PEMBUATAN CARBOXYMETHYL STARCH GRAFT POLYACRYLAMIDE DAN KARAKTERISASINYA Astya W., Ni Made1, Nurafrida, Risa2 Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri, ITS email :
[email protected] 1;
[email protected] 2 ABSTRAK Agar starch dapat digunakan untuk tujuan tertentu, salah satunya dalam aplikasi biomedical (drug release obat) maka diperlukan proses modifikasi starch diantaranya dengan proses karboksilasi dan grafting. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh daya kelarutan produk kopolimer CMS-g-PAM terhadap air. Dimana sebelumnya dilakukan sintesa karboksimetil amylose starch yang diharapkan memiliki sifat yang lebih hidrofilik. Penggabungan carboxymethyl starch amylose dan polyacrylamide ini dilakukan dengan metode grafting to dan teknik polimerisasi larutan.. Hasil sintesa CMS-gPAM ini kemudian dikarakterisasi berupa Spektroskopi Fourier Transform Infra Red (FTIR), derajat swelling, serta persentase grafting efisiensi (%GE) dan persentase grafting yield (%GY). Produk CMS-g-PAM yang dihasilkan diharapkan memiliki kemampuan menyerap air yang tinggi dan bersifat biodegradable. Dari penelitian yang telah dilakukan didapatkan hasil bahwa CMS-gPAM dengan konsentrasi NaOH 2 M memiliki % GE dan %GY terbesar yaitu 100,7% dan 120, 1%. Sedangkan derajat swelling terbesar terdapat pada CMS-g-PAM dengan konsentrasi NaOH 2,5% . Kata kunci : Carboxymethyl Starch Amylose, Polycrylamide, Carboxymethyl Starch Amylose graft Polyacryamide, kelarutan 1 PENDAHULUAN Polisakarida merupakan bahan yang sangat melimpah di alam dimana starch adalah salah satunya. Starch disimpan sebagai cadangan makanan pada tumbuhan di dalam biji buah (padi, jagung), didalam umbi (ubi kayu, ubi jalar, garut) dan pada batang (sagu, aren). Secara umum starch terbentuk dari dua polimer molekul glukosa yaitu amylose dan amylopectin. Amylose merupakan polimer rantai panjang yang tidak bercabang sedangkan amylopectin merupakan polimer dengan susunan yang bercabang-cabang. Komposisi kandungan amylose dan amylopectin ini akan bervariasi dalam produk pangan dimana produk pangan yang memiliki kandungan amylose tinggi akan semakin mudah untuk dicerna. Beberapa polimer alami dalam hal ini starch memiliki sifat resistensi yang baik terhadap shear degradation karena starch merupakan polisakarida yang mempunyai rantai yang kuat dan kaku (shear stable). Selain itu starch juga memiliki sifat non toxic, hidrofilik dan biodegradable. Sifat biodegradable dari polimer alami ini menjadi kelebihan juga sekaligus kelemahannya karena dapat mengurangi umur penyimpanannya sehingga
mengurangi efisiensi karena menurunnya berat molekul. Sedangkan polimer sintetis, salah satunya yaitu Polyacrylamide, memiliki berat molekul yang tinggi, unbiodegradable namun memiliki kelemahan ketidakstabilan terhadap gesekan mekanis (unshear stable) dan tidak hidrofilik (tidak dapat menyerap air) (Rath, 2000). Kelompok Polyacrylamide dan kopolimernya merupakan polimer yang sering digunakan dalam berbagai aplikasi. Umumnya digunakan sebagai flokulan untuk menjernihkan air minum dan pengolahan air limbah. Selain itu juga digunakan dalam penyulingan minyak, pengolahan tanah, pertanian dan digunakan juga dalam bidang biomedical. Oleh karena itu, dilakukan penelitian ini untuk mendapatkan properties yang lebih baik dari bahan berbasis starch (starch) ini. Dengan menggabungkan kelebihan yang dimiliki oleh polimer alami dan polimer sintetik, sehingga dihasilkan polimer yang shear stable, lebih efektif dan tidak mudah terurai. Hal tersebut dapat dilakukan dengan metode kopolimerisasi graft dari polimer sintetik pada backbone polimer alami. 2. CARBOXYMETHYL STARCH (CMS) Carboxymethyl Starch dihasilkan dengan mereaksikan starch dan asam kloroasetat dengan menambahkan sodium hidroksida. Metode ini berdasarkan sintesa ether Williamson (Lexington, 1989). Prinsip reaksi ini adalah dengan memindahkan dua molekul nukleofilik. Reaksi ini merupakan reaksi two-step.Tahap pertama dari reaksi ini adalah alkalisasi starch (Finch, 1983), yaitu: OH
OH
H2C
O- Na+
H2C
OH
O
H2C + Na OH
OH
OH
OH
O
OH
OH H2C
O
OH
OH
O
OH
Gambar I. Tahap Alkalisasi Starch Pada reaksi ini, starch berfungsi sebagai backbone . Tahap kedua dari reaksi ini adalah reaksi eterifikasi, yaitu: -
+
O Na H2C
OH H2C
OH
O CO2H CH2
O
H2C
Cl OH
O OH
+
OH
O
OH OH
O
OH OH
Gambar II. Tahap Eterifikasi
OH
O OH
(i) Inisiasi karboksimetil yang terbentuk Jumlah diindikasikan dengan derajat subtitusi (DS). DS didefinisikan sebagai jumlah rata-rata substituen per unit Anhydro Glucose. DSt didefinisikan sebagai pencapaian substitusi maksimal yang bergantung pada jumlah molar limiting reactan (baik asam kloro asetat maupun NaOH).Re adalah effisiensi reaksi yang ditentukan dengan rumus berikut:
O
K+ --O
O
S
O
:
O
O
K+
CH 3 H2 C
N
+
O
K
+ --
O
+
O
CH 3
CH3
K+ --O
CH3
radikal TEMED H3C
S
+
O
N
+
O
CONH2
akrilamida
CH 3 H2 C
H2 C
N H3C
O
CH
H2C
CH3
H3C
S
+
N
radikal TEMED
O
K
kalium hidrogen sulfat CH3
H2 C
H C
H3C
O
K+HSO4--
+
N
H 3C
radikal persulfat
+ --O
H2 C
H C
N
radikal persulfat O
N
TEMED
H 3C
S
H2 C
H3C
O
K - persulfat
O
3. KOPOLIMERISASI CARBOXYMETHYL STARCH GRAFT POLYACRYLAMIDE Pada sintesa CMS-g-PAM dengan inisiator K2S2O8, Amylose starch selain sebagai backbone dari kopolimer graft juga berperan sebagai agen pereduksi oleh adanya gugus hidroksil. Jika radikal bebas diproduksi pada molekul polimer backbone maka akan menghasilkan kopolimer graft. Pada penelitian kali ini, sintesa dilakukan dengan metode grafting to. Pada metode ini Polyacrylamide disintesa terlebih dahulu tanpa adanya proses terminasi. Sintesa Polyacrylamide dilakukan dengan metode polimerisasi larutan. a. Metode sintesa non-terminated Polyacrylamide dengan polimerisasi larutan Polyacrylamide disintesa terlebih dahulu tanpa adanya proses terminasi membentuk non terminatedpolyacrylamide sesuai dengan mekanisme berikut:
S
O
(2-1) (2-2) nAGU,0 adalah jumlah mol anhydroglucose (AGU) didalam starch dan nA,0 adalah jumlah mol awal dari limiting reaktan.CMS secara luas digunakan pada berbagai industi di antaranya digunakan pada industri makanan sebagai emulsification stabilizing agent pada industri pembuatan ice cream, dan suspension stabilizing agent pada industri pembuatan soft drink.Selain digunakan di industri makanan, CMS juga digunakan pada industri tekstil sebagai fluidity and penetrability, intensifier pada industri pembuatan kertas, dan swelling pada industri farmasi.
H3C --
+
N
C
H2C
CH 3
CONH2
radikal akrilamida
Gambar III. Tahap Inisiasi Polyacrylamide (ii) Propagasi O
K+ --O
S
O + H2C
CONH 2
O
H2C
C
H2 C
CONH2
H2C
C
H2 C
CONH2
+ H2C
C
+ H2C
CH
H2 C
CONH2
CONH2
CH
H2C
CH
CONH2
CONH 2
CH
CONH 2
C
H2 C
H2 C
CONH2
H2 C
H C
CONH 2
CH + H2C
H2 C
C
H2C
CONH2
CONH2
H C
CH
CH
CONH2
C
H2 C
CONH2
CONH2 H C
H2 C
CONH2
CH CONH2
H2 C
C
H2C
H2 C
H C
CONH2
CH
CONH2
polyacrylamide, acrylamide, dan Carboxymethyl starch sebenarnya yang terlibat dalam reaksi.
CH
+ H2C
CONH2
CONH2
%GE = 100 ( W2 – W1 ) / W3 %GY = 100 ( W2 – W4 ) / W3
H2 C
C
H2C
H2 C
H C
CONH2
CONH2
H2 C
H C
CONH2
CH CONH2
nt-PAM Gambar II.15 Tahap Propagasi Polyacrylamide b. Penggabungan amylose starch dan non-terminated Polyacrylamide Pencangkokan (grafting) dilakukan antara amylose starch dengan non-terminated Polyacrylamide yang telah terbentuk dengan backbone starch sesuai dengan mekanisme sebagai berikut: OH
O CO2H CH2
OH
OH
O OH
OH
O
H2C
O
OH
O
OH
OH
OH
O
O CO2H CH2
OH
O
O CO2H CH2
H2C
H2C + OH
O
CONH2 CONH2
O
O
O CO2H CH2
H2C
O OH
H2 H C C
H2 C SO4
CONH2
OH
OH
OH
H2 H CH3 C C
5. ANALISIS GUGUS FUNGSI Analisis gugus fungsi dalam suatu sampel dapat dilakukan dengan spektroskopi infra merah dengan menggunakan alat Fourier Transform Infra Red (FTIR). Spektroskopi infra merah adalah suatu teknik untuk menentukan adanya suatu gugus fungsi dalam sampel dengan menganalisis ikatan kovalen yang terdapat dalam molekul. Inti–inti atom yang terikat oleh ikatan kovalen akan mengalami getaran (vibrasi) atau osilasi. Bila molekul tersebut menyerap radiasi inframerah maka energi yang diserap tersebut akan menyebabkan kenaikan dalam amplitude getaran atom–atom yang terikat. Pada keadaan ini molekul berada dalam keadaan vibrasi tereksitasi. Panjang gelombang dari absorpsi oleh suatu tipe ikatan tertentu bergantung pada macam getaran dan ikatan tersebut. Oleh karena itu, tipe ikatan yang berlainan akan menyerap radiasi infra merah pada panjang gelombang yang berlainan (Fessenden, 1996). Sampel untuk analisis dengan FTIR dapat berupa gas, cairan murni, larutan, dan padatan. Sampel yang berupa cairan murni dapat dilakukan dengan cara menginjeksikan sampel pada sel NaCl. Jika sampel tersebut berupa padatan, maka dapat dilakukan dengan cara nujol mull dan pellet KBr. Dengan membandingkan nilai absorpsi spectrum yang didapat dari hasil eksperimen dengan nilai absorpsi gugus fungsi yang terdapat pada literatur, maka dapat ditentukan gugus fungsi yang terdapat dalam sampel.
adanya reaksi grafting H2 H CH C C CONH2 CONH2
OH
H2 H C C
H2 C SO4
CONH2
O OH
Gambar IV. Proses Grafting Carboxymethyl Starch dengan Polyacrylamide 4. PERHITUNGAN %GE DAN %GY %GE adalah persentase grafting terhadap jumlah starch awal , sedangkan %GY adalah persentase grafting terhadap jumlah starch real yang terlibat di dalam reaksi.Perhitungan dilakukan dengan menggunakan rumus berikut, dengan terlebih dahulu mengukur W1, W2, W3, dan W4 (Fares, 2003). Dimana W1, W2, W3, W4 berturut-turut adalah berat Carboxymethyl starch, Carboxymethyl starch-g-
6. DERAJAT SWELLING Derajat swelling diartikan sebagai derajat penggembungan. Swelling menunjukkan banyaknya rantai polimer yang dapat mengembang pada saat berinteraksi dengan pelarut pada rentang waktu tertentu. Swelling berkaitan dengan proses pelarutan. Ciri–ciri terjadinya swelling adalah terjadinya peningkatan massa dan volume polimer. Swelling terbagi menjadi 2 jenis, yaitu unlimited swelling (tak hingga) dan limited swelling (terbatas). Pada unlimited swelling, akan terjadi swelling yang berlanjut ke tahap pelarutan. Hal ini dapat terjadi pada polimer yang larut dalam pelarut dan akan digunakan dalam analisa swelling. Untuk swelling terbatas, swelling yang terjadi tidak berlanjut ke tahap pelarutan. Pengukuran nilai swelling polimer cukup penting karena berkaitan dengan aplikasi polimer. Penentuan swelling biasanya dilakukan dengan merendam polimer di dalam suatu pelarut dan dalam jangka waktu tertentu, lalu menimbang massa polimer sebelum dan sesudah direndam. Pelarut yang umum digunakan adalah akuades. Sedangkan waktu perendaman biasanya dilakukan selama 24 jam. Perhitungan swelling dapat
dilakukan dengan membandingkan nilai massa pelarut yang masuk ke rantai polimer dengan massa polimer sebelum direndam dalam pelarut (Smitha, 2004). Derajat
Swelling
=
w − w0 x 100 % w0
(2-3)
dimana w0 adalah massa polimer sebelum swelling dan w adalah massa polimer sesudah swelling. 5 UJI COBA DAN EVALUASI Sintesa CMS-g-PAM dilakukan melalui dua tahap. Tahap pertama diawali dengan membuat CMS (Carboxymethyl Starch), sedangkan tahap kedua dilakukan dengan mencangkokkan nt-PAM kedalam rantai backbone CMS. Tahap awal pembuatan CMS dilakukan dengan memvariasikan NaOH yaitu dengan variasi konsentrasi sebesar 0,5 M-2,5 M. Penambahan NaOH ini bertujuan untuk mempengaruhi banyak sedikitnya karboksimetil yang terbentuk. Hasil CMS tersebut kemudian dikarakterisasi untuk mengetahui nilai derajat substitusi. Pada tahap selanjutnya dilakukan proses pencangkokan CMS dan nt-PAM dengan teknik polimerisasi larutan menggunakan inisiator K2S2O8 dan menggunakan metode grafting to. Hasil yang didapatkan yaitu CMS-g-PAM dikarakterisasi berupa %GE , %GY, analisa gugus menggunakan spektrum FTIR, serta diukur nilai derajat swellingnya. Nt-PAM yang sebelumnya didapatkan juga dikarakterisasi berat molekulnya Karakterisasi CMS diperlukan untuk membuktikan bahwa CMS berhasil terbentuk. Karakterisasi ini dilakukan dengan menggunakan analisa FTIR (Fourier Transform Infra Red) dan derajat subtitusi. Analisa FTIR digunakan untuk mengidentifikasi gugus-gugus yang mereprentasikan terbentuknya CMS. Gugus-gugus yang diidentifikasi dalam produk CMS haruslah merupakan gabungan gugus-gugus yang merepresentasikan adanya starch dan gugus karboksimetil. Sedangkan analisa derajat subtitusi digunakan untuk mengetahui jumlah gugus karboksimetil yang tersubtitusi.
Gambar V menunjukkan nilai derajat substitusi CMS yang dipengaruhi oleh variasi konsentrasi NaOH. Pada gambar tersebut terlihat hubungan yang linear antara konsentrasi NaOH dengan derajat substitusi (DS). Penambahan konsentrasi NaOH dilakukan pada tahap pertama yaitu saat alkalisasi atau protonasi. Tujuan protonasi ini adalah untuk mempercepat reaksi eterifikasi yaitu substitusi gugus alkokida dengan gugus karboksimetil. Secara teoritis, semakin banyak jumlah H yang terprotonasi pada pati amilosa maka semakin besar kemungkinan terjadinya substitusi dengan gugus karboksimetil dari asam kloroasetat (Lemieux et al., 2010; Stojanovic et al., 2005; Sangseethong et al., 2005). Pada Gambar V nilai derajat subtitusi CMS yang didapatkan berkisar 0,1955 – 0,4408. Secara teoritis, nilai DS CMS antara 0 – 3. Hal ini didefinisikan sebagai jumlah substituent per unit anhydroglucose (AGU) (Heinze, 2005). Untuk rantai polimer, semakin panjang rantai AGU yang terbentuk maka nilai DS dimungkinkan semakin kecil. Hal ini disebabkan oleh tidak semua gugus OH pada atom C-6 terprotonasi secara sempurna sehingga reaksi substitusi yang terjadi juga tidak sempurna. Namun, dengan panjang rantai sama, dimana konsentrasi NaOH semakin besar maka protonasi gugus –OH semakin banyak. Akibatnya jumlah gugus karboksimetil yang tersubstitusi semakin banyak sehingga nilai DS bertambah. Analisa FTIR CMS
Gambar VI. Hasil Analisa FTIR Starch (amylose)
Nilai Derajat Substitusi
Analisa Derajat Subtitusi 0.500 0.400 0.300 0.200 0.100 0.000 0.0
1.0
2.0
3.0
Konsentrasi NaOH
Gambar V. Pengaruh NaOH terhadap derajat substitusi CMS
Gambar VII. Hasil Analisa FTIR CMS CMS merupakan starch (amylose) yang dikarboksilasi dengan menggunakan asam kloroasetat. Untuk itu diharapkan gugus-gugus dari CMS haruslah mengandung gugus C-H, O-H, CH2-O-CH2, COO- dan CN. Pada spektrum FTIR yang ditunjukkan oleh Gambar VI terlihat spektrum starch (amylose) mempunyai puncak melebar pada 3525 cm–1 yang menunjukkan gugus –OH, dan puncak kecil pada 2924,18 cm–1 yang menunjukkan C–H stretching vibration. Pada
Karakterisasi Berat Molekul Polyacrylamide 400 ln ηr/c (dl/g)
380 360 340 320 300 280 0
0.0005
0.001
0.0015
C (g/dL) Gambar VIII. Grafik konsentrasi nt-PAM vs viskositas inherent Metode pengukuran berat molekul rata-rata (Mw) dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode viskometri. Peralatan yang digunakan adalah viskometer Ubbelohde. Pengukuran berat molekul kopolimer dilakukan dengan mengkorelasikan hasil pengukuran viskositas (viskositas intrinsik) kopolimer yang dibuat dalam bentuk larutan dengan berat molekul rata-rata kopolimer melalui persamaan Mark-Houwink. Semakin tinggi nilai viskositas yang terukur pada konsentrasi yang sama berarti berat molekul kopolimer semakin tinggi. Dengan metode ini akan didapatkan viskositas intrinsik yang dihubungkan ke berat molekul rata-rata (M) dengan menggunakan persamaan Mark-HouwinkSakurada :
derajat swelling digunakan untuk menunjukkan banyaknya rantai polimer yang dapat mengembang pada saat berinteraksi dengan pelarut pada rentang waktu tertentu. Persentase grafting yang diuji berupa persentase grafting efficiency (%GE) dan persentase grafting yield (%GY). Pada perhitungan %GE diasumsi semua CMS yang ditambahkan habis bereaksi. Acrylamide yang mengalami grafting dihitung sebagai berat produk CMSg-PAM dikurangi berat CMS awal. Selanjutnya didapatkan harga %GE yaitu berat acrylamide yang mengalami grafting dibanding berat acrylamide yang ditambahkan diawal. Dalam kenyataannya, tidak semua CMS terlibat dalam reaksi, sehingga diperlukan perhitungan yang didasarkan pada berat CMS yang terlibat dalam reaksi. %GY adalah persentase grafting terhadap CMS yang sebenarnya terlibat pada reaksi. Acrylamide yang mengalami grafting dihitung sebagai berat produk CMS-g-PAM dikurangi berat CMS yang terlibat dalam reaksi. Didapatkan harga %GY yaitu berat acrylamide yang mengalami grafting dibanding berat acrylamide yang ditambahkan di awal. Jadi, dengan penentuan %GE dan %GY kita bisa mengetahui efisiensi dan yield dari proses grafting pada saat sintesa CMS-gPAM. Harga %GY akan selalu lebih besar dari harga %GE. Pengaruh Konsentrasi NaOH Terhadap Persentase Grafting Efficiency (%GE) dan Persentase Grafting Yield (%GY) 105
Persentase GE (%)
bilangan gelombang 1084 dan 1016 cm–1 menunjukkan CH2–O–CH2. Sedangkan pada spektrum CMS yang ditunjukkan oleh Gambar VII bagian kiri, terlihat bahwa pada 3421 cm–1 puncak –OH tajam dan pada puncak 2924 menunjukkan C–H stretching vibration. Pada bilangan gelombang 1080 dan 1016 cm–1 menunjukkan CH2–O– CH2 serta pada puncak 1666 dan 1416 menunjukkan gugus yang merupakan CMS. Hasil FTIR ini menunjukkan bahwa sintesa CMS pada penelitian ini berhasil dilakukan karena telah mengandung gugus karboksimetil dan gugus yang terdapat pada starch.
Karakterisasi CMS-g-PAM Karakterisasi CMS-g-PAM yang terbentuk berupa persentase grafting dan derajat swelling. Analisa
95 90 85 80 75 70 0.0
1.0
2.0
3.0
Konsentrasi NaOH (M) Gambar IX. Pengaruh konsentrasi NaOH Terhadap Persentase grafting efficiency
[η ] = KM va
122 Persentase GY (%)
Dimana nilai K = 9,33 x 10–3 dl/g dan nilai a = 0,75 (Ullman Ensiklopedia, 1990). Dari hasil penelitian diperoleh bahwa BM Polyacrylamide yang dihasilkan adalah 1,47 x 106 . Hasil ini sesuai dengan literatur dimana berat molekul polyacrylamide tidak ada yang berada di bawah 1 x 105. Polyacrylamide dengan berat molekul (1 - 2) x 105 digunakan sebagai retention aid dalam proses pembuatan kertas, Sedangkan polyacrylamide dengan berat molekul (2 - 20) x 106 biasanya digunakan dalam proses yang melibatkan flokulasi (Ullman Ensiklopedia, 2003).
100
118 114 110 106 102 0
1
2
Konsentrasi NaOH (M) Gambar X. Pengaruh konsentrasi NaOH Terhadap Persentase grafting Yield
3
Gambar IX. menunjukkan semakin besar konsentrasi NaOH yang digunakan maka nilai persentase grafting efficiency juga semakin besar. Begitu pula grafik pada gambar X menunjukkan semakin besar konsentrasi NaOH maka nilai persentasi grafting yield juga semakin besar. Pada reaksi grafting ini terjadi kompetisi gugus ntPAM yang hendak tercangkok ke dalam backbone CMS dengan gugus karboksimetil yang telah tersubstitusi pada sintesis CMS. Semakin banyak gugus karboksimetil yang telah tersubstitusi maka gugus nt-PAM yang tercangkokan akan berkurang. Namun, pada DS 5, yaitu CMS dengan konsentrasi NaOH 2,5 M nilai %GE dan %GY menurun. Hal ini disebabkan kemungkinan proses pencangkokan nt-PAM ke rantai backbone CMS telah selesai dan rantai backbone CMS telah tersubstitusi oleh gugus karboksimetil sebelumnya pada sintesis CMS. Pengaruh konsentrasi NaOH terhadap besarnya derajat swelling Derajat Swelling (%)
6000 5000 4000 3000 2000 1000 0 0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
3.0
Konsentrasi NaOH (M) Gambar XI. Grafik Pengaruh Konsentrasi NaOH vs derajat swelling Pada Gambar IV.11 terlihat hubungan linear antara konsentrasi NaOH pada derajat substitusi CMS dengan nilai derajat swelling CMS-g-PAM. Semakin besar nilai derajat substitusi CMS maka nilai derajat swelling CMS-g-PAM semakin besar. Derajat swelling yang semakin besar ini menunjukkan kelarutan yang semakin besar pada CMS-g-PAM. Terdapat penelitian yang menyebutkan bahwa semakin besar nilai persentase grafting maka kelarutan semakin besar (Fanta et al., 1972; Li et al., 2005). Sedangkan Sen dan Pal (2009), mensintesis CMS-g-PAM dimana dilakukan variasi komposisi monomer akrilamida saat polimerisasi, dan hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa semakin besar nilai persentase grafting maka kelarutan akan semakin kecil. Hal ini dapat dijelaskan oleh penambahan poliakrilamida yang tercangkokan menyebabkan kristalinitas bertambah sehingga kelarutannya kecil. Sedangkan pada penelitian ini komposisi PAM yang digunakan dibuat tetap sedangkan nilai derajat substitusi CMS berbeda. Sehingga dapat diperkirakan bahwa semakin besar nilai derajat substitusi maka kelarutan semakin besar dan nilai persentase grafting juga semakin besar.
Analisa FTIR CMS-g-PAM
Gambar XII. Hasil Analisa FTIR CMS-g-PAM CMS-g-PAM merupakan gabungan dari CMS dan polyacrylamide. Untuk itu diharapkan gugus-gugus dari CMS-g-PAM haruslah mengandung gugus yang dimiliki oleh CMS dan polyacrylamide. Untuk mengetahui gugus-gugus yang terdapat dalam CMS-gPAM hasil sintesa maka dapat dilakukan karakterisasi produk menggunakan Spektroskopi Fourier Transform Infra Red (FTIR). Polyacrylamide mengandung ikatan C-H, C=O, N=H, C-N, sedangkan CMS mengandung ikatan-ikatan C-H, O-H, CH2-O-CH2, COO- dan CN. Maka diharapkan, CMS-g-PAM memiliki ikatan O-H, C-H, CH2-O-CH2, COO- , CN, C=O, dan NH amida. Pada spektrum CMSg-PAM yang ditunjukkan oleh Gambar IV.11 bagian kanan, terlihat bahwa pada 3422 cm–1 merupakan puncak –OH yang bertindihan/ overlaping dengan –NH primer. Kemudian pada puncak 2924 menunjukkan C–H stretching vibration. Pada gelombang 1674 dan 1650 cm–1 masing-masing menunjukkan gugus amida (C=O dan NH) sedangkan pada 1392 cm–1 menunjukkan puncak C–N serta pada 2924 cm–1 menunjukkan C–H. Adanya ikatanikatan yang menunjukkan CMS dan polyacrylamide pada produk menunjukkan bahwa CMS-g-PAM telah berhasil disintesa. Dari gambar IV.4, IV.5 dan IV.12 ,maka spektrum FTIR dapat disimpulkan pada Tabel 1 di bawah ini : KESIMPULAN 1. Dari hasil FTIR terbukti bahwa CMS-g-PAM berhasil dilakukan dengan menggunakan metode grafting to. 2. Berat molekul polyacrylamide yang diperoleh dari hasil analisa dengan menggunakan persamaan MarkHouwink Sakurada adalah 1.4 x 106 . 3. Semakin besar konsentrasi NaOH yang digunakan dalam pembuatan Carboxymethyl starch maka derajat subtitusi yang didapatkan juga akan semakin besar. 4. Derajat subtitusi akan berpengaruh terhadap derajat swelling. Semakin besar derajat subtitusi CMS yang digunakan dalam pembuatan CMS-g-PAM, maka akan semakin besar pula derajat swelling dari CMS-g-PAM yang dihasilkan. 5. Persentase grafting efficiency (%GE) dan persentase grafting yield (%GY) CMS-g-PAM untuk DS 1 sampai dengan DS 4 cenderung meningkat kemudian menurun untuk DS 5.
REFERENSI 1. Assad, E., dan Mateescu, M.A. (2010), “The Influence of Protonation Ratio on Properties of Carboxymethyl Starch Excipient at Various Substitution Degrees: Structural Insights and Drug Release Kinetics”, International Journal of Pharmaceutics. 394, 75-84. 2. Assad, E., Wang, Y.J., Zhu, X.X., dan Mateescu, M.A. (2011), “Polyelectrolyte Complex of Carboxymethyl Starch and Chitosan as Drug Carrier for Oral Administration”, Carbohydrate Polymer. 84, 1399-1407. 3. Athawale, V.D., dan Rathi, S.C. (1997), “Role and relevance of polarity and solubility of vinyl monomers in graft polymerization onto starch”, Reactive and Functional Polymers. 34, 11-17. 4. Billmeyer, F.W. (1970). Textbook of Polymer Science, 2nd ed., John Wiley & Sons, Inc. USA 5. Benda, D. (2001), Oxygen Inhibition and the influence of pH on the Inverse Emulsion Polymerization of acrylic monomer , European Polymer Journal. 37,1247-1253 6. Desmukh, S.R.(1991) Drag Reduction Efficiency, Shear Stability and Biodegradability Resistance of Carboxymethylcellulose based and Starch Based Graft Copolymers. Journal of Applied polymer Science. 43,1091. 7. Erny, K. (2006) Pembuatan Flokulan Non Ionik dari Starch dan Acrylamide dengan Metode Grafting to, Skripsi Teknik Kimia ITS, Surabaya 8. Fares, M. (2003) Graft Copolimerization onto Starch and Optimization of starch graft with N-tertButylacrylamide Copolymer and its Hydrogels, Journal of Polymer Research. 10,119-125 9. Fessenden R. J., dan Fessenden J. S. (1987), Organic Chemistry , 3rd ed, Erlangga, Jakarta. 10. Gautam Sen and Sagar Pal,(2008) Microwave Initiated Synthesis of Polyacrylamide grafted Carboxymethyl starch(CMS-g-PAM) Application as a Novel Matrix for Sustained Drug Release, Department of Applied Chemistry. 79,409-412 11. Heinze T. (2005), “Carboxymethyl Ethers of Cellulose and Starch – A Review”, . 3, 13-29. 12. Henze, Herremoes, Jansen la Couer, and Arvin. (1996) Wastewater Treatment. 2nd ed. Springer 13. Joshi, J.M., dan Sinha, V.K., (2007), Ceric Ammonium Nitrate Induced Grafting of Polyacrylamide Onto Carboxymethyl Chitosan, Carbohydrate Polymers. 6,427-435. 14. Kumar, A. and Gupta, R.K. (1998) Fundamental of Polymer. Mc Graw Hill International Edition. 15. Lu, S., et al, (2003), Inverse Emulsion of Starchgraft-Polyacrylamide. Starch/Starke. 55, 222-22. 16. Mulhbacher, J., Ispas-Szabo, P., Lenaerts, V., dan Mateescu, M.A. (2001), “Crosslinked High Amylose Starch Derivatives as Matrices for Controlled Release of High Drug Loadings”, Journal of Controlled Release. 76, 51-58.
17. Odion, G. (1991), Principles Polymerization. 3rd Ed, John Wiley & Sons, Inc, 17-48. 18. Rath, S.K, dan Singh, R.P. (1998), “Grafted amylopectin : Applications in Flocculation”, Elsevier Science. 46,129-135. 19. Saboktakin, M.R.,et al, (2011), Synthesis and in vitro evaluation of Carboxymethyl Starch-Chitosan Nanoparticles as Drug Delivery System to The Colon, International Journal of Biological Macromoleculs. 48, 381-385. 20. Sangseethong, K., Ketalip, S., dan Sriroth, K. (2005), “The Role of Reaction Parameters on the Preparation and Properties of Carboxymethyl Cassava Starch”, Starch/Starke. 57, 84-93. 21. Singh, R.P. (2000). “Novel biodegradable Flocculant Based on Polysaccharides”, Current Science. 78, 798-802. 22. Stevens, M.P. 2001.”Kimia Polimer”, P.T. Pradnya Paramita, cetakan pertama, Jakarta. 23. Stojanovic, Z., Jeremic, K., Jovanovic, S., dan Lechner M.D. (2005), “A Comparison of Some Methods for The Determination of The Degree of Substitution of Carboxymethyl Starch”, Starch-Starke. 57, 79-83. 24. Ulmann’s (1982) Encyclopedia of Industrial Chemistry. 5th ed, Completely Revised Edition , New York. 25. Zhang, et al, (2004) Progress in The Synthesis and Application of Green Chemicals, Carboxymethyl Starch Sodium, The State Key Laboratory of Fine Chemicals, Dalian University of Technology. 32, 369-372.