Pembuatan indeks buku untuk Dewey Decimal Classification edisi ringkas berdasarkan kaidah Bahasa Indonesia: sebuah catatan Sulistyo-Basuki Abstrak A brief article on the experience of translating Dewey Decimal Classification Abridged Edition (Edition 14) into Bahasa Indonesia. The Indonesian version based on the 14th abridged edition, however for Islam nonatioon, the author deliberately copied from the full version of DDC 22nd edition inlieu of Indonesia as the largest Moslem country in the world .The author showed some difficulties regarding the entry arrangement, the use of different terminologies among Indonesian glossaria albeit the same concept in English, the rather chaotic usage of geographical names in Indonesian version, the transliteration effort regarding Arabic alphabets, the different grammatical notion regarding the entry arrangement and the coverage based on Indonesian grammatical rules. The author showed efforts to overcpme such contraints. Keyword: Indonesia Dewey Decimal Classification Bahasa Indonesia Abridged edition
1. Pendahuluan Bagi pustakawan, istilah Dewey Decimal Classification (DDC) bukanlah hal asing. Menggunakan DDC sudah merupakan keharusan Bagi pustakawan yang bergerak dalam bidang pengolahan. Pustakawan sudah terbiasa dengan DDC termasuk menggunakan Index DDC yang disusun dalam bahasa Inggris, karena disusun dalam bahasa Inggeris, maka kaidah yang digunakan ialah MD artinya M enerangkan D iterangkan misalnya High Building, Red Bull. Pada kaidah MD, building, bull adalah unsur yang diterangkan sedangkan high, red adalah unsur yang menerangkan. Jadi building, bull itu unsur yang diterangkan. Dalam pembuatan indeks DDC bahasa Inggris, entri yang dibuat ialah Building, High dan Bull, Red. Dari penggunaan indeks DDC bahasa Inggris, timbul pertanyaan bagaimana membuat indeks DDC dalam Bahasa Indonesia yang menggunakan kaidah DM artinya D iterangkan M enerangkan. Karangan ini mencoba menjawab pertanyaan tersebut berdasarkan pengalaman penulis menyusun indeks DDC berbahasa Indonesia. Adapun DDC tersebut didasarkan pada Dewey decimal Classification Abridged Version, 14th edition terbitan tahun 2004. U
U
U
U
U
U
U
U
2. DDC dalam Bahasa Indonesia Sepanjang pengetahuan penulis, belum pernah ada upaya menerjemahkan DDC versi lengkap kedalam Bahasa Indonesia sejak DDC digunakan di Indonesia pada tahun 1952 (Sulistyo, 2007). Perpustakaan Nasional RI (PNRI) pernah menerbitkan Terjemahan Ringkas Klasifikasi Dewey dan Indeks Relatif (Terjemahan, 2000) berdasarkan DDC versi lengkap DDC 20. Pada saat ini sebuah Tim Perpustakaan Nasional tengah menerjemahkan Dewey Decimal Classification versi Abridged Edition kedalam Bahasa Indonesia. Kegiatan itu bersamaan pula dengan kegiatan penulis yang melakukan kegiatan yang sama. Dari kegiatan itu muncul masalah menyangkut pembuatan indeks dalam Bahasa Indonesia. 3. Indeks Istilah indeks dalam ilmu perpustakaan dan informasi mengalami perubahan makna. Semula indeks berarti daftar topik, nama orang, tempat dan sebagainya yang disusun menurut abjad, yang disebutkan dalam sebuah buku atau seri buku, menunjukkan tempat istilah tersebut dimuat dalam buku, lazimnya disertai dengan nomor halaman (kadang-kadang disertai dengan simbol yang menunjukkan posisi tersebut dalam halaman), kadang-kadang juga nomor seksi, entri ataupun jilid. Misalnya Dina 113 berarti bahwa istilah Dina dapat ditemukan pada halaman 113 buku tersebut. Untuk indeks sebuah karya yang terdiri dari beberapa jilid, lazimnya ditulis nomor jilid baru halaman yang memuat istilah tersebut. Contoh Dina 3:412-7 artinya istilah Dina dapat ditemukan dalam jilid 3 pada halaman 412 s.d. 417. Seringkali untuk menunjukkan jilid, penunjukan jilid menggunakan huruf tebal misalnya 3:412-7 Pengertian sekarang, indeks merupakan alat bantu temu (finding aids) ke posisi sebuah materi perpustakaan dalam koleksi perpustakaan. Maka bila pembaca menyimak batasan kata indeks, indeks dalam arti kontemporer sinonim dengan katalog. Sebenarnya ada perbedaan antara indeks dengan katalog; kalau pada entri indeks sebuah buku hanya ditunjukkan lokasi istilah, maka pada katalog di samping lokasi sebuah
1
subjek juga masih dilengkapi dengan uraian deskriptif mengenai materi tersebut dalam kaitannya dengan subjek. 4. Tujuan indeks buku Lazimnya pada buku terbitan luar negeri terutama dari negara maju, setiap buku selalu dilengkapi dengan indeks buku (selanjutnya disebut indeks) yang bertujuan memudahkan pencarian butir spesifik informasi. Misalnya seorang pembaca ingin menemukan kata Shogun Ieyatsu dalam sebuah buku, dia akan mencari istilah pada indeks, kemudian indeks akan menunjukkan lokasi istilah tersebut dalam buku yang bersangkutan. Indeks pada dasarnya menyusun ulang materi yang ada dalam sebuah buku, mengumpulkan menjadi satu berbagai acuan berkaitan dengan sebuah topik. Misalnya topik Jakarta akan dibagi lagi menjadi subtopik, setiap subtopik disertai lokasi dalam buku. Indeks yang baik tidak akan memuat istilah yang tidak ada pada buku. Misalnya sebuah buku yang membahas sejarah Bali, indeks yang baik tidak akan memuat nama Tawan Karang bila istilah Tawan Karang memang tidak terdapat dalam indeks. Indeks yang baik juga mampu menyelamatkan buku dalam arti pembaca tidak perlu dirawak halaman demi halaman hanya untuk mencari sebuah istilah. Dengan demikian buku tidak perlu dirawak halaman per halaman berkat keberadaan indeks yang baik. 5. Syarat indeks Wellisch (1993) menyatakan indeks yang baik harus memenuhi syarat sebagai beriktut : (a) Akurat artinya istilah yang digunakan benar-benar mencerminkan konsep yang dimuat dalam buku. Misalnya buku tentang kuda akan banyak memuat entri kuda daripada entri binatang berkaki gazal. (b) Komprehensif artinya mencakup seluruh konsep yang ada dalam sebuah buku. Keluasan indeks dapat dibatasi asalkan saja hal pembatasan tersebut dijelaskan terlebih dahuku, misalnya pada kata pengantar atau pedoman penggunaan indeks. (c) Istilah yang digunakan harus konsisten, tidak berubah-ubah walaupun maknanya sama. Maka pengindeks (indexer) harus memutuskan istilah mana yang akan digunakan, istilah mana yang akan merujuk ke istilah yang digunakan. Contoh kata nyanyian, lagu, dendang. Ketiga kata tersebut sinonim maka harus dipilih satu kata secara konsisten, walaupun dalam buku yang diindeks, mungkin saja si penulis menggunakan ketiga kata. Sehubungan dengan konsistensi ini, maka ada baiknya pengindeks menggunakan tesaurus (d) Penggunaan penunjukan “lihat” dan “lihat juga”. Penunjukan ‘lihat” digunakan dari satu istilah yang tidak digunakan ke istilah yang digunakan. Sebagai contoh, menyangkut sinonim kata sapi, lembu, jawi, maka bila pengindeks memutuskan menggunakan kata “sapi”, dia membuat penunjukan Jawi lihat Sapi dan Lembu lihat Sapi. Dalam praktik, seringkali ada pertimbangan daripada membuat penunjukan “lihat”, lebih ekonomis bila masing-masing istilah dimunculkan dalam indeks dengan merujuk ke halaman yang sama. Contoh “Jawi 112 ......... ......... Lembu 112 ............ ........... Sapi 112 Penunjukan “lihat juga” dibuat dari satu istilah yang lebih luas ke istilah yang lebih sempit dan dari istilah yang setara. Contoh untuk subjek yang luas, misalnya Unggas lihat juga Ayam, Itik, Angsa. Contoh subjek yang setara misalnya Ayam lihat juga Bebek, Angsa, Itik Manila. Dalam praktik penunjukan lihat juga untuk subjek yang setara tidak selalu dilakukan karena pertimbangan ekonomis agar indeks tidak terlalu tebal serta anggapan bahwa pemakai cukup tahu. 6. Pengindeksan DDC dalam Bahasa Indonesia. Saat ini DDC edisi lengkap telah mencapai edisi 22 sementara DDC edisi ringkas mencapai edisi 14. Dewasa ini DDC edisi ringkas oleh Perpustakaan Nasional RI sedang diupayakan terbit dalam Bahasa Indonesia termasuk indeksnya.
2
6.1. Masalah susunan entri Indeks dalam DDC edisi bahasa menurut kaidah MD yang dianut oleh bahasa Inggrris. MD artinya Menerangkan Diterangkan. Dalam kaida tersebut bagian yang menerangkan akan muncul pertama disusul dengan bagian yang diterangkan seperti English Channel, English language, English literature. Istilah tersebut tidak dapat dijadikan satu, masing-masing menduduki tempat tersendiri. Contoh English Channel English horns English language English literature Pada istilah tertentu, prinsip tersebut dapat menyatukan kata seperti Erosion 551.3 Agriculture 631.4 Engineering 627 Geology 551.3 Karena indeks DDC edisi ringkas ini i disusun dalam Bahasa Indonesia, maka kaidah yang digunakan ialah DM artinya Diterangkan Menerangkan. Karena kaidah DM ini, maka ada entri yang panjang misalnya Analis..., Bahasa ..., Sastra ..., Sistem..., Teori ... Contoh Analisis (Matematika) 515 Analisis dimensi 530.8 Analisis fungsional 515 Analisis kimia 543 Analisis kombinatorial 511 Analisis kovarians 519.5 Analisis kualitatif 543 Analisis kuantitatif 543 Analisis matra 530.8 Analisis matematis 515 Bahasa Bali Bahasa Baltik Bahasa Baltik-Slav Bahasa Baluchi Bahasa Bambara Bahasa Bantu Bahasa Basque Bahasa Batak Bahasa Belanda Bahasa Belarusia Bahasa Belorusia Sastra Bali Sastra Baltik Sastra Baltik-Slav Sastra Baluchi Sastra Bambara Sastra Bantu Sastra Basque Sastra Batak Sastra Belanda Sastra Belarusia
499.224 491 491.8 491 496 496 499 499.227 439.31 491.7 491.7 899.224 891 891.8 891 896 896 899 899.227 839.31 891.7
3
Secara sepintas bila pembaca memperhatikan, maka penggunaan kaidah DM cenderung akan membuat indeks menjadi panjang. Pendapat tersebut tidak selalu benar karena bila indeks menyangkut bagian yang M ( Menerangkan) berakhir sama, maka indeks dapat disingkat. Misalnya Bahasa Indonesia, Ilmu Bumi Indonesia, Geologi Indonesia, maka entri indeks dapat disingkat sebagai berikut: Indonesia Bahasa 499.221 Geologi 555.98 Sastra 899.221 Sejarah 959.8 Pada entri di atas, pembaca akan membacanya sebagai bahasa Indonesia, Geologi Indonesia, Sastra Indonesia dan seterusnya. Contoh entri semacam itu dimungkinkan karena ada persamaan istilah pada entri indeks, terutama untuk bagian kedua. Penggunaan DM diharapkan lebih memudahkan pengguna DDC walaupun perlu diberitahukan cara penyusunan entri indeks. Dalam pemberitahuan, pengguna disarankan menentukan kata kunci baru mencari lebih lanjut. Misalnya mencari entri indeks Burung Kenari pada kata burung sebaliknya entri indeks Latihan Aerobik, Pernafasan Aerobik, tarian Aerobik dicari pada kata Aerobik.Bila diindeks menghasilkan entri sebagai berikut: Aerobik Latihan 613.7 Pernapasan 573.2 Tarian 613.7 U
U
6.2. Penentuan istilah. Prinsipnya istilah untuk indeks harus konsisten. Dalam praktik, konsistensi atau taat asas dipengaruhi oleh disiplin ilmu sedangkan setiap disiplin ilmu menggunakan istialh yang berbeda-beda. Contoh kata probability. Dalam ilmu ekonomi berdasarkan Glosarium Ekonomi, istilah tersebut diterjemahkan menjadi peluang. Pada matematika, istilah tersebut diterjemahkan menjadi kementakan, probabilitas Glosarium matematika). Istilah adat resam sinonim dengan adat istiadat namun digunakan dalam disiplin yang berbeda. Maka bila pemakai menggunakan indeks DDC Bahasa Indonesia, kesan pertama ialah tidak taat asas karena ada pengertian yang sama namun menggunakan istilah berlainan. Kesan tersebut kurang tepat karena penggunaan istilah indeks terpulang pada masing-masing disiplin ilmu. Contoh istilah cacat mental digunakan dalam bidang kedokteran sementara konsep yang sama untuk bidang pendidikan menggunakan istilah tuna grahita. Menggunakan salah satu istilah saja dengan penunjukan dari istilah yang tidak digunakan memang dimungkinkan namun bagi bidang dari istilah yang tidak digunakan akan kelihatan janggal. Bila pengindeks menggunakan istilah tuna grahita, maka istilah tersebut terasa janggal bagi bidang kedokteran, istilah yang lazim digunakan untuk ental retardation´ialah cacat mental (Glosarium kedokteran, 2005). Untuk istilah yang sama, pengindeks menggunakan tanda pembeda dalam kurung. Contoh: Depresi (Ekonomi) 338.4 Depresi (Fisiografi) 551.44 Depresi (Status mental) 362.2
6.5. Istilah populer atau menurut pandangan keilmuan. Istilah yang digunakan dalam berbagai glosarium mengarah pada penggunaan istilah yang berasal dari bahasa nggris sebagai dampak penyebaran bahasa Inggris yang mulai menggusur penggunaan istilah dari bahasa Belanda. Bagi pemakai awam, kadang-kadang istilah yang berasal dari bahasa Belanda lebih lazim daripada istilah yang berasal dari bahasa Inggris karena penggunaannnya yang telah berlangsung lama di Indonesia. Contoh istilah electricity. Dalam glosarium (Glosarium fisika) diterjemahkan menjadi keelektrikan karena kata dasarnya electric. Bagi masyarakat awam istilah kelistrikan lebih lazim daripada kata keelektrikan. Perbedaan itu terjadi karena kata dasar yang digunakan berasal dari dua bahasa yang berlainan. Istilah indeks disusun menurut istilah yang lazim digunakan untuk masing-masing bidang ilmu sehingga dapat saja istilah yang sama dalam bahasa Inggris bila diterjemahkan kedalam BahasaIndonesia menghasilkan istilah yang berlainan.
4
6.6. Masalah sinonim, homonim, polisemi (bentuk bahasa yang mempunyai makna lebih dari satu), homofon (kata yang sama lafalnya dengan dengan kata lain, tetapi berbeda ejaan dan maknananya seperti mosaik dan mozaik), homonim (kata yang sama lafal dan ejaannya, tetapi berbeda maknanya karena berasal dari sumber yang berlainan seperti hak sepatu, hak manusia), sinonim (bentuk bahasa yang maknanya mirip dengan atau sama dengan bentuk bahasa lain). Sinonim menimbulkan kesulitan dalam penentuan di indeks istilah mana yang dipilih? Misalnya bilah getar atau lidah getar untuk bidang musik. Pada Glosarium Teknologi Informasi istilah WWW untuk World Wide Web diterjemahkan menjadi Waring Wera Wunia dengan singkatan tetap WWW. Dalam sebuah seminar malahan ada yang mengganti WWW dengan JJJ singkatan dari Jaring Jagad Jembar. Kegiatan serupa itu merupakan upaya mencari padanan dalam Bahasa Indonesia dengan tidak mengubah bentuk singkatan aslinya. Di masyarakat, dikenal istilah ATM, dalam bahasa Inggris disebut Automatic Tarnsfer Machine sedangkan dalam Bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi Anjungan Tunai Mandiri. Di lingkungan perpustakaan dikenal singkatan GMD atau General material description, dalam bahasa Indonesia juga tetap GMD, hanya saja singkatannya berubah menjadi Guratan Materi Deskripsi (Sulistyo, 2005) 6.7. Nomina dan adjektiva. Tidak semua disiplin ilmu menggunakan pendekatan pembedaan antara adjektiva dengan nomina. Fisika membedakan antara heat dengan hot. Istilah heat diterjemahkan menjadi bahang sedangkan kata hot menjadi panas. Bila dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari mungkin lebih jelas seperti kalimat heat transfer dengan hot tea masing-masing menjadi transfer bahang dan teh panas! Bagi orang awam hal ini mungkin membingungkan Ada bidang yang menggunakan akhiran ~ik, ada yang menggunakan akhiran ~is misalnya kegiatan akademik, ada pula yang menyebutnya kegiatan akademis 6.9. Penulisan nama kitab suci. Salah satu masalah yang dijumpai penulis menyangkut penulisan sebutan kitab suci. Pada berbagai terbitan, tertulis Alquran (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2005), al-Qur’an (Ensiklopedi Islam), al-Quran (IAIN, 1992), ada pula yang menulis AlQuran atau juga AlQur’an. Menghadapi berbagai variasi tulisan semacam itu diperlukan kesepakatan di antara pustakawan. Penulisan nama kitab suci itu juga akan dijumpai pada deskripsi atau katalogisasi. Pada DDC versi ringkas ditemukan istilah Christianity. Istilah tersebut dapat diterjemahkan menjadi Kristianitas, namun istilah tersebut tidak diketemukan pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (edisi 3, 2005); akan tetapi istilah Kristianitas dapat ditemukan pada karya Heuken (1993). 6.8. Soal penentuan kata utama Walaupun sedikit saja nama yang masuk dalam indeks buku, tetap saja merupakan soal yang perlu dibahas.Kebetulan nama yang muncul dari Indonesia hanyalah nama presiden sejak tahun 1945 sampai sekarang. Dari empat presiden, dua memiliki nama tunggal dan nama tunggal ini tidak menimbulkan masalah. Maka pada indeks DDC Bahasa Indonesia, pembaca dapat menemukan nama Soekarno dan Soeharto. Kedua nama menggunakan ejaan lama untuk huruf oe sebagai pengganti huruf u. Entri selanjutnya menetapkan kata utama pada nama terakhir padahal peraturan tajuk entri utama PNRI (Perpustakaan Nasional, 2005) menentukan pada bagian pertama nama. Juga ada rujukan dari nama yang kurang lazim digunakan ke nama yang digunakan. Bagi nama dua presiden pertama ada satu kejanggalan yaitu dalam perjalanan hidup mereka, mereka memperoleh nama tambahan yang tidak jelas asal usulnya. Presiden Soekarno sejak awal menggunakan nama Soekarno, namun dalam perjalanan hidupnya ada yang menambahkan kata Ahmad atau Achmed sehingga berubah menjadi Achmad Soekarno. Presiden Soeharto sejak awal menggunakan nama Soeharto namun kemudian mendapat tambahan Muhammad Soeharto. 6.9. Cakupan indeks Hal ini ditentukan oleh bagan apakah semua nama yang berkaitan dimasukkan kedalam bagan atau tidak, terutama yang berkaitan dengan Indonesia dengan anggapan bahwa DDCBahasa Indonesia ditujukan untuk perpustakaan umum, sekolah dan komunitas. Misalnya menyangkut notasi burung pada notasi 598.7 apakah perlu memasukkan beberapa nama burung dengan sebutan khas Indoensia? Misalnya raja udang, ranggong, betet kea. Notasi pada DDC versi singkat tidak lengkap sehingga sering menimbulkan kebingungan manakala ada pertanyaan dari pengguna yang hanya mengenal nama burung dalam istilah lokal. Tahukah pembaca apakah burung raja udang atau pun burung bekakak dan apa pula burung culik-culik?
5
6.10. Kepanjangan notasi DDC versi ringkas menggunakan notasi yang tidak sepanjang versi lengkap. Dengan pertimbangan bahwa Indonersia merupakan negara Islam terbesar di dunia, maka pada DDC versi ringkas dalam Bahasa Indonesia, khusus untuk notasi agama Islam (297) diambil sepenuhnya dari DDC versi lengkap. Pengambilan notasi 297 dari DDC edisi lengkap, bukannya dari versi Surat Keputusan Bersama dilakukan atas pertimbangan bahwa versi SK Bersama belum pernah direvisi walaupun sudah berusia lebih dari 20 tahun sehingga dikhawatirkan ada notasi yang mengalami perubahan. Versi PNRI yang dibuat pada tahun 2006 bahkan notasinya tidak sesuai dengan DDC edisi 22 sehingga bila digunakan akan menimbulkan kekacauan notasi. Pengambilan notasi 297 dari DDC versi lengkap membawa imbas bahwa notasi Islam lebih panjang daripada notasi agama lain walaupun menyangkut subjek yang sama. Contoh: Bacaan devosi 204 Islam 297.382 Sufi 297.438 2 Kristianitas 242 Doa Islam Sufi Kristen
297.382 4 297.438 24 264
Sebaliknya konsep yang sama namun karena ada istilah khusus dalam agama Islam akan memperoleh notasi sendiri. Contoh Khalwat 297.382 Zikir 297.382 Adanya dua entri ini akan memudahkan pustakawan dalam temu balik informasi namun ada imbasnya bahwa indeks akan menjadi panjang, Pada aplikasi di lapangan, kepanjangan notasi akan berdampak terhadap pembuatan nomor di punggung buku. Bagi madrasah, pesantren serta perpustakaan Islam lainnya yang akan menggunakan DDC versi singkat Bahasa Indonesia, kepanjangan notasi perlu diperhatikan, terutama bertautan dengan penempelan nomor punggung, kartu buku dan kantong buku (bagi perpustakaan yang masih menggunakan sistem sirkulasi manual) 6.11. Sebutan nama geografis Sedikit banyak pustakawan dipengaruhi oleh penggunaan nama di media massa. Hal serupa juga terjadi pada pemakai. Istilah apakah h yang akan digunakan untuk notasi 993, Selandia Baru ataukah New Zealand? Bila memilih Selandia Baru, pemakai akan memprotes mengapa New York tidak diganti dengan York Baru atau New South Wales diubah menjadi Wales Selatan Baru? Contoh lain ialah Greenland ataukah Pulau Hijau ataukah Grunland? 7. Penutup Apa yang diuraikan di atas merupakan pengalaman dalam menyusun indeks untuk DDC dalam Bahasa Indonesia. Dan DDC versi ringkas dalam Bahasa Indonesia yang sedang disusun ini menggunakan Dewey Decimal Classification Abridged Version 14th edition, 2004 namun khusus untuk notasi 297 (Agama Islam) menggunakan notasi lengkap dari DDC edisi 22 (2003). Tentu diharapkan masukkan dan saran demi kesempurnaan tulisan ini. Bibliografi Artandi, Susan. (1964) Automatic book indexing by computer. American Documentation, 15 (4) Oct :250-256 Perpustakaan Nasional. (2005). Keputusan Kepala Perpustakaan Nasional republik Indonesia nomor 20 tahun 2005 tentang kata utama dan ejaan untuk tajuk nama pengarang Indoensia. Ringkasan Klasifikasi Desimal Dewey dan Indeks relatif: disesuaikan dengan DDC
6
20: terjemahan. (2000). Jakarta: Perpustakaan Nasional Sulistyo-Basuki. (2005). “Pengindonesiaan kata GMD dan pages dalam konteks katalogisasi Indonesia.” Media Pustakawan,12 (2) Juni 2005:11-14 Sulistyo-Basuki. (2007a). Dewey Decimal Classification(DDC)’s notation 297 on Islam: a critics and view from Indonesia point of view.” Proceedings of the International Conference on Libraries, Information and Society, ICOLIS 2007, Petakling Jaya, malaysia, 26-27 June 2007. Kuala Lumpur, Universiti Malaya, 2007. p:13-21 Sulistyo (2007 b). “Greater subject access to Dewey Decimal Classification’s notation, with special reference to Indonesia’s geography, period and language notations.” IFLA General Conference 2007, Durban, Afrika Selatan Weinberg, B.H. Why indexing fails the researcher. The Indexer, 16, 1988:3-6 Wellisch, H.H. (1991). Indexing from A to Z . Bronx,NY:H.H.Wilson. Buku referensi yang diperiksa Glosarium biologi. (2002). Jakarta: Balai Pustaka. Glosarium fisika. (2002). Jakarta: Balai Pustaka Glosarium matematika. (1995). Jakarta: Balai Pustaka Glosarium teknologi informasi(2002). Jakarta: Yayasan Obor Indonesia untuk Pusat Bahasa Heuken,SJ, A. (1993) Ensiklopedi Gereja. Jakarta: Yayasan Cipta Loka Caraka. q.v. Kristianitas 3:37 Kamus besar Bahasa Indonesia.(2005). Edisi 3. Jakarta: balai Pustaka
7