Proseding Seminar Nasional Fisika dan Aplikasinya Sabtu, 21 November 2015 Bale Sawala Kampus Universitas Padjadjaran, Jatinangor
PENGEMBANGAN DETEKTOR GEIGER MULLER DENGAN ISIAN GAS ALKOHOL, METANA DAN ARGON MAKHSUN*, MUJI WIYONO Pusat Teknologi Keselamatan dan Metrologi Radiasi, Badan Tenaga Nuklir Nasional Jl.Lebak Bulus Raya No 49 Jakarta Selatan 12070 Abstrak. Telah dilakukan penelitian dan pengembangan detektor radiasi gamma jenis Geiger Muller tipe jendela samping dengan isian gas campuran. Gas campuran terdiri dari 5% alkohol (C2H5OH), 10% metana (CH4) dan 85% argon (Ar). Detektor dibuat dari tabung stainless steel dengan diameter dalam 23 mm dan panjang efektif 90 mm serta menggunakan kawat tungsten dengan diameter 0,08 mm sebagai anodanya. Pengisian gas dilakukan dengan cara penghampaan tabung menggunakan pompa hisap terlebih dahulu dan kemudian gas diisikan sesuai dengan masing-masing konsentrasinya. Dari hasil pengujian diperoleh tegangan ambang 1100 volt, tegangan kerja 1200 volt, tegangan batas 1300 volt, panjang tegangan plato 200 volt, slope 1,43%/100 volt dan efisiensi pencacahan radiasi gamma 2,85%. Kata kunci : detektor Geiger Muller, radiasi gamma, gas alkohol, gas argon, gas metana Abstract. Research and development of gamma radiation detector type side-window Geiger Muller with stuffing mixture gas have been carried out. Mixture gas consists of 5% alcohol (C2H5OH), 10% methane (CH4) and 85% argon (Ar). The detector was made of stainless steel tube with an inner diameter of 23 mm and an effective length of 90 mm. A tungsten wire with diameter of 0.08 mm was used as the anode. The filling of gases, at first, was done by vacuuming the tube using a suction pump and followed by filling the accordance gases. The results show that the detector has the threshold voltage of 1100 volts, working voltage of 1200 volts, limits voltage of 1300 volts, plateau voltage long of 200 volts, slope 1.43%/100 volts and gamma radiation counting efficiency of 2.85%. Keywords: Geiger Muller detector, gamma radiation, alcohol gas, argon gas, methane gas
1. Pendahuluan Detektor radiasi gamma yang paling umum digunakan adalah jenis Geiger Muller (GM). Penyebutan detektor ini diambil dari nama dua orang penciptanya yaitu Hans Geiger dan Walther Muller yang melakukan penelitian pada tahun 1908 [1]. Detektor GM terbuat dari sebuah tabung yang berisi gas yang mudah terionisasi dengan sebuah kawat tipis didalamnya yang berfungsi sebagai anoda. Tabung tersebut selain berfungsi sebagai pengungkung gas isian juga berfungsi sebagai katoda. Pendeteksian radiasi oleh detektor GM terjadi ketika gelombang elektromagnetik energi tinggi (radiasi sinar gamma atau sinar x) mengenai dinding tabung detektor maupun gas isian. Gelombang elektromagnetik energi tinggi yang berinteraksi dengan dinding tabung detektor atau gas isian dapat mengakibatkan efek fotolistrik, hamburan compton maupun produksi pasangan [2]. Efek-efek tersebut akan menghasikan elektron yang dapat mengionisasi gas yang ada di dalam tabung detektor. Ketika medan listrik dengan besar yang sesuai diterapkan antara anoda dan katoda, ion positif dan elektron yang dihasilkan oleh proses *
email:
[email protected] FI-1
FI-2
Makhsun, Muji Wiyono
ionisasi akan bergerak sesuai dengan jenis muatannya. Ion positif akan bergerak ke katoda sedangkan elektron akan bergerak ke anoda. Karena adanya penambahan muatan pada anoda maka terjadilah aliran listrik yang pada akhirnya akan menghasilkan sebuah pulsa, dan pulsa inilah yang dihitung sebagai jumlah radiasi. Pada detektor GM, tinggi pulsa yang dihasilkan tidak tergantung dari tingkat energi gelombang elektromagnetiknya sehingga detektor GM tidak bisa digunakan sebagai detektor kualitatif. Karena itu detektor GM hanya bisa digunakan sebagai pendeteksi zat radioaktif pemancar gamma tanpa bisa membedakan jenis zat radioaktifnya. Hal ini dikarenakan proses ionisasi pada detektor GM terjadi secara tidak langsung tetapi melalui proses lepasan elektron ketika dinding detektor maupun gas isian terkena radiasi gamma atau sinar x. Materi yang digunakan sebagai isian detektor berupa gas yang mudah terionisasi misalnya: Ar, He, H2, N2, O2 dan CH4. Tetapi pengisian detektor hanya dengan salah satu dari gas-gas tersebut sering menimbulkan kesalahan pada saat pendeteksian radiasi. Hal ini terjadi karena ketika ion-ion positif menumbuk katoda, katoda dapat melepaskan elektronnya dan elektron-elektron ini akan mengionisasi kembali gas isian detektor. Peristiwa ini terjadi berulang-ulang sehingga mengakibatkan kesalahan pendeteksian radiasi. Untuk mengatasi hal tersebut, gas isian harus dicampur menggunakan gas peredam (quenching gas) yang biasanya dari jenis alkohol [1]. Tujuan utama dari penambahan gas peredam adalah untuk menetralisir ion positif yang dihasilkan dari proses ionisasi melalui pemindahan elektron dari gas peredam ke ion positif tersebut. Sedangkan gas peredam yang menjadi bermuatan positif karena kehilangan elektron akan berinteraksi dengan dinding katoda tanpa adanya pelepasan elektron. Besar medan listrik yang diterapkan antara anoda dan katoda pada detektor GM yang berbentuk silinder dapat dihitung menggunakan persamaan 1.1 [3]. 1.1 dimana E adalah kuat medan listrik, V beda potensial antara anoda dan katoda, a jari-jari anoda, b jari-jari katoda dan r jarak antara anoda dan katoda. Medan listrik ini akan mengakibatkan ion positif dan elektron berpencar ketika gas diionisasi oleh elektron. Setiap elektron yang melintas di dalam detektor akan mengionisasi gas isian sepanjang perjalanannya hingga energinya habis sementara elektron yang terbentuk juga dapat menginduksi molekul gas disekitarnya sehingga mengakibatkan tambahan ionisasi. Peristiwa ini dikenal dengan istilah gugur runtun (avalanche). Ilustrasi peristiwa avalanche dapat dilihat pada gambar 1.1. Jumlah elektron yang terbentuk akibat peristiwa ini pada setiap titik di dalam detektor dapat dihitung menggunakan persamaan 1.2 [3]. 1.2 dimana n adalah jumlah elektron yang terbentuk, n0 jumlah elektron mula-mula, koefisien ionisasi gas dan x panjang lintasan elektron.
Pengembangan Detektor Geiger Muller dengan Isian Gas Alkohol, Metana dan Argon
FI-3
Gambar 1.1. Ilustrasi proses avalanche [3].
Pulsa tegangan dari detektor dibentuk dengan mengalirkan arus yang terjadi di anoda pada sebuah hambatan yang diparalel dengan sebuah kapasitor. Wujud pulsa tegangan yang terbentuk secara langsung berhubungan dengan rangkaian elektronika yang disusun. Rangkaian pembentuk pulsa yang paling umum digunakan dapat dilihat pada gambar 1.2, dimana C adalah kapasitor dan R hambatan [3]. Pengumpulan elektron pada anoda yang mengakibatkan terbentuknya pulsa membutuhkan waktu. Pada saat tersebut detektor tidak bisa mendeteksi adanya radiasi baru. Dan jika ada radiasi baru yang datang pada waktu tersebut pulsa yang terbentuk tetap satu. Waktu dimana detektor tidak bisa membedakan antara datangnya radiasi pertama dan berikutnya dinamakan waktu mati detektor. Waktu mati detektor tergantung dari ukuran detektor dan mempunyai nilai rata-rata antara 50 sampai 100 s [3].
Gambar 1.2. Rangkaian pembentuk pulsa
2. Metode Penelitian A. Pembuatan Detektor GM Tabung detektor dibuat dari pipa stainless steel dengan ukuran diameter dalam 23 mm, diameter luar 26 mm dan panjang 100 mm. Tutup tabung terbuat dari dua buah kaca berbentuk piringan dengan diameter 25 mm dan ketebalan 3 mm yang diberi lubang kecil ditengahnya untuk memasang anoda. Anoda terbuat dari kawat tungsten berdiameter 0,08 mm yang dipasang memanjang dari tutup satu ke tutup berikutnya. Perekatan tutup tabung dan anoda serta penutupan lubang-lubang menggunakan lem araldit. Pada salah satu tutup tabung dibuat sebuah lubang yang dipasang pipa untuk proses penghampaan dan pengisian gas-gas isian [4]. Tabung detektor yang sudah tersusun seperti di atas, kemudian dipasang pada alat penghisap yang diparalel dengan gas-gas isian melalui sebuah pipa yang dipasang kran. Gas-gas yang digunakan sebagai pengisi detektor adalah alkohol (C2H5OH), metana (CH4) dan argon (Ar). Ilustrasi pemasangan tabung detektor dan gas isian pada alat penghisap dapat dilihat pada gambar 2.1. Pertama-tama dilakukan penghampaan dengan cara menghidupkan pompa penghisap serta membuka kran
FI-4
Makhsun, Muji Wiyono
pompa penghisap dan tabung detektor hingga mencapai tekanan 10-7 mmHg. Kemudian kran pompa hisap ditutup dan satu persatu gas isian dimasukkan dengan cara membuka kran masing-masing gas isian secara bergantian sedemikian sehingga diperoleh konsentrasi gas alkohol 5%, metana 10% dan argon 85%. Pekerjaan pembuatan detektor GM dilakukan di Pusat Sains dan Teknologi Akselerator (PSTA), Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN).
Gambar 2.1. Ilustrasi pemasangan alat pengisian gas pada detektor GM [4]
B. Karakterisasi Detektor GM Pengujian dilakukan untuk mengetahui karakteristik detektor GM yang sudah dibuat yaitu meliputi pengukuran tegangan ambang, tegangan kerja, tegangan batas, panjang tegangan plato, slope dan kemampuan detektor dalam mendeteksi radiasi gamma. Beda potensial antara anoda dan katoda yang diterapkan pada pengujian, dimulai dari 1080 volt dan dinaikan 20 volt setiap tahap hingga mencapai tegangan 1360 volt. Sumber radiasi gamma yang digunakan adalah Cs137 dengan aktivitas 269 kBq. Pencacahan pulsa yang terbentuk pada keluaran anoda dilakukan baik ketika detektor tidak diberi sumber radiasi maupun ketika detektor didekatkan dengan sumber radiasi gamma. Pencacahan pulsa tanpa sumber radiasi gamma dilakukan untuk mengetahui radiasi latar dari lingkungan setempat. Pencacahan menggunakan sumber radiasi dilakukan dengan cara meletakkan Cs-137 pada jarak 50 mm dari detektor. Nilai cacahan dikoreksi dengan faktor koreksi waktu resolusi untuk mendapatkan nilai cacahan sebenarnya. Sedangkan efisiensi pencacahan dikoreksi dengan faktor koreksi geometri, hamburan balik, serapan jendela dan serapan diri. 3. Hasil dan Pembahasan Hasil pencacahan yang terbaca pada alat cacah harus dikoreksi dengan faktor koreksi waktu resolusi. Hal ini terjadi karena detektor mengalami waktu mati ketika ada radiasi yang datang pada saat yang hampir bersamaan. Untuk menghitung faktor koreksi waktu resolusi, pencacahan dilakukan menggunakan dua sumber radiasi. Faktor koreksi waktu resolusi dapat dihitung menggunakan persamaan 3.1 [3]. 3.1 dengan
Pengembangan Detektor Geiger Muller dengan Isian Gas Alkohol, Metana dan Argon
FI-5
3.2 dimana f adalah faktor koreksi waktu resolusi, N1 nilai cacahan sumber 1, N2 nilai cacahan sumber 2, N12 nilai cacahan sumber 1 dan 2, serta Nb nilai cacahan latar. Dari hasil perhitungan untuk detektor GM yang telah dibuat diperoleh faktor koreksi waktu resolusi sebesar 0,99. Hasil cacahan per detik (cps) terhadap perubahan tegangan kerja setelah dikoreksi dengan faktor koreksi waktu resolusi dapat dilihat pada tabel 3.1. Tabel 3.1. Pencacahan radiasi gamma terhadap tegangan kerja detektor Tegangan Tanpa Sumber Dengan Sumber (volt) (cps) (cps) 1080 1,16 0,17 0,30 0,08 1090 2,68 0,07 0,91 0,05 1100 33,87 0,81 1,08 0,12 1120 35,20 0,69 1,16 0,15 1140 35,08 0,24 1,20 0,07 1160 34,12 0,88 1,21 0,08 1180 34,55 0,45 1,26 0,07 1200 35,07 1,03 1,26 0,03 1220 34,71 0,57 1,23 0,07 1240 35,34 0,39 1,31 0,13 1260 35,35 0,49 1,38 0,08 1280 34,65 0,42 1,46 0,24 1300 34,95 0,34 1,57 0,13 1320 36,28 0,54 1,77 0,15 1340 36,80 0,17 2,12 0,08 1360 38,59 0,81 2,19 0,07
Tegangan kerja detektor umumnya diambil ditengah-tengah daerah tegangan plato [5]. Untuk mendapatkan tegangan kerja detektor, data pencacahan dibuat dalam grafik tegangan terhadap cacahan sperti terlihat pada gambar 3.1. Dari gambar 3.1 dapat diketahui detektor yang sudah dibuat mempunyai tegangan ambang 1100 volt, tegangan kerja 1200 volt dan tegangan batas 1300 volt serta panjang daerah tegangan plato 200 volt. Dari grafik tersebut juga dapat diperoleh kemiringan daerah tegangan plato (slope) sebesar 1,43%/100 volt.
Gambar 3.1. Grafik cacahan terhadap tegangan
FI-6
Makhsun, Muji Wiyono
Kemampuan detektor dalam mendeteksi radiasi dinyatakan sebagai efisiensi pencacahan detektor. Efisiensi pencacahan dipengaruhi oleh beberapa faktor, karena itu untuk menghitung efisiensi perlu dilakukan beberapa koreksi. Efisiensi pencacahan dapat dihitung menggunakan persamaan 3.3, sedangkan faktor koreksi geometri, hamburan balik dan serapan jendela secara berturut-turut dapat dihitung menggunakan persamaan 3.4 sampai dengan 3.6 [3]. Karena sumber radiasi yang digunakan berupa sumber titik sehingga hampir tidak ada serapan diri, oleh karena itu faktor koreksi serapan dirinya adalah 1. 3.3 3.4 3.5 3.6 dimana adalah efisiensi pencacahan, N cacahan (cps), A aktivitas sumber radiasi (Bq), fg faktor koreksi geometri, fh faktor koreksi hamburan balik, fw faktor koreksi serapan jendela, fs faktor koreksi serapan diri, l panjang detektor, d diameter detektor, Nh cacahan dengan hamburan balik, Nb cacahan latar, dan Ns cacahan dengan serapan. Nilai r dihitung dengan cara meletakkan sumber radiasi diposisi tengah pada jarak 50 mm dari detektor, dan r adalah jarak antara sumber radiasi dengan salah satu ujung detektor. Hamburan balik Nh dihitung melalui pencacahan sumber radiasi dengan cara meletakkan lembaran stainless steel sebagai alasnya. Sedangkan nilai serapan Ns dihitung melalui pencacahan sumber radiasi dengan cara meletakkan lembaran stainless steel setebal dinding tabung detektor diantara sumber radiasi dengan detektor. Dari hasil perhitungan diperoleh faktor-faktor koreksi dan efisiensi pencacahan detektor seperti pada tabel 3.2. Tabel 3.2. Hasil perhitungan faktor-faktor koreksi dan efisiensi pencacahan Nilai Keterangan fg 0,04 faktor koreksi geometri fh 0,12 faktor koreksi hamburan balik fw 0,92 faktor koreksi serapan jendela 2,85% efisiensi pencacahan
Perbandingan karakteristik detektor GM yang sudah dibuat dengan karakteristik detektor GM buatan Canberra tipe T2311 dengan dimensi yang paling mendekati yaitu yang mempunyai diameter 16 mm dan panjang 119 mm dapat dilihat pada tabel 3.3. Perbandingan karakterisasi pada kedua detektor tersebut menggunakan sumber radioaktif Cs-137. Betapapun, perbandingan ini bukan merupakan perbandingan yang seimbang karena material tabung, gas isian dan dimensi yang digunakan berbeda. Dari perbandingan tersebut dapat dilihat bahwa cacahan latar detektor GM ini lebih besar dibandingkan dengan detektor tipe T2311, hal ini karena ketika melakukan pencacahan latar, detektor ini tidak dilindungi dengan penahan radiasi latar. Detektor ini juga memiliki panjang daerah tegangan plato yg lebih pendek. Ini menunjukkan bahwa detektor T2311 mempunyai daerah
Pengembangan Detektor Geiger Muller dengan Isian Gas Alkohol, Metana dan Argon
FI-7
tegangan kerja yang lebih panjang. Hal ini kemungkinan dikarenakan gas isian, material tabung dan ketebalan tabung yang digunakan berbeda. Gas isian sangat menentukan respon ionisasi oleh elektron yang dihasilkan dari peristiwa efek fotolistrik, hamburan compton dan produksi pasangan [3], sementara material tabung juga menentukan proses terlepasnya elektron dari atom pada interaksi radiasi gamma dengan material [7]. Tabel 3.3. Perbandingan karakteristik detektor GM yang sudah dibuat dengan detektor GM buatan Canberra tipe T2311 [6] Variabel GM pada penelitian ini GM buatan Canberra Material tabung Material anoda Gas isian Tebal tabung (mm) Diameter (mm) Panjang (mm) Cacahan latar (cps) Slope (%/100 volt) Panjang tegangan plato (volt) Tegangan kerja (volt)
stainless steel tungsten alkohol, metana, argon 3,00 23 100 1,26 1,43 200 1200
Cr/Fe tungsten tidak diketahui 0,25 16 119 0,5 8 850 – 950 900
Perbedaan karakteristik yang lain adalah slope dan tegangan kerja. Detektor ini mempunyai slope yang lebih baik yaitu 1,43%/100 volt dibandingkan dengan detektor T2311 yaitu 8%/100 volt dengan tegangan kerja 1200 volt berbanding 900 volt. Semua perbedaan tersebut terjadi karena material yang digunakan dan metoda pembuatannya yang kemungkinan juga berbeda. Banyak variabel yang dapat menentukan hasil akhir suatu detektor GM, sebagai contoh selain variabel material yang berbeda, tekanan gas isian di dalam detektor juga menentukan respon pendeteksian radiasi. Dari hasil penelitian yang sudah dilakukan tekanan gas isian yang ideal adalah 0,1 atm (76 mmHg) [3]. 4. Kesimpulan Pengembangan dan pembuatan detektor GM dengan tiga campuran gas isian yang terdiri dari alkohol, metana dan argon menggunakan metoda penghampaan yang sudah dilakukan pada penelitian ini dapat mendeteksi radiasi gamma dari sumber Cs-137 dengan cukup baik. Karakteristik detektor ini mempunyai tegangan ambang 1100 volt, tegangan kerja 1200 volt, tegangan batas 1300 volt, panjang tegangan plato 200 volt, slope 1,43%/100 volt dan efisiensi pencacahan radiasi gamma 2,85% dengan menggunakan sumber radioaktif titik Cs-137. Karakteristik ini jika dibandingkan dengan detektor GM buatan Canberra tipe T2311 mempunyai perbedaan. Karaketristik yang lebih baik dari detektor ini dibandingkan dengan detektor tipe T2311 adalah mempunyai slope yang lebih kecil yaitu 1,43%/100 volt berbanding 8%/100 volt, walaupun daerah tegangan platonya lebih pendek. Perbedaan-perbedaan karakteristik tersebut kemungkinan terjadi karena penggunaan material dalam pembuatan detektor ini berbeda dengan material yang digunakan dalam pembuatan detektor GM tipe T2311. Selain itu metoda pembuatannya kemungkinan juga berbeda. Dari karakteristik yang ada pada detektor ini, secara umum, detektor ini dapat digunakan sebagai pendeteksi pada alat pencacah radiasi gamma.
FI-8
Makhsun, Muji Wiyono
Ucapan terima kasih Ucapan terima kasih diberikan kepada Pusat Sains dan Teknologi Akselerator (PSTA), Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) yang telah menyediakan peralatan dan fasilitas dalam terlaksananya penelitian ini. Daftar Pustaka 1. P. W. Frame, Health Physics 87, No. 2 (2004) 623. 2. John Lilley, Nuclear Physics, Principles and applications, 2001. 3. G. Knoll, Radiation Detection and Measurement, John Wiley & Son, New York, 2000. 4. Muji Wiyono, Pembuatan Geiger Muller dengan Pemudur Alkohol (H2H5OH) dan Metana (CH4), Tugas Akhir, Jurusan Teknofisika Nuklir, Pendidikan Teknik Ahli Nuklir, Yogyakarta, 1995. 5. J.N. Reddy, M.S.R. Murty, Experiments with GM Counter, Nucleonix Systems Private Limited, 2013. 6. Canberra, Geiger Muller Detectors Data Sheet. 7. G. Nelson, D. Reilly, Gamma-Ray Interactions with Matter in Passive Nondestructive Analysis of Nuclear Materials, Los Alamos National Laboratory (1991) 27 – 42.