Pembuatan detektor geiger-mueller
tipe jendela samping dengan ... (Sayono, S. T.)
PEMBUATAN DETEKTOR GEIGER-MUELLER TIPE JENDELA SAMPING DENGAN GAS ISIAN ARGON-ET ANOL DAN ARGON-BROM Sayono Pusat Teknologi Akselerator dan Proses Bahan, BAT AN , Yogyakarta e-mail:
[email protected]
ABSTRAK PEMBUATAN DETEKTOR GEIGER-MUELLER TIPE JENDELA SAMPING DENGAN GAS ISIAN ARGON-ETANOL DAN ARGON-BROM. Telah dilakukan pembuatan detektor Geiger-Mueller tipe jendela samping dengan gas isian argon (Ar) sebagai gas utama dan etanol serta brom (Br) sebagai gas quenching (pemadam). Tabung detektor Geiger-Mueller terbuat dari bahan stainless steel dengan ukuran diameter tabung 16 mm, anode terbuat dari bahan kawat tungsten dengan diameter 0,08 mm, panjang daerah aktif 100 mm dan tebal jendela yang mempunyai density thickness sekitar 4,8 g/cm2. Tekanan gas isian Ar-etanol divariasi masing-masing 7:1, 9:1, dan 19:1, sedang untuk Ar-Br perbandingan tekanannya 100: 1, 50: 1 dan 33: 1. Dari hasil pengujian terbaik diperoleh untuk perbandingan tekanan gas Ar-etanol sebesar 9:1 dihasilkan panjang plateau 180 V, slope 9,60%/100 V, resolving time T = 6,725 ~ detik dan tegangan operasi 1160 V. Untuk gas Br sebagai gas pemadam dengan perbandingan tekanan 100:1 diperoleh panjang plateau 100 V, slope 7,6%/100 V, resolving time T = 7,75 ~ detik dan tegangan operasi 540 V. Pada penelitian ini umur detektor belum dapat diprediksi karena selama melakukan pengujian detektor masih memiliki plateau yang panjang dan bentuk pulsanya belum mengalami discharge. Jumlah cacah yang dihasilkan detektor untuk gas isian Ar-etanol sebesar 3,105 x 106 cacah, sedang untuk Ar-Br sebesar 1,102 x 107 cacah. Kata kunci: Detektor Geiger-Mueller,
pemadam, plateau, slope dan resolving time
ABSTRACT CONSTRUCTION OF SIDE-WINDOW GEIGER-MUELLER DETECTOR TYPE USING ARGON-ALCOHOL AND ARGON-BROMINE AS FILLING GASES. Construction of side window type Geiger-Mueller detector has been conducted using argon (Ar) as the main filling, ethanol and bromine (Br) as quenching gas. The Geiger-Mueller detector tube is made of stainless steel with diameter of 16 mm, anode is made of tungsten wire of 0.08 mm in diameter, the length of active media is 100 mm and density thickness window 4.8 g/cm2. The pressure of Ar-ethanol as filling gas were varied i,e 7:1, 9:1, and 19:1 respectively, while the ratio of pressure between Ar-Br is 100:1; 50:1 and 33:1. The test result shows that the best result obtained at ratio between Ar-ethanolis 9:1, the length of plateau is 180 V, slope is 9.60%/100 V, resolving time is 6.725 ~ seconds and operating voltage is 1160 V. Meanwhile, Br as quenching in the ratio of 100:1, the length of plateau is 100 V, the slope is 7.68%/100 V, the resolving time 7.75 ~ seconds and operating voltage is 540 V. In this research, the detector lifetime has not been predicted and during the process of characterization, detector is still unpredictable because during the process of testing and still has a long plateau and the pulse shape has not discharged. The number of counting resulted from the detector with Ar-ethanol as filling gas is 3.105 x 106 counts, while for Ar-Br is 1.102 x 107 counts. Key words:
BABI
Geiger-Mueller
detector, quenching, plateau, slope and resolving time
PENDAHULUAN
Pemanfaatan iptek nuklir pada berbagai bidang seperti energi, kesehatan, industri, lingkungan, pendidikan dan lain-lain, yang melibatkan berbagai zat radioaktif, mengharuskan adanya suatu pengawasan yang cermat terhadap kemungkinan pencemaran radioaktif terhadap lingkungan. Kebolehjadian pencemaran tidak hanya berasal dari instalasi yang menggunakan zat radioaktif, tetapi juga berasal dari sebuah PLTU batubara yang
381
Iptek Nuklir: Bunga Rampai Presentasi IImiah Jabatan Peneliti
ISSN 2087-8079
melepaskan zat radioaktif ke udara seperti uranium, thorium dan turunannya seperti Rn-220 dan Ra-226, beserta unsur kimia termasuk logam be rat. Untuk keperluan tersebut, maka detektor nuklir memegang peranan yang sangat penting [1], karena instrumen ini merupakan bagian terdepan pada sistem instrumentasi nuklir yang berfungsi untuk mengubah besaran radiasi menjadi sinyal atau pulsa listrik, selanjutnya melalui seperangkat alat elektronik sinyal listrik dari keluaran detektor tersebut diproses menjadi informasi cacah atau pulsa listrik yang besarnya sebanding dengan intensitas atau energi radiasi yang datang ke detektor [2]. Oalam perkembangannya detektor nuklir dikelompokkan menjadi 4 yakni detektor isian gas, detektor sintilasi, detektor semikonduktor dan detektor neutron. Oetektor isian gas terdiri dari detektor kamar ionisasi, detektor proporsional dan detektor Geiger-Mueller. Oalam aplikasinya di lapangan detektor isian gas Geiger Mueller banyak digunakan, misalnya untuk survey meter, monitoring lingkungan, mengetahui kebocoran pipa, pengelasan tangki minyak, mengukur ketebalan bahan dan lain-lain. Prinsip kerja detektor Geiger-Mueller adalah memanfaatkan adanya proses ionisasi sekunder yang berasal dari ionisasi primer akibat interaksi zarah radiasi dengan medium gas isian detektor setelah diberi beda potensial tertentu. Adanya beda potensial pada anode dan katode akan menimbulkan medan listrik sehingga pasangan ion-elektron mendapat tambahan energi kinetik yang cukup besar, sehingga gerak ion-elektron dalam perjalanannya menuju elektrode (ion menuju katode dan elektron ke arah anode) dapat mengionisasi gas isian sehingga pasangan ion-elektron sekunder dan bila ion-elektron sekunder masih kelebihan energi akan menumbuk gas isian lagi yang menyebabkan ionisasi tersier dan seterusnya, dan akhirnya akan terjadi jumlah pasang ion-elektron yang banyak sekali atau sering disebut peristiwa avalanche. Pengumpulan elektron pada anode selanjutnya dikeluarkan melewati tahanan sehingga timbul denyut atau pulsa listrik yang besarnya sebanding dengan intensitas radiasi yang datang. Penelitian tentang pembuatan detektor Geiger-Mueller telah dimulai pada dekade delapan puluhan di PPBMI yang sekarang bernama PTAPB-BATAN, pad a saat itu tabung detektor yang berfungsi sebagai katode dibuat dari tabung gelas yang bagian dalamnya dilapisi dengan tembaga dengan teknik evaporasilpenguapan sedang anode dibuat dari kawat tungsten. Teknik pemasangan anode dan katode pad a tabung detektor dilakukan menggunakan sistem pengelasan gelas logam. Oetektor Geiger-Mueller yang telah dibuat mempunyai spesifikasi teknis mekanik diameter tabung 16 mm, diameter anode 0,08 mm dan panjang daerah aktif 100 mm, dengan gas isian argon-etanol (Ar-etanol). Oari hasil pengujian karakteristik detektor diperoleh panjang daerah tegangan kerja (plateau) 100-200 volt, kemiringan daerah tegangan kerja (slope) 10-20%/100 volt, tegangan operasi 1100-1300 volt, waktu yang diperlukan oleh detektor untuk dapat mencacah radiasi yang datang berikutnya (resolving time) dalam orde ratusan mikro detik dan umur detektor 106 cacah [3] .. Permasalahan yang selalu muncul dalam membuat detektor nuklir Geiger-Mueller selama ini adalah plateau, slope dan tegangan operasi cepat berubah menjadi besar sehingga umur detektor menjadi pendek. Kelemahan ini tentunya merupakan tantangan yang harus dicari solusinya. Tegangan operasi tinggi dimungkinkan karena pemilihan jenis gas yang digunakan dan perbandingan antara tekanan gas isian detektor yang kurang tepat, umur detektor pendek dimungkinkan karena adanya kebocoran gas isian melalui sambungan pada anode maupun katode karena sistem pengelasan antara gelas dan logam yang kurang baik. Berdasarkan pad a permasalahan tersebut, maka dilakukan penelitian untuk menemukan faktor-faktor penyebabnya sehingga nantinya akan dihasilkan produk detektor nuklir Geiger-Mueller yang mempunyai plateau yang panjang (~1 00 volt), slope kecil (:510%/100 volt), tegangan operasi (600-850 volt) sehingga cukup memerlukan catu daya yang rendah dan umur pakai detektor lebih lama di atas 106cacah. Untuk memperoleh tegangan operasi rendah pad a detektor Geiger-Mueller dapat dilakukan antara lain dengan memperkecil diameter katode dan anode, mengatur perbandingan tekanan gas isian yang tepat serta penggunaan gas halogen (brom, klor dan fluor) sebagai gas quenching (pemadam) dalam pembuatan detektor [4]. Karena gas halogen mempunyai sifat beracun, sangat reaktif dan korosif terhadap bahan katode dan anode, maka dalam pembuatan detektor harus dipilih bahan-bahan yang tahan terhadap sifat gas tersebut. Pada penelitian ini untuk katode atau tabung detektor dibuat dari bahan stainless steel dan anode dari kawat tungsten, karena kedua bahan tersebut tahan terhadap gas brom (Br), tidak mudah terjadi penguapan baik tekanan rendah maupun suhu kamar dan tahan terhadap vakum tinggi.
382
Pembuatan
detektor geiger-mueller
tipe jendela samping dengan ... (Sayono, S. T.)
Agar diperoleh detektor Geiger-Mueller yang mempunyai karakteristik dan unjuk optimum, maka dalam pembuatan detektor harus memperhatikan parameter-parameter berpengaruh terhadap karakteristik detektor Geiger-Mueller antara lain tegangan tinggi dicatukan, bentuk/geometri, pemilihan jenis bahan, tingkat kevakuman sebelum diisi jenis gas isian yang digunakan (tekanan gas dan perbandingan tekanan gas utama pemadam). Berdasarkan latar belakang tersebut maka dilakukan penelitian dengan Pembuatan Oetektor Geiger-Mueller Tipe Jendela Samping dengan Gas Isian Ar-etanol Ar-Br.
kerja yang yang gas, dan judul dan
Tujuan penelitian adalah dapat diperoleh suatu prototip detektor Geiger-Mueller tipe jendela samping (side window) dengan spesifikasi tabung detektor dibuat dari bahan stainless steel dengan diameter 16 mm, anode dari bahan tungsten diameter 0,08 mm, panjang daerah aktif 100 mm, tebal jendela dibuat tipis dengan density thickness sekitar 4,8 g/cm2 dan isian detektor terdiri dari Ar sebagai gas utama dan gas etanol serta Br sebagai gas pemadam. panjang plateau :?:100 volt, slope:::; 10%/100 volt dan tegangan operasi 10001250 volt untuk gas isian Ar-etanol dan 600-850 volt untuk Ar-Br. Ruang lingkup penelitian meliputi penentuan diameter katode, pemilihan bahan dan bentuk tabung detektor, pembuatan komponen, perakitan, pengisian gas isian dan pengujian detektor yang meliputi panjang plateau, slope, tegangan operasi, resolving time, faktor koreksi dan umur detektor. Manfaat dari penelitian ini adalah dapat dikuasainya teknologi pembuatan detektor nuklir khususnya detektor Geiger-Mueller dan karakterisasinya sehingga dapat meningkatkan kemampuan Sumber Oaya Manusia (SOM) dan dapat menjadi acuan untuk penelitian berikutnya serta dapat menunjang kegiatan penelitian dan pengembangan di bidang iptek nuklir.
BAB II TINJAUAN PUST AKA
2.1.
Interaksi Zarah Radiasi Tidak Bermuatan Dengan Materi
Foton y dan sinar-X adalah dua macam foton radiasi yang mempunyai sifat-sifat sama. Keduanya merupakan gelombang elektromagnetik dan tidak bermuatan serta tidak bermassa. Adapun besarnya energi foton y dan sinar-X dapat dinyatakan oleh Planck [5]
c
E = hv = h-
(1)
A dengan E = energi radiasi (eV), h = tetapan Planck \6,62517 x 10-12 erg detik), u = frekuensi (detik- ), c = kecepatan cahaya (3 x 1010 cm/ detik), ;\ = panjang gelombang (m atau cm).
Menurut asal-usulnya kedua foton itu sangat berbeda. Sinar-X terjadi karena adanya pelepasan energi pada waktu transisi elektron dari lintasan elektron kulit luar ke lintasan elektron yang lebih dalam yang dekat inti atom. Oleh karena itu terjadinya sinar-X adalah peristiwa di luar inti atom, sedang foton y terjadi karena pelepasan energi dari inti atom, dengan demikian terjadinya foton y adalah peristiwa nuklir. Menurut PETER SOEOOJO, 2001 [5], foton y mempunyai daya tembus dalam materi yang sangat besar dibandingkan dengan zarah bermuatan. Apabila foton y menembus suatu materi, maka akan mengalami penurunan intensitas. Penurunan intensitas tersebut bersifat eksponensial dan mengikuti persamaan [5]
1x -- 10 e-PIX dengan
(2)
11,
= intensitas foton y setelah menembus materi setebal x, = intensitas foton y sebelum menembus materi, = koefisien atenuasi linear total,
x
= tebal materi.
Ix 10
383
Iptek Nuklir: Bunga Rampai Presentasi IImiah Jabatan Peneliti
Untuk menentukan jangkauan foton
y
ISSN 2087-8079
dalam materi ditentukan menggunakan
metode tebal paro (X1l2) atau Half Value Layer (HVL). Hubungan antara tebal paro dengan koefisien atenuasi liner (PI) dinyatakan dengan persamaan [5] x'/2
In 2
0,693
PI
III
=--=--
(3)
Interaksi foton y dengan materi serapnya jenis interaksi elektromagnetik. Adapun mekanisme hilangnya energi foton y yang melewati materi terdiri dari efek fotolistrik, efek Compton dan pembentukan pasangan. 2. 1. 1.
Efek fotolistrik
Efek fotolistrik terjadi bila foton y mempunyai energi radiasi rendah (E < 0,1 MeV). Foton y yang menembus materi akan melepaskan seluruh energinya hu kepada elektron yang terikat kuat dalam atom, biasanya kulit K. Energi tersebut digunakan untuk melepaskan elektron dari ikatannya dan sisanya sebagai energi kinetik elektron yang dinyatakan dalam persamaan Einstein [5] (4) dengan Ek = energi kinetik, hu = energi foton, Ib = energi ikat elektron. Efek fotolistrik hanya dapat terjadi bila hu>lb, skema terjadinya efek fotolistrik disajikan pad a Gambar 1. )(
Sinar-X hasH de-eksitasi
Foton datang E < 0,1 MeV
e Elektron dari kulit K
Gambar 1. Skema terjadinya efek fotolistrik [6]. Atom yang terionisasi akibat efek fotolistrik berada dalam keadaan tidak stabil, dengan segera kekosongan pada kulit K akan diisi oleh elektron dari kulit yang lebih luar disertai pemancaran sinar-X. Apabila energi sinar-X cukup besar, maka akan mendesak elektron lain agar keluar dari orbitnya. Proses ini disebut efek Auger dan elektron yang dihasilkan adalah elektron Auger. 2. 1.2.
Efek Compton
Efek Compton sering disebut hamburan Compton. Terjadi efek Compton apabila foton y menumbuk elektron bebas atau elektron yang berada pada kulit terluar. Pad a efek Compton, foton y hanya melepas sebagian energinya kepada elektron yang ditumbuknya serta sisanya digunakan untuk menghamburkan foton y dengan sudut e. Skema efek Compton disajikan pada Gambar 2.
384
Pembuatan
detektor geiger-mueller
tipe jendela samping dengan ... (Sayono, S. T.)
e Elektron Foton datang Eo< 0,1 MeV Gambar 2. Skema efek Compton [6]. Energi foton y yang terhambur setelah terjadinya efek Compton adalah [7,8]
=
E
y
(5)
Eo I
+ ( ~moc
) (1
e) -
cas
= sudut kecepatan cahaya dalam ruang hampa, dengan Ey hamburan. = energi foton y yang terhambur, = massa elektron, Eo =diam energi foton y mula-mula,
c e mo
2.1.3.
Pembentukan pasangan
Bila foton y mempunyai energi cukup tinggi melalui medan listrik yang sangat kuat di sekitar inti atom, maka foton y tersebut akan lenyap dan berubah menjadi pasangan elektron dan positron (e" dan e\ Peristiwa ini disebut pembentukan pasangan. Skema pembentukan pasangan disajikan pada Gambar 3.
e" Elektron
Foton datang Eo> 1,022 MeV Positron Gambar 3. Skema Pembentukan pasangan [6]. Elektron dan positron dalam keadaan diam masing-masing mempunyai energi 0,511 MeV. Dengan demikian pembentukan pasangan dapat terjadi jika energi foton y lebih besar dari jumlah energi elektron dan positron dalam keadaan diam, yaitu Er> 2 x 0,511 MeVatau Ey >1 ,022 MeV. Apabila foton y mula-mula adalah Eo MeV, maka kelebihan energi sebesar (Eo -1,022) MeV akan dibagikan pada elektron dan positron dalam bentuk energi gerak. Persamaan energi tersebut diformulasikan sebagai [6,7] Er=
dengan Ey Ee+ Ee"
1,022 MeV + E/
+ Ee"
(6)
= energi foton y datang, = energi gerak positron, = energi gerak elektron.
Segera setelah terbentuk, positron akan bergabung dengan elektron di sekitarnya hingga terbentuk dua buah foton y yang masing-masing berenergi 0,511 MeV. Proses perubahan positron dan elektron menjadi dua buah foton y ini dinamakan "anihilasi" dan proses ini selalu mengikuti efek pembentukan pasangan.
385
06
ISSN 2087-8079
Iptek Nuklir: Bunga Rampai Presentasi IImiah Jabatan Peneliti
2.2.
Detektor Isian Gas
Detektor isian gas merupakan tabung tertutup yang berisi gas dan terdiri dari 2 buah elektrode. Dinding tabung sebagai elektrode negatif (katode) dan kawat yang terbentang di dalam tabung pad a poros sebagai elektrode positif (anode). Skema detektor isian gas disajikan pad a Gambar 4.
3 Keterangan: 1. Medium aktif detektor, 2. Anode, 3. Katode, 4. Sumber tegangan tinggi, 5. Resistor, 6. Kapasitor.
Gambar 4. Skema detektor isian gas [8]. Detektor isian gas prinsip kerjanya memanfaatkan terjadinya ionisasi gas isian pada medium aktif dalam detektor akibat adanya interaksi dengan zarah radiasi maka akan timbul pasangan ion-elektron. Dengan adanya bed a potensial pad a anode dan katode maka akan timbul medan listrik, sehingga pasangan ion-elektron akan terpisahkan. Ion akan bergerak ke arah katode dan elektron bergerak ke anode. Jumlah pasangan ion-elektron tergantung dari tegangan yang dicatukan, bentuk geometri dan jenis gas isian detektor [4,6,9]. Hubungan jumlah pasangan ion-elektron yang terkumpul di elektrodenya masing-masing terhadap tegangan yang dicatukan disajikan pada Gambar 5. ~ .2
(1)
:
t: 1I05I
I, I I IIIII I t: a103 400 600 eoo1 1000 III1200 200 I Vrv 1400 I ~ ~t: .., C t: ) 10 ~ ~ .c: c.. 102 E 104 Tegangan (volt) J
~I
en
~
o
r
II'
III
1eoo
iv, )
Gambar 5. Hubungan tegangan terhadap jumlah pasangan ion-elektron [6]. Daerah I Pada daerah I tegangan masih rendah sehingga pasangan ion-elektron akan bergabung kembali sebelum ion sampai ke katode dan elektron ke anode daerah tegangan ini disebut daerah rekombinasi. Daerah II Pada daerah ini karena tegangan lebih tinggi sehingga sudah tidak ada lagi rekombinasi seluruh ion primer dapat mencapai elektrode masing-masing. Hal ini akan menimbulkan pulsa listrik yang besarnya sebanding dengan muatan total dari pasangan ion dan elektron. Tinggi pulsa tersebut akan sebanding dengan energi dari radiasi yang masuk dalam detektor. Detektor yang bekerja pada daerah ini disebut detektor kamar ionisasi.
386
Pembuatan
detektor geiger-mueller
tipe jendela samping dengan ... (Sayono, S. T.)
Daerah III Pada daerah ini tegangan dinaikkan lagi sehingga medan listrik antara anode dan katode cukup besar, sehingga pasangan ion-elektron primer mempunyai energi yang cukup untuk mengionisasi gas isian sehingga timbul pasangan ion-elektron sekunder yang berulang kali sehingga menghasilkan pasangan ion-elektron yang banyak sekali pada elektrode masing-masing kejadian ini sering disebut avalanche. Namun demikian jumlah pasangan ionelektron masih sebanding atau proporsional dengan ion-elektron primer sehingga tinggi pulsa yang dihasilkan masih sebanding dengan energi radiasi yang datang mengenai detektor. Detektor yang bekerja pad a daerah ini disebut detektor proporsional. Daerah IV Pada daerah ini merupakan daerah proporsional terbatas. Daerah V Setelah melalui daerah proposional, bila tegangan detektor dinaikkan lagi maka akan memasuki daerah Geiger-Mueller. Pada daerah ini medan listrik menjadi sangat besar yang menyebabkan pasangan ion-elektron mendapat tambahan energi kinetik yang cukup besar, sehingga gerak ion-elektron dalam perjalanannya menuju elektrode (ion menuju katode dan elektron ke arah anode) dapat mengionisasi gas isian sehingga timbul pasangan ion-elektron sekunder dan bila ion-elektron sekunder masih kelebihan energi akan menumbuk gas isian lagi yang menyebabkan ionisasi tersier dan seterusnya, sehingga akhirnya terjadi jumlah pasang ion-elektron yang banyak sekali atau sering disebut peristiwa avalanche. Pengumpulan elektron pad a anode selanjutnya dikeluarkan melewati tahanan timbul denyut atau pulsa listrik yang besarnya sebanding dengan intensitas radiasi yang datang. Detektor yang bekerja pada daerah ini disebut detektor Geiger-Mueller [9,10]. Skema prinsip kerja detektor Geiger-Mueller dan proses ionisasi sekunder disajikan pad a Gambar 6 dan Gambar 7.
Gambar 6. Skema prinsip kerja detektor Geiger-Mueller (10).
Gambar 7.
Proses ionisasi sekunder di dalam tabung detektor Geiger-Mueller
387
[10).
Iptek Nuklir: Bunga Rampai Presentasi IImiah Jabatan Peneliti
ISSN 2087-8079
Pengumpulan elektron yang banyak sekali pada anode mengakibatkan anode diselubungi oleh muatan negatif yang menyebabkan peristiwa avalanche sehingga proses ionisasi berhenti karena gerak ion positif ke katode atau dinding tabung menjadi lambat sehingga ion-ion ini dapat membentuk semaeam lapisan positif pada permukaan tabung, keadaan yang demikian disebut efek muatan ruang [11]. Pad a tegangan tertentu peristiwa terjadinya avalanche tidak tergantung lagi oleh jenis dan energi radiasi yang datang, namun masih sebanding dengan intensitas radiasi yang datang, sehingga pulsa-pulsa listrik yang terjadi amplitudonya tidak tergantung oleh energi radiasi, tinggi amplitudo pulsa sama besar, hanya kuantitasnya yang sebanding dengan intensitas radiasi yang datang. Detektor yang bekerja pada daerah tegangan ini disebut detektor Geiger-Mueller [11]. Pulsa keluaran dari detektor Geiger-Mueller tinggi pulsa/amplitudonya tidak tergantung lagi dengan jenis dan energi radiasi yang datang, sehingga detektor Geiger-Mueller tidak dapat digunakan untuk spektroskopi nuklir. Dengan adanya bed a potensial antara anode dan katode, maka timbul medan listrik yang dapat memisahkan pasangan ion dan elektron yang terbentuk. Ion positif bergerak ke arah katode dan elektron bergerak ke arah anode. Keeepatan gerak (VV) ion dan elektron dinyatakan sebagai fungsi linear. Untuk bentuk silinder diformulasikan [9,12]
V
w=,u
p
r
(7)
In-b a
dengan W= V= b= a= r=
keeepatan gerak ion (em/detik), tegangan antara anode dengan katode (volt), jari-jari katode (em), jari-jari anode (em), jari-jari tabung dari pusat ke ujung antara anode dan katode (em), J.1 = mobilitas (em/detik)(voIUemr\emHg), P = tekanan gas isian.
Nilai mobilitas Tabel1. Gas
2.3.
(J.1)
ion dan elektron untuk masing-masing
Nilai mobilitas
(J.1)
gas disajikan pada Tabel 1.
ion dan elektron (em/detik)(voIUemr1(emHg)
[12].
A rCO2 600 1290 720 4300 1350 1380 980 Air 1040 6500 1070 Hidrogen Nitrogen
Medan Listrik Dalam Tabung Detektor
Tabung detektor yang digunakan bentuk silinder yang berporos konsentris. Jari-jari tabung bagian luarnya (katode) adalah b dan jari-jari kawat yang terbentang di bagian dalam (anode) adalah a. Dengan r adalah jari-jari mulai dari pusat tabung ke antara ujung a dan b. Untuk lebih jelasnya dapat disajikan pada Gambar 8.
b Gambar 8. Jari-jari tabung (r) dari pusat tabung ke antara ujung anode dan katode [12]. Untuk detektor yang berbentuk silinder dengan pusat muatan adalah poros dan jarijari r serta beda potensial sebesar V pada jarak r, maka garis gaya yang menembus seluruh selimut silinder akan berbanding lurus dengan kuat medan listriknya E(r) dinyatakan dalam persamaan sebagai [9,12]
388
Pembuatan
detektor geiger-mueller
tipe jendela samping dengan ... (Sayono, S. T.)
V E(r)
=
(r)
r
2.4.
In-
(8)
a
Parameter Detektor Geiger-Mueller
Untuk memperoleh karakteristik yang baik dan sesuai dengan yang diinginkan, maka dalam pembuatan detektor harus diperhatikan parameter-parameter yang ada di dalamnya, yaitu bentuk detektor (geometri), jenis bahan, kevakuman, jenis gas isian dan tegangan tinggi yang diberikan. 2.4. 1.
Bentuk atau geometri detektor
Dalam pembuatan detektor nuklir faktor geometri sang at penting, mengingat kegunaan dan karakteristik yang diinginkan sangat dipengaruhi oleh hal tersebut. Misalnya detektor Geiger-Mueller yang dapat untuk mengukur radiasi a maupun [3, maka dibuat detektor Geiger-Mueller tipe jendela ujung (end window), bahan mempunyai density thickness 0,1 sampai 2 mg/cm2 atau stainless akan tetapi apabila hanya digunakan untuk mengukur radiasi y saja jendela samping (side window) bahan jendela dari stainless steel thickness 1-5 g/cm2 [6]. 2.4.2.
jendela dari milar yan~ steel foil 25-30 mg/cm , maka dibuat detektor tipe yang mempunyai density
Tekanan vakum
Tekanan vakum juga sangat berpengaruh terhadap karakteristik detektor GeigerMueller, karena kevakuman yang tinggi dapat menjaga kestabilan detektor. Dengan kevakuman yang semakin tinggi, maka sisa molekul gas yang ada di dalam tabung detektor akan semakin kecil atau semakin bersih sehingga bila tabung detektor diisi gas isian, maka kemurniannya lebih terjamin karena gas isian tidak terkontaminasi dengan gas lain yang tidak diinginkan. 2.4.3.
Jenis bahan
sangat Bahan tertentu rendah
Dalam pembuatan detektor Geiger-Mueller, pemilihan bahan anode dan katode penting artinya, karena mempunyai pengaruh besar terhadap sifat karakteristiknya. yang akan digunakan untuk pembuatan detektor harus mempunyai persyaratan yakni tidak bereaksi dengan gas isian, tidak mudah terjadi penguapan baik tekanan maupun suhu kamar dan tahan terhadap vakum tinggi.
2.4.4.
Gas isian detektor Geiger-Mueller
1. 2.
Detektor bila ditinjau dari gas isiannya dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu: Detektor Geiger-Mueller yang hanya diisi dengan satu jenis gas saja (gas mulia) yang dikenal dengan detektor Geiger-Mueller non-quenching. Detektor Geiger-Mueller yang diisi dengan dua atau lebih gas yakni gas mulia sebagai gas utama dan gas halogen atau polyatom sebagai gas pemadam yang dikenal dengan detektor self-quenching.
Gas pengisi detektor untuk gas utama berupa gas mulia seperti Ar, Ne, Kr, He dan Xe, sedang untuk gas pemadam yaitu gas halogen/polyatom seperti Br, klor, fluor, methan dan etanol [6-9].
2.5.
Mekanisme Pemadam Pada Detektor Geiger-Mueller
2.5. 1.
Sistem pemadam dengan gas etanol
Zarah radiasi masuk ke dalam detektor mengionisasi gas isian Ar sehingga timbul pasangan ion-elektron, akibat adanya beda potensial antara anode dan katode maka terjadi medan listrik yang menyebabkan pasangan ion-elektron akan terpisahkan, elektron bergerak
389
Iptek Nuklir: Bunga Rampai Presentasi IImiah Jabatan Peneliti
ISSN 2087-8079
ke anode dan ion Ar menuju katode, ion Ar sebelum sampai ke katode menumbuk atom etanol, karena potensial ionisasi Ar (15,7 eV) lebih besar dari atom etanol (11 ,3 eV) [9], maka ion Ar akan menarik elektron atom etanol untuk menjadi neutral, sedang ion etanol selanjutnya akan dinetralkan di permukaan katode. Kelebihan energi ion Ar pada waktu tumbukan dengan etanol akan dipancarkan dalam bentuk foton-foton. Foton-foton terse but akan menumbuk dinding katode menimbulkan sinar ultraviolet yang selanjutnya akan diserap oleh molekul etanol dan dipergunakan untuk berdesosiasi, dengan demikian pelepasan muatan yang tak terkendali dapat dicegah [2,11]. 2.5.2.
Sistem pemadam dengan gas Br
Zarah radiasi masuk ke dalam detektor mengionisasi gas isian Ar sehingga timbul pasangan ion-elektron, akibat adanya beda potensial timbul medan listrik yang dapat memisahkan pasangan ion-elektron, elektron bergerak ke anode dan ion Ar menuju katode, ion Ar sebelum sampai ke katode menumbuk atom Br, karena petensial ionisasi Ar (15, 7 eV) lebih besar dari atom Br (12,7 eV) [9,12] maka ion Ar akan menarik elektron atom Br untuk menjadi netral, sedang ion Br selanjutnya akan dinetralkan di permukaan katode. Kelebihan energi ion Ar pad a waktu tumbukan dengan Br akan dipancarkan dalam bentuk foton-foton. Foton-foton akan menumbuk dinding katode menimbulkan sinar ultraviolet yang selanjutnya akan diserap oleh molekul Br dan dipergunakan untuk berdesosiasi, selanjutnya gas Br2 yang terurai menjadi Bt dan B( akan bergabung kembali menjadi atom Br sehingga pelepasan muatan yang tak terkendali dapat dihindarkan [2,11].
2.6.
Pembentukan Pulsa Detektor Geiger-Mueller
Terkumpulnya jumlah elektron di anode akan menimbulkan pulsa negatif yang mempunyai amplitudo sama dan berurutan. Pulsa yang berurutan tersebut mempunyai selang waktu tertentu di mana detektor tidak mampu mencacah lagi, yaitu pada saat ion posit if bergerak ke arah anode setelah terjadinya pulsa, pad a saat kuat medan listrik di sekitar anode turun sampai batas minimum yang diperlukan untuk dapat terjadi avalanche yang baru. Saat detektor dalam keadaan demikian, dinamakan "waktu tidak peka" atau "waktu mati" [2]. Waktu yang diperlukan untuk terbentuknya pulsa berikutnya hingga normal kembali disebut "waktu pulih" (recovery time), sedang waktu mati ditambah waktu pulih disebut resolving time. Skema bentuk pulsa detektor Geiger-Mueller disajikan pad a Gambar 9. Resolving time Dead time
recovery time
Gambar 9. Skema bentuk pulsa detektor Geiger-Mueller
2.7.
[13].
Karakteristik Detektor Geiger-Mueller
Karakteristik dalam detektor Geiger-Mueller memegang peran yang sangat penting, karena di dalamnya akan diketahui sifat-sifat yang dapat menentukan baik dan buruknya kualitas detektor Geiger-Mueller. Karakteristik detektor Geiger-Mueller meliputi plateau, slope, resolving time dan umur detektor. 2. 7. 1.
Plateau dan slope
Daerah tegangan kerja detektor Gieger-Mueller disebut plateau yang merupakan daerah di mana pada kenaikan tegangan detektor dihasilkan kenaikan jumlah cacah yang
390
Pembuatan
detektor geiger-mueller
tipe jendela samping dengan ... (Sayono, S. T.)
kedl sehingga banyaknya pulsa yang tercacah relatif sama. Apabila batas plateau dilampui, maka jumlah cacah akan naik secara signifikan pad a setiap penambahan tegangan, walaupun penambahan tegangan hanya sedikit [2]. Kurva daerah tegangan kerja (plateau) dari detektor Geiger-Mueller disajikan pad a Gambar 10. Panjang plateau suatu detektor Geiger-Mueller adalah dari tegangan ambang (V1) di mana jumlah cacah mulai stabil terhadap kenaikan tegangan sampai dengan batas tegangan ambang mulai terjadi proses lucutan (V2), pad a keadaan tersebut bila tegangan operasi detektor ditambah maka terjadi kenaikan jumlah cacah secara signifikan, sedang slope merupakan ukuran besarnya kemiringan plateau dan diberi satuan persen per volt (%/volt) atau persen per 100 volt (%/100 volt). Untuk keamanan detektor Geiger-Mueller, maka tegangan operasi dipilih setengah (1/2) dari daerah panjang plateau yakni antara titik V1dengan titik V2 atau titik V3.
Tegangan (volt) Va
Keterangan:
Va
= tegangan awal (starting voltage)
V1
= tegangan ambang (threshold voltage)
V2
= tegangan ambang mulai lucutan (break down discharge)
V1-V2 = daeah tegangan kerja (plateau)
V3
= posisi tegangan operasi detektor Geiger-Mueller
N1
= jumlah cacah pada tegangan ambang
N2
= jumlah cacah pada tegangan ambang mulai lucutan
Gambar 10. Kurva daerah tegangan kerja detektor Geiger-Mueller [11J. Berdasarkan kurva hubungan tegangan operasi terhadap jumlah cacah, panjang daerah tegangan kerja (plateau) dapat dihitung dengan persamaan [11]
Panjang plateau=(V1
-
V;)
maka
(9)
dengan V1 = tegangan ambang (threshold voltage), V2 = tegangan ambang mulai lucutan (break down discharge), sedang kemiringan plateau atau slope dapat dihitung dengan persamaan [12]
Slope = 100(N2 -NJ/
Nt x 100%
(10)
Vz-V; dengan
N1
N2
2.7.2.
= jumlah cacah pada tegangan ambang , = jumlah cacah pada tegangan am bang mulai lucutan.
Resolving time detektor Geiger-Mueller
Jumlah waktu mati ditambah waktu pemulihan disebut resolving time atau waktu minimum yang diperlukan agar radiasi berikutnya dapat dicacah setelah terjadinya pencacahan atas radiasi yang datang sebelumnya. Resolving time detektor Geiger-Mueller mempunyai orde puluhan hingga ratusan mikrodetik sedang pad a detektor proposional jauh lebih cepat yakni dalam orde beberapa detik saja [12]. Resolving time dapat ditentukan dengan cara mencacah dua sumber radioaktif yang sama. Mula-mula sumber dicacah secara terpisah dan memberikan hasil cacah N1 dan N2 • . Kemudian kedua sumber dicacah bersama-sama dan memberikan hasil cacah N1-2. Secara teori, apabila tidak ada cacah yang hilang karena adanya resolving time [12], maka
391
Iptek Nuklir: Bunga Rampai Presentasi IImiah Jabatan Peneliti
N1_2
= N1+
akan tetapi dalam kenyataannya N1-2:F-
N2
ISSN 2087-8079
(11 )
nilai yang diperoleh
N1+ N2
(12)
dalam hal ini, resolving time dapat dihitung dengan persamaan
N, +N2 -NI_2 -Nh r (NI_2Y -(NY -(N2Y dengan
N1
N2 N1-2
Nb
2.7.3.
(13)
= jumlah cacah sumber 1, = jumlah cacah sumber 2,
= jumlah cacah sumber 1 dan 2. = jumlah cacah latar (background)
Faktor koreksi resolusi detektor Geiger-Mueller
Oetektor Geiger-Mueller selama digunakan untuk mencacah radiasi mengalami waktu mati (dead time) atau tidak respon terhadap radiasi yang datang, sehingga diperlukan faktor koreksi untuk mengetahui nilai cacah yang sebenarnya (NsbJ. Untuk menghitung faktor koreksi digunakan persamaan [2]
F, =l-(N, x r)
(14)
dengan F, = faktor koreksi, Nt = banyaknya cacah, T = resolving time. Apabila laju cacah pencacahan dalam suatu pengukuran diketahui No dan nilai resolving time (T) diketahui, maka laju cacah sebenarnya (Nsb) adalah
N
= ,h
2.7.4.
No
(I - No
(15) x r)
Umur detektor Geiger-Mueller
Umur detektor berbanding lurus dengan jumlah cacah yang dihasilkan oleh detektor tersebut. Secara teori, umur detektor Geiger-Mueller ditentukan oleh jumlah molekul gas pemadam. Bila tekanan gas pemadam rendah, berarti banyak terdapat molekul gas utama (gas mulia) yang dapat diuraikan, sehingga umur detektor menjadi panjang. Oetektor dikatakan mati bila di dalam daerah tegangan kerjanya telah timbul proses pelucutan muatan, karakteristik detektor yang jelek yaitu plateau pendek dan slope besar serta telah terjadi lucutan.
BAB III TAT A KERJA
3.1.
Pembuatan Detektor Geiger-Mueller
Pad a pembuatan detektor terlebih dahulu harus disesuaikan dengan fungsi atau kegunaan detektor dan karakteristik yang diinginkan, pada penelitian detektor yang dibuat akan digunakan untuk mendeteksi radiasi V saja, sehigga bentuk detektor dibuat tipe jendela samping (side-window) dengan tebal jendela (density thickness) sekitar 4,8 g/cm2. 3.1.1.
Penentuan Tegangan Operasi Oetektor Geriger-Mueller
Tegangan operasi detektor Geiger-Mueller dipengaruhi oleh beberapa parameter antara lain diameter katode atau diameter tabung detektor (b), diameter anode (a) dan tekanan gas isian (P). Oengan mengacu peneliti sebelumnya OWl SEPTIA PRIHATINA [3],
392
Pembuatan detektor geiger-mueller
tipe jendela samping dengan ... (Sayono, S. T.)
maka telah ditentukan diameter tabung detektor sebesar 16 mm, diameter anode 0,08 mm == 0,01 em dan tekanan gas isian 100 mmHg. Untuk menentukan tegangan operasi detektor dilakukan estimasi pada grafik hubungan tekanan gas isian (P) terhadap tegangan dan grafik hubungan diameter katode (b) dan anode (a) terhadap tegangan dari E. FEYVES AND O. HAl MAN [4], yang disajikan pada Gambar 11 dan Gambar 12. Q) 0c: ~i5ro
•... co c: 1:J co 'E co
Q) co .::£
c: co
OJ co
c: co
OJ
~
0
.
a
20
IJ) 60
g)
1fX} TliJ ''0
60
18.7
Tekanan gas isian Gambar 11. Hubungan tekanan gas isian terhadap tegangan antara anode dan katode [4].
Q)
1:J
o
ro
.::£
c: co
1:J Q)
1:J
oc: co
co
2c:
lSa)
co
~
OJ
~ co
(
b-OUm
b
= diameter katode
S(J).
OJ
~
o o
... aOi 0D2am
OD'
fiJ5 ()$ 0fJ70[6 ()[f) O.f()
Diameter anode (em) Gambar12. Hubungan diameter anode dan katode terhadap tegangan antara anode dan katode [4]. Hasil estimasi pad a Gambar 11, hubungan tekanan gas isian terhadap tegangan antara anode dan katode, untuk tekanan gas isian detektor pada tekanan 100 mmHg diperoleh tegangan antara anode dan katode sekitar 1100 volt. Hal yang sama juga dilakukan estimasi pada Gambar 12, hubungan diameter anode dan diameter katode terhadap tegangan antara anode dan katode untuk diameter anode sebesar 0,01 em dengan diameter tabung 1,6 em diperoleh tegangan antara anode dan katode sekitar 1100 volt Dengan demikian untuk membuat detektor Geiger-Mueller menggunakan diameter anode sebesar 0,01 em dan diameter katode/tabung 1,6 mm dengan gas isian Ar pada tekanan 100 mmHg diperlukan tegangan operasikan sebesar 1100 volt. Data spesifikasi teknis untuk detektor yang akan dibuat disajikan pada Tabel 2 dan Tabel 3.
393
Iptek Nuklir: Bunga Rampai Presentasi IImiah Jabatan Peneliti
Tabel 2. Spesifikasi teknis detektor Geiger-Mueller
gas isian Ar-etanol
Tabel 3. Spesifikasi teknis detektor Geiger-Mueller
gas isian Ar-Br
3.2.
ISSN 2087-8079
Pemilihan Bahan
Bahan detektor sangat menentukan atau mempengaruhi hasH karakteristik dalam pembuatan detektor, sehingga dalam memilih bahan yang akan digunakan harus diperhatikan agar dapat memenuhi persyaratan baik bersifat teknis maupun ekonomis. Sifat teknis bahan yang digunakan harus mempunyai kriteria tertentu agar diperoleh hasil karakterisasi sesuai yang diinginkan yang merupakan syarat utama, sedang sifat ekonomi adalah bahan-bahan dapat diperoleh di pasaran dengan mudah dan murah. Kriteria bahan yang akan digunakan untuk pembuatan detektor antara lain: 1. Tidak mudah bereaksi dengan gas isian, 2. Tidak mudah terjadi penguapan baik tekanan rendah maupun suhu kamar, 3. Tahan terhadap vakum tinggi atau mempunyai outgassing yang rendah. Dalam pembuatan detektor Geiger-Mueller ini, tabung detektor yang berfungsi sebagai katode dibuat dari bahan stainless steel tipe 304, anode dari kawat tungsten. Ini dilakukan dengan mempertimbangkan bahwa tabung detektor selain akan diisi gas etanol juga diisi gas Br sebagai pemadam yang mempunyai sifat sangat reaktif dan korosif. Untuk tutup tabung detektor digunakan bahan gelas dengan tujuan agar pemasangan anode dapat dilakukan dengan sistem pengelasan logam sehingga akan mengurangi penggunaan lem, karena dimungkinkan lem akan berinteraksi dengan gas isian detektor yang sangat reaktif, sehingga akan berpengaruh terhadap kualitas detektor yang dibuat kemudian untuk mempermudah pengelasan antara logam dan gelas pada bagian keluaran anode dipasang kawat fermico diameter 0,25 mm.
3.3.
Bentuk Detektor
Dalam pembuatan detektor nuklir faktor geometri sangat penting, mengingat kegunaan dan karakteristik yang diinginkan sangat dipengaruhi oleh hal tersebut. Misalnya detektor Geiger-Mueller yang dapat untuk mengukur intensitas radiasi ~ dan y maka dibuat detektor Geiger-Mueller tipe jendela ujung (end window) dengan jendela terbuat dari milar yang mempunyai density thickness 0,1 mg/cm2 sampai 2,0 mg/cm2 atau stainless steel yang mempunyai density thickness 25-30 mg/cm2 [6]. Tetapi bila hanya digunakan untuk mengukur intensitas radiasi y saja maka dibuat detektor tipe jendela sam ping (side window) dengan tebal window 1 sampai 5 g/cm2 [6], dalam hal ini dinding detektor berfungsi sebagai jendela (window). Pada penelitian ini detektor Geiger-Mueller dirancang hanya digunakan untuk
394
Pembuatan detektor geiger-mueller
mendeteksi
tipe jendela samping dengan. .. (Sayan 0, S. T.)
radiasi y, sehingga detektor dibuat dengan tipe jendela samping (side window).
Agar detektor mempunyai kepekaan yang optimum maka tebal dinding detektor yanq berfungsi sebagai jendela dibuat tipis yang mempunyai density thickness sekitar 4,8 g/cm sedang diameter anode sebesar 0,08 mm dan panjang daerah aktif sebesar 100 mm, mengacu pad a karakteristik detektor Geiger-Mueller yang telah ada [15].
3.4.
Pembuatan Tabung Detektor Geiger-Mueller
Dalam perkembangannya pembuatan tabung detektor Geiger-Mueller di PTAPSSATAN Yoyakarta pad a awalnya digunakan bahan dari tabung gelas yang dinding bagian dalamnya dilapisi logam dengan teknik evaporasilpenguapan yang berfungsi sebagai katode sedang anodenya dipasang dengan teknik pengelasan gelas dengan logam. Tabung detektor dari bahan gelas mempunyai beberapa kelemahan antara lain: 1. Pada pembuatan tabung detektor mudah pecah karena melalui proses panas yang kurang tepat, 2. Proses evaporasi untuk pembuatan katode pada dinding dalam tabung sering mengalami kegagalan akibat penguapan logam tembaga tidak merata, 3. Pada sambungan terminal katode yang dipasang pada dinding tabung yang terhubungkan dengan bagian dalam tabung (yang terlapisi logam) sering mengalami kebocoran, 4. Untuk mempermudah dalam operasi serta menjaga keselamatan tabung harus dibuatkan rumah detektor. Tabung detektor dari bahan tabung gelas disajikan pada Gambar 13.
Keterangan:
1. Anode 2. Pir/pegas 3. Tabung detektor
4. Lapisan log am 5. Terminal katode 6. Sambungan gelas dengan logam (dilas)
Gambar 13. Tabung detektor Geiger-Mueller dari tabung gelas yang bagian dalam din ding tabung dilapisi dengan logam. Untuk mengatasi permasalahan tersebut maka pada penelitian ini dilakukan pembuatan tabung detektor dari bahan logam (stainless steel) dan tutup tabung dari bahan gelas sedang pemasangan anode dilakukan dengan sistem pengelasan gelas dengan logam [14]. Tabung detektor Geiger-Mueller dari tabung logam dan detail komponen tabung detektor disajikan pad a Gambar 14 dan Gambar 15
Keterangan:
1. 2. 3. 4. 5.
Tutup luar detektor sebelah kiri Anode Pirl pegas Tutup detektor sebelah kiri Tabung detektor
6. 7. 8. 9.
Gambar 14. Tabung detektor Geiger-Mueller
395
Tutup tabung detektor sebelah kanan Sambungan gelas dengan logam (dilas) Tutup detektor luar sebelah kanan Terminal keluaran (BNC)
dari tabung logam (stainless steel).
Iptek Nuklir: Bunga Rampai Presentasi IImiah Jabatan Peneliti
ISSN 2087-8079
120 100
10
3 5
15
co
r--
!S!
~I-r-·J·_·t
~I-. II
Keterangan:
Ukuran gambar dalam satuan milimeter (mm) 1. Tutup luar detektor sebelah kiri 4. Tutup tabung detektor sebelah kanan 2. Tutup tabung detektor sebelah kiri 5. Tutup luar detektor sebelah kanan 3. Tabung detektor 6. Terminal keluaran (BNC) Gambar 15. Detail komponen tabung detektor Geiger-Mueller.
Spesifikasi teknis detektor yang dibuat secara mekanik disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Spesifikasi teknis detektor Geiger-Mueller
secara mekanik.
Ukuran 304 ===Bahan 17 = mm 10 mm Diameter Stainless steel Gelas luar daerah aktif 100 mm 0,5 0,08 0,25 15,8 mm mm Kawat tungsten = 18 mm bagian ujung Nama Komponen Diameter = 16 mm eter dalam daerah aktif ng daerah aktif Tebal dinding daerah aktif
Pembuatan tabung detektor dari bahan stainless steel dengan diameter 17 mm dan tutup dari tabung gelas dengan diameter 17 mm dikerjakan dengan menggunakan mesin bubut yang ada di fasilitas Bengkel Elektro Mekanik (BEM) PTAPB-BATAN Yogyakarta, sedang anode detektor dibuat dari bahan kawat tungsten dengan diameter 0,08 mm. Komponen detektor Geiger-Mueller yang terdiri dari kawat tungsten sebagai anode (1), tutup tabung gelas (2,3), tabung detektor sebagai katode dari bahan stainless steel (4), tutup luar tabung detektor sebelah kiri dan kanan (5,6), terminal BNC (7) dan kawat fermico disajikan pada Gambar 16.
396
Pembuatan detektor geiger-mueller
Keterangan:
1. 2. 3. 4.
Kawat tungsten 0 0,08 mm Tutup tabung detektor sebelah kiri Tutup tabung detektor sebelah kanan Tabung detektor
tipe jendela samping dengan ... (Sayono, S. T.)
5. 6. 7. 8.
Tutup luar tabung detektor sebelah kiri Tutup luar tabung detektor sebelah kanan Terminal keluaran BNC Kawat fermico 0 0,25 mm
Gambar 16. Komponen detektor Geiger-Mueller. Bahan-bahan detektor Geiger-Mueller yang telah selesai dikerjakan secara mekanik masih banyak mengandung berbagai kotoran, misal minyak dan lemak yang harus dibersihkan, karena tingkat kebersihari bahan-bahan detektor akan berpengaruh terhadap karakteristik detektor yang dibuat. Pencucian dilakukan beberapa tahap menggunakan ultrasonic cleaner dengan bahan pencuci sabun detergen untuk menghilangkan minyak, kemudian dibilas dengan aquades dan terakhir digunakan etanol kemudian dikeringkan dan disimpan pada ruang vakum (desikator). Setelah semua komponen detektor dalam kondisi bersih, maka dilakukan perakitan detektor Geiger-Mueller dengan cara memasang tutup menggunakan lem epoxy super strength.pada kedua ujung tabung detektor, sedang pemasangan anode dari bahan kawat tungsten yang dipasang tepat pada poros sumbu tabung detektor dilakukan dengan teknik pengelasan gelas logam antara kawat tungsten dan tutup gelas pada kedua ujung tabung detektor [14]. Hasil perakitan detektor Geiger-Mueller disajikan pada Gambar 17.
Gambar 17. Hasil perakitan tabung detektor Geiger-Mueller. 3.5.
Pemvakuman Tabung Dan Pengisian Gas Detektor
Tabung detektor Geiger-Mueller yang telah dirakit selanjutnya disambungkan pada sistem instalasi pengisian gas untuk dilakukan pemvakuman guna mengeluarkan molekul udara dari dalam tabung detektor. Pemvakuman dilakukan menggunakan pompa rotari hingga tekanan 10.3 torr kemudian dilanjutkan dengan pompa difusi agar diperoleh tekanan yang lebih tinggi sekitar 2 x 10.5 torr. Bila tabung detektor tidak dapat mencapai vakum tinggi berarti ada kebocoran pada tabung atau sistem sehingga perlu dicari letak kebocoran dengan cara sistem dan tabung detektor divakum dengan pompa rotari dan difusi kemudian sistem secara bertahap dilokalisir dengan menutup kran (valve) kemudian dideteksi menggunakan alat tes kebocoran yang sering disebut test leak dan bila telah diketahui tempat kebocoran
397
Iptek Nuklir: Bunga Rampai Presentasi IImiah Jabatan Peneliti
ISSN 2087-8079
maka dilakukan perbaikan hingga diperoleh tingkat kevakuman yang tinggi. Tabung detektor yang telah mencapai kevakuman tinggi, siap diisi gas. Dalam pengisian gas pada detektor, gas pemadam yang mempunyai tekanan lebih rendah dimasukkan terlebih dahulu ke dalam tabung detektor kemudian diikuti gas utama yang mempunyai tekanan lebih tinggi. Bila tekanan gas yang lebih tinggi dimasukkan ke tabung terlebih dahulu maka akan kesulitan untuk memasukan gas pemadam yang tekanannya lebih rendah karena adanya gaya tolak dari gas yang ada di dalam tabung sehingga campuran gas kurang homogen. Skema sistem instalasi pemvakuman dan pengisian gas detektor Geiger-Mueller disajikan pada Gambar 18. Detektor
S ISTEM PE NG ISIAN GAS
OAB
Ar
IIAI eL .~el\
peLA'S ••
R otari
Gambar 18. Skema sistem insta/asi pemvakuman dan pengisian gas detektor Geiger-Mueller.
3.6.
Pengujian Detektor Geiger-Mueller
3.6.1.
Pengujian awal detektor
Pengujian awal dilakukan untuk menentukan panjang daerah tegangan kerja (plateau), slope, tegangan operasi dan bentuk pulsa. Untuk menentukan plateau, slope dan tegangan operasi dilakukan pencacahan baik dengan sumber radiasi maupun tanpa sumber radiasi. Hal ini dilakukan untuk mengetahui pada tegangan berapa detektor sudah memberikan respon terhadap radiasi, kemudian dari hasil pencacahan tersebut dibuat grafik tegangan operasi terhadap laju cacah yang dihasilkan. Bentuk pulsa keluaran detektor dapat diketahui pad a osiloskop sehingga pada tegangan operasi berapa telah terjadinya lucutan. Skema rangkaian alat uji detektor Geiger-Mueller disajikan pad a Gambar 19.
Keterangan: 1. Sumber radiasi CS_137 2. Detektor Geiger-Mueller 3. Pembalik pulsa (inventer) 4. Osiloskop 5. Pencacah (counter) 6. Pengala (timer) 7. Catu daya tegangan tinggi (HV) 8. Catu daya tegangan rendah
8 Gambar
19. Skema rangkaian a/at uji detektor Geiger-Mueller.
398
Pembuatan detektor geiger-mueller
3.6.2.
pemotongan detektor
detektor Geiger-Mueller
tipe jendela samping dengan ... (Sayan 0, S. T.)
dari sistem pengisian gas dan pengujian akhir
Bila hasil pengujian awal telah memenuhi persyaratan karakteristik sesuai yang diinginkan, maka detektor Geiger-Mueller dipotong dari sistem pengisian gas menggunakan blender dengan panas yang tepat secara hati-hati, karena kegagalan sering terjadi pada saat pemotongan atau pemisahan detektor dari sistem instalasi pengisian gas akibat kebocoran sehingga gas isian detektor tercampur dengan udara. Setelah dipotong dari sistem pengisian gas, maka untuk mempermudah dalam pengoperasian detektor Geiger-Mueller, maka pada keluarannya dipasang teminal BNC. Detektor Geiger-Mueller yang telah dipotong dari sistem pengisian gas dan pada keluarannya telah dipasang terminal BNC disajikan pada Gambar 20.
Gambar 20. Detektor Geiger-Mueller setelah dipotong dari sistem pengisian gas yang keluarannya te/ah dipasang terminal BNC. Kemudian dilakukan pengujian akhir dan analisis hasil untuk mengetahui karakteristik dan kualitas detektor Geiger-Mueller yang meliputi plateau, slope, resolving time, tinggi pulsa dan umur detektor. Pengujian akhir detektor Geiger-Mueller disajikan pad a Gambar 21.
Gambar 21. Unit penguji detektor Geiger Muller. Analisis hasil dilakukan untuk mengetahui apakah hasil karakterisasi detektor yang meliputi tegangan operasi, panjang plateau, slope, resolving time, faktor koreksi dan umur detektor telah memenuhi perencanaan yang diinginkan. Diagram alir pembuatan detektor Geiger-Mueller tipe jendela samping disajikan pada Gambar 22.
399
ISSN 2087-8079
Iptek Nuklir: Bunga Rampai Presentasi IImiah Jabatan Peneliti
Karakteristik detektor yang diinginkan - Panjang plateau dan slope - Tegangan operasi - Resolving time
Pembuatan tabung detektor - Pemilihan bahan, bentuk detektor - Pembuatan tabung dan anode - Pencucian bahan detektor - Perakitan tabung detektor
Pemvakuman tabung detektor
Dilakukan perbaikan pada tempat yang bocor
Pengujian awal detektor Panjang plateau, slope dan tegangan operasi Kriteria tidak baik bila - Plateau pendek<1 00 volt, - Slope >10 %/100 volt - Tegangan operasi tidak stabil
Tidak
Kriteria baik bila - Plateau pendek > 100 volt - Slope < 10%/100 volt - Tegangan operasi stabil
Pemotongan detektor dari sistem pengisian gas
Tidak baik
Kualifikasi tidak baik bila - Plateau pendek<1 00 volt, - Slope> 10%/100 volt - Umur pendek «106 cacah) - Tegangan operasi cepat berubah
Kualifikasi baik abila - Plateau pendek > 100 volt, slope <10%/100 volt - Umur pendek ( 106 _108 cacah) - Tegangan operasi stabil - Resolving time kecil sekitar mikro detik
Pemasangan terminar BNC pada keluaran detektor
Gambar
22. Diagram
alir pembuatan
400
detektor
Geiger-Mueller.
i Tegangan (V) 1020 1040 1000
Pembuatan detektor geiger-mueller
tipe jendela samping dengan ... (Sayono,
S. T.)
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.
Pengujian Detektor Geiger-Mueller
Untuk mengetahui kualitas dari detektor Geiger-Mueller yang telah dibuat, maka dilakukan pengujian karakteristik yang meliputi plateau, slope, tegangan operasi, resolving time, faktor koreksi dan umur detektor. 4.1.1.
Pengujian Plateau, Slope dan Tegangan Operasi Detektor Geiger-Mueller Isian Gas Ar-Etanol dan Ar-Br
Dengan
Data untuk menentukan plateau, slope dan tegangan operasi dari variasi tekanan Aretanol disajikan pada Lampiran I, Lampiran II, Lampiran III sedang untuk Ar-Br pada Lampiran IV, Lampiran V dan Lampiran VI, kemudian hasil pencacahan tersebut dihitung cacah rerata dan ralatnya yang disajikan pada Tabel 5 dan Tabel 6. Tabel 5. Data hasH pencacahan detektor dengan gas isian Ar-etanol. 3242 9:1 38 46 3426±18 3227 3118 95 3062 3026 3148 112±2 116±7 ±±±±±31 46 37 44 3264 5274 4223 3506 3623 2985 3331 80 219 2117 3093 3106 3190 3210 3234 ±4 60 36 47 57 45 3±±±±±±359 49 36 53 47 45 7183 3579 3532 5443 39 42 67 74 3527 4547 6397 ±±± 73 41 43 56total 10 cmHg 19: 3301 50 3501 3349 44 dengan tekanan tekanan gas isian Ar : etanol 7: 1Perbandingan
401
(V)
Iptek Nuklir: Bunga Rampai Presentasi IImiah Jabatan Peneliti
590 490 550 510 530 570
ISSN 2087-8079
Tabel 6. Data hasil pencacahan detektor dengan gas isian Ar-Br. Perbandingan tekanan gas isian Ar : Br 1200 38 2316 1491 1379 ± ±49 46 21 1034 1025 16 3304 49 50: 1±±±23 727 18 2208 396 53 3 1724 ±±43 7 5219 65 2436 2055 2082 2169 2047 2560±16 2791 1985 80933: 1451 1648 ±142 41 35 74 8 33 14 131± 41 86 1948 32 1790 16 dengan tekanan 100: total 120 cmHg Tegangan
Dari Tabel 5 dan Tabel 6, selanjutnya dibuat grafik hubungan tegangan terhadap laju cacah yang disajikan pada Gambar 23. 7100
E
6100
Co
~u "' 5100 4100 ~
j
"Ar-etanol
Ar-Br
3100
:J 'iij' 2100 ...J
1100 100 400
500
600
700
800
900 1000 1100 1200 1300 1400
Tegangan (volt) (Ar-Br) -+-100 (Ar-etanol) _
: 1 cmHg 7: 1 cmHg
-50:
1 cmHg
-.-
9: 1 cmHg
---...-33: ---"'-19
1 cmHg : 1 cmHg
Gambar 23. Hubungan tegangan terhadap laju cacah. Berdasarkan Gambar 23, hubungan tegangan terhadap laju cacah dan Tabel 5, maka panjang plateau dari detektor dapat dihitung menggunakan persamaan (9). Untuk perbandingan gas Ar-etanol sebesar 7:1 pada tekanan total10 cmHg diperoleh Panjang
plateau = V2
-
~
= 1160 - 1040 V = 120 V
402
Pembuatan
detektor geiger-mueller
tipe jendela samping dengan ... (Sayono,
S. T.)
Tegangan operasi detektor Geiger-Mueller dapat ditentukan dengan cara meletakkan di tengah-tengah atau % daerah tegangan kerja dan dirumuskan Tegangan operasi VI V2
=
~ +V, 2
-
= tegangan ambang (threshold voltage), = tegangan ambang mulai lucutan (break down discharge).
Berdasarkan Tabel 5, tegangan operasi detektor diperoleh : Tegangan operasi
(1160 + 1040) = -----V = 1100 V 2
Slope atau kemiringan (plateau), dihitung Sf ope
menggunakan
- 100(N, - - NJ/ N, x 1000//0 , V2
dengan
persamaan (10),
-~
= tegangan ambang (threshold voltage), = tegangan ambang mulai lucutan (break down discharge), NI = jumlah cacah pada tegangan VI, N2 = jumlah cacah pad a tegangan V2. VI
V2
Slope untuk perbandingan gas Ar-etanol Sf
sebesar 7:1 berdasarkan Tabel 5 diperoleh
ope = 100(N, - - N))/ N) x 1000//0 V2
-~
100(3611= ---------
2984)/2984 1160 -1 040
x100% = 18 12 %/100 V.
'
Dengan cara perhitungan yang sama, maka plateau, slope dan tegangan operasi untuk perbandingan gas Ar-etanol (7:1; 9:1 dan 19:1) dan Ar- Br (100:1; 50:1 dan 33:1 dapat ditentukan, dan hasil perhitungannya disajikan pad a Tabel 7. Tabel 7. Hasil perhitungan panjang plateau, slope dan tegangan operasi untuk gas isian Aretanol dan Ar-Br. 1100 120 1160 540 1200 750180 100 80 100 650 70 17,51 42,32 67,20 20,58 9,60 7,68 (V) Slope operasi (%/100 V) Panjang PerbandinganTegangan gas isian
100:7: 1 1 otal total20 10cmHg cmHg
Berdasarkan Tabel 7, maka tegangan operasi detektor Geiger-Mueller untuk gas ISlan Ar-etanol dengan tekanan divariasi masing-masing 7: 1; 9: 1 dan 19: 1 diperoleh tegangan operasi berturut-turut 1100 V, 1160 V dan 1200 V. Hasil ini menunjukkan bahwa dari ketiga variasi perbandingan tekanan gas isian detektor Geiger-Mueller (Ar-etanol), tekanan gas pemadam (etanol) mempunyai pengaruh terhadap tegangan operasi detektor, semakin kecil tekanan gas pemadam maka akan menghasilkan tegangan operasi yang semakin tinggi. Hal ini karena semakin kecil tekanan gas pemadam berarti dalam tabung detektor didominasi oleh gas Ar yang mempunyai potensial ionisasi 15,7 eV lebih besar dari uap etanol sehingga untuk menghasilkan proses ionisasi agar terjadi pasangan ion-elektron diperlukan tegangan yang semakin tinggi.
403
Iptek Nuklir: Bunga Rampai Presentasi IImiah Jabatan Peneliti
ISSN 2087-8079
Hasil tegangan operasi dari detektor yang dibuat (1100-1200 V) telah mendekati hasil estimasi yang dilakukan pad a grafik hubungan tekanan gas isian terhadap tegangan antara anode dan katode yang disajikan pada Gambar 11 dan grafik hubungan diameter anode dan katode terhadap tegangan. antara anode dan katode yang disajikan pada Gambar12 aeuan [4], bahwa untuk detektor Geiger-Mueller dengan diameter anode 0,08 mm == 0,01 em, diameter katode 16 mm dengan tekanan gas isian sebesar 100 mmHg diperoleh tegangan antara anode dan katode detektor sekitar 1100 V. Bila terjadi perbedaan nilai tegangan operasi hasil penelitian dengan aeuan, hal ini disebabkan oleh tingkat kevakuman awal sebelum gas isian dimasukkan ke dalam tabun~ detektor, dalam pereobaan ini tingkat kevakuman maksimum yang dieapai sebesar 2x 1O' torr, sedangkan dalam aeuan tingkat kevakuman yang men~gunakan pompa rotari dan pompa difusi sebelum ada gas isian dapat meneapai orde 10· _10-7torr [2,9]. Pad a tingkat kevakuman sebesar 2x10-5 torr sang at dimungkinkan di dalam tabung detektor masih ada molekul udara yang berpengaruh terhadap kemurnian gas isian detektor, akibatnya untuk menghasilkan proses ionisasi membutuhkan tegangan operasi yang lebih tinggi bila dibandingkan aeuan yang tingkat kevakumannya meneapai orde 10-6_10-7torr. Oari hasil pentuan panjang plateau (daerah tegangan kerja) dan perhitungan slope (kemiringan daerah tegangan kerja) sebagaimana disajikan pada Tabel 7 dari variasi perbandingan tekanan gas Ar-etanol masing-masing 7: 1, 9: 1 dan 19: 1 dengan tekanan total 10 emHg, berturut-turut diperoleh panjang plateau dan slope 120 Vdengan slope17,51 %/1 00 V, 180 V dengan slope 9,60%/100 V dan 100 V dengan slope 20,58%/100 V. Dengan hasil ini, maka detektor yang dibuat telah mempunyai kualitas plateau yang eukup baik karena mempunyai panjang plateau :2: 100 V, sedang untuk slope pada perbandingan tekanan gas Ar-etanol 7: 1 dan 19: 1 diperoleh slope sebesar 17,51 %/1 00 V dan 20,58%/100 V. Hasil ini kurang baik, karena masih di atas 10%/100 volt, menu rut HARSHAW [15] kualitas detektor Geiger-Mueller dikatakan baik jika mempunyai panjang plateau :2: 100 V dengan slope ::;; 10%/100 V. Hasil ini juga membuktikan bahwa tekanan gas etanol sebagai gas pemadam pada gas Ar sangat berpengaruh terhadap plataeu dan slope detektor. Agar diperoleh karakteristik detektor Geiger-Mueller yang berkualitas perlu dilakukan penelitian lebih detil/lengkap karena tidak hanya perbandingan antara gas utama (Ar) dengan gas pemadam (etanol) yang optimum, tetapi juga tekanan total dari eampuran kedua gas dan jenis gas yang digunakan sebagai gas isian tabung detektor belum diketahui seeara tepat [2]. Oengan demikian dari hasil variasi perbandingan tekanan gas isian diperoleh panjang plateau, slope dan tegangan operasi terbaik sebesar 180 V dengan slope 9,60%/100 V pada tegangan operasi 1160 V yang dieapai pada perbandingan 9:1 untuk gas Ar-etanol. Oetektor Geiger-Mueller yang menggunakan gas etanol sebagai pemadam tegangan operasinya masih eukup tinggi di atas 1000 V, sehingga memerlukan eatu daya masih eukup besar dan ini menjadi kelemahan atau permasalahan dari detektor tersebut, sehingga perlu dieari solusinya yakni dengan menggunakan gas halogen (Br) sebagai gas pemadam. Berdasarkan Tabel 7 detektor Geiger-Mueller yang menggunakan gas isian Ar-Br untuk variasi perbandingan tekanan 100: 1, 50: 1, dan 33: 1 dengan tekanan total 10 emHg, berturut-turut diperoleh panjang plateau, slope dan tegangan operasi 100 V, slope 7,68%/100 V pad a tegangan operasi 540 V, 80 V, slope 42,32%/100 V pad a tegangan operasi 650 V dan 70 V, slope 67,20%/100V pada tegangan operasi 750 V. Oari ketiga variasi perbandingan tekanan tersebut diperoleh hasil terbaik pada perbandingan 100: 1 emHg untuk Ar-Br dengan hasil panjang plateau 100 V, slope sebesar 7,68%/100 V pada tegangan operasi 540 V. Hasil ini menunjukkan bahwa tekanan gas Br yang semakin rendah akan menghasilkan karakteristik detektor yang terbaik yakni mempunyai panjang plateau 100 V dan slope < 10%/100 V dan tegangan operasi di bawah 800 V. Ini sesuai dengan pendapat PRICE. J dan HARSHAW [12,15] yang menyatakan bahwa detektor Geiger-Mueller yang menggunakan gas halogen (Br, klor) sebagai gas pemadam dapat menghasilkan tegangan operasi sekitar 60D-850 volt. Hal ini terjadi karena gas Br sebagai gas pemadam mempunyai potensial ionisasi rendah 12,7 eV dan sifatnya sangat reaktif sehingga mudah terionisasi, dengan demikian untuk menghasilkan proses ionisasi eukup dengan tegangan yang rendah. Ini merupakan keuntungan karena detektor Geiger-Mueller dalam operasinya hanya membutuhkan sumber daya kecil (hemat energi) sehingga dapat diberi eatu daya dari batu batere 4,5V yang tegangannya dinaikan melalui rangkaian pelipat tegangan hingga dieapai tegangan 400-750 V. Tetapi gas halogen juga mempunyai sifat negatif selain beraeun juga sangat reaktif sehingga dalam pembuatan detektor Geiger-Mueller perlu dipilih bahan yang tahan terhadap
404
Pembuatan
detektor geiger-mueller
tipe jendeJa samping dengan ... (Sayono, S. T.)
sifat tersebut. Kesulitan lainnya karena tekanan gas Br yang sang at kecil 0,1-1 % dari tekanan total gas isian detektor [12], maka untuk memasukkan gas Br ke dalam tabung detektor perlu peralatan pengukur tekanan yang sangat teliti agar diperoleh perbandingan yang tepat antara gas Ar dengan gas Br, sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mencapai hasil yang optimum. Kemudian dalam proses pembuatan detektor isian gas, hal yang sangat penting dan perlu mendapat perhatian adalah pekerjaan akhir (finising) yaitu pemotongan tabung detektor dari sistem instalasi pengisian gas. Karena pada pemotongan pipa gel as antara detektor dengan sistem pengisian gas sering terjadi kegagalan akibat penggunaan api dari burner yang kurang tepat baik saat pemanasan awal, pemotongan, maupun pendinginan sehingga diperlukan keahlian maupun kesabaran. 4.1.2.
Pengujian Resolving Time Detektor Geiger-Mueller Ar-Br
Dengan Gas Isian Ar-Etanol dan
Setelah diketahui panjang plateau, slope dan tegangan operasi detektor yang terbaik, dalam hal ini untuk gas isian Ar-etanol dicapai pada perbandingan 9: 1, maka dilakukan pengujian waktu resolusi (r) dengan tegangan operasi yang dipasang pad a tegangan tengah plateau yakni 1160 V, sedang untuk gas isian Ar-Br keadaan terbaik diperoleh pada perbandingan 100: 1 pada tegangan operasi 540 V. Untuk pengukuran resolving time dilakukan dengan metode pencacahan menggunakan dua sumber radioaktif yang sama. Dalam hal ini digunakan sumber radioaktif Cs-137, dengan aktivitas masing-masing 10 !-lCi. Hasil pencacahan untuk menentukan resolving time detektor gas isian Ar-etanol dan Ar-Br disajikan pada Tabel 8. Tabel 8. Data pencacahan untuk menentukan resolving time detektor Geiger-Mueller gas isian Ar-etanol dan Ar-Br
HV (V)
N1
dengan
3644 157 1813 3745 153 1921 158 1895 152 3652 1833 149 6073 3125 6079 3068 3142 6134 6055 3112±31 3165 5953 3089 135 133 134 134 ±cacah ±±266 3190 6035 137 132 44 3585 3675 1820 2004 1856±47154 3660 ±(cpm) 29 52 ± 4 Ar-etanol 9: 1 dengan tekanan total 10 cmHg 1917 N2 NHasil Nb 1.2 1-2 (cpm) 3164 N1 (cpm) HV (V) (cpm) Hasil cacah Ar-Br 100 : 1 dengan tekanan total 20 cmHg
Berdasarkan Tabel 8 maka menggunakan persamaan (13)
resolving
time
N1 +N2 -NI_2 £ dengan
N1
N2 N1-2
Nb
(NI_2)2
-(N1)2
= jumlah cacah sumber 1, = jumlah cacah sumber 2, = jumlah cacah sumber 1 dan 2, = jumlah cacah latar.
405
dari
-Nb _
(N2)2
'
detektor
(T)
dapat
dihitung
Iptek Nuklir: Bunga Rampai Presentasi IImiah Jabatan Peneliti
ISSN 2087-8079
Resolving time detektor dengan gas isian Ar-etanol
3190+3112-6055-134
T- (6055f -(3190f
T=------------(36663025)
-(3112f 113 = 6,7251..1 detik.
- (10176100) - (9684544)
Resolving time detektor dengan gas isian Ar-Br
2004 + 1856T=-------(3660f -(2004f
T=-------------
3660-154 -(1856f 46 = 7,751..1 detik.
(13395600) - (4016016)
4.1.3.
- (3444736)
Menentukan Faktor Koreksi Resolusi Oetektor Geiger-Mueller dan Ar-Br
Oengan Gas Ar-Etanol
Detektor Geiger-Mueller selama digunakan untuk mencacah radiasi mengalami waktu mati (dead time) atau tidak respon terhadap radiasi yang datang sehingga diperlukan faktor koreksi untuk mengetahui nilai cacah yang sebenarnya (NsbJ. Untuk menghitung faktor koreksi digunakan persamaan (14). Data untuk menentukan faktor koreksi (Fr) detektor Geiger-Mueller dengan gas isian Ar-etanol dan Ar-Br disajikan pada Tabel 9. Tabel 9. Data hasi/ pencacahan untuk menentukan faktor koreksi HV (V)
3212 1863 ± 39 49Ar-etanol 145 151 138 136 100:1 148 152 149 135 134 149 ±±latar 29:1 dengan 137 Cacah (cpm) tekanan total 10 Hasil pencacahan Hasil pencacahan Ar-Br 20 cmHg 1854 3226
NNtercacah tercacah (cpm) (cpm)
HV (volt)
Berdasarkan Tabel 9, untuk detektor dengan gas isian Ar-etanol diperoleh N tercacah sebesar 3212-136 = 3076 cpm, sedang untuk detektor dengan gas isian Ar-Br diperoleh N tercacah (Nt) sebesar 1863-149 = 1714 cpm. Faktor koreksi (FT) detektor Geiger-Mueller dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan (14) (Nt)
Ft =1-(N, x dengan
Nt
= faktor koreksi, = N tercacah,
T
= resolving time.
Fr
406
T)
Pembuatan
detektor geiger-mueller
tipe jendela samping dengan ... (Sayono, S. T.)
Menghitung faktor koreksi detektor Gieger Mueller gas isian Ar-etanol
= 1- (N, x
Fr
T)
1 - (3076 x 6,725 x10·6) = 0,98.
Fr =
Dengan diketahui resolving time, maka nilai cacah sebenarnya persamaan (15)
N _ ,n
N ,n
dapat diketahui dengan
(Nsb)
N, (1 -
Nt x r)
3076 =~-------~ (1-3076 x 6,725 10-6 X
= 3139 cpm. )
Menghitung faktor koreksi detektor Gieger Mueller gas isian Ar-Br
Fr =1-(N, x r) Fr
Nilai cacah sebenarnya
= 1 - (1714 ~ 7,75 x10·6) = 0,988.
(Nsb)
N .\h
dapat diketahui dengan persamaan (15)
1714 =~------~ (1-1714x7,75xl0-6)
= 1737 cpm .
Dari hasil cacah sebenarnya (Nsb) hasil perhitungan untuk detektor Geiger-Mueller yang diisi gas Ar-etanol diperoleh nilai sebesar 3139 cpm, sedang saat pencacahan (Nt) diperoleh nilai sebesar 3076 cpm, sehingga ada perbedaan hasil cacah antara nilai cacah sebenarnya (Nsb) dengan hasil yang tercacah oleh detektor (Nt) sebesar 3139-3076 = 63 cpm banyak bila dibanding dengan nilai yang sehingga nilai cacah sebenarnya (Nsb) lebih tercacah oleh detektor. Demikian juga pada detektor Geiger-Mueller dengan gas isian Ar-Br sebesar 1714 cpm, dan setelah dari Tabel 15 diperoleh cacah sebelum dikoreksi (Nt) dikoreksi diperoleh cacah sebenarnya (Nsb) sebesar 1737 cpm, sehingga terdapat selisih sebesar 1737-1714 = 23 cpm. Hal ini terjadi karena detektor Geiger-Mueller mempunyai resolving time yakni sebesar T = 6,725 IJ detik untuk Ar-etanol dan T = 7,75 IJdetik untuk ArBr sehingga pad a waktu tersebut detektor tidak tanggap/respon terhadap radiasi yang datang atau ada cacah yang tidak terdeteksi oleh detektor. Hal ini sesuai pendapat WISNU ARY A W. [11] yang mengatakan apabila ada dua zarah radiasi yang masuk ke dalam detektor berurutan dalam waktu yang berdekatan, maka akibat peristiwa avalanche ion dari zarah radiasi pertama akan menyebabkan detektor tidak respon beberapa saat sehingga tidak dapat mencacat adanya zarah radiasi yang datang kemudian. Semakin kecil nilai resolving time (waktu pemulihan yang diperlukan oleh detektor dapat merespon radiasi yang datang berikutnya) berarti detektor Geiger-Mueller akan semakin sensitif/peka terhadap radiasi yang datang, dengan demikian perbedaan nilai tercacah sebelum dikoreksi dibandingkan dengan nilai cacah sebenarnya setelah dikoreksi akan semakin kecil pula. Akibat adanya waktu mati atau tidak peka pad a detektor Geiger-Mueller merupakan suatu kelemahan dari detektor tersebut, sehingga detektor ini tidak cocok bila digunakan untuk mengukur sumber radiasi yang mempunyai aktivitas tinggi, karena sumber radiasi yang memiliki aktivitas tinggi akan memancarkan intensitas radiasi yang semakin besar dan akibat adanya waktu mati pada detektor Geiger-Mueller maka akan banyak intensitas radiasi yang tidak terdeteksi oleh detektor. Dengan demikian apabila melakukan pencacahan radiasi menggunakan detektor Geiger-Mueller untuk memperoleh hasil pencacahan yang benar, maka hasil pencacahan harus dikoreksi dengan nilai resoving time (T) atau faktor koreksi (Fr). 4.1.4.
Umur Detektor Geiger-Mueller
dengan Gas Isian Ar-Etanol dan Ar-Br
Umur detektor Geiger-Mueller adalah berbanding lurus dengan jumlah cacah yang dihasilkan oleh detektor tersebut. Pada penelitian ini umur detektor belum dapat diketahui karena selama melakukan karakterisasi detektor masih memiliki plateau yang panjang dan bentuk pulsanya belum mengalami discharge. Jumlah cacah yang dihasilkan detektor dengan gas isian Ar-etanol sebanyak 3,105 x 105 cacah sehingga belum dapat untuk menentukan
407
Iptek Nuklir: Bunga Rampai Presentasi IImiah Jabatan Peneliti
ISSN 2087-8079
umur detektor, karena detektor Geiger-Mueller dikatakan mati bila di dalam daerah tegangan kerjanya telah timbul proses pelucutan muatan, karakteristik detektor jelek (plateau pendek dan slope besar). Untuk detektor Geiger-Mueller yang baik biasanya mempunyai umur sekitar 107sampai dengan 109 cacah [11]. Untuk detektor Geiger-Mueller yang menggunakan gas Sr sebagai pemadam secara teori umurnya sangat panjang, karena atom Sr setelah menyerap energi foton sinar ultraviolet untuk berdosiasi menjadi Sr+ dan S( dan bila keduanya bertemu akan mengalami rekombinasilbergabung kembali membentuk atom Sr kembali ke asalnya sehingga bila tidak terjadi kebocoran atau berinteraksi dan masuk ke dinding tabung maka gas Sr tetap berada dalam tabung detektor dan berfungsi sebagai pengendali muatan agar tidak terjad avalanche yang berkepanjangan dalam tabung detektor. Menurut WISNU ARY A W. [11] detektor Geiger-Mueller yang mengunakan gas halogen mempunyai umur yang tidak dibatasi jumlah cacah yang dihasilkan oleh detektor, tetapi umur dipengaruhi apakah keadaan katode dan anodenya sudah rusak termakan oleh gas halogen atau belum. Pada penelitian ini umur detektor belum dapat diketahui karena selama dilakukan pengujian detektor masih memiliki plateau yang panjang dan bentuk pulsanya belum mengalami discharge. Jumlah cacah yang dihasilkan detektor adalah 1,102 x 107 cacah, sehingga belum dapat untuk menentukan umur detektor.
BAB V KESIMPULAN
Oari hasil pembuatan detektor Geiger-Mueller tipe jendela samping dengan gas isian Ar-etanol dan Ar-Sr dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Telah berhasil dibuat detektor Geiger-Mueller tipe jendela samping yang mempunyai ukuran diameter katode 16 mm, diameter anode 0,08 mm, tebal jendela dengan density thickness sekitar 4,8 g/cm2 dan panjang daerah aktif 100 mm dengan gas isian Ar-etanol dan Ar-Sr. 2.
3.
4.
Untuk gas etanol sebagai gas pemadam pada perbandingan Ar-etanol sebesar 9:1 pad a tekanan 10 cmHg diperoleh karakteristik terbaik panjang plateau 180 V, slope 9,60%/100 V, tegangan operasi 1160 V dan resolving time T = 6,7251..1detik. Untuk gas halogen (Sr) sebagai pemadam pada perbandingan 100 : 1 pada tekanan 20 cmHg diperoleh karakteristik terbaik panjang plateau 100 V, slope 42,32%/100 V, detik tegangan operasi 540 V dan resolving time T = 7,75 1..1 Pada penelitian ini umur detektor belum dapat diketahui karena selama melakukan karakterisasi detektor masih memiliki plateau yang panjang dan bentuk pulsanya belum mengalami discharge. Jumlah cacah yang dihasilkan detektor sementara untuk gas isian Ar-etanol sebesar 3,105 x 10 6 cacah, sedang untuk Ar-Sr sebesar 1,102 x 107 cacah.
SARAN 1.
2.
3.
Oalam pembuatan detektor Geiger-Mueller agar diperoleh hasil karakteristik yang baik maka detektor sebelum diisi gas sebaiknya tingkat kevakuman harus dicapai yang maksimum yakni > 10-5 torr. Pada pembuatan detektor Geiger-Mueller suatu hal yang sangat penting adalah pemotongan untuk memisahkan detektor dari sistem pengisian gas, karena sering terjadi kegagalan akibat penggunaan api dari burner yang kurang tepat, baik saat mulai pemanasan, pemotongan maupun pendinginan. Untuk mengetahui kualitas dari detektor Geiger-Mueller yang telah dibuat, maka perlu dikalibrasi dengan membandingkan hasil pencacahan terhadap detektor buatan pabrik yang telah mendapat sertifikasi standar internasional (ISO) sebagai acuannya.
408
Pembuatan
detektor geiger-mueller
tipe jendela samping dengan ... (Sayono,
S. T.)
DAFT AR PUST AKA
[1]
[2]
[3]
[4] [5] [6] [7] [8] [9]
BA. TJIPTO SUJITNO, SAYONO, Pembuatan dan Aplikasi Prototip Detektor Geiger Mueller untuk Alat Proteksi Radiasi Dan Monitor Lingkungan, Proposal Program Insentif Tahun 2010, PTAPB-BATAN, Yogyakarta (2009) 1-2. SA YONO, Pembuatan detektor Geiger-Mueller Tipe Jendela Samping Dengan Gas Isian Neon Dan Brom, Tugas Akhir Dill, PATN-PUSDIKLAT BATAN, Yogyakarta (1991) 1-2, 19-21,37-60. DWI SEPTIA PRIHATINA, pengaruh Fisis Terhadap Karakteristik Detektor GeigerMueller, Skripsi S-1, Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Nuklir-UGM, Yogyakarta (1989) 11-14,20-21,24-26. E. FEYVES AND 0. HAIMAN, The Phycical Principlesof Nuclear Radiation Measurement, Academisi Kiado, Budapest (1969) 219-235. PETER SOEDOJO, Azas-Azas IImu Fisika Jilid 4 Fisika Modern, FMIPA-UGM, Gadjah Mada Press Yogyakarta, Edisi 1 (2001) 226-232. LEROY AND RANCOITA, Principles of Radiation Interaction in Matter and Detection, World Scientific (2004) 1-3. KNOLL, GLENN F., Radiation Detection and Measurement, John Wiley & Sons, Inc, New York (2000) 41-42. NICHOLAS TSOULFANIDIS, Measurement and Detection of Radiation, University of Missouri-Rolla, New York USA, (1983) 169-177. ZOL TAN FODOR, Experimental Methods and Measurements, The Physics Colloqium Series, University of Wuppertal, Eotvos University of Budapest, John von Neumann Institute for Computing, DESY -Zeuthen, and Forschungs zentrum-Juelich (2009) 6, 13, 21.
[10] ROLF MICHEL, Radiation Measurement Method, A part of Nuclear Analytical Techniques, ZSR, Leibniz Univitet, Hanover (2008) 4-5. [11] WISNU ARYA W., Teknologi Nuklir, Proteksi Radiasi dan Aplikasinya, Penerbit Andi, Yogyakarta (2007) 209-121. [12] PRICE, W.J., Nuclear Radiation Detection, Second Edition, Mc Graw-Hill Book Company, New York (1964) 1-28,41-49,123-126. [13] SPRING, Geiger-Mueller Detectors, Departement of Engineering Physics, University of Wiscosin-Madison (2008) 7-10. [14] AGUS SANTOSO, BA TJIPTO SUJITNO, SAYONO, MUDJIONO, SUMARMO, Alat Detektor Radiasi dengan Perakitan Elektrode Menggunakan sistem Pengelasan Gelas dengan Logam, patent No. ID 0000667 S, SK Ditjen HKI NO.H3.HC.04.02.-2767/2006. [15] HARSHAW, Nuclear Detektors and Systems Halogen Quenched Geiger-Mueller Tubes, Catalog. Crystal & Electronic Departement, Solon, Ohio, USA. (1998) 2-3.
409