BioSMART Volume 5, Nomor 2 Halaman: 89-93
ISSN: 1411-321X Oktober 2003
Pembuatan Kefir Susu Kedelai (Glycine max (L.) Merr) dengan Variasi Kadar Susu Skim dan Inokulum Study on influence of concentration skim milk and inoculum on the production of kefir-soymilk YULI NUR AINI, SURANTO, RATNA SETYANINGSIH Jurusan Biologi FMIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta 57126 Diterima: 21 Juni 2003. Disetujui: 18 Agustus 2003
ABSTRACT The aim of the research was to study the influence of skim milk and kefir inoculum concentration on quality of kefir-soymilk compare to kefir-cow milk. The research was carried out using completely randomized design of factorials consisting of 2 factors: (1) the concentration of skim milk at three different levels, they were 5%, 10%, and 15% respectively, (2) the concentration of kefir inoculum at three different levels namely 2%, 4%, and 6% respectively. The experiment was done using three replications. The research using substrate from yellow soybean var. willis, which was mixed with water (1:3). Fermentation was conducted for 20 hours at room temperature (28ºC). The observed parameters during the research were lactic acid, viscosity, alcohol, pH, protein content, and organoleptic test. Except the organoleptic test was analyzed by hedonic method, all data were analyzed by using ANOVA and continued by using Duncan multiple range test on the level 5%. Based on the comparison of soymilk-kefir and cow milk-kefir, both lactic acid concentrations were at the same range (0.8-1.1%), yet soymilk-kefir 10% skim milk 2% inoculum (1.34%), 10% skim milk 4% inoculum (1.31%) and 15% skim milk 4% inoculum (1.12%) produced higher lactic acid concentration. The viscosity of soymilk-kefir which at the same range with cow milk-kefir were soymilk-kefir 10% skim milk 2% inoculum (51.43 mPa.s) and soymilk-kefir 10% skim milk 6% inoculum (47.87 mPa.s). Alcohol concentration of soymilk-kefir were at the same range with alcohol concentration cow milk-kefir (0.2-1.0%) yet alcohol of soymilk-kefir 5% skim milk 6% inoculum and 10% skim milk 6% inoculum lower than alcohol concentration of cow milk-kefir (0.12%). pH of soymilk-kefir (3.30-3.68) lower than cow milk-kefir (4.6). Protein concentration of soymilk kefir (1.60-1.78%) was lower than cow milk-kefir (3.5%). Organoleptic test based on the value of taste, color and flavor soymilk-kefir (3.12-3.70) were more pleasant than cow milk-kefir (4.02). Soymilk-kefir could be used as kefir substrate with product closed to cow milk-kefir. Key word: kefir, soymilk, skim milk, inoculum.
PENDAHULUAN Dalam rangka penganekaragaman pola konsumsi makanan, kedelai sebagai salah satu sumber protein nabati mendapat perhatian utama untuk dikembangkan. Hal ini disebabkan kandungan protein kedelai yang tinggi dengan pola asam amino essensial yang mendekati pola yang direkomendasikan oleh FAO (Bentley, 1975). Makanan olahan kedelai yang sudah lazim dikenal antara lain: tahu, tempe, dan kecap, sedangkan yang belum banyak dikenal adalah susu kedelai dan produk fermentasi susu kedelai. Menurut Hermana (1985) susu kedelai sebenarnya sudah lama dimanfaatkan sebagai minuman berprotein karena kandungan gizinya yang tinggi dengan sifat, komposisi dan nilai gizi mendekati susu sapi. Oleh karena itu susu kedelai berpotensi menggantikan susu sapi. Produk fermentasi susu kedelai mempunyai nilai nutrisi tinggi, kaya protein dan asam lemak tak jenuh, serta tidak mengandung kolesterol (Mann, 1991). Selain itu proses fermentasi dapat mengubah dan memperbaiki bau yang tidak disukai (Mital dan Steinkraus, 1974). Menurut Sparringa (1995), susu kedelai merupakan medium yang baik untuk pertumbuhan khamir dan bakteri asam laktat.
Aktivitas proteolitik bakteri asam laktat yang sangat rendah menyebabkan produk fermentasi susu kedelai selama ini memiliki karakter kurang disukai, mengingat proteolisis merupakan mekanisme penting dalam mengembangkan rasa dan aroma. Khamir mempunyai aktivitas proteolitik yang tinggi dalam susu kedelai. Dengan menumbuhkan khamir bersama dengan bakteri asam laktat dalam susu kedelai akan diperoleh produk yang lebih berkualitas dalam hal meningkatkan aktivitas proteolitik. Menurut Foster et al. (1961), kefir merupakan hasil fermentasi susu oleh bakteri asam laktat dan khamir. Susu skim mengandung laktosa yang memegang peranan penting dalam pembentukan alkohol, rasa berbusa dan beruap kefir yang tidak dimiliki susu kedelai. Selain itu penambahan susu skim dapat memperbaiki rasa dan aroma (flavour) serta tekstur susu kedelai selama fermentasi (Sekaran dan Rajor, 1989). Inokulum mempunyai peran penting dalam proses fermentasi. Inokulum harus tersedia dalam jumlah yang memadai agar tercapai fermentasi yang optimal. Pada tahap perkembangbiakan inokulum, yang diutamakan adalah jumlah sel yang tinggi dan aktif dalam membentuk produk yang diinginkan (Stanbury dan Whitaker, 1987).
© 2003 Jurusan Biologi FMIPA UNS Surakarta
90
B i o S M A R T Vol. 5, No. 2, Oktober 2003, hal. 89-93
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kualitas kefir susu kedelai dengan perlakuan variasi kadar susu skim dan inokulum. Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan pada masyarakat luas tentang manfaat susu kedelai sebagai substrat pembuatan kefir, dan dapat meningkatkan penganekaragaman pola konsumsi makanan. BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2002 s.d. Januari 2003, di Sub Laboratorium Biologi, Laboratorium Pusat MIPA Universitas Sebelas Maret, dan Laboratorium Biologi Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: biji kedelai kuning varietas willis diperoleh dari Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura, Dinas Pertanian Propinsi Jawa Timur di Malang, susu skim merk Devondale, inokulum kefir diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi dan Biokimia Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. Percobaan dilakukan dengan rancangan acak lengkap dengan dua faktorial, yaitu kadar susu skim dan kadar inokulum. Kadar susu skim terdiri dari tiga taraf. Percobaan dilakukan dengan tiga ulangan. Cara kerja Pembuatan susu kedelai. Kedelai sebanyak 7.500 g direndam dalam air dingin pada suhu ruang (26-28oC) dengan perbandingan larutan perendam dan kedelai 3:1 selama 8 jam. Kemudian kedelai tersebut direbus dalam larutan NaHCO3 0,25%, untuk menghilangkan antitripsin selama 15 menit pada suhu 70oC. Kedelai didinginkan dan dikupas kulitnya seterusnya dicuci dengan air. Kemudian kedelai digiling dengan penggiling tahu dengan menambahkan air 75%. Bubur encer disaring dengan kain kasa dan filtratnya merupakan susu kedelai mentah. Untuk meningkatkan rasa dan kesukaan ke dalam susu kedelai mentah ditambahkan gula pasir sebanyak 7% dan dipanaskan sampai mendidih. Setelah itu api dikecilkan dan dibiarkan dalam api kecil selama 20 menit (Soedjono, 1992). Pembuatan substrat fermentasi kefir susu kedelai. Susu kedelai sebanyak 1.710 ml, 1.620 ml, dan 1.530 ml, masing-masing ditambah 90 ml (5% v/v ), 180 ml (10% v/v), 270 ml (15% v/v) susu skim cair merk Devondale. Susu kedelai dan susu skim dicampur menggunakan pengaduk plastik sehingga masing-masing diperoleh volume campuran susu kedelai dan susu skim sebesar 1.800 ml. Setelah itu, campuran susu skim dan susu kedelai diaduk agar tercampur rata dan dipasteurisasi selama 5 menit dengan suhu 95oC untuk membunuh bakteri patogen. Pembuatan kefir susu kedelai. Inokulum kefir diinokulasikan sebanyak 2%, 4%, dan 6% ke dalam masing-masing botol kaca yang berisi 200 ml substrat fermentasi kefir susu kedelai yang telah didinginkan pada suhu 22°C, kemudian diinkubasi selama 20 jam. Setelah selesai inkubasi dilakukan pengamatan kefir susu kedelai (Kosikowski, 1982). Variabel pengamatan. Kadar asam laktat kefir susu kedelai diukur menggunakan titrimeter (Hadiwiyoto, 1982). Viskositas kefir susu kedelai diukur dengan falling
ball viscometer (Charley, 1982). Kadar alkohol kefir susu kedelai dianalisis menggunakan piknometer (Anonim, 1990). Pengukuran pH kefir susu kedelai dilakukan dengan pH meter (Apriyantono et al., 1989). Kadar protein kefir susu kedelai diukur dengan spektrofotometer metode Lowry Folin Ciocalteu (Plummer, 1987). Uji organoleptik kefir susu kedelai dilakukan terhadap bau, rasa, dan warna. Pengujian dilakukan oleh 30 panelis yang tidak terlatih (Kartika et al., 1998). Analisis data Data rata-rata asam laktat, viskositas, alkohol, pH, dan protein yang dihasilkan dari variasi kadar susu skim dan inokulum dianalisis dengan analisis sidik ragam (ANAVA) dan dilanjutkan duncan multiple range test (DMRT) pada taraf 5% (Sugandi dan Sugiarto, 1994) untuk analisis hasil uji organoleptik digunakan metode hedonik (Kartika et al., 1998). HASIL DAN PEMBAHASAN Asam laktat Kadar asam laktat kefir disajikan pada Tabel 5. Kisaran hasil pengukuran asam laktat kefir susu kedelai pada penelitian ini berada dalam kisaran asam laktat kefir dari susu sapi yaitu 0,8-1,1% (Kosikowski, 1982; Rahman, 1989) atau 0,9-1,1% (Tamime dan Robinson, 1985). Hal ini menunjukkan bahwa susu kedelai berpotensi menggantikan susu sapi sebagai substrat kefir karena mampu menjadi media yang baik bagi pertumbuhan bakteri asam laktat. Berdasarkan analisis sidik ragam kadar inokulum 2%, 4% dan 6% memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap kadar asam laktat kefir susu kedelai, demikian juga kadar susu skim 5%, 10% dan 15% memberikan pengaruh berbeda nyata. Interaksi antara variasi kadar susu skim dan inokulum menunjukkan pengaruh berbeda nyata pada asam laktat kefir susu kedelai. Hal ini berkaitan dengan tingkat keaktifan metabolisme mikroorganisme kefir dalam memanfaatkan substrat. Secara umum inokulum dengan kadar 4% memberikan asam laktat tertinggi, rata-rata 1,14%. Hal ini menunjukkan bahwa kadar inokulum yang efektif pada pembentukan asam laktat kefir susu kedelai sama dengan susu sapi yaitu 3-5%. Fermentasi kefir pada susu kedelai sama efektifnya dengan fermentasi kefir pada susu sapi. Berdasarkan uji DMRT 5% asam laktat tertinggi diperoleh pada kadar susu skim 10% inokulum 2% yaitu 1,34% dan pada kadar susu skim 10% inokulum 4% yaitu 1,31%. Sedangkan asam laktat terendah diperoleh pada kadar susu skim 15% inokulum 2% sebesar 0,74%. Tabel 5. Kadar asam laktat kefir susu kedelai setelah fermentasi selama 20 jam pada variasi kadar susu skim dan inokulum (%). Kadar susu skim 5% 10% 15% Rata-rata
Kadar Inokulum 2% 4% 6% 0,97 bc 0,98 bc 0,75 d 1,34 a 1,31 a 0,98 bc 0,74 d 1,12 b 0,81 cd b a 1,02 1,14 0,85 c
Rerata 0,90 b 1,21 a 0,89 b
Keterangan: angka pada baris sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada DMRT 5%.
NURAINI, dkk. – Pembuatan kefir kedelai
Pada inokulum 6% kadar asam laktat kefir susu kedelai lebih rendah dari kadar inokulum 2% dan 4%, karena aktivitas bakteri dalam memproduksi asam laktat telah mengalami penurunan sejalan dengan menurunnya laktosa sebagai sumber nutrisi bagi bakteri asam laktat. Menurut Lay dan Hastowo (1992) salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri adalah nutrisi. Pada penelitian ini inokulum 4% menghasilkan kadar asam laktat tertinggi, karena tercukupinya kebutuhan nutrisi dan sesuainya jumlah inokulum, sehingga kadar asam laktat yang dihasilkan lebih tinggi. Variasi kadar susu skim 5%, 10%, dan 15% memberikan pengaruh berbeda nyata. Hal ini berkaitan dengan laktosa dalam susu skim yang merupakan bahan dasar pembentukan asam laktat. Menurut Rahman et al. (1992) laktosa meruakan salah satu komponen susu yang sangat penting untuk pertumbuhan mikroorganisme. Laktosa diasimilasikan sebagai makanan dengan proses hidrolisis menjadi glukosa dan galaktosa oleh enzim laktase. Kemudian glukosa dan galaktosa diubah menjadi asam piruvat dengan proses glikolisis. Asam piruvat diubah oleh enzim laktat dehidrogenase menjadi asam laktat. Bakteri asam laktat yang berfungsi mengubah laktosa menjadi asam laktat adalah bakteri asam laktat homofermentatif. Menurut Koswara (1992) jenis karbohidrat pada susu kedelai terdiri atas golongan oligosakarida dan polisakarida yang tidak dapat dicerna oleh kultur inokulum kefir, sehingga tidak menyebabkan perubahan pH dan kekentalan susu kedelai. Viskositas Viskositas rata-rata kefir susu kedelai pada awal fermentasi sebesar 16,94 mPa.s sedangkan viskositas setelah 20 jam disajikan pada pada Tabel 6. Viskositas kefir susu sapi antara 47,75-115,50 mPa.s. (Cross dan Overby, 1988), sehingga secara rata-rata kefir susu kedelai mempunyai nilai viskositas di bawah kefir susu sapi. Tetapi kefir susu kedelai pada kadar susu skim 10% inokulum 6% dengan viskositas 47,87 mPa.s dan susu skim 10% inokulum 2% dengan viskositas 51,43 mPa.s memenuhi standar viskositas kefir susu sapi. Perubahan viskositas selama fermentasi terjadi karena koagulasi protein yang menyebabkan peningkatan kekentalan, di samping terjadi pula produksi asam laktat. Penyebab koagulasi protein adalah perubahan keasaman (Adnan, 1984). Keasaman berubah karena perubahan laktosa menjadi asam laktat. Tabel 6. Kadar viskositas kefir susu kedelai pada variasi kadar susu skim dan inokulum setelah 20 jam (mPa.s ). Kadar susu skim 5% 10% 15% Rerata
Kadar inokulum 2% 4% 6% 43,64 abcd 45,69 abc 37,09 cd 51,43 a 38,70 bcd 47,87 ab 22,31 e 34,61d 41,22 bcd a a 39,13 39,67 42,06 a
Rerata 42,14 ab 46,00 a 32,71 b
91
15% memberikan pengaruh berbeda nyata. Interaksi antara variasi kadar susu skim dan inokulum menunjukkan pengaruh berbeda nyata pada viskositas kefir susu kedelai. Berdasarkan uji DMRT 5% viskositas tertinggi diperoleh pada kadar susu skim 10% inokulum 2% yaitu 51,43 mPa.s, sedangkan viskositas terendah diperoleh pada kadar susu skim 15% inokulum 2% sebesar 22,31 mPa.s. Variasi kadar inokulum 2%, 4% dan 6% tidak memberikan pengaruh terhadap viskositas kefir susu kedelai, karena viskositas ini lebih dipengaruhi oleh kadar susu skim 5%, 10% dan 15%. Susu skim mengandung laktosa yang merupakan sumber energi bagi mikroorganisme kefir. Menurut Winarno (1984) koagulasi protein akan menyebabkan bertambahnya viskositas karena molekul mengembang dan menjadi asimetrik. Menurut Buckle et al. (1988) semakin tinggi kadar bahan tambahan formula minuman semakin tinggi pula nilai viskositasnya. Adapun menurut Cross dan Overby (1988) viskositas susu terutama dipengaruhi oleh laktosa dan kasein susu. Variasi kadar susu skim 5%, 10% dan 15% berpengaruh terhadap asam laktat dan viskositas. Secara rata-rata kadar asam laktat dan viskositas mengalami penurunan pada kadar susu skim 15%. Penambahan susu skim 15% menyebabkan tingginya konsentrasi zat terlarut, sehingga air akan berbalik dari dalam sel mikroorganisme kefir ke luar sel, karena tekanan osmosis yang tinggi dan terjadi proses plasmolisis. Hal ini menyebabkan penghambatan pertumbuhan mikroorganisme kefir. Menurut Suriawiria (1996) larutan hipertonis daprt menghambat pertumbuhan mikroorganisme karena menyebabkan plasmolisis. Secara rata-rata kadar susu skim 10% menghasilkan kadar asam laktat tertinggi, 1,21% dan viskositas tertinggi, 46 mPa.s., sehingga viskositas berbanding lurus dengan kadar asam laktat. Alkohol Kadar alkohol kefir susu kedelai disajikan pada pada Tabel 7. Kefir susu sapi mempunyai kadar alkohol 0,5%1,0% (Tamime dan Robinson, 1985) atau 0,2%-1,0% (White dan White, 1995). Berdasarkan perbandingan antara kefir susu kedelai dengan kefir susu sapi, alkohol yang terbentuk pada proses fermentasi kefir susu kedelai secara umum berada di dalam kisaran kadar alkohol kefir susu sapi. Tetapi kadar alkohol beberapa kefir susu kedelai dalam penelitian ini masih berada di bawah kadar alkohol kefir susu sapi yaitu kefir susu kedelai kadar inokulum 6% susu skim 5% dan 10%, dengan kadar alkohol sebesar 0,12%. Tabel 7. Kadar alkohol kefir susu kedelai setelah fermentasi selama 20 jam pada variasi kadar susu skim dan inokulum (%). Kadar susu skim
Kadar inokulum 2% 4% 6% 0,30 d 0,24 e 0,12 f 0,36 c 0,36 c 0,12 f 0,42 b 0,48 a 0,30 d a a 0,36 0,36 0,18 b
Rerata 0,22 c 0,28 b 0,40 a
Keterangan: angka pada baris sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada DMRT 5%.
5% 10% 15% Rerata
Berdasarkan analisis sidik ragam, kadar inokulum 2%, 4% dan 6% tidak berpengaruh terhadap viskositas kefir susu kedelai, sedangkan kadar susu skim 5%, 10% dan
Keterangan: angka pada baris sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada DMRT 5%.
92
B i o S M A R T Vol. 5, No. 2, Oktober 2003, hal. 89-93
Berdasarkan analisis sidik ragam, kadar inokulum 2%, 4% dan 6% memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap kadar alkohol kefir susu kedelai, demikian juga kadar susu skim 5%, 10% dan 15% memberikan pengaruh berbeda nyata. Interaksi antara variasi kadar susu skim dan inokulum juga menunjukkan pengaruh berbeda nyata pada alkohol kefir susu kedelai. Berdasarkan uji DMRT 5%, kadar alkohol tertinggi diperoleh pada kadar susu skim 15% inokulum 4% yaitu 0,48%, sedangkan alkohol terendah diperoleh pada kadar susu skim 5% inokulum 6% dan susu skim10% inokulum 6% sebesar 0,12%. Variasi kadar susu skim 5%, 10% dan 15% memberikan pengaruh berbeda nyata. Semakin tinggi kadar susu skim maka semakin tinggi juga kadar alkohol yang dihasilkan. Menurut Foster et al. (1961) mikroorganisme penghasil enzim dalam inokulum kefir akan menghidrolisis laktosa menjadi glukosa dan galaktosa, lalu monosakarida akan mengalami glikolisis menjadi asam piruvat, kemudian khamir akan mereduksi asam piruvat menjadi alkohol. Variasi kadar inokulum 2%, 4% dan 6% memberikan pengaruh berbeda nyata. Secara rata-rata kadar alkohol kefir susu kedelai inokulum 2% dan 4% memiliki kadar alkohol yang sama yaitu sebesar 0,36%. Hal ini menunjukkan bahwa kadar inokulum 2% sudah efektif dalam pembentukan alkohol. Pada kadar inokulum 6% alkohol rata-rata yang dihasilkan lebih sedikit yaitu 0,18%. Hal ini menunjukkan bahwa khamir penghasil alkohol tidak bekerja secara optimal dalam kefir susu kedelai. Hal ini dapat disebabkan oleh berkurangnya aktivitas khamir dalam memproduksi alkohol sejalan dengan berkurangnya laktosa sebagai sumber nutrisi khamir. Derajat keasaman (pH) Derajat keasaman (pH) kefir susu kedelai setelah fermentasi selama 20 jam disajikan pada pada Tabel 8. dalam penelitian ini rata-rata kefir susu kedelai mempunyai pH lebih rendah daripada kefir susu sapi, dimana pH kefir susu sapi adalah 4,6 (Rahman et al., 1992). Berdasarkan analisis sidik ragam, kadar inokulum 2%, 4% dan 6% maupun kadar susu skim 5%, 10% dan 15% memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap pH. Interaksi antara variasi kadar susu skim dan inokulum juga menunjukkan pengaruh berbeda nyata pada pH. Berdasarkan uji DMRT 5% pH tertinggi diperoleh pada kadar susu skim 5% inokulum 6% yaitu 3,68, sedangkan pH terendah diperoleh pada kadar susu skim 10% inokulum 4% yaitu 3,30. Tabel 8. Derajat keasaman (pH) kefir susu kedelai setelah fermentasi selama 20 jam pada variasi kadar susu skim dan inokulum Kadar susu skim 5% 10% 15% Rerata
Kadar inokulum 2% 4% 6% 3,65 ab 3,54 bc 3,68 a 3,35 ef 3,30 f 3,42 de 3,41 de 3,32 ef 3,47 cd ab b 3,47 3,39 3,52 a
1999). Meningkatnya produksi asam laktat menyebabkan menurunnya pH (Mc Kay et al., 1971). Semakin tinggi kadar inokulum, maka semakin tinggi jumlah mikroorganisme penghasil enzim yang berfungsi dalam proses hidrolisis laktosa, sehingga semakin tinggi asam laktat yang terbentuk. Secara rata-rata kadar asam laktat pada inokulum 4% merupakan kadar asam laktat tertinggi, sebaliknya pH pada kadar inokulum 4% merupakan pH terendah. Penambahan inokulum di atas 4% tidak terjadi lagi peningkatan. Penurunan kadar asam laktat secara ratarata pada inokulum 6% karena berkurangnya nutrien dalam medium sehingga mempengaruhi percepatan metabolisme. Timbulnya ion H+ atau terjadinya kenaikan keasaman dapat disebabkan beberapa hal, terutama dekomposisi laktosa dan pecahnya fosfat organik dalam kasein yang menghasilkan asam. Semakin tinggi kadar susu skim, maka semakin tinggi kadar laktosa yang akan diubah menjadi asam laktat (Adnan, 1984). Pada kadar susu skim 10% kefir susu kedelai mengalami peningkatan asam laktat, sehingga pH mengalami penurunan. Sedangkan pada susu skim 15% kadar asam laktat mengalami penurunan karena tekanan osmosis yang tinggi menyebabkan kenaikan pH. Kadar asam laktat berbanding terbalik dengan nilai pH. Protein Pada awal fermentasi kadar protein kefir susu kedelai rata-rata sebesar 2,84%, sedangkan kadar protein setelah fermentasi selama 20 jam disajikan pada pada Tabel 9. Kadar ini di bawah kadar protein kefir susu sapi yaitu 3,5% (Rahman et al., 1992). Berdasarkan analisis sidik ragam, kadar inokulum 2%, 4%, dan 6% tidak berpengaruh terhadap kadar protein kefir susu kedelai setelah fermentasi 20 jam, demikian juga kadar susu skim 5%, 10% dan 15% tidak berpengaruh. Interaksi antara variasi kadar susu skim dan inokulum juga tidak berpengaruh terhadap protein kefir susu kedelai. Berdasarkan uji DMRT 5%, kadar protein tertinggi diperoleh pada kadar susu skim 10% inokulum 4% yaitu 2,13%, sedang kadar terendah diperoleh pada kadar susu skim 5% inokulum 2% sebesar 1,60%. Tabel 9. Kadar protein kefir susu kedelai setelah fermentasi selama 20 jam pada variasi kadar susu skim dan inokulum (%). Kadar susu skim 5% 10% 15% Rerata
Kadar inokulum 2% 4% 6% 1,60 c 1,95 abc 1,98 ab 1,83 abc 2,13 a 1,97 abc 1,92 abc 1,72 bc 1,86 abc 1,78 a 1,93 a 1,94 a
Rerata 1,84 a 1,98 a 1,83 a
Keterangan: angka pada baris sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada DMRT 5%.
Rerata 3,62 a 3,36 c 3,40 b
Keterangan: angka pada baris sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada DMRT 5%.
Perubahan pH disebabkan oleh perubahan ionisasi enzim, substrat, dan kompleks enzim-substrat (Atkins,
Penurunan kadar protein setelah fermentasi 20 jam terjadi karena denaturasi protein. Menurut Girindra (1986) denaturasi dipengaruhi oleh perubahan pH dan suhu. Denaturasi menyebabkan berkurangnya daya larut (Winarno, 1995), sehingga kadar protein yang larut dalam air juga berkurang. Hal ini terjadi karena lapisan molekul protein bagian dalam yang bersifat hidrofobik berbalik ke luar, sebaliknya bagian luar yang bersifat hidrofilik terlipat ke dalam, sehingga terjadi pelipatan atau pembalikan dan
NURAINI, dkk. – Pembuatan kefir kedelai
akhirnya protein akan menggumpal dan mengendap. Dalam penelitian ini pengukuran kadar protein dilakukan dengan spektrofotometer metode Lowry Folin-Ciocalteu dengan larutan standar BSA (bovine serum albumine), sehingga hanya terhitung kadar protein yang larut dalam air (Holme dan Peek, 1994). Uji organoleptik Pada penelitian ini uji organoleptik kefir susu kedelai dilakukan dengan tiga variabel yaitu rasa, aroma dan warna. Uji organoleptik dilakukan terhadap 30 panelis yang tidak berpengalaman. Hasil uji organoleptik disajikan pada Tabel 10. Tabel 10. Hasil uji organoleptik terhadap rasa, aroma dan warna kefir susu kedelai setelah fermentasi selama 20 jam pada variasi kadar susu skim dan inokulum. No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Perlakuan Susu Skim 5% Inokulum 2% Susu Skim 5% Inokulum 4% Susu Skim 5% Inokulum 6% Susu Skim 10% Inokulum 2% Susu Skim 10% Inokulum 4% Susu Skim 10% Inokulum 6% Susu Skim 15% Inokulum 2% Susu Skim 15% Inokulum 4% Susu Skim 15% Inokulum 6%
Nilai rerata 3,12 3,17 3,18 3,24 3,45 3,42 3,63 3,64 3,70
Keterangan: kisaran nilai: 2 = suka; 3 = biasa; 4 = kurang suka.
Dalam penelitian ini, rata-rata penilaian panelis terhadap kefir susu kedelai berkisar antara 3-4, yaitu antara biasa dan kurang suka. Hal ini dapat disebabkan belum populernya produk kefir susu kedelai. Kefir susu kedelai yang paling disukai adalah kefir dengan kadar susu skim 5% dan inokulum 2% dengan pencapaian nilai sebesar 3,12. Kefir susu kedelai yang paling disukai mempunyai kadar asam laktat sedang, yaitu 0,97%, viskositas sedang yaitu 43,64 mPa.s, alkohol sedang yaitu 0,3%, pH tinggi yaitu 3,65, dan protein rendah yaitu 1,60%. KESIMPULAN Berdasarkan perbandingan kefir susu kedelai dengan kefir susu sapi, kadar asam laktat kefir susu kedelai berada dalam kisaran asam laktat kefir susu sapi (0,8-1,1%) kecuali kefir susu kedelai dengan penambahan susu skim 10% inokulum 2% (1,34%), susu skim 10% inokulum 4% (1,31%), serta susu skim 15% inokulum 4% (1,14%), dimana kadar asam laktatnya lebih tinggi dari pada kefir susu sapi. Viskositas kefir susu kedelai yang berada dalam kisaran viskositas kefir susu sapi terjadi pada inokulum 2% susu skim 10% (51,43 mPa.s) dan inokulum 6% susu skim 10% (47,87 mPa.s). Kadar alkohol kefir susu kedelai berada dalam kisaran alkohol kefir susu sapi (0,2-1,0%), kecuali pada penambahan susu skim 5% inokulum 6% dan susu skim10% inokulum 6% lebih rendah dari kadar kefir susu sapi yaitu 0,12%. Derajat keasaman kefir susu kedelai
93
(3,30-3,68) lebih rendah dari kefir susu sapi (4,6). Kadar protein kefir susu kedelai (1,60-1,78%) lebih rendah dari kefir susu sapi (3,5%). Berdasarkan penilaian rasa, warna dan aroma kefir susu kedelai (3,12-3,70) lebih disukai dari kefir susu sapi (4,02). Susu kedelai dapat digunakan sebagai substrat kefir dengan hasil mendekati susu sapi. DAFTAR PUSTAKA Adnan, M. 1984. Kimia dan Teknologi Pengolahan Air Susu.Yogyakarta: Penerbit Andi. Anonim. 1990. Standar Industri Indonesia. Jakarta: Departemen Perindustrian Republik Indonesia Apriyantono, D., N. L. Fardiaz, Puspitasari, Sedarnawati dan S. Budiyanto. 1989. Petunjuk Laboratorium Analisis Pangan. Bogor: IPB Press. Atkins, P. W. 1999. Kimia Fisika 4. Jakarta: Erlangga. Bentley, O. G., 1975. Soy Beans and People. Proceedings of Conference for Scientists of Africa, The Middle East and South Asia, 6: 2-6. Buckle, K. A., R. A. Edwards, G. H. Fleet dan M. Wotton. 1988. Ilmu Pangan. Penerjemah: Purnomo, H. dan Adiono. Jakarta: UI Press. Charley, H. 1982. Food Science. Toronto: John Wiley and Sons, Inc. Cross, H.R. and A.J. Overby. 1988. World Animal Science Disciplinary Approach: Meat Science, Milk Science and Technology. Amsterdam: Elsevier Science Publisher. Foster, E.M, F.E. Nelson, M.L. Speck, R.N. Doesch and J.C. Olson. 1961. Dairy Microbiology. New Jersey: Prentice-Hall Inc. Girindra, A. 1986. Biokimia. Jakarta: P.T. Gramedia. Hadiwiyoto, S. 1982. Teknik Uji Mutu Susu dan Olahannya. Yogykarta: Liberty. Hermana. 1985. Pengolahan Kedelai Menjadi Berbagai Bahan Makanan, Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Holme, D. J. and H. Peek. 1994. Analytical Biochemistry. 2nd ed. New York: Longman Scientific and Technical. Kartika, B., P. Hastuti, dan W. Supartono. 1998. Pedoman Uji Inderawi Bahan Pangan. Yogyakarta: PAU Pangan dan Gizi UGM. Kosikowski, F. V. 1982. Cheese and Fermented Milk Foods. 2nd ed. New York: F.V. Kosikowski and Associates. Koswara, S. 1992. Teknologi Pengolahan Kedelai. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Lay, V.B. dan S. Hastowo. 1992. Mikrobiologi. Bogor: Rajawali PressPAU Bioteknologi IPB. Mann, E.J. 1991. Soya and soya-dairy products. A Review Dairy Industries 56 (9): 16-17. Mc Kay, L.L., W.E. Sandine, and P.R. Elliker. 1971. Lactose utilization by lactid acid and bacteria. Journal of Dairy Science 37: 493. Mital, B.K. and K.H. Steinkraus. 1974. Growth of lactic acid bacteria in soymilk. Food Science 39: 10-18. Plummer, D. T. 1987. An Introduction to Practical Biochemistry. 3rd ed. London: Mc Graw Hill Book Company. Rahman, A., S. Fardiaz,. W.P. Rahayu, Suliantari, dan C.C. Nurwitri. 1992. Teknologi Fermentasi Susu. Bogor: PAU Pangan dan Gizi IPB. Sekaran, R.M. and R.B. Rajor. 1989. Supplementation of soymilk with skim milk to develop yoghurt like product. Asian Journal of Dairy Research 8 (3): 155-159. Soedjono, 1992. Seri Industri Pertanian Kacang-kacangan. Bandung: Penerbit P.T. Remaja Rosda Karya Sparringa, R.A. 1995. Pertumbuhan dan aktivitas proteolitik bakteri asam laktat dan khamir dalam susu kedelai. Seminar Biotek Biomassa BPPPT I: 228-242. Stanbury, P.F. and A. Whitaker. 1987. Principles of Fermentation Technology. New York: Pergamon Press. Suriawiria, U. 1996. Mikrobiologi Air. Bandung: Penerbit Alumni. Tamime, A.Y. and R.K. Robinson. 1985. Yogurt Science and Technology. New York: Pergamon Pers. White, S. and G. White. 1995. In Ashurst, P.H. (ed.). Dairy Flavourings in Food Flavourings (240). London: Blackie Academic and Professional. Winarno, F.G. 1995. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: P.T. Gramedia.