkan air sampai tanda batas untuk memperoleh konsentrasi yang diinginkan. Serapan panjang gelombang maksimum yang diperoleh 409 nm. Pembuatan larutan natrium salisilat dengan konsentrasi berturut-turut 1, 2, 4, 6, 8, 10, 12, 14, 16, 18, 20, 22 dan 24 mcg/ml dilakukan dengan cara mengambil 0,1, 0,2, 0,4, 0,6, 0,8, 1, 1,2, 1,4, 1,6, 1,8, 2,0, 2,2, dan 2,4 ml natrium salisilat dari larutan induk dan dipindahkan ke labu ukur 100 ml kemudian ditambahkan asam sulfat 0,1 N sampai batas tanda,maka diperoleh larutan dengan konsentrasi yang diinginkan. Serapan panjang gelombang maksimum diukur pada 237 nm. Pembuatan larutan albumin dengan konsentrasi berturut-turut 1, 5, 10, 20, 50, 100, 200, 300, 400, 500, 600, 700, 800, 900 dan 1000 mcg/ml dengan cara mengambil 0,1, 0,5, 1, 2, 5, 10, 20, 30, 40, 50, 60, 70, 80, 90, dan 100 ml albumin dari larutan induk, kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml dan ditambahkan air sampai batas tanda, maka diperoleh konsentrasi larutan yang diinginkan. Serapan panjang gelombang maksimum diperoleh pada 278 nm. Karena magnesium-alginat larut dalam air dan tidak membentuk khelat atau membran, maka hanya membran khelat kalsium alginat yang diuji sifat difusinya dengan menggunakan sel difusi. Untuk uji penetrasi, maka membran khelat kalsium alginat ditempatkan di antara kedua bejana alat sel difusi, kemudian dimasukkan 10 ml larutan urea 100 mcg/ml ke dalam bejana difusi sebelah kiri dan 10 ml air ke dalam bejana sebelah kanan dari sel
Jamaran Kaban, Hakim Bangun, Meriaty, Hemat R. Brahmana difusi. Urea yang terdifusi ke dalam bejana sebelah kanan dipipet dengan variasi waktu 1, 3, 5, 10, 30, 45, 60, 90, 120, 150, dan 180 menit, kemudian ditambahkan pereaksi nesler dan diukur absorbansinya dengan spektometer pada panjang gelombang maksimum 409 nm. Hal yang sama dilakukan terhadap pengujian penetrasi natrium salisilat dengan panjang gelombang 237 nm dan albumin dengan panjang gelombang 278 nm. Pengujian SEM dilakukan untuk membran khelat kalsium alginat 1% sebelum dan sesudah dilakukan uji difusi. Untuk uji pertambahan berat membran, maka ditimbang terlebih dahulu berat membran kalsium alginat sebelum digunakan untuk uji difusi, selanjutnya direndam dalam air pada suhu 37 0C. Kemudian berat membran ditimbang kembali sesuai dengan waktu uji penetrasi. C. HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam pembentukan khelat dengan cara mengimersikan natrium alginat 1%, 2% dan 3% ke dalam larutan kalsium klorida atau magnesium klorida 0,1 M selama 24 jam, ternyata magnesium alginat larut dalam air sedangkan kalsium membentuk khelat dengan alginat menghasilkan membran. Magnesium dan natrium mempunyai sifat yang berdekatan sebagai unsur pada periode tiga. Biar pun Mg memiliki orbital d tetapi potensial ionisasi cukup tinggi sehingga lebih sering berinteraksi dengan H2O dibanding dengan n bond dari oksigen pada guluronat. Memang Mg dapat membentuk khelat dengan porphirin pada klorofil, tetapi karena kebasaan daripada Nitrogen lebih besar daripada oksigen sebagai basa Lewis untuk mengisi orbital d yang kosong.
Jurnal KOMUNIKASI PENELITIAN Volume 17 (5) 2005 sekaligus orbital d yang kosong dapat membentuk khelat dengan n bond dari oksigen guluronat. Yang menarik lagi, di mana dalam membran kalsium alginat 1% dibanding 2% dan 3% lebih sedikit membentuk kompleks khelat sehingga porositas lebih besar. Dengan demikian molekul urea dan natrium salisilat bisa menjadi difusan yang lebih mudah. Hal ini masih terjadi pada membran kalsium alginat 2% dan membran alginat 3%, akan tetapi jumlah yang terdifusi lebih sedikit atau lebih rendah. Masalahnya, natrium salisilat yang bersifat ionik juga berinteraksi dengan polielektrolit sehingga bisa tembus ke dalam membran kalsium alginat 1%, 2% dan 3%. Tetapi yang terbaik adalah membran kalsium alginat 1%. Hasil SEM untuk morfologi permukaan membran sebelum digunakan (gambar kiri), menunjukkan pori-pori dan permukaan yang halus sedangkan membran sesudah digunakan (gambar kanan) mempunyai pori-pori permukaan yang lebih besar dan lebih kasar. Akan tetapi tidak terjadi reaksi dengan difusan yang mengubah struktur khelat kalsium alginat; di mana hanya terjadi difusi selektif yang tergantung dengan sifat polielektrolit dan porositas akibat terjadinya khelat tersebut.
SEM Membran Ca – Alginat 1% Sebelum Digunakan
Pada kalsium yang mempunyai potensial ionisasi lebih kecil, maka kegairahan untuk membentuk dwi-kation Ca2+ dan juga
92
Jamaran Kaban, Hakim Bangun, Meriaty, Hemat R. Brahmana
Jurnal KOMUNIKASI PENELITIAN Volume 17 (5) 2005 interaksi antar khitosan dengan khelat alkali-tanah alginat untuk menghasilkan membran lain, di samping telah dikembangkan selama ini secara luas membran interaksi khitosan-natrium alginat atau khitosan-kalium alginat.
SEM Membran Ca – Alginat 1% Sesudah Digunakan
Yang menarik untuk diperhatikan bahwa terjadinya khelat melalui terbentuknya dengan ikatan dwi-kation Ca++ dan guluronat tidak dimungkinkan terjadi secara intra molekuler pada mannuronat. Hal ini terjadi karena biarpun ada 2 gugus karbosilat bebas yang dapat diikat dwikation tersebut, tetapi tidak dapat diikuti adanya ikatan n untuk mengisi 5 orbital d yang kosong dari logam alkali-tanah tersebut, sehingga tidak terbentuk khelat. Pada guluronat dimungkinkan terjadinya khelat antar molekul, sehingga membuat terbentuknya film yang kokoh. Hal ini terjadi karena dwi-kation tersebut menghubungkan gugus karbosilat bebas antara dua molekul, yang diikuti adanya sumbangan ikatan n untuk mengisi 5 orbital d yang kosong dari logam alkali-tanah tersebut. Keuntungannya spesies yang memiliki keseimbangan antara mannuronat dengan gluronat diharapkan dapat memberikan suatu sifat khelat yang baik disertai adanya polielektrolit dari karbosilat mannuronat. Oleh karena itu sedang ingin dikembangkan
93
Mannuronat C1-C4 ekutorial-ekutorial terjadi jembatan hidrogen antara O pada cincin pertama dengan OH pada C3 cincin kedua
Guluronat C1-C4 aksial-aksial terjadi jembatan hidrogen antara karbosilat pada cincin pertama OH pada posisi C2 cincin kedua
Urea dan natrium salisilat dapat melakukan penetrasi terhadap membran kalsium alginat pada konsentrasi 1%, 2%, dan 3%, sedangkan albumin tidak dapat melakukan penetrasi tersebut. Berarti khelat kalsium alginat cukup potensial untuk digunakan sebagai membran hemodialisa.
Jamaran Kaban, Hakim Bangun, Meriaty, Hemat R. Brahmana
Jurnal KOMUNIKASI PENELITIAN Volume 17 (5) 2005
Kurva 1. Perbandingan Penetrasi Urea terhadap Membran 1%, 2%, dan 3%
Kurva 2. Perbandingan Fluks Urea terhadap Konsentrasi Membran 1%, 2%, dan 3%
Kurva 3. Penetrasi Natrium Salisilat terhadap Membran 1%, 2%,dan 3%
94
Jamaran Kaban, Hakim Bangun, Meriaty, Hemat R. Brahmana Penetrasi membran kalsium alginat 1% terhadap urea lebih cepat dan jumlah penetran yang dihasilkan lebih besar dibandingkan dengan penetrasi membran kalsium alginat 2% dan 3%. Pada menit 1 (satu), jumlah penetran urea pada membran kalsium alginat 1% (19,529 mcg/ml), 2% ( 16,588 mcg/ml), dan 3% (12,261 mcg/ml). Pada pengujian fluks urea pada membran kalsium alginat 1% (17.546 mcg/ml), 2% (14,904 mcg/ml) dan 3% (12,261 mcg/ml). Hal ini terjadi karena khelat kalsium alginat yang terbentuk pada membran kalsium alginat 1% < 2% < 3%,di manaporositas 1% > 2% > 3%. Urea yang memiliki berat molekul (60) lebih kecil dari natrium salisilat (160) lebih cepat terdifusi melalui membran,
Jurnal KOMUNIKASI PENELITIAN Volume 17 (5) 2005 sedangkan albumin yang memiliki berat molekul 69.000 tidak terdifusi sama sekali. Pada pengujian interaksi air dengan membran, ternyata pada suhu 37 0C dengan melakukan penimbangan pada selang waktu tertentu, maka ternyata pertambahan berat membran akan konstan setelah perendaman 30 menit. Kenaikan pertambahan berat membran lebih tinggi pada 1% > 2% > 3%, berarti ada kemungkinan adanya interaksi Van Der Walls antara air dengan natrium karbosilat pada mannuronat, karena porositas lebih besar dibandingkan dengan kalsium alginat 2% dan 3%.
Kurva 4. Penetrasi Albumin terhadap Membran 1%, 2%, dan 3%.
Kurva 5. Perbandingan Pertambahan Berat Membran dengan Konsentrasi Membran 1%, 2%, dan 3% terhadap Waktu.
95
Jamaran Kaban, Hakim Bangun, Meriaty, Hemat R. Brahmana
Jurnal KOMUNIKASI PENELITIAN Volume 17 (5) 2005
D. KESIMPULAN DAN SARAN
E. DAFTAR RUJUKAN
Kesimpulan 1. Alginat yang memiliki struktur kimia guluronat memiliki kemampuan untuk membentuk khelat dengan logam dwi kation kalsium yang memiliki d-orbital back donation, di mana kemampuan untuk pembentukan khelat akan mempengaruhi porositas dari membran yang terbentuk. 2. Dalam pembentukan membran khelat kalsium alginat, ukuran porositas terbaik diberikan oleh khelat kalsium alginat 1% dalam memisahkan urea, natrium salisilat terpisah dari albumin; sehingga membran tersebut potensial untuk digunakan sebagai membran homodialisa bagi pasien gagal ginjal setelah melalui pengujian klinis lebih jauh. 3. Struktur kimia mannuronat yang dimiliki alginat tidak membentuk khelat dengan kalsium, tetapi membentuk polielektrolit yang dapat berinteraksi dengan molekul air sampai batas waktu kejenuhan tertentu. 4. Dwi-kation magnesium tidak membentuk khelat dengan alginat, karena mempunyai potensial ionisasi yang lebih tinggi dibandingkan Kalsium sehingga d orbital back donation lebih mengadakan interaksi dengan air dibandingkan dengan n bond dari oksigen guluronat.
Bangun H., Tarigan P., Simanjuntak M. T., Sembiring J., dan Kaban J., 2005, “Pembuatan Kapsul Alginat yang Tahan terhadap Asam Lambung dan Penggunaannya untuk Mencegah Timbulnya Efek Iritasi Lokal Obat pada Mukosa Lambung“, Laporan Hibah Tim Pascasarjana. Candenas A., Arguelles-Monal W., Goycoolea F. M., Higuera-Ciapara I., dan Peniche C., 2003, “ Diffusion Through Membranes of the Polyelectrolyte Complex of Chitosan and Alginate” Mcaromol Biosci, 3(10)535-539. Cook W., 1986, “Alginate Dental Impression Materials: Chemsitry, Structure, and Properties“, J. Biomed Mater Res, 20(1):1-24. Hamdy, A. A., 2000, “Biosorption of Heavy Metals by Marine Algae”, Curr Microbiol, 41(4) 232-238. Heng P. W., Chan L. W., dan Wong T. W., 2003, “Formation of Alginate Microspheres Produced Using Emulsification Technique”, J Microcapsul, 20(3) 401-413. Inoue K., Kakigawa H., Matsuhita S., Yamada S., dan Hayashi I., 1978, “Fundamental Studies of Elastic Impression Materials (Part III). Viscoelastic Properties from Start of Mix for Alginate Impression Materals”, Shika Rikogaku Zasshi, 19(45) : 4852. Klimmck S., Stan H. J., Wilke A., Bunke G., dan Bucholz R., 2001,”Comparative Analysis of the Biosorption of Cadmium, Lead, Nickel, and Zinc by Algae”, Environ Sci Technol, 35(21) 4283-4288. Knill C. J., Kennedy J. F., Mistry J., Miraftab, M., Sman G., Groocock M. R., dan Williams H. J., 2004, “ Alginate Fibres Modified with Unhydrolysed Chitosans for Wound Dressing”, Carbohydrate Polymers, 55, 65-76. Lee Y. K., Lim B. S., dan Kim C. W., 2004, ”Effect of Fluoride Addition on the Properties Alginate Impression
Saran 1. Pengembangan membran crosslink antara khelat logam alkali-tanah alginat dengan khitosan pada kondisi pH tertentu perlu ditindaklanjuti lebih jauh. 2. Perlu suatu penelitian terkait dalam mengembangkan spesies rumput laut alga coklat antar disiplin ilmu dalam menentukan hubungan spesies dengan komposisi struktur mannuronat dan guluronat dari alginat yang dikandungnya.
96
Jamaran Kaban, Hakim Bangun, Meriaty, Hemat R. Brahmana Materials”, J. Mater Sci Mater Med,15(3) :9-24. Leung K. C., Chow T. W., Woo C. W., dan Clark R. K., 1998, “Tensile, Shear and Cleavage Bond Strengths of Alginate Adhesive”, J. Dent., 26(7), 617-622. MacLeod A., Daly C., Khan J., Vale I., Campbell M., Wallace S., Cody J., Donaldson C., dan Grant A., 2005, “Cellulose, Modified Cellulose and Synthetic Membranes in the Haemodialysis of Patients with EndStage Renal Disease”, The Cochrane
97
Jurnal KOMUNIKASI PENELITIAN Volume 17 (5) 2005 Database of Systematic Reviews, Issue 3, John Wiley & Sons, Ltd. UNDP dan FAO, 1990, “Training Manual on Gracilaria Culture and Seaweed Processing in China” Young, M. E., Bell R. L., dan Carroad A., 1985, “Kinetics of Chitinase Production I, Chitin Hydrolysis”, Biotechnolgy and Bioengineering, 27, 769-775.