NILAI GIZI KEFIR SUSU SKIM DENGAN BERBAGAI VARIASI PENAMBAHAN KONSENTRASI MADU Gregorius Meiridiyanto 1 , F. Sinung Pranata 2 , E. Mursyanti 3
ABSTRACT Kefir is an acidic and mildly alcoholic fermented milk. Addition of honey into kefir could increased its nutrition value, maintained its quality, and decreased its unpleasant acidic taste. The aim of the research was to study the optimal concentration of honey to increase nutrition value of kefir skim milk and to study changes of its nutrition value and microbiology quality after thirty days storage. The research was carried out using completely randomized design with variation of added honey at four different levels namely 0%, 5%, 10%, and 15% (wA>) respectively. The experiment was done using three replications. The observed parameters during the research were chemical and microbiological analysis. All parameters were observed on day 0, 15, and 30. All data were analyzed by using ANOVA on the level 95% and continued by using Duncan's Multiple Range Test. Kefir skim milk with 15% added honey had the highest nutrition value, that were pH 2.18, acid total concentration 1.06%, reducing sugar concentration 4.75 mg/ml, dissolved protein concentration 13.78 mg/ml, ethanol concentration 0.97%, and fat concentration 17.79% after thirty days storage. All kefir were not contained Escherichia coli and Salmonella during storage. Key words: Kefir, Skim milk, Honey
PENDAHULUAN Masyarakat Indonesia telah mengenal susu fermentasi cair seperti yoghurt. Salah satu jenis susu fermentasi lainnya yang belum popuier di Indonesia adalah kefir, padahal kefir sangat potensial untuk dikembangkan karena mempunyai manfaat yang sebanding dengan yoghurt. Kefir merupakan susu fermentasi tradisional yang mempunyai rasa asam dan beralkohol ringan, berasaldari pegunungan Kaukasus, antara Laut Hitam dan Laut Kaspia, Rusia Barat Daya (Pederson, 1971; White & White, 1995). Fardiaz (1992) menyatakan bahwa kefir dapat dibuat dari susu sapi, susu kambing, Alumni fakultas Biologi Universitas Atma Jaya Yogyakarta Dosen fakultas Biologi Universitas Atma Jaya Yogyakarta Dosen fakultas Biologi Universitas Atma Jaya Yogyakarta
Jurnal llmu dan Teknologi Pangan, Vol. 3, No. 2, 0ktober2005
55
susu domba, tetapi umumnya terbuat dari susu sapi. Sejumlah bakteri dan khamir bersimbiosis untuk melakukan fermentasi susu menjadi kefir. Genera yang paling sering ditemukan dalam kefir adalah Saccharomyces, Candida, Kluyveromyces, Lactobacillus, Lactococcus, Leuconostoc, dan Acetobacter (Angulo etal., 1993; Kosikowski, 1982; Toba, 1987; Vayssier, 1978). Kefir dapat dibuat dengan menggunakan kultur mumi bakteri dan khamir. Garrote etal. (1998) mengatakan bahwa lebih baik menggunakan kefir grains sebagai starter dalam produksi kefir karena menghasilkan kefir dengan ke nampakan yang baik, juga untuk menurunkan jumlah inokulum. Schoevers & Britz (2003) melaporkan bahwa pertumbuhan massa grains tertinggi (5,82 kali lipat dari massa awalnya) ditemukan pada kefir grains yang dikultivasi pada suhu 25°C dalam susu rendah lemak yang mengandung triptosa, sedangkan untuk kondisi yang sama, pertumbuhan massa grains dalam susu full cream hanya sebesar 5,22 kali lipat dari massa awalnya. Selain itu, susu skim mengandung lemak yang lebih rendah dibandingkan susu full cream (Rahman, 1992) sehingga dapat dikonsumsi oleh orang yang melakukan diet rendah lemak. Suriawiria (2002) mengatakan bahwa madu merupakan bahan bemutrisi dan bergizi tinggi karena mengandung protein, vitamin, mineral, dan asam organik, selain itu madu juga mengandung senyawa antimikrobia. Penambahan madu pada kefir diharapkan dapat mempertahankan kualitas sekaligus meningkatkan nilai gizi dari kefir itu sendiri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konsentrasi madu yang optimal untuk meningkatkan nilai gizi kefir susu skim, mengetahui nilai gizi dan kualitas mikrobiologis kefir, terutama keberadaan bakteri E. coli dan Salmonella selama 30 hari penyimpanan. METODOLOGI Bahan Bahan utama yang digunakan adalah susu skim UHT merk Ultra Jaya. Bahan penunjang yang digunakan adalah starter kefir freeze-dried Yogourmet yang diperoleh dari Fern's Nutrition California dan madu lebah asli yang diperoleh dari petemakan lebah unggul Sari Kembang. Percobaan dilakukan dengan rancangan acak lengkap dengan variasi penambahan konsentrasi madu 5, 10, dan 15% (b/v). Kontrol yang digunakan adalah kefir susu skim tanpa penambahan madu. Percobaan dilakukan dengan tiga kali ulangan.
56
Jurnal llmu dan Teknologi Pangan, Vol. 3, No. 2, 0ktober2005
Metode Penelitian 7. Pembuatan Kefir Susu Skim Susu skim UHT sebanyak 1000 ml dimasukkan ke dalam panci dan dipanaskan hingga mencapai suhu 82°C, kemudian didinginkan hingga mencapai suhu 23-25°C. Starter kefir sebanyak 0,5% (b/v) dilarutkan ke dalam susu yang telah dingin dalam gelas kecil, kemudian dituang ke dalam 1000 ml susu dan diaduk merata. Susu yang telah diinokulasi dimasukkan ke dalam botol kaca steril masing-masing sebanyak 250 ml, kemudian diinkubasi pada suhu kamar sampai terbentuk gumpalan (24 jam). Kefir yang terbentuk dimasukkan ke dalam refrigerator selama 8 jam untuk menghentikan proses. 2. Penambahan Madu ke dalam Kefir Susu Skim Konsentrasi madu sebesar 5% (b/v) diperoleh dengan cara menambahkan 12,5 g madu dalam 250 ml kefir. Konsentrasi madu sebesar 10% (b/v) diperoleh dengan cara menambahkan 25 g madu dalam 250 ml kefir. Konsentrasi madu sebesar 15% (b/v) diperoleh dengan cara menambahkan 37,5 g madu dalam 250 ml kefir. Kefir yang telah ditambahkan madu disimpan di dalam refrigerator (± 4°C). 3. Pengukuran Parameter Parameter yang diamati meliputi pengukuran pH, pengukuran kadar total asam metode titrasi (Liu & Lin, 2000), pengukuran kadar gula reduksi metode DNS (Kartika et ai, 1990), pengukuran kadar protein terlarut metode Lowry (Sudarmadji et ai, 1989), pengukuran kadar etanol metode cawan Conway (Kartika et ai, 1990), pengukuran kadar lemak metode Roese-Gottlieb (Budiharta, 1992), perhitungan jumlah bakteri Escherichia coli dan Salmonella (Fardiaz, 1992). 4. Analisis data Data yang diperoleh dianalisis dengan uji ANAVA dengan tingkat kepercayaan 95%, apabila hasil uji ANAVA menunjukkan beda nyata maka dilanjutkan dengan Duncan's Multiple Range Test (DMRT) untuk mengetahui letak beda nyata antar perlakuan. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Derajat Keasaman (pH) pada Kefir Susu Skim yang Terbentuk Nilai pH kefir susu skim selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 1. Kisaran pH kefir susu skim dalam penelitian ini terletak antara 2,18 sampai
Jurnalllmu dan Teknologi Pangan, Vol. 3, No. 2, 0ktober2005
57
4,30, lebih rendah dibanding pH kefir menurut Rahman (1992), yaitu 4,6 atau 4,3 - 4,4 (White & White, 1995). Madu bersifat asam dengan pH 3 - 4 (Suriawiria, 2002) sehingga bila madu ditambahkan ke dalam kefir akan menyebabkan kefir bertambah asam. Perlakuan variasi penambahan konsentrasi madu memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap pH kefir susu skim. pH kefir susu skim terus menurun selama masa penyimpanan. Penurunan pH ini disebabkan oleh aktivitas bakteri asam laktat yang terdapat dalam kefir. Bakteri asam laktat mengubah gula menjadi asam laktat, menyebabkan pH kefir terus menurun. Khamir dan sedikit bakteri asam asetat yang terdapat dalam kefir grains juga menghasilkan asam sehingga pH kefir bertambah rendah.
0
15
30
w a k t u penyimpanan (harj)
Gambar 1. Nilai pH Kefir Susu Skim dengan Variasi Penambahan Konsentrasi Madu Selama Penyimpanan pada Suhu 4°C B. Kadar Total Asam pada Kefir Susu Skim yang Terbentuk Kadar total asam kefir susu skim selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 2. Kadar total asam kefir susu skim dalam penelitian ini berkisar antara 0,84% sampai 1,06%, berada dalam kisarah kadar asam laktat kefir yaitu 0,8% - 1 , 1 % (Kosikowski, 1982). Kadar total asam kefir terus meningkat selama masa penyimpanan. Peningkatan total asam terjadi sebagai akibat aktivitas bakteri asam laktat yang memecah karbohidrat yang ada dalam susu menjadi asam-asam organik, terutama asam laktat (Fardiaz, 1992).
58
Jurnal llmu dan Teknologi Pangan, Vol. 3, No. 2, 0ktober2005
Gambar 2. Kadar Total Asam Kefir Susu Skim dengan Variasi Penambahan Konsentrasi Madu Selama Penyimpanan pada Suhu 4°C C. Kadar Gula Reduksi pada Kefir Susu Skim yang Terbentuk Kadar gula reduksi kefir susu skim selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 3. Perlakuan variasi penambahan konsentrasi madu memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap kadar gula reduksi kefir susu skim. Kadar gula reduksi kefir susu skim dalam penelitian ini berkisar antara 4,75 mg/ml sampai 10,80 mg/ml.
0
1 !
JO
iMttu p*nyfenfun«n (hlri)
Gambar 3. Kadar Gula Reduksi Kefir Susu Skim dengan Variasi Penambahan Konsentrasi Madu Selama Penyimpanan pada Suhu 4°C Kadar gula reduksi kefir susu skim meningkat seiring dengan naiknya penambahan konsentrasi madu pada hari ke-0. Kadar gula reduksi kefir susu skim pada masing-masing perlakuan terus mengalami penurunan selama penyimpanan. Peningkatan kadar gula reduksi pada hari ke-0 disebabkan penambahan madu yang mengandung 38,19% fruktosa dan 31,28% glukosa (Suriawiria, 2002).
Jurnal llmu dan Teknologi Pangan, Vol. 3, No. 2, Oktober 2005
59
Penurunan kadar gula reduksi kefir susu skim selama penyimpanan disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme yang menggunakan gula sebagai sumber energi dan sumber C untuk pertumbuhannya. Penurunan kadar gula reduksi yang paling drastis terjadi pada kefir susu skim dengan penambahan 15% madu. D. Kadar Protein Teriarut pada Kefir Susu Skim yang Terbentuk Kadar protein teriarut kefir susu skim selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 4. Kadar protein teriarut kefir susu skim dalam penelitian ini berkisar antara 9,69 mg/ml sampai 13,78 mg/ml, sedangkan menurut Rahman (1992), kadar protein total kefir adalah 3,5%.
0
15
30
waktu penyimpanan (hari)
Gambar 4. Kadar Protein Teriarut Kefir Susu Skim dengan Variasi Penambahan Konsentrasi Madu Selama Penyimpanan pada Suhu 4°C Madu mengandung protein sebesar 0,26% dan 10 macam asam amino esensial (Suriawiria, 2002), sehingga semakin besar konsentrasi madu yang ditambahkan akan menyebabkan peningkatan kadar protein teriarut kefir susu skim. Kadar protein teriarut kefir susu skim terus meningkat selama penyimpanan. Peningkatan kadar protein kefir terjadi karena pertambahan biomassa sel-sel mikroorganisme yang terdapat dalam kefir. Lactobacillus sebagai salah satu bakteri asam laktat yang dijumpai dalam kefir mampu memproduksi asam amino bebas selama proses fermentasi susu (Beshkova etal., 1998). Produksi asam amino ini juga akan menyebabkan peningkatan kadar protein teriarut dalam kefir selama penyimpanan.
60
Jumal llmu dan Teknologi Pangan, Vol. 3, No. 2, Oktober 2005
E. Kadar Etanol pada Kefir Susu Skim yang Terbentuk Kadar etanol kefir susu skim selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 5. Kadar etanol kefir susu skim dalam penelitian ini berkisar antara 0,67% sampai 0,97%, berada dalam kisaran kadar alkohol kefir yaitu 0,2% - 1,0% (White & White, 1995).
t
«
at
waktu penyimpanan (hari)
Gambar 5. Kadar Etanol Kefir Susu Skim dengan Variasi Penambahan Konsentrasi Madu Selama Penyimpanan pada Suhu 4°C Penambahan madu ke dalam kefir susu skim menyebabkan berlimpahnya jumlah nutrisi di dalam kefir, sehingga aktivitas khamir meningkat. Kadar etanol kefir susu skim terus meningkat selama penyimpanan. Peningkatan kadar etanol ini disebabkan oleh aktivitas khamir yang meningkat dalam memecah gula dan menghasilkan alkohol. F. Kadar Lemak pada Kefir Susu Skim yang Terbentuk Kadar lemak kefir susu skim selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 6. Kadar lemak kefir susu skim dalam penelitian ini berkisar antara 8,82% sampai 20,53%, jauh lebih tinggi dibandingkan kadar lemak kefir menurut Rahman (1992), yaitu 1,5%.
•
«
M
waktu ptnyimpanan (harl)
Gambar 6. Kadar Lemak Kefir Susu Skim dengan Variasi Penambahan Konsentrasi Madu Selama Penyimpanan pada Suhu 4°C
Jurnal llmu dan Teknologi Pangan, Vol. 3, No. 2, Oktober 2005
61
Penambahan madu ke dalam kefir susu skim menyebabkan peningkatan kadar lemak. Kadar lemak kefir kontrol, kefir dengan penambahan 10% madu, dan kefir dengan penambahan 15% madu meningkat pada hari ke-15, akan tetapi menurun pada hari ke-30. Kadar lemak kefir dengan penambahan 5% madu terus mengalami penurunan selama penyimpanan. Peningkatan kadar lemak pada hari ke-15 disebabkan oleh pertambahan biomassa sel-sel mikroorganisme yang terdapat dalam kefir. Kadar lemak yang terukur dalam penelitian ini bukan hanya kadar lemak kefir, tetapi juga lemak yang terdapat dalam sel mikroorganisme pembentuk kefir. Penurunan kadar lemak pada hari ke-30 dan pada kef irdengan penambahan 5% madu disebabkan oleh aktivitas lipolitik dari mikroorganisme pembentuk kefir. Menurut Tamime & Deeth (1980), aktivitas lipolitik dikendalikan oleh enzim lipase yang dimiliki bakteri asam laktat. Selain itu, madu juga mengandung enzim lipase. Lipase dapat bekerja pada kisaran pH 3,5 - 7 (Anonim, 2004). Penambahan madu sebesar 10% dan 15% membuat pH kefir susu skim semakin asam, sehingga membuat aktivitas lipase berkurang. Aktivitas lipase yang lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol disebabkan pertumbuhan mikroorganisme yang lebih banyak pada kefir susu skim dengan penambahan 5% madu dibandingkan dengan kefir kontrol. G. Perhitungan Jumlah Bakteri Escherichia colidan
Salmonella
Hasil perhitungan bakteri E. co//dan Salmonella dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 menunjukkan bahwa tidak ada bakteri pencemar E. coli dan Salmonella pada keempat sampel kefir (termasuk kontrol) selama penyimpanan. Hasil ini telah sesuai dengan syarat mutu yoghurt dalam SNI 01-2981-1992. Tabel 1. Jumlah Bakteri Escherichia coli dan Salmonella pada Kefir Susu Skim dengan Variasi Penambahan Konsentrasi Madu Selama Penyimpanan pada Suhu 4°C Jenis bakteri pencemar
Eshenchia coli
Salmonella
62
Waklu penyimpanan (hari)
0% (kontrol)
5%
10%
15%
0
<3(0)
<3(0)
<3(0)
<3(0)
15
<3(0)
<3(0)
<3(0)
<3(0)
30
<3(0)
<3(0)
<3(0)
<3(0)
Konsentrasi madu yang ditambahkan
0
negatif (0)
negatif (0)
negatif (0)
negatit (0)
15
negatit (0)
negatif (0)
negatif (0)
negatif (0)
30
negatif (0)
negatif (0)
negatit (0)
negatif (0)
Standar mutu
<3
Negatif/ 100 g
Jurnal llmu dan Teknologi Pangan, Vol. 3, No. 2, 0ktober2005
Terdapat banyak faktor yang menyebabkan tidak adanya bakteri E. coli dan Salmonella dalam kefir susu skim yang terbentuk. Susu yang digunakan sebagai bahan baku adalah susu UHT yang telah mengalami proses sterilisasi pada suhu yang sangat tinggi sehingga E. co//dan Salmonella akan mati, karena E. coli dan Salmonella merupakan bakteri yang sensitif terhadap panas (Jay era/., 1997). Pemanasan susu UHT hingga mencapai suhu 82°C sebagai tahap awal proses pembuatan kefir membuat susu semakin terbebas dari bakteri pencemar. Nilai pH kefir dalam penelitian ini berkisar antara 2,18 sampai 4,30, berada di bawah kisaran pH yang sesuai untuk pertumbuhan E. coli, yaitu 4,4 -10 dan berada di bawah kisaran pH yang sesuai untuk pertumbuhan Salmonella, yaitu 4,0 - 9,5. Di luar kisaran pH ini, sel £ coli dan Salmonella akan mati (Jay et a/., 1997). KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh maka dapat disimpulkan bahwa konsentrasi madu yang optimal untuk meningkatkan nilai gizi kefir susu skim adalah 15%. Kefir dengan penambahan 15% madu mempunyai nilai pH terendah yaitu 2,18, kadar total asam tertinggi yaitu 1,06%, kadar gula reduksi terendah yaitu 4,75 mg/ml, kadar protein terlarut tertinggi yaitu 13,78 mg/ml, kadar etanol tertinggi yaitu 0,97%, dan kadar lemak tertinggi yaitu 17,79% setelah penyimpanan selama 30 hari. Kefir yang terbentuk tidak mengandung bakteri pencemar Escherichia coli dan Salmonella selama 30 hari penyimpanan.
DAFTAR PUSTAKA Angulo, L, Lopez, E., & Lema, C. 1993, Microflora Present in Kefir Grains of The Galician Region (North-West Spain), J. Dairy. Res. 60:263-267. Anonim. 2004. Techical Information: nzimesPA-L™ (Pancreatic Alternative Lipase), http://www.nzimes.com.data_files/nzimesPAL_techsheet.pdf, 24 Mei 2005. National Enzyme Company. Beshkova, D. M., Simova, E. D., Frengova, G. I., Simov, Z. I., & Adilov, E. F. 1998. Production of Amino Acids by Yogurt Bacteria, Biotechnol. Prog. 14(6):963-965. Budiharta, S. 1992. Higiene Susu, PAU Pangan dan Gizi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Jurnal llmu dan Teknologi Pangan, Vol. 3, No. 2, 0ktober2005
63
Fardiaz, S., 1992, Mikrobiologi Pangan 1, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Garrote, G. L, Abraham, A. G. & De Antoni, G. L. 1998. Characteristics of Kefir Prepared with Different Grain[Ratio]Milk Ratios, J. Dairy Res. 65:149-154. Kartika, B., Guritno, A. D., & Ismoyowati, D. 1990, Petunjuk Evaluasi Produk Industri Hasil Pertanian, PAU Pangan dan Gizi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Kosikowsi, F. 1982. Cheese and Fermented Milk Food, 2nd edition, Kosikowski and Associates, New York. Liu, J.R. & Lin, C. W. 2000. Production of Kefir from Soymilk With or Without Added Glucose, Lactose, or Sucrose, J. Food Sci. 65(4):716-719. Pederson, C. S. 1971. Microbiology of Food Fermentation, The AVI Publishing Co., Inc., Vesport, Connecticut. Rahman, A. 1992. Teknologi Fermentasi, Arcan, Jakarta. Schoevers, A. & Britz, T. J. 2003. Influence of Different Culturing Conditions on Kefir Grain Increase, Int. J. Dairy Tech. 56:183-187. Tamime, A. Y. & Deeth, H. C , 1980, Yoghurt, Technology and Biochemistry, J. Food Protect. 43(12):937-977. Toba, T. 1987. Fermented Milk Produced With Mesophilic Lactic Acid Bacteria: Kefir and Scandinavian Ropy Sour Milk, Jpn. J. Dairy Food Sci. 36:235-244. Vayssier, Y. 1978. Kefir: Qualitative and Quantitative Analysis, Revue Laitiere Francais. 361:73-75. White, A. & White, G. 1995. Dairy Flavourings in: Food Flavourings, P. H. Ashurst, p. 240, Blackie Academic Press, Inc., London.
64
Jumalllmu dan Teknologi Pangan, Vol. 3, No. 2, 0ktober2005